• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Product Dan Service Quality Badan Litbang Pertanian Terhadap Perceived Value, Kepuasan Dan Loyalitas Penerima Lisensi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Product Dan Service Quality Badan Litbang Pertanian Terhadap Perceived Value, Kepuasan Dan Loyalitas Penerima Lisensi"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

BADAN LITBANG PERTANIAN

TERHADAP

PERCEIVED VALUE

, KEPUASAN

DAN LOYALITAS PENERIMA LISENSI

OKTI ARYANI HAPSARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pengaruh Product dan Service Quality Badan Litbang Pertanian terhadap Perceived Value, Kepuasan, dan Loyalitas Penerima Lisensi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Okti Aryani Hapsari NIM H251120141

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak

(3)

Badan Litbang Pertanian terhadap Perceived Value, Kepuasan dan Loyalitas Penerima Lisensi. Dibimbing oleh MA’MUN SARMA dan EKO RUDDY CAHYADI

Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) serta penciptaan teknologi (invensi) dan inovasi pertanian memegang peran penting dalam mengatasi permasalahan di bidang pertanian dan sebagai mesin penggerak pertumbuhan ekonomi suatu negara. Invensi hasil kegiatan litbang dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi serta membawa kemajuan dan kesejahteraan suatu negara, bila berhasil dikembangkan oleh dunia industri melalui kerjasama alih teknologi.

Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) sebagai salah satu lembaga litbang di bawah Kementerian Pertanian memiliki peranan penting dalam menciptakan invensi bernilai ekonomi (inovasi) yang berdaya saing tinggi. Saat ini Balitbangtan telah menghasilkan banyak invensi/teknologi. Invensi hasil litbang harus dialihteknologikan agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. Alih teknologi dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu komersial dan non komersial. Mekanisme secara komersial mengharuskan teknologi yang bernilai ekonomi dikerjasamakan kepada dunia industri. Namun, komersialisasi teknologi bukan masalah yang mudah dan keberhasilannya ditentukan oleh berbagai faktor. Hal ini disebabkan teknologi yang dijual harus dikembangkan lebih lanjut dan diperbanyak oleh dunia industri agar manfaatnya sampai kepada pengguna akhir (end user). Saat ini, upaya menjaring dunia industri sebagai calon penerima lisensi Balitbangtan, telah dilakukan melalui berbagai sarana promosi. Hasil pelaksanaan promosi teknologi, tidak selalu berhasil menjaring semua calon penerima lisensi. Beberapa di antara perusahaan yang tertarik dan melisensi teknologi Balitbangtan, tidak semuanya dapat mengembangkan teknologi menjadi produk yang bermanfaat. Jumlah invensi yang dikerjasamakan dan masih aktif hingga akhir 2014 sebanyak 60 invensi, sedangkan jumlah kerjasama yang masih aktif hingga akhir 2014 sebanyak 76 kerjasama. Kerjasama alih teknologi tersebut melibatkan 35 perusahaan penerima lisensi. Sampai akhir tahun 2014, telah terjadi pemutusan terhadap 19 kerjasama dan hilangnya 10 perusahaan yang pernah melisensi. Tingkat kehilangan konsumen terkait erat dengan masalah kepuasan dan kepuasan terkait dengan kualitas produk, pelayanan dan loyalitas (Kotler dan Keller, 2009).

Penelitian ini menggunakan metode sensus dan melibatkan 35 responden yang mewakili perusahaan penerima lisensi teknologi Balitbangtan. Data diperoleh melalui wawancara non terstruktur dan terstruktur (kuisioner), serta dianalisis menggunakan SEM (Structural Equation Model) menggunakan SmartPLS versi 2.0. Hasil penelitian ini menunjukkan kualitas pelayanan dan kualitas teknologi, serta kepuasan secara langsung berpengaruh terhadap loyalitas penerima lisensi. Pengaruh tidak langsung kualitas pelayanan terhadap loyalitas lebih baik diarahkan melalui kepuasan penerima lisensi. Kualitas produk (teknologi) tidak berpengaruh terhadap perceived value dan kepuasan. Berdasarkan hasil tersebut, direkomendasikan strategi pemasaran untuk membangun dan meningkatkan loyalitas penerima lisensi.

(4)

Litbang Pertanian Againts Perceived Value, Sastisfaction, Loyality of Licensee. Supervised by MA’MUN SARMA and EKO RUDDY CAHYADI

Research and development, including invention and innovation play an important role to solve agricultural problems and one of driving machines in economic development. The result of technology which is produced by Badan Litbang Pertanian will have positive value in social and economic sectors which can lead country to achieve progression and prosperity, if it has successfully implemented in industrial scale.

Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) is a research institution under coordination of the Ministry of Agriculture. Balitbangtan have important role to create valuable invention which have a good competitiveness. Technology should be commercialised in industrial scale using private-government collaboration with the result that can be used by people. There are two mechanisms to do transfer technology: commercial and non-commercial. Commercialization of technologies requires that technology have economical value and profitable for industrial sectors. However, commercialising of technology is not an easy one and it is influenced by many factors. It is caused that technology still need to be developed, because the technology is still in pilot scale. Nowadays, using variant promotion ways, Balitbangtan try to attract companies which interest to the technologies. Some of companies interested to license Balitbangtan technologies cannot transformed the technologies to commercialised products. Moreover, 60 inventions have been cooperated and still prevailed until 2014, 76 cooperations have prevailed until 2014 and it have been involved 35 companies. Nineteen cooperations have been terminated and teen licensee companies show unclear follow-up. Finally, losing of consumer level is believed having strong association to satisfication which associate to product quality, service quality and loyalty (Kotler dan Keller, 2009).

Census method was employed for collecting data from 35 respondents which were represented of licensees of Balitbangtan technologies. Specifically, collecting data used non-structural interview and questioners, followed by SEM (Partial Least Square) analysis used SmartPLS v.2.0. It is clear that satisfaction, quality of service and technology show directly influence to loyalty of licensees. Moreover, indirect effects of service quality to the loyalty of licensees should be related to satisfaction of licensees. Quality of technologies do not affected to perceived value and satisfaction. In conclusion, marketing strategies are recommended to develop and improve the licensee’s loyalty.

Keywords: Product quality, service quality

,

perceived value, satisfaction, loyalty of

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Nama : Okti Aryani Hapsari NIM : H251120141

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec Ketua

Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr

(7)

Puji dan syukur yang tiada terkira kepada Allah SWT penulis ucapkan atas segala limpahan nikmat-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juli 2015 ini adalah Analisis Pengaruh Product dan Service Quality Badan Litbang Pertanian terhadap Perceived Value, Kepuasan dan Loyalitas Penerima Lisensi. Penelitian ini dilakukan di Bogor dan kota tempat perusahaan penerima lisensi berada.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec dan Dr. Eko Ruddy Cahyadi, S.Hut, MM sebagai dosen pembimbing, serta Dr. Ir. Muhammad Syamsun, MSc sebagai dosen penguji atas saran dan arahan selama penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan karya tulis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta, Aqwin Polosoro serta anak-anak, Ahmad Fathi Azzam dan Ahmad Zaki Ibadurrahman atas segala dukungan, semangat, pengorbanan, serta doa-doa terbaiknya yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan karya tulis ini. Terima kasih juga tidak lupa penulis sampaikan kepada Bapak, Ibu, Mertua, serta adik-adik tersayang yang juga telah memberikan dukungan, pengorbanan dan doanya. Tidak tertinggal ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pimpinan Badan Litbang Pertanian atas kesempatan tugas belajar yang telah diberikan. Kepada teman-teman sekelas dan seperjuangan di Program Studi Ilmu manajemen dan rekan kerja di Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian, terima kasih atas dukungan, masukan dan motivasinya.

Kiranya, karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, khususnya dalam upaya-upaya meningkatkan loyalitas perusahaan/mitra kerjasama alih teknologi.

