• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPATIBILITAS SAMBUNGAN BEBERAPA AKSESI

JARAK PAGAR (

Jatropha

curcas

L.

)

UNGGULAN UNTUK

MEMACU PRODUKSI PADA LAHAN MASAM

ABDUL WAHID

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam merupakan gagasan dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni 2011

Abdul Wahid

(3)

ABSTRACT

ABDUL WAHID (Graft Compatibility between Jatropha curcas Accessions to Improve Yield on Acid Soils). Under direction of HAMIM and TRIADIATI.

Grafting in physic nut (Jatropha curcas L.) is an effective methode to improve plant yield by combining distinc rootstock and scion in other to grow better and high yield under marginal land. The aim of the study was to find the best combination of graft compatibility between Jatropha curcas accessions to improve yield under marginal land especially on acid soils. The experiment was conducted in polybag using compeletely randomize design with three factors. The first factor was four J.curcas accessions (B3, J2, JB, and S1) as rootstock. The second factor was two J.curcas accessions (IP3A and IP3P) as scion. The third factor was the type of soils i.e. Sawah Baru Andosol soil (M1) and Jasinga podzolic red yellow (M2). The parameters were observed consist of scion elongation, stem diameter, number of leaf, number of branch, root and shoot dry weight, flowering and yield. The result showed that growth parameters except number of branch were not influenced by the type of soil. Succesfully of grafting were 95.1 percent. It was determined by compatibility of rootstock and scion. In general, scion elongation, stem diameter, root dry weight and shoot dry weight significantly determined by rootstocks. Rootstocks of JB, B3, and S1 showed higher growth rates than rootstocks J2. Anatomical observation indicated that graft union formation in IP3A slower than IP3P. While, flowering and yield were determined by accession of scion. Percentage of flowering in IP3P and IP3A in all combinations with rootstocks were 100% and 25% respectively. It can be concluded that JB/3P, B3/3P, S1/3P, J2/3P, B3/3A, and S1/3A were the best and potencial combinations to improve yield on acid soils.

(4)

RINGKASAN

ABDUL WAHID. Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam. Dibimbing oleh HAMIM dan TRIADIATI.

Jarak pagar merupakan sumber minyak terbarukan yang dipandang tepat untuk dikembangkan karena tidak termasuk minyak konsumsi (edible oil) sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit dan minyak jagung. Selain itu, jarak pagar (J. curcas) juga diharapkan dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah lahan marginal di Indonesia yang mencapai 75,25 juta ha termasuk di dalamnya jenis tanah masam dengan luas mencapai 45,79 juta ha.

Salah satu upaya yang mungkin dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki daya tahan dan produksi tinggi adalah dengan teknik penyambungan (grafting). Penyambungan merupakan penggabungan dua bagian tanaman berbeda (batang bawah dan batang atas) menjadi satu tanaman yang terus tumbuh dan berkembang dengan baik .

Penelitian ini betujuan untuk mendapatkan kombinasi sambungan yang kompatibel dari beberapa aksesi jarak pagar unggulan untuk memacu produksi pada lahan marginal khususnya pada lahan masam.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 hingga bulan Pebruari 2011 di kebun percobaan Cikabayan IPB Bogor, Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, dan Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi FMIPA IPB. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah aksesi batang bawah potensial dengan 4 taraf, yaitu S1, J2, B3, dan JB. Faktor kedua adalah aksesi batang atas unggul dengan 2 taraf yaitu IP3A dan IP3P. Faktor ketiga adalah jenis media tumbuh dengan 2 taraf yaitu M1 (andosol) dan M2 (podsolik merah kuning). Semua taraf dikombinasikan secara lengkap sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Pada percobaan ini juga diamati IP3A dan IP3P tanpa sambungan sebagai pembanding. Komponen yang diamati selama percobaan meliputi keberhasilan penyambungan, pertumbuhan tajuk dan akar, anatomi sambungan serta waktu pembungaan dan produksi. Untuk menetapkan kesesuaian antara batang bawah dan batang atas hasil penyambungan maka data dianalisis dengan sidik ragam pada α 0,05 dan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

(5)

sistem perakaran yang paling tinggi dibandingkan dengan tiga aksesi lainnya (B3, S1, dan J2).

Batang atas memberikan pengaruh yang signifikan pada komponen pertumbuhan seperti pertambahan tinggi batang atas, jumlah cabang, dan jumlah daun. Aksesi IP3P mempunyai pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan aksesi IP3A.

Pembungaan dan produksi tanaman jarak pagar pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh aksesi batang atas dibandingkan dengan aksesi batang bawah. Aksesi batang bawah yang disambung dengan batang atas IP3P mengalami pembungaan sebanyak 100%. Sedangkan batang bawah yang dikombinasikan dengan batang atas IP3A hanya 25% yang berbunga. Waktu pembungaan tercepat ditunjukkan oleh kombinasi JB/3P (53 HSP) dengan rasio bunga jantan dan betina terbesar (23:1) dan jumlah buah pertama sebanyak 13 buah/tanaman.

Pengamatan anatomi daerah pertautan tahap pertama 1 BSS memberikan gambaran bahwa seluruh kombinasi sambungan memperlihatkan pertautan yang baik kecuali pada aksesi J2 baik yang dikombinasikan dengan IP3A maupun IP3P. Pada kombinasi-kombinasi tersebut masih terdapat celah yang cukup lebar, sehingga walaupun semua tanaman dapat bertahan hidup namun kombinasi tanaman dengan batang bawah J2 mengalami pertumbuhan yang lebih lamban dibandingkan tiga aksesi lainnya. Pada pengamatan kedua yaitu 1 BSP, hampir 100% aksesi batang bawah yang dikombinasikan dengan batang atas IP3P mengalami penyatuan cukup sempurna. Sebaliknya 75% kombinasi batang bawah dengan IP3A mengalami penyatuan yang sangat lambat dan masih terdapat celah yang berkisar antara 60,0 µm – 333,3 µm. Lebar celah yang terbentuk pada daerah pertautan dipengaruhi oleh aksesi batang bawah. Aksesi JB dan B3 menunjukkan rata-rata celah yang lebih kecil dibandingkan dengan aksesi S1 dan J2.

Lebarnya celah yang terbentuk menunjukkan pembentukan jembatan kalus yang tidak sempurna sehingga proses pembentukan kambium dan jaringan vaskuler baru menjadi terhambat. Hal ini merupakan penyebab menurunnya transpor air dan unsur hara dari batang bawah ke batang atas. Translokasi zat pengatur tumbuh seperti auksin dan hasil-hasil fotosintesis berupa sukrosa dari tajuk menuju akar melalui jaringan floem juga mengalami hambatan.

Pada beberapa penyambungan akumulasi fenol menyebabkan ketidakteraturan dan kerusakan sel. Hal ini dapat mengubah sistem jaringan floem pada daerah pertautan sambungan sehingga mengganggu translokasi fotosintat dari tajuk menuju akar.

Perbedaan tingkat kompatibilitas sambungan berdampak pada laju pertumbuhan dan produksi tanaman. Kombinasi sambungan yang kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3P, B3/3P, S1/3P, J2/3P, B3/3A, dan S1/3A yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai kombinasi potensial untuk memacu produksi tanaman jarak pagar pada lahan masam. Sedangkan sambungan yang tidak kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3A dan J2/3A.

Kata kunci: Jarak pagar (Jatropha curcas), kompatibilitas, sambungan, lahan masam

(6)

 

KOMPATIBILITAS SAMBUNGAN BEBERAPA AKSESI

JARAK PAGAR (

Jatropha

curcas

L.

)

UNGGULAN UNTUK

MEMACU PRODUKSI PADA LAHAN MASAM

ABDUL WAHID

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

 

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr

(8)

Judul Tesis : Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam

Nama : Abdul Wahid

NIM : G353090111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hamim, M.Si Dr. Dra. Triadiati, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(9)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah Azza Wajalla atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai Februari 2011 ialah bidang fisiologi tumbuhan, dengan judul Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si dan Ibu Dr. Dra.Triadiati, M.Si selaku pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr selaku penguji luar komisi. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa bagi penulis untuk menyelesaikan studi dan penelitian Program Magister Sains. Ungkapan terimakasih juga disampaikan buat ayah, ibu, istri, anak dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayang yang telah diberikannya. Semoga Allah SWT senantiasa memelihara dan membalas semua kebaikannya dengan pahala yang berlipat ganda, amin.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lendang Bajur pada tanggal 7 Desember 1972 dari ayah Udin dan ibu Khadijah. Penulis merupakan putra pertama dari 7 bersaudara. Saat ini penulis telah dikaruniai dua orang putra yaitu Ali Fikran Wahid dan Bima Rozaqtana Wahid dari istri Marjanah.

