• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PENDAMPINGAN PASTORAL DI RUMAH SAKIT

A. Situasi Hidup Orang Sakit Pada Umumnya

Untuk mengenal lebih jauh apa dan siapa orang sakit maka akan di terangkan pengertian sakit dalam pandangan medis, teologis dan menurut tokoh dalam gereja.

1. Pengertian Sakit

Sakit menjadi bagian dalam hidup manusia, sekaligus merupakan pengalaman yang sangat khusus dalam kehidupan manusia. Selain rasa sakit banyak rasa lain yang akan dialami secara serentak. Sakit merupakan gejala yang begitu umum dan biasa, dan secara praktis sukar dipisahkan dari kehidupan manusia. Selama masih hidup didunia setiap orang tidak akan pernah lepas dari pengalaman sakit. Menurut dr. Andry (2006: 32) “setiap orang pada suatu saat akan mengalami penderitaan,

sakit, dan kematian, karena hal ini merupakan hakikat manusia yang tidak terelakan”

a. Sakit dalam Pandangan Medis

Secara medis (kedokteran) sakit dapat dirumuskan sebagai situasi dimana terjadi ganguan keseimbangan yang dinamis dalam seluruh bagian tubuh. Adanya ketidak normalan dalam kehidupannya ditandai dengan munculnya berbagai

perasaan yang menggangu stamina tubuh. Sedangkan World Health Organitation

(WHO) mendefenisikan sebagai berikut:

Sakit adalah suatu gangguan organisme yang dapat menggangu seluruh hidup, akibat kondisi tubuh yang kadang-kadang bisa menimbulkan cacat fisik. Hal itu akan memunculkan suatu masalah bagi penderita dan lingkungan sosialnya yang membuat terputusnya hubungan dengan lingkungan, pekerjaan, keluarga ataupun kawan. Hal yang sama diungkapkan oleh dr.L. Laksmiasanti, tentang sakit (Kieser, 1984: 32).

b. Sakit dalam Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit Katolik (KWI)

Sebelum merumuskan sakit, pertama-tama akan mencoba membandingkan keadaan manusia dalam dua sisi situasi kehidupan yaitu ketika sehat dan ketika sakit. Sakit dapat di defenisikan setelah melihat situasi manusia dalam keadaan sehat. Hal ini dapat kita lihat dalam pernyataan berikut ini:

Manusia sehat yang ideal adalah manusia yang sehat, baik jiwa, badan maupun hidup sosialnya. Itu berarti manusia yang sehat dapat sepenuhnya mengatur dan menggunakan segala daya dan tenaga, guna mencapai tujuan hidup yang ditentukan baginya oleh Tuhan. Sakit merupakan situasi dimana terjadi ketidak seimbangan antara jasmani, rohani dan lingkungan si sakit. Dapat dipahami bahwa penyakit merupakan ganguan kesehatan, sehingga manusia kurang dapat menggunakan daya dan tenaga badan maupun jiwanya. Entah siapa atau yang menyebabkan tapi orang yang menderita sakit itu sendirilah yang pertama-tama harus menghadapinya. Ia sendirilah yang harus menentukan sikap dan perbuatannya terhadap penyakit itu (Suhardi, 1987: 28-29).

c. Sakit Menurut Pandangan Teologis

Dalam Kitab Suci perjanjian lama, sakit sering dikaitkan dengan kutuk dan dosa. Maka penyakit dilihat sebagai kutukan dari Allah atas dosa orang. Hal ini dapat dilihat dalam seruan pemazmur yang mohon penyembuhan dengan berdoa sebagai berikut Tuhan jangan menghukum aku dalam geram-Mu, tidak ada yang sehat pada dagingku karena amarah-Mu, tidak ada yang selamat pada tulang-tulangku oleh karena dosaku (Mzm 38:2-4). Lebih jelas lagi dalam Mzm 107:17 diungkapkan sebagai berikut “Ada orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab keslahan-kesalahan mereka “ .

Masalah dan ketegangan muncul manakala yang menderita atau yang sakit adalah orang saleh atau orang benar. Ayub seorang hamba yang setia, tertimpa kemalangan, dia diuji dalam kesetian dan iman. Ketika penyakit menimpanya, orang-orang yang ia cintai malah meninggalkan dirinya serta semua hartanya habis. Tapi dalam segala pencobaan itu, Ayub menang dan tetap setia kepada Allah. Bahkan pada akhir Ayub mendapat ganjaran dari Allah melebihi apa yang dia miliki sebelum menghadapi cobaan. Dalam hal ini Perjanjiian Lama memberi Jawaban: “Sakit dan penderitaan adalah cobaan untuk menguji kesetiaan seseorang “ (Ayub 12:13).

