• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lintasan dan Model Spasial Deforestasi di Kalimantan Periode 2000-2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lintasan dan Model Spasial Deforestasi di Kalimantan Periode 2000-2013"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

LINTASAN DAN MODEL SPASIAL DEFORESTASI DI

KALIMANTAN PERIODE 2000-2013

JUDIN PURWANTO

E 151120191

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Lintasan dan Model Spasial Deforestasi di Kalimantan Periode 2000-2013 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2015

(4)

RINGKASAN

JUDIN PURWANTO. Lintasan dan Model Spasial Deforestasi di Kalimantan Periode 2000-2013. Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO dan LILIK BUDI PRASETYO.

Sektor kehutanan merupakan penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia. Selain itu hutan juga mempunyai sifat menyerap karbon pada saat tumbuhan melakukan fotosintesis. Kondisi inilah yang menyebabkan sektor kehutanan dapat berperan besar pada upaya mengurangi pemanasan global. Emisi sektor kehutanan sebagian besar berasal dari kejadian deforestasi untuk berbagai keperluan. Pengelolaan hutan berkelanjutan sebagai salah satu mekanisme penting untuk memastikan keseimbangan pemanfaatan sumber daya hutan untuk manusia dan lingkungan hidup. Kalimantan merupakan wilayah Indonesia yang mempunyai hutan yang luas dan kejadian deforestasi yang tinggi. Lintasan dan model spasial deforestasi diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih rinci tentang fenomena deforestasi di Kalimantan sehingga dapat disusun perencanaan pengelolaan hutan berkelanjutan.

Penelitian ini dilakukan menggunakan data penutupan lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2000-2013 dan divalidasi dengan citra SPOT 5/6 tahun 2013. Data tersebut kemudian dianalisis lintasan dan model spasial deforestasi. Model spasial deforestasi disusun menggunakan regresi logistik dengan data tahun 2000-2006 kemudian diimplementasikan pada data 2006-2013. Variabel yang diduga berpengaruh terhadap model adalah kelerengan, ketinggian tempat, lahan gambut, jarak dengan batas hutan, jarak dengan perkebunan, jarak dari jalan, jarak dari sungai, jumlah keluarga tani, jumlah penduduk dan pendapatan regional domestik bruto (PDRB).

Analisis lintasan deforestasi di Kalimantan pada periode 2000-2013 menunjukkan bahwa areal yang terdeforestasi belum optimal dimanfaatkan karena sebagian besar masih berupa belukar sampai akhir periode. Hasil analisis regresi logistik untuk model spasial deforestasi di Kalimantan adalah Pi = 1.1480714 - (0.033262*Kelerengan) - (0.002242*Ketinggian) - (0.000413*Jarak dari Batas Hutan) + (0.000045*PDRB). Hasil uji validasi model deforestasi 2000-2006 mempunyai nilai overall accuracy adalah 79.64% dan model deforestasi 2006-2013 mempunyai nilai overall accuracy 77.01%.

(5)

SUMMARY

JUDIN PURWANTO. Trajectory and Spatial Model of Deforestation in Kalimantan from 2000 to 2013. Supervised by TEDDY RUSOLONO and LILIK BUDI PRASETYO.

Carbon emissions in Indonesia was contributed by the forestry sector. Yet, forest absorbs carbon emissions by photosynthesis processes and stores it in the forest biomass. This conditions causes the forestry sector could played a main role in the efforts to reduce global warming. Emission in forestry sector is mainly caused by deforestation for various purposes. Sustainable forest management approaches as important mechanisms to ensure balance in the use of forest resources for humans and the environment. Kalimantan island has large forest cover and has high rate deforestation. The trajectory and spatial model of deforestation was expected to provide more detailed information about the phenomenon of deforestation in Kalimantan that could be organized on sustainable forest management planning.

This study used time-series land cover data from Ministry of Forestry in 2000–2013 and validated with SPOT 5/6 images in 2013. land cover data was used to analyzed the trajectory and spatial model of deforestation. The spatial model of deforestation were developed using logistic regression with data in 2000–2006 and then implemented in 2006–2013. The variables that used to predicted influence on the models were slope, altitude, peatlands, distance from forest edge, distance from plantations edge, distance from road, distance from river, farmer households, human population and Gross Regional Domestic Product (GDRP).

Trajectory analysis of deforestation in Kalimantan in the period 2000-2013 suggests that a deforested has not been optimally exploited because most of land cover were still in the form of shrubs until the end of the period. The results of logistic regression analysis that obtained spatial model of deforestation in Kalimantan Pi = 1.1480714 - (0.033262*slope) - (0.002242*elevation) - (0.000413*distance from forest edge) + (0.000045*GDRP). The result of validation test of deforestation model in 2000–2006 has a value of overall accuracy about 79.64% and model of deforestation in 2006–2013 has value of overall accuracy about 77.01%.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

LINTASAN DAN MODEL SPASIAL DEFORESTASI DI

KALIMANTAN PERIODE 2000-2013

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Lintasan dan Model Spasial Deforestasi di Kalimantan Periode 2000-2013

Nama : Judin Purwanto NIM : E151120191

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS Ketua

Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

Dr. Tatang Tiryana, S.Hut, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 29 Juli 2015

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah deforestasi, dengan judul Lintasan dan Model Spasial Deforestasi di Kalimantan Periode 2000-2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Perencanaan Hutan dan Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Fakultas Kehutanan IPB

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Teddy Rusolono, MS dan Bapak Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc selaku pembimbing yang telah banyak memberi kritik dan saran. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu selama perolehan data, konsep, pustaka dan lain-lain untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, anak serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Kebaharuan Penelitian 4

2 METODE 4

Tempat dan Waktu 4

Bahan 4

Alat 4

Prosedur Penelitian 4

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Kondisi Umum Lokasi Penelitian 11

Kondisi Data Penutupan Lahan Kalimantan 11

Lintasan Deforestasi Kalimantan 12

Model Spasial Deforestasi 14

4 SIMPULAN DAN SARAN 20

Simpulan 20

Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

LAMPIRAN 24

(12)

