• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 17 Bandar Lampung Semester Genap Tahun P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS (Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 17 Bandar Lampung Semester Genap Tahun P"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

(Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X Semester Genap SMA Negeri 17 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(Skripsi)

Oleh

ANDYKA MARTHA KESUMA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENERAPAN PEMBELAJARAN SOCRATES DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

DITINJAU DARI PROSES BELAJAR DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

(Penelitian Deskriptif Kualitatif pada Siswa Kelas X SMA Negeri 17 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

ANDYKA MARTHA KESUMA

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mendes-kripsikan kemampuan berpikir kritis siswa melalui penerapan pembelajaran menggunakan metode Socrates dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran So-crates dengan pendekatan kontekstual adalah pembelajaran yang memuat dialog atau diskusi yang dipimpin oleh guru melalui pertanyaan induktif untuk menguji validitas keyakinan siswa pada suatu objek dan membuat kesimpulan yang benar pada objek tersebut secara konstruktif yang dikaitkan dengan permasalahan riil.

(3)

dengan pendekatan kontekstual dapat diterapkan pada subjek penelitian. Kemampuan berpikir kritis siswa tergolong ke dalam kriteria sedang dan rendah. Hal ini terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa sebesar 47 pada materi logika matematika dan 36,6pada materi trigonometri.

Sedangkan, berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa, secara umum siswa yang aktif saat proses pembelajaran menggunakan metode Socrates dengan pendekatan kontekstual menunjukan hasil yang cenderung lebih baik da-ripada siswa yang kurang aktif.

(4)
(5)
(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kontekstual ... 10

B. Metode Socrates ... 14

C. Kemampuan Berpikir Kritis ... 19

D. Proses belajar... 23

III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 25

B. Tempat Penelitian ... 26

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 26

D. Data Penelitian ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 26

F. Tahap-Tahap Penelitian... 27

G. Teknik Pengumpulan Data ... 29

H. Teknik Anlisa Data... 30

I. Keabsahan Data ... 31

(7)

vii V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang tengah berkembang, tak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang, baik pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik, maupun keamanan. Meningkatnya pelaksanaan pembangunan bukan saja meru-pakan inisiatif pemerintah semata tetapi juga merumeru-pakan kebutuhan masyarakat. Masyarakat sebagai elemen suatu daerah, memiliki andil yang besar atas jalannya pembangunan di daerah tersebut. Bahkan bisa dikatakan bahwa maju atau mun-durnya suatu pembangunan di suatu daerah tertentu sangat dipengaruhi tingkat pendidikan masyarakat yang menempati daerah tersebut. Untuk itu, pendidikan di sekolah harus dapat menciptakan lulusan yang mampu menghadapi kehidupan secara kompetitif dan inovatif agar menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi secara global.

Dalam upaya meningkatkan SDM yang berkualitas kearah yang lebih baik, pe-merintah sedang giat-giatnya menyelenggarakan perbaikan dalam proses pening-katan mutu pendidikan. Selain mempersiapkan kualitas SDM yang lebih baik, pe-merintah kini juga melakukan berbagai macam perubahan, diantaranya melakukan revisi kurikulum, dari Kurikulum 2004 (KBK) menjadi Kurikulum 2006 (KTSP).

(9)

untuk melakukan tugas-tugas dengan standar performansi tertentu sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh siswa, yaitu berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Kunandar (2009: 133).

Penyempurnaan kurikulum terus dilakukan kemendikbud, antara lain dengan me-masukkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif seba-gai standar kompetensi mata pelajaran matematika yang termuat dalam kurikulum 2006.

Pembelajaran KTSP berpusat pada siswa (Student Centered Learning), dimana siswa dituntut untuk lebih aktif dan senantiasa ambil bagian dalam aktivitas bel-ajar. Dalam aktivitas belajar terdapat hubungan antara guru dengan siswa, untuk itu seorang guru harus dapat menerapkan beberapa prinsip mengajar yang baik agar bisa menjadi contoh atau suri teladan bagi siswanya. Dalam KTSP guru mempunyai seperangkat tugas yang berhubungan dengan siswa seperti berperan sebagai fasilitator yang berguna memberi dorongan kepada siswa untuk lebih aktif dan ikut serta dalam kegiatan belajar.

Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar bertujuan supaya siswa dapat mengem-bangkan kemampuan berpikir kritisnya. Sugiarto dalam Amri dan Ahmadi (2010: 62) berpendapat bahwa, “berpikir kritis diperlukan dalam kehidupan di masyara-kat karena manusia selalu dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan pe-mecahan”. Kemampuan berpikir kritis mempermudah siswa dalam memecahkan masalah di kehidupannya yang terus berubah, sehingga sedini mungkin siswa per-lu dilatih, diajar, dan dirangsang untuk memiliki kemampuan berpikir kritis.

(10)

se-gala bidang ilmu pengetahuan merupakan hal yang sangat penting untuk diketa-hui. Oleh sebab itu, matematika perlu diajarkan di semua jenjang pendidikan for-mal, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pentingnya matematika bisa dilihat dari manfaat dan kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, juga bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Jika para siswa tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif maka mereka tidak akan mampu mengolah menilai dan mengambil informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Oleh karena itu kemampuan berpikir kritis dan kreatif adalah merupakan kemampuan yang penting dalam mata pelajaran matematika.

Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat diperlukan oleh siswa mengingat bahwa dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja bisa memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia. Hal ini mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global dalam kehidupan, namun dalam proses mempelajari matematika, banyak siswa yang mengalami kesulitan dan beranggapan bahwa matematika merupakan ilmu yang sukar untuk dipelajari. Hal ini tak terlepas metode dan pendekatan yang diguna-kan pada pembelajaran. Untuk itu diperludiguna-kan kemampuan guru dalam memilih dan menerapkan suatu metode pembelajaran, sehingga siswa aktif dalam proses pembelajaran dan mengembangkan potensi yang dimiliki. Dengan demikian, ke-mampuan berpikir kritis yang dimiliki siswa menjadi lebih baik.

