• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009 2010"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)

NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010

SKRIPSI

Oleh :

FITRI NINGSIH K6406032

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENGAJUAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS)

NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010

Oleh : FITRI NINGSIH

K6406032

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

iii

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

(4)

commit to user

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan

telah diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari : Kamis

Tanggal : 19 Agustus 2010

Tim Penguji Skripsi :

Ketua : Dr. Sri Haryati, M.Pd .. ... .

Sekretaris : Drs. H. Utomo, M.Pd ...

Anggota I : Winarno, S.Pd, M.Si ... .

Anggota II : Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd ………..

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

Dekan,

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Fitri Ningsih. HUBUNGAN PENGETAHUAN MORAL DENGAN KESADARAN MORAL SISWA KELAS VII DI MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS TAHUN AJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Agustus. 2009.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif korelasional. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010, yang terdiri dari 7 kelas sebanyak 319 siswa. Sampel diambil dengan teknik Proporsional Random Sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 64 siswa. Teknik pengumpulan data untuk variabel pengetahuan moral (X) menggunakan tes dan variabel kesadaran moral (Y) menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi sederhana.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan ada hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan keasadaran moral siswa kelas VII di MTS NU Banat Kudus tahun ajaran 2009/2010 yang dapat dibuktikan dengan hasil analisa yaitu diperoleh harga rxy= 0,253 dan pada taraf signifikansi 5% dengan N=64

diperoleh rtabel = 0,245, karena rxy >rtabel

1 yaitu 0,253 > 0,245 , maka menunjukkan

ada hubungan yang positif variabel X dengan Y. Sedangkan harga thitung=2,056 dan

pada taraf signifikansi 5% dengan N=64 diperoleh ttabel=2,00, karena thitung>ttabel yaitu

(6)

commit to user

vi

ABSTRACT

Fitri Ningsih. THE RELATION BETWEEN MORAL KNOWLEDGE AND

MORAL AWARENESS IN THE VII GRADERS OF MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) NU BANAT KUDUS IN THE SCHOOL YEAR OF 2009/2010. Thesis, Surakarta: Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. August. 2009.

The objective of research is to find out whether or not there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of Madrasah Tsanawiyah NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010.

This study employed a correlational descriptive method. The population of research was all VII graders of MTS NU Banat Kudus in School Year of 2009/2010, consisting of 7 class as many as 319 students. The sample was taken using Proportional Random Sampling, and 64 students were obtained as the sample. Technique of collecting data used for moral knowledge variable (X) was test and moral awareness variable (Y) was questionnaire . Technique of analyzing data employed was simple correlation analysis.

Considering the result of research, it can be concluded that there is a positive and significant relation between moral knowledge and moral awareness in the VII graders of MTS NU Banat Kudus in the School Year of 2009/2010 that can be seen from the result of analysis in which the rxy value = 0.253 and at significance level of 5% with N = 64 is gotten rtable = 0.245, because rxy > rtable of 0.253 > 0,245, indicating that there is a positive relation between X and Y variables. Meanwhile

(7)

commit to user

vii

MOTTO

“Aristoteles mengajarkan, manusia tidak akan menjadi bermoral dan bijak dengan

sendrinya. Kalaupun akhirnya mereka bermoral dan bijak, itu berkat usaha sepanjang

hidup yang dilakukan mereka sendiri dan masyarakat”.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Karya ini dipersembahkan untuk:

Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan

segalanya, semoga Allah SWT memberikan

kebaikan dan kemuliaan di dunia dan akhirat

Mbak Siti, mbak Solikhatun, dan mbak Eni

Adib Khoironi, S.Pd.I yang selalu memberikan

semangat dan motivasi

Teman-teman dekat dan teman-teman kost: Iva,

Anick, Esti, Endah, Berti, Arum, Septi, mbak Phury,

Noer, dan Nia

Teman-teman PPKn angkatan 2006

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat dan berkah-Nya skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk memenuhi

sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian penulisan

skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan-kesulitan

yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya, disampaikan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin

penelitian guna menyusun skripsi ini

2. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si, Pembantu Dekan 1 Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin

penelitian guna menyusun skripsi ini

3. Drs. Amir Fuady, M.Hum, Pembantu Dekan III Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah memberikan ijin

penelitian guna menyusun skripsi ini.

4. Drs. Saiful Bachri, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FKIP UNS Surakarta, yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi

5. Dr. Sri Haryati, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Pancasila dan

Kewarganegaraan FKIP UNS yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi

6. Winarno, S.Pd, M.Si, Pembimbing I yang dengan sabar telah memberikan

pengarahan, bimbingan dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

7. Drs.E.S. Ardinarto, M.Pd, Pembimbing II yang dengan sabar telah memberikan

bimbingan, pengarahan dan dorongan selama penulis menyelesaikan skripsi ini

8. Moh. Muchtarom, S.Ag, M.Si, pembimbing akademik yang telah memberikan

bimbingan serta pengarahan

9. Dra. Dianah, Kepala Sekolah MTS NU Banat Kudus yang telah memberikan ijin

(10)

commit to user

x

10.Segenap Bapak/Ibu dosen Program Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan, sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi ini

11.Berbagai pihak yang telah membantu penulis demi lancarnya penulisan skripsi ini

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penyusunan skripsi ini telah berusaha semaksimal mungkin, namun penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan penulis.

Dengan segala rendah hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan juga dunia pragmatika.

Surakarta, 2010

(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGAJUAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 10

1. Tinjauan tentang Moral ... 10

2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral... 22

3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral ... 26

4. Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Pendidikan Nilai Moral ... 30

(12)

commit to user

xii

6. Teori Konstruktivisme ... 40

7. Penelitian yang Relevan ... 41

B. Kerangka Berpikir ... 42

C. Perumusan Hipotesis ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44

B. Metode Penelitian ... 45

C. Populasi dan Sampel ... 45

D. Teknik Pengumpulan Data ... 49

E. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data ... 66

1. Gambaran Umum MTS NU Banat Kudus……... ... 66

2. Deskripsi Data Pengetahuan Moral... . 68

3. Deskripsi Data Kesadaran Moral... 70

B. Pengujian Prasyarat Analisis ... 71

1. Uji Normalitas ... 71

2. Uji Linieritas ... 72

C. Pengujian Hipotesis ... 73

1. Pengujian Hasil Analis Data………. 73

2. Penafsiran Pengujian Hipotesis ………74

3. Kesimpulan Pengujian Hopotesis ……….. . 75

4. Pembahasan Hasil Analisis data ... 75

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 78

B. Implikasi ... 78

C. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Waktu kegiatan penelitian ... 44

Tabel 2. Jumlah sampel dari tiap kelas ... 48

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Moral ... 69

Tabel 4. Distribusi frekuensi kesadaran moral ... 70

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Skema kerangka berpikir ... 43

Gambar 2. Histogram Variabel Pengetahuan Moral ... 69

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Daftar sampel ... 84

Lampiran 2. Kisi-kisi uji coba tes pengetahuan moral ... 85

Lampiran 3.Lembar uji coba tes pengetahuan moral dan kunci jawaban ... 86

Lampiran 4. Uji validitas, reliabilitas, daya beda, dan derajat kesukaran tes. . 93

