• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN

BAMBU OLEH MASYARAKAT KOTA BINJAI

DAN KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh:

EKA A. MANALU

031203030/ Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TEKNOLOGI PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN

BAMBU OLEH MASYARAKAT KOTA BINJAI

DAN KABUPATEN LANGKAT

SKRIPSI

Oleh:

EKA A. MANALU

031203030/ Teknologi Hasil Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Kota Binjai dan Kabupaten Langkat

Nama : Eka A. Manalu NIM : 031203030 Departemen : Kehutanan

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ridwanti Batubara, S.Hut, MP Evalina Herawati, S.Hut, M.Si

NIP. 132 296 841 NIP. 132 303 840

Mengetahui,

Ketua Departemen Kehutanan

(12)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat, kasih dan karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul

“Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu oleh Masyarakat Kota

Binjai dan Kabupaten Langkat” dapat selesai dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ayahanda E. Manalu (alm.), Ibunda P. Sitorus, adinda Serda Dwi Frandy

J. Manalu dan Tri Faith G. Manalu dan Pst. Sirilus Manalu, OFM Cap

yang telah memberikan bantuan baik moril maupun material, kasih,

dukungan semangat, motivasi dan doanya.

2. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, M.P dan Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si

selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk

membimbing, mengarahkan, mengoreksi serta memberikan kritik dan

saran demi kesempurnaan skripsi ini.

3. Ketua Departemen Kehutanan dan seluruh dosen serta staf Tata Usaha.

4. Kepala Lingkungan Desa Timbang Lawan, Bapak Anuar atas segala

perhatian, motivasi dan doanya.

5. Staf Kantor Kecamatan Bahorok dan staf kantor Bappeda Kota Binjai.

6. Sri Ingeten br Tarigan dan keluarga serta Bang Dani atas segala bantuan,

doa dan semangat yang telah diberikan.

7. Kakanda Alan Parulian Tampubolon, S.Pt atas perhatian, doa, motivasi,

(13)

8. Sahabat-sahabatku : Karjo Dodek, Jonut, Phya, Toem, May serta

teman-teman yang lainnya : Yuli, Pamona, Cut, Rabun, Ojan, Jenny Siburian,

Susilawati, Okki, Dapot, Saud terima kasih atas dukungannya.

9. Teman-teman sepondokan 77 : Nancy, Margareth, Rohani, Ely, Gusnitha,

Wisda, Jenny, Novrida, Uli dan Dani Tambunan.

10.Teman-teman Muda-Mudi Katolik (Mudika) St. Yoseph Dr. Mansur dan

teman-teman stambuk 2003, 2004 dan 2005 serta abang dan kakak senior.

11.Semua Pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil,

terima kasih.

Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna,

oleh karena itu penulis menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga skripsi

ini bermanfaat bagi semua pihak untuk memperoleh informasi tentang teknologi

pengolahan dan pemanfaatan bambu oleh masyarakat, khususnya yang terdapat di

Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan Kecamatan Binjai Barat, Kota

Binjai.

Medan, September 2008

(14)

DAFTAR ISI

Teknologi Pengolahan Bambu ... 15

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

Alat dan Bahan Penelitian ... 20

Prosedur Penelitian Persiapan ... 20

Pengumpulan Data ... 21

Analisis Data ... 21

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Langkat ... 22

Desa Empus ... 26

Desa Timbang Lawan ... 28

Kota Binjai ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Bambu ... 33

Jenis-Jenis Bambu ... 36

Pemanfaatan Bambu ... 39

Bagian Tanaman Yang Digunakan ... 43

Teknologi Pengolahan Bambu ... 45

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 53

Saran ... 53

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis-Jenis Bambu Yang Tumbuh di Indonesia ... 7 Tabel 2. Luas Daerah Menurut Kecamatan ... 23 Tabel 3. Luas Daerah Menurut Desa ... 24 Tabel 4. Luas Daerah, Jumlah Rumah Tangga dan Jumlah Penduduk

Menurut Kecamatan ... 31 Tabel 5. Potensi Bambu di Desa Empus ... 34 Tabel 6. Potensi Bambu di Desa Timbang Lawan ... 35 Tabel 7. Volume Rata-Rata Bahan Baku (Bambu)

dan Volume Rata-Rata Produksi

Berdasarkan Jenis Produk Yang Dihasilkan ... 41 Tabel 8. Jumlah Karyawan, Rata-Rata Biaya Produksi

dan Rata-Rata Keuntungan

Tabel 9. Produk Kerajinan, Sumber Bahan Baku dan Tujuan Pemasaran .... 42 Tabel 10. Jenis Bambu, Bagian Yang Digunakan dan Peruntukannya ... 44 Tabel 11. Persentase Persepsi Responden Menurut Karakteristik

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Histogram Proporsi Penggunaan Lahan Kecamatan Bahorok

Tahun 2004 ... 25

Gambar 2. Bambu Betung ... 36

Gambar 3. Bambu Kuning ... 37

Gambar 4. Bambu Belangke ... 38

Gambar 5. Bambu Lemang ... 39

Gambar 6. Grafik Persentase Penggunaan Bagian Tanaman Bambu Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Empus dan Desa Timbang Lawan ... 44

Gambar 7. Perendaman Bambu Dalam Air Tergenang ... 47

Gambar 8. Pengeringan Bambu ... 48

Gambar 9. Lidi Sembahyang ... 49

Gambar 10. Pengerjaan Tampah ... 50

Gambar 11. Pengerjaan Keranjang ... 51

Gambar 12. Tepas ... 51

Gambar 13. Pengasapan Bambu ... 52

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Karakteristik Responden Petani Bambu di Desa Empus

dan Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok ... 56 Lampiran 2. Karakteristik Responden Pengrajin Bambu di Desa Empus,

Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok

dan Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Binjai Barat ... 58 Lampiran 3. Kuisioner Untuk Mengetahui Tingkat Pengolahan

dan Pemanfaatan Bambu Oleh Masyarakat ... 59 Lampiran 4. Kuisioner Untuk Mengetahui Tingkat Pengolahan

(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu tergolong dalam hasil hutan non kayu, yang oleh masyarakat dikenal sebagai tanaman serbaguna. Dikatakan demikian karena tanaman ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan, salah satu manfaatnya adalah sebagai alternatif pengganti kayu. Bambu mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah dan umur produksinya relatif cepat. Bambu merupakan tanaman berumpun dan dimasukkan dalam famili Gramineae.

Bambu merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui serta memiliki keunggulan dari segi sosial, ekonomi dan budaya. Keunggulannya antara lain adalah cepat tumbuh dan menjadi sumber penghasilan masyarakat pedesaan, dapat mengurangi polusi udara dan air, serta mengendalikan erosi dan tanah longsor. Dengan demikian, tanaman bambu dapat digunakan untuk rehabilitasi lahan kritis, konservasi lahan miring dan tanah longsor serta dapat dipakai sebagai tanaman hias untuk memperbaiki estetika lingkungan (khususnya di perkotaan); karena memiliki nilai estetika seperti batangnya yang ramping dan warnanya yang cukup menarik.

(19)

kerajinan tangan (handycraft), supit (chopstick), tusuk gigi, juga sebagai pengemas makanan, bahkan tunas bambu muda dapat dijadikan sebagai bahan makanan (rebung).

Sipayung (2007) mengatakan bahwa kerajinan bambu seperti meubel, pigura, hiasan dinding dan sebagainya sudah semakin berkembang didukung oleh adanya industri pariwisata. Namun bahan baku dan pelengkapnya serta cara pengolahan dan pengerjaannya, pada umumnya belum mencapai mutu yang diharapkan karena mudah sekali rusak. Seringkali ditemukan kerusakan pada produk seperti: pecah, perekatnya lepas, berlubang-lubang akibat serangan serangga bubuk kayu kering. Batang bambu sangat rentan terhadap serangan jamur pewarna, kumbang penggerek dan rayap karena mengandung selulosa dan pati. Serangan dari organisme perusak di atas akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan kualitas batang bambu.

Pengolahan bambu tergantung pada penggunaan atau pemanfaatannya. Untuk mencapai mutu yang baik perlu diperhatikan cara pengolahan dan pengerjaanya. Pemanfaatan bambu di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi ekspor.

(20)

negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa tidak menghasilkan bambu, namun di wilayah tersebut terdapat industri mebel yang terbuat dari bambu. Untuk keperluan tersebut mereka mengimpor bahan baku dari China, Thailand, Singapura, Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 2000, Indonesia mengekspor bambu sebanyak 133 ton metrik untuk Uni Eropa dengan harga 4.214,80 Euro/ton metrik. Kondisi ini memperlihatkan masih adanya peluang pasar untuk bambu maupun produk bambu. Sementara pasar nasional (domestik) masih terpusat pada beberapa daerah, seperti Bali dan Jepara. Produk bambu yang diekspor terdiri dari barang kerajinan keranjang bambu, meubel bambu, sumpit, aneka anyaman seperti: topi, kap lampu, kipas, bahan dekorasi dan sandal. Bahkan menurut Badan Pengembangan Ekspor Nasional, Departemen Perdagangan, rebung bambu merupakan salah satu prospek baru untuk memicu peningkatan ekspor nonmigas.

(21)

Menurut Badan Pusat Statistik kota Binjai (2006), anyaman bambu dan mebel bambu merupakan salah satu produk unggulan industri kota Binjai pada tahun 2005, dengan jumlah produksi masing-masing adalah 20.290 unit dan 400 set.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sebaran tempat tumbuh bambu di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

2. Mengetahui tingkat teknologi pengolahan dan pemanfaatan bambu oleh masyarakat di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat dan pengrajin/ pengusaha di Kota Binjai.

