• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III. PENDAMPINGAN PASTORAL DI RUMAH SAKIT

B. Pendampingan Pastoral Orang Sakit Dalam Gereja

Tugas hidup orang sakit merupakan tugas yang mulia. Hendaknya orang sakit bersyukur dan mampu memaknai penderitaan sakitnya dengan penderitaan Yesus Kristus sendiri dimana Ia rela menderita dan wafat dikayu salib demi menebus kita dari kuasa dosa. Suatu nilai yang sangat berarti bahwa penderitaan dan mampu meyakini bahwa hidup tidak hanya sebatas hidup saat ini. Kata Santo Paulus: “justru bila aku merasa lemah, aku menjadi kuat” lemah menjadi pertimbangan manusia, kuat karena daya tenaga Tuhan.

B. Pendampingan Pastoral Orang Sakit Dalam Gereja

Manusia sebagai citra Allah mempunyai martabat yang tinggi, sekalipun mereka berada dalam situasi yang kurang menguntungkan. Menyadari bahwa setiap manusia mempunyai martabat tinggi sekaligus sebagai anggota tubuh Kristus. Maka gereja memberikan perhatian yang khusus terhadap mereka yang sakit. Di bawah ini akan dipaparkan mengenai pengertian pastoral, pelayanan pastoral.

1. Pengertian Pastoral

Kata “Pastor“ berasal dari bahasa Latin yang berarti gembala. Dalam Perjanian lama, para nabi dan raja bahkan Tuhan sendiri, disebut gembala. Dalam

injil Yohanes, Kristus sendiri menyebut diri sebagai Gembala Baik. Yesus memanggil Petrus supaya menjadi gembala umat-Nya (Yoh 21:15). para pemimpin umat juga disebut gembala, “karena itu jagalah dirimu dan jagalah seluruh kawanan, karena kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi pemilik untuk mengembalakan jemaat Allah yang diperoleh-Nya dengan Darah Anak-Nya sendiri“ (Kis 20:28) . Pastor menjadi sebutan untuk seorang imam yang memimpin suatu Paroki; Ia

disebut sebagai pastor kepala sedangkan pastor yang lain disebut sebagai pastor pembantu. Dalam arti kata yang luas, imam katolik lain disapa “pastor”. Bahkan di banyak negara pendeta disebut juga “ pastor “ (Heuken, 1991: 108). Pastor lebih pada arti penggembalaan maupun seni penggembalaan. Pastoral adalah semua yang berhubungan dengan tugas seorang pastor (penggembalaan) paroki. Istilah pastoral kadang-kadang digunakan sebagai singkatan untuk pelayanan umat dan teologi pastoral (Heuken, 1991: 108). Dalam bahasa Indonesia “Pastoral“ dipakai sebagai kata benda atau kata sifat. Berdasarkan hal ini dapat dijelaskan bahwa pastoral sebagai suatu pelayanan penggembalaan yang dilakukan umat disebut juga suatu pelayanan pastoral (pastoral sebagai kata sifat). Sedangkan istilah pastoral digunakan sebagai singkatan teologi pastoral sebagai ilmu pengetahuan atau seni penggembalaan (pastoral dilihat dari kata benda). Pastoral sebagai tugas penggembalaan dalam gereja dapat dirumuskan sebagai suatu pendampingan yang bertujuan untuk mempersatukan yang dilaksanakan oleh imam maupun oleh seluruh umat. Setiap orang kristen mendapat tugas penggembalaan Yesus Kristus, berarti mereka ikut terlibat dalam tugas penggembalaan Yesus sesuai dengan keahlian mereka masing-masing. Tugas pengembalaan tidak hanya terbatas pada imam, tetapi juga tugas seluruh umat.

