• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT

STRATEGI PENCAPAIAN PENGELOLAAN MANDIRI

TAMAN NASIONAL KOMODO

JADDA MUTHIAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

Jadda Muthiah

(4)
(5)

RINGKASAN

JADDA MUTHIAH. Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo. Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Nilai Penting kawasan konservasi sebagai penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan mengusung pentingnya pemanfaatan secara lestari sudah menjadi pemahaman global. Kawasan konservasi dengan segala nilai pentingnya ini menghadapi berbagai permasalahan dalam pengelolaan, dimana salah satu penyebab adalah keterbatasan pendanaan. Taman Nasional Komodo (TNK) sebagai salah satu kawasan konservasi yang masuk dalam penggolongan taman nasional evektif oleh Kementerian Kehutanan juga menghadapi berbagai permasalahan. Untuk mengubah paradigma kawasan konservasi yang selama ini merupakan cost center

menjadi pilot pembangunan berbasis sumberdaya alam, mulai berkembang wacana kemandirian finansial kawasan konservasi. Kemandirian ini diartikan sebagai kemampuan dari suatu kawasan konservasi untuk mencukupi biaya pengelolaannya sendiri melalui penerimaannya.

TNK didanai sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Rata-rata pendanaan kawasan konservasi Indonesia sebesar USD 33,95/Km2/tahun, TNK yang pada tahun 2013 didanai sebesar USD 907,62/Km2 termasuk salah satu taman nasional dengan pendanaan tertinggi di Indonesia maupun Asia Tenggara yang memiliki rata-rata pendanaan USD 502/Km2. Meskipun pendanaan TNK tergolong tinggi, TNK masih belum mandiri dan menghadapi berbagai permasalahan pengelolaan dalam pencapaian tujuannya.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo. Strategi ini dikhususkan menjadi tiga yakni strategi kelola kawasan, kelola bisnis, dan kelola kelembagaan. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, kajian pustaka, dan pengamatan partisipatif. Data dianalisis dengan metode tabulasi silang serta deskriptif untuk menggambarkan kondisi dari setiap kriteria kemandirian dan kelestarian TNK. Analisis dilakukan untuk mendapatkan gambaran kesenjangan antara kondisi ideal dan kondisi riil serta skenario untuk menutupi gap tersebut.

Pemasukan TNK yang berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berasal dari pungutan ijin masuk kawasan dari kegiatan wisata alam. PNBP ini memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya peningkatan trend kunjungan wisatawan yang selama 12 tahun terakhir rata-rata mengalami pertumbuhan sebesar 6,73% untuk wisatawan mancanegara dan 15,70% untuk wisatawan nusantara.

(6)

otonom, belanja yang ditanggung oleh pemeritah pusat adalah belanja rutin sedangkan belanja kegiatan dan investasi sebesar 13,5 M harus dipenuhi sendiri (terpenuhi 32,59% dari PNBP). Jika TNK diharapkan berjalan otonom memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri, dana yang harus dicukupi sebesar 19,5 M (terpenuhi 22,56% dari PNBP).

Hasil analisis menunjukkan bahwa kemandirian TNK memungkinkan untuk dicapai. Namun, jika manajemen TNK tetap dilaksanakan seperti sekarang, kemandirian masih sangat lama sebelum dapat tercapai. Perubahan tarif kegiatan wisata dari implementasi PP No. 12 tahun 2014 tentang PNBP memang berarti banyak namun perlu peningkatan kegiatan yang mendatangkan revenue, khususnya pada bisnis wisata dan bisnis konservasi, baik dilaksanakan sendiri oleh BTNK, kolaborasi dengan masyarakat, maupun penyelenggaraan oleh swasta.

Hubungan antar aktor dalam manajemen TNK tergolong baik dan menghormati otoritas masing-masing. Sektor bisnis berkembang seiring perkembangan wisata TNK namun belum ada kerjasama resmi dengan TNK. Masyarakat di dalam kawasan memiliki kapasitas sosial yang tinggi namun belum termasuk kepedulian terhadap lingkungan sehingga pelibatannya dalam strategi kelola kawasan membutuhkan prasyarat peningkatan kesadaran dan kepedulian lingkungan.

Strategi pencapaian kemandirian terpilih adalah strategi kelola usaha skenario optimis tingkat II dengan model pengelola semi otonom dalam manajemen berbasis masyarakat. Skenario optimis tingkat II yaitu skenario usaha yang mengoptimalkan potensi saat ini melalui perawatan fasilitas dan peningkatan kinerja. Tidak ada klausul kebijakan pemerintah yang menghalangi pelaksanaan strategi ini.

(7)

SUMMARY

JADDA MUTHIAH. A Strategy for the Attainment of Self-Financing by Komodo National Park. Supervised by RINEKSO SOEKMADI and DODIK RIDHO NURROCHMAT.

The importance of conservation areas as supporting human, as well as animal and plant life, and the need for sustainable preservation of ecosystems, are now universally accepted. Even the most valuable conservation areas, however, encounter many management problems. One of the biggest problems is lack of funding. Komodo National Park (KNP), one of the most effective management of conservation areas in Indonesia, faces just such problems. To switch the conservation paradigm from cost center to becoming a leading center and base for the development of natural resources, the debate about self-financing management models is starting to attract attention. Self-financing is defined as the ability of a conservation area to cover its own running cost by generating its own income.

Currently, central government fully funds KNP’s running costs. The average running cost of conservation areas in Indonesia is around USD 34/km2 yearly (Soekmadi 2002), but in 2013, KNP’s declared cost was just over USD 900/km2. KNP is one of the most heavily-funded national parks in Indonesia; even for Southeast Asia as a region, the average is around USD 500/km2 yearly. Such funding needs cannot be covered by its own income yet.

This research investigated possible sustainable strategies for self-financing by KNP; the research used gap analysis of the difference between real and ‘ideal’ scenarios for KNP’s self-financing and sustainability criteria. This strategy is divided into: area management strategy, business strategy and institutional strategy. Research data was collected by interview, literature review, and participatory observation. Cross-tabulation and descriptive methods were used to analyze the data, to explain the real and ideal situations of self-financing and sustainability, in order to derive a strategy for closing the gap.

KNP revenue, which is classified as non-tax government income, is earned through nature tourism ‘activity fees’ (including entrance fees). This income has increased every year in line with the growth of tourist numbers. In the last 12 years, the number of foreign tourist has grown by an average 6,73% yearly, while the number of local tourist has grown by an average15,70% yearly.

(8)

model, only fixed costs would be covered by government, with KNP needing to find IDR 13,5 billion; in 2013, KNP revenue covered about a third of this. If KNP wished to adopt a fully-self-financing model (autonomous form), it would need to find IDR 19,5 billion, and 2013 KNP’s revenue would have covered around 23%.

The results of this research have shown that KNP could attain complete financial self-sufficiency. The problem is it would take too long to achieve this, if KNP continues with ‘business as usual’. Changes of tourism ‘fares’, as a result of PP No. 12 2014, which concerns non-tax government income implementation issues, will have a very significant impact but KNP still needs more innovation in respect of its tourism and conservation businesses, to attain total self-financing.

The relationship between KNP stakeholders is good in terms of respect for each other’s positions, but not yet in terms of collaboration. The tourism business sector is developing but there is no contractual cooperation with the national park. Social capital of communities lived inside KNP area is high but their awareness about conservation is lacking. Local community involvement in conservation area management can be done with conservation awareness increases as a precondition. Selected strategy of attainment of self-financing by Komodo National Park is the ‘optimist II scenario’ of business strategy with ‘semi-autonomous form’ in ‘community based’ area management. This scenario optimizes actual resources in terms of facility maintenance and optimizing management performance. There is no legal prohibition against implementing this.

(9)
(10)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(11)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

STRATEGI PENCAPAIAN PENGELOLAAN MANDIRI

TAMAN NASIONAL KOMODO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(12)
(13)

Judul Tesis : Strategi Pencapaian Pengelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo Nama : Jadda Muthiah

NIM : E352110021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF Ketua

Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MScF Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

Dr Ir Ricky Avenzora, MScF

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: (18 Februari 2015)

(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah kemandirian kawasan konservasi, dengan judul Strategi Pencapaian Pengelelolaan Mandiri Taman Nasional Komodo.

