commit to user
PRINSIP KONSISTENSI DAN KECUKUPAN BAHAN
AJAR MATERI SISTEM HUKUM DAN PERADILAN
NASIONAL PADA BUKU TEKS KELAS X DI
SMAN 6 SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh :
ENDAH SUHADATI
K 6406026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PRINSIP KONSISTENSI DAN KECUKUPAN BAHAN
AJAR MATERI SISTEM HUKUM DAN PERADILAN
NASIONAL PADA BUKU TEKS KELAS X DI
SMAN 6 SURAKARTA
Oleh :
ENDAH SUHADATI
K 6406026
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
ABSTRAK
Endah Suhadati. K 6406026. PRINSIP KONSISTENSI DAN KECUKUPAN BAHAN AJAR MATERI SISTEM HUKUM DAN PERADILAN NASIONAL PADA BUKU TEKS KELAS X DI SMAN 6 SURAKARTA. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober, 2010.
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui prinsip konsistensi pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X, (2) untuk mengetahui prinsip kecukupan pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif tunggal terpancang. Tehnik pengumpulan data melalui Focus Group Discussion (FGD), wawancara, analisis dokumen, observasi. Untuk menerapkan validitas data digunakan trianggulasi data. Tehnik analisis data yang digunakan adalah Analisis Isi (content analysis)
commit to user
vi
ABSTRAC
Endah Suhadati. K 6406026. THE CONSISTENCY AND SUFFICIENCY
PRINCIPLE OF TEACHING MATERIAL OF LAW SYSTEM AND NATIONAL JUSTICE IN TEXTBOOKS AT THE TENTH GRADE OF SMA NEGERI 6 SURAKARTA. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education
Faculty Sebelas Maret University Surakarta, Oktober, 2010.
The research is aimed (1) to know consistency principle of the law system and national justice material in the textbooks of Civic Education at the tenth grade and (2) to know the sufficiency principle of the law system and national justice material in the textbooks of Civic Education at the tenth grade.
The research used single stake qualitative method. The technique of collecting data was done by focus group discussion (FDG), interviews, document analysis, and observation. To implement the validity of data, it used data triangulation. The technique of analyzing data used was content analysis.
commit to user
MOTTO
"Books are not to believed but to be subjected to inquiry”
(William of Baskerville)
”Allah akan meninggikan kepada orang-orang yang beriman diantara kamu
dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat”
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan kepada:
• Bapak dan Ibu tercinta yang telah
memberikan segalanya
• Adik-adik tersayang, Agung dan Tri
• Teman-teman PPKn angkatan 2006
• FKIP Universitas Sebelas Maret
commit to user
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberikan
kenikmatan dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
guna memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Selama pembuatan skripsi ini, tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;
2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si., Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan
ijin penelitian guna menyusun skripsi ini;
3. Drs. Amir Fuady, M.Hum., Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini;
4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi;
5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan FKIP UNS memberikan ijin untuk menyusun skripsi;
6. Drs.Suyatno, M.Pd. Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi
ini;
7. Winarno,S.Pd.,M.Si. Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi
ini;
8. Muh. Hendri Nuryadi, S.Pd., Pembimbing Akademik yang telah memberikan
bimbingan serta pengarahan;
9. Drs. Makmur Sugeng, M.Pd., Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Surakarta yang
commit to user
x
10. Bapak/Ibu guru SMA Negeri 6 Surakarta yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini;
11. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga
penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini;
12. Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun
penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan penulis. Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta, November 2010
commit to user
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
PENGAJUAN SKRIPSI ... ii
PERSETUJUAN ... iii
PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
MOTTO ... vii
PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Prinsip Bahan Ajar Konsistensi dan Kecukupan ... 7
a. Pengertian Bahan Ajar ... 7
b. Jenis Bahan Ajar ... 8
c. Prinsip Pemilihan bahan Ajar ... 10
d. Ukuran (Indikator) Prinsip Bahan Ajar Konsitensi dan Kecukupan ... 12
commit to user
xii
f. Urutan Elaborasi Materi Pembelajaran ... 16
g. Langkah-Langkah Pengajaran yang Diorganisasi Dengan Model Elaborasi ... 17
h. Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah 18
2. Bahan Ajar dalam Pendidikan Kewarganegaraan ... 20
a. Pengembangan Bahan Ajar di Sekolah ... 20
b. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan ... 22
c. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Kewarganegaraan ... 26
d. Analisis Penyusunan Bahan Ajar ... 27
3. Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional ... 27
a. Tinjauan tentang Sistem Hukum ... 27
b. Tinjauan tentang Peradilan Nasional ... 36
B. Kerangka Berfikir... 41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ... 45
C. Sumber Data ... 46
D. Teknik Pengambilan Sampel... 47
E. Teknik Pengumpulan Data ... 47
F. Validitas Data ... 50
G. Analisis Data ... 51
H. Prosedur Penelitian... 52
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 54
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 61
C. Temuan Studi ... 81
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85
B. Implikasi ... 85
commit to user
DAFTAR PUSTAKA ... 88
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Waktu dan Kegiatan Penelitian ... 44
Tabel 2. Prinsip Kecukupan untuk Buku Ganeca ... 62
Tabel 3. Prinsip Kecukupan pada Buku Erlangga ... 66
Tabel 4. Prinsip Konsistensi pada Buku Ganeca ... 69
Tabel 5. Prinsip Konsistensi pada buku Erlangga... 72
Tabel 6. Silabus PKn Kelas X ... 76
Tabel 7. Materi pada buku PKn Kelas X penerbit Ganeca karangan Sujiyanto ... 77
commit to user
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Alur Analisis Penyusunan Bahan Ajar ... 27
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran ... 43
Gambar 3. Struktur Organisasi Perpustakaan SMA Negeri 6 Surakarta ... 61
Gambar 4. Bagan Susunan/lembaga Peradilan yang ada di Indonesia ... 79
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Silabus Kelas X SMAN 6 Surakarta ... 91
Lampiran 2 Buku Paket Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X Penerbit Ganeca ... 94
Lampiran 3 Buku Paket Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA Kelas X Penerbit Erlangga ... 124
Lampiran 4 Instrumen Penilaian Buku Teks ... 160
Lampiran 5 Deskripsi Penilaian Buku Teks Pelajaran ... 162
Lampiran 6 Hasil Penilaian Buku Teks ... 171
Lampiran 7 Trianggulasi Data ... 183
Lampiran 8 Hasil Wawancara ... 197
Lampiran 9 Hasil Analisis Buku Teks ... 206
Lampiran 10 Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ... 212
Lampiran 11 Surat Keputusan Ijin Penulisan Skripsi Dari Dekan FKIP UNS ... 213
Lampiran 12 Surat Permohonan Ijin Penelitian Kepada Rektor UNS ... 215
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak bangsa Indonesia lahir hingga era reformasi ini, seluruh bangsa
Indonesia telah menyadari pentingnya peran pendidikan dalam mengembangkan
potensi manusia hingga optimal untuk menjadikannya insan pembangunan yang
berkualitas.
Insan pembangunan yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan
dan negara Indonesia telah menyediakan tempat-tempat pembelajaran bagi siswa
sekolah dasar hingga ke sekolah yang berjenjang lebih tinggi untuk memperoleh
pendidikan.
Menurut Undang-undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa.
