LAPORAN TUGAS AKHIR
PROSEDUR PEMOTONGAN, PEMBAYARAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PETUGAS
DINAS LUAR ASURANSI DI ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912 CABANG MUARA BUNGO
O L E H
Nama : Ayu Retno Anggraini
NIM : 102600004
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN OLEH :
Nama : Ayu Retno Anggraini
NIM : 102600004
Program Studi : Diploma III Administrasi Perpajakan
Judul : Prosedur Pemotongan, Pembayaran Dan Pelaporan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Petugas Dinas Luar
Asuransi Di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang
Muara Bungo
Ketua Jurusan PRODIP. III Administrasi Perpajakan
(Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si)
Supervisor Lapangan
(Suroto, SE) (Suroto, SE) Ketua Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan
Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si NIP : 195608311986011001
Dosen Pembimbing
Harmaini Hasan, SH, MM NIP : 060018639
Dekan
Supervisor Lapangan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
kemudahan dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Sesungguhnya tidak
akan menjadi mudah sesuatu yang sulit jika bukan karena Dia yang
memudahkannya. Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
Judul yang diambil penulis adalah “Prosedur Pemotongan, Pembayaran dan
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo” .
Pepatah mengatakan “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, begitu pula
dengan Laporan Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan
penyusunan masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan
dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari
pembaca sangat diharapkan untuk hasil yang lebih baik pada masa yang akan
datang.
Selama melakukan penulisan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini,
penulis banyak menerima dorongan dan bimbingan. Oleh karena itu penulis ingin
1. Kedua orang tua yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun
materil sampai saat ini, memberikan nasihat, motivasi dan yang tak kalah
penting adalah doa orang tua yang selalu mengiringi penulis.
2. Bapak Harmaini Hasan selaku Dosen Pembimbing yang telah
membimbing penulis sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
4. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program
Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Para Dosen Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan ilmunya kepada mahasiswa, semoga ilmu yang disampaikan
bermanfaat dan menjadi amal jariyah.
6. Bapak Darlis selaku Kepala Cabang Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera
1912 Cabang Muara Bungo yang telah memberikan izin kepada penulis
untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri di perusahaan ini.
7. Bapak Suroto, SE selaku supervisor yang telah memberikan bimbingan
8. Teman-temanku Kak Linir Agustin, Jenny Yelina Rambe, Wirdha Rahmah
Siagian, Suraiya Balatif, Dwi Amalia Putri, dan lainnya yang tidak
mungkin disebut satu persatu. Semoga Allah swt. senantiasa memberikan
jalan keluar atas masalah yang kita hadapi dalam perjalanan hidup menuju
kesuksesan dan mudah-mudahan kita semua bisa menjadi anak-anak yang
membahagiakan orang tua tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat
kelak.
Akhirnya penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.
Medan, Juli 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang PKLM ... 1
B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 4
C. Uraian Teoritis... 5
D. Ruang Lingkup PKLM ... 8
E. Metode PKLM... 8
F. Metode Pengumpulan Data ... 9
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 10
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM ... 12
A. Sejarah Umum AJB Bumiputera 1912 ... 12
B. Sejarah AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 15
C. Struktur Organisasi ... 16
D. Uraian Tugas Pokok ... 18
F. Jenis-jenis Produk Asuransi ... 23
G. Tingkat Kesadaran Masyarakat Kabupaten Bungo Terhadap Asuransi ... 31
BAB III GAMBARAN DATA ... 34
A. Dasar Hukum PPh Pasal 21 ... 34
B. Pengertian PPh Pasal 21 dan Penghasilan ... 36
C. Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... 37
D. Status Petugas Dinas Luar Asuransi Dalam Perpajakan ... 39
E. Objek dan Bukan Objek PPh Pasal 21 ... 41
F. Pemotong PPh Pasal 21 ... 43
G. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21... 45
H. Penghasilan Tidak Kena Pajak ... 46
I. Tarif PPh Pasal 21 ... 48
J. Penghitungan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai ... 48
K. Komponen Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi ... 53
L. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 55
M. Hak dan Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 ... 60
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI ... 65
A. Prosedur Pemotongan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo ... 65
B. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi ... 66
C. Prosedur Pembayaran PPh Pasal 21 di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 71
D. Prosedur Pelaporan PPh Pasal 21 di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 72
E. Data Pemenuhan Kewajiban PPh Pasal 21 AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 73
F. Masalah Perpajakan di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76
A. Kesimpulan... 76
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
1. Persentase Perbandingan Jumlah Nasabah dengan Jumlah
Penduduk Muara Bungo ... 32
2. Perkembangan Pencapaian AJB Bumiputera 1912 Cabang
Muara Bungo ... 33
3. Penghitungan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi yang
Bersifat Berkesinambungan dan Memiliki NPWP ... 51
4. Penghitungan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi yang
Bersifat Berkesinambungan dan Tidak Memiliki NPWP ... 52
5. Penghitungan Komisi Petugas Dinas Luar Asuransi ... 67
6. Penghitungan Sumbangan Uang Jalan Petugas Dinas Luar Asuransi ... 68
7. Daftar Pembayaran THR Petugas Dinas Luar AJB Bumiputera 1912 Cabang
Muara Bungo Tahun 2012 Unit : DGO/Sumarni ... 70
8. Data Pemenuhan Kewajiban PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar
AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo Periode
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang PKLM
Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, dibutuhkan dana yang
tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang
dimiliki suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun kontribusi dari
masyarakat. Pajak merupakan kontribusi masyarakat kepada negara berdasarkan
kemampuan (daya pikul) masing-masing yang dapat dipaksakan untuk membiayai
kegiatan pemerintah dan pembangunan secara langsung dengan pajak yang telah
dibayarnya.
Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan
semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan semakin menurunnya
peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara. Harapan ini tumbuh
dari kesadaran pemerintah bahwa minyak dan gas bumi mempunyai keterbatasan
sebagai sumber daya, yaitu tidak dapat diperbarui lagi dan harga jual minyak dan
gas bumi di pasar dunia berfluktuasi, serta adanya keinginan pemerintah untuk
meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan dan
pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak (Diaz Priantara
Di Indonesia terdapat beberapa jenis pajak, salah satunya adalah Pajak
Penghasilan Pasal 21. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36
Tahun 2008 Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh
Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.
Salah satu penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah Petugas
Dinas Luar Asuransi.
Pesatnya perkembangan perasuransian pada saat ini mendorong setiap
perusahaan asuransi bersaing secara ketat serta menuntut pegawai mereka untuk
bekerja dengan baik dan maksimal dalam pencapaian target. Salah satu
perusahaan asuransi adalah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang
memiliki cabang di seluruh Indonesia.
Orang-orang yang bekerja di AJB Bumiputera 1912 dibedakan atas dua
macam, yaitu Pegawai Dinas Dalam dan Petugas Dinas Luar Asuransi. Petugas
Dinas Luar Asuransi bertugas menjaring masyarakat untuk dijadikan pemegang
polis, ia merupakan awal penggerak untuk memajukan perusahaan. Mengenai
sistem penggajian Petugas Dinas Luar Asuransi, penghasilan yang mereka peroleh
berupa komisi dari berapa banyak produk asuransi yang terjual. Jadi semakin
banyak produk yang terjual, semakin tinggi penghasilan atau bonus yang
Dalam hal ini, perusahaan asuransi sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas
penghasilan yang diterima Petugas Dinas Luar Asuransi sangat diharapkan dapat
bekerja sama dengan pemerintah khusunya Direktorat Jenderal Pajak untuk
mengumpulkan dana dari masyarakat melalui pajak. Bentuk kerja sama ini antara
lain menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik seperti memotong,
membayar, dan melaporkan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransinya.
Namun, dalam praktik masih terdapat beberapa permasalahan akibat
pemahaman yang kurang mengenai peraturan perpajakan. Pertama, dalam proses
menghitung pajak yang masih salah, jika lebih besar dari yang seharusnya maka
pegawai akan dirugikan, jika sebaliknya maka negara yang dirugikan. Kedua,
menurut Indrajaya Burnama (Indonesian Tax Review 2013 : 33) kesalahan juga
terjadi pada saat membayar pajak, seperti kesalahan dalam mengisi nama Wajib
Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyetor, kesalahan mengisi Kode
Akun Pajak, Kode Jenis Setoran, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak serta
kesalahan membayar jumlah pajak yang lebih besar dari jumlah yang seharusnya
terutang.
Mengetahui permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melaksanakan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri di Kantor AJB Bumiputera 1912 dengan
mengambil judul “Prosedur Pemotongan, Pembayaran, dan Pelaporan Pajak
B. Tujuan dan Manfaat PKLM 1. Tujuan
1.1.Untuk mengetahui prosedur pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan
Petugas Dinas Luar Asuransi di Asuransi Jiwa Bersama (AJB)
Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo.
1.2.Untuk mengetahui prosedur pembayaran PPh Pasal 21 atas penghasilan
Petugas Dinas Luar Asuransi yang dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912
cabang Muara Bungo.
1.3.Untuk mengetahui prosedur pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan
Petugas Dinas Luar Asuransi yang dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912
cabang Muara Bungo.
1.4.Untuk mengetahui apakah prosedur pemotongan, pembayaran, dan
pelaporan PPh Pasal 21 atas Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB
Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo sesuai dengan peraturan
perpajakan yang berlaku.
2. Manfaat
2.1.Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan peraturan perpajakan
yang telah dibuat pemerintah terutama yang berhubungan dengan
b. Mengukur kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam
menghadapi situasi dunia kerja yang sebenarnya.
c. Mendorong mahasiswa untuk lebih mengasah kemampuan agar
dapat menjadi tenaga ahli perpajakan siap pakai.
2.2.Untuk Perusahaan
a. Meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam menjalankan peraturan
perpajakan yang berlaku.
b. Sebagai acuan merekrut tenaga kerja pada masa yang akan datang.
c. Mempromosikan perusahaan kepada Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan.
2.3.Untuk Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU
a. Menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan.
b. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
kurikulum pada masa yang akan datang.
c. Mempromosikan Program Studi Diploma III Administrasi
Perpajakan FISIP USU kepada pihak luar.
C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2009 : 1) pajak adalah iuran wajib
dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum
dan Tatacara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
Pajak memiliki dua fungsi yaitu :
2.1.Fungsi Pendanaan (budgetair), artinya pajak sebagai sumber dana
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2.2.Fungsi Mengatur (regulerend), artinya pajak sebagai alat untuk mengatur
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
3. Pengelompokan Pajak 3.1.Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
3.2.Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya,
dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan
keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah.
3.3.Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
b. Pajak Daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran,
dan sebagainya.
D. Ruang Lingkup PKLM
Praktik Kerja Lapangan Mandiri di Kantor AJB Bumiputera Cabang Muara
Bungo ini khususnya dilakukan di bagian Unit Administrasi dan Keuangan, untuk
memperoleh data mengenai prosedur pemotongan, pembayaran, dan pelaporan
PPh Pasal 21 atas Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi.
E. Metode PKLM 1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini mahasiswa melakukan persiapan untuk melaksanakan
Praktik Kerja Lapangan Mandiri, seperti membuat proposal, pengajuan
tempat praktik, pemberian dosen pembimbing, permohonan surat
jalan/permohonan dari fakultas, dan sebagainya.
2. Studi Literatur
Mengumpulkan dan mempelajari buku-buku dan sumber lain yang valid
3. Observasi Lapangan
Melakukan pengamatan langsung pada objek praktik untuk mengetahui
bagimana prosedur bendaharawan memotong, membayar, dan
melaporkan PPh Pasal 21 atas penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi.
4. Pengumpulan Data
Untuk mendukung laporan akhir praktik nantinya, penulis
mengumpulkan data yang berkaitan dengan judul praktik ini melalui
metode observasi, wawancara dengan pihak yang terkait, dan
dokumentasi arsip-arsip yang dibutuhkan.