2. Pelayanan Pastoral

Pelayanan pastoral atau tugas kegembalaan diserahkan oleh Yesus sebagai Gembala yang Baik kepada seluruh gereja-Nya (1Ptr 5:4), terutama kepada mereka yang ditugaskan Yesus untuk mengembalakan kawanan Allah (1Ptr 5:2 ;Kis 20:28). Pelayanan Pastoral juga disebut sebagai pemeliharaan jiwa (Cura animarum) antara lain mencakup pewartaan kabar gembira, ibadat, liturgi. Pelayanan gereja terhadap dunia, menjalankan administrasi gereja dan lembaga-lembaga. Tugas pastoral itu dalam Ensiklopedi dijelaskan sebagai berikut:

Pewartaan kabar gembira dengan kotbah, mengajar agama (segala bentuk katekese) dan pembicaraan informal tentang iman atau dalam pastoral counseling. Ibadat atau liturgi merupakan sumber dan puncak segala kegiatan gereja terutama perayaan Ekaristi pada hari minggu, tetapi juga pelayanan-pelayanan sakramen lain dan sakramentali; termasuk pelayanan itu juga persiapan yang baik untuk menemukan sakramen-sakramen. Pelayanan gereja terhadap dunia : ikut memikul tanggung jawab untuk masyarakat, misalnya untuk keadilan sosial, kerukunan, kebebasan dan hak-hak azasi. Sedangkan menjalankan administrasi gereja dan lembaga-lembaganya: menyediakan dan mengatur personil (Pastor, guru agama, katekis) dan sarana (media komunikasi, tempat pertemuan, devosi, perkumpulan) dan menjaga tata tertib umat (Heuken, 1991: 136-137).

Dasar segala kegiatan pastoral adalah kehendak AIlah untuk menyelamatkan semua orang dengan mengikut sertakan orang-orang yang dipilih-Nya dalam berbagai karya penyelamatan. Pelayanan pastoral bukan hanya urusan para imam yang telah menerima sakramen tahbisan, tetapi seluruh umat Kristen yang telah dibabtis. Umat Kristen yang telah dibaptis wajib ikut serta dalam pelayanan pastoral dalam gereja, karena kehidupan rohani yang diperoleh dalam sakramen pembaptisan dan penguatan dengan karunia yang dianugerahkan kepada mereka dalam Roh Kudus.

3.Tugas Pastoral Gereja

Pastoral orang sakit termasuk tugas pastoral gereja yaitu: pelayanan pastoral khusus untuk orang sakit baik secara medis maupun non medis. Konsili Vatikan ke II telah menarik perhatian khusus terhadap orang sakit: “Dengan urapan suci orang sakit dan dengan doa para imam, seluruh gereja menyerahkan orang sakit kepada Tuhan yang menderita dan yang dimuliakan, agar Ia menghibur dan menyembuhkan mereka (Yak 5:14-16). Gereja juga mengajak mereka agar bergabung dalam derita dan wafat Kristus dengan sukarela, dan dengan demikian memberi sumbangan bagi kepentingan umat Allah (LG, art. 11). Hal ini menunjukan bahwa gereja sungguh memberi perhatian kepada orang sakit. Sekaligus mengajak umat untuk memberikan pertolongan kepada mereka. Dengan perawatan, kunjungan, penghiburan, diharapkan orang sakit mampu menggabungkan derita mereka dengan derita Kristus sendiri. Orang sakit dibantu untuk menemukan makna baru dalam penderitaan mereka (Gula, 2009: 25).

a. Pengertian Pastoral Orang Sakit

Pastoral orang sakit adalah penggembalaan yang dikhususkan bagi orang sakit. Orang sakit sebagai anggota tubuh Kristus diberi perhatian khusus dalam bentuk pelayanan secara medis maupun non medis. Orang sakit tetap dipandang sebagai manusia utuh yang membutuhkan pendampingan dengan penuh kasih.