Menurut WS Winkel (1991: 6):
Pendidikan adalah pantauan yang diberikan dari orang dewasa kepada orang yang belum dewasa, agar mencapai perubahan-perubahan prinsip dalam diri anak yang sedang menuju pada taraf kedewasaan. Dengan pendidikan maka akan menjadikan peserta didik manusia dewasa yang mampu menjadi seorang individu yang benar-benar berguna bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pendapat lain diungkapkan oleh Kevin Carmody and Zane Berge (2005:
3) yaitu “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to effect
changes in knowledge, skill, and attitudes of individuals, groups or communities”. Artinya bahwa pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan
untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, kemampuan, dan sikap dari
individu, kelompok atau komunitas.
Produk yang dihasilkan oleh proses pendidikan adalah berupa lulusan
yang memiliki kemampuan melaksanakan peranan-peranannya untuk masa yang
commit to user
mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin
dengan lingkungannya, dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan
dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekwat dalam
kehidupan masyarakat. Pengajaran bertugas mengarahkan proses ini agar sasaran
dari perubahan itu dapat tercapai sebagaimana yang diinginkan.
Tenaga kependidikan merupakan suatu komponen yang penting dalam
penyelenggaraan pendidikan, yang bertugas menyelenggarakan kegiatan
mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan atau memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Selain itu tenaga kependidikan harus
mempunyai kompetensi yang harus wajib ada. Hal ini terdapat pada pasal 10 ayat
(1) Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen menyatakan
bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional”. Di dalam isi pasal
tersebut dapat dimaknai bahwa pendidik atau tenaga kependidikan sebagai
komponen yang penting dalam pembelajaran harus memiliki empat kompetensi
tersebut. Kompetensi profesional merupakan kemampuan seorang tenaga pendidik
dalam menguasai materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi
yang ditetapkan dalam standar Standar Nasional Pendidikan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kompetensi profesional merupakan kompetensi yang erat
hubungannya dengan materi pembelajaran. Maka dari itu muncullah sebuah
tuntutan kepada pendidik untuk selalu mengikuti perkembangan ilmu sesuai
dengan bidang yang mereka tekuni agar tercapai sebuah keprofesionalan.
Pencapaian keprofesionalan tersebut perlu dipahami adanya standar
kompetensi guru. Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang ditetapkan
atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku
layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas,
kualifikasi dan jenjang pendidikan.
Ruang lingkup standar kompetensi guru meliputi tiga komponen
Pertama, komponen kompetensi pengelolaan pembelajaran yanng mencakup: 1. penyusuan perencanaan pembelajaran, 2. pelaksanaan interaksi belajar mengajar, 3. penilaian prestasi belajar pesrta didik, 4. pelaksanaan tindak lanjut hasil penilaian. Kedua, komponen kompetensi pengembangan potensi yang diorientasikan pada pengembangan profesi. Ketiga, komponen kompetensi penguasaan akademik yang mencakup: 1. pemahaman wawasan kependidikan, 2. penguasaan bahan kajian akademik. (Depdiknas dalam Abdul Majid 2008: 6)
Berkembangnya keilmuan juga harus diikuti oleh perkembangan materi
yang ada di sekolah-sekolah. Menurut Adjat Sudrajat (2009: http: //natalegawa.
com) menyatakan bahwa, ”Perkembangan materi atau bahan ajar harus memperhatikan tuntutan kurikulum’’. Artinya bahan belajar yang akan kita
kembangkan harus sesuai dengan kurikulum. Pada kurikulum tingkat satuan
pendidikan, standar kompetensi lulusan telah ditetapkan oleh pemerintah, namun
bagaimana untuk mencapainya dan apa bahan ajar yang digunakan diserahkan
sepenuhnya kepada para pendidik sebagai tenaga profesional. Dalam hal ini, guru
dituntut untuk mempunyai kemampuan mengembangkan bahan ajar sendiri.
Untuk mendukung kurikulum, sebuah bahan ajar bisa saja menempati posisi
sebagai bahan ajar pokok ataupun suplementer. Bahan ajar pokok adalah bahan
ajar yang memenuhi tuntutan kurikulum. Sedangkan bahan ajar suplementer
adalah bahan ajar yang dimaksudkan untuk memperkaya, menambah ataupun
memperdalam isi kurikulum.
Abdullah Idi (2007: 198) menyatakan bahwa: "Beberapa penulis
berpendapat bahwa isi yang diseleksi harus memberikan orientasi yang paling
berguna bagi dunia disekeliling kita. Dengan kata lain, isi tersebut harus
konsisten dengan realitas sosial’’.
Masalah yang sering dihadapi guru berkenaan dengan bahan ajar pada
materi sistem hukum dan peradilan nasional adalah guru memberikan bahan ajar
atau materi pembelajaran tersebut terkadang terlalu luas atau terlalu sedikit, terlalu
mendalam atau terlalu dangkal, urutan penyajian yang tidak tepat, dan jenis materi
bahan ajar yang tidak sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai oleh siswa.
Berkenaan dengan buku sumber sering terjadi setiap ganti semester atau ganti
commit to user
Melihat pada kenyataan yang ada, bahwa masih adanya materi yang tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip bahan ajar di SMA Negeri 6 Surakarta ternyata
didukung oleh beberapa penemuan studi di SMA dan SMP. Hal ini ditunjukkan
pada hasil skripsi oleh Susilo Tri Widodo (2007: 115) memberikan beberapa
kesimpulan dari hasil penelitiannya tentang analisis materi kewarganegaraan di
SMA yang menyatakan bahwa “Materi kewarganegaraan yang ada di SMA
Negeri 8 Surakarta untuk standar kompetensi Bangsa dan Negara dan Nilai,
Norma, dan hukum belum sepenuhnya memenuhi prinsip relevansi, ketepatan dan
konsistensi”.
Selain temuan di atas, hal ini ditunjukkan juga pada hasil skripsi oleh
Wahyudi (2008: 101) memberikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitiannya
tentang analisis materi kewarganegaraan di SMP yang menyatakan bahwa :
Faktor yang mempengaruhi relevansi materi kewarganegaraan di SMP N 16 Surakarta untuk standar kompetensi Norma dalam Masyarakat dan Makna Proklamasi Kemerdekaan dan Konstitusi Pertama ada beberapa yang mempengaruhinya, yakni kurikulum yang ada di sekolah dan kemampuan guru dalam penyampaian materi pembelajaran.
Dengan adanya temuan mengenai studi analisis materi Kewarganegaraan
yang lebih memfokuskan prinsip relevansi sehingga dimungkinkan sudah
banyaknya buku yang telah relevan. Kemudian didukung pernyataan yang harus
mementingkan prinsip konsistensi maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berkenaan dengan materi Kewarganegaraan khususnya pada
materi sistem hukum dan peradilan nasional dengan prinsip bahan ajar konsistensi
dan kecukupan pada buku teks kelas X yang ada di SMA Negeri 6 Surakarta.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dalam penelitian ini peneliti
mengajukan beberapa perumusan masalah, dengan harapan agar lebih
memfokuskan pembahasan dalam penelitian ini. Adapun beberapa perumusan
masalah tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana prinsip konsistensi pada materi sistem hukum dan peradilan
2. Bagaimana prinsip kecukupan pada materi sistem hukum dan peradilan
nasional di dalam buku teks Pendidikan kewarganegaraan kelas X
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah jawaban terhadap permasalahan yang dikaji
dalam penelitian. Adapun tujuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prinsip konsistensi pada materi sistem hukum dan
peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X.
