commit to user
i
HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)
NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Oleh :
FITRI NINGSIH K6406032
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENGAJUAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)
NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010
Oleh : FITRI NINGSIH
K6406032
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iii
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan
telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : Kamis
Tanggal : 19 Agustus 2010
Tim Penguji Skripsi :
Ketua : Dr. Sri Haryati, M.Pd .. ... .
Sekretaris : Drs. H. Utomo, M.Pd ...
Anggota I : Winarno, S.Pd, M.Si ... .
Anggota II : Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd ………..
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
commit to user
v
ABSTRAK
Fitri Ningsih. HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agustus. 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif korelasional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010, yang terdiri dari 7 kelas sebanyak 319 siswa. Sampel diambil dengan teknik Proporsional Random Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 64 siswa. Teknik pengumpulan data untuk variabel pengetahuan moral (X) menggunakan tes dan variabel kesadaran moral (Y) menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi sederhana.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan keasadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 yang dapat dibuktikan dengan hasil analisa yaitu diperoleh harga rxy= 0,253 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64
diperoleh rtabel = 0,245, karena rxy >rtabel
1 yaitu 0,253 > 0,245 , maka menunjukkan
ada hubungan yang positif variabel X dengan Y. Sedangkan harga thitung=2,056 dan
pada taraf signifikansi 5% dengan N=64 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung>ttabel yaitu
commit to user
vi
ABSTRACT
Fitri Ningsih. THE RELATION BETWEEN MORAL KNOWLEDGE AND
MORAL AWARENESS IN THE VII GRADERS OF MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. August. 2009.
The objective of research is to find out whether or not there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010.
This study employed a correlational descriptive method. The population of research was all VII graders of MTS NU Banat Kudus in School Year of 2009/2010, consisting of 7 class as many as 319 students. The sample was taken using Proportional Random Sampling, and 64 students were obtained as the sample. Technique of collecting data used for moral knowledge variable (X) was test and moral awareness variable (Y) was questionnaire . Technique of analyzing data employed was simple correlation analysis.
Considering the result of research, it can be concluded that there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of MTS NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010 that can be seen from the result of analysis in which the rxy value = 0.253 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten rtable = 0.245, because rxy > rtable of 0.253 > 0,245, indicating that there is a positive relation between X and Y variables. Meanwhile
commit to user
vii
MOTTO
“Aristoteles mengajarkan, manusia tidak akan menjadi bermoral dan bijak dengan
sendrinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang
hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat”.
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan untuk:
Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan
segalanya, semoga Allah SWT memberikan
kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat
Mbak Siti, mbak Solikhatun, dan mbak Eni
Adib Khoironi, S.Pd.I yang selalu memberikan
semangat dan motivasi
Teman-teman dekat dan teman-teman kost: Iva,
Anick, Esti, Endah, Berti, Arum, Septi, mbak Phury,
Noer, dan Nia
Teman-teman PPKn angkatan 2006
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi
sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan
skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan
terima kasih kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini
2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini
3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin
penelitian guna menyusun skripsi ini.
4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi
5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi
6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan
pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
7. Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini
8. Moh. Muchtarom, S.Ag, M.Si, pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan serta pengarahan
9. Dra. Dianah, Kepala Sekolah MTS NU Banat Kudus yang telah memberikan ijin
commit to user
x
10.Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini
11.Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis.
Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan juga dunia pragmatika.
