KOMPATIBILITAS SAMBUNGAN BEBERAPA AKSESI
JARAK PAGAR (
Jatropha
curcas
L.
)
UNGGULAN UNTUK
MEMACU PRODUKSI PADA LAHAN MASAM
ABDUL WAHID
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam merupakan gagasan dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
Abdul Wahid
ABSTRACT
ABDUL WAHID (Graft Compatibility between Jatropha curcas Accessions to Improve Yield on Acid Soils). Under direction of HAMIM and TRIADIATI.
Grafting in physic nut (Jatropha curcas L.) is an effective methode to improve plant yield by combining distinc rootstock and scion in other to grow better and high yield under marginal land. The aim of the study was to find the best combination of graft compatibility between Jatropha curcas accessions to improve yield under marginal land especially on acid soils. The experiment was conducted in polybag using compeletely randomize design with three factors. The first factor was four J.curcas accessions (B3, J2, JB, and S1) as rootstock. The second factor was two J.curcas accessions (IP3A and IP3P) as scion. The third factor was the type of soils i.e. Sawah Baru Andosol soil (M1) and Jasinga podzolic red yellow (M2). The parameters were observed consist of scion elongation, stem diameter, number of leaf, number of branch, root and shoot dry weight, flowering and yield. The result showed that growth parameters except number of branch were not influenced by the type of soil. Succesfully of grafting were 95.1 percent. It was determined by compatibility of rootstock and scion. In general, scion elongation, stem diameter, root dry weight and shoot dry weight significantly determined by rootstocks. Rootstocks of JB, B3, and S1 showed higher growth rates than rootstocks J2. Anatomical observation indicated that graft union formation in IP3A slower than IP3P. While, flowering and yield were determined by accession of scion. Percentage of flowering in IP3P and IP3A in all combinations with rootstocks were 100% and 25% respectively. It can be concluded that JB/3P, B3/3P, S1/3P, J2/3P, B3/3A, and S1/3A were the best and potencial combinations to improve yield on acid soils.
RINGKASAN
ABDUL WAHID. Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam. Dibimbing oleh HAMIM dan TRIADIATI.
Jarak pagar merupakan sumber minyak terbarukan yang dipandang tepat untuk dikembangkan karena tidak termasuk minyak konsumsi (edible oil) sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit dan minyak jagung. Selain itu, jarak pagar (J. curcas) juga diharapkan dapat memberikan solusi untuk mengatasi masalah lahan marginal di Indonesia yang mencapai 75,25 juta ha termasuk di dalamnya jenis tanah masam dengan luas mencapai 45,79 juta ha.
Salah satu upaya yang mungkin dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki daya tahan dan produksi tinggi adalah dengan teknik penyambungan (grafting). Penyambungan merupakan penggabungan dua bagian tanaman berbeda (batang bawah dan batang atas) menjadi satu tanaman yang terus tumbuh dan berkembang dengan baik .
Penelitian ini betujuan untuk mendapatkan kombinasi sambungan yang kompatibel dari beberapa aksesi jarak pagar unggulan untuk memacu produksi pada lahan marginal khususnya pada lahan masam.
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 hingga bulan Pebruari 2011 di kebun percobaan Cikabayan IPB Bogor, Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, dan Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi FMIPA IPB. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah aksesi batang bawah potensial dengan 4 taraf, yaitu S1, J2, B3, dan JB. Faktor kedua adalah aksesi batang atas unggul dengan 2 taraf yaitu IP3A dan IP3P. Faktor ketiga adalah jenis media tumbuh dengan 2 taraf yaitu M1 (andosol) dan M2 (podsolik merah kuning). Semua taraf dikombinasikan secara lengkap sehingga terdapat 16 kombinasi perlakuan dan diulang sebanyak 3 kali. Pada percobaan ini juga diamati IP3A dan IP3P tanpa sambungan sebagai pembanding. Komponen yang diamati selama percobaan meliputi keberhasilan penyambungan, pertumbuhan tajuk dan akar, anatomi sambungan serta waktu pembungaan dan produksi. Untuk menetapkan kesesuaian antara batang bawah dan batang atas hasil penyambungan maka data dianalisis dengan sidik ragam pada α 0,05 dan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
sistem perakaran yang paling tinggi dibandingkan dengan tiga aksesi lainnya (B3, S1, dan J2).
Batang atas memberikan pengaruh yang signifikan pada komponen pertumbuhan seperti pertambahan tinggi batang atas, jumlah cabang, dan jumlah daun. Aksesi IP3P mempunyai pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan aksesi IP3A.
Pembungaan dan produksi tanaman jarak pagar pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh aksesi batang atas dibandingkan dengan aksesi batang bawah. Aksesi batang bawah yang disambung dengan batang atas IP3P mengalami pembungaan sebanyak 100%. Sedangkan batang bawah yang dikombinasikan dengan batang atas IP3A hanya 25% yang berbunga. Waktu pembungaan tercepat ditunjukkan oleh kombinasi JB/3P (53 HSP) dengan rasio bunga jantan dan betina terbesar (23:1) dan jumlah buah pertama sebanyak 13 buah/tanaman.
Pengamatan anatomi daerah pertautan tahap pertama 1 BSS memberikan gambaran bahwa seluruh kombinasi sambungan memperlihatkan pertautan yang baik kecuali pada aksesi J2 baik yang dikombinasikan dengan IP3A maupun IP3P. Pada kombinasi-kombinasi tersebut masih terdapat celah yang cukup lebar, sehingga walaupun semua tanaman dapat bertahan hidup namun kombinasi tanaman dengan batang bawah J2 mengalami pertumbuhan yang lebih lamban dibandingkan tiga aksesi lainnya. Pada pengamatan kedua yaitu 1 BSP, hampir 100% aksesi batang bawah yang dikombinasikan dengan batang atas IP3P mengalami penyatuan cukup sempurna. Sebaliknya 75% kombinasi batang bawah dengan IP3A mengalami penyatuan yang sangat lambat dan masih terdapat celah yang berkisar antara 60,0 µm – 333,3 µm. Lebar celah yang terbentuk pada daerah pertautan dipengaruhi oleh aksesi batang bawah. Aksesi JB dan B3 menunjukkan rata-rata celah yang lebih kecil dibandingkan dengan aksesi S1 dan J2.
Lebarnya celah yang terbentuk menunjukkan pembentukan jembatan kalus yang tidak sempurna sehingga proses pembentukan kambium dan jaringan vaskuler baru menjadi terhambat. Hal ini merupakan penyebab menurunnya transpor air dan unsur hara dari batang bawah ke batang atas. Translokasi zat pengatur tumbuh seperti auksin dan hasil-hasil fotosintesis berupa sukrosa dari tajuk menuju akar melalui jaringan floem juga mengalami hambatan.
Pada beberapa penyambungan akumulasi fenol menyebabkan ketidakteraturan dan kerusakan sel. Hal ini dapat mengubah sistem jaringan floem pada daerah pertautan sambungan sehingga mengganggu translokasi fotosintat dari tajuk menuju akar.
Perbedaan tingkat kompatibilitas sambungan berdampak pada laju pertumbuhan dan produksi tanaman. Kombinasi sambungan yang kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3P, B3/3P, S1/3P, J2/3P, B3/3A, dan S1/3A yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai kombinasi potensial untuk memacu produksi tanaman jarak pagar pada lahan masam. Sedangkan sambungan yang tidak kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3A dan J2/3A.
Kata kunci: Jarak pagar (Jatropha curcas), kompatibilitas, sambungan, lahan masam
KOMPATIBILITAS SAMBUNGAN BEBERAPA AKSESI
JARAK PAGAR (
Jatropha
curcas
L.
)
UNGGULAN UNTUK
MEMACU PRODUKSI PADA LAHAN MASAM
ABDUL WAHID
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr
Judul Tesis : Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam
Nama : Abdul Wahid
NIM : G353090111
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hamim, M.Si Dr. Dra. Triadiati, M.Si
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah Azza Wajalla atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai Februari 2011 ialah bidang fisiologi tumbuhan, dengan judul Kompatibilitas Sambungan Beberapa Aksesi Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Unggulan untuk Memacu Produksi pada Lahan Masam.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si dan Ibu Dr. Dra.Triadiati, M.Si selaku pembimbing serta Bapak Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc.Agr selaku penguji luar komisi. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa bagi penulis untuk menyelesaikan studi dan penelitian Program Magister Sains. Ungkapan terimakasih juga disampaikan buat ayah, ibu, istri, anak dan seluruh keluarga atas doa dan kasih sayang yang telah diberikannya. Semoga Allah SWT senantiasa memelihara dan membalas semua kebaikannya dengan pahala yang berlipat ganda, amin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lendang Bajur pada tanggal 7 Desember 1972 dari ayah Udin dan ibu Khadijah. Penulis merupakan putra pertama dari 7 bersaudara. Saat ini penulis telah dikaruniai dua orang putra yaitu Ali Fikran Wahid dan Bima Rozaqtana Wahid dari istri Marjanah.