Bogor, September 2015

Okti Aryani Hapsari

(8)

BADAN LITBANG PERTANIAN TERHADAP

PERCEIVED

VALUE

, KEPUASAN DAN LOYALITAS PENERIMA LISENSI

OKTI ARYANI HAPSARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

1. PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

2. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 5

Kerangka Teoritis 5

Kajian Penelitian Terdahulu 12

Kerangka Pemikiran Konseptual 17

3. METODE PENELITIAN 20

Lokasi dan Waktu Penelitian 20

Jenis dan Sumber Data 20

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20

4. GAMBARAN UMUM BADAN LITBANG PERTANIAN

SERTA HUBUNGANNYA DENGAN DUNIA INDUSTRI

24

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Karakteristik Responden Uji Kuisioner

25 28 Analisis Pengaruh Variabel Laten Eksogen terhadap

Variabel Laten Endogen

30

Evaluasi Outer Model 30

Evaluasi Inner Model 37

Implikasi Manajerial 46

6. KESIMPULAN DAN SARAN 47

Kesimpulan 47

Saran 48

DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP

(11)

1 Diagram perkembangan jumlah kerjasama lisensi

2 Kerangka pemikiran konseptual 19

3 Model SEM 23

4 Sebaran responden pada kelompok masa kerja 1-10 tahun 5 Model awal SEM

6 Model akhir SEM

7 Distribusi saran responden yang terkait dengan peningkatan kualitas teknologi

8 Distribusi saran responden yang terkait dengan peningkatan kualitas pelayanan

26 31 34 42

42

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data pemutusan kerjasama alih teknologi 53

2 Data penerima lisensi yang pernah melisensi invensi Balitbangtan

55

3 Data perilaku penerima lisensi dalam melisensi teknologi 56

4 Ringkasan penelitian terdahulu 60

5 Variabel penelitian 75

(12)

1 Karakteristik responden 26

2 3

Informasi tambahan perusahaan

Hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner

28

29 4 Nilai outer loading hasil uji validitas konvergen 32 5 Nilai AVE dan communality hasil uji validitas konvergen

model awal SEM

32

6 Nilai AVE dan communality hasil uji validitas konvergen model akhir SEM

35

7 Nilai cross loading hasil uji validitas diskriminan 36 8

9

Nilai akar AVE dan korelasi hasil uji validitas diskriminan

Nilai cronbach alpha dan composite reliability hasil uji reliabilitas

37

37

10 Nilai R2 hasil evaluasi inner model 37

11 Nilai hasil bootstrap 38

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) serta penciptaan teknologi (invensi) dan inovasi pertanian memegang peran penting dalam mengatasi permasalahan terutama di bidang pertanian. Inovasi merupakan mesin penggerak pertumbuhan ekonomi, baik di negara maju maupun berkembang. Inovasi adalah invensi yang telah diadopsi oleh dunia industri dan memberikan manfaat ekonomi. Invensi/teknologi dapat memberikan manfaat sosial dan ekonomi serta membawa kemajuan dan kesejahteraan suatu negara, ketika berhasil dikembangkan oleh dunia industri melalui komersialisasi (kerjasama alih teknologi). Samimi dan Alerasoul (2009) mengungkapkan bahwa negara dengan ekonomi berkembang seperti Turki berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui peningkatan kegiatan litbang serta keberhasilan dunia industri dalam pengembangan teknologi hasil litbang.

Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) sebagai salah satu lembaga litbang di bawah Kementerian Pertanian memiliki peranan penting dalam menciptakan invensi bernilai ekonomi (inovasi) yang berdaya saing tinggi. Saat ini Balitbangtan telah menghasilkan banyak invensi/teknologi. Teknologi harus dikomersialisasikan kepada dunia industri melalui mekanisme kerjasama alih teknologi agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat. Namun, komersialisasi teknologi bukan masalah yang mudah dan keberhasilannya ditentukan oleh berbagai faktor.

Berdasarkan World Economic Forum (WEF) pada tahun 2013-2014, diketahui bahwa daya saing Indonesia menempati peringkat 38 dari 148 negara. Pemeringkatan daya saing secara keseluruhan ditentukan oleh 12 pilar dan dua pilar diantaranya terkait langsung dengan iptek, yaitu pilar kesiapan teknologi dan inovasi. Kedua pilar tersebut berdampak terhadap kesiapan Indonesia dalam persaingan global. Ketersediaan teknologi dan inovasi berdaya saing tinggi menjadi keharusan agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain dalam menghasilkan teknologi yang berkualitas dan unggul, terutama guna memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

(14)

tangibles (produk) dan intagibles (pelayanan) akan menghasilkan perceived value yang baik terhadap perusahaan yang berujung pada terbentuknya kepuasan.

Perkembangan komersialisasi Balitbangtan tidak selalu berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Penjaringan para pelaku usaha (calon penerima lisensi) yang selama ini dilakukan adalah dengan menyebarkan informasi mengenai teknologi melalui berbagai sarana, seperti Round Table Agroinovasi (RTA), gelar teknologi atau pameran, serta promosi melalui media cetak dan elektronik. RTA merupakan sarana promosi dengan konsep pemaparan beberapa teknologi oleh inventor dan dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD). Pelaksanaan FGD melibatkan para calon penerima lisensi, inventor serta pihak Balai PATP sebagai mediator dalam komersialisasi. Kegiatan RTA tidak dapat menjaring semua calon penerima lisensi (perusahaan) yang hadir karena umumnya hanya beberapa yang tertarik teknologi Balitbangtan dan dari beberapa perusahaan yang tertarik, hanya beberapa diantaranya yang akhirnya bersedia melisensi. Selebihnya, membatalkan rencana melisensi teknologi Balitbangtan. Perusahaan yang telah melisensi teknologi Balitbangtan, tidak semuanya dapat mengembangkan teknologi menjadi sebuah produk yang bermanfaat bagi pengguna akhir (end user). Menjual sebuah teknologi tidak semudah menjual produk berupa barang jadi, karena teknologi selanjutnya harus dikembangkan oleh perusahaan penerima lisensi agar manfaatnya dapat dirasakan end user.

Jumlah invensi yang dikerjasamakan dan masih aktif hingga akhir 2014 sebanyak 60 invensi, sedangkan jumlah kerjasama yang masih aktif hingga akhir 2014 sebanyak 76 kerjasama. Kerjasama alih teknologi tersebut melibatkan 35 perusahaan penerima lisensi. Data tersebut merupakan data terakhir setelah terjadi 19 pemutusan kerjasama dan berakhirnya masa perjanjian pada 4 kerjasama (Gambar 1). Balitbangtan juga kehilangan 10 perusahaan yang pernah melisensi. Menurut Kotler dan Keller (2009), tingkat kehilangan konsumen terkait erat dengan masalah kepuasan dan kepuasan terkait dengan kualitas produk dan pelayanan, serta loyalitas. Pemutusan kerjasama lisensi akibat teknologi tidak dikembangkan karena beberapa faktor, antara lain kurangnya kesiapan teknologi untuk dikembangkan, terbatasnya ketersediaan bahan baku/komponen untuk pengembangan teknologi, dan tidak adanya pasar bagi produk hasil pengembangan teknologi. Data pemutusan kerjasama dan berakhirnya kerjasama lisensi tersaji pada Lampiran 1 dan 2.

(15)

Koiranen (1999) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor penentu ketertarikan dunia industri dalam melakukan lisensi teknologi, antara lain kemudahan akses teknologi yang akan dilisensi, keuntungan yang diperoleh perusahaan melalui lisensi teknologi, serta adanya kejelasan perjanjian lisensi secara yuridis. Ketertarikan dunia industri terhadap teknologi hasil Balitbangtan merupakan hal positif, namun ketertarikan tersebut harus terus dijaga melalui penyediaan produk (teknologi) dan pelayanan yang baik agar perusahaan memiliki persepsi penilaian (perceived value) yang baik terhadap teknologi dan pelayanan Balitbangtan. Customer perceived value yang baik akan melahirkan kepuasan dan sikap loyal. Zehir et al. (2014) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh langsung dan signifikan positif terhadap perceived value dan perceived value memberikan pengaruh mediasi pada kualitas pelayanan dan loyalitas. Ishaq et al. (2014) menjelaskan bahwa perceived value berpengaruh secara langsung dan signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas, serta kepuasan konsumen memberikan pengaruh mediasi pada hubngan antara perceived value dengan loyalitas konsumen. Sedangkan Lee (2010) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas melalui perceived value dan kepuasan.

(16)

berdampak terhadap stagnasi pengembangan teknologi oleh penerima lisensi. Kondisi tersebut dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan penerima lisensi terhadap lembaga penelitian pemerintah dan pada akhirnya akan memiliki kecenderungan terhadap teknologi asing. Ketidakberhasilan pengembangan teknologi pada akhirnya juga tidak memberikan keuntungan bagi pemerintah dan pengguna akhir. Padahal, tidak sedikit dana yang dikeluarkan pemerintah untuk kegiatan litbang, penyebaran informasi dan promosi teknologi, serta sulitnya menjaring calon penerima lisensi. Selain itu, sepuluh perusahaan yang pernah melisensi, tidak lagi kembali melakukan kerjasama. Hal ini memunculkan sebuah pemikiran terkait kepuasan, perceived value dan loyalitas penerima lisensi berdasarkan kualitas teknologi dan pelayanan yang diterima. Menurut Kotler dan Keller (2009), pelanggan merupakan faktor penting penentu keberhasilan sebuah perusahaan (lembaga) dalam mencapai tujuannya, sehingga mempertahankan loyalitas pelanggan, jauh lebih menguntungkan daripada menjaring konsumen baru. Pelanggan yang loyal merupakan sumber pendapatan yang konsisten dan dapat mengurangi dana promosi perusahaan.

Perumusan Masalah

Ketertarikan dunia industri dalam melakukan kerjasama dengan Balitbangtan, belum dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana kepuasan perusahaan terhadap kualitas produk (teknologi) dan pelayanan Balitbangtan, serta belum menjamin bahwa perusahaan akan kembali melisensi teknologi Balitbagtan (loyal). Loyalitas penerima lisensi baru dapat dicirikan setidaknya ketika perusahaan melisensi kembali teknologi yang sama atau berbeda hasil Balitbangtan. Guna mewujudkan harapan agar teknologi dalam negeri dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan di negeri sendiri, diperlukan sikap loyal dari perusahaan terhadap teknologi hasil litbang pemerintah, salah satunya yang dihasilkan oleh Balitbangtan.