Manfaat Penelitian

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Pengenalan Bambu

Bambu merupakan tanaman tahunan yang sering diberi julukan rumput raksasa. Tanaman penghasil rebung ini memang termasuk dalam famili rumput-rumputan (gramineae) dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamili bambusoideae. Dalam klasifikasi selanjutnya, bambu terdiri dari beberapa marga atau genus dan setiap marga mempunyai beberapa jenis atau spesies (Berlian dan Estu, 1995).

Tanaman bambu tersebar di seluruh kawasan nusantara. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari dataran rendah hingga ke daerah pegunungan dan biasanya di tempat-tempat terbuka yang daerahnya bebas dari genangan air. Tanaman ini hidup merumpun, mempunyai ruas dan buku, pada setiap ruas tumbuh cabang-cabang yang berukuran jauh lebih kecil dibandingkan dengan buluhnya sendiri. Pada ruas-ruas ini tumbuh akar-akar sehingga memungkinkan untuk memperbanyak tanaman dari potongan-potongan ruasnya, selain tunas-tunas rumpunnya (Batubara, 2002).

Menurut Barli (1999) dalam Pasaribu (2007), bambu memiliki keunikan dan keindahan tersendiri sebagai pengganti kayu. Secara anatomis, bambu berbeda dengan kayu. Profil bambu antara lain sebagai berikut:

1. Bentuk batang bulat, lancip dan tidak ada pertumbuhan ke samping (radial growth) seperti pada kayu.

(23)

3. Batangnya berlubang, berbuku, beruas, kuat, ulet dan mudah dibelah atau disayat.

4. Kulit batang tidak mengelupas, melekat kuat dan sukar ditembus oleh cairan. Pengulitan relatif sukar dan sampai saat ini belum ada alat mekanis yang dapat dipakai.

5. Dalam keadaan utuh, relatif sukar atau lambat kering. Apabila pengeringan terlalu cepat akan mengalami pecah atau retak.

Di Indonesia tanaman bambu tumbuh pada berbagai tipe iklim, mulai dari tipe curah hujan A, B, C, D sampai E menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, atau dari iklim basah sampai iklim kering. Makin basah tipe iklimnya, makin banyak jumlah jenis bambunya. Kemungkinan hal ini berkaitan erat dengan banyaknya curah hujan karena tanaman bambu tergolong jenis tumbuhan yang banyak memerlukan air. Keadaan ini dapat dilihat dari banyaknya tanaman bambu yang tumbuh di pinggir sungai (Sutiyono et al, 1996).

Menurut Sharma (1980) dalam Sutiyono et al. (1996), terdapat 75 genus dan 1250 spesies bambu di dunia. Di Indonesia dikenal ada 9 genus bambu, antara lain: Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum dan Thysostachys. Namun Berlian dan Estu (1995)

berpendapat bahwa di dunia terdapat 75 genus dan 1500 spesies bambu dan menambahkan satu genus lagi yang terdapat di Indonesia, yaitu Dinochloa.

(24)

Tabel 1. Jenis-Jenis Bambu Yang Tumbuh di Indonesia

No. Nama Botani Nama Lokal Lokasi

1. Arundinaria japonica Sieb. & Zucc. ex Steud.

--- Jawa

2. Bambusa arundinacea

(Retz.) Willd.

Pring ori Jawa, Sulawesi, Nusatenggara

Bambu pagar, cendani, gandani Jawa

7. B. horsfieldii Munro Bambu embong Jawa

8. B. polymorpha Munro --- Jawa

9. B. tulda Munro --- Jawa

10. B. vulgaris Schard. Awi ampel, haur Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku 11. Dendrocalamus giganteus

Munro

Bambu sembilang Jawa

12. D. strictus (Roxb.) Ness. Bambu batu Jawa

13. D. asper Bambu petung Jawa, Bali, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi 14. Dinochloa scandens O. K. Bambu cangkoreh, kadalan Jawa

15. Gigantochloa apus Kurz. Bambu apus, tali Jawa

16. G. atroviolacea Bambu hitam, wulung Jawa

17. G. atter Bambu ater, Jawa, benel, buluh Jawa

18. G. achmadii Widjaja Buluh apu Sumatera

19. G. hasskarliana Bambu lengka tali Jawa, Bali, Sumatera 20. G. levis (Blanco) Merr. Buluh suluk Kalimantan

21. G. manggong Widjaja Bambu manggong Jawa

22. G. nigrocillata Kurz. Bambu lengka, terung terasi Jawa

23. G. pruriens Buluh regen Sumatera

24. G. pseudoarundinacea Bambu andong, gombong surat Jawa

25. G. ridleyi Holtum Tiying kaas Bali

26. G. robusta Kurz. Bambu mayan, temen, serit Jawa, Bali, Sumatera

27. G. waryi Gamble Buluh dabo Sumatera

28. Melocanna baccifera (Roxb) Kurz

--- Jawa

29. Nastus elegantissimus Bambu eul-eul Jawa

30. Phyllostachys aurea A. & Ch. Riviere

Bambu unceu Jawa

31. Schizostachyum brachyeladum

Kurz.

Buluh nehe, awi buluh, ute wanat, tomula

Jawa, Sumatera, Sulawesi, Maluku 32. S. blumei Ness. Bambu wuluh, tamiang Jawa, Nusatenggara,

Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku 33. S. caudatum Backer ex Heyne Buluh bungkok Sumatera 34. S. lima (Blanco) Merr. Bambu toi Sulawesi, Maluku, Irian 35. S. longispiculatum Kurz. Bambu jalur Jawa, Sumatera,

Kalimantan 36. S. zollingeri Steud. Bambu jalar, lampar, cakeutruk Jawa, Sumatera

37. Thyrsostachys siamensis Gamble --- Jawa

(25)

Jenis-jenis bambu yang diketahui tersebut di atas, tidak seluruhnya merupakan tumbuhan asli Indonesia. Bambu batu (D. strictus) berasal dari India, bambu ori (B. arundinacea) berasal dari Burma dan Arundinaria japonica berasal dari Jepang.

Beberapa jenis bambu diketahui menghasilkan bunga seperti bambu batu (D. strictus) dan bambu andong (G. pseudoarundinacea), tetapi dalam perkembangan selanjutnya tidak menghasilkan biji atau steril. Menurut Rao (1987) dalam Sutiyono et al. (1996), pembungaan pada beberapa jenis bambu terjadi setelah berumur 20 – 60 tahun tergantung jenis bambunya. Setelah berbunga, masa hidup bambu tersebut berakhir yang ditandai dengan mengeringnya seluruh batang dalam satu rumpun.

Tanaman bambu yang kita kenal umumnya berbentuk rumpun. Padahal dapat pula bambu tumbuh sebagai batang soliter atau perdu. Arah pertumbuhan biasanya tegak, kadang-kadang memanjat dan batangnya mengeras seperti kayu. Jika sudah tinggi, ujung batang bambu agak menjuntai dan daunnya seakan melambai. Tanaman ini dapat mencapai umur yang panjang dan biasanya mati tanpa berbunga (Berlian dan Estu, 1995).

(26)

ujung batang melengkung dan di kiri-kanan muncul cabang pada buku berselang-seling yang dipenuhi oleh ranting dan daun (Sutiyono et al., 1996).

Pada buku-buku batang biasanya terdapat mata tunas, demikian juga pada cabang-cabang dan rimpangnya. Pada bagian tanaman terdapat organ-organ daun yang menyelimuti batang yang disebut pelepah batang. Biasanya pada batang yang sudah tua, pelepah batangnya mudah gugur. Pada ujung pelepah batang terdapat perpanjangan tambahan yang berbentuk segitiga dan disebut subang, yang biasanya gugur lebih dahulu. Bentuk seperti pelepah ini terdapat juga pada cabang-cabang tetapi ukurannya agak besar dan panjang serta selalu hijau dan dikenal sebagai daun bambu, serta pelepahnya disebut pelepah daun. Daun bambu berbentuk pita dengan tulang daun yang sejajar. Pelepah daun ditutupi oleh bulu-bulu halus berwarna coklat atau hitam yang disebut miang. Bila bulu-bulu-bulu-bulu pada pelepah daun ini tersentuh, maka akan mengakibatkan rasa gatal (Berlian dan Estu, 1995).

Rebung merupakan bambu muda yang muncul dari permukaan dasar rumpun dan rhizom. Pada awalnya berbentuk tunas mata tidur yang pertumbuhannya lambat dan dengan perkembangannya membentuk kerucut yang merupakan bentuk permulaan dari perkembangan batang. Rebung terdiri dari batang-batang yang masif dan pendek sekali yang terbungkus berlapis-lapis bahan makanan dan dilindungi oleh sejumlah pelepah rebung yang kaku (Sutiyono et al., 1996).

(27)

berakhir. Tidak semua jenis bambu rebungnya enak dan dapat dijadikan bahan makanan. Rebung bambu mengandung gula dan pati, selain itu juga mengandung asam sianida (HCN) sehingga beberapa jenis rebung bambu pahit rasanya, seperti rebung dari bambu apus. Jenis bambu yang rebungnya enak dimakan antara lain bambu ater dan bambu betung. Namun rebung bambu betung yang paling sedap rasanya (Sutiyono et al., 1996).

