LAMPIRAN 1 : DAFTAR SAMPEL PENELITIAN 28 PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)
No. Urut
Kode Emiten
Nama Emiten Jenis Industri
1
AGRO Bank Rakyat Indonesia Agro Niaga
Bank 2
BABP Bank MNC Internasional
Bank 3
BACA Bank Capital Indonesia
Bank 4
BAEK Bank Ekonomi Raharja
Bank 5
BBCA Bank Central Asia
Bank 6
BBKP Bank Bukopin
Bank 7
BBNI Bank Negara Indonesia (Persero)
Bank 8
BBNP Bank Nusantara Parahyangan
Bank 9
BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Bank 10
BCIC Bank Mutiara
Bank 11
BDMN Bank Danamon Indonesia
Bank 12
BEKS Bank Pundi Indonesia
Bank 13
BJBR Bank Jabar Banten
Bank 14
BKSW Bank Kesawan
Bank 15
BMRI Bank Mandiri (Persero)
Bank 16
BNGA Bank CIMB Niaga
Bank 17
BNII Bank International Indonesia
Bank 18
BSIM Bank Sinar Mas
Bank 19
BSWD Bank Swadesi
Bank 20
BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional
21
BVIC Bank Victoria International
Bank 22
INPC Bank Artha Graha Internasional
Bank 23
MAYA Bank Mayapada International
Bank 24
MCOR Bank Windu Kentjana International
Bank 25
MEGA Bank Mega
Bank 26
NISP Bank NISP OCBC
Bank 27
PNBN Bank Pan Indonesia
Bank 28
SDRA Bank Himpunan Saudara 1906
DAFTAR PUSTAKA
Andarini, Putrid an Januarti, Indira (2010), “Hubungan Karakteristik Dewan Komisaris dan Perusahaan Terhadap Keberadaan Komite Manajemen Risiko Pada Perusahaan Go Public Indonesia”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 9 No. 1,
Arikunto, Suharsimi, (2002), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Bates, E. W., and Leclerc, R.J. (2009) “Board of Director and Risk Committes, The Corporate Governance Advisor Vol. 17 Num 6, p. 16 - 18
Dian, Yosephine Endah Nur (2013), “Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Risk Management Committee”, Accounting Analysis Journal, Vol. 2 No. 2 Hal. 133-138
Djojosoedarso, S (2003), “Prinsip – Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, Penerbit Salemba Empat, Jakarta
Erkenz, D.H., Mingyi H. and Pedro M. (2012), “Corporate Governance in the 2007 – 2008 Financial Crisis: Evidence From Financial Institutions Worldwide”, Journal of Corporate Finance 18, p. 389 – 411
Ghozali, Imam (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang, Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Habibah Rosmi Nurul (2013), “Analisis Faktora – Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Risk Management Committee (RMC)”, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang
Hanafi, Mamduh M., dan Halim (2009), Analisis Laporan Keuangan, Penerbit UPP AMP, YKPN, Yogyakarta
Hardikasari, Eka (2011), “Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Kinerja Keuangan Pada Industri Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006 – 2008”, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang
Indrayati, Martha Rizki (2010), “Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Terhadap Tingkat Konservatisme Akuntansi”, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang
Krus, Cynthia M. and Orowitz Hannah L (2009), “The Risk-Adjusted Board: How Should the Board Manage Risk?”, Corporate Governance Advisor, Vol. 17 Num. 2 p. 1 - 33
Nocco Brian W., and Stulz Rene M. (2006), “Enterprise Risk Management: Theory and Practice”, Nationwide Insurance, and Reese Chair in Banking and Monetary Economic, Ohio State University
Ratnawati, Andalan Tri (2012), “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Keberadaan Komite Manajemen Risiko (Risk Management Committee), Studi Empiris Pada Perusahaan Non Perbankan Yang Listing di BEI)”, Journal Media Ekonomi dan Manajemen, Vol. 26 No. 2 Hal. 66-78
Primadita, Indria (2012), “Pengaruh Tenure Audit dan Auditor Spesialis Terhadap Informasi Asimeteri”, Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta
Safitri, Ana Khusnun (2013), “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Risk Management Committee, Studi Empiris Perusahaan Non Finansial Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 – 2011”, Skripsi, Universitas Diponegoro, Semarang
Sekaran, Uma., (2000), Metodelogi Penelitian, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Subramaniam, Nava., McManus, Lisa., Zhang, Jiani (2009), “Corporate
Governance, Firm Characteristics and Risk Management Committee Formation in Australian Companies”, Managerial Auditing Journal, Vol. 24 No. 4 pp, 316-339
Sugiyono, (2005), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Penerbit Alfabeta, Bandung
Umar, Huesin, 2003, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Penerbit Grasindo Persada, Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1.Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian kausal atau hubungan sebab akibat. Desain penelitian kausal ini berguna untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya (Umar,2003). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Proporsi
Komisaris, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Ukuran Kantor Auditor
sebagai variabel independen. Sedangkan variabel dependen adalah Pembentukan Risk Management Committee.
3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Peneliti memperoleh data perusahaan perbankan melalui situs
3.2.2. Waktu Penelitian
http//www.idx.co.id
Adapun penelitian ini mulai dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan April 2015, dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
No Kegiatan
Bulan/2015
Februari Maret April 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Pencarian Data
3 Penyusunan Proposal
4 Bimbingan Proposal
5 Seminar Proposal
6 Penyusunan Skripsi
7 Bimbingan Skripsi
3.3.Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian (Arikunto,2002:108). Populasi merupakan segala sesuatu yang dijadikan subyek penelitian dengan memiliki sifat dan karakteristik yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2013.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto,2002:109). Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling. Menurut Sekaran (2000) dengan metode ini sampel dipilih atas dasar kesesuaian karakteristik dengan sampel yang ditentukan (judgement sampling). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria pemilihan sampel berikut ini:
1. Merupakan perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada tahun 2011 sampai dengan tahun 2013.
2. Menerbitkan Laporan Tahunan selama masa pengamatan
3. Perusahaan menyajikan data yang lengkap terkait dengan variabel –
variabel penelitian ini.