Pemutusan terhadap 19 kerjasama lisensi karena teknologi tidak dikembangkan oleh penerima lisensi menjadi sebuah produk yang bermanfaat (Lampiran 1), sangat berkaitan dengan kualitas teknologi dan pelayanan yang diberikan penyedia teknologi. Selain itu juga terkait dengan perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi. Demikian juga dengan hilangnya sepuluh perusahaan yang pernah melisensi teknologi Balitbangtan (Lampiran 2). Berdasarkan beberapa permasalahan dan perilaku sebagian besar perusahaan dalam melisensi teknologi (Lampiran 3), belum dapat menunjukkan bagaimana hubungan antara kualitas teknologi dan pelayanan terhadap customer perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi. Berdasarkan permasalahan tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh antara kualitas produk (teknologi) dan pelayanan terhadap perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi loyalitas penerima lisensi?

(17)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh antara kualitas produk (teknologi) dan pelayanan

terhadap perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas penerima lisensi. 3. Merumuskan strategi pemasaran yang tepat untuk meningkatkan loyalitas

penerima lisensi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat serta memberi masukan dan informasi bagi:

1. Balitbangtan, dalam hal hubungan kausalitas antara kualitas produk, kualitas pelayanan, perceived value, kepuasan dan loyalitas; serta faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas penerima lisensi. Berdasarkan informasi tersebut, dapat diterapkan strategi pemasaran yang tepat guna meningkatkan loyalitas penerima lisensi.

2. Berbagai pihak yang berkepentingan sebagai bahan referensi untuk keperluan penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh kualitas teknologi dan pelayanan terhadap perceived value, kepuasan dan loyalitas penerima lisensi. Responden dalam penelitian ini adalah semua penerima lisensi mitra kerjasama Balitbangtan. Penelitian ini terdiri atas studi pendahuluan dan penelitian utama. Studi pendahuluan dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel indikator pada kualitas produk dan pelayanan. Studi pendahuluan melibatkan pihak inventor/peneliti, penerima lisensi, dan Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (PATP). Hasil dari penelitian ini merupakan sebuah rekomendasi strategi pemasaran untuk meningkatkan loyalitas penerima lisensi.

2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Teoritis

Konsep Pemasaran

(18)

mengkomunikasikannya kepada konsumen melalui berbagai sarana promosi. Melihat bahwa pemasaran merupakan salah satu kegiatan penting dalam sebuah bisnis perusahaan, maka diperlukan manajemen pemasaran yang baik agar dapat meraih pasar sasaran serta mempertahankan dan menumbuhkan pelanggan melalui proses penciptaan, penghantaran dan pengkomunikasian nilai pelanggan yang unggul.

Menurut Kotler dan Keller (2009), pada intinya kegiatan pemasaran meliputi lima konsep, yaitu konsep produksi, produk, penjualan, pemasaran dan pemasaran holistik. Inti dari konsep produksi adalah keyakinan produsen bahwa konsumen akan tertarik dan membeli produk-produk yang murah dan mudah diperoleh. Orientasi ini berguna ketika perusahaan ingin memperluas pasar. Inti konsep produk adalah konsumen cenderung lebih memilih produk yang memiliki kualitas, kinerja, fitur atau penampilan superior. Konsep penjualan berorientasi pada tingkat penjualan, sehingga pemasar harus mempengaruhi konsumen agar penjualan dapat meningkat. Peningkatan penjualan dapat terjadi karena meningkatnya jumlah pembelian oleh konsumen lama maupun semakin banyak konsumen baru yang membeli produk tersebut. Konsep pemasaran berorientasi pada pelanggan dan mengasumsikan bahwa konsumen hanya akan bersedia membeli produk-produk yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginannya serta memberikan kepuasan. Pada hubungan kerjasama Bisnis to Bisnis, misalnya kerjasama lisensi, maka kalangan industri sebagai calon penerima lisensi hanya akan tertarik terhadap sebuah invensi yang mudah diproduksi dan memiliki tingkat resiko produksi yang rendah (Forsyth, 2005 dalam Adawiah et al., 2013). Teknologi dan pelayanan yang unggul akan mampu memenuhi kebutuhan penerima lisensi dan pada akhirnya mampu memberikan rasa puas bagi penerima lisensi, sehingga konsep pemasaran yang berorientasi pada pelanggan (penerima lisensi) ini sesuai untuk diterapkan pada pemasaran teknologi Balitbangtan kepada dunia industri. Konsep pemasaran meliputi empat pilar, yaitu pasar sasaran, kebutuhan pelanggan, pemasaran terpadu/terintegrasi dan berkemampuan menghasilkan laba. Pemasaran produk (teknologi) pertanian hasil Balitbangtan juga harus berorientasi kepada kebutuhan perusahaan penerima lisensi (konsumen Balitbangtan) melalui penyediaan teknologi yang mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, sehingga akan menciptakan kepuasan bagi perusahaan penerima lisensi. Kepuasan konsumen akan berujung pada loyalitas konsumen. Oliver (1999) menjelaskan bahwa konsumen yang loyal merupakan konsumen yang merasa puas, namun konsumen yang puas tidak dapat secara universal diartikan sebagai konsumen yang loyal. Pemasaran holistik merupakan suatu pendekatan pemasaran secara terpadu akibat adanya kompleksitas pada kegiatan pemasaran. Pemasaran holistik meliputi empat komponen, yaitu relationship marketing, internal marketing, integrated marketing, dan social responsibility marketing.

(19)

Kualitas Produk (Teknologi)

Kualitas produk merupakan salah satu hal yang berpengaruh terhadap perceived value, kepuasan dan loyalitas konsumen. Kualitas produk adalah fitur dan karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dan melaksanakan fungsinya (Kotler dan Keller, 2009). Karakteristik tersebut terdiri atas spesifikasi produk yang sesuai (Song dan Perry, 1997), keandalan dan daya tahan produk (Song dan Perry, 1997; Kotler dan Keller, 2009), serta kemudahan operasi dan perbaikan (Kotler dan Keller, 2009). Beberapa studi menunjukkan bahwa peningkatan kualitas produk akan memberikan keuntungan bagi perusahaan melalui penciptaan hubungan jangka panjang berbasis pelanggan yang berujung pada loyalitas konsumen (Gerpott et al., 2001). Terciptanya hubungan jangka panjang dengan konsumen merupakan aset berharga bagi perusahaan. Pemenuhan terhadap produk yang berkualitas berpengaruh secara langsung terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen (Ishaq, 2014). Produk yang berkualitas juga berpengaruh secara langsung terhadap perceived value dan secara tidak langsung terhadap loyalitas melalui perceived value (Alex dan Thomas, 2010). Kualitas produk yang tinggi akan meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut merupakan produk terbaik yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen sehingga dapat menumbuhkan loyalitas pada diri konsumen.

Zeithaml (1988) mendefinisikan kualitas produk sebagai superioritas produk secara keseluruhan, sedangkan menurut Sumarwan (2011), kualitas produk merupakan kualitas yang menjadi standar bagi konsumen dan yang diharapkan ada pada produk dan selanjutnya dibandingkan dengan kualitas atau fungsi produk yang sesungguhnya. Selanjutnya, kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen dinyatakan sebagai persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut.

Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan atau jasa merupakan standar mutu pelayanan oleh konsumen. Parasuraman et al. (1988) dan Sumarwan (2011) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai hasil evaluasi pascakonsumsi secara keseluruhan terhadap kualitas pelayanan yang dipersepsikan dengan yang sesungguhnya dirasakan oleh konsumen. Sebagaimana kualitas produk, kualitas pelayanan juga sangat krusial karena pengaruhnya terhadap kepuasan (Aryani dan Rosinta, 2010) dan loyalitas konsumen (Aryani dan Rosinta, 2010; Yuen dan Chan, 2010; Sumarwan, 2011). Aryani dan Rosinta (2010) juga menunjukkan adanya pengaruh kualitas pelayanan secara tidak langsung terhadap loyalitas melalui kepuasan konsumen, sedangkan Putra (2013) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan dan perceived value secara simultan menghasilkan loyalitas konsumen.

(20)

bertahan dalam bisnis dan memenangkan persaingan. Kualitas pelayanan merupakan anteseden bagi loyalitas konsumen (Boohene dan Agyapong, 2011) dan merupakan faktor paling penting bagi perusahaan dalam meningkatkan loyalitas konsumen dibandingkan faktor-faktor lainnya seperti kepuasan, komitmen dan kepercayaan konsumen (Nawaz dan Usman, 2011). Lebih lanjut, Boohene dan Agyapong (2011) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan yang dipersepsikan konsumen akan terus menjadi perhatian konsumen dan kualitas pelayanan tersebut juga harus senantiasa diperhatikan perusahaan karena memberikan kontribusi dalam menghadapi kompetisi bisnis.

