• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik Pada Petani Mitra Ksu Lestari Dan Ads Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik Pada Petani Mitra Ksu Lestari Dan Ads Kabupaten Bogor"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK

PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS

KABUPATEN BOGOR

NOVINI NUR ADHIFA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik pada Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Novini Nur Adhifa

(4)
(5)

ABSTRAK

NOVINI NUR ADHIFA. Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik pada Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA

Sayuran organik merupakan komoditi yang saat ini memiliki peluang pasar. Bayam merupakan salah satu jenis sayuran dikembangkan dengan sistem pertanian organik. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat pendapatan, efisiensi usahatani, imbalan terhadap total modal dan imbalan terhadap tenaga kerja usahatani bayam organik pada petani mitra KSU Lestari dan ADS. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif dan analisis pendapatan usahatani, R/C rasio, imbalan terhadap total modal dan imbalan terhadap tenaga kerja. Hasil menunjukkan pendapatan atas biaya total petani bayam organik petani mitra ADS lebih besar dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Nilai R/C atas biaya total petani mitra ADS lebih besar dibandingkan mitra KSU Lestari. Petani mitra ADS mampu menciptakan imbalan modal yang lebih tinggi dari suku bunga kredit yang berlaku. Sedangkan petani mitra KSU Lestari belum mampu menciptakan imbalan modal yang lebih tinggi dari suku bunga kredit yang berlaku. Petani mitra ADS mampu menciptakan imbalan tenaga kerja yang lebih tinggi dari upah rata-rata di bidang pertanian. Sedangkan petani mitra KSU Lestari belum mampu menciptakan imbalan tenaga kerja yang lebih tinggi dibandingkan upah rata-rata di bidang pertanian .

Kata kunci: pendapatan, R/C rasio, imbalan modal, imbalan tenaga kerja

ABSTRACT

NOVINI NUR ADHIFA. Revenue Analysis of Organic Spinach Farming in KSU Lestari’s Partner Farmers and ADS’s Partner Farmers Bogor Regency. Supervised by DWI RACHMINA

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAYAM ORGANIK

PADA PETANI MITRA KSU LESTARI DAN ADS

KABUPATEN BOGOR

NOVINI NUR ADHIFA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Sepetember 2015 ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Bayam Organik pada Petani Mitra KSU Lestari dan ADS Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing, Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM yang telah banyak memberi saran pada saat seminar proposal dan selaku dosen penguji, Ibu Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji akademik. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Mamat selaku ketua Kelompok tani Saluyu, Bapak H. Saleh selaku Ketua Kelompok tani Sugitani, Ibu Dede Kurnia beserta staf Koperasi Serba Usaha Lestari, Ibu Farida beserta staf ADS (Agribussines Development Station) serta Bapak Marin yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, keluarga, serta teman-teman atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 6

Permintaan Sayuran Organik 6

Pemasaran Sayuran Organik 6

Analisis Pendapatan Usahatani Bayam 7

Peran Kemitraan terhadap Pendapatan Petani 7

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Kerangka Pemikiran Operasional 13

METODE PENELITIAN 16

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Jenis dan Sumber Data 16

Teknik Pengumpulan Data 16

Metode Analisis 16

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20

Gambaran Umum Koperasi Serba Usaha Lestari 20

Gambaran Umum Agribusiness Development Station 20

Karakteristik Petani Responden 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 23

Pelaksanaan Kemitraan KSU Lestari dan ADS 23

Analisis Usahatani Bayam Organik 27

Analisis Pendapatan Usahatani Bayam Organik 35

SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44

Saran 45

DAFTAR PUSTAKA 45

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi rumah tangga menurut hasil Susenas komoditas sayuran,

2007-2011 3

2 Persentase petani responden menurut jenis kelamin 21

3 Persentase petani responden menurut usia 22

(14)

5 Persentase petani responden menurut status kepemilikan lahan 23 6 Persentase petani responden menurut luasan lahan 23 7 Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani

responden mitra KSU Lestari musim tanam September 2015 30 8 Proporsi luasan lahan bayam terhadap luasan total lahan petani

responden mitra ADS musim tanam September 2015 31 9 Penggunaan pupuk pada usahatani bayam organik petani responden

per 40 m2 pada musim tanam September 2015. 32 10 Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m2

pada musim tanam September 2015 petani mitra KSU Lestari 34 11 Penggunaan tenaga kerja usahatani bayam organik luasan 40 m2

pada musim tanam September 2015 petani mitra ADS 34 12 Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra KSU

Lestari per 40 m2 pada musim tanam September 2015 36 13 Penerimaan usahatani bayam organik responden petani mitra ADS

per 40 m2 pada musim tanam September 2015 36

14 Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra KSU Lestari

per 40 m2 pada musim tanam September 2015 38

15 Biaya usahatani bayam organik responden petani mitra ADS per 40

m2 pada musim tanam September 2015 39

16 Pendapatan dan R/C rasio usahatani bayam organik pada musim

tanam September 2015 42

17 Return to total capital dan return to family labour usahatani bayam

organik pada musim tanam September 2015 43

DAFTAR GAMBAR

1 Data jumlah petani sayuran organik wilayah jawa barat 2

2 Kurva biaya total (Total cost) 12

3 Kerangka pemikiran operasional 15

4 Pohon bayam untuk pembenihan 27

5 Pembentukan bedengan lahan petani mitra ADS 28

DAFTAR LAMPIRAN

1 Standar penerimaan sayur di ADS 48

2 Produksi dan pemasaran bayam organik petani mitra ADS pada

musim tanam September 2015 49

3 Produksi dan pemasaran bayam organik petani mitra KSU Lestari

(15)
(16)
(17)

1

AOI. 2013. Pertanian Organik Cegah Perubahan Iklim. Majalah Organis. Bogor: Aliansi Organis Indonesia

Teknologi pertanian sayuran organik memiliki keunggulan yang lebih dibandingkan pertanian sayuran konvensional. Sayuran organik memiliki kualitas lebih baik dari segi kandungan gizi dan dampak bagi kesehatan konsumen. Para peneliti menemukan bahwa sayuran organik jauh lebih aktif dalam menekan senyawa toksisitas dibandingkan sayuran konvensional1. Selain itu pertanian organik memiliki dampak positif terhadap lingkungan. Pertanian organik memiliki potensi besar untuk mitigasi perubahan iklim karena kemampuan yang tinggi dalam penyerapan karbon dalam tanah dan pengurangan emisi gas rumah kaca2.

Keamanan dan kualitas sayuran organik yang lebih baik menjadi peluang pasar. Saat ini sebagian besar lembaga pemasaran sayuran organik adalah perusahaan retail maupun kios milik perseorangan. Hasil survei Statistik Pertanian Organik Indonesia 2013 yang dilakukan oleh AOI, saat ini terdapat delapan lembaga pemasar komoditi hasil pertanian sayuran organik untuk wilayah Bogor dan Bandung, seperti : Koperasi Lestari, Yayasan Bina Sarana Bakti, BLST, Toko Ijo, Amaranth, Ada swalayan, Yogya supermarket dan Supermarket Setia Budi (AOI, 2013). Sayuran organik memiliki segment pasar konsumen dengan taraf kesejahteraan menengah ke atas. Pemasaran melalui retail atau outlet dan tidak bergabung dengan pasar tradisional serta dengan harga jual yang lebih tinggi, merupakan bentuk pembedaan sayuran organik dengan konvensional, karena sayuran organik memiliki manfaat yang lebih dibandingkan dengan sayuran konvensional.