Tahun 1991 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Al-Aziziah kapek Gunungsari Lombok Barat NTB. Pada tahun 1998 penulis lulus seleksi masuk UNRAM melalui Program Penyetaraan Guru MTs (DBEP). Penulis memilih Diploma 3 Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Pada tahun 2001 penulis lulus seleksi masuk IKIP Mataram melalui Program Penyetaraan Guru MA (DMAP). Penulis memilih S1 Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada Sekolah Pasca Sarjana IPB Program Studi Biologi Tumbuhan.
DAFTAR ISI
Syarat tumbuh Tanaman Jarak pagar ... 3
Cara Perbanyakan Tanaman ... 4
Sifat Batang Bawah dan Batang Atas ... 6
Kompatibilitas Sambungan ... 7
Pertumbuhan Tanaman pada Lahan Masam ... 9
BAHAN DAN METODE
Analisis sifat Kimia dan Fisik Tanah Percobaan ... 15
Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh ... 16
Persentase Sambungan Jadi ... 16
Pengaruh Batang Bawah terhadap Pertumbuhan Tajuk ... 17
Pengaruh Batang Atas terhadap Pertumbuhan Tajuk ... 18
Pengaruh Batang Bawah danBatang Atas terhadap Pertumbuhan Akar ... 19
Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Pembungaan dan Produksi 21 Analisis Anatomi Sambungan ... 21
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Besaran pH dan tingkat kemasaman tanah. ... 9
2 Aksesi batang bawah (rootstock) potensial berdasarkan kode dan asal ... 11
3 Aksesi batang atas (entres) potensial berdasarkan kode dan asal ... 11
4 Jenis media tumbuh dan asalnya ... 11
5 Sifat kimia dan fisik media tumbuh percobaan ... 15
6 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran ... 16
7 Pengaruh batang bawah terhadap pertumbuhan akar ... 20
8 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan akar ... 20
9 Waktu pembungaan dan buah pertama pada media 18 kg sampai 87 HSP ... 21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Persentase keberhasilan grafting 4 minggu setelah sambung ... 17
2 Pengaruh batang bawah terhadap diameter batang dan pertambahan tinggi batang atas pada media 8 kg umur 70 HSP ... 17
3 Pengaruh batang bawah terhadap bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk pada media 8 kg umur 70 HSP ... . 18
4 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan tajuk pada media 8 kg umur 70 HSP ... 18
5 Perbedaan morfologi tanaman jarak pagar pada media 8 kg umur 70 HSP ... 19
6 Perbedaan morfologi arsitektur perakaran pada semua kombinasi perlakuan pada media 8 kg umur 70 HSP ... 20
7 Penampang melintang daerah pertautan dengan perbesaran 100x pada 1 BSS dan 1 BSP ... 22
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Penataan rancangan acak lengkap percobaan ... 39
2 Kriteria penilaian sifat kimia tanah ... 40
3 Analisis sidik ragam pengaruh batang bawah terhadap pertumbuhan tajuk .. 41
4 Analisis sidik ragam pengaruh batang bawah terhadap sistem perakaran ... 42
5 Analisis sidik ragam pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan tajuk ... 43
6 Analisis sidik ragam persentase sambungan jadi dan pengaruh batang
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terjadinya krisis energi khsusnya Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
diindikasikan dengan meningkatnya harga BBM dunia sejak 2005 hingga saat ini
membuat Indonesia perlu mencari sumber-sumber bahan bakar alternatif yang
memungkinkan untuk dikembangkan. Bahan bakar alternatif yang mulai banyak
dikembangkan saat ini adalah yang berasal dari minyak nabati (biofuel) dan
bersifat terbarukan (renewable fuels) seperti kelapa sawit, jagung, singkong, dan
jarak pagar (Jatropha curcas L).
Jarak pagar merupakan sumber minyak terbarukan yang dipandang tepat
untuk dikembangkan karena memiliki kemampuan tumbuh di lahan kritis dan
berbasis pertanian rakyat. Disamping itu minyak jarak pagar tidak termasuk
minyak konsumsi (edible oil) sehingga tidak bersaing dengan kebutuhan
konsumsi manusia seperti pada minyak kelapa sawit dan minyak jagung
(Berchmans & Hirata 2008). Tanaman jarak pagar juga diharapkan dapat
memberikan solusi untuk mengatasi masalah lahan marginal di Indonesia yang
mencapai 75,25 juta ha termasuk di dalamnya jenis tanah masam dengan luas
mencapai 45,79 juta ha (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat 2000). Hal ini
sangat dimungkinkan karena tanaman ini memiliki adaptasi yang luas dan dapat
tumbuh di tanah yang tandus, tanah berbatu, toleran terhadap kekeringan
(Ogumwole et al. 2008), menahan erosi serta dapat digunakan untuk mereklamasi
lahan-lahan kritis (Kheira & Atta 2009).
Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah adanya aksesi jarak pagar yang
dapat berproduksi tinggi namun kurang tahan terhadap lahan-lahan marginal.
Sementara banyak aksesi jarak pagar lainnya yang memiliki daya tahan yang
tinggi terhadap lahan-lahan marginal namun produksinya rendah. Salah satu
upaya yang mungkin dilakukan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki daya
tahan dan produksi tinggi adalah dengan teknik penyambungan (grafting).
Penyambungan merupakan penggabungan dua bagian tanaman berbeda (batang
bawah dan batang atas) menjadi satu tanaman yang terus tumbuh dan berkembang
Penelitian tentang grafting pada tanaman lain telah banyak dilakukan
dengan berbagai tujuan seperti mengurangi infeksi pathogen pada tanaman melon
(Biles et al. 1989), meningkatkan daya serap hara mineral (White & Castillo
1989), meningkatkan sifat toleran terhadap kadar garam tinggi pada famili
Cucurbiaceae (Huang et al. 2010), meningkatkan sifat toleran terhadap pH yang
tinggi pada tanaman semangka (Colla et al. 2010), dan meningkatkan
produktivitas tanaman (Wani & Sreedevi 2005). Sementara itu penelitian tentang
grafting pada tanaman jarak pagar belum banyak dilakukan.
Keberhasilan grafting dapat ditentukan ketika fungsi floem dan xilem
terhubung dengan baik (kompatibel) antara kedua permukaan sambungan
(Gokbayrak et al. 2007). Meskipun demikian, seberapa besar hal itu dapat dicapai
pada tanaman jarak pagar masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu, maka
perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kompatibilitas sambungan
beberapa aksesi jarak pagar unggulan untuk memacu produksi pada lahan
marginal.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi sambungan yang
kompatibel dari beberapa aksesi jarak pagar unggulan untuk memacu produksi
pada lahan marginal khususnya lahan masam.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan bermanfaat sebagai: 1) Metode alternatif dalam
menyediakan bibit unggul yang dapat memacu produksi tanaman jarak pagar (J.
curcas) pada lahan masam. 2) Informasi penting bagi pemerintah dan masyarakat
dalam pengembangan jarak pagar sebagai penghasil bahan bakar biofuel dan
pemanfaatan lahan-lahan marginal khususnya lahan masam.
Hipotesis Penelitian
Perbedaan tingkat kompatibilitas sambungan memberikan pengaruh yang
berbeda nyata pada beberapa aksesi jarak pagar unggulan dalam memacu produksi
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Jarak pagar (Jatropha curcas L.)
Jarak pagar merupakan salah satu anggoa famili Euphorbiaceae yang
bernilai ekonomis. Biji tanaman ini kaya hidrokarbon yang dapat diekstrak dan
dikonversi menjadi senyawa yang serupa dengan minyak tanah. Minyak biji jarak
pagar ini merupakan salah satu bahan pembuat obat-obatan, sabun, celipan,
industri kosmetik, parafin/lilin dan sebagai bahan bakar pengganti yang efisien
untuk mesin diesel (Kumar & Sharma 2008).
Tanaman jarak pagar berupa perdu dengan tinggi tanaman rata-rata 5 - 7 m
dengan percabangan tidak teratur, namun pada kondisi yang baik tinggi tanaman
dapat mencapai 8 - 10 m. Batangnya berkayu, silindris dan mengeluarkan getah
berwarna putih bila terluka. Daunnya berupa daun tunggal, berlekuk, bersudut 3
atau 5. Tulang daun menjari dengan 5 – 7 tulang utama, warna daun hijau
(permukaan bagian bawah lebih pucat dibanding bagian atas). Panjang tungkai
daun antara 10 – 15 cm. Bunga berwarna kuning kehijauan, berupa bunga
majemuk berbentuk malai, berumah satu. Bunga jantan dan bunga betina tersusun
dalam rangkaian bentuk cawan, muncul di ujung batang atau ketiak daun. Bunga
jantan biasanya lebih banyak dari bunga betina dengan perbandingan 13 : 1
sampai 29 : 1 (Achten et al. 2008). Buah berupa buah kotak berbentuk bulat telur,
diameter 2 - 4 cm, warna hijau ketika masih muda dan kuning jika masak. Buah
jarak terbagi 3 ruang yang masing-masing ruang diisi 1 biji. Bentuk biji bulat
lonjong dengan warna coklat kehitaman, biji jarak pagar masak 3 – 4 bulan
setelah berbunga dengan rata-rata 1375 biji/kg dan mengandung minyak dengan
rendemen sekitar 30 - 40 % (Hambali et al. 2006; Kumar & Sharma 2008).