White (1948) dalam Sutiyono et al. (1996) berpendapat bahwa menurut tipe tumbuh batang bambu maka dikenal tegakan rumpun bambu dengan tipe tumbuh batang simpodial, tipe tumbuh batang monopodial dan tipe tumbuh batang intermediet. Perbedaan tipe tumbuh batang bambu tersebut disebabkan oleh sistem percabangan rhizom di dalam tanah. Bambu dengan tipe tumbuh batang simpodial adalah jenis bambu yang batang-batangnya di dalam rumpun mengumpul sehingga kadang-kadang bagian tengah rumpunnya sukar diterobos. Hal ini disebabkan oleh sistem percabangan rhizomnya di dalam tanah yang cenderung mengumpul. Jenis-jenis tersebut banyak dijumpai di daerah tropis seperti yang terdapat di Indonesia dan Malaysia.

(28)

Bambu dengan tipe tumbuh batang intermediet merupakan gabungan bentuk tipe simpodial dan monopodial. Dalam hal ini batang-batang bambu tumbuh di dalam satu rumpun dan mengumpul di beberapa tempat. Pada tipe yang demikian, sistem percabangan rhizomnya menyebar dan di beberapa buku rhizom membentuk percabangan rhizom yang mengumpul. Bambu dengan tipe demikian terlihat seolah-olah seperti simpodial, padahal antara rumpun yang satu dengan yang lainnya masih satu perumpunan (Sutiyono et al., 1996).

Menurut Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil (Sipuk) Bank Indonesia (2004), tidak banyak orang yang mengetahui bahwa bambu mampu memberikan nilai tambah yang lebih besar apabila digarap secara maksimal. Pemahaman ini dapat mengubah persepsi masyarakat dari pemanfaatan bambu secara tradisional menjadi suatu komoditi yang lebih berdaya guna dengan menerapkan teknologi dan sentuhan seni, sehingga bambu dapat menjadi komoditi yang mampu mendatangkan keuntungan bagi pengrajin. Misalnya, bagi daerah Kabupaten Purworejo, industri kerajinan bambu seakan-akan telah menjadi kebanggaan dan menjadi salah satu produk unggulan dalam perdagangan bagi wilayah kabupaten ini.

Manfaat Bambu

(29)

1. Akar

Akar tanaman bambu dapat berfungsi sebagai penahan erosi guna mencegah bahaya banjir. Beberapa jenis bambu banyak tumbuh/ ditanam di pinggir sungai atau di tepi jurang, sehingga dinilai mempunyai arti yang penting dalam pelestarian lingkungan hidup (Berlian dan Estu, 1995).

Selain itu, akar tanaman ini juga dapat berperan dalam menangani limbah beracun akibat keracunan merkuri. Bagian tanaman ini menyaring air yang terkena limbah tersebut melalui serabut-serabut akarnya. Akar bambu juga mampu melakuan penampungan mata air sehingga bermanfaat sebagai sumber penyediaan air sumur (Berlian dan Estu, 1995).

2. Batang

Menurut Berlian dan Estu (1995), batang bambu merupakan bagian yang paling banyak digunakan untuk berbagai macam keperluan. Di Indonesia, sekitar 80% batang bambu dimanfaatkan untuk bidang konstruksi dan selebihnya dimanfaatkan dalam bentuk lainnya seperti kerajinan, furniture, chopstick, industri pulp dan kertas serta keperluan lainnya.

(30)

Batang bambu yang sudah dibelah banyak dimanfaatkan untuk industri kerajinan dalam bentuk anyaman atau ukiran untuk keperluan hiasan dan perabot rumah tangga. Bambu dalam bentuk serat dapat dimanfaatkan untuk industri pulp dan kertas (Berlian dan Estu, 1995).

Pengolahan bambu tergantung pada penggunaan/pemanfaatannya. Saat ini ada beberapa produk olahan bambu, seperti bambu lapis, bambu lamina, papan semen dan arang bambu (Batubara, 2002).

Bambu lapis adalah suatu produk bambu yang menggunakan sayatan bambu sebagai bahan baku. Kadang-kadang bambu lapis ini dicampur dengan veneer kayu sebagai lapisan luarnya. Bambu lamina adalah produk olahan bambu yang dibuat dengan cara merekatkan potongan-potongan bambu dengan ukuran panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang (Berlian dan Estu, 1995).

(31)

3. Daun

Daun bambu dapat digunakan sebagai alat pembungkus makanan kecil seperti wajik. Dalam pengobatan tradisional, daun bambu dapat dimanfaatkan sebagai ramuan untuk mengobati demam/ panas pada anak-anak karena daun bambu mengandung zat yang bersifat mendinginkan. Daun bambu muda yang tumbuh di ujung cabang dan berbentuk runcing juga sering digunakan sebagai obat bagi orang yang tidak tenang pikiran atau bagi orang yang susah tidur pada malam hari. Digunakan dengan cara meminum air rebusan daun bambu (Berlian dan Estu, 1995).

Dalam perkembangan terakhir di luar negeri, cairan bambu diketahui sangat bermanfaat untuk menyembuhkan lumpuh badan sebelah yang diakibatkan tekanan darah tinggi. Hasil uji coba yang telah dilakukan bertahun-tahun memperkuat hal ini (Berlian dan Estu, 1995).

4. Rebung

(32)

5. Tanaman Hias

Tanaman bambu banyak pula yang dimanfaatkan sebagai tanaman hias, mulai dari jenis bambu kecil hingga jenis bambu besar yang banyak ditanam sebagai tanaman pagar di pekarangan. Selain itu terdapat jenis-jenis bambu hias lain yang dapat dimanfaatkan untuk halaman pekarangan yang luas, halaman terbatas dan untuk pot. Saat ini bambu hias banyak dicari konsumen, alasannya adalah penampilan tanaman bambu yang unik dan menawan sehingga bambu banyak ditanam sebagai elemen taman yang bergaya Jepang (Berlian dan Estu, 1995).

Teknologi Pengolahan Bambu

Seperti yang telah diungkapkan di atas, salah satu kelemahan bambu adalah umur pakainya yang relatif singkat (kurang awet). Keawetan alami bambu adalah daya tahan bambu secara alami untuk mencegah kerusakan dari faktor biologis (Tim ELSPPAT, 1997).

Beberapa faktor yang mempengaruhi umur pakai ini antara lain: waktu tebang, umur saat tebang, kandungan pati, pengeringan, cara penyimpanan, iklim dan serangan organisme perusak. Serangan organisme perusak, misalnya bubuk kayu kering, jamur dan rayap merupakan kendala yang sering dihadapi berkaitan dengan penggunaan bambu. Akibat serangan itu, muncul cacat fisik berupa warna yang tampak kotor dan lapuk. Organisme biologis yang biasa menyerang bambu adalah jamur, bubuk kayu kering dan rayap (Duryatmo, 2000).

(33)

3 tahun. Bambu yang ditebang pada usia yang belum cukup tua dapat mengakibatkan terjadinya penyusutan yang besar. Di samping itu, dalam pemanenan bambu juga harus memperhatikan musim saat berkurangnya hama bambu. Biasanya hama bambu berkurang pada awal hingga akhir musim kemarau, yaitu pada bulan April sampai Juni. Pada musim kemarau, kandungan zat pati yang juga disukai oleh kumbang bubuk akan menurun akibat transpirasi (Berlian dan Estu, 1995).

Pengeringan merupakan salah satu cara memperpanjang masa pakai bambu. Batang bambu yang sudah ditebang sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu. Pengeringan bambu yang baik adalah dengan cara diangin-anginkan di udara terbuka atau di tempat yang teduh. Pengeringan langsung dengan penjemuran di bawah sinar matahari sebaiknya dihindarkan karena bambu akan retak sehingga mengurangi mutu (Berlian dan Estu, 1995).

(34)

Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis bambu dan meningkatkan masa pakainya, maka perlu dilakukan pengawetan. Dalam pengawetan bambu dikenal dua metode pengawetan yaitu pengawetan bambu tanpa bahan kimia (metode tradisional) dan pengawetan bambu dengan bahan kimia. Metode pengawetan bambu tanpa bahan kimia dipandang cocok digunakan dalam pengawetan bambu. Metode ini paling sering digunakan, mudah pelaksanaannya, ekonomis serta bersahabat dengan lingkungan meskipun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode tersebut hanya efektif terhadap serangan bubuk kayu kering (Nandika et al., 1994).

Menurut Krisdianto et al. (2000), beberapa teknologi pengawetan alami yang sering digunakan adalah pengasapan, pelaburan dan perendaman (termasuk metode perebusan).

1. Pengasapan

Teknologi pengawetan ini meskipun sederhana tetapi sudah terbukti keunggulannya. Bambu yang digunakan sebagai rangka atap dapur yang senantiasa terkena asap terbukti lebih tahan lama dan mampu bertahan hingga 15 tahun.

2. Pelaburan

Bahan yang dimanfaatkan untuk melabur bambu antara lain aspal, kapur dan minyak tanah. Caranya: bahan-bahan tersebut dilaburkan pada potongan melintang pada bagian pangkal dan ujung batang bambu.

3. Perebusan

(35)

zat pati. Menurut Matangaran (1987) dalam Nandika et al. (1994), zat pati pada bambu tidak hanya dapat terurai oleh enzim yang dihasilkan oleh bakteri tetapi juga oleh suhu dan air. Dengan merebus bambu pada temperatur 55 0C – 60 0C selama 10 menit atau lebih akan dapat mengurai pati menjadi gelatin sempurna, yang selanjutnya terurai menjadi amilosa dan larut dalam air. Duryatmo (2000) menyatakan bahwa bahan yang digunakan untuk perebusan adalah belerang, kamper dan boraks dengan perbandingan masing-masing 2 : 1 : 1.

