FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ALIH FUNGSI
LAHAN SAWAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP
PRODUKSI PADI DI KOTA DEPOK
NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2013
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Nadia Khairunnisa Andhika NIM H44090082
NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Tehadap Produksi Padi di Kota Depok. Di bawah bimbingan RIZAL BAHTIAR.
Meningkatnya aktivitas pembangunan dan pertumbuhan penduduk mengindikasikan terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Hal ini dikarenakan lahan yang tersedia jumlahnya tetap sedangkan kebutuhan penduduk terus bertambah sehingga ketersediaan lahan semakin terbatas. Seperti halnya pembangunan yang meningkat di Kota Depok yang mengurangi luas lahan sawah sebesar 815 hektar dalam periode 2001 hingga 2012 dengan total laju penyusutan sebesar 0.80 persen. Alih fungsi lahan sawah yang terjadi di tingkat wilayah dipengaruhi oleh luas bangunan dan juga PDRB non pertanian. Sedangkan faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan alih fungsi lahan yakni luas lahan dan pengalaman bertani. Dampak alih fungsi lahan tersebut yakni hilangnya 4848.5345 ton produksi padi atau rata-rata kehilangan sekitar 449.87 ton per tahun. Dimana nilai produksi yang hilang sebesar Rp19 794 138 000 atau Rp1 799 468 000 per tahun. Sehingga terdapat selisih antara kebutuhan akan konsumsi pangan penduduk dengan produksi beras di wilayah depok yakni sebesar 384.63 ton/hari dimana kebutuhan konsumsi penduduk sebesar 396.67 ton/hari sedangkan rata-rata produksi beras yang dihasilkan sebesar 12.04 ton/hari.
NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA. The Influence of Variable Threatening Wetland Conversion and its Impact on Rice Production in Depok. Supervised by RIZAL BAHTIAR.
Increasing construction activity and population growth will indicate the occurrence of agricultural land conversion. This is because the amountof land availablearefixed, whilehuman needscontinue to increaseso that the availability of landwill belimited. As well as increased development in Depok, reducing the land area of 815 hectares of paddy fields in the period 2001 to 2012 with a total rate of depreciation of 0.80 percent. Paddy fields conversion has occurred at the level of the area affected by the building area as well as non-agricultural GDP. While the factors that influence farmers decisions in making the land conversion and land farming experience. The impact of land use change is the loss of 4848.5345 tons of rice production is lost or an average loss of about 449.87 tonnes per year. Meanwhile, the value of lost production amounted to Rp19794138,000 or Rp1799468000 per year. Resulting in a difference between the need for food consumption for rice production which amounted to 384.63 tons / day where the average production of rice by 12.04 tons / day, while consumption amounted to 396.67 tons / day.
NADIA KHAIRUNNISA ANDHIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Depok
Nama : Nadia Khairunnisa Andhika
NIM : H44090082
Disetujui oleh
Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah Serta Dampaknya Terhadap Produksi Padi di Kota Depok”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian tugas akhir studi Program Sarjana (S1) Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan saran kepada penulis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas saran dan masukannya dalam penulisan skripsi ini. Disamping itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis berterima kasih kepada Ayah (Ir. Yusli Karmain), Ibu (Rina Haerani), dan Adik (Aldi Firhand A.) atas dukungan serta doa yang tiada henti diberikan kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga diberikan kepada Ibu Etty dan Ibu Lelly dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, Bapak Nasrullah dari Badan Penyuluhan Pertanian Kota Depok yang telah membantu dalam pengumpulan data saat penelitian serta kepada rekan-rekan ESL 46 (Lungit Shriwinanti, Vidya, Genyas, Nova, Qyqy) dan keluarga besar PSM IPB Agria Swara (Yovita, Stefany, Dini, Firdha) atas kebersamaan, saran, doa, dan dukungannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya.
Bogor, September 2013
Nadia Khairunnisa Andhika
DAFTAR TABEL ... vii
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian ... 12
2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan ... 13
4.4.4 Analisis Estimasi Dampak Produksi ... 34
V. GAMBARAN UMUM ... 35
5.1 Gambaran Umum Wilayah Depok ... 35
5.2 Gambaran Umum Kecamatan Limo ... 38
5.3 Karakteristik Umum Responden ... 40
5.3.1 Tingkat Usia ... 41
5.3.2 Tingkat Pendidikan ... 41
5.3.3 Jumlah Tanggungan ... 42
5.3.4 Lama Bertani ... 43
6.3 Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi di Tingkat Petani ... 54
6.4 Dampak Alih Fungsi Terhadap Produksi Padi ... 58
6.5 Dampak Alih Fungsi Terhadap Ketersediaan Pangan ... 60
VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 63
7.1 Simpulan ... 63
7.2 Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 69
RIWAYAT HIDUP ... 80
1 Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Nasional pada Tahun 2012... 2
2 Penelitian Terdahulu ... 15
3 Matriks Metode Analisi Data ... 27
4 Data Penggunaan Lahan di Kota Depok Tahun 2009 ... 36
5 Mata Pencaharian Penduduk Kota Depok tahun 2011 ... 38
6 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, dan Kepadatannya di Kecamatan Limo Tahun 2009……… ... 39
7 Keadaan Penduduk di Kecamatan Limo Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012 ... 40
8 Luas dan Laju Alih Fungsi Lahan Sawah di Kota Depok Tahun 2001-2012 ... 47
9 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih fungsi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah ... 50
10 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Dalam Mengalihfungsikan Lahan Sawah ... 55
11 Pekerjaan Sampingan Petani Kecamatan Limo, Depok ... 57
12 Pekerjaan Petani Setelah Alih Fungsi Lahan Sawah di Kecamatan Limo, Depok ... 58
13 Produktivitas Padi Sawah di Kota Depok pada Periode 2001-2012 ... 59
14 Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Terhadap Produksi Padi di Kota 15 Depok Tahun 2001-2012 ... 60
16 Estimasi Produksi Beras di Kota Depok Periode 2001-2012 ... 61 17 Estimasi Kebutuhan Konsumsi Beras Penduduk Depok Tahun 2001 -2012 61
Nomor Halaman 1 Land Rent Sebagai Sisa Surplus Ekonomi Setelah Biaya Produksi
Dikeluarkan ... 21
2 Diagram Alur Pikir ... 24
3 Tingkat Usia Responden ... 41
4 Tingkat Pendidikan Responden ... 42
5 Jumlah Tanggungan Responden ... 43
6 Pengalaman Bertani Responden ... 44
7 Lahan Sawah Responden ... 45
8 Laju Luasan Sawah di Kota Depok Tahun 2001-2012 ... ………. 46
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1 Kuisioner Penelitian ... 712 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Sawah di Tingkat Wilayah ... 75
3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani dalam Melakukan Alih Fungsi Lahan Sawah ... 78
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia termasuk negara kepulauan yang memiliki kekayaan alam dan
sumberdaya yang melimpah. Beragamnya kekayaan yang dimiliki ini berpotensi
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perekonomian negara secara
menyeluruh. Banyak sektor seperti bidang pertanian, pertambangan, industri, serta
pariwisata yang berperan dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Sektor-sektor
inilah yang selama ini dapat dikembangkan secara optimal dan dapat
dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sektor pertanian memiliki peran yang penting dalam kegiatan perekonomian
nasional seperti dalam hal menyerap tenaga kerja, menyumbang Produk Domestik
Bruto (PDB), sumber devisa, bahan baku industri, sumber bahan pangan dan gizi,
serta pendorong bergeraknya sektor-sektor ekonomi lainya. Menurut Kuznets
(1966), sektor pertanian mengkontribusikan terhadap pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk yaitu :
1. Kontribusi Produk contohnya menyediakan bahan baku untuk industri
manufaktur seperti: industri tekstil, makanan, minuman, dan lain-lain.
2. Kontribusi pasar contohnya pembentukan pasar domestik untuk barang
industri dan konsumsi
3. Kontribusi faktor produksi menyebabkan penurunan peranan pertanian di
pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surpus modal dan sektor
pertanian ke sektor lain.
4. Kontribusi devisa pertanian sebagai sumber paling penting bagi surplus
neraca perdagangan melalui ekspor produk pertanian dan produk pertanian
yang menggantikan produk impor.
Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2012 tumbuh sebesar 6.23 persen
dibandingkan dengan tahun 2011. Pertumbuhan terjadi pada semua sektor
ekonomi tidak terkecuali pada sektor pertanian dengan laju pertumbuhan sebesar
3.97 persen. Walaupun peran pertanian memiliki arti penting bagi pembangunan
nasional dan terus mengalami pertumbuhan setiap tahunnya, namun laju
laju pertumbuhan tertinggi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar
9.98 persen diikuti oleh Sektor Perdagangan sebesar 8.11 persen.
Tabel 1 Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Nasional pada Tahun 2012
Lapangan Usaha
Kehutanan, dan Perikanan 3.97 0.51
2. Pertambangan dan Penggalian 1.49 0.11
Perusahaan 7.15 0.69
9. Jasa-Jasa 5.24 0.49
Produk Domestik Bruto (PDB) 6.23 6.23
PDB tanpa migas 6.81 -
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012)
Kontribusi sektor pertanian terhadap total pertumbuhan PDB berdasarkan
sumber pertumbuhan sebesar 0.51 persen sedangkan kontribusi terbesar pada
Sektor Industri Pengolahan sebesar 1.47 persen. Selanjutnya diikuti oleh Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran, dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi
yang memberikan sumber pertumbuhan masing-masing 1.44 persen dan 0.98
persen. Sektor pertanian mulai tersingkirkan perannya jika dibandingkan dengan
sektor-sektor lain seperti sektor industri maupun perdagangan yang memberikan
output lebih tinggi bagi perekonomian nasional daripada sektor pertanian. Para
investor pun lebih tertarik menanamkan modal kepada sektor non pertanian.
Masih kurangnya kontribusi sektor pertanian terhadap pembangunan
nasional mendorong perubahan penggunaan lahan pertanian ke penggunaan lahan
non pertanian. Salah satu faktor kurangnya kontribusi sektor pertanian terhadap
pembangunan nasional yakni adanya alih fungsi lahan yang semakin meningkat
khususnya di pulau jawa yang merupakan wilayah utama pertanian di Indonesia.
Secara spasial, struktur perekonomian di Indonesia masih di dominasi oleh
sebesar 57.51 persen dan Jawa Barat termasuk penyumbang terbesar di Pulau
Jawa sebesar 13. 91 persen (BPS 2012).
Menurut Sitorus (2011), pembangunan ekonomi cenderung meningkatkan
permintaan lahan di luar sektor pertanian, sehingga memacu alih fungsi lahan
pertanian ke penggunaan non pertanian terutama di daerah dengan ketersediaan
lahan terbatas. Hal ini termasuk Jawa Barat sebagai salah satu penyumbang
pertumbuhan ekonomi dengan segala aktivitas produksi namun lahan yang
tersedia sangatlah terbatas sehingga mendorong terjadinya alih fungsi lahan.
Salah satu wilayah di Jawa Barat yang mengalami alih fungsi penggunaan
lahan akibat kegiatan produksi atau pembangunan adalah Kota Depok. Kota
Depok mengalami perkembangan yang cukup pesat dalam pembangunannya. Hal
ini disebabkan oleh letak wilayahnya yang strategis, dekat dengan pusat
pemerintahan DKI Jakarta yang berkembang sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan, dan perekonomian. Meningkatnya laju urbanisasi serta
perkembangan sektor non pertanian di Kota Depok menjadi salah satu indikator
dalam perkembangan pembangunan kota yang mendorong alih fungsi penggunaan
lahan pertanian ke non pertanian.
Peningkatan laju pertumbuhan penduduk mempengaruhi ketersediaan lahan
yang ada. Pertambahan jumlah penduduk memerlukan lahan yang lebih luas tidak
saja dipergunakan untuk pemukiman tetapi juga perluasan kegiatan-kegiatan
perekonomian lainnya guna menunjang kebutuhan penduduk yang semakin
bertambah jumlahnya tersebut. Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan
bahwa jumlah penduduk Kota Depok mencapai 1 736 565 jiwa, yang terdiri dari
penduduk laki-laki 879 325 jiwa dan penduduk perempuan 857 240 jiwa dengan
sex ratio sebesar 103. Sedangkan kepadatan penduduk Kota Depok berdasarkan
sensus penduduk pada tahun 2010 mencapai 10 101 jiwa/km².
Pertambahan penduduk yang mempengaruhi luasan lahan yang tersedia
dapat mendorong perubahan penggunaan lahan untuk memenuhi kebutuhan
penduduk yang tidak terbatas. Menurut Utomo (1992), alih fungsi lahan
merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya
semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak
harga lahan di sekitar daerah perkotaan yang semakin tinggi menyebabkan adanya
pergeseran aktivitas ekonomi dan penguasaan lahan oleh pihak pengembang atau
para investor sehingga arahan pengembangannya pun sebisa mungkin disesuaikan
dengan keinginan pihak pengembang tersebut (Marliza 2008).
1.2 Perumusan Masalah
Lahan merupakan modal penting yang diperlukan dalam produksi
pertanian. Namun pengembangan sektor ekonomi semakin mendorong perubahan
sumberdaya lahan ke penggunaan yang memberikan nilai ekonomi yang lebih
tinggi. Perubahan penggunaan lahan pertanian yang terjadi biasanya menjadi
kawasan pemukiman, industri, maupun perdagangan. Alih fungsi penggunaan
lahan tersebut dapat bersifat permanen atau bersifat sementara. Jika berubah
menjadi kawasan pemukiman atau industri maka lahan ini bersifat permanen,
namun jika berubah menjadi kawasan perkebunan maka alih fungsi lahan ini
bersifat sementara karena pada tahun-tahun berikutnya dapat dijadikan lahan
pertanian lainnya. Alih funsi lahan permanen biasanya lebih besar dampaknya
daripada alih fungsi lahan sementara (Utomo 1992).
Kecenderungan alih fungsi lahan yang tinggi selama ini terasa pada
sebagian besar kota-kota di Pulau Jawa dimana laju urbanisasi dan pengembangan
sektor non pertanian meningkat. Salah satunya terjadi pada kota depok dengan
urbanisasi dan pengembangan sektor non pertanian juga meningkat. Sumberdaya
lahan Kota Depok mengalami tekanan sejalan dengan perkembangan kota yang
sedemikian pesat. Sebagaimana kita ketahui berdasarkan data analisis Revisi
RTRW Kota Depok (2000-2010) dalam pemanfaatan ruang kota, kawasan
pemukiman pada tahun 2005 mencapai 8915.09 ha (44.31%) dari total
pemanfaatan ruang Kota Depok. Pada tahun 2005 kawasan terbuka hijau tercatat
10106.14 ha (50.23%) dari luas wilayah Depok atau terjadi penyusutan sebesar
0.93 % dari data tahun 2000. Meningkatnya tutupan permukaan tanah, berdampak
terhadap penurunan kondisi alam Kota Depok, terutama disebabkan oleh
meningkatnya pemanfaatan lahan untuk kegiatan pemukiman yang mencapai
tahun 2005 mencapai 10 013.86 ha (49.77%) dari luas wilayah Kota Depok atau
meningkat 3.59 % dari data tahun 2000.¹
Kedepannya pembangunan pertanian tanaman pangan di Kota Depok pada
tahun-tahun selanjutnya akan menghadapi suatu kondisi, dimana lahan sawah
yang semakin menyempit jika semakin tinggi permintaan akan kebutuhan lahan
non pertanian. Penyempitan yang paling parah akan terjadi pada lahan sawah
tadah hujan, disusul sawah irigasi sederhana PU. Alih fungsi lahan sawah
merupakan ancaman yang lebih serius terhadap ketahanan pangan dibandingkan
dengan gangguan produksi lain seperti serangan hama/penyakit maupun
kekeringan, karena dua hal yakni: (1) kegiatan alih fungsi lahan relatif sulit
dihindari karena merupakan suatu proses alami yang terkait dengan kelangkaan
lahan, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk, dan (2) dampak alih
fungsi lahan sawah terhadap penurunan produksi padi cenderung bersifat
permanen, karena lahan sawah yang sudah dialihfungsikan ke penggunaan non
pertanian tidak pernah berubah kembali menjadi lahan sawah.
