• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

i

RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA

UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING DI

KABUPATEN BANYUWANGI

ROSIANA ULFA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(3)

iii RINGKASAN

ROSIANA ULFA. Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi. Dibimbing oleh

PURWIYATNO HARIYADI dan TJAHJA MUHANDRI.

Beras merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia. Karena itu, jasa penggilingan padi merupakan merupakan unit usaha yang dibutuhkan oleh masyarakat petani padi. Kebutuhan ini antara lain menyebabkan tumbuhnya unit penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling), terutama di sentra produksi padi.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, hasil penggilingan gabah dengan menggunakan penggilingan padi besar (PPB) memiliki nilai rendemen beras yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan penggilingan padi kecil (PPK). PPB diketahui menghasilkan beras dengan kualitas bagus dengan jumlah kisaran beras utuh atau beras kepala cukup tinggi (63-67%) dan kisaran beras pecah, beras menir maupun beras kapur sangat rendah (3-5%).

Penggilingan padi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1484 unit, terdiri dari penggilingan padi tipe menetap sebanyak 433 unit dan jumlah penggilingan padi tipe keliling sebanyak 1051 unit. Karena skalanya yang kecil dan sifatnya yang tidak menetap (keliling), maka meningkatnya jumlah PPK-keliling menimbulkan kekhawatiran akan bisa meningkatkan besaran susut selama proses penggilingan, terutama jika dibandingkan dengan besaran susut pada Penggiling padi besar (PPB). Disamping itu, pengamatan awal yang dilakukan menunjukkan adanya beberapa praktek pemilik PPK-keliling yang dianggap berpotensi menurunkan rendemen giling. Faktor lain yang diduga mempengaruhi rendemen giling pada PPK-keliling adalah praktek penggilingan yang bersifat batch/ diskontinyu, yang mana perpindahan dari satu tahap proses ke tahap proses yang lainnya dilakukan dengan secara manual menggunakan tenaga manusia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan membandingkan rendemen giling dan mutu beras pada proses penggilingan padi pada penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling) dan penggiling padi besar (PPB), yang beroperasi di Kabupaten Banyuwangi. Sebanyak masing-masing 12 kg gabah digiling pada 12 unit PPK-keliling di lokasi penelitian dan semua hasil penggilingan dilakukan penimbangan. Selanjutnya dilakukan pemisahan beras kepala, beras patah, beras menir, sekam dan bekatul dan masing-masing dilakukan penimbangan. Hasil rendemen giling dan mutu beras giling yang dihasilkan pada PPK-keliling ini kemudian dibandingkan dengan yang terjadi pada unit penggiling padi besar (PPB).

(4)

iv

%). Secara umum, walaupun antara rendemen giling PPB dan PPK-keliling tidak berbeda nyata, beras yang dihasilkan dari PPK-keliling mempunyai mutu yang lebih rendah daripada mutu beras yang dihasilkan dari PPB.

(5)

v SUMMARY

ROSIANA ULFA. Yield of Milling and Quality of Rice at Selected Mobile Small Scale Rice Milling Unit in Banyuwangi Regency. Supervised by PURWIYATNO HARIYADI and TJAHJA MUHANDRI.

Rice is the st aple food for Indonesians. Consequently, rice milling services are in great demand by the rice farmers. The need of rice milling service has increased the number of mobile rice milling units (PPK-keliling), especially at the rice production area.

Based on several studies that have been done before, the result of milling grain by using a large rice mills (PPB) has a value higher rice yield when compared with the small rice mill (PPK). PPB known has produce good quality rice with the number of whole rice or rice heads quite high (63-67%) and produce broken rice, small broken rice and calcarous rice is very low (3-5%).

In 2013 there were 1484 rice milling unit in Banyuwangi, consisting of 433 permanent rice milling units and mobile rice milling as much as 1051 units. Because of its small scale and not settled (moving arround), the increasing amount of (PPK-keliling) led to fears could increase the amount of loss during the milling process, especially when compared with the amount of loss in large rice milling units (PPB). In addition, initial observations indicate the presence of some practices (PPK-keliling) owners who are considered potentially decrease the circumference of the milling yield. Other factors thought to affect the yield of milled at PPK-keliling is a practice in milling process type batch / discontinuous, which the movement from one stage to another stage of the process is done manually using human power.

The objective of this research was to determine and compare the yield of milling and quality of the resulted rice due to milling process at mobile rice milling (PPK-keliling) and large milling units (PPB) operating in Banyuwangi Regency. About 12 kg of rice grain each were milled at 12 different PPK units. The resulted white rice (milled and polished rice) were weighted and analyzed for its composition with respect to head rice, broken rice, small broken rice, rice chaffs (rice hulls) and rice brans. Furthermore, the yield and quality of the resulted milled rice were then compared with that of rice resulted from large rice milling units (PPB).

Our results showed that there was no significant difference in the yield of milling between PPK-keliling (62.40±3.23%) and PPB (64.54±1.21 %). However, rice quality resulted from PPK-keliling (containing 28.87±8.76 % and 26.34±9.28 % of broken rice and small broken rice, respectively) was significantly lower than that from PPB (13.50±3.04 % and 11.83±6.45 % of broken rice and small broken rice, respectively). Overall, even though there was no significant different in term of yield between PPB and PPK-keliling, rice resulted from PPK-keliling has lower quality as compared with those of PPB.

(6)

vi

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

vii

RENDEMEN GILING DAN MUTU BERAS PADA BEBERAPA

UNIT PENGGILINGAN PADI KECIL KELILING

DI KABUPATEN BANYUWANGI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

ROSIANA ULFA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(8)

viii

(9)

ix

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil Keliling di Kabupaten Banyuwangi

Nama : Rosiana Ulfa

NRP : F252110045

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi, MSc Ketua

Dr Tjahja Muhandri, STP, MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Pangan

Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian:

(tanggal pelaksanaan ujian tesis)

Tanggal Lulus:

(10)

x PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 sampai Mei 2013 ini adalah susut pada penggilingan padi, dengan judul Rendemen Giling dan Mutu Beras pada Beberapa Unit Penggilingan Padi Kecil di Kabupaten Banyuwangi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Purwiyatno Hariyadi MSc dan Bapak Dr Tjahja Muhandri STP, MT selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Nurhaeni Sri Palupi MS yang telah banyak memberi saran. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(11)

xi DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Tujuan 3

Manfaat 3

Hipotesis 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

Padi 4

Pasca Panen Padi 5

Pemanenan 5

Pengeringan 6

Pengilingan 7

Sistem Penggiingan Padi di Indonesia 8

Konsep Mutu 10

3 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian 13

Bahan dan Alat 13

Prosedur 13

Susut Bobot 14

Susut Mutu 14

Beras Kepala 14

Beras Menir 14

Beras Patah 14

Butir Gabah 15

Data Persepsi Masyarakat Terhadap PPK-Keliling 15

Informasi Terhadap Pemilik PPK-Keliling 15

(12)

xii DAFTAR ISI LANJUTAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Penggilingan Padi Besar (PPB) 17

Proses Penggilingan Padi Kecil Keliling (PPK-Keliling) 21

Persepsi Masyarakat Terhadap PPK-Kelling 22

Rendemen Giling 23

Mutu Beras Giling 24

5 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

(13)

xiii DAFTAR TABEL

1.1 Data Susut Pascapanen Padi Indonesia 1

2.1 Pengaruh Penggunaan Alat dalam Penanganan Panen Terhadap Persentase

Kehilangan Hasil 6

2.2 Standar Mutu Gabah 11

2.3 Standar Mutu Beras Giling 12

4.1 Data Penerimaan Gabah di UD Purwogondo 18

4.2 Data Rendemen Giling pada 3 Unit PPB di Kabupaten Banyuwangi 23

4.3 Data Susut Bobot PPK-Keliling di Banyuwangi (dalam %) 24

4.4 Persentase Beras Kepala, Beras Patah, Beras Menir dan Beras berkapur pada Beras Giling Hasil Penggilingan Padi pada 3 unit PPB dan 12 unit

(14)

xiv DAFTAR GAMBAR

2.1 Struktur Melintang Gabah 4

2.2 Diagram Sankey 7

3.1 Diagram Alir Penelitian 16

4.1 Kondisi Salah Satu Instalasi Pengering pada Salah Satu PPB di

Kabupaten Banyuwangi 19

4.2 Skema Proses Penggilingan Gabah pada PPB 20

4.3 Skema Proses Penggilingan Padi pada PPK-Keliling 21

4.4 Alasan Responden Memilih PPK-Keliling 22

4.5 Perbedaan Penampakan dari Beras utuh atau Beras Kepala, Beras Patah,

Beras Menir dan Beras Kapur Hasil Penggilingan 25

4.6 Penggolongan Beras Berdasarkan Ukuran Beras 26

(15)

1

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman padi (beras) menjadi komoditas yang cukup penting karena merupakan bahan pangan pokok utama bagi penduduk Indonesia (Nugraha et al., 2007). Sebagai komoditas utama pertanian yang cukup strategis di Indonesia, tanaman padi adalah sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi lebih dari 26 juta rumah tangga pedesaaan.

Tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia pada tahun 2012 merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara yaitu sekitar 139.5 kg perkapita (Deptan 2012). Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih mencapai 245 juta jiwa pada tahun 2012, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.4%, maka kebutuhan beras Indonesia mencapai 32.49 juta ton. Jika pada tahun 2025-2030 laju pertumbuhan penduduk diperkirakan sebesar 0.92%, maka dengan jumlah penduduk mencapai 286.02 juta jiwa dan dengan asumsi konsumsi beras perkapita tetap yaitu sebesar 139.5 kg perkapita, maka kebutuhan beras akan meningkat sebesar 39.8 juta ton pada tahun 2025-2030 (Deptan 2012).

Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, produksi beras Banyuwangi pada Januari-April tahun 2012 kurang lebih mencapai 373 180 ton, dari gabah kering giling (GKG) sebanyak 567 000 ton. Dengan produksi gabah kering giling sebesar itu, Banyuwangi menyumbang kurang lebih 21% dari jumlah beras giling Jawa Timur dan 0.93% dari produksi beras giling nasional yang mencapai 40.05 juta ton.

Dirjen PPHP (2008) melaporkan bahwa selama periode 1986/1987 hingga 1995 susut pascapanen padi terutama terjadi pada proses pemanenan (9.52-9.95%) dan proses perontokan (4.87-5.48%). Pada tahun 2008 susut pascapanen untuk proses pemanenan dan perontokan ini mengalami penurunan tajam, berturut-turut, menjadi 1.57 dan 0.98%. Namun demikian, nilai susut yang tinggi masih terjadi pada tahapan pengeringan dan penggilingan. Pada tahapan penggilingan nilai susut yang terjadi berkisar antara 2.19-3.07 % (Tabel 1.1).

Tabel 1.1 Data Susut Pascapanen Padi Indonesia

(16)

2

Pada penelitian ini dibahas mengenai susut yang terjadi pada tahap penggilingan, yang merupakan tahapan yang paling penting dalam mengolah gabah menjadi beras. Menurut data dari Perpadi pada tahun 2012, total penggilingan padi di Indonesia adalah 182 199unit terdiri dari Penggilingan Padi Besar (PPB) 2076 unit, Penggilingan Padi Sedang (PPS) 8628 unit, Penggilingan Padi Kecil (PPK) 171 495 unit (Simanjuntak 2012). Penggilingan padi kecil terbagi atas kelompok tipe penggilingan padi kecil menetap dan tipe penggilingan padi kecil keliling. Penggilingan padi kecil keliling (PPK-keliling) ini secara hukum tidak memiliki ijin usaha. Di beberapa kota di Jawa Tengah dilakukan pencekalan terhadap PPK-keliling ini, namun masyarakat tetap menerima dengan baik keberadaan dari PPK-keliling.

Permasalahan lain di luar susut bobot adalah susut mutu, dimana susut mutu ini lebih banyak terjadi pada PPK-keliling. Suismono dan Damardjati (2000) menyatakan, penggilingan padi besar (PPB) umumnya akan menghasilkan beras berkualitas bagus dengan jumlah kisaran beras utuh atau beras kepala yang tinggi (63-67%) dan kisaran beras pecah, beras menir maupun beras kapur sangat rendah (3-5%). Penggilingan padi kecil (PPK) biasanya menghasilkan beras dengan kualitas yang lebih rendah dibanding PPB.

Penggilingan padi di Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2013 tercatat sebanyak 1484 unit, terdiri dari penggilingan padi tipe menetap sebanyak 433 unit dan jumlah penggilingan padi tipe keliling sebanyak 1051 unit (BPS Kab Banyuwangi 2013). Dengan banyaknya jumlah PPK-keliling yang ada di Banyuwangi, dimana pada tipe penggilingan tersebut banyak terjadi susut bobot dan susut mutu dikhawatirkan dapat mempengaruhi produksi beras giling Kabupaten Banyuwangi dan Nasional.

Karena skalanya yang kecil dan sifatnya yang tidak menetap (keliling), maka meningkatnya jumlah PPK-keliling menimbulkan kekhawatiran akan bisa meningkatkan besaran susut selama proses penggilingan, terutama jika dibandingkan dengan besaran susut pada penggilingan padi besar (PPB). Disamping itu, pengamatan awal yang dilakukan menunjukkan adanya beberapa praktek pemilik PPK-keliling yang dianggap berpotensi menurunkan rendemen giling. Contoh praktek tersebut kebiasaan menutup saluran pengeluaran beras giling sesaat sebelum mesin dimatikan, sehingga diduga akan mengakibatkan banyak beras tertinggal di dalam mesin (baik di saluran maupun di ruang penggiling). Faktor lain yang diduga mempengaruhi rendemen giling pada PPK-keliling adalah praktek penggilingan yang bersifat batch/ diskontinyu, yang mana perpindahan dari satu tahap proses ke tahap proses yang lainnya dilakukan dengan secara manual menggunakan tenaga manusia. Contoh proses manual ini adalah proses pemasukan gabah atau beras ke dalam bak penampung (hoper) mesin penggiling, yang bisa mengakibatkan sejumlah gabah maupun beras yang digiling tercecer dan terbuang. Hal ini berbeda dengan praktek penggilingan pada PPB, dimana proses pemasukan gabah ke mesin penggiling berlangsung secara kontinyu (menggunakan feeder) yang akan mengurangi susut bobot.

(17)

3

penggilingan pada PPK-keliling akan mempunyai mutu yang lebih rendah daripada mutu beras hasil penggilingan pada PPB.

1.2. Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah :

1. Menghitung besaran rendemen beras giling pada penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling) dan membandingkannya rendemen beras giling pada penggilingan padi besar (PPB).

2. Membandingkan mutu beras hasil giling pada PPK-keliling dan PPB, di Kabupaten Banyuwangi.

1.3. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang jelas bahwa unit penggilingan padi kecil keliling (PPK-keliling) sulit dihilangkan dari masyarakat, walaupun beras yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan SNI.

1.4. Hipotesis

(18)

4

2

TINJAUAN

PUSTAKA

2.1.Padi

Tanaman padi (Oryza sativa) adalah jenis tanaman berumpun yang memiliki ciri-ciri berakar serabut, batang sangat pendek dengan struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang dengan klasifikasi sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monotyledonae

Keluarga : Gramineae (Poaceae)

Genus : Oryza

Spesies : Oryza spp

Tanaman padi ini menjadi salah satu produk yang paling banyak ditanam di Indonesia. Tanaman padi dapat tumbuh pada daerah subtropis maupun tropis dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan suhu rata-rata 20.0-37.8 ºC (Grist 1975). Tanaman ini juga membutuhkan air dan sinar matahari yang cukup untuk dapat tumbuh dengan subur. Sentra penanaman padi di Indonesia adalah Pulau Jawa, Bali, Madura dan Sulawesi. Berdasarkan data dari Direktorat Budidaya Serealia Departemen Pertanian Republik Indonesia pada Januari hingga Agustus 2012, produksi padi terbesar adalah Provinsi Jawa Timur dengan produksi mencapai 10 433 274 ton (Deptan 2012). Dengan jenis tanaman padi yang paling banyak dibudidayakan adalah jenis padi yang memiliki bulir panjang.