Perceived Value

Perceived value merupakan penilaian keseluruhan konsumen terhadap nilai guna/kegunaan sebuah produk maupun jasa, berdasarkan persepsi tentang keseluruhan manfaat yang diterima dan keseluruhan pengorbanan yang dilakukan konsumen untuk memperoleh produk (Zeithaml, 1988), serta menggunakan dan memelihara produk tersebut (Kotler, 2008). Jika biaya yang dikeluarkan konsumen dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan total manfaat yang diberikan produk, maka konsumen akan memilih produk lain yang mampu menghantarkan nilai lebih tinggi kepada konsumen. Kotler (2008) juga menjelaskan bahwa konsumen dapat menilai produk maupun jasa lebih lanjut sampai pada tingkat membandingkan selisih antara keseluruhan manfaat yang diterima dan keseluruhan pengorbanan konsumen terhadap produk dari perusahaan tertentu dengan perusahaan pesaing. Customer perceived value sangat terkait dengan nilai penawaran produk oleh perusahaan. Peningkatan nilai penawaran produk dapat dilakukan melalui peningkatan manfaat ekonomi, fungsi atau kualitas maupun mengurangi biaya produk (Kotler dan Keller, 2009). Pengurangan biaya tersebut selanjutnya akan berdampak terhadap penurunan harga produk.

Manfaat yang diterima dan pengorbanan di tingkat konsumen dapat bervariasi. Seorang konsumen mungkin cenderung menilai manfaat dari sisi volume produk, namun konsumen lainnya menilai manfaat produk berdasarkan keunggulan produk dibandingkan produk lainnya. Pengorbanan yang dipersepsikan konsumen dalam memperoleh produk juga berbeda antara konsumen satu dengan lainnya. Seorang konsumen dapat cenderung menilai besarnya pengorbanan berdasarkan banyaknya uang yang dikeluarkan dalam memperoleh sebuah produk, sedangkan konsumen lainnya menilai berdasarkan banyaknya waktu maupun usaha yang dikorbankan (Zeithaml, 1988). Perceived value oleh setiap individu dapat berbeda satu sama lain dan dipengaruhi oleh nilai personal, kebutuhan, preferensi dan sumber daya keuangan (Kotler dan Keller, 2009). Hal yang perlu diperhatikan oleh pemasar adalah berupaya menciptakan perceived value konsumen yang positif, walaupun konsumen yang berbeda dapat merasakan perceived value yang berbeda pula. Banyak perusahaan berupaya menciptakan perceived value yang baik dan kepuasan bagi konsumen melalui pemberian jaminan ganti rugi bagi produk yang memiliki kualitas rendah atau tidak sesuai dengan yang dipromosikan.

Kepuasan Konsumen

(21)

terhadap produk atau pelayanan dengan kinerja produk atau pelayanan yang dipersepsikan konsumen (Parasuraman et al. 1985). Harapan konsumen terhadap produk maupun pelayanan tidak muncul secara tiba-tiba, melainkan terbentuk dari pengalaman masa lalu, nasihat dari teman, maupun informasi dan janji pemasar dan pesaing (Kotler dan Keller, 2009). Kualitas pelayanan memberikan pengaruh positif dan signifikan bagi kepuasan konsumen (Malik, 2012). Namun, Ramdhani (2014) yang menyelidiki hubungan antara kualitas pelayanan, kualitas produk dan perceived value terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen sop durian, menemukan bahwa kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen dan hanya kualitas produk dan perceived value yang berpengaruh signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen.

Selain kualitas pelayanan, kepuasan konsumen juga dianggap penting bagi perusahaan karena konsumen yang merasa puas terhadap sebuah produk maupun pelayanan, akan cenderung membeli dan menggunakannya kembali (Kotler dan Keller, 2009; Nawaz dan Usman, 2011). Kepuasan berpengaruh secara langsung terhadap loyalitas dan memberikan pengaruh mediasi antara kualitas pelayanan dan loyalitas konsumen pada sektor telekomunikasi di Pakistan (Nawaz dan Usman, 2011). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji hubungan antara kepuasan dan loyalitas konsumen, menunjukkan bahwa adanya rasa puas pada diri konsumen selanjutnya akan menciptakan loyalitas konsumen (Nawaz dan Usman, 2011; Lee, 2010). Kotler dan Keller (2009) serta Sumarwan (2011) juga menyatakan bahwa kepuasan konsumen dapat menghantarkan pada loyalitas konsumen. Konsumen yang loyal merupakan tujuan perusahaan karena mereka tidak peka terhadap produk lain yang lebih murah, sehingga konsumen yang loyal merupakan sumber pendapatan bagi perusahaan dan dapat meningkatkan profitabilitas bagi perusahaan. Dengan demikian, kepuasan konsumen merupakan aspek yang sangat penting agar perusahaan dapat bertahan dalam bisnis dan memenangkan persaingan (Tjiptono, 2004).

(22)

Loyalitas Konsumen

Oliver (1999) mendefinisikan loyalitas konsumen sebagai komitmen yang kuat dari konsumen untuk berlangganan atau membeli kembali produk/jasa yang disukai secara konsisten di masa yang akan datang, walaupun konsumen berada pada situasi yang berpotensi menyebabkannya berpindah ke produk/jasa lain. Terbentuknya loyalitas pada diri konsumen didorong oleh adanya perasaan puas terhadap kualitas produk maupun jasa yang diterima konsumen (Sumarwan, 2011). Perasaan puas yang dirasakan konsumen juga mendorong konsumen untuk membeli produk/jasa dengan lebih banyak, membantu perusahaan dengan memberikan rekomendasi produk/jasa kepada orang lain, serta membantu perusahaan dalam membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen (Khurshid, 2013). Lebih lanjut dijelaskan bahwa loyalitas ditandai adanya rekomendasi produk oleh konsumen kepada orang lain (Khurshid, 2013) dan tindakan pembelian kembali suatu produk/jasa yang pernah dibeli sebelumnya (Sumarwan, 2011).

Menurut Ishaq (2012), kualitas pelayanan, perceived value, dan image perusahaan merupakan anteseden bagi terbentuknya loyalitas konsumen. Boohene dan Agyapong (2011) menyatakan bahwa kualitas pelayanan dan image perusahaan merupakan anteseden bagi loyalitas konsumen, sedangkan pengujian yang dilakukan pada hubungan antara kualitas pelayanan, kepuasan konsumen, dan loyalitas menunjukkan bahwa kepuasan memberikan pegaruh negatif terhadap loyalitas. Berdasarkan penelitian Boohene dan Agyapong (2011), kepuasan konsumen bukan merupakan anteseden bagi loyalitas konsumen. Hal ini berbeda dengan penelitian-penelitian lainnya yang menyatakan dekatnya hubungan antara kepuasan dan loyalitas. Penelitian sebelumnya, pada umumnya mejelaskan bahwa kepuasan konsumen berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen (Lee, 2010; Nawaz dan Usman, 2011; Kurshid, 2013). Hasil penelitian Boohene dan Agyapong (2011) juga menjelaskan bahwa walaupun kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap loyalitas, namun karena kepuasan berpengaruh negatif terhadap loyalitas, sehingga kepuasan bukan penentu utama bagi loyalitas konsumen. Nawaz dan Usman (2011) menjelaskan bahwa diantara beberapa faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan loyalitas, kualitas pelayanan merupakan faktor paling penting bagi perusahaan dalam meningkatkan loyalitas konsumen dibandingkan faktor-faktor lainnya seperti kepuasan, komitmen dan kepercayaan konsumen.

Loyalitas pelanggan memainkan peran penting dalam keberhasilan suatu organisasi. Pelanggan yang loyal merupakan sumber pendapatan yang konsisten bagi perusahaan (terjadi pembelian berulang dan peningkatan pembelian) dan pengurangan biaya (pengurangan biaya promosi), sehingga meningkatkan profitabilitas. Reichheld dan Sasser (1990) dalam Li dan Green (2011) mengemukakan bahwa pelanggan setia akan bersedia untuk (1) kembali membeli produk yang sama walaupun ada alternatif kompetitif yang menyebabkan switching, (2) mengeluarkan uang untuk mencoba produk-produk lain yang ditawarkan perusahaan, (3) merekomendasikan barang atau jasa perusahaan kepada konsumen lain, dan (4) memberikan saran yang tulus kepada perusahaan sebagai umpan balik untuk memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen.

(23)

barrier, harga, promosi, promosi penjualan, kepercayaan pelanggan, citra merek/perusahaan, kualitas layanan, layanan customer care, layanan nilai tambah, jangkauan jaringan, kekuatan sinyal, paket atau tarif panggilan, kualitas panggilan/tarif panggilan, tarif SMS (Short Message Service), kualitas SMS, tarif GPRS (General Packet Radio Service), dan kualitas GPRS. Menurut Aaker (1991) dalam Ramdhani (2014), terdapat lima faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen, yaitu kepuasan konsumen, perilaku kebiasaan (habitual behavior), komitmen, kesukaan terhadap produk (linking of the brand), dan biaya pengalihan (switching cost). Biaya pengalihan muncul karena adanya perbedaan pengorbanan akibat memilih salah satu alternatif produk. Biaya pengalihan juga dapat terjadi karena adanya resiko kegagalan, biaya energi dan fisik yang dikeluarkan konsumen karena telah memilih salah satu aternatif produk. Besarnya biaya pengalihan dari satu produk terhadap produk lain menyebabkan pelanggan lebih berhati-hati beralih ke produk lain. Hal ini selanjutnya menyebabkan konsumen menjadi loyal. Menurut Kotler dan Keller (2009), ketidakloyalan dalam muncul pada diri konsumen dan biasanya muncul karena adanya akumulasi dari masalah-masalah kecil pada perusahaan.