Ungkapan Terima kasih yang tiada terkira penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Rinekso Soekmadi, MScF dan Bapak Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MScF selaku pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan dukungan. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Ricky Avenzora, MScF selaku Ketua Program Studi MEJ dan Bapak Dr Ir Aceng Hidayat, MT selaku penguji luar komisi atas segala arahannya. Rasa terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir Haryanto, MS yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian pendahuluan di lokasi penelitian dan Ibu Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib, MS atas segala bimbingan dan pertolongannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Balai Taman Nasional Komodo yang telah sangat membantu penulis selama penelitian. Ungkapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada keluarga besar MEJ dan teman-teman terkasih yang senantiasa membantu dan meluangkan waktunya yang berharga. Tak terkecuali, ungkapan penuh kasih penulis sampaikan kepada Ayah, Mama, keempat adik penulis serta seluruh keluarga, atas segala dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR ii

DAFTAR LAMPIRAN iii

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan dan Pendekatan Masalah 3

Tujuan 5

2 METODE PENELITIAN

Sasaran Penelitian 5

Alat dan Obyek Penelitian 5

Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Kerangka Pikir Penelitian 6

Jenis Data yang Dikumpulkan 8

Metode Pengumpulan Data 9

Analisis dan Sintesis 15

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemandirian Taman Nasional Komodo 16

1. Elemen pendanaan Taman Nasional Komodo saat ini 17

2. SDM TNK dalam pencapaian kemandirian 27

3. Institusi TNK dalam keberlanjutan pendanaan 30

Kelestarian Taman Nasional Komodo 34

1. Kelestarian ekologi TNK 34

2. Kelestarian sosial ekonomi budaya TNK 36

3. Kelestarian kelembagaan TNK 43

Strategi Pencapaian Kemandirian dan Kelestarian TNK 55

1. Strategi kelola kawasan 55

2. Strategi kelola usaha 62

3. strategi kelola kelembagaan 67

Implementasi Strategi Pencapaian Kemandirian dan Kelestarian 71 4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 73

Saran 74

DAFTAR PUSTAKA 74

(16)

ii

DAFTAR TABEL

1. Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data 12

2. PNBP TNK 17

3. Anggaran dan belanja TNK 17

4. Pagu dan realisasi anggaran TNK 2008 – 2013 20 5. Jenis, tarif dan persentase PNBP terbesar TNK 21

6. Proyeksi persentase perubahan PNBP TNK 22

7. Frekuensi kapal wisata memasuki TNK 24

8. Rincian PNBP dan jumlah pengunjung TNK tahun 2013 24 9. Dana rata-rata pengelolaan taman nasional dan kawasan konservasi

menurut IUCN 25

10.Rencana dan alokasi pendanaan serta pendapatan TNK 26

11.Kebutuhan dana TNK selama lima tahun 26

12.Tenaga kerja rata-rata pengelolaan taman nasional dan kawasan

konservasi menurut IUCN 29

13.Sasaran strategis terkait kelestarian ekologi 35

14.Pembinaan masyarakat 42

15.Pungutan PNBP baru terkait masyarakat 43

16.Rekapitulasi luas perubahan zonasi TN Komodo tahun 2011 43

17.Pencapaian kinerja BTNK 48

18.Kerangka kerja IUCN-WCPA untuk mengukur efektifitas manajemen dari kawasan konservasi dan sistem kawasan konservasi 48 19.Perbandingan RPJMD Kabupaten Manggarai Barat dan Renstra TNK 52

20.Kriteria modal sosial masyarakat 55

21.Modal sosial masyarakat dalam kawasan TNK 56 22.Kriteria kapasitas pengelolaan kawasan konservasi 57

23.Kapasitas pegelola TNK 58

24.Kriteria kepedulian masyarakat terhadap lingkungan 59

25.Kepedulian lingkungan masyarakat TNK 60

26.Proyeksi PNBP TNK 10 tahun mendatang 62

27.Strategi Kelola Usaha TNK 63

28.Proyeksi PNBP TNK terhadap perubahan tarif 64

29.Proyeksi PNBP TNK skenario optimis 65

30.Proyeksi PNBP TNK skenario moderat 66

31.Proyeksi PNBP TNK skenario pesimis 67

32.Implikasi kelembagaan dari strategi pencapaian kemandirian dan

kelestarian 68

33.Kriteria pemilihan strategi 71

(17)

iii

DAFTAR GAMBAR

1. Lokasi penelitian 6

2. Kerangka pikir penelitian 7

3. Perkembangan kunjungan wisatawan TNK 18

4. Kapal-kapal wisata di Labuan Bajo 23

5. Sebaran usia pegawai 27

6. Tingkat pendidikan pegawai 28

7. Jumlah tenaga kerja TNK sepuluh tahun terakhir 30 8. Bagan di Desa Papagarang sebagai alat penangkapan ikan utama 36

9. Beberapa jenis hasil laut TNK 37

10.Pekerjaan terkait wisata di Desa Komodo 37

11.Tokoh yang dianggap berpengaruh di masyarakat 37 12.Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan konservasi 40

13.Perubahan zonasi Taman Nasional Komodo 44

14.Fasilitas pos lapang TNK 50

15.Alternatif pengelolaan kawasan 61

16.Proyeksi jumlah kunjungan TNK 62

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jumlah pengunjung TNK per tahun 79

2. Pungutan wisata di TN berdasar aturan PNBP lama dan baru 80 3. Rincian perhitungan perkiraan penerimaan TNK skenario optimis

tingkat 1 85

4. Rincian perhitungan perkiraan penerimaan TNK skenario optimis

tingkat 2 86

5. Rincian perhitungan perkiraan penerimaan TNK skenario optimis

(18)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan konservasi kerap dianggap sebagai benteng terakhir perlindungan sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya. Kawasan konservasi berperan dalam perlindungan sistem penyangga kehidupan serta pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, dan mengusung pentingnya pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya (PP No. 28 tahun 2011) serta memberi manfaat yang besar dalam budaya, ekologi, spiritual dan pengetahuan bagi masyarakat (Janishevski et al. 2008). Namun, kawasan konservasi, termasuk juga taman nasional dengan segala nilai pentingnya ini sering dianggap sebagai beban karena biaya pengelolaannya yang besar dan kecilnya pendapatan dari pengelolaannya.

Pendanaan dari dalam dan luar negeri membuka peluang untuk menutup biaya pengelolaan kawasan konservasi. Secara global pada pertengahan 1990-an diperkirakan USD 3 milyar per tahun digunakan untuk membiayai kawasan konservasi dunia (Gutman dalam Emerton et al. 2006), dengan biaya rata-rata USD 893/km2/tahun (James et al. dalam Emerton et al. 2006). Sepuluh tahun setelahnya, terjadi peningkatan luar biasa dalam pendanaan kawasan konservasi menjadi USD 6,5 milyar per tahun (James et al. dalam Emerton et al. 2006) yang bersamaan dengan peningkatan 50% luas kawasan konservasi dunia (Chape et al.

2003) yang berarti rata-rata pendanaan persatuan luas relatif konstan. Di sisi lain, peran pendanaan oleh swasta dan masyarakat cenderung meningkat beberapa tahun belakangan (Emerton et al. 2006).

Taman nasional di Indonesia dikelola dengan dana yang sangat rendah. Soekmadi (2002) menyatakan bahwa taman nasional di Indonesia dikelola dengan dana rata-rata USD 33,95/km2/tahun. Dirjen PHKA menyatakan bahwa pada tahun 2006 anggaran pengelolaan yang disediakan pemerintah untuk kawasan konservasi Indonesia hanya sebesar USD 2,35/ha yang meningkat menjadi USD 4/ha pada tahun 2012 (Panda 2012). Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding rekomendasi alokasi pendanaan dunia menurut James et al. dalam Emerton et al.

(2006) yakni USD 893/km2/tahun pada tahun 1990 an. Pendanaan yang rendah di Indonesia ini juga berimbas kepada efektivitas pengelolaan taman nasional di Indonesia dalam menjalankan fungsinya. Selain itu, fakta bahwa pendanaan tersebut tidak memberikan umpan balik bagi pembangunan negara semakin menyulitkan posisi tawar taman nasional.

Jenis pendanaan kawasan konservasi, termasuk taman nasional, saat ini telah berkembang. Berbagai skema pendanaan tersedia, seperti pendanaan internasional untuk perlindungan keanekaragaman hayati hingga Corporate Social Responsibility (CSR) dari lembaga profit dalam negeri. Pendanaan internasional untuk perlindungan biodiversitas yang dapat diakses oleh pemerintah Indonesia antara lain debt-for-nature swaps yang menghapus utang luar negeri negara berkembang dengan melaksanakan program perlindungan lingkungan, Global Environmental Facility (GEF) yang dilaksanakan oleh United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Environment Programme

(19)

2

lingkungan skala besar di negara berkembang, dan trust funds for sustainable financing of protected areas yang memberi pendanaan dalam cara yang beragam dan dapat menciptakan arus pendapatan yang bertahan lebih lama dibanding mekanisme pendanaan pembangunan tradisional atau proyek konservasi (Kramer

et al. 1997, WWF 2009). Selain itu, bisnis wisata alam juga sedang berkembang pesat dan banyak kasus menunjukkan hal ini dapat secara langsung menunjang konservasi (Bishop et al. 2008), tentu saja hal ini menjadi nilai penting bagi negara berkembang seperti Indonesia (Ekayani dan Nuva 2013).