Dalam Matius 8:16 diceritakan bagaimana pelayanan Yesus kepada orang-orang menderita sakit. Memang gagasan bahwa penyakit adalah balasan atau hukuman atas dosa dalam Perjanjian Baru sudah tidak jelas atau bahkan ditolak. Ketika murid-murid bertanya: Rabi siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta? Yesus menjawab bahwa bukan dia

dan bukan orang tuanya, tetapi pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan didalam dia (Yoh 9:2-3). Dalam peristiwa ini jelas bahwa gagasan yang memandang sakit sebagai hukuman langsung atas dosa, ditolak, sekalipun masih tetap nampak. Yesus dalam hidup-Nya memberikan perhatian yang besar pada orang yang menderita sakit dan menyembuhkan mereka.

d. Sakit Menurut Ibu Seraphine

Ibu Seraphine melihat bahwa orang sakit, adalah mereka yang menderita, miskin dan hidup serba dalam kesulitan. Dalam diri mereka yang miskin, sakit dan penuh penderitan Ibu Seraphine menemukan Yesus yang menderita. Maka Ibu pendiri kongregasi menuntut Suster-suster ADM untuk mengikuti Kristus dengan sikap siap sedia, sederhana dan kesediaan untuk berkorban. Sama seperti Kristus maka diri pribadi manusialah yang perlu suster ADM perhatikan. Para suster ADM mengutamakan pengabdian terhadap orang-orang miskin, sakit dan mereka yang terpojokan sesuai dengan teladan Ibu Seraphine (Konst, no. 75).

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas, dapat dimengerti bahwa orang sakit adalah orang yang mengalami ganguan dalam tubuhnya karena ada ganguan organisme tubuh dan kekurang seimbangan, ketidaknormalan dalam kehidupan sehingga menimbulkan berbagai macam perasaan dan penderitaan karena putusanya hubungan dengan lingkungan, pekerjaan, keluarga maupun sahabat.

2. Keadaan (Situasi Perasaan Orang Sakit)

Orang sakit mempunyai keadaan tertentu yang berbeda dengan situasi disaat mereka sehat. Keadaan orang sakit terisolir baik dari lingkungan, kepribadiannya

sendiri maupun dari segi religius. Karena dalam situasi sakit, seseorang akan merasakan keterpisahanya dari lingkungan. Dirinya seakan-akan menjadi objek penelitian alat-alat moderen. Dalam situasi semacam ini perasaan yang dominan adalah cemas, takut, ragu, berontak dan marah karena ketidak pastian yang dialami akibat penyakit yang diderita. Orang sakit kadang mempertanyakan keberadaan penyakitnya, apakah bisa disembuhkan dalam waktu yang singkat atau lama. Ketegangan akan muncul kalau penyembuhanya dalam waktu yang lama. Maka biasanya mereka tegang karena harus memikirkan biaya (kurniawan, 1996: 36). Saat menderita sakit seseorang dapat mengalami keraguan, kehilangan hal yang mendasar dalam hidup keberimananya. Situasi demikian digambarkan dr. Andry (2006: 40), sebagai demikian: Kerapkali kita menanyakan dan meragukan keberadaan Tuhan pada saat kita mengalami penderitaan misalnya, ketika kita sedang sakit berat atau kematian orang yang kita kasihi, pada hal kita merasa orang yang sudah memenuhi semua perintah Tuhan dengan baik.

Orang sakit merasa sendirian, tidak berharga tidak dicintai bahkan merasa ditinggalkan Tuhan. Pada dasarnya perasaan orang sakit sangat sensitif dibandingkan ketika ia sehat. Dalam pergulatan mengalami derita sakit, tak jarang orang sakit merasa bahwa penderitaannya merupakan hukuman dari Tuhan atas dosa-dosanya. Hal ini juga yang dialami oleh orang-orang yang dilayani oleh ibu Seraphine di Sittard.

Hidup keberimanan seseorang merasa ditantang dengan situasi yang dialami. Bantuan medis kadang menjadikan sesuatu yang menakutkan, karena kemajuan teknologi yang digunakan membantu dalam proses penyembuhan menjadikan orang sakit semakin sakit karena kadang mereka seakan-akan dijadikan

objek penelitian, observasi maupun terapi.

3. Kebutuhan Orang Sakit

Kebutuhan orang sakit adalah rawatan atau pelayanan untuk menjawab kerinduanya untuk sembuh, maka secara fisik orang sakit harus dipenuhi kebutuhanya untuk membantu kondisi fisiknya yang lemah. Bersamaan dengan itu orang sakit atau pasien yang dirawat dirumah sakit membutuhkan pengobatan medis yang ia yakini dapat membantu dalam proses penyembuhan.

Mengingat keadaan atau situasi orang sakit begitu kompleks, kiranya pelayanan secara medis belum terlalu cukup. Orang sakit juga membutuhkan kebutuhan ekonomis yaitu untuk biaya pengobatan dan keperluan lainnya. Kebutuhan sosial yaitu kebutuhan akan kehadiran orang lain sebagai teman yang memberikan rasa aman dan mengurangi rasa takut karena sendirian. Kebutuhan emosional adalah kebutuhan untuk diperhatikan, dilindungi dan dijaga. Orang sakit atau pasien akan merasa aman bila ada orang yang ikut serta dalam situasinya. Pasien sungguh peka terhadap perhatian orang-orang disekitarnya. Kebutuhan intelektual yaitu kebutuhan akan pengetahuan atau keterangan mengenai apa yang sedang dilaminya dan tindakan-tindakan yang dilakukan terhadap dirinya (Kieser: 1984)

Kebutuhan spiritualitas atau rohani yaitu kebutuhan dukungan dari agama yang diyakini. Mereka tidak hanya membutuhkan pelayanan secara medis, tetapi pelayanan non medis yang biasanya dilayani oleh para pelayan rohani atau pastoral orang sakit yang siap mendampingi dan melayani mereka. Berbicara tentang kebutuhan orang sakit yang dirawat di Rumah Sakit, sebagai berikut:

Yang diperlukan seorang penderita sakit bukan hanya supaya penyakitnya itu hilang. Baginya penting juga bagaimana caranya ia memberi arti positif terhadap keadaan sakitnya, bagaimana ia dapat semakin dekat dengan Tuhan dan dengan sesama. Pasien (orang sakit yang dirawat di Rumah Sakit) ditolong supaya mau mencari penyembuhan tetapi ia juga harus dibantu supaya dapat menerima dengan pasrah, kalau penyakitnya memang tidak dapat disembuhkan. Kalau ia sembuh penyembuhan harus diterima sebagai pertanda dan harapan akan pembebasan serta penyelamatan yang sempurna. Sebaliknya jika ia tidak dapat disembuhkan, ia harus ingat teladan Kristus yang sengaja memilih jalan derita dan maut, guna melahirkan kebangkitan dan kemulian demi keselamatan semua orang (Suhardi , 1987: 29).

4. Tugas Hidup Orang Sakit

Penyakit menimbulkan tugas baru dalam hubungan dengan tujuan hidup. Pandangan terhadap penyakit sebagai gangguan, hambatan dan kekacauan mesti diberantas, dalam hal ini penderita sendiri sebagai manusia yang harus berjuang menyempurnakan hidupnya, untuk bisa memberi arti positif terhadap keadaan sakitnya (Suhardi, 1987: 29). Disamping itu orang sakit yang dirawat di rumah sakit kiranya kritis terhadap pelayanan yang mereka terima. Karena mereka bukanlah objek dari profesi medis tetapi sebagai subjek. Mereka berhak untuk bertanya tentang seluk beluk penyakitnya, serta mengerti berbagai tindakan medis yang perlu dijalankan dalam rangka kesembuhannya. Diharapkan pasien bisa menolong dirinya sendiri untuk hal-hal yang masih dapat dibuat sendiri kecuali pasien sakit parah dan tergantung kepada orang lain.

Menyadari bahwa keadaan sakit adalah suatu kenyataaan hidup yang harus dihadapi maka ketika dalam keadaan sakit seorang pasien mempunyai tugas yang mulia yakni untuk menghayati sakitnya, sehingga memberi makna baru dalam hidupnya dan bagi orang lain. Dari penelitian secara medis dapat diketahui bahwa kesembuhan seseorang pada waktu sakit banyak dipengaruhi oleh faktor dari dirinya

sendiri yaitu sejauh mana pasien itumempunyai semangat juang untuk sembuh atau bagaimana pasien menerima situasi penyakit tersebut. Cara pandang dan sikap seorang dalam menghadapi penderitaan sakit sangat berpengaruhi dalam memaknai penderitaan.

Dalam keadaan sakit, tidak jarang orang menemukan jati diri yang sesungguhnya dalam hubungan dengan Tuhan dan sesama. Keadaan sakit menjadi kesempatan untuk merefleksikan diri dan merasakan rahmat Tuhan yang selama ini kurang diperhatikan dan disadari. Sewaktu sakit seseorang tetap dapat melayani sesama dengan berbagai cara dan sikap hidup yang ditampilkan, sehingga orang lain dibantu untuk memaknai kehidupanya sendiri.