Meningkatnya alih fungsi penggunaan lahan pada Kota Depok diakibatkan
oleh adanya beberapa faktor yang ditimbulkan oleh masyarakat sekitar Depok
maupun beberapa pihak terkait misalnya para investor maupun pengembang,
pertumbuhan ekonomi serta pertumbuhan laju penduduk yang menyebabkan
permintaan terhadap lahan untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial
meningkat. Peningkatan permintaan ini mendorong harga lahan termasuk Kota
Depok menjadi semakin mahal. Menurut Isa (2004), faktor-faktor yang
mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian adalah:
1) Faktor kependudukan
2) Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian
3) Faktor sosial budaya
4) Faktor ekonomi
5) Degradasi lingkungan
6) Otonomi daerah
¹ Kondisi Geografis Kota Depok.
http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/1162. Diakses pada tanggal 13
7) Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum.
Pada dasarnya alih fungsi lahan tidak dapat dihindari dalam pelaksanaan
pembangunan. Namun perlu adanya pengendalian peningkatan kebutuhan lahan
akibat tingginya aktivitas pembangunan sehingga lahan tidak menjadi langka dan
perlu adanya keseimbangan antara pembangunan dengan kualitas lingkungan.
Pengendalian ini akan mengurangi dampak negatif yang terjadi akibat alih fungsi
lahan sehingga kualitas lingkungan tidak lagi dikorbankan demi kebutuhan lahan
yang semakin meningkat. Alih fungsi penggunaan lahan tersebut selain
menimbulkan dampak terhadap berkurangnya kapasitas produksi beras yang
mengancam ketahanan pangan, juga menimbulkan masalah ketenagakerjaan
dibidang pertanian, hilangnya aset pertanian yang telah dibangun dengan biaya
yang mahal serta menimbulkan masalah lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut
beberapa masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Berapa laju alih fungsi lahan sawah di Kota Depok?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah di Kota
Depok?
3. Bagaimana dampak alih fungsi lahan sawah terhadap produksi padi dan nilai
produksi padi di Kota Depok?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Menghitung laju alih fungsi lahan di Kota Depok.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan sawah
secara makro dan mikro di Kota Depok.
3. Mengestimasi dampak alih fungsi lahan sawah di Kota Depok.
1.4 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi :
1. Peneliti dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan bidang keilmuan
ekonomi sumberdaya dan lingkungan yang dipelajari selama menjalani
2. Pemerintah dan para pengambil keputusan dalam menentukan kebijakan
penggunaan lahan yang dialihfungsikan dan melakukan perbaikan tata guna
lahan di Jawa Barat pada umumnya dan Kota Depok pada khususnya.
3. Petani pemilik lahan sebagai informasi yang dapat menjadi pertimbangan
dalam mengambil keputusan untuk mengalihfungsikan lahan pertanian
mereka
4. Para civitas akademisi sebagai bahan tambahan dan bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini diperlukan batasan agar penelitian lebih terarah dan
peneliti dapat lebih fokus dalam melakukan pengamatan. Adapun ruang lingkup
sebagai batasan-batasan dalam penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini dilakukan di Kota Depok, Jawa Barat.
2. Studi kasus yang dilakukan untuk mengetahui faktor dan dampak alih fungsi
lahan terhadap petani dilakukan di Kecamatan Limo.
3. Lahan pertanian yang dianalisis terbatas pada lahan sawah dan hasil
produksinya berupa padi atau gabah.
4. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan dilihat dari faktor makro di
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sumberdaya Lahan
Lahan merupakan bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi
penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi. Lahan termasuk
sumberdaya alam yang memiliki arti penting bagi masyarakat sehingga dapat
dimanfaatkan keberadaannya. Sumberdaya lahan sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia,
seperti untuk pertanian, industri, tempat tinggal, jalan, rekreasi, dan daerah-daerah
yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2011)
mendefinisikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik
terdiri dari iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya
sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan.
Menurut Utomo et al. (1992) menyatakan bahwa lahan sebagai modal alami
utama yang melandasi kegiatan kehidupan, memiliki dua fungsi dasar, yaitu:
1. Fungsi kegiatan budidaya, memiliki makna suatu kawasan yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, perkebunan,
perkotaan maupun pedesaan, hutan produksi, dan lain-lain.
2. Fungsi lindung, memiliki makna suatu kawasan yang ditetapkan dengan
fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada,
yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan, nilai sejarah, dan
budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan budidaya.
Jayadinata (1999) menggolongkan lahan dalam tiga kategori yaitu:
1. Nilai keuntungan, dihubungkan dengan tujuan ekonomi dan yang dapat
dicapai dengan jual beli lahan di pasaran bebas.
2. Nilai kepentingan umum, yang dihubungkan dengan pengaturan untuk
masyarakat umum dalam perbaikan kehidupan masyarakat
3. Nilai sosial, yang merupakan hal mendasar bagi kehidupan yang dinyatakan
oleh penduduk dengan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian,
Fungsi lahan yaitu digunakan untuk pemukiman, perkebunan, industri,
perkotaan maupun pedesaan, serta sebagai nilai budaya dan kelestarian
lingkungan. Kategori lahan berupa nilai keuntungan, nilai kepentingan umum, dan
nilai sosial. Ketiga kategori tersebut menunjukan bahwa alasan setiap individu
menggunakan lahan dipengaruhi oleh tujuan yang berbeda-beda.
Menurut Saefulhalim R (1995) bahwa penggunaan lahan merupakan suatu
proses yang dinamis, sebagai hasil dari perubahan pada pola dan besarnya
aktivitas manusia sepanjang waktu. Sehingga masalah yang berkaitan dengan
lahan merupakan masalah yang kompleks. Oleh karena itu upaya pemanfaatan
sumberdaya lahan yang optimal memerlukan alokasi penggunaan lahan yang
efisien.
Lahan pertanian merupakan bidang lahan yang digunakan untuk usaha
pertanian misalnya sawah, kebun buah dan sayuran, perikanan, maupun
peternakan, dll. Lahan sawah merupakan bidang lahan yang dipergunakan untuk
usaha pertanian yang secara fisik memiliki permukaan yang rata dan digenangi air
serta dibatasi oleh pematang. Lahan sawah lebih banyak digunakan untuk
produksi padi. Dalam menanam padi diperlukan genangan air pada periode
tertentu dalam pertumbuhannya sehingga sawah harus mampu menyangga
genangan air untuk kelangsungan produksi padi. Sistem pengairan lahan sawah
merupakan suatu hal yang penting bagi kelangsungan sistem pertanian. Selama ini
sistem pengairan sawah irigasi teknis menjadi sistem pengairan yang paling
banyak digunakan. Pada sistem pengairan ini keberadaan air masih sangat
melimpah dan air akan terus menerus ada walaupun pada musim kemarau.
Macam-macam sistem pengairan sawah yakni:
1. Sawah Irigasi Teknis
Merupakan sistem pengairan sawah yang pengairannya terukur dan terarah
yang dimulai dari sumber air hingga petak sawah karena terdapat jaringan irigasi
dan bangunan permanen. Sehingga dapat meminimalkan kehilangan air akibat
penguapan.
Merupakan sistem pengairan sawah dengan jaringan irigasi yang tidak
permanen secara keseluruhan, sehingga penguapan masih akan terjadi. Kurang
terukurnya sistem ini serta tidak memiliki pintu air.
3. Sawah Sederhana
Sawah dengan bangunan jaringan irigasi menggunakan peralatan seadanya
atau dengan sederhana sehingga tidak hemat air.
4. Sawah Irigasi Desa
Sistem pengairan sawah yang memanfaatkan pompa untuk menaikkan air
tanah atau air sungai permanen untuk mengairi lahan pertanian yang ada di
sekitarnya.
5. Sawah Tadah Hujan
Sistem pengairan sawah yang bergantung pada curah hujan yang ada pada
daerah lahan sawah tersebut. Sistem pengairan ini memanfaatkan musim
penghujan.
Perkembangan pemanfaatan lahan pada sektor pertanian pada umumnya
terjadi pada wilayah-wilayah yang berlahan subur. Pada wilayah-wilayah inilah
berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk sehingga menuntut pemerintah
daerah setempat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan
prasarana-prasarana di wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan
prasarana dan berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi, yaitu dekatnya
lokasi dengan pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan
untuk penggunaan non pertanian seperti industri cenderung untuk berkembang di
wilayah ini (Nuryati 1995) dalam Anugerah F (2005).