Secara umum saat ini taman nasional di Indonesia dipenuhi pendanaannya oleh pemerintah pusat. Potensi nilai ekonomi taman nasional, yang sangat luas yakni meliputi 60% kawasan konservasi Indonesia (Putro et al. 2012), sangat tinggi namun keuntungan riil yang diperoleh dari taman nasional hanya setara dengan pendapatan negara dari kebun raya. Hal ini menyebabkan taman nasional, seperti juga kawasan konservasi lain, dianggap sebagai cost center. Berbagai masalah juga masih terjadi yang menjadi indikasi dari kurang efektifnya pengelolaan taman nasional saat ini. Pengefektifan pengelolaan ini semakin sulit dengan fakta bahwa taman nasional masuk dalam rezim hak kepemilikan negara dengan wilayah yang sangat luas dan pengelola yang terbatas serta akses yang sulit yang menjadikannya open akses dan terkait dengan banyak stakeholder.

Kondisi dan berbagai kendala pendanaan kawasan konservasi memunculkan konsep pengelolaan kawasan konservasi yang mandiri dan lestari. Konsep ini merupakan perwujudan dari harapan untuk dapat mencapai pengelolaan kawasan konservasi, terutama taman nasional, yang mampu mencukupi pengeluarannya sendiri secara stabil dalam jangka waktu yang panjang guna melaksanakan tujuan konservasinya. Namun, untuk mencapai pengelolaan kawasan konservasi yang mandiri dan lestari, masih banyak upaya yang perlu dilakukan. Inefisiensi kapasitas keuangan dan administrasi lembaga negara memperlemah upaya pengawasan terhadap praktik ilegal yang terjadi pada hutan negara (Yustika 2000) yang berperan pada gagalnya pencapaian pengelolaan kawasan.

Kelestarian pendanaan kawasan konservasi, termasuk taman nasional, dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk menstabilkan sumberdaya keuangan secara memadai dalam jangka panjang dan mengalokasikan sumberdaya tersebut pada waktu yang tepat dalam bentuk yang sesuai untuk menutupi biaya penuh dari kawasan konservasi (baik biaya langsung maupun tidak langsung) serta memastikan bahwa kawasan konservasi dikelola secara efektif dan efisien terkait dengan konservasi dan tujuan lainnya. Hal ini berarti, keberlanjutan pendanaan kawasan konservasi, termasuk taman nasional akan memerlukan perubahan besar dalam hal cara dana kawasan dilindungi dirumuskan, dicapai, dan digunakan (Emerton et al. 2006).

Pembangunan ekonomi taman nasional di Indonesia mengikuti skenario moderat yakni tercapainya 19 TN klaster 1 dan 2 (31 TN klaster 3 dikelola secara

(20)

3

efektif (Kementerian Kehutanan 2011) sehingga pencapaian kemandirian dan kelestariannya dapat diupayakan dengan menerapkan strategi yang tepat.

Taman Nasional Komodo (TNK) mendapat perhatian publik nasional maupun internasional setelah terpilih sebagai salah satu dari New 7 Wonders

kategori Nature. TNK menjadi tuan rumah sebuah perhelatan internasional, Komodo Sail 2013. Terkait dengan pemanfaatan sumberdaya alamnya, izin prinsip Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) di taman nasional ini sudah diterbitkan untuk PT Komodo Wildlife Ecotourism. TNK juga termasuk salah satu taman nasional dengan pendanaan terbesar di Indonesia. Saat ini TNK sedang mendapatkan perhatian dari stakeholdernya serta memiliki peluang besar untuk dapat mencapai kemandirian serta kelestarian pendanaannya. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2005 menyimpulkan bahwa TNK memiliki strategi pendanaan yang lestari dan memiliki kemampuan untuk menerima berbagai sumber pendanaan serta menciptakan arus pendanaan yang stabil (Gallegos et al.

2005) guna mencapai kelestarian pendanaannya, namun kemandiriannya belum terdefinisikan.

Efektivitas pengelolaan kawasan taman nasional, termasuk TNK sering dipertanyakan. Masyarakat di sekitar dan di dalam taman nasional, seperti juga masyarakat di dalam atau sekitar hutan, seringkali merupakan komunitas yang miskin, rapuh, dan kadangkala tidak memiliki lahan (Marwa et al. 2010, Nurrochmat 2005). Taman nasional juga belum dapat memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan dalam pembangunan daerah. Tingkatan kemampuan kontribusi ini menjadi tingkatan kemandirian taman nasional. Untuk itu penelitian ini penting untuk dilaksanakan untuk merumuskan strategi pencapaian kemandirian dan keberlanjutan pengelolaan Taman Nasional Komodo, khususnya dalam hal kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha.

Perumusan dan Pendekatan Masalah

Taman nasional merupakan salah satu bentuk wilayah yang melindungi keanekaragaman hayati Indonesia. Dengan keberadaannya, taman nasional diharapkan dapat menjaga kelestarian lingkungan beserta isinya serta pada tingkatan tertentu mampu membantu membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan serta turut berkontribusi dalam membangun daerah. Jika keseluruhan hal tersebut dapat diwujudkan oleh taman nasional, kelestarian pengelolaan taman nasional dapat diharapkan untuk terwujud sebab taman nasional akan mendapatkan dukungan dari semua pihak yang berpengaruh dalam keberlanjutan pengelolaannya.

Keberlanjutan pengelolaan kawasan berkaitan erat dengan pendanaan, yang sering kali menjadi aspek terlemah (Leverington et al. 2010). Saat ini kebanyakan pendanaan kawasan konservasi masih berupa pendanaan jangka pendek (Emerton

(21)

4

memperbaiki masalah kurangnya pendanaan untuk konservasi dan manajemen sumberdaya alam (Gallegos et al. 2005).

Pengelolaan taman nasional masih menghadapi banyak permasalahan seperti keterbatasan kapasitas pengelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya, gangguan dari luar yang mengancam kelestarian sumberdaya, masyarakat sekitar dan dalam kawasan yang cenderung miskin dan rendahnya dukungan dari para stakeholder. Keterbatasan kapasitas pengelola dalam menjalankan tugas dan fungsinya berkaitan erat dengan pendanaan, berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengatasi ataupun mencegah permasalahan lain yang dihadapi taman nasional namun tentu saja untuk itu diperlukan pendanaan. Pendanaan merupakan faktor yang sangat menentukan terlaksananya suatu program. Kemandirian dalam pendanaan akan memberikan keleluasaan kepada taman nasional untuk mengelola kawasannya dalam mengatasi permasalahan dalam pencapaian tujuannya. Namun perlu mendapat perhatian kawasan konservasi yang sudah dinilai memiliki mekanisme pendanaan yang beragam ternyata tidak selalu dapat dipastikan keberlanjutan pendanaannya, aspek lain seperti aspek legal, sosial, dan isu lingkungan juga perlu untuk dipertimbangkan (Gallegos et al. 2005).

SDM pengelola taman nasional umumnya merupakan lulusan SLTA (±70%) dengan pengetahuan konservasi dan ekologi serta kemampuan komunikasi dengan masyarakat yang sangat terbatas. Oleh karena itu dibutuhkan banyak pelatihan peningkatan kemampuan personel disamping dilakukan restrukturisasi kualitas petugas (Putro et al. 2012; Komite PPA – MFP dan Yayasan WWF-Indonesia 2006) yang artinya diperlukan biaya tambahan. Selain itu, data yang diperlukan untuk mengelola kawasan seringkali tidak dimiliki atau ada namun tidak memadai karena keterbatasan anggaran dan keahlian untuk melakukan monitoring dan pengumpulan data. Sarana dan prasarana guna mendukung pengelolaan taman nasional juga sangat terbatas. Dengan segala keterbatasan ini, pengelolaan kawasan taman nasional sulit diharapkan dapat terlaksana secara efektif. Efektivitas manajemen kawasan dan kelembagaan memperlihatkan kinerja pengelolaan dalam mencapai tujuan pengelolaannya dan memastikan pengelolaan tersebut dapat berjalan secara lestari.

Lemahnya kebijakan pemerintah dan tata pamong yang menyebabkan timbulnya kemiskinan dan berlanjut pada konflik termasuk ketidakadilan hak akses sumberdaya turut menyumbangkan peran yang berakibat pada ketidakefektifan pengelolaan taman nasional (Putro et al. 2012). Masyarakat dalam dan sekitar taman nasional biasanya merupakan masyarakat miskin yang hidup bergantung pada sumberdaya alam. Taman nasional yang telah mampu untuk menopang dirinya sendiri diharapkan dapat membantu mendampingi masyarakat dalam mencapai kesejahteraan juga turut serta dalam pembangunan daerah yang saat ini umumnya belum dapat dilakukan oleh taman nasional. Kemampuan taman nasional ini dimaknai sebagai tahapan kemandirian dari taman nasional. Tahapan kemandirian taman nasional pada penelitian ini yakni tahap kemandirian mengelola wilayahnya sendiri, tahap membina masyarakat dan tahap berperan serta dalam pembangunan daerah.

(22)

5

kelembagaan, elemen bisnis dan ekonomi TN, komponen sosial; ekonomi; budaya (sosekbud) masyarakat, serta kontribusi pengelolaan kawasan dalam pengembangan daerah.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo. Strategi ini akan dikhususkan dalam tiga strategi yakni strategi kelola kawasan, strategi kelola usaha dan strategi kelola kelembagaan. Tujuan penelitian ini dibagi kembali dalam empat tujuan khusus yaitu:

1. Mengevaluasi tingkatan kemandirian Taman Nasional Komodo,

2. Menganalisis elemen kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo,

3. Merumuskan prasyarat dari setiap strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian pengelolaan Taman Nasional Komodo,

4. Menentukan pilihan strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian pengelolaan taman nasional komodo.

2 METODE PENELITIAN

Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah Taman Nasional Komodo menuju kemandirian dan kelestarian pengelolaan dilihat dari empat aspek yakni efektivitas dalam manajemen kawasan dan kelembagaan, elemen bisnis dan ekonomi TN, komponen sosial; ekonomi; budaya (sosekbud) masyarakat, serta kontribusi pengelolaan kawasan dalam pengembangan daerah.

Alat dan Obyek Penelitian

Dokumen yang menjadi acuan utama dalam penelitian ini adalah dokumen

(23)

6

sebagai dinas-dinas pemerintah daerah, masyarakat yang ada di dalam kawasan, lembaga profit dan lembaga non profit.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Berdasarkan lokasinya, penelitian dibagi dalam dua wilayah yakni di Labuan Bajo dan di dalam kawasan TNK. Penelitian di Kota Labuan Bajo dilaksanakan di Balai TNK, instansi pemerintahan daerah, lembaga non profit dan lembaga profit. Penelitian di dalam kawasan mengambil tiga titik yang mewakili tiga seksi pengelolaan sekaligus tiga desa administrasi yang ada. Penelitian dilaksanakan dengan studi pendahuluan pada bulan Juni 2013 dan dilanjutkan pada bulan Mei - Juni 2014.

Gambar 1 Lokasi penelitian

Kerangka Pikir Penelitian

Dokumen Sustainable Financing for Protected Areas oleh IUCN (2006), dokumen Road Map Pembangunan Kehutanan Berbasis Taman Nasional oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia (2011) serta dokumen penelitian sebelumnya yakni Sustainable Financing for Marine Protected Areas: Leassons from Indonesia MPAs Case Studies: Komodo and Ujung Kulon National Park

(24)

7

pihak yang memiliki kepentingan (Gallegos et al. 2005) sehingga pengkajian terhadap dukungan dan pandangan stakeholder dalam perwujudan pengelolaan Taman Nasional Komodo yang mandiri dan lestari perlu dilakukan.

Gambar 2 Kerangka pikir penelitian TNK Mandiri & Lestari

Analisis Kebijakan Formulasi Strategi

Pencapaian

Ekologi

Sosekbud

Kelembagaan Pendanaan

SDM

Institusi

Prasyarat Kemandirian

Kemandirian TNK Analisis Kelola

Kawasan

Analisis Kelola Kelembagaan

Analisis Kelola Usaha

Kelestarian TNK

Analisis Kesenjangan

Analisis Kesenjangan

(25)

8

Kemandirian dan kelestarian pengelolaan taman nasional tidak dapat dicapai secara serta merta. Kemandirian ini dapat dibagi dalam beberapa kategori tahap/tingkatan. Untuk mengetahui tingkat kemandirian dan keberlanjutan pengelolaan TN Komodo, penelitian ini membagi perhatian pada empat aspek yakni efektivitas dalam manajemen kawasan dan kelembagaan, elemen bisnis dan ekonomi TN, komponen sosial; ekonomi; budaya (sosekbud) masyarakat, serta kontribusi pengelolaan kawasan dalam pengembangan daerah. Setiap aspek ini memiliki rincian yang akan dilihat berdasarkan kriteria tertentu. Strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian TNK disusun untuk menutup jarak antara kondisi riil pengelolaan TNK saat ini dengan kondisi ideal yang ingin dicapai berdasarkan tiga dokumen utama diatas. Strategi ini juga akan mempertimbangkan aturan dan kebijakan yang saat ini mempengaruhi.

Strategi pencapaian ini dibagi dalam tiga kelompok yakni strategi kelola kawasan, strategi kelola kelembagaan dan strategi kelola usaha. Enabling condition merupakan kondisi yang dipersyaratkan agar strategi dapat dilaksanakan. Kesenjangan antara kondisi ideal dengan kondisi riil akan dideskripsikan dalam tiga strategi pencapaian ini. Kerangka Pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Jenis Data yang Dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan meliputi semua data yang terkait dengan kriteria kemandirian dan kelestarian TNK dan peluang serta ancaman yang terkait dalam pencapaian kondisi ideal tersebut dilihat dari keempat kriteria kemandirian dan kelestarian pengelolaan. Dari kriteria kemandirian dan kelestarian taman nasional yang digunakan pada penelitian ini, data yang dikumpulkan dibagi dalam empat kelompok besar yakni data efektivitas manajemen kawasan dan kelembagaan, data elemen pendanaan, data komponen sosekbud masyarakat dan data kontribusi pengelolaan kawasan dalam pembangunan daerah dan sebaliknya.

Data efektivitas manajemen kawasan dan kelembagaan dibagi kembali dalam tiga jenis data yakni data kesesuaian zona TN dengan masyarakat, data keefektifan pengelolaan terhadap tujuan TN, dan data kapasitas pengelola kawasan mendukung keberlanjutan pendanaan. Data elemen pendanaan dibagi menjadi persen PNBP terhadap pengeluaran TN, jumlah; jenis; dan alokasi anggaran, kondisi bisnis lembaga profit di kawasan, strategi pendanaan lestari, serta potensi pengembangan bisnis kawasan. Data komponen sosial ekonomi budaya (sosekbud) masyarakat dibagi menjadi tiga jenis data yakni kondisi sosekbud masyarakat dalam kawasan TN, dukungan masyarakat terhadap konservasi kawasan, dan sebaliknya dukungan TNK dan stakeholder lain terhadap masyarakat. Terakhir, data yang dikumpulkan adalah data kontribusi kawasan terhadap pembangunan daerah dan sebaliknya, data kontribusi pemda terhadap konservasi kawasan. Masing-masing jenis data dibagi dalam beberapa variabel.

(26)

9

Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian secara umum terbagi menjadi tiga yakni studi literatur, wawancara, dan pengamatan langsung di lapangan.

1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan terhadap penelitian terdahulu, dokumen pengelolaan, peraturan perundang-undangan serta kebijakan terkait dan pustaka lain yang terkait dengan bahasan. Studi literatur tidak hanya dilakukan di Balai TNK tetapi juga terhadap publikasi ilmiah terkait yang dapat ditemukan. a. Studi Literatur di BTNK

Studi literatur di BTNK dilakukan untuk mendapatkan peta taman nasional, histori kawasan, visi; misi; dan tujuan TNK, Kelembagaan pengelolaan TNK, rencana kerja TNK, dokumen pendanaan TNK, PNBP saat ini, pengeluaran TN, skema pendistribusian pendanaan, program TNK dalam pendampingan masyarakat, serta kontribusi kawasan kepada pembangunan daerah. Peta taman nasional dan histori kawasan digunakan untuk mengetahui kesesuaian zona TN dengan masyarakat. Visi; misi; dan tujuan TNK, Kelembagaan pengelolaan TNK, dan rencana kerja TNK dibutuhkan untuk mengetahui keefektifan pengelolaan terhadap tujuan TN. Dokumen pendanaan TNK, PNBP saat ini, pengeluaran TN, skema pendistribusian pendanaan dibutuhkan untuk mengetahui persentase PNBP terhadap pengeluaran TN serta jumlah, jenis dan alokasi anggaran TNK. Dokumentasi dan laporan program TNK dalam pendampingan masyarakat dibutuhkan untuk mengetahui dukungan TNK terhadap masyarakat di dalam kawasan. Dokumentasi dan laporan kontribusi kawasan kepada pembangunan daerah digunakan untuk mengetahui tingkat kontribusi pengelolaan kawasan dalam pembangunan daerah.

b. Studi Literatur Sumber Lain

Studi literatur terhadap sumber lain seperti jurnal, laporan program dan lain sebagainya yang terkait dengan kawasan dilakukan untuk mendapatkan nilai potensi ekonomi TNK, iklim perkembangan wisata alam dan sektor ekonomi lain, peluang skema pendanaan yang ada, politik, kebijakan dan peraturan pendukung pendanaan TN. Data ini digunakan untuk mengetahui potensi pengembangan pendanaan TNK.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan kepada pengelola BTNK, masyarakat, lembaga profit terkait kawasan, pemerintah daerah, dan pemerintah pusat (PHKA). Metode wawancara berbeda bergantung pada pihak yang diwawancarai dan data yang ingin dikumpulkan. Rincian dari wawancara tiap pihak tersebut adalah sebagai berikut:

a. Wawancara pengelola BTNK

(27)

10

Koordinator Urusan Kepegawaian serta pelaksana teknis di lapangan dari ketiga wilayah pengelolaan (Polhut dan PEH).