DAFTAR TABEL

1. Luas hutan dan deforestasi Indonesia 3

2. Matriks kesalahan (confusion matrix) 6

3. Reklasifikasi kelas penutupan lahan 6

4. Contoh pola lintasan deforestasi (Boori dan Vozenilek 2014) 7

5. Teknik ekstraksi data peubah yang diduga berpengaruh pada deforestasi 8

6. Perhitungan akurasi penutupan lahan Kalimantan tahun 2013 12

7. Lintasan deforestasi 2000-2013 Kalimantan (lebih dari 100 ribu hektar) 14

8. Hasil uji multikolinieritas antar variabel bebas 15

9. Ambang batas terbaik pada peta peluang deforestasi. 19

10. Hasil validasi model deforestasi Kalimantan 20

DAFTAR GAMBAR

1. Tahap pengolahan data. Penutupan Lahan (PL), Hutan Alam (H), Non

Hutan Alam (nH) 5

2. Lokasi validasi penutupan lahan 12

3. Penutupan lahan setelah terdeforestasi 2000-2006 (a) dan 2006-2013 (b) 13

4. Distribusi sampel regresi logistik 15

5. Peta kelerengan dan deforestasi Kalimantan 16

6. Peta ketinggian tempat dan deforestasi Kalimantan 17

7. Peta kedekatan dengan batas hutan tahun 2000 dan deforestasi

Kalimantan 18

8. Peta model deforestasi 2000-2006(a) dan Peta model deforestasi

2006-2013(b) 19

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lintasan deforestasi 2000-2013 Kalimantan 24

2. Penentuan jumlah sampel regresi logistik 29

3. Keluaran regresi logistik 30

(13)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor kehutanan merupakan penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia (Boer et al. 2010). Selain itu hutan juga mempunyai sifat menyerap karbon pada saat tumbuhan melakukan aktifitasnya. Kondisi inilah yang menyebabkan sektor kehutanan dapat berperan besar pada upaya mengurangi pemanasan global. Emisi sektor kehutanan sebagian besar berasal dari kejadian deforestasi untuk berbagai keperluan. Menurut Houghton (2012) deforestasi dan degradasi hutan didorong oleh perluasan lahan pertanian, perkebunan, kebakaran, pemanenan kayu.

Luas hutan Indonesia pada tahun 2013 sekitar 96.490 juta hektar dari total luas daratan Indonesia sekitar 187.918 juta hektar (IPSDH 2014) dengan kejadian deforestasi Indonesia pada periode 2012-2013 sebesar 0.728 juta ha/tahun dan reforestasi sebesar 0.226 juta ha/tahun (IPSDH 2014b). Data lain menyebutkan bahwa rata-rata deforestasi pada periode 2000-2012 adalah 0.84 juta ha/tahun dan reforestasi sekitar 0.476 juta ha/tahun (Margono 2014)

Kondisi tersebut mendorong adanya pendekatan pengelolaan hutan berkelanjutan sebagai salah satu mekanisme penting untuk memastikan keseimbangan pemanfaatan sumber daya hutan untuk manusia dan lingkungan hidup. Perencanaan pengelolaan hutan yang berkelanjutan tersebut akan baik jika berdasarkan data yang baik dan akurat yang didukung ahli untuk menganalisa data tersebut. Perkembangan penginderaan jauh di bidang kehutanan merupakan salah satu komponen penting dari sistem pengelolaan hutan berkelanjutan (Franklin 2001). Ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pemetaan digital dan penginderaan jauh yang didukung teknologi informasi saat ini memungkinkan menghasilkan data yang baik dan analisa yang cepat, akurat dan murah.

Citra satelit saat ini sudah tersedia dan dapat diakses dengan mudah dan murah. Hal ini memudahkan berbagai pihak mengembangkan berbagai macam metode pemantauan hutan yang cepat, mudah, murah dan multi waktu. Data publikasi statistik hutan yang saat ini sudah cukup membantu dalam berbagai perencanaan dan pengambilan keputusan. Namun demikian detail analisa data penutupan lahan tersebut belum banyak dilakukan. Kondisi stabilitas penutupan lahan dapat diketahui jika dilakukan monitoring pada satu tempat dalam waktu yang lama. Lintasan perubahan lahan terutama deforestasi sangat menarik ditelusuri yang kemungkinan dapat memberikan informasi yang berbeda dari persepsi umum saat ini (Lambin et al. 2003).

Lintasan perubahan penutupan lahan dapat menjelaskan dinamika kondisi setiap tipe pada satu lokasi sesuai periode pengamatan (Boori dan Vozenilek 2014). Kondisi ini dapat digunakan sebagai alat penilaian pada pengelolaan lingkungan berbasis lahan (Mena 2008). Brondinzo dan Moran (2012) mendefinisikan lintasan deforestasi sebagai akumulasi deforestasi relatif terhadap daerah tertentu (unit analisis) yang didistribusikan ke setiap periode pengamatan.

(14)

2

dalam memahami pola dan penyebabnya. Mena (2008) menyatakan bahwa dengan mengeksplorasi komposisi utama lintasan perubahan lahan dapat menunjukkan bagaimana pola dan peluang perubahan lahan dapat digunakan untuk mengkarakterisasi lintasan penggunaan dan penutupan lahan. Brondinzo dan Moran (2012) menyatakan bahwa pemahaman lintasan deforestasi dan penyebabnya harus dibedakan dalam skala analisis serta harus hati-hati memberikan penjelasan secara umum dan solusi jika tanpa melihat skalanya.

Selain lintasan deforestasi, sangat perlu juga diketahui faktor-faktor penyebab deforestasi untuk melakukan perencanaan ke depan. Model spasial dapat digunakan sebagai alat mengetahui faktor yang berpengaruh signifikan terhadap deforestasi. Mas et al. (2004) menyebutkan bahwa model deforestasi mempunyai potensi manfaat sebagai berikut: untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana faktor pendorong deforestasi, untuk menghasilkan skenario laju deforestasi masa depan, untuk memprediksi lokasi deforestasi dan untuk mendukung penentuan kebijakan. Model spasial deforestasi diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih rinci tentang faktor yang deforestasi di Kalimantan sehingga dapat disusun perencanaan yang optimal terhadap fungsi lingkungan dan sosial ekonomi. Pendekatan regresi logistik telah banyak dibuktikan dapat digunakan untuk menganalisis deforestasi (Arkehi 2013).

Park (2013) membandingkan pembuatan model kerawanan dengan cara frequency ratio (FR), analytic hierarchy process (AHP), logistic regression (LR), dan artificial neural network (ANN). Keempat cara tersebut menghasilkan akurasi yang tidak jauh berbeda dan regresi logistik dianggap paling optimal. Regresi logistik dapat digunakan untuk membuat model kerawanan karena dapat mengolah data yang besar, tidak membutuhkan survey kuesioner, tidak membutuhkan waktu lama dan mudah dipahami. Burn et al. (2015) membuat model deforestasi pada hutan lindung di Indonesia dengan metode auto-logistik dan model von Thunen. Hasil dari validasi kedua metode tersebut memberikan nilai akurasi yang tidak jauh berbeda. Model von Thunen digunakan jika data spasial sedikit atau hanya tersedia pada satu titik waktu. Model auto-logistik dapat digunakan untuk melakukan prediksi yang lebih akurat.