Berdasarkan pada penjelasan pengambilan sampel, maka dapat
Tabel 3.2
Emiten Nama Emiten
Kriteria
Sampel a b c
1
AGRO BANK RAKYAT INDONESIA AGRO NIAGA
√ √ √ Sampel 1
2
AGRS BANK AGRIS
√ √ - -
3
BABP BANK MNC INTERNASIONAL
√ √ √ Sampel 2
4
BACA BANK CAPITAL INDONESIA
√ √ √ Sampel 3
5
BAEK BANK EKONOMI RAHARJA
√ √ √ Sampel 4
6
BBCA BANK CENTRAL ASIA
√ √ √ Sampel 5
7
BBKP BANK BUKOPIN
√ √ √ Sampel 6
8
BBMD BANK MESTIKA DHARMA
√ √ - -
9
BBNI BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO)
√ √ √ Sampel 7
10
BBNP BANK NUSANTARA PARAHYANGAN
√ √ √ Sampel 8
11
BBRI BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO)
√ √ √ Sampel 9
12
BBTN BANK TABUNGAN NEGARA (PERSERO)
√ √ - -
13
BBYB BANK YUDHA BHAKTI
√ - √ -
14
BCIC BANK MUTIARA
√ √ √ Sampel 10
15
BDMN BANK DANAMON INDONESIA
√ √ √ Sampel 11
16
BEKS BANK PUNDI INDONESIA
√ √ √ Sampel 12
17
BINA BANK INA PERDANA
√ - √ -
18
BJBR BANK JABAR BANTEN
√ √ √ Sampel 13
19
BJTM BANK PEMBANGUNAN DAERAH JAWA TIMUR
√ √ - -
20
BKSW BANK KESAWAN
√ √ √ Sampel 14
21
BMAS BANK MASPION INDONESIA
√ √ - -
22
BMRI BANK MANDIRI (PERSERO)
√ √ √ Sampel 15
23
BNBA BANK BUMI
24
BNGA BANK CIMB NIAGA
√ √ √ Sampel 16
25
BNII BANK INTERNATIONAL INDONESIA
√ √ √ Sampel 17
Sumber:
Tabel 3.2
Daftar Perusahaan Sampel
No. Uru
t
Kode
Emiten Nama Emiten
Kriteria
Sampel a b c
26
BNLI BANK PERMATA
√ - - -
27
BSIM BANK SINAR MAS
√ √ √ Sampel 18
28
BSWD BANK SWADESI
√ √ √ Sampel 19
29
BTPN BANK TABUNGAN PENSIUNAN NASIONAL
√ √ √ Sampel 20
30
BVIC BANK VICTORIA INTERNATIONAL
√ √ √ Sampel 21
31
DNAR BANK DINAR INDONESIA
√ √ - -
32
INPC BANK ARTHA GRAHA INTERNASIONAL
√ √ √ Sampel 22
33
MAYA BANK MAYAPADA INTERNATIONAL
√ √ √ Sampel 23
34
MCOR BANK WINDU KENTJANA INTERNATIONAL
√ √ √ Sampel 24
35
MEGA BANK MEGA
√ √ √ Sampel 25
36
NAGA BANK MITRANIAGA
√ √ - -
37
NISP BANK NISP OCBC
√ √ √ Sampel 26
38
NOBU BANK NATIONALNOBU
√ - - -
39
PNBN BANK PAN INDONESIA
√ √ √ Sampel 27
40
PNBS BANK PAN INDONESIA SYARIAH
√ √ - -
41
SDRA BANK HIMPUNAN SAUDARA 1906
√ √ √ Sampel 28
3.4. Sumber dan Metode Pengumpulan Data
Salah satu kegiatan dalam penelitian ini adalah merumuskan teknik
pengumpulan data sesuai dengan masalah yang diteliti. Agar diperoleh data dan
keterangan yang lengkap maka harus digunakan teknik pengumpulan data yang
tepat. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu yang
tidak diperoleh langsung dari sumbernya dan bukan diusahakan sendiri oleh
peneliti/peneliti.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,agenda
dan sebagainya (Arikunto, 2002:206).
3.5. Definisi Operaisonal dan Pengukuran Variabel
Variabel adalah penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Variabel penelitian dibagi menjadi dua yaitu variabel bebas dan variabel
terikat,.Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian (Arikunto, 2002:99). Variabel penelitian dibagi menjadi:
3.5.1. Variabel Dependen
Risk Management Committee (RMC) komite dibawah dewan komisaris yang memberikan pendidikan manajemen risiko pada tingkat
dewan mengenai identifikasi dan strategi risiko yang tepat, implementasi
penelitian ini pembentukan RMC diukur menggunakan variabel dummy. Kategori 1 diberikan kepada perusahaan yang membentuk RMC yang
tergabung dengan komite audit, sedangkan kategori 0 diberikan
kepada perusahaan yang tidak mengungkapkan pembentukan RMC
yang tergabung dengan komite audit
3.5.2. Variabel Independen
1. Proporsi Komisaris Independen
Komisaris Independen dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang
lebih objektif dan independen, dan juga untuk menjaga “fairness” serta mampu memberikan keseimbangan antara kepentingan
pemegang saham mayoritas dan pelindungan terhadap
kepentingan pemegang saham minoritas, bahkan kepentingan para
stakeholders lainnya. Dalam penelitian ini, independensi Dewan
Komisaris diukur dengan rasio jumlah anggota Komisaris Independen
terhadap jumlah total anggota Dewan Komisaris.
Komisaris Dewan
Total
Independen Komisaris
Jumlah
2. Ukuran Perusahaan
Tingkat besar kecilnya perusahaan yang diukur dengan jumlah harta
yang dimilikinya. Semakin besar ukuran perusahaan maka
pengendalian internal juga semakin besar dan lebih dibutuhkan lagi
untuk mekanisme pengendalian perusahaan. Alasan lain yaitu sejak
besar, ini disarankan bahwa meningkatnya agency cost membutuhkan monitoring yang lebih besar untuk manajemen risiko. Dalam penelitian
ini untuk menyederhanakan bilangan dalam jumlah besar dengan tidak
mengurangi variabilitas makna sebenarnya, ukuran perusahaan diukur
dengan menggunakan Logarirma Natural dari Total Asset.
Ln(Total Asset)
3. Leverage
Leverage adalah rasio yang menunjukkan seberapa jauh perusahaan menggunakan hutang dalam memenuhi aktivanya.
Perusahaan dengan leverage yang tinggi akan membuat keadaan keuangan perusahaan menjadi memburuk, hal ini disebabkan semakin
besarnya pendanaan perusahaan yang berasal dari hutang, jadi
semakin tinggi pula risiko keuangan yang akan ditanggung oleh
perusahaan. Leverage dalam penelitian ini diukur dengan proporsi total utang dibagi total asset. Dengan rumus sebagai berikut:
Aktiva Total
Utang Total LEV=
4. Ukuran KAP
Ukuran KAP diukur berdasarkan adanya afiliasi dengan The Big Four. KAP yang terafiliasi dengan The Big Four diasumsikan memiliki kompetensi dan kualitas yang baik sehingga dapat diminimalisir
terjadinya informasi asimetri dengan memberikan jasa audit yang lebih
dimana angka 1 diberikan jika auditor yang mengaudit perusahaan
merupakan auditor dari KAP big-four dan 0 jika ternyata perusahaan diaudit oleh KAP non big-four. Adapun KAP big-four yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Price Water House Coopers (PWC), dengan partnernya di
Indonesia Haryanto Sahari dan Rekan
b. Deloitte Touche Tohmatsu, dengan partnernya di Indonesia
Osman, Ramli, Satrio dan Rekan
c. Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG) International dengan
Partnertnya di Indonesia Siddharta,dan Harsono.
d. Ernst and Young (EY), dengan partnertnya di Indonesia
Purwantono, Suherman, dan Surja
Untuk memberikan gambaran yang ringkas sehubungan dengan
definisi operasional variabel ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.4
Definisi Operaional Variabel
Variabel Definisi Indikator Skala
Risk
pengelolaan risiko, dan
review pelaporan risiko perusahaan
Membentuk RMC = 1 Tidak Membentuk RMC = 0
Proporsi Komisaris
Keberadaan Komisaris Independen
dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang pelindungan terhadap kepentingan
Ukuran KAP Ukuran KAP diukur berdasarkan adanya afiliasi dengan The Big Four
Big Four = 1 Non Big Four = 0
Nominal
Sumber: Dari Berbagai Sumber, 2015
3.6. Teknik Analisis Data 3.6.1. Analisis Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau
3.6.2. Model Regresi Logistik
Ghozali (2001) berpendapat analisis regresi adalah studi mengenai
ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel
independen (bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan memprediksi
rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai
variabel independen yang diketahui.
Dalam penelitian ini menggunakan regresi logistik (logistic
regression), sebenarnya sama dengan analisis regresi berganda, hanya
variabel terikatnya merupakan variabel dummy (0 dan 1). Regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, meskipun screening data outliers
tetap dapat dilakukan. Persamaan Regresi Logistik dalam penelitian ini
adalah:
Logit (RMC) = a + β1(PK)+ β2 (UP) + β3(Lev) + β4(UKA) + ɛ
Keterangan:
Logit (RMC) : Pembentukan RMC, menggunakan variabel Dummy
β1 : Koefisien variabel Proporsi Komisaris
β2 : Koefisien variabel Ukuran Perusahaan
β3 : Koefisien variabel Leverage
β4 : Koefisien variabel Ukuran Kantor Auditor
UP : Ukuran Perusahaan
Lev : Leverage
UKA : Ukuran Kantor Auditor
e : error
3.6.3. Pengujian Regresi Logistik
Regresi logistik merupakan model regresi yang sudah mengalami
modifikasi dari regresi berganda. Penentuan signifikansi pada model regresi
logistic terdapat kondisi yang perlu diperhatikan dari model output.