Lampiran 5. Kisi-kisi tes pengetahuan moral. ... 95

Lampiran 6. Lembar penelitian tes pengetahuan moral dan kunci jawaban .... 96

Lampiran 7. Contoh perhitungan uji validitas tes ... 102

Lampiran 8. Contoh perhitungan uji reliabilitas tes ... 103

Lampiran 9. Contoh perhitungan daya beda ... 106

Lampiran 10.Contoh perhitungan indeks kesukaran ... 107

Lampiran 11. Daftar nama siswa sebagai responden try out ... 108

Lampiran 12. Kisi-kisi uji coba angket kesadaran moral.. ... 110

Lampiran 13. Lembar uji coba angket kesadaran moral .. ... 111

Lampiran 14. Uji validitas dan reliabilitas angket... ... 116

Lampiran 15. Kisi-kisi penelitian angket kesadaran moral ... 119

Lampiran 16. Lembar penelitian angket kesadaran moral ... 120

Lampiran 17. Contoh perhitungan uji validitas angket.... ... 125

Lampiran 18. Contoh perhitungan uji reliabilitas angket... 127

Lampiran 19. Rekapitulasi data penelitian ... 128

Lampiran 20. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel X ... 130

Lampiran 21. Tabel dan perhitungan uji normalitas variabel Y ... 132

Lampiran 22. Uji linieritas X terhadap Y ... 135

Lampiran 23. Perhitungan uji linieritas dan keberartian X terhadap Y ... 137

Lampiran 24. Perhitungan Koefisien korelasi sederhana antara X dan Y ... 140

Lampiran 25. Perhitungan uji keberartian koefisien korelasi ... 141

Lampiran 26. Garis regresi sederhana Y atas X ... 142

(16)

commit to user

xvi

Lampiran 28. Permohonan ijin menyusun skripsi kepada dekan c.q

pembantu dekan 1 FKIP-UNS di Surakarta ... 144

Lampiran 29. Surat keputusan dekan FKIP tentang ijin penyusunan

skripsi/ makalah ... 145

Lampiran 30. Surat Rekomendasi Research/Survey dari BAPPEDA

kabupaten Kudus ... 146

Lampiran 31. Surat Rekomendasi dari Dinas P dan K kabupaten

Kudus... ... .. 147

Lampiran 32. Surat kepada kepala sekolah MTS NU Banat Kudus untuk

mengadakan research... 148

Lampiran 33. Surat keterangan telah mengadakan research di MTS NU Banat

(17)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu langkah untuk membentuk sumber daya manusia yang

berkualitas adalah melalui pendidikan. Menurut Kevin Carmady and Zane Berge

(2005: 3) “Education can be defined as an activity undertaken or initatied to

effect changes in knowledge, skill, and attitude of individuals, groups, and

communities”. Artinya pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang

dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, dan

sikap dari individu , kelompok, dan komunitas. Dengan demikian, melalui

pendidikan manusia dapat menambah pengetahuan dan keterampilannya yang

dapat berguna untuk membantu pelaksanaan pembangunan.

Oleh karena itu, pemerintah berupaya membangun sektor pendidikan

secara terencana, terarah dan bertahap serta terpadu dengan keseluruhan

pembangunan kehidupan bangsa baik ekonomi ilmu pengetahuan dan teknologi,

sosial maupun budaya.

Berkaitan dengan usaha untuk menyiapkan sumber daya manusia yang

berkualitas, pemerintah telah memberikan perhatian yang cukup besar terhadap

dunia pendidikan dengan berusaha meningkatkan mutu pendidikan nasional

dengan langkah menyusun UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Dalam bab II pasal 3 dinyatakan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta tanggung jawab.

Pendidikan Nasional Indonesia pada dasarnya bertujuan untuk

meningkatkan kualitas manusia Indonesia baik secara fisik maupun intelektual

(18)

commit to user

pembangunan nasional. Guna mencapai tujuan pendidikan tersebut diperlukan

suatu proses pendidikan. Paradikma pendidikan nasional harus bertumpu pada

akar kebudayaan nasional yang bersumber dari kearifan-kearifan lokal yang

diperoleh dari nilai-nilai budaya, adat-istiadat, moral dan budi pekerti yang

berkembang dalam masyarakat.

Dalam hal ini jelas bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk

mengembangkan segi-segi kognitif, afektif dan psikomotorik yang dapat

dikembangkan melalui pendidikan moral. Menurut Nurul Zuriah (2007: 22)

”pendidikan moral adalah suatu program pendidikan (sekolah dan luar sekolah)

yang mengorganisasikan dan ”menyederhanakan” sumber-sumber moral dan

disajikan dengan memperhatikan pertimbangan psikologis untuk tujuan

pendidikan”.

Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting, karena hampir seluruh

masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang mengalami patologi

social yang amat kronis. Akibat dari hanyutnya SQ (Spiritual Quetiont) pada

pribadi siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek sosial yang buruk.

Bermacam-macam masalah sosial dan masalah-masalah moral yang timbul seperti: 1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar, 2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahasa tidak sopan, 7). merosotnya etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature, penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74 dalam Lewa Karma, 2009, http://1titik.blogdetik.com/2009/12/30/merancang-pendidikan-moral-dan budi perketi/)

Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut, maka peningkatan

(19)

commit to user

sangat penting dan perlu dilaksanakan secara komprehensif dengan menggunakan

strategi serta model pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua

unsur yang terkait dalam proses pembelajaran atau pendidikan, seperti: guru-guru,

orang tua dan lingkungan. Akan tetapi unsur-unsur yang terkait untuk

menumbuhkan moral anak terkadang belum maksimal.

Pendidikan di sekolah, guru terkadang terjerumus pada formalitas

pemenuhan kurikulum pendidikan, mengejar bahan ajar sehingga melupakan segi

pembinaan penanaman nilai-nilai pendidikan moral dan pembentukan sikap yang

baik pada diri siswa. Kemudian orang tua dalam menanamkan moral harus

memberikan suri tauladan pada anak-anaknya, karena dengan melihat perilaku

orang tua dalam kehidupan sehari-hari anak secara tidak langsung akan melihat

dan menirunya tetapi kurangnya bekal penguatan moral dari orang tua

mengakibatkan perilaku yang kurang baik dalam masyarakat. Selanjutnya dalam

lingkungan hendaknya tercipta pergaulan yang baik yaitu berkembangnya rasa

tenggang rasa, saling menghormati atau menghargai dan patuh pada norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat namun lingkungan yang kurang mendukung bisa

menyebabkan moral anak jelek karena untuk menumbuhkan moral anak tidak

hanya sekedar mengetahui mana yang baik dan salah tapi anak harus faham dan

mau melakukannya.

Diperlukan adanya pendidikan moral karena pendidikan ini dilaksanakan

untuk membentuk watak kepribadian peserta didik secara utuh yang tercermin

pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, dan hasil karya

yang baik. Dalam upaya untuk meningkatkan perilaku tersebut secara optimal,

maka terkait penyajian materi pengetahuan tentang moral pada siswa dalam

pendidikan ini harus dilaksakan secara terintegarasi.