4. Perendaman

Pengawetan bambu dengan cara merendam dibedakan menjadi tiga, yaitu dalam air tergenang, air mengalir dan lumpur. Perendaman dalam air mengalir lebih banyak dilakukan dibanding dalam air menggenang sebab dapat mencegah bau busuk. Jenis bambu yang cocok diawetkan dengan perendaman umumnya adalah yang kadar patinya rendah.

(36)

Ada tiga hal yang perlu diperhatikan yang berkaitan dengan upaya memaksimalkan hasil pengawetan, yaitu kadar air bambu, permukaan bambu dan kondisi siap pakai. Bambu dengan kadar air tinggi lebih cocok menggunakan pengawetan dengan cara difusi dan pencelupan, sedangkan bambu yang kering (kadar air rendah) dapat menggunakan rendaman dingin, rendaman panas dingin maupun vakum-tekan. Sebelum diawetkan, permukaan bambu diupayakan dalam keadaan bersih dan sebaiknya kondisi bambu harus siap pakai. Adanya pemotongan setelah bambu diawetkan akan memunculkan bagian yang terbuka, sehingga harus melakukan pengawetan ulang (Duryatmo, 2000).

(37)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Binjai Barat, Kota Binjai dan di beberapa desa yang ada di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2008.

Alat dan Bahan Penelitian

Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, kalkulator dan kuisioner. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis bambu yang dimanfaatkan oleh pengrajin dan masyarakat.

Prosedur Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini mencakup: a. Survei Lapangan

Kegiatan ini merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan melalui wawancara dengan pengrajin bambu, pengumpul dan masyarakat sehingga diperoleh gambaran keadaan lapangan dan kegiatan masyarakat di tempat pelaksanaan kegiatan.

b. Penentuan Sampel Desa

(38)

dijadikan sampel adalah daerah pengrajin bambu dan daerah asal bahan baku bambu.

c. Penentuan Sampel Responden

Responden dalam penelitian ini adalah pengrajin, pengumpul atau masyarakat petani bambu di daerah asal bahan baku bambu. Jumlah responden yang dijadikan sampel adalah sebagai berikut:

1) Apabila jumlah penduduk ≤ 100 kepala keluarga, maka diambil seluruh responden.

2) Apabila jumlah responden > 100 kepala keluarga, maka diambil 10-15% dari jumlah kepala keluarga (Arikunto, 2002).

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan survei dan wawancara yang bertujuan untuk mengetahui cara pemanfaatan bambu oleh masyarakat. Data yang dikumpulkan adalah jenis-jenis bambu yang dimanfaatkan, cara pemanfaatan/ penggunaan oleh masyarakat serta bagian-bagian tanaman bambu yang digunakan.

Analisis Data

(39)

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kabupaten Langkat

Secara geografis Kabupaten Langkat terletak antara 30 14’ LU – 40 13’ LU dan 970 52’ BT – 980 45’ BT. Luas areal Kabupaten ini lebih kurang 6.263,29 km2 atau 626.329 ha dan letaknya dari atas permukaan laut antara 4 – 105 mdpl (BPS Kab. Langkat, 2006).

Batas-batas wilayah kabupaten ini menurut Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat (2006) adalah :

− Sebelah Utara dengan Kabupaten Aceh Timur dan Selat Sumatera

− Sebelah Timur dengan Kabupaten Deli Serdang

− Sebelah Selatan dengan Kabupaten Karo

− Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara / Tanah Alas.

Iklim di Kabupaten Langkat menurut klasifiikasi Schmidt dan Ferguson termasuk tipe A dengan curah hujan lebih dari 3000 mm per tahun. Hal ini di dukung oleh data dari 14 (empat belas) stasiun pengamatan cuaca di Kabupaten Langkat. Jumlah hari hujan rata-rata adalah 176 hari per bulan setiap tahunnya, dengan hari hujan terbesar terjadi pada bulan September dan Oktober (BMG Reg.I Klimatologi Sampali Medan, 2006).

(40)

Tabel 2. Luas Daerah Menurut Kecamatan

Sumber: BPS Kabupaten Langkat (2006)

Kecamatan Bahorok merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Langkat yang menjadi lokasi diadakannya penelitian ini. Kecamatan Bahorok ini secara geografis terletak pada posisi koordinat 030 LU – 110 LU dan 590 BT – 780 BT dan berada pada ketinggian 105 mdpl. Jarak kecamatan ini dengan ibukota Kabupaten Langkat (Stabat) adalah 75 km. Suhu minimal dan maksimal di daerah ini adalah 24 - 34 0C, dengan suhu rata-rata harian 27 0C (BPS Kec. Bahorok, 2007).

Menurut BPS Kec. Bahorok (2007), luas wilayah kecamatan ini adalah 955,10 km2. Adapun batas-batas wilayah kecamatan ini :

− Sebelah Utara dengan Kecamatan Batang Serangan

(41)

− Sebelah Barat dengan Kabupaten Aceh Tenggara

− Sebelah Timur dengan Kecamatan Salapian

Kecamatan Bahorok ini terdiri dari 22 desa menurut BPS Kec. Bahorok (2007). Masing-masing desa yang termasuk dalam kecamatan ini beserta luas daerahnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Daerah Menurut Desa

No. Desa Luas (Km2) Rasio thdp Kec. (%)

6. Perkampungan Bungara 28,90 3,03

7. Pekan Bahorok 6,25 0,65

8. Empus 20,02 2,10

9. Perkampungan Turangi 16,39 1,72

10. Simpang Pulo Rambung 34,00 3,56

11. Sematar 4,39 0,46

12. Perkampungan Pulo Rambung

Sumber: BPS Kecamatan Bahorok (2007)

(42)

dan tanah sawah (855 Ha). Beberapa sarana/prasarana dasar yang terdapat di kecamatan ini antara lain sarana pendidikan, kesehatan, dan sarana ibadah. Proporsi penggunaan lahan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 1.

Lainya 2.46% Perk. Besar/Rakyat

27.85%

Tanah Sawah 1.12% Bangunan

1.72%

Tanah Kering 66.84%

Gambar 1. Histogram Proporsi Penggunaan Lahan Kecamatan Bohorok Tahun 2004

Sumber : BPS Kabupaten Langkat.

(43)

Desa Empus

Letak dan Luas

Desa Empus terletak di sebelah timur Pekan Bahorok yang merupakan ibu kota kecamatan dan pusat pemerintahan daerah kecamatan Bahorok. Desa ini memiliki luas 20,02 Km2 dan terdiri dari 5 dusun.

Adapun batas-batas wilayah Desa Empus adalah sebagai berikut:

− Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sematar dan Desa Suka Rakyat

− Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Perkampungan Turangi

− Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Simpang Pulo Rambung

− Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pekan Bahorok (ibukota

kecamatan)

Topografi

Desa Empus berada pada ketinggian 96 mdpl. Hampir semua landscape wilayah desa ini berada pada kelas kelerengan landai, yakni lebih dari 8 sampai 15%.

Aksesibilitas

(44)

Penduduk

Jumlah penduduk Desa Empus adalah 1972 jiwa dengan 426 kepala keluarga. Pada umumnya penduduk desa ini memiliki hubungan kekerabatan satu sama lain, baik dari hubungan darah maupun hubungan dari perkawinan. Selain yang bemukim di desa, banyak pula penduduk yang merantau baik untuk melanjutkan pendidikan maupun bekerja, yang pada waktu tertentu kembali ke kampung halaman. Suku bangsa penduduk desa ini adalah suku Melayu, Jawa dan Karo.

Penduduk di desa ini sebagian besar (90 %) beragama Islam dan sisanya beragama Kristen. Terdapat beberapa sarana peribadatan di desa ini yaitu 1 mesjid dan 5 surau serta 1 gereja.

Pada umumnya tingkat pendidikan di Desa Empus masih rendah. Hal ini diperlihatkan dari sebagian besar penduduk yaitu sekitar 75 % hanya lulusan Sekolah Rakyat/ Sekolah Dasar, 15 % lulusan SMP, 7 % lulusan SMA dan 3 % yang melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Sarana pendidikan yang tersedia di desa ini adalah gedung Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiah dan Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah Tsanawiyah, namun ada pula penduduk desa ini yang bersekolah di sekolah-sekolah yang ada di Bahorok (ibukota kecamatan).

Mata Pencaharian

(45)

Potensi Bambu

Potensi bambu di Desa Empus dulunya masih tinggi karena sebagian besar lahan penduduk ditumbuhi bambu, namun saat ini potensi bambu di desa ini sudah berkurang. Hal ini dikarenakan konversi lahan dari ladang bambu menjadi kebun kelapa sawit, kebun karet dan ladang jagung yang oleh masyarakat dinilai lebih menjanjikan nilai ekonominya dibanding bambu. Namun masih ada beberapa penduduk yang mempertahankan lahan bambunya dan ada pula yang hanya mengurangi lahan bambunya untuk ditanami jagung.

Desa Timbang Lawan

Letak dan Luas

Desa Timbang Lawan terletak di sebelah barat Pekan Bahorok yang merupakan ibu kota kecamatan dan pusat pemerintahan daerah kecamatan Bahorok. Desa ini memiliki luas 25,04 Km2 dan terdiri dari 9 dusun.

Adapun batas-batas wilayah Desa Timbang Lawan adalah sebagai berikut:

− Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bukit Lawang

− Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Lau Damak

− Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pekan Bahorok (ibukota

kecamatan)

− Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sampe Raya

Topografi

(46)

Aksesibilitas

Desa Timbang Lawan berjarak sekitar 6 km dari ibukota kecamatan (Bahorok). Desa ini dapat dijangkau dengan kendaraan bermotor melalui jalan aspal kira-kira 10 menit dari Bahorok karena kondisi jalan yang cukup baik, namun saat ini jalan aspal tersebut dalam kondisi pengerasan sehingga memperlambat waktu tempuh ke desa tersebut. Ada sekitar 15 unit angkutan umum berupa minibus jenis L300 dan 10 unit bus Pembangunan Semesta yang sehari-hari melewati jalur ini.

Penduduk

Jumlah penduduk Desa Timbang Lawan adalah 2980 jiwa dengan 967 kepala keluarga. Pada umumnya penduduk desa ini memiliki hubungan kekerabatan satu sama lain, baik dari hubungan darah maupun hubungan dari perkawinan. Selain yang bemukim di desa, banyak pula penduduk desa ini yang merantau baik untuk melanjutkan pendidikan maupun yang bekerja, yang pada waktu tertentu kembali ke kampung halaman.

Penduduk di desa ini seluruhnya beragama Islam. Terdapat beberapa sarana peribadatan di desa ini yaitu 5 mesjid dan 11 surau. Suku bangsa penduduk desa ini adalah Melayu, Jawa dan Karo.

(47)

Tsanawiyah, namun ada pula penduduk desa ini yang bersekolah di sekolah-sekolah yang ada di Bahorok (ibukota kecamatan). Sarana lain yang terdapat di desa ini adalah sarana kesehatan berupa Puskesmas 1 unit dan balai pengobatan 1 unit.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Timbang Lawan adalah bertani, sebagian kecilnya adalah mengajar dan berdagang, namun ada pula penduduk yang bekerja sampingan sebagai pengrajin bambu dan rotan. Peruntukan lahan penduduk adalah kebun kelapa sawit, kebun karet, sawah, kebun salak, kebun durian, ladang jagung, kebun kopi, sayur dan aren.

Potensi Bambu

Potensi bambu di Desa Timbang Lawan dulunya masih tinggi karena sebagian besar lahan penduduk ditumbuhi bambu, namun saat ini potensi bambu di desa ini sudah berkurang. Tetapi jika dibandingkan dengan desa lain, potensi bambu di desa ini masih cukup tinggi. Berkurangnya potensi bambu di desa ini dikarenakan adanya konversi lahan dari ladang bambu menjadi kebun kelapa sawit, kebun karet dan ladang jagung yang oleh masyarakat dinilai lebih menjanjikan nilai ekonominya dibanding bambu. Meskipun demikian masih ada beberapa penduduk yang mempertahankan lahan bambunya dan ada pula yang hanya mengurangi lahan bambunya untuk ditanami jagung atau tanaman lain.

Kota Binjai

(48)

dan terletak pada ketinggian rata-rata 28 mdpl dengan kemiringan wilayah relatif datar. Posisi Kota Binjai ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara (BPS Kota Binjai, 2006).

Adapun batas-batas wilayah Kota Binjai menurut BPS Kota Binjai (2006) adalah sebagai berikut:

− Sebelah Utara dengan Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dan

Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang

− Sebelah Selatan dengan Kecamatan Sei Bingei Kabupaten Langkat dan

Kecamatan Kutalimbaru Kabupaten Deli Serdang

− Sebelah Barat dengan Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat

− Sebelah Timur dengan Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

Secara administratif wilayah Kota Binjai terdiri dari 5 kecamatan dan 37 kelurahan, yaitu: Binjai Kota, Binjai Utara, Binjai Selatan, Binjai Barat dan Binjai Timur. Luas daerah masing-masing kecamatan, banyaknya rumah tangga dan jumlah penduduknya menurut BPS Kota Binjai (2006) dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Daerah, Jumlah Rumah Tangga dan Jumlah Penduduk Menurut

Kecamatan

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Binjai (2006)

(49)
(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi Bambu

Hasil wawancara dan kuisioner yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dahulu tanaman bambu banyak ditemukan dan tersebar luas di wilayah Kecamatan Bahorok. Sekitar 1% dari lahan masyarakat yang berupa tanah kering (638,42 Ha) merupakan ladang bambu, yaitu sekitar 17,2 Ha. Namun pada saat ini keberadaan tanaman ini sudah sangat berkurang. Hal ini tampak dari pengamatan lapangan yakni banyak ditemukan bonggol sisa rumpun bambu yang ditebang pada lahan yang ditanami dengan tanaman lain. Penurunan lahan yang terjadi yakni sekitar 40% dari luas awal lahan bambu yang diperkirakan seluas 25 Ha. Penurunan luas lahan ini secara otomatis akan mempengaruhi potensi bambu yang tentunya semakin berkurang.

Penurunan luas lahan bambu ini disebabkan oleh adanya persepsi masyarakat yang beranggapan bahwa tanaman bambu jika ditinjau dari segi ekonomi kurang menguntungkan karena harga jualnya rendah. Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat untuk mengganti ladang bambu mereka dengan tanaman yang dinilai lebih menguntungkan, misalnya: jagung, karet atau kelapa sawit.

(51)

dihasilkan adalah sekitar 23.220 batang bambu per tahunnya. Potensi bambu di desa ini secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Potensi Bambu di Desa Empus No

.

Nama Responden Luas Lahan (m2)

Jenis Bambu Potensi (btg/thn)

(52)

Tabel 6. Potensi Bambu di Desa Timbang Lawan No. Nama Responden Luas Lahan

(m2)

Jenis Bambu Potensi (btg/thn) 1. Ustadz Seman 10.000 Belangke, Betung,

Kuning 7. Tengku Bachri 10.000 Belangke, Kuning,

Betung

5.200

8. Burhanudin 2.000 Belangke 1.200

9. Syamsudin 10.000 Belangke, Kuning, Betung 20. Jumadil Sitepu 10.000 Kuning, Belangke,

Betung, Lemang

5.200 21. Basri Singarimbun 10.000 Belangke, Betung,

Kuning

6.000

22. Djarot 800 Betung 350

23. Sahlan Sembiring 1.200 Belangke, Lemang 750

24. Syeila 10.000 Lemang,

Belangke, Betung, Kuning

5.300

25. Zubaidah 10.000 Betung, Belangke 5.250

26. Maliq 1.200 Belangke 750

(53)

Jenis-Jenis Bambu

Ada beberapa jenis bambu yang tumbuh di lahan masyarakat Desa Empus dan Desa Timbang Lawan berdasarkan hasil pengamatan dan kuisioner yang telah dilakukan. Berikut ini adalah jenis-jenis bambu yang terdapat di kedua desa tersebut beserta klasifikasinya melalui penyesuaian dengan hasil identifikasi menurut Widjaja (2001).

1. Nama lokal (daerah) : Bambu betung (Indonesia), awi betung (Sunda), pring petung (Jawa), awo petung (Bugis), bambu swanggi (Papua).

Genus : Dendrocalamus

Spesies : Dendrocalamus asper Backer

Deskripsi : Berbuluh tegak, batang berwarna coklat tua, tinggi buluh mencapai 30 m dengan ujung melengkung, diameter 8-15 cm, panjang ruas (jarak buku) 30-40 cm, tebal dinding batangnya mencapai 10 mm, rebungnya berwarna coklat kemerahan yang ditutupi oleh bulu hitam.

(54)

Menurut Sahabat Bambu (2008), bambu jenis ini dalam lahan 1 Ha dengan kisaran 400 rumpun dapat menghasilkan sekitar 4500 batang bambu per tahunnya.

2. Nama lokal (daerah) : Bambu kuning (Indonesia), awi ampel (Sunda), pring ampel (Sunda).

Genus : Bambusa

Spesies : Bambusa vulgaris Schrad.

Deskripsi : Berbuluh tegak, batang berwarna hijau atau kuning bergaris hijau, mengkilap dengan percabangan horizontal di permukaan tanah, tingginya dapat mencapai 30 m, diameter 5 – 10 cm, panjang ruas (jarak buku) 20 – 40 cm, tebal dinding batangnya 7-15 mm, ujung rebung berwarna kekuningan sampai hijau.

Gambar 3. Bambu Kuning

(55)

3. Nama lokal (daerah) : Bambu regen (Indonesia), buluh belangke (Melayu), buluh regen (Karo), buluh yakyak (Gayo).

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa pruriens Widjaja

Deskripsi : Berbuluh tegak, batang berwarna hijau kekuningan, tingginya mencapai 15 m, diameter batang 6-12 cm, tebal dinding batang mencapai 10 mm, dengan panjang ruas (jarak buku) 40-60 cm.

Gambar 4. Bambu Belangke

4. Nama lokal (daerah) : Bambu lemang (Indonesia), buluh lemang. Genus : Schizostachyum

Spesies : Schizostachyum grandle Ridley

(56)

Gambar 5. Bambu Lemang

Kriteria pemanenan bambu secara umum adalah sebagai berikut: bambu tidak dalam musim rebung agar tidak mengganggu pertumbuhan rebung, penebangan bambu dilakukan pada musim kemarau karena pada saat itu kadar air bambu menurun, bambu yang akan dipanen tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua agar mudah dikerjakan dan tidak mudah rusak pada saat dikerjakan.