5. Analisis dan Evaluasi
Setelah memperoleh data dan keterangan, penulis akan melakukan proses
analisis agar data dapat diberi arti yang berguna dalam mengevaluasi
masalah yang terjadi secara objektif, jelas, dan sistematis.
F. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi
Pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung
ke AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo dengan tujuan
memperoleh informasi yang lebih jelas dan akurat tentang apa yang
2. Wawancara
Dialog yang dilakukan oleh pewawancara dengan pihak yang terkait
untuk memperoleh data atau informasi. Hal ini dilakukan agar data yang
diperoleh benar-benar akurat dan memiliki kesamaan persepsi dengan
yang ditafsirkan penulis.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan cara mengutip dokumen AJB Bumiputera
1912 cabang Muara Bungo yang dibutuhkan dalam menyusun laporan
akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM BAB I : Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM, metode
PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan
laporan PKLM.
BAB II : Gambaran Umum Lokasi PKLM
Menguraikan sejarah singkat perusahaan, tugas pokok
BAB III : Gambaran Data
Menguraikan peraturan perpajakan dan teori-teori yang
berkaitan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21.
BAB IV : Analisis dan Evaluasi Data
Berisi analisis dan evaluasi data mengenai prosedur
pemotongan, pembayaran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas
penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB Bumiputera
1912 cabang Muara Bungo.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Memaparkan kesimpulan mengenai objek yang diteliti serta
saran-saran yang bermanfaat untuk pelaksanaan perpajakan
perusahaan yang lebih baik pada masa yang akan datang.
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
A. Sejarah Umum Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 merupakan perusahaan
asuransi jiwa nasional yang pertama dan tertua di Indonesia. Perusahaan asuransi
ini didirikan di Magelang pada 12 Februari 1912 dengan nama Onderlinge
Levensverzekering Maatschapitj PGHB (bahasa Belanda) disingkat dengan O.L
Mij. PGHB atau lebih dikenal dengan bahasa Inggrisnya Mutual Life Insurance
(Asuransi Jiwa Bersama). O.L Mij PGHB didirikan berdasarkan keputusan dalam
sidang pada Kongres Perserikatan Guru-Guru Hindia Belanda (PGHB) yang
pertama di Magelang, saat itu pesertanya hanya terbatas pada kalangan guru-guru
saja. Para peserta kongres pun menyambut positif. Jumlah peserta yang terdaftar
sebagai anggota O.L Mij. PGHB pada saat itu baru 5 orang.
Karena perusahaan ini dibentuk oleh para guru, maka pengurusnya untuk
pertama kali hanya terdiri dari tiga orang pengurus PGHB yang terdiri dari :
1. Dwidjosewojo sebagai Presiden Komisaris.
2. Karto Hadi Soebroto sebagai Direktur.
3. Adimidjojo sebagai Bendahara.
Pada mulanya perusahaan hanya melayani para guru sekolah Hindia
umum. Dengan bertambahnya anggota, maka para pengurus sepakat untuk
mengubah nama perusahaannya. Berdasarkan Rapat Anggota Pemegang Polis di
Semarang, November 1914, nama O.L Mij. PGHB diubah menjadi O.L Mij.
Boemi Poetra.
Pada tahun 1942 ketika Jepang berada di Indonesia, nama O.L Mij Boemi
Poetra yang menggunakan bahasa asing segera diganti. Maka pada tahun 1943
O.L Mij Boemi Poetra kembali diubah namanya menjadi Perseroan
Pertanggungan Djiwa (PTD) Boemi Poetra, yang merupakan satu-satunya
perusahaan asuransi jiwa nasional yang tetap bertahan. Tahun 1921 perusahaan
pindah ke Yogyakarta. Lalu pada tahun 1934 perusahaan memperluas jaringan
dengan membuka cabang-cabang di Bandung, Jakarta, Surabaya, Palembang,
Medan, Pontianak, Banjarmasin, dan Ujung Pandang. Karena dirasa kurang
memiliki rasa kebersamaan, maka pada tahun 1953 PTD Boemi Poetra
dihapuskan. Hingga saat ini dikenal dengan nama Asuransi Jiwa Bersama (AJB)
di depan nama Bumiputera 1912 yang merupakan bentuk badan hukum.
Dengan semakin berkembangnya perusahaan, maka pada tahun 1958 secara
bertahap kantor pusat dipindahkan ke Jakarta dan pada tahun 1959 secara resmi
kantor pusat AJB Bumiputera berdomisili di Jakarta.
Selama lebih dari seratus tahun, Bumiputera tidak lepas dari pasang surut.
Sejarah Bumiputera sekaligus mencatat perjalanan bangsa Indonesia, termasuk
ini dan bencana paling hangat multikrisis yang dimulai pada pertengahan tahun
1997. Bumiputera juga menyaksikan tumbuh, berkembang, dan tumbangnya
perusahaan sejenis yang tidak sanggup menghadapi ujian zaman karena
persaingan atau badai krisis.
Yang membedakan AJB Bumiputera 1912 dengan perusahaan asuransi
lainnya sekaligus menjadi kekuatan asuransi ini adalah bahwa pemegang polis
yang menjadi para pemegang saham. Jadi perusahaan tidak berbentuk Perseroan
Terbatas, sehingga resiko dalam usaha dipikul bersama oleh para peserta sendiri
sebagai pemilik perusahaan. Bentuk Badan Mutual ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasl 7 ayat 1.
Kondisi ini membuat struktur organisasi Bumiputera berbeda dengan
kebanyakan perusahaan sejenis karena level tertingginya tidak hanya mencakup
direksi dan komisaris tetapi juga Badan Perwakilan Anggota (BPA). Hal ini
karena premi yang diberikan kepada perusahaan sekaligus dianggap sebagai
modal. Badan perwakilan para pemegang polis ikut serta menentukan garis-garis
besar haluan perusahaan, memilih dan mengangkat direksi, dan ikut serta
mengawasi jalannya perusahaan.