Surakarta, 2010
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10
1. Tinjauan tentang Moral ... 10
2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral... 22
3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral ... 26
4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral ... 30
commit to user
xii
6. Teori Konstruktivisme ... 40
7. Penelitian yang Relevan ... 41
B. Kerangka Berpikir ... 42
C. Perumusan Hipotesis ... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
B. Metode Penelitian ... 45
C. Populasi dan Sampel ... 45
D. Teknik Pengumpulan Data ... 49
E. Teknik Analisis Data ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 66
1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus……... ... 66
2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral... . 68
3. Deskripsi Data Kesadaran Moral... 70
B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 71
1. Uji Normalitas ... 71
2. Uji Linieritas ... 72
C. Pengujian Hipotesis ... 73
1. Pengujian Hasil Analis Data………. 73
2. Penafsiran Pengujian Hipotesis ………74
3. Kesimpulan Pengujian Hopotesis ……….. . 75
4. Pembahasan Hasil Analisis data ... 75
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78
B. Implikasi ... 78
C. Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Waktu kegiatan penelitian ... 44
Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas ... 48
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral ... 69
Tabel 4. Distribusi frekuensi kesadaran moral ... 70
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Skema kerangka berpikir ... 43
Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral ... 69
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar sampel ... 84
Lampiran 2. Kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral ... 85
Lampiran 3.Lembar uji coba tes pengetahuan moral dan kunci jawaban ... 86
Lampiran 4. Uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan derajat kesukaran tes. . 93
Lampiran 5. Kisi-kisi tes pengetahuan moral. ... 95
Lampiran 6. Lembar penelitian tes pengetahuan moral dan kunci jawaban .... 96
Lampiran 7. Contoh perhitungan uji validitas tes ... 102
Lampiran 8. Contoh perhitungan uji reliabilitas tes ... 103
Lampiran 9. Contoh perhitungan daya beda ... 106
Lampiran 10.Contoh perhitungan indeks kesukaran ... 107
Lampiran 11. Daftar nama siswa sebagai responden try out ... 108
Lampiran 12. Kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral.. ... 110
Lampiran 13. Lembar uji coba angket kesadaran moral .. ... 111
Lampiran 14. Uji validitas dan reliabilitas angket... ... 116
Lampiran 15. Kisi-kisi penelitian angket kesadaran moral ... 119
Lampiran 16. Lembar penelitian angket kesadaran moral ... 120
Lampiran 17. Contoh perhitungan uji validitas angket.... ... 125
Lampiran 18. Contoh perhitungan uji reliabilitas angket... 127
Lampiran 19. Rekapitulasi data penelitian ... 128
Lampiran 20. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel X ... 130
Lampiran 21. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel Y ... 132
Lampiran 22. Uji linieritas X terhadap Y ... 135
Lampiran 23. Perhitungan uji linieritas dan keberartian X terhadap Y ... 137
Lampiran 24. Perhitungan Koefisien korelasi sederhana antara X dan Y ... 140
Lampiran 25. Perhitungan uji keberartian koefisien korelasi ... 141
Lampiran 26. Garis regresi sederhana Y atas X ... 142
commit to user
xvi
Lampiran 28. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q
pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 144
Lampiran 29. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan
skripsi/ makalah ... 145
Lampiran 30. Surat Rekomendasi Research/Survey dari BAPPEDA
kabupaten Kudus ... 146
Lampiran 31. Surat Rekomendasi dari Dinas P dan K kabupaten
Kudus... ... .. 147
Lampiran 32. Surat kepada kepala sekolah MTS NU Banat Kudus untuk
mengadakan research... 148
Lampiran 33. Surat keterangan telah mengadakan research di MTS NU Banat
commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge
(2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to
effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and
communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan
sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui
pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang
dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan
secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan
pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi,
sosial maupun budaya.
Berkaitan dengan usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang
berkualitas, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap
dunia pendidikan dengan berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional
dengan langkah menyusun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.
Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual
commit to user
pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan
suatu proses pendidikan. Paradikma pendidikan nasional harus bertumpu pada
akar kebudayaan nasional yang bersumber dari kearifan-kearifan lokal yang
diperoleh dari nilai-nilai budaya, adat-istiadat, moral dan budi pekerti yang
berkembang dalam masyarakat.
Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk
mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan moral. Menurut Nurul Zuriah (2007: 22)
”pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah)
yang mengorganisasikan dan ”menyederhanakan” sumber-sumber moral dan
disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan
pendidikan”.
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh
masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi
social yang amat kronis. Akibat dari hanyutnya SQ (Spiritual Quetiont) pada
pribadi siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk.
Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral yang timbul seperti: 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahasa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74 dalam Lewa Karma, 2009, http://1titik.blogdetik.com/2009/12/30/merancang-pendidikan-moral-dan budi perketi/)
Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan
commit to user
sangat penting dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan
strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua
unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan, seperti: guru-guru,
orang tua dan lingkungan. Akan tetapi unsur-unsur yang terkait untuk
menumbuhkan moral anak terkadang belum maksimal.
Pendidikan di sekolah, guru terkadang terjerumus pada formalitas
pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajar sehingga melupakan segi
pembinaan penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap yang
baik pada diri siswa. Kemudian orang tua dalam menanamkan moral harus
memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku
orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat
dan menirunya tetapi kurangnya bekal penguatan moral dari orang tua
mengakibatkan perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Selanjutnya dalam
lingkungan hendaknya tercipta pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa
tenggang rasa, saling menghormati atau menghargai dan patuh pada norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat namun lingkungan yang kurang mendukung bisa
menyebabkan moral anak jelek karena untuk menumbuhkan moral anak tidak
hanya sekedar mengetahui mana yang baik dan salah tapi anak harus faham dan
mau melakukannya.
Diperlukan adanya pendidikan moral karena pendidikan ini dilaksanakan
untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin
pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya
yang baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal,
maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam
pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi.
