• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh penerapan teknologi dan kelembagaan terhadap efisiensi dan pendapatan usahatani padi di Provinsi Sulawesi Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh penerapan teknologi dan kelembagaan terhadap efisiensi dan pendapatan usahatani padi di Provinsi Sulawesi Selatan"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

MUSLIMIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul : PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas rujukannnya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarnnya.

Bogor, Juli 2012

(3)

ABSTRACT

MUSLIMIN 2012. The Impact of The Implementation of Technology and Land Ownership on Rice Farming Efficiency and Income in the Province of South Sulawesi (HARIANTO as Chairman, KUNTJORO and NUNUNG KUSNADI as Members of Advisory Committee)

The research was aimed to: 1) identify the factors affecting farmer decision making on the selection of rice variety, 2) analyze production factors composition, cost and income of new high yield rice variety farming, 3) evaluate technical efficiency level of new high yield rice variety (NHYRV) and it’s older version (OHYRV) and factors affecting them, and 4) examine the effect of land ownership status on input level, productivity, income and technical efficiency. The research was conducted at the District of Pinrang, Soppeng, and Bone, which were selected purposively based on their role in rice production in South Sulawesi. 293 farmers who plant new high rice variety and 72 farmers who plant older version of rice variety were selected as respondents. Farming Analysis with Logit and Stochastic Frontier Production Function were employed in this research. The results indicates that: 1) farmer decision on selecting the rice variety to be plant was determined by their formal education and the number of family members. The value of predicted probability in implementing New High Yield Rice Variety was relatively high indicates farmer willing to plant the New High Yield Rice Variety also high. 2) There was no significant differences in input level (except for seed, phonska, liquid insecticide), cost, productivity, and income between NHYRV and OHYRV. 3) There was no significant differences in input level, cost, productivity, and income between share tenant OHYRV farmer and owner OHYRV farmer. 4) There was no significant differences in input level, cost, productivity, and income between share tenant NHYRV farmer and owner NHYRV farmer 5) Seed, urea, phonska and the number of family labor were positively affecting productivity of rice farming OHYRV. 6) Seed, ZA, SP-36, liquid insecticide and the number of commercial labor were positively affecting productivity of rice farming NHYRV. 7) Technical efficiency of NHYRV was higher than OHYRV. 8) Technical efficiency of share tenant OHYRV farmer was higher than owner OHYRV farmer. 9) Technical efficiency of share tenant NHYRV farmer was higher than owner NHYRV farmer.

(4)

RINGKASAN

MUSLIMIN. Pengaruh Penerapan Teknologi dan Kelembagaan Terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi di Provinsi Sulawesi Selatan (HARIANTO sebagai Ketua, KUNTJORO dan NUNUNG KUSNADI sebagai Anggota Komisi Pembimbing)

Sektor pertanian tanaman pangan khususnya padi di Sulawesi Selatan mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan melalui penerapan teknologi varietas unggul diharapkan dapat meningkatan produksi dan pendapatan petani padi. Sudah banyak digunakan varietas unggul baru, akan tetapi perkembangan produksi dan produktivitas padi sawah per hektar di Sulawesi Selatan tidak banyak mengalami peningkatan. Masalah lain dalam peningkatan produksi padi sawah di Sulawesi Selatan adalah fenomena meningkatnya jumlah petani penyakap akibat semakin menyempitnya lahan dan banyaknya petani tidak berlahan. Implikasinya mengapa produktivitas padi sawah tidak banyak mengalami peningkatan. Oleh karena itu perlu dicari faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi produktivitas, pendapatan, dan efisiensi usahatani padi sawah irigasi di Sulawesi Selatan.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam pemilihan varietas padi yang diusahakan (2) Menganalisis komposisi faktor produksi, biaya dan pendapatan usahatani padi varietas unggul baru (3) Menganalisis tingkat efisiensi teknis varietas unggul baru dan varietas unggul lama dan faktor apa yang mempengaruhinya (4) Menganalisis pengaruh status penguasaan lahan terhadap produktivitas dan efisiensi teknis usahatani padi. pengaruh kelembagaan (status pengusahaan lahan garapan) terhadap penggunaan input, produktivitas, pendapatan dan efisiensi teknis.

Lokasi Penelitian dipilih secara purposive di Kabupaten Pinrang, Soppeng dan Kabupaten Bone sebagai sentra produksi padi di Propinsi Sulawesi Selatan. Jumlah petani responden yang diambil sebanyak 365 orang yang terbagi menjadi petani Varitas Unggul Baru (VUB) sebanyak 293 orang dan petani Varitas Unggul Lama (VUL) sebanyak 72 orang. Pendekatan yang digunakan adalah fungsi produksi logit, analisis usahatani dan fungsi produksi stochastic frontier.

Hasil pendugaan model logistik usahatani padi sawah varietas unggul baru (VUB) menunjukkan bahwa pendidikan formal berpengaruh nyata positif pada taraf 19 persen terhadap peningkatan peluang petani untuk memilih varietas unggul baru (VUB). Hal ini terjadi karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka petani semakin tanggap terhadap perkembangan teknologi khususnya varietas unggul baru dan semakin mudah untuk memahami aplikasi teknologi baru sehingga peluang untuk menerapkan teknologi atau inovasi secara benar semakin besar. Jumlah anggota keluarga berpengaruh nyata positif pada taraf 20 persen terhadap peningkatan peluang petani untuk menggunakan varietas unggul baru. Hal ini terjadi karena semakin tinggi jumlah anggota keluarga maka semakin banyak masukan pendapat yang bisa diterima untuk memilih varietas unggul yang baru.

(5)

peningkatan produktivitas. Hal ini disebabkan karena penggunaan faktor produksi baik pada padi VUL maupun pada padi VUB tidak berbeda, kecuali pengunaan benih. Pada penggunaan padi VUL, rata-rata produktivitas petani pemilik penggarap tidak berbeda dengan petani penyakap. Hal ini disebabkan sebagian besar penggunaan faktor produksi antara petani pemilik penggarap dan petani penyakap tidak berbeda kecuali insektisida cair. Pada penggunaan padi VUB,

Rata-rata produkstivitas petani pemilik penggarap dan petani penyakap tidak berbeda. Hal ini disebabkan penggunaan faktor produksi yang tidak berbeda antara petani pemilik penggarap dan petani penyakap tidak berbeda

Penerimaan, biaya dan keuntungan yang diperoleh petani padi VUB dan VUL tidak berbeda secara statistik, baik pada petani pemilik penggarap maupun pada petani penyakap. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan penggunaan input yang tidak berbeda dan produksi yang tidak berbeda maka akan memberikan keuntungan yang tidak berbeda juga. Implikasinya bahwa untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar lagi bagi penggunaan padi VUB maka perlu penggunaan faktor produksi yang memadai sampai pada tingkat tertentu sesuai sifat dari padi VUB yang memerlukan dukungan input tertentu untuk memanfaatkan keunggulannya. R/C dari VUB dan VUL lebih dari satu sehingga menguntungkan dan layak diusahakan.

Produktivitas, biaya dan pendapatan usahatani padi VUB dan VUL tidak berbeda begitu pula petani pemilik penggarap tidak berbeda dengan petani penyakap baik pada penggunaan padi VUB maupun padi VUL. Berarti penggunaan varietas unggul baru tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas, biaya dan pendapatan usahatani padi. Demikian juga status penguasaan lahan tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas, biaya dan pendapatan usahatani padi.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas usahatani padi VUL adalah benih, urea, ZA, phonska dan tenaga kerja dalam keluarga. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap produktivitas usahatani padi VUL adalah pupuk SP36, insektisida cair, insektisida padat, herbisida cair, herbisida padat dan tenaga kerja luar keluarga. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas usahatani padi VUB adalah benih, ZA, SP-36, insektisida cair, dan tenaga kerja luar keluarga. Faktor-faktor yang tidak berpengaruh terhadap produktivitas usahatani padi VUB adalah urea, phonska, insektisida padat, herbisida cair, herbisida padat dan tenaga kerja keluarga.

(6)
(7)

@Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak citpta dilindungi Undang-Undang.

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI DAN

KELEMBAGAAN TERHADAP EFISIENSI

DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

Oleh :

MUSLIMIN

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada

Progam Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS

Staf Pengajar pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji Luar Komisi Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA.

Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

2. Prof. Dr. Ir. I. Wayan Rusastra, APU

(10)

Judul Disertasi : Pengaruh Penerapan Teknologi dan Kelembagaan Terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi di Provinsi Sulawesi Selatan

Nama : Muslimin

NRP : H 361060131

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN)

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Harianto. MS. Ketua

Prof. Dr. Ir. Kuntjoro Anggota

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS. Anggota

Mengetahui, 2. Program Studi

Ilmu Ekonimi Pertanian,

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS.

3. Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB

Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(11)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terselesaikannya seluruh proses pendidikan doktor saya tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada :

1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang selalu meluangkan waktu disela kesibukan beliau yang sangat padat untuk memberikan bimbingan dan kesempatan untuk selalu maju sejak dari tahap awal penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, penyusunan disertasi hingga ujian. Hal ini yang membuat penulis merasa terdorong untuk segera menyelesaikan tugas pendidikan di IPB.