Oleh karena itu upaya penanaman nilai-nilai moral melalui pengetahuan

tentang moral dalam pendidikan sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di

dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan (civic education) selain itu juga dalam pelajaran agama dan

(20)

commit to user

Pkn merupakan representasi dari pendidikan nilai, norma dan moral di sekolah. Nilai, norma dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, serta dalam hubungan antar umat manusia. Nilai merupakan landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moral atau sikap dan perbuatan yang baik. Pembelajaran nilai, norma dan moral harus melingkupi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang direncanakan, disajikan dan dievaluasi secara integralistik dan berkesinambungan. (Muhson, 2002, http://journal.um.ac.id/index.php/ppkn/article/view/1716).

Suwarma Muchtar (2007) dalam Winarno (2008: 76) menyatakan bahwa

“salah satu ciri sekaligus pendekatan PKn adalah sebagai pendidikan nilai moral

secara lebih khusus lagi pendidikan nilai dan moral pancasila”. Pendapat lain

diungkapkan oleh Winarno (2008: 76) “pedidikan kewarganegaraan adalah suatu

pendidikan nilai dalam hal ini adalah nilai moral”. Sampai pada batas ini dapat

disimpulkan bahwa dalam pelajaran PKn berfungsi sebagai pendidikan nilai

moral sebagai wujud pembentukan karakter peserta didik yang bertujuan untuk

membentuk pribadi anak supaya menjadi baik dalam sikap dan perilakunya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa anak sejak dini membutuhkan pembinaan

moral, sikap dan perilaku agar nantinya tidak terseret arus yang menyesatkan

perbuatan anak. Dengan pengetahuan moral diharapkan anak nantinya dapat

bersikap dan berperilaku yang bermoral, tidak hanya mengetahui norma-norma

yang ada dalam masyarakat, tetapi juga pelaksanaannya dalam kehidupan

sehari-hari dan bertindak sadar akan moral.

MTS NU Banat Kudus merupakan MTS yang telah menyelenggarakan

pendidikan bagi peserta didiknya. MTS NU Banat Kudus telah menanamkan

nilai-nilai moral dalam pendidikan moral yang diwujudkan dalam pelajaran

pendidikan kewarganegaraan (PKn) dan pendidikan agama seperti aqidah akhlak

serta kegiatan-kegiatan di luar kegiatan mata pelajaran seperti dakwah. Dengan

pendidikan tersebut dapat membekali siswa dengan moral baik, dapat dikatakan

seorang individu yang tingkah lakunya menaaati kaidah-kaidah yang berlaku

disebut baik secara moral dan jika tidak disebut jelek secara moral.

Kenyataan yang terjadi di lapangan masih ditemukan adanya siswa yang

(21)

commit to user

banyaknya pelanggaran tata tertib di sekolah seperti membolos, mecotek, dan

membawa Handphone ke sekolah. Dikarenakan dalam hal ini pengetahuan moral

siswa masih rendah. Sesungguhnya dengan pengetahuan moral yang diberikan

kepada siswa harus cukup sehingga mampu membekali anak dalam melakukan

perbuatan moral tapi kenyataannya pengetahuan moral anak masih kurang yang

dapat dilihat dari pembelajaran PKn yang menujukkan belum tercapainya

ketuntasan belajar hal ini dapat diketahui dari adanya sebagian siswa yang

nilainya belum memenuhi standar kelulusan. Seharusnya dengan pendidikan

moral yang diberikan kepada peserta didik, siswa memiliki pengetahuan tentang

moral khususnya dalam pembelajaran PKn sehingga dapat membuat siswa sadar

akan perbuatan moralnya.

Kesadaran akan moral dari para siswa sangat diperlukan demi terciptanya

kehidupan yang aman, damai dan tenteram terutama dalam lingkungan sekolah.

Akan tetapi meskipun dalam sekolah sudah dibuat peraturan tata tertib dan

diajarkan materi tentang norma dalam Pendidikan Kewarganegaraan masih saja

terjadi kurangnya kesadaran para siswa MTS NU Banat Kudus untuk mentaati

padahal sudah diberlakukannya sanksi yang tegas dalam setiap pelanggarannya.

Thomas Lickona dalam Yeyen (2009) menjelaskan bahwa “karakter

terdiri atas 3 bagian yang saling terkait, yaitu pengetahuan tentang moral (moral

knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan perilaku/tindakan bermoral

(moral action)”. Ketiga macam karakter di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pengetahuan Moral (Moral Knowing) merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti (akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.

2. Perasaan Moral (Moral Feeling) merujuk kepada aspek afektif tentang

moraliti yang menghubungkan antara pengetahuan moral dengan tindakan moral. Perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) dan sikap empati.

3. Tindakan Moral (Moral Action) merujuk kepada melakukan perkara yang betul, dimana keputusan dan tindakan kita adalah berdasarkan pengetahuan moral dan perasaan moral.

(22)

commit to user

Jadi, untuk menanamkan moral kepada anak agar berkarakter setelah

mendapat pengetahuan tentang moral juga harus mempunyai perasaan moral

karena perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk bersikap dan

berbuat baik, oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan dikembangkan

dengan memupuk perkembangan hati nurani (kesadaran) yang selanjutnya akan

mendorong terjadinya tindakan moral. Menurut Winarno (2006: 9) kesadaran

moral adalah ”kesadaran dalam diri manusia bahwa tindakannya itu didasarkan

atas rasa wajib, suka rela tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”. Pendapat

lain diungkapkan oleh Wizanies (2007) bahwa kesadaran moral adalah “perasaan

wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral”

(http://wizanies.blogspot.com/2007/08/akhlak-etika-moral.html).

Berdasarkan pengertian tersebut diketahui bahwa kesadaran moral

berkaitan dengan perasaan sehingga dapat dikatakan perasaan moral ini sama

halnya kesadaran moral karena berhubungan dengan hati nurani. Menurut Asri

Budiningsih (2008: 70) “penilaian kognitif berhubungan dengan perasaan” berarti

moral selain didekati dari aspek kognitif juga dapat dikaji dari aspek afektif dan

secara terintergrasi aspek-aspek tersebut akan mendorong terjadinya tindakan.

Dengan demikian, dengan pengetahuan moral yang diberikan membuat siswa

mempunyai perasaan moral atau kesadaran moral sehingga dapat mengambil

pendirian moral secara sadar karena dalam berbuat selalu mengikuti hati nurani

sehingga tingkah laku (akhlaknya) baik.

Untuk meningkatkan moral pada setiap anak diperlukan adanya

pendidikan moral khususnya peserta didik memiliki pengetahuan tentang moral,

dimana pengetahuan moral tersebut didapatkan dalam pembelajaran PKn yang

diajarkan pada anak di sekolah. Hal ini sepadan dengan pendapat yang

diungkapkan Suriakusumah dalam Dasim Budimansyah (2007) bahwa

“pendidikan kewarganegaraan membahas masalah moral, etika, sosial, serta

berbagai aspek kehidupan ekonomi”. (http://pustaka.ut.ac.id).

Pendapat lain diungkapkan oleh Winarno (2008: 75) bahwa “PKn

(23)

commit to user

sebagai pendidikan nilai moral meskipun tidak secara eksplisit ada dalam standar

isi pendidikan kewarganegaraan persekolahan”. Namun, melihat fungsi PKn

sebagai pendidikan nilai moral yang dapat disarikan dari pernyataan bahwa PKn

berfungsi sebagai pembentukan karakter warganegara, yaitu berdasarkan

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dinyatakan bahwa mata pelajaran PKn

persekolahan memfokuskan pada pembuatan warganegara yang memahami dan

mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara

Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh

pancasila dan UUD 1945. Menurut Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden

(1986: 156) bahwa ”bertindak secara moral berarti menaati suatu norma”. Seperti

diketahui bahwa nilai, norma, dan moral merupakan satu kesatuan yang utuh

dalam kaitannya dengan upaya perwujudan nilai kemanusiaan, nilai merupakan

landasan dari norma, selanjutnya norma menjadi dasar penuntun dari moralitas

manusia yaitu sikap dan perbuatan yang baik.

Dengan demikian, untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral

yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi tentang norma.

Dalam pembelajaran PKn ruang lingkup norma yang terdapat di jenjang

SMP/MTS terdapat pada kelas VII semester 1. Diharapkan dengan pengetahuan

tentang moral yang diberikan dalam pembelajaran PKn khususnya setelah siswa

menguasai SK menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara akan meningkatkan

kesadaran moral siswa yang nantinya akan dapat membina sikap dan perilaku

siswa dalam kehidupan sehari-hari.

Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian berkenaan dengan hubungan pengetahuan moral dengan kesadaran

moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat Kudus.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka dapat

(24)

commit to user

1. Peran guru, orang tua, dan lingkungan sebagai unsur terkait untuk

menumbuhkan moral anak belum maksimal

2. Merosotnya tingkah laku moral pada diri siswa yang mengarah pada

pelanggaran nilai moral

3. Rendahnya pengetahuan tentang moral siswa

4. Tingkat kesadaran moral siswa rendah

5. Rendahnya tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan

kurangnya pengetahuan moral siswa

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka

pembatasan masalah diperlukan supaya penelitian ini lebih efektif dan terarah.

Dalam hal ini penulis menentukan permasalahan yang difokuskan pada rendahnya

tingkat kesadaran moral siswa yang diasumsikan berkaitan dengan kurangnya

pengetahuan moral pada diri siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan

masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu

”adakah hubungan yang positif dan signifikan antara pengetahuan moral dengan

kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah Tsanawiyah (MTS) NU Banat

Kudus Tahun Ajaran 2009/ 2010”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan

masalah serta perumusan masalah di atas maka penulis mempunyai tujuan yaitu

untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara

pengetahuan moral dengan kesadaran moral siswa kelas VII di Madrasah

(25)

commit to user

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk

pengembangan ilmu pengetahuan tentang moral khususnya untuk meningkatkan

kesadaran moral pada diri siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Memberikan masukan siswa untuk meningkatkan pengetahuannya

tentang moral agar kesadaran moral siswa tinggi.

b. Bagi Sekolah

Memberikan masukan kepada pihak sekolah untuk selalu memberikan

dukungan yang baik kepada seluruh siswa-siswinya agar mereka tetap

berperilaku dan bersikap baik serta sadar akan moral.

c. Bagi Guru

Memberi masukan bagi guru untuk berperan serta menumbuh

kembangkan kesadaran moral siswa melalui pengetahuan moral yang

(26)

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan tentang Moral a. Pengertian Moral

Moral berasal dari kata “mos” atau “mores” (jamak) dari bahasa

Latin yang berarti adat istiadat, kebiasaan atau tingkah laku. Dalam bahasa

Yunani moral dikenal dikenal dengan kata “ethos” yang selanjutnya

menurunkan istilah etika. Dalam bahasa Arab, moral dikenal dengan istilah

“akhlak” yang selanjutnya dikenal dengan budi pekerti. Dalam bahasa

Indonesia kata moral berarti akhlak atau kesusilaan yang mengandung

makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing

tingkah laku baku dalam hidup. Oleh Magnis Suseno dalam Asri

Budiningsih (2008: 24) dikatakan bahwa ”kata moral selalu mengacu pada

baik buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah

bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia”.

Menurut Kaelan (2004: 93) moral adalah “suatu ajaran-ajaran

ataupun wejangan-wejangan, patokan-patokan, kumpulan peraturan, baik

lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak

agar menjadi manusia yang baik”. Selanjutnya Sjarkawi (2006: 28)

mengatakan ”moral diartikan sebagai sarana untuk mengukur

benar-tidaknya atau baik-benar-tidaknya tindakan manusia”.

Definisi lain menurut Poerwodarminta dalam Hamid Darmadi

(2009: 50) mengatakan ”moral merupakan ajaran tentang baik buruknya

perbuatan atau kelakuan”.

Dapat dilihat bahwa moral memegang peranan penting dalam

kehidupan manusia yang berhubungan dengan baik dan buruk terhadap

tingkah laku manusia. Tingkah laku ini mendasarkan diri pada norma-norma

(27)

commit to user

orang tersebut bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang terdapat

dalam masyarakat.

Dengan demikian moral adalah keseluruhan norma yang mengatur

tingkah laku manusia di masyarakat untuk melaksanakan

perbuatan-perbuatan yang baik dan benar. Perlu diingat baik dan benar menurut

seseorang, tidak pasti baik dan benar menurut orang lian. Karena itulah

diperlukan adanya prinsip-prinsip kesusilaan atau moral yang dapat berlaku

umum, yang telah diakui kebenarannya dan kebaikan oleh semua orang.

Jadi jelas, moral dipakai untuk memberikan penilaian atau predikat tingkah

laku seseorang.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa moral

adalah kumpulan peraturan tentang bagaimana manusia harus bertingkah

laku yang baik dalam hidup atau dengan kata lain perilaku dan perbuatan

manusia yang dianggap baik dan buruk. Moral pada dasarnya tumbuh dan

berkembang dalam pergaulan dengan sesama manusia dan masyarakat,

akhirnya terbentukkan moral dengan melalui tahap-tahap perkembangan.

b. Tahap Perkembangan Moral

Menurut L. Kohlberg dalam K. Bertens (2007: 80-84)

mengemukakan enam tahap perkembangan moral dapat dikaitkan satu sama

lain dalam tiga tingkat (levels) berturut-turut yakni ”tingkat

prakonvensional, tingkat konvensional dan tingkat pascakonvensional”.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1). Tingkat Prakonvensional

Pada tingkat ini si anak mengakui adanya aturan-aturan yang

baik serta buruk mulai mempunyai arti baginya, tetapi hal itu

semata-mata dihubungkan dengan reaksi orang lain. Penilaian tentang baik

buruknya perbuatan hanya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar.

Motivasi untuk penilaian moral terhadap perbuatan hanya didasarkan

(28)

commit to user

hukuman atau ganjaran. Pada tingkat konvensional ini dapat dibedakan

dua tahap, yaitu:

Tahap 1: Orientasi hukuman dan kepatuhan.

The Punishment and obidience orientation yaitu patuh karena tata

hukuman. Anak mendasarkan perbuatannya atas otoritas konkret (orang

tua, guru) dan atas hukuman yang akan menyusul, bila ia tidak patuh.

Tahap 2: Orientasi relativis instrumental.

The Instrumental Relatives Orientation yaitu patuh sekedar memuaskan

orang lain atau alasan pragmatis-pragmatis saja. Perbuatan adalah baik,

jika instrumen atau alat dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan

kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Anak mulai menyadari kepentingan

orang lain juga, tapi hubungan antara manusia dianggapnya seperti

hubungan orang di pasar: tukar-menukar.

2). Tingkat Konvensional

Penelitian Kohlberg menunjukkan bahwa biasanya (tapi tidak

selalu) anak mulai beralih ke tingkat ini antara umur sepuluh dan tiga

belas tahun. Di sini perbuatan-perbuatan mulai dinilai atas dasar

norma-norma umum dan kewajiban serta otoritas dijunjung tinggi. Tingkat ini

oleh Kohlberg disebut ”konvensional”, karena di sini anak mulai

menyesuaikan (bahasa Latin: convenire) penilaian dan perilakunya

dengan harapan orang lain atau kode yang berlaku dalam kelompok

sosialnya. Singkatnya anak mengidentifikasikan diri dengan kelompok

sosialnya beserta norma-normanya. Tingkat ke dua ini juga mencakup

dua tahap:

Tahap 3: penyesusaian dengan kelompok atau orientasi menjadi

”anak manis”.

Interpersonal Concordance. Anak cenderung mengarahkan diri pada

keinginan serta harapan dari para anggota keluarga atau kelompok lain

(sekolah di sini tentu penting). Perilaku yang baik adalah perilaku yang

menyenangkan dan membantu orang lain serta disetujui oleh mereka.

(29)

commit to user

artinya, ia adalah sebagaimana diharapkan oleh orang tua, guru dan

sebagainya ia ingin bertingkah laku secara ”wajar”, artinya, menurut

norma-norma yang berlaku. Jika ia melanggar norma-norma

kelompoknya, ia merasa malu dan berasalah.

Tahap 4: Orientasi hukum dan ketertiban

Law and Order Orientation. Paham “kelompok” dengan mana anak

harus menyesuaikan diri di sini diperluas: dari kelompok akrab (artinya,

orang-orang yang dikenal oleh anak secara pribadi) ke kelompok yang

lebih abstrak, seperti suku bangsa dan agama. Tekanan diberikan pada

aturan-aturan tetap, otoritas dan pertahanan ketertiban sosial. Perilaku

yang baik adalah melakukan kewajibannya, menghormati otoritas dan

mempertahankan ketertiban sosial yang berlaku demi ketertiban itu

sendiri. Orang yang melakukan aturan-aturan tradisional atau

menyimpang dari ketertiban sosial jelas bersalah.

3). Tingkat Pascakonvensional

Oleh Kohlberg tahap ini disebut juga ” tingkat otonom” atau

”tingkat berprinsip” (principled level). Pada tingkat ketiga ini hidup

moral dipandang sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar

prinsip-prinsip yang dianut dalam batin. Norma-norma yang ditentukan

dalam masyarakat tidak dengan sendirinya berlaku, tapi harus dinilai

atas dasar prinsip-prinsip yang mekar dari kebebasan pribadi. Tingkat

ketiga ini pun mempunyai dua tahap:

Tahap 5: Orientasi kontrak-sosial legalistis.

Social Contract legalistik orientation. Di sini disadari relativisme

nilai-nilai dan pendapat-pendapat pribadi dan kebutuhan akan usaha-usaha

untuk mencapai konsensus. Dismping apa yang disetujui secara

demokratis, baik buruknya tergantung pada nilai-nilai dan pendapat

pribadi. Segi hukum ditekankan, tapi diperhatikan secara khusus

kemungkinan untuk mengubah hukum, asal hal itu terjadi demi

(30)

commit to user

dalam tahap 4). Selain bidang hukum, persetujuan bebas dan perjanjian

adalah unsur pengikat bagi kewajiban.

Tahap 6: Orientasi prinsip etika yang universal.

Universal ethical principle oreintation. Di sini orang mengatur tingkah

laku dan penilain moralnya berdasarkan hati nurani pribadi. Yang

mencolok adalah bahwa prinsip-prinsip etis dan hati nurani berlaku

secara universal. Pada dasarnya prinsi-prinsip ini menyangkut keadilan,

kesedian membantu satu sama lain, persamaan hak manusia dan hormat

untuk martabat manusia sebagai pribadi. Orang yang melanggar

prinsi-prinsip hati nurani ini akan mengalami penyesalan yang mendalam

(remorse). Ia mengutuk dirinya, karena tidak mengikuti keyakinan

moralnya sendiri. Menurut Kohlberg, penelitiannya telah menunjukkan

bahwa hanya sedikit orang yang mencapai tahap keanam ini.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga

tingkatan tersebut terdapat enam tahap perkembangan moral dengan

berbagai motif.

Menurut Asri Budiningsih (2008: 32) dari enam tahap tersebut

secara ringkas dapat diketahui alasan-alasan atau motif yang diberikan

bagi kepatuhan terhadap peraturan atau perbuatan moral sebagai berikut:

a) Tahap I :patuh pada aturan untuk menghindarkan

hukuman

b) Tahap II :menyesuaikan diri (conform) untuk mendapatkan

ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya

c) Tahap III :menyesuaikan diri untuk menghindarkan

ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang lain

d) Tahap IV :menyesuaikan diri untuk menghindarkan

penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah yang diakibatnya

e) Tahap V :menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat

dari orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat

f) Tahap VI :menyesuaikan diri untuk menghindari

penghukuman atas diri sendiri

Dari penjelasan di atas dapat diketahui alasan-alasan patuh

(31)

commit to user

seseorang patuh terhadap peraturan jika peraturan tersebut mempunyai nilai

dalam kehidupannya.

c. Nilai Moral

Hamid Darmadi (2009: 27-28) berpendapat ”nilai adalah sesuatu

yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika

(baik-buruk), etika (adli/layak-tidak adil), agama (dosa dan haram-halal) seta

menjadi acuan dan atas sistem keyakinan diri maupun kehidupan”.

Nilai atau ”value” (bahasa Inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak yang artinya ”keberhargaan” (worth) atau kebaikan ”goodness”, dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2009: 67).

Menurut Winarno (2006: 5) “nilai merupakan sesuatu yang baik

yang dicitakan manusia”. Di dalam Dictionary of sosiology and Related

Sciences dikemukakan bahwa “nilai adalah kemampuan yang dipercayai

yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia” (Hamid Darmadi,

2009: 67). Jadi nilai itu pada hakekatnya sifat atau kualitas yang melekat

pada suatu objek, bukan objek itu sendiri. “Sesuatu yang mengandung nilai

artinya ada sifat atau kualitas yang melekat pada sessuatu itu” (Kaelan,

2004: 87).

Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat

disimpulkan bahwa, nilai adalah suatu kualitas yang melekat pada suatu hal

yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.

Pada hakikatnya segala sesuatu itu bernilai, hanya nilai macam apa

yang ada serta bagaimana hubungan nilai tersebut dengan manusia. Banyak

usaha untuk menggolongkan nilai-nilai tersebut dan penggolongan nilai

tersebut amat beranekaragam, tergantung dalam sundut pandang dalam

rangka penggolongan tersebut.

Menurut Notonegoro dalam Hamid Darmadi (2009: 68) membagi

(32)

commit to user

1) Nilai material; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi

kehidupan jasmani dan manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.

2) Nilai vital; segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.

3) nilai kerohanian; yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu:

a) Nilai kesabaran; bersumber pada akal (ratio,budi, cipta) manusia.

b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur

perasaan (estethis, gevoel, rasa) manusia.

c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsur kehendak (wii, wollen, karsa) manusia

d) Nilai religius; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak.

