• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Padi Sawah dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus: Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Padi Sawah dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus: Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Tinjauan Pustaka

Alih fungsi atau konversi lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumberdaya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Alih fungsi lahan umumnya terjadi di wilayah sekitar perkotaan dan dimaksudkan untuk mendukung perkembangan sektor industri dan jasa

(Kustiawan (1997) dalam Puspasari (2012)).

Konversi lahan atau alih fungsi lahan yang terjadi mengubah status kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan dalam penguasaan lahan di pedesaan membawa implikasi bagi perubahan pendapatan dan kesempatan kerja masyarakat yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat desa. Terbatasnya akses untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran kesempatan kerja ke sektor non pertanian (Furi, 2007).

(2)

Winoto (2005) mengungkapkan bahwa lahan pertanian yang paling rentan terhadap alih fungsi adalah sawah. Hal tersebut disebabkan oleh:

1. Kepadatan penduduk di pedesaan yang mempunyai agroekosistem dominan sawah pada umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan penduduk atas lahan juga lebih tinggi,

2. Daerah persawahan banyak yang lokasinya berdekatan dengan daerah perkotaan,

3. Akibat pola pembangunan di masa sebelumnya, infrastruktur wilayah persawahan pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan kering,

4. Pembangunan sarana dan prasarana pemukiman, kawasan industri, dan sebagainya cenderung berlangsung cepat di wilayah bertopografi datar.

Konversi lahan sawah adalah suatu proses yang disengaja oleh manusia, bukan suatu proses alami. Kita ketahui bahwa percetakan sawah dilakukan dengan biaya tinggi, namun ironisnya konversi lahan tersebut sulit dihindari dan terjadi setelah sistem produksi pada lahan sawah tersebut berjalan dengan baik. Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Konversi lahan pada dasarnya merupakan hal yang wajar terjadi, namun pada kenyataannya konversi lahan menjadi masalah karena terjadi di atas lahan pertanian yang masih produktif (Anwar, 1993).

(3)

menimpa lahan-lahan sawah produktif dengan fasilitas irigasi yang baik. Mengingat bahwa dimasa mendatang peluang untuk memperluas areal panen semakin terbatas, maka konversi lahan sawah untuk jangka panjang sangat berpotensi mengancam ketahanan pangan nasional baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung hal itu bersumber dari degradasi luas panen, secara tidak langsung disebabkan menurunnya produktivitas hamparan lahan sawah disekitarnya.

Ditinjau menurut prosesnya, konversi lahan sawah dapat pula terjadi: (1) secara gradual; (2) seketika (instan). Alih fungsi secara gradual lazimnya disebabkan fungsi sawah tidak optimal. Umumnya hal seperti ini terjadi akibat degradasi mutu irigasi atau usaha tani padi di lokasi tersebut tidak dapat berkembang karena kurang menguntungkan. Alih fungsi secara instan pada umumnya berlangsung di wilayah sekitar urban, yakni berubah menjadi lokasi pemukiman atau kawasan industri (Sumaryanto dkk, 1995).

(4)

waktu yang relatif pendek cenderung berkonversi pula dengan luas yang cenderung meningkat. Secara empiris progresifitas konversi lahan dengan pola sistematis cenderung lebih tinggi daripada pola yang sporadis

(Direktorat Pangan dan Pertanian, 2006).

Sumaryanto dan Tahlim (2005) dalam Puspasari (2012) mengungkapkan bahwa dampak negatif dari konversi lahan sawah adalah degradasi daya dukung ketahanan pangan nasional, pendapatan pertanian menurun, dan meningkatnya kemiskinan masyarakat lokal. Selain itu dampak lainnya adalah rusaknya ekosistem sawah, serta adanya perubahan budaya dari agraris ke budaya urban sehingga menyebabkan terjadinya kriminalitas.

