• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN

KOLESTEROL IKAN CAKALANG (

Katsuwonus pelamis

)

AKIBAT PROSES PENGGORENGAN

PRISCA SARI PARAMUDHITA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Prisca Sari Paramudhita

(4)
(5)

ABSTRAK

PRISCA SARI PARAMUDHITA. Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan. Dibimbing oleh NURJANAH dan SUGENG HERI SUSENO.

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan komoditas yang banyak dimanfaatkan di Indonesia. Salah satu cara pengolahan yang umum dilakukan masyarakat pada ikan cakalang adalah dengan cara digoreng. Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh proses penggorengan dengan metode deep frying

pada suhu 180 oC selama 5 menit pada kadar proksimat, asam lemak, dan kolesterol ikan cakalang. Proses penggorengan menurunkan kadar air dan protein secara signifikan (P<0,05). Proses penggorengan meningkatkan kadar lemak dan abu secara signifikan (P<0,05). Ikan cakalang segar mengandung total asam lemak sebesar 63,13% dengan 30 jenis asam lemak (12 SAFA, 7 MUFA dan 11 PUFA). Cakalang goreng mengandung total asam lemak sebesar 83,58% dengan 25 jenis asam lemak (12 SAFA, 6 MUFA dan 7 PUFA). Proses penggorengan meningkatkan kadar asam lemak kaprat, palmitat, oleat, linoleat, dan eikosentrienoat secara signifikan (P<0,05). Asam lemak secara keseluruhan mengalami penurunan secara signifikan (P<0,05) kecuali kadar asam elaidat dan kaprilat (P>0,05) yang tidak berubah secara signifikan setelah proses penggorengan. Cakalang segar mengandung 3,48% EPA dan 19,27% DHA. Cakalang goreng mengandung 0,52% EPA dan 3,48% DHA. Proses penggorengan menyebabkan penurunan secara signifikan (P<0,05) pada kadar kolesterol ikan cakalang.

Kata kunci: EPA, DHA, pengolahan

ABSTRACT

PRISCA SARI PARAMUDHITA. Changes in Fatty Acid and Cholesterol Composition of Skipjack (Katsuwonus pelamis) Due Frying Process. Supervised by NURJANAH and SUGENG HERI SUSENO.

Skipjack (Katsuwonus pelamis) is one of commodity that widely processed in Indonesia. Frying process is common way to processing skipjack. Purpose of this research was to determine the effect of deep frying at 180 °C for 5 min to proximate levels, fatty acids, and cholesterol of skipjack. Moisture and protein content decreased significantly (P<0.05) after frying process. Fat and ash content increased significantly (P<0.05) after frying process. Fresh skipjack contained 63.13% of total fatty acid with 30 kinds of fatty acids (12 SAFA, 7 MUFA and 11 PUFA). Fried skipjack contained 83.58% total fatty acid with 25 kinds of fatty acids (12 SAFA, 7 MUFA and 6 PUFA). Frying process increased the levels of capric, palmitic, oleic, linoleic, and eicosentrienoic acid significantly (P<0.05). Almost fatty acids decreased significantly (P<0.05) except elaidic and caprylic acid had not changed significantly (P>0.05) after frying process. Fresh skipjack contained 3.48% EPA and 19.27% DHA. Fried skipjack contained 0.52% EPA and 3.48% DHA. Frying process decreased cholesterol significantly.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

PERUBAHAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DAN

KOLESTEROL IKAN CAKALANG (

Katsuwonus pelamis

)

AKIBAT PROSES PENGGORENGAN

PRISCA SARI PARAMUDHITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi : Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan

Nama : Prisca Sari Paramudhita NIM : C34100004

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurjanah, MS Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2013 dengan judul

Perubahan Komposisi Asam Lemak dan Kolesterol Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Akibat Proses Penggorengan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pembimbing Prof Dr Ir Nurjanah MS dan Dr Sugeng Heri Suseno, SPi, MSi atas segala arahan dan bimbingan yang telah diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan pada kepada dosen penguji Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl –Biol atas segala masukan dan saran yang telah diberikan, Ayahanda Dr Suyitman MS, Ibunda Dra Retno Palupi, Kakak Dear R. Ramadhan SE, Uti Rahadjeng, dan seluruh keluarga, atas segala dukungan dan doa yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bayu Irianto, Yulia Ekawati, Feraliana Audia Utami, Laela Hidayatul Azizah, Komti Rizky, Opung, Sasa, asisten PBB (Bang Anjar, Bang Sabri, Via, Tebe, Bejo, Icha, Hazar, Reza, dan Shinta), Keluarga besar THP 47, THP 48, praktikan sosum S02.1, praktikan Biologi P01.1 atas segala bantuan, doa, semangat, dan dukungan yang telah diberikan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam perbaikan skripsi ini. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.

Bogor, 17 Februari 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

Proses Penggorengan (Modifikasi Domiszewski et al. 2011) ... 5

Prosedur Pengujian ... 5

Pengukuran Morfometrik (Nasution et al. 2004) ... 5

Rendemen (Purwaningsih et al. 2013) ... 5

Analisis Proksimat (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992) ... 5

Analisis Asam Lemak (AOAC 2005 Butir 969.33) ... 7

Analisis Kadar Kolesterol (Liebermann-Buchard Colour Reaction) ... 8

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 9

Morfometrik Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) ... 9

Rendemen ... 10

Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA) ... 17

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) ... 17

Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA) ... 18

(16)

DAFTAR TABEL

1 Hasil morfometrik dan berat rata-rata ikan cakalang ... 9

2 Kadar proksimat ikan cakalang segar dan goreng... 11

3 Kandungan asam lemak pada ikan cakalang ... 15

4 Perbandingan asam lemak beberapa jenis ikan ... 16

5 Kadar kolesterol komoditas perikanan lain ... 20

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir metode penelitian ... 4

2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) ... 9

3 Rendemen ikan cakalang segar ... 10

4 Kandungan kolesterol ikan cakalang segar dan goreng ... 20

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data morfometrik ikan cakalang (dalam cm) ... 27

2 Contoh perhitungan analisis proksimat ikan cakalang ... 27

3 Kromatogram asam lemak cakalang segar ... 29

4 Kromatogram asam lemak cakalang goreng ... 29

5 Data kolesterol ikan cakalang ... 30

6 Hasil analisis statistik proksimat ... 31

7 Hasil analisis statistik asam lemak ... 31

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) merupakan salah satu komoditas air laut yang potensial untuk dikembangkan. Produksi ikan tuna, cakalang, dan tongkol nasional pada tahun 2011 yaitu 955.520 ton. Realisasi ekspor tuna, cakalang, dan tongkol asal Indonesia pada 2011 yaitu 141.774 ton atau meningkat 19.324 ton dibanding tahun 2010. Ekspor perikanan pada tahun 2012 secara umum menunjukkan kecenderungan peningkatan, khususnya ke negara Jepang dan Amerika Serikat (KKP 2012).

Ikan cakalang merupakan ikan perenang cepat yang umumnya disebut

skipjack tuna. Salah satu kandungan gizi yang terdapat pada ikan cakalang adalah asam lemak. Asam lemak tidak jenuh contohnya adalah asam linoleat (omega-6) dan linolenat (omega-3). Osman et al. (2001) menyatakan asam lemak linolenat memiliki turunan eicosapentaenoic acid (EPA) dan docosahexaenoic acid (DHA) yang dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki beberapa manfaat yakni mencegah dan mengobati penyakit kardiovaskuler, membantu perkembangan otak pada bayi, dan menurunkan kadar trigliserida dalam darah. Ikan cakalang selain mengandung lemak dan asam lemak, juga mengandung kolesterol. Kolesterol merupakan sterol yang paling dikenal oleh masyarakat dan merupakan komponen utama sel otak dan saraf (Almatsier 2006). Colpo (2005) menyatakan bahwa kolesterol bersama-sama dengan paparan sinar matahari, dibutuhkan untuk menghasilkan vitamin D. Kolesterol diproduksi dalam tubuh terutama oleh hati tetapi jika produksi kolesterol berlebihan dapat meningkatkan risiko penyumbatan pembuluh arteri.