Oleh karena itu upaya penanaman nilai-nilai moral melalui pengetahuan
tentang moral dalam pendidikan sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di
dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (civic education) selain itu juga dalam pelajaran agama dan
commit to user
Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. (Muhson, 2002, http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716).
Suwarma Muchtar (2007) dalam Winarno (2008: 76) menyatakan bahwa
“salah satu ciri sekaligus pendekatan PKn adalah sebagai pendidikan nilai moral
secara lebih khusus lagi pendidikan nilai dan moral pancasila”. Pendapat lain
diungkapkan oleh Winarno (2008: 76) “pedidikan kewarganegaraan adalah suatu
pendidikan nilai dalam hal ini adalah nilai moral”. Sampai pada batas ini dapat
disimpulkan bahwa dalam pelajaran PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai
moral sebagai wujud pembentukan karakter peserta didik yang bertujuan untuk
membentuk pribadi anak supaya menjadi baik dalam sikap dan perilakunya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan
moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan
perbuatan anak. Dengan pengetahuan moral diharapkan anak nantinya dapat
bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma
yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan
sehari-hari dan bertindak sadar akan moral.
MTS NU Banat Kudus merupakan MTS yang telah menyelenggarakan
pendidikan bagi peserta didiknya. MTS NU Banat Kudus telah menanamkan
nilai-nilai moral dalam pendidikan moral yang diwujudkan dalam pelajaran
pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan pendidikan agama seperti aqidah akhlak
serta kegiatan-kegiatan di luar kegiatan mata pelajaran seperti dakwah. Dengan
pendidikan tersebut dapat membekali siswa dengan moral baik, dapat dikatakan
seorang individu yang tingkah lakunya menaaati kaidah-kaidah yang berlaku
disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral.
Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya siswa yang
commit to user
banyaknya pelanggaran tata tertib di sekolah seperti membolos, mecotek, dan
membawa Handphone ke sekolah. Dikarenakan dalam hal ini pengetahuan moral
siswa masih rendah. Sesungguhnya dengan pengetahuan moral yang diberikan
kepada siswa harus cukup sehingga mampu membekali anak dalam melakukan
perbuatan moral tapi kenyataannya pengetahuan moral anak masih kurang yang
dapat dilihat dari pembelajaran PKn yang menujukkan belum tercapainya
ketuntasan belajar hal ini dapat diketahui dari adanya sebagian siswa yang
nilainya belum memenuhi standar kelulusan. Seharusnya dengan pendidikan
moral yang diberikan kepada peserta didik, siswa memiliki pengetahuan tentang
moral khususnya dalam pembelajaran PKn sehingga dapat membuat siswa sadar
akan perbuatan moralnya.
Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya
kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah.
Akan tetapi meskipun dalam sekolah sudah dibuat peraturan tata tertib dan
diajarkan materi tentang norma dalam Pendidikan Kewarganegaraan masih saja
terjadi kurangnya kesadaran para siswa MTS NU Banat Kudus untuk mentaati
padahal sudah diberlakukannya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggarannya.
Thomas Lickona dalam Yeyen (2009) menjelaskan bahwa “karakter
terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral
knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perilaku/tindakan bermoral
(moral action)”. Ketiga macam karakter di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengetahuan Moral (Moral Knowing) merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.
2. Perasaan Moral (Moral Feeling) merujuk kepada aspek afektif tentang
moraliti yang menghubungkan antara pengetahuan moral dengan tindakan moral. Perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) dan sikap empati.
3. Tindakan Moral (Moral Action) merujuk kepada melakukan perkara yang betul, dimana keputusan dan tindakan kita adalah berdasarkan pengetahuan moral dan perasaan moral.
commit to user
Jadi, untuk menanamkan moral kepada anak agar berkarakter setelah
mendapat pengetahuan tentang moral juga harus mempunyai perasaan moral
karena perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan
berbuat baik, oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan
dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) yang selanjutnya akan
mendorong terjadinya tindakan moral. Menurut Winarno (2006: 9) kesadaran
moral adalah ”kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan
atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat
lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral adalah “perasaan
wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral”
(http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html).
Berdasarkan pengertian tersebut diketahui bahwa kesadaran moral
berkaitan dengan perasaan sehingga dapat dikatakan perasaan moral ini sama
halnya kesadaran moral karena berhubungan dengan hati nurani. Menurut Asri
Budiningsih (2008: 70) “penilaian kognitif berhubungan dengan perasaan” berarti
moral selain didekati dari aspek kognitif juga dapat dikaji dari aspek afektif dan
secara terintergrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan.
Dengan demikian, dengan pengetahuan moral yang diberikan membuat siswa
mempunyai perasaan moral atau kesadaran moral sehingga dapat mengambil
pendirian moral secara sadar karena dalam berbuat selalu mengikuti hati nurani
sehingga tingkah laku (akhlaknya) baik.