2.2 Alih Fungsi Lahan
Alih fungsi lahan atau konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian
atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan)
menjadi fungsi lain yang membawa dampak negatif (masalah) terhadap
lingkungan dan potensi lahan tersebut. Alih fungsi lahan dalam artian perubahan
atau penyesuaian penggunaan disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis
bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang
lebih baik (Utomo et al. 1992).
Sihaloho (2004) membagi konversi lahan kedalam tujuh pola atau tipologi,
antara lain:
1. Konversi gradual berpola sporadik; dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu
lahan yang kurang/tidak produktif dan keterdesakan ekonomi pelaku
konversi.
2. Konversi sistematik berpola ‘enclave’ dikarenakan lahan kurang produktif,
sehingga konversi dilakukan secara serempak untuk meningkatkan nilai
tambah.
3. Konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (population
growth driven land conversion); lebih lanjut disebut konversi adaptasi
demografi, dimana dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, lahan
terkonversi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal.
4. Konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (social problem driven land
conversion); disebabkan oleh dua faktor yakni keterdesakan ekonomi dan
perubahan kesejahteraan.
5. Konversi tanpa beban; dipengaruhi oleh faktor keinginan untuk mengubah
hidup yang lebih baik dari keadaan saat ini dan ingin keluar dari kampung.
6. Konversi adaptasi agraris; disebabkan karena keterdesakan ekonomi dan
keinginan untuk berubah dari masyarakat dengan tujuan meningkatkan hasil
pertanian.
7. Konversi multi bentuk atau tanpa bentuk; konversi dipengaruhi oleh
berbagai faktor, khususnya faktor peruntukan untuk perkantoran, sekolah,
koperasi, perdagangan, termasuk sistem waris yang tidak dijelaskan dalam
konversi demografi.
Irawan (2005) mengemukakan bahwa konversi lahan lebih besar terjadi
pada lahan sawah dibandingkan dengan lahan kering karena dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu pertama, pembangunan kegiatan non-pertanian seperti kompleks
perumahan, pertokoan, perkantoran, dan kawasan industri lebih mudah dilakukan
pada tanah sawah yang lebih datar dibandingkan dengan tanah kering. Kedua,
maka infrastruktur ekonomi lebih tersedia di daerah persawahan daripada daerah
tanah kering. Ketiga, daerah persawahan secara umum lebih mendekati daerah
konsumen atau daerah perkotaan yang relatif padat penduduk dibandingkan
daerah tanah kering yang sebagian besar terdapat di wilayah perbukitan dan
pegunungan.
Isu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian sudah
merupakan isu umum yang terjadi hampir di semua kota besar atau kota
metropolitan di berbagai negara termasuk di Indonesia. Hal ini umumnya terjadi
di wilayah sekitar perkotaan akibat dukungan perkembangan sektor industri dan
jasa. Dalam kasus lahan pertanian perkotaan isu ini sudah merupakan fenomena
yang terjadi akibat mengakomodir kawasan perumahan dan fasilitas sosial dan
ekonomi lainnya. Kebijakan tata ruang kota dapat menjadi aspek legal terjadinya
alih fungsi lahan tersebut, namun disisi lain fenomena ini bisa juga merupakan
suatu pelanggaran dalam implementasi Rencana Tata Ruang di perkotaan yang
telah ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi Lahan Pertanian
Kustiawan (1997) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga faktor penting
yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan sawah yaitu:
1. Faktor Eksternal. Merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika
pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi maupun ekonomi.
2. Faktor Internal. Faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi
sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3. Faktor Kebijakan. Yaitu aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan
pertanian.
Ilham et al (2004) dalam Butar-Butar (2012) menyatakan konversi lahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor sosial atau kependudukan. Berkaitan erat dengan peruntukan lahan
bagi pemukiman atau perumahan secara luas. Khususnya pertambahan
penduduk di kota, kenaikan itu disebabkan oleh kelahiran alamiah dan
2. Kegiatan ekonomi dan pembangunan. Merupakan kegiatan pembangunan
ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
3. Penggunaan jenis teknologi. Seperti penggunaan pestidida dapat
menyebabkan rusaknya potensi lahan yang dikenai dan berakibat lebih jauh
pada penurunan potensi lahan.
4. Kebijaksanaan pembangunan makro. Kebijaksanaan ini akan mempengaruhi
terhadap pemilihan investasi yang ditanam dan akan mempengaruhi
konversi lahan.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, secara garis besar terdapat
dua faktor penyebab konversi, yaitu pada tingkat makro dan mikro. Dalam skala
makro yakni pada tingkat wilayah misalnya pada kabupaten atau kota, konversi
lahan sawah disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk, pertumbuhan
ekonomi sektor non-pertanian yang pesat, implementasi undang-undang yang
lemah, serta nilai tukar petani yang rendah. Dalam skala mikro, alasan utama
petani melakukan konversi lahan adalah karena kebutuhan, lahannya berada
dalam kawasan industri, serta harga lahan yang menarik. Pajak lahan yang tinggi
juga cenderung mendorong petani melakukan konversi. Faktor pendorong
konversi yang tidak kalah pentingnya khususnya di Pulau Jawa adalah adanya
kesempatan membeli lahan di tempat lain yang lebih murah. Semua penyebab
konversi itu akhirnya bermuara pada motif ekonomi, yaitu penggunaan lahan
untuk peruntukan yang baru dipandang lebih menguntungkan daripada digunakan
untuk lahan sawah (Ashari 2003).
Penelitian ini merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
konversi lahan, yaitu faktor makro dan faktor mikro. Faktor mikro meliputi
tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, harga bibit, luas lahan petani, dan hasil
panen. Sedangkan faktor makro terdiri dari luas bangunan, kontribusi PDRB non
pertanian, pengaruh investor, dan perubahan panjang aspal.
2.4 Dampak Alih Fungsi Lahan
Menurut Furi (2007) Konversi lahan yang terjadi mengubah status
kepemilikan lahan dan penguasaan lahan. Perubahan penguasaan lahan di
masyarakat yang menjadi indikator kesejahteraan masyarakat. Terbatasnya akses
untuk menguasai lahan menyebabkan terbatas pula akses masyarakat atas manfaat
lahan yang menjadi modal utama mata pencaharian sehingga terjadi pergeseran
kesempatan kerja ke sektor non-pertanian (sektor informal).
Alih fungsi lahan sawah menimbulkan dampak bagi petani maupun
pihak-pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak. Utamanya terjadi pengurangan
produksi padi yang berdampak langsung kepada konsumsi dan juga penghasilan
petani. Disamping itu ada pula dampak positif bagi peningkatan pembangunan
kota bagi pemerintah maupun investor. Namun perhitungan dari kerugian maupun
manfaat yang ditimbulkan oleh alih fungsi lahan tidak bisa dihitung secara pasti
karena beberapa dari kerugian dan manfaat alih fungsi lahan sulit untuk diukur.
Menurut Nuryati (1995) dalam Anugerah K (2005), masalah yang timbul
akibat konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah adalah terancamnya
swasembada beras yang telah dicapai dengan susah payah. Di samping itu alih
fungsi lahan sawah ini mempunyai opportunity cost yang sangat besar,
diantaranya adalah penurunan produksi pangan lokal atau nasional yang secara
tidak langsung akan mengurangi kontribusi sektor pertanian dalam PDRB,
penurunan laju daya serap tenaga kerja sektor pertanian, terbengkalainya investasi
irigasi dan terdapat dampak alih fungsi terhadap lingkungan dan sosial budaya
masyarakat.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu merupakan kumpulan dari penelitian-penelitian yang
sudah dilakukan sebelumnya mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi alih
fungsi lahan maupun dampaknya. Pada penelitian terdahulu terdapat
variabel-variabel independen yang digunakan antara lain, jumlah penduduk, pembangunan
perumahan, jumlah industri dan PDRB. Tabel 2. merupakan kumpulan dari
penelitian terdahulu.
Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan dengan
penelitian Utama (2006) dengan judul “Analisis Faktor–Faktor yang
Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Sawah di Kabupaten
fungsi lahan, faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan, serta
menghitung produksi dan nilai produksi padi yang hilang akibat alih fungsi lahan.