(11)

bersifat prosedural dan mengakomodasi pengembangan kemampuan berpikir kat rendah dan kurang dalam mengembangkan kemampuan berpikir tingkat ting-gi. Salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa, maka guru hendaknya berupaya agar siswa dapat memiliki kemampuan ter-sebut. Salah satu cara melatih kemampuan berpikir kritis adalah dengan membe-rikan pertanyaan. Pentingnya membemembe-rikan pertanyaan dalam pembelajaran dida-sari bahwa seseorang akan berpikir dan menentukan sikap jika dihadapkan oleh suatu pertanyaan seperti yang dikatakan oleh para pemikir dari The Critical Thinking Community (Yunarti, 2011: 12), bahwa ”Thinking is not driven by answers but by questions”. Agar dapat berpikir, seseorang harus berhadapan de -ngan pertanyaan yang merangsang pemikirannya.

Menurut Ritchhart dan Lipman (Yunarti, 2011: 14), salah satu proses pembelajar-an ypembelajar-ang dapat mengembpembelajar-angkpembelajar-an kemampupembelajar-an berpikir kritis siswa serta memuat

berbagai pertanyaan adalah dengan memberikan dialog. Dialog diperlukan untuk

dapat membuka wawasan berpikir siswa terhadap suatu masalah yang sedang

di-hadapinya. Melalui pertanyaan-pertanyaan dalam dialog siswa diarahkan untuk

menemukan penyelesaian suatu masalah dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan

serta jawabannya. Dialog yang terjadi dapat berupa dialog guru dengan siswa

atau dialog antar siswa. Salah satu metode pembelajaran yang memuat

(12)

Metode Socrates adalah metode yang dirancang oleh seorang tokoh filsafat Yuna-ni yaitu Socrates (469-399 SM). Metode iYuna-ni lebih dikenal dengan metode debat konfrontatif, debat konfrontatif adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan (dalam http//: id.wikipedia.org diunduh 2 Agustus 2012).

Dalam metode Socrates siswa dihadapkan pada suatu rangkaian pertanyaan ter-struktur yang diharapakan dapat menemukan jawabannya atas kemampuannya sendiri. Karaterisitik metode Socrates yang tidak terdapat pada metode tanya-jawab lain adalah adanya uji silang suatu pertanyaan. Pertanyaan seperti “Bagai

-mana jika ...?” atau “Seandainya..., apa yang terjadi?”, merupakan bentuk per

-tanyaan yang dapat guru gunakan untuk menyakinkan siswa terhadap jawabnya. Sikap ramah guru dalam bertanya diproses pembelajaran dapat mengembangkan sikap postif dalam pembelajaran siswa, sehingga siswa lebih mudah mengungkap-kan argumen yang merupamengungkap-kan salah satu indikator dalam kemampuan berpikir kritis.

(13)

Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konteks-tual. Pendekatan pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang bermu-la dari penyajian permasabermu-lahan riil bagi siswa, pendekatan ini efektif untuk meto-de Socrates karena menurut Johnson (Yunarti, 2011: 16) dalam pembelajaran kon-tekstual para siswa dilatih untuk bersosialisasi dengan kelompok-kelompok kerja mereka. Selain itu, penelitian ini juga mencoba mengikuti anjuran pemerintah Indonesia untuk melakukan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem) dalam pembelajaran matematika. Anjuran pemerintah ini terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006.

Menurut guru-guru di MGMP Matematika SMA di Bandar Lampung (Yunarti, 2011:17) hampir semua guru matematika SMA di Bandar Lampung masih menyaji-kan pembelajaran secara konvensional. Hal ini merupamenyaji-kan kesempatan untuk mem-perkenalkan metode Socrates dengan pendekatan kontekstual pada pembelajaran matematika diseluruh SMA di Bandar Lampung. Karena berbagai keterbatasan, di-pilihlah SMA negeri untuk dijadikan subjek penelitian dengan pertimbangan siswa-siswa SMA negeri sudah menjalani seleksi masuk yang dilaksanakan oleh pemerin-tah daerah, yang dalam hal ini adalah SMA Negeri 17 Bandar Lampung.

(14)

Sedangkan, berdasarkan hasil rata-rata nilai UN tahun 2012 dikota Bandar Lam-pung, didapat bahwa SMA Negeri 17 Bandar Lampung berada diurutan ke 47 dari 50 sekolah yang ada dikota Bandar Lampung dan berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika kelas X di SMA Negeri 17 Bandar Lam-pung diketahui bahwa siswa kelas X cenderung bersikap pasif dalam proses KBM dan kemampuan berpikir kritis siswa masih tergolong rendah karena berdasarkan nilai matematika yang dicapai siswa masih tergolong rendah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam peneli-tian ini adalah, “bagaimanakah penerapan metode Socrates dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika ditinjau dari proses belajar dan ke-mampuan berpikir kritis pada siswa SMA Negeri 17 Bandar Lampung?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah penerapan metode Socrates dengan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika ditinjau dari proses belajar dan kemampuan berpikir kritis.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

(15)

pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika ditinjau dari proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa yang terjadi.

2. Secara praktis, hasil penelitian untuk membantu memecahkan masalah tentang penerapan pemebelajaran Socrates dengan pendekatan kontekstual terhadap proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa serta dapat mengantisipasi masalah yang terjadi pada objek yang diteliti.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: 1. Metode Socrates

Metode Socrates adalah metode yang berisi pertanyaan terstruktur yang diberikan oleh guru untuk menguji keyakinan siswa akan jawaban dari per-tanyaan tersebut dan membuat suatu kesimpulan yang benar dari beberapa jawaban.

2. Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang bermula dari pen-yajian permasalahan riil bagi siswa dan siswa terlibat aktif selama proses kegiatan belajar mengajar.

3. Kemampuan berpikir kritis

(16)

mengidentifikasi hubungan yang berada di antara pernyataan, atau konsep dari suatu representasi); 3) evaluasi (kemampuan untuk menilai dan mengkritisi kredibilitas dari pernyataan-pernyataan atau representasi-representasi); dan 4) pengambilan keputusan (kemampuan untuk mengidentifikasi unsur-unsur yang dibutuhkan untuk menarik kesimpulan yang masuk akal).

4. Proses belajar

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kontekstual

Kata kontekstual diambil dari bahasa inggris yaitu Contextual kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia menjadi kontekstual. Dalam KBBI Kontekstual me-miliki arti berhubungan dengan konteks atau dalam konteks. Kegiatan pembel-ajaran adalah proses perolehan pengetahuan baru. Pengetahuan bukanlah sepe-rangkat fakta dan konsep yang diketahui siswa melalui transfer dari guru, melain-kan siswa mengkonstruksi sendiri melalui pengalaman nyata. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang di-pelajari, bukan sekedar mengetahui dari penuturan guru saja. Berdasarkan pan-dangan tersebut berkembang strategi pembelajaran kontekstual yang mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya.

(18)

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan. Proses pembelajaran CTL berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa, bukan transfer pengeta-huan dari guru ke siswa.

Dalam kelas kontekstual, konsep ini mampu membantu tugas guru mengaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan anatra pengetahuan yang dimliki siswa dengan penera-pannya dalam kehidupan sehari-hari dan membantu siswa mencapai tujuan pem-belajaran.

Wina dalam Destanto (2011: 10) berpendapat bahwa:

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibaan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan sesuai kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya da-lam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan Komalasari (2010: 7) mengungkapkan bahwa:

pembelajaran kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa sehari-hari baik dalam lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat, maupun warga negara dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya. Dalam CTL terdapat beberapa komponen menurut Johnson (2000: 65), adalah se-bagai berikut:

1. Melakukan hubungan yang bermakna (making meaningful connections) 2. Melakukan kegiatankegiatan yang berarti (doing significant works) 3. Belajar yang diatur sendiri (selfregulated Learning)

4. Bekerjasama (collaborating)

5. Berpikir kritis dan kreatif (critical dan creative thinking)

6. Mengasuh atau memelihara pribadi siswa (nuturing the individual) 7. Mencapai standar yang tinggi (reaching high standards)

(19)

Menurut Masnur (2007: 44), terdapat tujuh komponen utama pada pembelajaran kontekstual yaitu :

1. Konstruktivisme (contructivism)

Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemaham-an sendiri secara aktif, kreatif, dpemaham-an produktif berdasarkpemaham-an pengetahupemaham-an dpemaham-an penge-tahuan terdahulu dan dari pengalaman belajar yang bermakna. Pengepenge-tahuan bu-kanlah serangkaian fakta, konsep, dan kaidah yang siap dipraktekkannya. Manusia harus mengkonstruksinya terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna melalui pengalaman nyata. Karena itu siswa perlu dibiasakan untuk meme-cahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan mengemba-ngkan ide-ide yang ada pada dirinya.

2. Bertanya (questioning)

Komponen ini merupakan strategi pembelajaran CTL. Belajar dalam pembelajar-an CTL dippembelajar-andpembelajar-ang sebagai upaya guru ypembelajar-ang bias mendorong siswa untuk tahui sesuatu, mengarahkan siswa untuk memperoleh informasi, sekaligus menge-tahui perkembangan kemampuan berpikir siswa.

3. Menemukan (inquiry)

Komponen menemukan merupakan kegiatan inti CTL. Kegiatan ini diawali dari pengamatan terhadap fenomena, dilanjutkan dengan kegiatan-kegiatan bermakna untuk menghasilkan temuan yang diperoleh sendiri oleh siswa. Dengan demikian, pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak dari hasil mengingat seperangkat fakta yang dihadapinya.

(20)

Konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerja sama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antarkelompok, dan antara yang tahu kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas.

5. Pemodelan (modelling)

Komponen ini menyarankan bahwa pembelajaran keterampilan dan pengetahuan tertentu diikuti dengan model yang bisa ditiru siswa. Model yang dimaksud bisa berupa pemberian contoh tentang misalnya cara mengoperasikan sesuatu, menun-jukkan hasil karya, mempertontonkan suatu penampilan. Cara pembelajaran sema-cam ini akan lebih cepat dipahami siswa daripada hanya bercerita atau memberi-kan penjelasan kepada siswa tanpa ditunjukmemberi-kan modelnya atau contohnya.

6. Refleksi (reflection)

Komponen yang merupakan bagian terpenting dari CTL adalah perenungan kem-bali atas pengetahuan yang baru dipelajari, menelaah dan merespons semua keja-dian, aktivitas, atau pengalaman yang terjadi dalam pembelajaran, bahkan mem-berikan masukan atau saran jika diperlukan, siswa akan menyadari bahwa penge-tahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan bahkan revisi dari pengeta-huan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan baru. 7. Asesmen Otentik (authentic assesment)

(21)

mengana-lisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembel-ajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelpembel-ajaran.