Untuk meningkatkan moral pada setiap anak diperlukan adanya
pendidikan moral khususnya peserta didik memiliki pengetahuan tentang moral,
dimana pengetahuan moral tersebut didapatkan dalam pembelajaran PKn yang
diajarkan pada anak di sekolah. Hal ini sepadan dengan pendapat yang
diungkapkan Suriakusumah dalam Dasim Budimansyah (2007) bahwa
“pendidikan kewarganegaraan membahas masalah moral, etika, sosial, serta
berbagai aspek kehidupan ekonomi”. (http://pustaka.ut.ac.id).
Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 75) bahwa “PKn
commit to user
sebagai pendidikan nilai moral meskipun tidak secara eksplisit ada dalam standar
isi pendidikan kewarganegaraan persekolahan”. Namun, melihat fungsi PKn
sebagai pendidikan nilai moral yang dapat disarikan dari pernyataan bahwa PKn
berfungsi sebagai pembentukan karakter warganegara, yaitu berdasarkan
Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn
persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan
mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh
pancasila dan UUD 1945. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden
(1986: 156) bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti
diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh
dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan
landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas
manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik.
Dengan demikian, untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral
yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma.
Dalam pembelajaran PKn ruang lingkup norma yang terdapat di jenjang
SMP/MTS terdapat pada kelas VII semester 1. Diharapkan dengan pengetahuan
tentang moral yang diberikan dalam pembelajaran PKn khususnya setelah siswa
menguasai SK menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan meningkatkan
kesadaran moral siswa yang nantinya akan dapat membina sikap dan perilaku
siswa dalam kehidupan sehari-hari.
Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian berkenaan dengan hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran
moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat
commit to user
1. Peran guru, orang tua, dan lingkungan sebagai unsur terkait untuk
menumbuhkan moral anak belum maksimal
2. Merosotnya tingkah laku moral pada diri siswa yang mengarah pada
pelanggaran nilai moral
3. Rendahnya pengetahuan tentang moral siswa
4. Tingkat kesadaran moral siswa rendah
5. Rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan
kurangnya pengetahuan moral siswa
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka
pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian ini lebih efektif dan terarah.
Dalam hal ini penulis menentukan permasalahan yang difokuskan pada rendahnya
tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan kurangnya
pengetahuan moral pada diri siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan
masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu
”adakah hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan
kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat
Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010”.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan yaitu
untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara
pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah
commit to user
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan tentang moral khususnya untuk meningkatkan
kesadaran moral pada diri siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Memberikan masukan siswa untuk meningkatkan pengetahuannya
tentang moral agar kesadaran moral siswa tinggi.
b. Bagi Sekolah
Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk selalu memberikan
dukungan yang baik kepada seluruh siswa-siswinya agar mereka tetap
berperilaku dan bersikap baik serta sadar akan moral.
c. Bagi Guru
Memberi masukan bagi guru untuk berperan serta menumbuh
kembangkan kesadaran moral siswa melalui pengetahuan moral yang
commit to user
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Moral a. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata “mos” atau “mores” (jamak) dari bahasa
Latin yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau tingkah laku. Dalam bahasa
Yunani moral dikenal dikenal dengan kata “ethos” yang selanjutnya
menurunkan istilah etika. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah
“akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa
Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung
makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing
tingkah laku baku dalam hidup. Oleh Magnis Suseno dalam Asri
Budiningsih (2008: 24) dikatakan bahwa ”kata moral selalu mengacu pada
baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah
bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia”.
Menurut Kaelan (2004: 93) moral adalah “suatu ajaran-ajaran
ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik
lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang baik”. Selanjutnya Sjarkawi (2006: 28)
mengatakan ”moral diartikan sebagai sarana untuk mengukur
benar-tidaknya atau baik-benar-tidaknya tindakan manusia”.
Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi
(2009: 50) mengatakan ”moral merupakan ajaran tentang baik buruknya
perbuatan atau kelakuan”.
Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap
tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma
commit to user
orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat
dalam masyarakat.
Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur
tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan
perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut
seseorang, tidak pasti baik dan benar menurut orang lian. Karena itulah
diperlukan adanya prinsip-prinsip kesusilaan atau moral yang dapat berlaku
umum, yang telah diakui kebenarannya dan kebaikan oleh semua orang.
Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan penilaian atau predikat tingkah
laku seseorang.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral
adalah kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah
laku yang baik dalam hidup atau dengan kata lain perilaku dan perbuatan
manusia yang dianggap baik dan buruk. Moral pada dasarnya tumbuh dan
berkembang dalam pergaulan dengan sesama manusia dan masyarakat,
akhirnya terbentukkan moral dengan melalui tahap-tahap perkembangan.
b. Tahap Perkembangan Moral
Menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84)
mengemukakan enam tahap perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama
lain dalam tiga tingkat (levels) berturut-turut yakni ”tingkat
prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1). Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan yang
baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu
semata-mata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik
buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar.
Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan
commit to user
hukuman atau ganjaran. Pada tingkat konvensional ini dapat dibedakan
dua tahap, yaitu:
Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan.
The Punishment and obidience orientation yaitu patuh karena tata
hukuman. Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret (orang
tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh.
Tahap 2: Orientasi relativis instrumental.
The Instrumental Relatives Orientation yaitu patuh sekedar memuaskan
orang lain atau alasan pragmatis-pragmatis saja. Perbuatan adalah baik,
jika instrumen atau alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan
kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Anak mulai menyadari kepentingan
orang lain juga, tapi hubungan antara manusia dianggapnya seperti
hubungan orang di pasar: tukar-menukar.
2). Tingkat Konvensional
Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa biasanya (tapi tidak
selalu) anak mulai beralih ke tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga
belas tahun. Di sini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar
norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini
oleh Kohlberg disebut ”konvensional”, karena di sini anak mulai
menyesuaikan (bahasa Latin: convenire) penilaian dan perilakunya
dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok
sosialnya. Singkatnya anak mengidentifikasikan diri dengan kelompok
sosialnya beserta norma-normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup
dua tahap:
Tahap 3: penyesusaian dengan kelompok atau orientasi menjadi
”anak manis”.
Interpersonal Concordance. Anak cenderung mengarahkan diri pada
keinginan serta harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain
(sekolah di sini tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang
menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka.
commit to user
artinya, ia adalah sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan
sebagainya ia ingin bertingkah laku secara ”wajar”, artinya, menurut
norma-norma yang berlaku. Jika ia melanggar norma-norma
kelompoknya, ia merasa malu dan berasalah.
Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban
Law and Order Orientation. Paham “kelompok” dengan mana anak
harus menyesuaikan diri di sini diperluas: dari kelompok akrab (artinya,
orang-orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok yang
lebih abstrak, seperti suku bangsa dan agama. Tekanan diberikan pada
aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Perilaku
yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan
mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu
sendiri. Orang yang melakukan aturan-aturan tradisional atau
menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah.
3). Tingkat Pascakonvensional
Oleh Kohlberg tahap ini disebut juga ” tingkat otonom” atau
”tingkat berprinsip” (principled level). Pada tingkat ketiga ini hidup
moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar
prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang ditentukan
dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tapi harus dinilai
atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi. Tingkat
ketiga ini pun mempunyai dua tahap:
Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.
Social Contract legalistik orientation. Di sini disadari relativisme
nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha
untuk mencapai konsensus. Dismping apa yang disetujui secara
demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat
pribadi. Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus
kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi
commit to user
dalam tahap 4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian
adalah unsur pengikat bagi kewajiban.
Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal.
Universal ethical principle oreintation. Di sini orang mengatur tingkah
laku dan penilain moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang
mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku
secara universal. Pada dasarnya prinsi-prinsip ini menyangkut keadilan,
kesedian membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat
untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar
prinsi-prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang mendalam
(remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak mengikuti keyakinan
moralnya sendiri. Menurut Kohlberg, penelitiannya telah menunjukkan
bahwa hanya sedikit orang yang mencapai tahap keanam ini.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga
tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan
berbagai motif.
Menurut Asri Budiningsih (2008: 32) dari enam tahap tersebut
secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan atau motif yang diberikan
bagi kepatuhan terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut:
a) Tahap I :patuh pada aturan untuk menghindarkan
hukuman
b) Tahap II :menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan
ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya
c) Tahap III :menyesuaikan diri untuk menghindarkan
ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang lain
d) Tahap IV :menyesuaikan diri untuk menghindarkan
penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatnya
e) Tahap V :menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat
dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat
f) Tahap VI :menyesuaikan diri untuk menghindari
penghukuman atas diri sendiri
Dari penjelasan di atas dapat diketahui alasan-alasan patuh
commit to user
seseorang patuh terhadap peraturan jika peraturan tersebut mempunyai nilai
dalam kehidupannya.
c. Nilai Moral
Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat ”nilai adalah sesuatu
yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika
(baik-buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta
menjadi acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”.
Nilai atau ”value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67).
Menurut Winarno (2006: 5) “nilai merupakan sesuatu yang baik
yang dicitakan manusia”. Di dalam Dictionary of sosiology and Related
Sciences dikemukakan bahwa “nilai adalah kemampuan yang dipercayai
yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia” (Hamid Darmadi,
2009: 67). Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. “Sesuatu yang mengandung nilai
artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sessuatu itu” (Kaelan,
2004: 87).