Perbedaannya dengan penelitian ini yakni faktor-faktor yang dianalisis tidak
hanya berupa keseluruhan secara makro tetapi juga secara mikro yang dipengaruhi
oleh keputusan petani, mengestimasi hilangnya produksi dan nilai produksi padi,
serta mengestimasi perbandingan antara produksi beras dan juga konsumsi yang
Tabel 2. Penelitian Terdahulu
No. Pengarang, Tahun dan Judul Tujuan Metode Hasilnya
1 Fanny Anugerah K, 2005, Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian di Kabupaten Tangerang.
1. Mengidentifikasi perkembangan dan pola konversi lahan sawah selama sepuluh tahun terakhir di wilayah Kabupaten Tangerang.
2. Mengidentifikasi dampak konversi lahan sawah seiring dengan terjadinya pergeseran struktur ekonomi di Kabupate n Tangerang.
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di Kabupaten Tangerang.
1. Analisis deskriptif
2. Analisis estimasi dampak konversi lahan
3. Metode Location Quotieny (LQ) 4. Analisis surplus pendapatan dan
tenaga kerja.
5. Analisis regresi linier berganda.
1. Konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Tangerang pada tahun 1994-2003 sebesar 5407 ha dengan laju sebesar 2.44% per tahun.
2. Rata-rata lahan sawah yang terkonversi selama 1994-2003 yaitu sebesar 3588.11 ton per tahun dan kehilangan nilai produksi sebesar Rp48 439 427 500.
3. Hasil perhitungan LQ berdasarkan indikator pendapatan menunjukan sektor pertanian merupakan sektor basis dan mampu memberikan nilai surplus.
2 Dicky fajar Utama, 2006, Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah ke Penggunaan Non Sawah di Kabupaten Cirebon
1. Mengetahui besaran dan laju konversi lahaan sawah ke penggunaan non sawah di Kabupaten Cirebon.
2. Mengetahui pola konversi lahan sawah yang terjadi dan mengetahui dampak ekonomi konversi lahan sawah.
3. Menganalisis faktor–faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan sawah ke penggunaan non sawah di kabupaten Cirebon.
1. Analisis deskriptif
2. Analisis kuantitatif estimasi dampak konversi lahan sawah 3. Analisis regresi
4. Analisis operasional
1. Konversi lahan yang terjadi di Kabupaten Cirebon pada tahun 1990-2004 sebesar 5872 ha atau sekitar 391.47 ha per tahun.
2. Konversi lahan sawah yang terjadi mengakibatkan kehilangan peluang produksi padi sebesar 42209.08 ton dengan nilai sebesar Rp78 086 798 000.
3. Faktor–faktor yang mempengaruhi adalah kepadatan penduduk, produktivitas lahan sawah, kontribusi PDRB non pertanian dan pertumbuhan panjang jalan aspal.
3 Misbahul Munir, 2008, Pengaruh Konversi Lahan Pertanian terhadap tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani
1. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pengambilan keputusan petani untuk mengkonversi lahan pertanian.
2. Menganalisis pengaruh konversi lahan pertanian terhadap tingkat kesejahteraan rumahtangga petani.
1. Metode penelitian survey 2. Analisis deskriptif korelasional 3. Analisis kuantitatif dan
kualitatif
4. Uji statistik non-parametrik 5. Teknik pengolahan data
1. Ada hubungan antara faktor internal dan eksternal petani dengan pengambilan keputusan untuk mengkonversi lahan.
menjadi pertambangan pasir dan batu. Akan tetapi, jika dilihat sisi negatifnya, petani tersebut pada hakekatnya menghancurkan lingkungan sendiri.
3. Tipe konversi lahan yang terjadi di Desa Candimulyo tergolong ke dalam tipe konversi yang disebabkan oleh masalah sosial (Social Problem driven land conversion); pola konversi yang terjadi karena adanya motivasi untuk berubah dari masyarakat, meninggalkan kondisi lama dan bahkan keluar dari sektor pertanian (utama). 4 Desi Irnalia Astuti, 2011,
Keterkaitan Harga Lahan Terhadap laju Konversi Lahan Pertanian di Hulu Sungai Ciliwung Kabupaten Bogor
1. Mengidentifikasi laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua.
2. Menganalisis keterkaitan harga lahan terhadap laju konversi lahan pertanian di Kecamatan Cisarua.
3. Mengkaji faktor–faktor yang mempengaruhi penduduk dalam mengkonversi lahan di hulu sungai.
1. Laju konversi lahan (parsial dan kontinu)
2. Metode korelasi pearson 3. Analisis korelasi berganda
1. Tren laju konversi lahan di Kecamatan Cisarua tahun 2001-2010 terus mengalami peningkatan. Konversi lahan tertinggi pada tahun 2006, ada pertambahan jumlah objek wisata dan jumlah penduduk. Tingkat konversi lahan untuk pertanian dan pemukiman masaing–masing sebesara 2.28% dan 3.94%.
2. Harga lahan di tingkat Kecamatan Cisarua pada tahun 2001-2010 berhubungan positif terhadap konversi lahan. Laju konversi semakin tinggi karena kenaikanharga lahan di kecamatan cisarua lebih murah dibandingkan dengan daerah asal mayoritas pembeli yaitu Jakarta.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penduduk pada tingkat rumah tangga dalam mengkonversi lahan adalah lahan, jumlah tanggungan, pendapatan dan luas lahan yang dimiliki saat sebelum dijual.
5 Febriastuti, 2011, Analisis yang Mempengaruhi Harga Lahan di Sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah Kepulauan Riau
(Kasus: Harga Lahan di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau)
1. Menganalisis perbandingan harga lahan di Kecamatan Tanjungpinang Timur sebelum dan setelah adanya pengembangan Bandara Raja Haji Fisabilillah.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Tanjungpinang, Kepulauan Riau sebelum dan setelah dilakukan pengembangan.
1. Adjustment harga dan analisis deskriptif
2. Analisis regresi double log dan analisis deskriptif
1. Berdasarkan nilai inflasi lahan yang terjadi diketahui bahwa besarnya nilai peningkatan harga lahan di sekitar Bandara Raja Haji Fisabilillah setelah dilakukan pengembangan bandara berkisar antara 17 % sampai 67 % dari harga sebelumnya. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga
lahan di sekitar sebelum dilakukan pengembangan bandara adalah jarak bidang tanah ke jalan raya terdekat, status jalan dan topografi lahan. Variabel tersebut mempengaruhi harga lahan secara nyata pada taraf nyata 10 %. Hal tersebut berdasarkan hasil model double log dengan R2 sebesar 70.30 %.
3. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi harga lahan setelah dilakukan pengembangan bandara adalah luas lahan, jarak bidang tanah ke bandara dan jarak bidang tanah ke jalan raya terdekat. Variabel tersebut mempengaruhi harga lahan secara nyata pada taraf nyata 10 %. Hal tersebut berdasarkan hasil model
double log dengan R2 sebesar 69.20 %.
6 Anneke Puspasari, 2012,
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Alih Fungsi
Lahan Pertanian dan Dampaknya terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus
De sa Kondangjaya, Kecamatan Karawang Timur, Kabupaten
1. Mengkaji laju alih fungsi lahan pertanian di Kecamatan Karawang Timur
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan pada tingkat wilayah dan petani.
3. Menganalisis dampak alih fungsi lahan terhadap pendapatan petani di Desa Kondangjaya
1. Analisis deskriptif
2. Analisis laju alih fungsi lahan 3. Analisis regresi linear berganda 4. Analisis regresi logistik 5. Uji beda rata-rata
1. Alih fungsi lahan yang terjadi pada tahun 2006-2011 sebesar 0.47%.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah industri, proporsi luas lahan sawah,tingkat usia, pendapatan dan pengalaman bertani. 3. Rata-rata pendapatan Rp1 421 512.03
Karawang) 4. Menganalisis dampak alih fungsi lahan pertanian di Desa Kondangjaya.
4. Dampak alih fungsi lahan sawah terhadap lingkungan tidak terlalu dirasakan, sebab responden kurang peduli terhadap lingkungan.
7 Elvira G.V.Butar-Butar, 2012, Analisis Faktor-Faktor Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat
1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah irigasi teknis ke penggunaan non-sawah di Provinsi Jawa Barat.
