ABSTRAK
WILLY ARISTAKING, Optimasi Teknis Perikanan Gillnet Millenium di Desa Karangsong, Indramayu, Dibimbing oleh RONNY IRAWAN WAHJU dan SUGENG HARI WISUDO.
Perairan di Utara Pulau Jawa sudah lama dikenal sebagai salah satu perairan paling produktif di Indonesia. Pembangunan PPI Karangsong merupakan salah satu kebijakan pembangunan perikanan Kabupaten Indramayu sebagai pengembangan kawasan pertumbuhan ekonomi daerah. Salah satu alat tangkap yang paling diminati di PPI Karangsong adalah gillnet millenium. Penggunaan gillnet millenium oleh para nelayan di Indramayu, memiliki berbagai variasi dari segi teknis alat dan metode operasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan unit penangkapan gillnet millennium yang memiliki nilai optimasi teknis paling baik. Penelitian dilakukan dengan cara survei lapang dimana data diambil dengan metode purposive sampling. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan analisi teknis dan analisi optimasi dengan fungsi nilai. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa kapal yang beroperasi di PPI Karangsong berbahan dasar kayu dengan ukuran kapal <10 GT, 20 GT, 30 GT, >40 GT. Jaring millenium yang digunakan oleh nelayan terbuat dari bahan polyamide monofilament, ukuran jaring millenium yang dioperasikan bervariasi berdasarkan ukuran kapal yakni sepanjang 20-110 pieces. Nelayan di Karangsong sebagian besar merupakan nelayan penuh. Nilai total fungsi nilai untuk keempat kelompok kapal objek penelitian adalah 0,18 (< 10 GT), 2,812 (20 GT), 1,824 (30 GT), dan 2,89 (> 40 GT). Faktor-faktor yang berpengaruh dalam optimasi teknis gillnet millennium di Karangsong adalah tinggi badan jaring, lama trip, dan lokasi DPI.
ABSTRACT
WILLY ARISTAKING, Technical Optimization of Gillnet Millenium Fisheries in Karangsong, Indramayu. Under direction of RONNY IRAWAN WAHJU and SUGENG HARI WISUDO
Northern Java Sea has already know as one of the most productive sea in Indonesia. Development of PPI Karangsong, is one of Fisheries development policies of Indramayu Regency for increasing the regional economic growth. Gillnet millennium is one of the most popular fishing gear in PPI Karangsong. Fishermen in Karangsong use gillnet millennium in some variation type of technical and operation method. This study aims to determine which gillnet millennium variation type has the best optimization score. This study was held by using survey method, and the data collected by purposive sampling method. Based on the results of the study revealed that the ship that operate in the PPI Karangsong made of wood with the size of the 5 GT, 20 GT, 30 GT, 40 GT and 60 GT. .Gillnet millenium that are used by fishermen made of polyamide monofilament material, the size of the gillnet millenium that is operated on the basis of the size of the ship is all 20 pieces up to 110 pieces. The fishermen in karangsong most of the fishermen are full. The score of the function for four groups as studies object are 0,18 (< 10 GT), 2,812 (20 GT), 1,824 (30 GT), and 2,89 (> 40 GT). Production factors that influence the optimization of gillnet millennium are depth of the net, number of day of the trip, and the fishing location.
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perairan di Utara Pulau Jawa sudah lama dikenal sebagai salah satu perairan
paling produktif di Indonesia. Salah satu daerah yang memiliki aktifitas
penangkapan ikan paling ramai di Utara Jawa adalah Kabupaten Indramayu.
Kabupaten Indramayu terletak di provinsi Jawa Barat dan memiliki garis pantai
sepanjang 114 km, yang merupakan garis pantai terpanjang di Jawa Barat.
Kabupaten Indramayu memiliki angka produksi perikanan tangkap yang tinggi.
Pada tahun 2011, 60 % hasil produksi perikanan laut Jawa Barat berasal dari
Indramayu (Humas Indramayu, 2012).
Salah satu kebijakan strategis pembangunan kegiatan ekonomi perikanan di
Kabupaten Indramayu adalah melalui pengembangan kawasan PPI Karangsong di
desa Karangsong, Kecamatan Indramayu. Perkembangan jumlah produksi hasil
tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong pada tahun 2006 sebesar 10.775
ton dan meningkat menjadi 16.526 ton pada tahun 2010 yang merupakan 48%
dari hasil produksi perikanan laut Indramayu (KPL Mina Sumitra, 2011). Jenis
ikan yang mempunyai angka produksi tertinggi di PPI Karangsong adalah ikan
tongkol. Diduga bahwa sebagian besar hasil produksi tersebut dihasilkan oleh
gillnet. Ini dapat dilihat dari begitu banyaknya jumlah unit penangkapan ikan dengan gillnet di Indramayu.
Salah satu faktor yang menunjang keberhasilan dari tingginya angka
produksi ini adalah faktor pemilihan alat tangkap. Berdasarkan data dinas
perikanan Kabupaten Indramayu tahun 2006-2011, gillnet merupakan alat tangkap yang paling banyak digunakan oleh nelayan Indramayu. Jenis gillnet yang sangat populer di kalangan nelayan Karangsong adalah gillnet yang dibuat dengan modifikasi tertentu yang disebut gillnet millenium. Pada tahun 2010, 57% hasil produksi perikanan laut di Karangsong dihasilkan dari gillnet millennium.
faktor seperti ukuran jaring, ukuran kapal, lama operasi, jumlah ABK, dan
kebutuhan BBM. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena pemilihan teknis
dan metode operasi alat tangkap secara optimal dapat meminimumkan biaya
operasi dan memaksimalkan hasil tangkapan yang selanjutnya akan
mempengaruhi keuntungan secara finansial.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mengestimasi nilai optimasi teknis dari unit penangkapan gillnet millenium yang dimiliki oleh nelayan di desa Karangsong, Indramayu.
2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi optimasi teknis dari unit
penangkapan gillnet millennium di desa Karangsong, Indramayu.
1.3 Manfaat
Penelitian ini bermanfaat untuk:
1) Memperdalam pengetahuan penulis tentang optimasi teknis dari unit
penangkapan gillnet millenium di desa Karangsong, Indramayu.
2) Sebagai acuan bagi pengusaha dan nelayan unit penangkapan gillnet millenium dalam mengoptimalkan unit penangkapan yang dimilikinya dari segi teknis.
3) Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Dinas Perikanan daerah dalam
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi dan Klasifikasi Alat Tangkap 2.1.1 Alat tangkap gillnet millenium
Menurut Ramdhan (2008) gillnet millenium,atau yang biasa dikenal sebagai jaring gondrong oleh nelayan Indramayu, adalah alat tangkap yang termasuk ke
dalam jenis jaring insang. Jaring insang adalah alat penangkap ikan yang terbuat
dari bahan berjenis jaring monofilament atau multifilament yang dirangkai menjadi bentuk empat persegi panjang. Gillnet memiliki jumlah mata jaring horisontal jauh lebih banyak dibanding dengan jumlah mata jaring arah vertikal.
Badan jaring gillnet bagian atas dilengkapi dengan pelampung dan bagian bawahnya dilengkapi dengan pemberat sehingga memungkinkan untuk dipasang
dalam keadaan tegak guna menghadang biota perairan (Martasuganda, 2008).
Metode pengoperasian gillnet millenium diklasifikasikan ke dalam jaring insang hanyut (drift gillnet). Menurut Martasuganda (2008), jaring insang hanyut adalah jaring insang yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan,
baik dihanyutkan di permukaan perairan, kolom perairan, atau di dasar perairan.
Drift gillnet sendiri dikelompokkan menjadi tiga yakni surface drift gillnet (drift gillnet yang dioperasikan di dekat permukaan perairan), mid water drift gillnet (drift gillnet yang dioperasikan di kolom perairan), dan bottom drift gillnet (drift gillnet yang dioperasikan di dasar perairan).
Gillnet millenium masih merupakan alat tangkap yang tergolong baru di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari konstruksi alat tangkap yang mengalami
modifikasi dari alat tangkap jaring insang yaitu pada bahan jaring, pengoperasian
yang jauh dari pantai, hasil tangkapan, dan alat bantu roller dalam pengoperasian. Gillnet millenium memiliki badan jaring yang terbuat dari bahan senar/PE monofilament berwarna putih dengan nomor benang D15, dengan ukuran bukaan mata jaring (mesh size) 3-4 inch dalam keadaan tegang. Dengan warna yang putih transparan, maka jaring akan mengeluarkan cahaya apabila dipasang di dalam air,
jaring gillnet millenium adalah sebanyak 61 buah dengan jarak antar pelampung 150 cm. Gillnet millenium memiliki jumlah pemberat sebanyak 11 buah dalam satu piece jaring dengan jarak antara pemberat 10 m (Ramdhan, 2008).
2.1.2 Kapal dan nelayan gillnet millenium
Kegiatan perikanan gillnet millenium di desa Karangsong dilakukan nelayan dengan menggunakan 3 jenis kapal, yaitu perahu motor tempel berukuran 5 GT,
kapal motor 15 GT, dan kapal motor 30 GT dengan bahan bakar berupa solar.
Untuk perahu yang lebih kecil, bahan bakar solar seringkali diganti dengan
minyak tanah guna mengurangi biaya melaut. Tiap kapal biasanya dilengkapi
dengan roller yang berfungsi untuk menarik jaring pada saat penarikan jaring (hauling).
Nelayan untuk gillnet millenium dibedakan menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah nelayan yang memiliki unit penangkapan
ikan dan penyedia modal untuk kebutuhan melaut. Nelayan buruh dalam satu
kapal gillnet millenium biasanya terdapat 4-5 orang nelayan untuk kapal yang berukuran 5 dan 15 GT, dan 11-12 orang nelayan untuk kapal berukuran 30 GT.
Pembagian tugas dari tiap-tiap nelayan tersebut adalah sebagai juru mudi, fishing master, teknisi mesin, dan ABK. Rata-rata nelayan yang mengoperasikan jaring millenium adalah nelayan asli Indramayu, dan hanya sedikit yang adalah
pendatang dari Cirebon dan Jakarta (Putra, 2007).
2.1.3 Metode pengoperasian
Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan oleh Ramdhan (2008),
pengoperasian gillnet millenium biasanya dilakukan pada sore sampai malam hari dan berlangsung sepanjang tahun. Satu trip pengoperasian gillnet millenium biasanya membutuhkan waktu 1-2 hari. Berikut ini adalah proses pengoperasian
Gambar 1 Proses Pengoperasian Gillnet Millenium
2.1.4 Hasil tangkapan
Ikan hasil tangkapan utama jaring millenium adalah ikan tongkol (Auxis thazard) dan ikan tenggiri (Scomberomorus commersoni). Hasil tangkapan sampingannya yaitu pepetek (Leiognathus sp), bawal hitam (Formio niger), golok-golok (Chirocentrus dorab), kembung (Rastrelliger sp), manyung (Arius thalassinus), tetengkek (Megalaspis cordyla), cendro (Tylosurus sp) (Ramdhan, 2008).
Berangkat menuju fishing ground pukul 15.00-16.00 selama 3-4 jam
Jaring diturunkan di fishing ground pada pukul 18.00-19.00
Pelampung tanda pada tadi selambar diturunkan, kemudian piece pertama, kedua, dan selanjutnya
diturunkan hingga pelampung tanda terakhir
Hasil tangkapan langsung dimasukkan ke dalam cool box yang berisi es
2.2 Faktor Teknis Pengoperasian Gillnet 2.2.1 Warna jaring
Untuk penangkapan ikan dengan gillnet, sebaiknya warna jaring di dalam air diusahakan tidak mudah terlihat oleh ikan. Pada umumnya, warna jaring akan
disesuaikan dengan warna perairan daerah penangkapan dan tidak membuat
kontras dengan warna dasar perairan (Nomura dan Yamazaki, 1977; Ayodhyoa,
1981). Warna jaring di dalam air akan dipengaruhi oleh sinar bulan, sinar
matahari, dan kemampuan melihat ikan.
Menurut Nomura dan Yamazaki (1977), pada pengoperasian sembilan
sardine drift gillnet dengan warna jaring yang berbeda yaitu putih, kuning, oranye, merah, hijau, biru, abu-abu, coklat, dan hitam yang dioperasikan pada
kedalaman 50-60m dengan cuaca terang menunjukkan bahwa jaring warna putih
memiliki catch ratio terendah, sedangkan catch ratio jaring warna abu-abu merupakan yang tertinggi. Selanjutnya, penelitian di perairan laut Pasifik Utara
dengan kecerahan rendah, yakni di sore hari menunjukkan bahwa jaring warna
hijau hitam merupakan jaring yang paling efektif dalam menangkap ikan.
Nukun dan Narayaman vide Paryono (1980) mengatakan bahwa penggunaan bahan jaring serat sintetis lebih baik daripada bahan jaring serat alami
karena bahan jaring serat sintetis memiliki bentuk yang lebih halus dengan derajat
rendah terlihat oleh ikan.
2.2.2 Ukuran mata jaring (mesh size)
Secara umum, alat tangkap yang termasuk dalam jaring insang memiliki
sifat yang selektif. Ukuran mata jaring tertentu hanya dapat menangkap ikan
dengan ukuran tertentu pula, dengan demikian ukuran mata jaring harus
benar-benar diperhatikan (Nomura dan Yamazaki, 1977; Ayodhyoa, 1981).
Dalam menentukan ukuran mata jaring yang optimal untuk bisa
menangkap jenis ikan tertentu perlu dipertimbangkan faktor-faktor mengenai
elastisitas tubuh ikan, kemuluran twine, bentuk ikan, tegangan tubuh ikan, dan gaya-gaya eksternal yang bekerja pada tubuh jaring seperti gaya yang disebabkan
dari arus, gelombang, dan gaya-gaya yang dihasilkan ikan saat menggelepar
2.2.3 Ketegangan rentangan tubuh jaring
Ketegangan rentangan tubuh jaring memaksudkan rentangan jaring ke arah
panjang maupun ke arah lebar. Ketegangan rentangan akan mengakibatkan
terjadinya tension pada float line ataupun pada tubuh jaring. Ketegangan rentangan ini akan berpengaruh pula terhadap ikan hasil tangkapan. Jaring yang
direntangkan terlalu tegang akan membuat ikan sulit terjerat, bahkan ikan yang
sudah terjerat akan dengan mudah dapat lolos kembali. Ketegangan rentangan
tubuh jaring ditentukan oleh gaya apung pelampung, berat tubuh jaring,
tali-temali, gaya dari pemberat dan shortening (Nomura dan Yamazaki, 1977; Ayodhyoa, 1981).
2.2.4 Bahan jaring
Untuk penangkapan udang atau ikan dengan cara membelit, bahan benang
(twine) pembentuk jaring hendaklah memiliki sifat yang lembut dan tidak kaku, serta memiliki sifat pliancy dan supplenesss (Ayodhyoa, 1981). Beberapa bahan jaring sintetik yang memiliki sifat-sifat demikian adalah nilon, amilon, polyester, polypropylene, dan polyvinylalcohol. Bahan serat alami seperti sifat-sifat di atas dimiliki bahan sutera. Penggunaan serat sintetik lebih diutamakan dibandingkan
penggunaan serat jaring alami. Hal ini disebabkan bahan serat jaring sintetis
banyak memberikan keuntungan seperti tidak mudah membusuk, menyerap
sedikit air, lebih kuat, dan memunyai daya mulur yang baik, yakni antara
25%-30% (Murdiyanto, 1975).
2.2.5 Pengerutan (shortening)
Pengerutan jaring sangat penting pada alat tangkap gillnet, khususnya untuk menangkap ikan secara membelit (entangled). Pengerutan adalah perbandingan antara beda panjang jaring dalam keadaan teregang sempurna
dengan panjang jaring setelah dijuraikan pada tali ris dengan panjang jaring dalam
keadaan teregang sempurna. Nilai tersebut kemudian dinyatakan dalam persentase
2.2.6 Tinggi jaring
Tinggi jaring adalah jarak antar tali ris atas (float line) ke tali ris bawah (sinker line) pada saat jaring telah terpasang di perairan (Ayodhyoa, 1981). Pada umumnya, tinggi jaring bottom gillnet lebih kecil daripada surface gillnet dan drift gillnet. Demikian pula jenis jaring yang menangkap ikan dengan cara gilled lebih lebar daripada jaring yang menangkap ikannya dengan cara terbelit (entangled). Tinggi jaring bergantung pada swimming layer jenis ikan yang akan ditangkap dan kedalaman perairan fishing ground.
2.3 Faktor Produksi
Produksi adalah segala kegiatan untuk menciptakan atau menambah guna
atas sesuatu benda, atau segala kegiatan yang ditujukan untuk memuaskan orang
lain melalui pertukaran (transaksi). Produksi merupakan kegiatan yang diukur
sebagai tingkat output per satuan waktu. Dalam proses produksi, terdapat
hubungan yang sangat erat antara faktor-faktor produksi yang digunakan dan
produk yang dihasilkan (Partadiredja 1981 diacu dalam Ariestine 2001).
Dalam suatu usaha, pertimbangan yang dilakukan tidak hanya dari segi
ekonomi, tetapi juga dari segi teknis (Gaspersz, 1992). Soekartawi (1993)
menyatakan bahwa analisa fungsi produksi sering dilakukan oleh para peneliti,
karena mereka menginginkan informasi tentang bagaimana sumberdaya yang
terbatas dapat dikelola secara baik sehingga produksi maksimum dapat tercapai.
Maragunung (1986) menyatakan bahwa produksi adalah sebuah proses
transformasi dari berbagai faktor-faktor produksi dalam suatu satuan ekonomi
sehingga menghasilkan output atau material yang dapat memberikan manfaat
kepada manusia. Hubungan antara berbagai faktor produksi dan output yang
dihasilkan dalam suatu kegiatan produksi dapat dijelaskan dengan suatu fungsi
produksi. Menurut Teken dan Asnawi (1981) dalam Sugiarta (1992), fungsi
produksi adalah hubungan teknis antara produksi yang dihasilkan per satuan
waktu dengan jumlah faktor-faktor produksi yang dipakai, tanpa memperhatikan
harga faktor-faktor produksi maupun produksi itu sendiri. Jadi, fungsi produksi
Y = f (X1, X2, X3, ..., Xn),
dimana X1, X2, X3, ..., Xn merupakan faktor produksi (input) yang dipakai untuk
menghasilkan output (Y). Fungsi di atas hanya menerangkan bahwa produk yang dihasilkan bergantung pada faktor-faktor produksi, tetapi belum memberikan
hubungan kuantitatif antara faktor-faktor produksi dengan produksi. Hubungan
kuantitatif didapatkan dengan cara membuat fungsi tersebut dalam bentuk khusus
seperti fungsi Cobb Douglass, fungsi linier, dan fungsi kuadratik (Teken dan
Asnawi, 1984).
Menurut Supranto (1983), apabila dalam persamaan garis regresi terdapat
dua jenis variabel yaitu variabel tak bebas (dependent variable) dan variabel bebas (independent variable), maka fungsi-fungsi produksi yang umum dipakai adalah fungsi linier dan analisa regresi. Oleh karena itu, maka regresi ini
dinamakan regresi liner berganda (multiple linear regression). Dalam regresi ini, variabel tak bebas (Y) bergantung pada dua atau lebih variabel bebas. Persamaan
garis tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
Y= b1 + b1X1 + b2X2 + b3X3+ ... + bnXn
2. 4 Optimasi
Suatu perusahaan perikanan harus memiliki faktor produksi yang cukup
dengan kombinasi yang tepat untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Faktor-faktor produksi yang dimaksud adalah kekayaan alam (seperti sumberdaya
perikanan), tenaga kerja (nelayan), keterampilan yang dimiliki manusia dan modal
finansial (Panjaitan,1986). Keterbatasan faktor-faktor produksi ini menyebabkan
diperlukannya suatu pengaturan dalam alokasi sumberdaya agar dapat mencapai
keseluruhan atau sebagian tujuan yang diinginkan.
Dalam upaya mengalokasikan faktor-faktor produksi ini agar dapat
digunakan secara efektif dan efisien, maka digunakanlah teknik optimasi. Teknik
optimasi diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan
keterbatasan sumberdaya yang ada dengan tujuan yang ingin dicapai. Pada
Menurut Beveridge, et al. (Burhani, 1990), optimasi merupakan kemampuan proses untuk mendapatkan suatu kondisi yang dibutuhkan dalam
mencapai hasil terbaik dari situasi tertentu. Persoalan optimasi dapat berbentuk
maksimasi atau minimasi, dan apabila terdapat sebuah fungsi kendala, maka dapat
berbentuk persamaan atau pertidaksamaan. Teori optimasi mencakup studi
kuantitatif tentang titik optimum dan cara-cara untuk mencarinya (Haluan 1985
diacu dalam Kurniawati 2005).
Salah satu model optimasi berkendala adalah pemrograman secara linear
(Gaspersz, 1992). Model optimasi ini memiliki batasan-batasan yang dapat
ditentukan. Apabila batasan-batasan tersebut sukar untuk ditentukan, maka
penyelesaian optimasi dapat dilakukan dengan menggunakan model optimasi
tanpa kendala yang memiliki arti bahwa tidak ada kendala yang ditempatkan pada
fungsi dibawah pertimbangan.
3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 bertempat di desa
Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Penelitian lapang ini dilakukan
pada pertengahan bulan Juli 2011 sampai dengan akhir bulan Juli 2011.
3.2 Bahan dan Alat Penelitian
Obyek penelitian adalah unit penangkapan gillnet millenium (kapal, alat tangkap, dan nelayan), dan data hasil wawancara dari berbagai pihak yang terkait.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1) Alat tulis
2) Kalkulator
3) Kuesioner
4) Datasheet 5) Video kamera
3.3Metode Penelitian dan Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode survei observasi lapangan, pengambilan
data dilakukan dengan cara purposive sampling. Wawancara dilakukan terhadap 22 unit kapal gillnet millenium dengan rincian sebagai berikut:
1.Kapal gillnet millenium berukuran ≤ 10 GT sebanyak 7 sampel 2.Kapal gillnet millenium berukuran 20 GT sebanyak 7 sampel 3.Kapal gillnet millenium berukuran 30 GT sebanyak 4 sampel 4.Kapal gillnet millenium berukuran ≥ 40 GT sebanyak 4 sampel.
Responden adalah pemilik dan nelayan unit penangkapan gillnet millenium, pihak TPI, dan pegawai Dinas Perikanan Indramayu. Data diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer didapat melalui kegiatan wawancara dan pengisian kuesioner
terhadap nelayan, pemilik kapal, dan pihak TPI. Data primer yang dikumpulkan
penangkapan ikan, metode pengoperasian gillnet millenium, waktu dan musim penangkapan ikan, dan jenis ikan hasil tangkapan.
Data primer dari pemilik kapal berupa: nilai produksi 2 trip terakhir, desain
alat tangkap, jumlah ABK, dan sistem bagi hasil. Data primer yang dikumpulkan
dari pihak TPI antara lain: sarana perikanan di PPI Karangsong, prosedur lelang,
dan retribusi TPI.
Data sekunder berasal dari Dinas Perikanan Indramayu berupa data armada
penangkapan ikan dan data produksi perikanan Kabupaten Indramayu selama lima
tahun (tahun 2006-2010). Data sekunder mengenai jumlah dan jenis armada
penangkapan ikan di Karangsong dan data hasil lelang PPI Karangsong berasal
dari KPL Mina Sumitra. Data ini termasuk jenis ikan yang didaratkan berdasarkan
alat tangkap yang digunakan, serta jumlah dan nilai produksinya.
3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis teknis
Analisis teknis dari unit penangkapan gillnet millenium terdiri dari kapal, alat tangkap, nelayan dan metode pengoperasian alat. .Data analisis unit penangkapan tersebut didapatkan dari survei observasi lapangan dan wawancara
dengan nelayan dan pemilik kapal gillnet millenium.
3.4.2 Analisis optimasi
Optimasi pada dasarnya adalah suatu proses pencarian hasil terbaik. Proses
ini dalam analisis sistem diterapkan terhadap alternatif yang dipertimbangkan,
kemudian dari hasil itu dipilih alternatif yang menghasilkan keadaan terbaik
(Gaspersz, 1992).
Langkah-langkah dalam perhitungan untuk optimasi terhadap faktor-faktor
teknis yang berpengaruh adalah sebagai berikut:
Langkah 1 : Mencari produktivitas rata-rata per trip dari masing-masing
kelompok kapal (X ).
Langkah 2 : Mencari rata-rata volume produktivitas harian (A) dari
masing-masing kelompok kapal dengan rumus:
A=
(hari) trip lama
Langkah 3 : Mencari volume produktivitas harian per luasan jaring (B).
Karena terdapat perbedaan ukuran antara 1 piece jaring gillnet kapal 30GT dan >40GT dengan ukuran 1 piece jaring gillnet kapal ukuran 10GT dan 20GT, maka satuan yang digunakan untuk variabel B adalah satuan luas g/m2,
Langkah 4 : Mencari rata-rata produktivitas harian per ABK (C).
C =
Langkah 5 : Mencari produktivitas per liter BBM dalam 1 kali trip (D).
D =
, asumsi BBM terpakai habis.
Langkah 6 : Melakukan perhitungan fungsi nilai untuk masing-masing
variabel A, B, C, dan D pada setiap kelompok kapal dengan
rumus
Nilai X2 yang didapatkan untuk masing-masing faktor teknis akan
dibandingkan satu sama lain. Nilai X2 yang terbesar menunjukkan keoptimalan
tertinggi, sedangkan nilai X2 yang paling kecil menunjukan nilai yang paling tidak
optimal untuk setiap komposisi teknis yang dihitung.
Keterangan: X = melambangkan variabel A, B, C, dan D
X = produktivitas rata-rata per trip
A = Produktivitas harian (kg)
B = Produktivitas harian per luas jaring (gr/m2) C = Produktivitas harian per ABK (kg/orang/hari)
D = Produktivitas per liter BBM per trip (kg/liter)
4
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Geografis dan Topografis
Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pantai Jawa, dengan garis
pantai sepanjang 114 km. Kabupaten Indramayu terletak pada koordinat 107°52'–
108°36' BT dan 6°15' – 6°40' LS. Kabupaten Indramayu terdiri dari 31 kecamatan
dan 205 desa yang tersebar dalam wilayah dengan luas 2040,11 km2, dimana 10 kecamatan di antaranya berbatasan langsung dengan laut.
Indramayu memiliki batas wilayah administratif sebagai berikut:
1) Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa;
2) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sumedang, Kabupaten
Majalengka dan Kabupaten Cirebon;
3) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon; dan
4) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang.
Kabupaten Indramayu merupakan daerah pertanian yang subur, dari
wilayah seluas 204.011 Ha, 41,9% merupakan areal persawahan, dan sisanya
berupa rawa, tambak, dan pekarangan. Kabupaten Indramayu memiliki ketinggian
antara 0-18 m di atas permukaan laut dengan kemiringan lahan antara 0%-2%.
Sehingga bila curah hujan tinggi maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi
genangan air dan bila kemarau akan terjadi kekeringan (Pemerintah Kabupaten
Indramayu, 2011).
4.2 Keadaan Iklim Indramayu
Secara iklim, Kabupaten Indramayu termasuk ke dalam tipe iklim Aw. Tipe
iklim Aw merupakan tipe iklim hujan tropis dengan musim basah dan kering dan
mempunyai curah hujan tahunan di bawah 2500 mm. Curah hujan pada bulan
terkering lebih kecil dari 60 mm serta suhu udara rata-rata bulanan terdingin lebih
dari 180C dan suhu bulan terpanas lebih besar dari 22oC. Curah hujan tertinggi di Kecamatan Indramayu terjadi pada bulan Januari-Maret dan curah hujan terendah
rata sebanyak 200 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata 29oC (Profil desa
Karangsong, 2011).
Tabel 1 Jumlah Hari Hujan dan Curah Hujan Kecamatan Indramayu Tahun 2009 Bulan Jumlah hari hujan Curah hujan (mm)
Januari 15 214
Februari 19 415
Maret 7 240
April 9 127
Mei 8 142
Juni 6 79
Juli 1 1
Agustus 1 3
September - -
Oktober 4 6
November 11 197
Desember 7 114
(Sumber: Profil desa Karangsong tahun 2011)
4.3 Oseanografi
Kondisi laut di pesisir Indramayu memiliki karakteristik seperti berikut:
bulan Desember sampai Februari ketika bertiup angin barat, arus laut bergerak
dari arah Barat ke Timur dan sebaliknya antara bulan Juli sampai Agustus arus
laut bergerak dari arah Timur ke Barat karena pengaruh angin timur. Periode
bulan Maret sampai Mei dan September sampai November merupakan periode
peralihan arah arus. Pada periode peralihan arus, kekuatan arus relatif rendah dan
laut dalam kondisi relatif tenang. Di sekitar pesisir Indramayu, kecepatan arus
permukaan pada musim barat dan musim angin timur diperkirakan mencapai 25
cm/detik sementara pada periode peralihan diperkirakan hanya berkisar 12 cm/dt.
Kondisi perairan di pantai utara Jawa pada umumnya, pasang-surut yang
terjadi di wilayah perairan kabupaten Indramayu termasuk kedalam tipe campuran
condong harian tunggal. Untuk tipe pasang surut campuran condong harian
tunggal, dalam 1 hari (24 jam) terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, akan
tetapi kadang-kadang untuk terjadi dua kali pasang dan dua kali surut. Wilayah
desa Karangsong mengalami pasang surut dua kali sehari dengan perbedaan tinggi
4.4 Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten Indramayu pada tahun 2010 sebanyak
1.663.737 orang. Penduduk desa Karangsong berjumlah 4.677 jiwa pada tahun
2011, penduduk laki-laki berjumlah 1.890 jiwa dan penduduk perempuan
berjumlah 2.787.. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di desa Karangsong dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di desa Karangsong pada 2011
No. Mata Pencaharian Jumlah (Orang)
1 Petani 106
2 Buruh Tani 252
3 Buruh/Swasta 20
4 Pegawai Negeri 58
5 Pedagang 212
6 Peternak 6
7 Montir 7
(Sumber: Profil Desa Karangsong tahun 2011)
4.5 Keadaan Perikanan Kabupaten Indramayu
Usaha perikanan di Kabupaten Indamayu dibagi menjadi dua, yakni usaha
perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan darat mencakup tambak, sungai,
dan kolam. Perikanan laut bergerak di kegiatan penangkapan. Produksi perikanan
Indramayu didominasi hasil produksi dari kegiatan penangkapan ikan di laut.
Berkembangnya usaha perikanan laut di Indramayu tidak lepas dari kegiatan
pembangunan daerah pesisir dan sarana kegiatan perikanan tangkap seperti
pelabuhan, TPI, dan koperasi perikanan. Kabupaten Indamayu memiliki 37 desa
nelayan yang tersebar di 11 kecamatan, dengan 14 pusat kegiatan pendaratan ikan
(PPI dan TPI) dan 14 koperasi perikanan.
4.5.1 PPI Karangsong
PPI Karangsong berjarak 4,5 km dari pusat kota Indramayu dan terletak
pada koordinat 06°18'45" dan 06°19'45" LS dan 108° 21'30" dan 108° 22'30" BT.
PPI Karangsong berada di pesisir Laut Jawa dan masuk ke bagian dalam dari bibir
PPI Karangsong juga ditunjang oleh adaya aliran Sungai Prajagumiwang yang
berfungsi sebagai alur keluar masuk kapal atau perahu ke pelabuhan (Omat,
2008).
PPI Karangsong memiliki fasilitas-fasilitas sebagai berikut: TPI, koperasi,
eskavator, kantor administrasi, papan informasi DPI, keranjang ikan, alat timbang,
pabrik es, TPI, dan drum, kantor administrasi, dan papan informasi DPI. PPI
Karangsong memberlakukan kebijakan retribusi sebesar 3% dari nelayan dan 3%
dari bakul. Biaya ini lebih besar dibandingkan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Hal ini sudah disepakati oleh para juragan pemilik kapal, bakul, KUD, dan pihak
TPI disepakati dalam rapat anggota tahunan. PPI Karangsong beroperasi sejak
pukul 07.00 sampai pukul 15.00 setiap hari.
4.5.2 Unit penangkapan ikan
Terdapat tiga unsur yang sangat penting dalam kegiatan penangkapan ikan,
yang mempengaruhi keberhasilan operasi penangkapan ikan. Ketiga unsur
tersebut adalah alat tangkap yang digunakan, kapal penangkap ikan, dan nelayan
sebagai pengguna kedua unsur tersebut.
1. Alat tangkap
Nelayan di Kabupaten Indramayu menggunakan berbagai macam alat
tangkap seperti payang, dogol, pukat cincin, pukat pantai, gillnet, jaring klitik, trammel net, pancing, sero, dan alat tangkap lainnya. Ada 2 jenis alat penangkap ikan yang banyak diminati di PPI Karangsong. Kedua alat tangkap tersebut adalah
jaring rampus dan gillnet millenium. Seperti yang terlihat pada Tabel 3, alat tangkap lain yang umum digunakan di PPI karangsong adalah payang dan
Tabel 3 Jenis dan jumlah alat tangkap yang beroperasi di PPI Karangsong tahun 2010.
Alat Tangkap Yang Beroperasi (unit)
Bulan Payang Jaring
Rampus
Gillnet millenium
Pancing Jumlah
Januari 3 915 263 18 1199 Februari 5 811 243 24 1083
Maret 6 968 337 26 1337
April 5 864 305 28 1202
Mei 4 875 368 25 1272
Juni 3 826 288 27 1144
Juli 2 799 250 25 1076
Agustus 3 867 350 42 1262
September 3 728 167 39 937
Oktober 3 1274 291 42 1610
November 0 906 281 96 1283
Desember 0 818 292 12 1122
(Sumber: Koperasi Perikanan Laut Mina Sumitra 2010)
2. Kapal
Di Kabupaten Indramayu, terdapat tiga kategori kapal yang digunakan yakni
kapal motor, kapal motor tempel, dan perahu tanpa motor. Dinas perikanan
Indramayu mengelompokkan kapal motor dalam 5 kelas yakni < 5 GT, 5-10 GT,
10-30 GT, 30-50 GT, dan kapal > 50 GT. Kapal motor tempel hanya memiliki 2
kelas yaitu dibawah 5 GT dan kapal berukuran 5-10 GT.
Perahu motor tempel yang berukuran lebih kecil dari 5 GT adalah armada
penangkap ikan yang paling banyak di Kabupaten Indramayu. Perahu motor
tempel ini menggunakan bahan bakar solar dengan kekuatan mesin 20PK. Perahu
tanpa motor jumlahnya pada tahun 2009 hanya 1,34% dari keseluruhan armada
penangkapan ikan yang berada di Kabupaten Indramayu, ini menunjukkan bahwa
motorisasi kapal sudah terlaksana dengan baik. Jumlah armada penangkapan ikan
Tabel 4 Jumlah armada penangkapan di Indramayu tahun 2005-2009
Tahun Kapal Motor Motor Tempel Jumlah Kenaikan(%)
2005 285 5656 5941 -
2006 285 5656 5941 0
2007 303 5725 6028 1,46 %
2008 303 5725 6028 0
2009 697 5282 5979 -8%
(Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu 2005-2009)
3. Nelayan
Nelayan merupakan bagian yang sangat penting dari unit penangkapan
ikan karena nelayan menggunakan dan mengoperasikan alat serta kapal
penangkap ikan. Nelayan memegang peranan kunci dalam keberhasilan suatu
operasi penangkapan ikan.
Nelayan di Indramayu dibagi berdasarkan kepemilikan alat tangkap, yaitu:
1)Juragan atau nelayan pemilik yang merupakan pemilik fasilitas produksi seperti
kapal dan alat penangkap ikan. Juragan bertanggung jawab dalam membiayai
kegiatan operasi dan pemasaran hasil tangkapan.
2)Nelayan buruh, adalah nelayan yang turun langsung dalam kegiatan operasi
penangkapan ikan. Nelayan buruh hanya menyediakan tenaga dan keahlian dalam
operasi penangkapan ikan karena seluruh biaya dan komponen operasi disediakan
oeh nelayan pemilik. Tabel 5 memperlihatkan bahwa jumlah nelayan pemilik dan
nelayan buruh meningkat dari tahun 2006 ke tahun 2007, setelah itu jumlahnya
cenderung tetap hingga tahun 2009.
Tabel 5 Jumlah nelayan di Indramayu tahun 2005-2009
Tahun Nelayan Pemilik Nelayan Buruh Jumlah
2005 4271 30411 34682
2006 4271 30411 34682
2007 4283 31124 35407
2008 4283 31124 35407
2009 4283 31124 35407
(Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu 2005-2009)
Jumlah nelayan dalam suatu unit penangkapan ikan bergantung pada ukuran
kapal tersebut. Kapal penangkapan ikan 5 GT memiliki jumlah nelayan sebanyak
4-5 orang, kapal 30 GT sebanyak 11-12 orang nelayan, dan pada kapal 40 GT - 60
4.5.3 Koperasi
Koperasi perikanan yang ada di desa Karangsong bernama Koperasi
Perikanan Laut Mina Sumitra. Koperasi Perikanan Laut Mina Sumitra melayani
administrasi empat desa nelayan yakni desa Paoman, Margadadi, Karangsong, dan
Pabean Udik. Hasil pencatatan administratif Koperasi Mina Sumitra berasal dari
TPI Karangsong.
Koperasi Mina Sumitra berdiri pada tahun 1918 yang dulu masih
berbentuk KUD. Pada tahun 2006 berubah nama menjadi KPL Mina Sumitra dari
nama sebelumnya KUD Mandiri. KPL Mina Sumitra melayani unit pelelangan,
pencatatan hasil lelang dan penimbangan hasil lelang. Unit usaha koperasi
mencakup penyediaan BBM, warung serba ada, BAP (sparepart peralatan perikanan), perbekalan, penyediaan basket, simpan pinjam untuk bakul dan
juragan, perkreditan, toserba angota, unit es dan sembako.
KPL Mina Sumitra juga turut mengelola PPI Karangsong. Pendapatan
KPL Mina sumitra berasal dari jasa lelang sebanyak 2% dari anggota dan non
anggota. Selain itu, pendapatan KPL Mina sumitra juga berasal dari retribusi
yang berdasarkan Rapat Anggota Tahunan dimana para pengusaha bakul wajib
membayar 3% dari hasil lelang dan nelayan juga membayar 3% dari hasil
penjualan lelang. Biaya ini digunakan untuk pengelolaan TPI dan biaya keruk
kolam pelabuhan dan aliran sungai yang berada di PPI Karangsong. KPL Mina
Sumitra juga memberikan asuransi bagi anggotanya yang meninggal akibat
Gambar 2 Kantor KPL Mina Sumitra, Karangsong
4.5.4 Produksi dan nilai produksi
Produksi perikanan Kabupaten Indramayu berasal dari 14 koperasi
perikanan yang mengelola kegiatan di daerahnya masing-masing. Perkembangan
produksi perikanan selama periode 2006-2010, produksi tertinggi terjadi pada
tahun 2010 dan yang terendah terjadi pada tahun 2007. Jumlah produksi dan nilai
produksi tidak selalu berbanding lurus, misalnya pada tahun 2006 dan 2007,
meskipun jumlah produksi perikanan mengalami penurunan, namun nilai
produksinya mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan perbedaan harga ikan di
pasaran dan jenis serta kualitas ikan yang didaratkan. Hal ini dapat dilihat seperti
pada tabel 6.
Tabel 6 Perkembangan volume dan nilai produksi di Indramayu tahun 2006-2010 Tahun Produksi Nilai Rupiah (Rp)
2006 25.205.291,10 134.380.384.100,00 2007 23.851.487,70 145.360.954.975,00 2008 30.668.798,00 206.969.729.400,00 2009 29.325.048,50 197.024.396.300,00 2010 34.585.015,65 241.998.234.340,00 (Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu 2006-2010)
PPI Karangsong merupakan PPI dengan volume dan nilai produksi yang
tertinggi jika dibandingkan dengan 13 pusat pendaratan ikan yang ada di
Kabupaten Indramayu. Tabel 7 memperlihatkan bahwa volume produksi PPI
nilai produksi terjadi pada tahun 2010, yakni sebesar 16.525.820 kg dan nilai
produksi Rp180.943.935.000,00.
Tabel 7 Perkembangan volume dan nilai produksi di PPI Karangsong tahun 2006-2010
Tahun Produksi (kg) Kenaikan Nilai Rupiah (Rp) Kenaikan
2006 10.775.000 - 82.689.000.000 -
2007 11.484.000 6,58% 98.642.000.000 19,29% 2008 13.408.000 16,75 % 153.973.000.000 56,09% 2009 14.130.000 5,38% 147.777.000.000 -4,02% 2010 16.525.820 16,96% 180.943.935.000 22,44%
Volume produksi perikanan di PPI Karangsong selama periode 2006-2010
mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan volume produksi yang paling
besar terjadi pada tahun 2010 yakni sebesar 16,96%. Peningkatan volume
produksi tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan nilai produksi. Tahun
2009, ketika volume produksi mengalami kenaikan sebesar 5,38%, nilai produksi
mengalami penurunan sebesar 4,02%. Hal ini dapat diakibatkan oleh harga jual
ikan hasil tangkapan, jenis ikan yang ditangkap, dan kualitas ikan. Tabel 8
Tabel 8 Volume produksi gillnet millenium berdasarkan jenis ikan hasil tangkapan tahun 2010
No Jenis ikan Gillnet Millenium
kg Presentase 1 Bawal Hitam (Formio niger) 284.727 2,97 % 2 Tongkol (Auxis thazard) 3.537.456 36,91% 3 Klayaran (Makaira indica) 191.249 1,99% 4 Tenggiri (Scomberomorus
commersoni )
1.246.990 13,01%
5 Alamkao (Psettodes erumeri) 177.943 1,86% 6 Manyung (Arius thalassinus) 1.515.132 15,81% 7 Remang (Congresox talabon) 1.212.786 12,66% 8 Cucut (Carcharhinus sp.) 467.475 4,88% 9 Pari (Dasyatis sp.) 77.787 0,81% 10 Kakap Putih (Lates calcarifer) 112.335 1,17% 11 Blidah (Chirocentrus dorab) 97.688 1,01% 12 Kakap Merah (Lutjanus
malabaricus)
455.763 4,76%
13 Krempul (Caranx sexfasciatus) 75.933 0,79%
14 Ikan Campur 129.969 1,36%
Jumlah 9.583.243 100%
Gambar 3 Presentasi Volume Produksi Gillnet Millenium di PPI Karangsong
4.5.5 Daerah penangkapan ikan
Daerah penangkapan ikan untuk kapal motor tempel 5-10 GT berada di
wilayah Indramayu sampai dengan Pulau Biawak. Daerah penangkapan ikan
untuk kapal dengan kapasitas 20-30 GT berada di wilayah perairan Karimunjawa,
Masalembu, dan Selat Karimata. Kapal dengan kapasitas 40-60 GT melakukan
kegiatan penagkapan ikan di perairan Masalembu, Karimun Jawa, Selat Karimata,
dan Kepulauan Natuna (Lintang 1-3). .Posisi daerah penangkapan ikan dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan: Perairan Pulau Biawak Perairan Masalembu PerairanLaut Jawa Perairan Laut Cina Selatan Perairan Selat Karimata
Gambar 4 Daerah Penangkapan Ikan Gillnet Millenium.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Teknis Gillnet Millenium 5.1.1 Unit penangkapan ikan
1) Kapal
Kapal yang mengoperasikan alat tangkap gillnet millenium merupakan kapal kayu yang menggunakan solar sebagai bahan bakar. Kapal gillnet millenium dikelompokkan menjadi empat ukuran, yakni kapal berukuran ≤ 10 GT, 20GT , 30GT, ≥ 40 GT. Kapal gillnet millenium yang berukuran ≤ 10 GT memiliki dimensi kapal 7 m x 2,5 m x 1,5 m dengan mesin berupa motor tempel
berkekuatan 24 PK dengan jumlah trip per bulan sebanyak 20-30 kali bergantung
dengan musim. Setiap trip kapal gillnet millenium berukuran 5-10 GT membutuhkan bahan bakar sebanyak 50 liter.
Kapal berukuran 20 GT memiliki dimensi 14 m x 4,1 m x 1,8 m, dengan
mesin inboard berkekuatan 120 PK. Lama satu kali trip biasanya 20 hari. Dalam satu kali trip, kapal ini membutuhkan bahan bakar sebesar 1.200 liter.
Kapal berukuran 30 GT memiliki dimensi 18 m x 4,7 m x 1,8 m dan
memakai mesin motor inboard berkekuatan 160 PK. Lama trip 30-40 hari, dengan kebutuhan bahan bakar per trip sebesar 5.000 liter. Kapal ≥ 40 GT menggunakan mesin inboard dengan kekuatan 220 PK. Kapal berukuran 40 GT memiliki dimensi 20 m x 5,3 m x 2,2 m, sedangkan kapal berukuran 60 GT memiliki
dimensi 22,5 m x 6 m x 2,6 m. Kapal 40 GT dan 60 GT melakukan trip selama
40-60 hari, dengan kebutuhan bahan bakar mencapai 11.000 liter. Kapal 40-60 GT
biasanya sudah dilengkapi dengan GPS, echosounder, radio, freezer, dan line hauler.
2) Alat tangkap
Gillnet millenium terbuat dari bahan jaring polyamide multifilament berdiameter 0,15 – 0,17 cm dengan warna putih transparan dan jumlah pilinan
sebanyak 10-12. Setiap mata jaring berukuran 4 inchi. Dalam 1 piece jaring terdapat dua jenis pelampung yakni, pelampung tali ris berbahan styrofoam dengan jarak masing-masing pelampung 25 meter (17 depa) dan pelampung badan
jaring berbahan plastik bertipe Y8 dengan jarak antar pelampung sebesar 1 meter.
Setiap piece jaring juga dilengkapi dengan pemberat yang terbuat dari semen dengan berat 1,4 kg- 1,5 kg dan jarak antar pemberat sepanjang 10 meter. Ukuran
jaring gillnet millenium pada masing-masing kapal yaitu:
1) Jaring gillnet millenium kapal <10 GT sepanjang 20 piece (panjang 120 m/piece, tinggi 9 m);
2) Jaring gillnet millenium kapal 20 GT sepanjang 60 piece (panjang 120 m/piece, tinggi 9 m);
3) Jaring gillnet millenium kapal 30 GT sepanjang 80 piece (panjang 98 m/piece, tinggi 24 m); dan
3) Nelayan
Nelayan gillnet millenium sebagian besar merupakan nelayan penuh, yaitu nelayan yang menghabiskan seluruh waktu kerjanya dalam kegiatan penangkapan
ikan. Nelayan gillnet millenium dikelompokkan menjadi dua, yakni nelayan pemilik (juragan) dan nelayan buruh..Nelayan juragan adalah pemilik kapal, alat tangkap, dan penyedia modal serta perbekalan melaut. Nelayan buruh dibagi
menjadi juru mudi dan bendega (ABK). Juru mudi bertugas untuk mengemudikan
kapal dan menentukan DPI. Anak buah kapal bertugas untuk mengoperasikan alat
tangkap serta menyiapkan semua kelengkapan kapal lainnya..sJumlah nelayan pada kapal 5 GT sebanyak 4 orang, 20 GT sebanyak 9 orang, 30 GT sebanyak 12
orang, dan ≥ 40 GT sebanyak 13 orang.
Pendapatan bagi masing-masing nelayan ditentukan dengan sistem bagi
hasil. Pertama-tama pendapatan dari hasil penjualan hasil tangkapan akan
dikurangi dengan biaya retribusi, BBM, dan biaya perbekalan. Nelayan pemilik
akan mendapatkan bagian sebesar 60% pada kapal berukuran 30 GT dan ≥ 40 GT, sementara nelayan buruh mendapatkan bagian sebesar 40% yang dibagi rata untuk
setiap nelayan, terkecuali juru mudi yang mendapat bagian 2 kali dari ABK. Pada
kapal 20 GT dan kapal 5-10 GT, sistem bagi hasil antara juragan dan nelayan
buruh sebesar masing-masing 50% setelah dipotong seluruh pengeluaran.
5.1.2 Kegiatan operasi penangkapan ikan 1) Persiapan
Nelayan gillnet millenium melakukan beberapa persiapan dasar sebelum melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan, yang mencakup persiapan alat
tangkap, pemeriksaan mesin dan alat bantu penangkapan, pengecekan alat
navigasi, pengisian bahan bakar dan es, serta pengisian bekal melaut. Persiapan
alat tangkap dilakukan dengan memeriksa dan memperbaiki jaring yang rusak.
Pemeriksaan dan persiapan juga dilakukan terhadap mesin kapal, roller, line hauler, dan alat bantu navigasi seperti echosounder, radio, dan GPS agar dapat menunjang kegiatan penangkapan dengan baik. Kegiatan persiapan kemudian
(1) (2)
(3) (4) Gambar 7 Proses persiapan perbekalan melaut (1) Nelayan memperbaiki jaring
(2) Balok es dimuat ke dalam kapal, (3) Nelayan memeriksa line hauler, (4) Pengisian bahan bakar.
2) Metode operasi
Pengoperasian alat tangkap gillnet millenium diawali dengan penentuan fishing ground yang biasanya ditentukan oleh juru mudi. Setting jaring gillnet millenium biasa dilakukan selama 2 jam, yakni pada pukul 16.00-18.00 WIB. Awalnya, pelampung tanda yang berada di ujung tali selambar diturunkan,
kemudian kapal terus bergerak secara perlahan seraya nelayan terus menurunkan
badan jaring hingga piece terakhir.
Jaring gillnet millenium dapat dioperasikan pada permukaan air, kolom perairan, dan dasar perairan. .Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatur jumlah pelampung styrofoam. Biasanya, ketika langit terang, maka badan jaring diturunkan ke dasar perairan, sedangkan bila langit sedang gelap, maka badan
WIB jaring diangkat (hauling), penarikan jaring dilakukan dengan menggunakan mesin line hauler.. Proses hauling pada kapal berukuran 30 GT dan ≥ 40 GT, berlangsung mulai pukul 24.00 WIB dan berakhir pada pukul 08.00 WIB, atau
selama 8 jam..Hasil tangkapan kemudian dimasukkan ke dalam palka yang sudah diisi es.
(1) (2)
Gambar 8 Alat bantu gillnet millenium (1) Line hauler pada kapal 5 GT, (2) Serok
Bila palkah sudah penuh dengan hasil tangkapan dan persediaan BBM
sudah menipis, maka kapal gillnet millennium akan kembali ke fishing base untuk mendaratkan hasil tangkapannya. Sementara apabila palkah sudah penuh dengan
hasil tangkapan namun persediaan BBM di kapal masih banyak, maka juru mudi
akan menghubungi kapal lain milik juragan yang sama untuk menitipkan hasil
tangkapannya.
3) Penanganan hasil tangkapan
Ikan hasil tangkapan yang terjerat oleh gillnet millenium langsung dilepas seraya proses hauling terus berlangsung. Ikan yang tertangkap kemudian disortir berdasarkan jenis dan ukuran, dan kemudian dimasukkan ke dalam palka yang
telah berisi es.
4) Pendaratan hasil tangkapan
Proses pembongkaran ikan segera dilaksanakan ketika kapal sudah
bersandar. ABK kapal akan menurunkan hasil tangkapan yang sudah dimuat
menuju TPI Karangsong untuk dilelang. Proses pelelangan hasil tangkapan setelah
diturunkan dari kapal adalah sebagai berikut:
1) Nelayan mengantri untuk mendapatkan nomor lelang kapal.
2) Hasil tangkapan dibawa untuk dilakukan proses penimbangan.
3) Keranjang ikan ditandai berdasarkan nama juragan dan diberi nomor urut
lelang.
4) Proses lelang diselenggarakan yang dipimpin oleh juru lelang
5) Pemenang lelang adalah pihak yang membayar dengan harga tertinggi.
6) Petugas lelang menandai keranjang berdasarkan nama pemenang lelang.
7) Pemenang lelang membayarkan ikan yang dibelinya kepada pihak TPI
8) Pihak TPI kemudian membayarkan hasil pelelangan ikan ke juragan.
5.1.3 Hasil tangkapan
Hasil tangkapan gillnet millenium yang didaratkan di PPI Karangsong antara lain bawal hitam (Formio niger), tongkol (Auxis thazard), klayaran (Makaira indica), manyung (Arius thalassinus), tenggiri (Scomberomorus commersoni), kakap merah (Lutjanus malabaricus), kakap putih (Lates calcarifer), cucut (Charcharinus sp.), remang (Congresox talabon), pari (Dasiatys sp.), sebelah (Psettodes erumei), lidah (Chirocentrus dorab) dan selar (Caranx sexfasciatus). 5.2 Analisis Faktor-Faktor Teknis Produksi Penangkapan Gillnet
Millenium
Faktor-faktor produksi yang dipilih pada penelitian ini adalah yang
berpengaruh langsung dalam kegiatan produksi perikanan. Faktor-faktor produksi
yang berpengaruh dalam usaha perikanan gillnet millenium adalah: 1) Ukuran kapal
Ukuran kapal diduga sebagai faktor penting yang mempengaruhi hasil
produksi perikanan gillnet millenium. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar ukuran kapal maka daya jelajah kapal dan daya tampung juga
semakin besar. Hal ini berpengaruh positif terhadap jumlah hasil tangkapan.
Kapal diukur berdasarkan volume yaitu gross tonnage (GT). 2) Panjang jaring
Panjang jaring memiliki pengaruh yang penting dalam hasil produksi
perikanan gillnet millenium karena panjang jaring berkaitan dengan area luasan badan jaring yang direntangkan untuk menghadang ruaya ikan target
tangkapan sehingga ikan dapat terjerat. Panjang jaring didasarkan pada
satuan piece. 3) Lama Hari
Gillnet millenium dioperasikan dengan tempo waktu harian. Berdasarkan hal tersebut, maka jumlah hari operasi armada penangkapan
ikan akan berpengaruh besar dalam jumlah produksi hasil tangkapan.
4) Kebutuhan Bahan Bakar
,Pemakaian rata-rata kapal yang berukuran 5 GT menggunakan BBM sebesar 50 liter/trip, kapal 20 GT sebesar 1.200 liter/trip, kapal 30 GT
5)Jumlah ABK
Tenaga kerja pada setiap kapal dibagi menjadi nahkoda dan anak buah
kapal. Jumlah tenaga kerja pada masing-masing kapal sebanyak 4 hingga
13 orang.
5.3 Optimasi Teknis
Perhitungan optimasi teknis gillnet millenium dilakukan dengan menggunakan empat kelompok data yang disusun berdasarkan ukuran kapal.
Keempat ukuran kapal tersebut adalah kapal ukuran > 40 GT, 30 GT, 20 GT, dan
10 GT. Perbedaan ukuran kapal gillnet millenium juga disertai oleh perbedaan faktor teknis lainnya pada masing-masing ukuran kapal. Faktor teknis yang
mengikutinya yaitu panjang jaring (piece), lama trip (hari), jumlah ABK (orang), dan kebutuhan BBM (liter).
Tabel 9 Hasil Produksi Perikanan untuk Kapal ≥ 40 GT Kapal ≥
Dari Tabel 9 di atas, dilakukan perhitungan mengenai rata-rata jumlah hasil
produksi per trip, jumlah produktivitas harian, jumlah produktivitas harian per
luasan jaring, jumlah produktivitas harian per ABK, dan jumlah produktivitas
BBM/trip. Berikut adalah hasil perhitungan dari komponen-komponen tersebut:
oProduktivitas rata-rata per trip
oProduktivitas harian
oProduktivitas harian per luas jaring
B=
oProduktivitas harian per ABK
C=
oProduktivitas BBM/Trip
D= Dari perhitungan di atas, didapati bahwa kelompok kapal gillnet millenium berukuran > 40 GT menangkap ikan rata-rata sejumlah 38.500 kg dalam satu kali
trip atau setara dengan 641,667 kg ikan per hari. Setiap 1 meter persegi jaring
mampu menghasilkan ikan sebanyak 2,48 gram. Perbandingan jumlah hasil
tangkapan dengan jumlah ABK adalah 49,359 kg ikan untuk 1 orang ABK. Setiap
satu liter BBM yang digunakan dalam trip menghasilkan 3,5 kg ikan.
Tabel 10 Hasil Produksi Perikanan untuk Kapal 30 GT
Kapal 30
Dari tabel di atas, dilakukan perhitungan mengenai rata-rata jumlah hasil
produksi per trip, jumlah produktivitas harian, jumlah produktivitas harian per
luasan jaring, jumlah produktivitas harian per ABK, dan jumlah produktivitas
oProduktivitas rata rata-rata per trip
oProduktivitas harian
A =
oProduktivitas harian per luas jaring
B =
oProduktivitas harian per ABK
C=
= 34,114 kg/orang/hari
oProduktivitas BBM/Trip
D=
Dari perhitungan di atas, didapati bahwa kelompok kapal gillnet millenium berukuran 30 GT menangkap ikan rata-rata sejumlah 16.375 kg dalam satu kali
trip atau setara dengan 409,375 kg ikan per hari. Setiap 1 meter persegi jaring
mampu menghasilkan ikan sebanyak 2,45 gram. Perbandingan jumlah hasil
tangkapan dengan jumlah ABK adalah 34,114 kg ikan untuk 1 orang ABK. Setiap
Tabel 11 Hasil Produksi Perikanan untuk Kapal 20 GT
Dari tabel di atas, dilakukan perhitungan mengenai rata-rata jumlah hasil
produksi per trip, jumlah produktivitas harian, jumlah produktivitas harian per
luasan jaring, jumlah produktivitas harian per ABK, dan jumlah produktivitas
BBM/trip. Berikut adalah hasil perhitungan dari komponen-komponen tersebut:
oProduktivitas rata-rata per trip
=
oProduktivitas harian
A =
oProduktivitas harian per luas jaring
B =
oProduktivitas harian per ABK
C=
=29,642 kg /hari/orang
oProduktivitas BBM/Trip
Dari perhitungan di atas, didapati bahwa kelompok kapal gillnet millenium berukuran 20 GT menangkap ikan rata-rata sejumlah 5.335,714 kg dalam satu kali
trip atau setara dengan 266,785 kg ikan per hari. Setiap 1 meter persegi jaring
mampu menghasilkan ikan sebanyak 4,12 gram. Perbandingan jumlah hasil
tangkapan dengan jumlah ABK adalah 29,642 kg ikan untuk 1 orang ABK. Setiap
satu liter BBM yang digunakan dalam trip menghasilkan 4,446 kg ikan.
Tabel 12 Hasil Produksi Perikanan untuk Kapal < 10 GT
Kapal <10
Dari tabel di atas, dilakukan perhitungan mengenai jumlah produktivitas
harian, jumlah produktivitas harian per luasan jaring, jumlah produktivitas harian
per ABK, dan jumlah produktivitas BBM/trip. Berikut adalah hasil perhitungan
dari komponen-komponen tersebut:
o Produktivitas harian
A =
oProduktivitas harian per luas jaring
oProduktivitas harian per ABK
=13,5 kg/orang/hari
oProduktivitas BBM/Trip
D=
Dari perhitungan di atas, didapati bahwa kelompok kapal gillnet millenium berukuran < 10 GT menangkap ikan rata-rata 54 kg/hari, dimana setiap 1 meter
persegi jaring mampu menghasilkan ikan sebanyak 2,5 gram. Perbandingan
jumlah hasil tangkapan dengan jumlah ABK adalah 13,5 kg ikan untuk 1 orang
ABK. Setiap satu liter BBM yang digunakan dalam trip menghasilkan 1,08 kg
ikan.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka kita dapatkan
komponen-komponen untuk menghitung optimasi teknis.
Tabel 13 Tabel Optimasi
No Kapal A FnA B FnB C Fnc D FnD X2
1. <10 GT 54 0 2,5 0,03 13,5 0 1,08 0 0,03 2. 20 GT 266,785 0,362 4,12 1 29,642 0,45 4,446 1 2,812 3. 30 GT 409,375 0,604 2,45 0 34,114 0,57 3,275 0,65 1,824 4. >40 GT 641,667 1 2,48 0,017 49,359 1 3,5 0,72 2,737
Keterangan: A = Produktivitas harian (kg)
FnA = Fungsi nilai untuk A
B = Produktivitas harian per luas jaring (gr/m2) FnB = Fungsi nilai untuk B
C = Produktivitas harian per ABK (kg/orang/hari)
FnC = Fungsi nilai untuk C
D = Produktivitas BBM/Trip (kg/liter)
FnD = Jumlah fungsi nilai untuk D
X2 = Total fungsi nilai
Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai Fn untuk produktivitas
FnA1=
Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai Fn dari Produktivitas harian
per luas jaring untuk masing-masing kategori kapal:
FnB1 =
Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai Fn dari produktivitas harian
per ABK untuk masing-masing kategori kapal:
Berikut adalah perhitungan untuk mencari nilai Fn dari produktivitas BBM
per trip untuk masing-masing kategori kapal:
FnD1 =
Berdasarkan tabel di atas, maka ditentukanlah nilai X2 untuk masing-masing
kelompok kapal adalah sebagai berikut:
a. X2 (10GT) = FnA1 + FnB1 + FnC1 + FnD1 = 0,18
b. X2 (20GT) = FnA2 + FnB2 + FnC2 + FnD2 =2,812
c. X2 (30GT) = FnA3 + FnB3 + FnC3 + FnD3 =1,824
d. X2 (40GT) = FnA4 + FnB4 + FnC4 + FnD4 =2,89
Berdasarkan nilai FnA, semakin besar ukuran kapal maka semakin besar
pula produktivitas hariannya. Kelompok kapal dengan ukuran > 40 GT memiliki
nilai produktivitas harian yang paling tinggi dibandingkan ketiga kelompok kapal
lain. Kapal dengan ukuran di atas > 40 GT yang memiliki jumlah hari trip
sebanyak 60 hari, memiliki indeks fungsi nilai bernilai 1. Sementara kapal dengan
ukuran 30 GT dengan jumlah hari trip sebanyak 40 hari memiliki rata-rata
produktivitas harian tertinggi kedua, yakni dengan indeks fungsi nilai sebesar
0,604.
Kelompok kapal ketiga, yakni kapal berukuran 20 GT dengan jumlah hari
trip sebanyak 20 hari memiliki produktivitas harian tertinggi ketiga dengan indeks
fungsi nilai sebesar 0,362. Kapal dengan ukuran <10 GT yang beroperasi harian
(one day fishing) memiliki nilai produktivitas harian yang terendah yakni dengan indeks 0.
Selain mempengaruhi lamanya trip operasi penangkapan ikan dan daya
yang telah diatur oleh undang-undang perikanan tahun 2004. Kapal gillnet millenium berukuran > 40 GT memiliki area operasi di jalur tangkap III yakni lebih dari 12 mil lepas pantai. Kapal berukuran 20 GT dan 30 GT memiliki daerah
operasi di jalur tangkap II yakni 6-12 mil lepas pantai. Kapal gillnet millenium berukuran < 10 GT hanya diizinkan beroperasi di jalur tangkap 1a dan 1b, yakni
sejauh 0-6 mil dari pantai (KKP, 2011).
Kapal berukuran 30 GT dan > 40 GT memiliki daerah penangkapan ikan
sampai ke perairan Belitung, Selat Karimata, Madura, Karimun Jawa, dan
Kepulauan Natuna yakni pada WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) 711 yang
memiliki status stok pelagis besar under exploited. Kapal dengan ukuran 20 GT memiliki DPI terjauh sampai Belitung dan Selat Karimata yang juga berada pada
WPP 711. Kapal dengan ukuran dibawah 10 GT hanya beroperasi di sekitar pantai
Indramayu sampai dengan pulau Biawak yang berada pada WPP 712 dengan
status stok overfishing (Forum Nasional Kebijakan SDI di WPP, 2009).
Menurut Hamdan,et al. (2006) hasil tangkapan nelayan di Perairan Utara
Jawa kurang dari 12 mil tidak terlalu banyak. Kecilnya indeks FnA untuk
kelompok kapal berukuran < 10 GT juga diduga dipengaruhi oleh tingkat
persaingan untuk kapal berukuran < 10 GT sangat tinggi apabila dibandingkan
dengan kelompok kapal lainnya yang berukuran lebih besar. Hal ini terlihat dari
proporsi ukuran kapal di Kabupaten Indramayu dimana kapal berukuran < 10 GT
sangat mendominasi dengan jumlah sebanyak 5375 unit kapal atau 89% dari
jumlah keseluruhan kapal pada tahun 2009 (Pemerintah Kabupaten Indramayu,
2011). Ketatnya persaingan antar armada dan daerah penangkapan yang sudah
mengalami overfishing, mengakibatkan produktivitas harian kapal gillnet millenium < 10 GT adalah yang terendah dibandingkan ketiga kelompok kapal lainnya.