Linkie et al. (2004) membuat model spasial deforestasi di dataran rendah Sumatera periode 1985, 1992 dan 1999 dengan regresi logistik. Hasilnya adalah bahwa faktor yang berpengaruh adalah kelerengan, jarak dari jalan logging dan jarak dari jalan. Prasetyo et al. (2009) membuat model deforestasi periode 2000, 2005 dan 2008 menggunakan regresi logistik di Jawa, faktor yang berpengaruh adalah kepadatan penduduk, kepadatan jalan dan prosentase penduduk yang memiliki sumber pendapatan dari sektor pertanian.

Perumusan Masalah

(15)

3

beberapa hal antara lain ketinggian tempat dan permintaan lahan untuk pertanian/perkebunan, kondisi ini bahkan juga terjadi di hutan lindung (Scriven et al. 2015). Burn et al. (2015) menyatakan bahwa ekomomi yang kuat akan akan memberikan tekanan yang kuat terhadap keberadaan hutan di Kalimantan. Kebun sawit di Kalimantan 90% dikonversi dari hutan selama kurun waktu 1990-2010 (Carlson et al. 2012). Secara umum deforestasi dipengaruhi oleh faktor biofisik dan sosial ekonomi. Faktor biofisik antara lain ketinggian tempat dan kelerengan (Kumar et al. 2014; Prasetyo et al. 2009). Faktor sosial ekonomi antara lain kependudukan dan pendapatan penduduk (Romijn et al. 2013). Nawir (2008) menyatakan bakwa faktor pendorong deforestasi dan degradasi lahan antara lain adalah kebakaran hutan, pengelolaan areal konsesi hutan tidak lestari, desentralisasi pemerintahan, konversi hutan untuk penggunaan lain misalnya perkebunan kelapa sawit, penebangan liar dan perambahan hutan.

[Hutan tahun 2013]IPSDH:2014; b[Deforestasi Netto periode 2012-2013]IPSDH:2014b; c[dalam Ribu Hektar]

Lintasan dan model spasial deforestasi diharapkan mampu memberikan informasi yang lebih rinci tentang fenomena deforestasi sehingga dapat disusun perencanaan pengelolaan hutan berkelanjutan.

1) Menyusun dan menganalisa lintasan deforestasi di Kalimantan untuk mengetahui pola perubahan setelah kejadian deforestasi.

2) Membangun model spasial deforestasi di Kalimantan untuk menentukan faktor yang berperan pada deforestasi.

Manfaat Penelitian

(16)

4

berpengaruh sebagai tambahan informasi dalam melakukan perencanaan pengelolaan hutan berkelanjutan.

Kebaharuan Penelitian

Pada penelitian ini diharapkan memperoleh kebaharuan berupa informasi lintasan dan model spasial deforestasi di Kalimantan tahun 2000-2013.

2

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Pulau Kalimantan. Setelah pengumpulan data selesai kemudian dilakukan pengolahan dan analisis data di Laboratorium Perencanaan Hutan dan Laboratorium Analisis Lingkungan dan Laboratorium Pemodelan Spasial Fakultas Kehutanan IPB mulai bulan Februari 2015 sampai dengan bulan Mei 2015.

Bahan

Bahan‐bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi:

1) Peta Dasar Tematik Kehutanan (PDTK) Kementerian Kehutanan (KemenHut)tahun 2006

2) Peta penutupan lahan KemenHut tahun 2000, 2003, 2006, 2009, 2011, 2012 dan 2013,

3) Peta Lahan Gambut Kementerian Pertanian tahun 2011 4) Citra satelit SPOT 5/6 tahun 2013

5) Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) resolusi 30m

6) Peta dan Data Potensi Desa (PODES) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2003 dan 2008

7) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) BPS tahun 2003 dan 2008

Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi: 1) ArcGIS

2) Microsoft Excel 3) SPSS

Prosedur Penelitian

(17)

5

dan kodifikasi yang disesuaikan dengan alat atau perangkat lunak yang digunakan. Sistem proyeksi yang digunakan adalah sistem proyeksi mercator (IPSDH 2012) karena Pulau Kalimantan terletak di katulistiwa. Data spasial dikonversi menjadi format raster dengan resolusi spasial 30m. Ukuran piksel yang digunakan berdasar pada resolusi terkecil sumber data yang digunakan yaitu data penutupan lahan (sumber citra landsat 7/8 dengan ukuran piksel 30m).

PL 2000 PL 2003 PL 2006 PL 2009 PL 2011 PL 2012 PL 2013

H-nH 2000 H-nH 2006 H-nH 2013

(18)

6

Adapun rumus overall accuracy (OA) adalah sebagai berikut (Foody 2002):

OA= ∑ri=1NXii

dimana: Xii= nilai diagonal dari matrik kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i, N =

banyaknya titik pengamatan, r = jumlah tipe penggunaan lahan.

Reklasifikasi Penutupan Lahan

Untuk memudahkan analisis lintasan dan model deforestasi, peta penutupan lahan KemenHut perlu dilakukan pengelompokan atau reklasifikasi.

(19)

7

penutupan lahan. Penutupan lahan yang digunakan adalah hasil reklasifikasi tahap I (Tabel 3).

Tabel 4 Contoh pola lintasan deforestasi (Boori dan Vozenilek 2014)

Pola Lintasan b Periode

Perkebunan; B: Rumput/ Semak Belukar; T: Tanah Terbuka; Pt: Pertanian]; b[Ln: pola lintasan ke n]

Identifikasi Peubah yang diduga berpengaruh terhadap Deforestasi

Kelerengan (X1). Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin tinggi tingkat kelerengan maka peluang terjadinya deforestasi semakin kecil. Beberapa penelitian seperti Kumar et a.l (2014); Prasetyo et al. (2009) menyatakan bahwa kelerengan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

Ketinggian Tempat (X2). Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin tinggi ketinggian tempat maka peluang terjadinya deforestasi semakin kecil. Beberapa penelitian seperti Arkehi dan Jafarzadeh (2012); Prasetyo et al. (2009) menyatakan bahwa ketinggian tempat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

Lahan Gambut (X3). Menurut Uryu et al. (2008) pada penelitian di Riau menunjukkan bahwa deforestasi yang menurun pada hutan lahan kering karena stok lahan terbatas maka meningkatkan deforestasi pada lahan rawa gambut.

Jarak dengan Batas Hutan (X4). Faktor ini diduga berpengaruh terhadap deforestasi dengan asumsi semakin dekat dengan batas hutan maka peluang terjadinya deforestasi semakin tinggi. Arkehi (2013) bahwa kedekatan dengan batas hutan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

Kedekatan dengan Perkebunan (X5). Faktor ini diduga berpengaruh

terhadap deforestasi dengan asumsi semakin dekat dengan perkebunan maka peluang terjadinya deforestasi semakin tinggi. Romijn et al. (2013) menyatakan bahwa pertanian komersial (perkebunan) merupakan faktor pendorong deforestasi terbesar pada hutan rawa.