2. Untuk mengetahui prinsip kecukupan pada materi sistem hukum dan
peradilan nasional di dalam buku teks Pendidikan Kewarganegaraan kelas X.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini, dapat diambil manfaat baik secara teoritis maupun
praktis. Adapun manfaat penelitian tersebut sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan perbaikan pada materi sistem hukum dan peradilan nasional di
dalam buku teks pendidikan kewarganegaraan kelas X.
b. Memberikan sumbangan bagi disiplin ilmu yang bersangkutan dalam upaya
mengembangkan prinsip bahan ajar konsistensi dan kecukupan pada buku
teks pendidikan kewarganegaraan kelas X.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
1) Untuk menambah pengetahuan dan memperdalam kajian terhadap
materi-materi kewarganegaraan sehingga di dalam penyampaian materi-materi nantinya
tidak terdapat perluasan materi.
2) Hasil penelitian ini digunakan oleh penulis sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar kesarjanaan pada program studi Pendidikan
Kewarganegaraan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial di Fakultas Keguruan
commit to user
b. Bagi Pendidik
1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan ilmu bagi
pendidik yang mengampu mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan
dalam perbaikan materi yang diajarkan.
2) Hasil penelitian ini digunakan sebagai evaluasi bagi guru atau pendidik
terhadap perbaikan materi yang akan disampaikan kepada siswa-siswinya.
c. Bagi Pembaca
1) Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi peneliti lain yang
akan mengadakan penelitian lebih lanjut terutama yang berhubungan
studi analisis materi kewarganegaraan di Sekolah
2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pembanding untuk kajian
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Prinsip Bahan Ajar Konsistensi dan Kecukupan
a. Pengertian Bahan Ajar
Menurut National Center for Vocational Education Research
Ltd/National Center for Competency Based Training menyatakan bahwa: Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.( Abdul Majid, 2008: 174).
Menurut Kemp dalam Abdul Gafur (1982: 86) menjelaskan bahwa
bahan ajar adalah ”Materi pelajaran dalam hubungannya dengan proses
penyusunan disain instruksioanal merupakan gabungan antara pengetahuan
(fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah,
prosedur, keadaan dan syarat-syarat) dan faktor sikap”.
Menurut Oemar Hamalik (2003: 132) menyatakan bahwa:
Bahan pengajaran pada hakikatnya adalah isi kurikulum itu sendiri. Isi kurikulum senantiasa mengacu ke usaha pencapaian tujuan-tujuan kurikulum dan tujuan-tujuan instruksional bidang studi. Bahan pengajaran itu sendiri adalah sebagai rincian dari pada pokok-pokok bahasan dan subpokok-subpokok bahasan dalam GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran) atau kurikulum bidang studi bersangkutan.
Menurut Sulikin (2009: http ://blog.unnes.ac.id) menyatakan bahwa:
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.
Sejalan dengan berbagai aspek standar kompetensi, materi
pembelajaran dalam bahan ajar juga dapat dibedakan menjadi jenis materi
commit to user
Pendapat lain diungkapkan oleh Reigeluht (dalam Degeng 1987:
295) nenyatakan bahwa ”Materi pembelajaran aspek kognitif secara
terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan
prosedur”. Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek, nama
tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen
suatu benda, dan lain sebagainya. Materi jenis konsep berupa pengertian,
definisi, hakekat inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat,
adagium, paradigma, teorema. Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah
mengerjakan sesuatu secara urut.
Menurut Bloom, dkk (dalam Aunurrahman, 2009: 49) ”Materi
pembelajaran aspek kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: 1)
pengetahuan, 2) pemahaman, 3) penerapan, 4) analisis, 5) sintesis, 6)
evaluasi”, sedangkan menurut Krathwohl dan Bloom dkk (dalam
Aunurrahman, 2009: 51) menyatakan bahwa ”Materi pembelajaran aspek
afektif terdiri dari lima jenis perilaku, yaitu: 1) penerimaan, 2) partisipasi, 3)
penilaian dan penentuan sikap, 4) organisasi, 5) pembentukan pola hidup”.
Menurut Simpson (dalam Aunurrahman , 2009: 53) menyatakan
bahwa ”Materi pembelajaran aspek psikomotorik terdiri dari tujuh jenis
perilaku, yaitu: 1) persepsi, 2) kesiapan, 3) gerakan terbimbing, 4) gerakan
terbiasa, 5) gerakan komplek, 6) penyesuaian, 7) kreativitas”.
Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu
kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan sistematis sehingga
secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan
terpadu. Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar merupakan
bagian yang penting dalam proses belajar mengajar, yang menempati
kedudukan yang menentukan keberhasilan belajar mengajar yang berkaitan
dengan ketercapaian tujuan pengajaran, serta menentukan kegiatan-kegiatan
belajar mengajar.
a. Jenis Bahan Ajar
Bahan ajar merupakan bagian yang paling penting dalam proses
dapat dijadikan sebagai penentu keberhasilan belajar mengajar. Hal ini
dipertegas dengan pendapat Basuki Wibawa (2001: 12) menyatakan bahwa:
Dalam suatu proses belajar mengajar, pesan yang disalurkan oleh media dari sumber pesan ke penerima pesan itu ialah isi pelajaran. Dengan perkataan lain, pesan itu ialah isi pelajaran yang berasal dari kurikulum yang disampaikan oleh guru kepada siswa. Pesan ini dapat bersifat rumit dan mungkin harus dirangsang dengan cermat supaya dapat dikomunikasikan dengan baik kepada siswa.
Menurut pendapat Sadiman,dkk (1996: 19) menyatakan bahwa,
”media atau bahan sebagai sumber belajar merupakan komponen dari sistem
instruksional dan macam-macam pengelompokan media terdiri dari media
grafis, media audio dan media proyeksi diam”.
Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa media atau bahan sebagai
sumber belajar merupakan komponen dari sistem instruksional di samping
pesan, orang, teknik latar dan peralatan. Media atau bahan adalah perangkat
lunak (software) berisi pesan atau informasi pendidikan yang biasanya
disajikan dengan mempergunakan peralatan. Sedangkan peralatan atau
perangkat keras (hardware) sendiri merupakan sarana untuk dapat
menampilkan pesan yang terkandung pada media tersebut.Macam-macam
pengelompokan media:
1. Media grafis, antara lain: gambar / foto, sketsa, diagram, bagan / chart,
grafik, kartun, poster, peta dan globe, papan flanel / flanel board, papan
buletin / bulletin board.
2. Media Audio, antara lain: radio, alat perekam pita magnetic,
laboratorium bahasa.
3. Media proyeksi diam, antara lain: film bingkai (slide), film rangkaian
(film strip), overhead proyektor, proyektor opaque, tachitoscope, microprojection dengan mikrofilm.
Menurut Abdul Majid (2008: 174) bentuk bahan ajar paling tidak
dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: “bahan cetak, bahan ajar dengar,
commit to user
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Bahan cetak (printed) antara lain handout, buku, modul, lembar kerja
siswa, brosur, leafleat, wallchart, foto/gambar, model/maket.
2) Bahan ajar dengar (audio) seperti kaset, radio, piringan, hitam, dan
compact disk audio.
3) Bahan ajar pandang dengar (audio visual) seperti video compact disk,
film.
4) Bahan ajar interaktif (interactive teaching material ) seperti compact
disk interaktif.
b. Prinsip Pemilihan Bahan Ajar
Perumusan pemilihan bahan ajar diwujudkan dalam bentuk standar
kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Standar kompetensi meliputi
standar materi atau standar isi dan standar pencapaian. Standar materi
berisikan jenis, kedalaman, dan ruang lingkup materi pembelajaran yang harus
dikuasi siswa, sedangkan standar penampilan berisikan tingkat penguasaan
yang harus ditampilkan siswa. Setelah pokok-pokok materi pembelajaran
ditentukan, materi tersebut kemudian diuraikan. Uraian materi pembelajaran
dapat berisikan butir-butir materi penting yang harus dipelajari siswa atau
dalam bentuk. Urutan perlu diperhatikan agar pembelajaran menjadi runtut.