Syarat Tumbuh Tanaman Jarak pagar
Tanaman jarak pagar mempunyai sistem perakaran yang mampu menahan
air dan tanah sehingga tahan terhadap kekeringan serta befungsi sebagai tanaman
penahan erosi. Jarak pagar dapat tumbuh pada berbagai tekstur dan jenis tanah,
baik tanah berbatu, tanah berpasir, maupun tanah berlempung atau tanah liat.
Disamping itu jarak pagar juga dapat beradaptasi pada tanah kurang subur atau
5,0-6,5. Pada tanah yang sangat asam jarak pagar memerlukan penambahan Ca
dan Mg. Jarak pagar tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 500
mdpl. Curah hujan yang sesuai untuk tanaman jarak pagar adalah 900-1.200
mm/tahun, tetapi ada pula yang dapat tumbuh pada 250 – 3.000 mm/tahun
seperti di Bogor, Sumatra Barat, dan Minahasa. Kisaran suhu yang sesuai untuk bertanam jarak pagar adalah 20 – 28 0C pada daerah dengan suhu terlalu
tinggi (di atas 35 0C) atau terlalu rendah (di bawah 15 0C) akan menghambat
pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah
komposisinya (Deptan 2006; Hambali et al. 2006; Achten et al. 2008).
Cara Perbanyakan Tanaman
Perbanyakan dengan Biji
Usaha budidaya jarak pagar dari perbanyakan dengan biji (generatif)
dimulai dengan memproduksi benih jarak pagar yang baik dan tidak rusak.
Perkecambahan benih didahului dengan memilih biji yang tampak hitam
mengkilap dan bersih lalu merendam biji jarak pagar dalam air biasa selama 24
jam lalu ditriskan dan dibenamkan pada media tanah berpasir yang dicampur
kompos dengan perbandingan 1:1 atau dengan pasir : tanah : kompos (1:1:2).
Perkecambahan umumnya berlangsung selama 7 - 8 hari atau pada tanah yang
kering lembab perkecambahan berlanjut sampai 10 - 15 hari. Kecambah
selanjutnya dipindahkan ke polibag atau langsung ditanam di lapang. Perbanyakan
dengan biji memiliki akar taproot yang dapat menopang tanaman dengan kuat,
biasanya ada 5 akar yang terdiri atas 1 akar jangkar dan 4 akar penyerap (Achten
et al. 2008).
Perbanyakan dengan Setek
Perbanyakan dengan setek menggunakan cabang atau batang yang cukup
berkayu atau cabang tua dengan panjang sekitar 25 - 30 cm. Cabang yang diambil
berumur 1 tahun atau lebih dan telah berproduksi.
Bahan setek ditanam di dalam polibag atau langsung di lahan dengan
kedalaman sekitar 10 - 20 cm. Media yang digunakan dapat berupa campuran
arang sekam dan serbuk gergaji, campuran tanah berpasir dan kompos atau pupuk
Perbanyakan Secara In Vitro
Teknik perbanyakan in vitro atau kultur jaringan dapat dilakukan sepanjang
tahun tanpa bergantung musim. Selain itu teknik ini mampu mengatasi kebutuhan
bibit dalam jumlah besar, serentak, bebas dari penyakit sehingga bibit yang
dihasilkan lebih sehat dan seragam (Singh et al. 2009).
Perbanyakan dengan Penyambungan (Grafting)
Perbanyakan tanaman jarak pagar dengan cara penyambungan (grafting)
belum banyak dilakukan sebagai teknik budidaya, padahal beberapa tanaman yang
satu famili dengan jarak pagar seperti karet telah berhasil mendapatkan bibit
unggul melalui teknik grafting. Pada penyambungan tanaman kopi, bibit asal
grafting merupakan bibit bermutu tinggi (Alnopri 2005). Pada famili
Cucurbitaceae seperti mentimun, labu dan melon metode grafting sudah umum
dilakukan untuk meningkatkan produksi buah seperti di Jepang dan Korea
(Venema et al. 2008)
Grafting adalah sebuah teknik yang efektif untuk mengatasi berbagai
masalah seperti mengurangi infeksi pathogen (Biles et al. 1989), meningkatkan
daya serap hara mineral (White & Castillo 1989), meningkatkan sifat toleran
terhadap kadar garam tinggi (Huang et al. 2010), meningkatkan sifat toleran
terhadap pH yang tinggi (Colla et al. 2010), dan meningkatkan produktivitas
tanaman (Wani & Sreedevi 2005). Grafting secara in-situ merupakan
penyambungan pada tanaman yang sudah ditanam di lahan dengan batang atas
berasal dari tanaman yang berproduksi tinggi juga telah direkomendasikan (Ruiz
et al. 2006). Pada tumbuhan berkayu grafting penting untuk menghindari ketidak
mampuan morfogenik yang terjadi selama masa pemasakan pada beberapa spesies
(Valdés et al. 2003) atau mengurangi penurunan produksi pada sayuran yang
disebabkan oleh cekaman lingkungan (Schwarz et al. 2010).
Penyambungan jarak pagar dapat dilakukan dengan sambung pucuk dengan
teknik sambung celah (Cleft grafting) yang merupakan teknik penyambungan
yang paling banyak berhasil seperti pada penyambungan manggis dengan
keberhasilan mencapai 100% (Sumarsono et al. 2002), pada tanaman kopi
berkisar antara 70-90% (Alnopri 2005) dan penyambungan jarak pagar mencapai
Penyambungan dengan teknik Cleft grafting biasanya dilakukan untuk
tanaman-tanaman herba dan berkayu. Batang bawah yang berasal dari bibit semai
(asal biji) dipotong mendatar, sekitar 20-30 cm dari permukaan tanah. Kemudian
di bagian tengah potongan tersebut dibelah sedalam 3-4 cm dengan menggunakan
pisau yang aseptik. Cabang batang atas yang dipilih untuk batang atas diambil
dari bibit yang berproduksi tinggi dan unggul. Cabang batang atas dipotong
sekitar 10-15 cm dari pucuk batang. Diameter batang atas dipilih sama atau
sedikit lebih kecil dibanding batang bawah. Ujung cabang batang atas dipotong
lancip agar dapat menempel sempurna bila dimasukkan ke celah batang bawah.
Sambungan diikat kuat dengan tali rafia atau plastik kemudian batang atas
dibungkus dengan plastik transparan untuk mengurangi penguapan dan menjaga
kelembaban pada pertautan sambungan (Garcia et al. 2004; Hambali et al. 2006;
Lee et al. 2010).
Proses penyatuan sambungan dimulai dengan pembentukan kalus pada
kedua permukaan sambungan, diferensiasi kalus menjadi kambium dan jaringan
vaskuler serta pembentukan xilem dan floem sekunder (Hartmann et al. 1997).
Pembentukan kalus yang rendah atau kurang tepat antara batang bawah dan
batang atas dapat menyebabkan kerontokan daun, menurunnya pertumbuhan
batang atas, dan rendahnya kemampuan hidup tanaman yang disambung (Oda et
al. 2005; Johkan et al. 2009). Jadi, hubungan jaringan vaskuler antara batang
bawah dan batang atas yang baik merupakan penentu bagi lancarnya transpor air
dan unsur hara yang berpengaruh pada proses-proses fisiologi tanaman.
Sifat Batang Bawah dan Batang Atas
Sifat Batang Bawah
Batang bawah (rootstock) merupakan tanaman penopang yang berfungsi
sebagai sumber yang menyuplai nutrisi bagi batang atas. Tanaman yang dijadikan
batang bawah hendaknya berasal dari perbanyakan biji. Menurut Prastowo dan
Roshetko (2006), keuntungan batang bawah dari biji antara lain memiliki sistem
perakaran yang lebih kuat dan relatif lebih tahan terhadap kekeringan.
Dalam memilih tanaman yang akan dijadikan batang bawah perlu
serap hara tinggi, tahan terhadap cekaman dan hama penyakit, serta mampu
beradaptasi dengan batang atas (kompatibel) demi keberhasilan penyambungan
dan keberlangsungan hidup tanaman yang disambung tersebut (Hartmann et al.
1997). Pada beberapa pemuliaan tanaman sayur dengan penyambungan,
pemilihanbatang bawahyang memiliki sifat unggul dan toleran pada lingkungan
tertentu merupakan hal yang sangat diperhatikan (Lee et al. 2010).