Kondisi- kondisi tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Uji Kelayakan Model (Goodness of Fit Test)
Hosmer and Lemeshow ‘s Goodness of Fit Test menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada
perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat
dikatakan fit). Jika nilai Hosmer and Lemeshow test statistic sama dengan atau kurang dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti
ada perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya
sehingga pengujian ini tidak baik karena tidak dapat memprediksi nilai
observasinya. Jika nilai Hosmer and Lemeshow test lebih besar dari 0,05, maka hipotesis nol diterima yng berarti model mampu
memprediksi nilai observasinya atau model dapat diterima.
2. Uji Kelayakan Keseluruhan Model (Overall Fit Model Test)
tes statistic chi-square yang digunakan berdasarkan pada fungsi likelihood. Likelihood L dari model dalah probabilitas bahwa model yang dihipotesakan menggambarkan data input. L ditranformasikan menjadi - 2LogL untuk menguji hipotesis nol dan alternatif. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL) pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) pada akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal (initial - 2LL function) dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir).
3. Koefisien Determinasi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Gambaran Umum
4.1.1. Deskripsi Data Penelitian
1. Risk Management Committee
Data yang diperoleh sehubungan dengan data Risk Management Committee pada perusahaan perbankan adalah seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Risk Management Committee
No Emiten RMC
2011 2012 2013
1 AGRO 1 1 1
2 BABP 1 1 1
3 BACA 1 1 1
4 BAEK 1 1 1
5 BBCA 1 1 1
6 BBKP 1 1 1
7 BBNI 1 1 1
8 BBNP 0 0 0
9 BBRI 1 1 1
10 BCIC 1 1 1
11 BDMN 1 1 1
12 BEKS 0 1 1
13 BJBR 1 1 1
14 BKSW 1 1 1
15 BMRI 0 0 0
16 BNGA 1 1 1
17 BNII 0 0 1
18 BSIM 0 0 1
19 BSWD 0 0 0
20 BTPN 0 0 0
21 BVIC 1 1 1
22 INPC 0 1 1
24 MCOR 0 0 0
25 MEGA 0 0 0
26 NISP 0 1 1
27 PNBN 1 1 1
28 SDRA 1 1 1
Tabel 4.1 menunjukkan perusahaan – perusahaan yang telah dan belum membentuk Risk Management Committee. Data menunjukkan bahwa terdapat 22 perusahaan atau sama dengan sebesar 78,57% perusahaan pada perusahaan perbankan yang tercatat Bursa Efek Indonesia yang telah membentuk Risk Management Committee, kemudian terdapat 6 perusahaan atau sama dengan 21.43% perusahaan perbankan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia yang belum membentuk Risk Management Committee.
2. Proporsi Komisaris Independen
Data yang diperoleh sehubungan dengan data Proporsi Komisaris Independen pada perusahaan perbankan adalah seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2
Proporsi Komisaris Independen No Emiten PROPORSI
9 BBRI 0.50 0.50 0.38 10 BCIC 0.50 0.67 0.67 11 BDMN 0.50 0.50 0.50 12 BEKS 0.67 0.75 0.67 13 BJBR 0.60 0.67 0.80 14 BKSW 0.60 0.50 0.43 15 BMRI 0.57 0.57 0.57 16 BNGA 0.50 0.50 0.50 17 BNII 0.57 0.57 0.50 18 BSIM 0.67 0.67 0.67 19 BSWD 0.75 0.75 0.60 20 BTPN 0.67 0.50 0.33 21 BVIC 0.67 0.50 0.75 22 INPC 0.50 0.60 0.60 23 MAYA 0.67 0.50 0.60 24 MCOR 0.33 0.50 0.67 25 MEGA 0.67 0.67 0.50 26 NISP 0.50 0.44 0.44 27 PNBN 0.50 0.25 0.50 28 SDRA 0.40 0.33 0.67
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2015
3. Ukuran Perusahaan
Data yang diperoleh sehubungan dengan data Ukuran Perusahaan pada perusahaan perbankan adalah seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa emiten yang memiliki nilai Ukuran Perusahaan yang paling tinggi adalah emiten AGRO (Bank
Rakyat Indonesia Agro Niaga, Tbk) yang memiliki nilai Ukuran Perusahaan pada tahun 2013 adalah sebesar 22,36 lebih besar dibandingkan dengan jumlah Ukuran Perusahaan emiten lain yang menjadi sampel pada penelitian ini. Sedangkan emiten dengan jumlah Ukuran Perusahaan yang paling kecil adalah pada emiten SDRA (Bank Himpunan Saudara 1906, Tbk) yang memiliki nilai Ukuran Perusahaan pada tahun 2011 adalah sebesar 8,53 paling kecil dibandingkan dengan emiten lain yang menjadi sampel pada penelitian ini.
Selanjutnya emiten yang mengalami trend peningkatan pada Ukuran Perusahaan yang dimilikinya adalah pada emiten BBNP (Bank Nusantara Parahyangan, Tbk) dimana pada tahun 2011 nilai Ukuran Perusahaan perusahaan adalah sebesar 15,70 pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar 15,92, pada tahun 2013 mengalami peningkatan kembali menjadi sebesar 16,12. Dibandingkan dengan perusahaan lain, BBNP lebih konsisten dan cenderung mengalami peningkatan nilai Ukuran Perusahaan dari tahun ke tahun.
4. Leverage
Data yang diperoleh sehubungan dengan data leverage pada
Tabel 4.4
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2015
sampel pada penelitian ini. Sedangkan emiten dengan jumlah Leverage yang paling kecil adalah pada emiten BKSW (Bank Kesawan, Tbk) yang memiliki nilai Leverage pada tahun 2011 adalah sebesar 0,75 paling kecil dibandingkan dengan emiten lain yang menjadi sampel pada penelitian ini.
Selanjutnya emiten yang mengalami trend peningkatan pada Leverage yang dimilikinya adalah pada emiten BKSW (Bank Kesawan, Tbk) dimana pada tahun 2011 nilai Leverage perusahaan adalah sebesar 0,75 pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi sebesar 0,81, pada tahun 2013 tidak mengalami perubahan tetapi tetap sebesar 0.81. Dibandingkan dengan perusahaan lain, BKSW lebih konsisten dan cenderung mengalami peningkatan nilai Leverage dibandingkan dengan perusahan lainnya.
5. Ukuran KAP
Tabel 4.5
Sumber: Data Sekunder Diolah, 2015
laporan keuangan perusahaan, kemudian terdapat 6 perusahaan atau sama dengan 35.71% perusahaan perbankan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia yang tidak menggunakan KAP big four untuk memeriksa laporan keuangan perusahaan.
4.2.Hasil Penelitian
4.2.1. Pengujian Outlier
Sebelum dilakukan pengujian terhadap kelayakan terhadap model regresi logistik pada penelitian ini (goodness of fit test), maka penting sekali untuk dilakukan pengujian terhadap data – data yang mengalami outlier. Data outlier adalah data yang menyimpang terlalu jauh dari lainnya dalam suatu kelompok. Data ini menyebabkan model menjadi kurang baik sehingga harus dikeluarkan dari model penelitian.
