• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pengembangan perikanan gillnet di kabupaten Pontianak provinsi Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pengembangan perikanan gillnet di kabupaten Pontianak provinsi Kalimantan Barat"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

M. GHANDI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

M. Ghandi

(3)

M. GHANDI. Development Analysis on Gillnet Fisheries in Pontianak District, West Kalimantan Province. Under direction of MULYONO S BASKORO and MUSTARUDDIN.

Research on gillnet fisheries in Pontianak District, West Kalimantan Province was conducted to : (1) identify utilization level on fisheries resources (2) identify factors influencing the gillnet productivity (3) analyze economic performance of the gillnet fisheries (4) formulate alternatives strategic policies. Data were collected by purposive sampling on responden based on survey method. Biological analysis was conducted by using surplus production approach, Cobb-Douglas method was used to determine factors influencing the gillnet productivity. Feasibility analysis was conducted by calculating values of NPV, IRR, net B/C ratio, break event point and pay back periode, while SWOT and QSPM analysis were used for formulating the policies. The optimum gillnet fisheries based on bioeconomic model can be achieved at a production of 783 400,52 kg/years with optimum effort at 498 trips/years. The t-student test shows that among the seven independent factors, the engine power, and the net size was indicated to be the most factors influencing gillnet productivity. Financial analysis at 6 percent of interest rate and 10 years of project lifetime resulted in feasible decision with 2 years and 6 month of PBP; Rp192 365 576,02 of NPV; 38 percent of IRR; Rp 107 366 802,47 of BEP and 1,47 of net B/C ratio. This result indicated that the gillnet fisheries in Pontianak District are feasible for further development. The following development strategies were recommended : (1) to construct and developing gillnet fishers skill, (2) developing on post harvest and market network, (3) strengthen the fisher instutional and credit oppurtunity, (4) subsidized on fuel, (5) cold chain system on fisheries product.

(4)

M. GHANDI. Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh MULYONO S. BASKORO dan MUSTARUDDIN.

Usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak dilakukan dengan berbagai alat tangkap dan umumnya masih bersifat tradisional. Salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak adalah gillnet (jaring insang), alat tangkap ini sangat efektif untuk menangkap ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil serta memiliki selektivitas yang tinggi. Gillnet yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak didominasi oleh gillnet permukaan (surface gillnet) dengan cara pengoperasian semi hanyut (drift gillnet).

Penelitian tentang perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat terdiri dari 4 bagian yang bertujuan (1) menganalisis tingkat pemanfaatan SDI target penangkapan alat tangkap gillnet, (2) menganalisis keragaan faktor-faktor produksi unit perikanan gillnet terhadap produktivitas hasil tangkapan, (3) menganalisis kelayakan finansial suatu usaha perikanan gillnet,dan (4) merumuskan strategi pengembangan perikanan gillnet. Data dan informasi diperoleh dari responden secara purposive samplingmenggunakan metode survei. Data yang dikumpulkan adalah berupa data primer yaitu hasil wawancara dan pengisian angket (kuisioner) serta data sekunder berupa publikasi resmi dari instansi terkait. Analisis data menggunakan metode surplus produksi (Sparre dan Venema 1999), metode faktor produksi Cobb-Douglas (Soekartawi 1999), metode kriteria investasi (Pramudya 2001), serta metode Strength Weakness Opportunities and Threats (SWOT) dan Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)(Rangkuti 2006).

Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan target penangkapan nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak dianalisis dengan menggunakan metode surplus produksi. Tujuan penggunaan metode surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya (effort) optimum, yaitu suatu upaya yang dapat menghasilkan suatu hasil tangkapan maksimum lestari tanpa mempengaruhi produktivitas stok secara jangka panjang, yang disebut hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). Nilai effort pada produksi lestari (Emsy) setelah dihitung

adalah 547 trip per tahun, sedangkan nilai hasil tangkapan maksimum lestari (hmsy) adalah 789.6 ton per tahun. Secara bio-ekonomi usaha perikanan gillnet di

Kabupaten Pontianak dicapai pada produksi optimum sebesar 783.4 ton per tahun dengan effortoptimum sebesar 498 trip per tahun dan rente ekonomi sebesar Rp7 250 442 807.00 per tahun.

Metode analisis faktor produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga besarnya produktivitas perikanan gillnet. Pendugaan dilakukan terhadap faktor-faktor produksi yaitu daya mesin, ukuran kapal, jumlah ABK, jumlah hari operasi dalam satu trip, jumlah BBM, panjang dan tinggi gillnet. Berdasarkan analisis t-student pada selang kepercayaan α 0.01 terdapat tiga variabel yang berpengaruh

(5)

Discount rate yang digunakan pada penelitian ini adalah tingkat suku bunga deposito bank yang berlaku yaitu 6% per tahun dengan jangka waktu investasi selama 10 tahun. Hasil analisis finansial menunjukkan usaha perikanan gillnet layak untuk dikembangkan denan nilai NPV sebesar Rp192 365 576.02, IRR 38%, B/C ratio 1.47, BEP Rp107 366 802.47 dan masa pengembalian investasi selama 2.55 tahun.

Lima strategi pengembangan yang diprioritaskan sebagai berikut : (1) pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet, (2) pengembangan jaringan pasar dan sarana prasarana pasca panen termasuk pabrik pengolah (3) memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan kredit lunak dari pemerintah, (4) penerapan subsidi BBM perikanan, (5) penerapan sistem rantai dingin terhadap hasil tangkapan. Hasil penilaian terhadap lima alternatif strategi pengembangan tersebut menggunakan metode SWOT dan QSPM menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana dan prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet merupakan alternatif terbaik dengan nilai 5.991. Pemilihan strategi ini sangat beralasan karena selama ini pembinaan terhadap nelayan baik dari segi penyuluhan keterampilan, adopsi teknologi baru dan sistem manajemen usaha dirasakan sangat kurang. Demikian pula halnya dengan peremajaan alat tangkap gillnet dan armada kapal, apabila kedua hal ini dilakukan dengan konsisten maka diharapkan usaha perikanan gillnet masyarakat di Kabupaten Pontianak akan semakin baik.

(6)

atau menyebutkan sumber

a. pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

M. GHANDI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

NRP : C 551050041 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Dr. Mustaruddin, S.TP Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(9)

dan Ibu Hj. Taufikah serta adik-adik. Tidak lupa juga penulis persembahkan untuk Istri Desi Kurniawati dan Anak tercinta Muhammad Rafa Novandeo atas kesabaran, motivasi, bantuan moril dan materi agar penulis segera menyelesaikan pendidikan tepat waktu.

Bogor, Februari 2010

(10)

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga laporan penelitian (Tesis) ini dapat diselesaikan dengan baik.

Laporan penelitian ini merupakan tugas yang disyaratkan untuk mendapatkan gelar strata 2 Magister Sains (M.Si) dengan judul “Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat”.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc (ketua) dan Dr. Mustaruddin, S.TP (anggota). Tidak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) sekaligus sebagai dosen penguji Tesis, dosen-dosen dan rekan-rekan mahasiswa Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) SPs IPB serta semua pihak atas bantuan moril dan materil sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga bermanfaat. Terimakasih.

Bogor, Februari 2010

(11)

Drs. H. Slamet Artadinata, MM dan ibu Hj. Taufikah, S.Sos. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dan telah menikah dengan Desi Kurniawati, S.Si. dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki.

(12)

Pengembangan : Usaha perubahan dari suatu nilai yang kurang kepada sesuatu yang lebih baik; proses menuju pada suatu kemajuan

Perikanan : Semua kegiatan yang di/terorganisir berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.

Gillnet : Salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau multifilamen

yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, kemudian pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota perairan.

Maximum Sustainable Yield (MSY)

: Hasil tangkapan berimbang yang dapat dipertahankan sepanjang masa pada suatu intensitas penangkapan tertentu yang mengakibatkan biomassa sediaan ikan pada akhir suatu periode tertentu sama dengan sediaan biomassa pada permulaan periode tertentu tersebut.

Maximum Economic Yield (MEY)

: Tingkat keuntungan lestari yang diperoleh secara maksimum dengan upaya dan biaya yang dikeluarkan seefisien mungkin.