Sifat Batang Atas
Batang atas (Entres) umumnya berasal dari setek tanaman yang sudah
dewasa dan berproduksi tinggi. Secara fisiologi setek yang berasal dari tanaman
yang sudah dewasa dan sudah berproduksi akan tetap dalam sifat kedewasaannya
sehingga masa berproduksi akan lebih cepat. Beberapa tanaman memiliki
kemampuan berproduksi tinggi namun tidak memiliki ketahanan terhadap
berbagai cekaman dan penyakit sehingga perlu diatasi dengan penyambungan
(grafting). Hal tersebut telah banyak dilakukan dalam berbagai penelitianseperti
toleransi terhadap kekeringan, toleransi terhadap suhu rendah seperti pada
tanaman tomat (Venema et al. 2008), mengatasi kadar garam tinggi pada tanaman
mentimun (Huang et al. 2010), dan meningkatkan toleransi terhadap pH tinggi
pada tanaman semangka (Colla et al. 2010).
Kompatibilitas Sambungan
Penyambungan tanaman baik secara in vitro (mikrografting) atau in vivo
(semai sambung dan setek sambung) yang melibatkan dua individu tanaman yang
berbeda menyebabkan timbulnya interaksi antara batang bawah dengan batang
atas. Interaksi yang timbul dapat berupa interaksi positif (kompatibel) atau
interaksi negatif (inkompatibel). Reaksi inkompatibel dalam penyambungan dapat
berupa pembengkakan batang di sekitar daerah pertautan, penghambatan
pertumbuhan, dan tingkat produksi rendah (Lukman 2005).
Keberhasilan sebuah penyatuan sambungan dapat ditentukan ketika fungsi
floem dan xilem terhubung dengan baik (kompatibel) antara kedua permukaan
sambungan (Gokbayrak et al. 2007). Ada lima langkah yang menentukan dalam
penyatuan sebuah sambungan yaitu: (1) terbentuknya lapisan nekrotik, (2)
diferensiasi jaringan kambium baru, (4) restorasi jaringan vaskular yang baru, dan
(5) restorasi jaringan epidermis luar secara kontinyu pada daerah sambungan
(Luna et al. 2002; Seferoglu et al. 2004).
Pembentukan jaringan kalus pada permukaan sambungan merupakan respon
awal yang bisa dijumpai pada proses penyambungan, sehingga kegagalan
penyambungan dapat dikarakterisasi dengan tidak terbentuknya kalus di antara
kedua permukaan sambungan dan menyebabkan matinya tanaman secara
perlahan-lahan (Pina & Errea 2005).
Pembentukan kalus pada kedua permukaan sambungan membentuk jaringan
vaskuler yang memungkinkan air mengalir dari batang bawah ke batang atas. Bila
pertautan jaringan vaskuler antara batang bawah dan batang atas tidak tepat maka
dapat menurunkan aliran air sehingga menurunkan konduktansi stomata dan
akhirnya menurunkan pertumbuhan tanaman (Ballesta et al. 2010).
Ketika suatu tanaman disambungkan, maka hubungan source dan sink
bergantung pada genotipe batang bawah dan batang atas. Pada penyambungan
yang kompatibel maka kedua bagian yang disambungkan akan berhasil
membentuk satu kesatuan yang utuh. Sebaliknya dapat pula terjadi
inkompatibilitas yang dapat disebabkan oleh respon fisiologis antara kedua bagian
yang disambungkan tidak sesuai, transmisi virus, atau fitoplasma dan
abnormalitas jaringan vaskular dalam pertautan (Hartmann et al. 1997).
Tirtawinata (2003) menyatakan bahwa posisi kambium batang bawah
dengan batang atas sangat menentukan untuk perkembangan tanaman selanjutnya.
Kontak kambium yang tidak tepat atau partial dapat menyebabkan pertautan
jaringan pembuluh antara batang bawah dengan batang atas tidak sempurna, dan
selanjutnya berakibat pada translokasi senyawa-senyawa penting untuk
metabolisme pertumbuhan tanaman seperti transpor air dan unsur hara tidak dapat
berlangsung secara lancar dari batang bawah ke batang atas atau translokasi hasil
fotosintesis dari batang atas ke seluruh bagian tanaman. Dengan demikian semua
aspek dalam penyambungan baik fisik, mekanis maupun fisiologis perlu
diusahakan dalam kondisi seoptimal mungkin sehingga keberhasilan lebih
terjamin. Kombinasi sambungan yang kompatibel sangat berpengaruh terhadap
Pertumbuhan Tanaman pada Lahan Masam
Curah hujan yang tinggi di suatu daerah mengakibatkan pencucian Kalsium
dan pembentukan tanah asam, sehingga Kalsium biasanya rendah pada tanah
asam dan tinggi pada tanah ber-pH tinggi. Pada tanah ber-pH rendah (asam),
konsentrasi ion Aluminium (Al) tinggi (Salisbury and Ross 1995).
Bila pH tanah kurang dari 5,5 maka kelarutan Al meningkat. Al yang larut
ini akan bereaksi dengan fosfat dan dengan cepat membenuk senyawa Al fosfat
yang tidak larut. Kemasaman tanah yang tinggi, keracunan Aluminium, dan
kekurangan fosfor merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman pada
lahan masam. Keracunan Al juga akan menghambat pertumbuhan akar primer dan
menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar, ujung akar menebal,
berwarna cokelat seperti busuk dan mengering sehingga menghasilkan sistem
perakaran tanaman yang kerdil dan pendek (Harmida 2007).
Keracunan Aluminium (Al3+) membatasi produktivitas tumbuhan pada tanah
masam dan dalam konsentrasi mikro di dalam larutan tanah dapat menghambat
pemanjangan akar dan mengganggu transport air dan nutrisi, akibatnya terjadi
penurunan hasil produksi tumbuhan yang signifikan (Giannakoula et al. 2009).
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), tingkat kemasam tanah
dapat ditentukan berdasarkan besaran pH-nya (Tabel 1).
Tabel 1. Besaran pH dan tingkat kemasaman tanah (Hardjowigeno & Widiatmaka 2001).
Besaran pH Tingkat kemasaman Tanah
< 4,5
Dengan memperhatikan potensi tanaman jarak pagar yang mudah tumbuh
dan dapat dikembangkan sebagai sumber bahan penghasil minyak bakar alternatif
pada lahan kritis, maka dapat memberikan harapan baru dalam pengembangan
agribisnis.
Keuntungan yang diperoleh pada budidaya tanaman ini di lahan kritis antara
berimplikasi meningkatkan penghasilan kepada petani dan memberikan solusi
pengadaan minyak bakar (biofuels) yang terbarukan dan berkesinambungan.
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Mei 2010 hingga bulan Februari
2011 di kebun percobaan Cikabayan IPB Bogor, Laboratorium Fisiologi
Tumbuhan, dan Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi FMIPA IPB.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 aksesi jarak
pagar potensial yang diperoleh dari kebun percobaan Pakuwon, Parungkuda
Sukabumi Jawa Barat yaitu B3, J2, JB, dan S1 sebagai batang bawah (Tabel 2)
(Sutrisna 2010). Dua aksesi unggul berasal dari Asem Bagus (IP3A) dan Pakuwon
(IP3P) sebagai batang atas (Tabel 3) (Deptan, 2010). Dua jenis media tumbuh
yaitu tanah Andosol Sawah Baru Darmaga (M1) dan tanah podsolik merah kuning
Jasinga (M2) (Tabel 4).
Alat yang digunakan adalah polibag 40 cm x 40 cm (8 kg) untuk
pengamatan vegetatif dan 60 cm x 60 cm (18 kg) untuk pengamatan produksi,
cutter (gunting setek), Caliper, mistar, meteran, pinset, ember, timbangan, oven,
hand microtome, dan mikroskop cahaya.
Tabel 2 Aksesi batang bawah (rootstock) potensial berdasarkan kode dan asal aksesi
Kode Asal Aksesi Provinsi
B3 J2 JB S1
Cikeruh Wetan, Cikeusik, Pandeglang Sidourip, Binangun, Cilacap
Ciwareng, Babakan Cikao, Purwakarta Surantih, Koto Tarusan, Pesisir selatan
Banten Jawa Tengah Jawa Barat Sumatra Barat
Tabel 3 Aksesi batang atas (entres) unggul berdasarkan kode dan asal aksesi
Kode Asal Aksesi
IP3A (3A) IP3P (3P)
Asem Bagus Situbondo Jawa Timur Pakuwon Sukabumi Jawa Barat
Tabel 4 Jenis media tumbuh dan asalnya
Kode Jenis Media tumbuh Asal media Tumbuh M1
M2
Tanah Andosol
Tanah Podsolik Merah kuning
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial
dengan 3 faktor. Faktor pertama adalah aksesi batang bawah potensial dengan 4
taraf, yaitu B3, J2, JB, dan S1. Faktor kedua adalah aksesi batang atas unggul
dengan 2 taraf yaitu IP3A dan IP3P. Faktor ketiga adalah jenis media tumbuh
dengan 2 taraf yaitu M1 dan M2. Semua taraf dikombinasikan secara lengkap dan
diperoleh 16 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat
48 satuan percobaan. Pada percobaan ini juga diamati IP3A dan IP3P tanpa
sambungan masing-masing 6 satuan percobaan sebagai pembanding. Total satuan
percobaan berjumlah 60. Pengamatan akar dan berat kering tajuk dilakukan ± 70
hari setelah pemindahan (HSP) secara destruktif dan produksi diamati sampai
buah masak sehingga satuan percobaan dibuat dua kali lipat yaitu 120 satuan
percobaan.