Petani harus bekerja ekstra dalam menerapkan sistem pertanian organik. Pertanian organik didefinisikan oleh Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) sebagai " sistem produksi pertanian yang mempromosikan lingkungan, sosial dan ekonomi produksi makanan dan serat, serta tidak termasuk penggunaan pupuk sintetis, pestisida, zat pengatur tumbuh, pakan ternak dan zat tambahan, serta organisme rekayasa genetika”. Sistem pertanian organik merupakan salah satu teknologi pertanian sehingga akan berpengaruh langsung terhadap struktur biaya, harga jual dan akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani.

(18)

2

produsen sayuran organik sudah dalam bentuk perusahaan dengan skala usaha yang besar sampai kecil baik kepemilikan masyarakat lokal maupun pihak asing (AOI, 2013).

Gambar 1 Data jumlah petani sayuran organik wilayah Jawa Barat Sumber: AOI, 2011

Produsen sayuran organik sebagian besar menyebar di Provinsi Jawa Barat. Pertanian sayuran organik terdapat pada daerah-daerah dengan suhu yang lebih rendah dan kelembaban yang cukup tinggi, yakni daerah Kabupaten Bogor, Subang, Bandung dan Cianjur. Pada Gambar 1 menunjukkan, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penghasil sayuran organik dengan jumlah produsen terbanyak, sebesar 79 persen produsen sayuran organik. Hasil survei AOI 2013 menunjukkan, secara umum produsen sayuran organik di Kabupaten Bogor mengembangkan sistem pertanian polikultur yaitu komoditi bayam, pakcoy, caisim, kangkung, kailan, tomat, paria putih dan lain-lain.

Produk sayuran organik memiliki pasar khusus yang tidak bergabung dengan sayuran konvensional, sehingga produsen sayuran organik harus memiliki akses dengan lembaga pemasar sayuran organik. Beberapa petani sayuran organik yang menjalin kemitraan dengan perusahaan distributor dalam memasarkan produk sayuran organik. Kemitraan yang terbentuk memperhatikan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat. Manfaat yang diterima petani seperti, pelatihan sistem pertanian organik, jaminan kepastian harga dan jaminan pasar. Sedangkan bagi lembaga mitra manfaat yang diperoleh berupa jaminan ketersediaan produk organik. Jaminan harga tetap di tingkat petani serta jaminan pasar akan mempengaruhi tingkat pendapatan usahatani yang dijalankan oleh petani mitra.

Salah satu sayuran yang dikembangkan dengan sistem pertanian organik adalah bayam. Bayam merupakan salah satu sayuran yang banyak dikonsumsi hampir semua lapisan masyarakat. Pada Tabel 1, dapat dilihat konsumsi rumah tangga per kapita per tahun kelompok sayuran yang paling tinggi adalah konsumsi kangkung dan bayam mencapai rata-rata 4 kg per kapita per tahun. Berdasarkan data tersebut maka dapat dilakukan pendekatan bahwa sebagian besar konsumen organik mengonsumsi bayam organik.

Kabupaten Bogor

78% Cianjur

4%

Bandung 14%

(19)

3

Sistem pertanian organik merupakan sistem pertanian yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Prakteknya pada pertanian organik tidak memperbolehkan adanya senyawa kimia selama proses produksi. Pupuk dan obat-obatan tanaman yang digunakan haruslah alami. Seperti yang dilakukan petani sayuran organik di Kecamatan Cijeruk melakukan pembuatan pupuk kompos dan obat tanaman alami secara mandiri. Proses penghilangan hama pengganggu yang dilakukan secara alami membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan pertanian konvensional.

Penerapan teknik budidaya sayuran organik akan mempengaruhi struktur biaya usahatani. Berdasarkan hasil penelitian, ketika membandingkan biaya antara pertanian organik dan sistem konvensional, peneliti menjumpai bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam biaya produksi (total cost) antara keduanya; hanya komposisinya saja yang berbeda. Biaya tenaga kerja lebih tinggi di pertanian organik, sedangkan biaya sarana produksi pertanian (saprotan) seperti pupuk dan pestisida kimia lebih besar di pertanian konvensional (Argiles dan Brown, 2010 diacu dalam Karliya et al, 2014).

Biaya tenaga kerja yang lebih tinggi pada pertanian organik dibandingkan pertanian konvensional, masih dapat menghasilkan keuntungan yang positif bagi usahatani sayuran organik. Hasil penelitian Pertiwi (2008) dan Sestika (2014), menunjukkan bahwa usahatani sayuran organik, termasuk bayam organik sudah efisien. Nilai R/C atas biaya total rata-rata sayuran organik memiliki nilai lebih dari satu. Penelitian sebelumnya menunjukkan teknik pertanian organik dapat menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan biaya yang dikeluarkan.

(20)

4

organik. Petani cenderung memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan keterbatasan media dalam melakukan pembelajaran pertanian organik. Hal ini akan menyebabkan rendahnya pengetahuan dan penyerapan teknologi pertanian organik petani. Kemampuan keterampilan petani dalam menerapkan pertanian organik menjadi penentu keberhasilan pertanian organik.

Kemampuan keterampilan petani akan berpengaruh pada produktivitas yang dihasilkan. Hasil pertanian organik cenderung memiliki nilai produktivitas yang lebih kecil dibandingkan sistem pertanian konvensional. Berdasarkan hasil penelitian Seufert, Ramakutty & Foley (2012) melakukan penelitian tentang kinerja pertanian organik dibandingkan pertanian konvensional, di 66 negara, mencakup 34 jenis tanaman. Hasil penelitian menunjukkan, produktivitas rata-rata pertanian organik lebih rendah daripada produktivitas pertanian konvensional. Untuk komoditi sayuran perbedaan produktivitasnya mencapai 33 persen lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional.

Meskipun memiliki produktivitas yang rendah namun sayuran organik memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan sayuran konvensional. Harga jual ditingkat petani untuk komoditas bayam konvensional Rp1 000-2 000 per kilogram, sedangkan untuk bayam organik pada petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari dapat mencapai Rp6 000 per kilogramnya. Perbedaan harga yang cukup tinggi karena bayam organik memiliki manfaat yang lebih tinggi dibandingkan bayam konvensional.

Harga jual sayuran organik yang tinggi dapat diperoleh petani jika petani dapat memasarkan hasil nya ke pasar sayuran organik. Pasar sayuran organik merupakan pasar khusus dan tidak bergabung dengan bayam konvensional. Pasar sayuran organik yang ada saat ini berupa supermarket, seperti Yogya, Total Buah Segar dan All fresh. Petani memiliki kelemahan dalam akses masuk ke pasar sayuran organik, karena petani sebagai perseorangan cenderung memiliki posisi tawar yang rendah dibandingkan lembaga pemasar.

Petani sayuran organik memiliki kelemahan keterbatasan input pupuk organik, proses penyerapan teknologi pertanian organik, rendahnya produktivitas sayuran organik, dan akses masuk pasar sayuran organik. Sehingga, petani sayuran organik perlu menjalin kemitraan dengan lembaga agribisnis. Seperti yang dilakukan petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari) dan

Agribusiness Development Station (ADS).

Agribusiness Development Station merupakan salah satu distributor sayuran organik. Pemasaran produk ADS terdiri dari supermarket seperti : Total Buah Segar, All Fresh, Diamond Supermarket, Farmers Market, Toserba Yogya, Kem Chicks. Proses produksi secara keseluruhan dilakukan oleh petani mitra. Tujuan dibentuknya ADS adalah untuk meningkatkan pendapatan petani hortikultura dengan sistem yang bersinergi antara produksi dan pemasaran.

Berbeda dengan Kopersi Serba Usaha Lestari berperan sebagai lembaga pemasar sayuran organik yang dihasilkan oleh petani anggota koperasi. Pemasaran sayuran organik melalui kios yang disewa oleh KSU Lestari, bertempat di jalan Pengadilan, Kota Bogor. Proses produksi secara keseluruhan dilakukan oleh petani mitra. Tujuan dari KSU Lestari adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi baik dari aspek sosial maupun ekonomi.