Invensi

Invensi merupakan suatu hasil penemuan berupa pemecahan masalah di bidang teknologi yang dihasilkan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Menurut Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) (2010), penemuan invensi berawal dari ide atau gagasan inventor dan invensi dapat berupa produk maupun proses yang baru atau penyempurnaan dan pengembangan produk maupun proses yang telah ada sebelumnya. Buenstorf dan Geissler (2011) juga mendefinisikan invensi sebagai hasil penemuan para peneliti, dimana hasil penemuan tersebut selanjutnya dapat dikembangkan melalui komersialisasi teknologi.

Inovasi

Inovasi merupakan invensi yang bernilai ekonomi (Goenadi, 2000), sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat luas (Pasek, 2011). Inovasi bukan hanya sebatas hasil penelitian, namun lebih cenderung pada penjualan invensi kepada dunia industri agar invensi dapat dikembangkan menjadi produk yang bermanfaat bagi end user. Penjualan invensi kepada dunia industri dilakukan oleh lembaga pemilik invensi.

Komersialisasi

(24)

konsumsi yang menghasilkan keuntungan bagi penemunya. Komersialisasi teknologi dapat dilakukan salah satunya melalui kerjasama lisensi. Pemilik teknologi (pemberi lisensi) dalam penelitian ini adalah Balitbangtan, sedangkan penerima lisensi adalah perusahaan (dunia industri) pengadopsi teknologi Balitbangtan.

Teknologi hasil Balitbangtan yang memiliki nilai Kekayaan Intelekutal (KI) dan nilai jual (komersial) merupakan asset bisnis yang harus ditransfer kepada dunia industri. Berbagai invensi hasil Balitbangtan telah banyak yang dialihkan kepada dunia industri. Komersialisasi teknologi merupakan upaya menyebarkan teknologi dan memberikan akses kepada end user terhadap suatu produk hasil pengembangan teknologi.

Keberhasilan komersialisasi hingga menghasilkan produk yang dapat bermanfaat bagi pengguna akhir, tidak terlepas dari pengujian sebuah teknologi (invensi) yang akan dikomersialisasikan. Pengujian yang dimaksud adalah pengujian secara teknis dan ekonomis. Pengujian secara teknis ditujukan untuk mengetahui apakah sebuah teknologi dinilai mudah atau sulit dikembangkan. Pengujian ini dilakukan dengan cara menduplikasikan hasil invensi. Pengujian secara ekonomis dilakukan setelah invensi lolos pada pengujian teknis. Pengujian ekonomis bertujuan untuk mengetahui kondisi-kondisi optimum untuk pengembangan teknologi menjadi produk. Kegagalan komersialisasi atau ketidakberhasilan pengembangan teknologi oleh penerima lisensi disebabkan oleh analisis yang kurang tepat terhadap kesiapan dan nilai komersial teknologi yang akan dikomersialisasikan (Parker dan Mainelli, 2001). Menurut Goldsmith (2013) dalam Nasution et al. (2009), penilaian potensi komersialisasi sebuah teknologi tidak dapat dilakukan dengan melihat teknologi secara independen, namun harus dinilai dengan melihat keberadaan teknologi serupa yang dihasilkan oleh pesaing yang mungkin memiliki kualitas lebih baik.

Kajian Penelitian Terdahulu

Persaingan bisnis yang semakin kompetitif menuntut setiap perusahaan untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas serta dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Penyediaan teknologi oleh lembaga pemerintah (Balitbangtan) melalui kerjasama lisensi dimaksudkan agar hasil lembaga litbang pemerintah dapat sebesar-besarnya dirasakan manfaatnya oleh end user (petani, para pelaku usaha dan masyarakat) dan membantu dunia industri dalam penyediaan teknologi yang tidak dapat disediakan sendiri oleh dunia industri. Fiaz dan Naiding (2012) menjelaskan perlunya kerjasama antara dunia industri dengan lembaga litbang atau perguruan tinggi dalam rangka penyediaan teknologi kepada dunia industri karena tidak semua kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) dapat dilakukan sendiri oleh industri mengingat besarnya biaya untuk keperluan litbang. Penyediaan teknologi kepada industri dapat dilakukan melalui mekanisme pemberian lisensi. Menurut McDonald dan Leahey (1985) dalam Fu dan Perkins (1995), lisensi teknologi dapat membantu tercapainya tujuan bisnis, diantaranya untuk memasuki pasar baru dan mengurangi biaya pengembangan produk baru.

(25)

yang dapat dimanfaatkan oleh konsumen atau pengguna akhir. Perusahaan-perusahan di negara maju telah berhasil memperoleh manfaat lisensi teknologi, namun di Indonesia manfaat tersebut belum sepenuhnya dirasakan baik oleh perusahaan maupun lembaga litbang. Menurut Herdikiagung et al. (2012), teknologi hasil lembaga litbang maupun perguruan tinggi belum memberikan peran besar bagi bangsa. Hal ini dapat dilihat berdasarkan keberhasilan komersialisasi melalui kerjasama lisensi yang belum banyak dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Keberhasilan komersialisasi dan peningkatan adopsi teknologi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kesanksian perusahaan calon penerima lisensi terhadap teknologi yang aplikatif hasil lembaga litbang dan perguruan tinggi dalam negeri, iklim usaha yang tidak kondusif, ketidakmampuan produk hasil pengembangan teknologi dalam negeri dalam berkompetisi dengan produk serupa yang berasal dari luar negeri.

Dhewanto and Umam (2009) menjelaskan beberapa tantangan dalam penelitian dan kegiatan komersialisasi di Indonesia, antara lain arah pemasaran dan kebijakan kegiatan litbang yang kurang jelas, desain penelitian yang lemah, kurangnya kemampuan dalam memasarkan hasil litbang, keterbatasan anggaran untuk melakukan pengujian pasar, keterbatasan insentif dari pemerintah untuk industri yang memanfaatkan hasil litbang lokal, terbatasnya upaya perlindungan terhadap kekayaan intelektual hasil penelitian, serta ketersediaan dana penelitian kolaboratif/insentif yang diterima lembaga litbang (royalti). Insentif merupakan elemen penting dalam mendorong peneliti untuk menciptakan teknologi berkualitas yang memiliki kemampuan untuk diadopsi oleh dunia industri (Mondragón et al. 2013), sehingga pada akhirnya bukan saja hanya mampu diadopsi tetapi juga mampu dikembangkan dan memberikan manfaat bagi pengguna akhir. Menurut Ukwuoma et al. (2013), jaringan kerjasama, jaminan kualitas teknologi, kewirausahaan, sistem HKI, strategi pemasaran, kepercayaan investor/perusahaan dalam berinvestasi, sarana dan prasarana, pendanaan, peralatan, Sumber Daya Manusia (SDM) untuk kegiatan penelitian, informasi teknologi, ketersediaan hasil litbang, sistem reward, promosi dan pemasaran teknologi, permintaan teknologi, serta kemampuan untuk menciptakan kebaruan teknologi, merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan komersialisasi.

(26)

Penelitian-penelitian sebelumnya, selain melihat bagaimana hubungan antara kepuasan dan loyalitas, juga telah menyelidiki bagaimana hubungan antara kualitas produk, kualitas pelayanan, perceived value, kepuasan dan loyalitas konsumen. Jahanshahi et al. (2011) menyelidiki pengaruh kualitas produk dan pelayanan terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen pada industri otomotif di India. Hal tersebut sedikit berbeda dengan Malik (2012) yang menduga adanya peran perceived value pada hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen pada sektor jasa di Pakistan, sedangkan He dan Song (2008) menambahkan konstruk niat pembelian untuk menyelidiki hubungan antara kualitas produk, perceived value, kepuasan konsumen dan niat pembelian kembali pada agen travel. Ramdhani (2014) menganalis pengaruh kualitas poduk, kualitas pelayanan dan perceived value terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen pada restoran produk olahan durian di Bogor.

Hanzaee (2011) menyatakan bahwa pelayanan karyawan yang berorientasi kepada pelanggan merupakan kunci bagi tercapainya kepuasan, komitmen dan retensi pelanggan. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Malik (2012), dimana kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen. Perceived value merupakan variabel mediator/perantara bagi kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan. Jahanshahi et al. (2011) juga menunjukkan pengaruh signifikan kualitas produk dan pelayanan terhadap kepuasan serta kepuasan terhadap loyalitas konsumen. Menurut He dan Song (2008), kualitas produk berpengaruh secara langsung terhadap niat pembelian maupun secara tidak langsung melalui kepuasan, namun kualitas produk tidak berpengaruh terhadap niat pembelian melalui perceived value karena kualitas pelayanan tidak berpengaruh terhadap perceived value dan perceived value tidak berpengaruh terhadap niat pembelian. Perceived value berpengaruh terhadap niat pembelian melalui kepuasan. Hasil penelitian He dan Song (2008) tersebut berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Alex dan Thomas (2010), dimana kualitas produk maupun pelayanan berpengaruh signifikan terhadap niat pembelian kembali melalui perceived value. Lee (2010) menunjukkan bahwa kualitas pelayanan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap loyalitas melalui perceived value pada bisnis telepon seluler di Korea.