Metode Penelitian
Penyiapan Batang Bawah, Batang Atas dan Proses Penyambungan
Batang bawah yang digunakan adalah 4 aksesi jarak pagar asal biji yang
telah ditanam di dalam polibag berumur kurang lebih 2 bulan. Batang atas diambil
dari 2 aksesi unggul asal biji berumur kurang lebih 3 bulan. Penyambungan
dilakukan pada umur-umur tersebut kemudian dipelihara hingga 1 bulan. Metode
sambungan menggunakan sambung pucuk model celah (Cleft Grafting) (Garcia et
al. 2004).
Pemindahan dan Pemeliharaan Tanaman
Penanaman tanaman yang telah disambung dilakukan 1 Bulan Setelah
Sambung (BSS) dengan menggunakan polibag 40 cm x 40 cm (8 kg) untuk
pengamatan pertumbuhan vegetatif dan polibag 60 cm x 60 cm (18 kg) untuk
pengamatan karakter reproduktif. Penyiraman dilakukan dengan kapasitas lapang
2 kali sehari selama masa pembibitan dan sekali dalam 2 hari setelah masa tanam.
Penyiangan dilakukan satu kali dalam dua minggu dengan mencabut rumput dan
gulma yang tumbuh di sekitar tanaman dalam polibag. Pupuk yang diberikan
berupa pupuk kompos dengan dosis 2 kg perpolibag ukuran 8 kg dan 18 kg,
Pemupukan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada masa pembibitan, masa tanam,
dan 1 bulan menjelang masa produksi dengan cara dibenamkan sedalam ±10 cm
ke dalam media dengan jarak ± 5 cm dari batang tanaman (Hambali et al. 2006).
Pengamatan
Komponen yang diamati selama percobaan meliputi keberhasilan
penyambungan, pertumbuhan tajuk dan akar, anatomi sambungan serta produksi.
Pengukuran keberhasilan grafting dilakukan setelah 4 minggu dari
penyambungan, dihitung dengan rumus :
Pengukuran pertumbuhan tajuk meliputi tinggi tanaman, pertambahan tinggi
batang atas, jumlah cabang, jumlah daun, luas daun, diameter batang, bobot basah
dan bobot kering tajuk. Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk pertambahan
tinggi entres, jumlah cabang, jumlah daun, luas daun dan diameter batang.
Sedangkan bobot basah, bobot kering tajuk dan arsitektur perakaran (jumlah,
panjang total, diameter total, bobot basah dan bobot kering akar) dilakukan pada
akhir percobaan.
Pengukuran tinggi batang atas dilakukan dengan cara mengukur tanaman
mulai dari pertautan sambungan sampai pucuk tanaman. Diameter batang diukur
pada jarak 2 cm di atas permukaan media tumbuh. Perhitungan jumlah daun
dilakukan dengan cara menghitung seluruh daun di setiap batang dan
percabangan. Jumlah akar dihitung berdasarkan kedudukan akar pada sistem
perakaran. Diameter akar total merupakan jumlah dari seluruh diameter akar yang
diukur dari pangkal akar atau percabangan akar. Berat basah tajuk dan akar diukur
pada saat tajuk dan akar masih segar. Sedangkan untuk menghitung berat kering,
tajuk dan akar dikeringkan di dalam oven pada suhu 80◦C selama 72 jam hingga
diperoleh berat kering konstan.
Karakter reproduktif tanaman yang diamati hanya buah pertama saja yang
diamati mulai sejak muncul bunga hingga buah masak secara fisiologis yaitu
umur 2-5 bulan setelah pemindahan. Pengamatan meliputi menghitung hari
munculnya bunga, rasio bunga jantan dan bunga betina, jumlah buah, diameter
dan panjang buah serta bobot biji/tanaman.
Kompatibilitas sambungan diamati secara anatomi (Garcia et al. 2004 yang
dimodifikasi) dengan membuat potongan melintang pada pertautan sambungan
sepanjang ± 2 cm kemudian dilunakkan dengan larutan Glycerin-Alkohol 96%
selama 1 bulan. Sampel dipotong dengan Hand microtome dengan ketebalan
100-200 µm dan diberi pewarnaan safranin 1% kemudian diamati dengan
menggunakan mikroskop cahaya. Pengamatan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu 1
Bulan Setelah Sambung (BSS) dan 1 Bulan Setelah Pemindahan (BSP). Untuk
pengamatan pertama sampel tanaman berjumlah 8 dan pada pengamatan kedua
terdapat 16 sampel. Aspek anatomi yang diamati adalah kesesuaian pertautan
jaringan floem dan xilem antara batang bawah dengan batang atas.
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan pertautan sambungan, dilakukan
pengukuran terhadap celah pada daerah pertautan sambungan. Pengukuran
dilakukan di bawah pengamatan mikroskop cahaya pada perbesaran 100x yang
dilengkapi dengan mikrometer.
Analisis Data
Untuk menetapkan tingkat kompatibilitas sambungan antara batang bawah
dan batang atas, data dianalisis dengan sidik ragam pada α 0,05 dan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Analisis Sifat Kimia dan Fisik Tanah Percobaan
Hasil analisis sifat-sifat kimia dan fisik tanah disajikan pada Tabel 5. Jenis
tanah yang dipergunakan dalam penelitian ini yaitu Andosol Sawah Baru
Babakan Darmaga Bogor (M1) dan Podsolik merah kuning Jasinga (M2). Status
sifat kimia tanah yang dianalisis didasarkan pada Hardjowigeno dan Widiatmaka
(2001) (Lampiran 2).
Tabel 5 Sifat kimia dan fisik media tumbuh percobaan
Sifat kimia dan fisik tanah Media Tumbuh
M1 M2
t = tinggi. Kriteria berdasarkan pada Hardjowigeno & Widiatmaka 2001.
Berdasarkan Tabel 5, kedua jenis media tumbuh yang dipergunakan dalam
penelitian ini menunjukkan reaksi masam dan sangat masam dengan nilai pH
sebesar 5,3 (M1) dan 4,2 (M2). Kandungan C-organik pada kedua media termasuk
rendah, N-total rendah, KTK rendah sedangkan ketersediaan P termasuk tinggi.
Kandungan pasir, debu, dan liat pada media tumbuh M1 masing-masing terdiri
atas 17,2; 21,9; dan 60,9%. Sementara media tumbuh M2 memiliki kandungan
debu dan liat yang cenderung lebih besar (23,0 dan 63,0%) dibandingkan dengan
Respon Tanaman terhadap Media Tumbuh
Kedua jenis media tumbuh yang dipergunakan tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan pada semua parameter pertumbuhan tanaman jarak
pagar yang diamati, kecuali pada jumlah cabang yang terbentuk pada umur 70
HSP (Tabel 6). Tanaman yang ditanam pada M1 memiliki rata-rata cabang yang
lebih banyak (1,6) dibandingkan dengan M2 (0,8).
Tabel 6 Pengaruh media tumbuh terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada umur 70 HSP
Parameter Pertumbuhan Media Tumbuh
M1 M2
Tajuk
Tinggi tanaman (cm)
Pertambahan tinggi scion (cm) Diameter batang (mm)
Jumlah daun Luas daun (cm2) Jumlah cabang Bobot basah tajuk (g) Bobot kering tajuk (g)
50,7 ± 2,1 Jumlah akar sekunder Jumlah fineroot
Diameter akar primer (mm) Diameter akar sekunder (mm) Panjang total akar primer (cm) Panjang total akar sekunder (cm) Bobot basah akar (g)
Bobot kering akar (g)
5,4 ± 0,5
Keterangan: Data menunjukkan rata-rata ± standar deviasi. Angka yang diikuti oleh huruf
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Persentase Sambungan Jadi
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa keberhasilan penyambungan
ditentukan oleh interaksi antara batang bawah dan batang atas. Nilai rata-rata
keberhasilan grafting mencapai 95,1% dengan keberhasilan tertinggi terdapat
pada kombinasi B3/3P, J2/3P dan S1/3A (100%) dan keberhasilan terendah
terdapat pada B3/3A (88%). Metode cleft grafting yang dipergunakan pada
penelitian ini merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
penyambungan tersebut. Keberhasilan grafting secara keseluruhan dapat dilihat
Gambar 1 Persentase keberhasilan grafting 4 minggu setelah sambung. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.