(21)

5 Kemitraan yang dilakukan oleh KSU Lestari dan ADS memilki pengaruh besar terhadap harga jual yang diperoleh petani, pemasaran sayuran organik dan juga kemampuan petani mitra dalam menerapkan sistem pertanian organik.

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani sayuran bayam organik

yang dijalankan petani mitra KSU Lestari dan ADS ?

2. Bagaimana imbalan terhadap faktor-faktor produksi terutama modal dan tenaga kerja petani mitra KSU Lestari dan ADS ?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis tingkat pendapatan dan efisiensi usahatani sayuran bayam organik petani mitra KSU Lestari dan ADS.

2. Menganalisis imbalan tenaga kerja (return to family labour) dan imbalan modal

(return to total capital) pada usahatani bayam organik petani mitra KSU Lestari dan ADS.

Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi :

1. Petani sebagai informasi terutama mengenai tingkat pendapatan usahatani sayuran organik.

2. Pemerintah dan dinas terkait untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pengembangan produksi sayuran organik.

3. Peneliti lain, sebagai bahan pembanding dan diharapkan dapat bermanfaat terutama peneliti-peneliti lain yang akan melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan sayuran organik.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Permintaan Sayuran Organik

Sayuran organik merupakan sayuran yang ditanam dengan menerapkan sistem pertanian organik. Sayuran organik memiliki keunggulan dari segi keamanan dan kesehatan, sehingga menjadi pertimbangan konsumen untuk lebih memilih sayuran organik dibandingkan sayuran konvensional. Menurut penelitian Arnas (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik secara signifikan adalah pendapatan, usia, harga sayuran organik, lama pendidikan formal dan gaya hidup konsumen. Sedangkan Theresia (2008), mengemukakan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dan pendapatan keluarga dengan tingkat keputusan konsumen dalam membeli dan mengonsumsi sayuran organik. Namun variabel umur dan jumlah tanggungan keluarga tidak signifikan berhubungan dengan keputusan dalam membeli dan mengonsumsi sayuran organik. Lain halnya dengan, Hendrani et al. (2014), mengemukakan berdasarkan probabilitas untuk mengkonsumsi sayuran organik disimpulkan bahwa pendapatan dan usia yang lebih muda memiliki probabilitas untuk mengonsumsi produk organik lebih sering. Sedangkan tingkat pendidikan, lingkungan hidup dan harga yang lebih mahal tidak berpengaruh terhadap probabilitas untuk mengkonsumsi produk organik lebih sering.

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan faktor yang mempengaruhi permintaan sayuran organik adalah tingkat pendapatan. Semakin tingginya tingkat pendapatan konsumen akan merubah cara pandang konsumen untuk memilih produk dengan mutu yang lebih baik dan dengan harga yang sesuai dengan kualitas produk. Faktor yang kedua adalah tingkat pendidikan. Konsumen dengan tingkat pendidikan yang baik memiliki pemahaman bahwa sayuran organik memiliki manfaat yang lebih dibandingkan sayuran konvensional.

Pemasaran Sayuran Organik

(23)

7 pemasaran terdiri dari petani plasma sebagai produsen, PT Agro Lestari sebagai pengumpul dan selanjutnya ke pemasok yang menjual ke swalayan.

Pemasaran sayuran organik dan konvensional memiliki perbedaan pada jumlah lembaga pemasar. Sayuran organik memiliki rantai yang cenderung lebih pendek, karena pemasaran dilakukan dari petani ke perusahaan distribusi dan ke perusahaan retail. Perusahaan distribusi berperan sebagai pedagang pengumpul dan perusahaan retail sebagai pedagang pengecer. Sayuran organik dipasarkan melalui supermarket atau swalayan, karena konsumen akhir sayuran organik terdapat pada pasar-pasar khusus tersebut yang memang secara khusus menjual produk organik.

Analisis Pendapatan Usahatani Bayam

Kajian usahatani secara umum membahas penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani dan pendapatan usahatani. Analisis pendapatan ditunjukkan dengan nilai rasio antara pendapatan dan biaya (R/C) sebagai gambaran penampilan dari usahatani tersebut. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan, pendapatan usahatani bayam varietas Jepang (Horenso) menunjukkan nilai yang positif, baik pendapatan atas biaya total sebesar Rp3 199 526 per 1 000 m2 dan nilai R/C atas biaya total 2.72 (Ekaningtias, 2011). Sedangkan, Dewi (2014) mengemukakan usahatani bayam petani sempit dan petani luas memperoleh pendapatan atas biaya total dan R/C rasio atas biaya total yang lebih tinggi pada musim hujan daripada musim kemarau. Pendapatan atas biaya total petani sempit musim kemarau per 1 000 m2 adalah Rp729 317 dan Rp1 075 935 pada musim hujan, sedangkan petani luas memperoleh pendapatan atas biaya total per 1 000 m2 yaitu sebesar Rp874 229 untuk musim kemarau dan Rp1 381 748 untuk musim hujan. R/C atas biaya total petani sempit musim kemarau 1.67 dan 2.09 pada musim hujan, sedangkan petani luas memperoleh sebesar 1.74 untuk musim kemarau dan 2.32 untuk musim hujan. Teknik pertanian organik menuntut petani untuk dapat bekerja secara terampil, karena tidak menggunakan komponen kimia dalam proses produksi dan tetap harus menjaga kelestarian lingkungan. Menurut penelitian Sestika (2014), berdasarkan hasil pendapatan atas biaya total bayam organik per 1 000 m2 sebesar Rp2 294 728 dan analisis R/C usahatani bayam hijau organik di YBSB sudah cukup menguntungkan karena nilai R/C atas biaya total sebesar 1.30.

Peran Kemitraan terhadap Pendapatan Petani

(24)

8

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani yang bermitra dapat dianalisis agar diketahui seperti apa peran kemitraan yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Rochmawan (2013), mengemukakan pengadaan benih oleh mitra, adanya kepastian pasar dan jaminan harga signifikan mempengaruhi peningkatan pendapatan petani mitra jagung di Kabupaten Kediri. Kepastian pasar dan jaminan harga merupakan hal yang terpenting dalam pola kemitraan. Sedangkan Jasuli (2014), mengemukakan faktor yang siginifikan mempengaruhi pendapatan petani mitra kapas adalah biaya produksi, pendidikan petani dan lahan, variabel lama bermitra tidak siginifikan mempengaruhi pendapatan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Kemitraan

Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam Undang-Undang nomor 9 tahun 1995 yang berbunyi, “Kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok mandiri (Sumardjo et al. 2004).

Menurut Sumardjo et al. (2004), peluang pola kemitraan usaha antara pengusaha kecil dan pengusaha menengah atau besar dapat dijalankan melalui bentuk-bentuk sebagai berikut.

1. Kontak Bisnis.

Dalam bentuk ini, interaksi dua unit usaha relatif pasif tanpa harus ada perjanjian formal yang mengikat dan bebas sanksi hukum. Misalnya tukar-menukar informasi pasar, bahan baku dan teknologi.

2. Kontrak Bisnis

Dua unit usaha bersifat aktif dan sudah mencirikan adanya hubungan bisnis atau transaksi dagang antara dua mitra usaha. Dalam hubungan ini terjadi hubungan eksplisit yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kontrak bisnis. Perjanjian dibuat atas dasar hukum dalam jangka waktu tertentu.

3. Kerjasama Bisnis

Hubungan bisnis bersifat aktif dan terdapat berbagai penanganan manajemen, baik manajemen pemasaran, keuangan, maupun produksi. Dalam model ini, semua komponen terlibat dapat membentuk usaha patungan baru.