b. Medan Pelayanan Orang Sakit

disini adalah pendampingan iman. Manusia tetap dipandang sebagai manusia yang utuh. Manusia tidak dapat dipandang secara fisik saja karena manusia terdiri atas berbagai dimensi yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu-sama lain. Tubuh manusia terdiri atas dimensi fisik dan psikologis serta dimensi sosial dan religius-spiritual (Jakobs, 2003: 64) dengan demikian jika seorang menderita sakit, maka seluruh dimensi dalam dirinya dapat. Orang sakit dalam situasi yang berat, krisis dan dalam batas ketidakmampuan secara manusiawi sering mengalami pergolakan dalam hidupnya. Situasi yang tidak mengenakan itu menantang hidup keberanian seseorang. Tidak jarang seorang yang menderita sakit berada dalam ambang batas kemampuan, mempertanyakan keberadaan Allah. Orang sakit mulai menggugat peran serta Allah dalam situasi hidupnya. Allah yang dahulu ini penuh belas kasih kini terasa jauh dan pergi meninggalkan dia dalam penderitaan. Rasa sakit yang berat sering membuat orang sakit marah terhadap Allah dan melihat Allah sebagai seorang yang bengis, kejam, dan tidak adil (Kieser, 1984: 43). Hal ini mengambarkan bahwa hidup keberimanan sesorang ditantang.

Kehadiran pendamping pastoral sungguh dibutuhkan. Kehadiran mereka bermaksud untuk mendampingi orang sakit bertemu dengan Allah dalam situasi hidup yang terbatas. Pendampingan pastoral hadir sebagai teman untuk menempuh jalan kepercayaan. Orang sakit tidak semata-mata mendambahkan perawatan, teknik kedokteran dan acara kerohanian tetapi mereka juga membutuhkan teman seperjalanan pada jalan yang sulit dan gelap. Seorang pendamping hadir sebagai teman yang jujur, ikut percaya karena ikut menderita. Mereka harus siap dengan berbagai pertanyaan yang mungkin bagi dirinya sendiri belum jelas.

c. Tujuan Pendampingan Pastoral Orang Sakit

Pendampingan pastoral untuk orang sakit bertujuan mendampingi orang sakit agar mampu mengatasi rasa keterasingan dan kesendirian. Orang sakit didampingi agar mampu menghadapi situasi sulit dalam hidupnya. Pendampingan ini juga membantu orang sakit untuk menemukan makna hidup dengan mengikut sertakan mereka dalam penghayatan iman (Kurniawan, 1996: 23). Orang sakit didampingi agar tetap memiliki pengharapan akan kasih setia Allah yang penuh kasih sekalipun mereka sungguh menderita. Secara singkat dapat dikatakan pendampingan bertujuan untuk memberikan pelayanan kasih, sebagai ungkapan iman sekaligus jawaban konkret atas panggilan hidup kristiani, dengan kepedulian dan keprihatinan kepada mereka yang menderita untuk meringankan beban psikisnya (Go. Piet, 1983).

d. Pentingannya Pendampingan Pastoral Orang Sakit

Manusia adalah mahluk yang bernilai, karena manusia adalah mahluk yang bermartabat, manusia memiliki hak-hak yang melakat pada dirinya. Hak yang mendasar dan menjiwai seluruh diri manusia adalah hak hidup. Hak ini tidak diberikan oleh orang lain tetapi melekat pada dirinya oleh karena dia seorang manusia (Kusmaryanto, 2006: 63). Nilai inilah yang melekat pada diri manusia secara kodrati. Manusia mendapat tempat yang istimewa dan khusus dari ciptaan yang lain, karena diciptakan menurut citra dan rupa Allah sendiri. Dalam teks kitab suci perjanjian lama diterangkan bahwa manusia diciptakan menurut gamabar dan rupa Allah: “maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia“ (Kej 1:26). Tindakan pendampingan kepada orang sakit, didasarkan pada martabat manusia yang diciptakan secitra dan serupa

dengan Allah (KHK, 1991: 31-32). Pendampingan terhadap orang sakit merupakan usaha untuk mengembangkan citra Ke-Allah-an manusia dan upaya karya penyelamatan Allah terhadap manusia. Orang sakit merupakan anggota tubuh gereja yang menderita. Kol 2:19 mengambarkan gereja sebagai kesatuan tubuh.