Jarak dari Jalan (X6). Penelitian Kumar et al. (2014); Arkehi dan Jafarzadeh (2012); Wyman dan Stein (2010) menyebutkan bahwa jarak dari jalan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

Jarak dari Sungai (X7). Faktor ini diduga berpengaruh dengan asumsi semakin jauh dengan sungai maka peluang terjadinya deforestasi semakin kecil. Penelitian Wyman dan Stein (2010) menyebutkan bahwa jarak dari sungai merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

(20)

8

Jumlah petani (X9). Jumlah Petani diduga berpengaruh terhadap deforestasi. Sunderlin dan resosudarmo (1996) sistem usaha tani terutama di luar pulau jawa berpengaruh terhadap deforestasi. Sistem usaha tani tersebut adalah perladangan berpindah, perkebunan rakyat dan transmigrasi.

PDRB (X10). PDRB diduga berpengaruh terhadap deforestasi dengan asumsi

semakin tinggi PDRB maka peluang terjadinya deforestasi semakin tinggi. Romijn et al. (2013), Huang (2007) dan Ewers (2006) menyatakan bahwa PDRB merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi.

Tabel 5 Teknik ekstraksi data peubah yang diduga berpengaruh pada deforestasi

No Variabel Satuan Skala Data Sumber Teknik Estraksi Data

1. Kelerengan (X1) % Rasio SRTM Analisis spasial (Raster

[digunakan untuk penyusunan model 2000-2006]; b[ digunakan untuk implementasi model 2006-2013]

Membangun Model Spasial Deforestasi

Model spasial deforestasi disusun dari data penutupan lahan tahun 2000 dan 2006. Deforestasi diidentifikasi dengan cara menganalisa perubahan hutan alam menjadi bukan hutan alam (Tabel 3).

Penentuan Sampel. Sampel dalam penelitian ini diperlukan untuk

(21)

9

n= N 1+Nα2

dimana: n = jumlah sampel minimal, N = ukuran populasi, α = taraf nyata.

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling. Strata merupakan bagian (subset) dari populasi yang secara umum dapat dibedakan karakteristiknya. Sampel diambil pada setiap kategori lahan deforestasi dan tidak deforestasi (hutan) dengan mempertimbangkan distribusinya di daerah penelitian.

Regresi Logistik. Regresi logistik adalah regresi di mana variabel responnya adalah dummy, yaitu 1 dan 0 (Menard 2002). Regresi logistik digunakan untuk menyusun model spasial deforestasi dengan variabel prediktor yang telah teridentifikasi akan berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi. Sebelum dilakukan pendugaan parameter perlu dilakukan uji asumsi. Uji asumsi klasik yang sering dipergunakan dalam regresi linear berganda adalah uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikolinearitas. Dari keempat uji tersebut, uji normalitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi berkaitan dengan nilai variabel responnya. Dengan demikian, ketiga uji tersebut tidak perlu dilakukan. Akan tetapi uji multikolinearitas masih tetap dilakukan, karena hanya melibatkan variabel bebasnya. Maksud dari multikolinearitas adalah adanya hubungan linear satu variabel bebasi dengan variabel bebas yang lain (Menard 2002).

Variance Inflation Factor (VIF) adalah salah satu cara dalam mendeteksi adanya multikolinearitas (O’berin 2007). VIF dinyatakan dengan rumus :

(VIF)n= 1 1-Rn2

dimana : (VIF)n = VIF dari variabel bebas Xn, Rn2 = Koefisien determinasi dari variabel bebas Xn. Menurut Menard (2002) nilai VIF lebih 10 mengindikasikan adanya masalah multikolinieritas yang serius. Nilai ambang batas VIF yang sering

digunakan dalam penelitian adalah 10 (O’berin 2007). Jika variabel bebas tersebut terindikasi adanya multikolinieritas maka perlu dieliminasi.

Jika sudah tidak ada masalah kolinieritas pada variabel kemudian dilanjutkan pada analisis regresi logistik. Rumus regresi logistik (Menard 2002) adalah:

Logit Pi = ∝+β1X1+β2X2……….+βnXn

Logit (Pi) adalah logaritma normal (ln) dari Odd, yaitu rasio antara Pi dengan 1-Pi.

Logit Pi = ln 1-PiPi

ln 1-PPii= ∝+β1X1+β2X2……….+βnXn

Pi

(22)

10

Pi= exp1+exp(∝+β( 1X1+β2X2……….+βnXn)

∝+β1X1+β2X2………… …….+βnXn)

dimana: Pi = peluang perubahan lahan, Xn = variabel prediktor ke-n, βn = koefisien dari variabel Xn, ∝ : konstanta regresi, exp = eksponensial.

Kalibrasi Model. Model regresi logistik yang telah diperoleh kemudian di uji kelayakannya dengan melihat dari nilai -2 Log Likelihood serta uji Hosmer and Lemeshow menggunakan aplikasi SPSS. Model dikatakan layak jika terdapat penurunan nilai -2 Log Likelihood dan nilai uji Hosmer and Lemeshow mempunyai nilai siknifikansi lebih dari 0.05 (Hosmer dan lemeshow 2000). Uji diskriminasi dilakukan untuk memperoleh informasi seberapa kuat model tersebut dapat membedakan peluang terjadinya deforestasi. Uji diskriminasi dilakukan dengan menghitung nilai ROC (Reciever Operating Characteristic) (Dahlan 2012).

(23)

11

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kalimantan adalah bagian wilayah Indonesia di Pulau Borneo. Kalimantan meliputi 73% daratan Borneo, terletak diantara 40 24’ LU - 40 10’ LS dan antara 1080 30’ BT - 1190 00’ BT. Kalimantan dibagi menjadi lima provinsi, yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Tabel 6). Luas daratan Kalimantan sekitar 53 juta hektar atau 28% luas daratan Indonesia. Pada bagian utara berbatasan langsung dengan Negara Malaysia sepanjang kurang lebih 3000 km.

Tabel 6 Luas Provinsi di Kalimantan

Provinsi Luasa Prosentase

Kalimantan Barat 14,336.30 27.07%

Kalimantan Tengah 14,945.25 28.22%

Kalimantan Selatan 3,770.67 7.12%

Kalimantan Timur 12,561.04 23.72%

Kalimantan Utara 7,344.64 13.87%

Total 52,957.90 100.00%

a

[dalam Ribu Hektar] BPS:2015

Kondisi Data Penutupan Lahan Kalimantan

(24)

12

Gambar 2 Lokasi validasi penutupan lahan Tabel 7 Perhitungan akurasi penutupan lahan Kalimantan tahun 2013

Penutupan Lahan 2013

SPOT 5/6 2013

Jumlah UAc

Ha nHb

Ha 133 5 138 96.38%

nHb 7 162 169 95.86%

Jumlah 140 167 307

PAd 95.00% 97.01%

Overall Accuracy 96.09%

a

[hutan alam]; b[bukan hutan alam]; c[useraccuracy]; d[producer accuracy]

Validasi peta penutupan lahan Kementerian Kehutanan yang sudah dilakukan pada hampir semua tahun pengamatan dari 2000-2013 menghasilkan akurasi yang cukup baik. Hal ini dapat diasumsikan bahwa semua data penutupan lahan yang dihasilkan Kementerian Kehutanan mempunyai akurasi yang cukup baik.