Sejak berdiri, AJB Bumiputera 1912 selalu berhasil membayar klaim
nasabahnya. Dengan dukungan lebih dari 26.000 tenaga pemasaran yang tersebar
lebih di 450 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, Bumiputera
Dalam perkembangannya sampai saat ini, AJB Bumiputera 1912 sudah
mempunyai anak perusahaan/yayasan yaitu :
1. Bumida Bumiputera (Asuransi Kerugian)
2. PT Wisma Bumiputera (Properti)\
3. PT Mardi Mulyo (Penerbitan dan Percetakan)
4. PT Eurasia Wisata (Tour dan Travel)
5. PT Informatics OASE ( Teknologi Informasi)
6. PT Bumi Wisata (Perhotelan : Bumi Wiyata Hotel-Depok, Hyatt
Regency-Surabaya)
7. PT Bumiputera Mitrasarana (Jasa Konstruksi)
8. Yayasan Bumiputera Sejahtera (Pengelola Kesejahteraan Karyawan)
9. Dana Pensiun Bumiputera (Pengelola Dana Pensiun Karyawan)
10.Bumiputera Capital Indonesia
B. Sejarah AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo
AJB Bumiputera 1912 telah beroperasi di Muara Bungo sejak tahun 1975.
Pada saat itu AJB Bumiputera 1912 belum berbentuk kantor cabang, namun masih
berbentuk Unit Pembantu Pos Pemasaran dari Kantor Pemasaran di Muara Bulian,
seiring bertambahnya portofolio nasabah yang ikut asuransi di Muara Bungo, pada
tahun 1978 statusnya meningkat menjadi Kantor Rayon. Barulah pada bulan
C. Struktur Organisasi AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
Organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang yang bekerja sama
sebagai usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam sebuah
organisasi, orang-orang di dalamnya memiliki tugas, wewenang dan tanggung
jawab sesuai dengan jabatannya. Gambaran sistematis mengenai kedudukan dan
hubungan kerja dituangkan dalam sebuah struktur organisasi.
Struktur organisasi diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan antarbagian
berdasarkan susunan tingkat hirarki. Dengan adanya struktur organisasi
diharapkan dapat tercapainya komunikasi, koordinasi dan integrasi secara efisien
dan efektif dari segenap kegiatan organisasi baik vertikal maupun horizontal.
Pada dasarnya struktur organisasi tergantung besar dan jenis organisasi serta
tingginya tingkat kerumitan dalam operasional organisasi. Berikut struktur
S tr u k tu r O r gan is as i A JB Bu mi p u te r
a 1912 C
ab an g M u ar a Bu n go S um be r : A JB B um iput er
a 1912 C
D. Uraian Tugas Pokok 1. Kepala Cabang
Pimpinan tertinggi di kantor AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
dipegang oleh Kepala Cabang yang memimpin dan mengelola kegiatan Kantor
Cabang asuransi jiwa perorangan AJB Bumiputera 1912. Berikut beberapa tugas
dari Kepala Cabang :
a. Memimpin organisasi yang ada di kantor cabang.
b. Bertanggung jawab penuh atas segala aktivitas yang dilakukan baik oleh
dinas dalam yaitu bagian administrasi dan keuangan, Petugas Dinas Luar
Asuransi, maupun bagian pemasaran produk ke masyarakat.
2. Kepala Unit Administrasi Keuangan
a. Mengawasi seluruh aktivitas yang ada di kantor cabang baik yang bersifat
administrasi maupun keuangan.
b. Mengesahkan dan mengoreksi seluruh transaksi.
3. Kasir
a. Menerima uang masuk dan uang keluar
b. Menerima setoran premi
c. Menyusun seluruh berkas untuk dilaporkan kepada pengawas intern
4. Layanan I
Bagian Layanan I atau biasa disebut bagian produksi bertugas untuk :
a. Memeriksa kelengkapan Surat Permintaan bagi nasabah baru
b. Mengentri Surat Permintaan
c. Menghitung kebenaran provisi
d. Mengarsip seluruh dokumen yang menyangkut dengan Surat Permintaan
sampai dengan tercetaknya polis.
e. Menyampaikan polis yang sudah keluar kepada pemegang polis tersebut atau
kepada Mitra Kerja.
5. Layanan II
Bagian Layanan II disebut juga dengan Bagian Pinjaman Polis (PJ Pol) dan
Klaim. Tugasnya adalah melayani pengajuan klaim dan pinjaman dari nasabah.
Adapun jenis-jenis klaim yang dikeluarkan seperti :
a. Klaim Habis Kontrak
b. Klaim Meninggal Dunia
c. Klaim Harga Tunai
d. Klaim Kesehatan
e. Klaim Kecelakaan
6. Agen Koordinator/Supervisor
Agen Koordinator adalah agen yang mempunyai kewajiban pokok melakukan
pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap Agen Ordinary dan Agen
Produksi yang berada di bawah koordinasinya. Agen Koordinator minimal
membawahi 10 orang agen, dengan jumlah Agen Ordinary minimal 1 orang dan
Agen Produksi sebanyak-banyaknya.
7. Agen Ordinary (Pengutip)
Agen Ordinary bertugas mengelola portofolio polis dengan kewajiban pokok
melakukan kegiatan pengutipan premi dan pelayanan terhadap pemegang polis
dibawah pengawasan dan koordinasi Agen Koordinasi.
8. Agen Produksi
Agen Produksi adalah agen yang mempunyai kewajiban pokok melakukan
kegiatan penutupan produksi baru asuransi jiwa sesuai dengan segmen pasarnya.
E. Visi dan Misi AJB Bumiputera 1912 1. Visi dan Misi Korporat
Visi
Menjadikan AJB Bumiputera 1912 sebagai perusahaan asuransi jiwa
terkemuka di Indonesia.
Misi
a. AJB Bumiputera 1912 turut berperan serta dalam pembangunan bangsa
dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui jasa asuransi jiwa.
b. AJB Bumiputera 1912 senantiasa menyediakan produk yang inovatif,
berkualitas tinggi dan nilai tambah yang optimal kepada pemegang polis.
c. AJB Bumiputera 1912 senantiasa mengadakan pelatihan dan pendidikan
serta peningkatan profesionalisme bagi karyawan dan karyawati dengan
kompensasi yang sebanding dengan prestasi sekaligus memperbaiki
kesejahteraannya.
2. Visi dan Misi Direktorat Pemasaran Visi
Menjadikan Direktorat Pemasaran sebagai pilar utama terwujudnya AJB
Misi
Mewujudkan pertumbuhan market share dan profit melalui :
a. Produk yang kompetitif
b. Sistem yang memadai
c. SDM Pemasaran yang berkualitas
d. Implementasi budaya “Bumiputera”
3. Visi dan Misi Divisi Asuransi Perorangan (Asper) Visi
Menjadikan Divisi Asper sebagai organisasi pemasaran “SEHATI” (Sehat,
Kuat dan Sinergi) untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan market share
dan profit.
Misi
Mewujudkan pertumbuhan bisnis yang sehat dan organisasi yang kuat dengan
cara :
a. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, bisnis dan pelayanan.
F. Jenis-jenis Produk Asuransi
Berikut beberapa produk asuransi yang ditawarkan AJB Bumiputera 1912 :
1. Eka Waktu Ideal Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Kontrak maksimal 20 tahun dan minimal 5 tahun.
c. Premi minimal Rp 150.000 per tahun.
d. Dapat ditambah dengan Rider Kecelakaan.
e. Jika dibayar tahunan ada reduksi 2 % x Premi.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai kontrak asuransi berakhir maka akan
dibayarkan sejumlah premi yang disetorkan ditambah Reversionary Bonus
(RB).
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi akan dibayarkan
Uang Pertanggungan (UP) dan asuransi berakhir.
2. Mitra Beasiswa Berencana Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Lama kontrak tergantung umur anak saat masuk (maksimal 17 tahun).
d. Dapat ditambah dengan Rider Kecelakaan.
Manfaat
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi, akan dibayarkan UP +
RB dan Dana Tahapan :
Saat Masuk TK = 5 % x UP
Saat Masuk SD = 10 % x UP
Saat Masuk SMP = 20 % x UP
Saat Masuk SMA = 30 % x UP
Saat Masuk PT = 40 % x UP
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi, akan dibayarkan UP
pada saat meninggal, Dana tahapan sesuai dengan ketentuan dan polis
menjadi bebas premi.
3. Mitra Melati Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Kontrak maksimal 10 tahun minimal 5 tahun
c. Premi minimal Rp 1.000.000 per tahun
d. Investasi digaransi 4,5 %
e. Karena berbentuk investasi maka tidak dapat ditambah dengan Rider
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan
akumulasi dana akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan
dibayarkan UP + Akumulasi Dana pada saat itu.
4. Mitra Permata Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah yang berbentuk investasi.
b. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun.
c. Premi minimal Rp 2.000.000
d. Investasi digaransi 4,5 %
e. Dapat ditambah dengan Rider Kecelakaan Resiko A.
f. Pada dasarnya adalah premi tunggal tapi bisa ditambah minimal Rp 500.000
dengan kelipatan Rp 100.000.
g. UP = 1 : 1,25 s/d 1 : 5 dari premi.
h. Saldo minimal Rp 250.000
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi, maka akan dibayarkan
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan
dibayarkan UP + Nilai Tunai pada saat itu.
c. Nilai Tunai dapat diambil maksimal 50% dari Harga Tunai pada tahun ke-3.
Maksimal pengambilan 3x dalam setahun, dengan jarak 3 bulan.
5. Mitra Sehat Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah yang berbentuk investasi.
b. Kontrak maksimal 10 tahun dan minimal 5 tahun.
c. UP minimal Rp 50.000.000.
d. Investasi digaransi 4,5%.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan
Akumulasi Dana Akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan
dibayarkan UP + Akumulasi Dana pada saat klaim.
c. Jika tertanggung sakit dalam masa asuransi dan rawat inap di rumah sakit
setelah polis berjalan minimal 6 bulan maka akan dibayarkan Dana Rawat
Inap sebesar 3‰ x UP dihitung hari ke-3, yang dibayarkan maksimal 90 hari
6. Mitra Cerdas Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Kontrak tergantung umur anak saat masuk maksimal 17 tahun.
c. UP minimal Rp 50.000.000
d. Investasi digaransi 4,5% per tahun.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan
UP + Selisih Hasil Pengembangan Dana.
b. Dana Tahapan sesuai dengan ketentuan :
Saat masuk SD, 6 tahun = 25% x UP
Saat masuk SMP, 12 tahun = 25% x UP
Saat masuk SMU, 15 tahun = 25% x UP
Saat masuk PT, 18 tahun = 25% x UP
c. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi akan dibayarkan UP +
Akumulasi Dana pada saat meninggal, Dana Tahapan Belajar sesuai dengan
ketentuan dan polis menjadi bebas premi.
7. Mitra Guru Ciri-ciri :
b. Kontrak berakhir pada saat guru berumur 60 tahun.
c. Lama kontrak = 60 tahun dikurangi umur saat masuk.
d. Hanya dijual pada guru.
e. Premi minimal Rp 100.000/bulan
f. Investasi digaransi 4,5% per tahun.
g. Uang Pertanggungan naik 20% setiap tahun.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir masa asuransi (pensiun) maka akan
dibayarkan Akumulasi Dana Akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan
dibayarkan UP yang sudak naik 20% setiap tahun + Akumulasi Dana pada
saat klaim.
8. Mitra Dana Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah yang berbentuk investasi.
b. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun.
c. Premi tunggal minimal 5 tahun.
d. Investasi digaransi 4,5%.
e. Diberikan reduksi :
Jika premi Rp 500.000.000 – Rp 750.000.000 = 7,5%
Jika premi > Rp 750.000.000 = 10%
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan
Akumulasi Dana Akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka dibayarkan
100% UP + Akumulasi Dana pada saat meninggal.