Setelah mengetahui pengertian nilai selanjutnya mengenai

pengertian moral, menurut Hamid Darmadi (2009: 50) moral adalah ”ajaran

tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan”. Moral juga merupakan suatu

perbuatan atau tingkah laku manusia yang timbul karena adanya interaksi

antara individu-individu dalam pergaulan.

Sebagai dua istilah yang memiliki kaitan satu dengan lainnya, nilai

dan moral sebenarnya tidak dapat berdiri sendiri. Bahkan dalam konteks

tertentu nilai dan moral sering disatukan menjadi nilai moral. Menurut Banu

Supatono (2007: 16) ”nilai moral adalah penilaian tentang tindakan manusia

sebagai manusia tentang yang baik dan buruk dimana nilai moral tersebut

telah diyakini oleh anggota dalam masyarakat”. Hal senada diungkapkan

oleh Sjarkawi (2006: 29) bahwa ”nilai moral adalah segala nilai yang

berhubungan dengan konsep baik dan buruk”.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan nilai moral adalah suatu

nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat dan memberikan penilaian

terhadap tingkah laku manusia. Tidak semua nilai adalah nilai moral, tetapi

nilai moral berkaitan dengan perilaku manusia tentang hal yang baik dan

(33)

commit to user

Menurut K. Bertens (2007: 143-147) mengemukakan ”ciri-ciri

nilai moral yaitu berkaitan dengan tanggung jawab kita, hati nurani,

mewajibkan, dan bersifat formal”.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

(1) Berkaitan dengan Tanggung Jawab Kita

Nilai moral ini berkaitan dengan pribadi manusia yang bertanggung

jawab, dengan nilai-nilai moral mengakibatkan bahwa seseorang

dianggap bersalah atau tidak bersalah, karena ia bertanggung jawab.

(2) Berkaitan dengan Hati Nurani

Salah satu ciri khas nilai moral berkaitan dengan hati nurani yaitu bahwa

nilai ini menimbulkan ”suara” dari hati nurani yang menuduh kita bila

meremehkan atau menentang nilai-nilai moral dan memuji kita bila

mewujudkan nilai-nilai moral.

(3) Mewajibkan

Bahwa nilai moral mewajibkan kita secara absolut dan dengan tidak bisa

ditawar-tawar. Sehingga nilai moral ini harus diakui dan harus

direalisasikan. Tidak bisa diterima, bila seseorang acuh tak acuh

terhadap nilai-nilai ini.

(4) Bersifat Formal

Nilai moral bersifat formal artinya bahwa kita merealisasikan nilai-nilai

moral tersebut dengan mengikutsertakan nilai-nilai lain dalam suatu

tingkah laku moral. Tidak ada nilai-nilai moral yang ”murni”, terlepas

dari nilai-nilai lain.

Jadi, dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan yang

menjadi ciri khas dalam menandai nilai moral adalah tindakan manusia yang

dilakukan secara sengaja, secara mau dan tahu dan tindakan itu secara

langsung berkenaan dengan nilai pribadi (person) manusia dan masyarakat

manusia. Dengan demikian perlu ditanamkan nilai moral supaya manusia

mempunyai moral yang baik.

Menurut Lickona dalam buku Educating for character dalam Paul

(34)

commit to user

pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam menanamkan nilai moral, yaitu

pengertian atau pemahaman moral (moral knowing), perasaan moral (moral

feeling), tindakan moral (moral action)”.

Adapun penjelasan dari ketiga unsur di atas adalah:

(a) Pengertian atau pemahaman moral

Pengertian atau pemahaman moral menurut Asri Budiningsih

(2008: 6) adalah “kesadaran rasionalitas moral atau alasan mengapa

seseorang harus melakukan hal itu, suatu pengambilan keputusan

berdasarkan nilai-nilai moral”. Selanjutnya pengetahuan atau

pemahaman moral ini merujuk kepada aspek kognitif tentang moraliti

(akhlak) yang melibatkan pemahaman tentang apa yang betul dan baik.

Penalaran moral sebagai unsur pengetahuan moral (moral knowing)

artinya “penalaran moral pada intinya bersifat rasional, suatu keputusan

moral bukanlah soal perasaan, melainkan selalu mengandung tafsiran

kognitif yang aktif dengan memperhatikan tuntutan, hak, kewajiban, dan

keterlibatan individu, atau kelompok terhadap hal-hal yang lain” (Asri

Budiningsih, 2008: 27).

(b) Perasaan moral

Menurut Asri Budiningsih (2008: 7) bahwa Perasaan moral, lebih pada kesadaran akan hal-hal yang baik dan tidak baik. Perasaan mencintai kebaikan dan sikap empati terhadap orang lain merupakan ekspresi dari perasaan moral. Perasaan moral ini sangat mempengaruhi seseorang untuk berbuat baik.

Oleh sebab itu perasaan moral perlu diajarkan dan

dikembangkan dengan memupuk perkembangan hati nurani dan sikap

empati.

(c) Tindakan moral

Asri Budiningsih (2008: 7) mengatakan bahwa “Tindakan moral

yaitu kemampuan untuk melakukan keputusan perasaan moral ke dalam

perilaku-perilaku nyata”. Dengan semikian tindakan-tindakan moral ini

perlu difasilitasi agar muncul dan berkembang dalam pergaulan

(35)

commit to user

tindakan-tindakan moral ini sangat diperlukan dalam pembelajaran

moral.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai

moral diperlukan untuk membentuk manusia yang berkarakter yaitu

individu yang mengetahui tentang kebaikan (knowing the good),

menginginkan dan mencintai kebaikan ( desiring and loving the good) dan

melakukan kebaikan (acting the good).

Dari ketiga unsur nilai moral di atas, dalam penelitian ini peneliti

menekankan pada unsur pengetahuan moral (moral knowing) dan perasaan

moral (moral action). Perasaan moral dalam penelitian ini yaitu kesadaran

moral, di sini antara perasaan moral dan kesadaran moral mempunyai

makna yang sama dimana keduanya sama-sama berhubungan dengan hati

nurani dan mencerminkan sikap yang baik dan benar, dimana dalam

mengambil tindakan perlu diperhitungkan oleh akal budi dan perasaan.

Sebagai sikap, jelas budi pekerti atau moral berisikan suatu

pandangan dari dalam orang itu, sedangkan sebagai perilaku budi pekerti

atau moral harus berwujud tindakan yang mencerminkan sikap dasar orang

itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap menjadi dasar bertindak,

dan tindakan menjadi ungkapan sikap tersebut.

Menurut Paul Suparno, dkk (2002: 29) bahwa sikap mengandung lima jangkauan, antara lain (1) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan Tuhan; (2) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan diri sendiri; (3) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan keluarga; (4) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia; (5) sikap dan perilaku dalam hubungannya dengan alam sekita.

Karena kesadaran termasuk pada domain afektif yaitu berhubungan

dengan sikap sehingga dalam penelitian ini, berdasarkan lima jangkauan

sikap dan perilaku menurut Paul suparno, maka yang dikaji adalah suatu

pandangan dari dalam orang itu yaitu sikap.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

(36)

commit to user

Sebagai makhluk, kita wajib menghormati Sang Pencipta dalam

hidup yang rial. Hal itu dapat diwujudkan dalam sikap berbuat baik

kepada semua manusia, semua makhluk ciptaan, termasuk pada diri

sendiri. Pendidikan religiositas ini perlu real bukan hanya ditekankan

pada pengertian kognitif tapi harus sampai pada tindakan nyata.