Pengaruh Batang bawah terhadap Pertumbuhan Tajuk
Aksesi batang bawah memperlihatkan pengaruh yang berbeda nyata pada
diameter batang, pertambahan tinggi batang atas, berat basah tajuk, dan berat
kering tajuk (Gambar 2 dan 3). Hal ini berkaitan dengan fungsi batang bawah
sebagai pendukung pertumbuhan batang atas dalam hal transpor air, unsur hara
dan hormon-hormon pemacu pertumbuhan yang diproduksi pada bagian akar
tanaman. Kecenderungan nilai rata-rata tertinggi ditunjukkan oleh aksesi JB dan
nilai rata-rata terendah ditunjukkan oleh aksesi J2. Jumlah daun, luas daun dan
jumlah cabang yang terbentuk tidak berbeda nyata pada semua aksesi batang
bawah yang diujikan.
Gambar 2 Pengaruh batang bawah terhadap (A) diameter batang dan (B) pertambahan tinggi batang atas pada media 8 kg 70 HSP. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.
B3/3A B3/3P J2/3A J2/3P JB/3A JB/3P S1/3A S1/3P
Gambar 3 Pengaruh batang bawah terhadap (A) bobot basah tajuk dan (B) bobot kering tajuk pada media 8 kg 70 HSP. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.
Pengaruh Batang Atasterhadap Pertumbuhan Tajuk
Meskipun tidak terdapat interaksi antara ketiga faktor perlakuan, tetapi
secara terpisah batang atas memperlihatkan perberbedaan nilai rata-rata yang
signifikan pada tinggi tanaman, pertambahan tinggi batang atas, jumlah cabang,
jumlah daun, dan diameter batang. Batang atas aksesi IP3P menunjukkan nilai
rata-rata pertumbuhan yang lebih tinggi pada semua parameter yang diamati
dibandingkan dengan aksesi IP3A (Gambar 4).
Gambar 4 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan tajuk pada media 8 kg 70 HSP. (A) tinggi tanaman, (B) pertambahan tinggi batang atas, (C) jumlah cabang, dan (D) jumlah daun. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05.
Meskipun tidak terdapat interaksi pada ketiga faktor perlakuan, tetapi secara
terpisah batang atas menunjukkan perbedaan yang signifikan pada jumlah daun.
Batang atas IP3P memiliki rata-rata jumlah daun yang lebih banyak daripada
IP3A (Gambar 4D). Secara umum perbedaan morfologi tumbuhan pada semua
kombinasi hasil penelitian yang ditanam pada media 8 kg saat 70 HSP
ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5 Perbedaan morfologi tanaman jarak pagar pada media 8 kg 70 HSP. Kombinasi semua batang bawah dengan IP3P pada M1 (A) dan M2 (B). Kombinasi semua batang bawah dengan IP3A pada M1 (C) dan M2 (D).
Pengaruh Batang Bawah dan Batang Atas terhadap Pertumbuhan Akar Pertumbuhan akar secara signifikan dipengaruhi oleh aksesi batang bawah
terutama pada jumlah fineroot, diameter akar skunder, panjang total akar primer
dan sekunder, serta bobot basah dan bobot kering akar (Tabel 7). Sementara
batang atas tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap semua
parameter pertumbuhan akar (Tabel 8 ). Perbedaan morfologi arsitektur perakaran
pada semua kombinasi perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
(A) (B)
(C) (D)
73 cm 71 cm
73 cm 73 cm
JB/3P S1/3P B3/3PB3/3P J2/3PJ2/3P JB/3P S1/3P B3/3P J2/3P
Tabel 7 Pengaruh batang bawahterhadap pertumbuhan akar
Keterangan: Data menunjukkan rata-rata ± standar deviasi. Angka yang diikuti oleh huruf
yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).
Tabel 8 Pengaruh batang atas terhadap pertumbuhan akar
Faktor Jumlah
Keterangan: Data menunjukkan rata-rata ± standar deviasi.
Gambar 6 Arsitektur perakaran pada semua kombinasi perlakuan pada media 8 kg 70 HSP. Kombinasi batang bawah dengan IP3P pada M1 (A) dan M2 (B). Kombinasi batang bawah dengan IP3A pada M1 (C) dan M2 (D).
B3/3P J2/3P JB/3P S1/3P B3/3P J2/3P JB/3P S1/3P
Pengaruh Kombinasi Perlakuan terhadap Karakter Reproduktif
Waktu pembungaan dan produksi hasil sambungan tanaman jarak pagar
pada penelitian ini dipengaruhi oleh batang atas. Aksesi IP3P dengan semua
kombinasi batang bawah yang diujikan pada media 18 kg mengalami
pembungaan mencapai 100% hingga 87 HSP. Sebaliknya, pembungaan pada
kombinasi batang bawah dengan IP3A hanya mencapai 25%. Waktu pembungaan
tercepat diperlihatkan oleh kombinasi JB3P pada M1 (53 HSP) atau 76 HSS.
Waktu pembungaan terlama terdapat pada tanaman IP3P tanpa sambungan selama
129 hari setelah tanam (HST). Secara keseluruhan waktu pembungaan dan
produksi tanaman dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Waktu pembungaan dan buah pertama pada media 18 kg sampai 87 HSP.
Parameter
*) Belum berbunga sampai dengan 87 HSP
Analisis Anatomi Sambungan
Pengamatan penampang melintang daerah pertautan dilakukan sebanyak
dua kali yaitu pada umur 1 BSS dan 1 BSP, baik pada M1 maupun M2. Hasil
pengamatan memperlihatkan perbedaan celah yang bervariasi baik pada sebelum
pemindahan maupun setelah pemindahan. Celah yang masih terlihat pada
pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa proses pembentukan dan
diferensiasi kalus menjadi kambium dan jaringan vaskuler masih sedang
berlangsung. Secara keseluruhan hasil pengamatan anatomi daerah pertautan
B3/3A
Gambar 7 Penampang melintang daerah pertautan antara batang bawah dan batang atas dengan perbesaran 100x. BB:batang bawah, BA:batang atas, X:xilem, F:floem, (a) hasil pengamatan 1 BSS, (b) hasil pengamatan 1 BSP pada M1, (c) hasil pengamatan 1 BSP pada M2.
Untuk mengetahui tingkat kerapatan pertautan setiap kombinasi sambungan,
dilakukan pengukuran terhadap lebar celah pada 1 BSP. Secara statistik tidak
terdapat interaksi antara ketiga faktor perlakuan terhadap lebar celah yang
terbentuk. Hasil pengukuran menunjukkan lebar celah yang bervariasi pada semua
kombinasi. Namun demikian celah terbesar ditunjukkan oleh kombinasi J2/3A
(333,3 µm) dan celah terkecil berada pada kombinasi B3/3P (60,0 µm) (Tabel 10).
Tabel 10 Hasil pengukuran lebar celah pada daerah pertautan antara batang bawah dan batang atas 1 BSP
Secara faktor tunggal lebar celah dipengaruh oleh aksesi batang bawah.
Aksesi JB dan B3 menunjukkan rata-rata celah yang lebih kecil dibandingkan
dengan aksesi S1 dan J2 (Gambar 8).
Gambar 8 Pengaruh aksesi batang bawah terhadap perbedaan lebar celah daerah pertautan 1 BSP. Data menunjukkan rata-rata ± standar error, signifikansi dengan uji DMRT pada p ≤ 0,05
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis tanah, kedua jenis media tumbuh yang
dipergunakan dalam penelitian ini menunjukkan golongan tanah masam dan
sangat masam dengan nilai pH sebesar 5,3 (M1) dan 4,2 (M2).
Tanah masam tentunya merupakan kendala bagi pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Media yang masam memiliki kandungan Al tinggi dan
ketersediaan hara makro seperti N, P, K, Ca dan Mg rendah. Hal ini dapat
menyebabkan tanaman mengalami Keracunan Al yang diawali dengan
penghambatan pertumbuhan akar (Harmida 2007).
Kesuburan tanah sangat bergantung pada komposisi mineral bahan induk
tanah atau cadangan hara tanah. Semakin tinggi cadangan hara tanah, semakin
tinggi pula tingkat kesuburan tanahnya. Cadangan hara di dalam tanah sangat
bergantung pada komposisi, jumlah, dan jenis mineralnya. Tanah marginal dari
batuan sedimen masam mempunyai cadangan mineral atau cadangan hara yang
rendah (Suharta 2010). Namun demikian pada Tabel 6 menunjukkan bahwa kedua
media tumbuh yang dipergunakan dalam penelitian ini tidak memberikan
perbedaan yang nyata pada semua parameter pertumbuhan yang diamati kecuali
jumlah cabang yang terbentuk hingga umur 70 HSP. Hal ini disebabkan oleh
kemampuan adaptasi tanaman jarak pagar yang sangat luas dan bila perakarannya
sudah berkembang, jarak pagar toleran terhadap kondisi tanah masam (Heller
1996; Priyanto 2007).