9. Mitra Prima Ciri-ciri :
a. Dijual dengan kurs dolar.
b. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun.
c. Premi minimal $100 disetahunkan.
d. Bisa ditambah dengan Rider Kecelakaan.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir masa kontrak asuransi maka akan
dibayarkan UP + Reversionary Bonus (RB).
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan
10. Mitra Pusaka Ciri-ciri :
a. Dijual dengan standar kurs dolar berbentuk investasi.
b. Cara bayar tunggal.
c. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun.
d. Premi minimal $200 dan bisa ditambah sewaktu-waktu minimal $100 atau
kelipatan $100.
e. Bisa ditambah dengan Rider Kecelakaan Resiko A.
f. UP meninggal dibanding dengan premi 1 : 1 s/d 1 : 5
g. Saldo minimal $100.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan
Akumulasi Dana Akhir.
b. Harga Tunai dapat diambil setelah polis berjalan 1 tahun, maksimal 50% dari
NT dengan pengambilan maksimal 3 kali dalam setahun.
c. Jika tertanggung meninggal dalam masa asuransi maka akan dibayarkan UP +
Akumulasi Dana pada saat meninggal dan asuransi berakhir.
11. Mitra Utama Ciri-ciri :
b. Cara bayar tunggal.
c. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun.
d. Pembayaran premi minimal $5000.
e. Penambahan premi minimal $1000 atau kelipatan $100.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan
Akumulasi Dana Akhir.
b. Dapat biaya perawatan di rumah sakit 2‰ x UP per hari maksimal 90 hari
dalam setahun yang dihitung hari ke-3.
c. Penarikan Harga Tunai 50% maksimal 3 kali dalam setahun dengan jarak
pengambilan minimal 3 bulan.
d. Jika tertanggung meninggal dunia pada saat masa asuransi maka akan
dibayarkan 100% x UP (jika tertanggung meninggal dunia di rumah sakit
biasa) dan 200% x UP (sesuai kelipatan) + Nilai Tunai (jika tertanggung
meninggal karena kecelakaan dan asuransi berakhir).
G. Tingkat Kesadaran Masyarakat Kabupaten Bungo Terhadap Asuransi Tingkat kesadaran masyarakat Kabupaten Bungo akan jaminan hidup di
masa depan dengan cara ikut menjadi pemegang polis AJB Bumiputera 1912
cabang Muara Bungo dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah penduduk
cabang Muara Bungo. Target pencapaian per bulan adalah sebesar 105 pemegang
[image:41.595.108.522.224.375.2]polis atau sebanyak 1260 per tahun.
Tabel 2.1
Persentase Perbandingan Jumlah Nasabah dengan Jumlah Penduduk Kabupaten Bungo
Tahun
Jumlah Penduduk
Jumlah
Nasabah Pertambahan
Persentase Masyarakat Kabupaten
Bungo yang aktif
Nasabah per
tahun yang Ikut Asuransi
akhir 2012 343.872 6.981 575 2,03%
akhir 2011 310.737 6.406 1.192 2,06%
akhir 2010 303.135 5.214 936 1,72%
akhir 2009 271.625 4.278 1,57%
Sumber :
Jumlah Penduduk Kabupaten Bungo : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Jumlah Nasabah yang Aktif : AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
Bila dilihat perbandingan antara jumlah penduduk Kabupaten Bungo dengan
jumlah pemegang polis AJB Bumiputera 1912 Muara Bungo persentasenya masih
kecil, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kesadaran untuk mendaftar
menjadi pemegang polis asuransi, selain itu beberapa faktor yang menentukan
sedikit banyaknya masyarakat yang ikut menjadi pemegang polis asuransi adalah
faktor ekonomi, selera konsumen, kewilayahan dan kompetitor.
Faktor-faktor tersebut tentunya akan saling berkaitan dan berpengaruh satu
sama lain. Faktor ekonomi seperti penghasilan masyarakat akan menentukan
mereka untuk mau ikut menjadi nasabah atau tidak. Sebagai contoh petani karet di
mereka juga meningkat, maka ketika seorang agen mengajak untuk ikut menjadi
pemegang polis tentunya akan lebih mudah dibandingkan dengan saat penghasilan
mereka turun akibat harga karet murah. Pada saat harga karet murah, tentu selera
masyarakat akan produk asuransi yang ditawarkan menurun. Selain itu faktor
kewilayahan juga ikut menentukan, misalnya antara kota dengan desa, tentu yang
lebih banyak menjadi pemegang polis asuransi adalah wilayah kota, hal ini
disebabkan karena luas wilayah yang lebih besar, jumlah penduduk yang lebih
banyak serta kesadaran masyarakat kota yang lebih tinggi akan jaminan hidup di
masa depan. Faktor selanjutnya adalah kompetitor, semakin banyak muncul
perusahaan asuransi yang sejenis maka semakin banyak pilihan masyarakat, ini
tentunya menjadi tantangan bagi perusahaan AJB Bumiputer 1912 untuk lebih
berinovasi agar tidak kehilangan nasabah.
Kinerja usaha terkini atau hasil yang telah dicapai oleh perusahaan selama
[image:42.595.113.497.562.642.2]beberapa tahun belakangan dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 2.2
Perkembangan Pencapaian AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
(dalam ribuan)
Keterangan 2009 2010 2011 2012
Pendapatan Premi 9.312.564 10.321.254 12.465.872 8.638.313 Pembayaran Klaim 7.132.568 7.316.458 8.236.541 6.172.577
Pemegang Polis 4.278 5.214 6.406 6.981
Kantor Pelayanan 2 unit 2 unit 2 unit 2 unit
BAB III GAMBARAN DATA
A. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21
Kewenangan pemungutan pajak berada pada pemerintah. Di negara-negara
hukum segala sesuatu harus ditetapkan berdasarkan Undang-Undang. Seperti di
Indonesia, pemungutan pajak diatur dalam Pasal 23A Amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Yang
menjadi dasar hukum PPh Pasal 21 adalah :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor Tahun 36
Tahun 2008.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya
Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Pajak Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman
Teknis Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang
Pribadi.