e. Peranan Pendampingan Pastoral Orang Sakit

Peranan pendampingan orang sakit yang bersifat penggembalaan berperan untuk menyembuhkan, meneguhkan, mendorong dan mendukung, sehingga orang sakit yang didampingi semakin berkembang, dan berani menghadapi pergumulan dan perjuangan hidup. Pendampingan pastoral juga berperan untuk membangkitkan potensi-potensi dalam diri orang sakit yang didampingi sehingga mempunyai harapan hidup untuk bergerak maju. Pendampingan pastoral merupakan menemani sehingga orang yang sedang menderita tidak merasa sendirian dan terasing, sekaligus meringankan penderitaan mereka secara psikis.

f. Perawatan orang Sakit

Menganut tradisi yang mulia banyak sekali anggota hidup bakti, terutama wanita, menjalankan kerasulan mereka dibidang pelayanan kesehatan, menurut kharisma tarekat mereka masing-masing. Dari abad ke abad banyak anggota hidup bakti mengurbankan hidup mereka untuk melayani para kurban, penyakit-penyakit manular, dan dengan demikian mengukuhkan kebenaran, bahwa dedikasi hingga mencapai kepahlawanan termasuk sifat kenabian hidup bakti. Dengan rasa kagum dan penuh syukur gereja memandang sekian banyak anggota hidup bakti, yang

dengan merawat orang-orang yang sakit dan menderita secara penuh makna mendukung misinya.

Mereka menunaikan pelayanan kerahiman Kristus, yang berkeliling sambil

berbuat baik dan menyembuhkan semua orang (Kis 10:38). Mengikuti jejak sang

Ilahi, tabit jiwa maupun raga, dan menganut contoh para pendiri tarekat masing-masing, para anggota hidup bakti yang karena kharisma tarekat mereka menyerahkan diri bagi pelayanan itu hendaklah tabah dalam kesaksian cinta kasih mereka terhadap orang-orang sakit, seraya membaktikan diri kepada mereka dengan pengertian dan belaskasih yang mendalam. Hendaklah mereka menyediakan tempat yang khusus dalam pelayanan mereka kepada yang paling miskin dan paling terlantar diantara orang-orang sakit, misalnya mereka yang lanjut usia, yang cacat, tersisihkan, atau tinggal menunggu ajal mereka, dan kepada para kurban narkotika dan wabah-wabah baru yang menular. Para anggota hidup bakti hendaknya mendorong mereka yang sakit sendiri, untuk mengurbankan penderitaan mereka dalam persekutuan dengan Kristus yang disalibkan dan dimuliakan demi keselamatan semua orang. Hendaklah mereka meneguhkan pada orang-orang sakit kesadaran akan kemampuan menjalankan pelayanan pastoral sendiri berkat kharisma kas salib, melalui doa mereka serta kesaksian mereka dengan kata-kata maupun tindakan. Selain itu Gereja mengingatkan para anggota hidup bakti bahwa termasuk misi mereka berevangelisasi terhadap pusat-pusat pelayanan kesehatan yang menjadi lingkungan kerja mereka, dengan berusaha memancarkan cahaya nilai-nilai Injil atas cara orang-orang zaman sekarang, hidup menderita dan menghadapi maut. Hendaklah mereka berupaya menjadikan praktek kedokteran lebih manusiawi, dan menatar pengetahuan mereka tentang bioetika untuk melayani

Injil kehidupan. Oleh karena itu hendaklah mereka terutama mengembangkan sikap hormat terhadap pribadi dan terhadap hidup manusiawi sejak saat di kandungan sampai akhirnya secara alamiah, selaras sepenuhnya dengan ajaran moral Gereja. Untuk tujuan itu hendaknya mereka membentuk pusat-pusat pendidikan dan bekerja sama dengan lembaga-lembaga gerejawi yang diserahi pelayanan pastoral reksa kesehatan.