Ikan cakalang diolah dalam berbagai bentuk pengolahan untuk meningkatkan nilai jual. Ikan cakalang di negara Jepang dijadikan bahan utama bagi pembuatan ikan kayu atau katsuobushi (Mitou et al. 2008) yang dapat dijadikan bahan utama dashi (kaldu ikan) dan bahan pelengkap dari okonomiyaki. Ikan cakalang di Indonesia dimanfaatkan sebagai produk tradisional seperti ikan asap (cakalang fufu) di daerah Manado dan bekasang (fermentasi jeroan cakalang) di daerah Maluku. Cara memasak ikan cakalang yang umum dilakukan adalah dengan cara digoreng. Proses penggorengan merupakan cara memasak bahan pangan dengan menggunakan minyak goreng sebagai media pengantar panas (Choe dan Min 2007). Salah satu cara menggoreng yang banyak dilakukan adalah dengan cara deep frying. Sartika (2009) menyatakan bahwa menggoreng dengan cara deep frying membutuhkan minyak dalam jumlah banyak sehingga bahan makanan dapat terendam seluruhnya di dalam minyak. Ghidurus et al. (2000) menyatakan menggoreng dengan metode deep frying memiliki keuntungan, yaitu waktu menggoreng yang dibutuhkan lebih singkat.

(18)

2

menjadi 9,65%. Sartika (2009) melaporkan proses pemanasan dengan pengolahan minyak (refinery) dapat membentuk asam lemak trans, yang dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat dan menurunkan kadar kolesterol baik dalam makanan. Pemanfaatan ikan cakalang yang banyak di Indonesia sayangnya tidak diikuti dengan informasi kandungan gizi ikan cakalang yang cukup. Hal ini yang membuat perlu dilakukannya penelitian mengenai pengaruh proses penggorengan pada kandungan asam lemak dan kolesterol ikan cakalang.

Perumusan Masalah

Ikan cakalang merupakan ikan yang potensial di Indonesia, namun penelitian dan informasi mengenai kandungan gizi ikan cakalang masih sangat terbatas. Pengolahan yang umum dilakukan pada produk hasil perikanan adalah dengan cara digoreng. Proses penggorengan dapat mengubah kandungan gizi ikan cakalang diantaranya komposisi asam lemak dan kolesterol. Hal ini yang membuat perlu dilakukannya penelitian mengenai komposisi gizi ikan cakalang dan pengaruh proses penggorengan pada profil asam lemak dan kolesterol ikan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan pengaruh proses penggorengan dengan metode deep frying pada suhu 180 oC selama 5 menit terhadap kadar proksimat (air, abu, lemak, protein), asam lemak, dan kolesterol ikan cakalang.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kandungan gizi ikan cakalang dan pengaruh proses penggorengan terhadap kandungan asam lemak dan kolesterol ikan cakalang.

Ruang Lingkup Penelitian

(19)

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2013. Preparasi bahan baku, perhitungan rendemen, dan analisis morfometrik dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan. Proses penggorengan dilakukan di Laboratorium Preservasi dan Pengolahan Hasil Perairan. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Terpadu Pascasarjana IPB, Baranangsiang, Bogor. Analisis kolesterol dilakukan di Laboratorium Terpadu Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berasal dari PT Graha Insan Sejahtera, Muara Baru, Jakarta Utara yang memiliki panjang total rata-rata sebesar 30 cm. Bahan yang digunakan untuk proses penggorengan ikan cakalang adalah minyak goreng

kelapa sawit dengan merk “Bimoli”. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat meliputi akuades, HCl 0,1 N, NaOH 40%, katalis selenium, H2SO4,

H3BO3 2%, kertas saring, kapas bebas lemak, pelarut heksana. Bahan yang

digunakan untuk analisis asam lemak adalah NaOH 0,5 N dalam metanol, boron triflorida (BF3), NaCl jenuh, n-heksana, dan Na2SO4 anhidrat. Bahan yang

digunakan untuk analisis kolesterol yaitu etanol, petroleum benzen, kloroform,

acetic anhidrid, dan H2SO4 pekat.

Peralatan Penelitian

(20)

4

Prosedur Penelitian

Penelitian diawali dengan pengumpulan data-data berupa asal, ukuran (panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi badan, dan lebar badan), bobot ikan cakalang, dan pengukuran rendemen tubuh (daging, kepala, tulang dan jeroan), selanjutnya dilakukan proses penggorengan dengan metode deep frying. Ikan cakalang segar dan goreng kemudian dianalisis proksimat, asam lemak, dan kolesterol. Diagram alir penelitian disajikan pada Gambar 1.

Keterangan : = Input/output = Proses

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian

Pengambilan dan Preparasi Sampel

Pengambilan sampel ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dilakukan di PT Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di Jakarta Fishing Port, Jalan Muara

Ikan cakalang

Pengukuran berat dan morfometrik

Preparasi sampel (pemisahan jeroan,kepala, daging, dan tulang)

Pengukuran rendemen

Pencacahan

Penggorengan pada suhu 180 oC selama 5 menit

Daging goreng cacah Pencacahan

Analisis kimia:

1. Analisis proksimat

2. Analisis kolesterol

3. Analisis asam lemak

Daging segar cacah

(21)

5

Baru Ujung Blok O Kav. 1-2, Penjaringan, Jakarta Utara. Sebanyak 10 ekor sampel kemudian dipreparasi hingga menghasilkan fillet skin on.

Proses Penggorengan (Modifikasi Domiszewski et al. 2011)

Cakalang digoreng di dalam panci deep frying yang telah berisi minyak 4 L. Metode Domiszewski et al. (2001) melakukan penggorengan deep frying pada suhu 180 °C selama 6 menit. Modifikasi waktu penggorengan dilakukan menjadi 5 menit, menyesuaikan karakteristik bahan yang digoreng. Daging cakalang yang telah digoreng kemudian didinginkan pada suhu ruang. Daging cakalang segar dan cakalang goreng masing-masing dihaluskan. Daging cakalang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam alumunium foil untuk selanjutnya dianalisis.

Prosedur Pengujian

Pengukuran Morfometrik (Nasution et al. 2004)

Pengukuran morfometrik dilakukan untuk mengetahui bagian tubuh ikan yang dapat di ukur. Pengukuran morfometrik yang dilakukan adalah panjang total (jarak antara ujung kepala terdepan dengan ujung sirip ekor yang paling

Rendemen (Purwaningsih et al. 2013)

Rendemen dihitung sebagai presentase bobot bagian tubuh ikan yang digunakan dari bobot ikan total. Rendemen yang dihitung adalah rendemen daging, rendemen jeroan, dan rendemen tulang serta kepala. Rendemen tulang dan kepala diperoleh dengan metode by difference, yaitu menghitung bobot total cakalang, kemudian menghilangkan jeroan dan daging. Perhitungan rendemen dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:

Rendemen = Bo ot ontoh g

Bo ot total g

x 100

Analisis Proksimat (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)

Analisis proksimat yang dilakukan terhadap sampel ikan cakalang dengan meliputi kadar air, abu, protein, dan lemak yang dilakukan masing-masing 2 kali ulangan.

1) Analisis kadar air (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)

(22)

6

kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit), kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air ikan cakalang adalah sebagai berikut:

% kadar air = B-

B- X 100%

Keterangan: A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan dengan sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (gram) 2) Analisis kadar abu (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)

Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah bahan anorganik yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis. Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 oC selama 30 menit, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Cawan abu porselen dipijarkan dalam tungku pengabuan bersuhu 105 °C sampai tidak berasap, selanjutnya cawan tersebut dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 600 °C selama 2-3 jam. Proses pengabuan dilakukan sampai abu berwarna putih, setelah itu cawan abu porselen didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang beratnya. Perhitungan kadar abu adalah sebagai berikut:

% kadar abu =

-B- x 100%

Keterangan: A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen dengan sampel setelah dikeringkan (gram)

3) Analisis kadar protein (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)

Prinsip analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

(a) Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl. Setengah butir selenium dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 10 mL H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan ke dalam alat

pemanas dengan suhu 410 °C ditambahkan 10 mL air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi hijau bening.