Dari beberapa penjabaran pendapat ahli di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang membantu guru untuk meng-hubungkan antara materi pelajaran yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sis-wa dan mendorong sissis-wa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

B. Metode Socrates

Metode Socrates adalah metode yanng dibuat/dirancang oleh seorang tokoh filsa-fat Yunani yang bernama Socrates (469-399 SM). Metode Socrates (Socrates Method), yaitu suatu cara menyajikan materi pelajaran, dimana siswa dihadapkan

dengan suatu deretan pertanyaan, yang dari serangkaian pertanyaan-pertanyaan itu diharapkan siswa dapat menemukan jawabannya, atas dasar kecer-dasannya dan kemampuannya sendiri.

Dasar filsafat metode Socrates adalah pandangan dari Socrates, bahwa pada tiap individu siswa terdapat potensi untuk mengetahui kebenaran dan kebaikan serta kesalahan, berikut ini langkah-langkah metode Socrates yaitu :

1. Menyiapkan deretan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada sis-wa, dengan memberi tanda atau kode-kode tertentu yang diperlukan

(22)

3. Jika pertanyaan yang diajukan itu terjawab oleh siswa, maka guru dapat me-lanjutkan/mengalihkan pertanyaan berikutnya hingga semua soal dapat se-lesai terjawab oleh siswa.

4. Jika pada setiap soal pertanyaan yang diajukan ternyata belum memenuhi tujuan, maka guru hendaknya mengulangi kembali pertanyaan tersebut. De-ngan cara memberikan sedikit ilustrasi, apersepsi dan sekedar meningkat-kan dan memudahmeningkat-kan berpikir siswa, dalam menemumeningkat-kan jawaban yang te-pat dan cermat.

Maxwell dalam Yunarti (2011: 47) mendefinisikan Metode Socrates sebagai “…a process of inductive questioning used to successfully lead a person to knowledge

through small steps”.

Jones, Bagford, dan Walen dalam Yunarti (2011: 47) mendefinisikan metode So-crates dalam pembelajaran adalah, “sebuah proses diskusi yang dipimpin guru un-tuk membuat siswa mempertanyakan validitas penalarannya atau unun-tuk mencapai

sebuah kesimpulan”.

(23)

Menurut Permalink dalam Yunarti (2011: 48) :

Richard Paul telah menyusun enam jenis pertanyaan Socrates dan memberi contohnya. Keenam jenis pertanyaan tersebut adalah pertanyaan klarifikasi, asumsi-asumsi penyelidikan, alasan-alasan dan bukti penyelidikan, titik pan-dang dan persepsi, implikasi dan konsekuensi penyelidikan, dan pertanyaan tentang pertanyaan.

Tanya jawab dalam metode Socrates digunakan untuk dapat melakukan uji silang, disini dijelaskan jenis-jenis pertanyaan Socrates, contoh-contoh pertanyaan, serta kaitannya dengan kemampuan berpikir kritis dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1. Jenis-jenis pertanyan Socrates serta kaitannya dengan kemam-puan berpikir kritis.

No Tipe Pertanyaan Contoh Pertanyaan

Kemampuan Berpikir Kritis yang mungkin muncul

1. Klarifikasi Apa yang anda maksud dengan ….? Dapatkah anda mengambil cara lain? Dapatkah anda memberikan saya sebuah contoh?

Interpretasi, analisis, evaluasi

2. Asumsi-asumsi Penyelidikan

Apa yang anda asumsikan? Bagaimana anda bisa memilih asumsi-asumsi itu?

Interpretasi, analisis, evaluasi, pengambilan keputusan

3. Alasan-alasan dan bukti Penyelidikan

Bagaimana anda bisa tahu? Mengapa anda berpikir bahwa itu benar?

Apa yang dapat mengubah pemikiran anda?

Evaluasi, analisis

4. Titik pandang dan persepsi

Apa yang anda bayangkan dengan hal tersebut?

Efek apa yang dapat diperoleh? Apa alternatifnya?

Analisis, evaluasi

5. Implikasi dan Konsekuensi Penyelidikan

Bagaimana kita dapat menemukannya? Apa isu pentingnya?

Generalisasi apa yang dapat kita buat?

Analisis

6. Pertanyaan tentang pertanyaan

Apa maksudnya?

Apa yang menjadi poin dari pertanyaan ini?

Mengapa anda berpikir saya bisa menjawab pertanyaan ini?

Interpretasi, analisis, pengambilan keputusan

Permalink dalam Yunarti, (2011: 48).

[image:23.595.110.515.315.659.2]
(24)

berhasil dengan baik. Sikap yang harus guru miliki antara lain sikap terbuka da-lam menerima kesalahan dan kekurangan diri, sikap tidak menerima jawaban be-gitu saja dari siswa, rasa ingin tahu yang tinggi, dan tekun dalam membimbing siswa serta fokus dalam penyelidikan.

Selain harus memiliki sikap yang baik dalam memfasilitasi siswa, guru juga harus melaksanakan beberapa strategi agar pembelajaran dengan metode Socrates dapat berjalan dengan baik.

Strategi-strategi yang dimaksud dalam Yunarti (2011: 60), adalah: 1. Menyusun pertanyaan sebelum pembelajaran dimulai 2. Menyatakan pertanyaan dengan jelas dan tepat 3. Memberi waktu tunggu

4. Menjaga diskusi agar tetap fokus pada permasalahan utama 5. Menindaklanjuti respon-respon siswa

6. Melakukan scafolding

7. Menulis kesimpulan-kesimpulan siswa di papan tulis 8. Melibatkan semua siswa dalam diskusi

9. Tidak memberi jawaban “Ya” atau “Tidak” melainkan menggantinya dengan pertanyaan-pertanyaan yang menggali pemahaman siswa.