2). Sikap dalam hubungannya dengan diri sendiri

Sikap terhadap diri sendiri dapat ditinjau dari sikap sebagai

berikut:

a) Sikap jujur dan terbuka

b) Sikap pengembangan sebagai pribadi manusia, seperti: disiplin,

bijaksana, cermat, mandiri, dan percaya diri

3). Sikap dalam hubungannya dengan keluarga

Sikap terhadap keluarga dapat ditinjau dari sikap sebagai berikut:

a) Sikap tenggang rasa dan berlaku adil, suka mengabdi, ramah, sopan,

dan tepat janji.

b) Penghormatan dalam hidup berkeluarga

4). Sikap dalam hubungannya dengan masyarakat atau sesama manusia.

Sikap terhadap masyarakat atau sesama manusia dapat ditinjau

dari sikap sebagai berikut:

a) Sikap demokratis

b) Nilai adat dan aturan sopan santun

5). Sikap dalam hubungannya dengan alam sekitar.

Dalam sekolah siswa dibimbing untuk menjaga lingkungan

hidup, menggunakan barang secara bertanggung jawab, dan kritis

terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat, seperti

kesadaran dan kebiasaan untuk menjaga kebersihan lingkungan,

melakukan penghijauan, membuang sampah pada tempatnya, tidak

menambah polusi udara.

Nilai-nilai moral tersebut perlu diwujudkan atau diimplementasikan

(37)

commit to user

Dalam realita, nilai-nilai itu dijabarkan dalam bentuk kiadah atau norma

atau ukuran sehingga merupakan suatu perintah, keharusan atau larangan.

d. Norma Moral

Menurut Winarno (2006: 6) ”norma adalah acuan bagi manusia

sebagai perwujudan dari nilai tentang bagaimana seyogyanya manusia

berperilaku dalam kehidupan”. Selanjutnya Kaelan (2004: 92) mengatakan

”wujud yang lebih konkrit dari nilai tersebut adalah merupakan suatu

norma”.

Pendapat lain diungkapkan oleh Sjarkawi (2006: 32) bahwa

“kaidah atau norma merupakan petunjuk tingkah laku yang harus dilakukan

dan tidak boleh dilakukan berdasarkan nilai-nilai yang telah diyakini

kebenarannya”.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa norma merupakan

perwujudan dari nilai yang berisi anjuran, perintah, pengaturan, larangan

untuk berbuat atau tidak berbuat bagi manusia.

Ukuran atau pedoman itu dinamakan norma. Norma bisa

berbentuk tertulis atau tidak tertulis yang dapat digolongkan menjadi

berbagai macam. Menurut Winarno (2006: 6) mengatakan “norma-norma

yang berlaku di masyarakat secara umum digolongkan menjadi 4 macam”.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Norma agama yaitu peraturan hidup manusia yang berisi

perintah dan larangan yang berasal dari Tuhan.

2) Norma moral/kesusilaan adalah peraturan/kaidah yang

bersunber dari hati nurani dan merupakan nilai-nilai moral yang mengikat manusia.

3) Norma kesopanan dalah peraturan/kaidah yang bersumber dari

pergaulan hidup antar sesama manusia.

4) Norma hukum adalah peraturan/kaidah yang diciptakan oleh

kekuasaan resmi atau negara yang sifatnya mengikat atau memaksa.

(Winarno, 2006: 7)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa norma dapat

(38)

commit to user

semua perilaku moral harus selalu sesuai dengan kaidah-kaidah yang sudah

ada.

Setelah mengetahui pengertian norma selanjutnya membahas

pengertian norma moral. Menurut Asri Budiningsih (2008: 24)

”norma-norma moral adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untuk mengukur

kebaikan seseorang”. Pendapat lain diungkapkan oleh Kaelan (2004: 85)

bahwa “norma moral yaitu yang berkaitan dengan tingkah laku manusia

yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk”.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan norma moral

yaitu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam masyarakat dan itu

harus disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

2. Tinjauan tentang Pengetahuan Moral a. Pengertian Pengetahuan Moral

Menurut Soerjono Soekanto (2001: 6) ”Pengetahuan adalah kesan di

dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang

berbeda sekali dengan kepercayaan (belief), takhayul (supertitions) dan

penerangan-penerangan yang keliru (misinformations)”.

Keraf (2001: 22) berpendapat ”pengetahuan adalah keseluruhan

pemikiran, agasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia

tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya”.

Pendapat lain mengemukakan ”Pengetahuan adalah informasi atau

maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang”

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengetahuan).

Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh

manusia melalui pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika

seseorang menggunakan indera atau akal budinya untuk mengenali benda

atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Berdasarkan pengertian pengetahuan dan moral yang telah

(39)

commit to user

adalah sesuatu yang diketahui berkenaan dengan kumpulan peraturan atau

norma tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik.

Menurut Lickona dalam Udin S. Winataputra dan Dasim

Budimansyah pengetahuan moral mencakup wawasan nilai moral (knowing

moral values). Nilai tersebut dapat diwujudkan dalam suatu norma,

sehingga pengetahuan nilai moral berkaitan dengan norma. Adapun materi

norma menjadi salah satu materi dalam mata pelajaran khususnya

Pendidikan Kewarganegaraan.

Pengetahuan tentang moral dapat diukur melalui tes. Pengetahuan

moral menyangkut segi kognitif dari nilai moral. Artinya segi kognitif perlu

disampaikan kepada siswa agar mengerti mengapa suatu nilai perlu

dilakukan. Untuk materi yang menyangkut pengetahuan moral (pengetahuan

nilai moral) yang tampak dalam kurikulum mata pelajaran PKn adalah materi

tentang norma. Maka Tes yang terkait dapat dilihat dari penguasaan

pengetahuan tentang materi pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang

diajarkan oleh guru PKn kepada para siswa yang ditunjukkan dalam

pembelajaran PKn kelas VII semester I dengan Standar Kompetensi :

”Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma yang berlaku dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara”

Selanjutnya Kompetensi Dasar yang harus dikuasai oleh para siswa adalah

”Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam

masyarakat”.

Pendidikan kewarganegaraan di dalam suatu konsep pendidikan

sangatlah perlu diberikan kepada seorang siswa yang menempuh suatu

jenjang pendidikan baik itu SD, SMP maupun di SMA serta perguruan

tinggi karena pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang penting

dalam pembentukan moral dan budi pekerti seseorang dalam kehidupan

bernegara. Karakteristik pendidikan kewarganegaraan tahun 2006 atau PKn

persekolahan sekarang ini dapat disimak dari uraian tentang pelajaran

pendidikan kewaraganegaraan sebagaimana tertuang dalam standar isi dari

(40)

commit to user

bahwa mata pelajaran PKn persekolahan memfokuskan pada pembuatan

warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,

dan berkarakter yang diamanatkan oleh pancasila dan UUD 1945.

Dalam pengajaran, pada umumnya penguasaan siswa dalam aspek

kognitif atau pengetahuan dibagi dalam beberapa tingkatan.

b. Tingkatan Pengetahuan

Dalam hubungannnya dengan satuan pelajaran, pengetahuan atau

ranah kognitif memegang peranan paling penting. Yang menjadi tujuan

pengajaran pada umumnya adalah peningkatan kemampuan siswa dalam

aspek kognitif.