2. Pastoral orang sakit bagian tugas Gereja

Pastoral orang sakit termasuk tugas pastoral Gereja yaitu: pelayanan pastoral khusus untuk orang sakit baik secara medis maupun non medis. Konsili Vatikan ke II telah menarik perhatian khusus terhadap orang sakit: “Dengan urapan suci orang sakit dan dengan doa para imam, seluruh gereja menyerahkan orang sakit kepada Tuhan yang menderita dan yang dimuliakan, agar Ia menghibur dan menyembuhkan mereka” (Yak 5:14-16). Gereja juga mengajak mereka agar bergabung dalam derita dan wafat Kristus dengan sukarela, dan dengan demikian memberi sumbangan bagi

kepentingan umat Allah (LG, art. 11). Hal in menunjukan bahwa gereja sungguh

memberi perhatian kepada orang sakit. Sekaligus mengajak umat untuk memberikan pertolongan kepada mereka. Dengan perawatan, kunjungan, penghiburan, diharapkan orang sakit mampu menggabungkan derita mereka dengan derita Kristus sendiri.

3. Jiwa dan Semangat Pendampingan Suster-Suster Amalkasih Darah Mulia a. Jiwa dan Semangat

yang memberikan penekanan pada pelayanan pastoral bagi umat atau masyarakat yang memiliki kedangkalan nilai-nilai religius dan kekeringan batin agar dibantu untuk semakin mendekatkan diri pada Allah. Jiwa dan semangat yang hendak dimiliki oleh Suster-suster ADM dalam pendampingan adalah keimanan, persaudaraan, keterbukaan pada kebhinekaan, kemampuan mendengarkan, pengampunan, kejujuran, ketulusan, dan pengorbanan sampai tuntas dalam pelayanan (Suster-suster ADM, 2011, no. 12).

b. Pendekatan Pastoral

Pelayan pastoral dalam gereja katolik Roma tidak mempunyai kode etik yang resmi. Kerumitan pelayanan pastoral menuntut sederet panduan untuk prilaku etis dalam pelayanan pastoral menuntut sederet panduan untuk prilaku etis dalam pelayanan. Gereja adalah komunitas kaum beriman yang dipersatukan bersama oleh iman, harapan, dan kasih. Berdasarkan sakramen permandian, semua mengambil tanggung jawab dalam misi gereja untuk menjadi tanda dan sarana persekutuan umat manusia dengan Tuhan dan dengan sesama (LG, No. 1). Kita, sebagai pelayan-pelayan pastoral, dipanggil dengan cara yang berbeda untuk memajukan misi dalam kerja sama dengan Sri Paus dan para Uskup dengan memenuhi tanggung jawab yang berasal dari tahbisan, pengangkatan resmi atau pelantikan dengan setia dan berkompeten. Hidup kita didasari perintah cinta kasih sebagai pelayan-pelayan profesional yang bertanggung jawab atas pelayanan. Kita percaya bahwa Tuhan, sumber dan tujuan hidup kita, ialah pusat nilai terakhir dan objek kesetiaan kita yang sejati. Apapun yang kita kerjakan adalah suatu tanggapan kepada Tuhan. Tanggung Jawab moral para pelayan pastoral, tidak hanya terhadap diri mereka sendiri atau

orang-orang lain tetapi mereka juga bertanggung jawab kepada Tuhan (Gula, 2009: 230 ).