Tahun 1991 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Al-Aziziah kapek Gunungsari Lombok Barat NTB. Pada tahun 1998 penulis lulus seleksi masuk UNRAM melalui Program Penyetaraan Guru MTs (DBEP). Penulis memilih Diploma 3 Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Pada tahun 2001 penulis lulus seleksi masuk IKIP Mataram melalui Program Penyetaraan Guru MA (DMAP). Penulis memilih S1 Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pasca Sarjana IPB Program Studi Biologi Tumbuhan.

(12)

DAFTAR ISI

Syarat tumbuh Tanaman Jarak pagar ... 3

Cara Perbanyakan Tanaman ... 4

Sifat Batang Bawah dan Batang Atas ... 6

Kompatibilitas Sambungan ... 7

Pertumbuhan Tanaman pada Lahan Masam ... 9

BAHAN DAN METODE

Analisis sifat Kimia dan Fisik Tanah Percobaan ... 15

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh ... 16

Persentase Sambungan Jadi ... 16

Pengaruh Batang Bawah terhadap Pertumbuhan Tajuk ... 17

Pengaruh Batang Atas terhadap Pertumbuhan Tajuk ... 18

Pengaruh Batang Bawah danBatang Atas terhadap Pertumbuhan Akar ... 19

Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Pembungaan dan Produksi 21 Analisis Anatomi Sambungan ... 21

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Besaran pH dan tingkat kemasaman tanah. ... 9

2 Aksesi batang bawah (rootstock) potensial berdasarkan kode dan asal ... 11

3 Aksesi batang atas (entres) potensial berdasarkan kode dan asal ... 11

4 Jenis media tumbuh dan asalnya ... 11

5 Sifat kimia dan fisik media tumbuh percobaan ... 15

6 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran ... 16

7 Pengaruh batang bawah terhadap pertumbuhan akar ... 20

8 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan akar ... 20

9 Waktu pembungaan dan buah pertama pada media 18 kg sampai 87 HSP ... 21

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Persentase keberhasilan grafting 4 minggu setelah sambung ... 17

2 Pengaruh batang bawah terhadap diameter batang dan pertambahan tinggi batang atas pada media 8 kg umur 70 HSP ... 17

3 Pengaruh batang bawah terhadap bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk pada media 8 kg umur 70 HSP ... . 18

4 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan tajuk pada media 8 kg umur 70 HSP ... 18

5 Perbedaan morfologi tanaman jarak pagar pada media 8 kg umur 70 HSP ... 19

6 Perbedaan morfologi arsitektur perakaran pada semua kombinasi perlakuan pada media 8 kg umur 70 HSP ... 20

7 Penampang melintang daerah pertautan dengan perbesaran 100x pada 1 BSS dan 1 BSP ... 22

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Penataan rancangan acak lengkap percobaan ... 39

2 Kriteria penilaian sifat kimia tanah ... 40

3 Analisis sidik ragam pengaruh batang bawah terhadap pertumbuhan tajuk .. 41

4 Analisis sidik ragam pengaruh batang bawah terhadap sistem perakaran ... 42

5 Analisis sidik ragam pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan tajuk ... 43

6 Analisis sidik ragam persentase sambungan jadi dan pengaruh batang

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terjadinya krisis energi khsusnya Bahan Bakar Minyak (BBM) yang

diindikasikan dengan meningkatnya harga BBM dunia sejak 2005 hingga saat ini

membuat Indonesia perlu mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang

memungkinkan untuk dikembangkan. Bahan bakar alternatif yang mulai banyak

dikembangkan saat ini adalah yang berasal dari minyak nabati (biofuel) dan

bersifat terbarukan (renewable fuels) seperti kelapa sawit, jagung, singkong, dan

jarak pagar (Jatropha curcas L).

Jarak pagar merupakan sumber minyak terbarukan yang dipandang tepat

untuk dikembangkan karena memiliki kemampuan tumbuh di lahan kritis dan

berbasis pertanian rakyat. Disamping itu minyak jarak pagar tidak termasuk

minyak konsumsi (edible oil) sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan

konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit dan minyak jagung

(Berchmans & Hirata 2008). Tanaman jarak pagar juga diharapkan dapat

memberikan solusi untuk mengatasi masalah lahan marginal di Indonesia yang

mencapai 75,25 juta ha termasuk di dalamnya jenis tanah masam dengan luas

mencapai 45,79 juta ha (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000). Hal ini

sangat dimungkinkan karena tanaman ini memiliki adaptasi yang luas dan dapat

tumbuh di tanah yang tandus, tanah berbatu, toleran terhadap kekeringan

(Ogumwole et al. 2008), menahan erosi serta dapat digunakan untuk mereklamasi

lahan-lahan kritis (Kheira & Atta 2009).

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah adanya aksesi jarak pagar yang

dapat berproduksi tinggi namun kurang tahan terhadap lahan-lahan marginal.

Sementara banyak aksesi jarak pagar lainnya yang memiliki daya tahan yang

tinggi terhadap lahan-lahan marginal namun produksinya rendah. Salah satu

upaya yang mungkin dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki daya

tahan dan produksi tinggi adalah dengan teknik penyambungan (grafting).

Penyambungan merupakan penggabungan dua bagian tanaman berbeda (batang

bawah dan batang atas) menjadi satu tanaman yang terus tumbuh dan berkembang

(17)

Penelitian tentang grafting pada tanaman lain telah banyak dilakukan

dengan berbagai tujuan seperti mengurangi infeksi pathogen pada tanaman melon

(Biles et al. 1989), meningkatkan daya serap hara mineral (White & Castillo

1989), meningkatkan sifat toleran terhadap kadar garam tinggi pada famili

Cucurbiaceae (Huang et al. 2010), meningkatkan sifat toleran terhadap pH yang

tinggi pada tanaman semangka (Colla et al. 2010), dan meningkatkan

produktivitas tanaman (Wani & Sreedevi 2005). Sementara itu penelitian tentang

grafting pada tanaman jarak pagar belum banyak dilakukan.

Keberhasilan grafting dapat ditentukan ketika fungsi floem dan xilem

terhubung dengan baik (kompatibel) antara kedua permukaan sambungan

(Gokbayrak et al. 2007). Meskipun demikian, seberapa besar hal itu dapat dicapai

pada tanaman jarak pagar masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu, maka

perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kompatibilitas sambungan

beberapa aksesi jarak pagar unggulan untuk memacu produksi pada lahan

marginal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi sambungan yang

kompatibel dari beberapa aksesi jarak pagar unggulan untuk memacu produksi

pada lahan marginal khususnya lahan masam.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan bermanfaat sebagai: 1) Metode alternatif dalam

menyediakan bibit unggul yang dapat memacu produksi tanaman jarak pagar (J.

curcas) pada lahan masam. 2) Informasi penting bagi pemerintah dan masyarakat

dalam pengembangan jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar biofuel dan

pemanfaatan lahan-lahan marginal khususnya lahan masam.

Hipotesis Penelitian

Perbedaan tingkat kompatibilitas sambungan memberikan pengaruh yang

berbeda nyata pada beberapa aksesi jarak pagar unggulan dalam memacu produksi

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.)

Jarak pagar merupakan salah satu anggoa famili Euphorbiaceae yang

bernilai ekonomis. Biji tanaman ini kaya hidrokarbon yang dapat diekstrak dan

dikonversi menjadi senyawa yang serupa dengan minyak tanah. Minyak biji jarak

pagar ini merupakan salah satu bahan pembuat obat-obatan, sabun, celipan,

industri kosmetik, parafin/lilin dan sebagai bahan bakar pengganti yang efisien

untuk mesin diesel (Kumar & Sharma 2008).

Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi tanaman rata-rata 5 - 7 m

dengan percabangan tidak teratur, namun pada kondisi yang baik tinggi tanaman

dapat mencapai 8 - 10 m. Batangnya berkayu, silindris dan mengeluarkan getah

berwarna putih bila terluka. Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3

atau 5. Tulang daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama, warna daun hijau

(permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tungkai

daun antara 10 – 15 cm. Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga

majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun

dalam rangkaian bentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun. Bunga

jantan biasanya lebih banyak dari bunga betina dengan perbandingan 13 : 1

sampai 29 : 1 (Achten et al. 2008). Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur,

diameter 2 - 4 cm, warna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah

jarak terbagi 3 ruang yang masing-masing ruang diisi 1 biji. Bentuk biji bulat

lonjong dengan warna coklat kehitaman, biji jarak pagar masak 3 – 4 bulan

setelah berbunga dengan rata-rata 1375 biji/kg dan mengandung minyak dengan

rendemen sekitar 30 - 40 % (Hambali et al. 2006; Kumar & Sharma 2008).

Syarat Tumbuh Tanaman Jarak pagar

Tanaman jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan

air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta befungsi sebagai tanaman

penahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai tekstur dan jenis tanah,

baik tanah berbatu, tanah berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat.

Disamping itu jarak pagar juga dapat beradaptasi pada tanah kurang subur atau

(19)

5,0-6,5. Pada tanah yang sangat asam jarak pagar memerlukan penambahan Ca

dan Mg. Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500

mdpl. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 900-1.200

mm/tahun, tetapi ada pula yang dapat tumbuh pada 250 – 3.000 mm/tahun

seperti di Bogor, Sumatra Barat, dan Minahasa. Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak pagar adalah 20 – 28 0C pada daerah dengan suhu terlalu

tinggi (di atas 35 0C) atau terlalu rendah (di bawah 15 0C) akan menghambat

pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah

komposisinya (Deptan 2006; Hambali et al. 2006; Achten et al. 2008).

Cara Perbanyakan Tanaman

Perbanyakan dengan Biji

Usaha budidaya jarak pagar dari perbanyakan dengan biji (generatif)

dimulai dengan memproduksi benih jarak pagar yang baik dan tidak rusak.

Perkecambahan benih didahului dengan memilih biji yang tampak hitam

mengkilap dan bersih lalu merendam biji jarak pagar dalam air biasa selama 24

jam lalu ditriskan dan dibenamkan pada media tanah berpasir yang dicampur

kompos dengan perbandingan 1:1 atau dengan pasir : tanah : kompos (1:1:2).

Perkecambahan umumnya berlangsung selama 7 - 8 hari atau pada tanah yang

kering lembab perkecambahan berlanjut sampai 10 - 15 hari. Kecambah

selanjutnya dipindahkan ke polibag atau langsung ditanam di lapang. Perbanyakan

dengan biji memiliki akar taproot yang dapat menopang tanaman dengan kuat,

biasanya ada 5 akar yang terdiri atas 1 akar jangkar dan 4 akar penyerap (Achten

et al. 2008).

Perbanyakan dengan Setek

Perbanyakan dengan setek menggunakan cabang atau batang yang cukup

berkayu atau cabang tua dengan panjang sekitar 25 - 30 cm. Cabang yang diambil

berumur 1 tahun atau lebih dan telah berproduksi.

Bahan setek ditanam di dalam polibag atau langsung di lahan dengan

kedalaman sekitar 10 - 20 cm. Media yang digunakan dapat berupa campuran

arang sekam dan serbuk gergaji, campuran tanah berpasir dan kompos atau pupuk

(20)

Perbanyakan Secara In Vitro

Teknik perbanyakan in vitro atau kultur jaringan dapat dilakukan sepanjang

tahun tanpa bergantung musim. Selain itu teknik ini mampu mengatasi kebutuhan

bibit dalam jumlah besar, serentak, bebas dari penyakit sehingga bibit yang

dihasilkan lebih sehat dan seragam (Singh et al. 2009).

Perbanyakan dengan Penyambungan (Grafting)

Perbanyakan tanaman jarak pagar dengan cara penyambungan (grafting)

belum banyak dilakukan sebagai teknik budidaya, padahal beberapa tanaman yang

satu famili dengan jarak pagar seperti karet telah berhasil mendapatkan bibit

unggul melalui teknik grafting. Pada penyambungan tanaman kopi, bibit asal

grafting merupakan bibit bermutu tinggi (Alnopri 2005). Pada famili

Cucurbitaceae seperti mentimun, labu dan melon metode grafting sudah umum

dilakukan untuk meningkatkan produksi buah seperti di Jepang dan Korea

(Venema et al. 2008)

Grafting adalah sebuah teknik yang efektif untuk mengatasi berbagai

masalah seperti mengurangi infeksi pathogen (Biles et al. 1989), meningkatkan

daya serap hara mineral (White & Castillo 1989), meningkatkan sifat toleran

terhadap kadar garam tinggi (Huang et al. 2010), meningkatkan sifat toleran

terhadap pH yang tinggi (Colla et al. 2010), dan meningkatkan produktivitas

tanaman (Wani & Sreedevi 2005). Grafting secara in-situ merupakan

penyambungan pada tanaman yang sudah ditanam di lahan dengan batang atas

berasal dari tanaman yang berproduksi tinggi juga telah direkomendasikan (Ruiz

et al. 2006). Pada tumbuhan berkayu grafting penting untuk menghindari ketidak

mampuan morfogenik yang terjadi selama masa pemasakan pada beberapa spesies

(Valdés et al. 2003) atau mengurangi penurunan produksi pada sayuran yang

disebabkan oleh cekaman lingkungan (Schwarz et al. 2010).

Penyambungan jarak pagar dapat dilakukan dengan sambung pucuk dengan

teknik sambung celah (Cleft grafting) yang merupakan teknik penyambungan

yang paling banyak berhasil seperti pada penyambungan manggis dengan

keberhasilan mencapai 100% (Sumarsono et al. 2002), pada tanaman kopi

berkisar antara 70-90% (Alnopri 2005) dan penyambungan jarak pagar mencapai

(21)

Penyambungan dengan teknik Cleft grafting biasanya dilakukan untuk

tanaman-tanaman herba dan berkayu. Batang bawah yang berasal dari bibit semai

(asal biji) dipotong mendatar, sekitar 20-30 cm dari permukaan tanah. Kemudian

di bagian tengah potongan tersebut dibelah sedalam 3-4 cm dengan menggunakan

pisau yang aseptik. Cabang batang atas yang dipilih untuk batang atas diambil

dari bibit yang berproduksi tinggi dan unggul. Cabang batang atas dipotong

sekitar 10-15 cm dari pucuk batang. Diameter batang atas dipilih sama atau

sedikit lebih kecil dibanding batang bawah. Ujung cabang batang atas dipotong

lancip agar dapat menempel sempurna bila dimasukkan ke celah batang bawah.

Sambungan diikat kuat dengan tali rafia atau plastik kemudian batang atas

dibungkus dengan plastik transparan untuk mengurangi penguapan dan menjaga

kelembaban pada pertautan sambungan (Garcia et al. 2004; Hambali et al. 2006;

Lee et al. 2010).

Proses penyatuan sambungan dimulai dengan pembentukan kalus pada

kedua permukaan sambungan, diferensiasi kalus menjadi kambium dan jaringan

vaskuler serta pembentukan xilem dan floem sekunder (Hartmann et al. 1997).

Pembentukan kalus yang rendah atau kurang tepat antara batang bawah dan

batang atas dapat menyebabkan kerontokan daun, menurunnya pertumbuhan

batang atas, dan rendahnya kemampuan hidup tanaman yang disambung (Oda et

al. 2005; Johkan et al. 2009). Jadi, hubungan jaringan vaskuler antara batang

bawah dan batang atas yang baik merupakan penentu bagi lancarnya transpor air

dan unsur hara yang berpengaruh pada proses-proses fisiologi tanaman.

Sifat Batang Bawah dan Batang Atas

Sifat Batang Bawah

Batang bawah (rootstock) merupakan tanaman penopang yang berfungsi

sebagai sumber yang menyuplai nutrisi bagi batang atas. Tanaman yang dijadikan

batang bawah hendaknya berasal dari perbanyakan biji. Menurut Prastowo dan

Roshetko (2006), keuntungan batang bawah dari biji antara lain memiliki sistem

perakaran yang lebih kuat dan relatif lebih tahan terhadap kekeringan.

Dalam memilih tanaman yang akan dijadikan batang bawah perlu

(22)

serap hara tinggi, tahan terhadap cekaman dan hama penyakit, serta mampu

beradaptasi dengan batang atas (kompatibel) demi keberhasilan penyambungan

dan keberlangsungan hidup tanaman yang disambung tersebut (Hartmann et al.

1997). Pada beberapa pemuliaan tanaman sayur dengan penyambungan,

pemilihanbatang bawahyang memiliki sifat unggul dan toleran pada lingkungan

tertentu merupakan hal yang sangat diperhatikan (Lee et al. 2010).

Sifat Batang Atas

Batang atas (Entres) umumnya berasal dari setek tanaman yang sudah

dewasa dan berproduksi tinggi. Secara fisiologi setek yang berasal dari tanaman

yang sudah dewasa dan sudah berproduksi akan tetap dalam sifat kedewasaannya

sehingga masa berproduksi akan lebih cepat. Beberapa tanaman memiliki

kemampuan berproduksi tinggi namun tidak memiliki ketahanan terhadap

berbagai cekaman dan penyakit sehingga perlu diatasi dengan penyambungan

(grafting). Hal tersebut telah banyak dilakukan dalam berbagai penelitianseperti

toleransi terhadap kekeringan, toleransi terhadap suhu rendah seperti pada

tanaman tomat (Venema et al. 2008), mengatasi kadar garam tinggi pada tanaman

mentimun (Huang et al. 2010), dan meningkatkan toleransi terhadap pH tinggi

pada tanaman semangka (Colla et al. 2010).

Kompatibilitas Sambungan

Penyambungan tanaman baik secara in vitro (mikrografting) atau in vivo

(semai sambung dan setek sambung) yang melibatkan dua individu tanaman yang

berbeda menyebabkan timbulnya interaksi antara batang bawah dengan batang

atas. Interaksi yang timbul dapat berupa interaksi positif (kompatibel) atau

interaksi negatif (inkompatibel). Reaksi inkompatibel dalam penyambungan dapat

berupa pembengkakan batang di sekitar daerah pertautan, penghambatan

pertumbuhan, dan tingkat produksi rendah (Lukman 2005).

Keberhasilan sebuah penyatuan sambungan dapat ditentukan ketika fungsi

floem dan xilem terhubung dengan baik (kompatibel) antara kedua permukaan

sambungan (Gokbayrak et al. 2007). Ada lima langkah yang menentukan dalam

penyatuan sebuah sambungan yaitu: (1) terbentuknya lapisan nekrotik, (2)

(23)

diferensiasi jaringan kambium baru, (4) restorasi jaringan vaskular yang baru, dan

(5) restorasi jaringan epidermis luar secara kontinyu pada daerah sambungan

(Luna et al. 2002; Seferoglu et al. 2004).

Pembentukan jaringan kalus pada permukaan sambungan merupakan respon

awal yang bisa dijumpai pada proses penyambungan, sehingga kegagalan

penyambungan dapat dikarakterisasi dengan tidak terbentuknya kalus di antara

kedua permukaan sambungan dan menyebabkan matinya tanaman secara

perlahan-lahan (Pina & Errea 2005).

Pembentukan kalus pada kedua permukaan sambungan membentuk jaringan

vaskuler yang memungkinkan air mengalir dari batang bawah ke batang atas. Bila

pertautan jaringan vaskuler antara batang bawah dan batang atas tidak tepat maka

dapat menurunkan aliran air sehingga menurunkan konduktansi stomata dan

akhirnya menurunkan pertumbuhan tanaman (Ballesta et al. 2010).

Ketika suatu tanaman disambungkan, maka hubungan source dan sink

bergantung pada genotipe batang bawah dan batang atas. Pada penyambungan

yang kompatibel maka kedua bagian yang disambungkan akan berhasil

membentuk satu kesatuan yang utuh. Sebaliknya dapat pula terjadi

inkompatibilitas yang dapat disebabkan oleh respon fisiologis antara kedua bagian

yang disambungkan tidak sesuai, transmisi virus, atau fitoplasma dan

abnormalitas jaringan vaskular dalam pertautan (Hartmann et al. 1997).

Tirtawinata (2003) menyatakan bahwa posisi kambium batang bawah

dengan batang atas sangat menentukan untuk perkembangan tanaman selanjutnya.

Kontak kambium yang tidak tepat atau partial dapat menyebabkan pertautan

jaringan pembuluh antara batang bawah dengan batang atas tidak sempurna, dan

selanjutnya berakibat pada translokasi senyawa-senyawa penting untuk

metabolisme pertumbuhan tanaman seperti transpor air dan unsur hara tidak dapat

berlangsung secara lancar dari batang bawah ke batang atas atau translokasi hasil

fotosintesis dari batang atas ke seluruh bagian tanaman. Dengan demikian semua

aspek dalam penyambungan baik fisik, mekanis maupun fisiologis perlu

diusahakan dalam kondisi seoptimal mungkin sehingga keberhasilan lebih

terjamin. Kombinasi sambungan yang kompatibel sangat berpengaruh terhadap

(24)

Pertumbuhan Tanaman pada Lahan Masam

Curah hujan yang tinggi di suatu daerah mengakibatkan pencucian Kalsium

dan pembentukan tanah asam, sehingga Kalsium biasanya rendah pada tanah

asam dan tinggi pada tanah ber-pH tinggi. Pada tanah ber-pH rendah (asam),

konsentrasi ion Aluminium (Al) tinggi (Salisbury and Ross 1995).

Bila pH tanah kurang dari 5,5 maka kelarutan Al meningkat. Al yang larut

ini akan bereaksi dengan fosfat dan dengan cepat membenuk senyawa Al fosfat

yang tidak larut. Kemasaman tanah yang tinggi, keracunan Aluminium, dan

kekurangan fosfor merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman pada

lahan masam. Keracunan Al juga akan menghambat pertumbuhan akar primer dan

menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar, ujung akar menebal,

berwarna cokelat seperti busuk dan mengering sehingga menghasilkan sistem

perakaran tanaman yang kerdil dan pendek (Harmida 2007).

Keracunan Aluminium (Al3+) membatasi produktivitas tumbuhan pada tanah

masam dan dalam konsentrasi mikro di dalam larutan tanah dapat menghambat

pemanjangan akar dan mengganggu transport air dan nutrisi, akibatnya terjadi

penurunan hasil produksi tumbuhan yang signifikan (Giannakoula et al. 2009).

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), tingkat kemasam tanah

dapat ditentukan berdasarkan besaran pH-nya (Tabel 1).

Tabel 1. Besaran pH dan tingkat kemasaman tanah (Hardjowigeno & Widiatmaka 2001).

Besaran pH Tingkat kemasaman Tanah

< 4,5

Dengan memperhatikan potensi tanaman jarak pagar yang mudah tumbuh

dan dapat dikembangkan sebagai sumber bahan penghasil minyak bakar alternatif

pada lahan kritis, maka dapat memberikan harapan baru dalam pengembangan

agribisnis.

Keuntungan yang diperoleh pada budidaya tanaman ini di lahan kritis antara

(25)

berimplikasi meningkatkan penghasilan kepada petani dan memberikan solusi

pengadaan minyak bakar (biofuels) yang terbarukan dan berkesinambungan.

(26)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 hingga bulan Februari

2011 di kebun percobaan Cikabayan IPB Bogor, Laboratorium Fisiologi

Tumbuhan, dan Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi FMIPA IPB.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 aksesi jarak

pagar potensial yang diperoleh dari kebun percobaan Pakuwon, Parungkuda

Sukabumi Jawa Barat yaitu B3, J2, JB, dan S1 sebagai batang bawah (Tabel 2)

(Sutrisna 2010). Dua aksesi unggul berasal dari Asem Bagus (IP3A) dan Pakuwon

(IP3P) sebagai batang atas (Tabel 3) (Deptan, 2010). Dua jenis media tumbuh

yaitu tanah Andosol Sawah Baru Darmaga (M1) dan tanah podsolik merah kuning

Jasinga (M2) (Tabel 4).

Alat yang digunakan adalah polibag 40 cm x 40 cm (8 kg) untuk

pengamatan vegetatif dan 60 cm x 60 cm (18 kg) untuk pengamatan produksi,

cutter (gunting setek), Caliper, mistar, meteran, pinset, ember, timbangan, oven,

hand microtome, dan mikroskop cahaya.

Tabel 2 Aksesi batang bawah (rootstock) potensial berdasarkan kode dan asal aksesi

Kode Asal Aksesi Provinsi

B3 J2 JB S1

Cikeruh Wetan, Cikeusik, Pandeglang Sidourip, Binangun, Cilacap

Ciwareng, Babakan Cikao, Purwakarta Surantih, Koto Tarusan, Pesisir selatan

Banten Jawa Tengah Jawa Barat Sumatra Barat

Tabel 3 Aksesi batang atas (entres) unggul berdasarkan kode dan asal aksesi

Kode Asal Aksesi

IP3A (3A) IP3P (3P)

Asem Bagus Situbondo Jawa Timur Pakuwon Sukabumi Jawa Barat

Tabel 4 Jenis media tumbuh dan asalnya

Kode Jenis Media tumbuh Asal media Tumbuh M1

M2

Tanah Andosol

Tanah Podsolik Merah kuning

(27)

Rancangan Percobaan

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial

dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah aksesi batang bawah potensial dengan 4

taraf, yaitu B3, J2, JB, dan S1. Faktor kedua adalah aksesi batang atas unggul

dengan 2 taraf yaitu IP3A dan IP3P. Faktor ketiga adalah jenis media tumbuh

dengan 2 taraf yaitu M1 dan M2. Semua taraf dikombinasikan secara lengkap dan

diperoleh 16 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat

48 satuan percobaan. Pada percobaan ini juga diamati IP3A dan IP3P tanpa

sambungan masing-masing 6 satuan percobaan sebagai pembanding. Total satuan

percobaan berjumlah 60. Pengamatan akar dan berat kering tajuk dilakukan ± 70

hari setelah pemindahan (HSP) secara destruktif dan produksi diamati sampai

buah masak sehingga satuan percobaan dibuat dua kali lipat yaitu 120 satuan

percobaan.

Metode Penelitian

Penyiapan Batang Bawah, Batang Atas dan Proses Penyambungan

Batang bawah yang digunakan adalah 4 aksesi jarak pagar asal biji yang

telah ditanam di dalam polibag berumur kurang lebih 2 bulan. Batang atas diambil

dari 2 aksesi unggul asal biji berumur kurang lebih 3 bulan. Penyambungan

dilakukan pada umur-umur tersebut kemudian dipelihara hingga 1 bulan. Metode

sambungan menggunakan sambung pucuk model celah (Cleft Grafting) (Garcia et

al. 2004).