Tabel 4.6 Casewise Listb
Case Selected Statusa
Observed
Predicted Predicted Group
Temporary Variable
RMC Resid ZResid
73 S T** .882 M -.882 -2.736
74 S T** .860 M -.860 -2.476
75 S T** .861 M -.861 -2.493
a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.
b. Cases with studentized residuals greater than 1.960 are listed.
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa terdapat data yang merupakan data outlier. Data yang mengalami outlier pada olahan pertama adalah sebanyak 3 data. Data yang telah dinyatakan outlier diselanjutnya dikeluarkan dari data yang diolah selanjutnya. Namun setelah dilakukan pengolahan berikutnya didapatkan kembali data yang menjadi data outlier seperti tampak pada tabel berikut ini:
Tabel 4.7 Casewise Listb
Case Selected Statusa
Observed
Predicted Predicted Group
Temporary Variable
RMC Resid ZResid
34 S T** .852 M -.852 -2.403
70 S T** .860 M -.860 -2.475
a. S = Selected, U = Unselected cases, and ** = Misclassified cases.
b. Cases with studentized residuals greater than 1.960 are listed.
4.2.2. Uji Kelayakan Model (Goodness Of Fit)
Pengujian terhadap kelayakan (goodness of fit) terhadap model penelitian sangat berguna untuk dapat memberikan hasil estimasi yang tepat atas setiap prediksi terhadap variabel prediktor. Dalam melihat model dinyatakan telah layak atau tidak layak dapat dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi dengan alpha penelitian sebesar 0.05. Jika nilai signifikansi lebih besar dibandingkan dengan 0.05 (sig. > 0.05) maka model dinyatakan layak, atau dengan kata lain bahwa model yang menunjukkan kecukupan data yang dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.8
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 6.032 8 .644
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai signifikansinya adalah sebesar
0.644. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dibandingkan dengan nilai
alpha (0.05) penelitian. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model
penelitian ini telah memenuhi asumsi goodness of fit test. 4.2.3. Analisis Regresi Logit
Setelah diketahui bahwa model regresi logistik telah memenuhi
asumsi goodness of fit test, maka dapat disusun model penelitian dengan menggunakan asumsi odd ratio. Model pada penelitian ini disusun
Tabel 4.9
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a
PK -1.645 2.626 .392 1 .531 .193
UP -.331 .123 7.230 1 .007 .719
LEV 19.293 6.887 7.847 1 .005 2.392
KAP(1) .170 .637 .071 1 .790 1.185
Constant -9.324 5.986 2.426 1 .119 .000 a. Variable(s) entered on step 1: PK, UP, LEV, KAP.
Berdasarkan pada tabel 4.9 maka dapat disusun model penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Ln(Opini) = -9.324 + 0.193(PK) + 0.719(UP) + 2.392(LEV) + 1.185(KAP)
Interpretasi dari model analisis regresi logik di atas adalah sebagai
berikut:
a. Ketika Proporsi Komisaris Independen mengalami peningkatan sebesar
1%, maka kemungkinan bagi perusahaan untuk membentuk Risk Management Committee sebesar 0.193 kali lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki nilai Proporsi Komisaris Independen
yang mengalami penurunan.
b. Peningkatan pada Ukuran Perusahan sebesar 1% maka kemungkinan bagi
perusahaan untuk membentuk Risk Management Committee sebesar 0.719 kali lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
nilai Ukuran Perusahan yang mengalami penurunan.
c. Peningkatan pada Leverage sebesar 1% maka kemungkinan bagi
perusahaan untuk membentuk Risk Management Committee sebesar 2.392 kali lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
d. Peningkatan pada Ukuran KAP sebesar 1% maka kemungkinan bagi
perusahaan untuk membentuk Risk Management Committee sebesar 1.185 kali lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
nilai Ukuran KAP yang mengalami penurunan.
4.2.4. Pengujian Hipotesis 1. Uji t (Parsial)
Selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis untuk lebih
menguatkan pendapat sebelumnya. Kriteria untuk menentukan
variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen dengan membandingkan nilai signifikansi dengan alpha
(0.05), dimana ketika nilai signifikan lebih kecil dari 0.05 (sig. < 0.05),
maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen berpengaruh
terhadap variabel dependen secara signifikan. Pengujian hipotesis
secara parsial dapat diketahui dengan melihat tabel berikut ini:
Tabel 4.10
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a
PK -1.645 2.626 .392 1 .531 .193
UP -.331 .123 7.230 1 .007 .719
LEV 19.293 6.887 7.847 1 .005 2.392
KAP(1) .170 .637 .071 1 .790 1.185
Constant -9.324 5.986 2.426 1 .119 .000
a. Variable(s) entered on step 1: PK, UP, LEV, KAP.
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa nilai signifikansi dari variabel PK
(Proporsi Komisaris Indendepen) adalah sebesar 0.0.531. Jelas nilai
signifikansi PK lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha sebesar 0.05.
signifikan PK terhadap pembentuk RMC pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Selanjutnya nilai signifikan dari variabel UP (Ukuran Perusahaan)
adalah sebesar 0.007. Jelas nilai lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha
sebesar 0.05. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa, terdapat pengaruh
signifikan UP terhadap pembentuk RMC pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Selanjutnya nilai signifikan dari variabel LEV (Leverage) adalah
sebesar 0.005. Jelas nilai ini lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha
sebesar 0.05. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh
signifikan LEV terhadap pembentuk RMC pada perusahaan perbankan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Selanjutnya nilai signifikan dari variabel KAP (Ukuran KAP) adalah
sebesar 0.790. Jelas nilai ini lebih besar dibandingkan dengan nilai alpha
sebesar 0.05. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh
tidak signifikan KAP terhadap pembentuk RMC pada perusahaan perbankan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Uji F (Simultan)
Dalam pengujian ini semua variabel independen diuji secara
bersama-sama terhadap variabel bebas dengan melihat Omnibus Tests of Model Coefficients. Dasar pengambilan keputusannya adalah jika nilai signifikan lebih besar dari alpha 0,05 maka Hipotesis alternatif tidak dapat
Hipotesis alternatif diterima. Hasil pengujian Omnibus Tests of Model Coefficients dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.11
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 17.289 4 .002
Block 17.289 4 .002
Model 17.289 4 .002
Pada Tabel 4.11 kolom Omnibus Test of Model Coefficient
hasil pengujian regresi logistik yang dilakukan secara simultan dengan
tingkat signifikan dalam penelitian ini adalah 0,002. Hasil signifikan
menunjukkan sebesar 0,002 lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa Hipotesis alternative diterima artinya variabel Proporsi Komisaris,
Ukuran Perusahaan, Leverage, Ukuran Kantor Akuntan Publik secara
simultan berpengaruh signifikan terhadap pembentukan RMC.
4.2.5. Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi berfungsi untuk melihat kemampuan variabel
bebas dalam menjelaskan variabel terikatnya. Pada regresi logistika akan
Tabel 4.12
Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 72.105a .197 .290
a. Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than .001.
Tabel 4.12 menunjukkan bahwa nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0.290. Nilai ini memberikan arti bahwa kemampuan dari PK, UP, LEV dan
KAP dalam menjelaskan dan memprediksi pembentuk RMC pada
perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah
sebesar 29% sedangkan sisanya sebesar 71% dijelaskan atau diprediksi oleh
variabel lain yang tidak dijelaskan pada penelitian ini.
4.3. Pembahasan
4.3.1. Pengaruh Proporsi Komisaris Independen Terhadap Pembentukan RMC Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa PK berpengaruh
tidak signifikan terhadap Pembentukan RMC. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai signifikansi variabel yang lebih besar dibandingkan dengan nilai Alpha
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa PK bukan variabel yang dapat
memprediksi pembentukan RMC.