Wawancara kepada pengelola BTNK dilakukan untuk mendapatkan

cross check kesesuaian zona TN dengan masyarakat, pandangan terhadap keefektifan pengelolaan terhadap tujuan TN, serta kapasitas pengelola kawasan dalam mendukung keberlanjutan pendanaan. Wawancara juga dilakukan untuk mendapatkan data strategi pendanaan kawasan dan skema alokasi anggaran guna membantu memengerti dokumen tertulis. Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data dukungan masyarakat terhadap konservasi kawasan serta dukungan TNK kepada pengembangan masyarakat untuk cross check dokumen program pendampingan masyarakat. Terakhir, wawancara BTNK dilakukan untuk mengetahui tingkat kontribusi kawasan terhadap pembangunan daerah dan dukungan Pemda terhadap konservasi kawasan.

b. Wawancara Masyarakat

Wawancara yang terkait dengan adat, budaya dan norma kehidupan masyarakat dilakukan kepada satu perwakilan kampung, kepala desa dan pemuka adat (Desa Papagarang). Wawancara dilakukan di tiga desa di dalam TN Komodo yakni Desa Komodo, Papagaran, dan Rinca. Total informan yang diwawancarai adalah 45 orang (15 orang di setiap desa).

Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data kesesuaian zona TN menurut masyarakat. Data kondisi sosekbud masyarakat di dalam kawasan TNK, dukungan TNK kepada masyarakat dan kesadaran juga keinginan masyarakat untuk turut serta dalam konservasi kawasan digunakan untuk

cross check keterangan BTNK mengenai hal tersebut. c. Wawancara Lembaga Profit

Wawancara lembaga profit dilakukan secara terstuktur menggunakan kuisioner pertanyaan tertutup dan terbuka. Wawancara dilakukan terhadap perwakilan pemegang IPPA, agen wisata yang beroperasi di TNK, perusahaan pengangkutan, perusahaan akomodasi perhotelan, perusahaan bar dan restoran serta perusahaan souvenir yang terkait langsung dengan TNK. Wawancara dilaksanakan dengan kriteria lembaga profit tersebut bersedia untuk diwawancarai.

Wawancara dilakukan untuk memperoleh nilai bisnis kawasan serta data potensi sumber pendanaan stakeholder beserta pengaruh dan kepentingannya guna mendukung konservasi TNK. Data lain yang diperoleh dengan wawancara ini adalah data kontribusi lembaga profit terhadap pengembangan masyarakat di dalam kawasan TNK. Wawancara ini juga dilakukan untuk melihat hubungan antara taman nasional, LSM dan pemerintah daerah dengan masyarakat dari sudut pandang lembaga profit.

Lembaga profit cenderung enggan untuk membagi informasi nilai usaha, data wawancara lembaga profit ini didukung oleh data yang diperoleh dari lembaga pemerintah daerah maupun pengamatan langsung. Nilai dari lembaga bisnis ini didekati dengan melihat besarnya kapasitas usaha dengan kedatangan pengunjung rata-rata.

d. Wawancara Lembaga Non-Profit

(28)

11

dilakukan kepada LSM yang dianggap terkait dengan TNK atau masyarakat di dalam taman nasional ini yaitu Yayasan Komodo Kita, RARE, Swisscontact dan Komodo Survival Program. Wawancara terhadap TNC Manggarai Barat tidak dapat dilakukan karena setelah putusnya kerjasama dengan TNK karena kasus PT Putri Naga Komodo, LSM ini tidak lagi ada di Manggarai Barat. PT Putri Naga Komodo adalah pemegang ijin pengusahaan pariwisata alam yang terdahulu.

Wawancara ini dilakukan untuk memperoleh data potensi sumber pendanaan stakeholder beserta pengaruh dan kepentingannya guna mendukung konservasi. Data lain yang diperoleh dengan wawancara ini adalah data kontribusi LSM terhadap pengembangan masyarakat di dalam kawasan TNK. Kontribusi atau peluang kontribusi LSM kepada pengelolaan kawasan dicari guna memahami manajemen TNK. Wawancara ini juga dilakukan untuk melihat hubungan antara taman nasional, lembaga profit dan pemerintah daerah dengan masyarakat dari sudut pandang LSM.

e. Wawancara Pemerintah Daerah

Wawancara pemerintah daerah dilakukan secara mendalam dengan berpedoman pada kuisioner pertanyaan tertutup dan terbuka. Wawancara dilakukan terhadap Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Manggarai Barat, Dinas Kehutanan Kabupaten Manggarai Barat, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Manggarai Barat, Badan Pusat Statistik Kabupaten Manggarai Barat, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Manggarai Barat, Dinas Kesehatan, Stasiun Meteorologi Labuan Bajo, serta Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Manggarai Barat.

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan kepentingan lembaga daerah dalam mendukung konservasi TNK dan mengakses data sekunder terkait penelitian. Data lain yang diperoleh dengan wawancara ini adalah data kontribusi lembaga pemerintah daerah terhadap pengembangan masyarakat di dalam kawasan TNK. Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui pengakuan tingkat kontribusi kawasan terhadap pembangunan daerah dan tingkat kontribusi daerah terhadap konservasi kawasan. Selain itu, wawancara dilakukan untuk melihat pandangan lembaga pemerintah daerah terhadap hubungan antar stakeholder lain di sekeliling TNK serta bantuan terhadap masyarakat di dalam kawasan. 3. Pengamatan Langsung

(29)

12

dilakukan di tiga pos lapang yaitu Desa Komodo, Desa Rinca dan Desa Papagarang yang digunakan untuk mengamati masyarakat sekaligus melihat keseharian pelaksanaan pengelolaan TNK oleh petugas lapangan dengan cara tinggal selama 10 hari di setiap lokasi.

Pendekatan participant observation untuk masyarakat dipilih untuk meminimalisir bias yang terjadi dari wawancara langsung. Pengamatan partisipatif merupakan pengamatan langsung yang dilakukan dengan turut terlibat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Pengamatan ini digunakan untuk mengetahui persepsi masyarakat yang sebenarnya terhadap konservasi, taman nasional, pemanfaatan sumberdaya alam maupun gangguan dari satwaliar.

Pengamatan dilaksanakan 10 hari pada setiap desa dengan mengamati beberapa anggota masyarakat dibedakan berdasar jenis pekerjaannya yakni masyarakat yang terkait langsung dengan pemanfaatan sumberdaya alam (nelayan), masyarakat yang terkait namun tidak langsung (pengusaha, pemilik kapal/perahu, pengumpul ikan) dan masyarakat yang hampir tidak terkait dengan pemanfaatan langsung sumberdaya alam (pengrajin, pegawai negeri, pekerja wisata).

Pengamatan partisipatif ini juga digunakan untuk mengumpulkan data mengenai modal sosial masyarakat. Data ini penting untuk analisis aspek kelola kelembagaan, dengan diketahuinya gambaran dari kapasitas sosial masyarakat, dapat diperkirakan derajat partisipasi yang mungkin tepat untuk masyarakat tersebut (Nurrochmat 2005; Nurrochmat et al. 2012) guna perumusan model pengelolaan yang tepat berdasarkan aktor yang terlibat (Borrini-Feyerabend et al. 2013) yang dalam penelitian ini, dengan mempertimbangkan kepedulian aktor terhadap konservasi.

Tabel 1 berikut disajikan sebagai ringkasan atas jenis data dan metode pengumpulan data di atas.

Tabel 1 Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data

No. Jenis data Variabel Metode

pengumpulan

Sumber data

Data manajemen kawasan dan kelembagaan 1 Kesesuaian

Potensi sumberdaya alam

Potensi wisata

Masyarakat Histori kawasan

Pengelolaan pada waktu terdahulu

Kesesuaian zonasi saat ini dengan kearifan tradisional

Visi, misi, dan tujuan TNK Kelembagaan pengelolaan TNK

Struktur organisasi Balai

Studi literatur dan

wawancara

(30)

13

SDM (kualitas & kuantitas), pembagian wilayah kerja Efektivitas pengelolaan dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan TNK

Kesesuaian rencana kerja pengelolaan TNK dengan pelaksanaannya

Keefektifan dalam mencapai visi, misi, dan tujuan TNK 3 Kapasitas

Kemampuan membangun dan memprediksi skema

pendanaan jangka panjang

Kemampuan

mengalokasikannya secara tepat menurut pihak dan jenis kebutuhan berdasar proporsi dan waktu yang tepat

Kemampuan menggunakan

Data elemen pendanaan TNK 1 Persen PNBP

Anggaran saat ini jumlah dan jenis

Perkiraan kebutuhan riil (jangka pendek, menengah dan panjang)

Skema pendistribusian pendanaan (jangka pendek, menengah dan panjang): waktu, porsi dan bentuk alokasi anggaran

(31)

14

 Iklim perkembangan wisata alam dan sektor ekonomi lain

 Skema pendanaan yang ada

 Politik, kebijakan dan peraturan pendukung pendanaan TN

Studi pustaka Berbagai sumber

Data komponen Sosekbud masyarakat 1 Kondisi

Jenis mata pencaharian dan Tingkat pendapatan

 Modal sosial: saling kepercayaan, jejaring,

 Kesadaran masyarakat akan nilai penting kawasan

 Kesediaan untuk turut serta mengkonservasi kawasan

 Kondisi riil dukungan masyarakat terhadap

 Program pemerintah daerah

 Program TNK

(32)

15

No. Jenis data Variabel Metode

pengumpulan

Sumber data

masyarakat  Program lembaga profit yang terkait TNK

 Kondisi sebenarnya di masyarakat

Data kontribusi pengelolaan kawasan dalam pembangunan daerah dan sebaliknya 1 Tingkat

 Kontribusi tidak langsung

 Pengakuan akan kontribusi kawasan

 Kontribusi tidak langsung

 Pengakuan akan kontribusi

Wawancara,

Analisis dan Sintesis

Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode tabulasi silang serta deskriptif untuk menggambarkan kondisi dari setiap kriteria kemandirian dan kelestarian TNK. Variabel kemandirian yang digunakan adalah pendanaan saat ini, sumberdaya dan institusi sedangkan variabel kelestarian yang digunakan adalah ekologi, sosial; ekonomi; budaya, dan kelembagaan.