Kini ancaman penurunan produksi padi di Indonesia semakin serius karena petani mulai meninggalkan tanaman kebutuhan pokok itu. Mereka beralih ke tanaman perkebunan, kelapa, dan kelapa sawit. Keinginan petani mengkonversi lahannya dari sawah menjadi lahan perkebunan, khususnya kelapa dan kelapa sawit, sulit dibendung karena lebih menjanjikan pendapatan yang lebih tinggi (Hadi, 2004).

2.2 Landasan Teori

Alih Fungsi Lahan

(5)

sendirinya walaupun bukan merupakan tujuan dari kegiatan eksploitasi dari pemilik lahan pertanian termasuk dalam kategori ini

(Sumaryanto dan Tahlim (2005) dalam Puspasari (2012)).

Fungsi lahan bagi masyarakat sebagai tempat tinggal dan sumber mata pencaharian. Bagi petani, lahan merupakan sumber memproduksi makanan dan keberlangsungan hidup. Bagi pihak swasta, lahan adalah aset untuk mengakumulasikan modal. Bagi pemerintah, lahan merupakan kedaulatan suatu negara dan untuk kesejahteraan rakyatnya. Adanya banyak kepentingan yang saling terkait dalam penggunaan lahan, hal ini mengakibatkan terjadinya tumpang tindih kepentingan antar aktor yaitu petani, pihak swasta, dan pemerintah dalam memanfaatkan lahan (Puspasari, 2012).

Banyaknya sawah yang dikonversi menjadi pabrik atau perumahan dan prasarana jalan menyebabkan kesempatan kerja di sawah berkurang. Ditambah lagi dengan digunakannya alat-alat pertanian yang efektif menyebabkan pengangguran di desa meningkat. Fenomena tersebut telah menciptakan pengurangan kebutuhan jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. Apalagi menyusutnya luas baku sawah telah berdampak menurunnya kebutuhan tenaga kerja di sawah. Akan tetapi, dengan mengecilnya satuan luas usaha tani, para petani justru mengurangi produktivitas kerja mereka (Adiratma, 2004).

(6)

di desa ke orang-orang kaya di kota. Akibat lainnya terhadap petani adalah beralihnya status. Bila tetap ingin menjadi petani, mereka beralih status dari petani pemilik penggarap menjadi petani penyakap. Luas garapannya pun menyusut.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah

Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi atau konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yaitu faktor yang tidak langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan konversi dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat petani yaitu faktor-faktor yang langsung mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan alih fungsi (Pakpahan (1993) dalam (Puspasari (2012)).

Selanjutnya Pakpahan (1993) membagi faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah di tingkat wilayah yakni:

1. Faktor tidak langsung antara lain perubahan struktur ekonomi, pertumbuhan penduduk, arus urbanisasi dan konsistensi implementasi rencana tata ruang. 2. Secara langsung dipengaruhi oleh pertumbuhan pembangunan sarana

transportasi, pertumbuhan kebutuhan lahan untuk industri, pertumbuhan sarana pemukiman dan sebaran lahan sawah.

(7)

Sumaryanto dan Tahlim (2005) dalam Puspasari (2012) mengungkapkan bahwa pola konversi lahan dapat ditinjau dalam beberapa aspek:

1. Alih fungsi secara langsung oleh pemilik lahan yang bersangkutan. Lazimnya motif tindakan ada 3: (a) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal, (b) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha, (c) kombinasi dari (a) dan (b) seperti pembangunan rumah sekaligus dijadikan tempat usaha. Pola alih fungsi lahan ini terjadi disembarang tempat, kecil-kecil, dan tersebar. Dampak alih fungsi lahan dengan pola ini terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya baru significant untuk jangka waktu lama.

2. Alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan lahan. Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha nonpertanian atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi lahan melalui cara ini terjadi dalam hamparan yang luas, terkonsentrasi, dan umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi (pengotaan). Dampak alih fungsi lahan terhadap eksistensi lahan sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata.