(27)

terhadap kepuasan pelanggan. He dan Song (2008) membuktikan bahwa perceived value tidak berpengaruh terhadap niat pembelian secara langsung serta bukan merupakan variabel mediator bagi kualitas produk terhadap niat pembelian.

Penelitian mengenai kepuasan penerima lisensi terhadap lisensi teknologi telah dilakukan oleh Fu dan Perkins (1995). Penelitian tersebut dilakukan terhadap13 industri yang terlibat dalam lisensi teknologi, meliputi industri kimia, minyak bumi dan industri karet, komputer dan industri mesin komersial lainnya, listrik, elektronik dan instrumental, software, jasa teknik. Sebanyak sepuluh faktor yang berhasil diidentifikasi dan diketahui berpengaruh terhadap kepuasan penerima lisensi teknologi, terdiri atas waktu negosiasi lisensi, ketersediaan pengacara sebagai pendamping dalam bernegosiasi, jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk mengembangkan teknologi yang dilisensi, pemberian pelatihan secara secara komprehensif dari pemberi lisensi, waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan proses alih teknologi (serangkaian kegiatan dalam mengadaptasi teknologi, seperti penyediaan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan serta pelaksanaan pelatihan teknis), kualitas (kemampuan teknis) teknologi yang dilisensi, persepsi penerima lisensi terhadap harga teknologi yang lebih tinggi dari yang diprediksi, tingkat keuntungan yang dihasilkan dari teknologi yang dilisensi, perlindungan terhadap lisensi yang diberikan kepada penerima lisensi, serta layanan tindak lanjut dari pemberi lisensi. Ong dan Pearson (1988) dalam Fu dan Perkins (1995) menyatakan bahwa pengalaman masa lalu perusahaan dalam melisensi teknologi, persepsi penerima lisensi terhadap biaya dan manfaat atas lisensi teknologi, serta kepuasan atas pelaksanaan lisensi sebelumnya merupakan beberapa penyebab bagi perusahaan tidak lagi bersedia melakukan lisensi teknologi.

Hasil penelitian Fu dan Perkins (1995) menunjukkan hanya empat faktor yang berpengaruh secara signifikan dan merupakan faktor penentu bagi kepuasan penerima lisensi. Empat faktor tersebut adalah waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan proses pengalihan teknologi dari pemberi lisensi kepada penerima lisensi, kualitas teknologi yang dilisensi, harga teknologi yang dilisensi, dan keuntungan selanjutnya yang dihasilkan oleh teknologi yang dilisensi. Enam faktor penentu yang lain tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan penerima lisensi, kemungkinan disebabkan responden cenderung lupa terhadap proses lisensi yang terjadi sebelum teknologi mulai digunakan dan lebih teringat pada proses pengembangan teknologi lisensi.

(28)

penentuan biaya lisensi, kemudahan memperoleh informasi mengenai perkembangan teknologi terbaru selanjutnya, serta ketegasan istilah dalam kontrak kerjasama lisensi. Penelitian ini selanjutnya mengelompokkan 33 kriteria atau

variabel awal (memiliki beban atau nilai ≥ 0.50) menggunakan analisis faktor. Koiranen (1999) berhasil mengelompokkan berbagai kriteria lisensi menjadi empat faktor yang didasarkan pada adanya keeratan hubungan antar kriteria pembentuk faktor utama. Keempat faktor utama tersebut adalah masalah syarat/ketentuan kontrak dan persaingan, masalah sumberdaya, masalah ketentuan pembayaran dan kualitas teknologi, serta unsur dari kemitraan know how. Setiap faktor merupakan perwakilan dari semua kriteria atau variabel pembentuknya.

Faktor utama dan kriteria pembelian lisensi teknologi Koiranen (1999) serta Fu dan Perkins (1995), selanjutnya diadaptasi dan dikonfirmasikan pada wawancara pendahuluan. Perceived value merupakan penilaian konsumen terhadap kegunaan produk yang diterima dan apa yang telah dikorbankan untuk memperoleh kegunaan atau manfaat produk. Menurut Zeithaml (1988) perceived value dapat diukur dengan harga produk yang kompetitif, kesesuaian harga dengan kualitas teknologi serta kesesuaian upaya dan waktu yang telah dikeluarkan konsumen dengan kualitas teknologi. Rangkuman penelitian terdahulu, disajikan pada Lampiran 4.

Konstruk pada penelitian ini disusun berdasarkan adanya perbedaan konstruk dan hasil dari beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian sebelumnya menggunakan konstruk yang sama maupun berbeda dalam mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas. He dan Song (2009) menyelidiki hubungan antara kualitas pelayanan, perceived value, kepuasan dan niat pembelian kembali konsumen dari sebuah agen pelayanan tour. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh terhadap niat pembelian kembali secara langsung hanya melalui kepuasan, namun tidak melalui perceived value. Hal ini disebabkan kualitas pelayanan tidak berpengaruh signifikan terhadap perceived value dan perceived value tidak berpengaruh terhadap niat pembelian kembali. Namun, perceived value berpengaruh terhadap niat pembelian kembali melalui kepuasan.

(29)

dimana kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas, serta kepuasan memberikan pengaruh mediasi pada kualitas pelayanan terhadap loyalitas. Berdasarkan perbedaan pada konstruk yang digunakan serta perbedaan hasil pada penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan antara kualitas produk dan pelayanan dengan perceived value, kepuasan dan loyalitas konsumen.

Kerangka Pemikiran Konseptual

Penelitian ini diangkat dari berbagai permasalahan yang muncul dan dikaitkan dengan visi dan misi Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan). Visi Balitbangtan pada tahun 2014 menjadi lembaga litbang pertanian berkelas dunia dalam menghasilkan dan mengembangkan inovasi teknologi pertanian demi terwujudnya pertanian industrial yang unggul. Misi yang dibawa diantaranya menghasilkan, mengembangkan dan mendiseminasikan inovasi teknologi, meningkatkan kualitas sumberdaya litbang pertanian, serta mengembangkan jejaring kerjasama nasional dan internasional dalam rangka penguasaan iptek dan peningkatan peran Balitbangtan dalam pembangunan pertanian.

Faktanya bahwa sebagian teknologi (invensi) Balitbangtan belum berhasil dikembangkan oleh perusahaan penerima lisensi karena berbagai sebab, padahal invensi tersebut dinilai telah layak untuk dikomersialisasikan. Hal ini akan mengakibatkan kekecewaan bagi perusahaan penerima lisensi. Kurang berhasilnya pengembangan teknologi karena tidak terpenuhinya indikator kualitas produk misalnya teknologi tidak dapat dikembangkan secara massal dalam industri disebabkan keterbatasan bahan baku untuk pengembangan teknologi yang dilisensi atau teknologi yang tidak menguntungkan, dapat menjadi evaluasi bersama dalam kerjasama alih teknologi. Kurang berhasilnya pengembangan teknologi akan menjadi refleksi apakah visi Balitbangtan saat ini telah sepenuhnya terwujud. Indikator kelayakan untuk komersialisasi invensi saat ini adalah invensi telah memperoleh perlindungan HKI, invensi telah melalui proses pelepasan varietas unggul (varietas tanaman), invensi telah melalui pengujian pada skala laboratorium, serta pernah dipromosikan melalui RTA (Laporan akhir kegiatan kajian kelayakan invensi pada skala industri, 2013). Belum berhasilnya pengembangan invensi oleh penerima lisensi akan berakhir dengan pemutusan kerjasama lisensi, baik dilakukan oleh pihak pemberi maupun penerima lisensi.