10. Memberi pertanyaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa

Metode pembelajaran lain rata-rata tidak menjelaskan langkah-langkah berpikir kritis atau membuat hubungan dengan indikator yang ditentunkan. Dye telah me-nyusun langkah-langkah metode Socrates yang terkait metode ilmiah, Langkah-langkah yang disusun Dye tersebut disajikan dalam tabel 2.2. :

Tabel 2.2. Keterkaitan langkah metode Socrates dengan langkah-langkah berpikir kritis

No Langkah-Langkah dalam Berpikir Kritis

Langkah-Langkah Metode Socrates menurut James Dye

Langkah-Langkah Metode Socrates dalam Penelitian

1. Fokus pada suatu masalah atau situasi kontekstual yang dihadapi

Memunculkan pertanyaan

dalam bentuk ”Apakah ini?”

Menanyakan suatu fenomena, informasi, atau objek tertentu

[image:24.595.114.508.650.756.2]
(25)

Lanjutan tabel 2.2.

No Langkah-Langkah dalam Berpikir Kritis

Langkah-Langkah Metode Socrates menurut James Dye

Langkah-Langkah Metode Socrates dalam Penelitian

2. Membuat pertanyaan akan penyebab dan penyelesaiannya

Membuat hipotesis. Memunculkan

kemungkinan-kemungkinan yang masuk akal

Mengajak siswa memikirkan dugaan jawaban yang benar dengan pertanyaan

”Bagaimana...?

3. Mengumpulkan data atau informasi dan membuat hubungan antar data atau informasi tersebut. Membuat analisis dengan pertimbangan yang mendalam

Melakukan uji silang atau

counter examples

Melakukan pengujian atas jawaban-jawaban siswa dengan counter examples

melalui pertanyaan-pertanyaan

seperti, ”Mengapa bisa

begitu?”, ”Bagaimana jika...?”

4. Melakukan penilaian terhadap hasil analisis yang telah dilakukan. Penilaian dapat terus dievaluasi dengan kembali ke langkah (3)

Menerima hipotesis untuk sementara waktu. Kembali ke langkah 3 jika anda merasa jawaban yang diberikan tidak sempurna

a) Melakukan penilaian atas jawaban siswa melalui pertanyaan-pertanyaan seperti,”Apakah anda

yakin ...?” atau ”Apa alasan ..?” (proses bisa

kembali ke langkah (3) b) Menyusun hasil analisis

siswa di papan tulis dan meminta siswa lain melakukan penilaian. Guru menguji jawaban siswa penilai dengan langkah (3) dan (4.a) 5. Mengambil keputusan

akan penyelesaian masalah yang terbaik.

Melakukan tindakan yang sesuai

a) Guru menyusun rangkaian analisis siswa dan meminta siswa mengoreksi kembali urutan rangkaian tersebut. Dalam tahap ini rangkaian analisis yang ditulis merupakan jawaban yang benar. Guru memberi bingkai untuk jawaban yang benar dan atau menghapus jawaban lain yang salah.

b) Pengambilan kesimpulan atau keputusan dengan pertanyaan, ”Apa kesimpulan anda

mengenai ...?” atau ”Apa

keputusan anda?”

(26)

Langkah-langkah pada tabel 2.2 menunjukan adanya proses berpikir kritis siswa, interaksi guru dengan siswa, serta penggunaannya dalam menyajikan rangkaian analisis yang telah dilakukan.

C. Kemampuan Berpikir Kritis

Beberapa keterampilan berpikir yang dapat meningkatkan kecerdasan memproses adalah keterampilan berpikir kritis, keterampilan berpikir kreatif, keterampilan mengorganisir otak, dan keterampilan analisis. Kurikulum 2006 yang dikenal Ku-rikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) memasukkan keterampilan-keteram-pilan berpikir yang harus dikuasai anak disamping materi isi yang merupakan pe-mahaman konsep.

Berpikir kritis didefinisikan sebagai pembentukan kemampuan aspek logika se-perti kemampuan memberikan argumentasi, silogisme dan pernyataan yang pro-posional.

Menurut Ennis (dalam Hassoubah, 2004), berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Oleh karena itu, indikator kemampuan berpikir kritis dapat diturunkan dari aktivitas kritis siswa sebagai berikut :

1. Mencari pernyataan yang jelas dari setiap pertanyaan. 2. Mencari alasan.

3. Berusaha mengetahui informasi dengan baik.

4. Memakai sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya. 5. Memperhatikan situasi dan kondisi secara keseluruhan.

6. Berusaha tetap relevan dengan ide utama. 7. Mengingat kepentingan yang asli dan mendasar. 8. Mencari alternatif.

9. Bersikap dan berpikir terbuka.

(27)

11. Mencari penjelasan sebanyak mungkin apabila memungkinkan.

12. Bersikap secara sistimatis dan teratur dengan bagian-bagian dari keseluruh-an masalah.

Indikator kemampuan berpikir kritis yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 1 adalah mampu merumuskan pokok-pokok permasalahan. Indikator yang diturun-kan dari aktivitas kritis no. 3, 4, dan 7 adalah mampu mengungkap fakta yang di-butuhkan dalam menyelesaikan suatu masalah. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 2, 6, dan 12 adalah mampu memilih argumen logis, relevan dan akurat. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 8 dan 10, dan 11 adalah mampu mendeteksi bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda. Indikator yang diturunkan dari aktivitas kritis no. 5 dan 9 adalah mampu menentukan akibat dari suatu pernyataan yang diambil sebagai suatu keputusan.

Beyer (dalam Hassoubah, 2004) mengatakan bahwa keterampilan berpikir kritis meliputi beberapa kemampuan sebagai berikut :

1. Menentukan kredibilitas suatu sumber.

2. Membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan. 3. Membedakan fakta dari penilaian.

4. Mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan. 5. Mengidentifikasi bias yang ada.

6. Mengidentifikasi sudut pandang.

7. Mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.

Sementara itu Ellis (dalam Rosyada, 2004) mengemukakan bahwa keterampilan berpikir kritis meliputi kemampuan-kemampuan sebagai berikut :

1. Mampu membedakan antara fakta yang bisa diverifikasi dengan tuntutan nilai.

2. Mampu membedakan antara informasi, alasan, dan tuntutan-tuntutan yang relevan dengan yang tidak relevan.

3. Mampu menetapkan fakta yang akurat.

4. Mampu menetapkan sumber yang memiliki kredibilitas.

5. Mampu mengidentifikasi tuntutan dan argumen-argumen yang ambiguistik. 6. Mampu mengidentifikasi asumsi-asumsi yang tidak diungkapkan.

(28)

8. Mampu mengidentifikasi logika-logika yang keliru. 9. Mampu mengenali logika yang tidak konsisten.

10. Mampu menetapkan argumentasi atau tuntutan yang paling kuat.

Nickerson (dalam Schfersman,1991) seorang ahli dalam berpikir kritis menyam-paikan ciri-ciri orang yang berpikir kritis dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kebiasaan dalam bertindak sebagai berikut:

1. Menggunakan fakta-fakta secara mahir dan jujur.

2. Mengorganisasi pikiran dan mengartikulasikannya dengan jelas, logis atau masuk akal.

3. Membedakan antara kesimpulan yang didasarkan pada logika yang valid dengan logika yang tidak valid.

4. Mengidentifikasi kecukupan data.

5. Memahami perbedaan antara penalaran dan rasionalisasi.

6. Mencoba untuk mengantisipasi kemungkinan konsekuensi dari berbagai ke-giatan.

7. Memahami ide sesuai dengan tingkat keyakinannya. 8. Melihat similiritas dan analogi secara tidak dangkal.

9. Dapat belajar secara independen dan mempunyai perhatian yang tak kun-jung hilang dalam bekerjanya.

10. Menerapkan teknik problem solving dalam domain lain dari yang sudah di-pelajarinya.

11. Dapat menyusun representasi masalah secara informal ke dalam cara formal seperti matematika dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

12. Dapat menyatakan suatu argumen verbal yang tidak relevan dan mengung-kapkan argumen yang esensial.

13. Mempertanyakan suatu pandangan dan mempertanyakan implikasi dari su-atu pandangan.

14. Sensitif terhadap perbedaan antara validitas dan intensitas dari suatu keper-cayaan dengan validitas dan intensitas yang dipegangnya.

15. Menyadari bahwa fakta dan pemahaman seseorang selalu terbatas, banyak fakta yang harus dijelaskan dengan sikap non inquiri.

16. Mengenali kemungkinan keliru dari suatu pendapat, kemungkinan bias da-lam pendapat, dan mengenali bahaya dari pembobotan fakta menurut pilihan pribadi.

Selain itu, Gokhale (1995) dalam penelitiannya yang berjudul Collaborative

Learning Enhances Critical Thinking menyatakan bahwa yang dimaksud dengan

(29)

me-latih berpikir kritis siswa harus didorong untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Menentukan konsekuensi dari suatu keputusan atau suatu kejadian 2. Mengidentifikasi asumsi yang digunakan dalam suatu pernyataan 3. Merumuskan pokok-popok permasalahan

4. Menemukan adanya bias berdasarkan pada sudut pandang yang berbeda 5. Mengungkapkan penyebab suatu kejadian

6. Memilih fakor-faktor yang mendukung terhadap suatu keputusan

Pengertian yang diberikan oleh Ernis dalam Yunarti (2011: 27), “berpikir kritis adalah berpikir yang masuk akal, reflektif, dan difokuskan pada pengambilan

ke-putusan”.

Sugiarto dalam Zahra (2011: 19) mengkategorikan proses berpikir kompleks atau berpikir tingkat tinggi kedalam empat kelompok yang meliputi pemecahan masa-lah (problem solving), pengambilan keputusan (decision making), berpikir kritis (critical thinking), dan berpikir kreatif (creative thinking).

Cortell dalam Yunarti (2011: 32) menjabarkan beberapa keuntungan yang akan dirasakan seseorang apabila memiliki kemampuan berpikir kritis. Keuntungan tersebut adalah : 1) dapat meningkatkan perhatian dan pengamatan; 2) lebih fokus berpikir dalam membaca; 3) dapat meningkatkan kemampuan untuk mengidenti-fikasi penting atau tidak pentingnya sebuah informasi; 4) meningkatkan kemam-puan untuk merespon sebuah informasi; dan 5) memiliki kemamkemam-puan menganlisis sesuatu objek dengan baik.

(30)
[image:30.595.116.511.124.320.2]

Tabel 2.3. Langkah-langkah berpikir kritis serta kaitannya dengan kemam-puan berpikir kritis (KBK)

Langkah-Langkah Berpikir Kritis dalam Penelitian KBK yang Mungkin Muncul

1. Fokus pada suatu masalah atau situasi kontekstual yang dihadapi

Interpretasi

2. Membuat pertanyaan akan penyebab dan penyelesaiannya

Interpretasi dan analisis

3. Mengumpulkan data atau informasi dan membuat hubungan antar data atau informasi tersebut. Membuat analisis dengan pertimbangan yang mendalam

Analisis

4. Melakukan penilaian terhadap hasil pada langkah 3.

Penilaian dapat terus dievaluasi dengan kembali ke langkah 3.

Evaluasi

5. Mengambil keputusan akan penyelesaian masalah yang terbaik

Pengambilan Keputusan

Yunarti (2010: 34)

Berdasarkan uraian diatas, kemampuan berpikir kritis yang diinginkan adalah ke-mampuan siswa dalam mengintrepetasi, menganalisis, mengevaluasi dan meng-ambil suatu keputusan dalam suatu permasalahan.

D. Proses Belajar

Dalam KBBI kata proses diartikan runtunan perubahan (peristiwa) dalam per-kembangan sesuatu, sedangkan kata belajar berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Jadi proses belajar adalah tingkat dan fase yang dilalui anak atau sasaran didik dalam mempelajari sesuatu.

(31)

yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan latihan melainkan peng-ubahan kelakuan. Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lama tentang belajar yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, bahwa belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasan secara otomoatis dan seterus-nya. Ada pula tafsiran lain mengenai belajar yang menyatakan bahwa belajar ada-lah suatu proses perubahan interaksi dengan lingkungan. Dari beberapa pengerti-an tersebut dapat dibuat kesimpulpengerti-an bahwa, Belajar adalah suatu proses, belajar bukanlah suatu tujuan tetapi suatu proses untuk mencapai tujuan.

Menurut Bunner dalam Nasution (2010 : 9) dalam proses belajar dapat dibedakan tiga fase atau episode yakni 1) Informasi, 2) transformasi, dan 3) evaluasi. Dalam tiap pelajaran kita peroleh sejumlah informasi, ada yang menambah pengetahuan yang telah kita miliki, ada yang memperluas dan memperdalamnya, ada pula in-formasi yang bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui. Setelah inin-formasi diperoleh informasi tersebut ditransformasi atau diubah kedalam bentuk yang le-bih sederhana agar siswa lele-bih paham dan terakhir setelah informasi didapat dan ditransformasi kemudian dievaluasi agar kita memperoleh hingga manakah penge-tahuan yang kita peroleh itu dapat dimanfaatkan.

(32)

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan jenis penelitian adalah penelitian deskriptif. Poerwandari (2007) mengungkapkan bahwa, dalam peneli-tian kualitatif dapat menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkip wawancara, catatan lapangan, gambar proses dan hasil penelitian, foto-foto proses penelitian serta foto-foto hasil penelitian, rekaman video selama proses penelitian, dan lain-lain.

Dalam penelitian kualitatif proses penelitian, pemahaman, kompleksitas, interaksi, dan manusia adalah beberapa kata kunci yang digunakan. Dalam penelitian kuali-tatif peneliti lebih berfokus pada proses dari pada hasil akhir yang ingin dituju. Penelitian kualitatif dipandang dapat mengetahui apakah proses pembelajaran ma-tematika menggunakan penerapan metode Socrates dengan pendekatan konteks-tual dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis siswa ditinjau dari proses belajar siswa.

(33)

B. Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di SMA Negeri 17 Bandar Lampung pada kelas X3 yang dimulai dari tanggal 09 Januari 2013 s.d. 27 April 2013. Dalam tiap minggu ada dua kali pertemuan yaitu hari Rabu (2 jam pelajaran), dan hari Sabtu (2 jam pela-jaran) dengan jumlah siswa sebanyak 30 orang.

C. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dan Objek dalam penelitian ini adalah : 1. Subjek Penelitian

Siswa kelas X3 SMA Negeri 17 Bandar Lampung. 2. Objek Penelitian

Proses belajar dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X3 SMA Negeri 17 Bandar Lampung pada materi Logika Matematika dan Trigonometri pada tahun ajaran 2012/2013.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data proses belajar dan kemampuan berpikir kri-tis siswa. Data proses belajar siswa tiap pertemuan didapat melalui pengamatan aktivitas siswa selama penelitian berlangsung berupa data kualitatif. Sedangkan, data kemampuan berpikir kritis siswa diperoleh setelah dilakukan uji blok pada setiap akhir pokok bahasan berupa data kuantitatif.

E. Instrumen Penelitian

(34)

1. Pedoman observasi

Pedoman observasi digunakan agar observasi yang dilakukan tidak menyimpang dari tujuan penelitian.

2. Alat Perekam

Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat observasi, agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa harus berhenti un-tuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek.

3. Soal Tes

Soal tes diberikan pada akhir pokok bahasan yang digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa dengan metode pembelajaran Socrates kontekstual.

F. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap dalam penelitian ini adalah : 1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap-tahap persiapan penelitian ini adalah :

a. Mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam pembelajaran matematika di kelas X SMA Negeri 17 Bandar Lampung.

b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) penelitian. RPP ini dibuat sesuai dengan metode yang akan digunakan selama penelitian yaitu RPP dengan metode Socrates dengan pendekatan kontekstual.

(35)

2. Tahap pelaksanaan penelitiaan

Tahap-tahap pelaksanaan penelitiaan ini adalah :

a. Melakukan pembelajaran di kelas dengan menerapkan metode Socrates de-ngan pendekatan kontekstual. Secara umum, urutan pembelajaran yang dila-kukan adalah sebagai berikut :

1. Kegiatan pendahuluan kegiatan yang dilakukan adalah menjelaskan tujuan pembelajaran, memotivasi siswa tentang materi yang akan pelajari, dan menanyakan kepada siswa tentang materi yang akan di-pelajari serta mengulang secara sepintas tentang materi sebelumnya. 2. Pada tahap inti, dilakukan pembelajaran Socrates dengan pendekatan

(36)

berperan sebagai fasilitator untuk melihat apakah siswanya mampu berpikir kritis.

3. Pada tahap penutupan dipembelajaran dengan pendekatan Socrates kontekstual, setelah materi pelajaran telah disampaikan dan dibahas. Guru membimbing siswa untuk membuat rangkuman dari hasil-hasil selama proses belajar.

Setelah proses kegiatan belajar mengajar selesai maka dilakukan uji-blok untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa per materi yang dipelajari.

3. Tahap Analisis Data

Melakukan analisis data. Setelah itu, peneliti membuat kesimpulan dan memberikan saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Observasi Partisipatif

Obervasi partisipatif adalah observasi dimana peneliti ikut terlibat dalam proses belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 17 Bandar Lampung. Dalam penelitian ini peneliti berperan menjadi guru, peneliti dapat mengamati bagaimana perilaku siswa selama proses belajar dan membantu siswa dalam proses belajar dan lain-lain.

2. Wawancara

(37)

3. Dokumentasi

Dokumen dalam penelitian ini adalah hasil ujian semester ganjil matematika kelas X SMA Negeri 17 Bandar lampung, tujuan mengambil data dokumen-tasi adalah untuk kelengkapan dari penggunaan metode observasi dan wawancara.

4. Tes

Tes dalam penelitian ini adalah berupa soal uraian yang diberikan kepada siswa setelah satu pokok bahasan selesai dipelajari.

H. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Data Proses Belajar Siswa

Data proses belajar siswa diperoleh selama kegiatan pembelajaran berlangsung melalui observasi. Setiap siswa selama proses pembelajaran diamati keaktifannya dalam proses pembelajaran dengan memberi tanda (√) pada lembar observasi jika sesuai dengan indikator proses belajar yang diamati.

2. Data Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

(38)
[image:38.595.113.403.109.275.2]

Tabel 3.1. Kriteria Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa

No Kemampuan Berpikir

Kritis Siswa Interval Skor Tes 1 Sangat Tinggi 81 sampai dengan 100

2 Tinggi 61 sampai dengan 80

3 Sedang 41 sampai dengan 60

4 Rendah 21 sampai dengan 40

5 Sangat Rendah 0 sampai dengan 20

I. Keabsahan Data

Dalam penelitian ini digunakan keabsahan konstruk (Construct validity). Keab-sahan konstruk adalah keabKeab-sahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian bahwa yang berukur benar-benar merupakan variabel yang ingin di ukur. Keab-sahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data yang tepat. Dalam penelitian ini digunakan proses triangulasi, triangulasi yang digunakan pada pene-litian ini adalah :

1. Triangulasi data

Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip, hasil wa-wancara, hasil observasi atau juga dengan mewawancarai lebih dari satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda.

2. Triangulasi metode

(39)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Metode Socrates dengan pendekatan kontekstual dapat diterapkan pada siswa kelas X3 SMA Negeri 17 Bandar Lampung, karena membuat siswa aktif untuk berani menjawab pertanyaan yang guru sampaikan.

2. Kemampuan berpikir kritis siswa kelas X3 SMA Negeri 17 Bandar Lam-pung dalam materi logika matematika dan dalam materi trigonometri tergolong dalam kategori rendah.

3. Siswa yang aktif selama proses belajar lebih dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya, hal ini terlihat dari hasil ujiblok siswa yang aktif selama pembelajaran Socrates dengan pendekatan kontekstual cenderung mendapatkan nilai yang baik.

(40)

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh serta proses pembelajaran yang telah dilakukan, dapat dibuat saran sebagai berikut:

1. Dalam menerapkan metode pembelajaran ini, hendaknya masalah yang akan ditanyakan adalah masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan siswa, sehingga pengalaman yang dimiliki siswa lebih banyak.

2. Pembelajaran Socrates dengan pendekatan kontekstual dapat dijadikan alternatif dalam pembelajaran matematika karena dapat membantu untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Amri, S. dan Ahmadi, I. K. 2010. Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

Destanto, Aswin. 2011. Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa. Lampung: Universitas Lampung.

Hassoubah, Z.I. (2004). Developing Creative & Critical Thinking Skills. Bandung: Nuansa.

http://wikipedia.org [2 agustus 2012]

Jhonson, B. Elaine. 2010. Contextual Teaching and Learning. Bandung: Penerbit MLC

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual. Reflika Aditama: Bandung.

Kunandar. 2009. Guru Professional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Pers.

Muslich, Masnur. Authentic Assessment: Penilaian Berbasis Kelas dan Kompetensi. Reflika Aditama: Bandung.

Nasution. 2010. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta

Poerwandari, E. Kristi. 2005. Pende-katan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Ma-nusia. Depok: LPSP3 UI.

(42)

tentang Standar Isi. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Gambar

Tabel 2.1. Jenis-jenis pertanyan Socrates serta kaitannya dengan kemam-puan berpikir kritis
Tabel 2.2. Keterkaitan langkah-langkah metode Socrates dengan langkah-langkah berpikir kritis
Tabel 2.3. Langkah-langkah berpikir kritis serta kaitannya dengan kemam-puan berpikir kritis (KBK)
Tabel 3.1. Kriteria Penentuan Tingkat Kemampuan Siswa

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembelajaran gerak tari bedana pada kegiatan ekstrakurikuler siswa di SMA Negeri 15 Bandar Lampung yang dilakukan guru menggunakan metode demonstrasi ada 4

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran kimia kelas XI IPA di SMA N 5 Bandar Lampung terlihat bahwa kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru dan

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menggambarkan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan di SMA Bandar Lampung pada mata pelajaran Matematika, 2) mengembangkan

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menggambarkan proses pembelajaran yang selama ini dilakukan di SMA Bandar Lampung pada mata pelajaran Matematika, 2) mengembangkan

Proses pembelajaran gerak tari bedana pada kegiatan ekstrakurikuler siswa di SMA Negeri 15 Bandar Lampung yang dilakukan guru menggunakan metode demonstrasi ada 4

.Tahap awal proses pembelajaran tari sigeh penguten dalam kegiatan ekstrakurikuler di SMA Perintis 2 Bandar Lampung yaitu siswa diminta untuk memperhatikan ketika guru

Sumber belajar yang digunakan oleh guru bidang studi Bahasa Indonesia di kelas XI SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada pembelajaran menulis cerita pendek adalah buku, media cetak,

membantu guru SMA di Bandar Lampung dalam memperkaya materi pembelajaran bidang biologi terkait teknik analisis DNA sederhana; meningkatkan pemahaman bagi guru-guru SMA mengenai