PENGARUH PEMBENGKOKAN GIGI GARUK TERHADAP
HASIL TANGKAPAN KERANG
MUTH MAINNAH
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Pembengkokan Gigi Garuk Terhadap Hasil Tangkapan Kerang” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun.kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Muth Mainnah
NIM C44100052
ABSTRAK
MUTH MAINNAH. Pengaruh Pembengkokan Gigi Garuk Terhadap Hasil Tangkapan Kerang. Dibimbing oleh GONDO PUSPITO dan RETNO MUNINGGAR.
Garuk merupakan alat pengumpul kerang yang banyak digunakan oleh nelayan Desa Rawameneng. Prinsip kerjanya dengan cara ditarik menyapu dasar perairan. Deretan gigi-giginya yang berada pada bagian depan bawah mulut garuk akan menggaruk dan melontarkan kerang masuk ke dalam kantong jaring. Ketepatan arah lontaran kerang kedalam kantong akan sangat dipengaruhi oleh sudut pembengkokan gigi garuk. Pada penelitian ini dilakukan dua kajian, yaitu penentuan arah lontar menggunakan gigi garuk yang dilakukan di laboratorium dan uji garuk yang dilaksanakan di lapang. Penentuan arah lontar α menggunakan gigi garuk yang dibengkokkan β=0o, β=15o, β=30o, dan β=45o. Hasil uji menunjukkan bahwa gigi garuk β=30o memberikan sudut lontar α = 35,95o, atau lebih tinggi dibandingkan dengan β=0o (α = 9,85o), β=15o (α = 19,65o) dan β=45o (α = 19,65o). Dengan demikian, sudut pembengkokan gigi garuk ditetapkan β=30o karena arah lontarannya lebih mengarah ke kantong garuk. Pengujian garuk di lapang membuktikan bahwa garuk dengan kontruksi gigi β=30o menghasilkan jumlah tangkapan 5.785 kerang yang terdiri atas 4.228 kerang darah dan 321 kerang bulu. Jumlah ini 1,7 kali lebih besar dari β=0o sebanyak 3.360 kerang (1.454 kerang darah dan136 kerang bulu).
Kata kuci : Garuk, gigi garuk, kerang darah, kerang bulu dan arah lontaran.
ABSTRACT
MUTH MAINNAH. The Bent Dredge Theeth Effect to Catching Result of Cockle. Supervised by GONDO PUSPITO and RETNO MUNINGGAR.
Dredge is cockle colector which mostly used by Rawameneng’s fishermen. Its working principle by pulled over to rake off sea floor. The row of theeth that placed in front of below dredge mouth will rake and throw cockles in to the net bag. The accuration of throwing direction will be depended by bent angle of the dredge teeth. This research done by two studies, determination for throwing direction uses dredge theeth that was working in laboratory and dredge test that was working in field. Determination of α throwing direction used dredge theeth which is bent β=0o, β=15o, β=30o, and β=45o. Test result shows that dredge theeth β=30o give throwing angle α = 35,95o, or higher than β=0o (α = 9,85o), β=15o (α = 19,65o) and β=45o (α = 19,65o). By those reasons bent angle sets β=30o because it has much better accuracy in throwing into net bag. Dredge test in the field proved that dredge with β=30o theeth contruction caught 5.785 cockles, they are 4.228 Anadara granosa and 321
Anadara antiquata. This result showed amount that 1,7 times bigger than β=0o, they are 3.360 cockles (1.454 Anadara granosa and 136 Anadara antiquata).
PENGARUH PEMBENGKOKAN GIGI GARUK TERHADAP
HASIL TANGKAPAN KERANG
MUTH MAINNAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
Judul Penelitian : Pengaruh Pembengkokan Gigi Garuk terhadap Hasil Tangkapan Kerang
Nama Mahasiswa : Muth Mainnah NRP : C44100052
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr. Ir. Gondo Puspito, MSc Retno Muninggar, S.Pi, ME Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Dr. Ir. Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai Agustus 2013 berjudul Pengaruh Pembengkokan Gigi Garuk terhadap Hasil Tangkapan Kerang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Gondo Puspito, MSc dan Ibu Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku pembimbing yang telah banyak membantu.. Terima kasih kepada ayah, ibu, seluruh keluarga dan teman-teman yang ikut membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan kontribusi informasi ilmiah bagi pihak yang memerlukannya.
Bogor, Mei 2014
Muth Mainnah
iv
DAFTAR ISI
PRAKATA ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Hipotesis 2
Manfaat 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat 2
Alat dan Bahan 3
Penelitian laboratorium 3
Penelitian lapang 3
Metode Penelitian 5
Pengujin laboratorium 5
Penelitian lapang 6
Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Pengaruh Kontruksi Gigi Garuk terhadap Besar Sudut Lontaran 9 Komposisi Seluruh Hasil Tangkapan Garuk 9 Komposisi Jumlah Tangkapan berdasarkan Kontruksi Gigi Garuk 12 Panjang Optimal Tali Penarik Garuk 14 Garuk sebagai Pembersih Sampah 15
SIMPULAN DAN SARAN 15
Kesimpulan 15
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 19
v
DAFTAR TABEL
1 Spesifikasi alat tangkap garuk 4 2 Pembanding Kolmogorov-Smirnov 7
DAFTAR GAMBAR
1 Kontruksi model gigi garuk dan susunan model gigi garuk 3
2 Alat tangkap garuk 4
3 Rangkaian perlengkapan pelontar 5 4 Posisi garuk di atas dasar perairan 6 5 Sudut lontaran kerang terhadap kontruksi gigi garuk 9 6 Komposisi jumlah tangkapan garuk per jenis kerang 11 7 Jumlah seluruh kerang hasil tangkapan garuk berdasarkan kelompok
tangkapan utama dan sampingan 12 8 Jumlah tangkapan garuk β=0o dan garuk β=30o berdasarkan jenis
tangkapan 13
9 Ilustrasi tampilan garuk tampak samping ketika melontarkan kerang
pada kedalaman 3 m 14
10 Ilustrasi saat pengoperasian garuk di dasar perairan 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta lokasi penelitian 20
2 Alat dan bahan penelitian 21
3 Hasil taapan garuk 22
4 Data uji besar sudut lontaran 23 5 Data jumlah tangkapan berdasarkan jenis kerang 24 6 Hasil perhitungan Uji Two-Sample Kolmogorov-Smirnov 26 7 Hasil perhitungan Paired Sample t-Test 27
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiquata)
merupakan 2 jenis kerang yang sangat digemari oleh masyarakat. Masyarakat sangat menyukai kedua jenis kerang ini karena rasanya gurih dan bergizi. Kandungan protein yang ada dalam daging kerang darah segar berkisar antara 6,79-11,92% (Arnanda et. al. 2005) dan kerang bulu 19,48% (Nurjanah et. al
2005). Keunggulan lain dari kedua kerang ini adalah harganya yang relatif murah. Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara nelayan di Desa Rawameneng bahwa harga kerang darah dan kerang bulu mencapai Rp. 9.000,00 per kilogram.
Ketersediaan kerang darah dan bulu di pasar selalu terjaga, karena penangkapannya tidak mengenal musim dan sumberdayanya tersebar di banyak tempat. Beberapa wilayah yang menjadi penyumbang kerang berasal dari hampir seluruh perairan di Indonesia, antara lain Sumatera Barat, Lampung, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bengkulu, Pulau Jawa, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya dan Maluku. Meskipun demikian, data tersebut belum tercatat di Badan Pusat Statistik Dinas Perikanan dan Kelautan (Prasetiyo 2012).
Seluruh kerang yang dikonsumsi oleh masyarakat diperoleh dari hasil penangkapan di alam. Jenis alat tangkap yang digunakan terdiri atas garuk, ladung, dan tango atau gogo. Dari ketiganya, garuk merupakan jenis alat yang paling banyak digunakan oleh nelayan. Garuk lebih banyak mengumpulkan kerang dalam satu kali pengoperasian.
Garuk yang dipakai nelayan terdiri atas 2 macam, yaitu garuk tetap dan garuk aktif. Perbedaannya terletak pada kontruksi giginya. Garuk tetap memiliki gigi yang tidak bergerak dan hanya berfungsi sebagai penggaruk. Adapun garuk aktif memiliki gigi yang dapat bergerak naik-turun untuk menggaruk dan melontarkan kerang. Dari kedua jenis garuk tersebut, nelayan lebih suka menggunakan garuk aktif, karena jumlah kerang yang diperoleh lebih banyak.
2
Pustaka yang membahas perbaikan konstruksi gigi garuk untuk meningkatkan hasil tangkapan kerang baru dilakukan oleh Puspito dan Prasetiyo (2013). Penelitian lain terhadap garuk umumnya diarahkan pada selektivitas gigi garuk. Murdiyanto (2006) dan Nashimoto et al. (1995) mencoba mengukur selektivitas garuk dengan menyesuaikan jarak antar kisi gigi garuk dengan ukuran cangkang kerang yang layak tangkap. Ketiga pustaka dijadikan sebagai masukan dalam membahas hasil penelitian ini.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah melihat adanya pengaruh pembengkokan gigi garuk sepanjang 4 cm dari ujungnya terhadap peningkatkan jumlah tangkapan kerang darah dan kerang bulu.
Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembengkokan gigi garuk akan meningkatkan jumlah tangkapan kerang.
Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepada nelayan mengenai cara melakukan perbaikan garuk dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan kerang.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
3
Alat dan Bahan
Penelitian laboratorium
Alat utama yang digunakan untuk penelitian berupa model gigi garuk, pelontar dan bak pasir. Ketiganya dibuat dengan menggunakan peralatan pertukangan, seperti gergaji, palu, paku, penyiku dan mesin bor (Lampiran 2). Beberapa alat tambahan lain yang dipakai selama penelitian adalah alat tulis, jangka sorong digital, gunting, penggaris, spidol dan busur derajat.
Tiga model gigi garuk berupa jeruji besi dengan panjang 12 cm dan diameter 0,34 mm yang ditancapkan pada batang kayu berukuran 49×3×2 (p×l×t) (cm). Masing-masing model memiliki konstruksi yang berbeda, yaitu gigi garuk dengan sudut 0o, 15o, 30o dan 45o (Gambar 1). Batang kayu berukuran 64×3×2 (p×l×t) (cm) dijadikan sebagai penahan batang kayu pelontar. Bak pasir – sebagai media pelontaran – berukuran 160×55×20 (p×l×t) (cm). Triplek pemantul – alat pemantul kerang – berukuran 54,2×59,6 (p×l) (cm) -- pasir dengan volume 156×50×6,3 (p×l×t) (cm) (Gambar 3). Uji laboratorium menggunakan masing – masing 2 cangkang kosong kerang darah dan kerang bulu yang telah dikatupkan kembali menggunakan lem power glue.
(a) (b)
Gambar 1 Konstruksi model gigi garuk (a); dan Susunan model gigi garuk (b)
Penelitian lapang
4
Gambar 2 Alat tangkap garuk
Keterangan :
A : tali penarik;
B : bingkai segitiga tempat mengikat tali penarik; C : badan jaring;
D : bantalan kayu tempat menempelnya gigi garuk; dan E : gigi garuk untuk melontarkan kerang.