Gambar 2.1 Struktur melintang gabah(Komara 2010).

(19)

5

didapatkan beras pecah kulit yang masih memiliki beberapa lapisan. Bagian kulitnya merupakan 18-28% dari berat butir gabah pada tingkat kadar air 13% berat basah (Tjiptadi dan Nasution 1985).

Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1, secara umum struktur gabah terbagi dalam beberapa bagian yaitu hull atau daun sekam, pericarp, tegmen atau testa, aleuron, embrio atau germ dan endosperm. Buah padi adalah caryopsis yang di dalamnya terdapat biji tunggal yang bersatu dengan dinding evary (pericarp) matang yang membentuk butiran biji. Tepat di bawah lapisan pericarp terdapat lapisan tegmen yang mengandung banyak lemak. Caryopsis disebut pula sebagai beras cokelat atau “brown rice” karena warna pericarpnya kecoklatan. Lapisan pembungkus endosperm dinamakan aleuron. Testa dan lapisan aleuron disebut lapisan dalam, sedangkan pericarp disebut lapisan luar. Lapisan-lapisan ini hanya dapat dilihat secara mikroskopis. Warna kulit ari ini dari putih sampai kehitam-hitaman. Penghilangan sebagian atau keseluruhan lapisan ini akan menentukan derajat sosoh dari penggilingan beras. Endosperm hampir seluruhnya terdiri sel-sel pati membentuk biji yang dapat dimakan (Grist 1975).

2.2.Pasca Panen Padi

Pasca panen padi adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh petani dan juga oleh lembaga tata niaga atau swasta, setelah padi dipanen sampai dipasarkan kepada konsumen dalam bentuk beras. Kegiatan pasca panen meliputi pemanenan (harvesting), perontokan (threshing), pengangkutan (transportation), pembersihan (cleaning), pengeringan (drying), penyimpanan (storage), penggilingan (hulling atau polishing), dan pemasaran (marketing) (Patiwiri 2006). Menurut Sutrisno dan Raharjo (2004) dari rangkaian kegiatan pasca panen tersebut terdapat tiga kegiatan yang saling terkait untuk mendapatkan beras giling dengan rendemen tertinggi, yaitu pemanenan, pengeringan dan penggilingan.

2.2.1 Pemanenan (harvesting)

Pemanenan yang tepat dilakukan pada saat tanaman padi berumur 50-60 hari setelah masa pembungaan (tergantung varietas) dan bulir gabah telah menguning 90-95%. Gabah yang dipanen berumur muda, akan menghasilkan biji mengapur yang berwarna putih opaque karena ikatan antar granula pati masih longgar dan belum kompak. Gabah dari tanaman padi berumur muda, mudah pecah saat digiling dan mudah rusak oleh serangga saat penyimpanan (Patiwiri 2006).

(20)

6

(2012) panen dengan menggunakan sabit tradisional memiliki nilai susut yang lebih tinggi.

Perontokan padi dapat dilakukan secara manual atau dengan menggunakan mesin. Metode perontokan secara manual yang sering dilakukan di desa adalah hand trasing method yang dilakukan dengan cara potongan jerami padi digenggam di tangan kemudian dibanting atau dipukulkan pada benda keras seperti kerangka bambu atau kayu yang diletakkan pada alas penampung, hingga bulir-bulir padi terlepas (Iswari 2012).

Tabel 2.1 Pengaruh penggunaan alat dalam penanganan panen terhadap persentase kehilangan hasil

Sumber : Purwadaria et al (1994), Nugraha et al (2007), Tjahjohutomo (2008) dalam Iswari (2012).

Masalah yang kemudian muncul pada metode ini adalah bulir padi yang dihasilkan pecah dan banyak yang terlempar jauh dari alas penampung (terpal) atau bahkan banyak bulir padi yang belum terlepas dari jeraminya, sehingga akan menambah nilai susut pemanenan (Linbald dan Druben L 1979). Perontokan dapat juga dilakukan dengan mesin perontokan dengan pedal thresher. Berdasarkan penelitian Purwadaria et al (1994) dalam Iswari (2012), perontokan dengan mesin dapat menekan kehilangan hasil hingga 1.3% dibandingkan dengan cara manual. Selain itu perontokan menggunakan mesin dapat pula menghemat waktu kerja.

2.2.2 Pengeringan

(21)

7

bed dryer juga berpengaruh terhadap mutu dari beras. Menurut Thahir (2000) dalam Iswari (2012) yang melakukan penelitian dengan ketebalan pengeringan masing-masing 30 cm, 40 cm dan 50 cm. Hasilnya menunjukkan bahwa ketebalan optimum pada pengeringan dengan pengering tipe stationer adalah 40 cm. Apabila ketebalan pada pengering lebih ataupun kurang dari 40 cm akan menyebabkan peningkatan jumlah beras patah yang dihasilkan.

2.2.3 Penggilingan

Penggilingan adalah proses pelepasan atau pemisahan butiran padi atau gabah dari bagian-bagian yang tidak dapat dimakan sampai akhirnya didapatkan beras yang enak dimakan yang disebut dengan beras sosoh (beras putih) siap konsumsi. Untuk menghasilkan beras sosoh (beras putih) siap konsumsi, diperlukan alat atau rangkaian sistem penggilingan padi yang terdiri dari alat pengupas kulit gabah (sekam) yang disebut huller, kemudian separator untuk memisahkan gabah yang belum terkupas dengan beras yang telah terkelupas (beras pecah kulit), serta alat penyosoh yang berfungsi untuk melepaskan lapisan bekatul dari beras pecah kulit dan terakhir memoles beras sehingga siap dikonsumsi. Kelengkapan dari rangkaian mesin akan mempengaruhi kualitas akhir dari hasil penggilingan, semakin lengkap rangkaian sistem penggilingan yang dimiliki maka mutu dan bobot beras hasil penggilingan akan semakin baik (Patiwiri 2006).

Gambar 2.2 Diagram Sankey (Patiwiri 2006)

(22)

8

rice), yang kemudian akan dilewatkan pada separator (paddy separator) yang bertujuan untuk memisahkan antara gabah dengan beras pecah kulit. Selanjutnya beras pecah kulit akan dimasukkan ke dalam mesin polisher atau mesin penyosoh, yang berfungsi untuk menghilangkan sebagian atau keseluruhan lapisan yang menutupi caryopsis terutama aleuron dengan tidak menyebabkan keretakan pada butir beras dan dapat menghasilkan beras putih yang mengkilap (Thahir 2010).

Pada saat ini pengelolaan pasca panen padi memiliki masalah utama yang diakibatkan oleh tingginya nilai rata-rata susut hasil yang terjadi. Berdasarkan Diagram Sankey terdapat ukuran susut yang terjadi, namun nilai susut ini dapat berbeda-beda tergantung dengan varietas dan sistem penggilingan padi yang digunakan. Gambar 2.2 menunjukkan nilai susut yang terjadi pada varietas padi yang berasal dari Amerika dan memiliki bulir yang berbutir panjang.

Diagram Sankey di atas menunjukkan gabah kering panen yang memiliki kadar air ±20%, selama proses pengeringan dan penyimpanan akan mengalami penurunan bobot sebesar 7% hingga kadar airnya mencapai 13%. Gabah kering giling ini dianggap sebagai bobot awal 100%. Proses pembersihan awal akan mengurangi bobot dari gabah sebesar 3% dari bobot awal. Selanjutnya pada proses pemecahan kulit (husking) akan dihasilkan sekam yang akan mengurangi bobot gabah sebesar 20% hingga bobot dari beras kulit yang dihasilkan adalah ±77%. Kemudian pada proses penyosohan (polishing) pemisahan bekatul akan mengurangi bobot beras sebesar 10%. Akibat proses ini akan dihasilkan beras kepala sebesar 52% dan beras patah segala ukuran sebesar 18%.