(8)

Faktor yang berpengaruh terhadap proses alih fungsi lahan pertanian sawah, yaitu (1) Faktor eksternal adalah faktor-faktor dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi yang mendorong alih fungsi lahan sawah ke penggunaan non pertanian, (2) Faktor-faktor Internal adalah kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan yang mendorong lepaskan kepemilikan lahan, dan (3) Faktor Kebijaksanaan Pemerintah

(Kustiawan (1997) dalam Puspasari (2012)).

Menurut Widjanarko (2006) dalam Puspasari (2012) ada tiga kebijakan nasional yang berpengaruh langsung terhadap alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian: 1. Kebijakan privatisasi pembangunan kawasan industri sesuai Keputusan

presiden Nomor 53 Tahun 1989 yang telah memberikan keleluasaan kepada pihak swasta untuk melakukan investasi dalam pembangunan kawasan industri dan memilih lokasinya sesuai dengan mekanisme pasar. Dampak kebijakan ini sangat berpengaruh pada peningkatan kebutuhan lahan sejak tahun 1989, yang telah berorientasi pada lokasi subur dan menguntungkan dari ketersediaan infrastruktur ekonomi.

2. Kebijakan pembangunan pemukiman skala besar dan kota baru. Akibat penerapan kebijakan ini ialah munculnya spekulan yang mendorong minat petani menjual lahannya.

(9)

Pendapatan

Penerimaan adalah hasil penjualan dari sejumlah barang tertentu yang diterima atas penyerahan sejumlah barang kepada pihak lain. Jumlah penerimaan di defenisikan sebagai penerimaan dari penjualan barang tertentu yang diperoleh dari jumlah barang yang terjual dikalikan dengan harga penjualan setiap satuan (Soedarsono, 1995).

Menurut Soekartawi dkk (1994), pendapatan keluarga mencerminkan tingkat kekayaan dan besarnya modal yang dimiliki petani. Pendapatan yang besar mencerminkan dana yang besar dalam usahatani, sedangkan pendapatan yang rendah dapat menyebabkan menurunnya infestasi dan upaya pemupukan modal, pendapatan bersih petani adalah hasil kotor dari produksi yang dinilai dengan uang kemudian hasil kotor tersebut dikurangi dengan biaya produksi dan biaya pemasaran.

Rendahnya pendapatan petani disebabkan sempitnya luas lahan yang dimiliki dan diolah. Di Provinsi sumatera Utara terdapat 58% adalah petani gurem yakni petani yang memiliki luas lahan < 0,5 ha dan 66% petani mengerjakan lahannya sendiri (Tafbu dkk, 2009).

(10)

lain (di luar usahataninya) karena rendahnya pendidikan dan keterampilan yang dimilikinya.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berjudul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Padi Sawah Melakukan Alih Fungsi Lahan ke Komoditi Perkebunan (Studi Kasus: Daerah Irigasi Namu Sira-Sira, Kabupaten Langkat)” oleh Matondang (2011) memilih 4 (empat) desa yaitu Desa Namu Ukur Utara, Desa Psr II Purwobinganun, Desa Psr. VI Kwala Mencirim, Desa Emplasmen Kwala Mencirim, dengan pertimbangan Daerah Irigasi Namu Sira-Sira merupakan daerah irigasi akan tetapi di daerah ini mengalami alih fungsi lahan ke komoditi perkebunan. Sampel petani dipilih dengan metode Simple Random Sampling yang selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan faktor yang paling mempengaruhi petani melakukan alih fungsi lahan adalah perbedaan penerimaan usaha tani (padi, kakao dan sawit) dan kecenderungan perkembangan harga padi sawah, kakao, dan sawit. Di samping itu kecukupan air serta luas lahan yang dimiliki petani juga ikut mempengaruhi keputusan petani untuk alih fungsi lahan.