Faktor Produksi : Satu kesatuan input dan sumber daya yang digunakan dalam melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan.

(13)

tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV

sama dengan nol (NPV= 0).

Payback Period (PBP) : Perhitungan arus kas untuk mengetahui jangka waktu pengembalian investasi, masa pengembalian investasi (PBP) dihitung mulai dari usaha telah menghasilkan sampai seluruh ongkos tertutup oleh net cash flow yang diterima.

Net B/C ratio : Perbandingan antara total penerimaan bersih dengan total biaya produksi.

Break Even Point (BEP) : Menggambarkan pada volume dan nilai berapa harus diperoleh untuk mencapai titik impas usaha, artinya suatu usaha tidak untung dan tidak rugi.

Nelayan : Suatu kelompok masyarakat yang

kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya.

(14)

DAFTAR ISI ... xiii

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1.5 Hipotesis ... 5

1.6 Kerangka Pemikiran ... 6

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kondisi Perikanan Laut di Kabupaten Pontianak ... 7

2.2 Daerah Penangkapan Ikan ... 8

2.3 Perikanan Gillnet ... 8

2.3.1 Kapal Gillnet ... 8

2.3.2 Nelayan Gillnet ... 9

2.3.3 Alat Tangkap Gillnet ... 10

2.3.4 Tingkah Laku Ikan Terhadap Gillnet ... 14

2.4 Model Surplus Produksi (Schaefer Model) ... 15

2.5 Model Bioekonomi ... 16

2.6 Faktor Produksi Cobb-Douglas ... 19

2.7 Analisis Kelayakan Finansial ... 20

2.8 Analisis SWOT (Strength Weakness Opportunities and Threats) ... 21

2.9 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM ) ... 23

2.10 Capaian Penelitian Sebelumnya... 23

3 METODE ... 25

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.2 Bahan dan Alat ... 25

3.3 Pengumpulan Data ... 25

3.4 Metode Analisis Data ... 26

3.4.1 Pendugaan Parameter Biologi ... 27

3.4.2 Pendugaan Model Keseimbangan Bio-Ekonomi Perikanan Gillnet ... 29

3.4.3 Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 30

3.4.4 Analisis Kelayakan Finansial ... 31

3.4.5 Analisis Strategi Pengembangan ... 34

4 HASIL ... 39

4.1 Kondisi Terkini Perikanan Penangkapan Laut di Kabupaten Pontianak ... 39

(15)

4.2.2 Alat Tangkap Gillnet ... 40

4.2.3 Tenaga Kerja ... 41

4.3 Daerah dan Musim Penangkapan ... 41

4.4 Metode Operasi Gillnet ... 42

4.5 Hasil Tangkapan ... 44

4.6 Sistem Bagi Hasil ... 45

4.7 Analisis Potensi Sumberdaya Lestari Perikanan Gillnet ... 46

4.7.1 Hasil Tangkapan dan Tingkat Upaya Penangkapan Gillnet ... 46

4.7.2 Fungsi Produksi Maksimum Lestari (MSY) Perikanan Gillnet .... 48

4.8 Analisis Bio-Ekonomi Perikanan Gillnet ... 49

4.9 Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 52

4.10 Analisis Kelayakan Finansial ... 55

4.10.1 Investasi Usaha ... 55

4.10.2 Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Tidak Tetap (Variable Cost) ... 56

4.10.3 Analisis Investasi Ekonomi ... 57

4.11 Analisis Penentuan dan Penetapan Strategi Pengambangan Perikanan Gillnet di Kabupaten Pontianak ... 58

4.11.1 Faktor Strategis Internal... 58

4.11.2 Faktor Strategis Eksternal ... 59

4.11.3 Matrik Internal Eksternal ... 60

4.11.4 Analisis SWOT... 61

4.11.5 Rekomendasi Prioritas Strategi ... 63

5 PEMBAHASAN ... 64

5.1 Analisis Sumberdaya Lestari Perikanan Gillnet ... 64

5.2 Analisis Bio-Ekonomi Perikanan Gillnet ... 65

5.3 Analisis Fungsi Produksi Perikanan Gillnet ... 67

5.4 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Perikanan Gillnet ... 69

5.5 Analisis Pengembangan Perikanan Gillnet Melalui SWOT dan QSPM . 70 5.5.1 Faktor Strategis Internal... 70

5.5.2 Faktor Strategis Eksternal ... 73

5.5.3 Evaluasi Faktor-Faktor Strategis ... 76

5.5.4 Matrik Internal Eksternal ... 78

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(16)

1 Data dan informasi yang diperlukan menurut tujuan penelitian, jenis data, sumber dan metode analisis data ... 27 2 Optimalisasi bioekonomi perikanan gillnet dalam berbagai kondisi

(17)

1 Bagan alir kerangka pemikiran penelitian analisis pengembangan

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak... 6

2 Gillnet permukaan ... 13

3 Gillnet pertengahan ... 13

4 Gillnet dasar ... 13

5 Model statik bioekonomi Gordon-Schaefer ... 18

6 Diagram analisis SWOT... 22

7 Kerangka formulasi strategis ... 35

8 Matrik SWOT ... 37

9 Kapal gillnet yang dioperasikan di Kabupaten Pontianak ... 40

10 Alat tangkap gillnet yang beroperasi di Kabupaten Pontianak ... 40

11 Pelampung yang digunakan pada alat tangkap gillnet di Kabupaten Pontianak ... 41

12 Pelayaran kapal gillnet menuju fishing ground ... 43

13 Penurunan (setting) jaring gillnet ... 43

14 Ikan tongkol (Auxis thazard, Lac) hasil tangkapan nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak ... 44

15 Sistem bagi hasil antara pemilik kapal (pemilik usaha) dengan nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak... 45

16 Perkembangan produksi perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun 2000-2009... 46

17 Perkembangan effortperikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun 2000-2009... 46

(18)

Kabupaten Pontianak tahun 2000-2009 ... 47 20 Hubungan antara hasil tangkapan lestari dengan upaya

penangkapan lestari perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun

2000-2009... 48 21 Perbandingan tingkat pengupayaan perikanan gillnet di Kabupaten

Pontianak tahun 2000-2009 pada berbagai kondisi pengelolaan... 50 22 Perbandingan tingkat produksi perikanan gillnet di Kabupaten

Pontianak tahun 2000-2009 pada berbagai kondisi pengelolaan... 51 23 Perbandingan rente ekonomi perikanan gillnet di Kabupaten

Pontianak tahun 2000-2009 pada berbagai kondisi pengelolaan... 52 24 Hubungan antara kekuatan mesin kapal gillnet (PK) dengan hasil

tangkapan (kg/trip) yang dioperasikan di Kabupaten Pontianak ... 54 25 Hubungan antara panjang jaring gillnet (m) dengan hasil tangkapan

(kg/trip) yang dioperasikan oleh kapal gillnet di Kabupaten Pontianak ... 54 26 Hubungan antara tinggi jaring gillnet (m) dengan hasil tangkapan (kg/trip) yang dioperasikan kapal gillnet di Kabupaten Pontianak ... 55 27 Matriks I-E terhadap pengembangan usaha perikanan gillnet di

Kabupaten Pontianak ... 61 28 Alternatif strategi pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten

(19)

Halaman

1 Lokasi penelitian ... 88 2 Teladan spesifikasi teknis gillnet 8 PLY, 4/4,5 inch ... 89 3 Bentuk umum kapal gillnet (tampak samping dan atas) yang dioperasikan di Kabupaten Pontianak ... 90 4 Komposisi, nama dan gambar ikan yang tertangkap oleh nelayan gillnet di Kabupaten Pontianak ... 91 5 Jumlah armada, hasil tangkapan, effortdan CPUE unit

penangkapan gillnet di Kabupaten Pontianak tahun 2000-2009 ... 93 6 Hasil analisis fungsi produksi perikanan gillnet di Kabupaten

Pontianak dengan menggunakan program Maple ver.10 ... 94 7 Nama kapal dan faktor produksi armada gillnet di Kabupaten