Lintasan Deforestasi Kalimantan

Lintasan perubahan lahan didefinisikan sebagai hubungan tren antara faktor-faktor dari waktu ke waktu (Boori dan Vozenilek 2014). Faktor-faktor-faktor ini membentuk perubahan sifat hubungan manusia, lingkungan dan efeknya dalam suatu wilayah tertentu. Lintasan perubahan penutupan lahan dapat menjelaskan dinamika kondisi setiap tipe pada tingkatan piksel sesuai periode pengamatan. Kondisi ini dapat digunakan sebagai alat penilaian pada pengelolaan lingkungan berbasis lahan (Mena 2008). Brondinzo dan Moran (2012) mendefinisikan lintasan deforestasi sebagai akumulasi deforestasi relatif terhadap daerah tertentu (unit analisis) yang didistribusikan ke setiap periode pengamatan.

(25)

13

menjadi 54% dan 50% pada tahun 2013. Penurunan luas hutan atau deforestasi di Kalimantan disebabkan oleh berbagai hal antara lain permintaan lahan untuk pertanian/perkebunan (Scriven et al. 2015).

Berdasarkan hasil analisis, hutan yang terdeforestasi tersebut berubah menjadi berbagai tipe penutupan lahan (Gambar 3). Pada periode tahun 2000-2006 luas deforestasi sebesar 1.6 juta hektar sebagian besar berubah menjadi belukar (64%). Luas deforestasi periode 2006-2013 sebesar 2.3 juta hektar, 46% berubah menjadi belukar. Hasil analisis perubahan penutupan lahan dan lintasannya pada periode 1990, 2000 dan 2005 di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa mayoritas tutupan hutan berubah menjadi semak belukar, pada periode 1990-2000 sebesar 52% dan pada periode 2000-2005 sebesar 23% (Ekadinata et al. 2011)

(a) (b)

Gambar 3 Penutupan lahan setelah terdeforestasi 2000-2006 (a) dan 2006-2013 (b) Pola lintasan deforestasi yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 8. Analisis pola lintasan menghasilkan sebanyak 307 pola (Lampiran 1). Jika pola lintasan tersebut diurutkan berdasarkan luasannya dan disajikan berdasar luasan lebih dari 100 ribu hektar maka terdapat 11 (sebelas) pola lintasan deforestasi dan sebagian besar kondisi penutupan lahan akhir adalah belukar. Sebelas pola lintasan deforestasi tersebut porsinya sebesar 69% dari total luas deforestasi periode 2000-2013.

Pada periode 2003-2006 terdapat areal hutan berubah menjadi belukar sebesar 526 ribu hektar dan tetap menjadi belukar sampai dengan tahun 2013. Sedangkan pemanfaatan konversi hutan menjadi perkebunan hanya sekitar 13%. Secara umum pemanfaatan konversi hutan menjadi pertanian dapat diketahui pada periode pengamatan 3 tahunan dan pemanfaatan konversi hutan menjadi perkebunan dapat diketahui pada periode pengamatan 3 tahunan dan sekitar 6 tahunan jika alur jalan belum terlihat nyata pada saat penafsiran citra landsat(Lampiran 1).

(26)

14

belukar masih berpeluang untuk menjadi hutan kembali baik secara alami maupun campur tangan manusia.

Tabel 8 Lintasan deforestasi 2000-2013 Kalimantan (lebih dari 100 ribu hektar)

No. Lintasan Deforestasi

a

Jumlahb Prosentase

2000 2003 2006 2009 2011 2012 2013

1 (H ) (H ) (B ) (B ) (B ) (B ) (B ) 526,742.51 13.52% 2 (H ) (H ) (H ) (B ) (B ) (B ) (B ) 516,505.67 13.26% 3 (H ) (B ) (B ) (B ) (B ) (B ) (B ) 381,478.81 9.79% 4 (H ) (H ) (H ) (Pk ) (Pk ) (Pk ) (Pk ) 232,957.73 5.98% 5 (H ) (H ) (H ) (H ) (B ) (B ) (B ) 230,544.88 5.92% 6 (H ) (H ) (H ) (H ) (H ) (H ) (B ) 186,225.69 4.78% 7 (H ) (H ) (H ) (H ) (H ) (H ) (T ) 150,419.67 3.86% 8 (H ) (H ) (Pk ) (Pk ) (Pk ) (Pk ) (Pk ) 131,030.82 3.36% 9 (H ) (H ) (H ) (H ) (H ) (B ) (B ) 118,675.35 3.05% 10 (H ) (H ) (H ) (T ) (T ) (T ) (T ) 107,138.52 2.75% 11 (H ) (H ) (H ) (H ) (T ) (T ) (T ) 100,318.34 2.58% Jumlah lintasan deforestasi >100 ribu hektar 2,682,037.99 68.85% Jumlah lintasan deforestasi <100 ribu hektar 1,213,224.99 31.15%

TOTAL 3,895,262.98 100.00%

a

[dalam satuan tahun; H: Hutan Alam; B: Belukar; Pk: Perkebunan; T: Tanah Terbuka]; b[dalam satuan hektar]

Model Spasial Deforestasi

Analisis Regresi Logistik Biner

(27)

15

Gambar 4 Distribusi sampel regresi logistik

Hasil uji VIF menunjukkan bahwa antar variabel tidak mengalami multikolinieritas karena nilai toleransi yang dihasilkan >0.1 dan nilai VIF <10 (Tabel 9).

Tabel 9 Hasil uji multikolinieritas antar variabel penduga

No Variabel Penduga Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 Kelerengan (X1) 0.539 1.856

2 Ketinggian Tempat (X2) 0.297 3.367

3 Lahan Gambut (X3) 0.876 1.142

4 Jarak dari Batas Hutan (X4) 0.577 1.733

5 Jarak dari Perkebunan (X5) 0.392 2.552

6 Jarak dari Jalan (X6) 0.545 1.834

7 Jarak dari Sungai (X7) 0.931 1.074

8 Jumlah Penduduk (X8) 0.275 3.641

9 Jumlah Petani (X9) 0.262 3.820

10 PDRB (X10) 0.909 1.100

Variabel terikat: ada atau tidak ada deforestasi

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik (Lampiran 3), maka diperoleh persamaan model deforestasi sebagai berikut:

Pi= 1+exp.Zexp.Z

(28)

16

Jika dilihat dari hasil lintasan deforestasi bahwa hutan mayoritas akan berubah menjadi belukar dan perkebunan. Perubahan ini mempunyai kecenderungan dimulai dari daerah yang mudah yaitu pada dataran rendah, datar dan dekat hutan. Pengambilan sumberdaya hutan ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi, hal ini dapat dilihat dari keterkaitan deforestasi dengan PDRB yang berpengaruh positif.

