• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penghayatan spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Amalkasih Darah Mulia dalam rangka meningkatkan semangat pendampingan petugas pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong, Jawa Tengah - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Penghayatan spiritualitas Kongregasi Suster-Suster Amalkasih Darah Mulia dalam rangka meningkatkan semangat pendampingan petugas pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong, Jawa Tengah - USD Repository"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

PENGHAYATAN SPIRITUALITAS

KONGREGASI SUSTER-SUSTER AMALKASIH DARAH MULIA DALAM RANGKA MENINGKATKAN

SEMANGAT PENDAMPINGAN PETUGAS PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG, JAWA TENGAH

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Maria Selina Ngango NIM: 081124044

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan

untuk Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia dan Rumah Sakit Palang Biru Gombong,

(5)

v MOTTO

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa”.

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 15 Oktober 2012 Penulis

(7)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Maria Selina Ngango NIM : 081124044

Demi pengembangan ilmu pengetahuan saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER AMALKASIH DARAH MULIA DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT PENDAMPINGAN PETUGAS PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG, JAWA TENGAH beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).

Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Sanata Dharma hak untuk menyimpan, menggalihkan dan membentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 15 Oktober 2012 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER AMALKASIH DARAH MULIA DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT PENDAMPINGAN PETUGAS PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG, JAWA TENGAH. Penulisan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis terhadap pendampingan petugas pastoral orang sakit terhadap pasien rawat inap di Rumah Sakit Palang Biru Gombong (RSPB). Dilihat dari realita yang ada bahwa pelaksanaan pendampingan petugas pastoral orang sakit terhadap pasien di Rumah Sakit Palang Biru Gombong belum sepenuhnya disemangati oleh spiritualitas kongregasi ADM. Pendampingan yang dilakukan oleh petugas pastoral orang sakit berjalan seadanya. Dan ada kecenderungan bahwa pendampingan terhadap pasien hanya kunjungan semata.

Keprihatinan di atas menjadi latar belakang penulisan skripsi ini. Skripsi ini dimaksudkan untuk membantu petugas pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong untuk mendapat pendampingan yang lebih baik. Oleh karena itu petugas akan dibantu meningkatkan semangat pendampingan terhadap pasien dengan menghayati spiritualitas kongregasi ADM, dengan mengunakan katekese model SCP (Shared Christian Praxis). Model katekese ini adalah katekese model dialog partisipatif. Petugas pastoral akan dituntun untuk sampai pada suatu refleksi yang mendalam. Sejauh mana petugas pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru menyadari pentingnya penghayatan spiritualitas kongregasi ADM dalam pendampingan terhadap pasien. Usaha apa yang harus dibuat untuk membantu petugas pastoral dalam meningkatkan penghayatan terhadap spiritualitas kongregasi ADM?

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis. Penulis juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dan hasil wawancara dengan petugas pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong. Penulis juga menggunakan studi pustaka agar memperoleh pemikiran-pemikiran maupun gagasan baru yang dapat mendukung untuk meningkatkan semangat pendampingan petugas pastoral orang sakit di RSPB, sesuai dengan spiritualitas kongregasi.

(9)

ix ABSTRACT

The Embodying the Spirituality of THE PRECIOUS BLOOD CHARITY CONGREGATION (ADM) in order to Improve the Spirit of Ministerial services done by the pastoral workers for the Sick at the Palang Biru Gombong Hospital is the title of this thesis. This writing was first inspired with the concern about the ministerial services done by the Pastoral Workers for the sick, that is the patients treated at Palang Biru Gombong Hospital . The fact was that the ministerial services to those who were sick at the Palang Biru Hospital were not fully carried in the light of the spirituality of the ADM Congregation. The ministerial works were poorly done, and there was a tendency that it would only mean mere visitation.

This thesis was written for the purpose of helping the pastoral workers in the Palang Biru Hospital to be able to do better ministerial services.Those who do the pastoral works for the sick will be helped to improve their spirit of service in the light of the spirituality of the ADM Congregation, by, using the model of Shared Christian Praxis (SCP), that is, doing catechism in participatory dialog model. The pastoral workers will be guided to a deeper reflection on how far they realize the importance of embodying the spirituality of the ADM Congregation in doing the pastoral care for the sick. What should be done to help the pastoral workers in improving the embodiment of the spirituality of the ADM Congregation?

The method used in this thesis is analitical description based on the writer’s experiences observations, and literary study. The writer also used secondary data gathered from serries of interviews with the pastoral workers of the Palang Biru Hospital. Literary research was also used to gather thoughts and new ideas which can support to improve the ministerial services of the pastoral workers at RSPB, in the light of the Spirituality of the Congregation.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur tak terhingga penulis haturkan dari hati yang paling dalam untuk Allah Sang Penyayang kehidupan sebab dalam penyelenggaraan-Nya yang ilahi telah memungkinkan penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER AMALKASIH DARAH MULIA DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT PENDAMPINGAN PETUGAS PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG, JAWA TENGAH.

Bantuan, bimbingan, dukungan, uluran tangan kasih, dan kemurahan hati sesama yang ada di sekitar merupakan kasih dan kebaikan Tuhan yang memberi semangat dan menumbuhkan keinginan dalam diri untuk meraih apa yang menjadi cita-cita dan impian. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis sepantasnya menghaturkan puji syukur kepada Allah Bapa Sang Sumber Kebijksanaan, Allah Putra Sang Guru Sejati yang memberikan segala ilmu pengatahuan, dan Allah Roh Kudus yang senantiasa menyalakan api kehidupan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kemurahan hati dan uluran tangan kasih sesama telah membantu penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. Maka dengan penuh rasa syukur penulis ingin menghaturkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Para dosen dan karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan dengan Kekhususan

(11)

xi

2. Dr. J. Darminta, S.J., selaku dosen pembimbing utama yang telah bersedia meluangkan waktu dengan penuh kesabaran, ketulusan, ketelitian dan kesetiaan mendampingi dan membimbing serta menemani dengan penuh kasih.

3. Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A. selaku dosen akademik dan sekaligus dosen penguji kedua yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan bimbingan. 4. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum., sebagai dosen penguji ketiga yang telah

memberi motivasi, bimbingan, perhatian, dan dukungannya.

5. Kongregasi Suster-suster ADM, terutama para pemimpin yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis untuk belajar di Program Studi Ilmu Pendidikan dengan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

6. Dr. Bambang Suryanto SpPD., selaku Direktur Palang Biru Gombong, Yayasan Swana Santa, yang telah memperkenankan penulis untuk mengadakan penelitian di Rumah Sakit Palang Biru Gombong.

7. Sr. Wihelmine, ADM dan para suster ADM Komunitas Kotabaru terutama para suster Yunior untuk doa, pengertian baik, dukungan, kepercayaan, dan semangat yang diberikan kepada penulis selama belajar dan proses penyelesaian skripsi ini. 8. Bapak Matias Ropa dan Ibu Paulina, kakak Eti Ropa, Tobias Ropa, Ignasius

Ropa, Fabiola Ropa, yang selalu mendoakan, memberikan perhatian dan dukungan serta cinta yang sebesar-besarnya, yang mampu memberikan semangat dalam diri penulis.

(12)

xii

10.Para sahabat, teman-teman dan siapa saja yang tak bisa disebutkan satu persatu, yang selama ini mau bersimpati dan berempati dengan penulis terutama dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan koreksi, kritik, usul dan saran dari para pembaca, agar isi dari skripsi ini menjadi lebih baik dan semakin berguna bagi banyak orang.

Yogyakarta, 15 Oktober 2012 Penulis

(13)

xiii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .. ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO . ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK .. ... viii

BAB II. SPIRITUALITAS KONGREGASI PARA SUSTER AMAL KASIH DARAH MULIA SEBAGAI LANDASAN JIWA DAN SEMANGAT PENDAMPINGAN PETUGAS PASTORAL ORANG SAKIT ... 12

A.Sejarah Singkat Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Darah Mulia ... 14

1 Cikal Bakal Kongregasi ADM... .. 1 4 a. Perutusan Awal dari Maastricht ke Sittard ... 15

(14)

xiv

c. Yayasan di Sittard akan ditutup... 18

d. Pengakuan Mgr. J.A. Paredis ... 20

e. Berdirinya Kongregasi baru disetujui Mgr. J.A. Paredis ... 21

f. Anggaran Suci ... 22

1. Riwayat singkat Pendiri Kongregasi ADM ... 24

2. Misi Kongregasi ADM di Indonesia ... 25

2. Spiritualitas dalam Lingkup Gereja ... 33

a. Arti Spiritualitas ... 33

b. Unsur-Unsur Spiritualitas ... 34

3. Spiritualitas ADM ... 35

a. Pandangan Spiritualitas ADM mengikuti Kristus Tersalib ... 35

b. Kekhusussan Spiritualitas ADM ... 35

c. Proses Penerusan Devosi dan Spiritualitas Darah Mulia ... 36

d. Cara Hidup Suster ADM berdasarkan Spiritualitas ... 38

1) Spiritualitas mempunyai landasan Injil Yesus Kristus ... 38

2) Spiritualitas Mempunyai Ungkapan Konkret ... 39

3) Spiritualitas berakar dalam Tradisi Kristiani ... 39

e. Kesatuan dan ketegangan Solidaritas dan Pengharapan ... 40

f. Spiritualitas Darah dalam Kitab Suci ... 42

g. Kekayaan yang berlimpah dari Darah Mulia ... 44

h. Sakramen-sakramen sebagai sarana Darah Mulia ... 46

C.Pengalaman Sr. Seraphine dalam Mengikuti Kristus Tersalib ... 47

D.Perutusan Kongregasi ADM ... 59

1. Tugas Perutusan Gereja ... 59

2. Perutusan Kongregasi ADM Indonesia ... 64

(15)

xv

b. Karya-karya Kongregasi ADM ... 64

BAB III. PENDAMPINGAN PASTORAL DI RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG ... 68