Hasil penelitian ini telah membuktikan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ana Khusnun Safitri (2013), Rosmi Nurul Habibah (2013) yang
menyatakan bahwa Proporsi Komisaris Independenbukanlah variabel yang
4.3.2. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pembentukan RMC
Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap Pembentukan RMC. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikansi variabel yang lebih kecil dibandingkan
dengan nilai Alpha perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa uran
perusahaan adalah variabel yang dapat memprediksi pembentukan RMC.
Semakin besar ukuran perusahaan maka peluang perusahaan untuk
membentuk RMC semakin besar, hal ini karena ketika tingkat harta
perusahaan terus mengalami peningkatan maka sangat dibutuhkan
manajemen yang mampu untuk menghitung setiap resiko yang akan terjadi
terhadap perusahaan untuk melindungi hartanya dari hal – hal yang
merugikan perusahaan.
Hasil penelitian ini telah membuktikan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ana Khusnun Safitri (2013), Rosmi Nurul Habibah (2013) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan variabel yang mampu
mempengaruhi pembentukan RMC.
4.3.3. Pengaruh Leverage Terhadap Pembentukan RMC
Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa Leverage
berpengaruh signifikan terhadap Pembentukan RMC. Hal ini ditunjukkan
dengan nilai signifikansi variabel yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai
Alpha perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa leverage adalah variabel
yang dapat memprediksi pembentukan RMC. Semakin besar leverage maka
peluang perusahaan untuk membentuk RMC semakin besar, hal ini karena
hartanya maka perusahaan akan berusaha untuk melakukan control,
sehingga hal – hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Hasil penelitian ini telah menolak hasil penelitian yang dilakukan oleh
Tri Wahyuni (2012), yang menyatakan bahwa leverage variabel yang tidak
mampu mempengaruhi pembentukan RMC.
4.3.4. Pengaruh Ukuran KAP Terhadap Pembentukan RMC
Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa ukuran KAP
berpengaruh tidak signifikan terhadap Pembentukan RMC. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai signifikansi variabel yang lebih besar dibandingkan
dengan nilai Alpha perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran KAP
bukan variabel yang dapat memprediksi pembentukan RMC.
Hasil penelitian ini telah membuktikan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ana Khusnun Safitri (2013), Rosmi Nurul Habibah (2013) yang
menyatakan bahwa Ukuran KAP (Reputasi KAP) bukanlah variabel yang
mampu mempengaruhi pembentukan RMC.
4.3.5. Pengaruh Proporsi Komisaris, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Ukuran KAP Terhadap Pembentukan RMC
Berdasarkan pada hasil penelitian diketahui bahwa proporsi
komisaris, ukuran perusahaan, leverage dan ukuran KAP berpengaruh
signifikan terhadap Pembentukan RMC. Hal ini ditunjukkan dengan nilai
signifikansi variabel yang kecil besar dibandingkan dengan nilai Alpha
perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama – sama variabel –
Leverage dan Ukuran KAP adalah variabel yang dapat memprediksi
pembentukan RMC.
Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa peluang terbentuknya
RMC pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia dapat disebabkan
oleh empat faktor yang dilakukan secara bersama – sama yaitu Proporsi
Komisaris, Ukuran Perusahaan, Leverage dan Ukuran KAP. Variabel tersebut
harus dilakukan secara bersamaan tidak bisa terpisah. Hal tersebut
mengingat bahwa antara satu variabel dengan variabel yang lainnya saling
terintegrasi dalam menunjang perkembangan perusahaan sehingga
menuntut manajemen perusahaan untuk membentuk RMC.
Hasil penelitian ini telah membuktikan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Ana Khusnun Safitri (2013), Rosmi Nurul Habibah (2013) yang
menyatakan bahwa Ukuran KAP (Reputasi KAP) bukanlah variabel yang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Berdasarkan pada penjelasan sebelumnya, maka penelitian ini menarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh tidak signifikan Proporsi Komisaris Independen terhadap
Pembentukan Risk Management Committee pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. Terdapat pengaruh signifikan Ukuran Perusahaan terhadap Pembentukan Risk Management Committee pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3. Terdapat pengaruh signifikan Leverage terhadap Pembentukan Risk Management Committee pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
4. Terdapat pengaruh tidak signifikan Ukuran Kantor Akuntan Publik terhadap
Pembentukan Risk Management Committee pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
5. Terdapat pengaruh signifikan Proporsi Komisaris Independen, Ukuran
Perusahaan, Leverage dan Ukuran Kantor Akuntan Publik terhadap
Pembentukan Risk Management Committee pada perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
sebesar 71% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan pada penelitian
ini.
6.2. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran – saran
sebagai berikut:
1. Diketahui bahwa Ukuran Perusahaan, Leverage berpengaruh terhadap
pembentukan RMC. Hal ini menegaskan bahwa variabel – variabel tersebut
sangat penting untuk membentuk RMC. Sedangkan RMC sangat penting untuk
melakukan control terhadap setiap resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan.
Oleh sebab itu, investor dapat memperhatikan setiap perkembangan dari rasio
ini sebab rasio ini akan berdampak positif pada tindakan manajemen
perusahaan untuk bekerja lebih baik.
2. Kepada peneliti berikutnya untuk dapat menambah variabel lain misalnya
tentang tenure audit, kualitas auditor dan lainnya yang cenderung memiliki
kemampuan untuk dapat mempengaruhi kemampuan manajemen untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Corporate Governance di Indonesia
Corporate Governance telah menjadi pokok bahasan yang penting bagi para pelaku bisnis di seluruh dunia. Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan tuntutan persaingan global menjadi salah satu faktor pendorong dilakukannya reformasi GCG (Alijoyo dan Zaini, 2004). Corporate Governance menurut FCGI didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola saham, kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka untuk mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Menurut KNKG d a l a m S a f i t r i (2013), secara umum terdapat lima prinsip dasar dari good corporate governance yaitu: 1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manajemen
perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku
Penerapan Good Corporate Governance menurut Keputusan Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN melalui SK No. Keputusan 23/M-PM.PBUMN/2000 harus berpegang pada tiga prinsip yaitu transparansi, kemandirian dan akuntabilitas. Demikian pula, Komite Nasional Kebijakan Good Corporate Governance telah menetapkan code of good corporate governance pada Maret 2000 yang beranggotakan Ekuin, BKPM, Meneg BUMN, Menteri Hukum & Perundangan & HAM, Menperindag, Bappenas, Kadin, Perbanas, Akuntan Publik, LSM, notaris & pengacara, memberikan rekomendasi sebagai kode sektorat untuk melakukan pengawasan langsung terhadap entitas usaha dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, fairness, dan kemandirian (Raffles, dalam Safitri, 2013).
Menurut Hardikasari (2011), pemahaman mengenai konsep Good Corporate Governance dengan prinsip-prinsip dasar sebagaimana diuraikan di atas, pada akhirnya harus diletakkan pada tujuan dari penerapan konsep Good Corporate Governance itu sendiri, yaitu:
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham
4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja Dewan Pengurus atau Board of Directors dan manajemen perusahaan, dan
5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen senior perusahaan
Penerapan manajemen risiko tidak dapat dipisahkan dari good corporate governance dan pengendalian internal. Tata kelola perusahaan didasarkan pada kegiatan pengendalian dengan kepatutan baik (administrasi dan prosedural) dan fungsi pemantauan risiko, dengan berorientasi perilaku terhadap tujuan umum dan koordinasi organisasi dan analisis hasil terhadap ekspektasi. Proses tata kelola perusahaan yang didukung oleh sistem pengendalian internal, mengatur pada penyediaan semua elemen keputusan penting, memberikan validitas untuk intermediasi yang fungsi antara harapan pemangku kepentingan dan perilaku manajemen; memastikan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan internal, memastikan kelengkapan dan transparansi komunikasi dari manajemen, dan eksternal (Salvioni, Safitri, 2013).