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat
disimpulkan bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa
yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak
usaha untuk menggolongkan nilai-nilai tersebut dan penggolongan nilai
tersebut amat beranekaragam, tergantung dalam sundut pandang dalam
rangka penggolongan tersebut.
Menurut Notonegoro dalam Hamid Darmadi (2009: 68) membagi
commit to user
1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
kehidupan jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.
2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
3) nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu:
a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio,budi, cipta) manusia.
b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur
perasaan (estethis, gevoel, rasa) manusia.
c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur kehendak (wii, wollen, karsa) manusia
d) Nilai religius; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak.
Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai
pengertian moral, menurut Hamid Darmadi (2009: 50) moral adalah ”ajaran
tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu
perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi
antara individu-individu dalam pergaulan.
Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai
dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks
tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Banu
Supatono (2007: 16) ”nilai moral adalah penilaian tentang tindakan manusia
sebagai manusia tentang yang baik dan buruk dimana nilai moral tersebut
telah diyakini oleh anggota dalam masyarakat”. Hal senada diungkapkan
oleh Sjarkawi (2006: 29) bahwa ”nilai moral adalah segala nilai yang
berhubungan dengan konsep baik dan buruk”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu
nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian
terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi
nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan
commit to user
Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan ”ciri-ciri
nilai moral yaitu berkaitan dengan tanggung jawab kita, hati nurani,
mewajibkan, dan bersifat formal”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
(1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita
Nilai moral ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung
jawab, dengan nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang
dianggap bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.
(2) Berkaitan dengan Hati Nurani
Salah satu ciri khas nilai moral berkaitan dengan hati nurani yaitu bahwa
nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila
meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila
mewujudkan nilai-nilai moral.
(3) Mewajibkan
Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa
ditawar-tawar. Sehingga nilai moral ini harus diakui dan harus
direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh
terhadap nilai-nilai ini.
(4) Bersifat Formal
Nilai moral bersifat formal artinya bahwa kita merealisasikan nilai-nilai
moral tersebut dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu
tingkah laku moral. Tidak ada nilai-nilai moral yang ”murni”, terlepas
dari nilai-nilai lain.
Jadi, dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan yang
menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah tindakan manusia yang
dilakukan secara sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara
langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat
manusia. Dengan demikian perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia
mempunyai moral yang baik.
Menurut Lickona dalam buku Educating for character dalam Paul
commit to user
pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu
pengertian atau pemahaman moral (moral knowing), perasaan moral (moral
feeling), tindakan moral (moral action)”.
Adapun penjelasan dari ketiga unsur di atas adalah:
(a) Pengertian atau pemahaman moral
Pengertian atau pemahaman moral menurut Asri Budiningsih
(2008: 6) adalah “kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa
seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan
berdasarkan nilai-nilai moral”. Selanjutnya pengetahuan atau
pemahaman moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti
(akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.
Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing)
artinya “penalaran moral pada intinya bersifat rasional, suatu keputusan
moral bukanlah soal perasaan, melainkan selalu mengandung tafsiran
kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan
keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain” (Asri
Budiningsih, 2008: 27).
(b) Perasaan moral
Menurut Asri Budiningsih (2008: 7) bahwa Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik.
Oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan
dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan sikap
empati.
(c) Tindakan moral
Asri Budiningsih (2008: 7) mengatakan bahwa “Tindakan moral
yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan perasaan moral ke dalam
perilaku-perilaku nyata”. Dengan semikian tindakan-tindakan moral ini
perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan
commit to user
tindakan-tindakan moral ini sangat diperlukan dalam pembelajaran
moral.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai
moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu
individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good),
menginginkan dan mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan
melakukan kebaikan (acting the good).
Dari ketiga unsur nilai moral di atas, dalam penelitian ini peneliti
menekankan pada unsur pengetahuan moral (moral knowing) dan perasaan
moral (moral action). Perasaan moral dalam penelitian ini yaitu kesadaran
moral, di sini antara perasaan moral dan kesadaran moral mempunyai
makna yang sama dimana keduanya sama-sama berhubungan dengan hati
nurani dan mencerminkan sikap yang baik dan benar, dimana dalam
mengambil tindakan perlu diperhitungkan oleh akal budi dan perasaan.
Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu
pandangan dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti
atau moral harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang
itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak,
dan tindakan menjadi ungkapan sikap tersebut.
Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap mengandung lima jangkauan, antara lain (1) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan; (2) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri; (3) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga; (4) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia; (5) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekita.