Pontianak ... 98 8 Hasil analisis regresi linier berganda terhadap faktor-faktor produksi

perikanan gillnet dengan menggunakan program Minitab ver.14 ... 99 9 Biaya operasional per trip dan rata-rata per tahun nelayan gillnet di

Kabupaten Pontianak ... 100 10 Harga rata-rata ikan hasil tangkapan nelayan gillnet di Kabupaten

Pontianak menurut responden ... 101 11 Analisis Break Even Point (BEP)dan net B/C ratiousaha perikanan

gillnet di Kabupaten Pontianak... 102 12 Penentuan kekuatan dan kelemahan faktor strategis internal dalam

pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak ... 103 13 Penentuan peluang dan ancaman faktor strategis eksternal dalam

pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak ... 103 14 Penentuan bobot faktor strategis internal dalam pengembangan

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dari 11 responden ... 104 15 Penentuan bobot faktor strategis eksternal dalam pengembangan

(20)

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dari 11 responden ... 105 17 Hasil perhitungan rating faktor kelemahan dalam pengembangan

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dari 11 responden ... 105 18 Hasil perhitungan rating faktor peluang dalam pengembangan

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dari 11 responden ... 106 19 Hasil perhitungan rating faktor ancaman dalam pengembangan

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dari 11 responden ... 106 20 Hasil perhitungan Faktor Internal dalam pengembangan

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dari 11 responden ... 107 21 Hasil perhitungan Faktor Eksternal dalam pengembangan

perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak dari 11 responden ... 107 22 Hasil perhitungan nilai daya tarik (NDT) alternatif strategi 1

(memperkuat kelembagaan nelayan dan jaminan

kredit lunak dari pemerintah) dari 11 responden ... 108 23 Hasil perhitungan nilai daya tarik (NDT) alternatif strategi 2

(pembinaan dan pengembangan keterampilan nelayan serta sarana

prasarana alat tangkap dan armada kapal gillnet) dari 11 responden ... 109 24 Hasil perhitungan nilai daya tarik (NDT) alternatif strategi 3

(pengembangan jaringan pasar dan sarana pasca panen termasuk pabrik pengolah)

dari 11 responden ... 110 25 Hasil perhitungan nilai daya tarik (NDT) alternatif strategi 4

(penerapan sistem rantai dingin terhadap hasil

tangkapan) dari 11 responden... 111 26 Hasil perhitungan nilai daya tarik (NDT) alternatif strategi 5

(penerapan subsidi BBM perikanan) dari 11 responden ... 112 27 Hasil perhitungan total nilai daya tarik (TNDT) dalam pemilihan

(21)

1.1 Latar Belakang

Tantangan paling mendasar bagi bangsa Indonesia memasuki era tinggal landas dan Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJP II) adalah bagaimana mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan tanpa merusak sumberdaya lingkungan alamnya. Oleh karena itu, setiap sektor pembangunan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan daya saingnya, atau mengembangkan sumber-sumber pertumbuhan baru. Wilayah pesisir dan lautan beserta sumberdaya yang terkandung di dalamnya merupakan tumpuan harapan bangsa Indonesia di masa depan (Dahuri et al. 2001).

Fakta saat ini Indonesia dikaruniai Tuhan dengan lautan yang lebih luas dari daratan. Dua per tiga wilayah Indonesia adalah perairan laut yang terdiri dari laut pesisir, laut lepas, teluk dan selat. Keseluruhannya adalah bagian dari perairan teritorial dengan luas 3.1 juta km2dan 2.7 km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Selain itu potensi kelautan Indonesia juga memiliki 17 508 pulau dengan bentangan garis pantai sepanjang 81 000 km. Potensi lestari sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia (tidak termasuk ikan hias) diduga sebesar 6.7 juta ton per tahun dan baru termanfaatkan sekitar 48% (Dahuri

et al.2001).

Sumberdaya perikanan dengan sifatnya yang khas yaitu milik bersama (common proverty) menghadapi resiko lebih tangkap (over fishing). Dalam rangka meningkatkan produksi non-migas maka perikanan merupakan salah satu bidang kegiatan yang semakin berkembang. Usaha pengembangan tidak hanya meliputi aspek budidaya tetapi juga penangkapan. Peningkatan usaha penangkapan antara lain dilakukan dengan motorisasi serta penambahan alat penangkapan ikan, di samping itu penyediaan pelabuhan perikanan di berbagai lokasi juga dilaksanakan dalam rangka menunjang usaha peningkatan produksi lewat pengembangan usaha penangkapan (Hasymi 1986).

(22)

secara keseluruhan (Bailey et al.1987). Pembangunan perikanan juga tidak dapat dipacu secara terus menerus tanpa melihat batas kemampuan sumberdaya yang ada ataupun daya dukungnya. Pada perikanan yang telah berkembang pesat, upaya pengendalian sangat diperlukan dan upaya ini bahkan lebih berharga dari penghitungan potensi itu sendiri. Apabila hal ini dilaksanakan maka berarti telah menerapkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya dan kegiatan perikanan dapat dijamin kelangsungannya (Martosubroto & Naamin 1991).

Sumberdaya perikanan yang bersifat sebagai sumberdaya milik bersama menghadapi situasi yang memerlukan perhatian yang serius dengan berkembangnya usaha penangkapan. Beberapa ahli berpendapat bahwa sumberdaya perikanan masih aman terhadap usaha eksploitasi. Beberapa ahli lain berpendapat bahwa di beberapa lokasi keadaan sumberdaya perikanan telah mencapai titik kritis. Sebelum mencapai apalagi melewati titik kritis, perlu pengamatan yang baik terhadap sumberdaya perikanan karena jika telah terlanjur melewati titik kritis tidak mudah untuk memulihkannya kembali. Untuk itu diperlukan informasi yang baik mengenai sumberdaya perikanan di berbagai lokasi perairan di Indonesia (Hasymi 1986).

Sejauh ini alat tangkap gillnet (jaring insang) sangat populer di kalangan masyarakat nelayan di Indonesia. Gillnet menjadi pilihan, utamanya pada perikanan rakyat skala kecil, karena hanya memerlukan modal yang relatif kecil, pengoperasiannya mudah, menggunakan kapal penangkap yang berukuran sedang atau kecil, serta bersifat selektif terhadap target penangkapan. Hal ini menjadi penting terlebih terhadap isu konservasi dan kelestarian dari jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Sejak pelarangan operasi kapal-kapal trawl di wilayah barat Indonesia, gillnet menjadi salah satu alternatif alat penangkap ikan yang ramah lingkungan.

(23)

Kabupeten Ketapang di sebelah selatan, Kabupaten Landak di sebelah timur dan Laut Natuna / Laut Cina Selatan di sebelah barat (BPS Provinsi Kalbar 2006).

Berdasarkan data dari Badan Riset Kelautan dan Perikanan-Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) bekerjasama dengan Pusat Pengembangan dan Penelitian Oseanografi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P3O-LIPI 2001, diacu dalam Dahuri 2003), menyebutkan bahwa potensi perikanan pelagis besar di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 2) yang sebagian wilayah tersebut termasuk Kabupaten Pontianak adalah sejumlah 66 080 ton per tahun yang sampai saat ini baru termanfaatkan 53.21% (35 160 ton per tahun), sedangkan ikan pelagis kecil sejumlah 621 500 ton per tahun yang sampai saat ini baru termanfaatkan 33.07% (205 530 ton per tahun), hal ini menunjukkan bahwa peluang pengembangan perikanan tangkap di wilayah perairan Kabupaten Pontianak masih sangat besar. Walaupun demikian, berdasarkan evaluasi statistik perikanan tangkap Kabupaten Pontianak tahun 2005, usaha perikanan gillnet di wilayah ini umumnya masih bersifat skala perikanan rakyat.

Hasil survey yang dilakukan oleh Karyana dan Badrudin (1993) menyimpulkan bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) pelagis di perairan pantai barat Kalimantan adalah 21 750 ton dengan effort maksimum setara pukat cincin mini. Mereka menyimpulkan bahwa status pemanfaatan SDI pelagis besar masih pada tahap berkembang. Prospek pemanfaatan SDI pelagis besar masih terbuka lebar, terutama melalui peningkatan daya jangkau sarana penangkapan.