2.2.Risiko dan Manajemen Risiko
Habibah (2013) menyatakan risiko sebagai sebuah rentang yang dapat bergerak kea rah ancaman dengan dampak negative, yaitu tidak tercapainya tujuan, atau kesempatan dengan dampak positif, yiatu tercapainya tujuan yang ditetapkan, disertai berbagai tingkat kemungkinan terjadinya ancaman maupun peluang tersebut. Seiring waktu, risiko selalu dikaitkan dengan hasil negatif, dan umumnya dipandang sebagai kemungkinan hilangnya sesuatu yang bernilai (Blomkvist, dalam Safitri). Risiko merupakan suatu kondisi yang menyimpang dari sasaran yang ingin dicapai, yang disebabkan oleh ketidakpastian, sehingga mempunyai dampak yang sifatnya dapat merugikan perusahaan. Vaughan dalam Safitri (2013) mendefinisikan tentang risiko, sebagai berikut:
1. Risk is the change of loss, risiko diartikan sebagai kemungkinan akan terjadinya kerugian
2. Risk is the possibility of loss, risiko adalah kemungkinan kerugian 3. Risk is Uncertainty, risiko adalah ketidakpastian
4. Risk is the dispersion of actual from expected result, risiko merupakan penyebaran hasil actual dari hasil yang diharapkan
5. Risk is the probability of any outcome different from the one expected, risiko adalah probabilitas atas sesuatu outcome berbeda dengan outcome yang diharapkan
pasti tersebut antara lain; jarak waktu dimulai perencanaan, keterbatasan informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan pengambil keputusan dan sebagainya. Konsep lain yang berkaitan dengan risiko adalah Peril, yaitu suatu peristiwa yang dapat menimbulkan terjadinya suatu kerugian, dan Hazard, yaitu keadaan dan kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya suatu Peril. Dengan demikian, hazard lebih erat kaitannya dengan masalah kemungkinan dari pada masalah risiko, meskipun hal itu tidak dapat diabaikan dalam penanggulangan risiko (Djojosoedarso, 2003; 8-10).
Risiko yang tidak pasti dan tidak dapat diabaikan, perusahaan memerlukan tindakan penanggulangan. Maka untuk mengurangi terjadinya risiko, diperlukan pengelolaan yang baik dalam bentuk pembentukan strategi dan pengawasan operasi oleh perusahaan. Dalam bisnis, pengelolaan terhadap risiko disebut manajemen risiko. Manajemen risiko merupakan suatu pendekatan terstruktur dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi untuk mengelolanya dan mitigasi risiko dengan menggunakan pemberdayaan/pengelolaan sumber daya (Shobrie, dalam Safitri, 2013).
saham, dan meningkatkan keamanan keuangan organisasi (Lam, 2011 Safitri, 2013).
2.3. Risk Management Risiko
Dalam pengelolaan tata kelola perusahaan yang baik, organisasi membutuhkan manajemen risiko yang terintegrasi dengan kerangka kerja organisasi yang berbasis risiko (Steinmetz, 2001 dalam Safitri, 2013). Kerangka kerja organisasi dalam pengelolaan risiko adalah pembentukan suatu komite yang bertanggung jawab mengelola manajemen risiko. Dewan komisaris sebagai pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan dapat membentuk komite-komite yang membantunya dalam mengatasi masalah-masalah tertentu (FCGI, dalam Safitri 2013).
Salah satu komite yang dibentuk Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Peran pengawasan manajemen risiko pada umumnya dibebankan kepada Komite Audit (Krus dan Orowitz, 2009). Dalam Pedoman Pembentukan Komite Audit yang dikeluarkan yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Corporate Governance tahun 2002, menyatakan bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab komite audit adalah mengenai manajemen risiko dan kontrol perusahaan yang didalamnya juga mencakup identifikasi risiko dan evaluasi risiko untuk meminimalkan risiko (Safitri, 2013).
yang dapat memberikan perhatian secara penuh pada pengawasan risiko dan fokus tidak terbagi pada pemenuhan standar akuntansi agar mekanisme pengawasan risiko perusahaan dapat berjalan efektif (Krus dan Orowitz, 2009). Pentingnya pengawasan terhadap risiko dan peningkatan risiko bisnis yang dihadapi perusahaan menjadi salah satu faktor yang mendorong perusahaan untuk membentuk Risk Management Committee.
Risk Management Committee didefinisikan sebagai komite dibawah dewan komisaris yang memberikan pendidikan manajemen risiko pada tingkat dewan mengenai identifikasi dan strategi risiko yang tepat, implementasi pengelolaan risiko, dan review pelaporan risiko perusahaan (KPMG, 2001). RMC dalam pembentukannya terdiri dari RMC yang tergabung dengan Komite Audit dan RMC yang berdiri sendiri (terpisah dari Komite Audit). RMC yang berdiri sendiri memiliki pengendalian intern yang lebih tinggi daripada jika bergabung dengan Komite Audit. RMC yang tergabung dengan Komite Audit memiliki tugas pengawasan manajemen risiko, selain itu juga terlibat aktif dalam pelaporan keuangan dan pengawasan fungsi audit (Alles, et al., dalam Safitri, 2013).
2.4.Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Risk Management Committee
2.4.1. Proporsi Komisaris Independen
Komisaris independen merupakan mekanisme yang penting dalam pengawasan perilaku manajemen, baik dalam akuntabilitas perseroan maupun disclosure. Komisaris independen merupakan orang independen dalam jajaran dewan komisaris yang dapat mewakili kepentingan pemegang saham, sehingga komisaris independen dapat menambah kualitas monitoring dalam perusahaan. Fama dan Jensen dalam Safitri (2013) menunjukkan bahwa Komisaris Independen memiliki kemampuan monitoring yang lebih besar atas manajemen.
2.4.2. Ukuran Perusahaan
Perusahaan besar cenderung menerapkan corporate governance dengan lebih baik daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar menyadari bahwa komitmen terhadap corporate governance mampu meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan besar juga memiliki potensi risiko kebangkrutan lebih besar apabila tidak dikeloka dengan baik.
Ukuran perusahaan diukur dengan total asset yang menggambarkan total sumberdaya yang dimiliki perusahaan dari aktivitas operasi dan investasi. Semakin besar total asset, maka semakin besar pula ukuran perusahaan tersebut
2.4.3. Leverage
cenderung membentuk Risk Management Committee untuk menangani secara khusus manajemen risiko (Andarini, dalam Safitri, 2013)
2.4.4. Ukuran KAP
Ukuran KAP menunjukkan kemampuan auditor untuk bersikap independen dan melaksanakan audit secara professional, sebab KAP besar (big) 4 kurang tergantung secara ekonomi kepada klien. KAP besar juga cenderung tidak berkompromi atas kualitas audit, sehingga dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik daripada KAP kecil (non big 4). Ukuran KAP dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan kelompok auditor Big 4 dan non Big 4. Empat KAP local yang berafiliasi dengan The Big Four Auditor yaitu (Primadita, 2012):
1. KAP Purwanto, Sarwoko, Sandjaja berafiliasi dengan Ernst &Young
2. KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu
3. KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG
2.5.Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang sebelumnya telah melakukan penelitian sehubungan dengan judul penelitian ini adalah dilakukan oleh sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti/
Tahun
Judul Variabel Meto
taking
2.6.Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian
2.6.1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dibuat kerangka konseptual dan hipotesis sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Risk Management Committee merupakan komite yang dibentuk oleh Dewan Komisaris yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari peran Dewan Komisaris dalam tugas pengawasan risiko. Risk Management Committee sendiri merupakan komite yang berdiri sendiri dan terpisah dari Komite Audit, walaupun masih ada perusahaan yang memandatkan tugas pengawasan manajemen risiko kepada Komite Audit.