Kelerengan. Berdasarkan pada model deforestasi yang dihasilkan,

kelerengan memberikan pengaruh negatif pada kejadian deforestasi. Artinya bahwa semakin curam maka kejadian deforestasi akan semakin sedikit. Distribusi kelerengan di Kalimantan adalah 0% sampai dengan 570%, sedang deforestasi terjadi di kelerengan 0-392% (Gambar 5). Kumar et a.l (2014); Prasetyo et al. (2009) menyatakan bahwa kelerengan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi, semakin curam lereng maka kejadian deforestasi semakin sedikit.

Gambar 5 Peta kelerengan dan deforestasi Kalimantan

(29)

17

Gambar 6 Peta ketinggian tempat dan deforestasi Kalimantan

Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Berdasarkan pada model deforestasi yang dihasilkan, PDRB memberikan pengaruh positif pada kejadian deforestasi. Artinya bahwa semakin tinggi PDRB maka kejadian deforestasi akan semakin banyak. PDRB kabupaten/kota tertinggi di Kalimantan pada tahun 2003 adalah di Kota Bontang sebesar 27 triliyun rupiah dan yang terendah adalah Kabupaten Lamandau seberar 403 miliar rupiah. Deforestasi pada periode 2000-2006 terluas terjadi di Kabupaten Ketapang seluas 147 ribu hektar dan terendah terjadi di Kabupaten Balangan seluas 153 hektar (Lampiran 4). Ketapang termasuk kabupaten yang mempunyai PDRB yang tinggi dan Balangan merupakan kabupaten yang mempunyai PDRB yang tergolong rendah. Romijn et al. (2013) dan Ewers (2006) menyatakan bahwa PDRB merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya deforestasi, semakin tinggi PDRB suatu daerah maka semakin tinggi peluang deforestasi.

(30)

18

Gambar 7 Peta kedekatan dengan batas hutan tahun 2000 dan deforestasi Kalimantan

Uji Kelayakan Model

Hasil uji kelayakan model (Lampiran 3) dengan menggunakan uji Hosmer-Lemeshow menunjukkan bahwa model dinyatakan cocok (fit) karena memiliki signifikansi secara statistik 0.424 (>0.05). Nilai Nagelkerke R2 menggambarkan bahwa 46.6% keragaman dapat dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor di luar model. Nilai Nagelkerke R2 yang terbentuk merupakan nilai pendekatan saja karena pada regresi logistik koefisien determinasi tidak dapat dihitung seperti regresi linier. Uji diskriminasi dilakukan dengan menghitung nilai ROC (Reciever Operating Characteristic). Nilai ROC yang diperoleh dari model ini adalah 84.4%. Nilai ini termasuk kategori kuat (80-90%) (Dahlan 2012).

Nilai Nagelkerke R2 yang rendah disebabkan oleh keterbatasan data yang tersedia yang kurang sesuai baik skala maupun serialnya, misalnya data jalan multi-waktu belum tersedia, data PODES yang tersedia empat tahunan, data pusat desa yang belum tersedia dan PDRB sebelum 2002 yang tidak tersedia. Pada beberapa penelitian model deforestasi sebelumnya aksesibilitas (jalan atau sungai) merupakan faktor yang berpengaruh namun karena beberapa keterbatasan data aksesibilitas di Kalimantan maka pada penelitian ini tidak muncul sebagai faktor yang berpengaruh.

Implementasi Model

(31)

19

9). Pada umumnya ambang batas yang digunakan adalah 0.5 namun untuk memperoleh nilai akurasi terbaik maka perlu disesuaikan (Soureshjani dan Kimiagari 2013). Fielding dan Bell (1997) menggunakan nilai ambang batas 0.62, Soureshjani dan Kimiagari (2013) menggunakan nilai ambang batas 0.3 dan Susilo (2008) menggunakan nilai ambang batas 0.955.

Tabel 10 Ambang batas terbaik pada peta peluang deforestasi.

Ambang Batas Overall Accuracy Kappa Accuracy

0.50 0.56228 0.08895

0.60 0.61706 0.10409

0.70 0.68627 0.12492

0.80 0.78445 0.14732

0.81a) 0.79641 0.14789

0.82 0.80855 0.14752

0.83 0.82061 0.14587

0.85 0.84286 0.13766

90.00 0.88297 0.09595

a)

[ambang batas terpilih]

(a) (b)

Gambar 8 Peta model deforestasi 2000-2006(a) dan Peta model deforestasi 2006-2013(b)

Validasi Model

(32)

20

Tabel 11 Hasil validasi model deforestasi Kalimantan Model Deforestasi

2006-2013

Deforestasi Aktual 2006-2013 a)

Jumlahb) Producer accuracy Tidak Deforestasi Deforestasi

Tidak Deforestasi 21,260,397 879,965 22,140,362 96.03%

Deforestasi 5,889,633 1,420,052 7,309,686 19.43%

Jumlah 27,150,031 2,300,017 29,450,048

user accuracy 78.31% 61.74%

overall accuracy 77.01%

a,b)

[dalam hektar]

Hasil ini dapat dianggap memuaskan, karena cukup sulit untuk mendapat model dengan akurasi diatas 85% (Huang 2006). Hal ini karena kompleksitas kejadian perubahan lahan. Model spasial lain yang juga menggunakan regresi logistik dengan tempat dan variabel berbeda menghasilkan overall accuracy 65.51%, user accuracy tidak berubah 65.55% dan user accuracy berubah 61.10% (Park et al. 2013). Huang (2006) menghasilkan nilai user accuracy tidak berubah 71% dan user accuracy berubah 73%. Prasetyo et al. (2009) menghasilkan nilai overall accuracy 88.70% serta producer accuracy dan user accuracy untuk area tidak terdeforestasi 95.76% dan 92.44%. Sementara itu, nilai producer accuracy dan user accuracy untuk area terdeforestasi 2.97% dan 13.64%.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Analisis lintasan deforestasi di Kalimantan pada periode 2000-2013 menghasilkan sebanyak 307 pola dan sebagian besar belum dimanfaatkan dengan baik (belukar).