Perlakuan (cara mengajarkan/menyampaikan dan mempelajari) perlu dipilih
setepat-tepatnya agar tidak salah mengajarkan atau mempelajarinya .
Menurut Aunurrahman (2009: 79) prinsip pemilihan bahan ajar,
yaitu: ”Prinsip relevansi, prinsip konsistensi, dan prinsip kecukupan”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Prinsip relevansi artinya keterkaitan. Materi pembelajarn hendaknya
relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya dengan pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika kompetensi yang
diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi
pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
2) Prinsip konsistensi artinya keajegan. Jika kompetensi dasar yang harus
harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus
dikuasai siswa adalah mendeskripsikan pengertian, menganalisis peranan,
menunjukkan sikap, menganalisis upaya, maka materi yang harus
diajarkan sesuai dengan kompetensi dasar tersebut.
3) Prinsip kecukupan artinya materi yang diajarkan hendaknya cukup
memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi dasar yang
diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu
banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan
membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk
mempelajarinya.
Materi pembelajaran yang dipilih untuk diajarkan oleh guru dan
harus dipelajari siswa hendaknya berisikan materi atau bahan ajar yang
benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Mimin Haryati (2007:
9) bahwa prinsip yang perlu diperhatikan dalam menentukan materi pokok
dan uraian materi pokok antara lain :
1) Prinsip relevansi, yaitu adanya kesesuaian antara materi pokok dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai.
2) Prinsip konsistensi, yaitu adanya keajegan antara materi pokok dengan kompetensi dasar dan standar kompetensi.
3) Prinsip adekuasi, yaitu adanya kecakupan materi ajar yang diberikan untuk mencapai kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Uraian diatas dapat peneliti simpulkan selain memperhatikan jenis
materi pembelajaran juga harus memperhatikan prinsip relevansi, prinsip
konsistensi, dan prinsip kecukupan yang perlu digunakan dalam menentukan
cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan dan kedalaman
materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa banyak
materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran,
sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep
commit to user
Adanya temuan yang mengkaji mengenai prinsip relevansi sehingga
dimungkinkan telah dihasilkan buku yang relevan. Maka juga perlu diadakan
pengkajian mengenai prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan pada bahan
ajar agar dapat menghasilkan materi ajar yang sesuai dengan standar
kompetensi dan kompetensi dasar.
Mengkaji bahan ajar yang sesuai dengan prinsip konsistensi dan
prinsip kecukupan perlu digunakan sebuah teori Elaborasi dalam
mengorganisasikan materi pembelajaran, karena teori ini mengatur
pembelajaran dengan suatu cara untuk memudahkan pengendalian siswa serta
dapat memberikan pengaruh terhadap hasil belajar yang lebih nyata dan
bermakna.
c. Ukuran (Indikator) Prinsip Bahan Ajar Konsistensi Dan Kecukupan
Mengukur prinsip bahan ajar, baik konsistensi maupun prinsip
kecukupan terdapat indikator-indikator yang berpatokan pada Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Ukuran (indikator) prinsip bahan ajar
konsistensi adalah:
1) Cakupan materi, memuat sebagai berikut:
(a) Kelengkapan ruang lingkup materi (memuat pengetahuan, sikap, dan
keterampilan civic)
(b) Keluasan materi
(c) Kedalaman materi
(d) Relevansi/keterkaitan dengan nilai-nilai pancasila
(e) Mengembangkan wawasan global
(f) Mengembangkan wawasan demokrasi
(g) Mengembangkan wawasan kebhinnekaan
(h) Mendorong pengembangan pengetahuan kewarganegaraan
(i) Mendorong pengembangan kecakapan kewarganegaraan
(j) Mendorong pengembangan nilai-nilai kewarganegaraan
(k) Menyadarkan pentingnya hak asasi manusia (HAM)
(l) Menyadarkan pentingnya kepastian dalam hokum (rule of law)
(n) Menyadarkan pentingnya sikap positif terhadap konstitusi Negara.
2) Keakuratan materi, terdiri dari:
(a) Kebenaran fakta
(b) Kebenaran konsep
(c) Kebenaran teori
(d) Kebenaran hokum/prinsip
(e) Kebenaran prosedur
(f) Ketepatan nilai
Sedangkan ukuran (indikator) prinsip bahan ajar kecukupan adalah:
1) Teknik Penyajian, meliputi:
(a) Sistematika sajian tiap bab utuh/lengkap
(b) Kelogisan sajian materi
(c) Keruntutan sajian konsep
(d) Keseimbangan sajian materi (subtansi) antar bab dan antar subbab
2) Penyajian pesan pembelajaran, meliputi:
(a) Menggunakan alat pemusat perhatian
(b) Menerapkan prinsip perulangan repetisi
(c) Mendorong partisipasi aktif peserta didik
(d) Berpusat pada peserta didik
(e) Merangsang berfikir kritis, kreatif, dan inovatif
(f) Penyajian bersifat komunikatif dan interaktif
(g) Sajian atau pembahasan tidak bias gender
(h) Membatasi materi yang tidak relevan
Pada uraian diatas dapat dilihat bahwa penentuan kategori prinsip
kecukupan dan prinsip konsistensi terdiri dari beberapa indikator, dimana pada
setiap indikatornya guru dan ahli harus menilai berdasarkan sudut pandang
mereka apakah buku teks yang mereka nilai sangat sesuai atau sesuai atau cukup
sesuai atau kurang sesuai dengan ukran yang diharapkan.
Sangat sesuai diberikan nilai 4, berarti indikator yang di harapkan
commit to user
Sesuai diberikan nilai 3, berarti indikator yang diharapkan ada meskipun
tidak sangat sesuai.
Cukup sesuai diberikan nilai 2, berarti indikator yang diharapkan masih
ada yang kurang, sehingga cenderung satu indikator menutupi indikator yang lain.
Kurang sesuai diberikan nilai 1, berarti indikator yang diharapkan pada
masih banyak yang belum tercapai dengan kata lain buku teks tersebut hanya
menerangkan kulit luarnya saja tanpa ada pendalaman dan penguasaan seluruh
materi yang diajarkan.
Prinsip konsistensi dan prinsip kecukupan bahan ajar pada materi sistem
hukum dan peradilan nasional di dalam instrument penilaian Badan Standar
Penilaian Nasional merupakan penilaian tahap ke II dengan kategori penilaian
sebagai berikut:
1) Lolos. Buku teks pelajaran dinyatakan lolos penilaian seleksi tahap ke II
berdasarkan profil hasil penilaian dari seluruh empat komponen penilaian
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Komponen kelayakan isi mempunyai rata-rata skor komposit minimal
2,75 pada setiap subkomponen.
b) Komponen kebahasan, penyajian, dan kegrafikan, mempunyai
rata-rata skor komposit lebih besar dari 2,50 pada setiap sub komponen.
2) Lolos dengan perbaikan. Buku teks pelajaran dinyatakan lolos dengan
perbaikan, apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: komponen
kebahasan, penyajian dan kegrafikan mempunyai rata-rata skor
komposit kurang dari atau sama dengan 2,50 dengan presentase kurang
dari 30% pada setiap sub komponen.