Dalam corporate governance dan prakteknya telah menekankan pentingnya menjaga independensi untuk meningkatkan kualitas pengawasan dan mengurangi kemungkinan oportunistik perilaku manajerial (Liew, et al.,
H4
H3
Proporsi Komisaris
Risk Management Committee Ukuran
Perusahaan
Leverage
Ukuran Kantor Auditor
H1
H2
suatu dewan merupakan sebuah indikator independensi dari dewan. Sebuah dewan dengan proporsi Komisaris Independen yang tinggi cenderung untuk menyediakan pengawasan yang lebih besar pada aktivitas manajemen risiko perusahaan. Desender dalam Safitri (2013) menyebutkan bahwa Komisaris Independen tidak memiliki hubungan kepentingan pribadi dan kepegawaian dengan perusahaan. Dengan demikian, mereka lebih dapat mewakili kepentingan pemegang saham.
Ukuran perusahaan dapat menggambarkan besar kecilnya skala ekonomi suatu perusahaan. Pada penelitian ini ukuran perusahaan diukur dari jumlah total aset perusahaan sampel. Diukur dengan menggunakan log (ln) dari total asset perusahaan.
Teori keagenan memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang lebih tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi, karena biaya keagenan perusahaan dengan struktur modal seperti itu lebih tinggi. Perusahaan yang memiliki leverage yang tinggi cenderung memiliki utang dan risiko yang tinggi. Semakin lama jatuh tempo utang semakin besar pula risiko tidak dikembalikan atau perubahan kondisi selama jangka waktu utang dan akan berdampak pada para pemegang saham sebagai principal. Hal ini akan mendorong pembentukan RMC sebagai mekanisme pengendalian internal yang tepat dan fungsi pengawasan risiko yang lebih efektif. Pembentukan RMC dapat meningkatkan kepercayaan kreditor dan pemegang saham, serta dapat membantu pengawasan dalam risiko laporan keuangan, sehingga dapat berjalan lebih efektif.
2.6.2. Hipotesis Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Peristiwa besar yang belum pernah terjadi sebelumnya, lembaga keuangan
runtuh dan diselamatkan oleh pemerintah selama krisis keuangan global
2007-2008. Kegagalan lembaga-lembaga mengakibatkan pembekuan kredit pasar global
dan intervensi pemerintah diperlukan di seluruh dunia. Sedangkan faktor-faktor
ekonomi makro (misalnya, kebijakan moneter yang longgar) yang berada di akar
krisis keuangan mempengaruhi semua perusahaan (Taylor dalam Safitri, 2013),
beberapa perusahaan terkena dampak lain lebih besar. Kejadian tersebut telah
menarik perhatian investor dan regulator, tanpa memperhatikan penyebab
kejadian tersebut karena pengambilan risiko yang berlebihan (excessive risk taking)
dalam jangka pendek (Kashyap et al, dalam Safitri, 2013) atau peningkatan level
risiko pada perusahaan, sebagai penyebab timbulnya krisis.
Perkembangan situasi ekonomi dan bisnis yang makin pesat akan diikuti
dengan kompleksitas risiko yang dihadapi. Risiko merupakan suatu kondisi yang
muncul akibat ketidakpastian (Hanafi dan Halim, 2009). Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 142 /PMK.010/2009 menjelaskan bahwa risiko adalah potensi
terjadinya suatu peristiwa yang dapat menimbulkan kerugian. Risiko yang tidak
dikelola dengan baik akan menyebabkan kerugian bahkan perusahaan dapat
mengalami kebangkrutan. Penelitian terbaru menyatakan bahwa manajemen risiko
perusahaan dan kebijakan pendanaan berdampak signifikan pada sejauh mana
perusahaan-perusahaan terkena dampak krisis keuangan (Brunnermeier, 2009
pendanaan pada akhirnya merupakan hasil dari biaya dan manfaat yang dibuat
oleh dewan komisaris perusahaan dan pemegang saham (Kashyap, et al., dalam
Safitri, 2013), sehingga manajemen risiko merupakan cara yang dibutuhkan
perusahaan untuk mengidentifikasi dan menilai risiko yang mempengaruhi nilai
perusahaan dan menerapkan suatu strategi yang luas untuk mengelola risiko
tersebut dalam rangka membangun manajemen risiko yang efektif (Meulbroek,
dalam Safitri, 2013), sebagai bagian terpenting untuk mewujudkan good corporate
governance.
Penerapan corporate governance dalam perusahaan, aspek pengawasan
dalam pelaksanaan manajemen risiko menjadi faktor penting demi menciptakan
sistem manajemen risiko perusahaan yang efektif, sehingga diperlukan peran
Dewan Komisaris (Krus dan Orowitz, 2009). Fama dan Jensen (dalam Safitri, 2013)
mengemukakan bahwa dewan komisaris adalah pembuat keputusan utama dalam
organisasi dan memiliki kekuatan untuk mengimbangi seluruh keputusan yang
dibuat oleh manajemen puncak. Selain itu, dewan komisaris dalam proses
pengambilan keputusan harus memastikan fungsi monitoring telah berjalan
efisien. Dewan komisaris dalam tugasnya tanggung jawab dapat mendelegasikan
tugas pengawasan risiko kepada komite pengawas manajemen yang sebagian
besar diamanatkan pada Komite Audit (Krus dan Orowitz, 2009). Hal ini sesuai
dengan lampiran keputusan Bapepam No. Kep-29/PM/2004 tentang pedoman
pelaksanaan kerja komite audit bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab
Komite audit adalah melaporkan kepada dewan komisaris mengenai berbagai
risiko dan pelaksanaan manajemen risiko serta pengendalian perusahaan. Dalam
Komite Nasional Corporate Governance (KNKG) tahun 2002, menyatakan bahwa
salah satu tugas dan tanggung jawab komite audit adalah mengenai manajemen
risiko dan kontrol perusahaan yang didalamnya juga mencakup identifikasi risiko
dan evaluasi risiko untuk meminimalkan risiko.
Manajemen risiko mendapat perhatian lebih pada komite yang dibentuk
dewan komisaris. Komite Audit, Komite Keuangan, dan Komite Manajemen Risiko
umumnya menangani manajemen risiko. Literatur tertentu menunjukkan bahwa
komite audit mendapat tugas menangani manajemen risiko tetapi ada keraguan
tentang keefektifan bahwa komite audit dapat menangani masalah risiko
manajemen. Zaman (dalam Safitri, 2013) menunjukkan bahwa tidak masuk akal
untuk mengharapkan komite audit untuk bekerja pada tingkat yang lebih tinggi
karena kurangnya keahlian dan waktu, terutama setelah tanggung jawab tambahan
yang dikenakan pada mereka sesuai dengan prinsip good corporate governance
yang menekankan pemisahan audit internal dari proses manajemen risiko.
Pengawasan manajemen risiko membutuhkan pemahaman yang memadai
mengenai struktur dan operasi perusahaan beserta risiko-risiko yang melekat
(Bates dan Leclerc, 2009). Menurut Krus dan Orowitz (2009), perusahaan
memerlukan sebuah komite yang dapat memberikan waktu penuh untuk
pengawasan manajemen risiko. Karena alasan ini beberapa perusahaan
membentuk fungsi pengawasan yang terpisah dari audit dan secara khusus
menangani pengawasan terhadap risiko perusahaan, yang disebut Risk
Management Committee.
Risk Management Committee (RMC) merupakan merupakan komite yang
dan Komite Nominasi. RMC dalam perusahaan bertanggung jawab menentukan
strategi manajemen risiko, mengevaluasi operasi manajemen risiko, menilai
pelaporan keuangan dan memastikan organisasi berjalan sesuai dengan hukum
dan peraturan (COSO, 2004; Sallivan, 2001; Soltani, 2005 dalam Safitri, 2013).