Karena kesadaran termasuk pada domain afektif yaitu berhubungan
dengan sikap sehingga dalam penelitian ini, berdasarkan lima jangkauan
sikap dan perilaku menurut Paul suparno, maka yang dikaji adalah suatu
pandangan dari dalam orang itu yaitu sikap.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
commit to user
Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam
hidup yang rial. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik
kepada semua manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri
sendiri. Pendidikan religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan
pada pengertian kognitif tapi harus sampai pada tindakan nyata.
2). Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri
Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai
berikut:
a) Sikap jujur dan terbuka
b) Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin,
bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri
3). Sikap dalam hubungannya dengan keluarga
Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:
a) Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah, sopan,
dan tepat janji.
b) Penghormatan dalam hidup berkeluarga
4). Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia.
Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau
dari sikap sebagai berikut:
a) Sikap demokratis
b) Nilai adat dan aturan sopan santun
5). Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar.
Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan
hidup, menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis
terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti
kesadaran dan kebiasaan untuk menjaga kebersihan lingkungan,
melakukan penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, tidak
menambah polusi udara.
Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan
commit to user
Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kiadah atau norma
atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan.
d. Norma Moral
Menurut Winarno (2006: 6) ”norma adalah acuan bagi manusia
sebagai perwujudan dari nilai tentang bagaimana seyogyanya manusia
berperilaku dalam kehidupan”. Selanjutnya Kaelan (2004: 92) mengatakan
”wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu
norma”.
Pendapat lain diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 32) bahwa
“kaidah atau norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan
dan tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini
kebenarannya”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma merupakan
perwujudan dari nilai yang berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan
untuk berbuat atau tidak berbuat bagi manusia.
Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma bisa
berbentuk tertulis atau tidak tertulis yang dapat digolongkan menjadi
berbagai macam. Menurut Winarno (2006: 6) mengatakan “norma-norma
yang berlaku di masyarakat secara umum digolongkan menjadi 4 macam”.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi
perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan.
2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan/kaidah yang
bersunber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.
3) Norma kesopanan dalah peraturan/kaidah yang bersumber dari
pergaulan hidup antar sesama manusia.
4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh
kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa.
(Winarno, 2006: 7)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa norma dapat
commit to user
semua perilaku moral harus selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah
ada.
Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas
pengertian norma moral. Menurut Asri Budiningsih (2008: 24)
”norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur
kebaikan seseorang”. Pendapat lain diungkapkan oleh Kaelan (2004: 85)
bahwa “norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia
yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk”.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan norma moral
yaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat dan itu
harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral a. Pengertian Pengetahuan Moral
Menurut Soerjono Soekanto (2001: 6) ”Pengetahuan adalah kesan di
dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang
berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertitions) dan
penerangan-penerangan yang keliru (misinformations)”.
Keraf (2001: 22) berpendapat ”pengetahuan adalah keseluruhan
pemikiran, agasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia
tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya”.
Pendapat lain mengemukakan ”Pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang”
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan).
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh
manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda
atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.
Berdasarkan pengertian pengetahuan dan moral yang telah
commit to user
adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan kumpulan peraturan atau
norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik.
Menurut Lickona dalam Udin S. Winataputra dan Dasim
Budimansyah pengetahuan moral mencakup wawasan nilai moral (knowing
moral values). Nilai tersebut dapat diwujudkan dalam suatu norma,
sehingga pengetahuan nilai moral berkaitan dengan norma. Adapun materi
norma menjadi salah satu materi dalam mata pelajaran khususnya
Pendidikan Kewarganegaraan.
Pengetahuan tentang moral dapat diukur melalui tes. Pengetahuan
moral menyangkut segi kognitif dari nilai moral. Artinya segi kognitif perlu
disampaikan kepada siswa agar mengerti mengapa suatu nilai perlu
dilakukan. Untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral (pengetahuan
nilai moral) yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi
tentang norma. Maka Tes yang terkait dapat dilihat dari penguasaan
pengetahuan tentang materi pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang
diajarkan oleh guru PKn kepada para siswa yang ditunjukkan dalam
pembelajaran PKn kelas VII semester I dengan Standar Kompetensi :
”Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”
Selanjutnya Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh para siswa adalah
”Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam
masyarakat”.
Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan
sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu
jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan
tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting
dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan
bernegara. Karakteristik pendidikan kewarganegaraan tahun 2006 atau PKn
persekolahan sekarang ini dapat disimak dari uraian tentang pelajaran
pendidikan kewaraganegaraan sebagaimana tertuang dalam standar isi dari
commit to user
bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan
warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,
dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.