2. Menganalisis dampak ekonomi konversi lahan sawah irigasi teknis di Provinsi Jawa Barat.
1. Metode inferensia dengan analisis regresi linier berganda 2. metode statistika deskriptif
1. Faktor-faktor yang berpengaruh secara nyata terhadap konversi lahan sawah irigasi teknis adalah laju pertumbuhan PDRB industri dan laju pertumbuhan panjang jalan. 2. Dampak yang ditimbulkan dari adanya
konversi lahan sawah adalah berkurangnnya jumlah produksi padi sebesar 1 308 420.30 ton dan nilai produksi padi sebesar Rp2 008 252 301. Serta penyerapan tenaga kerja yang hilang dengan pola tiga kali tanam adalah sebesar 48.26 juta atau 4.8 juta setiap tahun. Sedangkan upah tenaga kerja yang hilang dengan asumsi upah tenaga kerja setiap tahun Rp25 000 adalah sebesar Rp 6.53 miliar atau Rp 0.6 miliar setiap tahun.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teoritis
Sumberdaya lahan menjadi asset penting bagi pembangunan dan memiliki
fungsi luas dalam kebutuhan manusia. Segala kegiatan perekonomian
membutuhkan lahan sebagai input tetap utama pada aktivitas produksi komoditas
pertanian maupun non-pertanian. Namun semakin tinggi permintaan kebutuhan
lahan untuk aktivitas manusia maka akan semakin membatasi penggunaan lahan
yang tersedia. Ketersediaan lahan yang terbatas ini akan memacu peningkatan
harga lahan sehingga terjadi persaingan kepentingan dalam penggunaan lahan.
Meningkatnya harga lahan akan mempengaruhi biaya produksi dan opportunity
cost pada sektor pertanian karena harga lahan menentukan penggunaan lahan
dengan kemampuan untuk membayar lahan yang akan digunakan. Pada lahan
yang awalnya berupa lahan pertanian kini menjadi lahan yang memiliki nilai
ekonomi yang lebih tinggi dan menarik para investor untuk mengubah
penggunaannya menjadi sektor non pertanian sehingga jumlah lahan pertanian
mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Persaingan dalam penggunaan lahan tersebut ditentukan oleh besarnya nilai
sewa ekonomi lahan (land rent). Nilai sewa ekonomi lahan akan berbeda-beda
pada setiap wilayah tergantung pada penggunaan lahan tersebut. Land rent
merupakan salah satu konsep yang penting untuk dipelajari menurut ilmu
ekonomi sumberdaya lahan. Menurut Thalib (1998), sewa ekonomi lahan adalah
keuntungan dari faktor produksi lahan yang merupakan selisih dari pendapatan
minimumnya dalam suatu sistem produksi. Sedangkan menurut Barlowe (1978)
yang mendefinisikan land rent sebagai nilai ekonomi yang diperoleh suatu bidang
lahan bila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Nilai land
rent diperoleh dari total produksi yang dikurangi oleh biaya produksi pada suatu
Sumber: Barlowe, 1978
Gambar 1 Land Rent Sebagai Sisa Surplus Ekonomi Setelah Biaya Produksi
Dikeluarkan
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa land rent diperoleh dari
LMRN-LMSP=NPSR dimana LMRN merupakan nilai total produksi yang
dihasilkan dan LMSP adalah biaya produksi. Selain itu land rent juga dipengaruhi
oleh lokasi penggunaan lahan. Semakin dekat lokasi lahan dari pusat
pemerintahan maupun pusat kegiatan (industri atau aksesibilitas) maka lahan
tersebut akan semakin besar nilai sewa ekonomi lahannya. Adapun di beberapa
daerah menggunakan zonasi sebagai penentuan nilai sewa ekonomi lahan. Pada
dasarnya penentuan zonasi juga ditentukan oleh lokasi penggunaan lahan. Nilai
sewa ekonomi lahan pada zona 1 biasanya memiliki nilai yang besar karena
berada di dekat pusat kegiatan. Pada zona selanjutnya akan semakin rendah
nilainya karena semakin menjauhi pusat kegiatan dan keramaian. Hal ini
disebabkan oleh semakin jauh jarak dari pusat kegiatan maka akan semakin
membutuhkan biaya transportasi untuk mencapai pusat kegiatan tersebut.
3.2 Kerangka Operasional
Sumberdaya lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk
kelangsungan hidup manusia karena dibutuhkan dalam setiap kegiatan pertanian,
industri, pemukiman, sarana publik, rekreasi, perdagangan, maupun dalam
aktivitas pembangunan kota. Perlu adanya perencanaan dan arah kebijakan yang
terwujudnya pembangunan kota sehingga tercipta kesejahteraan dengan
meningkatnya perekonomian. Ketimpangan akan terjadi ketika pembangunan
tidak menjalankan perencanaan sebagaimana mestinya dan tanpa kebijakan yang
pasti karena pada sektor pertanian akan menjadi bagian yang tersisihkan ketika
terjadi pembangunan kota. Pembangunan yang tidak disertai dengan arah
kebijakan yang pasti akan mengancam keberadaan lahan pertanian yang semakin
beralih fungsi menjadi sektor non pertanian guna menunjang peningkatan
perekonomian suatu kota atau daerah.
Perkembangan pemanfaatan lahan pada sektor pertanian pada umumnya
terjadi pada wilayah yang memiliki nilai ekonomi rendah. Pada
wilayah-wilayah inilah berkembang pusat-pusat pemukiman penduduk dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk sehingga menuntut pemerintah kota atau daerah
setempat untuk membangun fasilitas-fasilitas umum dan prasarana-prasarana di
wilayah tersebut. Adanya pusat pemukiman penduduk, ketersediaan prasarana dan
berdasarkan pertimbangan faktor-faktor lokasi, yaitu dekatnya lokasi dengan
pemukiman sebagai sumber tenaga kerja, maka penggunaan lahan untuk
penggunaan non pertanian cenderung untuk berkembang di wilayah ini.
Terjadinya alih fungsi lahan pertanian ini disebabkan oleh beberapa
faktor-faktor baik secara makro maupun mikro. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi
lahan di tingkat wilayah atau secara makro disebabkan oleh bertambah luasnya
bangunan, meningkatnya laju PDRB non pertanian, pertumbuhan panjang aspal,
maupun meningkatnya jumlah industri. Selain itu faktor yang mempengaruhi pada
tingkat petani atau secara mikro yakni luas lahan yang dimiliki petani, harga
lahan, hasil panen, tingkat pendidikan, harga benih, lama menetap, dan
pengalaman bertani. Secara tidak langsung faktor makro maupun faktor mikro
yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan ini saling terkait satu sama lain
sehingga perlu adanya kebijakan secara keseluruhan yang dapat memberikan
solusi serta menyelesaikan permasalahan yang terjadi akibat adanya alih fungsi
lahan pertanian.
Lahan yang digunakan untuk produksi pertanian semakin tergeserkan
sehingga jumlah produksi padi mengalami penurunan dan berimbas pada krisis
yang terjadi akibat alih fungsi lahan pertanian ini akan mengurangi hasil produksi
petani sehingga meningkatkan impor bahan pangan dari negara lain, kenaikan
harga pangan dalam negeri, dan juga mengurangi pendapatan bagi petani.
Keadaan ini akan menyebabkan terjadinya kelaparan dan meningkatkan
kemiskinan di tengah pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah. Dampak
lain yang merugikan petani yakni perubahan kepemilikan terhadap lahan. Petani
yang awal mulanya merupakan pemilik lahan, perlahan-lahan hanya menjadi
penggarap lahan milik orang lain, buruh tani, ataupun beralih pekerjaan lain.
Berkurangnya produksi pertanian dan hilangnya nilai produksi juga berdampak
kepada pemenuhan konsumsi penduduk.