(b) Tahap destilasi

(23)

7

dalam erlenmeyer yang berisi asam borat berubah warna menjadi biru kehitaman atau hijau toska.

(c) Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,1 N sampai warna larutan erlenmeyer berubah warna menjadi pink. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:

% protein = vol l x l x 14 007 x 6 25 x

mg sampel

x 100

Keterangan: FP = Faktor pengenceran

4) Analisis kadar lemak (SNI 01-1891-1992 dalam BSN 1992)

Sampel seberat 5 g (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan dimasukkan

ke dalam selongsong lemak. Labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) kemudian disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak

dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi Soxhlet, lalu dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Proses destilasi membuat pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Labu kemudian didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Perhitungan kadar lemak adalah

sebagai berikut:

% kadar lemak = 3

-1

x 100

Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 5) Analisis kadar karbohidrat secara by difference

Kadar karbohidrat dilakukan dengan mengurangkan 100% dengan hasil kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangan. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

% karbohidrat = 100% - (% abu + % air + % lemak + % protein)

Analisis Asam Lemak (AOAC 2005 Butir 969.33)

(24)

8

1) Tahap ekstraksi

Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Soxhlet dan ditimbang sebanyak 0,02-0,04 g lemak dalam bentuk minyak.

2) Pembentukkan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turunan dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas.

Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan menambahkan 1 mL NaOH 0,5 N ke dalam metanol dan dipanaskan pada suhu sekitar 80 °C selama 20 menit. Sampel selanjutnya ditambahkan 2 mL BF3 20%

kemudian dipanaskan kembali pada suhu 80 °C selama 20 menit dan didinginkan dengan cara didiamkan pada suhu ruang. Tahap selanjutnya, 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL isooktan ditambahkan pada sampel, dihomogenkan, lalu lapisan isooktan dipipet ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 g Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan 15

menit. Larutan disaring dengan mikrofilter untuk memisahkan fase cairnya sebelum diinjeksikan ke dalam kromatografi gas. Se anyak 1 L sampel diinjeksikan ke dalam gas chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak).

3) Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksi metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut:

(a) Jenis Kolom : Cyanopropil methyl sil (capillary column) (b) Panjang kolom : 60 m

(m)Linear velocity : 20 cm/sec

Jenis dan jumlah asam lemak yang ada pada contoh dapat diidentifikasi dengan membandingkan peak kromatogram contoh dengan peak kromatogram asam lemak standar yang telah diketahui jenis dan konsentrasinya, kemudian dihitung kadar asam lemaknya. Pengujian asam lemak menggunakan metode eksternal standar dimana contoh dan standar dilakukan secara terpisah, tidak ada penambahan larutan standar ke dalam contoh. Kadar asam lemak sampel dengan metode eksternal standar dapat dihitung sebagai berikut:

asam lemak =

luas area sampel

luas area standar x standar x ontoh100 x 100 gram ontoh

Analisis Kadar Kolesterol (Liebermann-Buchard Colour Reaction)

(25)

9

sedikit), sambil dituangkan ke dalam tabung berskala (sampai volume 5 mL). Residu kemudian ditambahkan 2 ml acetic anhidrid dan 0,2 mL H2SO4 pekat atau

2 tetes. Bahan selanjutnya dicampur dengan vortex dan dibiarkan di tempat gelap selama 15 menit. Absorbansi lalu dibaca pada spektrofotometri dengan panjang

gelom ang 420 nm dan standar yang digunakan 0,4 mg/mL. Kadar kolesterol dalam daging ikan cakalang dihitung sebagai berikut:

kadar kolesterol = sor ansi ontoh x konsentrasi standar sor ansi standar x o ot ontoh

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfometrik Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)

Ikan cakalang yang digunakan memiliki bentuk torpedo dengan 2 sirip punggung yang pertama berjari-jari keras dan yang kedua berjari-jari keras dan berjari-jari lemah. Badan cakalang berbentuk cerutu dan tidak bersisik kecuali di daerah lapisan sirip dada. Ikan cakalang memiliki morfologi yang mirip dengan ikan tongkol karena berasal dari genus yang sama. Perbedaan ikan cakalang dan tongkol adalah langit-langit pada mulut ikan cakalang yang tidak bergerigi dan perut belang-belang hitam membujur (Saanin 1984). Ikan cakalang yang digunakan pada penelitian disajikan pada Gambar 2. Hasil pengukuran morfometrik dan berat masing-masing ikan cakalang terdapat pada Lampiran 1. Hasil morfometrik dan berat rata-rata ikan cakalang disajikan pada Tabel 1.

Gambar 2 Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) Tabel 1 Hasil morfometrik dan berat rata-rata ikan cakalang No Parameter Satuan Nilai

(26)

10

Tabel 1 menunjukkan ikan cakalang memiliki perbandingan panjang total dan tinggi badan sebesar 4:1. Menurut Saanin (1984), ikan scombroidae memiliki tinggi badan dan panjang kepala sekitar ¼ panjang total tubuhnya. Hasil pengukuran morfometrik menunjukkan sampel yang digunakan seragam. Sampel ikan cakalang yang digunakan tergolong kecil. Menurut Jamal (2011) ukuran layak tangkap ikan cakalang rata-rata lebih besar dari 40 cm. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang digunakan memiliki panjang lebih kecil dari panjang pertama kali ikan matang gonad. Tanabe et al. (2003) menyatakan bahwa ikan cakalang di perairan Pasifik rata-rata mencapai panjang 35 cm dalam setengah tahun, 45 cm dalam 1 tahun, dan 65 cm dalam 2 tahun. Menurut Matsumoto et al. (1984), ikan cakalang dapat mencapai ukuran panjang 50-70 cm dan berat 1500-5000 g.

Rendemen

Rendemen ikan cakalang segar sebagian besar terdiri dari daging dan kulit (57,8%). Rendemen merupakan parameter yang paling penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk. Semakin tinggi rendemen, maka semakin tinggi pula nilai ekonomisnya. Menurut Mitou et al. (2008) ikan cakalang merupakan bahan pembuatan ikan kayu (katsuobushi). Pemanfaatan bagian lain ikan cakalang yang dilakukan masyarakat diantaranya pemanfaatan jeroan sebagai bekasang (Garwan 2009), tulang ikan cakalang sebagai bahan baku tulang ikan, dan limbah cakalang sebagai pakan ternak (Leke et al. 2012). Hasil perhitungan rendemen ikan cakalang disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rendemen ikan cakalang segar

(27)

11

pertumbuhan ikan. Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran panjang, bobot, dan volume dalam kurun waktu tertentu, selain itu pertumbuhan juga mengandung arti perbanyakan sel dan bertambahnya ukuran sel tubuh. Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam yaitu genetik, umur, dan ketahanan terhadap penyakit. Faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu kualitas air, makanan, suhu, dan cahaya (Effendie 1997).

Kadar Proksimat Ikan Cakalang

Kadar proksimat ikan cakalang segar dan goreng disajikan pada Tabel 2. Contoh perhitungan kadar proksimat disajikan pada Lampiran 2. Hasil analisis statistik pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa proses penggorengan berpengaruh signifikan terhadap kadar air, protein, lemak, dan abu ikan cakalang (P<0,05).

Tabel 2 Kadar proksimat ikan cakalang segar dan goreng

Komponen

Kadar air ikan cakalang mengalami penurunan yang signifikan (P<0,05) akibat proses penggorengan dari 71,76% menjadi 48,25% atau mengalami penurunan sebesar 23,51%. Kadar air ikan cakalang (71,76%) memiliki kisaran yang sama dengan penelitian Matsumoto et al. (1984), namun lebih rendah jika dibandingkan ikan mas (Cyprinus carpio). Semua bahan makanan memiliki kadar air yang berbeda-beda (Winarno 2008). Menurut Ayas dan Ozugul (2011) perbedaan kadar air dapat disebabkan oleh jenis, umur biota, perbedaan kondisi lingkungan hidup, dan tingkat kesegaran organisme tersebut. Kadar air ikan air laut yang lebih rendah dibanding ikan air tawar disebabkan perbedaan sistem osmoregulasi. Ikan air tawar bersifat hipertonik dibanding lingkungannya, sehingga proses osmosis terjadi dari lingkungan ke dalam tubuh ikan air tawar yang mengakibatkan tingginya kadar air ikan air tawar. Keadaan sebaliknya terjadi pada ikan air laut yang memiliki konsentrasi tubuh bersifat hipotonik dibandingkan lingkungan. Proses osmosis pada ikan air laut terjadi dari dalam tubuh ke lingkungan perairan yang mengakibatkan kadar air ikan air laut lebih rendah (Yuwono dan Purnama 2001).

(28)

12

Penurunan kadar air yang terkandung dalam produk akibat perlakuan proses penggorengan disebabkan oleh terlepasnya molekul air dalam bahan. Menurut Hassaballa et al. (2009) kadar air pada bahan makanan mengalami penyusutan setelah proses pemasakan karena pada umumnya proses pemasakan menggunakan suhu tinggi yaitu sampai titik didih air (100 oC). Semakin meningkatnya suhu membuat jumlah rata-rata molekul air menurun dan mengakibatkan molekul berubah menjadi uap dan akhirnya terlepas dalam bentuk uap air (Winarno 2008).

Kadar Protein

Kadar protein cakalang segar sebesar 25,29%. Matsumoto et al. (1984) menyatakan ikan cakalang memiliki kadar protein sebesar 21,45%. Ikan cakalang berdasarkan data FAO memiliki kadar protein sebesar 24,2% (FAO 1989). Perbedaan kadar protein yang didapat menurut Purwaningsih (2012) disebabkan oleh protein daging yang bersifat tidak stabil dan mempunyai sifat dapat berubah dengan berubahnya kondisi lingkungan. Proses penggorengan dapat meningkatkan kadar protein menjadi 41,25%. Protein dalam ikan berkisar antara 15-25% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Peningkatan kadar protein basis basah setelah proses penggorengan disebabkan oleh penurunan kadar air setelah proses penggorengan sehingga kadar protein meningkat secara proporsional. Perhitungan kadar protein dalam basis kering menunjukkan efek proses penggorengan menurunkan kadar protein cakalang segar dari 89,54% menjadi 79,71%. Kadar protein menurun secara signifikan (P<0,05) sebesar 9,83% setelah proses penggorengan. Penurunan kadar protein total diduga disebabkan pemanasan. Proses pemanasan diduga dapat membawa komponen protein daging dan nitrogen non protein ikan ke dalam minyak yang digunakan. Penelitian Suryani (2012) menunjukkan efek penggorengan pada belut menurunkan kadar protein basis kering dari 75,32% menjadi 72,48%.

Panas dapat menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuarterner molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen (Jacoeb et al. 2008). Proses denaturasi mengubah sifat fisiologis protein namun tidak menyebabkan total nitrogen pada bahan pangan menurun. Protein dibutuhkan oleh manusia karena asam amino yang bertindak sebagai penyusunnya merupakan prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul esensial kehidupan. Protein dalam tubuh manusia memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat gizi yang lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2006).

Kadar Lemak

Kadar lemak ikan cakalang segar sebesar 0,6% pada basis basah dan 2,12% pada basis kering. Ikan cakalang dikategorikan ikan kurus. Ackman (1989) menyatakan bahwa ikan yang tergolong berlemak rendah memiliki kadar lemak kurang dari 2%.

(29)

13

Majewska et al. (2009) menyatakan bahwa suatu spesies yang sudah matang gonadnya akan mengalami peningkatan kadar lemak dalam tubuhnya. Ikan yang mengalami proses pertumbuhan memanfaatkan energi dari lemak lebih besar sehingga mengurangi jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh.

Proses penggorengan meningkatkan kadar lemak cakalang dari 2,11% (bk) menjadi 9,27% (bk). Proses penggorengan berpengaruh signifikan terhadap kandungan lemak ikan cakalang (P<0,05). Hal ini disebabkan pengaruh suhu dan pemakaian minyak pada saat proses penggorengan. Proses penggorengan dapat menambah kadar lemak dan memperbesar penguapan. Peningkatan kadar lemak setelah penggorengan disebabkan masuknya minyak saat proses penggorengan. Minyak merupakan lemak cair yang berfungsi sebagai penghantar panas dan penambah kalori bahan pangan (Winarno 2008). Sebagian minyak akan masuk ke dalam bahan pangan selama proses penggorengan untuk menggantikan kadar air yang menguap akibat panas yang ditimbulkan saat penggorengan (Ketaren 1986).

Kadar Abu

Kadar abu ikan cakalang segar sebesar 1,49%. Matsumoto et al. (1984) menyatakan ikan cakalang memiliki kadar abu sebesar 1,27%. Menurut Purwaningsih (2012), tiap organisme memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasikan dan mengabsorpsi logam berdasarkan cara makan suatu organisme, hal ini nantinya akan mempengaruhi kadar abu dalam bahan. Kadar abu dapat dipengaruhi oleh perbedaan habitat dan lingkungan. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya.

Kadar abu ikan cakalang segar basis kering sebesar 5,28% dan meningkat menjadi 7,91% setelah proses penggorengan. Proses penggorengan berpengaruh signifikan terhadap kandungan abu ikan cakalang (P<0,05). Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan. Kenaikan kadar mineral ini dapat disebabkan oleh minyak yang digunakan saat penggorengan mengandung sejumlah mineral, sehingga mineral dari minyak terdifusi ke dalam bahan pangan. Minyak yang berasal dari kelapa sawit memiliki beberapa kadar mineral seperti Cu, P, dan Fe yang kadarnya masing-masing 0,0200-0,047 ppm, 0,35-0,89 ppm, dan 0,0157-0,093 ppm (Hasibuan dan Nuryanto 2011). Minyak mengandung natrium atau kalium yang berjumlah kurang dari 1 ppm (Choe dan Min 2007). Bahan yang dipanaskan akan kehilangan bahan organiknya dan yang tersisa adalah bahan anorganiknya (Winarno 2008). Proses penggorengan akan menghilangkan sejumlah bahan organik di dalam bahan makanan, sehingga secara proporsional akan meningkatkan kadar abu tersebut karena berat total bahan setelah digoreng lebih ringan dibandingkan bahan yang masih segar.

Kadar Karbohidrat

(30)

14

cakalang goreng sebesar 1,6%. Kadar karbohidrat pada ikan umumnya hanya berkisar antara 0,1-1% (Nurjanah dan Abdullah 2010). Karbohidrat yang ada dalam produk perikanan tidak mengandung serat dan kebanyakan terdapat dalam bentuk glikogen (Okuzumi dan Fujii 2000). Glikogen terdapat di dalam sarkoplasma diantara miofibril. Kadar karbohidrat dalam daging ikan dapat berupa glikogen 0,05-0,85%, glukosa 0,038%, dan asam laktat 0,006-0,43% (Adawyah 2007). Kadar karbohidrat ikan sangat rendah dan dipengaruhi oleh kondisi ikan sebelum dan selama penangkapan, yang dapat menyebabkan penurunan kadar glikogen sehingga kadar karbohidrat juga mengalami penyusutan. Glikogen terus termetabolisme tanpa adanya oksigen pada kondisi

postmortem dan menghasilkan asam laktat serta menurunkan pH yang pada akhirnya akan menurunkan cita rasa dan karakter dari daging ikan (Nollet dan Toldra 2010).

Profil Asam Lemak

Asam lemak ikan cakalang segar mengandung 30 jenis asam lemak yang terdiri atas 12 jenis asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), 7 jenis asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan 11 jenis asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Ikan cakalang goreng mengandung 25 jenis asam lemak, terdiri atas 12 jenis SAFA, 6 jenis MUFA dan 7 jenis PUFA. Kromatogram asam lemak cakalng segar dan goreng dilampirkan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Kadar asam lemak ikan cakalang segar dan goreng disajikan pada Tabel 3. Perbandingan komposisi asam lemak beberapa jenis ikan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 menunjukkan adanya asam lemak yang tidak terdeteksi yakni 36,87% pada cakalang segar dan 16,42% pada cakalang goreng. Hal ini diduga dipengaruhi oleh metode Soxhlet yang digunakan untuk ekstraksi lemak sebelum analisis asam lemak. Hasil penelitian Ozogul et al. (2012) terhadap efek perbedaan metode ekstraksi lemak pada kadar lemak biota laut menunjukkan metode Soxhlet kurang efisien dalam mengekstraksi lemak baik polar maupun non-polar, serta kurang mampu mencegah kehilangan PUFA akibat oksidasi dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya yaitu metode Bligh dan Dryer.