A.Situasi Hidup Orang Sakit Pada Umumnya ... 68

B.Pendampingan Pastoral Orang Sakit Dalam Gereja ... 77

C. Sri Paus Menetapkan Hari Untuk Orang-Orang Sakit ... 99

D.Arti Kristiani dari Penderitaan Manusia ... 101

E. Piagam bagi Para Pelayan Kesehatan ... 102

F. Penyerahan Diri Pada Allah ... 106

G.Pelaksanaan Pendampingan Pastoral bagi Pasien di Rumah Sakit Palang Biru Gombong ... 106

1. Karya Pastoral di Rumah Sakit Palang Biru Gombong ... 106

a. Gambaran Lokasi Rumah Sakit Palang Biru Gombong ... 107

1) Logo Rumah Sakit Palang Biru Gombong ... 107

c. Tujuan Rumah Sakit Palang Biru Gombong ... 109

d. Tim Rumah Sakit Palang Biru Gombong ... 110

e. Keberadaan Pendamping Pastoral Orang Sakit Rumah Sakit Palang Biru Gombong ... 110

f . Proses Pelaksanaan Pendampingan Pastoral Orang Sakit ... 112

2. Penggunaan Sarana Dalam Pelaksanaan Pendampingan ... 125

BAB IV. KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS) SEBAGAI USAHA UNTUK PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KONGREGASI DALAM PENDAMPINGAN ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG ... 131

A.Paham Katekese ... 131

(16)

xvi

C. Usulan Program Katekese dan Contoh Persiapan Katekese

untuk Pendamping Pastoral Orang Sakit ... 146

BAB V. PENUTUP ... 169

A.Kesimpulan ... 169

B.Saran ... 173

DAFTAR PUSTAKA ... 174

LAMPIRAN ... 177

Lampiran 1 : Pedoman Pertanyaan Wawancara ... (1)

Lampiran 2 : Hasil Wawancara ... (2)

Lampiran 3 : Kisah Dokter Terbaik dan Termurah ... (9)

Lampiran 4 : Lagu : “Panggilan Tuhan” ... (10)

Lampiran 5 : Matius 10:1-5 ... (11)

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat Dipersembahkan kepada Umat Katolik oleh Dirjen Bimas KatolikDepartemen Agama Republik

Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, h. 8.

B.Daftar Singkatan Dokumen Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan ke II tentang kerasulan Awam, 18 November 1965.

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus ke II tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

EN : Evangelii Nuntiandi, Ajakan Apostolik Paus Paulus VI tentang pewartaan Injil dalam dunia Moderen, 8 Desember 1975.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja di dunia dewasa ini, 7 Desember, 1965.

KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada 25 Januari 1983.

PBPK : Piagam Bagi Pelayan Kesehatan, Piagam Panitiya Kepausan untuk Reksa Pastoral tentang masalah-masalah BIO-ETIKA, Ekita Kesehatan dan Pendampingan Orang Sakit dikeluarkan, tahun 1995.

(18)

xviii 21 November 1964.

SD : Salvifici Doloris, Surat Apostolik dari Yohanes Paulus II tentang Arti Kristiani dari Penderitaan Manusia, 11 Februari 1984

C.Daftar Singkatan Lain

ADM : Amalkasih Darah Mulia

Art : Artikel

Dep. Dokpen : Depertemen Dokumentasi dan Penerangan

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Kan : Kanon

KKP : Keputusan Kapitel Provinsi

Konst : Konstitusi Suster Amalkasih Darah Mulia KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

MAWI : Majelis Waligereja Indonesia

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan Se-Indonesia

Prodi : Program Studi

RSPB : Rumah Sakit Palang Biru SCP : Shared Christian Praxis

Sr : Suster

St : Santo atau Santa

(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengalaman sakit merupakan suatu realitas dalam kehidupan manusia yang

tidak dapat disangkal sekaligus merupakan tanda kebakaan manusia sebagai

makhluk ciptaan Tuhan. Pengalaman sakit bukanlah suatu pengalaman yang mudah

diterima apalagi penyakit yang diderita bukan penyakit ringan tetapi merupakan

penyakit yang amat serius. Dalam menghadapi situasi sakit, manusia mempunyai

reaksi yang berbeda-beda sesuai dengan pengaruh pengalaman itu pada

kehidupannya dan bagaimana seseorang bersikap terhadap pengalaman sakit itu.

Menurut Kieser (1996: 325 ) “mereka yang menderita sakit beranekaragam, ada

yang tampa harapan, putus asa, tak berdaya, sengsara, hancur, hilang bentuk, sedih,

sepi, aib dan malu.” Penderitaan karena sakit merupakan beban dalam hidup, bila

kita tidak mampu memaknai penderitaan itu.

Tidak ada manusia yang mengharapkan penderitaan atau penyakit. Setiap

orang tentu mengharapkan keluarganya agar selalu gembira, bahagia dan sehat.

Tentu hal itu tidak mungkin. Selama manusia masih hidup di dunia ini, manusia

selalu dihadapkan pada kenyataan inilah manusia ditantang untuk melihat realitas

dirinya yang membutuhkan orang lain untuk menemani dengan setia. Dua sisi

kehidupan ini sungguh lengkap ketika melihat realitas di sebuah rumah sakit, yang

menampilkan gambaran kehidupan manusia di dunia ini. Di dalamnya

mencerminkan pengalaman manusia yang mengalami suatu kegembiraan.

Pengalaman yang sungguh menyedihkan. Suatu kegembiraan dapat kita lihat ketika

(20)

atau melihat anggota keluarganya sembuh dari penyakit. Bahkan banyak

pengalaman yang sungguh menyedihkan ketika harus melepas anggota keluarga

karena meninggal dunia. Sadar atau tidak, pengalaman-pengalaman seperti ini

senantiasa mewarnai kehidupan setiap orang selama ada di dunia ini. Pengalaman

sakit ternyata bukanlah suatu hal yang mudah diterima ketika mengalami suatu

kegembiraan. Menurut Kieser (1996: 326) pada umumnya orang yang menderita

sakit akan berontak walaupun mereka merasa tidak berdaya sedikitpun.

Ketika tertimpa penyakit setiap orang akan berusaha untuk sembuh dengan

berbagai macam usaha dan cara mencari bantuan perawatan medis di rumah sakit

dengan harapan akan mendapat pelayanan lebih baik dan memuaskan dalam proses

penyembuhan. Dalam hal ini, kehadiran karya kesehatan atau rumah sakit yang siap

melayani sangat dibutuhkan atau sangat penting. Pelayanan sepenuh hati sungguh

dibutuhkan oleh penderita karena sepenuhnya mereka tergantung kepada bantuan

orang lain yang mencintai dan menemani mereka dalam situasi yang rapuh itu.

Gereja senantiasa berpihak kepada orang-orang menderita seperti yang

diteladankan oleh Yesus semasa hidup-Nya. Yesus memberikan perhatian yang

istimewa pada orang-orang yang menderita dan menyembuhkan mereka yang sakit.

Keberpihakan gereja itu secara jelas dapat dilihat dapat dokumen Konsili Vatikan II

teristimewa dalam Gaudium et Spes, duka dalam kecemasan orang-orang zaman

sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan

kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga (GS, art. I). Karya kesehatan merupakan suatu tugas perutusan Gereja yang khusus

membantu orang-orang yang menderita sakit. Gereja senantiasa memperhatikan

(21)

Perutusan Gereja ini menjadi tugas perutusan setiap anggota Kristen demi suatu

karya keselamatan. Setiap orang berhak mendapat perlakuan yang manusiawi dari

sesamanya dan penghargaan martabat sebagai makhluk ciptaan yang mulia

sekalipun dalam keadaan yang kurang menguntungkan serta manusiawi. Tugas

perutusan Gereja ini menjadi tugas perutusan lembaga-lembaga dalam Gereja yang

senantiasa memperhatikan keprihatinan yang ada ditengah-tengah umat manusia.

Sebagai pengikut Yesus semua harus terlibat dalam karya keselamatan sesuai

dengan kemampuan dan bidang masing-masing.

Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia yang mengikuti Kristus

tersalib yang mencurahkan Darah lewat teladan Ibu Seraphine Pendiri Kongregasi

Suster-suster Amalkasih Darah Mulia juga ikut ambil bagian dalam tugas perutusan

Gereja ini diberbagai bidang kehidupan. Diantaranya karya kesehatan (rumah sakit)

yang menjadi pilihan kongregasi untuk menolong mereka yang menderita sakit

sesuai dengan keprihatinan Gereja saat itu. Seluruh gerak hidup Kongregasi

disemangati dan dijiwai oleh spiritualitas Kongregasi yang ada dalam rumusan ciri

khas spiritualitas Kongregasi Amalkasih Darah Mulia adalah kebaktian kepada

Darah Mulia. Dengan spiritualitas ini Suster-suster Amalkasih Darah Mulia ingin

memberikan sumbangan bagi perkembangan tubuh Kristus yang mistik, karena

untuk itulah ia mencurahkan Darah-Nya. Kongregasi Amalkasih Darah Mulia ingin

meneruskan karya penebusan-Nya dengan memberi bantuan guna meringankan

penderitaan rohani dan jasmani dimanapun itu ada (Konst, no. 72). Warisan ini

terinspirasi dari Yoh 19:31-37. Untuk menunjang karya ini Kongregasi ADM

(22)

dan siapa saja yang membutuhkan pelayanan terutama bagi mereka yang miskin dan

yang menderita.

Pelayanan di rumah sakit Palang Biru Gombong pada umumnya diwarnai

oleh semangat kasih dan persaudaraan, bekerja sama memberikan semangat

pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan sentuhan kasih profesional dan

holistik dalam semangat menyebar, membela dan memberdayakan hidup kepada

mereka yang dilayani dengan mengandalkan kekuatan dan bimbingan Tuhan. Sesuai

yang diwariskan oleh Ibu Seraphine pendiri Kongregasi Amalkasih Darah Mulia.

Kita telah menerima keselamatan dari Tuhan maka kita ikut ambil bagian dalam

karya penyelamatan manusia dengan memberikan pelayanan dibidang kesehatan

dengan semangat untuk melayani. Pelayanan di rumah sakit Palang Biru Gombong

memadukan pelayanan secara medis dan pendampingan secara rohani. Hal ini

sebagai penghormatan terhadap pribadi pasien yang bermartabat mulia, sekalipun

situasi mereka kurang menguntungkan. Pendampingan ini dikenal dengan pastoral

orang sakit yang biasa disebut dengan istilah Pastoral Care yang menjadi nilai tersendiri dalam pelayanan di Rumah Sakit Palang Biru Gombong.

Pendampingan terhadap pasien selama perawatan menjadi kebutuhan yang

sangat penting baik oleh dokter, perawat, pegawai, maupun pastoral orang sakit.

Mengingat situasi dan keadaan orang sakit yang sangat membutuhkan perhatian dan

pendampingan dalam hal rohani, maka penting pendampingan yang khusus untuk

menemani, berempati dan mendengarkan mereka. Untuk itu bentuk suatu tim untuk

mendampingi dan memperhatikan kebutuhan rohani orang sakit, yaitu tim pastoral

orang sakit, karena diyakini penyembuhan tidak cukup dengan usaha medis saja

(23)

pastoral orang sakit terhadap pasien merupakan usaha pelayanan yang seimbang

antara pelayanan medis dan aspek lain yang ada dalam diri pasien, misalnya:

hubungan sosial, spiritualitas pasien. Penyembuhan diusahakan tidak cukup hanya

pengobatan medis (fisik) namun harus memperhatikan kebutuhan yang lebih dalam

yaitu kebutuhan rohani dan kebutuhan spiritual walaupun terkadang segi ini

diabaikan. Karena dengan penderitaan fisik, biasanya psikis, relasi dan keberimanan

seseorang juga ikut terganggu. Penyembuhan yang diharapkan adalah penyembuhan

yang utuh sebagai suatu penghormatan bagi martabat manusia. Tim pastoral orang

sakit hadir sebagai teman dalam pergulatan, penderitaan, maupun dalam proses

penyembuhan. Ini merupakan medan pastoral yang meliputi seluruh pribadi pasien.

Hal ini merupakan pesan-pesan KWI kepada karya-karya kesehatan di Indonesia

(Hadisumarta, 1987: 5).

Rumah Sakit Palang Biru Gombong mempunyai Visi dan Misi. Visi

berbunyi sebagai berikut terwujudnya pelayanan pembelaan hidup sampai tuntas

dengan semangat komunio, professional, holistik, hospitality bagi seluruh

masyarakat terutama bagi yang miskin sedangkan misinya mewujudkan pelayanan

pembelaan hidup sampai tuntas, membangun semangat komunio dan hospitality,

membangun profesionalitas serta mengembangkan pelayanan holistik. Rumah Sakit

Palang Biru Gombong berusaha untuk melaksanakan pelayanan kesehatan secara

berdaya guna dan berhasil dengan mengutamakan penyembuhan yang dilaksanakan

secara terpadu, pelayanan tuntas dan memenangkan orang miskin dalam setiap

kebijakan sesuai dengan spiritualitas kongregasi ADM. Dalam hal ini

memperhatikan penyembuhan yang menyeluruh bagi para pasien yang merindukan

(24)

pengembangan pelayanan di bidang medis lebih mendapat perhatian dari pada

bidang pendampingan pastoral orang sakit.

Petugas pastoral orang sakit bergerak dalam pelayanan pendampingan orang

sakit senantiasa berusaha mendampingi dengan penuh perhatian dan pengabdian,

supaya pasien tetap berpengharapan. Petugas pastoral orang sakit sering dihadapkan

pada situasi yang sulit, Misalnya pasien yang dalam penolakan terhadap

penyakitnya, tawar-menawar dan berbagai reaksi yang lain. Berbagai situasi pasien

membutuhkan seorang pendamping yang penuh kesabaran, empati dan kesetiaan.

Berhadapan dengan situasi-situasi pasien yang sulit dan berat, mendorong

petugas pendamping pastoral untuk tetap setia dalam tugas panggilan perutusan

mereka. Tetapi disisi lain keadan demikian sering kali mempengaruhi kehidupan

dan penerimanan tim pastoral orang sakit. Tidak jarang di antara mereka ada yang

jatuh, sakit, mungkin karena kelelahan atau stres saat melakukan pendampingan

pada pasien atau keluarga pasien. Masalah-masalah yang dihadapi semakin

kompleks. Kekurang-seimbangan tenaga pastoral orang sakit dengan jumlah pasien

yang harus didampingi adalah salah satu penyebabnya. Selain itu petugas pastoral

kurang dipersiapkan untuk tugas pendampingan orang sakit, dituntut kedewasaan

dan kematangan pribadi dari seorang pendamping orang sakit, sehingga mampu

menjadi pendamping yang setia untuk mendengarkan, sabar dan berempati. Petugas

pastoral orang sakit perlu dipersiapkan, baik dari segi pengetahuan, dan ketrampilan

maupun hal-hal yang mendukung untuk tugas pendampingan mereka terhadap

orang sakit (pasien). Lebih penting lagi bahwa petugas pastoral orang sakit perlu

meningkatkan penghayatan terhadap spiritualitas kongregasi yaitu “kebaktian

(25)

Darah Mulia ingin memberikan sumbangan bagi perkembangan tubuh Kristus yang

mistik, karena untuk itulah Ia mencurahkan Darah-Nya, kita ingin meneruskan karya

penebusan-Nya dengan memberi bantuan guna meringankan penderitaan rohani dan

jasmani sesuai dengan teladan Ibu Seraphine pendiri kongregasi ADM (Konst, no.

7).

Situasi semacam ini menuntut petugas pastoral orang sakit di rumah sakit

Palang Biru Gombong untuk senantiasa tekun menggali penghayatan spiritualitas

kongregasi dalam tugas pelayanan dan pendampingan mereka terhadap orang sakit

(pasien). Semangat hidup dan pendampingan mereka dijiwai oleh semangat Yesus

tersalib yang mencurahkan Darah-Nya untuk memberi keselamatan bagi banyak

orang. Keselamatan hanya berasal dari Yesus, kesembuhan sejati ada dan hadir

dalam Dia yang memberikan daya-Nya kepada setiap orang. Mengandalkan Tuhan

dalam tugas pendampingan akan memampukan mereka senantiasa kuat dan setia

dalam tugas pelayanan dan pendampingan meskipun penuh pengorbanan dan

tantangan. Darah Kristus yang memberikan kehidupan, dan keselamatan dan daya

kasih Kristus pula yang menyembuhkan, pertama-tama harus dialami dalam dirinya

sendiri, sehingga mereka mampu menghayati dalam kehidupan dan pendampingan

kepada pasien. Yesus Kristus memberikan kasih-Nya dalam setiap pengalaman

hidup-Nya. Maka petugas pastoral orang sakit didorong untuk mencintai

orang-orang yang menderita. Dalam hal ini mereka yang menderita sakit dan yang dirawat

di rumah sakit.

Menyadari bahwa tugas sebagai pendamping orang sakit adalah suatu

panggilan khusus maka dibutuhkan suatau relasi yang mendalam dengan Tuhan

(26)

penderitaan-Nya dan memberi arti positif terhadap penderitaan mereka (Melania,

1989: 229). Petugas pastoral orang sakit di rumah sakit Palang Biru Gombong harus

berjuang menggali lebih dalam makna spiritualitas kongregasi untuk meningkatkan

penghayatan mereka terhadap spiritualitas Kongregasi sehingga mereka sungguh

menghayati dan menghidupi dalam pelayanan terhadap orang sakit.

Petugas pastoral orang sakit kiranya membutuhkan hal-hal yang dapat

membantu mereka untuk meningkatkan penghayatan tentang spiritualitas

Kongregasi untuk pendampingan yang penuh persaudaraan dan cinta yang tulus

pada pasien serta hidup beriman mereka kepada Yesus yang mencurahkan Darah

demi memberi kehidupan dan keselamatan kepada manusia. Maka dengan melihat

kebutuhan dan keprihatinan ini penulis merasa terpanggil untuk membantu petugas

pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong dalam penghayatan

spiritualitas Kongregasi ADM dengan mengusulkan sebuah katekese Model SCP

(Shared Christian Praxis). Untuk tujuan ini penulis memberi judul: PENGHAYATAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER

AMALKASIH DARAH MULIA DALAM RANGKA MENINGKATKAN

SEMANGAT PENDAMPINGAN PETUGAS PASTORAL ORANG SAKIT DI

RUMAH SAKIT PALANG BIRU GOMBONG, JAWA TENGAH.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka masalah-masalah yang akan dibahas

dalam seminar pendidikan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Tantangan dan perlunya penghayatan spiritualitas kongregasi ADM bagi tim pa

(27)

2. Sejauh mana petugas pastoral orang sakit menyadari dan melaksanakan

pentingnya penghayatan spiritualitas kongregasi ADM dalam pendampingan

kepada pasien di Rumah Sakit Palang Biru Gombong?

3. Upaya apa yang harus dibuat untuk membantu petugas pastoral orang sakit

meningkatkan penghayatan spiritualitas kongregasi ADM sehingga dapat

mendampingi lebih baik?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Menemukan penghayatan spiritualitas kongregasi ADM dalam pendampingan

orang sakit yang menyembuhkan.

2. Menemukan gambaran pelayanan pendampingan petugas pastoral orang sakit

dalam menghayati tugas mereka sesuai dengan spiritualitas kongregasi ADM.

3. Menemukan usaha yang dapat membantu petugas pastoral orang sakit dalam

mendampingi pasien yang lebih baik.

D. Maanfaat Penulisan

1. Bagi penulis sendiri merasa: diperkaya, dalam pengetahuan dan pengalaman

pendampingan orang sakit sesuai dengan spiritualitas kongregasi ADM.

2. Bagi pelayanan petugas pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru

Gombong.

(28)

4. Bagi yayasan, direktur dan semua yang terkait dalam kepengurusan yayasan Swana Santa Rumah Sakit Palang Biru lebih menyadari pentingnya pastoral

orang sakit.

5. Bagi karyawan dan karyawati Rumah Sakit Palang Biru Gombong, ambil

bagian dalam pendampingan melaui tugas yang dipercayakan kepada mereka.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Penulisan

akan mengambarkan realitas lapangan melalui pengalaman penulis dalam

keterlibatan terhadap pendampingan orang sakit dan wawancara yang diadakan

terhadap pendamping orang sakit. Keadaan aktual penghayatan spiritualitas

kongregasi dalam pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong,

kemudian dianalisis berdasarkan pemaparan isi kajian pustaka yang dapat

mendukung.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini mengambil judul “Penghayatan Spiritualitas Kongregasi ADM

dalam rangka meningkatkan semangat pendampingan petugas pastoral orang sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong” yang diuraikan dalam lima bab. Bab I merupakan pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan,

rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan

sistematika penulisan.

Bab II memaparkan keterlibatan kongregasi ADM dalam pelayanan kepada

(29)

diawali dengan sejarah kongregasi hingga aplikasi pastoralnya dalam pendampingan

orang sakit, teristimewa di Rumah Sakit Palang Biru Gombong yang merupakan

salah satu karya perutusan kongregasi ADM di Indonesia.

Bab III akan diuraikan situasi hidup orang sakit dengan segala

permasalahannya serta tugas hidup orang sakit. Dilanjutkan dengan suatu konsep

pendampingan orang sakit dalam gereja dan pendampingan petugas pastoral orang

sakit terhadap pasien di Rumah Sakit Palang Biru. Diuraikan juga fakta pelaksanaan

pendampingan petugas pastoral orang sakit bagi pasien di Rumah Sakit Palang Biru.

Bagian terakhir bab ini akan diangkat pentingnya suatu pendampingan terhadap

petugas pastoral orang sakit dalam penghayatan spiritualitas kongregasi ADM

sehingga dapat mendampingi pasien dengan baik.

Bab IV Menguraikan katekese Model SCP (Shared Christian Praxis): Sebagai usaha untuk penghayatan spiritualitas kongregasi suster-suster Amalkasih Darah

Mulia dalam rangka meningkatkan semangat pendampingan petugas pastoral orang

sakit di Rumah Sakit Palang Biru Gombong. Bab ini merupakan suatu usulan

program dalam usaha pendampingan terhadap petugas pastoral orang sakit RSPB

Gombong untuk penghayatan spiritualitas kongregasi ADM, yang dipandang

sungguh efektif yaitu dengan model Katekese SCP (Shared Charistian Praxis). Bab V penulis menegaskan kembali intisari dari skripsi ini dan memberikan

(30)

BAB II

SPIRITUALITAS KONGREGASI PARA SUSTER AMALKASIH DARAH MULIA SEBAGAI LANDASAN JIWA DAN SEMANGAT PENDAMPINGAN

PETUGAS PASTORAL ORANG SAKIT

Setiap kongregasi religius lahir dalam suatu konflik yang menimbulkan

keprihatinan dalam setiap zamannya. Melihat situasi demikian setiap pendiri tarekat

religius di bawah bimbingan Roh Kudus, dikaruniai rahmat istimewa yang disebut

kharisma untuk ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Setiap pendiri tarekat

religius diundang untuk terlibat dalam tugas perutusan Gereja untuk karya

keselamatan sesuai dengan karunia khusus yang dianugerahkan kepada mereka dan

diwariskan kepada anggotanya.

Keprihatinan yang ada dalam setiap zaman mendorong pendiri untuk

bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan semangat yang dihidupi oleh Yesus sendiri.

Hal ini diwujudkan dalam keterlibatan semua tarekat religius dalam tugas perutusan

Gereja, sesuai dengan kekhasan masing-masing tarekat. Kharisma yang

dianugerahkan mengundang mereka untuk melayani kerajaan Allah serta

pengabdian mereka pada kerajaan Allah (Darminta, 1983b: 209).

Mereka dianugerahi kharisma khusus dalam rangka membangun jemaat

dalam tugas pelayanan gereja kepada umat yang membutuhkan. Demikian halnya

kongregasi suster-suster Amalkasih Darah Mulia yang merupakan salah satu tarekat

religius ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja sesuai dengan semangat dan

konstitusi kongregasi suster-suster ADM. Kelahiran kongregasi ADM berawal dari

(31)

menderita yang sangat membutuhkan pertolongan dan pelayanan para suster.

Deken Roesch juga berusaha keras mempertahankan para suster untuk parokinya.

Beliau berdoa dengan tekun dan menganjurkan para suster berbuat demikian juga,

agar Tuhan yang maha baik menerangi pikiran mereka dan memberi pertolongan.

Beliau juga mengambil tindakan-tindakan untuk memperjuangkan

kepentingan-kepentingan mereka kepada pembesar gereja, ialah Uskup Paredis dari Roermond.

Beliau membentangkan masalah itu sampai pada yang sekecil-kecilnya dan

menguraikan pekerjaan para suster yang subur itu. Beliau menjelaskan bahwa

lembaga pemeliharaan orang-orang miskin di Sittard tidak mungkin dapat

memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh Maastricht, walaupun semuanya layak.

Beliau mohon kepada uskup Paredis dari Roermond agar diperbolehkan

menganjurkan para suster untuk melanjutkan pekerjaan mengurus orang-orang sakit

dan miskin di Sittard dengan penuh kepercayaan dan penyerahan kepada Tuhan.

Pelayanan yang diaplikasikan dalam karya-karya kongregasi ADM didasari pada

semangat pendiri dengan kharisma serta spiritualitas yang telah diwariskan kepada

para suster ADM. Kharisma kongregasi menjadi dasar dan pedoman yang penting

untuk dihayati dan dikembangkan dalam tugas perutusan kongregasi ADM

(Aquinata, 1974: 6).

Rumah Sakit Palang Biru Gombong menjadi salah satu karya kongregasi

ADM yang bergerak dalam pelayanan kesehatan masyarakat umum. Pelayanan

kepada orang sakit dan yang menderita menjadi perhatian yang besar dalam

pelayanan kongregasi ADM mengingat semangat awal berdirinya kongregasi ADM

perhatian kepada orang sakit, miskin dan yang menderita. Orang sakit juga

(32)

mendapatkan perhatian dan cinta. Mereka merupakan bagian Tubuh Gereja yang

menderita dan layak mendapat perhatian khusus.

A. Sejarah Singkat Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia (ADM) Untuk mengenal lebih jauh kongregasi ADM, maka pada bagian ini akan

dipaparkan sejarah singkat kongregasi ADM yang diawali oleh cikal bakal

kongregasi, riwayat singkat pendiri, dan akhirnya melihat misi serta karya-karya

kongregasi ADM di Indonesia.

1. Cikal Bakal Kongregasi ADM

Kongregasi Suster-suster Amaklasih Darah Mulia didirikan pada tahun 1862

oleh Mgr. Paredis, Uskup Roermond dan Ibu Seraphine, dengan nama:

“Suster-suster Cintakasih Kristiani” di Sittard. Pada pengesahan gerejani secara defenitif

pada tahun 1890, Paus Leo XIII memberi tugas kepada kongregasi ADM adalah

kebaktian kepada Darah Mulia Tuhan Yesus Kristus. Hal ini menjadi sangat

istimewa. Sejak itu bernama “Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia”.

Semangat yang menjadi inspirasi hidup suster-suster adalah semangat pujian dan

sembah sujud, syukur dan kegembiraan karena sengsara dan kemenangan Kristus.

Dari semangat ini mereka mengabdi sesama dalam karya mereka sebagai saudara

dan saudari untuk siapa Kristus wafat dan bangkit. Mereka membuat hidupnya

sebagai suatu pengorbanan seperti Kristus yang mau berkorban, menyerahkan

hidup-Nya bagi dunia. Induk biara menetap di Koningsbosch (Belanda). Kota praja

dan pengurus lembaga pemeliharaan orang miskin di Sittard dengan dipelopori oleh

(33)

suster-suster pengasihan dari St. Vincentius a Paulo di Maastricht, untuk

mendapatkan beberapa suster bagi Sittard. Baru setelah mengajukan permohonan

berulangkali, dan mengalami banyak kekecewaan, maka ibu Overste Elisabeth

Gruyters dengan dewannya meluluskan permohonan itu setelah meminta

pertimbangan itu dari Mgr. Van Baer.

a. Perutusan Awal dari Maastricht ke Sittard

Pada 6 Oktober 1857 berangkatlah 7 orang suster dari Maastricht ke Sittard,

yaitu: Sr. Seraphine, Sr. Dorothea, Sr. Aloysia, Sr. Magdalena, Sr. Philomena, Sr.

Rosalia dan Sr. Celestine. Pimpinan dipegang oleh Seraphine, yang telah sepuluh

tahun menjadi pemimpin di Maastricht. Rombongan yang kecil itu memulai

pekerjaan mereka dengan gagah berani. Mereka merasa, bahwa mereka akan

menghadapi tugas yang berat, penuh dengan pengorbanan dan percobaan. Mereka

mendapatkan sebuah bangunan besar yang menunjukan tanda-tanda usia tua, tetapi

lama tidak terpelihara. Sungguh mengherankan bahwa baik induk biara maupun

pengurus-pengurus di kota yang berkepentingan sama sekali tidak mempersiapkan

tempat tinggal yang layak untuk para suster (Aquinata, 1974: 2).

Dari kesimpulan selanjutnya dapat diambil bahwa penyelenggaraan ilahi yang

minta pengorbanan dari para suster karena mereka ditunjuk untuk meletakan dasar

suatu kongregasi baru. Untuk itu para suster harus kokoh, kuat dan melupakan diri

serta kepercayaan dan penyerahan kepada Tuhan yang Maha baik. Lembaga

penyelenggaraan orang miskin sejak tahun 1804, pemilik St, Agnetenberg

menempatkan keluarga-keluarga miskin di dalam kamar mereka. Sedikit mungkin

(34)

reruntuhan tertimbun di belakang biara. Betapa buruknya keadaan di dalamnya,

kalau para suster membersihkan kotoran-kotoran harus digaruk dari lantai dengan

tembilang. Kaca-kaca jendela sebagian besar pecah. Sebagai gantinya ditutup

dengan kertas. Dengan maksud supaya orang tidak perlu susah payah mencucinya.

Keadaan seperti itu mendorong para suster kearah putus asa. Namun ada sesuatu

yang memberi hiburan pada mereka: Yesus selalu ada di tengah-tengah mereka

sehingga para suster mampu menghadapi kesulitan yang ada (Aquinata, 1974: 2)

b. Yesus Sang Penghibur dan Peneguh Sejati

Di depan kaki Yesuslah Moeder Seraphine mendapat kekuatan dan

keberanian untuk menentang segala badai yang datang mengancam. Disanalah

beliau mendapat kekuatan untuk teguh pribadinya dalam penderitaan jiwa yang

menyakitkan. Beliau mendapatkan sinar dan rahmat untuk menghibur dan

menguatkan para suster dengan pikiran, perkataan dan teladannya. Beliau belajar

membuat dirinya segala-galanya bagi sesama. Untuk membawa semua orang

kehadapan Tuhan. Disanalah beliau mendapatkan kepercayaanya kepada Tuhan

yang kokoh kuat, yang menjadikan Ibu Seraphine mampu menghasilkan pekerjaan

banyak. Dengan bekal semangat itu dan karena keramahannya serta kemesraannya

sebagai ibu, maka beliau berhasil menjadikan para suster gagah berani. Budi luhur

ini nampak sekali dalam perawatan orang-orang sakit.

Hal ini membuat rakyat menaruh kepercayaan penuh kepada mereka.

Meskipun keadaan bertambah baik tetapi pengeluaran masih lebih banyak dari pada

pendapatan. Tidak jarang bahwa keadaan seperti itu membuat para suster merasa

(35)

para suster berkumpul didalam kapel. Dan kerap kali terjadi bahwa Tuhan

menghadiahi kepercayaan penggantinya dengan cara yang luar biasa. Pernah terjadi

pada waktu para suster berdoa dikapel mohon bantuan Tuhan, datanglah Rama

Allfos, Rektor Gereja Yesuit berkunjung dan menawarkan pertolongannya pada para

suster yang membutuhkannya. Beliau terharu mendengar Moeder Seraphine dengan

sederhana menceritakan bagaimana keadaan biaranya sehingga setelah kembali ke

rumah Beliau menyuruh mengantarkan satu keranjang penuh dengan macam-macam

keperluan kepada para suster. Beliau inilah yang menjadi sahabat dan penderma

para suster (Aquinata, 1974: 4-5).

Pada hari berikutnya datanglah seorang penderita sakit mata. Untuk

perawatannya itu ia menawarkan sejumlah uang miliknya untuk para suster dan

bersedia membantu. Melalui mereka inilah para suster merasakan kasih dan

kebaikan Tuhan yang selalu menolong.

Menurut rencana paduka Deken dan pengurus lembaga penyelenggaraan

orang-orang miskin tugas para suster adalah mengutamakan penyelenggaraan

pekerjaan cinta kasih yaitu perawatan orang-orang sakit di rumah dan di luar rumah.

Perawatan orang-orang yang telah lanjut usia (baik pria maupun wanita). Pendidikan

anak-anak yatim piatu dan penyelenggaraan taman kanak-kanak. Pekerjaan itu

terlalu besar bagi tenaga yang sedikit jumlahnya itu. Lagi pula pekerjaan itu

membutuhkan banyak uang melebihi kemampuan mereka.

Moeder Seraphine tidak dapat mempertahankan komunitasnya tanpa bantuan

dari biara induk di Maastricht. Hal ini pasti sudah termasuk dalam penyelenggaraan

Ilahi. Beberapa para suster menderita dan berdoa untuk mengetahui kehendak Ilahi

(36)

lebih mudah dimengerti daripada diuraikan. Biara induk bermaksud menghentikan

lembaga baru itu. Sementara para suster bekerja dengan tulus iklas dan penuh

pengorbanan diri untuk orang-orang sakit (Aquinata, 1974: 5).

c. Yayasan di Sittard akan ditutup

Para suster dihargai dan dicintai oleh siapapun. Setelah terdengar desas-desus

bahwa yayasan itu akan ditutup, maka Moeder Serephine dibanjiri dengan

permohonan agar para suster jangan pergi. Deken Roersch juga berusaha keras

mempertahankan para suster untuk parokinya. Beliau berdoa dengan tekun dan

menganjurkan para suster berbuat demikian juga, agar Tuhan yang maha baik

menerangi pikiran mereka dan memberi pertolongan. Beliau mengambil

tindakan-tindakan untuk memperjuangkan kepentingan mereka kepada pembesar gereja, Ialah

Uskup Paredis dari Roermond. Beliau membentangkan masalah itu sampai pada

yang sekecil-kecilnya dan menguraikan pekerjaan para suster yang subur itu. Beliau

menjelaskan bahwa lembaga pemeliharaan orang-orang miskin di Sittard tidak

mungkin dapat memenuhi syarat-syarat yang diminta oleh Maastricht, walaupun

semuanya layak. Beliau mohon kepada uskup Paredis dari Roermond agar

diperbolehkan menganjurkan para suster untuk melanjutkan pekerjaan mengurus

orang-orang sakit dan miskin di Sittard dengan penuh kepercayaan dan penyerahan

kepada Tuhan. Yang Mulia tidak menutup-nutupi bahwa itu suatu tindakan yang

sulit bagi para suster. Tetapi beliau memberi izin kepada Deken untuk

membicarakan masalah itu dengan pemimpin (Aquinata, 1974 : 6).

Ibu Seraphine terharu, jawabnya kami mengucapkan kaul kami di tengah

(37)

beliau, kami akan tunduk sepenuhnya kepada keputusan beliau. Dari Sittard P.

Deken menuju ke Maastricht untuk membicarakan hal itu dengan P. Deken van Baer

dan pimpinan Umum. Permohonan untuk mempertahankan yayasan di Sittard itu,

meskipun hanya sebagian dapat memenuhi syarat-syarat yang diajukan, ditolak. P.