Pemanfaatan Bambu

Seluruh responden petani bambu melakukan pemanenan bambu dengan sistem tebang pilih untuk menjaga kelangsungan hidup rumpun-rumpun bambu sehingga produksinya dapat dipertahankan. Bambu yang telah dipanen tersebut tidak diberi perlakuan pengeringan/penjemuran karena langsung dijual kepada pengumpul maupun pengrajin, namun kadang-kadang ada juga yang diolah untuk penggunaan pribadi.

(57)

alat untuk memancing sampai bangunan rumah penduduk yang menggunakan bahan bambu bahkan memanfaatkan rebung bambu untuk dijadikan sayur. Bahkan ada pula beberapa penduduk di kedua desa ini menggunakan air rebusan daun bambu kuning sebagai obat penurun demam.

Adapun peralatan rumah tangga penduduk yang bahan bakunya terbuat dari bambu antara lain: penampi beras, peniris minyak goreng, keranjang untuk tempat buah dan bumbu dapur. Selain itu masih banyak pula dijumpai kandang ternak unggas (ayam) penduduk yang terbuat dari bambu juga pekarangan mereka yang dipagari dengan batang-batang bambu.

Sebelumnya penduduk banyak yang menggunakan bambu sebagai bahan bangunan rumah mereka, namun saat ini sudah banyak pula rumah penduduk yang terbuat dari beton. Banyak penduduk yang beralih ke batu sebagai bahan bangunan rumah mereka. Hal ini disebabkan oleh persepsi penduduk bahwasanya rumah bambu merupakan rumah untuk masyarakat tradisional, miskin dan tidak modern.

Ada beberapa penduduk di Desa Empus dan di Desa Timbang Lawan yang menjadi pengrajin bambu. Kerajinan bambu yang mereka kerjakan adalah membuat keranjang, tampah (penampi beras), irik (tempat untuk meniriskan minyak dari penggorengan), kandang ternak unggas (ayam), tepas, sumpit dan lidi pekong (lidi yang dipakai untuk sembahyang oleh etnis Tionghoa). Produk kerajinan ini ditujukan untuk kebutuhan lokal.

(58)

dan Kecamatan Binjai Barat berdasarkan jenis produk yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Volume Rata-Rata Bahan Baku (Bambu) dan Volume Rata-Rata Produksi Berdasarkan Jenis Produk Yang Dihasilkan

No. Daerah Jenis Produk Volume Rata-Rata Bahan Baku /bln

Volume Rata-Rata Produksi /bln 1. Desa

Empus

Tampah 56 batang 280 unit

Keranjang 35 batang 170 unit

Lidi sembahyang 756 batang 5020 kg

Supit 700 batang 4800 kg

2. Desa Timbang Lawan

Tepas 1900 ikat iratan bambu

1850 lembar

Meubel 700 batang 105 unit

Tampah 100 batang 500 unit

Keranjang 270 batang 890 unit

Lidi sembahyang 300 batang 1870 kg

Supit 250 batang 1650 kg

3. Kelurahan Sukamaju

Meubel 10170 batang 600 unit

Keranjang 6000 batang 12500 unit

Dari tabel di atas terlihat adanya ketidakseragaman jumlah produk yang dihasilkan oleh pengusaha. Ketidakseragaman jumlah produk yang diproduksi/dihasilkan oleh masing-masing pengusaha dalam jangka waktu tertentu dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:

1. Jumlah karyawan (tenaga kerja), semakin banyak karyawan yang bekerja maka semakin banyak pula jumlah produk yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu.

(59)

3. Ukuran produk, semakin besar ukuran suatu produk maka semakin banyak pula bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu produk.

4. Skala penjualan, semakin besar skala penjualan maka produksi akan semakin meningkat sesuai dengan banyaknya pesanan.

Bagi sebagian besar pengrajin yang ada di kedua desa ini, usaha kerajinan bambu ini masih merupakan pekerjaan/usaha sampingan keluarga karena pada umumnya profesi mereka adalah petani. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa pemanfaatan bambu kurang memiliki arti ekonomi tinggi bagi masyarakat karena pemanfaatannya yang terbatas dan harga produk yang dihasilkan relatif murah, sehingga nilai tambah yang diciptakan relatif kecil.

Adapun jumlah karyawan, rata-rata biaya produksi dan rata-rata keuntungan yang diperoleh per bulan oleh masing-masing pengrajin dari ketiga daerah ini dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Karyawan, Rata-Rata Biaya Produksi dan Rata-Rata Keuntungan Masing-Masing Pengrajin Tiap Bulan

No. Daerah Jenis Produk Jumlah

Lidi sembahyang 5 3.800.000 1.000.000

Supit 5 3.700.000 1.000.000

Lidi sembahyang 7 4.800.000 1.100.000

Supit 6 4.200.000 1.100.000

3. Kelurahan Sukamaju

Meubel 37 26.000.000 8.000.000

(60)

Di Desa Timbang Lawan terdapat beberapa penduduk yang telah memanfaatkan bambu dan mengolahnya menjadi produk meubel. Produk meubel yang dihasilkan adalah kursi dan meja, namun tidak menutup kemungkinan adanya permintaan konsumen yang memesan produk bambu lain sesuai keinginan masing-masing pemesan. Produk bambu lainnya yang pernah diproduksi atas pesanan konsumen adalah dipan (tempat tidur), rak televisi dan rak pakaian. Pemasarannya selama ini masih terbatas pada masyarakat lokal (sekitar), namun ada pula pemesan yang datang dari luar daerah seperti dari Binjai dan Medan.

Data produk kerajinan bambu yang dihasilkan oleh masyarakat pengrajin di Kecamatan Bahorok dan Kecamatan Binjai Barat serta tujuan pemasarannya dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Produk Kerajinan, Sumber Bahan Baku dan Tujuan Pemasaran No. Daerah Sumber Bahan

Baku

Jenis Produk Yang Dihasilkan

Tujuan Pemasaran 1. Desa Empus Petani setempat Tampah Pasar setempat

Keranjang Pasar setempat Lidi sembahyang Binjai

Supit Binjai, Medan 2. Desa

Timbang Lawan

Petani setempat Tepas Desa sekitar, Medan

Meubel Binjai, Medan

Tampah Pasar setempat

dan sekitar

Keranjang Pasar setempat dan sekitar

Lidi sembahyang Binjai

Supit Binjai, Medan 3. Kelurahan

Sukamaju

Delitua, Bahorok, Brastagi

Meubel Aceh, Binjai,

Medan, R.Prapat, Kisaran, Pk.Baru Keranjang Pabrik setempat,

Medan, Tj.Balai, Sibolga,

(61)

93

Selain tujuan pemasaran produk di atas, pengrajin juga menerima pesanan dari perorangan/pribadi yang datang untuk membeli.

Bagian Tanaman Yang Digunakan

Bagian-bagian tanaman bambu yang pernah digunakan oleh masyarakat Desa Empus dan Desa Timbang Lawan adalah batang, rebung dan daun. Bagian batang merupakan bagian yang paling banyak digunakan, baik oleh penduduk di Desa Empus (93%) maupun penduduk di Desa Timbang Lawan (88%). Selanjutnya, pemanfaatan rebung (bagian pertunasan) oleh masyarakat Desa Empus ada sekitar 73% sedangkan oleh masyarakat Desa Timbang Lawan ada sekitar 62%.

(62)

Gambar 6. Grafik Persentase Penggunaan Bagian Tanaman Bambu Yang Dimanfaatkan Oleh Masyarakat Desa Empus dan Desa Timbang Lawan

Adapun jenis-jenis bambu, bagian tanaman yang digunakan dan peruntukannya oleh masyarakat di Desa Empus dan Desa Timbang Lawan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Jenis Bambu, Bagian Tanaman Yang Digunakan dan Peruntukannya Jenis Bambu Bagian tanaman

yang digunakan

Peruntukan Bambusa vulgaris

Schrad

Batang Meubel, komponen bangunan rumah (tiang)

Daun Obat demam

Dendrocalamus asper Backer

Batang Komponen bangunan rumah (tiang, kaso, reng, tepas)

Rebung Sebagai sayuran Gigantochloa pruriens

Widjaja

Batang Anyaman, supit, lidi pekong, kandang unggas

Schizostachyum grandle Ridley

Batang Wadah untuk membuat

makanan (lemang) Daun Pembungkus makanan

Alasan peruntukan berdasarkan bagian tanaman yang digunakan dari jenis-jenis bambu tersebut terkait dengan sifatnya masing-masing. Menurut Berlian dan Estu (1995), Bambusa vulgaris Schrad memiliki batang yang kuat sehingga cocok dimanfaatkan untuk bahan baku meubel dan konstruksi bangunan (sebagai tiang). Selain itu, daun bambu kuning ini juga mengandung suatu zat yang dapat dimanfaatkan sebagai obat penurun demam.

(63)

ini juga dikonsumsi sebagai sayuran karena rasanya yang enak. Sedangkan bambu jenis Gigantochloa pruriens Widjaja memiliki batang yang lurus, kuat dan ringan. Berdasarkan sifat tersebut, bambu jenis ini cocok dimanfaatkan sebagai anyaman seperti keranjang, tampah dan irik, juga dijadikan supit, lidi sembahyang dan kandang unggas. Hal ini sesuai dengan pendapat Berlian dan Estu (1995).