Kemandirian dan kelestarian TNK dilihat dari tiga analisis yakni kelola kawasan, kelola kelembagaan dan kelola usaha. Pada dasarnya analisis dilakukan untuk mendapatkan gambaran gap antara kondisi ideal sesuai dengan dokumen rujukan dan kondisi riil serta upaya juga skenario untuk menutupi gap yang ada untuk mencapai kondisi ideal.

1. Analisis aspek kelola kawasan

Aspek kelola kawasan ini digambarkan melalui hubungan antara data manajemen kawasan dan kelembagaan dengan data komponen sosekbud masyarakat. Aspek kelola kawasan ini melihat efektivitas pelaksanaan pengelolaan saat ini terhadap kawasan dan masyarakat di dalamnya serta kesenjangannya dengan perencanaan dan/atau yang menjadi tujuan dari pengelolaan kawasan. Dengan demikian diharapkan kendala atau permasalahan dari pengoperasian TNK yang efektif dapat diketahui.

2. Analisis aspek kelola usaha

(33)

16

3. Analisis aspek kelola kelembagaan

Aspek kelola kelembagaan ini digambarkan melalui hubungan antara data manajemen kawasan dan kelembagaan, dukungan atau hambatan dari stakeholder lain melalui data kontribusi pengelolaan kawasan dalam pembangunan daerah dan sebaliknya serta sebagian data sosekbud masyarakat. Pada tahap ini, peraturan perundang-undangan terkait dianalisis untuk melihat pengaruh dari implementasi kebijakan dalam upaya mencapai pengelolaan mandiri taman nasional sehingga diketahui apakah memungkinkan atau tidak terjadinya kemandirian dan kelestarian pendanaan kawasan konservasi (Gallegos et al. 2005). Oleh karena itu, diharapkan kendala yang berhubungan dengan kelembagaan dan kebijakan dalam pencapaian kemandirian dan kelestarian melalui kelola kawasan dan kelola usaha dapat diketahui.

Sintesis dilakukan terhadap hasil analisis kesenjangan di atas untuk merumuskan beberapa pilihan langkah strategis untuk pencapaian kemandirian dan kelestarian pengelolaan TNK dilihat dari aspek kelola kawasan, kelola usaha dan kelola kelembagaan. Sintesis ini juga diarahkan untuk merumuskan enabling condition dari ketiga strategi tersebut untuk tercapainya pengelolaan Taman Nasional Komodo yang mandiri dan lestari. Pemilihan strategi dilakukan dengan mempertimbangkan variabel yang paling mempengaruhi pencapaiannya.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemandirian merupakan keadaan saat taman nasional mampu untuk mencukupi pendanaannya sendiri. Kemampuan ini dilihat dari pendanaan saat ini, SDM, dan institusi yang menopang manajemen dari TNK itu sendiri. Kemandirian ini dapat digambarkan dalam derajat yang berbeda-beda. Kelestarian merupakan suatu kondisi yang dituju seiiring dan setelah kemandirian tersebut tercapai. Kelestarian ini memiliki arti bahwa kemandirian tersebut bertahan dan bahwa tujuan dari pengelolaan terjamin. Pencapaian kelestariannya ini dilihat dari ekologi, sosekbud masyarakat yang tentu saja terkait langsung dengan kelestarian kawasan, dan kelembagaan pengelola dan hubungannya dengan stakeholder.

Strategi pencapaian kemandirian dan kelestarian TNK dibagi ke dalam tiga strategi besar yakni strategi kelola kawasan, strategi kelola kelembagaan dan strategi kelola usaha. Pemilihan strategi dilakukan dengan pertimbangan faktor yang paling mempengaruhi pencapaian dari prasyaratnya dan pencapaiannya

Kemandirian Taman Nasional Komodo

(34)

17

sendiri (Kementerian Kehutanan 2011). Secara internasional, kemandirian diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga konservasi untuk mencukupi keseluruhan biaya pengeluarannya sendiri (Emerton et al. 2006). Persentase kemampuan ini digunakan sebagai ukuran derajat kemandirian dari Taman Nasional Komodo (TNK). Selain variabel pendanaan, kemandirian TNK dilihat dari SDM dan institusi dalam pengupayaan kemandiriannya.

1. Elemen Pendanaan Taman Nasional Komodo saat ini

Pendanaan TNK dan segala yang terkait dibahas dalam tiga bagian yakni anggaran; penerimaan; dan alokasinya, kondisi bisnis lembaga profit kawasan, dan prospek pengembangannya.

a. Anggaran, penerimaan dan alokasinya

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TNK dihasilkan dari pungutan ijin masuk kawasan dari adanya kegiatan wisata alam. PNBP ini memiliki kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan terjadinya peningkatan trend kunjungan wisatawan. Sejak tahun 2010 PNBP seluruhnya langsung masuk ke negara (Tabel 2).

Tabel 2 PNBP TNK

1 2003 58.189.800 77.586.400 29.094.900 29.094.900 193.966.000 2 2004 87.054.900 116.073.200 45.527.450 43.527.450 292.183.000 Sumber: BTNK (2013c); NTT: Nusa Tenggara Timur, Mabar: Manggarai Barat, Dephut: Departemen Kehutanan, BUN: Bendahara Umum Negara

Sejak tahun 2006, seluruh PNBP TNK masuk ke pusat. Pemerintah daerah masih mendapatkan pemasukan langsung dari wisata di TNK melalui pungutan wisata di kedua titik masuk wisata.

Pagu anggaran dan belanja dari TNK cenderung untuk mengalami kenaikan setiap tahunnya. Belanja dari anggaran ini dapat dibedakan menjadi tiga alokasi yakni belanja pegawai, belanja barang dan belanja modal, kenaikan anggaran setiap tahunnya tidak semata-mata karena peningkatan belanja pegawai (Tabel 3).

Tabel 3 Anggaran dan belanja TNK

(35)

18

Tahun Uraian Belanja Pagu Anggaran (Rp)

Realisasi (Rp)

Serapan (%) 2009 Belanja Pegawai 3.839.046.000 3.806.461.769 99

Belanja Barang 3.082.558.000 2.545.583.153 82 Belanja Modal 1.022.028.000 530.461.000 51 Jumlah 7.943.632.000 6.882.505.949 86.64 2010 Belanja Pegawai 4.042.044.000 4.033.929.580 99,80

Belanja Barang 3.777.990.000 2.839.729.722 75,17 Belanja Modal 3.849.890.000 3.575.300.000 92,87 Jumlah 11.669.924.000 10.448.959.302 89,54 2011 Belanja Pegawai 4.315.958.000 4.152.419.613 96,21 Belanja Barang 5.483.789.000 4.301.988.466 78,45 Belanja Modal 4.750.253.000 3.349.373.000 70,51 Jumlah 14.550.000.000 11.803.781.079 81,13 2012 Belanja Pegawai 4.783.579.000 4.587.327.530 95,90 Belanja Barang 6.407.756.000 5.009.122.737 78,17 Belanja Modal 3.999.099.000 3.874.054.881 96,87 Jumlah 15.190.434.000 13.470.505.148 88,81 2013 Belanja Pegawai 4.996.116.000 4.733.701.356 94,75 Belanja Barang 7.721.173.000 6.971.252.590 90,29 Belanja Modal 7.385.711.000 7.111.657.371 96,29 Jumlah 20.103.000.000 18.816.611.317 93,60

Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan perbedaan antara penerimaan dan pengeluaran dari TNK. Taman nasional mandiri dituntut untuk dapat mencukupi minimal 80% biaya pengelolaannya sendiri (Kementerian Kehutanan 2011). Perbandingan antara PNBP dengan pengeluaran TNK pada tahun 2013 adalah 23,45%, sangat jauh dari standar yang ditetapkan kementerian kehutanan dalam road map pembangunan kehutanannya.

Jika perhitungan kemandirian yang dimaksud tidak memasukkan belanja pegawai dengan asumsi PNS masih tanggung jawab pemerintah pusat untuk mengkompensasi pekerjaannya, maka jumlah yang seharusnya dipenuhi adalah Rp 11.266.327.969 (80% dari belanja barang dan modal), masih sangat jauh dari PNBP wisata yang berjumlah Rp 4.413.567.500 atau dengan kata lain baru 31,34% yang dapat dipenuhi dari PNBP wisata ini.