2. Prof. Dr. Ir. Kuntjoro sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan yang sangat membantu untuk menyempurnakan penulisan disertasi.

3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS sebagai Anggota Komisi Pembimbing yang selalu meluangkan waktu dan memberikan saran serta masukan yang sangat membantu untuk menyempurnakan penulisan disertasi.

4. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS dan Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup, atas masukan, pertanyaan, dan kritik atas penulisan disertasi agar menjadi lebih konsisten dengan teori.

5. Dr. Ir. Meti Ekayani, S.Hut, MS selaku Wakil Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas pertanyaan dan saran-saran untuk perbaikan pada Ujian Tertutup.

6. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MS selaku Pimpinan Sidang pada Ujian Tertutup atas pertanyaan, masukan, dan saran perbaikan yang diberikan pada penulis.

(12)

8. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka atas pertanyaan dan saran-saran untuk perbaikan disertasi ini dan selama menjadi Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian serta ilmu-ilmu yang telah diberikan pada penulis selama masa perkuliahan.

9. Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra selaku Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka yang telah berkenan meluangkan waktunya menjadi penguji luar komisi serta saran dan koreksi yang diberikan sebagai masukan bagi penulis. 10. Dr. Ir. Yusman Syaukat, MEc selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Manajemen (FEM) dan Ketua Sidang Ujian Terbuka atas masukan, pertanyaan dan koreksi yang diberikan kepada penulis.

11. Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan pada program doktor Sekolah Pascasarjana IPB dan Kepala Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BBP2TP) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan pendidikan di IPB dan dukungan fasilitas belajar kelompok di lingkungan BBP2TP.

12. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas izin dan dana yang diberikan kepada penulis selama mengikuti pendidikan pada program doktor Sekolah Pascasarjana IPB.

13. Kedua orangtua penulis Ayahanda Petta Ali Mallere dan Ibunda Badariah (Almarhumah) yang telah melahirkan, merawat, membesarkan, mendidik dan tak pernah berhenti berdoa untuk keberhasilan dan kebahagiaan penulis. 14. Kakak-kakak penulis, Hj. Ramlah, Ibrahim dan keluarga, Marhawa, Rosmini dan adik-adik penulis, Ridwan dan keluarga, Nuhari SE dan keluarga, Muhajirin dan keluarga, yang telah memberikan dukungan materi, moril, doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan pada program doktor Sekolah Pascasarjana IPB.

(13)

dikala bersedih dan ada masalah. Ayah juga minta maaf karena hak anakda banyak yang tidak terpenuhi selama penulis mengikuti pendidikan.

16. Kakak Ipar penulis, Hj. A. Norma Syarief dan keluarga, Hj. A. Samsia Syarief dan Keluarga, A. Ida Syarief dan keluarga, A. Muh. Yamin dan keluarga, Ir. A. Muslimin, MS dan keluarga yang telah memberikan dukungan materi, moril, doa kepada penulis selama mengikuti pendidikan pada program doktor Sekolah Pascasarjana IPB.

17. Bapak Drs. Nasruddin Razak, Bapak Ir. M.Azis Bilang, MS, Bapak Muhammad Amin, SP, Khairiman, SP dan Teman-teman Peneliti/Penyuluh lainnya di BPTP Sulawesi Selatan, Teman-teman Penyuluh Kabupaten Pinrang, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Bone, petani responden di lokasi penelitian atas kesediaannya membantu penulis dalam melakukan penelitian dan memberikan data yang diperlukan.

18. Teman-teman penulis di Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, terutama angkatan 2006 yang telah menjadi teman, sahabat, saudara, motivator dalam menghadapi suka dan duka selama mengikuti pendidikan di IPB.

19. Teman-teman di Sekretariat Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian atas perhatian, bantuan administrasi dan dukungan yang diberikan.

20. Teman-teman petugas belajar dan ijin belajar Badan Litbang Pertanian serta Forum Komunikasi Petugas Belajar Badan Litbang Pertanian IPB yang selalu memberikan dukungan selama penulis mengikuti pendidikan di IPB. 21. Ibu Nurul Qomariah SP, MSi atas kesediaannya berdiskusi serta semua

pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis juga menyampaikan terimakasih.

Semoga segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan mendapat balasan yang lebih baik dari Allah SWT. Harapan penulis semoga disertasi ini bermanfaat bagi kita dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dapat menambah referensi bagi yang memerlukannya.

Bogor, Juli 2012

(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Paowe, Soppeng, Sulawesi Selatan pada tanggal 1 Juli 1964 dari pasangan Bapak Petta Ali Mallere dan Ibu Badariah. Penulis adalah anak kelima dari delapan bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas di Kabupaten Soppeng, yaitu pada SD No 30 Paowe, SMP Negeri 2 Watan Soppeng dan SMA Negeri 200 Watan Soppeng. Selanjutnya pendidikan sarjana (S1) penulis selesaikan pada tahun 1998 di Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Hasanuddin Ujung Pandang. Pada tahun 1992 penulis diterima bekerja di Balai Penelitian Tanaman Pangan (BALITTAN) Maros Sulawesi Selatan. Pada tahun 1996 penulis bekerja pada kantor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Ambon, Maluku dan pada tahun 2003 sampai sekarang bekerja pada kantor Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Selatan, Makassar.

(15)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL . . . xvi

DAFTAR GAMBAR . . . xviii

DAFTAR LAMPIRAN . . . xix

I. PENDAHULUAN . . . 1

1.1. Latar Belakang. . . 1

1.2. Perumusan Masalah. . . 6

1.3. Tujuan Penelitian. . . 12

1.4. Manfaat Penelitian. . . 12

1.5. Ruang Lingkup Penelitian . . . 12

II. TINJAUAN PUSTAKA . . . 14

2.1. Perkembangan Varietas Unggul Sawah di Indonesia. . . 14

2.2. Studi Tentang Efisiensi pada Usahatani . . . 19

2.3. Studi Tentang Bagi Hasil pada Usahatani . . . 23

III. KERANGKA PEMIKIRAN. . . 25

3.1. Teknologi Produksi . . . 25

3.2. Analisis Ekonomi Sharecropping . . . 27

3.3. Konsep dan Pengukuran Efisiensi . . . 31

3.4. Kerangka Konseptual . . . 36

IV. METODE PENELITIAN . . . 38

4.1. Lokasi Penelitian. . . 38

4.2. Pengambilan sampel . . . 38

4.3. Sumber dan Jenis Data . . . 39

(16)

V. KARAKTERISTIK PETANI DAN USAHATANI PADI . . . . . 45

5.1. Umur Petani . . . . . . . 45

5.2. Pendidikan Formal . . . 46

5.3. Pendidikan Non Formal . . . 47

5.4. Pengalaman Berusahatani Padi . . . . . . . 48

5.5. Luas Lahan . . . .. . . 49

5.6. Jumlah Anggota Keluarga . . . . . . 49

5.7. Jarak Usahatani dengan Rumah . . . . . . 50

5.8. Karakteristik Teknologi Produksi . . . 51

5.9. Sistim Bagi Hasil . . . 54

VI. PENGARUH PENERAPAN TEKNOLOGI DAN KELEMBAGAAN TERHADAP EFISIENSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI DI PROVINSI SULAWESI SELATAN. . . 57

6.1. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Keputusan Petani dalam Pemilihan Varietas . . . 57 6.2. Analisis Produksi dan Faktor Produksi . . . 58

6.3. Analisis Pendapatan dan Biaya . . . 61

6.4. Analisis Fungsi Produktivitas Frontier Usahatani Padi Sawah di Sulawesi Selatan . . . 64

6.5. Efisiensi Teknis Produktivitas Usahatani Padi Sawah di Sulawesi Selatan . . . 79 6.6. Analisis Sumber-sumber Inefisiensi Teknis Produktivitas Usahatani Padi Sawah di Sulawesi Selatan . . . 84 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN . . . 89

7.1. Kesimpulan . . . 89

7.2. Saran Kebijakan . . . 90

DAFTAR PUSTAKA . . . 91

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Penyebaran Varietas Padi Sawah Berdasarkan Luas Tanam di

Sulawesi Selatan Tahun 2004-2010. . . 8 2. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi Sawah di Sulawesi

Selatan Tahun 2000-2009. . . 9 3. Persentase Petani Menurut Status Penguasaan Lahan Sawah di

Sulawesi Selatan . . . 11 4. Penyebaran Varietas Unggul Baru Padi Sawah Berdasarkan Luas

Tanam di Kabupaten Pinrang, Bone dan Soppeng, Propinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2010 . . . 38 5. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Umur, Varietas dan Status

Penguasaan Lahan . . . 45 6. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Pendidikan Formal dan Status

Penguasaan Lahan . . . 46 7. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Pendidikan Non Formal, Varietas

dan Status Penguasaan Lahan . . . 47 8. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Padi,

Varietas dan Status Penguasaan Lahan . . . 48 9. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Luas Lahan, Varietas dan Status

Penguasaan Lahan . . . 49 10. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga, Varietas

dan Status Penguasaan Lahan . . . 50 11. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Jarak Usahatani dengan Rumah,

Varietas dan Status Penguasaan Lahan . . . 50 12. Rekomendasi Penggunaan Benih dan Pemupukan Tanaman Padi

Sawah MT 2009 dan 2009/2010 di Lokasi Penelitian, Propinsi Sulawesi Selatan . . . 51 13. Jumlah Petani Padi Berdasarkan Penggunaan Jenis Input, Varietas

dan Status Penguasaan Lahan . . . 52 14. Jumlah Petani Berdasarkan Penggunaan Jenis Varietas dan Status

(18)

16. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Petani untuk menerapkan Varietas Unggul Baru Padi Sawah di Provinsi Sulawesi Selatan . . . 57 17. Produksi dan Faktor Produksi per ha Usahatani Padi VUB dan VUL. . . 58 18. Produksi dan Faktor Produksi per ha Usahatani Padi VUL, Pemilik

Penggarap dan Penyakap . . . 59 19. Produksi dan Faktor Produksi per ha Usahatani Padi VUB pada Petani

Pemilik Penggarap dan Penyakap. . . 60 20. Analisis Pendapatan dan Biaya per Ha Usahatani Padi VUL dan VUB 62 21. Analisis Pendapatan dan Biaya per Ha Usahatani Padi VUL Pemilik

Penggarap dan Penyakap. . . 63 22. Analisis Pendapatan dan Biaya per Ha Usahatani Padi VUB Pemilik

Penggarap dan Penyakap. . . 63 23. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Frontier dengan Metode MLE

pada Usahatani Padi Sawah VUL di Sulawesi Selatan . . . 65 24. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Frontier dengan Metode MLE

pada Usahatani Padi Sawah VUB di Sulawesi Selatan . . . 69 25. Penggunaan Pupuk dan Produksi per Ha Padi Sawah VUL dan VUB . . 74 26. Jumlah Jenis Pupuk dan Produksi per Ha Padi Sawah VUL dan VUB. . 77 27. Penggunaan Benih dan Produksi per Ha Padi Sawah VUL dan VUB. . . 78 28. Efisiensi Teknis dan Varietas pada Usahatani Padi Sawah VUL dan

VUB di Sulawesi Selatan . . . 80 29. Efisiensi Teknis, VUL dan Status Penguasaan lahan pada Usahatani

Padi Sawah di Sulawesi Selatan. . . 81 30. Efisiensi Teknis, VUB dan Status Penguasaan Lahan pada Usahatani

Padi Sawah di Sulawesi Selatan. . . . . . 83 31. Hasil Pendugaan Sumber-sumber Inefisiensi Teknis pada Usahatani

Padi Sawah VUL di Sulawesi Selatan. . . . . . 84 32. Hasil Pendugaan Sumber-sumber Inefisiensi Teknis pada Usahatani

(19)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Perbedaan Produktivitas Padi VUB, Padi VUL antar Penelitian Dasar, Pengkajian dan Tingkat Petani Lahan Sawah Irigasi di Sulawesi

Selatan . . . 7

2. Perkembangan Luas Tanam Varietas Unggul Baru dan Varietas Unggul Lama Padi Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan . . . 9

3. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan. . . 10

4. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Padi Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan . . . 10

5. Pengaruh Teknologi Terhadap Produksi Usahatani . . . 26

6. Model Sharecropping (Penyakapan) . . . 28

7. Produk Marjinal Tenaga Kerja dalam Model Penyakapan . . . 29

8. Konsep Effisiensi. . .  32

9. Fungsi Produksi Stochastic Frontier . . . 35

10. Kerangka Alur Pikir Pengaruh Varietas Unggul Terhadap Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan . . . 37

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1a Daftar Varietas Unggul Padi Sawah yang Dilepas dalam Periode

1943-1970 . . . 101 1b Daftar Varietas Unggul Padi Sawah yang Dilepas dalam Periode

1970-Swasembada Beras. . . 102 1c Daftar Varietas Unggul Padi Sawah yang Dilepas dalam Periode Pasca

Swasembada Beras. . . 106 2 Hasil Pendugaan Fungsi Logistik Usahatani Padi Sawah Varietas

Unggul di Sulawesi Selatan. . . 113 3 Analisis Usahatani Padi Sawah VUB dan VUL per Ha . . . 115 4 Analisis Usahatani Padi Sawah VUL per Ha pada Usahatani Pemilik

Penggarap dan Petani Penyakap . . . 116 5 Analisis Usahatani Padi Sawah VUB per Ha pada Usahatani Pemilik

Penggarap dan Petani Penyakap. . . 117 6. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Frontier Dan Sumber-Sumber

Inefisiensi Teknis dengan Metode MLE pada Usahatani Padi Sawah VUL di Sulawesi Selatan. . . 118 7. Hasil Pendugaan Fungsi Produktivitas Frontier Dan Sumber-Sumber

Inefisiensi Teknis dengan Metode MLE pada Usahatani Padi Sawah VUB di Sulawesi Selatan. . . 121 8. Perjanjian Bagi Hasil yang Ditetapkan oleh Pemerintah Daerah . . . 128 9. Program Peningkatan Produktivitas Padi, Paket Teknologi Dianjurkan 130 10. Inefisiensi Teknis dan Faktor-Faktor yang Menentukan Inefisiensi

(21)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebijakan pembangunan pertanian dapat dinilai tepat jika pada akhirnya

mampu memposisikan pertanian sebagai penggerak utama (kemajuan) ekonomi

pedesaan yang berdaya saing tinggi, berkeadilan, dan berkelanjutan. Sektor

pertanian telah dan terus dituntut berperan langsung dalam perekonomian nasional

melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyedia

lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Kinerja sektor pertanian

dapat dilihat melalui pertumbuhan PDB, produksi komoditas, ekspor impor,

kesejahteraan petani dan ketahanan pangan (Departemen Pertanian 2008b).

Memposisikan pertanian sebagai sektor andalan ekonomi memberikan

implikasi betapa pentingnya peningkatan kapasitas produksi sektor pertanian.

Tanpa peningkatan kapasitas produksi tersebut mustahil sektor pertanian mampu

berperan sebagai penggerak ekonomi nasional (PSE 2003). Peningkatan kapasitas

produksi pertanian dapat dilakukan melalui beberapa hal, antara lain peningkatan

luas panen dan peningkatan produktivitas dengan teknologi di bidang pertanian.

Menurut Johnson (1985), ada empat sumber pertumbuhan kapasitas produksi

sektor pertanian, yaitu : (1) perbaikan teknologi, (2) peningkatan pelayanan

organisasi atau kelembagaan, (3) peningkatan kapasitas sumberdaya manusia, dan

(4) penambahan faktor produksi baik fisik maupun biologis. Keempat sumber

pertumbuhan kapasitas produksi tersebut bersifat sinergis dalam meningkatkan

kinerja sektor pertanian.

Teknologi merupakan bagian penting dalam pembangunan pertanian untuk

memacu peningkatan produksi dan pendapatan petani. Mosher (1966)

berpendapat ada lima syarat mutlak yang harus dipenuhi agar pembangunan

pertanian dapat tumbuh-berkembang secara progresif, yaitu : (1) adanya pasar

bagi produk-produk agribisnis, (2) teknologi yang senantiasa berubah, (3)

tersedianya sarana dan peralatan produksi secara lokal, (4) adanya perangsang

(22)

Di Indonesia sektor pertanian masih menjadi andalan utama pemenuhan

kebutuhan pangan. Ketahanan pangan di Indonesia sering masih dikaitkan dengan

tingkat produksi pangan, terutama beras. Jika terjadi permasalahan di bidang

pangan, maka dampaknya terhadap perekonomian secara keseluruhan akan besar.

Selama masalah ketahanan pangan belum terpecahkan secara berkelanjutan, maka

pembangunan sektor non pertanian dapat terhambat (Harianto 2007). Terkait

dengan ketahanan pangan, padi sebagai sumber makanan pokok lebih dari 95

persen penduduk, dan sebagai penyedia lapangan kerja menjadi sumber mata

pencaharian sekitar 20 juta rumah tangga petani (Departemen Pertanian 2008b).

Selain berperan penting dalam ketahanan pangan dan penyediaan lapangan kerja,

padi juga memberikan andil cukup besar terhadap PDB nasional yaitu 3.5 persen

pada tahun 2003 (Hafsah 2005) dan 2.16 persen pada tahun 2005. Sedangkan

pangsa PDB padi terhadap total PDB pertanian sebesar 21.2 persen pada tahun

2005 (BPS 2005).

Menyadari peran penting padi dalam kehidupan berbangsa, pemerintah

mengeluarkan kebijakan yang merefleksikan promosi dan proteksi terdiri dari

elemen : (1) kebijakan peningkatan produksi, (2) diversifikasi, (3) harga, (4)

impor dan (5) distribusi, dalam satu paket untuk mendukung kemandirian pangan.

Pengalaman lebih dari 30 tahun dalam program peningkatan produksi padi

memberikan pelajaran bahwa peran peningkatan produktivitas yang merefleksikan

peran inovasi teknologi sangat dominan. Dari aspek inovasi teknologi, upaya

peningkatan ketahanan pangan mencakup : (1) peningkatan produktivitas dengan

memanfaatkan sumberdaya genetik, (2) pengembangan teknologi produksi

dengan pengelolaan lahan, air, tanaman, dan organisme pengganggu tanaman

secara terpadu, (3) penekanan kehilangan hasil panen dan peningkatan stabilitas

hasil, (4) peningkatan nilai tambah ekonomi usahatani, dan (5) keberpihakan

kepada petani produsen dalam penetapan kebijakan. Penggunaan varietas padi

baru dengan produksi yang tinggi disertai kualitas yang cukup bagus tentunya

diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Teknologi varietas padi yang

baru memang diakui banyak memberikan manfaat yang bagus, namun demikian

juga memerlukan beberapa sarana penunjang untuk memanfatkan keunggulan

(23)

maupun secara tidak langsung melalui infrastruktur dan perangkat kebijakan

(Suryana 2005).

Lembaga penelitian pertanian telah menghasilkan berbagai teknologi

terobosan peningkatan produksi padi, terutama varietas unggul berdaya hasil

tinggi dan komponen teknologi budidaya yang diyakini mampu

meningkatkan produktivitas padi nasional di masa yang akan datang (Badan

Litbang Pertanian 2005). Teknologi yang telah dihasilkan meliputi varietas

unggul, efisiensi pemupukan, pengendalian OPT, efisiensi pengairan, dan

perbaikan pasca panen (Suryana 2005). Diantara teknologi yang dihasilkan

melalui penelitian, varietas unggul relatif lebih mudah dikembangkan dan lebih

cepat dirasakan manfaatnya oleh petani. Kontribusi varietas unggul b a r u

dalam peningkatan produktivitas padi mencapai 75 persen jika diintegrasikan

dengan teknologi pengairan dan pemupukan. Varietas unggul baru (VUB)

setelah IR64 umumnya berdaya hasil lebih tinggi dari IR64 yaitu 0.8-1.0 t/ha atau

14-15 persen lebih tinggi dari IR64. Secara nasional, pergeseran penggunaan

varietas padi dari IR64 ke varietas unggul baru lainnya mendatangkan keuntungan

sebesar Rp 3,05 triliyun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

2007).

Berdasarkan keunggulan yang dimiliki, varietas unggul padi sawah di

Indonesia dapat dibagi kedalam empat kategori : (1) varietas unggul lokal, (2)

varietas unggul baru sebelum IR64, (3) varietas unggul baru tipe IR64 dan (4)

varietas unggul baru tipe perbaikan IR64. VarietaS padi sawah yang banyak

ditanam sekarang oleh petani tergolong 2 kelompok terakhir di atas yaitu

kelompok varietas unggul baru tipe IR64 dan varietas unggul baru tipe perbaikan

IR64. Pengelompokan 2 varietas tersebut berdasarkan keunggulan yang dimiliki

yaitu mempunyai potensi hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap hama dan

penyakit, penampilan dan rasa nasinya enak (Las et al. 2004)

Proses pembentukan varietas unggul baru tipe IR64 dan perbaikan IR64

yang selanjutnya disebut VUL dan VUB dapat dijelaskan bahwa padi varietas

IR64 diciptakan untuk mengatasi masalah hama wereng coklat biotipe 3, penyakit

hawar daun bakteri dan potensi hasil rendah pada varietas lokal. Varietas IR64

(24)

penyakit hawar daun bakteri, rasa nasi enak, umur genjah, dan potensi hasil tinggi

dibandingkan varietal unggul sebelumnya. Namun pada akhirnya ketahanan IR64

menurun terhadap penyakit hawar daun bakteri, wereng hijau vektor penyakit

virus tungro, dan terindikasi bahwa IR64 mulai peka terhadap wereng coklat.

Karena keunggulan varietas IR64 sudah menurun maka dikembangkan Varietas

Unggul Baru Tipe Perbaikan IR64 yang memiliki karakter lebih unggul

dibandingkan varietas IR64, yaitu : stabilitas potensi hasil dan mutu produk yang

tinggi, tahan wereng coklat dan penyakit hawar daun bakteri, tahan virus tungro,

dan berupa varietas aromatik (Balitpa 2004) dalam Las et al. 2004). Berdasarkan kelompok varietas unggul padi yang diuraikan di atas (VUL dan VUB) maka

uraian selanjutnya tentang varietas unggul padi sawah didasarkan pada kelompok

VUL dan VUB.

Perubahan sistem produksi pertanian terus berkembang dan di pihak lain

berkembang juga sektor nonpertanian. Proses transformasi dari sektor pertanian

ke nonpertanian di pedesaan cenderung terus berlangsung menyebabkan

permintaan lahan pertanian semakin meningkat yang selanjutnya mengakibatkan

terjadinya perubahan pola dan distribusi penguasaan lahan di pedesaan. Perubahan

pola dan distribusi penguasaan lahan tersebut sebagai akibat dari akumulasi lahan

pertanian pada golongan elite atau pemilik modal di pedesaan. Dengan modal

yang cukup bisa membeli lahan dari petani yang sewaktu-waktu menjual

lahannya. Di sisi lain petani yang hidupnya terbatas dengan lahan yang semakin

sempit biasa menjual lahannya karena ada kebutuhan keluarga yang mendesak.

Hal ini terus berlangsung sehingga jumlah rumah tangga tidak berlahan (land less) semakin meningkat. Kondisi ini akan diikuti oleh meningkatnya jumlah petani

yang menggarap lahan orang lain dengan status penyakap (Suryana 1989;

Erwidodo et al. 1993; Saleh et al. 1997; Susilowati 1997). Dalam perencanaan pembangunan pertanian, aspek ini perlu mandapatkan perhatian agar adopsi

teknologi dan manfaat program pembangunan pertanian berjalan secara lebih baik

dan merata untuk semua lapisan petani (Rusastra et al. 1998). Implikasinya bahwa aspek penguasaan lahan berupa pemilik penggarap dan penyakap penting dikaji

(25)

Pembangunan pertanian merupakan proses yang dinamis dan pada

gilirannya membawa dampak struktur sosial ekonomi masyarakat di pedesaan.

Diantara perubahan tersebut, perubahan yang terpenting adalah peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan petani. Perubahan pendapatan petani tersebut sangat

terakait dengan perubahan sistem produksi di sektor pertanian yang meliputi

perubahan dalam produksi, penggunaan teknologi, kesempatan kerja, kesempatan

berusaha dan pola penguasaan lahan pertanian. Semua perubahan tersebut bisa

berdampak luas pada kegiatan ekonomi di pedesaan (Saleh et al. 1997).

Provinsi Sulawesi Selatan menempatkan sektor pertanian sebagai sektor

andalan dalam pembangunan ekonomi daerah. Kontribusi sektor pertanian dalam

pembangunan daerah Sulawesi Selatan melalui PDRB rata-rata 8.13 persen per

tahun selama tahun 2000-2009. Walaupun demikian persentase PDRB sektor

pertanian cenderung menurun, tetapi distribusinya tetap lebih besar dibanding

lapangan usaha yang lain yaitu rata-rata lebih 30 persen per tahun selama tahun

2002-2006. Perkembangan PDRB pertanian tanaman bahan makanan di Sulawesi

Selatan terus meningkat seiring dengan peningkatan total PDRB (Departemen

Pertanian 2003; Departemen Pertanian 2008a). Peran sektor pertanian yang lain

dapat juga dilihat dari perkembangan jumlah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja

yang bekerja di sektor pertanian setiap tahun cukup besar yaitu lebih 50 persen

dari total tenaga kerja yang ada. Tenaga kerja sektor pertanian tersebut didominasi

oleh tenaga kerja yang bekerja di sub sektor pangan, perkebunan dan hortikultura

(Departemen Pertanian 2003; Departemen Pertanian 2008a). Hal ini

mengindikasikan bahwa sektor pertanian dan khususnya pertanian tanaman

pangan mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi

Provinsi Sulawesi Selatan.

Dilihat dari ketersediaan sumberdaya lahan, Sulawesi Selatan mempunyai

lahan pertanian yang dapat dimanfaatkan untuk komoditi tanaman pangan dan

hortikultura seluas 1 377 256 hektar. Total luas baku lahan sawah 572 332 hektar

terdiri dari sawah lahan irigasi teknis 155 918 hektar, irigasi setengah teknis 55

746 hektar, irigasi sederhana 55 939 hektar, irigasi desa 85 357 hektar, tadah

hujan 218 640 hektar, pasang surut 732 hektar. Berdasarkan identifikasi

(26)

270 424 ha, ditanami padi 1 kali dalam setahun seluas 282 516 ha, tidak ditanami

padi seluas 9 517 ha, dan sementara tidak diusahakan seluas 9 875 ha (Dinas

Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2006). Luas panen

padi di Sulawesi Selatan rata-rata 786 523 ha per tahun selama tahun 2000-2009.

Produksi padi rata-rata 3 679 417.67 ton per tahun, juga menunjukkan gejala

melandai dan cenderung menurun (Departemen Pertanian 2003; Departemen

Pertanian 2008a).

Sektor pertanian tanaman pangan khususnya padi di Sulawesi Selatan

mempunyai peranan yang cukup penting dalam peningkatan pendapatan

masyarakat. Keberhasilan pembangunan pertanian juga tidak lepas dari dukungan

teknologi varietas yang telah diterapkan oleh petani. Di lain pihak perubahan

sistem produksi usahatani padi terus berkembang diikuti oleh perubahan status

garapan patani penyakap dan pemilik penggarap.Oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian mengenai analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani berkaitan

dengan penggunaan varietas unggul dan status penguasaan lahan di lahan sawah

irigasi Provinsi Sulawesi Selatan.

1.2. Perumusan masalah

Peningkatan produksi padi bisa dilakukan melalui peningkatan

produktivitas dan perluasan areal. Namun demikian peningkatan luas areal sudah

sulit dilakukan karena suplai sumberdaya lahan yang tidak elastis dan kalaupun

dilakukan memerlukan pengorbanan yang cukup besar. Untuk mendukung

peningkatan produksi padi, sudah banyak varietas padi yang telah dihasilkan

lembaga penelitian tingkat dasar, kemudian diterapkan pada lembaga penelitian

pengkajian yang selanjutnya diterapkan oleh petani. Pada Gambar 1 dapat dilihat

bahwa poduktivitas padi sawah per ha berbeda antara tingkat penelitian dasar,

tingkat kajian usahatani dan tingkat petani.

Produktivitas yang dicapai berbeda pada masing-masing level penelitian

sampai pada tingkat petani. Rata-rata produktivitas padi VUB tingkat penelitian

dasar, tingkat kajian dan tingkat petani masing-masing 10 ton, 8 ton dan 5 ton.

Sedangkan rata-rata produktivitas padi VUL ditingkat penelitian dasar, tingkat

(27)

Menurut Soekartawi et al. (1986) perbedaan produksi antara lembaga riset/penelitian dasar dengan potensi hasil usahatani/pengkajian disebabkan oleh

karena ada teknologi yang tidak bisa sepenuhnya dipindahkan, dan karena

perbedaan lingkungan. Sedangkan perbedaan produksi antara potensi hasil kajian

usahatani dengan produksi usahatani padi di tingkat petani, disebabkan oleh faktor

biologi dan sosial ekonomi.

Apabila dilihat potensi hasil antara padi VUB dan VUL pada tingkat

pengkajian usahatani maka dapat dilihat bahwa produktivitas padi VUB lebih

tinggi dari VUL. Akan tetapi pada tingkat petani produktivitas padi VUB hampir

sama dengan padi VUL. Hal ini menunjukkan bahwa di tingkat petani masih ada

potensi hasil yang bisa dicapai pada kedua varietas padi tersebut.

Program peningkatan produksi padi telah banyak dilakukan di Sulawesi

Selatan dengan teknologi utama varietas unggul baru (Lampiran 8). Setelah

program tersebut dilakukan maka varietas padi yang digunakan petani cukup

banyak jenisnya dan berdasarkan luas tanamnya dapat dilihat perkembangan

penggunaannya (Tabel 1). Pada Tabel 1 jenis varietas padi sawah yang ditanam

oleh petani terbagi ke dalam dua kelompok varietas yaitu padi VUL dan VUB.

Padi VUL yang banyak digunakan dari tahun ketahun adalah varietas Ciliwung

kemudian varietas IR64 walaupun luasnya semakin menurun. Kemudian VUB

yang paling banyak digunakan dari tahun ketahun adalah varietas Cisantana,

Ciherang dan Cigeulis dan perkembangan penggunaannya terus meningkat. Gambar 1. Perbedaan Produktivitas Padi VUB, Padi VUL antar

Penelitian Dasar, Pengkajian dan Tingkat Petani Lahan Sawah Irigasi di Sulawesi Selatan.

Sumber : Arafah, et., al., (2007) ; Hermanto, et. Al., (2009). Keterangan : 1) Data Laboratorium/Tingkat Balai Penelitian Dasar.

2) Data di tingkat Pengkajian/Program Pengembangan.

Penelitian Dasar 1) Pengkajian Teknologi 2) Tingkat Petani 3)

P

(28)

Tabel 1. Penyebaran Varietas Padi Sawah Berdasarkan Luas Tanam di Sulawesi

Tahun dan Luas Tanam (ha)

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Varietas Unggul Tipe IR64 (VUL)

1. PB 42 1980 7.0 25 310 19 877 8 954 4 935 3 224 3 080 5 273

Varietas Unggul Perbaikan Tipe IR64 (VUB) 1. Membramo 1995 7.0

Sumber : Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2011.

Apabila dibandingkan antara VUL dan VUB dapat dilihat bahwa

penggunaan VUL dari tahun ketahun cenderung menurun dan VUB cenderung

meningkat. Selanjutnya pada gambar 2 dapat dilihat bahwa berdasarkan luas

tanam dapat dilihat terjadi peningkatan penggunaan varietas baru (VUB) dan

sebaliknya penurunan penggunaan VUL. Artinya di tingkat petani terjadi

(29)

0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Tahun

Luas tanam VUL (ha) Luas tanam VUB (ha)

Perkembangan luas tanam dan produksi padi di Sulawesi Selatan (Tabel

2), menunjukkan bahwa dari tahun ketahun luas panen padi sawah cenderung

meningkat dan perkembangan produksi juga cenderung meningkat, tetapi

perkembangan produktivitas padi cenderung tidak banyak meningkat. Hal ini

menunjukkan bahwa peningkatan produksi lebih banyak diakibatkan oleh

peningkatan luas panen.

Tabel 2. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi Sawah di Sulawesi Selatan Tahun 2004-2010

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton GKG) Produktivitas (ton GKG/ha)

Sumber : BPS 2003; BPS 2010; Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulawesi Selatan 2010.

Berkaitan dengan Tabel 2 dan Gambar 3 dapat dilihat bahwa produksi padi

sawah cenderung meningkat tapi berfluktuasi dari tahun ketahun. Produksi

menurun pada tahun 2004 sampai tahun 2006 kemudian mengalami peningkatan

mulai tahun 2007 sampai tahun 2009. Produktivitas padi cenderung tidak banyak

mengalami peningkatan dan hanya melandai. Pada tahun 2004 terjadi penurunan

kemudian meningkat sedikit tahun 2005 dan tidak ada peningkatan sampai tahun Gambar 2. Perkembangan Luas Tanam Varietas Unggul Baru dan Varietas

(30)

2007. Tahun 2008 sampai tahun 2009 terjadi peningkatan, tetapi peningkatan

yang terjadi tidak besar hanya sekitar 100 kg per ha. Hal ini menunjukkan bahwa

terjadi stanasi produktivitas padi.

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa penurunan atau peningkatan produksi

seiring dengan peningkatan luas panen. Pada tahun 2005 tarjadi penurunan

produksi sampai tahun 2006 kemudian produksi meningkat pada tahun 2008

sampai tahun 2010. Begitu juga peningkatan luas panen terjadi penurunan pada

tahun 2005 sampai tahun 2006 kemdian meningkat tahun 2008 sampai tahun

2010. Hal ini berarti bahwa peningkatan produksi disebabkan oleh peningkatan

luas panen dan bukan peningkatan produktivitas.

0

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Tahun

Total Produksi (Ton) Luas Panen (ha)

Jika dilihat perkembangan penggunaan varietas, produksi, luas panen dan

produktivitas padi sawah, dapat dikatakan bahwa VUB sudah banyak digunakan

tetapi produktivitas padi sawah tidak banyak meningkat. Oleh karena itu Gambar 3. Perkembangan Produksi dan Produktivitas Padi Sawah Irigasi di

Sulawesi Selatan

(31)

dipertanyakan mengapa produksi dan produktivitas padi di tingkat petani tidak

banyak meningkat padahal VUB sudah banyak digunakan oleh petani.

Masalah lain yang terkait dengan upaya peningkatan produksi padi adalah

fenomena perubahan status penguasaan lahan dari petani pemilik penggarap ke

petani penyakap. Peningkatan jumlah petani penyakap sebagai akibat dari

semakin menyempitnya lahan dan banyaknya petani tidak berlahan. Pada tabel 3

dapat dilihat persentase petani penyakap dari tahun ketahun meningkat dan

persentase petani pemilik penggarap menurun. Meningkatnya persentase petani

penyakap dan menurunnya pemilik penggarap diperkirakan akan muncul

faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi usahatani padi sawah. Selanjutnya

akan mempengaruhi keputusan yang diambil petani dalam mengelola

usahataninya. Oleh karena itu perlu dipelajari bagaimana pengaruh status

penguasaan lahan terhadap produktivitas, efisiensi dan pendapatan petani padi

sawah. Apabila dapat diketahui faktor-faktor yang menghambat upaya

peningkatan produktivitas, maka diharapkan dapat secara tepat dirumuskan

kebijakan yang dapat meningkatkan produktivitas padi sawah.

Tabel 3. Persentase Petani Menurut Status Penguasaan Lahan Sawah di Sulawesi Selatan.

No Status Garapan

Tahun

1983 1995 2005 2007

(%) (%) (%) (%)

1 Pemilik Penggarap 76.4 47.8 44 21.6

2 Penyakap 5.7 9.3 36 69.1

3 Pemilik/Penyakap 14.7 37.4 20 -

4 Lainnya 3.2 5.5 - 9.3

Sumber : Saleh et al. (1997) ; Susilowati et al. (2010)

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini ingin menjawab pertanyaan

umum mengapa produksi dan produktivitas padi di tingkat petani tidak banyak

meningkat padahal varietas unggul baru sudah banyak digunakan oleh petani serta

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Untuk menjawab permasalahan

umum tersebut, secara spesifik pertanyaan penelitian adalah :

1. Mengapa penggunaan varietas unggul baru tidak banyak meningkatkan

(32)

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penggunaan varietas unggul baru

dan.

3. Bagaimana komposisi faktor produksi, biaya dan pendapatan usahatani padi

varietas unggul baru.

4. Bagaimana tingkat efisiensi teknis varietas unggul baru dan varietas unggul

lama dan faktor apa yang mempengaruhinya.

5. Bagaimana pengaruh kelembagaan (status pengusahaan lahan garapan)

terhadap penggunaan input, produktivitas, pendapatan dan efisiensi teknis.

1.3. Tujuan Penelitian

Studi ini pada dasarnya ditujukan untuk melihat pengaruh penerapan

teknologi dan kelembagaan terhadap efisiensi dan pendapatan usahatani padi

sawah. Kemudian tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam

pemilihan varietas padi yang diusahakan.

2. Menganalisis komposisi faktor produksi, biaya dan pendapatan usahatani padi

varietas unggul baru dan varietas unggul lama.

3. Menganalisis tingkat efisiensi teknis varietas unggul baru dan varietas unggul

lama dan faktor apa yang mempengaruhinya.

4. Menganalisis pengaruh kelembagaan (status pengusahaan lahan garapan)

terhadap penggunaan input, produktivitas, pendapatan dan efisiensi teknis.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan dalam program peningkatan

produksi padi, khususnya peningkatan produksi dan pendapatan petani padi

sawah irigasi melalui penerapan teknologi varietas unggul baru.

2. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya dengan isu yang relevan.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Sulawesi Selatan sebagai salah satu sentra

(33)

kedepan. Petani yang dijadikan sebagai contoh adalah dengan kategori petani padi

sawah irigasi menurut jenis varietas unggul padi sawah yang digunakan dan status

penguasaan lahan.

Teknologi baru yang dimaksud dalam penelitian ini adalah padi varietas

unggul baru (VUB) dan teknologi lama adalah padi varietas unggul lama (VUL).

VUB adalah varietas unggul setelah IR 64 yang mempunyai keunggulan lebih

bagus dari VUL dengan karakter tahan wereng coklat biotipe 3, penyakit hawar

daun bakteri, rasa nasi enak, umur genjah, dan potensi hasil tinggi dibandingkan

varietas sebelumnya. Aspek kelembagaan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah status penguasaan lahan yang terdiri dari pemilik penggarap dan penyakap.

Analisis dilakukan antar petani produsen padi sawah irigasi atau tingkat petani.

Pendekatan yang digunakan adalah analisis usahatani, fungsi produksi logit dan

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah di Indonesia

Varietas unggul padi sawah di Indonesia yang telah dilepas Departemen

Pertanian dan Litbang Pertanian periode tahun 1943 sampai 2009 sebanyak 151

jenis (Hidayat J.R. et al. 2005; Hermano et. al. 2009; Puslitbangtan 2007) (Lampiran 1a, 1b dan 1c). Perkembangan varietas unggul padi sawah dapat dilihat

dari 2 sisi yaitu (1) berdasarkan periode pembentukan varietas dan (2) berdasarkan

keunggulan yang dimiliki varietas tersebut.

Perkembangan varietas padi sawah berdasarkan periode pembentukannya

dapat dipilah atas tiga periode, yaitu era sebelum tahun 70-an, era tahun 1970-an

hingga swasembada beras (pra-IR64), dan era pasca-swasembada

beras/pasca-IR64 (Las et al. 2004). Pembentukan varietas unggul padi sawah paling banyak dihasilkan pada periode pasca-swasembada beras/pasca-IR64 yaitu sebanyak 100

varietas. Hal ini terjadi karena setelah swasembada beras tercapai maka Indonesia

mengalami stagnasi produksi padi sehingga pemerintah berkomitmen melalui

lembaga penelitian untuk menghasilkan lebih banyak lagi varietas unggul untuk

mendukung peningkatan produksi padi.

Berdasarkan keunggulan yang dimiliki, varietas unggul padi di Indonesia

dapat dibagi kedalam empat kategori : (1) varietas unggul lokal, (2) varietas

unggul baru sebelum IR64, (3) varietas unggul baru tipe IR64 dan (4) varietas

unggul baru tipe perbaikan IR64. Pembentukan varietas berdasarkan

keunggulannya didorong oleh kebutuhan akan varietas yang mempunyai potensi

hasil tinggi, umur genjah, tahan terhadap hama dan penyakit, penampilan dan rasa

nasinya enak.

Varietas unggul padi lokal hasil persilangan di dalam negeri yang pertama

kali dilepas pada tahun 1943 adalah varietas Bengawan. Karakteristik umum dari

varietas padi tipe Bengawan berumur dalam (140-155) hari setelah sebar (HSS),

postur tanaman tinggi (145-165 cm), memiliki rasa nasi enak, dan berdaya hasil

sedang 3.5-4.0 t/ha (Daradjat et al. 2001 dalam Las et al. 2004).

Varietas Unggul Baru berawal dari introduksi varietas dari IRRI yang

(35)

Pelita I-2 dan menandakan mulai diadopsinya teknologi Revolusi Hijau ke

Indonesia yang mengubah cara budi daya tanaman padi sawah irigasi sesuai

karakteristik varietas sangat tanggap terhadap pemupukan, produksi tinggi, umur

pendek, anakan banyak dan rasa nasi enak. Namun karena Pelita I-1, Pelita I-2

peka terhadap hama wereng coklat sehingga tidak dapat bertahan lama (Las et al. 2004). Kemudian diintroduksikan varietas asal IRRI tahan hama wereng coklat

seperti IR26, IR32, IR36. Sedangkan dari program pemuliaan nasional dilepas

sejumlah varietas baru seperti Serayu, Asahan, Brantas, Citarum (dilepas 1978),

Semeru, Cisadane (dilepas 1980), Cipunegara, Krueng Aceh (dilepas 1981),

Saddang (dilepas 1983) dan Cikapundung (dilepas 1984). Varietas Cisadane yang

paling populer tahan wereng coklat biotipe 1 dan 2, serta kontribusinya yang

utama terhadap swasembada beras 1984. Namun popularitas varietas Cisadane

menurun dengan berkembangnya hama wereng coklat biotipe 3 (Las et al. 2004). Untuk mengatasi masalah tersebut dengan cepat dilakukan introduksi

beberapa galur dari IRRI, diantaranya varietas IR64 yang dilepas tahun 1986

memiliki karakter tahan wereng coklat biotipe 3, penyakit hawar daun bakteri,

rasa nasi enak, umur genjah, dan potensi hasil tinggi dibandingkan varietal

unggul lokal. Namun pada akhirnya ketahanan IR64 menurun terhadap penyakit

hawar daun bakteri, wereng hijau vektor penyakit virus tungro, dan terindikasi

bahwa IR64 mulai peka terhadap wereng coklat. (Balitpa 2004 dalam Las et al. 2004).

Karena keunggulan varietas IR64 sudah menurun mendorong

dikembangkan Varietas Unggul Baru Tipe Perbaikan IR64 yang memiliki karakter

lebih unggul dibandingkan varietas IR64, yaitu : (1) stabilitas potensi hasil dan

mutu produk yang tinggi, (2) varietas tahan wereng coklat dan penyakit hawar

daun bakteri : Ciliwung, Way Seputih, Barumun, Membramo, Way Apoburu,

Widas, Ciherang, Konawe, dan Cigeulis. (3) varietas tahan virus tungro : Tukad

Unda, Tukad Petanu, Tukad Balian, Kalimas, dan Bondoyudo. (4) varietas

aromatik antara lain : Sintanur dan Batang Gadis. (5) varietas semi tipe baru

(semi PTB) : Cimelati, Gilirang, Ciapus. (6) varietas unggul tipe baru (VUTB) :

(36)

Apabila dilihat dasar pembentukan varietas unggul padi sawah, maka

dapat disimpulkan bahwa pembentukan varietas unggul padi sawah didorong oleh

tuntutan akan produksi padi yang tinggi dalam waktu cepat disertai dengan daya

tahan terhadap hama dan penyakit dan rasa nasi yang enak.

Kontribusi varietas unggul b a r u dalam peningkatan produktivitas

padi mencapai 75 persen jika diintegrasikan dengan teknologi pemupukan

dan pengairan. Varietas unggul baru (VUB) setelah IR64 umumnya berdaya hasil

lebih tinggi dari IR64 yaitu 0.8-1.0 t/ha atau 14-15 persen lebih tinggi dari IR64

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2007).