2. Hasil analisis regresi logistik untuk model spasial deforestasi di Kalimantan periode 2000-2013 adalah:

Pi= 1+exp.Zexp.Z

dengan Z = 1.1480714 - (0.033262*Kelerengan/X1) - (0.002242*Ketinggian/X2) - (0.000413*Jarak dari Batas Hutan/X4) + (0.000045*PDRB/X10).

Saran

1. Teknik analisis lintasan deforestasi dapat dikembangkan dengan analisis pola sebarannya sehingga dapat diperoleh informasi fenomena deforestasi yang lebih rinci.

(33)

21

DAFTAR PUSTAKA

Arkehi S. 2013. Modeling spatial pattern of deforestation using GIS and logistic regression: A case study of northern Ilam forests, Ilam province, Iran. Afr J Biotechnol. 10(72): 16236-16249. doi:10.5897/AJB11.1122.

Arkehi S, Jafarzadeh AA. 2012. Deforestation modeling using logistic regression and GIS (Case study: Northern Ilam forests, Ilam Province, Iran). Afr J Agric Res. 7(11): 1727-1741. doi: 10.5897/AJAR11.2041.

Boer R, Sulistyowati L, Zed F, Masripatin N, Kartakusuma DA, Hilman D, Mulyanto HS. 2010. Indonesia Second National Communication Under The United Nations Framework Convention on Climate Change. Jakarta (ID): Ministry of Environment Republic of Indonesia

Boori MS, Vozenilek V. 2014. Remote Sensing and land use/land cover trajectories. J Geophys Remote Sensing. 3(123): 2169-0049. doi: 10.4172/2169-0049.1000123.

Brondizio ES, Moran EF. 2012. Level-dependent deforestation trajectories in the Brazilian Amazon from 1970 to 2001. Popul Environ. 34(1): 69-85. doi: 10.4172/2169-0049.1000123.

Burn C, Cook AR, Lee JSH, Wich SA, Koh LP, Luis R. Carrasco LR. 2015. Analysis of deforestation and protected area effectiveness in Indonesia: A comparison of Bayesian spatial models. Global Environmental Change. 31 : 285-295. doi:10.1016/j.gloenvcha.2015.02.004.

Carlson KM, Curran LM, Asner GP, Pittman AM, Trigg SN, Adeney JM. 2013. Carbon emissions from forest conversion by Kalimantan oil palm plantations. Nature Climate Change. 3(3): 283-287. doi: 10.1038/NCLIMATE1702

Dahlan MS. 2012. Analisis Multivariat Regresi Logistik. Jakarta (ID): Epideminologi Indonesia.

[DirjenPlan] Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. 2014. Potensi Sumber Daya Hutan dari Plot Inventarisasi Hutan Nasional. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Dorais A, Cardille J. 2011. Strategies for incorporating high-resolution google earth databases to guide and validate classifications: Understanding deforestation in Borneo. Remote Sensing, 3(6): 1157-1176. doi: 10.3390/rs3061157.

Ekadinata A, Widayati A, Dewi S, Rahman S, van Noordwijk M. 2011. Indonesia's land-use and land-cover changes and their trajectories (1990, 2000 and 2005). ALLREDDI Brief 01. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.

Ewers RM. 2006. Interaction effects between economic development and forest cover determine deforestation rates. Global Environmental Change. 16(2): 161-169. doi:10.1016/j.gloenvcha.2005.12.001.

Fielding HBF, Bell JF. 1997. A review of methods for the assessment of prediction errors in conservation presence/absence models. Environmental conservation 24.01: 38-49. doi: 10.1017/s0376892997000088.

(34)

22

Franklin SE. 2001. Remote sensing for sustainable forest management. CRC Press. doi: 10.1201/9781420032857.bmatt1.

Hoekman D, Quiñones M, Verhoeven, R, Vissers M, Schut V, Wielaard N. 2009. PALSAR Tropical Forest Cover Mapping, Mosaicing and Validation, Case Study Borneo. In Proceedings of ‘4th Int. Workshop on Science and Applications of SAR Polarimetry and Polarimetric Interferometry–PolInSAR; April, 2009. Pp. 26-30.

Houghton RA. 2012. Carbon emissions and the drivers of deforestation and forest degradation in the tropics. Current Opinion in Environmental Sustainability. 4(6): 597-603. doi: 10.1016/j.cosust.2012.06.006.

Hosmer JDW, Lemeshow S. 2000. Applied logistic regression. Second Edition. Canada: John Wiley & Sons. doi: 10.1002/0471722146.

Huang QH, Cai YL, Peng J. 2007. Modeling the spatial pattern of farmland using GIS and multiple logistic regression: a case study of Maotiao River Basin, Guizhou Province, China. Environmental Modeling & Assessment,12(1), 55-61. doi:0.1007/s10666-006-9052-8.

[IPSDH] Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. 2012. Rekalkulasi Penutupan Lahan 2011. Jakarta (ID): Dirjen Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

[IPSDH] Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. 2014. Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2013. Jakarta (ID): Dirjen Planologi Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan..

[IPSDH] Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan. 2014b. Deforestasi Indonesia Periode 2012 – 2013. Jakarta (ID): Dirjen Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan.

Kumar R, Nandy S, Agarwal R, dan Kushwaha SPS. 2014. Forest cover dynamics analysis and prediction modeling using logistic regression model. Ecological Indicators. 45: 444-455. doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.ecolind.2014.05.003. Lambin EF, Helmut J. Geist, and Erika Lepers. 2003. Dynamics of land-use and

land-cover change in tropical regions. Annual review of environment and resources. 28(1): 205-241. doi: 10.1146/annurev.energy.28.050302.105459. Langner A, Miettinen J, Siegert F. 2007. Land cover change 2002–2005 in Borneo

and the role of fire derived from MODIS imagery. Global Change Biology, 13(11), 2329-2340. doi:10.1111/j.1365-2486.2007.01442.x

Linkie M, Smith RJ, Leader-Williams N. 2004. Mapping and predicting deforestation patterns in the lowlands of Sumatra. Biodiversity & Conservation, 13(10), 1809-1818. doi: 10.1023/B:BIOC.0000035867.90891.ea

Margono BA, Potapov PV, Turubanova S, Stolle F, Hansen MC. 2014. Primary forest cover loss in Indonesia over 2000-2012. Nature Climate Change. doi:10.1038/nclimate2277.

Margono BA, Turubanova S, Zhuravleva I, Potapov P, Tyukavina A, Baccini A, Hansen MC. 2012. Mapping and monitoring deforestation and forest degradation in Sumatra (Indonesia) using Landsat time series data sets from 1990 to 2010. Environmental Research Letters, 7(3), 034010. doi: 10.1088/1748-9326/7/3/034010.

(35)

23

Mena CF. 2008. Trajectories of Land-use and Land-cover in the Northern Ecuadorian Amazon. Photogrammetric Engineering & Remote Sensing. 74(6): 737-751. doi: 10.14358/PERS.74.6.737.