Pemindahan dan Pemeliharaan Tanaman

Penanaman tanaman yang telah disambung dilakukan 1 Bulan Setelah

Sambung (BSS) dengan menggunakan polibag 40 cm x 40 cm (8 kg) untuk

pengamatan pertumbuhan vegetatif dan polibag 60 cm x 60 cm (18 kg) untuk

pengamatan karakter reproduktif. Penyiraman dilakukan dengan kapasitas lapang

2 kali sehari selama masa pembibitan dan sekali dalam 2 hari setelah masa tanam.

Penyiangan dilakukan satu kali dalam dua minggu dengan mencabut rumput dan

gulma yang tumbuh di sekitar tanaman dalam polibag. Pupuk yang diberikan

berupa pupuk kompos dengan dosis 2 kg perpolibag ukuran 8 kg dan 18 kg,

(28)

Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada masa pembibitan, masa tanam,

dan 1 bulan menjelang masa produksi dengan cara dibenamkan sedalam ±10 cm

ke dalam media dengan jarak ± 5 cm dari batang tanaman (Hambali et al. 2006).

Pengamatan

Komponen yang diamati selama percobaan meliputi keberhasilan

penyambungan, pertumbuhan tajuk dan akar, anatomi sambungan serta produksi.

Pengukuran keberhasilan grafting dilakukan setelah 4 minggu dari

penyambungan, dihitung dengan rumus :

Pengukuran pertumbuhan tajuk meliputi tinggi tanaman, pertambahan tinggi

batang atas, jumlah cabang, jumlah daun, luas daun, diameter batang, bobot basah

dan bobot kering tajuk. Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk pertambahan

tinggi entres, jumlah cabang, jumlah daun, luas daun dan diameter batang.

Sedangkan bobot basah, bobot kering tajuk dan arsitektur perakaran (jumlah,

panjang total, diameter total, bobot basah dan bobot kering akar) dilakukan pada

akhir percobaan.

Pengukuran tinggi batang atas dilakukan dengan cara mengukur tanaman

mulai dari pertautan sambungan sampai pucuk tanaman. Diameter batang diukur

pada jarak 2 cm di atas permukaan media tumbuh. Perhitungan jumlah daun

dilakukan dengan cara menghitung seluruh daun di setiap batang dan

percabangan. Jumlah akar dihitung berdasarkan kedudukan akar pada sistem

perakaran. Diameter akar total merupakan jumlah dari seluruh diameter akar yang

diukur dari pangkal akar atau percabangan akar. Berat basah tajuk dan akar diukur

pada saat tajuk dan akar masih segar. Sedangkan untuk menghitung berat kering,

tajuk dan akar dikeringkan di dalam oven pada suhu 80◦C selama 72 jam hingga

diperoleh berat kering konstan.

Karakter reproduktif tanaman yang diamati hanya buah pertama saja yang

diamati mulai sejak muncul bunga hingga buah masak secara fisiologis yaitu

umur 2-5 bulan setelah pemindahan. Pengamatan meliputi menghitung hari

munculnya bunga, rasio bunga jantan dan bunga betina, jumlah buah, diameter

dan panjang buah serta bobot biji/tanaman.

(29)

Kompatibilitas sambungan diamati secara anatomi (Garcia et al. 2004 yang

dimodifikasi) dengan membuat potongan melintang pada pertautan sambungan

sepanjang ± 2 cm kemudian dilunakkan dengan larutan Glycerin-Alkohol 96%

selama 1 bulan. Sampel dipotong dengan Hand microtome dengan ketebalan

100-200 µm dan diberi pewarnaan safranin 1% kemudian diamati dengan

menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu 1

Bulan Setelah Sambung (BSS) dan 1 Bulan Setelah Pemindahan (BSP). Untuk

pengamatan pertama sampel tanaman berjumlah 8 dan pada pengamatan kedua

terdapat 16 sampel. Aspek anatomi yang diamati adalah kesesuaian pertautan

jaringan floem dan xilem antara batang bawah dengan batang atas.

Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pertautan sambungan, dilakukan

pengukuran terhadap celah pada daerah pertautan sambungan. Pengukuran

dilakukan di bawah pengamatan mikroskop cahaya pada perbesaran 100x yang

dilengkapi dengan mikrometer.

Analisis Data

Untuk menetapkan tingkat kompatibilitas sambungan antara batang bawah

dan batang atas, data dianalisis dengan sidik ragam pada α 0,05 dan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Analisis Sifat Kimia dan Fisik Tanah Percobaan

Hasil analisis sifat-sifat kimia dan fisik tanah disajikan pada Tabel 5. Jenis

tanah yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu Andosol Sawah Baru

Babakan Darmaga Bogor (M1) dan Podsolik merah kuning Jasinga (M2). Status

sifat kimia tanah yang dianalisis didasarkan pada Hardjowigeno dan Widiatmaka

(2001) (Lampiran 2).

Tabel 5 Sifat kimia dan fisik media tumbuh percobaan

Sifat kimia dan fisik tanah Media Tumbuh

M1 M2

t = tinggi. Kriteria berdasarkan pada Hardjowigeno & Widiatmaka 2001.

Berdasarkan Tabel 5, kedua jenis media tumbuh yang dipergunakan dalam

penelitian ini menunjukkan reaksi masam dan sangat masam dengan nilai pH

sebesar 5,3 (M1) dan 4,2 (M2). Kandungan C-organik pada kedua media termasuk

rendah, N-total rendah, KTK rendah sedangkan ketersediaan P termasuk tinggi.

Kandungan pasir, debu, dan liat pada media tumbuh M1 masing-masing terdiri

atas 17,2; 21,9; dan 60,9%. Sementara media tumbuh M2 memiliki kandungan

debu dan liat yang cenderung lebih besar (23,0 dan 63,0%) dibandingkan dengan

(31)

Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh

Kedua jenis media tumbuh yang dipergunakan tidak menunjukkan

perbedaan yang signifikan pada semua parameter pertumbuhan tanaman jarak

pagar yang diamati, kecuali pada jumlah cabang yang terbentuk pada umur 70

HSP (Tabel 6). Tanaman yang ditanam pada M1 memiliki rata-rata cabang yang

lebih banyak (1,6) dibandingkan dengan M2 (0,8).

Tabel 6 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada umur 70 HSP

Parameter Pertumbuhan Media Tumbuh

M1 M2

Tajuk

Tinggi tanaman (cm)

Pertambahan tinggi scion (cm) Diameter batang (mm)

Jumlah daun Luas daun (cm2) Jumlah cabang Bobot basah tajuk (g) Bobot kering tajuk (g)

50,7 ± 2,1 Jumlah akar sekunder Jumlah fineroot

Diameter akar primer (mm) Diameter akar sekunder (mm) Panjang total akar primer (cm) Panjang total akar sekunder (cm) Bobot basah akar (g)

Bobot kering akar (g)

5,4 ± 0,5

Keterangan: Data menunjukkan rata-rata ± standar deviasi. Angka yang diikuti oleh huruf

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Persentase Sambungan Jadi

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa keberhasilan penyambungan

ditentukan oleh interaksi antara batang bawah dan batang atas. Nilai rata-rata

keberhasilan grafting mencapai 95,1% dengan keberhasilan tertinggi terdapat

pada kombinasi B3/3P, J2/3P dan S1/3A (100%) dan keberhasilan terendah

terdapat pada B3/3A (88%). Metode cleft grafting yang dipergunakan pada

penelitian ini merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan

penyambungan tersebut. Keberhasilan grafting secara keseluruhan dapat dilihat

(32)

Gambar 1 Persentase keberhasilan grafting 4 minggu setelah sambung. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.

Pengaruh Batang bawah terhadap Pertumbuhan Tajuk

Aksesi batang bawah memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata pada

diameter batang, pertambahan tinggi batang atas, berat basah tajuk, dan berat

kering tajuk (Gambar 2 dan 3). Hal ini berkaitan dengan fungsi batang bawah

sebagai pendukung pertumbuhan batang atas dalam hal transpor air, unsur hara

dan hormon-hormon pemacu pertumbuhan yang diproduksi pada bagian akar

tanaman. Kecenderungan nilai rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh aksesi JB dan

nilai rata-rata terendah ditunjukkan oleh aksesi J2. Jumlah daun, luas daun dan

jumlah cabang yang terbentuk tidak berbeda nyata pada semua aksesi batang

bawah yang diujikan.

Gambar 2 Pengaruh batang bawah terhadap (A) diameter batang dan (B) pertambahan tinggi batang atas pada media 8 kg 70 HSP. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.

B3/3A B3/3P J2/3A J2/3P JB/3A JB/3P S1/3A S1/3P

(33)

Gambar 3 Pengaruh batang bawah terhadap (A) bobot basah tajuk dan (B) bobot kering tajuk pada media 8 kg 70 HSP. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.