Keberhasilan penyambungan ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu kondisi
bahan tanaman pada saat penyambungan baik secara morfologi maupun fisiologi,
teknik atau metode penyambungan yang dipakai, dan kemampuan
(kompatibilitas) kedua jenis tanaman tersebut untuk hidup dan tumbuh bersama
menjadi satu tanaman yang utuh (Gisbert et al. 2011). Kompatibilitas suatu
penyambungan ditentukan oleh berlangsungnya tiga proses penting yaitu:
perlekatan antara kedua permukaan batang bawah dan batang atas, perkembangan
kalus pada permukaan sambungan sehingga membentuk jembatan kalus, dan
diferensiasi kalus menjadi jaringan vaskuler (Hartmann et al. 1997).
Penyambungan tanaman jarak pagar pada penelitian ini menggunakan metode
dihasilkan pada penyambungan tanaman manggis yang mencapai 100%
(Sumarsono et al. 2002). Hasil penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan
penyambungan jarak pagar dengan metode yang sama yang mencapai 83,5-89,6%
(Dhillon et al. 2011), serta penyambungan tanaman kopi yang hanya berkisar
antara 70-90% (Alnopri 2005). Keberhasilan tersebut menunjukkan tingkat
kompatibilitas sambungan yang lebih baik pada semua kombinasi dibandingkan
dengan hasil penelitian sebelumnya.
Interaksi batang bawah dengan batang atas akan baik jika pembentukan
jembatan kalus antara kedua permukaan sambungan, diferensiasi kalus menjadi
jaringan vaskuler baru dan pembentukan jaringan xilem dan floem sekunder
berjalan dengan baik. Kalus mulai terbentuk sejak hari pertama hingga hari
ketujuh setelah penyambungan. Pembentukan kalus ini dipengaruhi oleh auksin
dan beberapa protein yang disintesis oleh tajuk sehingga pembentukan kalus lebih
didominasi oleh batang atas dibandingkan dengan batang bawah. Zat pengatur
tumbuh seperti auksin dan sitokinin terbukti dapat meningkatkan keberhasilan
penyambungan ketika diaplikasikan pada penyambungan cemara. Penghambatan
jalur translokasi auksin secara basipetal oleh triiodobenzoic acid (TIBA) dapat menghambat pembentukan jaringan vaskuler pada daerah pertautan sambungan.
Tetapi pengaruh TIBA dapat dikurangi dengan me-reaplikasikan auksin sehingga
jaringan vaskuler dapat terbentuk (Hartmann et al. 1997).
Zat pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokinin merupakan faktor endogen
yang sangat berperan dalam komunikasi batang bawah dan batang atas. Secara
teori auksin disintesis pada tajuk dan ditranslokasikan menuju akar sehingga
mempengaruhi pertumbuhan akar (Salisbury & Ross 1995). Hal ini akan
mempengaruhi produksi sitokinin pada akar secara tidak langsung. Pada akhirnya
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Selain itu
komunikasi antar sel juga menentukan terjadinya kontak antara batang bawah dan
batang atas. Pada saat kalus pada daerah pertautan melakukan kontak, dinding sel
melarutkan diri sehingga terbentuk lubang. Plasmalemma masing-masing sel
menyatu dan akhirnya plasmodesmata terbentuk sebagai jalur simplas yang
memungkinkan proses metabolisme pada daerah pertautan berjalan lancar (Sorce
Akumulasi beberapa senyawa fenol seperti Catechin dan Asam p-coumaric
pada bagian atas dan bawah pertautan dapat dijadikan sebagai penanda biokimia
inkompatibilitas suatu sambungan. Catechin bersama peroksidase dapat
mempengaruhi aktivitas IAA sehingga berpengaruh pada proses diferensiasi
jaringan vaskuler (Usenik et al. 2006).
Batang bawah biasanya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tajuk
pada penyambungan tanaman. Aksesi batang bawah JB menunjukkan nilai
rata-rata yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tiga aksesi lainnya (B3, S1,
dan J2) pada pertambahan tinggi batang atas, diameter batang, berat kering tajuk,
dan berat kering akar. Batang bawah berperan penting dalam hal transportasi air,
unsur hara dan zat pengatur tumbuh seperti sitokinin yang diperoduksi pada
bagian akar (Reddy et al. 2003). Pemilihan batang bawah yang tepat merupakan
salah satu pertimbangan penting dalam meningkatkan produksi tanaman (Fassio et
al. 2009).
Beberapa laporan menyebutkan bahwa batang bawah dapat memberikan
pengaruh yang nyata terhadap masa pembungaan apel fuji (Motosugi et al. 1995),
mengontrol pertumbuhan, produksi dan kualitas buah jeruk (Bassal 2009), dan
peningkatan adaptabilitas serta kualitas buah persik (Giorgi et al. 2005).
Hubungan jaringan vaskuler antara batang bawah dan batang atas merupakan
penentu bagi transpor air dan unsur hara. Dengan kata lain bahwa batang bawah
sangat berpengaruh terhadap peningkatan transpor air dan unsur hara bagi
pertumbuhan tanaman hasil penyambungan (Ballesta et al. 2010).
Pertumbuhan dan arsitektur perakaran pada penelitian ini ditentukan oleh
batang bawah terutama pada jumlah fineroot, diameter akar sekunder, panjang
total akar primer dan sekunder, serta bobot basah dan bobot kering akar. Aksesi
batang bawah JB menunjukkan nilai rata-rata yang cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan aksesi B3, S1, dan J2 sehingga pertumbuhan tanaman pada
kombinasi JB lebih baik dibandingkan dengan tiga aksesi lainnya.
Kemampuan adaptasi tanaman hasil sambungan pada daerah kering atau
kekurangan air tergantung pada sifat toleran batang bawah (Wei et al. 2007).
Demikian halnya dengan batang bawah yang dipergunakan pada penelitian ini
(Sutrisna 2010), sehingga semua aksesi batang bawah dapat menopang
pertumbuhan tanaman.
Pada batang bawah yang tidak toleran terhadap lingkungan seperti
temperatur yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan terjadi penghambatan
proses metabolisme dan penurunan kapasitas pertumbuhan (Venema et al. 2008).
Penyambungan tanaman yang sensitif terhadap cuaca dingin dengan memilih
batang bawah yang toleran dapat menyuplai air, unsur hara, dan zat pengatur
tumbuh yang lebih banyak untuk mendukung proses fotosintesis (Schwarz et al.
2010).
Sementara itu batang atas secara terpisah memberikan pengaruh yang
signifikan pada beberapa komponen pertumbuhan seperti pertambahan tinggi
batang atas, jumlah cabang, dan jumlah daun dengan nilai rata-rata pada aksesi
IP3P lebih tinggi dibandingkan dengan aksesi IP3A. Dominasi batang atas dalam
mempengaruhi pertumbuhan tajuk juga terjadi pada penyambungan tanaman apel
khususnya pada ukuran batang, jarak buku, rata-rata pemanjangan tajuk dan
percabangan (Tworkoski et al. 2007).
Jarak pagar merupakan tanaman berbunga majemuk dengan bunga jantan
dan betina terletak pada satu tanaman. Bunga mulai terbentuk pada umur 3-4
bulan setelah tanam dan umumnya terjadi selama musim hujan dengan
perbandingan bunga jantan dan betina berkisar antara 13:1 sampai 29:1 (Achten et
al. 2009). Pembungaan dan produksi pada penelitian ini lebih dipengaruhi oleh
aksesi batang atas dibandingkan dengan aksesi batang bawah. Pembungaan
tanaman menunjukkan bahwa 100% batang bawah yang dikombinasikan dengan
batang atas IP3P mengalami pembungaan. Sementara batang bawah yang
dikombinsikan dengan batang atas IP3A hanya 25% yang berbunga. Waktu
pembungaan tercepat ditunjukkan oleh kombinasi JB/3P (53 HSP) dengan rasio
bunga jantan dan betina terbesar (23:1) dan jumlah buah pertama sebanyak 13
buah/tanaman. Terhambatnya pembungaan pada sebagian besar kombinasi dengan
batang atas IP3A diduga karena tingkat kompatibilitas sambungan yang rendah
sehingga transpor air, unsur hara dan hasil-hasil fotosintesis menjadi terhambat.
Disamping rendahnya tingkat kompatibilitas sambungan pada kombinasi
IP3P pada lahan masam dengan curah hujan tinggi seperti Bogor. Hal tersebut
diperkuat oleh hasil penelitian Lapanjang et al. (2008) bahwa tanaman jarak pagar
ekotipe IP-Asem Bagus (IP3A) lebih cocok pada lahan agak kering sampai kering.