4. Keterkaitan Bisnis (linkages)

(25)

9 kecil. biaya-biaya seperti pelatihan, supervisi pengendalian mutu, percobaan produksi, dan promosi dibebankan kepada perusahaan besar.

Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Pola Kemitraan Inti-Plasma

Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati.

2. Pola Kemitraan Subkontrak

Pola subkontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya.

3. Pola Kemitraan Dagang Umum

Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, khususnya hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya.

4. Pola Kemitraan Keagenan

Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra.

Perusahaan besar/menengah bertanggung jawab atas mutu dan volume produk (barang atau jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Diantara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk.

5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

(26)

10

Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi (2006) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

Sedangkan menurut Suratiyah (2009), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari pengalokasian sumberdaya berupa lahan dan kondisi alam secara efektif dan efisien agar memperoleh hasil yang menguntungkan bagi petani.

Soekartawi (1990) menjelaskan bahwa terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu :

1) Lahan Pertanian

Pada banyak kenyataan, lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan di usahatani mislanya sawah, tegal dan pekarangan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Dengan demikian luas tanah pertanian selalu lebih luas dari lahan pertanian

2) Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja dilihat dari tersedianya tenaga kerja tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu pula diperhatikan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja:

a. Tersedianya Tenaga Kerja

Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal.

b. Kualitas Tenaga Kerja

Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu dan ini tersedianya dalam jumlah terbatas.

c. Jenis Kelamin

(27)

11 d. Upah Tenaga Kerja

Besar kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal, antara lain: mekanisme pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja, umur tenaga kerja, lama waktu bekerja, dan tenaga kerja bukan manusia.

3) Modal

Pada kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam yaitu modal tetap dan modal tidak tetap (variabel). Faktor produksi seperti tanah, bangunan dan mesin-mesin sering dimasukkan dalam modal tetap. Dengan demikian modal tetap dapat didefinisikan sebagai biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi.

Sebaliknya dengan modal tidak tetap atau modal variabel. Modal tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali dalam proses produksi tersebut, misalnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk membeli benih, pupuk, obat-obatan atau yang dibayarkan untuk membayar tenaga kerja. Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian tergantung dari berbagai hal, antara lain: skala usaha, jenis komoditas, dan ketersediaan kredit. 4) Manajemen

Manajemen dapat diartikan sebagai seni dalam merencanakan, mengorganisasi dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Karena proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkatan atau dalam tahapan proses produksi. Pada prakteknya, faktor manajemen dipengaruhi oleh berbagai aspek, antara lain: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar-kecilnya kredit, dan jenis komoditas.

Konsep Biaya Usahatani

Menurut Soekartawi (2006), biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).

Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Disisi lain biaya variabel merupakan biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap.

(28)

12

Gambar 2 Kurva biaya total (Total cost) Sumber: Lipsey et al, 1995

Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan disebut biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai terdiri dari biaya tetap dan variabel. Biaya tetap dibayar secara tunai misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman. Sedangkan biaya variabel dibayar secara tunai misalnya: pengeluaran untuk benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani. Selanjutnya biaya tidak tunai terdiri dari biaya tetap dan variabel. Biaya tetap dibayar secara tidak tunai misalnya: biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri. Sedangkan biaya variabel dibayar secara tidak tunai seperti tenaga kerja dalam keluarga.

Konsep Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani, tetapi kadang-kadang membingungkan karena tidak jelasnya penggunaan istilah. Oleh karena itu uraian berikut akan menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya.

1. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi (value of production) atau penerimaan kotor usahatani (gross return). 2. Pengeluaran total usahatani (total farm expenses) didefinisikan sebagai nilai

semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

3. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

4. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun bukan dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

B

iaya

T

otal

TC

VC C

FC

(29)

13 5. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

6. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani (net farm earnings). Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman.

7. Apabila sebagian modal diperoleh dari pinjaman maka imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital) dihitung dengan mengurangkan nilai kerja keluarga dari pendapatan bersih usahatani. Untuk keperluan ini, kerja keluarga dinilai menurut tingkat upah yang berlaku. Hasilnya biasanya dinyatakan dalam persen terhadap nilai seluruh modal.

8. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labour) dapat dihitung dari penghasilan bersih usahatani dengan dengan mengurangkan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani untuk memperoleh imbalan kepada tiap orang (return per man). Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani.

Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)

Analisis imbangan penerimaan dan biaya atau biasa dikenal dengan analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menilai keuntungan usahatani. Menurut Soekartawi (2006), R/C dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara teoritis dengan nilai R/C sama dengan satu artinya tidak untung dan tidak pula rugi. Namun karena adanya biaya usahatani yang terkadang tidak dihitung, maka kriterianya dapat diubah menurut keyakinan Peneliti, misalnya R/C yang lebih dari satu, usahatani dapat dikatakan menguntungkan. Biasanya, akan lebih baik jika analisis R/C ini dibagi dua, yaitu yang menggunakan data pengeluaran (biaya produksi) yang secara riil dikeluarkan oleh petani dan yang menghitung juga nilai tenaga kerja keluarga, serta bibit yang disiapkan secara mandiri. Justifikasi R/C atas biaya produksi secara riil dikatakan menguntungkan jika nilai R/C lebih dari dua dan R/C atas biaya total (tenaga kerja keluarga, bibit, biaya penyusutan dan lainnya) dikatakan menguntungkan jika nilai R/C lebih dari satu. Nilai R/C atas biaya produksi secara riil selalu lebih besar dibandingkan atas biaya total.

Kerangka Pemikiran Operasional

(30)

14

yang dilakukan oleh petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari) dan Agribusiness Development Station (ADS).

KSU Lestari dan ADS merupakan pemasar sayuran organik yang berlokasi di Kabupaten Bogor. Kedua kelembagaan tersebut hadir di masyarakat dengan tujuan memperkenalkan sistem pertanian organik. Penerapan sistem pertanian organik diharapkan dapat mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Proses adaptasi sistem pertanian organik dilakukan oleh petani melalui kegiatan kelembagaan kelompok tani dan kegiatan kemitraan.

Kemitraan yang terbentuk memberikan manfaat bagi petani mitra. Manfaat yang diperoleh petani yaitu: memperoleh pelatihan tentang penerapan teknologi pertanian organik, pelatihan pembuatan pupuk kompos dan pestisida organik, memperoleh akses masuk ke pasar organik serta memperoleh jaminan harga jual bayam organik. Manfaat-manfaat tersebut mendorong petani untuk menjalankan usahatani bayam organik.

Adanya kemitraan mempengaruhi alokasi penggunaan input yang efisien dan kepastian harga jual bayam organik. Alokasi penggunaan input dilakukan berdasarkan teknik pertanian organik dan pengalaman petani menjalankan usahatani bayam organik. Input yang dibutuhkan pada usahatani bayam organik terdiri dari: lahan, benih bayam, pupuk kandang atau kompos, tenaga kerja luar keluarga, tenaga kerja dalam keluarga dan peralatan usahatani. Harga jual di tingkat petani memiliki harga yang pasti karena adanya jaminan harga yang diberikan oleh perusahaan mitra.

Kegiatan alokasi penggunaan input menghasilkan biaya usahatani. Biaya usahatani merupakan korbanan yang harus dikeluarkan oleh petani agar memperoleh manfaat dari usahatani yang dijalankan. Biaya usahatani meliputi biaya tetap dan variabel, baik yang dikeluarkan secara tunai maupun non tunai. Biaya usahatani diperoleh dari perkalian antara jumlah input yang digunakan dengan harga input. Harga input tidak dipengaruhi oleh kemitraan yang dilakukan, karena sistem pertanian organik menggunakan ketersediaan sumber daya alam yang ada untuk kegiatan produksi.