(30)
(31)

= Ruang lingkup penelitian

= Implikasi manajerial

= Proses

Gambar 2 Kerangka pemikiran konseptual Visi dan Misi Balitbangtan dan Balai PATP

Tugas Pokok dan Fungsi Balai PATP

Permasalahan dan fenomena dalam kegiatan alih teknologi (komersialisasi): 1. Pemutusan kerjasama lisensi

2. Beberapa perusahaan penerima lisensi, tidak melisensi kembali 3. Beberapa perusahaan melisensi kembali, baik teknologi yang sama

maupun berbeda (teknologi baru) Balitbangtan

Kepuasan penerima lisensi

Loyalitas penerima lisensi

Kualitas

produk pelayanan Kualitas

Perceived value

Kinerja (performance) Balitbangtan

(Balai PATP dan Balai Penelitian penghasil teknologi)

Strategi perbaikan

SEM

Hasil analisa Studi

Penda-huluan (Wawan-

cara)

Studi Penda-huluan (Wawan-

(32)

3 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Bogor, yaitu di Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (Balai PATP) serta di tempat inventor dan perusahaan penerima lisensi berada. Waktu penelitian dimulai bulan Februari hingga Juli 2015.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu kualitatif dan kuantitatif serta sumber data primer dan sekunder. Data kualitatif merupakan data yang dapat diperoleh melalui berbagai teknik pengumpulan data, seperti wawancara, analisis dokumen, Focus Grup Discussion (FGD), rekaman, maupun observasi (pengamatan). Data kuantitatif diperoleh melalui wawancara terstruktur (kuisioner). Data primer yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara non terstruktur sebagai data awal untuk menentukan variabel indikator pada kualitas produk dan pelayanan. Wawancara non terstruktur dalam pelaksanaannya melibatkan para inventor yang invensinya telah berhasil dan belum berhasil dikembangkan, para staf BPATP yang melakukan pelayanan alih teknologi, serta beberapa pihak penerima lisensi baik yang telah maupun yang belum berhasil mengembangkan invensi yang dilisensi. Data primer untuk penelitian lebih lanjut juga diperoleh secara kuantitatif melalui wawancara terstruktur (kuisioner) terhadap para penerima lisensi. Kuisioner tersebut menggunakan jenis pertanyaan tertutup dengan lima skala likert sehingga jawaban responden dibatasi pada jawaban yang telah disediakan. Pada kuisioner juga terdapat pertanyaan terbuka. Setiap responden yang mewakili perusahaan merupakan pihak yang terlibat dalam kegiatan alih teknologi dan mengetahui hal-hal yang terkait dengan kegiatan alih teknologi. Pada kuisioner juga terdapat pertanyaan terbuka. Data sekunder yang digunakan untuk penelitian ini diperoleh dari laporan kegiatan dan laporan tahunan Balai PATP, serta berbagai jurnal, buku dan penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode sensus yang melibatkan 35 responden. Ini didasarkan pada terbatasnya jumlah mitra kerjasama Balitbangtan dan jumlah data minimal yang direkomendasikan SEM PLS, yaitu berkisar 30-100 data (Ghozali, 2008).

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

(33)

tersebut bertujuan untuk mengetahui validitas item-item instrumen (pertanyaan) dan konsistensi instrumen yang digunakan, sehingga hasil pengukuran dapat dipercaya.

Pengolahan secara kuantitatif dilakukan menggunakan teknik statistik. Teknik pengolahan dan analisis data secara statistik menggunakan SEM (Struktural Equation Modeling) berbasis variance atau SEM dengan pendekatan PLS (Partial Least Square) untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel yang kompleks.

Structural Equation Modeling (SEM)

Menurut Santoso (2011) Structural Equation Modeling (SEM) adalah alat analisa statistik, dimana penyusunan model dan cara kerjanya merupakan gabungan antara analisis faktor dan analisis regresi. Alat analisis SEM yang dikembangkan Joreskog dan Sorbom pada tahun 1970-an, dapat menjelaskan hubungan antara variabel-variabel, mengukur variabel laten dengan sejumlah indikator dan hubungan di antara keduanya, (Santoso, 2011), serta mampu menganalisis jalur (path) antar variabel laten (Ghozali, 2008; Santoso, 2011). SEM memiliki dua model, yaitu SEM berbasis covariance (Component Based SEM) dan SEM berbasis variance menggunakan pendekatan PLS (Partial Least Square). SEM berbasis covariance dapat diselesaikan menggunakan software AMOS dan LISREL, sedangkan SEM dengan pendekatan PLS dapat diselesaikan menggunakan software Smart PLS, PLS Graph, Visual PLS, dan PLS GUI (Ghozali, 2008).

SEM dengan pendekatan PLS merupakan SEM dengan metode alternatif, dimana distribusi data tidak dipermasalahkan; skala pengukuran dapat berupa nominal, ordinal, interval maupun ratio; model komplek menggunakan 100 variabel indikator, dapat dianalisis menggunakan data yang relatif sedikit (minimal 30 data); serta model pengukuran indikator dapat reflektif maupun formatif, lebih cenderung pada model prediksi (Ghozali, 2008). Hal ini berbeda dengan Covariance Based SEM (CBSEM) yang mengharuskan pengembangan model yang dianalisis berdasarkan teori yang kuat dan tujuan penggunaan CBSEM adalah mengkonfirmasi model yang dikembangkan dengan data empiris.

(34)

Hipotesis Penelitian

Ha1: Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap perceived value

Ha2: Kualitasproduk (teknologi) berpengaruh terhadap perceived value Ha3: Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen

Ha4: Kualitas produk (teknologi) berpengaruh terhadap kepuasan konsumen Ha5: Kualitas pelayanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan

Ha6: Kualitas produk (teknologi) berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan Ha7: Perceived value berpengaruh terhadap kepuasan konsumen

(35)

Gambar 3 Model SEM Kualitas produk

Ha7 Ha3

Kualitas pelayanan

Perceived value Loyalitas

Ha1

Ha2

Ha4

Kepuasan

Ha8 Ha5

(36)

4 GAMBARAN UMUM BADAN LITBANG PERTANIAN

SERTA HUBUNGANNYA DENGAN DUNIA INDUSTRI

Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) merupakan Unit Kerja Eselon I di bawah Kementerian Pertanian yang mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pertanian. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Balitbangtan memiliki fungsi dalam penyiapan perumusan kebijakan penelitian dan pengembangan pertanian, perumusan program penelitian dan pengembangan pertanian, pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian, evaluasi pelaksanaan penelitian dan pengembangan pertanian, serta pelaksanaan administratif Badan.

Balitbangtan dalam menjalankan tugas penelitian dan pengembangan pertanian, dibantu oleh beberapa Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis di bawahnya, yaitu Balai-Balai Penelitian dan Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian (Balai PATP). Balai Penelitian memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi) melakukan kegiatan penelitian dan menghasilkan invensi serta inovasi di bidang pertanian, sedangkan Balai PATP memiliki tupoksi melaksanakan kegiatan pengelolaan HKI dan alih teknologi atas hasil kegiatan penelitian yang bernilai ekonomi kepada dunia industri. Balai PATP berdiri pada tahun 2007. Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, mewajibkan lembaga litbang dan perguruan tinggi untuk melaksanakan alih teknologi hasil litbang guna menyebarluaskan teknologi hasil litbang sehingga dapat dikembangkan oleh dunia industri. Invensi (teknologi) hasil penelitian harus dapat dirasakan manfaatnya oleh pengguna akhir (end user) sehingga teknologi tersebut dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan dapat berkontribusi dalam pembangunan pertanian di Indonesia. Selanjutnya, dalam UU No. 18 Tahun 2002, pasal 13 disebutkan perlunya pembentukan sentra HKI di perguruan tinggi dan lembaga litbang guna meningkatkan pengelolaan kekayaan intelektual (invensi hasil litbang). Alih teknologi dapat dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme komersial dan non komersial. Pelaksanaan alih teknologi secara non komersial, dimana Balitbangtan sebagai lembaga pelayanan publik.

(37)

litbang adalah diperolehnya pendapatan dari perusahaan mitra kerjasama alih teknologi sebagai fee hasil pengembangan teknologi. Pendapatan tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk kegiatan pengembangan bagi lembaga litbang dan lembaga pelayanan alih teknologi. Sedangkan keuntungan bagi pemerintah adalah pemanfaatan teknologi dalam negeri sebagai solusi bagi permasalahan di Indonesia, khususnya masalah pertanian.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Penelitian ini menggunakan metode sensus, dimana sebanyak 35 responden dilibatkan dalam penelitian. Responden merupakan perusahaan mitra kerjasama alih teknologi Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan), yang dalam hal ini diwakili oleh salah seorang pimpinan, staf maupun seorang yang memiliki jabatan tertentu yang mengetahui dan terlibat dalam kegiatan kerjasama alih teknologi. Penggunaan metode sensus dalam penelitian ini didasarkan pada terbatasnya jumlah mitra kerjasama alih teknologi Balitbangtan dan jumlah minimal data yang direkomendasikan oleh alat analisis yang digunakan. SEM berbasis variance dengan pendekatan PLS, merekomendasikan kisaran jumlah data antara 30 sampai dengan 100 data (Ghozali, 2008). Sebanyak 35 kuisioner yang disebarkan kepada responden, hanya 32 kuisioner yang kembali dan dari 32 kuisioner yang kembali, hanya 30 kuisioner yang terisi lengkap dan dapat digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Karakteristik responden digambarkan pada Tabel 1.