Sesuai dengan pendapat Widjaja (2001) bahwa Schizostachyum grandle Ridley memiliki dinding yang tipis dan batangnya kurang keras, sehingga hanya dimanfaatkan sebagai wadah untuk membuat makanan tradisional (lemang). Berdasarkan sifat tersebut, jenis bambu ini kurang cocok dimanfaatkan untuk anyaman dan tidak layak dipakai sebagai konstruksi. Selain itu, daun bambu lemang ini juga sering dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan kecil seperti uli dan wajik.

Teknologi Pengolahan Bambu

Pengetahuan masyarakat di Desa Empus dan Desa Timbang Lawan tentang teknologi pengolahan bambu, baik berupa perlakuan sebelum pengerjaan maupun proses pengerjaannya masih sederhana. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dan pengamatan di lapangan bahwa masyarakat masih mengolah bambu dengan cara sederhana dan dengan menggunakan peralatan yang sederhana karena usaha kerajinan masyarakat ini tergolong usaha kecil.

(64)

tersebut. Hal ini disebabkan oleh anggapan masyarakat bahwa proses pengawetan secara tradisional memerlukan waktu yang relatif lama sehingga dinilai kurang efektif. Pengawetan dengan bahan kimia juga tidak dilakukan oleh masyarakat karena alasan harga bahan kimia yang relatif mahal dan susah diperoleh.

Persentase persepsi responden menurut karakteristik dan lamanya pemanfaatan/ penggunaan bambu oleh masyarakat di Desa Empus dan Desa Timbang Lawan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 10. Persentase Persepsi Responden Menurut Karakteristik Pada Desa Empus dan Desa Timbang Lawan

Karakteristik Tanggapan Responden Persentase

Desa Empus Desa Timbang Lawan

(65)

Salah satu metode pengawetan bambu secara sederhana yaitu perendaman dalam air tergenang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Perendaman Bambu Dalam Air Tergenang

Selain pengawetan dengan metode tradisional, ada pula beberapa penduduk di Desa Timbang Lawan yang mengetahui metode pengawetan dengan bahan kimia. Bahan kimia yang dipakai dalam mengawetkan produk tersebut adalah cairan insektisida yang dilarutkan dalam oli dengan cara disemprot maupun dilabur ke permukaan produk bambu yang telah jadi. Biasanya perlakuan pengawetan pada produk bambu ini dilakukan pada produk meubel dan tepas.

(66)

perlakuan khusus, baik oleh masyarakat di Desa Empus dan Desa Timbang Lawan maupun oleh pengrajin di lingkungan Pasar 10 Kelurahan Sukamaju, Kecamatan Binjai Barat. Namun ada pula pengrajin yang memberi perlakuan seperti pengeringan (menjemur bambu) agar kadar air yang terkandung dalam bambu berkurang sehingga tidak cepat berjamur dan lapuk, yang dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Pengeringan Bambu

Proses pembuatan beberapa produk kerajinan dari bambu adalah sebagai berikut:

1. Supit

(67)

searah panjang iratan menjadi beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut lalu dibentuk bulat sehingga menjadi supit.

2. Lidi Sembahyang (Pekong)

Bambu bulat hasil tebangan dipotong-potong menggunakan gergaji potong khusus untuk bambu menjadi ukuran yang lebih kecil, yaitu sekitar 43 cm. Bambu yang lebih kecil tersebut kemudian dibelah menggunakan golok atau parang menjadi beberapa bagian, yaitu sekitar 12 bagian. Hasilnya selanjutnya diirat menggunakan pisau pengirat atau pisau raut menjadi iratan-iratan yang tebalnya sekitar 3 mm. Iratan tersebut diletakkan diatas alat yang dipasang dengan beberapa pisau lipat, kemudian didorong dan hasilnya menjadi beberapa lidi sembahyang. Gambar lidi sembahyang ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Lidi Sembahyang 3. Tampah

(68)

atau parang menjadi beberapa bagian. Masing-masing bagian tersebut diirat menggunakan pisau pengirat atau pisau raut menjadi iratan-iratan yang tipis. Iratan-iratan tersebut kemudian dijemur selama 1 hari agar kadar airnya berkurang, selanjutnya dianyam menjadi tampah. Gambar pengerjaan tampah ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pengerjaan Tampah 4. Keranjang

(69)

Gambar 11. Pengerjaan Keranjang 5. Tepas

(70)

Gambar 12. Tepas 6. Meubel

Bambu bulat dikuliti menggunakan pisau pengupas lalu dikeringkan/ dijemur selama dua hari, kemudian diasapi selama satu hari. Bambu tersebut selanjutnya dipotong-potong potong menggunakan gergaji potong khusus untuk bambu sesuai dengan ukuran peruntukan yang dibutuhkan (contoh: meja, kursi, rak). Setelah itu bambu tersebut dirakit dengan menyambungkan batang-batang menjadi produk, misalnya: kursi, meja, dipan/ tempat tidur, rak. Sambungan tersebut dapat berupa sambungan dengan tali pengikat (biasanya digunakan rotan) Hasil rakitan tersebut lalu diampelas dan selanjutnya disemprot dengan larutan insektisida pada seluruh permukaan produk agar awet. Sebagai proses finishing, produk tersebut dicat atau divernis. Gambar pengasapan dan gambar salah satu produk, secara berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 13 dan Gambar 14.

(71)
(72)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Potensi bambu di Kecamatan Bahorok sudah berkurang karena adanya

konversi lahan oleh masyarakat setempat. Desa Empus dan Desa Timbang

Lawan merupakan desa yang masih memiliki potensi bambu dibanding

dengan desa lainnya di Kecamatan Bahorok. Total lahan masyarakat yang

ditanami bambu dari kedua desa ini adalah 17,2 Ha dengan total potensi

pemanenan bambu sekitar 89.570 batang per tahunnya.

2. Tingkat teknologi pengolahan dan pemanfaatan bambu oleh masyarakat masih

rendah, untuk pemanfaatan/ konsumsi sendiri hanya terbatas pada pengawetan

dengan metode tradisional (perendaman dalam air atau lumpur) terhadap

komponen bangunan rumah (dinding tepas, tiang dan atap). Pengawetan

dengan bahan kimia hanya terbatas pada produk meubel dari bambu,

sedangkan kerajinan lain seperti keranjang pada umumnya oleh masyarakat

tidak diberi perlakuan khusus (pengawetan).

Saran

Perlunya diadakan pelatihan dan pengembangan desain kerajinan

anyaman, pembuatan hiasan, cinderamata dan produk lain yang disertai kegiatan

pemasaran untuk menaikkan nilai tambah ekonomi masyarakat. Selain itu perlu

juga diadakan penyuluhan untuk memberi pengertian dan menimbulkan kesadaran

masyarakat akan pentingnya pengawetan pada bambu sebagai usaha

(73)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V, Cetakan XII. Rineka Cipta. Jakarta

Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok. 2007. Bahorok Dalam Angka 2007. Badan Pusat Statistik Kecamatan Bahorok

Badan Pusat Statistik Kota Binjai. 2006. Binjai Dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik Kota Binjai. Binjai

Bank Indonesia. 2004. Kerajinan Mebel Bambu, Pola Pembiayaan Syariah. Sistem informasi Pola Pembiayaan/ Lending Model Usaha Kecil. www.bi.go.id/sipuk/id/lm/bambu/pendahuluan.asp&w.html [4 Mar 2008]. Batubara, R. 2002. Pemanfaatan Bambu di Indonesia. USU Digital Library.

Medan

Berlian, V. A. N. dan Estu R. 1995. Jenis dan Prospek Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta

Duryatmo, S. 2000. Wirausaha Kerajinan Bambu. Puspa Swara. Jakarta

Idris, A. A., Anita F. dan Purwito. 1994. Strategi Penelitian Bambu Indonesia : Penelitian Bambu untuk Bahan Bangunan. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor

Indonesia-Uni Eropa Home Page. 2002. Kajian Pasar Kursi Rotan, Bambu dan Bahan-Bahan sejenis (Seat of Cane Bamboo or Similiar Materials di Uni Eropa).

Krisdianto, G. S. dan A. Ismanto. 2000. Sari Hasil Penelitian Bambu. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor

Nandika, D., J. R. Matangaran dan I. G. K. T. Darma. 1994. Strategi Penelitian Bambu Indonesia : Keawetan dan Pengawetan Bambu. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor

Pasaribu, G. 2007. Ekspose Hasil-Hasil Penelitian 12 November 2007 : Aplikasi Pengawetan Mebel bambu Dengan Bahan Pengawet Borax dan Asam Borat. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Pematang Siantar

Sahabat Bambu. 2008. Jenis-Jenis Bambu Yang Bernilai Ekonomi. www.sahabatbambu.com [16 Jun 2008]

(74)

Sipayung, B. 2007. Ekspose Hasil-Hasil Penelitian 12 November 2007 : Uji Keawetan Bambu Betung (Dendrocalamus asper Back) terhadap Serangan Serangga Bubuk Kayu Kering (Lyctus brunneus Steph.) dengan Bahan Pengawet Borax. Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli. Pematang Siantar Sulthoni, A. 1994. Strategi Penelitian Bambu Indonesia : Permasalahan Sumber

Daya Bambu di Indonesia. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari. Bogor Sutiyono, Hendromono, Marfu’ah W. dan Ihak S. 1996. Jurnal Info Hutan no. 70 :

Teknik Budidaya Tanaman Bambu. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi alam. Bogor

Tim ELSPPAT. 1997. Pengawetan Kayu dan Bambu. Puspa Swara. Jakarta

(75)