3) Tidak Lolos. Buku teks pelajaran dinyatakan tidak lolos apabila
subkomponen mempunyai rata-rata skor 1 dari salah satu penilai pada
semua komponen.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa penarikan kategori berasal dari
rata-rata tiap indikator, sehingga penentuan lolos, lolos dengan perbaikan ataupun
dari penilaian guru dan ahli terhadap tiap indikator berdasarkan sudut pandang
mereka dari ukuran-ukuran buku paket tersebut.
d. Teori Elaborasi dalam Mengorganisasikan Materi Pembelajaran
Teori elaborasi berkaitan dengan cara mengorganisasikan
pembelajaran pada tingkat struktur isinya, yang berkaitan dengan cara
memilih, menata dan menunjukkan saling hubungan materi pembelajaran.
Menurut Degeng (1988: 296) menyatakan bahwa :
Teori elaborasi mendeskripsikan cara pengorganisasian pengajaran dengan mengikuti urutan umum-ke-rinci. Urutan umum-ke-rinci dimulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.
Menurut Reigeluth dan Stein (dalam Degeng, 1988: 296) ada 7
komponen strategi yang diintegrasikan dalam teori elaborasi adalah sebagai
berikut: ”1) urutan elaboratif, 2) urutan prasyarat belajar, 3) rangkuman, 4)
sintesis, 5) analogi, 6) pengaktif strategi kognitif, 7) kontrol belajar”.
Menurut E. Mulyasa (2007: 150) ”Tujuan teori elaborasi adalah
untuk mengintegrasikan pengetahuan baru tentang pembelajaran dan
componen display theory (CDT), teori ini hanya berhubungan dengan domain kognitif , tetapi telah mencakup banyak komponen strategi motivasi”. Teori
elaborasi mengatur pembelajaran dengan suatu cara untuk memudahkan
pengendalian mahapeserta didik, tetapi pada tingkat makro hal ini berarti
pengendalian terhadap pemilihan dan pengurutan sebagaimana sistesis dan
reviu. Urutan dari sederhana ke kompleks memungkinkan mahapeserta didik
membuat keputusan mengenai gagasan-gagasannya.
Teori elaborasi dapat digunakan untuk mengorganisasikan
pembelajaran mulai dari yang berisi satu materi standar sampai kepada
serangkaian kompetensi dalam kurikulum. Karena kekuatan teori ini pada
penyususnan dan penataan materi pembelajaran, maka makin banyak
bagian-bagian materi pembelajaran yang dapat diorganisasikan akan memberikan
commit to user
e. Urutan Elaborasi Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah pokok-pokok materi pelajaran yang
harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian kemampuan dasar yang akan
dinilai dengan menggunakan instrumen penilaian yang disusun berdasarkan
indikator pencapaian belajar. Materi pembelajaran atau pokok-pokok materi
tersebut perlu dirinci atau diuraikan kemudian diurutkan untuk memudahkan
kegiatan pembelajaran.
M. Joko Susilo (2006:123) menyatakan bahwa:
Yang harus diperhatikan dalam merinci atau menguraikan materi pelajaran adalah menentukan jenis materi pembelajaran. Terdapat dua jenis klasifikasi materi pembelajaran. Pertama, klasifikasi materi pelajaran menjadi pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, yang berisi informasi, konsep, generalisasi, fakta dan lain sebagainya. Kedua, klasifikasi materi pelajaran yang dibagi menjadi 4 jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur.”
Menurut E. Mulyasa (2007: 153) menyatakan bahwa: ”Pada
pokoknya teori elaborasi memiliki tiga macam urutan penataan pembelajaran,
berdasarkan konsep, prinsip, dan prosedur”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Pertama, penataan
elaborasi berdasarkan konsep, hal ini dilakukan bila materi pokok
pembelajaran ditujukan untuk mengetahui konsep-konsep dari pembelajaran
yang diberikan. Langkah pertama adalah memilih semua konsep yang akan
diajarkan, kemudian merancang urutan materi berdasarkan konsep yang paling
umum, paling mudah dan paling dikenal oleh peserta didik, yang selanjutnya
dikenal sebagai epitome. Tahapan elaborasi menjabarkan konsep-konsep lain
yang lebih rinci dan bermakna. Kedua, penataan elaborasi berdasarkan prinsip,
jika tujuan utama pembelajaran untuk mengetahui prinsip-prinsip, maka
patokan urutan elaborasi menggunakan acuan prinsip-prinsip yang akan
diajarkan. Setelah semua prinsip dipelajari dan dipilih sesuai dengan tujuan
pembelajaran, ditetapkan prinsip-prinsip yang paling penting sebagai epitome.
Selanjutnya elaborasi menguraikan lebih rinci prinsip-prinsip lain sesuai
aturan yang disyaratkan. Ketiga, penataan elaborasi berdasarkan prosedur,
prosedur-prosedur. Hal ini dipilih dari semua prosedur yang akan diajarkan,
yang paling dekat dengan kompetensi dasar, paling umum dan paling
sederhana, sebagai epitome. Selanjutnya elaborasi dilakukan berdasarkan
upaya menjabarkan prosedur-prosedur lain secara lebih rinci.
Seperti telah dikemukakan, umumnya materi pembelajaran terdiri
dari gabungan konsep, prinsip, dan prosedur, bahkan juga seperangkat fakta.
Pada pelaksanaan elaborasi, bergantung pada materi yang paling dominan,
penataan urutan yang didasarkan pada hanya satu diantara tiga materi
pembelajaran tersebut. Dengan demikian, materi pembelajaran lain menjadi
struktur pendukung dan melengkapi pokok penetaan yang dikembangkan.
Materi pembelajaran pendukung harus diletakkan sedekat mungkin
dengan materi pembelajaran pokok yang menjadi patokan dalam penataan.
Misalnya, jika pada elaborasi berdasarkan prosedur yang diperlukan materi
pembelajaran konsep dan prinsip, maka konsep dan prinsip disajikan pada
tahapan elaborasi prosedur tersebut.
f. Langkah-Langkah Pengajaran Yang Diorganisasi Dengan Model
Elaborasi
Menurut I Nyoman Sudana Degeng (1988: 307) ”Terdapat 7 langkah
pengajaran yang diorganisasi dengan model elaborasi”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Penyajian kerangka isi. Pengajaran dimulai dengan menyajikan kerangka
isi: struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari bidang
studi
2) Elaborasi tahap pertama. Elaborasi tahap pertama adalah mengelaborasi
tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi, mulai dari bagian yang
terpenting. Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan
pensistesis yang hanya mencakup konstruk-konstruk yang baru saja
diajarkan (pensisntesis sederhana)
3) Pemberian rangkuman dan sistesis eksternal. Pada akhir elaborasi tahap
pertama, diberikan rangkuman dan diikuti dengan pensitesis eksternal.
konstruk-commit to user
konstruk yang diajarkan dalam elaborasi dan pensitesis eksternal
menunjukkan, a) hubungan-hubungan penting yang ada antar bagian yang
telah dielaborasi, b) hubungan antara bagian-bagian yang telah
dielaborasi dengan kerangka isi.
4) Elaborasi tahap kedua. Setelah elaborasi tahap pertama berakhir dan
diintegrasikan dengan kerangka isi, pengajaran diteruskan ke elaborasi
tahap kedua yang mengelaborasi bagian pada elaborasi tahap pertama
dengan maksud membawa si belajar pada tingkat kedalaman sebgaimana
ditetapkan dalam tujuan pengajaran. Seperti halnya dalam elaborasi tahap
pertama, setiap elaborasi tahap kedua disertai rangkuman dan pensitesis
internal.