Pengaruh Batang Atasterhadap Pertumbuhan Tajuk

Meskipun tidak terdapat interaksi antara ketiga faktor perlakuan, tetapi

secara terpisah batang atas memperlihatkan perberbedaan nilai rata-rata yang

signifikan pada tinggi tanaman, pertambahan tinggi batang atas, jumlah cabang,

jumlah daun, dan diameter batang. Batang atas aksesi IP3P menunjukkan nilai

rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi pada semua parameter yang diamati

dibandingkan dengan aksesi IP3A (Gambar 4).

 

Gambar 4 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan tajuk pada media 8 kg 70 HSP. (A) tinggi tanaman, (B) pertambahan tinggi batang atas, (C) jumlah cabang, dan (D) jumlah daun. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.

(34)

Meskipun tidak terdapat interaksi pada ketiga faktor perlakuan, tetapi secara

terpisah batang atas menunjukkan perbedaan yang signifikan pada jumlah daun.

Batang atas IP3P memiliki rata-rata jumlah daun yang lebih banyak daripada

IP3A (Gambar 4D). Secara umum perbedaan morfologi tumbuhan pada semua

kombinasi hasil penelitian yang ditanam pada media 8 kg saat 70 HSP

ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5 Perbedaan morfologi tanaman jarak pagar pada media 8 kg 70 HSP. Kombinasi semua batang bawah dengan IP3P pada M1 (A) dan M2 (B). Kombinasi semua batang bawah dengan IP3A pada M1 (C) dan M2 (D).

Pengaruh Batang Bawah dan Batang Atas terhadap Pertumbuhan Akar Pertumbuhan akar secara signifikan dipengaruhi oleh aksesi batang bawah

terutama pada jumlah fineroot, diameter akar skunder, panjang total akar primer

dan sekunder, serta bobot basah dan bobot kering akar (Tabel 7). Sementara

batang atas tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua

parameter pertumbuhan akar (Tabel 8 ). Perbedaan morfologi arsitektur perakaran

pada semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.

(A) (B)

(C) (D)

73 cm  71 cm 

73 cm  73 cm 

JB/3P S1/3P B3/3PB3/3P J2/3PJ2/3P JB/3P S1/3P B3/3P J2/3P

(35)

Tabel 7 Pengaruh batang bawahterhadap pertumbuhan akar

Keterangan: Data menunjukkan rata-rata ± standar deviasi. Angka yang diikuti oleh huruf

yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Tabel 8 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan akar

Faktor Jumlah

Keterangan: Data menunjukkan rata-rata ± standar deviasi.

Gambar 6 Arsitektur perakaran pada semua kombinasi perlakuan pada media 8 kg 70 HSP. Kombinasi batang bawah dengan IP3P pada M1 (A) dan M2 (B). Kombinasi batang bawah dengan IP3A pada M1 (C) dan M2 (D).

B3/3P J2/3P JB/3P S1/3P B3/3P J2/3P JB/3P S1/3P

(36)

Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Karakter Reproduktif

Waktu pembungaan dan produksi hasil sambungan tanaman jarak pagar

pada penelitian ini dipengaruhi oleh batang atas. Aksesi IP3P dengan semua

kombinasi batang bawah yang diujikan pada media 18 kg mengalami

pembungaan mencapai 100% hingga 87 HSP. Sebaliknya, pembungaan pada

kombinasi batang bawah dengan IP3A hanya mencapai 25%. Waktu pembungaan

tercepat diperlihatkan oleh kombinasi JB3P pada M1 (53 HSP) atau 76 HSS.

Waktu pembungaan terlama terdapat pada tanaman IP3P tanpa sambungan selama

129 hari setelah tanam (HST). Secara keseluruhan waktu pembungaan dan

produksi tanaman dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Waktu pembungaan dan buah pertama pada media 18 kg sampai 87 HSP.

Parameter

*) Belum berbunga sampai dengan 87 HSP

Analisis Anatomi Sambungan

Pengamatan penampang melintang daerah pertautan dilakukan sebanyak

dua kali yaitu pada umur 1 BSS dan 1 BSP, baik pada M1 maupun M2. Hasil

pengamatan memperlihatkan perbedaan celah yang bervariasi baik pada sebelum

pemindahan maupun setelah pemindahan. Celah yang masih terlihat pada

pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa proses pembentukan dan

diferensiasi kalus menjadi kambium dan jaringan vaskuler masih sedang

berlangsung. Secara keseluruhan hasil pengamatan anatomi daerah pertautan

(37)

B3/3A

Gambar 7 Penampang melintang daerah pertautan antara batang bawah dan batang atas dengan perbesaran 100x. BB:batang bawah, BA:batang atas, X:xilem, F:floem, (a) hasil pengamatan 1 BSS, (b) hasil pengamatan 1 BSP pada M1, (c) hasil pengamatan 1 BSP pada M2.

(38)

Untuk mengetahui tingkat kerapatan pertautan setiap kombinasi sambungan,

dilakukan pengukuran terhadap lebar celah pada 1 BSP. Secara statistik tidak

terdapat interaksi antara ketiga faktor perlakuan terhadap lebar celah yang

terbentuk. Hasil pengukuran menunjukkan lebar celah yang bervariasi pada semua

kombinasi. Namun demikian celah terbesar ditunjukkan oleh kombinasi J2/3A

(333,3 µm) dan celah terkecil berada pada kombinasi B3/3P (60,0 µm) (Tabel 10).

Tabel 10 Hasil pengukuran lebar celah pada daerah pertautan antara batang bawah dan batang atas 1 BSP

Secara faktor tunggal lebar celah dipengaruh oleh aksesi batang bawah.

Aksesi JB dan B3 menunjukkan rata-rata celah yang lebih kecil dibandingkan

dengan aksesi S1 dan J2 (Gambar 8).

Gambar 8 Pengaruh aksesi batang bawah terhadap perbedaan lebar celah daerah pertautan 1 BSP. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05

(39)

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis tanah, kedua jenis media tumbuh yang

dipergunakan dalam penelitian ini menunjukkan golongan tanah masam dan

sangat masam dengan nilai pH sebesar 5,3 (M1) dan 4,2 (M2).

Tanah masam tentunya merupakan kendala bagi pertumbuhan dan

produktivitas tanaman. Media yang masam memiliki kandungan Al tinggi dan

ketersediaan hara makro seperti N, P, K, Ca dan Mg rendah. Hal ini dapat

menyebabkan tanaman mengalami Keracunan Al yang diawali dengan

penghambatan pertumbuhan akar (Harmida 2007).

Kesuburan tanah sangat bergantung pada komposisi mineral bahan induk

tanah atau cadangan hara tanah. Semakin tinggi cadangan hara tanah, semakin

tinggi pula tingkat kesuburan tanahnya. Cadangan hara di dalam tanah sangat

bergantung pada komposisi, jumlah, dan jenis mineralnya. Tanah marginal dari

batuan sedimen masam mempunyai cadangan mineral atau cadangan hara yang

rendah (Suharta 2010). Namun demikian pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kedua

media tumbuh yang dipergunakan dalam penelitian ini tidak memberikan

perbedaan yang nyata pada semua parameter pertumbuhan yang diamati kecuali

jumlah cabang yang terbentuk hingga umur 70 HSP. Hal ini disebabkan oleh

kemampuan adaptasi tanaman jarak pagar yang sangat luas dan bila perakarannya

sudah berkembang, jarak pagar toleran terhadap kondisi tanah masam (Heller

1996; Priyanto 2007).

Keberhasilan penyambungan ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu kondisi

bahan tanaman pada saat penyambungan baik secara morfologi maupun fisiologi,

teknik atau metode penyambungan yang dipakai, dan kemampuan

(kompatibilitas) kedua jenis tanaman tersebut untuk hidup dan tumbuh bersama

menjadi satu tanaman yang utuh (Gisbert et al. 2011). Kompatibilitas suatu

penyambungan ditentukan oleh berlangsungnya tiga proses penting yaitu:

perlekatan antara kedua permukaan batang bawah dan batang atas, perkembangan

kalus pada permukaan sambungan sehingga membentuk jembatan kalus, dan

diferensiasi kalus menjadi jaringan vaskuler (Hartmann et al. 1997).

Penyambungan tanaman jarak pagar pada penelitian ini menggunakan metode

(40)

dihasilkan pada penyambungan tanaman manggis yang mencapai 100%

(Sumarsono et al. 2002). Hasil penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan

penyambungan jarak pagar dengan metode yang sama yang mencapai 83,5-89,6%

(Dhillon et al. 2011), serta penyambungan tanaman kopi yang hanya berkisar

antara 70-90% (Alnopri 2005). Keberhasilan tersebut menunjukkan tingkat

kompatibilitas sambungan yang lebih baik pada semua kombinasi dibandingkan

dengan hasil penelitian sebelumnya.