Dalam pengajaran, pada umumnya penguasaan siswa dalam aspek
kognitif atau pengetahuan dibagi dalam beberapa tingkatan.
b. Tingkatan Pengetahuan
Dalam hubungannnya dengan satuan pelajaran, pengetahuan atau
ranah kognitif memegang peranan paling penting. Yang menjadi tujuan
pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam
aspek kognitif.
Aspek kognitif atau tingkatan pengetahuan ini dibedakan atas enam
jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto (1997: 103) yaitu
“pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian”.
Masing-masing tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah aspek yang paling besar dalam taksonomi Bloom,
seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep,
fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya dan harus mengerti atau
dapat menggunakannya.
2) Pemahaman (comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebainya terhadap objek yang dipelajari.
3) Penerapan (application)
Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
commit to user
di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur
organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja
misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,
merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Penilaian (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilain
terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu kriteria- kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan tes atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dengan tingkatan
tersebut di atas.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa
dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, sampai evaluasi.
Kemampuan kognitif siswa akan mempengaruhi keberhasilan dalam
pemahaman materi selanjutnya. Siswa yang mempunyai kemampuan
kognitif tinggi biasanya lebih mudah memahami meteri selanjutnya
commit to user
Untuk mengetahui lebih jelas definisi pengetahuan moral
selanjutnya dijelaskan definisi konseptual pengetahuan moral.
c. Definisi Konseptual Pengetahuan Moral
Berdasar berbagai pendapat tentang pengetahuan moral di atas,
maka dapat dirumuskan pengetahuan moral adalah sesuatu yang diketahui
berkenaan dengan suatu kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana
manusia harus bertingkah laku yang baik.
Setelah diketahui definisi konseptual pengetahuan moral selanjutnya
dijelaskan definisi operasional pengetahuan moral.
d. Definisi Operasional Pengetahuan Moral
Pengetahuan berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma
tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Materi norma
yang terdapat dalam pelajaran Pkn yaitu menguasai Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam
masyarakat. Selanjutnya indikator mendiskripsikan norma-norma dan
peraturan yang berlaku dalam masyarakat yaitu:
1) Menjelaskan hakikat norma
2) Menjelaskan pentingnya norma dalam kehidupan bermasyarakat
3) menguraikan macam-macam norma serta sanksinya
4) Mengidentifikasi perbuatan yang sesuai dengan norma di lingkungan
sekolah dan masyarakat
3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral
a. Pengertian Kesadaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “ sadar
berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Sedangkan dalam Kamus
Inggris-Indonesia menurut John. M. Echols & Hassan Shadily (1997: 48) “aware
commit to user
Menurut A.W. Widjaja (1997:14) kesadaran adalah “Sikap atau
perilaku mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan
ketentuan perundangan yang ada”.
Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan
bahasa-bahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu
berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama
dengan, turut).
Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut
mengetahui” (K. Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam
bahasa Latin (bahasa-bahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan
untuk menunjukkan “hati nurani”. Hati nurani merupakan semacam
“sanksi” tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Kenyataan itu di
ungkapkan dengan baik melalui kata latin conscientia.
Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) hati nurani (kata hati, suara hati,
dan suara batin) adalah ”kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan
perilaku seseorang dalam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan
yang buruk”.
Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik
atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini
memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di
sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang
sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan
intergritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani
berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan kesadaran adalah
sikap atau perilaku mengerti akan tentang kewajiban yang harus dilakukan.
Untuk mengetahui definisi tentang kesadaran moral secara utuh
maka setelah dipaparkan tentang pengertian kesadaran dan moral seperti di
commit to user
b. Pengertian Kasadaran Moral
Berdasarkan pengertian kesadaran dan moral yang telah
disampaikan di atas maka di sini akan di bahas mengenai kesadaran moral.
Winarno (2006: 9) berpendapat ”kesadaran moral adalah kesadaran dalam
diri manusia bahwa perbuatannya didasarkan atas rasa wajib, sukarela,
tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”.
Selanjutnya Driyarkaya dalam Zaim Elmubarok (2009: 13)
“Mengindikasikan bahwa kesadaran moral mengarahkan anak untuk mampu
membuat pertimbangan secara matang atas perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari baik di sekolah maupun di masyatrakat”
Menurut Winarno (2006: 11) bahwa ”konsisensi bekerja dalam
kesadaran manusia”. Dalam bekerja konsiensi berfungsi sebagai berikut:
1) Indeks atau Petunjuk
Konsiensi memberi petunjuk kepada manusia mana perbuatan baik atau
buruk secara moral, sebelum perbuatan itu dilakukan.
2) Viundeks atau Penilai
Konsiensi memberi penilaian moral terhadap perbuatan yang tengah
dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk.
3) Vindeks atau Pemberi Sanksi
Konsiensi memberi sanksi berdasar penilaiannya