Skema pengaruh harga lahan terhadap laju alih fungsi lahan beserta
faktor-faktor yang mempengaruhinya dan juga dampak yang terjadi terhadap produksi
Gambar 2. Diagram Alur Pikir Sumberdaya Lahan
Pertumbuhan Penduduk
Laju Alih Fungsi Lahan Pertanian Alih Fungsi Lahan
Non Pertanian Pertanian
Pembangunan Kota
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Dampak Ekonomi
Pertanian
Makro Mikro Penurunan Jumlah
Produksi Padi
Regresi Linier Estimasi Dampak
Produksi
Rekomendasi Kebijakan Regresi Logistik
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian ini secara umum dilakukan di Kota
Depok. Pemilihan Kota Depok sebagai lokasi Penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive). Dasar pertimbangan pemilihan Kota Depok sebagai daerah untuk
pengambilan data penelitian karena kota ini ditetapkan sebagai penyangga DKI
Jakarta menurut rencana wilayah dan tata ruang yang menjadikan kota ini sebagai
kota pusat pemukiman, kota perdagangan, serta kota pendidikan. Hal ini
mengindikasikan terjadinya alih fungsi lahan menjadi pemukiman maupun
pertokoan. Kota Depok ini memiliki perkembangan pembangunan kota yang
cukup pesat dikarenakan wilayahnya yang strategis sehingga laju pertumbuhan
penduduk semakin meningkat setiap tahunnya, akibat natalitas maupun migrasi
yang mempengaruhi tata guna lahan.
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel di Kecamatan Limo. Dasar
penentuan pengambilan sampel karena kecamatan tersebut termasuk salah satu
kecamatan yang terjadi alih fungsi pertanian menjadi pemukiman. Selain itu saat
ini lahan pertanian di Kecamatan Limo termasuk daerah yang akan dibebaskan
lahannya dan dijadikan jalan tol dalam beberapa tahun kedepan. Pengambilan data
primer dan sekunder dilakukan selama bulan April hingga Mei 2013.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan pemilik
lahan baik melalui kuesioner maupun wawancara secara mendalam. Data primer
meliputi data mengenai faktor-faktor yang menjadi alasan petani
mengalihfungsikan lahannya, dampak alih fungsi pertanian terhadap petani, serta
data lainnya yang digunakan dalam penelitian. Data sekunder diperoleh dari BPS
Kota Depok, Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok, Dinas Tata Ruang dan
Pemukiman Kota Depok, BPP Kota Depok, Kecamatan Limo dan dinas-dinas
dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan di tingkat wilayah. Data
sekunder yang diperlukan merupakan data time series dari tahun 2001-2012,
meliputi data luas lahan wilayah, luas sawah, produktivitas pertanian, jumlah
penduduk, pertumbuhan panjang jalan aspal, pertumbuhan PDRB, jumlah industri
serta data-data lain yang di anggap mendukung dalam menjawab pertanyaan
penelitian yang diperoleh dari pemerintah dan aparat di Kota Depok.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan
kepada petani pemilik lahan sekaligus penggarap yang mengalami alih fungsi
lahan dan tidak mengalami alih fungsi lahan dilakukan secara snowball sampling
atau penarikan sampel bola salju yang merupakan bentuk dari non probability
sampling method. Metode ini dipilih karena jumlah populasi maupun anggota
populasi yang akan diteliti tidak diketahui secara pasti. Cara pengambilan sampel
dengan metode ini dilakukan dengan mencari sampel pertama dan
mewawancarainya. Setelah itu peneliti juga mencari informasi kepada sampel
pertama tersebut tentang sampel selanjutnya yang akan diwawancarai sesuai
dengan kriteria yang diinginkan, dan begitu seterusnya.
Responden dalam penelitian ini merupakan petani pemilik lahan sekaligus
penggarap yang pernah mengalami alih fungsi lahan dan tidak mengalami alih
fungsi lahan. Pengambilan data primer dilakukan melalui teknik wawancara
mendalam dengan bantuan kuesioner kepada responden. Responden dalam
penelitian ini berjumlah 35 orang. Penetapan sampel ini didasarkan pada pendapat
Gujarati (2006) yang menyatakan bahwa rata-rata sampel dari besaran sampel
yang terdiri dari sekurang-kurangnya 30 responden akan mendekati normal.
4.4 Metode Analisis Data
Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk tabel
yang mudah dipahami dan diinterpretasikan. Metode analisis data yang akan
Tabel 3. Matriks Metode Analisis Data
No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Mengidentifikasi laju alih fungsi
lahan di Kota Depok
Data sekunder Persamaan laju alih
fungsi lahan
2 Mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat wilayah Kota Depok
Data Sekunder Analisis regresi
linier berganda
3 Mengidentifikasi faktor-faktor
yang mempengaruhi alih fungsi lahan pertanian di tingkat petani
Data primer
4 Mengestimasi dampak terjadinya
alih fungsi lahan pertanian.
Data primer
Data yang diperoleh dalam penelitian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara manual dan
menggunakan komputer dengan melalui program Microsoft Office Excel 2007,
Statistical Program and Service Solution 20 , dan Eviews 7.
4.4.1 Analisis Laju Alih Fungsi Lahan
Dalam menentukan laju alih fungsi lahan, dibutuhkan identifikasi wilayah
yang berupa luas lahan sawah per tahunnya. Setelah itu menentukan tahun awal
terjadinya alih fungsi lahan dengan adanya perubahan luasan saat sebelum hingga
sesudah terjadinya alih fungsi lahan. Selanjutnya, mengkalkulasi perbandingan
luasan lahan per tahun sehingga bisa terlihat perbandingan luas lahan sebelum
terjadi alih fungsi lahan hingga terjadinya alih fungsi lahan.
Laju alih fungsi lahan dapat ditentukan dengan cara menghitung laju alih
fungsi secara parsial dan kontinu (Sutandi 2009) dalam Astuti (2011). Dalam
penelitian ini, laju alih fungsi lahan hanya menggunakan perhitungan laju alih
fungsi lahan secara parsial. Analisis dengan persamaan ini dapat melihat
persentase laju konversi lahan yang terjadi di Kota Depok setiap tahunnya dari
tahun 2001 hingga 2012. Laju konversi lahan tertinggi selama 12 tahun dapat
Laju konversi parsial:
V
=
x 100% ...(4.1)dimana:
V = Laju konversi lahan (%)
Lt = Luas lahan saat ini/ tahun ke-t (ha)
Lt-1 = Luas lahan tahun sebelumnya (ha)
4.4.2 Analisis Linier Berganda
Analisis data yang digunakan dalam mengkaji faktor-faktor pengaruh alih
fungsi lahan adalah analisis regresi linier berganda. Tujuannya adalah membuat
suatu deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta. Analisis regresi adalah hubungan secara linier antara dua
atau lebih variabel peubah bebas atau independent (X) dengan variabel peubah tak
bebas atau dependent (Y).
Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat konversi lahan di tingkat
wilayah adalah :
1. Luas Bangunan (X1)
Luas bangunan merupakan jumlah luasan bangunan per hektar. Sebagian
besar alih fungsi lahan pertanian diubah menjadi bangunan-bangunan baik
dalam bentuk pemukiman, industri, maupun sarana prasarana lainnya.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan menambah permintaan akan
tempat tinggal. Hal ini akan mendorong peningkatan luasan bangunan
untuk pemukiman sehingga menurunkan luasan lahan pertanian.
2. PDRB non pertanian (X2)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) non pertanian merupakan salah
satu indikator yang dapat menggambarkan pertumbuhan ekonomi pada
sektor di luar pertanian. Semakin besar pertumbuhan ekonomi pada sektor
non pertanian suatu wilayah dapat mempercepat terjadinya perubahan
struktur ekonomi dari sektor pertanian ke arah sektor jasa, perdagangan,
manufaktur, dan sektor non pertanian lainnya. Sehingga penggunaan lahan
3. Perubahan Panjang Jalan Aspal (X3)
Meningkatnya luasan panjang aspal pada suatu wilayah merupakan salah
satu cara untuk meningkatkatkan aksesibilitas. Dengan meningkatnya
perubahan panjang aspal, diduga akan meningkatkan penurunan luas lahan
sawah akibat alih fungsi lahan.
Persamaan model regresi linier berganda antara peubah – peubah diatas
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ln Y= α + Ln (β1X1) + Ln(β2X2) + Ln(β3X3) + ε ...(4.2)
Tanda yang diharapkan :
β i > 0
Dimana :
Y = Penurunan lahan pertanian akibat konversi lahan
α = Intersep
Xi = Faktor – faktor yang diduga mempengaruhi alih fungsi lahan
β i = Koefisien regresi
ε = Error Term
Analisis regresi linier berganda merupakan alat untuk memperoleh suatu
prediksi di masa lalu maupun yang akan datang dengan dasar keadaan saat ini.