Deken Roersch memberanikan diri dan mengajukan sebuah usul yaitu para suster di

Sittard meneruskan pekerjaan atas tanggung jawab dari perhitungan keuangan

sendiri. P. Deken van Baer dan Moeder Elisabeth sangat terharu. Mereka tidak dapat

memberi jawaban yang lain kecuali akan menyerahkan hal itu kehadirat Tuhan dan

membicarakan dengan dewannya. Setelah beberapa minggu Moeder Elisabeth

mengirim surat kepada Deken Roersch, yang isinya kurang lebih demikian: Jikalau

Moeder Seraphine cukup berani memberikan korban yang berat itu, tidak gentar

akan tugas yang berat ini, dan bila ada suster-suster yang cukup berani untuk

menjalankan pekerjaan ini, maka pengurus akan tunduk kepada keputusan Uskup

dari Roermond. Kalau uskup memutuskan, bahwa Sittard akan terus berlangsung

maka kongregasi bersedia memberikan korban besar itu (Aquinata, 1974: 7).

P. Deken memberitahukan isi surat itu kepada Moeder Seraphine. Beliau

sangat terharu sehingga tak dapat mengucapkan satu katapun. Macam-macam

perasaan pilu meliputi seluruh kalbu akhirnya berkatalah beliau kita akan berdoa

mudah-mudahan sampailah kehendak Tuhan Moeder Seraphine mempertimbangkan

segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan yang menentukan hal itu. Hal

yang menyedihkan beliau adalah akan berpisah dengan pemimpinnya dan para

suster lainya. Dan merekapun akan memberikan korban yang besar pula. Kembali

ke Maastricht dalam lingkungan beliau berkarya bertahun-tahun, di mana anak-anak

(38)

hadapan tabernakel turunlah sinar kedalam jiwanya, beserta kekuatan dan

penyerahan sepenuhnya kepada kehendak Ilahi. Dan sebelumnya beliau telah

mengucapkan “Fiat” terhadap keputusan Mgr. J. A. Paredis. Sikapnya yang gagah

berani ini sangat mengembirakan hati P. Deken, yang dengan penuh kepercayaan

menuju ke Roermond untuk menerima keputusan yang mulia. Disanalah soal itu

dibicarakan masak-masak (Aquinata, 1974: 8).

d. Pengakuan Mgr. J.A. Paredis.

Mgr. J.A. Paredis sekarang mengakui seyakin-yakinnya bahwa pekerjaan

cinta kasih ini harus diteruskan dengan kepercayaan kepada penyelenggaraan Ilahi.

Hal itu mengesan dalam hati beliau. Lalu beliau mengucapkan kata-kata yang

menentukan keinginan kami agar para suster tetap tinggal di Sittard dan

melanjutkan usaha mereka atas nama Tuhan, mereka kami sertai berkah kami.

keputusan uskup ini mengesan dalam hati P. Deken. Beliau segera menuju ke

Maastricht untuk memberitahukan hal itu kepada Moeder Overste Umum. Moeder

Elisabeth sangat terharu jawabnya. Saya hendak minta P. Deken Van Baer datang

kembali guna bersama-sama dengan dewan membicarakan soal itu (Aquinata,

1974: 9).

Moeder Seraphine telah diberitahu oleh P. Deken Roersch tentang keinginan

yang mulia Uskup. Moeder Seraphine juga dipanggil oleh Moeder Elisabeth ke

Maastricht. Segala-galanya dipertimbangkan dan dibicarakan dengan masak-masak

lagi. Atas pertanyaan Moeder Elisabeth, apakah Moeder Seraphine bersedia

menerima tugas perutusan yang berat ini yaitu meneruskan lingkungan kerja di

(39)

beliau bersedia asal mendapat bantuan dari suster-suster yang cukup jumlahnya. Hal

ini disetujui. Sebaliknya ditetapkan bahwa para suster di Sittard dengan sukarela

mengambil keputusan, apakah mereka hendak tetap tinggal atau kembali. Moeder

Seraphine masih mengajukan keberatan, kemungkinan masih akan kekurangan

suster yang tinggal untuk melanjutkan pekerjaan. Mengenai hal ini diperoleh suatu

kesepakatan jika kekuranganya tidak merupakan yang lebih besar daripada suster

yang ada, maka akan dibantu dari Maastricht, sampai ada calon-calon baru yang

masuk di Sittard (Aquinata, 1974: 10).

e. Berdirinya Kongregasi Baru Disetujui oleh Mgr. J.A. Paredis

Moeder Elisabeth menuju ke Roermond untuk mempersembahkan naskah

yang berisikan keterangan pemimpin dan dewannya bahwa beliau menyetujui

pemisahan itu. Pemisahan itu disetujui oleh yang mulia uskup Roermond pada

tanggal 18 Juni 1862. Pada tahun 1862, P. Deken Roersch menghendaki sebutan

Reverende Mere bagi overste Ursuline. Keinginan ini diluluskan juga di Maastricht. Dan setelah biara Agnetenberg berdiri sendiri kebiasaan berlangsung sampai lama.

Persahabatan rohani menjadi pengikat mereka. Karena itu biara Sittard dalam

tahun pertamanya melakukan ret-ret besar di Maastricth. Hingga akhir hidupnya

Moeder Seraphine menyebut-nyebut Moeder Elisabeth dan konggregasinya penuh

pujian dan kecintaan yang tulus iklas. Inilah suatu bukti bahwa tangan

penyelenggaraan Ilahilah yang mengemudikan segala-galanya (Aquinata, 1974: 11).

f. Anggaran Suci

(40)

dibawah perlindungan St. Carolus Boromeus disetujui oleh kongregasi Suci

Propaganda Fide. Para suster di Agnetenberg menyatakan bahwa mereka menerima

anggaran itu bagi biaranya yang baru. Semua peraturan mengenai segala sesuatu

yang berlaku di Maastricht berlaku lagi di Sittard. Para suster menghendaki supaya

yayasannya (kongregasinya yang baru) diserahkan dibawah perlindungan St. Yosef.

Anggaran ini disetujui oleh Uskup bersama-sama dengan pemisahan pada tanggal

18 Juni 1962. Moeder Seraphine yang rajin memelihara jiwa-jiwa, karena dorongan

Roh Ilahi dan karena pengalaman-pengalaman sendiri, memberikan sekumpulan

peraturan kepada para suster, meskipun sangat sederhana baik dalam bentuk

maupun dalam isi, tetapi sangat berarti. Moeder Seraphine menganjurkan kepada

para suster untuk melatih diri dalam keutamaan ketaatan, kemiskinan dan cinta

persaudaraan. Dengan kata lain keutamaan melupakan diri pribadi. Suatu keutamaan

yang menjadi kekuatan dalam menjalankan karya cinta.

Selain mentaati peraturan harian, para suster juga tekun dalam latihan-latihan

ibadat rohani yang lain yang dapat dilakukan oleh para suster sendiri pada

waktu-waktu terluang. Misalnya kunjungan kepada sakramen Mahakudus dan doa rosario.

Overste berhak mengubah peraturan harian kalau dipandang perlu. Keterlibatan

menjalankan peraturan, meskipun banyak dan sukar pekerjaan komunitas itu.

Menunjukan suatu kesaksian, ketekunan yang menjiwai kongregasi baru itu.

Sungguh mengagumkan, betapa besarnya penghormatan Moeder Seraphine terhadap

Darah yang Mulia. Sepanjang hari dipersembahkan Darah Sri Yesus kehadirat Bapa

dengan doa bersama sesudah completorium.

(41)

ingatan kami, angan-angan kami, keinginan, kecenderungan, tingkah laku kami, indera lahir batin kami. Cucilah semuanya karena semua ternoda. Ubahlah kami dengan kekuatam-Mu yang terpuji, supaya kami dapat berkumpul dengan-Mu. O kemurnian yang tak terhingga, cucilah kami hingga bersi. Hiasilah kami, muliakanlah kami, berihlah kami mahkota. Amin (Aquinata, 1974: 16).

Bulan Juli dipersembahkan kepada Darah Mulia Sri Yesus. Para suster

pendahulu sudah menanamkan bibit penghormatan kepada Darah Mulia. Paus

sebagai wakil Kristus menekankan bahwa penghormatan kepada Darah Mulia

adalah sebagai ciri khas dari kongregasi ADM. Moeder Seraphine sangat

menghormati Hati Kudus Yesus. Beliau berhasil menanamkan kerajinan

menghormati hati Ilahi itu di dalam hati para suster ADM untuk mengembangkan

penghormatan itu. Dengan membicarakan devosi-devosi yang di milki oleh Moeder

Seraphine para suster ADM dapat melihat dan merasakan sebenarnya yang menjadi

jiwa religius dari pendiri kongregasi ADM.

Moeder Seraphine tak pernah mengenal lelah karena diliputi oleh semangat

doa, tujuannya karya cinta dan pengajaran mau memberi perhatian besar pada

orang-orang yang paling hina dan menderita dalam masyarakat. Mereka

menampung para penderita cacat, orang-orang yang lanjut usia, baik pria maupun

wanita dan juga anak yatim piatu. Mereka merawat orang-orang sakit secara

berpindah-pindah, berkeliling dan terutama menolong orang miskin. Tindakan ini

merupakan perbuatan yang sangat dihargai oleh penduduk yang kurang mampu

ialah sekolah taman kanak-kanak miskin. Di samping taman kanak-kanak untuk

orang miskin, diadakan pula taman kanak-kanak untuk orang mampu. Dengan ini

mereka dapat diminta pembayaran yang pantas. Tetapi penghasilan ini tidak

(42)

minta bantuan kepada para dermawan umum. Diutusnya suster-suster untuk

mengumpulkan derma. Betapa sulit dan beratnya keadaan pada waktu itu. Moeder

Seraphine tetap dalam kepercayaan yang teguh dan hati gembira dalam menghadapi

situasi yang berat. Hidup kita, komunitas kita adalah karya penyelenggaraan Ilahi.

Itulah yang menjadi pendorong mereka (Aquinata, 1974: 17-18).

2. Riwayat Singkat Pendiri Kongregasi ADM

Gertudis Spickerman dilahirkan di Reinbach (Jerman Barat) pada tanggal 30

April 1819. Pada tanggal 18 Oktober 1842 ia memasuki kongregasi suster-suster

Amalkasih Santo Carolus Borromeus di Maastrich. Disana ia diberi nama Sr.

Seraphine. Sesudah selama sepuluh tahun memimpin sebuah rumah Yatim Piatu di

kota Maastricht itu, oleh pemimpin umum, Ibu Elisabeth Gruyters ia diutus ke kota

Sittard untuk mendirikan rumah cabang pertama di luar kota Maastricht. Pada

tanggal 6 Oktober 1857 ibu Seraphine bersama enam suster lainnya, menetap di St.

Agnetenberg di Plakstraat di kota Sittard, untuk merawat orang miskin, orang sakit

dan yatim piatu, namun sesudah beberapa tahun kentaralah, bahwa cabang baru itu

secara finansial tidak dapat mandiri. Oleh karena itu rumah induk di Maastricht

ingin membubarkan rumah di Sittard. Tetapi rakyat kota sittard tidak rela bahwa

para suster itu pergi. Dan lewat kepala pastor kota Sittard yang bernama Roersch,

mereka menghubungi uskup Roermond, Mgr. Paredis Beliau berkata adalah

kehendaku agar para suster tinggal di Sittard dan berkarya terus in nomine Domini.

Mereka ku restui. Dengan berat hati ibu seraphine menyatakan kesediaan untuk

(43)

berdirinya biara baru itu disetujui oleh Mgr. Paredis lewat sepucuk surat kepada Ibu

Seraphine pendiri Kongregasi Amal kasih Darah Mulia (Aquinata, 1974: 1-6).

3. Misi Kongregasi ADM di Indonesia

Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia ingin menjadi nabi dan

tanda harapan dengan melibatkan diri semakin penuh dalam perutusan Gereja zaman

ini yang berhadapan dengan kedangkalan hidup, kemiskinan, fanatisme, dan

kerusakan lingkungan hidup. Perutusan ini dilaksanakan dengan menghidupi nilai

kekudusan mewujudkan keadilan dan perdamaian, membela dan memberdayakan

orang miskin, menghargai kebhinekaan dan memelihara keutuhan ciptaan. Dalam

melaksanakan perutusan ini Suster-suster ADM berusaha menghayati hidup sebagai

pribadi ekaristis dalam semangat persaudaraan sejati, dialog, dan kesederhanaan.

Opsi dasar kongregasi ADM adalah kaum miskin dan lingkunganya. Para

suster ADM memilih opsi dasar ini karena Allah berpihak kepada orang miskin dan

membela hidup sampai tuntas, sebab kaum miskin itu, buah hati Allah (Kel 3:7-9;

bdk. Mat 25:31-46) para suster ADM melihat bahwa perjuangan keberpihakan Allah

kepada orang miskin ingin kami ungkapkan dengan memenangkan nilai-nilai

kerajaan Allah dengan berani menolak secara kritis tiap kebijakan dan gerak yang

memberatkan, memojokan, menyingkirkan dan mengorbankan orang kecil.

Dihadapan Tuhan manusia mempunyai martabat yang sama dan seluruh ciptaan

berharga (Kej 1:27). Sesuai dengan teladan Moeder Seraphine pendiri kongregasi

ADM, ingin memberi perhatian pada orang miskin yang paling hina dan terpojokan

dalam masyarakat antara lain: mereka yang sulit mendapatkan akses pendidikan,

(44)

Memilih opsi strategis karena kelompok perempuan, anak-anak, kaum

muda, buruh dan tani adalah kaum miskin yang paling menderita dan membutuhkan

perhatian. Agar karya perutusan para suster ADM berdampak lebih luas dan banyak

orang terlibat. Para suster ADM berusaha terus menerus menghidupi kharisma dan

Spiritualitas Ibu Seraphine (Pendiri kongregasi suster-suster ADM) dalam

membagun persaudaraan sejati, bertekun melatih kecakapan hati dan manajemen

salib, serta pembelaan terhadap orang miskin (Suster-suster ADM, 2011: 6).

Menyadari bahwa upaya-upaya ini merupakan bagian dari peziarahan suster-suster

ADM sepanjang hidup. Untuk dapat bertindak dalam menghidupi nilai kekudusan

ini para suster perlu membangun relasi pribadi yang mendalam dengan Kristus

Penebus melalui hidup doa, merayakan sakramen ekaristi dan sakramen rekonsiliasi

sehingga mampu menjadi pribadi ekaristis. Usaha ini terus menerus untuk

mendalami dan menghidupi spiritualitas dan kharisma kongregasi serta kerendahan

hati untuk bersedia mengolah diri.

B. Kharisma dan Spiritualitas

Pada bagian ini akan dipaparkan kharisma dan spiritualitas dalam lingkup

Gereja Katolik. Secara khusus akan dibicarakan kharisma kongregasi ADM dan

spiritualitas ADM yang merupakan pedoman bagi para suster ADM untuk ikut

terlibat dalam perutusan Gereja.

1. Kharisma a. Arti Kharisma

(45)

pribadi untuk kepentingan umat beriman. Menurut Santo Paulus, kharisma

merupakan karunia (hadiah istimewa) atau anugerah Roh Kudus yang luar biasa,

yang diberikan kepada orang beriman supaya membantu karya keselamatan dan

melayani umat. Karunia atau anugerah itu bermacam-macam (1 Kor 12:1-4; bdk.

Rm 12). Kharisma adalah bakat, kemampuan baik yang sederhana maupun yang

luar biasa dan dijiwai oleh Roh.

Karunia-Karunia itu diwujudkan untuk perkembangan dan kemajuan Gereja,

bukan hanya kegiatan atau kesibukan belaka, tetapi terutama pada pengembangan

umat. Paulus menyatakan bahwa gereja adalah Tubuh Kristus. Komunitas kristiani

merupakan kesatuan. Dalam komunitas kristiani setiap anggota mempunyai talenta

masing-masing. Tetapi semua anggota adalah penting dan tubuh komunitas

membutuhkan karya masing-masing. Setiap anggota melaksanakan tugas pelayanan

lewat pewartaan iman Kristiani, kesaksian hidup, semangat melayani. Dapat

dikatakan bahwa kharisma merupakan rahmat khusus yang diterima oleh orang

tertentu maupun kelompok dalam macam-macam anugerah (1 Kor 12:11) yang

harus dikembangkan (Jacobs, 1979: 19).

Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium secara spesifik menjelaskan kharisma kharisma sebagai berikut:

Kharisma-kharisma itu, entah yang amat menyolok, entah yang lebih sederhana, dan tersebar lebih luas, sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan gereja, maka hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira. Namun kharisma-kharisma yang luar biasa, jangan dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak hasil yang pasti diharapkan dari padanya untuk karya kerasulan (LG, art. 12).

Dalam pelayanan setiap orang mampu bersikap dan bertindak sebagai murid

Kristus yang mau berjuang bersama sesamanya dalam segala aspek kehidupan.

(46)

Kelompok ini dapat menimba kelimpahan anugerah yang diberikan kepada seorang

tokoh. Kharisma juga dapat dimengerti sebagai anugerah Roh Kudus yang diberikan

kepada perorangan atau kelompok untuk membangun jemaat, yang disertai dengan

kemampuan untuk mewujudkannya dalam bentuk pelayanan (Darminta, 1983b: 14).