Interaksi batang bawah dengan batang atas akan baik jika pembentukan

jembatan kalus antara kedua permukaan sambungan, diferensiasi kalus menjadi

jaringan vaskuler baru dan pembentukan jaringan xilem dan floem sekunder

berjalan dengan baik. Kalus mulai terbentuk sejak hari pertama hingga hari

ketujuh setelah penyambungan. Pembentukan kalus ini dipengaruhi oleh auksin

dan beberapa protein yang disintesis oleh tajuk sehingga pembentukan kalus lebih

didominasi oleh batang atas dibandingkan dengan batang bawah. Zat pengatur

tumbuh seperti auksin dan sitokinin terbukti dapat meningkatkan keberhasilan

penyambungan ketika diaplikasikan pada penyambungan cemara. Penghambatan

jalur translokasi auksin secara basipetal oleh triiodobenzoic acid (TIBA) dapat menghambat pembentukan jaringan vaskuler pada daerah pertautan sambungan.

Tetapi pengaruh TIBA dapat dikurangi dengan me-reaplikasikan auksin sehingga

jaringan vaskuler dapat terbentuk (Hartmann et al. 1997).

Zat pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokinin merupakan faktor endogen

yang sangat berperan dalam komunikasi batang bawah dan batang atas. Secara

teori auksin disintesis pada tajuk dan ditranslokasikan menuju akar sehingga

mempengaruhi pertumbuhan akar (Salisbury & Ross 1995). Hal ini akan

mempengaruhi produksi sitokinin pada akar secara tidak langsung. Pada akhirnya

dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Selain itu

komunikasi antar sel juga menentukan terjadinya kontak antara batang bawah dan

batang atas. Pada saat kalus pada daerah pertautan melakukan kontak, dinding sel

melarutkan diri sehingga terbentuk lubang. Plasmalemma masing-masing sel

menyatu dan akhirnya plasmodesmata terbentuk sebagai jalur simplas yang

memungkinkan proses metabolisme pada daerah pertautan berjalan lancar (Sorce

(41)

Akumulasi beberapa senyawa fenol seperti Catechin dan Asam p-coumaric

pada bagian atas dan bawah pertautan dapat dijadikan sebagai penanda biokimia

inkompatibilitas suatu sambungan. Catechin bersama peroksidase dapat

mempengaruhi aktivitas IAA sehingga berpengaruh pada proses diferensiasi

jaringan vaskuler (Usenik et al. 2006).

Batang bawah biasanya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tajuk

pada penyambungan tanaman. Aksesi batang bawah JB menunjukkan nilai

rata-rata yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tiga aksesi lainnya (B3, S1,

dan J2) pada pertambahan tinggi batang atas, diameter batang, berat kering tajuk,

dan berat kering akar. Batang bawah berperan penting dalam hal transportasi air,

unsur hara dan zat pengatur tumbuh seperti sitokinin yang diperoduksi pada

bagian akar (Reddy et al. 2003). Pemilihan batang bawah yang tepat merupakan

salah satu pertimbangan penting dalam meningkatkan produksi tanaman (Fassio et

al. 2009).

Beberapa laporan menyebutkan bahwa batang bawah dapat memberikan

pengaruh yang nyata terhadap masa pembungaan apel fuji (Motosugi et al. 1995),

mengontrol pertumbuhan, produksi dan kualitas buah jeruk (Bassal 2009), dan

peningkatan adaptabilitas serta kualitas buah persik (Giorgi et al. 2005).

Hubungan jaringan vaskuler antara batang bawah dan batang atas merupakan

penentu bagi transpor air dan unsur hara. Dengan kata lain bahwa batang bawah

sangat berpengaruh terhadap peningkatan transpor air dan unsur hara bagi

pertumbuhan tanaman hasil penyambungan (Ballesta et al. 2010).

Pertumbuhan dan arsitektur perakaran pada penelitian ini ditentukan oleh

batang bawah terutama pada jumlah fineroot, diameter akar sekunder, panjang

total akar primer dan sekunder, serta bobot basah dan bobot kering akar. Aksesi

batang bawah JB menunjukkan nilai rata-rata yang cenderung lebih tinggi

dibandingkan dengan aksesi B3, S1, dan J2 sehingga pertumbuhan tanaman pada

kombinasi JB lebih baik dibandingkan dengan tiga aksesi lainnya.

Kemampuan adaptasi tanaman hasil sambungan pada daerah kering atau

kekurangan air tergantung pada sifat toleran batang bawah (Wei et al. 2007).

Demikian halnya dengan batang bawah yang dipergunakan pada penelitian ini

(42)

(Sutrisna 2010), sehingga semua aksesi batang bawah dapat menopang

pertumbuhan tanaman.

Pada batang bawah yang tidak toleran terhadap lingkungan seperti

temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan terjadi penghambatan

proses metabolisme dan penurunan kapasitas pertumbuhan (Venema et al. 2008).

Penyambungan tanaman yang sensitif terhadap cuaca dingin dengan memilih

batang bawah yang toleran dapat menyuplai air, unsur hara, dan zat pengatur

tumbuh yang lebih banyak untuk mendukung proses fotosintesis (Schwarz et al.

2010).

Sementara itu batang atas secara terpisah memberikan pengaruh yang

signifikan pada beberapa komponen pertumbuhan seperti pertambahan tinggi

batang atas, jumlah cabang, dan jumlah daun dengan nilai rata-rata pada aksesi

IP3P lebih tinggi dibandingkan dengan aksesi IP3A. Dominasi batang atas dalam

mempengaruhi pertumbuhan tajuk juga terjadi pada penyambungan tanaman apel

khususnya pada ukuran batang, jarak buku, rata-rata pemanjangan tajuk dan

percabangan (Tworkoski et al. 2007).

Jarak pagar merupakan tanaman berbunga majemuk dengan bunga jantan

dan betina terletak pada satu tanaman. Bunga mulai terbentuk pada umur 3-4

bulan setelah tanam dan umumnya terjadi selama musim hujan dengan

perbandingan bunga jantan dan betina berkisar antara 13:1 sampai 29:1 (Achten et

al. 2009). Pembungaan dan produksi pada penelitian ini lebih dipengaruhi oleh

aksesi batang atas dibandingkan dengan aksesi batang bawah. Pembungaan

tanaman menunjukkan bahwa 100% batang bawah yang dikombinasikan dengan

batang atas IP3P mengalami pembungaan. Sementara batang bawah yang

dikombinsikan dengan batang atas IP3A hanya 25% yang berbunga. Waktu

pembungaan tercepat ditunjukkan oleh kombinasi JB/3P (53 HSP) dengan rasio

bunga jantan dan betina terbesar (23:1) dan jumlah buah pertama sebanyak 13

buah/tanaman. Terhambatnya pembungaan pada sebagian besar kombinasi dengan

batang atas IP3A diduga karena tingkat kompatibilitas sambungan yang rendah

sehingga transpor air, unsur hara dan hasil-hasil fotosintesis menjadi terhambat.

Disamping rendahnya tingkat kompatibilitas sambungan pada kombinasi

(43)

IP3P pada lahan masam dengan curah hujan tinggi seperti Bogor. Hal tersebut

diperkuat oleh hasil penelitian Lapanjang et al. (2008) bahwa tanaman jarak pagar

ekotipe IP-Asem Bagus (IP3A) lebih cocok pada lahan agak kering sampai kering.

Ekotipe IP-Pakuwon (IP3P) lebih cocok pada lahan basah. Kemampuan

beradaptasi tanaman pada suatu lingkungan juga lebih menentukan pertumbuhan

dan produksi dibandingkan dengan pengaruh kombinasi batang bawah dan batang

atas. Hal ini menjadi parameter penting untuk mempertimbangkan pemilihan

aksesi yang akan dikembangkan (Cantin et al. 2010).

Pengamatan anatomi daerah pertautan tahap pertama 1 BSS memberikan

gambaran bahwa seluruh kombinasi sambungan memperlihatkan pertautan yang

baik kecuali pada aksesi J2. Pada semua kombinasi batang bawah J2 dengan

batang atas IP3A dan IP3P masih terdapat celah yang cukup lebar. Kondisi ini

menyebabkan semua kombinasi tanaman dengan batang bawah J2 mengalami

pertumbuhan yang lebih lamban dibandingkan tiga aksesi lainnya. Aksesi batang

bawah yang dikombinasikan dengan batang atas IP3P mengalami penyatuan

cukup sempurna dengan persentase keberhasilan sambungan mencapai 100%

pada 1 BSP. Sebaliknya, kombinasi batang bawah dengan IP3A sekitar 75%

mengalami penyatuan yang sangat lambat dan masih terdapat celah yang berkisar

antara 63,3 µm – 333,3 µm. Lebar celah yang terbentuk pada daerah pertautan

secara signifikan dipengaruhi oleh aksesi batang bawah. Aksesi JB dan B3

menunjukkan rata-rata celah yang lebih kecil dibandingkan dengan aksesi S1 dan

J2. Pengamatan anatomi ini dapat memberikan informasi tentang tingkat

kompatibilitas sambungan, tetapi belum cukup untuk mengetahui pengaruhnya

secara fisiologis dan biokimia di masa mendatang (Seferoglu et al. 2004).