Tabel 1 Spesifikasi alat tangkap garuk
No. Komponen alat tangkap Spesifikasi
1 Jaring kantong a.Bahan : Polyethylene
b.Mesh size : 1,20 inci
c.Panjang : 2,5 m
d.Lebar : 2,5 m
2 Gigi garuk a.Bahan : Besi baja b.Diameter : 12 cm c.Panjang : 0,15 cm
d.Jumlah : 56
e.Jarak antar gigi : 2 cm 3 Bukaan mulut a.Panjang : 1 m
b.Lebar : 0,15 m
4 Bantalan gigi garuk a.Bahan : Kayu b.Panjang : 1 m c.Lebar : 3 cm
d.Tinggi : 2,5 cm
5 Tali penarik a.Bahan : Polyethylene
b.Panjang : 14 m
c.Diameter : 1 cm
6 Kerangka garuk a.Bahan : Besi b.Panjang : 1, 1 m
c.Diameter : 1 cm
5
Metode Penelitian
Penelitian laboratorium dan lapang menggunakan metode percobaan. Tujuan percobaan laboratorium adalah untuk mendapatkan konstruksi gigi garuk yang dapat melontarkan cangkang ke arah kantong. Adapun percobaan lapang dimaksudkan untuk membuktikan bahwa pembengkokan gigi garuk dapat meningkatkan jumlah tangkapan kerang.
Pengujian laboratorium
Penelitian laboratorium terdiri atas pembuatan model gigi garuk dan uji pelontaran. Prosedur percobaannya mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Penyiapan sampel. Sampel yang digunakan terdiri atas 10 cangkang kosong kerang darah dan 10 cangkang kosong kerang bulu. Setiap cangkang kosong terdiri atas 2 keping cangkang yang dikatupkan kembali dengan menggunakan lem power glue;
2. Pembuatan konstruksi model gigi garuk. Gigi garuk berupa batang besi sepanjang 12 cm dengan diameter 0,34 mm yang dibengkokkan 0o, 15o, 30o dan 45o diukur 4 cm dari salah satu ujungnya. Selanjutnya, sebanyak 8 model gigi garuk ditancapkan pada batang kayu. Jarak antar model gigi garuk disusun sejauh 2 cm. Pada Gambar 1a diilustrasikan model gigi garuk sebelum dan setelah dibengkokkan;
3. Pembuatan perlengkapan pelontar dan bak pasir. Alat pelontar terbuat dari papan kayu berukuran 48,6×2,5×1,5 (p×l×t) (cm) yang berisi pasir dengan volume 156×50×6,3 (p×l×t) (cm). Pada pertengahan sisi balok kayu ditambahkan papan kecil sebagai tempat untuk menempelkan model gigi garuk yang akan digunakan. Pada sisi depan bak ditaruh papan triplek untuk menahan kerang yang terlontar. Rangkaian alat pelontar dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 3 Rangkaian perlengkapan pelontar
4. Percobaan pelontaran kerang dilakukan denganlangkah – langkah sebagai berikut:
1. Cangkang kerang diletakkan di depan model gigi garuk;
6
3. Bekas benturan cangkang pada papan triplek diberi tanda dan sudut lontaran yang terbentuk diukur menggunakan busur derajat; dan
4. Uji yang sama dilakukan pada semua model ujung gigi garuk, baik yang lurus maupun yang dibengkokkan, sebanyak 20 ulangan.
Penelitian lapang
Penelitian lapang merupakan kelanjutan dari pengujian laboratorium. Pada penelitian lapang ini dilakukan uji konstruksi modifikasi gigi garuk terhadap hasil tangkapan. Garuk yang akan dibandingkan, yaitu garuk dengan konstruksi gigi yang dibengkokkan dan garuk standar yang biasa digunakan nelayan. Sudut pembengkokan gigi garuk disesuaikan dengan hasil penelitian laboratorium. Tahapannya mengikuti langkah-langkahberikut:
1. Persiapan awal sebelum melakukan operasi penangkapan berupa pengecekan bahan bakar untuk perahu motor yang akan digunakan. Dua garuk yang akan dioperasikan dinaikkan ke atas perahu. Garuk dengan gigi yang dibengkokkan diposisikan pada bagian depan perahu, sedangkan garuk standar milik nelayan di bagian belakang. Perahu dijalankan dengan posisi miring agar dasar perairan yang tergaruk dapat diasumsikan berada di daerah penangkapan yang benar-benar sama;
2. Pencarian daerah penangkapan kerang yang berlokasi tidak jauh dari pantai; 3. Penurunan garuk yang dimulai dengan menurunkan bingkai mulut jaring lebih
dahulu diikuti dengan bagian badan jaring. Penurunan kedua garuk dilakukan secara bersamaan masing-masing oleh 1 nelayan. Posisi kedua garuk di atas dasar perairan ditunjukkan pada Gambar 4;
4. Penarikan garuk dilakukan selama 5 menit dengan kecepatan rata – rata 3 knot;
Gambar 4 Posisi garuk di atas dasar perairan
7
Analisis Data
Semua perhitungan statistik parametrik harus memiliki asumsi normalitas sebaran. Teori probabilitas selalu menggunakan distribusi normal sebagai model dari distribusi kontinyu dalam sebuah data. Penerapan distribusi normal ini diterapkan dalam berbagai masalah, sehingga untuk mengetahui data populasi kerang harus dilakukan uji normalitas. Teori sebaran normal yang akan digunakan adalah uji normalitas Kolmogorov-Smirnov.
Uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan data dasar berupa data yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Luasan kurva normal dapat dihitung melalui nilai Z sebagai probabilitas kumulatif normal, sehingga data terlebih dahulu perlu ditransformasikan dalam nilai Z. Probabilitas normal yang diperoleh tersebut dicari nilai bedanya dengan probabilitas komulatif empiris. Beda terbesar dibanding dengan tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov. Tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai berikut (Cahyono 2006).
Tabel 2 Pembanding Kolmogorov-Smirnov
Keterangan :
Xi : Data jumlah tangkapan;
Z : Transformasi dari angka ke notasi pada distribusi normal;
Fr : Probabilitas komulatif normal;
FT : Kumulatif proporsi luasan kurva normal berdasarkan notasi Zi, dihitung dari luasan kurva mulai dari ujung kiri kurva sampai dengan titik Z; dan
FS : Probabilitas komulatif empiris yang dapat dicari dengan persamaan berikut:
.
Berdasarkan Tabel pembanding Kolmogorov-Smirnov di atas diketahui bahwa nilai Xi merupakan data kerang hasil tangkapan yang akan diubah ke dalam
nilai standar Z berdasarkan rumus pada tabel. Penarikan kesimpulan dilihat dari nilai terbesar hasil hitung | FT– Fs | dibandingkan dengan nilaitabel
8
nilai tabel maka data berdistribusi normal dan sebaliknya, jika | FT– Fs | > nilai
tabel maka data tidak terdistribusi secara normal.
Uji homogenitas menggunakan Uji Harley dengan cara membandingkan variansi terbesar dengan variansi terkecil yang dilambangkan dengan rumus di bawah ini (Irianto 2004). hasil tangkapan garuk dengan beberapa jenis kerang berbeda telah terbukti populasinya menyebar normal dan bersifat homogen. Syarat penggunaan uji t paired adalah:
1. Distribusi data normal; 2. Data bersifat homogen; dan 3. Variansi ragam tidak diketahui.
Uji analisis 2 sampel tergolong uji perbandingan atu dikenal dengan uji komparatif. Tujuannya adalah untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara kedua sampel, yaitu garuk dengan kontruksi gigi dibengkokkan β=0o dan β=30o. Nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan besar pengaruh antara kedua sampel sebelum mendapat perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.
Analisis yang diperlukan pada uji 2 sampel berpasangan (paired sample t-test) terdiri atas dua hipotesis (Riduwan 2011), yaitu:
1. H0: µ1 = µ2 = µ3 = µ4 …….= µn; artinya tidak ada pengaruh pembengkokan
ujung gigi garuk terhadap jumlah tangkapan kerang; dan
2. H1 : µ1≠ µ2≠ µ3≠ µ4 ……. ≠ µn atau sekurang - kurangnya ada satu n dimana μ
≠ 0 (n = 1, 2, 3, ...,20); artinya minimal ada satu perlakuan pembengkokan ujung gigi garuk yang mempengaruhi jumlah tangkapan kerang.
Kesimpulan hasil percobaan dapat diketahui dari nilai Fhit dengan Ftab. Jika Fhit
> Ftab. maka tolak Ho dan jika Fhit. ≤ Ftab. maka terima Ho.
Pengujian statistik uji 2 sampel berpasangan dilakukan dengan menggunakan program statistik. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah pengolahan data. Output yang dihasilkan berupa dua tabel, yaitu paired sample statistics dan paired samples tests. Analisis tabel pertama berisikan tentang rataan variabel, sedangkan pada tabel kedua analisisnya berupa analisis probabilitas yang akan dibandingkan dengan nilai selang kepercayaan (nilai α). Berdasarkan tabel kedua inilah yang nantinya diperoleh kesimpulan tolak atau terima Ho.
Pengambilan keputusan sebagai berikut: a. Jika probabilitas > 0,05, makaHoditerima;
b. Jika probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak; dan
3. Keputusannya, nilai t hitung untuk variabel yang digunakan adalah nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas < 0,05, maka Ho ditolak atau kedua variabel
9
Sudut lengkungan gigi garuk (O)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Kontruksi Gigi Garuk terhadap Besar Sudut Lontaran Pengujian lontaran kerang menunjukkan bahwa sudut kelengkungan gigi garuk yang berbeda menghasilkan besaran sudut lontar yang berbeda. Konstruksi gigi lurus (β=0o) menghasilkan sudut lontar sebesar 9,85o. Adapun konstruksi gigi garuk 15o, 30o dan 45o menghasilkan sudut lontar masing-masing 27,85o, 27,85o dan 19,65o. Ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetyo (2012) yang mendapatkan bahwa modifikasi gigi garuk berpengaruh terhadap perubahan arah dan besar sudut lontaran. Sudut lontar kerang berdasarkan sudut kelengkungan gigi garuk dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Sudut lontaran kerang terhadap kontruksi gigi garuk
Berdasarkan Gambar 5, gigi garuk lurus menghasilkan sudut lontaran yang paling kecil dibandingkan dengan keempat sudut lengkung gigi garuk lainnya. Arah lontarannya selalu ke depan dengan sudut yang kecil. Ini berbeda dengan gigi garuk bersudut lengkung 15o dan 45o. Lontaran kerang oleh kedua gigi garuk ini mengarah ke depan dengan sudut yang besar. Dengan demikian, peningkatan sudut kelengkungan gigi garuk akan meningkatkan sudut lontar kerang.
Garuk yang baik digunakan untuk operasi penangkapan memiliki gigi yang menghasilkan arah lontaran mendekati mulut masuk garuk. Pada penelitian ini, sudut kelengkungan gigi garuk yang menghasilkan sudut lontar terbaik adalah β=30o dengan sudut lontar kerang sebesar 35,95o. Oleh karena itu, konstruksi garuk sebaiknya dibengkokkan sebesar 30o agar lontaran mengarah atas dan dapat tersapu oleh garuk.