Lampiran 1. Karakteristik Responden Petani Bambu di Desa Empus dan Desa Timbang Lawan, Kec. Bahorok

No. Nama Umur

(thn)

Jenis Kelamin

(P/W)

Pekerjaan Alamat Luas

(76)

No. Nama Umur (thn)

Jenis Kelamin

(P/W)

Pekerjaan Alamat Luas

(77)

Lampiran 2. Karakteristik Responden Pengrajin Bambu di Desa Empus, Desa Timbang Lawan Kec. Bahorok

dan Kelurahan Sukamaju Kec. Binjai Barat

No. Nama Umur

(thn)

Jenis Kelamin

(P/W)

Alamat Kerajinan Perlakuan

Pengawetan

Tampah, Irik Tidak

9. Bachtiar

Lidi Pekong Tidak

(78)

Lampiran 3. Kuisioner Penelitian Teknologi Pengolahan dan Pemanfaatan Bambu

Oleh Masyarakat Kota Binjai & Kab. Langkat

PENELITIAN UNTUK SKRIPSI (S-1)

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I. KUISIONER UNTUK MENGETAHUI TINGKAT PENGOLAHAN

DAN PEMANFAATAN BAMBU OLEH MASYARKAT

A. Identitas Responden

1. Nama :

2. Jenis kelamin :

3. Umur :

4. Pendidikan terakhir :

5. Alamat :

6. Pekerjaan :

7. Suku bangsa :

8. Apakah saudara merupakan penduduk asli desa ini? (Ya) / (Tidak)

Jika (Tidak), darimana asalnya?

Sudah berapa lama tinggal di desa ini? ……..tahun

B. Pengetahuan Tentang Pemanfaatan Bambu

1. Berapa luas lahan saudara yang ditanami bambu?

2. Berapa besarnya hasil produksi tanaman bambu saudara? (volume per satuan

waktu).

3. Jenis bambu apa saja yang anda tanami/ yang ada pada lahan saudara?

4. Bagaimana cara saudara dalam melakukan pemanenan bambu?

(79)

5. Apakah saudara memberi perlakuan (pengawetan maupun pengeringan) terhadap

bambu setelah pemanenan tersebut?

a. Ya b. Tidak

Jika (Ya), bagaimana perlakuan yang anda berikan?

6. Bambu tersebut saudara olah menjadi produk apa saja?

7. Kemana saja saudara pasarkan produk bambu tersebut?

8. Kendala apa saja yang saudara hadapi?

9. Apakah saudara menggunakan bambu untuk penggunaan pribadi?

a. Ya b. Tidak

10.Sudah berapa lama saudara menggunakan bambu untuk keperluan sendiri?

a. < 1 tahun b. 1 – 10 tahun c. > 10 tahun

11.Bagian apa sajakah dari tanaman bambu ini yang biasanya/ pernah saudara gunakan

untuk keperluan sendiri?

a. Daun c. Batang e. Semuanya

b. Akar d. Rebung

12.Apakah saudara sering memanfaatkan rebung bambu untuk dikonsumsi?

a. Sering b. Kadang-kadang c. Tidak pernah

13.Apakah saudara mengetahui manfaat akar tanaman bambu?

a. Tahu b. Tidak tahu

14.Apakah saudara mengetahui manfaat batang tanaman bambu?

a. Tahu b. Tidak tahu

15.Apakah saudara mengetahui manfaat daun tanaman bambu?

a. Tahu b. Tidak tahu

16.Apakah saudara menggunakan bambu sebagai konstruksi dalam bangunan rumah

anda? a. Ya b. Tidak

17.Apa saja komponen bangunan rumah saudara yang terbuat dari bambu? (Misalnya:

dinding, atap [kaso maupun reng], lantai, pintu dan jendela).

18.Apakah ada perabotan/ meubel di rumah saudara yang terbuat dari bambu?

a. Ada b. Tidak

(80)

19.Apakah peralatan di dapur/ rumah saudara juga menggunakan bambu?

a. Ya b. Sebagian c. Tidak

Jika (Ya), untuk apa saja?

20.Apakah saudara pernah menggunakan bambu sebagai kerajinan tangan/ handycraft?

(misalnya: topi, kap lampu, tirai, keranjang, gantungan kunci, tempat pulpen dan

lain-lain).

a. Pernah b. Tidak pernah

21.Apakah saudara menggunakan tanaman bambu sebagai elemen pekarangan rumah

saudara?

a. Ya b. Tidak

C. Pengetahuan Tentang Teknologi Pengolahan Bambu

1. Sepengetahuan saudara, berapa lama umur pakai alami bambu (tanpa perlakuan

pengawetan)?

a. <1 tahun b. 1 - 3 tahun c. >3 – 7 tahun

2. Menurut saudara, apa saja yang menjadi penyebab kerusakan pada bambu?

a. Organisme perusak kayu (biologis) b. Faktor lain (non biologis)

3. Menurut saudara, perlukah melakukan pengawetan pada bambu?

a. Perlu b. Tidak perlu

4. Sebelum dijual, apakah saudara mengumpulkan bambu terlebih dahulu?

a. Ya b. Tidak

5. Jika no. 4 (Ya), apakah bambu tersebut dikeringkan atau diangin-anginkan terlebih

dahulu?

a. Ya b. Tidak

6. Bagaimana cara saudara mengeringkan/ mengangin-anginkan bambu tersebut?

7. Biasanya saudara menebang bambu pada saat:

a. Musim hujan b. Musim kemarau

8. Apakah saudara mengetahui cara untuk memperpanjang masa pakai (pengawetan)

bambu?

(81)

9. Pengetahuan tentang pengawetan bambu, pertama kali saudara tahu dari:

a. Turun-temurun b. Tetangga c. Media informasi

10.Metode pengawetan apa saja yang saudara ketahui?

a. Metode tradisional b. Pengawetan dengan bahan kimia c. Semuanya

11.Menurut saudara, cukup ampuhkah metode tersebut?

a. Cukup ampuh b. Kurang ampuh c. Tidak tahu

12.Peningkatan masa pakainya menjadi berapa lama?

13.Metode tradisional seperti apa saja yang saudara ketahui?

14.Metode pengawetan apa saja yang menggunakan bahan kimia yang saudara ketahui?

15.Bahan kimia apa saja yang pernah saudara pakai?

16.Bagaimana penilaian saudara terhadap perbandingan biaya antara penggunaan

metode pengawetan tradisional dengan pengawetan menggunakan bahan kimia?

17.Bagaimana penilaian saudara terhadap perbandingan proses antara penggunaan

metode pengawetan tradisional dengan pengawetan menggunakan bahan kimia?

18.Menurut saudara, metode mana yang lebih efisien?

(82)

Lampiran 4. Kuisioner Untuk Mengetahui Tingkat Pengolahan dan Pemanfaatan

Bambu Oleh Pengrajin

1. Nama pengrajin :

2. Umur :

3. Jenis kelamin :

4. Suku bangsa :

5. Pendidikan terakhir :

6. Alamat :

7. Sudah berapa lama saudara membuka usaha ini?

8. Apakah usaha ini merupakan penghasilan utama saudara?

a. Ya b. Tidak

Jika (Tidak), apa penghasilan utama saudara?

9. Apa saja jenis produk bambu yang saudara hasilkan?

10.Jenis bambu apa saja yang saudara gunakan sebagai bahan baku?

11.Dari daerah mana saudara memperoleh bahan baku (asal bahan baku)?

12.Berapa banyak bambu yang saudara gunakan tiap bulan (rata-rata volume)?

13.Menurut saudara, apa saja yang menjadi penyebab kerusakan pada bambu?

a. Organisme perusak kayu (biologis) b. Faktor lain (non biologis)

14.Apakah saudara memberikan perlakuan pengawetan terhadap produk?

a. Ya b. Tidak

Jika (Ya), metode apa yang saudara gunakan?

15.Pengetahuan tentang pengawetan bambu, saudara ketahui dari mana?

Gambar

Tabel 1. Jenis-Jenis Bambu Yang Tumbuh di Indonesia
Tabel 2. Luas Daerah Menurut Kecamatan
Tabel 3. Luas Daerah Menurut Desa
Gambar 1. Histogram Proporsi Penggunaan Lahan Kecamatan Bohorok Tahun 2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu perlu dilakukan upaya penyelamatan hutan khususnya untuk tanaman bambu yang banyak diambil masyarakat di kawasan hutan dengan mengembangkan tanaman bambu di

Dengan demikian dapat dilihat bahwa tanaman bambu masih belum memberikan kontribusi yang cukup baik terhadap masyarakat Desa Telagah Kecamatan Sei Bingai, hal ini

The results of this study can found that 10 species of 4 genera: Schizostachyum lima (bambu tui), Schizostachyum brachyladumi (bambu Jawa), Bambusa atra (bambu

Bambu juga memiliki daya serap karbon yang cukup tinggi untuk mengatasi. persoalan CO 2 di udara, selain juga merupakan tanaman yang cukup

Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam dengan. pH 3,5 dan pada umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0

Apa saja alat yang saudara gunakan mengolah bambu menjadi suatu produk?.a. Titik Sebaran Bambu pada Peta

Hasilnya menunjukkan kedua jenis bambu memiliki kerapatan pada bagian pangkal dan tengah tidak berbeda, yang berbeda pada bagian ujung, umumnya posisi ketinggian bambu

terbatasnya jenis produk dari hasil hutan rakyat bambu padahal hutan bambu di desa. Pondok buluh memiliki potensi yang