Aspek kognitif atau tingkatan pengetahuan ini dibedakan atas enam

jenjang menurut taksonomi Bloom dalam Daryanto (1997: 103) yaitu

“pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian”.

Masing-masing tingkatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah aspek yang paling besar dalam taksonomi Bloom,

seseorang dituntut untuk mengenali dan mengetahui adanya konsep,

fakta atau istilah-istilah, dan lain sebagainya dan harus mengerti atau

dapat menggunakannya.

2) Pemahaman (comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek dan

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Penerapan (application)

Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

(41)

commit to user

di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (analysis)

Analis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Kemampuan analis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja

misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun,

merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6) Penilaian (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilain

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria- kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan tes atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dengan tingkatan

tersebut di atas.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa penguasaan siswa

dalam aspek kognitif mulai dari jenjang pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, sampai evaluasi.

Kemampuan kognitif siswa akan mempengaruhi keberhasilan dalam

pemahaman materi selanjutnya. Siswa yang mempunyai kemampuan

kognitif tinggi biasanya lebih mudah memahami meteri selanjutnya

(42)

commit to user

Untuk mengetahui lebih jelas definisi pengetahuan moral

selanjutnya dijelaskan definisi konseptual pengetahuan moral.

c. Definisi Konseptual Pengetahuan Moral

Berdasar berbagai pendapat tentang pengetahuan moral di atas,

maka dapat dirumuskan pengetahuan moral adalah sesuatu yang diketahui

berkenaan dengan suatu kumpulan peraturan atau norma tentang bagaimana

manusia harus bertingkah laku yang baik.

Setelah diketahui definisi konseptual pengetahuan moral selanjutnya

dijelaskan definisi operasional pengetahuan moral.

d. Definisi Operasional Pengetahuan Moral

Pengetahuan berkenaan dengan kumpulan peraturan atau norma

tentang bagaimana manusia harus bertingkah laku yang baik. Materi norma

yang terdapat dalam pelajaran Pkn yaitu menguasai Kompetensi Dasar

Mendeskripsikan hakikat norma-norma dan peraturan yang berlaku dalam

masyarakat. Selanjutnya indikator mendiskripsikan norma-norma dan

peraturan yang berlaku dalam masyarakat yaitu:

1) Menjelaskan hakikat norma

2) Menjelaskan pentingnya norma dalam kehidupan bermasyarakat

3) menguraikan macam-macam norma serta sanksinya

4) Mengidentifikasi perbuatan yang sesuai dengan norma di lingkungan

sekolah dan masyarakat

3. Tinjauan tentang Kesadaran Moral

a. Pengertian Kesadaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 267) “ sadar

berarti insaf, merasa, tahu dan mengerti”. Sedangkan dalam Kamus

Inggris-Indonesia menurut John. M. Echols & Hassan Shadily (1997: 48) “aware

(43)

commit to user

Menurut A.W. Widjaja (1997:14) kesadaran adalah “Sikap atau

perilaku mengetahui atau mengerti taat dan patuh pada peraturan dan

ketentuan perundangan yang ada”.

Untuk menunjukkan kesadaran, dalam bahasa Latin dan

bahasa-bahasa yang diturunkan dari padanya, dipakai kata conscientia. Kata itu

berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama

dengan, turut).

Dengan demikian conscientia sebenarnya berarti “turut

mengetahui” (K. Bertens. 2007: 53). Kata conscientia yang sama dalam

bahasa Latin (bahasa-bahasa yang disempurnakan dengannya) digunakan

untuk menunjukkan “hati nurani”. Hati nurani merupakan semacam

“sanksi” tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Kenyataan itu di

ungkapkan dengan baik melalui kata latin conscientia.

Menurut Nurul Zuriah (2007: 67) hati nurani (kata hati, suara hati,

dan suara batin) adalah ”kesadaran untuk mengendalikan atau mengarahkan

perilaku seseorang dalam hal-hal yang baik dan menghindari perbuatan

yang buruk”.

Dengan “hati nurani” kita maksudkan penghayatan tentang baik

atau buruk berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini

memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di

sini. Ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang

sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan

intergritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani

berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.

Berdasarkan uraian di atas, maka disimpulkan kesadaran adalah

sikap atau perilaku mengerti akan tentang kewajiban yang harus dilakukan.

Untuk mengetahui definisi tentang kesadaran moral secara utuh

maka setelah dipaparkan tentang pengertian kesadaran dan moral seperti di

(44)

commit to user

b. Pengertian Kasadaran Moral

Berdasarkan pengertian kesadaran dan moral yang telah

disampaikan di atas maka di sini akan di bahas mengenai kesadaran moral.

Winarno (2006: 9) berpendapat ”kesadaran moral adalah kesadaran dalam

diri manusia bahwa perbuatannya didasarkan atas rasa wajib, sukarela,

tanpa paksaan dan keluar dari pribadinya”.

Selanjutnya Driyarkaya dalam Zaim Elmubarok (2009: 13)

“Mengindikasikan bahwa kesadaran moral mengarahkan anak untuk mampu

membuat pertimbangan secara matang atas perilakunya dalam kehidupan

sehari-hari baik di sekolah maupun di masyatrakat”

Menurut Winarno (2006: 11) bahwa ”konsisensi bekerja dalam

kesadaran manusia”. Dalam bekerja konsiensi berfungsi sebagai berikut:

1) Indeks atau Petunjuk

Konsiensi memberi petunjuk kepada manusia mana perbuatan baik atau

buruk secara moral, sebelum perbuatan itu dilakukan.

2) Viundeks atau Penilai

Konsiensi memberi penilaian moral terhadap perbuatan yang tengah

dilakukan. Konsiensi ini akan menilai perbuatan itu baik atau buruk.

3) Vindeks atau Pemberi Sanksi

Konsiensi memberi sanksi berdasar penilaiannya

Gambar

Tabel 1. Waktu kegiatan penelitian  ................................................................
Gambar 3. Histogram Variabel Kesadaran Moral...........................................
tabel =      commit to user 0,8055>0,312 pada pada taraf signifikansi 5%
Gambar 1 : Skema Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hari ini aku

Pihak pertama berjanji akan mewujudkan target kinerja yang seharusnya sesuai lampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah

bahan organik, sehingga sifat fisik dan kimia tanah dapat diperbaiki dengan fungsi.. dari bahan

Dengan bantuan, bimbingan, serta arahan dari berbagai pihak, maka penulisan Konsep Karya Tugas Akhir dengan judul PERANCANGAN ANIMASI ILUSTRASI KULINER KOTA SOLO

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan media edmodo dengan desain pembelajaran ASSURE terhadap kinerja guru dan hasil belajar siswa4. Penelitian ini

Penelusuran melalui buku teks mata pelajaran sejarah SMA yang berlaku pada tiga periode kurikulum, kiranya dapat memberi gambaran relatif jelas bahwa proses produksi wacana “satu nusa

Dalam penelitian ini menguji seberapa besar pengaruh komponen GCG yang meliputi: ukuran dewan komisaris, komisaris independen, komite audit dan transparansi terhadap

Nilai tersebut menunjukkan bahwa pengguna merasa loyal dan suka dengan produk Blackberry setelah puas dan percaya merasakan layanan fitur dan call center yang secara