Hasil wawancara terstruktur menunjukkan jumlah responden laki-laki yang terlibat dalam kegiatan wawancara terstruktur, dua kali lebih besar dibandingkan responden perempuan. Kelompok usia responden dibagi menjadi tiga kelompok, dimana jumlah responden terbesar berasal dari kelompok usia lebih dari 40 tahun dan selanjutnya berturut-turut diikuti oleh responden dari kelompok usia 31-40 tahun serta kelompok usia 20-30 tahun. Kelompok usia lebih dari 40 tahun dan kelompok usia 31-40 tahun, umumnya memiliki pengalaman kerja di perusahaan lebih lama. Berdasarkan jabatan responden, persentase terbesar berasal dari responden yang memiliki jabatan selain direktur dan manajer, yaitu sebesar 43 persen. Kelompok responden tersebut memiliki jabatan sebagai staf produksi, staf riset, tenaga medik veteriner, supervisor R&D, kepala bagian perbenihan, kepala seksi, product registration specialist, dan general affair. Walaupun jumlah responden terbesar bukan berasal dari direktur dan manajer, namun mereka memiliki pengetahuan terhadap pertanyaan dalam kuisioner serta ikut terlibat dalam kegiatan kerjasama alih teknologi. Pengetahuan yang dimiliki responden umumnya berbanding lurus dengan pengalaman kerja yang mereka miliki. Berdasarkan lama bekerja, diketahui hanya satu responden yang memiliki pengalaman kerja kurang dari satu tahun (Tabel 1) dan di antara 20 responden yang memiliki pengalaman antara 1-10 tahun, hanya satu responden yang memiliki pengalaman kerja selama satu tahun. Sebaran responden dengan pengalaman kerja antara 1-10 tahun disajikan pada Gambar 4.

(38)

Gambar 4 Sebaran responden pada kelompok masa kerja 1-10 tahun Tabel 1 Karakteristik responden (n=30 orang)

Karakteristik Keterangan Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jenis kelamin Laki-laki 19 63

Perempuan 11 37

Usia 20-30 th 6 20

31-40 Th 8 27

> 40 th 16 53

Jabatan Direktur 8 27

Manajer 9 30

Lainnya 13 43

Lama bekerja < 1 th 1 3

1-10 th 20 67

10-20 th 6 20

20-30 th 3 10

Bidang usaha Pertanian dan perkebunan 13 43.33 Industri pupuk dan pestisida 9 30 Industri alat dan mesin

pertanian

4 13.33

Farmasi 1 3.33

Industri obat tradisional 1 3.33

Veteriner 2 6.67

Tahun perusahaan berdiri

< 1980 6 20

1980-2000 11 36.67

> 2000 13 43.33

(39)

pada tahun 2011 dan 2010 masing-masing sebanyak tiga dan dua perusahaan, serta perusahaan yang berdiri pada tahun 2001, 2008, 2009, 2012 masing-masing berjumlah satu perusahaan.

Informasi Tambahan mengenai Perusahaan

Umumnya, perusahaan memperoleh informasi mengenai teknologi Balitbangtan dari sumber selain media cetak, kegiatan Round Table Agroinovasi (RTA), maupun website Balitbangtan, yaitu dari rekanan bisnis, serta pihak internal Balitbangtan dan Kementerian Pertanian. Berdasarkan hasil wawancara, perusahaan memperoleh informasi mengenai teknologi Balitbangtan dari RTA (9 responden), berbagai sumber (media cetak, RTA, web Balitbangtan) (7 responden), hanya dari website Balitbangtan (3 responden), serta internal Kementan (11). Perusahaan memiliki berbagai alasan melakukan kerjasama alih teknologi dengan Balitbangtan, alasan terbanyak adalah teknologi Balitbangtan merupakan teknologi yang diperlukan perusahaan (15) dan teknologi Balitbangtan teruji (6). Sebanyak dua responden menyatakan bahwa teknologi Balitbangtan memiliki keunggulan dibandingkan teknologi pesaing dan empat responden memiliki lebih dari satu alasan ketika dalam melakukan kerjasama alih teknologi dengan Balitbangtan (Tabel 2). Sebaran responden yang menjawab lebih dari satu alasan adalah teknologi Balitbangtan memiliki keunggulan, telah teruji, dan merupakan teknologi yang diperlukan perusahaan (2); serta teknologi telah teruji dan diperlukan oleh perusahaan (2). Sedangkan untuk jawaban lainnya, mereka menyatakan bahwa teknologi Balitbangtan cocok untuk proyek-proyek pemerintah, teknologi Balitbangtan merupakan teknologi terapan yang aplikatif di industri pertanian dan merupakan core business perusahaan, sesuai dengan visi misi perusahaan, teknologi Balitbangtan ramah lingkungan (pestisida hayati), keinginan perusahaan untuk mengembangkan teknologi hasil karya peneliti dalam negeri.

Sebanyak 22 perusahaan mitra kerjasama alih teknologi Balitbangtan tidak memperoleh rekomendasi (73%) dalam melakukan kerjasama alih teknologi dan selebihnya sebanyak delapan perusahaan memperoleh rekomendasi dari pihak lain (27%) (Tabel 2). Berdasarkan data yang diperoleh melalui kuisioner, rekomendasi yang diperoleh dari intern Kementerian Pertanian (pejabat dan peneliti Balitbangtan) (5) dan pihak luar seperti direksi perusahaan lain dan anak perusahaan dari mitra kerjasama (3). Rekomendasi yang berasal dari pihak luar dapat dinilai positif karena mengindikasikan adanya kepercayaan dari pihak lain terhadap kualitas produk maupun pelayanan yang diberikan Balitbangtan.

(40)

diperlukan oleh perusahaan dan memiliki keunggulan), maka perusahaan dapat beralih kepada teknologi pesaing.

Tabel 2 Informasi tambahan perusahaan (n=30 orang)

Keterangan Jumlah

(orang) merupakan teknologi yang diperlukan perusahaan Kerjasama dengan selain

Balitbangtan Ada 6 20

Tidak ada 23 76.67

Uji Kuisioner

Pengujian kuisioner merupakan tahap awal sebelum kuisioner disebarkan kepada responden. Pengujian tersebut dimaksudkan agar diperoleh alat ukur yang valid dan konsisten sehingga data yang diperoleh melalui kuisioner tersebut dapat dipercaya. Hasil pengujian validitas dan reliabilitas kuisioner menggunakanSPSS 19 disajikan pada Tabel 3.

(41)

Tabel 3 Hasil uji validitas dan reliabilitas kuisioner Variabel

laten

Indikator Korelasi Cronbach’s alpha

Kualitas pelayanan

(X1) Keramahan karyawan dalam memberi pelayanan

0.428

0.879 (X2) Kesopanan karyawan dalam

memberi pelayanan

0.544 (X3) Penanganan masalah dan keluhan

dengan cepat

0.781 (X4) Layanan pendampingan yang

memadai

0.813 (X5) Layanan pendampingan yang

kontinyu

0.697 (X6) Kemampuan karyawan dalam

menjawab pertanyaan penerima lisensi

0.633

(X7) Penyajian informasi yang menarik mengenai teknologi yang

dipromosikan

0.658

(X8) Penyajian informasi yang lengkap mengenai teknologi pada kegiatan promosi yang dilakukan

0.447

(X9) Pemberian informasi yang benar 0.718

(X10) Kemudahan memperoleh informasi mengenai teknologi yang akan dilisensi

0.770

(X11) Kemudahan memperoleh informasi mengenai teknologi selanjutnya melalui berbagai sarana promosi

0.832

(X12) Ketepatan waktu dalam memberikan pelayanan sebagaimana yang dijanjikan

0.802

(X13) Jam operasi layanan yang nyaman bagi penerima lisensi

0.668 Kualitas

produk

(X14) Keunggulan teknologi Balitbangtan dibandingkan teknologi pesaing

0.898

(X15) Teknologi bersifat profitable 0.858

0.939

(X16) Perlindungan HKI pada teknologi Balitbangtan yang dilisensikan

0.743

(X17) Teknologi memiliki kemampuan untuk dikembangkan secara massal dalam industri

0.861

(X18) Teknologi memiliki kemampuan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar

0.850

(X19) Teknologi memiliki kemampuan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan keinginan pasar

Gambar

Gambar 1  Diagram perkembangan jumlah kerjasama lisensi
Gambar 2  Kerangka pemikiran konseptual
Gambar 3 Model SEM
Gambar 4 Sebaran responden pada kelompok masa kerja 1-10 tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika data terdiri dari angka-angka yang diperoleh dari hasil pengukuran, maka data yang demikian itu terdiri dari angka- angka yang bersifat kira-kira (aproksimasi). Data tentang

Korelasi antar elektron dalam sistem mengandung arti jika salah satu elektron berubah keadaannya, maka ( n − 1 ) elektron lainnya dalam sistem terpengaruh oleh perubahan

Evaluation of erosion potential is an assessment of the potential dangers of harmful erosion or a threat to the degradation land of an area based on erosion prediction results

dominant firm , setting a price that maximized its own profits... Chapter 12 Slide

Pembangunan Infrast rukt ur Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Sist em 3R

Rencana kegiatan mahasiswa KKN yang dilaksanakan di dusun Gilang secara garis besar terdiri dari empat bidang, yaitu keilmuan, keagamaan, seni dan olahraga

Ten Berge khususnya terkait dengan prinsip-prinsip demokrasi maka beberapa poin penting yang perlu ditekankan adalah pada pernyataannya, Perwakilan politik: Kekuasaan

Desain faktorial dapat digunakan sebagai desain percobaan dalam menentukan nilai efek dari komposisi ozokerite dan beeswax sebagai basis terhadap sifat fisik