Usaha penangkapan ikan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak dilakukan dengan berbagai alat tangkap dan umumnya masih bersifat tradisional. Salah satu alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak adalah gillnet (jaring insang), alat tangkap ini sangat efektif untuk menangkap ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil serta memiliki selektivitas yang tinggi. Gillnet yang digunakan oleh nelayan di Kabupaten Pontianak didominasi oleh gillnet permukaan (surface gillnet) dengan cara pengoperasian semi hanyut (drift gillnet).

(24)

dapat diketahui optimasi dari usaha penangkapan. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat pemanfaatan SDI unit perikanan gillnet dan hubungan antara faktor produksi yang digunakan dengan hasil tangkapan yang didapatkan. Selain itu penelitian ini juga akan diarahkan untuk mempelajari performa usaha perikanan gillnet secara finansial, serta analisis pengembangannya, sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan diperoleh kondisi optimum pemanfaatan SDI oleh alat tangkap gillnet secara berkelanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

Kinerja suatu unit penangkapan ikan dapat diukur berdasarkan kuantitas ikan yang diperoleh, nilai produksi, keramahan lingkungan, kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja, dan sebagainya. Oleh karena itu, pertanyaan pertama yang berkaitan dengan kinerja ini adalah sejauh mana unit penangkapan ikan tersebut efektif menangkap ikan. Pertanyaan kedua adalah sejauh mana unit pengkapan ikan tersebut efisien dalam memanfaatkan sumberdaya produksi. Sumberdaya produksi adalah komponen input yang diperlukan dalam suatu operasi penangkapan ikan.

Sumberdaya produksi tersebut selama ini selalu menjadi variabel yang berubah-ubah, permasalahan yang timbul di lapangan adalah penurunan sumberdaya ikan akibat tingginya effort, armada kapal yang belum baik, harga bahan bakar yang sangat tinggi, teknologi alat tangkap gillnet yang masih bersifat tradisional, dan biaya operasional per trip yang tinggi. Permasalahan pada variabel faktor produksi tersebut akan menentukan jumlah hasil tangkapan dan keuntungan yang didapatkan.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian ini, antara lain :

1) Bagaimana tingkat pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) yang menjadi target penangkapan gillnet dapat diketahui.

2) Faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap produktivitas hasil tangkapan gillnet.

(25)

4) Apakah dapat diberikan suatu strategi pengembangan terhadap permasalahan pengembangan perikanan gillnet di lokasi penelitian.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1) Menganalisis tingkat pemanfaatan SDI target alat tangkap gillnet.

2) Menganalisis keragaan faktor-faktor produksi unit perikanan gillnet terhadap produktivitas hasil tangkapan.

3) Menganalisis kelayakan finansial suatu usaha perikanan gillnet.

4) Merumuskan strategi pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak.

Penelitian juga ini diharapkan memberi manfaat bagi :

1) Pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya tentang penelitian alat tangkap gillnet.

2) Pelaku usaha perikanan gillnet, khususnya nelayan dan pengusaha ikan skala kecil dalam pengembangan usahanya, serta memberi gambaran tentang peluang usaha di bidang perikanan gillnet.

3) Pengambil kebijakan dalam hal ini pemerintah daerah setempat dalam pengambilan keputusan tentang perikanan tangkap khususnya armada gillnet.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Batasan dari penelitian ini adalah :

1) analisis potensi dan produktivitas hasil tangkapan, 2) analisis faktor produksi unit-unit perikanan gillnet, 3) analisis kelayakan finansial, dan

4) analisis strategi pengembangan.

1.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1) Tingkat pemanfaatan SDI target penangkapan gillnet dapat diketahui.

(26)

3) Usaha perikanan gillnet di lokasi penelitian layak untuk dikembangkan.

4) Strategi pengembangan perikanan gillnet di Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat dapat ditentukan.

1.6 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini digambarkan oleh bagan alir seperti Gambar 1 berikut :

(27)

2.1 Kondisi Perikanan Laut di Kabupaten Pontianak

Secara geografis, potensi Provinsi Kalimantan Barat di bidang perikanan laut cukup prospektif. Panjang pantai Kalimantan Barat adalah 1 163 km dengan produksi ikan demersal 160 000 ton per tahun dan produksi ikan pelagis sekitar 250 000 ton per tahun. Namun secara statistik jumlah rumah tangga perikanan laut dalam tahun-tahun terakhir ini mengalami penurunan. Pada tahun 2005 dilaporkan bahwa di Kalimantan Barat tercatat sekitar 7 422 rumah tangga perikanan laut dengan total produksi sekitar 60 658.20 ton dengan nilai produksi sebesar Rp579 500 000.00 (BPS Provinsi Kalbar 2006).

Jumlah produksi sektor perikanan tangkap Kabupaten Pontianak menduduki peringkat ke-2 setelah Kabupaten Ketapang dengan jumlah produksi mencapai 16 639.2 ton pada tahun 2005 (BPS Provinsi Kalbar 2006). Kendala yang dihadapi oleh nelayan di Kabupaten Pontianak adalah keterbatasan sarana penangkapan seperti armada kapal motor yang relatif kecil kapasitasnya, alat tangkap yang belum memadai, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) yang mencapai kenaikan 100% pada tahun 2005, harga ikan yang tidak stabil, cuaca yang berubah-ubah serta akses pasar dan permodalan yang kurang mendukung. Kegiatan penangkapan ikan yang telah berkembang antara lain penangkapan udang, kembung, bawal, tembang, dan japuh, sedangkan yang potensial untuk dikembangkan adalah kerapu, kakap dan tongkol. Alat tangkap yang beroperasi di Kabupaten Pontianak antara lain : jaring insang (gillnet), bubu, bagan, dan kelong serta alat tangkap lainnya.

(28)

2.2 Daerah Penangkapan Ikan

Daerah penangkapan ikan adalah suatu perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat dilakukan (Syahrodin & Suhadja 1982). Daerah penangkapan ikan dikatakan baik bila memenuhi persyaratan yang cocok untuk usaha penangkapan ikan. Meskipun pada suatu daerah perairan banyak terdapat ikan, tetapi jika alat tangkap tidak dapat dioperasikan, maka daerah itu tidak dapat disebut daerah penangkapan ikan.

Jadi daerah penangkapan ikan yang baik harus memenuhi persyaratan yaitu :

1) di daerah tersebut terdapat ikan yang melimpah sepanjang tahun, 2) alat tangkap dapat dioperasikan dengan mudah dan sempurna,

3) lokasinya tidak jauh dari pelabuhan sehingga dapat dicapai oleh kapal perikanan,

4) daerahnya aman, dan tidak dinyatakan terlarang oleh peraturan dan undang-undang.

Daerah penangkapan ikan tidak selalu sama, tetapi berbeda-beda sesuai dengan alat tangkap yang digunakan (Arifin 1972). Menurut Syahrodin dan Suhadja (1982), daerah penangkapan ikan dibedakan berdasarkan sifat perairan, jenis ikan yang ditangkap dan atau alat tangkap yang digunakan.

2.3 Perikanan Gillnet

2.3.1 Kapal Gillnet

Pada umumnya unit penangkapan yang berada di Kabupaten Pontianak masih bersifat tradisional artinya masih belum dilengkapi fasilitas-fasilitas yang mendukung efektifitas dan efisiensi usaha penangkapan ikan seperti fish finder, radar, echosounder ataupun sonar. Sehingga operasi penangkapan belum menjamin kepastian hasil tangkapan.

(29)

dilengkapi dengan palkah yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan hasil tangkapan (Lampiran 3).

Dalam prosesnya ikan hasil tangkapan diberi es. Bahan bakar yang digunakan adalah solar dan oli. Dalam satu kali operasi penangkapan ikan digunakan bahan bakar sebanyak kurang lebih 200 liter. Kapal gillnet biasanya dilengkapi dengan roller (mesin penarik jaring gillnet), mesin ini digunakan dengan tujuan agar proses hauling lebih efektif dan cepat dilakukan sehingga meringankan kerja ABK.