Pelayanan pastoral adalah suatu panggilan dan suatu profesi. Sebagai suatu panggilan merupakan suatu tanggapan bebas terhadap panggilan Tuhan didalam dan melalui komunitas untuk mengabdikan diri dalam kasih pelayanan terhadap sesama. Sebagai suatu profesi, pelayanan pastoral adalah suatu komitmen untuk menjadi pribadi yang memiliki watak moral yang baik dan memerlukan kompetensi khusus mengenai tradisi religius guna melayani keperluan-keperluan religius komunitas. Karena pengalaman umat akan Tuhan begitu terikat dengan pengalaman-pengalaman tentang kita maka kita akan memenuhi panggilan kita dengan menjaga standar-standar profesionalitas. Melaksanakan pelayanan pastoral sebagai suatu ungkapan kemuridan berarti menjadi inklusif dengan semua dan tidak mengunakan kuasa terhadap orang-orang lain dengan maksud menguasai atas nama pelayanan bagi sesama karena anugerah cinta kasih ilahi (Gula, 2009: 233).

c. Kekhasan Ideal Para Pelayan Pastoral

Ketrampilan praktis yang mengaitkan kenyataan dan aspirasi-aspirasi dengan tindakan-tindakan. Watak dan keutamaan membantu kita tidak hanya memenuhi kewajiban dengan keyakinan, tetapi jalan untuk melewati keadaan-keadaan ambigiu dalam menunaikan tugas-tugas yang telah dirumuskan dengan baik. Berikut ini keutamaan perjanjian dan moral yang seharusnya diacu oleh semua pelayan:

1). Kesucian

hubungan cinta dengan Allah, dan yang menyuburkan hubungan itu melalui praktek doa pribadi, kebaktian umum, dan praktek disiplin rohani yang mengungkapkan suatu hidup dalam keterbukaan yang terus menerus kepada Roh Kudus. Keutamaan perjanjian berupa kesucian dinyatakan dalam pribadi yang asli, tidak defensif, tidak memihak, luwes, menerima pengalaman-pengalaman dan orang-orang yang berbeda, kesadaran diri yang kritis, mengusahakan keseimbangan dalam hidupnya dan keadilan dalam hidup orang lain (Gula, 2009: 234).

2). Cinta kasih

Keutamaan ini merupakan perjanjian yang diungkapkan sebagai belaskasih, kebaikan atau bela rasa terhadap orang lain, ini merupakan keutamaan hidup yang sabar dengan orang-orang lain dan mengusahakan kebaikan hidup mereka. Ini dimulai dengan Self –Care yang sesuai sehingga kita dapat bebas untuk memunuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain tampa membebani mereka dengan diri kita. Cinta kasih sebagai bela rasa terhadap orang lain, memasuki dunia orang lain tampa menggangu kebebasaan pribadi orang lain. Cintakasih digerakan oleh apa yang dialami oleh orang lain dengan cara apapun yang diperlukan (Gula, 2009: 235).

3). Kelayakan untuk dipercayai

Suatu keutamaan perjanjian yang mencakup banyak ungkapan kesetiaan, kejujuran, keadilan, kebenaran, kemurahan hati dan kerendahan hati. Hubungan pastoral didukung oleh tindakan-tindakan perjanjian yang terkait dengan kepercayaan dan penerimaan kepercayaan. Kita harus menjadi pelabuhan yang aman, memegang komunikasi dengan hidup batinia seseorang sebagai keyakinan

rahasia. Kita adalah orang-orang layak dipercayai ketika kita memperhatikan mereka yang dilayani, menghargai batas-batas fisik dan emosional, memegang rahasia, menyampaikan sesuatu dengan seperlunya memenuhi komitmen-komitmen, terus mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan kita sebagai pelayan-pelayan yang berkompeten dan terpercaya serta mengakui batas-batas kompetensi kita (Gula, 2009: 235).