(36)

19

Gambar 3 Perkembangan kunjungan wisatawan TNK

Penurunan jumlah wisatawan mancanegara pada tahun 1997 – 2001 diperkirakan terjadi karena adanya krisis ekonomi Asia Pasifik dan banyaknya kerusuhan serta ketidakpastian akibat reformasi pemerintahan Indonesia pada tahun 1998 juga pemilu pertama Indonesia pada tahun 1999. Pada tahun 2001 dunia dikejutkan dengan tragedi 9/11 sehingga banyak negara yang memberi larangan bepergian pada warganya, hal ini sesuai dengan tulisan Blade dan Sinclaire (2002) yang menyatakan bahwa tragedi 11 September di Amerika Serikat ini telah menyebabkan krisis wisata. Setelah sebelumnya mengalami sedikit peningkatan, pada tahun 2003 kembali terjadi penurunan jumlah kunjungan, kembali diperkirakan hal ini terkait dengan isu nasional akibat terjadinya bom Bali 1 pada bulan Oktober tahun 2002, meledaknya bom di area publik Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta pada bulan April, dilaksanakannya operasi militer Indonesia di Aceh serta meledaknya bom di halaman hotel JW Mariot di Jakarta. Terdapat fenomena yang tidak sejalan, pada tahun 2005 terjadi peningkatan kunjungan meskipun Indonesia sedang menyelenggarakan pemilihan umum dan terjadinya tsunami Aceh. Hal ini diperkirakan dapat terjadi karena pemilu berjalan aman dan tsunami terjadi di lokasi yang jauh dan tidak mempengaruhi jalur transportasi menuju dan dari TNK. Pada bulan Oktober tahun 2005 terjadi bom Bali 2 dan ini diperkirakan menyebabkan menurunnya laju perkembangan jumlah kunjungan meski masih mengalami kenaikan.

Penyebab dari penurunan kunjungan pada paragraf di atas sangat beragam dan memberikan efek dalam skala yang berbeda. Penyebab dari penurunan kunjungan tersebut sesuai dengan publikasi Maditinos dan Vassiliadis (2008) yang menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang sangat mempengaruhi wisata antara lain krisis dan bencana, terorisme, bencana alam, kestabilan politik dan perang, serta epidemik dan wabah penyakit.

(37)

20

pada pada pasar modal Indonesia namun pengaruh pada pasar modal ini sepertinya tidak terkait langsung dengan wisata di TNK.

Wisatawan Nusantara menunjukkan fenomena yang berbeda. Jumlah wisatawan nusantara jauh di bawah wisatawan mancanegara. Jumlah ini cenderung stagnan hingga mulai mengalami kenaikan pesat pada tahun 2010 hingga sekarang. Hal ini diperkirakan karena kampanye dan tercapainya gelar sebagai New 7 Wonder serta pelaksanaan Sail Komodo pada tahun 2013 telah meningkatkan perhatian masyarakat Indonesia pada TNK. Dari hasil wawancara diketahui bahwa acara tersebut tidak termasuk dalam pertimbangan kedatangan wisatawan mancanegara karena kedatangan telah direncanakan sejak jauh hari. Di sisi lain, wisatawan nusantara tidak sedikit yang datang karena dua hal tersebut.

DIPA TNK mengalami kenaikan dari tahun ke tahun (Tabel 3). Kenaikan dari DIPA ini menjadikan kenaikan dari PNBP tidak banyak berubah terhadap persentase pengeluaran (realisasi). Dapat dikatakan juga bahwa terjadinya peningkatan anggaran ini mengindikasikan bahwa perhatian untuk komodo meningkat dilihat dari persen inflasi dan peningkatan belanja pegawai yang hanya 4,27%. Jika peningkatan belanja dibandingkan dengan laju inflasi setiap tahunnya, masih terdapat jarak yang cukup signifikan (rata-rata 20%) yang dapat diasumsikan sebagai persen peningkatan perhatian terhadap konservasi di TNK (Tabel 4).

Tabel 4 Pagu dan realisasi anggaran TNK 2008 – 2013

No. Tahun Pagu

(Rp)

Realisasi (Rp)

Peningkatan Belanja (%)

Inflasi (%)

1 2008 7.982.900.000 6.061.805.000 11,06

2 2009 7.943.630.000 6.882.500.000 13,54 2,78 3 2010 11.669.900.000 10.448.900.000 51,82 6,96 4 2011 14.550.000.000 11.803.700.000 12,97 3,79 5 2012 15.190.000.000 13.470.500.000 14,12 4,30 6 2013 20.103.000.000 18.816.600.000 39,69 8,38

Rata-Rata Peningkatan 26,43 6,21

Sumber: BTNK (2013c) data diolah

Jika diasumsikan minimum terjadi peningkatan belanja konstanan 12,97% (peningkatan belanja terkecil yang terjadi dalam 5 tahun terakhir), maka prediksi belanja tahun 2014 sebesar Rp 21.257.113.020. Kondisi ini dapat terwujud dengan syarat faktor lain tidak mengalami perubahan (ceteris paribus). DIPA riil tahun 2014 sebesar Rp 17.395.306.000. Nilai ini jauh dari proyeksi dan lebih rendah dari tahun sebelumnya karena untuk tahun 2014 ada revisi (pengurangan) anggaran. Pada tahun 2014 Indonesia mengadakan pemilihan umum dan banyak ketidakpastian yang terjadi. Normalnya, pendanaan terus mengalami peningkatan minimal sejalan dengan inflasi.

(38)

2008-21

2013). Pada tahun 2013, PNBP baru bisa mencukupi belanja sebesar 31,34% (untuk kemandirian tanpa belanja pegawai yang masih dianggap tanggung jawab pemerintah pusat).

Bulan Mei 2014 dikeluarkan PP No. 12 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kehutanan. Pada peraturan pemerintah ini terdapat penyesuaian tarif dibanding aturan sebelumnya (Lampiran 2). Hingga penelitian selesai dilaksanakan aturan yang baru ini belum diterapkan meskipun adanya perubahan aturan ini sudah diketahui dan dipahami oleh pengelola TNK.

Perubahan tarif ini tentu akan sangat berpengaruh terhadap jalannya rantai wisata di TNK terutama karena 90% pengunjung TNK adalah wisatawan asing (rata-rata persentase dari data kunjungan 17 tahun). Wisatawan asing biasanya sudah merencanakan kunjungannya sejak jauh hari sehingga penyesuaian tarif yang mendadak akan menyulitkan agen wisata yang sudah melakukan kesepakatan sebelum tarif berubah.

TNK termasuk dalam rayon III dalam pemanfaatan jasa lingkungan wisata alam aturan baru. Lampiran 2 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tarif lama dan tarif baru. Beberapa jasa yang sebelumnya tidak dirinci dalam aturan lama telah ditentukan tarifnya pada aturan baru seperti Iuran Izin Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (IIUPJWA), Pungutan Hasil Usaha Penyediaan Jasa Wisata Alam, beberapa jenis kegiatan rekreasi alam bebas dan penggunaan fasilitas pengunjung untuk kegiatan pariwisata alam dan atau kegiatan penelitian/pendidikan. Sebaliknya, ada pula yang dahulu dikenakan tarif namun sekarang dihapuskan seperti

handycam dan foto non komersial. Beberapa item pungutan juga mengalami penyesuaian tarif. Satu yang paling signifikan baik dari segi perubahan tarif dan pengaruhnya pada pendapatan adalah tarif masuk kawasan. Terjadi kenaikan tarif 200% (2 kali lipat) untuk WNI dan 750% (7.5 kali lipat) untuk WNA. Hingga saat penelitian selesai dilaksanakan, tarif baru ini belum dijalankan. BTNK merasa perlu dilakukannya studi dahulu sebelum aturan ini dapat diterapkan di wilayahnya.

Tiga jenis pungutan yang saat ini menyumbangkan PNBP terbesar bagi TNK adalah pungutan masuk kawasan dari wisman, pungutan diving wisman, dan pungutan kamera wisman. Penerapan tarif baru akan menyebabkan peningkatan pendapatan dari tarif masuk namun di saat yang sama menyebabkan penurunan PNBP dari kamera dan diving (Tabel 5).

Tabel 5 Jenis, tarif dan persentase PNBP terbesar TNK No. Jenis Pungutan Tarif lama

(Rp)

Persen terhadap PNBP total (%)

Tarif baru (Rp)

Perubahan

1 Tarif masuk wisman

20.000 26,75 150.000 Meningkat 750% 2 Diving wisman 75.000 29,10 25.000 Menurun

66,67% 3 Kamera wisman 50.000 26,18 0 Menurun

100%

Total 82,03

(39)

22

PNBP saat ini merupakan perpaduan dari tarif yang berbeda, maka perubahan PNBP yang mungkin terjadi dilihat dari tiga jenis pungutan yang memiliki persentase terbesar terhadap PNBP TNK tersebut adalah perpaduan antara perubahan tarif dan persentase pemasukan dari pungutan tersebut terhadap PNBP total. Perubahan PNBP dengan proyeksi terhadap tarif lama dapat digambaran dengan rumus

Proyeksi perubahan PNBP = PT x P Dengan PT: Perubahan Tarif

P : Persentase jenis pungutan terhadap PNBP

Maka dengan perhitungan menggunakan rumus tersebut, diperkirakan terjadi perubahan tarif wisata yang akan mempengaruhi PPNBP wisata sebesar 155,05% (Tabel 6).