Dalam penerapannya, RMC dibagi menjadi dua jenis yaitu RMC yang berdiri
sendiri (terpisah dari komite audit) dan RMC gabungan (tergabung dengan komite
audit).
Risk Management Committee (RMC) yang berdiri sendiri memiliki
pengendalian internal yang lebih tinggi terhadap manajemen risiko dibandingkan
ketika digabungkan dengan komite audit. Sedangkan RMC gabungan berfokus tidak
hanya mengawasi risiko pada manajemen tetapi secara aktif terlibat dalam
pelaporan keuangan dan pengawasan fungsi audit (Alles, et al., 2005 dalam
Safitri, 2013).
Menurut KPMG (2005) ditemukan bahwa komite manajemen risiko masih
ada yang diintegrasikan dengan komite audit. RMC dalam beberapa literatur
(Liew, et al., 2012; dalam Safitri, 2013) merupakan komite yang dibentuk Dewan
Komisaris yang khusus mengawasi pelaksanaan manajemen risiko, yang anggotanya
terdiri dari Dewan Komisaris, namun dapat juga menunjuk pelaku independen yang
bukan bagian dari perusahaan (KNKG, 2006).
KMR merupakan komite yang berada dibawah Direktur, karena KMR bertanggung jawab kepada Direktur Utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus. KMR dalam perbankan berbeda dengan KMR sektor non finansial, yang dalam sektor non finansial disebut Komite Pemantau Risiko. Komite Pemantau Risiko terdiri dari Komisaris Independen dan pihak – pihak independen, hal ini telah dijelaskan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006.
Pelaksanaan manajemen risiko perusahaan tergantung pada peran Dewan Komisaris. Dewan Komisaris yang bertanggung jawab sebagai penjamin pelaksana strategi perusahaan dan pengawasan manajemen dalam mengelola perusahaan. Efektivitas peran Dewan Komisaris dapat diukur melalui karakteristik yang dimiliki antara lain independensi Dewan Komisaris, ukuran dewan, frekuensi rapat dewan dan Komisaris dengan keahlian Akuntansi/keuangan. Independensi Dewan Komisaris berhubungan dengan seberapa besar keterlibatan dewan komisaris dengan aktivitas perusahaan. Ukuran dewan berhubungan dengan jumlah anggota dewan komisaris. Frekuensi rapat dewan berhubungan dengan jumlah rapat yang diadakan dewan komisaris. Sedangkan, Komisaris dengan keahlian Akuntansi/keuangan berhubungan dengan pengetahuan akuntansi dan keuangan dewan komisaris.
keuangan yang dimiliki. Kegiatan manajemen risiko perusahaan juga erat dipantau oleh Komite Audit (dalam Safitri, 2013), namun perlu juga dibentuk Risk Management Committee yang berdiri sendiri (Krus dan Orowitz, 2009). Tanggung jawab Komite Audit pada pengelolaan risiko sangat penting dalam pemenuhan tugas Komite Audit (dalam Safitri, 2013). Berdasarkan karakteristik Dewan Komisaris yang baik diharapkan akan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan pembentukan RMC.
Penelitian mengenai Komite Audit telah banyak dilakukan di seluruh dunia. Namun, penelitian yang menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan RMC masih belum banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan RMC merupakan isu yang masih baru dan pembentukan RMC di perusahaan non finansial di Indonesia masih bersifat sukarela, sehingga bukti empiris tentang formasi dan struktur dari RMC masih terbatas. Berbeda dengan perusahaan yang bergerak di sektor perbankan dimana pembentukan RMC sudah diatur pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Penelitian terdahulu yang meneliti pembentukan RMC pada sektor non finansial, antara lain Ratnawati. (2012), Diani (2013).
Tabel 1.1 Data Penelitian
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa dengan rasio proporsi dewan komisaris independen yang kecil, ukuran perusahaan yang besar dilihat dari tingkat total harta perusahaan, rasio utang yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total harta dan Kualitas Kantor Akuntan Publik, akan mendorong perusahaan untuk melakukan Pembentukan Komite Manajemen Resiko. Penjelasan ini ditunjukkan pada emiten AGRO dimana pada rasio proporsi komisaris independen yang kecil yaitu hanya 0.25 pada
2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013 2011 2012 2013
1 AGRO 1 1 1 0.25 0.50 0.60 21.97 22.12 22.36 0.90 0.91 0.84 0 0 1
tahun 2011, 0.50 pada tahun 2012 dan pada tahun 2013 sebesar 0.60 cenderung melakukan pembentukan RMC. Demikian juga jika dilihat dari ukuran perusahaan, diketahui dari rasio ukuran perusahaan diketaui rasio perusahaan sebesar 21.97 pada tahun 2011, pada tahun 2012 menjadi sebesar 22.12 dan meningkat pada tahun 2012 menjadi sebesar 22.36 perusahaan cenderung melakukan pembentukan RMC, demikian juga hal dengan Leverage dan ukuran KAP.
Hasil yang diperoleh dari penelitian mengenai mekanisme good corporate governance yang mempengaruhi pembentukan atau keberadaan Risk Management Committee sangat beragam. Liew, et al. (2012) dan Yatim (2010) dalam Safitri (2013) melakukan penelitian tentang pembentukan Risk Management Committee (RMC) yang sukarela dengan karakteristik Dewan Komisaris sebagai variabel independennya. Penelitian tersebut disimpulkan bahwa ukuran Dewan Komisaris mempunyai hubungan positif dengan pembentukan RMC yang sukarela. Andarini dan Januarti (2010) melakukan penelitian yang serupa dengan Liew, et al. (2012), namun menemukan hasil yang berbeda. Penelitian tersebut menemukan bahwa ukuran dewan tidak berpengaruh terhadap pembentukan RMC.
RMC. Hasil penelitian Liew, et al. (2012) mengenai proporsi Komisaris Independen merupakan hasil yang tak terduga pada corporate governance karena pada umumnya memberikan hasil yang konsisten pada Komisaris Independen. Penelitian Yatim dalam Safitri (2013) juga menjelaskan pembentukan RMC yang dikaitkan dengan karakteristik Komite Audit. Dalam penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa karakteristik Komite Audit mempunyai hubungan yang positif terhadap pembentukan RMC pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Malaysia. Pada penelitian-penelitian sebelumnya memasukkan variabel Big Four Auditor karena dipandang dapat mendorong kualitas pengendalian internal yang lebih tinggi. Sementara auditor non Big Four tidak digunakan dalam penelitiannya karena dianggap tidak memiliki kompetensi yang sama dengan auditor Big Four, padahal auditor non Big Four juga memiliki kompetensi yang unggul.
Penelitian ini merupakan penelitian replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Safaitri (2013). Penelitian Safitri (2013) menganalisis pada pembentukan RMC secara sukarela yang dipengaruhi oleh karakteristik Dewan Komisaris pada perusahaan n o n f i n a n s i a l yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 – 2011.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil variabel proporsi Komisaris Independen, ukuran Dewan Komisaris, frekuensi rapat dewan, dan Komisaris dengan keahlian Akuntansi/keuangan, dan menambah variabel leverage dan ukuran perusahaan. Sedangkan tahun pengamatan dari tahun 2011 – 2013. Pentingnya variabel kontrol yang dimasukkan ke dalam model penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris sejauh mana variabel kontrol tersebut ikut mempengaruhi mekanisme corporate governance terhadap penanganan manajemen risiko dengan pembentukan Risk Management Committee dalam sebuah perusahaan.
Berdasarkan pada penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Risk Management Committee (Studi Empiris Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013.”
1.2.Perumusan Masalah