Komposisi Seluruh Hasil Tangkapan Garuk
10
utama terdiri atas 2 jenis, yaitu kerang darah (anadara granosa) dan kerang bulu
(Anadara antiquata). Adapun kerang tangkapan sampingan sebanyak 5 jenis, yaitu kerang batik (Paphia textile), kerang gelatik (Anadara pilula), kerang kiser (Meritrix meritrix), kerang simping (Amusium plueronectes) dan kerang gundul
(Anadara cornea). Organisma kerang merupakan jenis makrozoobenthos yang cenderung menetap (Farmalia 2007). Selain itu, kerang membenamkan diri ke dalam pasir atau lumpur selama hidupnya (Kasigwa and Mahika 1991; dan Nurdin
et. al 2006 diacu dalam Puspito 2013). Oleh karena itu, cara kerja garuk yang menggaruk dasar perairan akan menghasilkan hampir seluruh jenis tangkapannya berupa kerang (Ayodhyoa 1989).
Jumlah seluruh kerang tangkapan mencapai 9.145 individu yang terbagi atas 4.549 kerang tangkapan utama dan 4.596 kerang tangkapan sampingan. Komposisi jumlah kerang tangkapan utama berdasarkan jenisnya adalah kerang darah 4.228 individu atau 93% dari seluruh kerang tangkapan utama dan kerang bulu 321 individu (7%). Adapun komposisi jumlah kerang tangkapan sampingan berupa kerang batik sebanyak 1.981 individu atau 43% dari seluruh kerang tangkapan sampingan, kerang gelatik 656 individu (14%), kerang kiser 623 individu (7%), kerang simping 1221 individu (27%), dan kerang gundul 115 individu (2%). Perbandingan hasil tangkapan garuk per jenis kerang dijelaskan pada Gambar 9.
Jumlah kerang hasil tangkapan utama dan kerang hasil tangkapan sampingan tidak terlalu berbeda. Selisihnya sebanyak 50 individu. Hal tersebut berkaitan dengan habitat kerang itu sendiri. Garuk dioperasikan di perairan estuaria yang dikelilingi oleh sungai-sungai. Kedalaman perairannya berkisar antara 3-4 m. Daerah pengoperasian garuk seperti ini, menurut Ismail (1972), merupakan habitat kerang yang umumnya berada pada perairan estuaria dengan kedalaman 0-4 m yang ditandai dengan banyaknya muara sungai di sekitarnya.
Jumlah kerang hasil tangkapan utama garuk didominasi oleh kerang darah. Selisihnya mencapai 3.907 individu. Penyebabnya adalah Perairan Rawameneng termasuk kedalam perairan payau dengan struktur tanah berlumpur dan ditumbuhi oleh banyak tanaman bakau. Jenis perairan seperti ini, menurut Broom (1985), merupakan habitat kerang darah. Pathansali (1966) menambahkan A. granosa juga ditemukan pada perairan dengan substrat dasar lumpur berpasir, tetapi jumlah dan ukurannya tidak sebaik di perairan payau dengan substrat dasar perairan berupa lumpur halus. Berbeda halnya dengan kerang bulu yang menyukai dasar perairan dengan komposisi pasir lebih banyak (Ginting 1999). Selain itu, pengambilan data yang dilakukan pada awal bulan Juli merupakan puncak kelimpahan kerang darah di Perairan Rawameneng. Ini diperkuat oleh pendapat Wahyuni (2010) yang menyebutkan bahwa musim penangkapan kerang darah dilakukan pada akhir musim barat yaitu dari bulan Maret-September. Sementara puncak pemijahan kerang bulu berlangsung antara bulan Agustus-September (Hidayat 2011). Hal ini yang menjadi penyebab kenapa jumlah tangkapan kerang bulu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kerang darah.
11 menghasilkan nilai mean sebesar 0,958 dengan nilai probabilitas yaitu 0,000. Hasil kedua uji analisis menunjukkan bahwa nilai probabilitas lebih kecil dari α=0,05 (Pvalue< α) maka, tolak Ho atau kedua varian benar-benar berbeda. Garuk bersudut 30o menangkap kerang hampir 1,7 kali lebih banyak dari garuk milik nelayan.
Gambar 6 Komposisi jumlah tangkapan garuk per jenis kerang
Hasil tangkapan sampingan garuk berjumlah 4.596 individu yang didominasi oleh kerang batik dengan persentase mencapai 43%. Posisi kedua ditempati oleh kerang simping 27%, berikutnya kerang gelatik 14%, kerang kiser 7%, dan kerang gundul 2%. Perbandingan jumlah tangkapan dari kedua kelompok tangkapan utama dan tangkapan sampingan dapat dilihat pada Gambar 7. Perbedaan jumlah tangkapan berdasarkan jenis kerang dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah musim penangkapan, daerah penangkapan, dan kelimpahan sumberdaya kerang .
Dua jenis kerang yang tertangkap dalam jumlah banyak masing-masing adalah kerang batik dan simping. Kerang batik hidup di dalam liang dasar perairan sedalam 10 cm dengan substrat berlumpur (Barash & Danin 1992; Naguit et. al. 2002). Gigi garuk yang memiliki panjang 12 cm akan menggaruk dasar perairan hingga kedalaman lebih dari 10 cm. Dengan demikian, peluang kerang batik tertangkap dalam jumlah besar sangat tinggi. Sementara itu, sebagian besar hidup kerang simping juga berada di dasar laut. Organisma ini merupakan hasil tangkapan sampingan dari para nelayan (Swennen 2001). Berdasarkan penelitian dari Ayunita (2010), simping hidup dan tersebar di hampir seluruh perairan laut di dunia sehingga dijuluki sebagai kerang kosmopolitan. Tingkat adaptasinya terhadap lingkungan dan kelimpahannya di suatu perairan cukup tinggi, sehingga peluang simping ikut tergaruk oleh garuk sangat besar.