Susut pasca panen adalah semua kehilangan baik jumlah maupun mutu yang terjadi sejak panen sampai akhirnya ke konsumen, meliputi tahap pemanenan, pengepakan dan distribusi. Susut yang terjadi dapat berupa susut bobot maupun susut nilai (susut mutu). Susut bobot pada pasca panen padi merupakan susut yang terjadi akibat pemanenan maupun perontokan, pengeringan, penyimpanan, penggilingan bahkan pengemasan. Sebagai contoh butiran gabah yang tercecer di sawah pada saat atau setelah pemanenan. Sedangkan susut mutu yaitu kehilangan yang berakibat pada penurunan nilai ekonomis suatu produk serta dapat pula menurunkan nilai gizi dari bahan pangan tersebut (Hartono 1993).

2.3Sistem Penggilingan Padi di Indonesia

Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Proses penggilingan ini penting karena turut menentukan bobot dan mutu dari beras yang dihasilkan.

(23)

9

Teknik penggilingan berpengaruh terhadap efisiensi, kapasitas produksi dan mutu beras. Berdasarkan teknik penggilingannya, penggilingan padi dapat dibedakan menjadi 3 (tiga):

1. Sistem penggilingan padi diskontinyu

Adalah sistem penggilingan padi yang keseluruhan prosesnya dilakukan secara bertahap. Proses pecah kulit biasanya dilakukan 2 kali dan penyosohan dilakukan secara terpisah. Setiap tahapan proses dilakukan

secara manual artinya masih menggunakan tenaga manusia untuk

memindahkan dari satu tahapan proses ke tahapan yang lain (Widowati 2001).

2. Sistem penggilingan padi termodifikasi kontinyu

adalah sistem penggilingan padi dimana mesin pecah kulit dioperasikan secara kontinyu, tetapi proses penyosohannya dilakukan secara manual artinya masih menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan beras pecah kulit (brown rice) ke dalam mesin penyosoh (Widowati 2001).

3. Sistem penggilingan padi kontinyu

adalah sistem penggilingan padi yang terdiri dari satu unit mesin penggilingan padi dengan ban berjalan berkapasitas 1000 kg/jam, mesin pembersih gabah, 2 unit mesin pemecah kulit, pengayak beras becah kulit, 2 unit mesin penyosoh beras, grader dan tenaga penggerak (Suismono dan Damardjati 2000). Biasanya diterapkan pada penggilingan padi skala besar.

Sedangkan menurut Widowati (2001), berdasarkan kapasitas gilingnya, penggilingan padi di Indonesia dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Penggilingan Padi Besar (PPB)

Menggunakan tenaga penggerak lebih dari 60 HP (Horse Power) dan kapasitas produksi lebih dari 1000 kg/jam baik menggunakan sistem kontinyu maupun diskontinyu. PPB sistem kontinyu terdiri dari satu unit penggiling padi lengkap, termasuk mesin pecah kulit, ayakan dan penyosoh berjalan secara kontinyu, dengan kata lain masuk gabah keluar beras giling.

b. Penggilingan Padi Sedang (PPS)

Menggunakan tenaga penggerak 40-60 HP dengan kapasitas produksi mencapai 700-1000 kg/jam. Umumnya PPS terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh. PPS ini menggunakan sistem semi kontinyu, yaitu mesin pecah kulit kontinyu, sedangkan mesin sosohnya masih manual.

c. Penggilingan Padi Kecil (PPK)

Adalah penggilingan padi dengan menggunakan tenaga penggerak 20-40 HP, dengan kapasitas produksi 300-700 kg/jam. Penggilingan padi manual yang terdiri dari dua unit mesin pemecah kulit dan dua unit mesin penyosoh ini sering disebut Rice Milling Unit (RMU).

(24)

10

(PPK-keliling). Kemunculan dari PPK-keliling baru-baru ini, sedikit banyak telah menggantikan fungsi dari penggilingan tetap. Pada dasarnya PPK-keliling tidak jauh beda dengan penggiling padi tipe stationer atau menetap. Perbedaan dari kedua penggilingan ini hanya dalam kegiatan mencari pasar. PPK-keliling mendatangi petani yang membutuhkan dan menawarkan jasanya sehingga petani tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk transportasi serta mampu menjangkau ketempat petani yang berlokasi jauh dari pabrik penggilingan beras. Hasil samping dari penggilingan seperti sekam dan bekatul pun dapat menjadi milik petani.

PPK-keliling hanya menggunakan satu kendaraan yang dirancang khusus dengan menempatkan mesin penggiling padi sebagai body dari mobil. Dengan dua mesin utama yaitu pengelupas kulit padi di bagian belakang, mesin pembersih atau pemisah beras dan bekatul di bagian tengah, sedangkan di bagian depan digunakan untuk pengendara dengan kapasitas giling mencapai 3 kuintal gabah kering per hari.

Proses penggilingan padi pada PPK-keliling dilakukan dua tahap, tahap pertama merupakan tahap pengupasan kulit dan pemisahan dari kotoran seperti jerami padi atau benda lain yang bercampur dengan padi kering. Hasilnya adalah beras pecah kulit yang masih bercampur bekatul atau dedak. Biasanya pada tahap I ini penggilingan dilakukan sebanyak dua kali. Sedangkan tahap II adalah pemisahan beras dari bekatul yang juga dilakukan sebanyak dua kali agar diperoleh beras yang bersih (Rinto 2012).

2.4 Konsep Kualitas (mutu)

Pemahaman mengenai definisi mutu dari berbagai ahli sangat penting untuk diketahui oleh perusahaan. Mutu hari ini dan besok tidak akan selalu sama karena adanya perubahan dalam tuntutan. Kaitannya dengan kepuasan konsumen telah dikenal sejak lama berbagai macam konsep mutu yang dikemukakan oleh praktisi dan kalangan akademisi. Terdapat beberapa pengetian konsep mutu di dalam bidang pangan:

1. Menurut J.M Juran dan Blanton AB (1999), mutu adalah “Fitness for Use” artinya cocok atau layak untuk digunakan. Dapat pula diartikan sebagai suatu produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen yang harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan dari pelanggan.

2. Kreamer dan Twigg (1983) menyatakan “quality as a composite of product attribute” atau mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan bau). Hal terakhir digunakan konsumen untuk memilih produk secara total.

(25)

11

apabila secara visual tidak ditemui adanya hama serangga (termasuk di dalamnya bangkai serangga atau hama dikatagorikan sebagai benda asing), ulat, dsb. Sedangkan persyaratan mutu kuantitatif berpedoman pada standar mutu gabah berdasarkan SNI (Tabel 2.3).

Kadar air maksimal yang dimiliki oleh gabah kering adalah antara 13-14%, oleh sebab itu gabah pada kadar air optimum ini disebut gabah kering giling (GKG). Pada kadar air yang lebih tinggi gabah sulit dikupas, sedangkan pada kadar air yang lebih rendah butiran gabah akan mudah patah.

Pengertian dari butir hampa adalah butir gabah yang tidak berkembang sempurna atau akibat serangan hama, penyakit atau sebab lain sehingga tidak berisi butir beras walaupun kedua tangkup sekamnya tertutup maupun terbuka. Butir gabah setengah hampa tergolong ke dalam butir hampa (SNI 1987).

Tabel 2.2 Standar Mutu Gabah

Gabah rusak artinya gabah yang terfermentasi, gabah berjamur atau gabah yang terserang serangga. Gabah dapat mengalami fermentasi apabila mengalami kontak dengan air dalam waktu cukup lama dan biasanya ditandai dengan adanya warna kehitaman pada permukaan gabah (Patiwiri 2006).

Kontrol mutu pada beras giling harus berpedoman pada standar mutu kualitatif dan kuantitatif. Yang dimaksud dengan beras giling menurut persyaratan khusus mutu dari SNI yaitu beras utuh atau patah yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Orizae sativa L) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan bekatul telah dipisahkan. Standar mutu kualitatif beras meliputi bebas hama dan penyakit, bebas bau busuk, asam dan bau lainnya, bebas dari bekatul dan bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia yang membahayakan.

(26)

12

Tabel 2.3 Standar Mutu Beras Giling

(27)

13

3 METODE

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan pada 12 penggilingan padi kecil keliling di Kabupaten Banyuwangi dan penggilingan padi besar (UD Purwogondo, PT Anugerah Abadi, UD Hasil Bumi). Penelitian dimulai pada bulan Februari 2013 hingga bulan Mei 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Gabah Kering Giling (GKG) dari petani. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini timbangan duduk (manual), timbangan digital (Kinlee), alat pengukur kadar air gabah Rika Moisture Meter TS-7 (Tokyo Rika), terpal, mangkuk, karung, plastik klip, kamera digital, stopwatch.

3.3 Prosedur

Metode yang digunakan terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap persiapan, tahapan pengumpulan data dan tahapan analisis. Tahap persiapan dilakukan dengan mempersiapkan gabah kering yang memiliki berat masing-masing 12 kg dan akan digiling pada PPK-keliling di lokasi penelitian yang telah disewa. Dipersiapkan pula karung yang digunakan untuk menampung beras putih giling, sekam dan bekatul yang dihasilkan, selain itu juga dipersiapkan plastik untuk menampung beras tertinggal dalam mesin serta gabah dan beras yang tercecer selama penggilingan.

Tahap pengumpulan data pada PPK-keliling dilakukan dengan cara menggiling sebanyak 12 kg gabah. Berat sampel sebesar 12 kg dilakukan, karena dianggap proses penggilingan telah dalam keadaan stabil (steady state). Pada saat penggilingan dihamparkan terpal dibawah mesin penggilingan untuk mengetahui berapa banyak gabah dan beras yang tercecer selama penggilingan sedang berlangsung. Kemudian hasil penggilingan yang berupa beras giling dan bekatul dipisahkan dan ditimbang untuk mengetahui berapa banyak susut penggilingan yang terjadi.

Selain itu dilakukan pula pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian dengan melakukan wawancara dan pengumpulan data pada waktu

penggilingan dengan pemilik maupun pelaku usaha penggilingan padi mengenai

(28)

14

kapasitas mesin penggiling, (3) umur dari mesin penggilingan, (4) metode pengeringan yang digunakan. Sedangkan wawancara yang dilakukan kepada pengguna PPK-keliling adalah (1) alasan para pengguna penggilingan memilih melakukan penggilingan pada keliling, (2) apakah para pengguna PPK-keliling ini paham terhadap susut yang terjadi. Tahapan terakhir adalah proses analisa data.

3.3.1.Susut Bobot

Analisis susut bobot penggilingan dilakukan dengan cara membandingkan rata-rata nilai rendemen beras kontrol yaitu penggilingan padi skala besar (UD Purwogondo, PT Anugerah Abadi, UD Hasil Bumi) dengan rata-rata rendemen beras PPK-keliling (Listyawati 2007). Nilai rendemen penggilingan didapatkan dengan menimbang berat gabah sebelum di giling dan beras putih giling yang dihasilkan. Selain itu dilakukan pula penghitungan gabah dalam sekam yaitu gabah yang lolos pada saat proses pemecahan kulit serta beras yang terbawa dalam bekatul saat proses penyosohan berlangsung. Perhitungan rendemen giling dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Rendemen giling ( %) = Ber at ber as giling ( )

Ber at gabah ( ) × 100%

3.3.2.Susut Mutu

Dari beras giling yang diperoleh, ditimbang sebanyak 100 gram untuk kemudian secara manual dilakukan pemisahan terhadap beras utuh, beras kepala, beras patah, beras menir, beras berkapur dan gabah utuh (Soerjandoko 2010). Beras utuh, beras kepala, beras patah dan beras menir dibedakan berdasarkan ukuran (Fernandy 2012).

3.3.2.1. Beras Kepala (%)

Beras kepala adalah butir beras sehat maupun beras cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari butir beras utuh (Soerjandoko 2010). Untuk menghitung persentase beras kepala dapat digunakan persamaan berikut (Listyawati 2007).

(29)

15

3.3.2.3. Beras Patah (%)

Beras patah adalah butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran sama dengan atau lebih besar dari 25% dan lebih kecil dari 75% (Listyawati 2007).

Beras patah ( %)= Beras patah (g)

Berat sampel (g)×100%

3.3.2.4. Butir Gabah (%)

Butiran gabah yang masih terikut dalam beras giling, dipisahkan dan dengan menggunakan persamaan di bawah ini dan kemudian dihitung persentasenya (Listyawati 2007).

Butir gabah ( %)= Butir gabah (g)

Berat sampel (g)×100%

3.3.3. Persepsi Masyarakat terhadap Penggilingan Padi Kecil Keliling.

Wawancara dilakukan kepada 23 pengguna PPK-keliling mengenai (1) alasan para pengguna PPK-keliling memilih melakukan penggilingan pada PPK-keliling, (2) apakah para pengguna PPK-keliling ini paham terhadap susut yang terjadi pada PPK-keliling.

3.3.4. Informasi Terhadap Pemilik Penggilingan Padi Kecil Keliling.

Dilakukan observasi atau pengamatan secara langsung terhadap obyek penelitian. Antara lain dengan melakukan wawancara dengan pemilik dan pelaku usaha penggilingan padi mengenai (1) jenis dan tipe alat penggilingan yang digunakan pada penggilingan padi keliling, (2) kapasitas mesin penggiling, (3) umur dari mesin penggilingan, (4) metode pengeringan yang digunakan.

3.4Analisa Data

(30)

16

dihasilkan selama penggilingan. Data susut yang terkumpul akan dibandingkan hasilnya, selain itu dilakukan analisis lanjutan dengan melakukan Uji T menggunakan SPSS Statistical Analysis v18.0.

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Penyiapan bahan dan alat yang digunakan pada penelitian

Penggilingan 12 kg gabah kering

Penimbangan terhadap hasil penggilingan

Pengambilan sampel sebanyak 100 gram beras giling dan dedak yang dihasilkan (2 kali)

Penimbangan beras utuh/kepala, beras pecah, beras menir, beras butir kapur dan gabah yang

dihasilkan Tahap

Pengumpulan Data Tahap Persiapan

Wawancara dan survei terhadap pemilik PPK-keliling dan PBB serta 23 pengguna penggilingan padi di lokasi penelitian

Tahap Analisa Data

1. Analisa Bobot 2. Analisa Mutu

(31)

17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Penggilingan Padi pada PPB

Pada penelitian ini dilakukan penelitian pada tiga PPB yaitu; UD Purwogondo (Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi) serta penggiling padi PT Anugerah Abadi dan UD Hasi Bumi (Kecamatan Srono, Kabupaten Banyuwangi). Ketiga penggilingan padi tersebut memiliki karakteristik sebagai PPB menurut klasifikasi Widowati (2001), dimana tenaga penggerak lebih dari 60 HP dan kapasitas produksi lebih dari 1000kg/jam. Sebagai contoh UD Purwogondo memiliki kapasitas produksi 3.5 ton beras putih giling per jam dengan aktivitas penggilingan yang dilakukan tidak setiap hari. Alasannya adalah (1) beragamnya varietas yang diterima oleh penggilingan sehingga pengilingan dilakukan apabila varietas yang akan digiling sudah cukup banyak, (2) jumlah gabah yang telah terkumpul terlalu sedikit sehingga tidak efisien apabila dilakukan penggilingan, (3) harga jual yang rendah saat terjadi panen raya sehingga proses giling dilakukan bila harga jual beras sudah lebih baik. UD Purwogondo juga akan melakukan penggilingan apabila stock beras yang ada di dalam gudang sudah habis dan/atau apabila ada pesanan. Aktivitas pembelian gabah maupun beras berlangsung setiap saat, apabila di Kabupaten Banyuwangi belum mengalami musim panen raya, maka gabah akan didatangkan dari sejumlah tempat di Pulau Jawa yang tengah mengalami masa panen raya, sehingga produksi beras dapat terus berlangsung untuk memenuhi permintaan akan beras. Jumlah Gabah Kering Panen (GKP) yang dibeli UD Purwogondo rata-rata per minggunya adalah 10 ton (Tabel 4.1). Varietas-varietas padi yang sering diterima oleh UD Purwogondo antara lain IR-64, Ciherang, Mikonga, Waingapu, KA dan Inpari. Untuk padi jenis Inpari misalnya, biasanya pembelian dilakukan dari propinsi Jawa Tengah.

Setiap bahan yang masuk maupun keluar tercatat dalam kartu stock yang berisi aktivitas barang masuk dan keluar gudang. Kesulitannya adalah ketika harus menghitung berapa jumlah yang dihasilkan dari satu kali penggilingan karena di kartu stock tidak tertulis dengan jelas jenis varietas yang mengalami penggilingan. Maka dari itu dilakukan pengamatan dan perhitungan terhadap satu kali proses penggilingan yaitu varietas mikonga. Sebanyak kurang lebih 5.5 ton gabah varietas mikonga dengan kadar air ±14%, dimasukkan ke dalam mesin penggilingan. Proses penggilingan menghasilkan beras giling sebesar 3.5 ton, bekatul sebesar 833 kg, menir 111 kg dan sekam 555 kg.

(32)

18

yang dihasilkan dari generator listrik. Aliran udara panas inilah yang akan mengeringkan gabah dan menurunkan kadar airnya. Pengeringan dengan menggunakan oven listrik sangat efisien dalam menurunkan kadar air gabah kering panen antara 1-1.5% per jam.

Tabel 4.1 Data Penerimaan Gabah di UD Purwogondo Bulan Februari 2013.

Minggu ke- Varietas Berat GKP (kg) giling. Sistem penyimpanan dalam silo dilakukan dengan tujuan untuk menghindarkan kerusakan yang terjadi pada bulir-bulir gabah yang telah kering. Tidak tersedianya pasokan gabah secara kontinyu atau karena pasokan gabah hanya melimpah pada saat musim panen raya, juga sebagai salah satu penyebab dari diberlakukannya sistem penyimpanan ke dalam silo. Penggilingan membutuhkan pasokan gabah dalam jumlah yang sama secara kontinyu untuk dapat terus berproduksi tanpa mendapat rugi.

Gabah kering giling pada umumnya masih bercampur dengan merang, gabah hampa, debu dan benda asing lainnya. Oleh karena itu dilakukan proses pembersihan yang bertujuan untuk membuang semua kotoran dan benda asing dari gabah. Proses pembersihan awal ini disebut pre-cleaning. Proses ini berdasarkan pada prinsip dasar perbedaan ukuran dan berat antara gabah dan benda asing. Pada tahap awal, kotoran yang lebih ringan dihisap oleh blower dan akan dikeluarkan, sedangkan untuk kotoran yang lebih berat akan dipisahkan berdasarkan perbedaan berat dengan menggunakan ayakan (screening).

(33)

19 mengandung lapisan bekatul atau dedak yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan dan tidak bercahaya. Hal ini membuat penampakannya menjadi tidak menarik, selain itu membuat rasa nasi menjadi kurang enak, padahal bekatul memilki nilai gizi tinggi. Usaha penghilangan lapisan bekatul dari butiran beras disebut proses penyosohan, whitening atau polishing. Disebut proses whitening karena membuat beras menjadi beras putih dan disebut polishing karena proses ini merupakan kegiatan menggesek bulir-bulir gabah hingga lapisan kulit ari terlepas dari butiran gabah. Proses polishing ini adalah salah satu proses vital dalam proses penggilingan padi, apabila beras digiling terlalu lama maka bulir beras akan semakin tipis dan suhu semakin meningkat hal ini menyebabkan beras semakin mudah pecah. Kemudian beras akan memasuki ayakan getar (berukuran lubang 2 mesh) untuk memisahkan dari menirnya.

Beras hasil proses penysohan kemudian dilewatkan mesin pengkabut, yaitu proses membasahi butir-butir beras sosoh dengan kabut, dengan tujuan untuk melepaskan material berupa debu maupun bekatul yang melekat atau berada pada dipermukaan beras. Beras sosoh yang sudah terkabutkan kemudian akan dilalukan pada mesin grading, untuk memisahkan beras berdasarkan ukurannya menjadi beras kepala, dan beras patah. Setelah itu beras yang dihasilkan akan melalui tahapan pengemasan, dimana beras akan dikemas sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Data jumlah gabah yang digiling, serta jumlah beras kepala, beras patah, menir dan sekam yang dihasilkan dicatat dan digunakan untuk menentukan besaran susut bobot dan susut mutu selama proses penggilingan pada PPB yang diamati (Patiwiri 2006).

(34)

20

melekat, sehingga diperlukan proses tambahan atau proses perontokan dengan menggunakan mesin perontok padi yang disebut thresher sebelum gabah disimpan di silo.

Gambar 4.2 Skema Proses Penggilingan Gabah pada PPB

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi dari penggilingan besar telah mengalami pergeseran. Tidak lagi sebagai usaha yang hanya menawarkan jasa penggilingan kepada petani, namun juga berfungsi sebagai suatu industri dimana terjadi aktivitas jual beli gabah dan produksi beras giling dari masyarakat.

Gabah Kering Panen

Pengeringan, sampai kadar air (13-15%)

Mesin Pecah Kulit

Kotoran

Separator

Mesin Penyosoh

Pemisahan menir (ayakan 2 mesh)

Pengkabutan

Grading

Pengemasan Beras kepala, beras

patah, beras menir

Menir

(35)

21

4.2Proses Penggilingan Padi pada PPK-Keliling

Pengilingan padi kecil didefinisikan oleh Widowati (2001) sebagai penggiling padi dengan tenaga penggerak 20-40 HP dan kapasitas produksi 300-700 kg/jam. Penggiling padi kecil keliling (PPK-keliling) yang diamati pada penelitian ini adalah penggiling padi kecil yang melakukan usahanya dengan mendatangi menawarkan jasanya kepada petani yang membutuhkan. PPK-keliling hanya menggunakan satu kendaraan yang dirancang khusus dengan menempatkan mesin penggiling padi sebagai body dari mobil. Dengan dua mesin utama yaitu pengupas kulit padi di bagian belakang, mesin pembersih atau pemisah beras dan bekatul pada bagian tengah, sedangkan bagian depan digunakan untuk pengendara. Kapasitas giling PPK-keliling pada umumnya < 300-700 kg/jam. Pada prakteknya; PPK-keliling ini rata-rata melakukan penggilingan sebanyak sekitar 300 kg gabah kering per hari (Rinto 2012).

Gambar 4.3. Skema Proses Penggilingan Gabah pada PPK-keliling

Proses penggilingan gabah pada PPK-keliling sebenarnya tidak jauh beda dari penggilingan padi tipe menetap. Namun berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan di lokasi penelitian, mesin PPK-keliling ini tidak dilengkapi dengan mesin pemecah kulit atau husking. Cara kerja dari PPK-keliling ini adalah, mereka mengambil gabah para petani yang telah dipanen dan dikeringkan dengan mendatangi lokasi dari petani tersebut. Dari gabah kering, kemudian dimasukkan ke dalam mesin penyosoh gabah, yang akan menghasilkan beras cokelat (brown rice). Kemudian dilakukan pengecekan, apabila dirasa beras masih kurang putih maka dilakukan lagi penyosohan sebanyak 3-4 kali dan proses penyosohan

(36)

22

dianggap telah cukup. Skema proses penggilingan padi pada PPK-keliling di tunjukkan pada Gambar 4.

4.3 Persepsi Masyarakat terhadap PPK-keliling

Berdasarkan data yang didapatkan dari 23 pengguna jasa di lokasi penelitian, diketahui bawa alasan utama untuk memilih PPK-keliling adalah karena menghemat tenaga. Bagi masyarakat yang berada jauh dari tempat penggilingan tetap maupun bagi masyarakat yang tinggal di lokasi pelosok, PPK-keliling dianggap lebih ekonomis karena dapat menghemat biaya transportasi untuk menggiling (Gambar 4.4). Dalam hal ini, PPK-keliling dinilai lebih terjangkau bagi masyarakat yang membutuhkan jasa penggilingan. Konsumen tidak perlu membawa gabah hasil panennya ke pabrik penggilingan yang artinya mengurangi biaya transportasi. Lebih jauh, tarif PPK-keliling relatif murah dibandingkan dengan tarif penggilingan pada penggilingan tipe menetap, yaitu kurang lebih Rp5 000 per karung dan hasil penggilingan yang berupa bekatul kasar maupun halus diambil oleh pemilik keliling, dimana beberapa PPK-keliling bisa dibayar dengan beras dan bekatul hasil dari penggilingan.

Gambar 4.4. Alasan Responden Memilih PPK-Keliling.

Persepsi masyarakat ini dapat dipahami karena tata cara yang ditempuh masyarakat untuk menggunakan penggilingan tetap dan PPK-keliling berbeda. Pada penggilingan tetap masyarakat harus membawa sendiri gabah mereka ke penggilingan, sedangkan pada PPK-keliling, masyarakat cukup menghentikan penggilingan keliling yang sering melintas di depan rumah. Jumlah gabah yang digiling oleh masyarakat pada PPK-keliling tidak terlalu banyak, yaitu sekitar

25-83

(37)

23

50 kg untuk setiap kali giling. Sebanyak hanya 3 orang dari 23 jumlah responden pengguna PPK menyatakan mereka tidak paham mengenai selisih susut penggilingan yang terjadi, namun susut yang terjadi dianggap lebih kecil apabila dibandingkan dengan biaya transportasi yang dibutuhkan apabila mereka melakukan penggilingan pada penggilingan tetap yaitu sekitar Rp15 000 hingga Rp30 000 rupiah per karung tergantung jenis transportasi yang digunakan dan jarak yang ditempuh ke tempat penggilingan tetap.

4.4. Rendemen Giling

Rendemen giling memberikan indikasi tentang susut bobot. Semakin rendah rendemen giling berarti semakin besar susut bobot yang terjadi. Rendahnya rendemen giling (atau tingginya susut bobot) ini disebabkan antara lain karena adanya beras maupun gabah yang tercecer selama penggilingan berlangsung, beras yang tertinggal dalam mesin, serta intensitas penyosohan yang terlalu tinggi sehingga menghasilkan terlalu banyak sekam dan bekatul. Data susut selama proses penggilingan pada PPB dan pada PPK-keliling, berturut-turut, bisa dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3.

Tabel 4.2. Data Rendemen Giling pada 3 Unit PPB di Kabupaten Banyuwangi

Nama PPB

Secara umum, rendemen beras giling pada PPB adalah 64.54 ± 1.2 % dan pada keliling adalah 62.40 ± 3.23 %. Nilai rendemen beras giling pada PPK-keliling ini cenderung lebih kecil dibandingkan dengan rendemen beras giling pada PPB. Namun demikian; dengan melakukan uji t (t-test, SPSS), rata-rata rendemen beras giling ini pada PPB dan PPK-keliling ini tidak memberikan perbedaan yang nyata.

(38)

24

susut yang dapat dikurangi, artinya terjadinya susut tersebut dapat dikendalikan sehingga susut yang terjadi dapat diminimalkan.

Tabel 4.3 Data Susut Bobot Penggilingan Padi Keliling di Banyuwangi (dalam %)

Pemilik

(39)

25

lain dibedakan berdasarkan pada persentase atau proporsi beras beras utuh, beras kepala, beras patah, dan beras menir tersebut. Mutu beras yang dihasilkan oleh PPB dan PPK-keliling pada penelitian ini disajikan pada Tabel 4.4.

Beras utuh atau beras kepala Beras patah

Beras menir Beras kapur

Gambar 4.5. Perbedaan penampakan dari beras utuh atau beras kepala, beras patah, beras menir dan beras kapur hasil penggilingan.

(40)

26

Gambar 4.6 Penggolongan Beras Berdasarkan Ukuran Beras (Fernandy 2012).

Penelitian ini menunjukkan bahwa beras giling dari PPB mempunyai persentase beras kepala sebesar 69.67±6.10 %. Hasil ini sesuai dengan laporan dari Suismono dan Damardjati (2000), yang menyebutkan bahwa penggiling besar sistem kontinyu umumnya menghasilkan beras dengan persentase beras kepala yang tinggi (63 – 67 %). Selanjutnya, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.4, beras yang dihasilkan dari PPK-keliling mempunyai persentase beras kepala yang jauh lebih kecil (41.22±14.37 %) daripada beras yang dihasilkan dari PPB. Uji t (t-test, SPSS) menyatakan bahwa persentase beras kepala pada PPK-keliling dan PPB ini berbeda secara sangat nyata.

Tabel 4.4 juga menunjukkan bahwa persentase beras patah pada beras yang dihasilkan keliling, yaitu 28.87±8.76 %. Persentase beras patah dari keliling di Kab Banyuwangi ini mirip dengan persentase beras patah dari PPK-keliling di Kabupaten Jombang, Kediri, Mojokerto, Nganjuk dan Pasuruan, yaitu sebesar 26.9 % (Budiharti dan Harsono, 2006). Terlihat bahwa persentase beras patah pada beras yang dihasilkan PPK-keliling (28.87±8.76 %) ini jauh lebih besar daripada beras yang dihasilkan PPB (13.50±3.04%). Uji t (t-test, SPSS) menyatakan bahwa persentase beras patah pada PPK-keliling dan PPB ini berbeda secara sangat nyata.

Tabel 4.4 Persentase beras kepala, beras patah, beras menir dan beras berkapur pada beras giling hasil penggilingan padi pada 3 unit PPB dan 12 unit PPK-keliling di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013

Parameter Mutu Beras Giling

Beras yang dihasilkan dari

PPB (n=3 unit) PPK-Keliling (n=12 unit)

Rata-rata (±std

dev) Kisaran

Rata-rata (±std

dev) Kisaran

Beras kepala (%) 69.67(±6.10) 69.00– 77.00 41.22 (±14.37) 20.50 – 58.50

Beras patah (%) 13.50 (±3.04) 11.50 – 17.00 28.87 (±8.76) 19.50 – 44.50

Beras menir (%) 11.83(±6.45) 6.50 – 19.00 26.34 (±9.28) 14.50 – 45.00

(41)

27

Hal yang sama juga terlihat untuk beras menir. Beras hasil PPB mempunyai persentase beras menir lebih kecil (11.83±6.45) dibandingkan dengan beras hasil PPK-keliling (26.34±9.28). Uji-t juga menunjukkan bahwa persentase beras menir pada beras hasil PPB berbeda sangat nyata dibandingkan dengan beras hasil PPK-keliling. Secara umum, hal ini berarti bahwa beras yang dihasilkan dari PPK-keliling mempunyai mutu yang lebih rendah daripada mutu beras yang dihasilkan dari PPB. Dalam hal ini beras yang dihasilkan PPK-keliling tidak memenuhi persyaratan SNI.

Besarnya persentase beras patah dan beras menir pada beras yang dihasilkan PPK-keliling ini diduga disebabkan karena proses pengeringan yang dilakukan kurang sempurna. Dari Tabel 3 bisa diketahui bahwa kadar air gabah yang digiling pada PPK-keliling berkisar antara 14 - 16%. Tingginya kadar air gabah yang digiling pada PPK-keliling disebabkan karena proses pengeringan yang dilakukan umumnya adalah pengeringan dengan menggunakan lantai jemur dengan bantuan sinar matahari. Pengeringan demikian memerlukan waktu yang lebih lama dan sangat tergantung dengan kondisi sinar matahari (Listyawati 2007). Kadar air gabah yang lebih tinggi juga menyebabkan proses penggilingan berjalan lebih lama karena kulit sekam dari gabah masih liat, akibatnya suhu beras akan meningkat dan akan meningkatkan jumlah beras patah dan beras menir yang dihasilkan (Patiwiri 2006). Hal ini berbeda dengan kadar air gabah pada PPB, dimana pada umumnya PBB menggunakan mesin pengering sehingga kadar air gabah akan dapat dikendalikan dengan lebih baik, untuk mencapai kadar air sekitar 14 %. Pada kadar air sekitar 14%, gabah akan lebih mudah mengalami proses pelepasan kulit sekam dan tidak memerlukan waktu terlalu lama untuk proses penyosohan, sehingga jumlah beras patah dan menir menjadi minimum.