Pada tahun 2006 varietas Ciherang, Way Apoburu, dan beberapa varietas

unggul baru lainnya makin populer yang ditandai oleh makin meluasnya areal

pertanamannya. Secara nasional, pergeseran penggunaan varietas padi dari IR64

ke varietas unggul baru lainnya mendatangkan keuntungan sebesar Rp 3.05

triliyun (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan 2007).

Varietas unggul baru lainnya adalah tipe baru (VUTB) mempunyai

keunggulan antara lain adalah potensi hasil 10-15 t/ha dibandingkan dengan

VUB lainnya, jumlah anakan lebih sedikit (6-12 anakan) tetapi semuanya

produktif, batang kokoh, daun tegak dan tebal, jumlah gabah >250

butir/malai, dan Rasio gabah/jerami VUTB >0.5 sehingga efisien dalam

penggunaan hara. VUTB yang telah dilepas adalah varietas Fatmawati dan

semi VUTB adalah Varietas Gilirang, Cimelati, dan Ciapus (Badan Litbang

Pertanian 2005).

Sumbangan VUB terhadap peningkatan mutu produk dan pengembangan

agribisnis terlihat dari keunggulan sifat dan mutu berasnya, seperti : (1) IR64,

Lusi, Jangkok, dan Kapuas cocok untuk industri makanan bayi, (2) Cisokan dan

Mahakam cocok untuk canned rice, (3) Cisokan, IR36, IR42, Jatiluhur, dan Progo cocok untuk industri bihun, (4) Gilirang, Batang Gadis, Situ Bagendit, dan

Sintanur memiliki sifat aromatik, (5) Membramo cocok untuk produksi beras

kualitas ekspor dan nasi instant (Suryana 2005). Apabila dilihat perubahan

penerapan jenis varietas unggul padi sawah, maka disimpulkan bahwa perubahan

penerapan tersebut didorong oleh tuntutan akan varietas yang berdaya hasil tinggi,

(37)

2.2. Studi Tentang Efisiensi pada Usahatani

Analisa fungsi produksi telah banyak dilakukan demikian halnya dengan

mengukur tingkat efisiensi kegiatan usahatani. Mengingat dalam penelitian ini

menganalisis tingkat efisiensi teknis pada usahatani padi maka ada baiknya

studi-studi tentang penelitian efisiensi dipaparkan terlebih dahulu. Perhatian utama pada

penelitian sumber efisiensi teknis pada usahatani adalah peran keputusan

manajerial yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosio-ekonomi untuk memilih

kombinasi input produksi dan output usahatani yang tepat, seperti penggunaan

varietas, jumlah benih, dosis dan jenis pupuk, waktu aplikasi pemupukan dan

pestisida, teknik berproduksi, sistem tanam, serta teknik panen dan pasca panen.

Variabel sosio ekonomi bukan bagian dari proses produksi fisik, tetapi

mempunyai efek terhadap variabel keputusan manajemen.

Beberapa penelitian tentang efisiensi dapat diuraikan pada uraian

selanjutnya. Penelitian Sumaryanto et al. (2003) di lahan sawah irigasi DAS Brantas menunjukkan bahwa faktor terpenting yang berpengaruh nyata terhadap

efisiensi usahatani padi adalah berturut-turut pangsa pendapatan dari usahatani

padi terhadap total pendapatan rumah tangga, indeks diversifikasi di blok tersier,

rasio persil garapan sewa/total, rasio persil garapan sakap/total. Tingkat efisiensi

yang lebih tinggi dicapai oleh petani yang sebagian besar pendapatannya berasal

dari usahatani padi. Faktor lainnya adalah usahatani yang dijalankan oleh para

petani sehamparan yang lebih berdiversifikasi, petani dengan kelompok usia

muda, dan pendapatan per kapita tinggi. Hasil ini juga menunjukkan bahwa

efisiensi di persil-persil garapan bukan milik ternyata lebih tinggi daripada di

persil-persil garapan milik. Implikasi terpenting adalah perlunya kebijakan yang

mampu mendorong konsolidasi diversifikasi usahatani berbasis hamparan agar

upaya peningkatan pendapatan petani sinergis dengan peningkatan efisiensi

usahatani padi. Jika pendekatan yang dilakukan adalah penyuluhan maka dengan

nilai indeks efisiensi teknis yang secara rata-rata cukup tinggi sebaiknya materi

penyuluhan bersifat inovatif dan imperatif.

Penelitian Disti (2006) mengenai Efisiensi Produksi Usahatani Padi

Program Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu di Kabupaten Subang,

(38)

menentukan efisiensi dari penggunaan input (faktor-faktor produksi), dengan

menggunakan tiga alat analisis untuk menjelaskan pengaruh dari faktor produksi

yang digunakan oleh petani padi program PTT terhadap hasil produksi. Ketiga

alat analisis tersebut adalah analisis regresi berganda, analisis Cobb-Douglas dan

analisis transedental. Kelemahan dari penelitian ini adalah adanya nilai koefisien

regresi yang negatif pada model fungsi produksi, dalam hal ini variabel SP-36,

phonska di Desa Mulyasari sedangkan di Desa Cijengkol adalah benih, SP-36,

dan tenaga kerja. Hal ini bertentangan dengan teori yang menerangkan fungsi

produksi Cobb-Douglas harus dijelaskan dengan koefisien variabel-variabel yang

positif.

Penelitian Daryanto (2000), menganalisis efisiensi teknis petani padi yang

menggunakan beberapa sistem irigasi pada tiga musim tanam yang berbeda di

Jawa Barat. Sistem Irigasi yang dibandingkan terdiri dari sistem irigasi teknis,

setengah teknis, sederhana dan desa. Fungsi produksi dugaan yang digunakan

adalah fungsi produksi translog stochastic frontier dengan model efek inefesiensi teknis terdiri dari : (1) logaritma luas lahan, (2) rasio tenaga kerja yang disewa

terhadap total tenaga kerja, dan (3) partisipasi petani di dalam program

intensifikasi. Hasil penelitiannya menunjukkan : (1) model fungsi produksi

stochastic frontier yang digunakan, secara signifikan dapat di terima dengan kata lain, fungsi produksi rata-rata tidak cukup menggambarkan efisiensi dan

inefisiensi teknis yang terjadi di dalam proses produksi, (2) rata-rata nilai

inefisiensi teknis dari petani sampel berada pada kisaran 59 persen hingga 87

persen dan terdapat pada setiap petani sampel di semua sistem irigasi dan musim

tanam, dan (3) semua variabel penjelas di dalam model efek inefisiensi teknis

fungsi produksi stochastic frontier, secara signifikan mempengaruhi inefisiensi teknis.

Penelitian Seyoum et al. (1996) menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas untuk melihat perbandingan efisiensi dan inefisiensi teknis antara dua kelompok petani jagung skala kecil yang mengikuti proyek

Sasakawa-Global 2000 (SG 2000) dengan petani jagung yang tidak mengikuti proyek

tersebut di beberapa district di negara Etiopia bagian Timur. Variabel bebas yang

(39)

petani, jumlah hari kerja ternak (Bagi petani SG 2000) dan jumlah hari kerja

traktor (bagi petani di luar SG 2000) serta variabel boneka kabupaten (district). Sementara itu untuk melihat efek inefisiensi teknis mereka membentuk model

efek inefisiensi teknis terpisah dengan memasukkan variabel- variabel berikut:

umur, lamanya pendidikan, dan keikutsertaan petani dalam pendidikan

keterampilan lainnya sebagai variabel penjelas. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa hasil batas dari petani SG 2000 antara satu district dengan district yang lainnya tidak berbeda secara signifikan dibandingkan petani di luar SG 2000. Sedangkan dari sisi efek inefisiensi teknis, ditemukan bahwa umur

petani mempengaruhi efisiensi teknis petani baik pada petani SG 2000 maupun

petani diluarnya. Petani yang lebih muda secara teknis lebih efisien dibandingkan

petani yang lebih tua. Sementara itu efek lama pendidikan berpengaruh positif

terhadap efisiensi teknis pada petani SG 2000 dan tidak berpengaruh sama sekali

pada petani di luarnya. Petani yang lebih muda secara teknis lebih efisien

dibandingkan petani yang lebih tua.

Penelitian Satria (2003) tentang Kajian Efisiensi Teknis Usahatani Padi

Sawah pada Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu

(SLPHT) di Sumatera Barat menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas. Fungsi produksi ini dipilih dengan pertimbangan mampu

menggambarkan kondisi usahatani padi sawah pada lokasi penelitian. Variabel

nitrogen, tenaga kerja, insektisida, irigasi dan SLPHT memberikan pengaruh

nyata dengan arah yang positif terhadap produksi. Rodentisida berpengaruh nyata

dengan tanda negatif terhadap produksi. Peningkatan produksi padi di Propinsi

Sumatera Barat dapat dilakukan dengan cara mengoptimumkan penggunaan input.

Hasil perhitungan efisiensi teknis di antara petani anggota SLPHT sebesar 66

persen menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan efisiensi teknis

usahatani sebesar 34 persen jika dibandingkan dengan praktek dari petani terbaik

(the best farmers practice).