12
menangkap kerang dalam jumlah banyak, karena subrat tersebut bukan merupakan habitat kerang gelatik. Jumlah tangkapan kerang kiser tidak jauh berbeda dengan kerang gelatik. Tingkat adaptasi jenis kerang ini rendah terhadap lingkungan hidupnya. Salinitas yang terlalu tinggi dan perairan yang terlalu dalam membuatnya tidak mampu bertahan hidup (Panda dan Misra 2007). Panda dan Misra (2007) menambahkan bahwa habitat yang baik untuk kerang ini sama dengan jenis kerang lainnya, yaitu daerah bersubstrat lumpur dengan kedalaman perairan 1,5 m. Garuk dioperasikan pada kedalaman 3-4 m. Oleh karenanya, jumlah tangkapan jenis kerang ini tidak terlalu banyak. Adapun penyebab kerang gundul tertangkap dalam jumlah sedikit dikarenakan organisma ini memiliki sebaran spasial yang sempit. Berdasarkan penelitian Ginting (1999), penyebab kerang gundul tertangkap dalam jumlah sedikit adalah jenis kerang ini hidup pada jenis substrat lempung liat yang berbeda dengan jenis kerang lainnya.
Gambar 7 Jumlah seluruh kerang tangkapan garuk berdasarkan kelompok tangkapan utama dan sampingan
Komposisi Jumlah Tangkapan berdasarkan Konstruksi Gigi Garuk Hasil tangkapan garuk terdiri atas hasil tangkapan utama dan sampingan. Keduanya memiliki jenis organisma yang sama, yaitu kerang-kerangan. Jenis tangkapan utama terdiri atas kerang darah dan kerang bulu, sedangkan tangkapan sampingannya berupa kerang simping, batik, gelatik, kiser dan gundul. Ini sesuai dengan pernyataan Ayodhyoa (1989) yang menjelaskan bahwa garuk adalah alat pengumpul kerang dengan hasil tangkapan yang semuanya adalah jenis kerang-kerangan. Subani dan Barus (1989) juga menambahkan bahwa pada umumnya hasil tangkapan garuk (rake) adalah kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiquata). Hasil tangkapan ini pada prinsipnya akan tertahan dalam kantong jaring yang meloloskan air, pasir dan lumpur (Subani 1972).
13
sebesar 0,001, dimana α=0,05 sehingga diketahui bahwa Ho ditolak (Pvalue < α).
Hal tersebut membuktikan bahwa terdapat pengaruh jumlah hasil tangkapan terhadap pembengkokan ujung gigi garuk. Garuk dengan konstruksi gigi yang dibengkokkan β=30o menghasilkan jumlah tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan garuk milik nelayan β=0o.
KTU=1.590
Gambar 8 Jumlah tangkapan garuk β=0o dan garuk β=30o berdasarkan jenis tangkapan
Perbedaan jumlah tangkapan dikarenakan garuk dengan kontruksi gigi lurus β=0o memiliki sudut lontar yang terlalu kecil sehingga arah lontaran kerang tidak tepat masuk ke dalam mulut garuk. Berdasarkan uji laboratorium, sudut lontaran gigi garuk β=0o diperoleh sebesar 9,85o, sedangkan β=30osebesar 35,95o dan (β=0o<β=30o). Ini sesuai dengan hasil penelitian Prasetyo (2012) yang menjelaskan bahwa besarnya sudut pembengkokan gigi garuk memiliki pengaruh terhadap besar sudut lontaran kerang. Dampaknya, garuk yang memiliki sudut lontar kecil (β=0o) melontarkan kerang dengan arah lurus ke depan, sehingga kemungkinan kerang masuk ke dalam kantong sangat kecil. Adapun garuk yang memiliki sudut lontar besar (β=30o) lebih mampu melontarkan kerang tepat ke mulut menuju kantong garuk dengan arah ke atas belakang. Hal ini mengakibatkan garuk dengan sudut lontaran kecil sangat bergantung pada
β=0o;n=3.360
KTS=1.770
KTU=2.959 KTS=2.829
14
kecepatan penarikan perahu saat pengoperasian. Jika kecepatan perahu rendah, maka peluang tertangkapnya kerang sangat kecil (Puspito dan Prasetyo 2013). Hal yang berbeda terjadi pada garuk dengan sudut lontaran yang lebih besar. Kecepatan perahu tidak mempengaruhi kerang masuk ke dalam kantong garuk.
Kelebihan lain garuk dengan konstruksi gigi β=30o adalah pada kedalaman penggarukan. Konstruksi gigi yang melengkung menyebabkan gigi garuk tidak terlalu menghujam ke dasar perairan. Ini berdampak pada tenaga tarik perahu yang diperlukan tidak sebesar jika menarik garuk dengan konstruksi gigi β=0o. Selain itu, peluang kerang yang tergaruk dan selanjutnya terlontar oleh garuk dengan kontruksi gigi β=30o lebih besar dibandingkan dengan konstruksi gigi β=0o. Ilustrasi tampilan tampak samping garuk ketika dioperasikan pada kedalaman 3 m dapat dilihat pada Gambar 9.
a. Garuk β=30o b.Garuk β=0o
Gambar 9 Ilustrasi tampilan garuk tampak samping ketika melontarkan kerang pada kedalaman 3 m
Panjang Optimal Tali Penarik Garuk
Posisi kemiringan garuk saat ditarik di dasar perairan akan membentuk sudut antara ukuran panjang gigi dan poros pengungkit pada mulut garuk. Sudut tersebut merupakan sudut lontaran maksimal untuk memasukkan kerang ke kantong garuk.
15
Gambar 10 Ilustrasi saat pengoperasian garuk di dasar perairan
Berdasarkan ilustrasi Gambar 10, sudut lontaran maksimal yang dapat ditoleransi agar kerang terlontar masuk ke kantong garuk. Ini berkaitan dengan kedalaman dan panjang tali penariknya. Menurut Suwignyo (1998), jenis kerang
Anadara sp. seperti kerang darah dan kerang bulu umumnya berada pada kedalaman 10-30 m. Oleh karena itu, panjang tali penarik yang digunakan harus disesuaikan dengan kedalaman perairannya. Ini dimaksudkan agar kerang terlontar menuju ke kantong jaring. Semakin dalam perairan maka panjang tali penarik yang digunakan akan semakin panjang. Panjang tali penarik berdasarkan perubahan kedalaman dapat dihitung menggunakan rumus berikut.
SinӨ= ; penarik yang digunakan akan semakin panjang. Berdasarkan rumus tersebut didapatkan panjang tali penarik garuk. Jika garuk dioperasikan pada kedalaman 10 m, maka panjang minimal tali penarik adalah t=14,5 m. Sementara jika kedalaman perairan 30 m maka garuk ditarik dengan panjang tali minimal t=45,8 m. Panjang tali ini diukur dari permukaan hingga ke dasar perairan dimana tali berikatan dengan garuk. Maka dari itu, panjang tali yang dibutuhkan untuk menangkap kerang darah dan kerang bulu harus disesuaikan dengan perolehan nilai t tersebut.
Garuk sebagai Pembersih Sampah
Hasil pengamatan lapang membuktikan bahwa kelemahan utama garuk aktif terdapat pada bentuk giginya yang lurus. Pada setiap operasi, gigi garuk menusuk ke dasar perairan. Sampah-sampah yang ikut tertancap akan terkumpul di sepanjang gigi garuk. Ini mengakibatkan efektifitas penangkapan garuk menjadi sangat berkurang, karena tenaga yang diperlukan untuk menarik garuk menjadi sangat besar dan kerang yang terkumpul menjadi sangat sedikit. Sementara gigi
16
garuk dengan sudut pembengkokan β=30o tidak menancap terlalu dalam. Sampah dan kerang yang tergaruk akan langsung dilontarkan masuk ke dalam kantong. Hal ini sesuai dengan penjelasan Puspito dan Prasetyo (2013) yang menyatakan bahwa garuk dengan kontruksi gigi dibengkokkan dapat menahan sampah hanya sampai pada batang gigi yang melengkung. Kemudian, sampah-sampah tersebut akan ikut terlontar masuk ke dalam jaring bersamaan dengan kerang yang tergaruk. Dengan demikian, garuk dengan konstruksi gigi β=30o dapat juga difungsikan sebagai pembersih sampah di perairan pantai yang umumnya dipenuhi oleh polusi sampah.
SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Garuk dengan kontruksi gigi yang dibengkokkan β=30o menghasilkan jumlah tangkapan kerang 1,7 kali lebih besar dari garuk β=0o. Jumlah ini sebanyak 5.785 individu untuk garuk β=30o dan 3.360 individu untuk garuk β=0o. Masing-masing garuk menghasilkan jumlah tangkapan yang terdiri dari kerang darah dan kerang bulu.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini berupa:
1. Pengoperasian garuk perlu diulang di perairan lain untuk mendapatkan hasil yang lebih memuaskan; dan
2. Penelitian lanjutan mengenai pengaruh kecepatan penarikan terhadap hasil tangkapan garuk perlu dilakukan untuk mendapatkan kecepatan perahu yang optimal dalam menarik garuk.
DAFTAR PUSTAKA
Arnanda et al. 2005. Fluktuasi kandungan proksimat kerang bulu (Anadara inflate reeve) di Perairan Pantia Semarang. Semarang (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro.
Ayodhyoa HAU. 1989. Metode Penangkapan Ikan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Ayunita, D. 2010. Analisis bioekonomi untuk pengelolaan sumberdaya kerang simping (Amusium plueronectes) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. [Tesis]. Semarang (ID): Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Barash A, Z Dannin. 1973. The Indo-Pacific species of mollusc in the
Mediterranean and notes on a collection from the Suez canal. Israel Journ. Zool., 21 (3-4): 301- 374.
17
Cahyono T. 2006. Uji normalitas. Jurusan Kesehatan Lingkungan Purwakerto. Semarang (ID): Politeknik Kesehatan.
Farmalia EO. 2007. Dampak penggunaan alat tangkap garuk (bottom dredge) terhadap struktur morfologi makrozoobenthos di kawasan pesisir Tanggerang. [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajmen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ginting DPR. 1999. Struktur demografi Anadara spp. dan hubungannya dengan
kualitas habitat di perairan pesisir Desa Rawameneng, Kecamatan Blanakan, Subang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Hidayati N. 1994. Eksploitasi kerang (Anadara sp.) yang didaratkan di Tempat Pelelangan Ikan Unit Kerang Desa Rawameneng, Kecamatan Belanakan, Kabupaten Subang, Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Irianto A. 2004. Statistik: Konsep Dasar dan Aplikasinya. 309 hal. Jakarta (ID): Fajar Interpratama offset.
Ismail. 1972. Kultur dari beberapa jenis Shelfish sebagai bahan makanan dan kemungkinan-kemungkinannya. Jakarta (ID): Lembaga Penelitian Perikanan Laut. 84p.
Kamiya T, Miyukigaoka, Shi T, Ibaraki. 2002. Biological functions and health benefits of amino acids. Journal of Foods Ingredients. 6(2):206-235.