2.3.2 Nelayan Gillnet

Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron 2003).

Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Berdasarkan status kepemilikan terhadap alat tangkap, nelayan di Kabupaten Pontianak dibedakan menjadi dua yaitu: (1) nelayan pemilik, yaitu nelayan yang memiliki sarana produksi dan bertanggung jawab membiayai operasi penangkapan, (2) nelayan buruh, yaitu nelayan yang secara langsung melakukan operasi penangkapan. Nelayan buruh tersebut ada yang memiliki alat tangkap dan ada juga yang hanya menyediakan tenaga untuk operasi penangkapan.

(30)

2.3.3 Alat Tangkap Gillnet

Gillnet sering diterjemahkan dengan “jaring insang”, “jaring rahang”, “jaring” dan lain-lain. Istilah gillnet didasarkan pada pemikiran bahwa ikan-ikan yang tertangkap alat tangkap gillnet terjerat di sekitar operculumnya pada mata jaring. Dalam bahasa Jepang, gillnet disebut dengan istilah “sasi ami”, yang berdasarkan pemikiran bahwa tertangkapnya ikan-ikan pada gillnet, ialah dengan proses bahwa ikan-ikan tersebut “menusukkan diri-sasu” pada “jaring-ami”. Di Indonesia, penamaan gillnet ini beraneka ragam, ada yang menyebutnya berdasarkan jenis ikan yang tertangkap (jaring koro, jaring udang, dan sebaginya), ada pula yang disertai dengan nama tempat (jaring udang bayeman), dan sebaginya (Ayodhyoa 1981).

Sedangkan menurut Martasuganda (2004) pengertian jaring insang (gillnet) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring monofilamen atau multifilamen yang dibentuk menjadi empat persegi panjang, kemudian pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan pada bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan adanya gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota perairan.

(31)

Sedangkan menurut Baskoro dan Effendy (2005), gillnet dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

2) Berdasarkan areal atau lapisan kedalaman air tempat dioperasikannya dibedakan menjadi :

a. Jaring insang permukaan (surface gillnet); b. Jaring insang hanyut (drift gillnet); c. Jaring insang dasar (bottom gillnet).

3) Berdasarkan lapisan jaring yang membentuk dinding jaring, maka dibagi menjadi :

1) Jaring insang satu lapis; 2) Jaring insang dua lapis; 3) Jaring insang tiga lapis.

4) Berdasarkan metode pengoperasiannya, maka dibedakan menjadi : (1) Jaring insang menetap (fixed gillnetatau set gillnet);

(2) Jaring insang hanyut (drift gillnet); (3) Jaring inasng lingkar (encircling gillnet);

(4) Jaring insang giring (drive gillnetatau frightening gillnet); (5) Jaring insang sapu (towed gillnet).

Ikan yang tertangkap dengan gillnet dapat terjadi dengan empat cara yaitu : 1) terjerat pada tutup insang (gilled), 2) terjerat pada bagian badan (wedged) yang disebabkan karena keliling kepala ikan berukuran lebih kecil dari mata jaring, 3) terhadang (snagged) disebabkan karena keliling kepala ikan berukuran lebih besar dari mata jaring dan ikan tidak dapat menerobos mata jaring tetapi terjerat pada bagian gigi, maxilla atau operculumnya, 4) terpuntal (entangled) yaitu dimana ikan terbelit tanpa harus menerobos mata jaring karena bagian tubuh yang menonjol (gigi, rahang dan sirip) (Baskoro & Effendy 2005).

Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa pada lembaran-lembaran jaring bagian atas dilekatkan pelampung (float) dan pada bagian bawah dilekatkan pemberat (sinker). Dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah, yaitu

bouyancy dan float yang bergerak menuju ke atas dan sinking force dari sinker

(32)

buruknya rentangan suatu gillnet dalam air dan berhubungan dengan gaya dari angin, arus dan gerak gelombang.

(33)

Gambar 2 Gillnet permukaan

Gambar 3 Gillnet pertengahan

(34)

2.3.4 Tingkah Laku Ikan Terhadap Gillnet

Banyak pakar dalam bidang penangkapan ikan seperti Ayodhyoa (1972); Brandt (1984); Nomura dan Yamazaki (1977) menggolongkan gillnet menjadi alat penangkap ikan yang bersifat pasif, walaupun tidak sepenuhnya demikian karena gillnet dapat juga dioperasikan secara semi aktif yaitu dengan menetapkan salah satu sisinya, sementara sisi lain diperlakukan bergerak melingkar dengan sisi yang ditetapkan tersebut sebagai titik pusatnya (Baskoro & Effendy 2005).

Menurut Martasuganda (2004), kegiatan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang pasif umumnya dilakukan pada malam hari, dimana salah satu alasannya adalah agar indera penglihatan ikan sulit untuk mengetahui keberadaan jaring di dalam air. Salah satu alasan mengapa ikan tertangkap jaring insang (terjerat pada mata jaring atau terpuntal pada jaring insang) adalah karena adanya faktor internal ikan yaitu indera penglihatan, indera pencuiman, gurat sisi dan sebagainya, serta faktor eksternal yaitu kondisi perairan.

Beberapa telaahan yang telah dilakukan menunjukkan apabila ikan berenang dan tiba-tiba berhadapan dengan alat tangkap gillnet, maka umumnya ikan berhenti tepat di dekat jaring tersebut. Bila ternyata saat itu jaring terentang dengan baik dan mata jaring terbuka lebar pada posisi memotong arah gerak ikan, maka ikan umumnya akan berusaha melanjutkan renang mereka sehingga terjerat pada jaring. Kemungkinan lain, bila hal demikian terjadi pada perairan yang dangkal, dengan gerak arus dan gelombang mempengaruhi keadaan jaring yang berayun maju mundur. Apabila ikan berada tepat di depan jaring saat jaring terdorong maju, maka ikan atau kelompok ikan dapat terjerat atau terbelit manakala jaring terdorong mundur kembali oleh arus (Baskoro & Effendy 2005).

Selanjutnya menurut Martasuganda (2004), diacu dalam Baskoro dan Effendy (2005), menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dapat tertangkap oleh gillnet diantaranya :

1) diduga terjeratnya ikan pada gillnet, karena pada saat yang demikian kondisi ikan dalam keadaan “berenang tidur” sehingga ikan tidak mengetahui kehadiran jaring yang berada di depannya;

(35)

3) pada ikan yang selalu bergerombol dan beriringan, maka apabila satu atau lebih ikan telah terjerat, maka ikan lainnya akan ikut-ikutan masuk ke jaring; 4) dalam keadaan panik, ikan yang sudah berada di depan jaring dan sudah sulit

untuk menghindar maka akan terjerat pula oleh jaring.

Beberapa uji coba yang dilakukan untuk mengetahui respon ikan terhadap bahan, warna, bentuk, dan ukuran mata jaring alat tangkap gillnet diketahui bahwa ternyata pada siang hari jelas terlihat bahwa reaksi yang diperlihatkan ikan erat hubungannya dengan indera penglihatan ikan. Tingkat efektifitas dari berbagai penghadang dicobakan ternyata akan semakin bertambah sejalan dengan semakin mengecilnya intensitas cahaya. Terlihat juga adanya variasi dari jarak di mana ikan mulai menunjukkan reaksi terhadap adanya benda-benda penghadang tersebut, demikian pula dengan tindakan ikan sehubungan dengan reaksi tersebut. Bahan jaring yang paling sedikit menunjukkan adanya reaksi ikan adalah bahan yang terbuat dari nylon monofilament. Hal yang sama berlaku untuk penghadang yang terbuat dari lembaran plastik yang tembus pandang (Baskoro & Effendy 2005).

2.4 Model Surplus Produksi (Schaefer Model)

Metode surplus produksi berhubungan dengan seluruh stok, seluruh upaya penangkapan dan total hasil tangkapan yang didapat dari stok, tanpa memasukkan parameter pertumbuhan dan kematian atau efek ukuran mata jaring pada umur ikan yang tertangkap dan sebagainya. Model-model surplus produksi diperkenalkan oleh Graham (1935), akan tetapi model-model surplus produksi sering disebut model Schaefer(Sparre & Venema 1999).