Prediksi dalam hal ini bukanlah merupakan hal yang pasti, namun mendekati
kebenaran. Regresi linier sederhana dengan variabel ganda adalah analisis statistik
yang mencakup hubungan banyak variabel. Apabila dijumpai satu variabel terikat
yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas dalam mempengaruhi variabel
terikat itu bermacam, sehingga bentuk hubungannya pun tentunya berbeda-beda.
Sifat hubungan berjenjang sering kali terjadi dalam kajian ilmu sosial. Variabel
lain menjembatani pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat tersebut
dengan variabel antara. Variabel bebas itu sendiri mempunyai pola hubungan
yang tidak tetap. Artinya bisa benar-benar bebas, berkorelasi tetapi tidak
signifikan atau mempunyai hubungan yang tidak erat.
Metode regresi linier berganda memiliki beberapa asumsi. Asumsi model
regresi dikaitkan dengan pengujian parameter model dimana pengujian dikatakan
sah jika asumsi pengujian dipenuhi. Asumsi tersebut menyangkut sifat dari
(identik) dan independen (tidak berkorelasi satu sama lain). Salah satu syarat
untuk mencapai ini yaitu data tidak bersifat time series. Regresi linier berganda
dibutuhkan kondisi antar variabel X tidak saling berkorelasi (independent).
Terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan bahwa
model yang telah dihasilkan adalah baik. Menurut Sutandi (2009), model yang
baik haruslah memenuhi beberapa uji asumsi pelanggaran, seperti:
1. Kriteria Ekonomi
Model yang diuji berdasarkan kriteria ekonomi akan dilihat tanda dan
besaran tiap koefisien dugaan yang telah diperoleh. Kriteria ekonomi
mensyaratkan tanda dan besaran yang terdapat pada tiap koefisien dugaan
sesuai dengan teori ekonomi. Apabila model tersebut memenuhi kriteria
ekonomi, maka model tersebut dapat dikatakan baik secara ekonomi, namun,
apabila kriteria tersebut tidak memenuhi standar ekonomi maka model
tersebut tidak dapat dikatakan baik secara ekonomi.
2. Kriteria Statistik dan Ekonometrika
Ada beberapa uji yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian
model regresi yang telah didapatkan secara statistika dan ekonometrika. Uji
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah pada model tersebut
residual terdistribusi normal atau tidak. Model yang baik harus
mempunyai residual yang terdistribusi normal atau hampir normal. Uji
yang dapat digunakan adalah dengan membuat histrogram normalitas.
Nilai probality yang lebih besar dari taraf nyata α = 10% menandakan
residual terdistribusi secara normal.
b. Uji Multikolinieritas
Model yang melibatkan banyak peubah bebas sering terjadi masalah
Multikolinieritas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar peubah
bebas. Masalah ini dapat dilihat langsung melalui output komputer,
dimana apabila nilai Varian Inflaction Factor (VIF) < 10 maka tidak
pelanggaran dan persamaan yang digunakan merupakan persamaan
yang baik dan tidak terdapat pelanggaran.
c. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi metode penggunaan kuadrat terkecil adalah
Homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan.
Pelanggaran atas asumsi Homoskedastisitas adalah Heteroskedastisitas.
Masalah Heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan uji glejser. Uji
glejser dilakukan dengan meregresikan variabelvariabel bebas terhadap
nilai absolut residualnya. Jika nilai signifikannya dari hasil uji gletser
lebih besar dari α =10% maka tidak terdapat Heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokolerasi dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan
diantara galat dalam persamaan regresi yang diperoleh. Jika kita
mengabaikan adanya autokorelasi, maka akan berdampak terhadap
pengujian hipotesis dan proses peramalan. Uji paling sering digunakan
dalam mendeteksi adanya autokolerasi dalam suatu model adalah uji
DW (Durbin Watson Test), dan jika hasilnya mendekati 2 maka tidak
ada autokolerasi. Selain itu, cara mendeteksi autokorelasi dapat
dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey. Uji ini dilakukan
dengan meregresikan residual dengan lag residual dan semua regresor.
Dari hasil regresi tersebut akan diperoleh koefisien determinasi (Prob.
Chi-Square) untuk mengetahui autokorelasi. Jika nilai tersebut lebih
besar dari taraf α = 10% maka tidak ada permasalahan autokorelasi.
4.4.3 Analisis Regresi Logistik
Analisis regresi logistik digunakan untuk mengestimasi faktor-faktor yang
mempengaruhi petani dalam mengkonversi lahan sawah. Menurut Nachrowi et all
(2002), model logit adalah model non linear, baik dalam parameter maupun dalam
variabel. Juanda (2009), memaparkan bahwa model logit diturunkan berdasarkan
fungsi peluang logistik yang dapat dispesifikasikan sebagai berikut
Dimana e mempresentasikan bilangan dasar logaritma natural (e=2.718....).
Dengan aljabar biasa, persamaan dapat di tunjukkan menjadi :
………..…………..(4.4)
Peubah (Pi / 1 - Pi ) dalam persamaan 4.4 diatas disebut sebagai odds, yaitu
rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap peluang terjadinya pilihan 0 alternatif.
Parameter model estimasi logit harus diestimasi dengan metode maximum
likelihood (ML). Dengan persamaan logaritma natural, maka :
………..(4.5)
Persamaan model regresi logistik untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan adalah sebagai berikut :
……….(4.6)
Dimana:
Z = Peluang tidak konversi lahan (0) dan konversi lahan (1)
α = Intersep
Xi = Faktor –faktor yang diduga mempengaruhi keputusan alih fungsi lahan
βi = Koefisien regresi
ε = Error Term
Faktor – faktor yang mempengaruhi petani untuk mengkonversi lahan
adalah:
1. Luas Lahan (ha)
Luas lahan mempengaruhi jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani. Hal
ini akan mempengaruhi penghasilan petani dan berpengaruh dalam
mengambil keputusan untuk melakukan alih fungsi atau tidak terhadap lahan
sawahnya. Semakin luas lahan yang dimiliki petani, diduga petani
cenderung menjual lahannya.
2. Lama Bertani (tahun)
Semakin lama pengalaman bertani pada seorang petani, maka keahlian
dalam bertani akan semakin tinggi. Hal tersebut akan mempengaruhi petani
3. Hasil Panen (ton/ha)
Semakin tinggi hasil panen akan memberikan tingkat pengembalian yang
besar, sehingga akan mendorong petani untuk mempertahankan lahannya.
Dengan mempertahankan lahannya, diharapkan petani akan mendapat
pengasilan yang besar sehingga terjadi penurunan alih fungsi lahan.
4. Lama Menetap (tahun)
Semakin lama petani tinggal di suatu wilayah, maka petani akan cenderung
mempertahankan lahannya.
5. Jumlah Tanggungan (Jiwa)
Semakin banyak jumlah tanggungan anggota keluarga petani, maka akan
semakin banyak pula kebutuhan yang harus ditanggapi. Hal ini
mempengaruhi petani dalam membuat keputusan sehingga tekanan untuk
melakukan alih fungsi lahan akan meningkat. Petani cenderung melakukan
alih fungsi lahan untuk mencukupi kebutuhannya.
Agar diperoleh hasil analisis regresi logit yang baik perlu dilakukan
pengujian untuk melihat model logit yang dihasilkan keseluruhan dapat
menjelaskan keputusan pilihan secara kualitatif. Pengujian parameter yang
dilakukan dengan menguji semua secara keseluruhan dan menguji masing –
masing parameter secara terpisah. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Odds Ratio
Odds merupakan rasio peluang kejadian terjadinya sukses (y=1) terhadap
peluang kejadian terjadinya gagal (y=0) (Nachrowi et all ,2002). Pada
dasarnya odds ratio digunakan untuk melihat hubungan antara peubah bebas
dan peubah terikat dalam model logit. Odds ratio dapat didefinisikan
sebagai berikut : dimana P menyatakan peluang terjadinya peristiwa
(Z=1) dan 1-P menyatakan peluang tidak terjadinya peristiwa.
2. Likelihood Ratio
Likelihood Ratio merupakan rasio kemungkinan maksimum yang digunakan
untuk menguji peranan variabel secara serentak (Hosmer dan Lemeshow
2002). Statistik uji yang dapat menunjukkan nilai Likelihood Ratio adalah