(31)

15

Tabel 3 Kadar asam lemak ikan cakalang segar dan goreng

Asam Lemak Cakalang

Pentadekanoat (C15:0) 0,56±0,04 0,10±0,01 0,03

Palmitat (C16:0) 14,49±0,81 30,46±0,19 26,00

Heptadekanoat (C17:0) 1,00±0,07 0,22±0,01 0,07

Stearat (C18:0) 7,57±0,53 4,03±0,24 3,02

Arakidat (C20:0) 0,41 ±0,03 0,30±0,02 0,27

Heneikosanoat (C21:0) 0,09±0,01 0,08±0,10 -

Behenat (C22:0) 0,36±0,03 0,16±0,07 0,05

Lignoserat (C24:0) 0,25±0,02 0,09±0,01 0,07

Total SAFA 26,56±0,61 36,55±1,49 -

Oleat (C18:1n9c) 7,65±0,46 33,45±0,42 32,28

Cis-11-Eikosenoat (C20:1) 0,44±0,03 0,22±0,01 0,11

Erukat (C22:1n9) 0,08±0,01 0,02±0,00 -

Nervonat (C24:1) 0,38±0,03 0,08±0,01 -

Total MUFA 10,72±0,65 34,22±1,58 -

Asam lemak tak jenuh jamak

Linoleat (C18:2n6c) 0,97±0,08 8,32±0,42 10,88

Linolelaidat (C18:2n9t)

Eikosentrienoat (C20:3n3) 0,08±0,01 0,13±0,11 -

Cis- 8,11,14- Eikosetrienoat

(32)

16

pemanasan yang tinggi akan terjadi proses oksidasi pada ikatan asam lemak tidak jenuh yang menyebabkan reaksi berantai yang akan menghasilkan alkohol, aldehid, asam dan hidrokarbon, serta asam lemak jenuh dengan komposisi cis dan

trans. Sartika (2009) menambahkan asam lemak dengan konfigurasi cis secara substansial kurang stabil sehingga akan berkurang setelah proses pemanasan. Kandungan trans pada sampel diduga disebabkan oleh metode Soxhlet untuk ekstraksi lemak. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya senyawa trans elaidat (C18:1n9t) pada pengujian asam lemak belut segar dengan menggunakan metode Soxhlet pada penelitian Suryani (2012).

Edwar et al. (2011) menyatakan bahwa komposisi trans akan lebih banyak dihasilkan dari hasil oksidasi asam lemak tidak jenuh majemuk. Pembentukan gugus trans akan lebih berbahaya bagi tubuh karena semua ikatan rangkap dalam asam lemak tidak jenuh yang terdapat secara alami di dalam tubuh manusia mempunyai konfigurasi cis. Komposisi trans yang tidak dikenal oleh sistem tubuh akibatnya akan merangsang ekspresi beberapa gen pada sel endotel sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan sel endotel dan aterosklerosis. Perubahan asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak trans juga dapat meningkatkan Low Density Lipoprotein (LDL) dan menurunkan High Density Lipoprotein (HDL) yang akan memperbesar faktor risiko terjadinya aterosklerosis.

Proses penggorengan membuat ikan cakalang memiliki rasio n-6/n-3 sebesar 0,11 pada kondisi segar dan 2,07 setelah penggorengan. Rasio ini sesuai dengan rekomendasi HMSO (1994) dalam Yenni et al. (2012) yang menyatakan rasio n-6/n-3 maksimum adalah 4. Rasio n6/n3 merupakan indeks yang baik untuk membandingkan nilai nutrisi relatif dari minyak ikan. Domiszewski et al. (2011) melaporkan bahwa nilai rasio n6/n3 yang lebih tinggi dari nilai maksimum, berbahaya bagi kesehatan dan dapat memicu penyakit kardiovaskular.

Tabel 4 Perbandingan asam lemak beberapa jenis ikan

Asam Lemak Cakalang

* Muhamad dan Mohamad (2012)

(33)

17

Asam Lemak Jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA)

Asam palmitat (C16:0) merupakan SAFA dengan kadar tertinggi, baik pada ikan cakalang segar maupun goreng. Ikan cakalang segar mengandung palmitat sebesar 14,49% dan cakalang goreng sebesar 30,46%. Tingginya asam palmitat pada cakalang segar sesuai dengan pendapat Osman et al. (2001), yang menyatakan palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak terdapat dalam minyak ikan. Jumlah asam palmitat pada bahan pangan, yaitu 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada. Ozugul dan Ozugul (2007) menambahkan bahwa kadar asam palmitat dari keseluruhan asam lemak jenuh mencapai 53-63%. Peningkatan kadar palmitat pada cakalang goreng disebabkan proses penggorengan yang dilakukan. Minyak goreng yang digunakan ikut terserap ke dalam daging ikan cakalang saat digoreng, sehingga kandungan asam lemak minyak goreng pun terserap ke dalam daging ikan. Minyak goreng mengandung palmitat sebesar 26,00% (Ningsih 2011). Kadar asam palmitat yang meningkat sesuai dengan penelitian Domiszewski et al. (2010) yang menyatakan asam palmitat pada minyak dapat meningkat setelah proses deep fat frying.

Kadar asam lemak jenuh stearat (C18:0) pada ikan cakalang segar dan goreng adalah 7,57% dan 4,03%. Ikan cakalang goreng mengandung asam stearat yang lebih rendah dibandingkan dengan cakalang segar. Penurunan kadar asam lemak disebabkan oleh oksidasi lemak. Penelitian Gladyshev et al. (2006) mengenai pengaruh pengolahan terhadap kadar asam lemak jenuh ikan salmon (Oncorhynchus gorbuscha) menyebutkan bahwa proses penggorengan akan menghasilkan senyawa-senyawa karbonil yang berasal dari oksidasi lipid. Oksidasi lipid merupakan reaksi utama yang mempengaruhi komposisi asam lemak dan kolesterol, serta terbentuknya COPs (cholesterol oxidation products). Senyawa-senyawa ini berperan dalam meningkatkan risiko berbagai macam penyakit seperti arthritis dan kanker. Kerusakan akibat oksidasi umumnya terjadi pada asam lemak tak jenuh, tetapi bila minyak dipanaskan pada suhu 100 °C atau lebih, asam lemak jenuh pun dapat teroksidasi (Jacobson 1967). Asam stearat dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker dan obesitas.

Kadar asam lemak miristat (C14:0) pada ikan cakalang segar sebesar 1,74% dan cakalang goreng sebesar 0,86%. Oksidasi yang terjadi saat proses penggorengan dapat menyebabkan penurunan asam miristat pada cakalang goreng. Asam miristat terdapat dalam jumlah yang sedikit, tidak lebih dari kisaran 1-2%. Asam miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam retina dan

fotoreseptor O’Keefe 2002 .

Asam Lemak Tak Jenuh Tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA)

(34)

18

digoreng, sehingga kandungan asam lemak minyak goreng pun terserap ke dalam daging ikan. Kadar asam oleat minyak goreng sebesar 32,28% dan merupakan MUFA dengan persentase tertinggi (Ningsih 2011). Hal ini memungkinkan bahwa peningkatan asam oleat pada daging cakalang goreng dipengaruhi oleh kandungan asam oleat dari minyak goreng. Asam oleat adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian besar PUFA. Asam oleat memiliki fungsi di dalam tubuh sebagai sumber energi, sebagai zat antioksidan untuk menghambat kanker, menurunkan kadar kolesterol, dan media pelarut vitamin A, D, E, dan K. Kekurangan asam oleat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada penglihatan, menurunnya daya ingat serta gangguan pertumbuhan sel otak pada janin dan bayi (Peddyawati 2008 dalam Suryani 2012).