Tabel 6 Proyeksi persentase perubahan PNBP TNK No. Jenis Pungutan Perubahan

(%)

Persen terhadap PNBP total

(%)

Proyeksi perubahan PNBP

(%) 1 Tarif masuk wisman + 750 26,75 200,63 2 Diving wisman - 66,67 29,10 - 19,40 3 Kamera wisman - 100 26,18 - 26,18

Total 82,03 155.05

b. Kondisi bisnis lembaga profit di kawasan

Perkembangan wisata di TNK tentu saja memberikan andil dalam perkembangan sektor wisata di Manggarai Barat. Berbagai lembaga profit di bidang wisata bermunculan di Labuan Bajo, ibukota Manggarai Barat sekaligus titik masuk ke kawasan TNK. Usaha yang banyak ditemui di Labuan Bajo adalah usaha penginapan, penyediaan makanan, penyedia kebutuhan sehari-hari, souvenir, transportasi serta agen perjalanan dan wisata. Tercatat terdapat 28 penginapan, 45 operator wisata yang masuk ke dalam TNK (32 operator berkantor di Labuan Bajo) (BTNK 2013c) serta 11 unit restoran dan 56 unit warung makan beroperasi di Labuan Bajo (Wahyuti et al.

2013). Jumlah tamu yang menginap di hotel meningkat dari 28.947 orang pada tahun 2010, 30.652 orang pada tahun 2011 dan 41.080 orang pada tahun 2012; tingkat hunian hotel meningkat dari 16,36%, pada tahun 2011 menjadi 18,66% pada tahun 2012 dengan rata-rata lama menginap 1,72 dan 1,79 hari (Wahyuti et.al 2013). Tingkat hunian hotel rendah karena ada kecenderungan wisatawan menggunakan paket wisata menginap di atas perahu.

Wawancara terstruktur dilakukan kepada beberapa jenis lembaga bisnis di Labuan Bajo. Dari 15 lembaga yang bersedia menjawab, diperkirakan rata-rata omset usahanya berada pada kisaran 50 – 100 juta/bulan. Jumlah ini jauh dibawah hasil penelitian Wahyuti et.al (2013) yang memperoleh jumlah 1M/bulan. Memang setiap agen wisata bebas menentukan harganya sendiri dan harga tergantung dengan fasilitas yang disediakan.

(40)

23

untuk agen wisata saja, belum termasuk biaya yang dihabiskan wisatawan selama tinggal di Labuan Bajo.

Ada wisatawan yang mengunjungi TNK sebagai bagian rangkaian tur yang biasanya berangkat dari Bali atau Lombok (Tim DKSHE 2014) dan ada yang baru mencari kapal atau agen wisata setibanya di Labuan Bajo. Kapal wisata lokal yang biasa digunakan wisatawan adalah kapal boat, liveaboard

dan speedboat (Gambar 4). Jumlah kapal wisata yang beroperasi di Taman Nasional Komodo antara lain: kapal boat 106 unit, liveaboard 39 unit, dan

speedboat 23 unit (Azrowini 2011). Masuknya kapal cepat sedang dalam wacana menunggu persetujuan dari BTNK. Kapal cepat yang rencananya akan beroperasi sekali atau dua kali seminggu ini tentu saja akan mempermudah wisatawan dan memperkecil biaya perjalanan, namun perlindungan terhadap masyarakat yang bermata pencarian di sektor wisata dan jasa transportasi dipertimbangkan di sini.

Gambar 4 Kapal-kapal wisata di Labuan Bajo

Lama dan kegiatan yang dilaksanakan serta kemana kapal-kapal tersebut membawa wisatawan tentu saja tergantung pada paket yang dipilih oleh wisatawan. Rata-rata wisatawan akan mengambil paket 3-4 hari atau paket harian. Pada bulan-bulan tertentu, kapal besar (cruise) datang. Berikut perkembangan frekuensi kapal masuk kawasan TNK per jenisnya (Tabel 7).

Tabel 7 Frekuensi kapal wisata memasuki TNK

Jenis kapal Tahun

2011 2012 2013

s/d 40 PK 2.145 2.287 2.044

41-80 PK 80 55 232

>80 PK 582 720 1.153

Cruise 19 17 20

Sumber: Wahyuti et al. (2013)

(41)

24

kawasan dan salah satu toko souvenir (Golan art shop) yang mengaku pernah mendapatkan pelatihan dari taman nasional. Lembaga lain mengaku tidak ada hubungan dengan taman nasional. Hubungan antara agen perjalanan ini diakui biasa-biasa saja dan hanya sebatas hubungan bisnis yang saling menguntungkan meskipun tiga perusahaan mengaku bahwa tiket masuk kawasan dirasa terlalu mahal. Balai TNK mengaku tidak ada kesepakatan ataupun kerjasama resmi antara lembaga bisnis dengan taman nasional namun dipercayai bahwa orang-orang yang berusaha di sektor wisata tentu akan turut serta menjaga kawasan yang merupakan modal kerjanya.

Persaingan antar perusahaan diakui ada namun masih sehat. Empat perusahaan mengaku tidak ada persaingan karena masing-masing memiliki pangsa pasar sendiri. Biasanya perusahaan yang seperti ini sudah memiliki basis pasar di daerah tertentu yang tentunya dimungkinkan karena pengalaman dan besarnya modal yang dimilikinya. Diantara 28 lembaga tersebut, 7 diantaranya mengaku pemodalnya berasal dari luar negeri, 16 dari dalam negeri (6 diantaranya mengaku dari flores) dan 5 lainnya tidak bersedia menjawab.

Perusahaan-perusahaan wisata tersebut mempekerjakan masyarakat lokal (flores) untuk posisi pemandu dan ABK. Hanya sedikit diantaranya bekerja di manajemennya. Dive master kebanyakan masih merupakan WNA. c. Potensi pengembangan

Beberapa penelitian terdahulu telah berusaha menghitung nilai ekonomi kawasan. Nilai ekonomi kawasan yang didekati dengan metode WTP (Willingness to Pay) atau kemauan untuk membayar terhadap zona pemanfaatan TNK yang dihitung menggunakan TCM (Travel Cost Method) menunjukkan nilai sebesar Rp 3.541.285/individu selama kunjungan. (Azrowini 2011). Nilai ekonomi wisata TNK yang dihitung menggunakan CVM (Contingent Valuation Method) sebesar Rp 72.985.868.261/tahun sesuai data pengunjung tahun 2000-2010 (Azrowini 2011). Nilai perputaran uang di biro wisata saja diperkirakan minimal Rp 95.701.500.000 pada tahun 2013 dengan jumlah kunjungan yang terdata sebanyak 63.801 orang. Nilai ini belum termasuk multiplier effect dari biaya yang dihabiskan wisatawan selama tinggal di Labuan Bajo serta dari usaha diving. PNBP wisata TNK pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 4.413.570.929 (Tabel 8).

Tabel 8 Rincian PNBP dan jumlah pengunjung TNK tahun 2013 Jenis PNBP

(Rp)

Jumlah Pengunjung

(orang)

Rata-rata biaya yang dihabiskan (Rp/orang) Wisatawan Nusantara 121.302.500 9.654 12.565,00

Wisatawan Mancanegara

4.057.365.000 54.147 74.932,41

Kendaraan air 234.903.429 63.801 3.681,81

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian
Gambar 2  Kerangka pikir penelitian
Tabel 1  Jenis, metode pengumpulan, dan sumber data
Gambar 3  Perkembangan kunjungan wisatawan TNK
+7

Referensi

Dokumen terkait

[a] Pemahaman anda terhadap masalah ini dinilai berdasarkan kepada penerangan anda tentang masalah ini, lengkap dengan lakaran dan diagram yang berkaitan.

Telah dilakukan praktek kerja profesi di apotek swasta (Apotek Ina) yang merupakan salah satu program dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar mahasiswa mampu

Terlaksananya Kegiatan Peningkatan Standarisasi Produk Industri Alat Transportasi, Elektronika, Telematika dan Aneka Tahun Anggaran 2016, dengan Sub Kegiatan

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Purwakarta Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten

Penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan yang dilaksanakan Badan Litbang Kesehatan diupayakan dapat memberikan landasan perumusan kebijakan dan penyusunan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita (anak berumur 12-60 bulan) dengan berbagai tingkat status gizi (gizi lebih, baik, kurang dan gizi buruk) yang

Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami judul yang akan diteliti, maka penulis memberikan penjelasan mengenai mengenai definisi dari judul penelitian “Pengaruh

Menambah penjelasan yang telah diketengahkan oleh Saudara Ardi demikian pula menanggapi apa yang diketengahkan oleh F ABRI perkenan- kanlah saya mengutarakan