Untuk produktivitas per meter persegi jaring, kapal gillnet millenium berukuran 20 GT memiliki produktivitas per meter persegi yang paling tinggi
dengan indeks fungsi nilai sebesar 1, diikuti dengan kapal berukuran < 10 GT, >
Ini berarti ikan yang tertangkap pada jaring gillnet millenium dengan ukuran kapal 20 GT memiliki sebaran yang lebih rapat dibandingkan ketiga kelompok kapal
lainnya.
Bila dilihat komposisi hasil tangkapan ikan yang didaratkan di PPI
Karangsong pada tahun 2010, 40,86% di antaranya adalah jenis ikan demersal dan
ikan karang. Jumlah ini diduga dihasilkan oleh jaring gillnet millenium dengan kedalaman 9 m yang dimiliki oleh kapal ukuran 20 GT dan < 10 GT.
Perairan Belitung, Laut Jawa, dan Selat Karimata yang menjadi fishing ground armada gillnet millenium ukuran 20 GT merupakan perairan yang dangkal karena termasuk dalam paparan sunda. Bila dilihat berdasarkan sifat gillnet millennium yang dapat dioperasikan hanyut di permukaan, kolom, dan dasar perairan, serta kemungkinannya untuk hanyut sampai ke daerah pantai, maka
tidak heran apabila jenis ikan yang tertangkap adalah ikan-ikan demersal dan
karang seperti bawal hitam (Formio niger), manyung (Arius thalassinus), kakap merah (Lutjanus malabaricus), kakap putih (Lates calcarifer), remang (Congresox talabon), pari (Dasiatys sp.), sebelah (Psettodes erumei), dan selar (Caranx sexfasciatus).
Alat tangkap yang dimiliki armada gillnet millenium ukuran 30 GT dan > 40 GT memiliki jaring dengan ketinggian 24 meter dan 27 meter yang ditujukan
untuk menghadang ruaya ikan tongkol dengan tenggiri yang memiliki swimming
layer 10-70 m dan berenang secara schooling (Pauly, 1996).
Pada Tabel 13, indeks jumlah produktivitas harian per luasan jaring (B)
untuk kapal dengan ukuran 20 GT dan < 10 GT lebih besar dibandingkan indeks
B yang dimiliki oleh kapal dengan ukuran 30 GT dan > 40 GT yang memiliki
ketinggian jaring 24 m dan 27 m. Angka yang terdapat pada kolom Fnb
memperlihatkan bahwa luas jaring tidak berbanding lurus dengan jumlah hasil
tangkapan. Selain tidak efisien, ukuran jaring gillnet millennium di desa Karangsong juga tidak ramah lingkungan karena badan jaring yang terlalu tinggi
menghadang semua biota perairan baik permukaan, kolom, maupun dasar
perairan.
Berdasarkan nilai FnC untuk produktivitas harian per ABK, dari tabel
dengan besarnya ukuran kapal. Semakin besar kapal, maka semakin banyak
jumlah ABK-nya. Kapal dengan ukuran 40GT memiliki nilai FnC tertinggi dengan
indeks nilai bernilai 1, diikuti dengan kelompok kapal 30 GT dengan indeks nilai
bernilai 0,57, kemudian kelompok kapal 20GT dengan indeks nilai 0,45, dan
kelompok kapal dibawah 10 GT dengan indeks nilai 0.
Angka FnC pada produktivitas harian per ABK menunjukkan berapa hasil yang dicapai oleh rata-rata setiap ABK dalam satu hari penangkapan. Kapal
dengan ukuran > 40 GT memiliki produktivitas harian per ABK yang paling
tinggi karena meskipun hanya beranggotakan 13 ABK, kelompok kapal ini dapat
mengumpulkan hasil tangkapan lebih banyak dari yang kelompok kapal yang lain.
Artinya, penggunaan tenaga manusia paling optimal terjadi pada kelompok kapal
ini. Ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo, et. al
(2012) yang menyatakan bahwa ada kecenderungan produksi ikan meningkat
dengan bertambahnya jumlah ABK yang ikut serta.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di lapangan pada kelompok
kapal ukuran > 40 GT, setiap ABK-nya diwajibkan untuk dapat menggantikan
peran ABK yang lain, dan wajib ikut serta dalam operasi penangkapan bila sedang
tidak bertugas. Kewajiban ini berdampak positif pada penggunaan jumlah ABK
yang ikut dalam operasi penangkapan. Jumlah ABK dapat diminimalisir karena
bahkan juru masak dan ahli mesin juga terlibat dalam kegiatan penangkapan,
sehingga penggunaan tenaga kerja juga lebih efisien. Syamsul dan Tanjung (2003)
menjelaskan bahwa adanya perputaran tugas (job rotation), perluasan pekerjaan, dan pemerkayaan pekerjaan dapat menambah kualitas, kerjasama, dan motivasi
pekerja
Berbeda halnya dengan kelompok kapal ukuran > 40 GT, pada kapal ukuran
< 10 GT, operasi penangkapan ikan cukup dilakukan oleh 2 orang nelayan.
Sementara itu, 2 nelayan lainnya yang berfungsi sebagai juru mudi dan juru mesin
jarang terlibat dalam operasi penangkapan.
Berkenaan dengan nilai FnD (produktivitas BBM per trip), kapal dengan
faktor yang menyebabkan perbedaan nilai FnD adalah keahlian fishing master
dalam menentukan fishing ground. Kelompok kapal berukuran 20 GT memiliki nilai FnD tertinggi karena memiliki ukuran yang lebih kecil dan lama trip 12 hari
dengan DPI yang tidak terlalu jauh, namun produktif, yakni pada WPP 711, di
daerah Belitung dan Selat Karimata yang berstatus under exploited (Forum Nasional Kebijakan SDI di WPP, 2009).
Kapal berukuran < 40 GT meskipun memiliki produktivitas harian tertinggi,
namun penggunaan BBM nya lebih boros karena harus beroperasi 12 mil dari
garis pantai selama 60 hari. Akibatnya, produktivitas per liter BBM kelompok
kapal ini lebih rendah dibandingkan kelompok kapal berukuran 20 GT.
Sedangkan pada kapal < 10 GT yang beroperasi di sekitar pantai utara Laut Jawa
yang memiliki persaingan tinggi dan berstatus overfishing, untuk mensiasati kondisi ini, biasanya nelayan skala kecil melakukan penangkapan di fishing ground yang lebih jauh (Prabowo, et. al, 2012).
Hasil perhitungan optimasi yang didasarkan atas produktivitas harian,
produktivitas jaring per luasan wilayah, produktivitas harian per ABK, dan
produktivitas BBM per trip menunjukkan bahwa kapal dengan ukuran 20 GT
adalah kapal dengan nilai optimal paling tinggi dengan indeks nilai total 2,812,
diikuti dengan kapal berukuran < 40 GT dengan nilai 2,737, kemudian kapal
berukuran 30 GT dengan nilai 1,824, dan kapal 10 GT dengan nilai 0,03.
Kelompok kapal berukuran 20 GT merupakan kelompok kapal yang paling
efisien dari segi teknis, namun nilainya tidak terlalu signifikan bila dibandingkan
dengan kelompok kapal berukuran < 40 GT. Meskipun kelompok kapal 20 GT
lebih efisien dari segi teknis, namun penelitian yang dilakukan oleh Ritonga
(2012) menunjukkan bahwa kelompok kapal berukuran < 40 GT lebih unggul dari
segi analisis finansial karena memiliki nilai R/C dan return of investment yang lebih tinggi dibandingkan ketiga kelompok kapal lainnya. Salah satu hal yang
menyebabkan hal ini adalah ikan hasil tangkapan kapal ukuran < 40 GT memiliki
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1Kesimpulan
1) Kelompok kapal gillnet millenium berukuran 20 GT memiliki nilai optimasi teknis dengan indeks fungsi nilai sebesar 2,812, diikuti dengan kapal
berukuran > 40 GT dengan nilai 2,737, kemudian kapal berukuran 30 GT
dengan nilai 1,824, dan kapal > 10 GT dengan nilai 0,18.
2) Perbedaan nilai optimasi teknis berbagai ukuran kapal dipengaruhi oleh lokasi
DPI, lama trip, dan tinggi badan jaring gillnet millennium.
6.2 Saran
1) Perlunya dilakukan penelitian berkaitan dengan optimasi yang dibagi
berdasarkan kedalaman jaring dan hasil tangkapan yang didapatkan pada
berbagai area kedalaman jaring.
2) Dibutuhkan kombinasi teknis yang dipadukan dengan analisis finansial guna
menentukan optimasi dari segi ekonomi dan teknis.
3) Perlunya peran pemerintah dalam membatasi jumlah dan mengatur wilayah
operasi kapal berukuran < 10 GT dan memperbanyak kapal berukuran 20 GT
dan > 40 GT .
4) Perlunya pengawasan lebih ketat berkenaan dengan ukuran jaring gillnet millennium yang digunakan nelayan di Desa Karangsong.
OPTIMASI TEKNIS PERIKANAN
GILLNET MILLENIUM
DI
DESA KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU
WILLY ARISTAKING
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Optimasi Teknis Perikanan Gillnet Millenium di Desa Karangsong, Indramayu adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2012