Penelitian Swastika (1996) menggunakan fungsi produksi frontier stochastic translog untuk mengukur perubahan teknologi dan perubahan efisiensi teknis serta kontribusinya terhadap pertumbuhan produktivitas faktor total pada

(40)

ini adalah vektor input yang terdiri dari benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja, dan

penggunaan traktor, serta dummy waktu sebagai proxy dari perubahan teknologi tahun 1988 dan 1992. Pendugaan fungsi produksi frontier dilakukan dengan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan teknologi dari tahun 1980 sampai 1988 sebesar 42.72 persen.

Dalam periode yang sama, efisiensi teknis turun sebesar 2 persen. Oleh karena itu,

pertumbuhan produktivitas faktor totalnya adalah sebesar 40.74 persen.

Sebaliknya, dari tahun 1988-1992 terjadi penurunan produksi frontier sebesar 51.57 persen dari kenaikan efisiensi teknis sebesar 2.06 persen. Pada periode

tersebut, pertumbuhan produktivitas faktor total adalah sebesar 49.51 persen.

Kenaikan produktivitas faktor total dari tahun 1980-1988 diduga disebabkan oleh

perbaikan tingkat penerapan teknologi dari awal INSUS sampai SUPRA INSUS.

Setelah SUPRA INSUS, tidak ada lagi terobosan teknologi baru, baik dari segi

kultur teknis maupun varietas baru yang berpotensi hasil melebihi

varietas-varietas sebelumnya. Selain stagnasi teknologi, juga disebabkan penurunan

genetik varietas-varietas yang ada, penurunan kualitas dan kesuburan tanah dan

serangan hama pada musim tanam 1992.

Penelitian Akanbi et al. (2011) di Nigeria, melihat efisiensi teknis usahatani padi menggunakan model fungsi produksi Stochastic frontier Cobb-Douglas menunjukkan efisiensi teknis rata-rata dari lokasi proyek (Rice Farm) adalah 0,98. Efisiensi tinggi yang diperoleh berkaitan dengan adanya proyek

bantuan pemerintah kepada petani padi di lokasi penelitian dalam bentuk input.

Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi secara negatif adalah Tingkat

pendidikan, usia kepala rumah tangga, variabel dummy akses ke lokasi, variabel

dummy untuk akses ke koperasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi

secara positif adalah pengalaman berusahatani, variabel dummy akses ke kredit.

Oleh karena itu rekomendasi dari peneliti bahwa Kultivar Padi produksi tinggi,

kredit dan bentuk-bentuk proyek yang mendukung kelembagaan harus menjadi

fokus pemerintah jika produksi padi akan ditingkatkan dan dipertahankan.

Penelitian Backman et al. (2012) di Bangladesh menggunakan fungsi produksi frontier stokastik kuadrat pada data survei (2009) untuk menentukan

(41)

bahwa efisiensi teknis rata-rata usahatani adalah 0.83 menunjukkan bahwa ada

peluang untuk meningkatkan output. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

faktor-faktor usia, pendidikan, jumlah plot, wilayah (variabel dummy), akses ke keuangan mikro (variabel dummy), dan pendapatan di luar pertanian yang positif terkait dengan inefisiensi sementara penyuluhan dan pengalaman yang negatif

terkait inefisiensi (menurunkan inefisiensi)

Hasil penelitian Srisompun et al. (2012), memperkenalkan waktu yang bervariasi pada model fungsi produksi frontier yaitu memungkinkan peningkatan

efisiensi teknis melalui waktu. Efisiensi teknis produksi padi antara tahun 1987/88

dan 2007/2008, serta dampak yang berbeda dari lingkungan produksi pertanian

pada efisiensi teknis melalui waktu. Menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas

untuk estimasinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih dan mekanisasi

memiliki pengaruh terbesar terhadap hasil padi. Hal ini dapat dijelaskan dengan

adopsi mesin penghemat tenaga kerja untuk produksi padi dalam semua proses

untuk mengimbangi kelangkaan tenaga kerja manual. Dengan demikian

mekanisasi memiliki peran penting dalam peningkatan hasil padi. Dengan

memperkirakan produksi batas, mengungkapkan bahwa produksi padi pada

umumnya menurun, menunjukkan penggunaan faktor input tidak efektif. Pada

tahun 1987/88 efisiensi teknis 88.32 persen dan menurun menjadi 72.63 persen

pada tahun 2007/2008 dan menunjukkan kecenderungan produksi yang kurang

dari output potensial dari waktu ke waktu.

Hasil penelitian Umeh dan Ataborh (2007) menguji efisiensi petani padi

di Nigeria. Data primer dikumpulkan secara acak dari sampel 300 petani padi in

Kogi Negara menggunakan kuesioner terstruktur. Data dianalisis dengan

menggunakan fungsi produksi Stochastic Frontier. Koefisien estimasi model

inefisiensi menunjukkan bahwa usia, ukuran rumah tangga, dan varietas padi

berpengaruh negatif pada inefisiensi usahatani. Hasil ini menunjukkan bahwa efek

inefisiensi teknis dalam produksi padi di daerah penelitian menurun dengan

peningkatan usia, ukuran rumah tangga dan penanaman varietas padi yang bagus.

Implikasinya adalah bahwa kebijakan yang akan mendorong petani muda dalam

produksi beras dan memasok varietas padi lebih ditingkatkan untuk petani padi

(42)

Usahatani spesifik menunjukkan efisiensi teknis sangat bervariasi antar petani

berkisar antara 0.17 x 10-8 dan 0.91 dengan efisiensi teknis rata-rata 0.54.

Hasil penelitian Huy (2009), di Delta Mekong Vietnam menggunakan

analisis stokastik frontier (SFA). Variabel inefisiensi yang digunakan adalah

pendidikan kepala rumah tangga, pengalaman bertani dan variabel dummy

praktek pertanian maju. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata TE antara rumah

tangga yang disurvei adalah di atas 76 persen. Untuk fungsi inefisiensi teknis,

variabel pengalaman petani dan variabel dummy adopsi model pertanian maju

bisa menurunkan inefisiensi. Hasil estimasinya adalah penting untuk memahami

dampak mengadopsi usahatani padi maju untuk memproduksi padi rumah tangga.

Pada beberapa penelitian lain tentang inefisiensi teknis (lampiran 10)

variabel sosio-ekonomi paling banyak digunakan untuk menerangkan variasi

tingkat usahatani baik padi maupun non padi dalam hal TE, yaitu ukuran lahan

usahatani, pendidikan, umur dan pengalaman petani, kontak petani dengan

petugas penyuluhan, pendapatan, ketersediaan dan aksessibilitas air irigasi,

aksessibilitas terhadap kelembagaan koperasi, rotasi tanaman dan lain sebagainya.

Peranan ukuran usahatani adalah bermacam-macam. Penelitian Xu dan Jeffrey

(1998) menemukan hubungan signifikan antara inefisiensi teknis dan ukuran

usahatani. Tetapi penelitian Erwidodo (1990); Squires dan Tabor (1991); Dev dan

Hossain (1998) tidak menemukan hubungan antara inefisiensi teknis dan ukuran

usahatani.

Kontak dengan pelayanan penyuluhan adalah penting dalam menerangkan

inefisiensi teknis. Studi yang dilakukan oleh Kalirajan (1981), Kalirajan (1984),

Kalirajan dan Flinn (1983), dan Kalirajan dan Shand (1989) menunjukkan bahwa

penyuluhan ternyata berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis. Wilson et al. (1998) menunjukkan bahwa aksessibilitas terhadap kelembagaan koperasi

berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada usahatani kentang di Inggris.

Kalirajan dan Shand (1989) menemukan bahwa akses terhadap kredit

berhubungan negatif dengan inefisiensi teknis pada usahatani padi. Xu dan Jeffrey

(1998) menemukan bahwa pendapatan non usahatani mempunyai hubungan

Gambar

Gambar 4. Perkembangan Produksi dan Luas Panen Padi Sawah Irigasi  di Sulawesi Selatan
Gambar 5. Pengaruh Teknologi Terhadap Produksi Usahatani  (Sumber : Gathak dan Ingersent 1984)
Gambar 6. Model Sharecropping (Penyakapan)
Gambar 7. Produk Marjinal Tenaga Kerja dalam Model Penyakapan                    (Sumber : Ellis 1988)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui keuntungan usahatani padi hibrida dibanding non hibrida (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah (2) tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani padi sawah di sistem irigasi

Berdasarkan Tabel 5 dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor yang berhubungan nyata dengan persepsi petani terhadap usahatani padi varietas Cilamaya Muncul di Desa

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor produksi padi sawah dan mengetahui komparatif efisiensi teknis usaha tani padi sawah pada sistem tanam jajar

Sitti Nurrohmah (2016), meneliti tentang “Analisis Produksi dan Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Mowila Kabupaten Konawe Selatan”. Hasil penelitian

Kajian ini bertujuan untuk (a) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani padi di lahan pasang surut, (b) menganalisis beda resiko produksi padi di

Hasil analisis dari fungsi produksi stochastic frontier menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat inefisiensi teknis petani responden yaitu akses petani terhadap

(2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga pokok padi sawah lebak pada petani yang tergabung dalam anggota kelompok tani dan non anggota kelompok