Kasigwa PF, CG Mahika. 1991. “The diet of the edible cockle Anadara antiquata
L. (Bivalvia: Arcidae) in Dar es Salaam, Tanzania, during the Northeast
Monsoons”. Hydrobiologia. 209: 7-12.
Murdiyanto, B. 2006. Selektivitas Garuk terhadap Kerang. Bogor (ID): Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap 10-11 Agustus 2006.. 186-196.
Naguit MRA, J Aquino, F Tabiliran and LJ Raymundo. 2002. Lead and zinc concentrations in the Venus clam, Paphia textile (Gmelin) in soft-bottom communities of Katipunan and Roxas, Zamboanga del Norte: An indicator of heavy metal contamination. Silliman Journal. 45 (2):96-110p.
Nashimoto, K., Suzuki, K., Takagi, T., Motomatsu, K., Hiraishi, T., 1995. Selectivity of traps for whelks Neptunea arthritica. Nipp. Sui. Gakk. 61, 525–530.
Nurdin J, N Marusin, Izmiarti, A Asmara, R Deswandi, J Marzuki. 2006.
“Kepadatan populasi dan pertumbuhan kerang darah Anadara antiquate L.
(Bivalvia: Arcidae) di Teluk Sungai Pisang, Kota Padang, Sumatra Barat”. Makara Sains. 10(2):96-101p.
Nurjanah, Zulhamsyah, Kustiyariyah.2005. Kandungan mineral dan proksimat kerang darah (Anadara granosa) yang diambil dari Kabupaten Boalem, Gorontalo. Buletin Teknologi Hasil Perairan. Vol VIII, Nomor 2.
[OBIS] Indo-Pacific Molluscan Database. 2006. Anadara (Cunearca) pilula
(Reeve, 1843). [Internet]. 2013 Desember 31.
Oemardjati BS, WardhanaW. 1990. Taksonomi Avertebrata. Jakarta (ID): Penerbit Universitas Indonesia.
18
Pathansali D. 1966. Blood cockle. Notes on the biology of the cockle, Anadara granosa L. Proc. Indo-Pacific Fish. Counc. 11:84-98. [Internet]. [diunduh 2011Februari 2]. Tersedia pada: http://en.wikipedia.org/wiki/Blood_cockle. Prasetiyo ANP. 2012. Selektivitas kisi alat pemisah (separator grid) pada alat
tangkap garuk terhadap hasil tangkapan. [Skripsi]. Bogor (ID): Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Puspito, Prasetyo. 2013. Kontruksi garuk untuk kelestarian sumberdaya kerang.
Jurnal Bumi Lestari. Jakarta (ID): Vol. 13 No.1, hlm 58-68.
Riduwan MBA. 2011. Dasar-dasar statistika. 273 hal. Bandung (ID): Alfabeta.
Riniatsih I, Widianingsih. 2007. Kelimpahan dan pola sebaran kerang – kerangan (bivalve) di ekosistem padang lamun, perairan Jepara. Semarang (ID): Universitas Diponeoro. Vol. 12(1) : 53-58.
Subani W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid I. Lembaga Penelitian Perikanan Laut.
Suwignyo S. 1998. Moluska dalam avertebrata air. Bahan kuliah Averebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 166 hal. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.
Suwignyo S, Widigdo B, Wardiatno Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata air. Jilid 1. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.
Swennen CRD. 2001. The molluscs of the southern gulf of Thailand. Thai Studies in Biodiversity. Bangkok, Thailand (TH): No. 4, 1-210p.
20
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
21
Lampiran 2 Alat dan bahan pada penelitian laboratorium
Alat pertukangan Bak pasir
Cangkang kosong kerang Model gigi garuk
Lampiran 3 Bahan dan alat pada penelitian Lapang
22
Lampiran 4 Hasil tangkapan garuk
Anadara granosa Paphia textile Meritrix meritrix
Anadara antiquata Amusium plueronectes Anadara pilula
23
Lampiran 5 Data uji laboratorium besar sudut lontaran kerang
Ulangan Sudut Lengkungan (
o )
0 45 30 15
1 10 22 36 28
2 10 22 35 28
3 9 22 37 28
4 9 21 35 29
5 8 21 36 29
6 11 19 36 26
7 10 22 36 28
8 11 19 37 29
9 11 21 35 29
10 7 20 35 27
11 10 18 35 28
12 11 19 36 28
13 12 19 37 29
14 12 18 38 27
15 12 18 38 27
16 8 19 35 27
17 10 17 35 27
18 9 17 35 28
19 9 21 36 28
20 8 18 36 27
24
Lampiran 6 Jumlah seluruh hasil tangkapan garuk β=30o berdasarkan jenis kerang
25
Lampiran 7 Jumlah seluruh hasil tangkapan garuk β=0o berdasarkan jenis kerang
18
Lampiran 10 Paired Sample t Test untuk kerang bulu
Paired Samples Statistics
Mean N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1 0o 2,4585 40 1,59514 ,25221
30o 1,5000 40 ,50637 ,08006
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean
Std.
Deviation Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Garuk 0o - garuk 30o
,95849 1,56428 ,24733 ,45820 1,45877 3,875 39 ,000
19
Lampiran 11 Paired Sample t Test untuk kerang darah
Paired Samples Statistics
Mean N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1 0o 9,7797 40 3,29047 ,52027
30o 1,5000 40 ,50637 ,08006
Lampiran 12 Paired Samples Correlations seluruh hasil tangkapan
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Garuk 30o - garuk 0o
280 ,190 ,001
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed) Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Garuk 0o - garuk 30o
8,27975 3,04911 ,48211 7,30460 9,25490 17,174 39 ,000