Penggunaan input mempengaruhi produksi bayam organik. Produksi merupakan proses pengubahan input menjadi output. Output dari kegiatan usahatani yaitu produk bayam organik. Jumlah produk yang diperoleh bergantung dari jumlah input yang digunakan, teknik budidaya dan kondisi alam. Jumlah produk bayam organik dan harga jual mempengaruhi penerimaan usahatani. Penerimaan usahatani meliputi penerimaan tunai berdasarkan hasil penjualan bayam organik dan penerimaan non tunai jika petani mengonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga atau penggunaan benih.

Biaya usahatani dan penerimaan usahatani akan mempengaruhi pendapatan usahatani bayam organik. Pendapatan usahatani menunjukkan imbalan yang diterima petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Pada penelitian juga akan dilakukan analisis efisiensi usahatani dengan R/C rasio dan analisis penampilan usahatani dengan menghitung return to total capital dan

(31)

15

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional Permasalahan usahatani bayam organik:

-Produktifitas rendah

-Penerapan teknologi sistem pertanian organik masih rendah

-Sulitnya akses pasar organik

-Ketersediaan pupuk organik yang masih rendah

Kemitraan:

-Pelatihan sistem pertanian organik -Pelatihan pembuatan pupuk kompos -Jaminan harga

-Akses masuk pasar organik

Penggunaan input :

-Benih bayam -Pupuk kandang

atau kompos -TKDK -TKLK -Lahan -Peralatan

Harga jual bayam organik

Produksi bayam organik Biaya

produksi

Penerimaan usahatani bayam organik

Analisis:

-Pendapatan usahatani -R/C rasio

(32)

16

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive, karena pertimbangan hasil survei Aliansi Organis Indonesia 2013, bahwa di Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Leuwiliang, merupakan daerah penghasil sayuran bayam organik. Objek dalam penelitian ini adalah petani mitra bayam organik KSU Lestari dan ADS. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-November 2015.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh berdasarkan hasil pengamatan langsung dan wawancara yang mengacu pada kuesioner yang sudah dibuat sebelumnya. Responden dalam penelitian ini terdiri dari petani mitra KSU Lestari, petani mitra ADS, staf KSU Lestari dan staf ADS. Data primer responden petani bayam organik meliputi luas lahan pertani bayam organik, penggunaan input benih, pupuk, tenaga kerja, penggunaan peralatan produksi pertanian, output yang dihasilkan, harga input dan output. Data primer responden staf KSU Lestari dan ADS meliputi proses kemitraan dan peran kemitraan.

Data sekunder yakni sebagai pelengkap yang bersumber dari literatur-literatur yang relevan. Sumber data sekunder dapat berupa hasil publikasi intansi-instansi sepeti Departemen Pertanian, Aliansi Organik Indonesia serta jurnal hasil-hasil penelitian sebelumnya.

Teknik Pengumpulan Data

Pemilihan responden petani sayuran organik, dilakukan secara sensus seluruh petani mitra bayam organik KSU Lestari dan ADS. Jumlah responden petani mitra yang digunakan dalam penelitian ini adalah 17 petani bayam organik, dengan perincian jumlah petani mitra KSU Lestari sebanyak 10 orang dan petani mitra ADS sebanyak 7 orang. Responden staf KSU Lestari sebanyak dua orang dan responden staf ADS sebanyak satu orang.

Metode Analisis

Data yang diperoleh baik secara primer maupun sekunder diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif maupun metode kuantitatif. Metode deskriptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik petani dan kemitraan, sedangkan metode kuantitatif dilakukan untuk mengetahui pendapatan, efisiensi usahatani,

(33)

17 Analisis Usahatani

Analisis usahatani bayam organik bertujuan untuk mengetahui penerimaan usahatani, biaya usahatani dan pendapatan usahatani yang diperoleh. Data yang diperoleh meliputi jumlah penggunaan input, harga input, jumlah output dan harga output. Selanjutnya data diolah dalam bentuk tabulasi data menggunakan software Microsoft Excel. Analisis pendapatan usahatani meliputi;

Penerimaan usahatani bayam organik

Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara harga bayam organik dengan jumlah bayam organik yang dihasilkan.

TR= Py x Y

dimana:

TR = Total penerimaan usahatani bayam organik (Rp) Py = Harga bayam organik (Rp)

Y = Output bayam organik (kg) Biaya usahatani bayam organik

Biaya usahatani terdiri dari biaya tunai dan non tunai. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai, sedangkan biaya non tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani secara tidak tunai. Total cost (TC)

merupakan penjumlahan dari biaya tunai dan non tunai. TC= Biaya tunai + Biaya non tunai

dimana:

TC = total biaya usahatani bayam organik (Rp)

Biaya tunai = biaya tunai usahatani bayam organik (Rp)

Biaya non tunai = biaya non tunai usahatani bayam organik (Rp) Penyusutan

Biaya penyusutan termasuk dalam biaya yang dikeluarkan secara non tunai. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris karena kepemilikan alat pertanian. Penghitungan biaya penyusutan dapat menggunakan metode garis lurus, yakni dengan rumus sebagai berikut:

dimana:

Nilai beli = biaya awal pembelian alat (Rp)

Nilai sisa = estimasi nilai alat pada akhir umur ekonomis (Rp) Umur ekonomis = periode manfaat alat (tahun)

Pendapatan usahatani

(34)

18

2006). Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran, yang secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

πtotal = TR – TC

πtunai = TR– Biaya tunai

dimana :

π = Pendapatan usahatani bayam organik (Rp)

TR= Total penerimaan total usahatani bayam organik (Rp) TC= Total biaya usahatani bayam organik (Rp)

Biaya tunai = biaya tunai usahatani bayam organik (Rp) Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Analisis R/C rasio dalam usahatani bertujuan untuk mengetahui kelayakan dari usahatani yang dilaksanakan dengan menunjukkan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya. Menurut Soekartawi (2006), R/C rasio merupakan perbandingan antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Rumus R/C rasio dapat ditulis sebagai berikut :

Analisis R/C rasio digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerimaan yang dihasilkan dari setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu usahatani. Apabila rasio R/C > 1, berarti usahatani yang dijalankan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, jika rasio R/C < 1, berarti usahatani tersebut tidak layak untuk dilaksanakan.

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan untuk mengetahui imbalan atau balas jasa yang diterima petani atas setiap penggunaan faktor produksi yang meliputi lahan, modal dan tenaga kerja. Adapun ukuran pendapatan dan keuntungan meliputi:

Pendapatan kotor (Gross farm income)

Pendaapatan kotor merupakan nilai produk total usahatani bayam organik, dalam jangka waktu tertentu baik dijual atau tidak, yang dirumuskan sebagai berikut :

Gross farm income (Rp)= Penerimaan tunai (Rp) + Penerimaan non tunai (Rp) Pengeluaran total usahatani (Total farm expenses)

Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua input yang habis dipakai (tidak termasuk tenaga kerja keluarga), terdiri dari biaya tunai dan non tunai, yang dirumuskan sebagai berikut:

(35)

19 Pendapatan bersih usahatani (Net farm income)

Pendapatan bersih usahatani menunjukkan ukuran yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor produksi kerja, modal (sendiri dan pinjaman) dan pengelolaan, yang dirumuskan sebagai berikut:

Net farm income (Rp) = Gross farm income (Rp) – Total farm expenses (Rp) Penghasilan bersih usahatani (Net farm earnings)

Penghasilan bersih usahatani merupakan ukuran imbalan sumber daya milik keluarga yang dipakai dalam usahatani, yang dirumuskan sebagai berikut:

Net farm earnings (Rp) = Net farm income (Rp)– Bunga modal petani (Rp) Imbalan kepada seluruh modal petani (Return to total capital)

Imbalan terhadap seluruh modal merupakan ukuran imbalan terhadap modal untuk menilai keuntungan investasi, nilainya dapat dihitung dalam bentuk jumlah imbalan dan juga persentase imbalan terhadap total modal sebagai berikut:

Return to Total Capital (Rp) = Net farm income (Rp)– nilai TK Keluarga (Rp)

Return to Total Capital dalam persen:

Jika nilai return to total capital lebih tinggi daripada nilai suku bunga kredit yang berlaku maka pilihan petani untuk menginvestasikan modalnya di sektor pertanian sudah tepat dibandingkan menginvestasikan modalnya di Bank. Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (Return to family labour)

Imbalan terhadap tenaga kerja keluarga menghitung seberapa besar penghasilan yang dihasilkan terhadap penggunaan tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga. Angka ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah tenaga kerja luar usahatani yang dihitung per HOK dengan perhitungan sebagai berikut:

Return To Family Labour (Rp) = Net farm earnings (Rp) – (Bunga Modal (%) x Modal Petani (Rp))

Pengembalian per HOK tenaga kerja dalam keluarga:

(36)

20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Gambaran Umum Koperasi Serba Usaha Lestari

Koperasi Serba Usaha (KSU) Lestari merupakan lembaga sosial ekonomi yang menyediakan produk-produk berbasis pertanian terutama sayur-sayuran dan buah-buahan organik. KSU Lestari didirikan pada 20 Mei 2009 berdasarkan SK Badan Hukum Koperasi No. 518/39/BH/KPTS/DISKOPERINDAG/IX/2009 dengan pendirinya yang berjumlah 63 orang yang umumnya berprofesi sebagai pelaku usaha kecil (pedagang, industri rumah tangga) dan petani. Inisiasi pembentukan KSU Lestari berawal dari adanya sebuah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) ELSPPAT yang peduli terhadap pertanian Indonesia masuk ke desa-desa yang berada di lereng Gunung Salak dengan tujuan mendampingi masyarakat untuk meningkatkan pendapatan mereka, ELSPPAT terus berusaha memberikan perbekalan pelatihan yang berfokus pada pengembangan pertanian organik.

KSU Lestari memiliki dua jenis unit usaha, yaitu unit Usaha Simpan Pinjam (USP) dan unit Usaha Produksi dan Pemasaran (UPP). Pada unit usaha simpan pinjam dilakukan bagi anggota yang akan melakukan simpanan maupun pinjaman dengan imbalan jasa yang telah ditetapkan oleh KSU Lestari dan anggota. Sedangkan pada unit Usaha Produksi dan Pemasaran merupakan seluruh unit kegiatan pengolahan, produksi dan pemasaran yang dijalankan seluruh anggota yang tergabung dalam KSU Lestari. Dalam aktivitasnya, unit Usaha Produksi dan Pemasaran pada KSU Lestari ini melakukan kegiatan penerimaan sayuran organik yang dihasilkan petani anggotanya dan kemudian memasarkannya ke daerah sekitar Kabupaten Bogor dan Kota Bogor.

Gambaran Umum Agribusiness Development Station

Pada tahun 2007, Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Taiwan International Cooperation Development Fund (ICDF) dan Taiwan Technical Mission (Misi Teknik Taiwan) membangun sebuah proyek agribisnis hortikultura bernama Agribusiness Development Center (ADC). Fasilitas ADC tersebut dibangun di lahan seluas +/- 6 ha. Lahan tersebut merupakan lahan milik IPB dibawah pengelolaan University Farm IPB.

Tahun 2014, proyek ADC di serahkan ke IPB, dikelola oleh 4 orang

counterpart dan tim khusus yang dibentuk oleh Kepala UF. Misi Teknik Taiwan beralih fungsi sebagai tim konsultan, dan keseluruhan proyek ADC dipertanggungjawabkan kepada Wakil Rektor Bidang Riset dan Kerjasama IPB. Proyek ADC berakhir Desember 2014. Tahun 2015, IPB mentransformasi proyek ADC menjadi institusi bernama Agribusiness Development Station (ADS) yang bersifat otonom di bawah koordinasi Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB. Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan pendapatan petani hortikultura dengan membangun sistem yang bersinergi antara produksi dan pemasaran.

(37)

21 teknologi hortikultura tepat guna, sebagai unit kerja yang mengelola kegiatan “packing house” untuk mendukung kegiatan pendampingan pemasaran, sebagai

unit kerja yang melaksanakan berbagai macam pelayanan dalam bidang agribisnis hortikultura kepada masyarakat umum, sebagai unit kerja yang memberikan informasi kepada masyarakat dalam bidang hortikultura.

Karakteristik Petani Responden

Petani bayam organik yang menjadi responden merupakan petani mitra Koperasi Serba Usaha Lestari (KSU Lestari) dan Agribussines Development Station (ADS). Jumlah petani mitra yang rutin mengirimkan bayam organik pada KSU Lestari sebanyak sepuluh petani, sedangkan pada ADS sebanyak tujuh orang petani. Karakteristik petani responden akan dijelaskan berdasarkan jenis kelamin, usia petani, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan, dan luas lahan garapan. Karakteristik petani akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan petani dalam kegiatan manajerial usahataninya.

Petani yang menjadi responden sebagian besar merupakan laki-laki, namun terdapat juga petani perempuan. Seperti pada petani mitra KSU Lestari sebesar 40 persen responden merupakan perempuan. Petani perempuan ini memilih bertani karena sudah tidak memiliki suami sehingga menjalankan usahataninya secara mandiri dan ada juga yang melanjutkan usahatani milik keluarga secara turun temurun. Sedangkan petani mitra ADS keseluruhan adalah laki-laki. Jenis kelamin mencerminkan kemampuan fisik dalam menjalankan usahatani sehingga akan berpengaruh pada jumlah HOK yang dibutuhkan dalam mengelola usahatani. Adapun persentase jenis kelamin petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Persentase petani responden menurut jenis kelamin

Jenis Kelamin Mitra KSU Lestarai Mitra ADS

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Laki-laki 6 60 7 100

Perempuan 4 40

Total 10 100 7 100

(38)

22

Tabel 3 Persentase petani responden menurut usia Usia

(tahun)

Mitra KSU Lestarai Mitra ADS

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

≤ 29 1 10

30-39 2 29

40-49 2 20

50-59 3 30 3 43

60-69 2 20 1 14

≥ 70 2 20 1 14

Total 10 100 7 100

Tingkat pendidikan formal petani responden sebagian besar berada pada pendidikan yang rendah. Petani mitra KSU Lestari sebesar 40 persen tidak sekolah, sedangkan petani mitra ADS sebesar 71 persen hanya sampai tamat SD. Tingkat pendidikan formal akan mempengaruhi pengambilan keputusan petani serta proses penyerapan teknologi pertanian organik pada kegiatan usahatani. Adapun persentase tingkat pendidikan formal petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4 Persentase petani responden menurut tingkat pendidikan

Pendidikan Mitra KSU Lestarai Mitra ADS

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Tidak Sekolah 4 40 1 14

Tidak Tamat SD 2 20

SD 3 30 5 71

SMP

SMA 1 10 1 14

Total 10 100 7 100

(39)

23 Tabel 5 Persentase petani responden menurut status kepemilikan lahan

Status Lahan Mitra KSU Lestarai Mitra ADS

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

Milik 6 60 5 71

Gadai 1 10 1 14

Sewa 1 10 1 14

Sakap 2 20

Total 10 100 7 100

Luasan lahan yang dikelola petani responden berada pada kisaran 80–5000 m2. Luasan lahan tersebut menunjukkan skala usahatani yang dijalankan. Rata-rata luasan lahan petani mitra ADS lebih besar dibandingkan petani mitra KSU Lestari. Petani mitra KSU Lestari sebesar 40 persen mengelola luasan lahan kurang dari 500 m2, sebesar 20 persen mengelola lahan pada luasan 500-1 000 m2, dan sisanya mengelola lahan pada luasan lebih dari 1 000 m2. Sedangkan petani mitra ADS, sebesar 43 persen mengelola lahan pada luasan kurang dari 500 m2 dan sisanya 58 persen mengelola lahan pada luasan 1 000-3 000 m2. Pada luasan tersebut petani menerapkan sistem pertanian polikultur, yakni menanam empat sampai lima jenis komoditi pada satu luasan lahan. Usahatani bayam organik diterapkan dengan membuat bedengan-bedengan pada satu petak lahan. Adapun persentase luasan lahan yang dikelola petani responden akan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Persentase petani responden menurut luasan lahan Luasan lahan