Tujuan penggunaan model surplus produksi adalah untuk menentukan tingkat upaya optimal, yaitu upaya yang menghasilkan hasil tangkapan maksimum yang lestari tanpa berdampak pada produktivitas stok jangka panjang, yang disebut sebagai hasil tangkapan maksimum lestari (Maximum Sustainable Yield/MSY). Gulland (1983), diacu dalam Oemry (1993) menguraikan bahwa

(36)

dengan sediaan biomassa pada permulaan periode tertentu tersebut. MSY

mencakup tiga hal penting, yaitu : memaksimalkan kuantitas beberapa komponen perikanan, memastikan bahwa kuantitas-kuantitas tersebut dapat dipertahankan dari waktu ke waktu, dan besarnya hasil tangkapan adalah merupakan alat ukur yang layak untuk menunjukkan keadaan perikanan.

Parameter populasi yang disebut produksi merupakan pertambahan biomassa suatu stok ikan dalam waktu tertentu pada suatu wilayah perairan. Jika kuantitas biomassa yang diambil melalui kegiatan perikanan persis sama dengan surplus produksi, ini berarti perikanan tersebut berada dalam keadaan equilibrium

atau seimbang. Upaya penangkapan harus mengalami perubahan substansial selama waktu yang dicakup (Sparre & Venema 1999).

Asumsi yang digunakan dalam model produksi surplus adalah :

1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal tanpa memperhatikan struktur populasinya,

2) penyebaran ikan pada setiap periode dalam wilayah perairan dianggap merata, 3) stok ikan dalam keadaan seimbang (steady state),

4) masing-masing unit penangkapan ikan memiliki kemampuan yang sama. Metode surplus produksi terdiri dari model Schaefer dan Fox, menurut Sparre dan Venema (1999) tidak dapat dibuktikan bahwa salah satu model tersebut lebih baik dari model yang lainnya.

Langkah-langkah dalam metode surplus produksi adalah :

1) Membuat tabulasi tangkapan dan effort kemudian dihitung nilai CPUE-nya. 2) Memplotkan nilai effort (f) terhadap nilai CPUE (c/f) dan menduga nilai

intercept adan slope bdengan regresi linierY = a+bX. 3) Menghitung pendugaan potensi lestari (MSY)

2.5 Model Bioekonomi

(37)

dan biaya yang digunakan dalam perikanan. Para ahli biologi memberikan perlakuan pada nelayan sebagai variabel eksogen dalam model analisisnya dan perilaku nelayan tidak diintegrasikan ke sebuah teori bionomik yang sistematik dan umum.

Keadaan tersebut mendasari Gordon dalam memulai analisisnya berdasarkan konsep produksi biologi kuadratik yang kemudian dikembangkan oleh Schaefer (1957), selanjutnya konsep dasar bioekonomi yang ditemukan dikenal dengan istilah teori Gordon-Schaefer. Untuk memahami konsep bioekonomi, maka dalam penjelasannya didasari oleh konsep dasar biologi perikanan (konsep Gordon).

Berdasarkan nilai MSY yang diperoleh dari model Schaefer, Gordon menambahkan faktor ekonomi dengan memasukkan faktor harga dan biaya. Dimisalkan harga persatuan unit ikan sebagai p (Rp/kg) dan biaya per satuan

effort, kemudian kita kalikan harga tersebut dengan MSY (C), maka akan diperoleh kurva penerimaan sebagai total revenue (TR) = pC. Sedangkan kurva biaya kita asumsikan linier terhadap effort, sehingga fungsi biaya menjadi TC = cE. Diasumsikan harga p ikan dan biaya c dari upaya tangkap konstan, maka diperoleh keuntungan (rente) bersih suatu industri perikanan (π) adalah total revenue (TR)dikurangi fungsi biaya (TC).

Kalau kita gabungkan fungsi penerimaan dan fungsi biaya tersebut dalam satu gambar maka akan diperoleh kurva seperti pada Gambar 5. Gambar 5a menunjukkan inti dari teori Gordon mengenai keseimbangan bioekonomi. Dalam kondisi open access, suatu perikanan akan mencapai titik keseimbangan pada tingkat effort E∞ dimana penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC). Dalam hal ini, pelaku perikanan hanya menerima rente ekonomi sumberdaya = nol. Tingkat effort pada posisi ini adalah tingkat effort keseimbangan yang oleh Gordon disebut sebagai “bioeconomic equilibrium of open access fishery”. Pada setiap tingkat effort di bawah E (misalkan di titik E0) penerimaan total akan

(38)

Gambar 5 Model statik bioekonomi Gordon-Schaefer

Jika dilihat dari sisi penerimaan rata-rata, penerimaan marginal dan biaya marginal dari penurunan konsep penerimaan total dan biaya total pada Gambar 5b, terlihat bahwa setiap titik di sebelah kiri E∞, penerimaan rata-rata per setiap unit effort lebih besar dari biaya rata-rata per unit. Rente yang diterima dari pengelolaan sumberdaya ikan sebesar abceuntuk effort E0. Kondisi ini tidak saja

menarik minat pelaku perikanan yang baru, akan tetapi juga memungkinkan pelaku perikanan yang sudah ada untuk menambah daya kompetisinya dengan cara menambah daya mesin dan membuat kapal lebih besar. Sebaliknya pada titik-titik di sebelah kanan E∞ biaya rata-rata per satuan upaya lebih besar dari penerimaan rata-rata per unit. Kondisi ini akan memaksa nelayan untuk keluar

c=MC=AC

a

b

e

c

TR/TC

0

d

MR E Effort,E AR

E0

(b)

rent MEY

ETR/TC

(a)

Effort, E

TC=cE

E0

TR=p.C(E)

(39)

dari perikanan atau mengurangi daya kompetisinya. Dari Gambar 5b jelas terlihat bahwa hanya pada tingkat effort E∞ kondisi keseimbangan diperoleh. Dengan demikian hanya pada tingkat effort E∞ keseimbangan tercapai sehingga entrydan

exittidak terjadi.

Kita lihat kembali Gambar 5a, di atas keuntungan lestari (sustainable profit) akan diperoleh secara maksimum pada tingkat effort Eo dimana jarak vertikal terbesar antara penerimaan dan biaya diperoleh (garis bc). Dalam literatur perikanan, tingkat effort Eo sering disebut sebagai Maximum Economic Yield

(pertumbuhan ekonomi maksimum), disingkat MEY. Kalau kita bandingkan tingkat effortpada keseimbangan open accessdengan tingkat effortoptimal secara sosial (E), maka pada kondisi open access tingkat effort yang dibutuhkan jauh lebih banyak dari yang semestinya untuk mencapai keuntungan optimal yang lestari. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, keseimbangan open access menjadikan timbulnya alokasi yang tidak benar (misalocation) dari sumberdaya alam. Karenanya, kelebihan sumberdaya (tenaga kerja, modal) yang dibutuhkan untuk perikanan bisa dialokasikan untuk kegiatan ekonomi lainnya yang lebih produktif. Inilah sebetulnya inti prediksi Gordon bahwa open access akan menimbulkan kondisi economic overfishing. Tetapi apabila pengelolaan sumberdaya dilakukan dengan pengendalianeffort pada batas-batas EMEY maka akan dapat menurunkan

biaya operasional (costper trip) dan pada akhirnya menghasilkan profit yang lebih besar (Kim et al.2000).

2.6 Faktor Produksi Cobb-Douglas

Soekartawi (1994) menyatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang satu disebut variabel dependent(Y) dan yang lain disebut variabel

(40)

1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain, seperti fungsi kuadratik. Fungsi Cobb-Douglas mudah diubah kedalam bentuk linier,

2) hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus akan menunjukkan besaran elastisitas, dan 3) besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran skala

pengembalian (return to scale).