Seorang dokter pernah menyatakan bahwa selama sakit seorang pasien dapat berdoa, merenung bahkan meditasi dan kontemplasi untuk membantu proses penyembuhannya. Beliau membagikan pengalamannya ketika sakit seperti berikut:

ketika sakit, kita dapat merenungkan anugerah yang diberikan Tuhan pada diri kita, termasuk proses kesembuhan yang kita alami selama waktu sakit. Dari pengalaman saya ketika mengalami operasi besar di Rumah Sakit Panti Rapih, saya bersyukur atas situasi yang saya alami lewat alam yang dapat saya saksikan dari jendela kamar rumah sakit serta suara kijauan burung yang saya dengar mengantar saya pada pengenalan akan kasih Allah, hal ini saya temukan ketika saya meditasi dan kontemplasi (Andry, 2005: 83-84).

Dalam kesempatan lain dr. Andry (2005: 33) mengatakan bahwa orang sakit tetap harus menyadari tugas sebagai orang sakit dalam hubungan dengan penebusan yang telah diterima dari Tuhan Yesus Kristus. Hal ini ditegaskanya dalam pernyataan ini:

Sebagai manusia yang berdosa yang ditebus oleh penderitaan dan kematian Yesus Kristus, kita harus bersedia pula untuk membantu meringankan salib Yesus dengan menerima penderitaan kita sebagai bagian dari salib Yesus Kristus. Salib yang kita pikul tidak melebihi kekuatan kita untuk

menanggungnya. Yakinlah bahwa Yesus mendampingi kita sebagaimana Ia didampingi malaikat pada saat berdoa ditaman Getzemani.

Pernyataan ini kiranya menegaskan bahwa dalam situasi apapun orang tetap memiliki tugas sebagai seorang manusia terutama dalam hubungan dengan Yesus Kristus yang terlebih dahulu menderita bagi kita. Rahmat Tuhan memampukan orang sakit dalam melaksanakan tugasnya.

Tugas seorang yang menderita sakit tetap menjadi suatu perhatian yang penting dan serius. Keadaan sakit kadang membuat orang yang menderita sakit mempunyai pemahaman yang lain terhadap situasi dirinya. Ia tidak berbuat apa-apa kecuali memberontak, marah, putus asa dan berbagai hal yang dapat melemahkan manusia itu sendiri untuk melihat dan menyadari suatu hal berguna yang dapat dibuat ketika mengalami penderitaan sakit.

Dalam hal ini seorang Santo dalam gereja katolik yaitu Fransiskus Asisi menekankan pada saudari-saudari yang sakit “Hendaklah mereka bersyukur kepada sang pencipta atas segalanya yang menimpa diri mereka, dan yang hendak mereka inginkan ialah berada dalam keadaan yang dikehendaki Tuhan untuk mereka, baik disaat sehat maupun sakit”. Dalam situasi sakitpun saudara-saudari harus menyadari bahwa Tuhan tetap menyadari dan melindungi mereka. Kasih Tuhan tidaklah terhapus karena sakit jasmani. Iman akan Yesus Kristus semakin kokoh justru disaat sakit dan percaya bahwa Yesus tidak pernah meninggalkannya (Martino Sardi, 2007: 34).

Ibu Seraphine sebelum menjelang ajal mengajak para suster untuk meditasi dan berdoa “doa-doa ibu gereja bagi seorang yang menghadapi ajalnya. Kata-kata yang diungkapan oleh pendiri kongregasi ADM saat itu sebagai berikut :

Marilah sebagai tema meditasi kita ambil doa-doa ibu Gereja bagi seorang yang menghadap ajalnya. Dengan perlahan-lahan mereka membaca doa itu sambil mengarahkan pikiran kita kepada saat ajal kita sendiri kelak kemudian hari. dengan tenang Ibu Seraphine membacakan doa itu tetapi suaranya tersendat-sendat. Ia mulai kembali satu dua kali tetapi suaranya terputus-putus karena rasa terharu, maklumlah bahwa saat ajalnya sendiri sudah dekat. Dua hari kemudian ibu Seraphine jatuh sakit, radang paru-paru. Demam menghabiskan sisa tenaganya, dan pada tanggal 17 Agustus tepat jam 3.00 (saat Yesus sendiri wafat ) ibu Seraphine menyerahkan kembali nyawanya kepada Tuhan (Aquinata, 1974: 31).

Tugas hidup orang sakit merupakan tugas yang mulia. Hendaknya orang sakit bersyukur dan mampu memaknai penderitaan sakitnya dengan penderitaan Yesus Kristus sendiri dimana Ia rela menderita dan wafat dikayu salib demi menebus kita dari kuasa dosa. Suatu nilai yang sangat berarti bahwa penderitaan dan mampu meyakini bahwa hidup tidak hanya sebatas hidup saat ini. Kata Santo Paulus: “justru bila aku merasa lemah, aku menjadi kuat” lemah menjadi pertimbangan manusia, kuat karena daya tenaga Tuhan.