(m2)

Mitra KSU Lestarai Mitra ADS

Jumlah Persentase (%) Jumlah Persentase (%)

≤ 500 4 40 3 43

501 - 1000 2 20

1001- 2000 2 20 3 43

2001- 3000 1 14

≥ 3001 2 20

Total 10 100 7 100

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan Kemitraan KSU Lestari dan ADS

Kemitraan KSU Lestari

(40)

24

dihasilkan anggota, KSU Lestari juga memiliki tujuan untuk tetap mempertahankan harga jual produk yang dihasilkan anggota agar tetap stabil di pasar sehingga anggota tidak mengalami kerugian disaat harga jual produk yang mereka hasilkan mengalami penurunan.

Petani mitra KSU Lestari yang rutin memproduksi sayuran organik berjumlah 11 petani yang berlokasi di dua Desa, yaitu Desa Cijulang dan Cipelang, Kecamatan Cijeruk. Syarat untuk menjadi petani mitra yaitu harus tergabung sebagai anggota KSU Lestari, berkomitment untuk menjalankan pertanian organik, serta syarat administratif. Pengajuan menjadi petani mitra KSU Lestari dapat melalui kelompok tani atau langsung mendatangi KSU Lestari. Jika petani mengundurkan diri dari keanggotaan KSU Lestari maka petani secara langsung juga tidak dapat menjadi petani mitra KSU Lsestari.

Peran Kemitraan

Awal terbentuknya kemitraan, petani mendapat penyuluhan dan pelatihan tentang teknologi pertanian organik. Pengajaran yang pernah diberikan diantaranya: tahapan konversi lahan dari sistem pertanian konvensional menjadi sistem pertanian organik, proses pembuatan pupuk kompos, pembuatan pestisida organik, serta pengaturan pola tanam sebagai upaya pencegahan hama dan penyakit.

Proses produksi sayuran organik dilakukan oleh petani dengan pendampingan langsung oleh KSU Lestari. Pendampingan dilakukan oleh staf KSU Lestari setiap bulan dengan melakukan survey langsung ke lahan pertanian petani mitra. Tujuan dari proses pendampingan ini adalah untuk penjaminan produk sayuran yang dihasilkan memang sesuai dengan sistem pertanian organik. Jika ditemukan ketidaksesuaian yang dilakukan oleh petani mitra, maka KSU Lestari akan melakukan pengecekan ulang terhadap seluruh petani mitra dan akan memberi teguran dan sanksi kepada petani yang bersangkutan serta sanksi. Sanksi yang diberikan yaitu petani mitra tidak dapat menjual hasil taninya ke KSU Lestari sampai batas waktu yang ditentukan.

Kebutuhan akan modal, pupuk dan bibit disediakan oleh koperasi dengan sistem pembayaran secara berangsur, melalui pemotongan dari hasil penjualan produksi sayuran organik. Sebagian besar petani mitra melakukan peminjaman modal awal untuk memulai usaha pertanian organik. Sedangkan untuk kebutuhan pupuk dan bibit, petani mitra cenderung memenuhi kebutuhan pupuk dan bibit nya secara mandiri dengan pembuatan pupuk kompos dan pembenihan secara mandiri.

(41)

25 modal yang diperlukan. Jika terjadi perubahan harga harus berdasarkan kesepakatan bersama antara anggota dan pengurus koperasi.

Sayuran organik yang akan dibeli oleh KSU Lestari saat ini jumlah nya dibatasi untuk setiap waktu panen. Pada komoditas bayam, KSU Lestari hanya menerima 5 kilogram bayam dari seluruh anggota. Ketentuan tersebut mulai diberlakukan pada tahun 2015, karena mulai berkurangnya permintaan konsumen sayuran organik yang terdapat pada kios KSU Lestari. Ketentuan standar produk, KSU Lestari tidak memilki ketentuan standar produk yang harus dipeuhi petani, sehingga kualitas produk yang dihasilkan beragam pada setiap waktu panen. Sayuran organik dari petani mitra, selanjutnya akan dilakukan tahap sortasi,

grading, pengemasan dan pelabelan oleh staf UPP. Bentuk Kemitraan

Berdasarkan uraian diatas pola kemitraan yang terbentuk adalah pola kemitraan inti-plasma, yakni KSU Lestari menyediakan modal, pupuk, bibit, bimbingan teknis, dan memasarkan hasil produksi. Pada kemitraan KSU Lestari tidak adanya kontrak bisnis yang mengikat kedua pihak, kemitraan dilakukan berlandaskan kekeluargaan dan kepercayaan antar petani mitra dan KSU Lestari. Kemitraan ADS

ADS menjalankan kemitraan dengan pasar, pemerintah daerah, lembaga perbankan dan petani. Saat ini produk ADS dipasarkan ke lebih dari 40 supermarket se Jabodetabek, hotel, restoran, komunitas, beberapa outlet khusus, serta pihak reseller. Kemitraan dengan Pemerintah Daerah yakni dalam bentuk, model pengembangan ADS yang sangat baik ini telah direplikasi dan dikembangkan oleh beberapa Pemerintah Daerah di Indonesia. Selain itu ADS bekerjasama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) dalam hal pembayaran produk ke petani mitra serta program kredit yang terjangkau. Kemitraan ADS dengan petani mitra dilakukan tidak hanya menjadikan petani sebagai obyek pendampingan dan pembinaan, namun lebih ditekankan sebagai mitra. Sehingga petani mitra mempunyai tanggung jawab dan konsekuensi yang setara dengan ADS.

Upaya memenuhi kebutuhan pasar akan sayuran organik, ADS menjalin kemitraan dengan petani untuk memproduksi sayuran organik. Saat ini terdapat sekitar 15 petani yang menjalin kemitraan dengan ADS yang secara rutin memproduksi sayuran dan buah organik. Adapun persyaratan menjadi petani mitra yaitu adanya komitment dari petani untuk menerapkan sistem pertanian organik, tersedianya lahan pertanian dan tersedianya sumber air atau irigasi, serta syarat administratif seperti identitas diri. Pengajuan menjadi anggota petani mitra dapat langsung mendatangi kantor ADS. Jika memenuhi persyaratan maka akan dilakukan trial penerapan sistem organik pada lahan tersebut dan akan dilakukan penilaian oleh pihak ADS apakah lahan tersebut baik untuk pertanian organik. Kontrak Kemitraan ADS

(42)

26

pada saat perencanaan produksi. Hal ini dalam rangka kontrol kuota produksi, jaminan kualitas bibit dan kemudahan petani mitra.

Kontrak antara pihak ADS dan petani mitra meliputi kontrak kuota produksi, standar penerimaan sayuran dan standar kualitas bayam organik. Kontrak kuota produksi merupakan jumlah bayam yang harus dipenuhi oleh kelompok tani untuk setiap waktu pengiriman. Kuota produksi bayam organik setiap pengiriman sebesar 100 kilogram setiap kelompok tani. Jika kelompok tani berdasarkan jadwalnya tidak dapat memenuhi kuota produksi maka akan dilengkapi oleh kelompok tani lain yang juga memproduksi bayam organik. Komoditas bayam organik dipenuhi oleh dua kelompok tani yang berlokasi di Desa Karehkel dan Desa Ciaruten, Kecamatan Leuwiliang.