Menard S. 2002. Applied Logistic Regression Analysis: Sage University Series on Quantitative Applications in the Social Sciences. Volume 106. Thousand Oaks (CA): Sage.

Nawir AA, Murniati dan Rumboko L (eds). 2008. Rehabilitasi Hutan di Indonesia: Akan kemanakah arahnya setelah lebih dari tiga dasawarsa. Bogor (ID): Center for International Forestry Research

O’brien RM. 2007. A caution regarding rules of thumb for variance inflation factors. Quality & Quantity. 41(5): 673-690. doi10.1007/s11135-006-9018-6. Park S, Choi C, Kim B, Kim J. 2013. Landslide susceptibility mapping using

frequency ratio, analytic hierarchy process, logistic regression, and artificial neural network methods at the Inje area, Korea. Environmental earth sciences, 68(5), 1443-1464. doi: 10.1007/s12665-012-1842-5

Prasetyo LB, Kartodihardjo H, Adiwibowo S, Setiawan Y, Okarda B. 2009. Spatial model approach on deforestation of Java Island, Indonesia. Journal of Integrated Field Science. 6: 37-44.

Romijn E, Ainembabazi JH, Wijaya A, Herold M, Angelsen A, Verchot L, Murdiyarso D. Exploring different forest definitions and their impact on developing REDD+ reference emission levels: a case study for Indonesia. Environmental Science & Policy. 33: 246-259. doi: 10.1016/j.envsci.2013.06.002

Scriven SA, Hodgson JA, McClean C J, Hill JK. 2015. Protected areas in Borneo may fail to conserve tropical forest biodiversity under climate change. Biological Conservation, 184, 414-423. doi: 10.1016/j.biocon.2015.02.018

Soureshjani MH, Kimiagari, AM. 2013. Calculating the best cut off point using logistic regression and neural network on credit scoring problem-A case study of a commercial bank. Strategies. doi:10.5897/AJBM11.394.

Sunderlin WD, Resosudarmo IAP. 1996. Rates and Causes of Deforestation in Indonesia: Towards a Resolution of the Ambiguities. Bogor [ID]. CIFOR. Occasional Paper 9. ISSN 0854-9818.

Susilo B. 2008. Model SIG-Binary Logistic Reggresion untuk Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta) [tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung

Uryu Y, Mott C, Foead N, Yulianto K, Budiman A, Setiabudi, Takakai F, Nursamsu, Sunarto, Purastuti E, et al. 2008. Deforestation, Forest Degradation, Biodiversity Loss and CO2 Emissions in Riau. Sumatra, Indonesia: One

Indonesian Province’s Forest and Peat Soil Carbon Loss Over a Quarter Century

and its Plans for the Future. Jakarta [ID]. WWF Indonesia. [diunduh 2014 Des 18]. Tersedia pada: http://assets.panda.org/downloads/riau_co2_report__ wwf_id_27feb08_en_lr_.pdf (accessed 17.04.13).

Wyman MS dan Stein TV. 2010. Modeling social and land-use/land-cover change data to assess drivers of smallholder deforestation in Belize. Applied Geography. 30(3): 329-342. doi:10.1016/j.apgeog.2009.10.001

(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)

30

a. A negative Chi-squares value indicates that the Chi-squares value has decreased from the previous step.

Model Summary

Step -2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square

1 760.621a .353 .471

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

(43)

31

a. Variable(s) entered on step 1: Lereng, Tinggi, Gambut, Ha2000ED, Pk2000ED, JalanED, SungaiED, Pddk2003, KKTani03, pdrb2003.

Area Under the ROC Curve

Test Result Variable(s): Predicted probability

Area Std. Errora Asymptotic Sig.b Asymptotic 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

.844 .014 .000 .817 .871

(44)

32

Lampiran 4 PDRB Kabupaten di Kalimantan (milyar rupiah)

Provinsi/Kabupaten Tahun Deforestasi

(45)

33

Provinsi/Kabupaten Tahun Deforestasi

2003 2008 2000-2006 2006-2013

Kalimantan Timur 89,135 105,558 367,731 415,286

Berau 2,456 4,020 91,896 101,910 Kota Balikpapan 11,529 15,147 217 107 Kota Bontang 26,957 24,518 7,255 485 Kota Samarinda 7,891 10,596 18,308 10 Kutai Barat 2,083 2,868 26,368 74,267 Kutai Kartanegara 26,755 27,428 137,522 8,426 Kutai Timur 7,495 14,707 36,009 130,095 Paser 2,462 4,487 41,080 79,852 Penajampaser Utara 1,507 1,787 9,077 20,134

Kalimantan Utara 4,908 6,523 272,542 211,678

Bulungan 906 1,160 76,699 75,906 Kota Tarakan 1,655 2,344 2,232 588 Malinau 449 557 45,773 13,550 Nunukan 992 1,302 106,520 87,746 Tanatidung 906 1,160 41,319 33,887

Jumlah 164,276 182,366 1,505,211 2,273,013

(46)

34

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 2 Matriks kesalahan (confusion matrix)
Tabel 5 Teknik ekstraksi data peubah yang diduga berpengaruh pada deforestasi
Gambar 2  Lokasi validasi penutupan lahan
Gambar 3 Penutupan lahan setelah terdeforestasi 2000-2006 (a) dan 2006-2013 (b)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur (Sugiyono, 20011 : 73) atau interview bebas terpimpin ( Suharsimi Arikunto, 1997 :146), yaitu

da$a men%hasilkan definisi sisem rele#an yan% deail, da$a men%hasilkan definisi sisem rele#an yan% deail, maka $ada Lan%kah 0 da$a mulai den%an.. maka $ada Lan%kah

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan akhlak dalam surat Yusuf ayat 13-25 yaitu: akhlak terhadap diri sendiri meliputi.. nilai Jujur,

Kombinirano zdravljenje z everolimusom in zaviralcem aromataze eksemestanom je ena od možnih oblik zdravljenja bolnic s hormonsko odvisnim razsejanim RD po napredovanju bolezni

Dari hasil penelitian i ni dap a t disimpulkan semua metodc yang dievaluasi memberikan hasil yang handal untuk pengukuran sampel dengan konsentrasi yang sang a t rendah hin g ga

Secara umum partisipasi dalam pengembang- an sistem akan mempengaruhi keberhasilan dalam pengembangan sistem informasi. Partisi- pasi akan menyebabkan semakin tingginya

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status gizi balita berdasarkan pola asuh ibu di Desa Tlilir Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten Temanggung pada bulan

Dengan menghubungkan kaleng ini dengan sebuah komponen yang disebut peltier, kaleng bekas tersebut dapat dijadikan sebuah kotak pendingin minuman yang