5.1Kesimpulan

1. Tidak ada perbedaan terhadap susut bobot yang terjadi pada PPB dan PPK-keliling, namun terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada susut mutu. Rendemen giling yang dimiliki oleh PPB adalah sebesar 64.54% dari gabah yang digiling, sedangkan PPK-keliling memiliki nilai rendemen giling sebesar 62.40%, terdapat perbedaan nilai susut sebesar 2.14% yang terjadi pada PPK-keliling dan PPB. Pada PPK-keliling diketahui dihasilkan beras patah dan beras menir bertutur-turut sebesar 28.87±8.76% dan 26.34±9.28%. Sedangkan PPB menghasilkan persentase beras patah dan beras menir berturut-turut sebesar 13.5±3.04% dan 11.83±6.44%, dalam segi beras yang dihasilkan PPK-keliling tidak memenuhi persyaratan untuk melayani pengadaan dengan standar nasional.

(42)

28

mengabaikan susut tersebut karena beras yang digiling sebagian besar akan dikonsumsi sendiri bukan untuk dijual. Wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa pengguna jasa PPK-keliling tidak mengetahui jumlah susut selama penggilingan dan berapa banyak beras yang mereka dapatkan setelah proses penggilingan berlangsung.

5.2Saran

(43)

29

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyuwangi. 2012. Data Penggilingan Padi di Banyuwangi

[BSNI] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1999. Beras Giling. SNI No. 01-6128-1999. [diunduh 2013 Feb 05]. Tersedia pada: http://www.bsn.go.id.

[BSNI] Badan Standardisasi Nasional Indonesia. 1987. Gabah. SNI No. 01-0224-1987. [diunduh 2013 Feb 05]. Tersedia pada: http://www.bsn.go.id.

Budiharti U, Harsono, Juliana. 2006. Perbaikan Konfigurasi Mesin pada Penggilingan Padi Kecil untuk Meningkatkan Rendemen Giling Padi. [internet].[diunduh 2013 September 05]:373-378. Tersedia pada :http//ntb.litbang.deptan.go.id/ind/phocadownload/…/7_isi%20jilid%201 1.pdf.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Program dan Kebijakan Revitalisasi Penggilingan Padi. Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Indonesia Butuh Tambahan Tujuh Juta Ton Beras. Badan Ketahanan Pangan Nasional.

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pengembangan Hasil Pertanian. 2008. Susut Pascapanen Padi Indonesia. Departemen Pertanian

Fatchurrozi. 2011. Analisis Desain Fungsional dan Kondisi Lingkungan Mikro pada Gudang Beras: Studi Kasus Gudang Bulog Dramaga-Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Fernandy G. 2012. Peningkatan Kualitas Fisik Gabah melalui Proses Pengeringan dengan Zeolit 3A pada Fluidized Bed Dryer [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.

Grist DH. 1975. Rice. 5th ed. London: Longmans.

Hartono. 1993. Pengetahuan Dasar dan Usaha Perawatan Beras. Jakarta (ID): Badan Urusan Logistik.

Iswari K. 2012. Kesiapan Teknologi Panen dan Pascapanen Padi dalam Menekan Kehilangan Hasil dan Meningkatkan Mutu Beras. J Litbang Pertanian 31(2):58-67.

(44)

30

Juran J.M, Blanton A.B. 1999. Juran’s Quality Handbook. Ed ke-5. New York (US): MacGraw-Hills.

Komara EF. 2010. Beras dan Kandungan Gizi. [internet]. [diunduh 2013 september 23]. Tersedia pada: http://berasorganikku.blogspot.com /2010/03/beras-dan-kandungan-gizi.html.

Kramer A, BA Twigg. 1983. Fundamental of Quality Control for the Food Industri.The AVI Published Inc Conn. USA.

Linbald, Druben L. 1979. Preparing Grain for Storage Vol 1 from Small Farm Grain Storage. Peace Corps Program and Training J Series.

Listyawati. 2007. Kajian Susut Pasca Panen dan Pengaruh Kadar Air Gabah terhadap Mutu Beras Giling Varietas Ciherang (Studi Kasus di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugraha S, Thahir R, Sudaryono. 2007. Keragaan Kehilangan Hasil Pasca Panen Padi pada 3 (tiga) Agroekosistem. Bul Teknologi Pascapanen Pertanian Vol 3:42-49.

Patiwiri AW. 2006. Teknologi Penggilingan Padi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Prabowo S. 2006. Pengolahan dan Pengaruhnya terhadap Sifat Fisik dan Kimia serta Kualitas Beras. J Teknologi Pertanian 1(2):43-49.

Rinto. 2012. Mobil Selepan Padi. [diunduh 2013 Feb 18]. Tersedia pada: http://teknologipascapanen.blogspot.com/2012/01/ mobil-selepan-padi. html.

Simanjutak Yeni H. 2012. Produksi Beras : Tingkat Kehilangan Hasil

Penggilingan 5%. [diunduh 2013 Feb 12]. Tersedia pada:

http://m.bisnis.com/articles/produksi-beras-tingkat-kehilangan- hasil-penggilingan-5-percent. html.

Suismono, DS Damardjati. 2000. Teknologi Produksi Beras Kristal dan Beras Instan. Majalah Pangan No 35/X/Juli/2000. Jakarta: Bulog.

(45)

31

Soerjandoko RNE. 2010. Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Bul Teknik Pertanian Vol 15. No.2: 44-47.

Thahir R. 2010. Revitalisasi Penggilingan Padi melalui Inovasi Pendukung Swasembada Beras dan Persaingan Global. Bul Pengembangan Inovasi Pertanian 3(3):171-183.

Tjiptadi W, Nasution MZ. 1985. Padi dan Pengolahannya. Bogor (ID). Agro Industri Press: Fateta IPB.

Gambar

Tabel 1.1  Data Susut Pascapanen Padi Indonesia
Gambar 2.2 Diagram Sankey (Patiwiri 2006)
Tabel 2.2 Standar Mutu Gabah
Tabel 2.3 Standar Mutu Beras Giling
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil olah data dengan menggunakan software stata mendapatkan hasil dengan probabilitas tingkat kesalahan sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf signifikansi yang diharapkan

Berdasarkan uji paired sample T-test terhadap nilai pretest dan posttest kemampuan penalaran matematis pada kelas eksperimen-2 (dengan perlakuan model pembelajaran

Program Studi tidak memiliki dokumen/ kurikulum tentang besaran SKS untuk kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh mahasiswa dalam rangka tugas akhir yang telah

Pelaksanaan Semi e-Procurement plus adalah proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan dengan transaksi secara penuh interaktif melalui media elektronik (internet) antara

Tujuan Penelitian 1 Membuktikan bahawa metode Naïve Bayes Classifier dengan Seleksi Fitur Information Gain dapat digunakan dalam pengklasifikasian Analisis Sentimen E-Commerce..

Karena dakwah melalui media cetak buletin ini di edarkan dengan materi-materi yang ringan dengan pengajaran- pengajaran yang baik sesuai dengan Al-Qur‟an dan Hadits,

- 5,1o-metenil-tetrahidrofolat untuk atom C no 8 inti purin • Oleh krn itu koenzim asam folat ikut serta dalam reaksi sintesis. purin, timin, pirimidin dari DNA

Dalam tuturan BMK, kalimat imperatif yang mengandung maksud untuk memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan oleh si penutur bisa