4). Altruisme

Keutamaan moral berkaitan dengan semangat rendah hati. Keutamaan ini memungkinkan kita untuk lebih memilih kepentingan sesama dari pada kepentingan diri sendiri dan tidak menyelewengkan kekuasaan kita dengan mengambil keuntungan dari kepercayaan dan ketergantungan mereka. Pelayan yang altruis dapat didekati, menawarkan pelayanan secara inklusif, mendahulukan kepentingan-kepentingan orang lain, berbagi waktu dan bakat dengan orang lain, dengan berusaha untuk melindungi keluhuran dan hak-hak dasar setiap pribadi (Gula, 2009: 236).

5). Kebijaksanaan

Keutamaan moral dengan hati sanggup memilah dengan tajam. Kebijaksanaan terkait dengan ketelitian melihat apa yang sebenarnya yang sedang terjadi, berkonsultasi dengan keterbukaan untuk belajar, mendahulukan hasil-hasil yang mungkin, mengambil waktu untuk mendengarkan dan berunding dalam suasana doa, memutuskan dan kemudian melaksanakan dengan cara yang cocok (Gula, 2009: 236).

d. Sasaran Pendekatan

Mendampingi orang yang meninggal sebagai tugas pastoral. Rawatan yang utuh khususnya terhadap orang yang sakit parah dan menjelang ajal menanggapi baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan intelektual, sosial, emosional, dan religus. Rawatan dalam rumah sakit terutama ingin menangapi kebutuhan fisik, dan karena itu sedikit banyak sering melalaikan atau malahan menggangu kebutuhan-kebutuhan

lain. Buku karangan E. Kubler-Ross “on death and Dying” telah membangkitkan

perhatian baru terhadap segi-segi non medis dalam pristiwa kematian dan hampir semua orang berbicara mengenai kematian mengutip juga lima fase kematian yang diuraikan oleh Kubler-Ross. Namun lima fase tersebut tidak boleh dimengerti sebagai semacam hukum alam atau hukum psikologis yang menentukan proses kematian, sehingga setiap orang mesti melewatinya, dan kematian seseorang seakan-akan dapat diukur menurut fase itu. Menyolok mata, bahwa semua unsur dalam proses kematian terarah kepada seorang patner yang mendampingi orang dalam saat-saat sakit dan kematian. Sakit khususnya sakit parah menuju kematian dialami sebagai runtuhnya dunia aman, sebagai hukuman yang mengucilkan, sebagai krisis bagi hidup yang biasa. Akal yang biasanya menolong dalam mengatasi krisis hidup. Pelayanan pastoral terhadap orang sakit dalam arti yang benar adalah segala macam pelayanan yang membantu orang sakit untuk mewujudkan dan mengungkapkan iman. Maka pemenuhan kebutuhan religius hanyalah pelayananan pastoral, sejauh tidak hanya merupakan management krisis semata-mata melainkan pengungkapan iman. Dari lain pihak pelayanan pastoral tidak mesti terlaksana dengan cara memenuhi kebutuhan religius, karena iman tidak hanya terungkap dengan cara-cara yang eksplisit religius melainkan terutama

terwujud dalam hidup yang nampaknya sekular. Berikut ini corak dari pelayanan pastoral terhadap orang sakit dalam fase terakhir hidup mereka (Kieser, 1984: 63).

1). Pelayanan Pastoral dan Kebutuhan Hidup yang Langsung

Bagi orang pada saat-saat akhir hidup, pastoral care tidak dapat dilepaskan dari pemenuhan kebutuhan konkrit dan langsung. Dalam fase hidup terakhir orang tidak dapat bicara lama, kosentrasi adalah sulit atau mustahil; segala aktivitas dan tenaga yang menyusut ini dibutuhkan untuk mempertahankan hidup. Saudara-saudara yang paling dekat biasanya binggung karena ikut menderita, kehidupan keluarga pasien biasanya cukup tergaanggu; segala waktu dan perhatian diserap oleh usaha rawatan. Situasi krisis itu merupakan beban bagi keluarga. Dengan masuk rumah sakit, situasi pribadi dan keluarga tidak menjadi lebih baik, malah menjadi lebih jelas, bahwa