Keadaan menjadi sebaliknya, kelemahan yang merupakan kesulitan dalam penggunaan fungsi Cobb-Douglas sebagai berikut :

1) Spesifikasi variabel yang keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau kecil,

2) kesalahan pengukuran variabel terletak pada validitas data. Kesalahan pengukuran akan menyebabkan besaran elastisitas menjadi terlalu tinggi atau rendah,

3) terjadi multikolinearitas, walaupun pada umumnya telah diusahakan agar besaran korelasi antara variabel independent diusahakan tidak terlalu tinggi, namun dalam prakteknya masalah kolinearitasini sulit dihindarkan, dan 4) model tidak dapat digunakan pada taraf penggunaan faktor produksi sama

dengan nol.

Model Cobb-Douglas didasari oleh asumsi bahwa elastisitas produksi bersifat tetap atau jumlah elastisitas sama dengan satu (Σbi = 1). Jika jumlah nilai

elastisitas tidak sama dengan satu maka dibuat bentuk regresi terbatas dimana nilai elastisitas sama dengan satu (Soekartawi 1994).

2.7 Analisis Kelayakan Finansial

(41)

atau keuntungan yang diperoleh dari semua sumberdaya yang digunakan dalam proyek untuk masyarakat atau perekonomian secara keseluruhan.

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan atau pengurutan suatu proyek, telah dikembangkan berbagai macam cara yang dinamakan invesment criteria atau kriteria investasi. Kriteria investasi yang sering digunakan dalam menilai kelayakan proyek antara lain net present value (NPV), net B/C ratio, break even point (BEP), payback period

(PBP) dan interval rate of return(IRR) (Choliq et al.1994, diacu dalam Ghaffar 2006).

2.8 Analisis SWOT (Strength Weakness Opportunities and Threats)

Analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats)(Pickton & Wright 1998). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan yang akan diambil. Dengan demikian perencana strategi (strategic planner) harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti 2006).

Penelitian menunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal strengths dan weaknesses serta lingkungan eksternal opportunities dan

(42)

Gambar 6 Diagram analisis SWOT Keterangan :

Kuadran 1 : Ini merupakan situasi yang sangat menguntungkan. Perusahaan tersebut memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (growth oriented strategy).

Kuadran 2 : Meskipun menghadapi berbagai ancaman, perusahaan ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diversifikasi (produk/pasar).

Kuadran 3 : Perusahaan menghadapi peluang pasar yang sangat besar, tetapi di lain pihak ia menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Fokus strategi perusahaan ini adalah meminimalkan masalah internal sehingga dapat merebut peluang pasar yang lebih baik. Kuadran 4 : Ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,

perusahaan tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.

BERBAGAI PELUANG

KELEMAHAN INTERNAL

KEKUATAN INTERNAL

BERBAGAI ANCAMAN 3. Mendukung

strategi turn-around

4. Mendukung strategi defensif

1. Mendukung strategi agresif

(43)

2.9 Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Menurut David (2002), selain membuat peringkat strategi untuk memperoleh daftar prioritas, hanya ada satu teknik analisis dalam literatur yang dirancang untuk mendapatkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik ini adalah Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM ) atau Matrik Perancangan Strategis Kuantitatif. Teknik ini secara sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatif secara obyektif berdasarkan faktor-faktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang dikenali sebelumnya.

Format paling dasar QSPM adalah kolom sebelah kiri yang terdiri dari faktor-faktor kunci eksternal dan internal. Baris paling atas QSPM terdiri dari strategi alternatif yang diturunkan dari matrik SWOT. Alat untuk mencocokkan ini biasanya menghasilkan alternatif layak yang serupa. Akan tetapi tidak setiap strategi yang diusulkan dengan teknik pencocokan harus dievaluasi dengan QSPM. Ahli strategi harus menggunakan pilihan intuitif yang baik untuk menseleksi strategi untuk dimasukkan dalam QSPM.

Metode QSPM memiliki beberapa kelebihan antara lain set strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan. Selain itu, metode ini mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait ke dalam proses keputusan. Sedangkan keterbatasan dari QSPM adalah bahwa metode ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang diperhitungkan.

2.10 Capaian Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya tentang perikanan gillnet telah banyak dilakukan hingga saat ini, antara lain :

(44)

2) Penelitian yang dilakukan oleh Hansson (1988) tentang ujicoba gillnet vertikal pada beberapa kondisi arus yang berbeda, menemukan cara efektif dan bahan material gillnet yang murah dapat dipasang pada perairan laut Baltik dengan kondisi arus dan angin hingga mencapai 10-15 m per detik.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Mohamad (2006) mengenai analisis pengembangan perikanan gillnet di perairan pantai Karangantu Kabupaten Serang Provinsi Banten yang menyimpulkan faktor luasan jaring (X2) berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan dengan fungsi persamaan regresi Y=0,31-0,04X1+0,783X2+0,173X3-0,453X4+0,057X5+0,83X6-0,4719X7. 4) Penelitian yang dilakukan oleh Zulkarnaen et al.(1997), dengan menggunakan

jaring insang hanyut di perairan Pelabuhan Ratu Jawa Barat menunjukkan bahwa komposisi hasil tangkapan (catch) didominasi oleh kelompok scombrid

dan hasil tangkapan lebih tinggi diperoleh pada waktu sore hingga sebelum tengah malam dibandingkan dengan setelah tengah malam. Total hasil tangkapan yang diperoleh relatif tinggi pada saat suhu permukaan air laut berkisar 25C.

(45)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kabupaten Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat dengan batas daerah penelitian 044' LU - 10 00' LS dan 1080 24' BT - 1090 00' BT (peta lokasi penelitian terdapat pada Lampiran 1).

Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengambilan data lapangan hingga penyusunan laporan. Tahap pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan September-Oktober 2009, sedangkan analisis data dilakukan mulai bulan November sampai dengan bulan Desember 2009.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuisioner yang diberikan kepada responden (nelayan pemilik kapal, nahkoda dan ABK serta pihak instansi terkait) yang diambil secara purposive sampling disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan. Alat yang digunakan adalah alat tulis, alat hitung (kalkulator) dan kamera dokumentasi.

3.3 Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survey. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara secara purposive sampling terhadap pelaku usaha yaitu nelayan pemilik kapal gillnet, pengumpul (tauke), nahkoda kapal, ABK kapal, instansi terkait serta pengamatan langsung di lokasi penelitian. Data primer terdiri dari jenis data terkait teknis unit penangkapan ikan, data kelayakan usaha dan data matriks pengendali internal dan eksternal untuk analisis SWOT dan QSPM yang telah dipersiapkan berupa daftar pertanyaan dalam bentuk angket (kuisioner).

(46)

perumusan analisis pengembangan perikanan gillnet terdiri atas penentuan faktor pengendali, penentuan rating faktor pengendali, dan penentuan daya tarik alternatif strategi pengembangan.

Ukuran sampel (jumlah responden) yang diambil pada penelitian ini ditetapkan menurut Issac dan Michael dalam Arikunto (2006) dengan rumus sebagai berikut :

……….(1) Keterangan : S = ukuran sampel

N= ukuran populasi

P= proporsi dalam populasi

d= ketelitian (error)

x2= harga tabel chi-kuadrat untuk nilai α tertentu

Dalam penelitian ini ukuran sampel (jumlah responden) adalah sebanyak 30 responden dari populasi nelayan gillnet sebanyak 30 orang, ukuran sampel sama dengan jumlah populasi karena dalam perhitungan ukuran sampel mendekati jumlah populasi, sedangkan proporsi dalam populasi adalah 60% dengan x2adalah 5.991 dan tingkat ketelitian 95%.

Data sekunder terdiri dari publikasi resmi yang dikeluarkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Pontianak, UPT PPI Kuala Mempawah dan studi literatur. Data sekunder meliputi :

1) Keadaan umum daerah penelitian,

2) keragaan perikanan tangkap gillnet selama kurun waktu 10 tahun terakhir, 3) sarana dan prasarana penunjang seperti fasilitas pelabuhan perikanan, pabrik

es, coldstorage, pasar ikan, pabrik pengolah dan lain-lain.

3.4 Metode Analisis Data

(47)

Tabel 1 Data dan informasi yang diperlukan menurut tujuan penelitian, jenis data, sumber dan metode analisis data

No Tujuan Jenis Data Sumber Metode Analisis

1.

Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis terhadap parameter biologi dan ekonomi, analisis faktor produksi, analisis kelayakan usaha secara finansial dan analisis alternatif prioritas strategi pengembangan. Parameter biologi dianalisis dengan menggunakan metode surplus produksi, parameter bio-ekonomi dengan metode biobio-ekonomi Gordon-Schaefer, analisis faktor produksi dengan regresi linier berganda, analisis kelayakan finansial dengan menghitung NPV, net B/C ratio, IRR, BEP dan Pay Back Periodsedangkan analisis prioritas strategi pengembangan dilakukan dengan analisis SWOT (Strength Weakness Opportunities and Threats)dan QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). Data-data dari penelitian ini diproses dengan alat bantu beberapa software antara lain : Microsoft Excel untuk perhitungan regresi, Maple ver.10 untuk tampilan model bio-ekonomi dan Minitab ver.14. untuk perhitungan statistik.

3.4.1 Pendugaan Parameter Biologi

(48)

tingkat upaya penangkapan optimal (fopt) yaitu suatu upaya yang dapat

menghasilkan hasil tangkapan maskimum lestari (MSY). Model surplus produksi dapat diterapkan dengan menggunakan data hasil tangkapan (catch) per unit upaya tengkap (effort) atau CPUE pada suatu daerah perairan tertentu dengan menggunakan data time seriesminimal lima tahun (Sparre & Venema 1999). Perhitungan nilai potensi lestari (MSY) model Schaefer adalah :

1) Hubungan antara jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan dengan upaya penangkapan (f) :

CPUEi= a + bf`………...……….(2)

2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dengan upaya penangkapan (f) :

c = CPUE x f...(3)

4) MSY diperoleh dengan cara mensubstitusikan nilai upaya penangkapan optimum (Eopt) : dengan nilai upaya penangkapan optimum (Eopt) :

opt opt

E MSY

(49)

Apabila menggunakan persamaan 7 dan 11 maka :

3.4.2 Pendugaan Model Keseimbangan Bio-Ekonomi Perikanan Gillnet

Model Gordon Schaefer digunakan untuk menganalisis model bioekonomi gillnet. Model ini digunakan adalah model yang bersifat statis dengan harga tetap. Model ini terdiri dari parameter biologi, biaya operasional penangkapan dan harga rata-rata ikan.

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah harga ikan per kg (p) dan biaya operasional penangkapan per unit upaya tangkap adalah konstan. Total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan ikan (TR) adalah :

C p

TR . ...(16) keterangan :

TR = total revenue (penerimaan total)

p = harga rata-rata ikan per kg (Rp)

C = Jumlah produksi ikan (kg)

Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan :

E c

TC . ...(17) keterangan :

TC = total cost(biaya operasional penangkapan total)

c = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp)

E = jumlah upaya penangkapan (unit).

Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan tersebut () adalah :

(50)

3.4.3 Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk menduga besarnya produktivitas perikanan gillnet. Pendugaan dilakukan terhadap faktor-faktor produksi yaitu : daya mesin, ukuran kapal, jumlah ABK, jumlah hari operasi dalam satu trip, jumlah BBM, panjang dan tinggi gillnet.

Model pendugaan :

X4 : jumlah hari operasi dalam satu trip (hari)

X5 : jumlah BBM (liter)

X6 : panjang gillnet (m)

X7 : tinggi gillnet (m)

a dan b : besaran yang akan diduga e : logaritma natural (e = 2,718) u/U : kesalahan (distribusiterm)

Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan tersebut di atas, maka fungsi Cobb-Douglas ditulis dalam bentuk linier dan diolah dengan menggunakan regresi berganda (Walpole 1997). Asumsi yang digunakan adalah bahwa peningkatan dari masing-masing faktor produksi akan memberi pengaruh positif terhadap jumlah hasil tangkapan yang diperoleh.

Persamaan linier dari fungsi Cobb-Douglas adalah :

e

(51)

hubungan antara faktor-faktor produksi dengan produktivitas hasil tangkapan diuji menggunakan uji hipotesis yaitu dengan menggunakan uji statistik berupa :

1) Pengujian dengan menggunakan uji F yaitu :

(1) Ho : bi = 0 (untuk i = 1, 2, 3,……., n), berarti antara Ydengan Xi, tidak ada

hubungan.

(2) H1 : minimal salah satu bi # 0 (untuk i = 1, 2, 3,…, n) berarti bahwa Y

tergantung terhadap Xisecara bersama-sama.

Fhit> Ftabmaka Ho ditolak

Fhit< Ftabmaka Ho diterima.

2) Pengujian pengaruh masing-masing faktor teknis produksi terhadap produksi hasil tangkapan dilakukan menggunakan uji t-studentyaitu :

(1) Ho : bi = 0 (untuk i = 1, 2, 3,…., n) berarti antara Y dengan Xi tidak

terdapat hubungan

(2) H1 : bi # 0 (untuk i = 1, 2, 3,…., n) berarti antara Y dengan Xi terdapat

hubungan.

Fhit> Ftabmaka Ho ditolak.

Fhit< Ftabmaka Ho diterima.

Keterangan :

1) Ho ditolak artinya pada selang kepercayaan tertentu, faktor produksi (Xi)

berpengaruh nyata terhadap produktivitas hasil tangkapan (Y).

2) Ho diterima artinya pada selang kepercayaan tertentu, faktor produksi (Xi)

tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas hasil tangkapan (Y).

3.4.4 Analisis Kelayakan Finansial

(52)

1) Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) menggambarkan pada volume dan nilai berapa harus diperoleh untuk mencapai titik impas usaha, artinya suatu usaha tidak untung dan tidak rugi (Pramudya 2001).

2) Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah jumlah nilai arus tunai pada waktu sekarang setelah dikurangi dengan modal yang dianggap sebagai ongkos investasi selama waktu tertentu. Suatu usaha pengembangan perikanan gillnet dikatakan layak apabila NPV≥ 1. Jika NPV= 0, berarti usaha mengembalikan persis sebesar

social opportunity cost of capital atau sebesar tingkat suku bunga, dan apabila

NPV < 0, maka usaha tersebut tidak menguntungkan atau tidak layak untuk dilakukan, sehingga sebaiknya usaha tidak dilaksanakan dan investasi diberikan pada kegiatan lain yang lebih menguntungkan.

Rumus : t

Bt = total pendapatan pada tahun ke-t

Ct = total biaya (biaya tetap dan variabel) pada tahun ke-t

i = tingkat diskonto6% per tahun

n = umur investasi

3) Interval Rate of Return (IRR)

Gambar

Gambar 3 Gillnet pertengahan
Gambar 5 Model statik bioekonomi Gordon-Schaefer
Gambar 6  Diagram analisis SWOT
Tabel 1 Data dan informasi yang diperlukan  menurut tujuan penelitian, jenis data, sumber dan metode analisis data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pendekatan optimasi pengembangan perikanan tangkap di perairan Selatan Jawa Barat dapat dirumuskan suatu model umum yang dinamakan BANGKAKAP untuk

Hasil tangkapan Gillnet millenium SDI Nelayan Pemilik kapal Harga TPI Karangsong Bakul Pemerintah Retribusi KPL Mina Sumitra Kebijakan pemerintah.. memberikan pengaruh positif

Salah satu kegiatan yang mendominasi pada wilayah pengembangan ini adalah kegiatan: Perikanan tangkap dan budidaya laut Dengan melihat berbagai kebijakan tentang

Kabupaten Pontianak dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tentang Perpanjangan Pembentukan

Potensi pengembangan sentra jeruk Siam Pontianak selama ini dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal yaitu pertama : faktor eksternal meliputi (1) lahan yang belum

Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa kelompok nelayan gillnet 3 GT dan 6 GT mempunyai alokasi pengeluaran untuk perikanan yang paling tinggi dibanding- kan dengan

Hasil kajian menunjukkan bahwa Petani sayuran di Kota Pontianak memiliki pengetahuan dan kemampuan teknis budidaya dalam pengembangan sayuran organik, dibandingkan mayoritas petani

Gillnet merupakan salah satu alat penangkapan ikanyang digunakan nelayan dari Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, dioperasikan menggunakan kapal pada beberapa ukuran yang