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman
Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan
Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan
Orang Pribadi.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Penentuan
Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat
Pembayaran Pajak, Tatacara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
serta Tatacara Pemberian Angsuran Pajak.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian
Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Perubahan
Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi.
10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013 tentang Bentuk,
Isi, Tatacara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
B. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Penghasilan
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan, Pajak sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam
Negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 yaitu pajak atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Adapun yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan
C. Wajib Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21
Wajib Pajak (penerima penghasilan) yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal
21 yaitu orang pribadi yang merupakan :
1. pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari
Tua, atau Jaminan Hari Tua, termasuk ahli warisnya;
3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi;
l. distributor perusahaan Multilevel Marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
4. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya;
b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu;
d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
e. peserta kegiatan lainnya.
D. Status Petugas Dinas Luar Asuransi Dalam Perpajakan
Seperti dijelaskan pada Pasal 1 angka 12 Peraturan Dirjen Pajak Nomor
pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apapun dari pemberi kerja (pemotong PPh Pasal 21 atau
pemberi penghasilan) sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu
yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Selanjutnya dalam Pasal 3 huruf c disebutkan beberapa jenis profesi yang
tergolong sebagai Bukan Pegawai, yaitu :
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yakni Pengacara, Akuntan,
Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris. Selain kedelapan
profesi ini, meskipun sangat ahli dalam bidangnya, dalam konteks PPh Pasal
21 tidak dikelompokkan sebagai tenaga ahli. Misalnya ahli komputer atau
programmer komputer;
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman
lainnya;
3. Olahragawan;
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronikan, fotografi, ekonomi dan sosial serta
7. Agen iklan;
8. Pengawas atau pengelola proyek;
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10. Petugas penjaja barang dagangan;
11. Petugas dinas luar asuransi;
12. Distributor perusahaan Multilevel Marketing (MLM) atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
Dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor 100/PJ/2009 butir 2,
disebutkan juga bahwa Wajib Pajak orang pribadi dengan profesi :
1. petugas dinas luar asuransi yang kegiatannya memberikan jasa dalam
memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung;
2. distributor perusahaan Multilevel Marketing (MLM) atau direct selling yang
kegiatannya melakukan:
a. penjualan barang dari perusahaan MLM atau direct selling; dan/atau
b. pengembangan jaringan usaha MLM atau direct selling,
termasuk dalam kategori Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam butir 1 sepanjang
petugas dinas luar asuransi dan distributor perusahaan MLM atau direct selling
E. Objek dan Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai
berikut:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan dana pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua,
dan pembayaran lain sejenis.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yag dibayarkan secara
bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan.
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
g. Penerima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak
yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang
dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit).
2. Bukan Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang
dipotong PPh Pasal 21 yaitu :
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b. Penerima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun
diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan dimaksud
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
berdasarkan norma perhitungan khusus (demmed profit).
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran Tunjangan Hari Tua atau iuran
badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi
kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga
amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk dan disahkan pemerintah.
e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf “l”
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
F. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dilakukan oleh :
1. pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk
apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya,
dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan
gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan.
3. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan
badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua.
4. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar :
a. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
Subjek Pajak Dalam Negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan
pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan
untuk dan atas nama persekutuannya;
b. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
Subjek Pajak Luar Negeri;
c. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan
5. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau
penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
G. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
a. Penghasilan Kena Pajak yang berlaku bagi :
1. Pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP);
2. Penerima pensiun berkala adalah sebesar penghasilan neto dikurangi
PTKP;
3. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau
jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan
kalender telah melebihi Rp 2.025.000 adalah sebesar penghasilan bruto
dikurangi PTKP;
4. Bukan pegawai selain tenaga ahli yang menerima imbalan yang bersifat
berkesinambungan adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP
b. Jumlah Penghasilan yang melebihi Rp 200.000 sehari, yang berlaku bagi
pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, dan upah
satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima
dalam 1 (satu) tahun kalender belum melebihi Rp 2.025.000.
c. 50% dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas.
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain
penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c.
Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Penerima Penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012
Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam satu periode atau pada saat
dibayarkan.
H. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut :
1. Untuk diri Wajib Pajak :
Tahun 2009-2012 = Rp 15.840.000
Tahun 2013 = Rp 24.300.000
2. Tambahan untuk WP Kawin :
Tahun 2013 = Rp 2.025.000
3. Tanggungan :
Tahun 2009-2012 = Rp 1.320.000
Tahun 2013 = Rp 2.025.000
Untuk PTKP Tanggungan adalah tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut :
a. bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ;
b. bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah
PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari
Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan
bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP
adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP
untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
I. Tarif PPh Pasal 21
Menurut Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%
J. Penghitungan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
Sebagai bagian yang perlu dipedomani dalam rangka penghitungan PPh
Pasal 21 yaitu :
1. Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya menerima penghasilan dari
pemotong pajak yang bersangkutan, PPh Pasal 21 dihitung dengan
menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah
kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnya penghasilan kena pajak adalah
sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
2. Bagi yang tidak memiliki NPWP atau menerima penghasilan dari selain
pemotong pajak yang bersangkutan, PPh Pasal 21 dihitung dengan
menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah
3. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai,
selain tenaga ahli, atas imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan PPh
Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
Undang-Undang PPh atas jumlah penghasilan bruto.
Berikut ini rumus untuk menghitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai : 1. PPh Pasal 21 = Tarif PPh x PKP Kumulatif
dimana :
Tarif PPh = Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh
PKP = Penghasilan Kena Pajak
= (50% x imbalan bruto) - PTKP
2. PPh Pasal 21 = Tarif PPh x PKP
dimana :
Tarif PPh = Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh
PKP = Penghasilan Kena Pajak
= (50% x imbalan bruto)
Pengurangan PTKP hanya berlaku bagi Bukan Pegawai yang memenuhi
syarat berikut :
a. Sudah memiliki NPWP;
b. Penghasilan berasal dari hubungan kerja dengan pemberi penghasilan; dan
Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka unsur PTKP
dalam Rumus 1 diisi dengan 0 (nol). Bagi Bukan Pegawai yang belum memiliki
NPWP, selain tidak berhak mendapat pengurangan PTKP, juga dikenai tarif PPh
Pasal 21 lebih tinggi 20% dari tarif normal yang disebutkan dalam Pasal 17 ayat 1
huruf a Undang-Undang PPh.