Berdasarkan pengukuran lebar celah pada I BSP menunjukkan bahwa nilai

celah terbesar berada pada kombinasi sambungan J2/3A sebesar 333,3 µm dan

celah terkecil berada pada kombinasi B3/3P sebesar 60,0 µm. Lebarnya celah

yang masih terdapat pada beberapa sambungan diduga sebagai salah satu

penyebab menurunnya transpor air dan unsur hara dari batang bawah ke batang

atas. Translokasi zat pengatur tumbuh seperti auksin dan hasil-hasil fotosintesis

berupa sukrosa dari tajuk menuju akar melalui jaringan floem juga mengalami

(44)

ketidakteraturan dan kerusakan sel sehingga mengubah sistem jaringan floem

pada daerah pertautan. Hal ini dapat mengganggu translokasi fotosintat dari tajuk

menuju akar (Errea 1998). Kurangnya suplai fotosintat dari batang atas ke batang

bawah dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan pada sistem perakaran

(Ballesta et al. 2010).

Hubungan antara batang bawah dan batang atas yang sesuai (kompatibel)

merupakan syarat mendasar bagi pertumbuhan tanaman dan peningkatan transpor

air dan unsur hara yang optimal (Ballesta et al. 2010). Lebarnya celah yang

terbentuk juga menunjukkan pembentukan jembatan kalus yang sangat lamban

sehingga proses pembentukan kambium dan jaringan vaskuler baru menjadi

terhambat. Tirtawinata (2003) melaporkan bahwa proses diferensiasi kalus

menjadi kambium pada penyambungan manggis belum selesai pada sebagian

besar sambungan setelah tiga bulan dari waktu penyambungan. Diferensiasi

jaringan floem yang rendah di bagian bawah pertautan dapat menyebabkan

kurangnya translokasi zat pengatur tumbuh, karbohidrat, dan faktor penting

lainnya seperti sukrosa (Hartmann et al. 1997). Hal ini sejalan dengan beberapa

penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa rendahnya pembentukan kalus

atau posisi kalus yang tidak tepat antara batang bawah dan batang atas dapat

mengakibatkan defoliasi, penurunan pertumbuhan batang atas dan rendahnya daya

hidup tanaman yang disambung (Oda et al. 2005; Johkan et al. 2009).

Sambungan yang tidak sesuai (inkompatibel) dapat menyebabkan

pertumbuhan batang atas menjadi rendah. Hal ini terkait dengan rendahnya

transpor air dan unsur hara dari batang bawah ke batang atas sehingga

menyebabkan tanaman menjadi layu, bahkan dapat menyebabkan kematian pada

inkompatibilitas yang ekstrim. Inkompatibilitas sambungan ini dapat terjadi pada

fase awal pada saat pembentukan jaringan vaskuler antara kedua permukaan

sambungan. Gejala itu juga dapat terlihat pada fase tanaman memasuki masa

pembungaan dan produksi karena kebutuhan air dan unsur hara pada fase ini lebih

besar dibandingkan dengan fase vegetatif (Ballesta et al. 2010). Inkompatibilitas

dapat juga terlihat setelah beberapa tahun kemudian sampai 20 tahun setelah

penyambungan seperti pada Konifer dan Oaks (Hartmann et al. 1997; Oraguzie et

(45)

Inkompatibilitas sambungan dapat terjadi karena perbedaan respon fisiologi

antara kedua bagian tanaman, transmisi virus pada daerah pertautan, dan kelainan

anatomi jaringan pembuluh. Gejala inkompatibilitas dapat diindikasikan dengan

kegagalan penyambungan yang tinggi, perontokan daun, penurunan pertumbuhan

vegetatif, pertumbuhan yang tidak seimbang antara batang bawah dan batang atas,

terjadi keretakan pada pertautan sambungan, dan kematian tanaman yang lebih

cepat (Hartmann et al. 1997).

(46)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Perbedaan tingkat kompatibilitas yang diindikasikan oleh adanya keretakan

atau celah pada daerah pertautan sambungan yang bervariasi. Celah terkecil

terdapat pada kombinasi B3/3P (60,0 µm) dan celah terbesar terdapat pada

kombinasi J2/3A (333,3 µm). Perbedaan tingkat kompatibilitas sambungan ini

berdampak pada laju pertumbuhan dan produksi tanaman.

Aksesi batang atas IP3P mempunyai tingkat kompatibilitas yang lebih tinggi

dibanding IP3A pada semua kombinasi batang bawah yang diujikan.

Berdasarkan kombinasi antara batang bawah dan batang atas, maka

sambungan yang kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3P, B3/3P, S1/3P, J2/3P,

B3/3A, dan S1/3A yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai kombinasi potensial

untuk memacu produksi tanaman jarak pagar pada lahan masam. Sedangkan

sambungan yang tidak kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3A dan J2/3A.

Saran

Perlu dilakukan uji multi lokasi terhadap kombinasi-kombinasi potensial

yang telah dihasilkan pada lahan-lahan marginal khususnya lahan masam.

Agar dilakukan pengamatan produksi jarak pagar hasil penyambungan

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Achten WMJ, Verchot L, Franken YJ, Mathijs E, Singh VP, Aerts R, Muys B. 2008. Jatropha bio-diesel production and use: a Review. Biomass and Bioenergy 32:1063-1084.

Alnopri. 2005. Penampilan dan evaluasi heterosis sifat-sifat bibit pada kombinasi sambungan kopi arabika. J Akta Agros 8:1:25-29.

Aloni B, Cohen R, Karni L, Aktas H, Edlestein M. 2010. Hormonal signaling in rootstock-scion interactions. Sci Hort 127:119-126.

Ballesta MCM, López CA, Muries B, Cadenas CM, Carvajal M. 2010.

Physiological aspects of rootstock–scion interactions: a Review. Scia Hort

127:112–118.

Bassal MA. 2009. Growth, yield and fruit quality of ‘Marisol’ clementine grown on four rootstocks in Egypt. Sci Hort 119:132–137.

Berchmans HJ, Hirata S. 2008. Biodiesel production from crude Jatropha curcas

L seed oil with a high content of free fatty acid. Biores Technol 99:716-721.

Biles CL, Marthyn RD, Wilson HD. 1989. Isozyms and general protein from various water melon cultivar and tissue type. Hort Sci 24:810-812.

Canti´n CM, Pinochet J, Gogorcena Y, Moreno MA. 2010. Growth, yield and fruit quality of ‘Van’ and ‘Stark Hardy Giant’ sweet cherry cultivars as

influenced by grafting on different rootstocks. Sci Hort 123 : 329–335.

Chung HD, Choi YJ. 2002. Growth responses on frying soil EC selection of salt-tolerant rootstock of tomato (Licopersicon spp). J Kor Soc HortSci 43:536-544.

Colla G, Rouphael Y, Cardarelli M, Salerno A, Rea E. 2010. The effectiveness of grafting to improve alkalinity tolerance in watermelon. Environ Exper Bot

68:283-291.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Budidaya jarak pagar untuk sumber energi masa depan. Warta Penel dan Pengem Pertanian. 28:4:0216-4427.

Gambar

Tabel 1. Besaran pH dan tingkat kemasaman tanah (Hardjowigeno & Widiatmaka 2001).
Tabel 4 Jenis media tumbuh dan asalnya
Tabel 5 Sifat kimia dan fisik media tumbuh percobaan
Tabel 6  Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada umur 70 HSP
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian pada penelitian ini dan didukung dengan penelitian terdahulu memberikan indikasi bahwa bank syariah masih kurang berhati-hati dalam penyalurkan

Hubungan Antara Religiusitas Dengan Resiliensi Pada Wanita Muslimah Bercadar Dewasa Awal di Kota Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Strategi memfokus kepada masalah adalah berhubung secara secara positif dan signifikan dengan stail kepimpinan transformasional (r=.35*) tetapi mempunyai

terhadap perlindungan masyarakat dalam pemberitaan pers, dengan demikian apabila masyarakat yang merasa dirugikan karena pemberitaan pers telah menggunakan hak

molecule. As shown by the Western blot in Fig. 1, this We next examined the interaction of synapsin I with our spectrin antibody, termed Ab 921, demonstrated specific b SpII S 1

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mendalami pengaruh dari setiap variabel, peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Supportive Work Environment

Berdasarkan pada analisis konseptual dan kondisi empirik di atas, urgensi masalah pengembangan sekolah berkarakter pada SMP 1 Kintamani adalah berkaitan dengan

ice I,II dan III.Dari penelitian didapat : Temperatur dengan suhu paling rendah yang sesuai dengan anjuran penyimpanan dingin bahan pangan buah 6,6 -10 ˚C dapat dicapai pada