Standar penerimaan sayuran organik merupakan Standard Operating Prosedure (SOP) pada kegiatan pengiriman sayuran ke ADS. Pengiriman sayuran harus diletakkan pada keranjang yang sudah dipinjamkan oleh pihak ADS. Sayuran diletakkan pada keranjang dengan posisi tidak melebihi batas tinggi keranjang, sayuran disusun rapih dan beraturan, dan sayuran dalam keranjang tidak terlalu padat. Adapun gambar standar penerimaan sayuran dapat dilihat pada Lampiran 1.

Standar kualitas bayam organik merupakan kualitas bayam organik yang harus dipenuhi oleh kelompok tani. Bayam organik yang dikirim ke ADS harus sudah dalam keadaan bersih pada bagian akarnya. Bayam memiliki tinggi sekitar 20 cm. Tinggi bayam sekitar 20 cm sebagai acuan bayam sudah cukup waktu untuk dipanen. Tidak terdapat bintik-bintik putih dan tidak terdapat lubang pada bagian tanaman. Bintik-bintik putih pada bayam mengindikasikan bayam terkena hama fungi dan lubang pada tanaman mengindikasikan tanaman bayam terkena hama ulat.

Peran Kemitraan ADS

Selama proses produksi yang dilakukan oleh petani, pihak ADS melakukan pendampingan terhadap petani mitra. Tim pendamping akan melakukan monitoring rutin penerapan SOP kegiatan produksi petani mitra mulai dari penanaman hingga pasca panen. Proses pendampingan di lahan petani dilakukan sebanyak dua kali setiap bulannya. Secara rutin, petani mitra juga diberikan pelatihan untuk meningkatkan kualitas produknya. Tim pendamping juga memberikan konsultasi terkait rencana produksi petani mitra dalam satu bulan di awal menjalin kemitraan.

Petani mitra memperoleh jaminan pasar dalam menjual hasil usahataninya. Panen hasil sayuran organik petani mitra dilakukan berdasarkan jadwal pengiriman sayuran organik ke ADS. Jadwal pengiriman sayuran dibagi menurut kelompok tani, rata-rata setiap kelompok tani mendapat jadwal pengiriman sebanyak dua hari dalam seminggu. Petani mitra membawa hasil produksinya ke

packing house ADS sesuai dengan kontrak kuota produksi yang telah disepakati. Kemudian produk disortir dan dikemas sesuai dengan standar kualitas yang diminta pasar. Produk yang tidak memenuhi standar dan kualitas ADS akan dikembalikan ke petani mitra.

(43)

27 dilakukan dengan sistem transfer ke rekening bank masing-masing anggota petani mitra. Petani mitra mendapat jaminan harga yang tetap tanpa fluktuasi harga seperti di pasar tradisional.

Bentuk Kemitraan

Berdasarkan uraian diatas pola kemitraan yang terbentuk adalah pola kemitraan inti plasma, yakni ADS menyediakan bibit, bimbingan teknis dan memasarkan hasil produksi. Pada kemitraan ADS dengan petani mitra terdapat kontrak yang meliputi kontrak kuota produksi, SOP penerimaan sayuran dan standar kualitas bayam organik. Harga beli ditingkat petani ditentukan oleh pihak ADS dengan penjaminan harga yang tetap dalam periode waktu tertentu. Waktu pengiriman sayuran organik harus sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama.

Analisis Usahatani Bayam Organik

Keragaan Usahatani Bayam Organik

Usahatani bayam organik berlokasi di Kecamatan Leuwiliang dan Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor dengan kondisi suhu berkisar 20°- 30°C, dengan rata-rata tahunan sebesar 25°C. Kelembaban udara 70 persen dan rata-rata curah hujan tahunan 2.500–5.000 mm/tahun. Kondisi suhu yang rendah, kelembaban dan curah hujan yang cukup tinggi menjadi faktor pendukung untuk dikembangkannya usahatani bayam organik.

Pembibitan

Varietas yang ditanam adalah Amaranthus tricolor L. Sebagian besar petani responden melakukan proses pembibitan secara mandiri. Proses pembibitan dilakukan dengan menanam pohom bayam selama tiga bulan hingga menghasilkan benih, seperti pada Gambar 5 . Benih bayam dipanen dan dilakukan penjemuram selama satu sampai dua hari untuk mengurangi kelembaban pada benih bayam. Selanjutnya benih bayam disimpan dalam botol atau wadah dan dapat langsung digunakan. Proses pembibitan yang dilakukan petani mitra KSU Lestari sama dengan yang dilakukan petani mitra ADS.

(44)

28

Pengolahan Lahan

Tahap awal pengolahan lahan dilakukan pembersihan lahan dari rumput dan tanaman sisa pertanian sebelumnya. Selanjutnya menghaluskan tanah yang berbentuk bongkahan dengan memacul lahan. Pembentukan bedengan dengan luasan panjang 1 m dan lebar 10 m, tergantung dari luasan petak lahan yang dikelola. Tinggi bedengan 15 cm dan jarak antar bedengan 30 cm. Setelah pembentukan bedengan, dilakukan penjemuran lahan selama satu sampai dua hari. Petani mitra KSU Lestari membentuk ukuran bedengan berdasarkan luasan petak lahan yang digunakan sehingga, ukuran bedengan antar petani menjadi beragam. Lain halnya yang dilakukan petani mitra ADS dengan kondisi lahan yang berada pada satu lokasi, sehingga ukuran bedengan lebih seragam.

Gambar 5 Pembentukan bedengan lahan petani mitra ADS

Penanaman

Penanaman bayam yang dilakukan petani responden dengan menggunakan sistem tebar langsung pada lahan yang sudah dibentuk bedengan. Penebaran benih dilakukan secara manual menggunakan tangan petani, dengan mengatur kepadatan benih. Pada luasan bedeng 1 x 10 m2 membutuhkan benih sebanyak 20-50 gram per 10 m2. Penggunaan benih petani mitra ADS lebih banyak dibandingkan dengan petani mitra KSU Lestari. Benih yang ditebarkan merupakan hasil pembibitan sendiri yang telah dilakukan petani sebelumnya.

Gambar

Gambar 1  Data jumlah petani sayuran organik wilayah Jawa Barat Sumber: AOI, 2011
Tabel 1  Konsumsi rumah tangga menurut hasil Susenas komoditas sayuran, 2007-2011
Gambar 2  Kurva biaya total (Total cost) Sumber: Lipsey et al, 1995
Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dibedakan menjadi 2 yaitu biaya tetap ( fixed cost ) dan biaya tidak tetap ( variable cost ). Biaya tetap yang relatif tetap dan dikeluarkan terus walau produksi yang

Siregar (2011) dalam penelitian yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Cabai Merah Keriting di Desa Citapen, Kecamatan

Tanah menjadi faktor kunci dalam usaha pertanian. Tanah diartikan bukan hanya terbatas pada wujud nyata tanah saja, namun juga diartikan sebagai tempat dimana usahatani

Modal tetap (fixed cost) terdiri atas tanah, bangunan, mesin dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali

Sedangkan biaya tidak tetap adalah biaya yang habis dipakai dalam sekali proses produksi, seperti biaya sarana produksi pertanian (bibit, pupuk, pestisida,

Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relative pendek dan tidak berlaku untuk jangka panjang (Soekartawi, 2003). Sebaliknya modal tidak tetap atau modal variabel

Hal ini diduga disebabkan oleh inefisiensi penggunaan input atau faktor-faktor produksi (seperti: luas lahan, benih, kompos, urea, dan sebagainya) dalam usahatani

Menurut Pakpahan (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi atau konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-faktor