Berikut ini contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan
kepada Petugas Dinas Luar Asuransi (bukan pegawai asuransi) yang bersifat
berkesinambungan :
Hasanah sebagai Petugas Dinas Luar Asuransi dari PT Langgeng Life. Suaminya
telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP, yang bersangkutan
bekerja pada PT Karsa. Hasanah telah menyampaikan fotokopi kartu NPWP
suami, fotokopi surat nikah, dan fotokopi kartu keluarga kepada pemotong pajak.
Penghasilan yang diterima hanya dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar
asuransi, dan telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal
tersebut kepada PT Langgeng Life. Pada tahun 2013, penghasilan yang diterima
sebagai petugas dinas luar asuransi sebagai berikut :
Bulan Komisi Agen (Rupiah)
Januari 38.000.000
Februari 38.000.000
Maret 41.000.000
April 42.000.000
Mei 44.000.000
Juli 45.000.000
Agustus 48.000.000
September 50.000.000
Oktober 52.000.000
November 55.000.000
Desember 56.000.000
Jumlah 554.000.000
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai Desember 2013 adalah :
Dalam hal Hasanah tidak dapat menunjukkan fotokopi kartu NPWP suami,
fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga dan Hasanah sendiri tidak
perhitungan sebelumnya namun tidak memperoleh PTKP setiap bulan dan jumlah
PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21
yang seharusnya terutang dari yang memiliki NPWP sebagaimana penghitungan
K. Komponen Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi
Berikut ini adalah bentuk-bentuk penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi :
1. Komisi/Provisi
Yaitu imbalan yang diberikan kepada Mitra Kerja/Petugas Dinas Luar
Asuransi/Agen yang berhasil melakukan penjualan produk asuransi yang besarnya
ditentukan oleh jenis asuransi, lama kontrak asuransi dan cara bayar asuransi.
Contoh :
Jenis asuransi : Mitra Sehat
Lama Asuransi : 10 tahun
Pembayaran : 1x 3 bulan sebesar Rp 1.500.000
Rumus Provisi = 3 % x N x G
Keterangan :
N : Masa Pembayaran Premi
G : Premi sesuai dengan cara bayar
Maka Provisi yang diterima oleh Mitra Kerja sebesar :
3% x 10 x Rp 1.500.000 = Rp 450.000.
2. Inkaso
Yaitu imbalan yang diberikan kepada Mitra Kerja penagihan yang jumlahnya
Contoh :
Jenis Asuransi : Mitra Sehat
Pembayaran : 1x 3 bulan sebesar Rp 1.500.000
Maka inkaso yang diterima sebesar 3% x Rp 1.500.000 = Rp 45.000, jumlah ini
diterima setiap Mitra Kerja menagih premi pemegang polis.
3. Sumbangan Uang Jalan
Yaitu penghasilan yang diberikan kepada Mitra Kerja yang berhasil
mengadakan penutupan yang jumlahnya tergantung pada cara bayar dan jenis
asuransinya.
Contoh :
Jenis Asuransi : Mitra Sehat
Besar SUJ untuk Mitra Sehat : 4,1‰
Maka SUJ yang diterima sebesar 4,1 ‰ x 10 x Rp 1.500.000 = Rp Rp 61.500
4. Bonus Produksi
Yaitu bonus yang diberikan hanya kepada Agen Koordinator atas prestasi dari
produksi yang dihasilkan dalam 1 bulan yang bentuknya berbeda-beda tergantung
5. Tunjangan Hari Raya (THR)
THR diberikan kepada Petugas Dinas Luar dengan perhitungan proporsional
berdasarkan hasil prestasi produksi agen yang bersangkutan dalam masa 1 tahun.
L. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian SPT
Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Surat Pemberitahuan adalah surat
yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau
pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Fungsi SPT
Bagi Wajib Pajak Penghasilan, SPT berfungsi sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau
melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam satu bagian
tahun pajak.
2. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak.
4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya
terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.
b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha
Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang telah
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong dan dipungut
dan disetornya.
3. Prosedur Penyelesaian SPT
a. Wajib Pajak mengambil sendiri SPT di tempat yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tatacara
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir Surat
Pemberitahuan tersebut.
b. Diisi dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
ditandatangani.
c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan.
d. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT antara lain :
1) Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan : Laporan Keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain
yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
2) Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar
Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang
dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
3) Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan : Perhitungan
jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
4. Pembetulan SPT
Apabila dalam pengisian SPT ternyata terdapat kekeliruan, Wajib Pajak atas
kemauan sendiri masih berhak untuk melakukan pembetulan, dengan syarat
pemeriksaan dimulai pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (SP3)
disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga
dari Wajib Pajak yang telah dewasa.
Wajib Pajak melakukan pembetulan sehingga SPT menyatakan rugi atau
lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun
sebelum daluwarsa penetapan, yaitu jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak.
Pembetulan SPT Tahunan atas kemauan sendiri berakibat penghitungan
jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi
berubah dari jumlah semula. Kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
pembetulan dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan, dihitung
mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
5. Jenis SPT
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. SPT Masa, yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b. SPT Tahunan, yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau
6. Batas Waktu Penyampaian SPT
Berdasarkan Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT
adalah :
a. Untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa
Pajak ;
b. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling
lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak;
c. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lambat 4
(empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang tercantum dalam
Pasal 3 ayat 3 tersebut atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 4, akan dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp 500.000 untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp
100.000 untuk Surat Pemberitahuan lainnya, Rp 1.000.000 untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, dan Rp 100.000
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan bertepatan dengan hari libur, maka