Ekotipe IP-Pakuwon (IP3P) lebih cocok pada lahan basah. Kemampuan
beradaptasi tanaman pada suatu lingkungan juga lebih menentukan pertumbuhan
dan produksi dibandingkan dengan pengaruh kombinasi batang bawah dan batang
atas. Hal ini menjadi parameter penting untuk mempertimbangkan pemilihan
aksesi yang akan dikembangkan (Cantin et al. 2010).
Pengamatan anatomi daerah pertautan tahap pertama 1 BSS memberikan
gambaran bahwa seluruh kombinasi sambungan memperlihatkan pertautan yang
baik kecuali pada aksesi J2. Pada semua kombinasi batang bawah J2 dengan
batang atas IP3A dan IP3P masih terdapat celah yang cukup lebar. Kondisi ini
menyebabkan semua kombinasi tanaman dengan batang bawah J2 mengalami
pertumbuhan yang lebih lamban dibandingkan tiga aksesi lainnya. Aksesi batang
bawah yang dikombinasikan dengan batang atas IP3P mengalami penyatuan
cukup sempurna dengan persentase keberhasilan sambungan mencapai 100%
pada 1 BSP. Sebaliknya, kombinasi batang bawah dengan IP3A sekitar 75%
mengalami penyatuan yang sangat lambat dan masih terdapat celah yang berkisar
antara 63,3 µm – 333,3 µm. Lebar celah yang terbentuk pada daerah pertautan
secara signifikan dipengaruhi oleh aksesi batang bawah. Aksesi JB dan B3
menunjukkan rata-rata celah yang lebih kecil dibandingkan dengan aksesi S1 dan
J2. Pengamatan anatomi ini dapat memberikan informasi tentang tingkat
kompatibilitas sambungan, tetapi belum cukup untuk mengetahui pengaruhnya
secara fisiologis dan biokimia di masa mendatang (Seferoglu et al. 2004).
Berdasarkan pengukuran lebar celah pada I BSP menunjukkan bahwa nilai
celah terbesar berada pada kombinasi sambungan J2/3A sebesar 333,3 µm dan
celah terkecil berada pada kombinasi B3/3P sebesar 60,0 µm. Lebarnya celah
yang masih terdapat pada beberapa sambungan diduga sebagai salah satu
penyebab menurunnya transpor air dan unsur hara dari batang bawah ke batang
atas. Translokasi zat pengatur tumbuh seperti auksin dan hasil-hasil fotosintesis
berupa sukrosa dari tajuk menuju akar melalui jaringan floem juga mengalami
ketidakteraturan dan kerusakan sel sehingga mengubah sistem jaringan floem
pada daerah pertautan. Hal ini dapat mengganggu translokasi fotosintat dari tajuk
menuju akar (Errea 1998). Kurangnya suplai fotosintat dari batang atas ke batang
bawah dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan pada sistem perakaran
(Ballesta et al. 2010).
Hubungan antara batang bawah dan batang atas yang sesuai (kompatibel)
merupakan syarat mendasar bagi pertumbuhan tanaman dan peningkatan transpor
air dan unsur hara yang optimal (Ballesta et al. 2010). Lebarnya celah yang
terbentuk juga menunjukkan pembentukan jembatan kalus yang sangat lamban
sehingga proses pembentukan kambium dan jaringan vaskuler baru menjadi
terhambat. Tirtawinata (2003) melaporkan bahwa proses diferensiasi kalus
menjadi kambium pada penyambungan manggis belum selesai pada sebagian
besar sambungan setelah tiga bulan dari waktu penyambungan. Diferensiasi
jaringan floem yang rendah di bagian bawah pertautan dapat menyebabkan
kurangnya translokasi zat pengatur tumbuh, karbohidrat, dan faktor penting
lainnya seperti sukrosa (Hartmann et al. 1997). Hal ini sejalan dengan beberapa
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa rendahnya pembentukan kalus
atau posisi kalus yang tidak tepat antara batang bawah dan batang atas dapat
mengakibatkan defoliasi, penurunan pertumbuhan batang atas dan rendahnya daya
hidup tanaman yang disambung (Oda et al. 2005; Johkan et al. 2009).
Sambungan yang tidak sesuai (inkompatibel) dapat menyebabkan
pertumbuhan batang atas menjadi rendah. Hal ini terkait dengan rendahnya
transpor air dan unsur hara dari batang bawah ke batang atas sehingga
menyebabkan tanaman menjadi layu, bahkan dapat menyebabkan kematian pada
inkompatibilitas yang ekstrim. Inkompatibilitas sambungan ini dapat terjadi pada
fase awal pada saat pembentukan jaringan vaskuler antara kedua permukaan
sambungan. Gejala itu juga dapat terlihat pada fase tanaman memasuki masa
pembungaan dan produksi karena kebutuhan air dan unsur hara pada fase ini lebih
besar dibandingkan dengan fase vegetatif (Ballesta et al. 2010). Inkompatibilitas
dapat juga terlihat setelah beberapa tahun kemudian sampai 20 tahun setelah
penyambungan seperti pada Konifer dan Oaks (Hartmann et al. 1997; Oraguzie et
Inkompatibilitas sambungan dapat terjadi karena perbedaan respon fisiologi
antara kedua bagian tanaman, transmisi virus pada daerah pertautan, dan kelainan
anatomi jaringan pembuluh. Gejala inkompatibilitas dapat diindikasikan dengan
kegagalan penyambungan yang tinggi, perontokan daun, penurunan pertumbuhan
vegetatif, pertumbuhan yang tidak seimbang antara batang bawah dan batang atas,
terjadi keretakan pada pertautan sambungan, dan kematian tanaman yang lebih
cepat (Hartmann et al. 1997).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perbedaan tingkat kompatibilitas yang diindikasikan oleh adanya keretakan
atau celah pada daerah pertautan sambungan yang bervariasi. Celah terkecil
terdapat pada kombinasi B3/3P (60,0 µm) dan celah terbesar terdapat pada
kombinasi J2/3A (333,3 µm). Perbedaan tingkat kompatibilitas sambungan ini
berdampak pada laju pertumbuhan dan produksi tanaman.
Aksesi batang atas IP3P mempunyai tingkat kompatibilitas yang lebih tinggi
dibanding IP3A pada semua kombinasi batang bawah yang diujikan.
Berdasarkan kombinasi antara batang bawah dan batang atas, maka
sambungan yang kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3P, B3/3P, S1/3P, J2/3P,
B3/3A, dan S1/3A yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai kombinasi potensial
untuk memacu produksi tanaman jarak pagar pada lahan masam. Sedangkan
sambungan yang tidak kompatibel terdapat pada kombinasi JB/3A dan J2/3A.
Saran
Perlu dilakukan uji multi lokasi terhadap kombinasi-kombinasi potensial
yang telah dihasilkan pada lahan-lahan marginal khususnya lahan masam.
Agar dilakukan pengamatan produksi jarak pagar hasil penyambungan
DAFTAR PUSTAKA
Achten WMJ, Verchot L, Franken YJ, Mathijs E, Singh VP, Aerts R, Muys B. 2008. Jatropha bio-diesel production and use: a Review. Biomass and Bioenergy 32:1063-1084.
Alnopri. 2005. Penampilan dan evaluasi heterosis sifat-sifat bibit pada kombinasi sambungan kopi arabika. J Akta Agros 8:1:25-29.
Aloni B, Cohen R, Karni L, Aktas H, Edlestein M. 2010. Hormonal signaling in rootstock-scion interactions. Sci Hort 127:119-126.
Ballesta MCM, López CA, Muries B, Cadenas CM, Carvajal M. 2010.
Physiological aspects of rootstock–scion interactions: a Review. Scia Hort
127:112–118.
Bassal MA. 2009. Growth, yield and fruit quality of ‘Marisol’ clementine grown on four rootstocks in Egypt. Sci Hort 119:132–137.
Berchmans HJ, Hirata S. 2008. Biodiesel production from crude Jatropha curcas
L seed oil with a high content of free fatty acid. Biores Technol 99:716-721.
Biles CL, Marthyn RD, Wilson HD. 1989. Isozyms and general protein from various water melon cultivar and tissue type. Hort Sci 24:810-812.
Canti´n CM, Pinochet J, Gogorcena Y, Moreno MA. 2010. Growth, yield and fruit quality of ‘Van’ and ‘Stark Hardy Giant’ sweet cherry cultivars as
influenced by grafting on different rootstocks. Sci Hort 123 : 329–335.
Chung HD, Choi YJ. 2002. Growth responses on frying soil EC selection of salt-tolerant rootstock of tomato (Licopersicon spp). J Kor Soc HortSci 43:536-544.
Colla G, Rouphael Y, Cardarelli M, Salerno A, Rea E. 2010. The effectiveness of grafting to improve alkalinity tolerance in watermelon. Environ Exper Bot
68:283-291.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Budidaya jarak pagar untuk sumber energi masa depan. Warta Penel dan Pengem Pertanian. 28:4:0216-4427.