Asam lemak palmitoleat (C16:1) dan asam lemak eikosenoat (C20:1) pada cakalang goreng mengalami penurunan dibandingkan dengan cakalang segar. Palmitoleat pada cakalang segar dan goreng adalah sebesar 2,07% dan 0,36%, sedangkan eikosenoat sebesar 0,44% dan 0,22%. Hal ini disebabkan oleh oksidasi asam lemak yang terjadi saat penggorengan. Proses oksidasi melibatkan 3 tahapan utama yakni inisiasi, propagasi, dan terminasi. Tahap inisiasi adalah tahap pembentukan radikal bebas (R• dan H•) yang dapat dipicu oleh panas/energi dari proses penggorengan. Tahap propagasi adalah reaksi antara radikal bebas dengan oksigen untuk membentuk radikal peoksida (ROO•). Tahap ini berlangsung cepat karena radikal peroksida akan mengambil atom hidrogen pada asam lemak lainnya pada sisi ikatan rangkap sehingga terbentuk radikal bebas baru (R•) dan hidrogen peroksida (ROOH). Tahap terminasi antarradikal peroksida (ROO•) juga dapat berikatan satu sama lain membentuk ROOR. Proses oksidasi nantinya akan membuat asam lemak terdegradasi mejadi senyawa volatil seperti aldehida, keton, dan alkohol yang tercium sebagai bau tengik (Kusnandar 2010).

Asam Lemak Tak Jenuh Majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA)

Kadar asam lemak tak jenuh majemuk terbesar pada ikan cakalang segar adalah DHA (19,27%), sedangkan pada ikan cakalang goreng kadar asam lemak tak jenuh majemuk terbesar adalah asam linoleat (8,32%). Ikan cakalang segar memiliki kadar asam linoleat sebesar 0,97%, dan meningkat setelah penggorengan. Peningkatan kadar linoleat ikan cakalang dipengaruhi oleh kandungan linoleat yang terdapat pada minyak goreng, dimana kandungan linoleat minyak goreng yaitu 10,88% (Ningsih 2011). Iskandar et al. (2010) menyatakan asam lemak tak jenuh linoleat adalah asam tidak jenuh ikatan majemuk yang esensial untuk tubuh. Asam linoleat merupakan asam lemak tidak jenuh yang tidak bisa disintesis oleh tubuh sehingga perlu diberikan dari luar melalui makanan. Asam linoleat dalam tubuh berperan dalam proses pertumbuhan, pemeliharaan membran sel, pengaturan metabolisme kolesterol, dan menurunkan tekanan darah. Defisiensi asam linoleat dapat menyebabkan kemampuan reproduksi menurun, gangguan pertumbuhan, dan rentan terhadap infeksi.

(35)

19

menyatakan bahwa asam arakidonat adalah prekursor prostaglandin dan thromboxan yang akan mempengaruhi proses pembekuan darah dan membawa ke jaringan endotel selama penyembuhan luka. Asam arakidonat juga berperan dalam pertumbuhan. Asam lemak arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat pada hewan.

Ikan cakalang segar mengandung EPA sebesar 3,48% dan DHA sebesar 19,27%. Ikan cakalang goreng mengandung EPA sebesar 0,52% dan DHA 3,44%. Penurunan relatif EPA sebesar 85,06% dan DHA sebesar 82,15%. Penurunan relatif EPA dan DHA tergolong tinggi. Tủrkkan et al. (2007) menyatakan bahwa efek penggorengan pada ikan seabass (Dicentrarchus labrax) dapat menurunkan kadar EPA relatif sebesar 30% dan kadar DHA relatif sebesar 28%. Domiszewski

et al. (2011) menambahkan efek penggorengan pada ikan patin (Pangasius sp.) pada suhu 180oC selama 6 menit dapat menurunkan EPA dan DHA relatif sebesar 71,43% dan 72,19%. Perbedaan penurunan EPA dan DHA disebabkan sifat sensitif EPA dan DHA dipengaruhi 4 faktor, yaitu lamanya pemanasan, suhu, adanya akselerator, misalnya oksigen atau hasil-hasil proses oksidasi, dan komposisi campuran asam lemak serta posisi asam lemak yang terikat dalam molekul trigliserida (Ketaren 1986). Faktor-faktor seperti kandungan lemak, suhu pengolahan, ukuran ikan serta luas kontak permukaan dapat berpengaruh terhadap komposisi lemak pada ikan setelah dilakukan proses pemasakan. Semakin panjang rantai karbon yang menyusun asam lemak maka semakin besar titik lelehnya dan semakin rendah kelarutan asam lemak tersebut di dalam air (Kusnandar 2010).

EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak. Mengkonsumsi asam lemak omega-3 dalam jumlah yang cukup mampu mengurangi kandungan kolesterol dalam darah dan mengurangi risiko terkena penyakit jantung, risiko artherosklerosis serta secara selektif dapat membunuh sel-sel kanker dan menyembuhkan simtom-simtom rheumathoid arthritis. Efek klinis dari asam lemak omega-3 dalam menurunkan kadar kolesterol darah diduga disebabkan oleh pengaruhnya terhadap mekanisme produksi lipoprotein transpor dalam hati, yang kemudian disekresikan ke dalam darah (Kinsella et al. 1990).

Kolesterol

Proses penggorengan berpengaruh terhadap kadar kolesterol ikan cakalang (p<0,05). Perhitungan ANOVA kolesterol disajikan pada Lampiran 8. Kandungan kolesterol pada ikan cakalang segar dan goreng dapat dilihat pada Gambar 4. Data perhitungan kolesterol dilampirkan pada Lampiran 5. Perbandingan kadar kolesterol cakalang dengan komoditas perikanan lain disajikan pada Tabel 5.

Kadar kolesterol rata-rata cakalang segar adalah 49,12 mg/100 g dan cakalang goreng adalah 173,92 mg/100 g. Menurut Okuzumi dan Fujii (2000)

(36)

20

Minyak kelapa sawit yang digunakan mengandung pitosterol. Pitosterol mengandung 28-29 atom steroid alkohol. Pitosterol dan kolesterol memiliki struktur yang sama tetapi pitosterol memiliki tambahan metil atau etil pada rantai cabangnya. Pitosterol utama dalam minyak kelapa sawit adalah sitosterol sebanyak 350-410 g/g minyak ampesterol 140-180 g/g minyak stigmasterol 70-100 g/g minyak dan avenasterol 0-30 g/g minyak (Tabee 2008).

Gambar 4 Kadar kolesterol total cakalang segar dan goreng ( = basis basah, = basis kering)

Tabel 5 Kadar kolesterol komoditas perikanan lain

No. Jenis biota Kolesterol (mg/100 g)

Liebermann - Buchard Colour Reaction yang digunakan dalam menghitung kadar kolesterol pada sampel merupakan metode dengan tahap ekstraksi. Metode ini menghitung kadar kolesterol dan sterol lain yang terkandung dalam bahan (Kenny 1952). Hal ini memungkinkan terhitungnya sterol lain dalam bahan selain kolesterol. Sterol lain yang terhitung dapat berasal dari sterol-sterol yang terdapat dalam minyak goreng. Variasi kolesterol dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain spesies, ketersediaan makanan, umur, seks, suhu air, lokasi geografis, dan musim (Sampaio et al. 2006).

Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel dan merupakan komponen utama sel otak dan syaraf. Kolesterol terdapat dalam konsentrasi tinggi pada jaringan kelenjar dan di dalam hati dimana kolesterol disintesis dan disimpan. Kolesterol mempunyai peranan penting untuk mengatur fungsi tubuh. Kolesterol juga penting sebagai bahan dasar untuk biosintesis asam

(37)

21

empedu (vital untuk pencernaan dan penyerapan lemak), biosintesis hormon laki-laki dan perempuan serta hormon steroid yang lain (Okuzumi dan Fujii 2000). Kolesterol menjalankan 3 fungsi utama yaitu membentuk selubung luar sel, membentuk asam empedu yang mencerna makanan di usus, dan memungkinkan tubuh membentuk vitamin D dan hormon penting dalam tubuh (Almatsier 2006).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Proses penggorengan dengan metode deep frying pada suhu 180 oC selama 5 menit menurunkan kadar air dan protein secara signifikan (P<0,05). Proses penggorengan meningkatkan kadar lemak dan abu secara signifikan (P<0,05). Ikan cakalang segar mengandung 30 jenis asam lemak yang terdiri atas 12 jenis SAFA, 7 jenis MUFA dan 11 jenis PUFA. Ikan cakalang goreng mengandung 25 jenis asam lemak yang terdiri atas 12 jenis SAFA, 6 jenis MUFA dan 7 jenis PUFA. Proses penggorengan meningkatkan kadar asam lemak kaprat, palmitat, oleat, linoleat, dan eikosentrienoat secara signifikan (P<0,05). Asam lemak secara keseluruhan mengalami penurunan secara signifikan (P<0,05) kecuali asam elaidat dan kaprilat (P>0,05) yang tidak mengalami perubahan setelah proses penggorengan. Proses penggorengan menyebabkan penurunan secara signifikan (P<0,05) pada kadar kolesterol ikan cakalang.

Saran

Penelitian selanjutnya sebaiknya menggunakan metode ekstraksi lemak Bligh and Dryer yang tidak menggunakan pemanasan dengan suhu tinggi untuk mengekstrak lemak. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan suhu dan waktu penggorengan pada komposisi kimia, asam lemak, dan kolesterol ikan cakalang untuk mengetahui perubahan komposisi gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Ackman RG. 1989. Nutritional composition on fats in seafood. Progress in Food and Nutrition Science 13(1):161-241.

Adawyah R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Afkhami M, Mokhlesi A, Bastami KD, Khoshnood R, Eshaghi N, Ehsanpour M. 2011. Survey of some chemical compositions and fatty acids in cultured common carp (Cyprinus carpio) and grass carp (Ctenopharyngodon idella), noshahr, Iran. WorldJournal of Fish and Marine Sciences 3(6):533-538. Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka

(38)

22

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington, Virginia, USA (GB): Association of Official Analytical Chemist, Inc.

Ayas D, Ozugul Y. 2011. The chemical composition of carapace meat of sexually mature blue crab (Callinectes sapidus, Rathbun 1896) in the Mersin Bay.

Journal Fisheries and Sciences 5(3):262-269.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1992. SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta (ID): Dewan Standarisasi Nasional.

Choe E, Min DB. 2007. Chemistry of deep-fat frying oils. Journal of Food Science 72(5):77-87.

Colpo A. 2005. LDL cholesterol: bad cholesterol or bad science. Journal of American Physicians dan Surgeons 10(3):83-89.

Domiszewski Z, Bienkiewicz G, Plust D. 2011. Effects of different heat treatments on lipid quality of striped catfish (Pangasius hypophthalmus).

ACTA Scientiarum Polonorum Technologia Alimentaria 10(3):359-373. Edwar Z, Suyuthie H, Yerizel E, Sulastri D. 2011. Pengaruh pemanasan terhadap

kejenuhan asam lemak minyak goreng sawit dan minyak goreng jagung.

Journal of the Indonesian Medical Association 61(6):248-252.

Effendie I. 1997. Biologi Perikanan. Jakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusantara. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1989. Yield and nutritional value of

the commercially more important fish species. http://www.fao.org/docrep/ 003/t0219e/t0219e01.htm [25 Desember 2013].

Garwan, R. 2009. Perkembangan histamin selama proses fermentasi penyimpanan produk bekasang jeroan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ghidurus M, Turtor M, Boskou G, Niculita P, Stan V. 2000. Nutritional and

health aspects related to frying (I). Romanian Biotecnological Letters

15(6):5675-5683.

Gladyshev M, Sushchik NN, Gubanenko GA, Demirchieva SM, Kalachova GS. 2006. Effect of way of cooking on content of essential polyunsaturated fatty acids in muscle tissue of humpback salmon (Oncorhynchus gorbuscha). Food Chemistry 96(2006):446-451.

Hasibuan HA, Nuryanto E. 2011. Kajian kandungan P, Fe, Cu, dan Ni pada minyak sawit, minyak inti sawit, dan minyak kelapa selama proses rafinasi.

Jurnal Standardisasi 13(1):67-71

Hassaballa AZ, Mohamed GF, Ibrahim HM, Abdelmageed MA. 2009. Frozen cooked catfish burger: effect of different cooking methods and storage on its quality. Global Veterinaria 3(3):216-226.

Heruwati ES. 2002. Pengolahan ikan secara tradisional: prospek peluang dan pengembangan. Jurnal Litbang Pertanian 21(3):92-99.

Iskandar Y, Surilaga S, Musfiroh I. 2010. Penentuan kadar asam linoleat pada tempe secara kromatografi gas. Jurnal Farmasi 3 (2): 15-20.

Jacobson GA. 1967. Quality Control of Commercial Deep Fat Frying, Chemistry & Technology of Deep Fat Frying, Food Technology Symposium, p.42-48. Jacoeb AM, Cakti NW, Nurjanah. 2008. Perubahan komposisi protein dan asam

amino daging udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) akibat perebusan.

(39)

23

Jamal M, Sondita MFA, Haluan J, Wiryawan B. 2011. Pemanfaatan data biologi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dalam rangka pengelolaan perikanan bertanggung jawab di perairan teluk bone. Jurnal Natur Indonesia 14(1):107-113

Kenny AP. 1952. The determination of cholesterol by the liebermann-burchard reaction. Clinical Laboratories. 52(39):611-620.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): UI Press.

Kinsella JE, Broughton KS, Whelan JW. 1990. Dietary Unsaturated Fatty Acids Interaction and Possible Need in Relation to Eicosanoid Shyntesis. Journal Nutrition Biochemistry 1:123-139.

[KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012. Ekspor tuna terus meningkat.

http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/830/Ekspor-Tuna-Terus-Meningkat/

[29 Oktober 2013].

Kurniawan A, Hafiluddin, Abida W. 2012. Analisis kandungan gizi pada berbagai jenis hasil laut di Perairan Sepulu. http://pta.trunojoyo.ac.id/uploads/ journals/ 70341100001/070341100001.pdf [25 Desember 2013].

Kusnandar F. 2010. Mengenal Sifat Lemak dan Minyak. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Leke JR. Najoan M, Sjofjan O. 2012. Nilai kecernaan zat-zat gizi limbah ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L) pada ayam kampung.

http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/lokakarya/prougs12-19.pdf [25 Desember 2013].

Majewska D, Jakubowska M, Ligocki M, Tarasewicz Z, Szczerbin D, Karamucki T,Sales J. 2009. Physicochemical characteristics, proximate analysis and mineral composition of ostrich meat as influenced by muscle. Food Chemistry 117(2009):207–211.

Matsumoto WM, Skillman RA. Dizon AE. 1984. Synopsis of Biological Data on Skipjack Tuna, Katsuwonus pelamis. NDAA Technical Report NMFSCircular.

Mitou M, Shigemori Y, Aoshima H, Yokoyama S. 2008. Effect of dried bonito (katsuobushi) and some of its components on GABAA receptors. Food Chemistry 108 (2008):840–846.

Muhamad NA, Mohamad J. 2012. Fatty acids composition of selected malaysian fishes. Sains Malaysiana 41(1):81–94.

Nasution SH, Sulistiono, Sjafei D, Haryani S. 2004. Variasi morfologi ikan endemik rainbow selebensis (Telmatherina celebensis) di Danau Towuti, Sulawesi Selatan. Jurnal Akuakultur Indonesia 3(2):5-11.

Ningsih SG. 2011. Analisis asam lemak dan pengamatan jaringan daging fillet

ikan patin (pangasius hypophthalmus) akibat penggorengan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Nollet L, Toldra F. 2010. Handbook of Seafood and Seafood Products Analysis. Boca Raton (GB): CRC Press.

Nurjanah, Abdullah A. 2010. Cerdas Memilih Ikan dan Mempersiapkan Olahannya. Bogor (ID): IPB Press.