Barokah et al (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Dampak Konversi Lahan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani di Kabupaten Karanganyar”

(11)

analisis uji t dengan α 5% menunjukkan pendapatan rumah tangga petani sebelum

konversi tidak sama dengan sesudah konversi lahan pertanian (pendapatan bertambah Rp 1.482.000 per tahun). Metode yang digunakan dalam penelitian ini untuk melihat perubahan pendapatan digunakan uji beda rata-rata.

Penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan

(12)

2.4 Kerangka Pemikiran

Lahan merupakan input penting dalam proses produksi pertanian, khususnya pertanian padi sawah. Semakin luas lahan, produksi yang dihasilkan juga akan meningkat. Tidak hanya sebatas sektor pertanian, lahan juga merupakan modal yang harus dimiliki untuk sektor lainnya. Misalnya sektor industri yang membutuhkan lahan untuk membangun pabrik dan bangunan lainnya yang diperlukan untuk kegiatan industri. Namun alangkah sayangnya jika lahan yang digunakan adalah lahan yang dahulunya merupakan lahan sawah. Hal ini kemungkinan dikarenakan terbatasnya lahan kosong, serta lokasi dan harga dari lahan sawah yang dialihfungsikan tadi.

Adanya alih fungsi lahan sawah dapat mengubah pendapatan petani dikarenakan adanya perubahan penggunaan lahan yang semula sawah menjadi lahan pertanian lainnya maupun lahan pembangunan. Misalnya pendapatan seorang petani yang awalnya memiliki lahan sawah seluas 2 ha akan berbeda dengan pendapatan petani yang kemudian mengalihfungsikan 1 ha sawahnya menjadi lahan perkebunan. Begitu pula dengan petani yang kemudian juga menggarap sawah lain seluas 1 ha akan mengubah pendapatan dan status kepemilikannya.

Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah dibagi menjadi dua faktor, yaitu faktor tingkat wilayah yang secara tidak langsung mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan sawah dan faktor tingkat petani yang secara langsung mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan sawah.

(13)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran menyatakan pengaruh

Lahan Sawah

menyatakan hubungan Faktor Tingkat Wilayah

1. Luas Sawah Irigasi (X1) 2. Luas Sawah Non Irigasi (X2) 3. Jumlah Sarana Pendidikan (X3)

Alih Fungsi Lahan

Faktor Tingkat Petani 1. Luas Sawah (X1)

2. Usia Kepala Keluarga (X2) 3. Jumlah Tanggungan (X3)

(14)

2.5 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Laju alih fungsi lahan sawah di Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat meningkat setiap tahunnya,

2. Faktor tingkat wilayah (luas sawah irigasi, luas sawah non irigasi, jumlah sarana pendidikan) dan faktor tingkat petani (luas sawah, usia kepala keluarga, jumlah tanggungan keluarga) berpengaruh nyata terhadap alih fungsi lahan di Desa Suka Maju Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat,

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Diduga faktor-faktor yang mempengaruhi petani padi sawah melakukan alih fungsi lahan padi sawahnya yaitu luas lahan yang dimiliki petani di daerah penelitian, kecukupan air

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok adalah karya

Faktor harga jual komoditi non padi sawah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya alih fungsi lahan pertanian pada pengujian =5%, di mana nilai t- = 2,088

mempengaruhi permintaan dan penawaran komoditi padi serta konversi lahan sawah. ke penggunaan non pertanian dan juga dampak konversi lahan

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan faktor-faktor alih fungsi lahan sawah sangat berhubungan dengan perbedaan tingkat penerimaan usahatani dikedua desa

Judul : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Petani melakukanMelakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ke Lahan Tanaman Kelapa Sawit di Kabupaten Rokan Hilir...

Hanizar, Murlin (2012) Faktor- faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani untuk Melakukan Alih Fungsi Lahan Pertanian Sawah Irigasi ke Tanaman Perkebunan di Kecamatan Padang

32 - 50 DOI : https://doi.org/10.37058/agristan.v5i1.6574 32 ISSN : 2723 – 5858 p ; 2723 – 5866 e POLICY PAPER : FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN