• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI KONGRES III PDIP DI BALI (Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI KONGRES III PDIP DI BALI (Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia)"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI

KONGRES III PDIP DI BALI

(Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Menyelesaikan Program Studi S1 Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Disusun oleh : SIWARATRI ERAWATI

D1208617

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul :

PEMBERITAAN MEDIA CETAK MENGENAI

KONGRES III PDIP DI BALI

(Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia)

Karya :

Nama : Siwaratri Erawati

NIM : D1208617

Konsentrasi : Ilmu Komunikasi

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi pada

jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(3)

commit to user

PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui dan disahkan oleh panitia penguji skripsi program Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Hari : Selasa

Tanggal : 29 Maret 2011

Tim penguji Skripsi :

Ketua : Drs. Mursito, SU

NIP. 19530727 198003 1 001 ( )

Sekretaris : Mahfud Anshori, S.Sos. M.Si

NIP. 19790908 200312 1 001 ( )

Penguji I : Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D

NIP. 19540805 198503 1 002 ( )

Penguji II : Drs. Surisno Satrijo Utomo, M.Si

NIP. 19500926 198503 1 001 ( )

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

(4)

commit to user

MOTTO

“La a Qa ula w a la a Quw w a ta illa bi lla h”

Tiada daya dan upaya melainkan atas kekuatan dar i Allah semata.

v

(5)

commit to user

PERSEMBAHAN

Penulisan Karya I lmiah ini kupersembahkan dan dedikasikan untuk;

Pengukir jiwa ragaku; I bu dan Bapak : M bak Aries, M bak Wahyu, Panji,

M as M arsudi & “Little Pr incess” SaQina

M y For mer Tr aveller s, Fahmi Affandi

(6)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan

berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat berkarya. Penyusunan skripsi ini

dilaksanakan guna melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Dilatarbelakangi penyajian berita politik yang terkadang memiliki

tendensi keberpihakan. Penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana berita

politik disajikan dengan cara yang standar dan berimbang. Tujuannya adalah

untuk melihat obyektifitas media dalam menyajikan berita politik terkait dengan

kongres III PDIP yang merupakan sebuah kongres transisi yang mendapat sorotan

dari berbagai pihak. Skripsi dengan judul PEMBERITAAN MEDIA CETAK

MENGENAI KONGRES III PDIP DI BALI (Studi Tentang Kecenderungan

Narasi Pemberitaan Kongres III PDIP 2010 di Surat Kabar Nasional Kompas,

Republika dan Media Indonesia) dapat selesai dengan segala usaha dan bantuan

banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. H. Supriyadi, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dra. Prahastiwi Utari, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

3. Prof. Drs.H. Pawito Ph.D selaku Pembimbing I, dari beliau penulis

belajar bahwa “ Guru yang baik tidak akan melepaskan tangan

(7)

commit to user

4. Drs. Surisno Satrijo Utomo M.Si. Pembimbing II, terima kasih

sedalam-dalamnya atas awal dan akhir yang baik, & sangat membantu

penulis dalam menentukan arah skripsi.

5. Nora Nailul Amal M.MLED,Hons. Selaku Pembimbing Akademik.

6. Teman-teman angkatan 2008 Jurusan Ilmu Komunikasi Swadana

Transfer atas kebersamaannya selama ini.

Kekurangan datangnya dari manusia dan kesempurnaan milik Allah Swt.

Penulisan ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Saran dan kritik yang

membangun diharapkan untuk kemajuan dan kesempurnaan. Semoga karya

kecil ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca.

Surakarta, Maret 2011

Penulis

(8)

commit to user

U CAPAN TERI M A K ASI H

Tiada kata yang dapat Saya Ucapkan selain terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk:

I bu dan Bapak atas doa, perhatian, kepercayaan dan kebebasannya,

hebatnya menjadi orang tua seperti kalian: M bak Aries, M ase, Kak Jujuk, Panji, Saqina Raffa sayang bahagiannya memiliki kalian. M as fahmi ‘andy’ Affandi as know s as Omimi; stay together ya love!. Semua Sahabatku khususnya teman-teman Komunikasi Swadana Transfer 2008 FI SI P UNS, Pupud:beb..beb…makasih sharingnya yah*, Arwan ’meong’, Abah Ronny,I cha bull-bull, Titi, I rin, Ezi, Teh Alit, Diky, I swan, Gunawan, Adit, Terima kasih untuk keceriaan selama ini. Semua penghuni kos Kinasih I I , especially mbak penok, mbak niken, Achie, Anne, Rina, Winda, thanks for all, mate!: Kos KM 3 Dear Nanche & Dhyna “pejah gesang ndherek mbak nanche he3x”: Juga beberapa sosok yang menginspirasi: terimakasih untuk Damar Sinuko (TRANSI 7): Juru kunci pintu gerbang memasuki dunia para “wartawan” & dinamikanya di kota Semarang, mengajari dengan kasih sayang yang ‘keras’ & darinya penulis belajar banyak hal bahwa; “Tidak perlu menunggu tua untuk menjadi senior !”. Terimakasih untuk Een Endang I stanti (M ETROTV): menjadi figur yang mengukuhkan idealisme ditengah kesimpangsiuran, mengajari dengan bersahabat, menjadi tempat menyandarkan lelah serta berbagi canda & tawa. Pak Teguh H adi Pr ayitno (Liputan6 SCTV): sosok yang cerdas, mumpuni & humoris, mengajari bagaimana berfikir ‘Out Of Bor der ’, dan pribadi yang kaya akan solusi. Last but nOt least….M atur sembah nuwun kagem sedoy0 J !!

(9)
(10)

commit to user

BAB II DESKRIPSI LOKASI ... 45

A. Kompas…..…… ... 45

B. Republika…… ... 54

C. Media Indonesia ... 60

BAB III PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 67

A. Penyajian Data ... 68

B. Analisis Data ... 68

1. Surat Kabar Kompas ... 71

2. Surat Kabar Republika ... 109

3. Surat Kabar Media Indonesia ... 127

BAB IV PENUTUP ... 149

A. Kesimpulan ... 149

1. Kompas …………. ... 150

2. Republika……… ... 151

3. Media Indonesia….……. ... 152

B. Saran ... 153

DAFTAR PUSTAKA

(11)

commit to user

ABSTRAK

Siwaratri Erawati. D1208617. Pemberitaan Mengenai Kongres III PDIP di Media Cetak. (Studi Tentang Kecenderungan Narasi Pemberitaan Kongres ke-III PDIP 2010 di Surat Kabar Kompas, Republika dan Media Indonesia).Ilmu Komunikasi FISIP UNS.

Berita politik memang selalu menarik dan hampir memenuhi ruang dalam surat kabar, pelaksanaan kongres III Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebagai sebuah peristiwa yang memiliki daya tarik bagi media massa untuk diberitakan. Berbagai hal yang disoroti ialah, tentang kongres itu sendiri, regenerasi partai, juga sikap politik PDIP yang selama ini menjadi oposan pemerintah. Penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana berita politik disajikan dengan cara yang standar dan berimbang. Tujuannya adalah untuk melihat netralitas media dalam menyajikan berita politik terkait dengan kongres ke-III PDIP yang merupakan sebuah kongres transisi yang mendapat sorotan dari berbagai pihak.

Metode penelitian yang digunakan ialah studi dokumentasi (Document Study) dimana penelitian tersebut lebih difokuskan pada analisa data. Data primer diperoleh dari dokumentasi surat kabar Kompas, Republika dan Media Indonesia edisi 29 Maret sampai 10 April 2010. Sementara itu data sekunder diperoleh dari studi pustaka seperti teori yang terinspirasi dari buku New Directions in Political

Communications, News and Politic oleh Dennis. K Davis dimana dalam gaya

pemberitaan seringkali dipengaruhi oleh perspektif-perspektif, salah satunya yang sesuai dalam konteks ini peneliti menggunakan perspektif Narrative Theories Of News, dimana penyajian berita politik seharusnya sesuai dengan standard dan tidak menimbulkan bias serta terkesan menyerang dan memojokkan pihak tertentu. Peneliti mengambil aspek judul (Headline), Teras berita (Lead), Struktur piramida terbalik, dan substansi berita sebagai unit analisis.

(12)

commit to user

ABSTRACT

Siwaratri Erawati. D1208617. Coverage of The Third Congress of PDIP in The Print Media. (Study About Narrative Preaching Trend of Third Congress PDIP 2010 in the newspaper Kompas, Republika and Media Indonesia). Science Faculty of Social Communication. Sebelas Maret University.

Political news is always interesting and almost filled the room in the news paper. Implementation of the third congress of Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan as an event that has a fascination for the media to the news, in highlighting things is about the congress it self, the regeneration of the party's political stance also PDIP which has been the government's opposition. This study intends to look at how the political news served with a standard and balanced manner. The goal is to see the neutrality of the media in presenting political news, related. The third congress of the PDIP is a transition that gets congressional scrutiny of the various parties.

The research method used is document study in which research is more in focus on data analysis. Primary data obtained from National Newspaper Kompas , Republika, and Media Indonesia edition March 29, until 10 April 2010. accordance with the standards and are not triggered repostase biased and attacking party was impressed particular. Researcher author takes aspects of the title (headline), lead, Pyramid structure, and the substance of the news as the unit of analysis.

(13)

commit to user BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada Awalnya adalah kata yang dicetak pada halaman kertas oleh mesin

ciptaan John Gutenberg. Inilah peristiwa yang kemudian mengubah Eropa pada

abad ke-15 dan melahirkan komunikasi massa melalui penyebaran informasi atau

apa yang kini disebut dengan “berita” (Kusumaningrat, 2006: 3). Ide surat kabar

sendiri sudah setua zaman romawi kuno dimana setiap harinya kejadian

sehari-hari diterbitkan dalam bentuk gulungan yang disebut dengan “Acra Diurna” yang

berarti kegiatan hari. Kemudian Setelah Gutenberg menemukan mesin cetak

tersebut maka surat kabar pun mulai diterbitkan.

Dalam perkembangannya, surat kabar berangkat sebagai alat propaganda

politik, lalu menjadi perusahaan perorangan yang disertai kebesaran nama

penerbitnya, perubahan ini memberikan dampak baru ketika iklan mulai

menggantikan sirkulasi sebagai sumber dana utama, maka minat para penerbit

justru cenderung pada masyarakat bisnis. Surat kabar memiliki posisi yang

strategis sebagai media yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan

informasi dengan karakteristiknya yang khas. Surat kabar merupakan jenis media

cetak dan memiliki kelebihan yaitu dapat melipatgandakan publikasi, berupa

informasi dan gambar yang dapat disimpan karena terbit dalam bentuk cetakan,

uraian beritannya pun lebih detail dan mengupas secara mendalam. Surat kabar

juga telah menjadi institusi budaya serta fungsi pengawasan sosial antar bagian

(14)

commit to user

dalam surat kabar mempunyai karakteristik yaitu berupa peristiwa yang memiliki

news value (nilai berita) yang merupakan hal aktual atau terbaru, karena publik

menyukai berita-berita yang baru, sehingga karena ingin menyajikan hal yang

aktual sampai ada beberapa perusahaan surat kabar yang terbit sampai dua kali

dalam sehari.

Surat kabar menyampaikan informasi menyoroti segala kebijakan yang

dibuat oleh pemerintah dan dapat dijadikan sebagai alat kontrol sosial dari

masyarakat kepada pemerintah. Surat kabar harus mempunyai daya tarik sebagai

identitas mereka agar dapat menarik khalayak, dan yang tidak kalah pentingnya

surat kabar harus memiliki kredibilitas dalam menyajikan berita dari

sumber-sumber yang ada. Pada bidang politik, media massa juga berfungsi sebagai bahan

rujukan bagi pemahaman (interpretasi) terhadap peristiwa-peristiwa yang penting.

Informasi media kemudian membentuk pendapat dan akhirnya mempengaruhi

tindakan publik. Dengan kata lain publik menggantungkan pemenuhan kebutuhan

informasi politik pada media massa. Ketergantungan ini akan semakin meningkat

ketika situasi politik berkembang menjadi semakin memanas misalnya ketika

diselenggarakannya pemilihan umum (Pawito, 2009:92).

Pada kenyataannya perihal pemilu bukan hanya menjadi satu-satunya

pemicu suhu politik, ada unsur kegiatan lain berkaitan dengan kepartaian yang

cukup disoroti dalam hal ini seperti kongres, musyawarah nasional (Munas),

maupun mukhtamar dan beberapa agenda besar partai politik yang juga menjadi

(15)

commit to user

Mencermati fenomena politik yang terjadi selama ini, tampaknya sejarah

politik Indonesia dari dulu hingga sekarang pada hakekatnya adalah sejarah

konflik, baik konflik antar partai maupun intra partai. Ironisnya semua itu terjadi

bukan karena perjuangan elit partai politik untuk menegakkan ideologi partai dan

usaha melakukan pembelaan terhadap rakyat, tetapi karena perebutan jabatan dan

kekayaan. Sebagai suatu wadah dan bentuk partisipasi warga negara yaitu partai

politik, oleh Miriam Budiardjo secara umum dikatakan bahwa partai politik

adalah suatu kelompok yang terorganisai yang anggota-anggotannya mempunyai

orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk

memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara

konstitusionil untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka

(Prasetyo, 1992: 33).

Surbakti juga mengungkapkan terdapat beberapa kelemahan partai politik,

yaitu seperti ideologi partai yang tidak operasional sehingga sulit mengidentifikasi

antara pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkan seperti seragamnya

tekad partai politik dalam kampanye untuk memberantas KKN, mengentaskan

kemiskinan, mengurangi pengangguran dan menciptakan lapangan kerja.

Sehingga masyarakat sulit membedakan antara program dan platform yang

menjadi perhatian antara partai islam dan nasionalis, karena semua mengajukan

platform dan program aksi yang hampir sama, yaitu bersifat umum dan normatif.

Organisasi partai politik pun dirasa kurang dikelola secara profesional dan

demokratis, akibatnya partai lebih berperan sebagai organisasi pengurus yang elit

(16)

commit to user

Bahkan tidak jarang partai menjadi representasi dari sang ketua umum dan hal ini

terjadi justru di partai-partai besar seperti Golkar, PDIP, PPP, PAN dan PKB.

Selain itu para elit partai sering menganggap bahwa perbedaan pendapat di dalam

tubuh partai sebagai sesuatu yang masih tabu sehingga sanksi keras seperti

pemecatan menjadi hal yang sudah biasa. Tampaknya siapapun yang memimpin

partai memiliki kecenderungan untuk bersikap otoriter dan sentralis (Rinakit &

Swantoro, 2005: 609).

Media banyak disebut sebagai salah satu dari empat pilar dalam

demokrasi, karena media memiliki kekuatan yang sangat berpengaruh terhadap

proses sejarah perkembangan politik di Indonesia, seperti agenda politik yang

saat ini baru saja diselenggarakan yaitu Kongres III PDIP yang diselenggarakan di

Bali pada tanggal 6-9 April 2010 lalu, dan merupakan salah satu agenda politik

yang cukup disoroti oleh media massa, baik televisi, radio, maupun surat kabar.

Kongres tersebut diselenggarakan dengan tujuan untuk melakukan pemilihan

ketua umum PDIP yang ketiga kalinya, ketua umum yang menjabat dua kali

periode sebelumnya adalah putri dari Bapak proklamator Indonesia yaitu

Megawati Soekarno Putri yang sekaligus pelopor partai banteng tersebut.

Penyelenggaraan Kongres itu sendiri merupakan acara yang biasa

diadakan oleh partai besar sekelas PDIP untuk melaksanakan pemilihan ketua

umum dan pergantian kepengurusan, namun ternyata antusiasme publik dan

media tertuju pada regenerasi di tubuh PDIP itu sendiri, disaat partai lain seperti

Partai Demokrat yang juga akan mengadakan Kongres dengan bursa kandidat

(17)

commit to user

pimpinan partainya, Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya terpilih menduduki

kursi RI 1, juga partai Golkar yang memilih Aburizal Bakrie sebagai ketua umum

menggantikan Jusuf Kalla (Mantan Wakil Presiden RI), namun tidak demikian

halnya dengan PDIP yang ternyata Megawati Soekarno Putri akhirnya terpilih

kembali menjadi Ketua Umum PDIP secara aklamasi. Pada saat itu semua media

massa cukup terkonsentrasi pada kongres tersebut dan munculah respon yang

beranekaragam mengenai hasil kongres, karena akhirnya Megawati Soekarno

Putri kembali terpilih sebagai Ketua Umum untuk yang ketiga kalinya serta

pengukuhan konsistensi PDIP sebagai partai oposisi pemerintah.

Haris (2005) mengungkapkan sesungguhnya telah sekian lama terdapat

dilema dalam tubuh PDIP yaitu tuntutan pembaruan yang dilontarkan para elit

politik muda hanya berhenti sebagai wacana saat mereka berhadapan langsung

dengan sosok Megawati sang Ketua Umum, atau sekedar menjadi manuver untuk

masuk gerbong Dewan Pimpinan Pusat. Pada akhirnya hanya segelintir kecil

tokoh partai yang benar-benar berani untuk mengungkapkan penolakannya

terhadap Mega. Mereka yang segelintir itu pun sebagian akhirnya memilih untuk

meninggalkan PDIP dan mendirikan partai baru. Secara umum mereka menantang

untuk menjadi partai oposisi ketika Megawati sempat menjabat kursi Presiden

menggantikan Gus Dur. Belajar dari semua itu seharusnya segenap elit partai,

termasuk Megawati dan seluruh jajaran DPP membuka diri untuk melakukan

pembenahan internal, mengembangkan sikap kepemimpinan yang tidak egois dan

(18)

commit to user

tersebut tidak segera dilakukan maka bisa jadi partai tersebut akan kehilangan

para simpatisanya (Rinakit & Swantoro, 2005: 612).

Uraian tersebut diatas merupakan berbagai bahasan yang mewarnai

pemberitaan kongres III PDIP di Bali dan hal inilah yang menjadi ketertarikan

peneliti untuk meneliti tentang pemberitaan seputar Kongres III PDIP di tiga surat

kabar yang berskala nasional yaitu harian umum Kompas, Republika, dan Media

Indonesia. Organisasi media saat ini secara mandiri menjadi pengendali informasi

yang hendak dipublikasikan atau tidak. Hal ini terjadi karena sedari awal berita

hakikatnya adalah proses negosiasi antara editor, jurnalis dan narasumber. Pada

kegiatan operasional pemberitaan, akhirnya editor dan jurnalislah yang

memainkan peran dominan dalam menafsirkan informasi yang dikemukakan oleh

narasumber. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji tentang pemberitaan Kongres

III PDIP di media cetak nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia, yang

sengaja dipilih oleh peneliti karena ketiganya dianggap cukup mewakili ideologi

satu sama lain, hal lain yang menjadi acuan utama ialah dipilihnya adalah

perpektif teori narasi guna mengamati berita di ketiga surat kabar tersebut dalam

memberitakan satu peristiwa yang sama.

Menyampaikan kebenaran kepada pembaca berarti secara konsisten selalu

mengutamakan pembaca saat menulis berita. Tetapi itu bukan berarti berita hanya

untuk memuaskan opini pembaca. Jika koran dipublikasikan oleh komunitas

tertentu itu bukan berarti koran tersebut hanya mempublikasikan berita yang pro

terhadap kelompok tertentu untuk menarik banyak pembaca. Bertindak konsisten

(19)

commit to user

Berita yang obyektif dan tidak memihak selalu penting dalam masyarakat yang

bebas. Jurnalisme bukan sekedar mengemukakan fakta, jurnalisme lebih dari

sekedar pemberian informasi namun berita itu sendiri harus menarik, menantang,

dan membuat pembaca lebih nyaman dan paham. Fokus dalam penelitian ini

adalah studi tentang berita yang merujuk dari salah satu perspektif yakni

Narrative Theories of News, dimana dengan perspektif tersebut dapat

diidentifikasi ada atau tidaknya bias reportase baik struktural maupun politik

dalam berita, sehingga berita disajikan berimbang tanpa menimbulkan efek yang

(20)

commit to user B. RUMUSAN MASALAH

Mengacu pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dari penelitian ini adalah; Bagaimana

kecenderungan-kecenderungan yang ada pada pemberitaan mengenai kongres III PDIP di Bali

2010 oleh surat kabar Kompas, Republika, dan Media Indonesia terutama

berkenaan dengan aspek judul, lead, struktur, dan substansi berita ?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengemukakan gambaran tentang

bagaimana kecenderungan narasi pemberitaan Kongres III PDIP di Bali 2010 di

Harian Umum Nasional Kompas, Republika, dan Media Indonesia dengan

menitikberatkan pada judul, lead, struktur, dan substansi yang terdapat pada

pemberitaan tersebut dan berguna sebagai sebuah pemahaman terhadap sosialisasi

(21)

commit to user D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Dalam ilmu pengetahuan, manfaat penelitian adalah, data dan informasi

yang diperoleh dari penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan

kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada bidang yang

berkaitan.

2. Membantu untuk melihat sebuah peristiwa melalui teropong mata media

yang berbeda-beda, agar masyarakat dapat melihat sajian sebuah peristiwa

khususnya di media cetak secara holistic (menyeluruh) dan berimbang,

bukan hanya parsial.

3. Sebagai tambahan bahan perbandingan baik secara teori maupun perihal

penelitian berita surat kabar di beberapa media yang sudah ada

(22)

commit to user E. TELAAH PUSTAKA

1. Surat Kabar

Pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam arti sempit dan pers

dalam arti luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak, seperti surat

kabar. Sedangkan pers dalam arti luas meliputi media cetak dan elektronik,

sebagai media yang menyiarkan karya jurnalistik (Effendi, 2003:90). Sejalan

dengan pernyataan diatas, Kusumaningrat mengatakan bahwa media pers lebih

dikenal dengan media persuratkabaran atau koran dan bentuk-bentuk media cetak

lainnya. Media pers lebih tepat disebut media cetak, sebab pesan dikomunikasikan

melalui bentuk tulisan atau cetakan dan komunikan menerima dengan cara

membacanya. Sedangkan pers dalam arti yang lebih luas adalah yang menyangkut

kegiatan komunikasi media cetak maupun media lain seperti elektronik yakni

melalui radio, televisi maupun internet (Kusumaningrat, 2006:17).

Media cetak terdiri dari berbagai macam jenis yakni, surat kabar, majalah,

tabloid, dan sebagainya. Lebih jelasnya surat kabar menurut Djuroto, adalah

kumpulan berita atau artikel, cerita, iklan yang dicetak dalam lembaran kertas

ukuran plano, terbit secara teratur, bisa setiap hari atau seminggu sekali. Surat

kabar merupakan media massa yang memiliki karakteristik yang khas, serta dilihat

dari isinya surat kabar selalu menyajikan informasi yang terbaru dan berusaha

menyampaikan fakta-fakta kepada masyarakat (Djuroto, 2004:11).

Pada saat ini meskipun sudah ada media massa modern seperti media

(23)

commit to user

tergantikan oleh munculnya media elektronik tersebut. Hal ini terjadi karena surat

kabar memiliki keunggulan, yaitu (Pratikno,1982: 253) :

1. Pembaca dapat mempelajari isi berita secara berulang-ulang agar dapat

memperoleh pengertian yang lebih baik dari isi media tersebut.

2. Informasi yang disampaikan dapat didokumentasikan dan disimpan dan

sewaktu-waktu dapat dibaca kembali.

3. Khalayak tidak terikat oleh waktu.

Dalam pelaksanaanya, pers dinilai memiliki peranan yang besar dalam

pemerintahan, sebagaimana yang dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy, yakni

tentang ciri idealisme pers yang tampak dalam pelaksanaan fungsinya. Bahwa

pers bukan sekedar alat untuk menyebarkan informasi (to inform), mendidik (to

educate), dan menghibur (to entertain), melainkan juga berperan dalam

melaksanakan fungsi mempengaruhi (to influence) dan pengawasan masyarakat

(social control). Kedua fungsi terakhir inilah yang menyebabkan pers mendapat

julukan the fourth estate atau ”kekuasaan keempat” (Effendy, 1986: 109).

Masih berkaitan dengan fungsi pers, selanjutnya Curran dalam Pawito

mengidentifikasi enam fungsi yang dapat diperankan oleh pers dalam

pengembangan Demokrasi (Pawito, 2003: 51):

a) Menyediakan diri sebagai forum untuk debat publik.

b) Mengartikulasi pendapat umum.

c) Memaksa pemerintah untuk apa-apa yang di pikirkan oleh rakyat.

d) Mendidik warga Negara untuk dapat memiliki informasi yang

(24)

commit to user

e) Memberikan kepada publik saluran-saluran komunikasi politik di

antara berbagai kelompok masyarakat yang memiliki kepentingan

yang berbeda-beda.

f) Membela individu penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh

kalangan eksekutif.

Dari keenam fungsi tersebut Curran kemudian menambahkan dengan

menekankan adanya tiga fungsi pokok yang dapat diperankan oleh pers dalam

upaya pengembangan demokrasi, fungsi tersebut : adalah (a) fungsi informasi (b)

fungsi representasi (c) fungsi membantu mencapai tujuan bersama masyarakat.

Fungsi informasi menunjuk pada tugas pers untuk tidak bertindak sebagai

“penonton” atau pelapor peristiwa-peristiwa yang terjadi tetapi juga dituntut untuk

dapat menumbuhkan kemajemukan pemahaman dan perspektif mengenai

peristiwa atau isu-isu yang berkembang. Sedangkan fungsi representasi,

berkenaan dengan tuntutan pers agar dapat membantu menciptakan kondisi

dimana pandangan dan perspektif yang bersifat alternatif dapat berkembang dan

dapat diperhitungkan sepenuhnya oleh masyarakat kendatipun berasal dari

kalangan minoritas.

Fungsi ini menjadi penting dalam demokrasi karena demokrasi sangat

menjunjung tinggi kesederajatan. Kemudian yang terakhir tidak sekedar sebagai

watchdog, pers dituntut untuk dapat membantu mewujudkan “ the common

objective of society through agreement or compromise between opposite groups”

(tujuan bersama masyarakat melalui kesepakatan atau kompromi-kompromi

(25)

commit to user

secara ekstensif mempromosikan dan memfasilitasi prosedur-prosedur demokratik

terutama dalam mengatasi konflik-konflik dan mendefinisikan tujuan bersama.

Kaitannya disini adalah media sebagai pembelajaran demokrasi dan politik

bagi masyarakat sebagai bagian dari sebuah bangsa, selain itu juga sebagai

pendukung eksistensi partai politik di Indonesia yang tidak lepas dari agendanya

untuk mempengaruhi khalayak dengan penyampaian visi, misi, maupun kegiatan

mengusung platform partai politik tersebut ke hadapan masyarakat melalui media

agar masyarakat setidaknya mengetahui, dan pada tahap tertentu terkena dampak

konatif atau behavioural yakni hingga sampai pada tahap memilih partai politik

yang tersebut. Sebaliknya, melalui media pula masyarakat dapat melakukan

pengawasan terhadap kinerja pemerintahan incumbent maupun perkembangan

politik yang ada didalamnya termasuk aktivitas politisi, dan agenda politik yang

sedang berlangsung melalui sorotan media. Karena begitu berartinya peran pers

hingga julukan pers sebagai kekuasaan keempat dirasa pantas disandang. Selain

itu secara lugas kembali diungkapkan oleh Onong Uchjana bahwasanya:

“Pers adalah lembaga kemasyarakatan (Social institusion) yang merupakan subsistem dari sistem kemasyarakatan tempat dia beroperasi, bersama-sama dengan subsistem lainnya. Dengan demikian maka pers tidak hidup secara mandiri, tetapi mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya (Effendy, 1986:91).

Kutipan diatas menunjukkan bahwa pers adalah institusi yang tidak dapat

menopang keberadaannya sendiri melainkan terkait dengan kehidupan masyarakat

sekitarnya, pers itu sendiri ada karena tuntutan masyarakat akan adanya informasi

dan pemberitaan serta kebutuhan untuk mempublikasikan kepentingan kelompok

(26)

commit to user

memang layak untuk diberitakan. Sejalan dengan posisi pers sebagai institusi,

berikut kutipan mengenai kaitan antara pers dan aktivitas politik, oleh Manuel

Castells dalam jurnalnya yaitu “mass communications and dan politic media” .

“ Politics is based on socialized communication, on the capacity to influence people's minds. The main channel of communication between the political system and citizens is the mass media system. Until recently, and even nowadays to a large extent, the media constitute an articulated system, in which, usually, the print press produces original information, TV diffuses to a mass audience, and radio customizes the interaction. In our society, politics is primarily media politics. The workings of the political system are staged for the media so as to obtain the support, or at least the lesser hostility, of citizens who become the consumers in the political market” (Castells, 2007:240).

Politik menurut sosialisasi komunikasi, pada kapasitasnya ialah untuk

mempengaruhi pikiran khalayak. Saluran komunikasi yang utama antara sistem

politik dan masyarakat adalah sistem media massa. Sampai pada saat ini, bahkan

ke ranah yang lebih luas, media menciptakan sistem yang mampu diingat, di mana

pada umumnya, media cetak menghasilkan informasi asli, televisi mewacanakan

informasi bagi pemirsanya, dan radio menyesuaikan interaksi. Dalam masyarakat

kita, politik ialah semata politik media. Bekerjanya sistem politik dijadwalkan

untuk media agar supaya memperoleh dukungan, atau sedikitnya meminimalisir

permusuhan, dari masyarakat yang menjadi konsumen di dalam ranah politik.

Dalam pemberitaan peristiwa yang menyangkut lembaga atau tokoh

tertentu, disadari atau tidak akan membentuk sebuah opini dan akhirnya menjadi

citra yang bakal disandang, baik itu negatif maupun positif. Sejalan dengan itu,

Aceng Abdullah mengatakan, citra positif muncul karena isi pesan yang positif,

(27)

commit to user

dalam media massa dalam citra positif. Sedangkan citra negatif muncul karena isi

pesan yang diberitakan adalaha negatif, dan tentu saja setiap orang orang enggan

untuk diberitakan secara negatif (Abdullah, 2004:5). Terlebih bagi sebuah partai

politik, pembentukan citra positif pada lembaganya tentu diupayakan secara terus

menerus agar dapat meraih simpati masyarakat, karena hal tersebut merupakan

pendukung eksistensi sebuah partai disamping tanpa mengabaikan sistem internal

masing-masing partai yang juga harus kokoh, dinamis dan memenuhi tuntutan

para simpatisannya. Sebagai contoh dalam penelitian ini peristiwa yang diolah

oleh ketiga surat kabar nasional, yaitu Kompas, Republika dan Media Indonesia

adalah satu peristiwa yg sama yakni Kongres PDIP III yang diselenggarakan di

Bali 6-9 April 2010. Namun pada prosesnya dari tahap mengumpulkan informasi

hingga ke meja redaksional dan akhirnya dibaca oleh khalayak, tentunya tidak

akan sama persis baik dari judul, penggunaan kata, bahasa, sudut pandang juga

gambar pendukung di masing-masing surat kabar. Tentunya semua itu tergantung

atau disesuaikan pada kebijakan redaksional surat kabar masing-masing.

Pengaruh politik terhadap kehidupan dan perkembangan pers dapat terlihat

dari citra pers, yaitu gambaran tentang realitas pers berdasar kepentingan yang

dilayani. Pers dapat melayani kepentingan politik, memperoleh citra sebagai pers

politik. Menurut A. Muis dalam Redi Panudju, pers politik dapat dibagi paling

sedikit dua tipe yaitu pers sebagai organ partai yang menyuarakan ideologi politik

tertentu (Party directed press). Tipe pertama, adalah pers yang tunduk

(28)

commit to user

adalah pers yang tidak didominasi oleh partai melainkan hanya mendukung secara

bebas suatu cita-cita politik (Panudju, 2005:20).

Maka dari itu tinggal ditelaah bagaimanakah kecenderungan

masing-masing surat kabar tersebut, apakah termasuk jenis yang pertama atau kedua,

Idealnya sebuah surat kabar haruslah memberitakan peristiwa yang faktual dan

berpihak kepada publik, atau khalayak sebagai pembacanya, apalah gunanya

sebuah surat kabar apabila hanya menyuarakan kepentingan penguasa, media

harus menunjukkan keberpihakannya pada khalayak agar senantiasa mendapat

kepercayaan, kendatipun secara praktek tentu tidaklah mudah karena media

dipegang oleh sekelompok golongan yang memiliki kekuatan modal yang

tentunya besar, walau tidak mungkin bisa melihat fakta secara obyektif tetapi

paling tidak dapat memenuhi harapan masyarakat untuk menyuarakan kebenaran

sampai pada batas tertentu. Seharusnya jenis pers yang kedualah yang dipilih

yaitu pers tidak didominasi oleh partai melainkan hanya mendukung secara bebas

suatu cita-cita politik.

Sekali lagi, media hanya dimiliki dan dikuasai oleh kelompok dominan

tertentu di masyarakat. Akhirnya realitas yang sebenarnya dibentuk untuk

menciptakan kesadaran yang merepresentasikan keberpihakan kelompok

penguasa media. Setiap surat kabar mempunyai perbedaan kebijakan dalam

menyampaikan informasi, hal tersebut tercipta karena harus menyesuaikan dengan

berbagai kepentingan, terutama kepentingan publik sebagai khalayaknya, media

secara moral bertanggungjawab atas opini yang terbentuk dalam masyarakat,

(29)

commit to user

yang berdasarkan fakta. Kemudian menurut Coleman, Morrison dan Svennevig

dalam jurnal berjudul “ New Media & Political Efficacy”, menyatakan yakni:

“ However, any political intervention in the public space requires presence in the media space. And since the media space is largely shaped by business and governments that set the political parameters in terms of the formal political system, albeit in its plurality, the rise of insurgent politics cannot be separated from the emergence of media space: the space created around the process of mass self communication” .

Bagaimanapun, intervensi politik di ruang publik memerlukan kehadiran

media dan sejak media sebagian besar dipenuhi oleh kepentingan bisnis dan

pemerintahan yang menetapkan parameter pada sistem politik yang formal,

sekalipun dalam keanekaragaman, munculnya pemberontakan politik tidak bisa

dipisahkan dari kemunculan media: dimana ruang tersebut diciptakan pada proses

komunikasi massa itu sendiri. (Coleman, Morrison & Svennevig, 2008: 790).

Kemudian, Menurut Onong Uchjana agaknya istilah “Ich Kenne mein

Volk” yang berarti aku kenal rakyatku dan “ Know your audience” yang berarti

kenalilah pembacamu, amat penting untuk diperhatikan oleh wartawan sebagai

ujung tombak dalam media massa karena sasaran tersebut menunjukkan tolok

ukur berhasil tidaknya jurnalistik. Ciri dan sifat media yang melakukan perannya

dalam kegiatan jurnalistik. Juga sangat berpengaruh pada komponen-komponen

(30)

commit to user

Berikut ini surat kabar memiliki ciri-ciri (Effendy, 2001: 154-155):

1. Publisitas, adalah bahwa surat kabar dipergunakan secara umum

dengan demikian muatannya harus menyangkut kepentingan umum.

2. Aktualitas, yang dimaksud adalah kecepatan menyampaikan laporan

mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak.

3. Universalitas, merupakan ciri yang menunjukkan bahwa surat kabar

harus memuat aneka berita dari seluruh dunia dan tentang segala

aspek kehidupan manusia.

Dari ciri surat kabar yang dikemukakan diatas nampak bahwasanya surat

kabar telah mampu memenuhi kebutuhan informasi khalayak dengan segala

kelebihannya, walaupun pada aspek Aktualitas, memang tidak sebanding dengan

media elektronik, namun sekali lagi setiap jenis media massa pasti memiliki

kekurangan dan kelebihan. Kemudian Riyono Pratikno berpendapat, bahwa pada

dasarnya, pekerjaan atau proses di perusahaan surat kabar tidak pernah berubah

walau ratusan tahun lamanya. Sejak dahulu pekerjaan surat kabar adalah mencari

dan mengumpulkan informasi kemudian mengolahnya menjadi berita dan

mencetaknya diatas lembaran kertas. Kalaupun kemudian ada perubahan biasanya

lebih banyak dititikberatkan pada sistem penyampaian informasi dari reporter ke

redaksi,dan hal-hal yang bersifat teknis seperti; tata letak, pengaturan halaman dan

(31)

commit to user 2. Berita

2.a. Pengertian Berita

Banyak definisi berita atau news yang dapat diketahui dari berbagai

literatur, pada jaman dahulu dikalangan wartawan ada yang mengartikan news

sebagai singkatan dari: North, East, West, South. Berkaitan dengan singkatan

tersebut mereka mengartikan berita sebagai laporan dari keempat penjuru mata

angin dan laporan dari berbagai tempat di dunia ini.

Pendapat itu tidaklah salah, akan tetapi hanya merupakan salah satu aspek

dari keseluruhan arti berita yang sebenarnya (Effendy, 1986:97). Masih berkaitan

dengan dengan singkatan news diatas, Direktur Institut Jurnalistik di London,

Tom Clarke mengatakan walaupun tidak dapat dibuktikan kebenarannya namun

paling tidak definisi tersebut sudah menunjukkan maksudnya, yaitu bahwa berita

ialah ”untuk memuaskan nafsu ingin tahu” pada manusia dengan memberikan

kabar-kabar “dari segala penjuru” (Kusumaningrat, 2009:39). Sejalan dengan itu,

definisi berita menurut Carnley dalam Wonohito 1977, adalah laporan yang

hangat, padat, cermat mengenai suatu kejadian, bukan kejadian itu sendiri.

Dengan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kejadian tidak sama dengan

berita. Berita adalah laporan tentang kejadian, bukan kejadian itu sendiri.

Kejadian baik besar maupun kecil, tidak akan disebut berita kalau kejadian itu

tidak dilaporkan atau disiarkan pers (Mursito,1999: 37).

Kemudian Direktur kantor berita Uni Soviet, TASS. N.G Palgunov,1956

menyatakan bahwa berita harus tidak boleh hanya memperhatikan pelaporan fakta

(32)

commit to user

tidak boleh hanya melaporkan fakta dan peristiwa saja, melainkan berita harus

bersifat didaktik dan mendidik (Kusumaningrat, 2009:32).

Dalam prosesnya terdapat 3 aspek penting dalam tahap-tahap penulisan

berita, yakni fakta itu sendiri, news value, dan fit to print. News value adalah

berita yang memiliki nilai berita, yakni berita-berita yang banyak diminati para

pembaca. Jadi yang menentukan bernilainya suatu berita adalah pembaca. Namun

ternyata berita yang news value belum tentu fit to print. News value hanya

berkaitan dengan menarik tidaknya sebuah berita, tetapi fit to print berkaitan

dengan kelayakan informasi yang disiarkan lewat pers (Mursito,1996:29).

Berdasar aspek penting tersebut, berita mengenai Kongres ke-III PDIP di

Bali selain memenuhi news value juga memenuhi unsur fit to print, hal tersebut

karena pemberitaanya banyak diminati masyarakat dan bermanfaat dalam

memberi informasi tentang perkembangan partai politik yakni PDIP, serta

polemik yang menyertainya, pembelajaran juga dapat diambil dari kongres

tersebut yakni, tentang ideologi partai, yang kemudian menyusun platform,

program dan isu yang ditawarkan yang bertujuan untuk memperoleh dukungan

agar suaranya bertambah banyak dan memenangkan pemilu. Proses seperti yang

disampaikan diatas, selain mengandung unsur pendidikan politik, juga sekaligus

membantu terjadinya komunikasi politik yang bermuara pada proses selanjutnya

yaitu partai politik yang kemudian menempatkan para wakilnya dilembaga

legislatif dengan tugas utama yaitu mendengarkan, menampung dan

(33)

commit to user

Dikarenakan berita dikonsumsi oleh massa maka berita yang ditayangkan

haruslah memiliki nilai berita, maka berita mempunyai kriteria atau unsur-unsur

nilai berita. Secara umum, kejadian yang dianggap memenuhi nilai berita adalah

yang mempunyai satu atau beberapa unsur di bawah ini (LP3Y, 1990 dalam

Mursito, 1999:39):

a. Significance(penting),yaitu kejadian yang berkemungkinan mempengaruhi

kehidupan orang banyak atau kejadian yang mempunyai akibat terhadap

kehidupan pembaca.

b. Magnitude (besar), yaitu kejadian yang menyangkut angka-angka yang

berarti bagi orang banyak atau kejadian yang bila dijumlahkan dalam

angka dapat menarik bagi pembaca.

c. Timeless (waktu), yaitu kejadian yang dekat bagi pembaca. Kedekatan ini

bersifat geografis maupun emosional.

d. Prominence (tenar), yaitu menyangkut hal-hal yang terkenal atau sangat

dikenal oleh pembaca seperti orang, benda atau tempat.

e. Human Interest (manusiawi), yaitu kejadian yang memberi sentuhan

perasaan bagi pembaca, kejadian yang menyangkut orang biasa dalam

situasi luar biasa, atau orang besar dalam situasi biasa.

Bertolak dari nilai berita yang dikemukakan diatas, berita mengenai

kongres III PDIP dipandang memenuhi kelima unsur tersebut, diantaranya adalah

unsur Significance (penting) dan Magnitude (besar) yaitu kongres tersebut

penting dan berpengaruh dalam dunia perpolitikan, baik bagi para elit politik

(34)

commit to user

dikatakan menyangkut banyak orang. Lalu unsur Timeless (waktu) juga dapat

dikaitkan, kemudian unsur Prominence (tenar), ialah menyangkut dengan

popularitas baik itu partai, para pengurus partai bahkan ketua umumnya, tidak

dapat dipungkiri PDIP dan sosok Megawati adalah bentuk kepopuleran partai dan

ketua umumnya. Berdasar pada unsur penting, besar, waktu dan ketenaran

tersebut kiranya unsur yang terakhir Human Interest (manusiawi), akan dapat

terbentuk dengan sendirinya, karena pemberitaan mengenai Kongres tersebut

mampu memberi dampak besar bagi khalayak, sesuai dengan kejadian yang

menyangkut orang biasa dalam situasi luar biasa maupun orang besar dalam

situasi biasa yang tentunya tetap penting untuk diberitakan.

Selain beberapa unsur yang dikemukakan diatas, berita harus mampu

menjawab 6 (enam) unsur pertanyaan ; apa, siapa, mengapa, di mana, bilamana,

dan bagaimana. Keenam unsur pertanyaan tersebut biasa di sebut: 5 W + 1 H

(What, Who, Why, Where, When, dan How).

Pertama, ‘apa yang terjadi’ (what) merupakan pertanyaan yang harus dapat

menjawab hal-hal yang dilakukan oleh pelaku maupun korban dalam suatu

peristiwa. Dalam hal ini tindakan tersebut dapat berupa penyebab ataupun dapat

berupa akibat dari suatu kejadian. Kedua, ‘siapa yang terlibat dalam kejadian itu’

(who), dimaksudkan untuk memberikan keterangan fakta yang berkaitan dengan

setiap orang yang terlibat dalam suatu peristiwa. Ketiga, mengapa (apa yang

menyebabkan) kejadian itu timbul’ (why), merupakan jawaban dari latar belakang

suatu tindakan ataupun penyebab suatu kejadian yang telah diketahui. Keempat,

(35)

commit to user

peristiwa. Kelima, ‘bilamana kejadiannya’ (when), hal ini bersangkutan dengan

waktu kejadian atau kemungkinan-kemungkinan waktu yang berkaitan dengan

kejadian atau peristiwa tersebut. Keenam, ‘bagaimana kejadiannya’ (how),

merupakan unsur yang memberikan fakta yang yang berkaitan dengan proses

kejadian yang diberitakan (Mursito, 1999:57-60).

Berita juga terdiri dari dua bentuk sesuai dengan sifat pemberitaan, seperti

yang terdapat dalam buku “Catatan-catatan jurnalisme dasar” kategori news

terbagi dalam 2 bentuk, antara lain (Ishwara,2005:58-59):

a. Hard News (Berita Lugas) Berita yang padat berisi informasi fakta

yang disusun berdasarkan urutan yang paling penting, disebut berita

lugas, hard news. Jadi pada awal berita berisikan sari atau inti dari

kejadian yang ingin disampaikan dengan elaborasi detail kemudian.

b. Soft News (Berita Halus) Daniel R Williamson, merumuskan bahwa

reoportase dalam bentuk berita halus, seperti feature, sebagai

penulisan cerita yang kreatif, subyektif yang dirancang untuk

menyampaikan informasi dan hiburan kepada pembaca. Penekanan

pada kata-kata kreatif, subyektif, informasi dan hiburan adalah untuk

membedakannya dengan berita yang disampaikan secara langsung

pada berita lugas.

Berita mengenai politik, termasuk dalam berita lugas maka Hard news

oleh Dennis K. Davis disebut dengan berita obyektif memiliki satu kelemahan

yaitu cenderung membosankan, dan yang paling buruk berita tersebut hanyalah

(36)

commit to user

mengembangkan strategi untuk mendramatisasinya. Akhirnya diterapkanlah

skenario dramatis pada peristiwa yang ambigu atau melebih-lebihkan hal yang

mungkin tersirat dalam suatu kejadian. Sebagai contoh yaitu banyak dari

pemberitaan tentang pemerintahan nasional yang berfokus pada konflik antara

kongres dan presiden. Meskipun bukan distorsi yang jelas dari fakta-fakta untuk

memaksakan skenario seperti itu, hal tersebut dapat menimbulkan kesan bahwa

pemerintah nasional tak berdaya dengan masalah perselisihan partisan. Wartawan

menceritakan kembali peristiwa dengan menyorot elemen konflik, tragedi atau

komedi yang secara selektif dapat ditemukan pada fakta yang belum jelas

(Davis,1990:169).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pemberitaan tentang kongres

adalah sebuah berita yang berskala nasional namun dapat dipastikan bahwa

apabila berita kongres hanya disuguhkan secara seremonial, maka akan menjadi

berita yang membosankan karena tidak menarik untuk disimak, wartawan

kemudian mencari celah dan analisa yang lebih beraneka ragam dalam melihat

fakta yang ada, dalam beberapa berita yang diperoleh dari proses klipping surat

kabar baik Kompas, Republika maupun Media Indonesia, wacana konflik yang

dikembangkan media pun beraneka ragam, yaitu seperti adanya keputusan dari

partai untuk tidak mengundang presiden RI dalam pembukaan kongres III PDIP di

Bali, kemudian wartawan mengkaitkannya dengan sikap PDIP yang oposan

terhadap pemerintah juga masalah konflik personal Ketua umun PDIP Megawati

(37)

commit to user

Dugaan-dugaan semacam itulah yang disampaikan dan diuraikan agar

berita kongres menjadi tidak membosankan dan memiliki daya tarik, Terdapat

dramatisasi didalamnya seolah publik disuguhi cerita drama bersambung antara

pemerintahan dengan parta politik oposisi seperti PDIP. Setelah dikaitkan dengan

pemerintah, hal lain yang tak kalah menarik adalah dihembuskannya dugaan

persaingan pencalonan wakil ketua umum PDIP antara kedua anak Megawati

Soekarno Putri yaitu Puan Maharani dan Prananda Prabowo, walaupun hal

tersebut sudah dibantah oleh Taufik Kiemas, yaitu Suami dari Ketua umum PDIP

tersebut, namun wartawan tetap mengkaitkan hal tersebut dengan latar belakang

bahwa mereka lahir dari ayah yang berbeda sehingga ada kesan terjadinya

persaingan menduduki posisi “putra mahkota” dinasti trah Soekarno di tubuh

PDIP.

Dalam berita mengenai Kongres III PDIP di Bali 6-9April 2010 pada

ketiga surat kabar nasional yakni Kompas, Republika dan Media Indonesia,

periode 29 Maret –10 April 2010 ini bahasa tidak hanya mampu mencerminkan

realitas tetapi juga mampu menciptakan realitas. Pilihan kata dan cara penyajian

menentukan realitas yang terbentuk dan makna yang ditimbulkannya. Berita

mengenai kongres III PDIP di Bali 6-9April 2010 tentu bukan peristiwa yang

biasa saja mengingat PDI Perjuangan bukan partai kecil, dan sikapnya yang selalu

oposisi terhadap pemerintah menjadi magnet tersendiri untuk diberitakan di media

(38)

commit to user 2.b. Struktur Berita

Gaya penulisan piramida terbalik ialah bentuk yang paling dasar dari

penulisan berita lugas, hal tersebut muncul karena adanya keterbatasan ruang.

Jika berita terlalu panjang dan tidak sesuai dengan spot yang disediakan dalam

satu halaman maka ia harus segera dipotong, biasanya dari bawah keatas. Jadi

penting bagi wartawan untuk menulis berita berdasarkan arti pentingnya, agar

editor bisa memotong bagian yang paling tidak penting dari bawah. Dalam bentuk

piramida terbalik, berita pada bagian atas ditampilkan lebih penting dibandingkan

dengan bagian bawahnya. Headline merupakan berita yang dijadikan topik utama

oleh media, sedangkan Lead atau paragraf pembuka dari sebuah berita yang

biasanya mengandung unsur kepentingan yang tinggi.

Berita mengikuti urutan tertentu berdasarkan arti pentingnya, yang paling

penting terdapat pada awal berita, dan yang kurang penting diletakkan di belakang

(Passante, 2008:35). Seperti dapat dilihat pada bagan dibawah ini;

Piramida Terbalik

Berita dimulai dengan teras berita yang sangat bagus

Nutgraf (Ringkasan berita dan sedikit konteks)

Hal-hal penting diletakkan disini

Hal yang kurang penting

Tak penting sama sekali

Bisa untuk dibuang

Sering dibuang

(39)

commit to user

Selain berdasarkan pada tingkat kepentingan informasi, maka gaya

penulisan piramida terbalik ini juga terdiri dari unsur yang membentuknya yaitu,

adanya judul, lead, body dan penutup. Berikut visualisasi bagan yang dikutip dari

buku “Penulisan Jurnalistik” (Mursito, 1999: 63).

Model Piramida Terbalik

Sejalan dengan bagan diatas menurut DJa’far H. Assegaff, untuk lebih

dapat memahami gaya penulisan berita yang disebut “bentuk piramida terbalik”,

penting sekali dikenali anatomi berita, yakni bagian-bagian yang membentuk

sebuah berita. Bagian pertama yang dijumpai ialah judul berita (headline), baris

tanggal (dateline), teras berita (lead atau intro) dan kemudian barulah tubuh

berita. Judul berita (Headline) berfungsi menolong pembaca untuk cepat

mengenal kejadian-kejadian yang diberitakan. Fungsi lainnya adalah dengan

teknik grafika yaitu tipe-tipe huruf, judul berita, untuk menonjolkan berita tadi,

untuk dapat lebih menarik orang untuk membacanya (Assegaff, 1982:50).

Pada berita lugas, wartawan ingin menyampaikan informasi penting. Maka

lead ditempatkan pada awal berita, yang isinya berupa fokus peristiwa atau

ringkasan apa yang terjadi karena itu disebut pembuka ringkasan (Summary

Lead). Pembukaan ini harus didukung oleh penjelasan yang isinya memperkuat

JUDUL

LEAD

BODY

(40)

commit to user

informasi dalam pembuka, misalnya pernyatan-pernyataan atau kutipan yang

menjelaskan masalah utamanya dan keterangan-keterangan lain yang berhasil

digali wartawan (Ishwara, 2007: 117). Sejalan dengan pemahaman yang

dikemukakan diatas, Mursito mengungkapkan bahwasanya kegiatan menulis lead

merupakan pekerjaan yang tersulit. Lead adalah bagian terpenting dan paling

menonjol, serta merupakan inti dari keseluruhan berita. lead menonjolkan

bagian-bagian penting secara ringkas, dan ia bertugas “merayu” pembaca agar membaca

berita tersebut. Ia menjadi “etalase”, wajah depan dari sebuah berita.

Kadang-kadang lead memuat keseluruhan unsur 5W+1H yakni apa, siapa, dimana,

bilamana, mengapa, dan bagaimana, jenis lead semacam ini berusaha merangkum

intisari seluruh berita (Mursito, 1999: 63).

Selain gaya penulisan berita piramida terbalik, dilatarbelakangi proses

benturan antara media cetak (terutama surat kabar) dan media elektronik yang

mengakibatkan surat kabar harus berupaya keras untuk tetap dapat menyajikan

berita dengan cara yang menarik. Saat ini karena kalah cepat dengan media

elektronik maka fokus berita di surat kabar telah bergeser dari ‘apa’ (what news)

ke ‘mengapa’ (why news) dan agar menarik, berita kemudian disajikan dengan

gaya penulisan feature. Status feature mengalami transformasi pada tahun

1960-an ketika para editor sadar bahwa feature menawarkan jalan bagi surat kabar

untuk bisa memberikan berita kedalaman dan konteks yang sering tidak dijumpai

pada jurnalisme elektronik. Setelah sebelumnya hanya menjadi selingan, lambat

laun feature dalam surat kabar mengalami kematangan yakni ditempatkan

(41)

commit to user

bentuk penulisan berita yang diberi kedalaman, arti, dan perspektif. feature

menganalisis, menginterpretasi, dan menyajikan latar belakang dari suatu isu

penting menjadi prosedur standar dari banyak surat kabar. Struktur feature bersifat

organik, ada permulaan cerita, pertengahan, serta penutup, dan semua bagian erat

saling berhubungan. F eature memiliki standar kontinyuitas yang tinggi dan

merupakan proses organik dimana topik-topik yang berhubungan dipersatukan

dan menjadikannya sesuatu yang koheren. Kontinyuitas yang demikian

mengharuskan penulis menaruh perhatian seksama pada detail yaitu pada

ketrampilan dan transisi yang halus, ritme pada kutipan Tidak ada peralihan

mendadak seperti yang banyak ditemui dalam penulisan berita, langsung.

Kemudian perbedaaan antara feature dengan berita piramida terbalik ialah pada

bagian penutup. Berita, dapat dipotong dari bawah keatas sesuai dengan tingkat

kepentingannya, dan feature tidak dapat dipotong (Ishwara, 2007: 137-141).

Bentuk dari feature terdiri dari berbagai macam, salah satunya narasi yang

menurut ahli bahasa Gorys Keraf, narasi merupakan suatu bentuk wacana yang

berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca tentang suatu

peristiwa yang telah terjadi dengan menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan

yang dirangkai dalam urutan waktu serta berusaha menjawab pertanyaan,

(42)

commit to user

Susunan berita yang benar adalah penting, tetapi masih ada lagi yang tidak

kalah penting dan sering ditemukan dalam penulisan berita yakni; kutipan,

transisi, sumber alternatif, dan ending (penutup).

a. Kutipan adalah cara yang bagus untuk mendukung data atau menambah

warna berita tanpa harus merekayasa yang jelas melanggar etika. Hal

tersebut dengan kata lain wartawan mendapatkan opini dari luar yang

merupakan sisi lain berita yang mendukung apa yang ditulis wartawan

dalam berita, namun tidak boleh mengulang-ulang informasi yang dengan

menggunakan kutipan. Kutipan bisa dipakai untuk memberi penegasan dan

elaborasi (Passante, 2008:38).

b. Transisi, memudahkan pembaca berpindah dari satu poin ke poin yang

lain, tanpa perubahan mendadak dalam perpindahan informasi atau

pemikiran. Setiap kali wartawan membuat poin baru atau menyebutkan

fakta baru, hendaknya diawali dengan transisi atau kata penghubung,

hindari transisi mendadak yang kasar dan tidak memiliki hubungan dalam

informasinya. (Passante, 2008:39).

c. Ending, pada poin tertentu berita harus diakhiri meskipun memang berita

harus diakhiri saat tidak ada lagi hal yang perlu untuk ditulis, wartawan

yang baik akan mengakhiri tulisannya dengan sebuah poin penting

(43)

commit to user 2.c. Kajian Perspektif Berita

Dalam melihat sebuah peristiwa, pandangan setiap orang tentu tidaklah

sama, apalagi dengan media yang memiliki latar belakang kepentingan yang

berbeda, cara pandang terhadap suatu peristiwa pun pastilah berbeda. Obyek yang

dilihat sama namun tetap saja perspektifnya dapat meraneka ragam. Seperti cerita

menarik tentang seorang Pendeta, ahli Geologi, dan seorang Koboi, yang tentu

memiliki latar belakang yang jauh berbeda dan pada saat yang sama mereka

berdiri di Grand Canyon. Pendeta tersebut berkata “ Suatu Keajaiban dari

Tuhan” , lalu sang ahli Geologi mengatakan; “ Suatu keajaiban dari ilmu

pengetahuan” sedangkan sang Koboi berkata; “ Suatu tempat yang cocok untuk

menggembalakan sapi” (Ishwara, 2007: 42).

Cerita tersebut menarik untuk dijadikan contoh, mereka berdiri di waktu

dan tempat yang sama, namun mereka mengungkapkan kalimat yang berlainan

walaupun pada akhirnya dapat disimpulkan hal yang sama yaitu kekaguman

mereka terhadap Grand Canyon, bertolak dari analogi yang dikemukakan, hal

tersebut tidak jauh berbeda dengan pemberitaan Kongres III PDIP yang soroti

oleh ketiga media yang bebeda latar belakang baik ideologi, dan kebijakan. Hal

tersebut tentu saja akan menghasilkan berita yang berbeda, baik dari segi grafis,

penggunaan bahasa, diksi (pilihan kata) dalam penyusunan naskah serta

pengarahan isu walaupun bersumber pada tema yang seragam. Dari keberagaman

latar belakang itulah, maka terciptalah keanekaragaman pesan yang kemudian

disampaikan oleh media massa dalam hal ini surat kabar dapat dipersepsikan

(44)

commit to user

media massa menimbulkan berbagai macam perspektif dan menunjukkan

obyektivitas tiap media dalam pemberitaan.

Dalam masalah obyektivitas, pendekatan perspektif berita merupakan

kajian yang layak untuk dijadikan pendekatan dalam mengamati berita kongres

sebuah partai yang merupakan berita politik. Seperti beberapa perspektif yang

dikemukakan oleh Dennis K. Davis dalam bukunya New Directions In Political

Communications, dalam buku tersebut Davis mengemukakan 5 perspektif berita

yang muncul dalam dua dekade terakhir ini. Perspektif berita tersebut adalah

sebagai berikut (Davis, 1989: 157-172):

1. The British Cultural Studies Perspective

Perspektif ini dikembangkan di Universitas Birmingham pada 1960 dan

1970-an. Pendekatan dari perspektif ini adalah pada paham Neo-Marxist

yang menunjukkan hubungan antar media massa dan politik. Media

dianggap sebagai Consciousnes Industry yang memberikan dukungan pada

politik status quo dengan memberikan perhatian kepada publik dan

akhirnya mampu mempengaruhi opini publik.

2. The Social Construction Of Reality Perspective

Perspektif yang memiliki pengaruh penting yang kedua dalam penelitian

berita secara modern. Teori ini menunjukkan adanya makna ambigu pada

pemberitaan yang pada akhirnya mempengaruhi opini publik. Dalam

perspektif ini terdapat dua teori terkemuka dalam pendekatan konstruksi

realitas yaitu agenda setting theory dan spiral of silence. Teori agenda

(45)

isu-commit to user

isu tertentu berpengaruh secara langsung terhadap pemberian prioritas

oleh khalayak mengenai isu-isu yang berkembang. Dengan kata lain,

agenda media berpengaruh terhadap agenda khalayak (McCombs dan

Shaw (1972, 1977). Pendekatan ini merupakan revitalisasi dari pandangan

Mazhab Chicago yang banyak menggunakan konsep-konsep dari

tokoh-tokoh seperti Mead dan Blumer. Pengembang teori konstruksi realitas

sosial seperti Berger dan Luckman, memberikan kontribusi mengenai

konsep pengkonversian dan pelembagaan nilai. Goffman merintis

penggunaan istilah framing yang kemudian menjadi titik awal

berkembangnya tehnik analisis framing.

3. Research On News Organizations

Disini dikemukakan teori bahwa semua berita adalah komoditas komersial

yang dikemas untuk dipasarkan kepada kemungkinan terluas khalayak.

Berita sudah dikembangkan seperti produk komoditas media dan disusun

sesuai dengan standarisasi yang spesifik, diproduksi oleh pekerja praktek

secara rutin dan dipasarkan sesuai target khalayak.

4. Narrative Theories Of News

Teori narasi berita yang berpandangan tentang pembelajaran struktur

berita yang standar. Hal ini diperlukan untuk menjamin obyektivitas berita

yang disajikan. Teori ini menyimpulkan bahwa ada kerangka kerja untuk

membuat laporan dari sebuah kejadian yang mungkin akan menjadi bias

(46)

commit to user

5. Agenda Building: Narrative and Preceived Reality

Pespektif Agenda Building menggabungkan dua paham teori narasi dan

konstruksi realitas sosial. Pendekatan ini disebut dengan Agenda Building

yang menggabungkan struktur narasi berita untuk mengubah opini publik.

Dari kelima perspektif tersebut, penelitian ini menggunakan perspektif

Narrative Theories of News yang merupakan pendekatan teoritik narasi berita

yang mencermati struktur berita yang standar yang diperlukan untuk untuk

menjamin obyektivitas berita yang disajikan. Teori tersebut mengatakan bahwa

laporan dari sebuah peristiwa mungkin dapat menimbulkan makna dengan

kecenderungan tertentu, sehingga dapat menimbulkan efek yang tidak sengaja

berlainan pada pemahaman berita politik yang disajikan oleh media massa.

Perspektif narasi dalam studi tentang berita belum banyak dipergunakan

dalam penelitian kendati memang sudah ada beberapa misalnya penelitian oleh

Wahyuriyanti (2006), berjudul: “ Studi tentang Penulisan Berita Terorisme

Harian Kompas” penelitian ini mencermati pemberitaan mengenai terorisme di

Kompas selama periode 1-30 November 2005, dengan menitikberatkan pada

aspek-aspek judul, lead dan struktur penulisan berita. Penelitian ini sampai pada

kesimpulannya bahwa koran Kompas dalam menyajikan berita terorisme masih

sesuai dengan prinsip perspektif teori narasi. Selain itu juga penelitian oleh Prof.

Pawito Ph.D (2010) yang berjudul “ Pemilihan Umum, Media Massa,

Pembangunan Demokrasi: Studi tentang Indonesia Periode Pemilihan Umum

Legislatif 2009”, yang mencermati pemberitaan kampanye Pemilihan Umum di

(47)

commit to user

Penelitian tersebut sampai pada kesimpulan yaitu media massa di Indonesia

selama periode kampanye pemilihan umum legislatif 2009, ditemukan bias yang

bersifat struktural atau bias karena keterbatasan ruang media, namun sampai pada

tingkat tertentu menunjukkan upaya masih berpegang teguh pada prinsip tersebut.

Berpijak pada penelitian yang dikemukakan diatas, maka peneliti ingin

mengembangkan kajian teori narasi dalam pemberitaan politik namun diterapkan

pada tiga surat kabar Nasional yaitu Kompas, Republika, dan Media Indonesia.

3. Teori Narasi Berita (Narrative Theories of News)

Dalam praktek jurnalistik seringkali terjadi hal yang mengecewakan jika

dilihat dari kepentingan publik, yaitu terjadinya bias reportase. Bias itu sendiri

terwujud dalam dua jenis yaitu bias struktural dan bias politik, bias struktural

merupakan bias pemberitaan terkait dengan kecenderungan yang disebabkan oleh

keterbatasan media (media contraint) atau karena pertimbangan jurnalistik

tertentu bahwa persoalan tertentu diyakini lebih diminati khalayak ketimbang

peristiwa lainnya sehingga laporan-laporan pemberitaan lebih banyak tertuju pada

peristiwa atau persoalan yang bersangkutan. Sedangkan yang dimaksud dengan

bias politik ialah bias keberpihakan dalam pada itu lebih menunjuk karakter

keberpihakan media terhadap ideologi, kelompok, partai politik, dan

kepentingan-kepentingan serta gagasan-gagasan politik tertentu (Pawito, 2009:125).

Sejalan dengan itu Christoper Passante mengatakan, bias merupakan

kecenderungan berita berdasarkan opini seseorang, keyakinan atau perasaan

(48)

commit to user

menimbulkan emosi harus ditangani dengan hati-hati (Passante 2008:28). Bias

dapat terjadi karena berbagai faktor termasuk adanya keterbatasan ruang, waktu,

keterbatasan sumber daya terutama reporter dan editor, serta kemungkinan

keberpihakan media melalui orang-orang media yang bersangkutan dan telah

membuka peluang bagi wartawan maupun media itu sendiri untuk di kritisi.

Seperti yang diungkapkan (Paul Johnson dalam Pawito 3009:131),

Mengatakan bahwa ada 7 kesalahan yang olehnya disebut sebagai 7 dosa yang

fatal (seven deadly sins) yang sering dilakukan oleh media, yakni sebagai berikut:

a. Melakukan Distorsi. Media massa sengaja atau tidak telah banyak

melakukan distorsi terhadap realitas, dan kebenaran seringkali

terkalahkan oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang menyebabkan

distorsi terjadi.

b. Memberikan kesan keliru. Media seringkali terhanyut dalam

memberikan kesan keliru kepada khalayak dalam pemberitaan yang

mengarah kepada penciptaan dan pengukuhan stereotype. Media

selayaknya bekerja seperti kaca bening dimana khalayak dapat melihat

kebenaran.

c. Mencuri Privasi. Ikut mencampuri urusan pribadi merupakan

kesalahan paling buruk yang dilakukan oleh media massa pada saat ini

dan tampaknya masih akan terus berkembang. Pada dasarnya setiap

manusia memiliki privasi. Tapi media kadang mengabaikan hal itu

seperti adanya tindakan merekam pembicaraan telepon, memotret

Gambar

gambar pendukung di masing-masing surat kabar. Tentunya semua itu tergantung
gambar Puan Maharani yakni putri Megawati Soekarno Putri yang bertindak
grafik pelengkap yang menguatkan fakta dalam informasi yang disajikan dalam
gambar Megawati yang sedang menangis di depan mikrofon dalam pertengahan

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menganalisa kurva OCR untuk gangguan hubung singkat 3 fasa dan 2 fasa pada kondisi resetting dapat diketahui beberapa kondisi resetting koordinasi setting relai

Waktu pelaksanaan siklus kedua berlangsung dalam satu minggu setelah selesainya siklus pertama. Proses pembelajaran diawali dengan menceritakan mengenai peran serta

Bahwa pada hari Minggu tanggal 26 Juni 2016 atas perintah Dandim dilaksanakan apel Personil Kodim 0419/Tanjab langsung oleh Dandim 0419/Tanjab dan Terdakwa tidak hadir pada saat

mendasarkan tindakan pada wewenang. Tindakan pemerintahan yang didasarkan pada asas legalitas mengandung arti mendasarkan tindakan itu pada kewenangan terikat,

(4) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Seksi Akses Pasar, Permodalan dan Kelembagaan Perikanan mempunyai rincian tugas:c. merencanakan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian sabun Lux di Kelurahan 7 Ulu Palembang.. Tujuannya untuk

Melihat hasil penelitian dan hasil analisis data mengenai Pengaruh Kualitas Produk dan Harga Terhadap Kepuasan Konsumen dan Dalam Pembentukan Loyalitas Konsumen, studi

Akhlak ialah ilmu yang mengajarkan tentang prilaku manusia tentang baik buruknya yang mencegah berbagai macam perbuatan jelek dalam pergaulan baik dengan tuhan,