O’Keefe S . 2002. omen lature dan lassifi ation of lipids. Di dalamμ koh

(40)

24

Okuzumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttlefish. Jepang (JP): Tokyo University of Fisheries.

Osman H, Suriah AR, Law EC. 2001. Fatty acid composition and cholesterol content of selected marine fish in Malaysian water. Food chemistry

75(2001):55-60.

Ozogul Y, Simsek A, Balikci E, Kenar M. 2012. The effects of extraction methods on the contents of fatty acids, especially EPA and DHA in marine lipids. Int J Food Sci Nutr 63(3):326-31.

Ozugul Y, Ozugul F. 2007. Fatty acid profiles of commercially important fish species from the mediterranean, agean dan black seas. Food Chemistry

100(4):1634-1638.

Purwaningsih S, Salamah E, Apriyana G. 2013. Profil protein dan asam amino keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) pada pengolahan yang berbeda.

Jurnal Gizi dan Pangan 8(1): 77-82.

Purwaningsih S. 2012. Aktivitas antioksidan dan komposisi kimia keong matah merah (Cerithidea obtusa). Ilmu Kelautan 17(1):39-38.

Rahman SA, Huah TS, Hassan O, Daud NM. 1995. Fatty acid composition of some malaysian fresh water fish. Food Chemistry 54(1995):45-49.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bandung (ID): Bina Cipta.

Sampaio GR, Bastos DHM, Sares RAM, Queiroz YS, Torres EAFS. 2006. Fatty acid dan cholesterol oxidation in salted dan dried shrimp. Food Chemistry

95(2):344-351.

Sartika RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara Sains 13(1):23-28.

Suryani AA. 2012. Komposisi asam lemak dan kolesterol belut sawah (Monopterus albus) akibat penggorengan. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ilmu Perikanan dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Tabee E. 2008. Lipid and phytosterol oxidation in vegetable oils and fried potato products. [tesis]. Swedia (SE): Swedish University of Agricultural Science. Tanabe T, Kayama S, Ogura M. 2003. Precise age determination of young to adult

skipjack tuna (Katsuwonus pelamis) with validation of otolith daily increment. Standing Commitee on Tuna and Bilfish.

Tủrkkan AU, Cakli S, Kilinc B. 2008. Effects of cooking methods on the proximate composition and fatty acid composition of seabass (Dicentrarchus labrax, Linnaeus, 1758). Food and bioproducts processing

86:163–166.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Yenni, Nurhayati T, Nurjanah. 2012. Pengaruh perebusan terhadap kandungan asam lemak dan kolesterol kerang pokea (Batissa violacea celebensis

Marten 1897). Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 15(3):193-198.

(41)

25

(42)
(43)

27

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data morfometrik ikan cakalang (dalam cm) N

Lampiran 2 Contoh perhitungan analisis proksimat ikan cakalang

a Kadar air

Cakalang segar Cakalang goreng

1 2 1 2

Contoh perhitungan kadar air daging cakalang segar ulangan 1: Berat cawan kosong = 29,55 gram (A)

Berat cawan dan sampel = 34,56 gram (B) Berat setelah dioven = 30,98 gram (C) % Kadar air =

=

= 71,46 %

b Kadar abu

Cakalang segar Cakalang goreng

1 2 1 2

Contoh perhitungan kadar abu daging ikan cakalang segar ulangan 1: Berat cawan kosong = 29,55 gram (A)

(44)

28

Berat cawan dan sampel setelah ditanur = 29,63 gram (C) % Kadar abu =

=

= 1,59 %

c Kadar protein

Cakalang segar Cakalang goreng

1 2 1 2

Berat sampel (g) 1,04 1,04 3,00 3,00 Titrasi HCl (mL) 3,00 3,00 4,80 4,80 Kadar protein (%) 25,29 25,29 41,25 41,25

Rataan (%) 25,29 41,25

Contoh perhitungan kadar protein daging cakalang segar ulangan 1: Berat sampel = 1,04 gram mL HCl sampel = 3,00 mL mL HCl blanko = 0 N HCl = 0,1 N

fp = 10

% protein = mL l x l x 14 007 x 6 25 x

mg sampel

x 100

= mL x x 14 007 x 6 25 x 10

mg

x 100

= 25,29 %

d Kadar lemak

Cakalang segar Cakalang goreng

1 2 1 2

Berat labu (g) 105,20 105,20 127,18 127,18 Berat sampel (g) 5,02 5,02 5,00 5,00 Berat setelah oven (g) 105,23 105,23 127,42 127,42 Kadar lemak (%) 0,60 0,60 4,80 4,80

Rataan (%) 0,60 4,80

Contoh perhitungan kadar lemak ikan cakalang segar ulangan 1: Berat sampel= 5,02 g (W1)

Berat labu lemak tanpa lemak= 105,2 g (W2) Berat labu lemak dengan lemak= 105,23 g (W3) % kadar lemak -

= 0,6 %

e Kadar karbohidrat

Contoh perhitungan kadar karbohidrat ikan cakalang segar

(45)

29

Lampiran 3 Kromatogram asam lemak cakalang segar

Lampiran 4 Kromatogram asam lemak cakalang goreng

Contoh perhitungan asam lemak cakalang goreng ulangan 1 Asam Caprilat (C8:0)

Area sampel : 2480 Area standar : 88945 Konsentarsi standar : 0,04 V contoh : 1

(46)

30

asam lemak =

asam lemak =

= 0,05 %

Lampiran 5 Data kolesterol ikan cakalang

Standar kolesterol

Absorbansi Konsentrasi (mg/mL)

0,069 0,025

0,155 0,05

0,341 0,1

0,539 0,15

0,760 0,2

Ikan cakalang segar

(mg/100 g)

Ikan cakalang goreng (mg/100 g)

1 2 3 1 2 3

Kolesterol (b/b) 53,55 40,53 53,29 115,85 84,13 89,10

(b/k) 189,62 143,52 188,70 410,25 297,91 315,49

Rataan (b/b) 49,12 96,36

(b/k) 173,95 341,22

y = 0.2535x + 0.0106 R² = 0.9983

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25

(47)

31

Lampiran 6 Hasil analisis statistik proksimat

ANOVA

Lampiran 7 Hasil analisis statistik asam lemak

(48)

32

Lampiran 8 Hasil analisis statistik kolesterol

(49)

33

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Prisca Sari Paramudhita. Penulis dilahirkan di Situbondo, 5 Februari 1993 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Dr. Suyitman, M.S. dan Ibunda Dra. Retno Palupi. Penulis m emulai jenjang pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 15 Ulu Gadut, Padang dan lulus pada tahun 2004, kemudian penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 11 Padang dan lulus pada tahun 2007. Penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Kornita, Bogor dan lulus pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Sosiologi Umum periode 2012/2014, Biologi Dasar periode 2013/2014, dan Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan periode 2013/2014.

(50)

Gambar

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian
Tabel 1 Hasil morfometrik dan berat rata-rata ikan cakalang
Tabel 2 Kadar proksimat ikan cakalang segar dan goreng
Tabel 3 Kadar asam lemak ikan cakalang segar dan goreng
+2

Referensi

Dokumen terkait

Agar sebuah negara pantai dapat menjalankan hak berdaulatnya (sovereign right) atas LKE, negara pantai tersebut harus melakukan delineasi batas terluar LKE dan mengajukannya

Keratinisasi yang berlangsung baik akan membuat kulit menjadi tampak lebih sehat karena sel-sel kulit yang mati selalu berganti dengan sel kulit yang baru1. Berbeda dengan

Hasil pengamatan menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (p&lt;0,05) di antara 4 spesies pohon yang diuji pada parameter nilai turunan dimensi serat kayu, kecuali

[r]

Berdasarkan penjelasan diatas metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan metode

Penjara di sini menunjukkan bahwa masyarakat Puritan menghukum orang-orang dalam kalangan mereka sendiri yang telah melanggar hukum masyarakat; sebuah aktivasi

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi teknis penggunaan faktor-faktor produksi usahatani

BIDANG CIPTA KARYA DPU KABUPATEN KLATEN. JL Sulaw