Dari penjabaran diatas dapat dipahami bahwa setiap orang Kristen adalah

karismatis karena masing-masing menerima rahmat Allah dengan cuma-cuma

dengan segala pemberian rohani dan Roh Kudus, teristimewa keselamatan dalam

Yesus Kristus dan hidup kekal. Setiap orang maupun kelompok dianugerahi

kemapuan dalam Roh Kudus, sehingga mampu melakukan hal-hal yang sesuai

dengan kebutuhan jemaat. Kharisma secara umum berarti anugerah rohani dari

Allah, anugerah Roh Kudus, anugerah ini bermacam-macam antara lain: iman, cinta

dan harapan. Anugerah rohani selalu berhubungan erat dengan cinta kasih sebab

setiap anugerah berakar pada cinta Kasih. Karena itu membuat setiap orang

bertumbuh dalam cinta kasih. Kharisma yang dianugerahkan menurut suatu pilihan

bagi setiap orang atau kelompok yang menerimanya. Ada orang yang menanggapi

kharisma yang diberikan dengan hidup ditengah-tengah dunia ini sebagai seorang

awam yang memperkembangkan jemaat, ada juga orang yang menanggapi kharisma

dengan memilih hidup sebagai seorang selibat. Dengan demikian orang tersebut

bergabung dalam tarekat yang ia masuki yang tentunya memiliki kharisma khusus

yang dihidupi.

b. Kharisma Tarekat Religius

Dalam hidup selibat seorang diikat oleh kesatuan dengan yang lain dalam

(47)

semangat pendiri Tarekat yang terlebih dahulu digerakan oleh Roh. Dalam hal ini

kharisma dimengerti sebagai berikut:

Daya kekuatan Allah dalam Roh sebagai daya cipta. Kharisma merupakan daya kehidupan untuk melawan daya kematian dan penghancuran. Kharisma merupakan daya kekuatan untuk menjalankan Misi sesuai dengan Visi Tarekat. Sesuai dengan kebutuhan keadaan, Allah menganugerahkan daya hidup Ilahi-Nya. Kharisma memberikan kekhasan dalam menjawab kebutuhan. Kharisma memberikan ciri khas dalam hidup dan menjawab tantangan serta kebutuhan. Kharisma merupakan kekuatan atau keunggulan jawaban Allah. Berdasarkan kharisma setiap tarekat memberikan sumbangan khas dalam pelayanan terhadap kemanusiaan dan kehidupan. Kekhasan dan keunggulan bukan berarti mengungguli yang lain, melainkan melakukan pelayanan secara berbeda kualitatif, melakukan pelayanan yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak lain. Dari sini terdapat salah satu pembentuk unsur khas dari kerohanian Tarekat Religius. Dari sini akan muncul prinsip pengandaian (Darminta, 1983a: 12) .

Secara umum dapat dikatakan kharisma tarekat dianugerahi Roh untuk

pembangunan Gereja dan pelayanan misi dari Tuhan di dalam Gereja. Sejarah

historis kharisma dianugrahkan kepada gereja lewat orang tertentu atau kelompok

tertentu untuk menjawab tantangan-tantangan hidup, supaya kuasa Allah nampak

dalam kehidupan manusia. Maka kharisma dapat berkaitan dengan misteri hidup

Allah dalam wujud konkretnya dalam hidup Yesus, sifat-sifat Ilahi yang nampak

dalam pribadi Yesus, tindakan-tindakan Allah dalam diri dan hidupYesus terhadap

orang banyak.

Dapat memberi kesan bahwa kharisma itu merupakan sebagian kecil dari

seluruh aspek dan kekayaan hidup. Namun sebagian kecil bagaikan pintu masuk

kedalam seluruh misteri dan hakekat hidup Ilahi yang menyapa hidup manusia demi

keselamatan dunia. Bagaimanapun juga kharisma dapat menghantar dan membawa

orang masuk kedalam hidup mistik, kesatuan manusia dengan Allah serta membawa

(48)

kepentingan sesama. Oleh karena itu kharisma selalu mempunyai ciri khas

pengabdian dan pelayanan.

Pada zaman sekarang orang semakin menyadari bahwa sebagaimana gereja

dipanggil untuk melayani Kerajaan Allah, maka kharisma tidak dapat, tidak juga

tertuju kepada pengabdian kepada Kerajaan Allah. Boleh dikatakan kalau demikian

kharisma merupakan pelayanan Ilahi bagi manusia, supaya hidup menurut nilai-nilai

kerajaan Allah sekaligus memperjuangkan terwujudnya hidup berdasarkan Kerajaan

Allah (Darminta, 1983a: 208).

c. Kharisma Kongregasi ADM

Sebagai tarekat religius, kongregasi ADM, mempunyai warisan kharisma

lewat pribadi pendiri. Karena itu kharisma kongregasi senantiasa terkait dengan

pendiri kongregasi, yang telah menerima anugerah khusus dari Tuhan dan alat

istimewa untuk karya penyelamatan di dunia. Dengan demikian seluruh anggota

wajib menghidupi semangat dan teladan hidup pendiri dalam hidup dan karya.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada awalnya Sr. Seraphine atas

permintaan orang sakit, menderita dan miskin di Sittard yang diwakili oleh Deken

Roersch memperjuangkan harapan dan permintaan mereka sehingga para suster

tetap melayani orang-orang yang menderita sakit dan miskin serta mengunjungi dari

rumah ke rumah. Di dalam relasi dan keintimannya dengan Tuhan, Ia merasa

senasib dan sependeritaan dengan orang-orang yang menderita saat itu. Beliau

sungguh memahami penderitaan mereka sehingga Sr. Seraphine bersedia tinggal di

Sittard untuk melayani orang-orang yang miskin, sakit dan menderita. Pengabdian

(49)

sedia, sederhana dan kesediaan untuk berkorban. Sama seperti Kristus maka diri

pribadi manusialah yang diperhatikan, dalam pengabdian para suster mengutamakan

pelayanan kepada orang-orang miskin dan terpojokan (Konst, no. 75). Motto

hidupnya jika kita tidak demi kasih kepada Tuhan dan demi keselamatan sesama

manusia, telah meninggalkan segala sesuatu dan telah bersedia mengorbankan tidak

hanya kesehatan, tetapi bahkan hidup kita, serta menunaikan tugas-tugas kita, lalu

untuk tujuan apakah kita lakukan semuanya itu. Baginya Allah bukanlah sesuatu

yang jauh tak terhampiri (transenden), tetapi Allah dialami sebagai yang dekat dan

nyata (imanen), bahkan Allah dialami sebagai kesatuan dengan dirinya dengan

seluruh keprihatinan dan kepedulian. Karena cintanya kepada Kristus dan sikapnya

yang selalu mendengarkan Roh Kudus serta selalu bertindak berdasarkan kepenuhan

rahmat Kristus melahirkan tindakan peduli dan memberi perhatian besar bagi orang

sakit, miskin dan orang yang paling hina di dalam masyarakat sekaligus melihat

Kristus yang menderita dalam diri orang-orang yang sakit, miskin dan menderita

serta melayani mereka dengan penuh gembira dan ketulusan.

Sebagai suster ADM pelayanan dan pengabdian ini dapat memberi

sumbangan bagi perkembangan tubuh Kristus yang mistik, yang telah mencurahkan

darah-Nya. Para suster ADM meneruskan karya penebusan-Nya dengan memberi

bantuan guna meringankan penderitaan rohani dan jasmani orang lain dimanapun

mereka berada (Konst, no. 75). Kharisma ADM adalah kharisma penebusan

kharisma inilah yang diwariskan oleh Ibu Seraphine Pendiri kongregasi suster-suster

ADM. Kharisma suster-suster Amalkasih Darah Mulia ikut mengambil bagian

dalam cinta kasih penebusan Kristus yang total. Putera manusia menjadi total bagi

(50)

Dari sini para suster ADM ikut ambil bagian dengan cara yang lebih

kontemplatif dan dengan cara yang lebih aktif. Kedua cara ini jelas berkaitan erat

satu sama lain. Teks dari surat kepada orang Ibrani: “Dan hampir segala sesuatu

disucikan menurut hukum Taurat, dengan Darah, dan tampa penumpahan Darah

tidak ada pengampunan.” Sebab tidak mungkin darah lembu jantan atau darah

domba jantan menghapuskan dosa. Karena ketika Ia masuk kedunia, Ia berkata:

Korban dan persembahan tidak Engkau kehendaki, tetapi Engkau telah menyediakan

tubuh bagiku kepada korban bakaran dan korban penghapus dosa Engkau tidak

berkenan, lalu Aku berkata sungguh Aku datang, dalam gulungan Kitab ada tertulis

tentang Aku, untuk melakukan kehendak-Mu, Ya Allah-Ku (Ibr 9: 22; 10:4-7).

Darah adalah simbol penyucian dan pengampunan. Darah manakah yang

harus ada? Bukan darah lembu jantan atau darah kambing jantan, tetapi darah dari

Dia yang bersabda Aku datang Ya Allah, untuk melakukan kehendak-MU (Ibr

9:12-14) itulah Darah Penebusan. Kharisma suster-suster ADM adalah menghormati

Darah Penebusan, dengan doa, kata-kata, dan perbuatan. Seluruh hidup Kristus

adalah satu dan seluruhnya misteri penebusan. Penebusan mempunyai tempat utama

dalam misteri wafat pada salib. Karena itu suster-suster ADM selalu menyanyikan

Engkau telah menebus kami ya Tuhan, dalam darah-Mu.

Menurut Ajaran Gereja Katolik, “Puer, natus est nobis“ (seorang Putera lahir bagi kita) bagi keselamatan kita Ia wafat pada salib, hal ini berkaitan dengan hidup

Yesus di dunia. Seluruh hidupnya senantiasa untuk pelayanan demi penebusan kita

umat manusia. Misteri Paskah Penebusan dalam seluruh hidup Yesus adalah karya.

Gambar

gambar Allah diciptakan-Nya dia“ (Kej 1:26). Tindakan pendampingan kepada

Referensi

Dokumen terkait