5) Pemberian rangkuman dan sistesis ekternal. Pada akhir elaborasi tahap
kedua, diberikan rangkuman dan sintesis eksternal, seperti pada elaborasi
tahap pertama.
6) Setelah semua elaborasi tahap kedua disajikan, disintesiskan dan
diintegrasikan kedalam kerangka isi, pola seperti ini akan berulang
kembali untuk elaborasi tahap ketiga, dan seterusnya, sesuai dengan
tingkat kedalaman yang diterapkan oleh tujuan pengajaran.
7) Pada tahap akhir pengajaran, disajikan kembali kerangka isi untuk
mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.
g. Buku Teks Pelajaran Pendidikan Dasar dan Menengah
Buku teks pelajaran sebagai sumber informasi seyogjanya memiliki
kualitas yang baik, yang memenuhi kriteria standar tertentu. Seperti yang
ditegaskan dalam Peraturan Menteri Nomor 11 Pasal 3 ayat (1) yang
menyatakan bahwa “Buku teks pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang
digunakan pada satuan pendidikan dasar dan menengah dipilih dari buku-buku
teks pelajaran yang telah ditetapkan oleh Menteri berdasarkan rekomendasi
penilaian kelayakan dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)”.
Hal-hal penting yang perlu dipertimbangkan bagi sebuah buku yang
menurut BSNP (2009: http://www.bsnp-indonesia.org) yakni “Strategi
pengolahan informasi, tingkat perkembangan psikologi peserta didik, dan
proses belajar aktif”.
Hal tersebut dapat dijelaskana sebagai berikut:
1) Strategi pengolahan informasi
Sebuah buku yang baik harus mampu membangkitkan minat dan perhatian
anak (atensi) untuk membaca teks bacaan. Hal ini diperlukan agar
informasi mampu diserap sebagai rangsangan. Namun segala sesuatu yang
diserap ini baru bisa berarti (meaningful) dan diingat bila informasi
(tulisan) diolah dalam ingatan jangka panjang, misalnya dikategorisasikan,
diberi makna, dan bisa dikaitkan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki
sebelumnya (prior knowledge). Informasi yang disimpan dengan organisasi
yang baik akan membentuk jaringan pengetahuan yang saling terjalin, tidak
sekedar merupakan ingatan asosiatif belaka. Berarti sebuah buku harus
tampil dalam“wajah” yang keterbacaannya tinggi, menarik minat dan
memikat. Selain itu isi bahasannya harus dapat mengoptimalkan tingkat
berolah pikir peserta didik, misalnya dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, pemecahan masalah, pemberian contoh-contoh konkret,
eksperimen, dan penelusuran proses dari pengalamannya.
2) Tingkat Perkembangan Psikososial Peserta Didik
Kesanggupan untuk menerima dan mengolah informasi secara optimal
dipengaruhi oleh tingkat perkembangan psikososial seseorang. Artinya
penyajian yang baik, bahasa yang baik (readable) saja belum menjamin
materi yang disajikan dapat mengoptimalkan proses belajar. Untuk itu,
diperlukan kesadaran tentang pentingnya ciri-ciri kematangan kognitif dan
sosial emosional pembaca yang akan menjadi sasaran buku pembelajaran.
Misalnya, kemampuan kebahasaan seseorang,keakraban bahasan, tingkat
kesulitan konsep yang di bahas, menghargai keberagaman, dan kesesuaian
konteks.
3) Proses Belajar Aktif Belajar secara bermakna akan mudah terjadi apabila
commit to user
Melalui keterlibatan tersebut dapat terjalin komunikasi interaktif yang
diperlukan bagi terpeliharanya suasana belajar, dan diperolehnya umpan
balik yang diperlukan untuk memacu pembelajaran yang berkelanjutan.
Melalui perolehan umpan balik, khususnya yang positif, akan menimbulkan
rasa puas yang berfungsi sebagai rewards bagi diri peserta didik, yang pada
akhirnya akan membangkitkan motivasi dari dalam diri sendiri untuk
menyukai belajar (internal motivation). Dengan demikian, penyajian
sebuah buku hendaknya memuat contoh-contoh yang dekat dengan
kehidupan sehari-hari, yang merangsang peserta didik untuk
mencoba/mengaplikasikan pengetahuan yang diperolehnya, agar peserta
didik memiliki peluang untuk menjadi kreatif dan inovatif. Melalui
penyajian seperti tersebut di atas, lebih lanjut pada diri peserta didik dapat
terbentuk transfer of learning, dari segala sesuatu yang dipelajari dari buku
ke dalam kehidupan nyata sehari-hari.
2. Bahan Ajar dalam Pendidikan Kewarganegaraan
a. Pengembangan Bahan Ajar di Sekolah
Dalam mengembangkan bahan ajar harus memiilih jenis materi yang
sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditentukan. Jumlah atau ruang
lingkup yang cukup memadai harus diperhatikan sehingga mempermudah
siswa dalam mencapai standar kompetensi.
Berpijak dari aspek-aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar
yang telah diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah memilih jenis materi
yang sesuai dengan aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar tersebut. Materi yang akan diajarkan perlu diidentifikasi
apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan
lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi jenis-jenis materi
yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan dalam cara
mengajarkannya. Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi, langkah
kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Identifikasi
jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan mengajarkannya.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi
pembelajaran yang akan diajarkan adalah dengan jalan mengajukan
pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Dengan mengacu pada kompetensi dasar, kita akan mengetahui
apakah materi yang harus kita ajarkan berupa fakta, konsep, prinsip, prosedur,
aspek sikap, atau psikomotorik. Menurut Abdul Gafur (1982: 87) ”Terdapat 6
pertanyaan penuntun untuk mengidentifikasi jenis materi pembelajaran”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa mengingat
nama suatu objek, simbol atau suatu peristiwa? Kalau jawabannya “ya”
maka materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah”fakta”. Contoh:
Nama-nama ibu kota kabupaten, peristiwa sejarah, nama-nama organ
tubuh manusia.
2) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa kemampuan
untuk menyatakan suatu definisi, menuliskan ciri khas sesuatu,
mengklasifikasikan atau mengelompokkan beberapa contoh objek sesuai
dengan suatu definisi ? Kalau jawabannya “ya” berarti materi yang
diajarkan adalah ”konsep”. Contoh:Seorang guru menunjukkan beberapa
tumbuh-tumbuhan kemudian siswa diminta untuk mengklasifikasikan atau
mengelompokkan mana yang termasuk tumbuhan berakar serabut dan
mana yang berakar tunggang.
3) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menjelaskan
atau melakukan langkah-langkah atau prosedur secara urut atau membuat
sesuatu ? Bila “ya” maka materi yang harus diajarkan adalah “prosedur”.
Contoh: Langkah-langkah mengatasi permasalahan dalam mewujudkan
masyarakat demokrasi; langkah-langkah cara membuat magnit buatan;
cara-cara membuat sabun mandi, cara membaca sanjak, cara
commit to user
4) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa menentukan
hubungan antara beberapa konsep, atau menerapkan hubungan antara
berbagai macam konsep ? Bila jawabannya “ya”, berarti materi
pembelajaran yang harus diajarkan termasuk dalam kategori ”prinsip”.
Contoh: Hubungan hubungan antara penawaran dan permintaan suatu
barang dalam lalu lintas ekonomi. Jika permintaan naik sedangkan
penawaran tetap, maka harga akan naik. Cara menghitung luas persegi
panjang. Rumus luas persegi panjang adalah panjang dikalikan lebar.
5) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa memilih
berbuat atau tidak berbuat berdasar pertimbangan baik buruk, suka tidak
suka, indah tidak indah? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran
yang harus diajarkan berupa aspek afektif,sikap,atau nilai. Contoh: Ali
memilih mentaati rambu-rambu lalulintas meskpipun terlambat masuk
sekolah setelah di sekolah diajarkan pentingnya mentaati peraturan
lalulintas.
6) Apakah kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa berupa melakukan
perbuatan secara fisik? Jika jawabannya “Ya”, maka materi pembelajaran
yang harus diajarkan adalah aspek motorik. Contoh: Dalam pelajaran
lompat tinggi, siswa diharapkan mampu melompati mistar 125 centimeter.
Materi pembelajaran yang harus diajarkan adalah teknik lompat tinggi.
b. Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Permendiknas No. 23 Tahun 2006, Mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiata bermasyrakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Pendapat lain diungkapkan oleh David Kerr (1999: http://
www/imca.org.uk), yaitu ”Citizenship education is a process to encompas the
preparation of young people for their roles and responsibilities as citizen and particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning) in that prepatory process”. Artinya bahwa kewarganegaraan atau pendidikan kewarganegaraan ditafsirkan secara luas untuk mencakup persiapan orang
muda untuk mereka dalam peran tanggungjawabnya sebagai warga negara dan
khususnya peranan pendidikan (melalui pendidikan, pengajaran dan belajar)
dalam proses persiapan.
Berdasarkan tujuan PKn (Civic Education) di atas perlu adanya
penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. Dari sejumlah
kompetensi yang diperlukan, yang terpenting adalah penguasaan terhadap
pengetahuan dan pemahaman tertentu, pengembangan kemampuan intelektual
dan partisipatoris, pengembangan karakter dan sikap mental tertentu, dan
komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokrasi
konstitusional. ”Berdasarkan kompetensi yang diperlukan, terdapat tiga
komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn, yaitu civic knowledge,
civic skills, dan civic dispositions”. (Dasim Budimansyah, 2007: 55).
Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara. Komponen
pertama ini harus diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang
secara terus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn. Civic Skill
(Kecakapan Kewarganegaraan) jika warganegara mempraktekkan
hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota
masyarakat yang berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan
dasar sebagaimana diwujudkan dalam lima pertanyaan sebagaimana
diuraikan di muka, namun mereka pun perlu memiliki kecakapan-kecakapan
commit to user
kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun satu sama lain tidak
sama tidak dapat dipisahkan. Kecakapan berpikir kritis tentang isu politik
tertentu, misalnya, seseorang harus memahami terlebih dahulu isu itu,
sejarahnya, relevansinya dimasa kini, juga serangkaian alat intelektual atau
pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan isu itu. Kecakapan-kecakapan
intelektual yang penting untuk seorang warganegara yang berpengetahuan,
efektif, dan bertanggungjawab, disebut sebagai kemampuan berpikir kritis.
Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh civic education yang bermutu
adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan
fungsi-fungsi dan proses-proses seperti sistem cheks and balance atau
judicial review menunjukkan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi dalam
kehidupan kewarganegaraan , imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga
negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang
sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lama.
Disamping mensyaratkan pengetahuan dan kemampuan intelektual,
pendidikan untuk warga negara dan masyarakat demokratis harus difokuskan
pada kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan untuk partisipasi yang
bertanggungjawab , efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dan dalam civil
society. Kecakapan-kecakapan tersebut jika meminjam istilah Branson dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Civic
disposition (watak kewarganegaran) mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaaan dan pengembangan
demokrasi konstitusional. Karakter privat seperti tanggung jawabmoral,
disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari
setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting.
Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main
(rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi,
dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi
Pentingnya watak kewarganegaraan ini jarang sekali ditegaskan.
Karakter publik dan privat yang mendasari demokrasi , dalam jangka panjang,
mungkin lebih merupakan dampak dari pengetahuan atau kecakapan yang
dikuasi oleh negara.
Menurut Facrul Razi (2009: http://blogs.myspace.com) menyatakan bahwa:
Civic education dapat memberikan nilai-nilai demokrasi dengan tujuan : Pertama, Dapat memberikan sebuah gambaran mengenai hak dan kewajiban warga negara sebagai bagian dari integral suatu bangsa dalam upaya mendukung terealisasinya proses transisi menuju demokrasi, dengan mengembangkan wacana demokrasi, penegakan HAM dan civil society dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedua, Menjadikan warga negara yang baik (good citizen) menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengedepankan semangat demokrasi keadaban, egaliter serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia. Ketiga, Meningkatkan daya kritis masyarakat sipil. Keempat, Menumbuhkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat sipil secara aktif dalam setipa kegiatan yang menunjang demokratisasi, penegakan HAM dan perwujudan civil society.
Adapun ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan menurut
Permendiknas N0. 23 Tahun 2006 meliputi aspek-aspek ”(1)persatuan dan
kesatuan; (2)norma, hukum dan peraturan; (3)hak asasi manusia; (4)kebutuhan
warga negara; (5)konstitusi negara; (6)kekuasaan dan politik; (7)Pancasila;
(8)globallisasi”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan,
Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah
pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi
dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan.
2) Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga,
Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku dimasyarakat,
Peraturan-peratuaran daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan
commit to user
3) Hak asasi manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan
kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan Internasional
HAM, Pemajuan, penghoramatan dan perlindungan HAM.
4) Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri
sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan
mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri,
Persamaan kedudukan warga negara.
5) Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang
pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia,
Hubungan dasar negara dan konstitusi.
6) Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintah desa dan kecamatan,
Pemerintah daerah dan otonomi, pemerintah pusat, Demokrasi dan sitem
politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani,
Sistem Pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi.
7) Pancasila, meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara,
Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila
sebagai ideologi terbuka.
8) Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri
Indonesia di era globalisas, Dampak globalisasi, Hubungan Internasional
dan organisasi Internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.
c. Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Permendiknas No. 23 tahun 2006 Standar Kompetensi
Lulusan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Menengah Atas sebagai
berikut:
1) Memahami hakekat bangsa dan Negara Kesatuan Repubilik Indonesia
2) Menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan tindakan anti korupsi
3) Menganalisis pola-pola dan partisipasi aktif dalam pemajuan, penghormatan serta penegakan HAM baik di Indonesia maupun di luar negeri
5) Menganalisis budaya politik demokrasi, konstitusi, kedaulatan negara, keterbukaan dan keadilan di Indonesia
6) Mengevaluasi hubungan internasional dan sistem hukum internasional
7) Mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
8) Menganalisis peran Indonesia dalam politik dan hubungan internasional, regional, dan kerja sama global lainnya
9) Menganalisis sistem hukum internasional, timbulnya konflik internasional, dan mahkamah internasional.
d. Analisis Penyusunan Bahan Ajar
Analisis penyusunan bahan ajar memiliki alur tersendiri. Berikut ini
salah satu contoh alur dalam analisis penyusunan bahan ajar menurut
[image:43.612.133.511.107.467.2]Depdiknas (2007: 7):
Gambar 1. Alur Analisis Penyusunan Bahan Ajar
3. Materi Sistem Hukum dan Peradilan Nasional
a. Tinjauan tentang Sistem Hukum
Menurut Lili Rasjidi, dan I.B. Wyasa Putra dalam Ishaq (2008: 181)
yaitu:
Satu kesatuan sistem yang tersusun atas integritas sebagai komponen sistem hukum, yang masing-masing memiliki fungsi tersendiri dan terikat dalam satu kesatuan hubungan yang saling terkait, bergantung, mempengaruhi, bergerak dalam kesatuan proses, yakni proses sistem hukum untuk mewujudkan tujuan hukum.
Pedapat lain tentang sistem hukum diungkapkan oleh Sudikno
Mertokusumo dalam Ishaq (2008: 182), bahwa ” sistem hukum itu merupakan Standar
Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator
Materi Pembelajaran Kegiatan
commit to user
tatanan, suatu kesatuan yang utuh terdiri atas bagian- bagian atau unsur-unsur
yang saling berkaitan erat satu sama lain”.
Menurut Lawrence M. Friedman, ” sistem hukum itu terdiri atas
struktur, substansi, dan budaya hukum”.
Menurut Marwan Mas (2004: 105), menjelaskan bahwa ” sistem
hukum adalah susunan sebagai satu kesatuan yang tersusun dari sejumlah
bagian yang dinamakan subsistem hukum, yang secara bersama-sama
mewujudkan kesatuan yang utuh”.
Uraian diatas dapat peneliti simpulkan bahwa sistem hukum
merupakan satu kesatuam yang utuh dan saling berkaitan untuk mencapai
tujuan hukum.
Unsur-unsur atau komponen sistem hukum menurut Lili Rasjidi dan
I.B. Wyasa Putra dalam Ishaq (2008: 182-183), yaitu: ”masyarakat hukum,
budaya hukum, filsafat hukum, ilmu pendidikan hukum, konsep hukum,
pembentukan hukum, bentuk hukum, penerapan hukum, dan evaluasi hukum”.
Hal tersebut dapat dijelasskan sebagai berikut:
1) Masyarakat hukum, merupakan himpunan kelompok kesatuan hukum, baik individu ataupun kelompok yang strukturnya ditentukan oleh tipenya
masing-masing (sederhana, negara, atau masyarakat internasional).
2) Budaya hukum, merupakan pemikiran manusia dalam usahanya mengatur kehidupannya; dikenal tiga budaya hukum masyarakat hukum, yaitu
budaya hukum tertulis, tidak tertulis, kombinatif.
3) Filsafat hukum, merupakan formulasi nilai tentang cara mengatur kehidupan manusia; dapat bersifat umum (universal), dapat bersifat
khusus(milik suatu masyarakat hukum terte ntu).
4) Ilmu pendidikan hukum, merupakan media komunikasi antara teori dan praktik hukum; juga merupakan media pengembangan teori-teori hukum,
desain-desain, dan for mula-formula hukum praktis (konsep hukum).
5) Konsep Hukum, merupakan formulasi kebijaksanaan hukum yang ditetapkan oleh suatu masyarakat hukum; berisi tentang budaya hukum,
pembentukan , penetapan, pengembangan, dan pembangunan hukum
yang hendak dilaksananakannya.
6) Pembentukan hukum, merupakan bagian proses hukum yang meliputi lembaga-aparatur- dan sarana pembentukan hukum; menurut konsep
hukum yang telah ditetapkan; termasuk prosedur-prosedur yang harus
dilaluinya.
7) Bentuk hukum; merupakan hasil proses pembentukan hukum; dapat berupa peraturan perundang-undangan(jika pembentukannya melalui
legislatif, atau lembaga-lembaga negara yang melaksanakan fungdi
legislatif), dapat berupa keputusan hakim (jika hakim diberi kewe nangan
untuk itu).
8) Penerapan hukum, merupakan proses kelanjutan dari proses pembentukan hukum ; meliputi lembaga, aparatur, saran, dan prosedur
penerapan hukum.
9) Evaluasi hukum; merupakan proses pengujian kesesuaian antara hukum yang berbentuk dengan konsep yang telah ditetapkan sebelumnya, dan
pengujian kesesuaian antara hasil penerapan hukum dengan
undang-undang dan tujuan hukum yang telah ditetapkan sebelumnyadalam
konsep ataupun dalam peraturan perundangan.
Hukum dapat dibagi dalam sebuah jenis-jenis hukum sebagai
berikut, menurut Chainur Arrasjid (2004 : 96) hukum berdasarkan sumbernya
dapat dibagi dalam :
1) Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2) Hukum kebiasaan (adat), yaitu hukum yang dijumpai dalam suatu ketentuan-ketentuan kebiasaan atau ketentuan adat-istiadat yang diyakini atau ditaati oleh anggota dan para penguasa masyrakat.
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang diadakan oleh negara-negara berdasarkan sutau perjanjian.
4) Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk oleh keputusan hakim.
commit to user
Menurut Sri Haryati (1997: 29-31) menyatakan bahwa, ”Hukum
dapat dibagi menurut bentuknya, menurut tempat berlakunya, menurut cara
mempertahankannya, menurut sifatnya, serta menurut isinya”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Menurut bentuknya, hukum dapat dibagi dalam :
1) Hukum tertulis, hukum ini dapat pula merupakan hukum tertulis yang
dikodifikasikan dan hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan.
2) Hukum tak tertulis
Menurut tempat berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum
dalam dunia internasional.
3) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam negara lain.
4) Hukum gereja, yaitu kumpulan norma ditetapkan oleh gereja untuk para
anggota-anggotanya (hukum kamonik).
Menurut waktu berlakunya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Ius constitutum (hukum positif), yaitu hokum yang berlaku sekarang bagi
suatu masyarakat tertentu dalam suatu negara tertentu.
2) Ius constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang
akan datang.
3) Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana
dalam waktu dan untuk segala bangsa didunia. Hukum ini tidak mengenal
batas waktu melainkan berlaku untuk selama-lamanya (abadi) terhadap
siapapun juga diseluruh tempat.
Menurut cara mempertahankannya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan-peraturan yang
mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang
berwujud perintah-perintah dan larangan-larangan. Contoh: Hukum pidana
2) Hukum formal (Hukum proses atau Hukum acara), yaitu hukum yang
memuat peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-cara
melakasanakan dan mempertahankan hukum material atau
peraturan-paraturan yang mengatur bagaimana caranya mengajukan suatu perkara
pidana ke muka pangadilan dan bagaimana cara hakim memberikan
keputusan. Contoh: Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.
Menurut sifatnya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun
juga harus dan mempunyai paksaan mutlak.
2) Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila
pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan-peraturan sendiri
dalam suatu perjanjian.
Menurut wujudnya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum Obyektif, yaitu hukum dalam suatu negara yang berlaku umu dan
tidak mengenai orang atau golongan tertentu. Hukum ini hanya menyebut
peraturan hukum saja yang mengatur hubungan hukum antara dua orang
atau lebih.
2) Hukum Subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan
berlaku terhadap seorang tertentu atua lebih. Hukum Subyektif sering
disebut dengan hak.
Menurut isinya, hukum dapat dibagi dalam:
1) Hukum privat atau hukum sipil, yaitu hukum yang mengatur
hubungan-hubungan antara orang-oarang yang satu dengan orang yang lain, dengan
menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan.
2) Hukum publik atau hukum negara, yaitu hukum yang mengatur hubungan
antar negara dengan alat-alat perlengkapan atau hubungan antara negara
dengan perseorangan (warga negara).
Sumber hukum merupakan suatu tempat dimana dapat ditemukannya
dan digalinya suatu hukum. Menurut Chainur Arrasjid (2004 : 48-82)
apabila diklasifikasika