PENGARUH MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
DI PEMBIBITAN
EDI HANDOKO
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
DI PEMBIBITAN
SKRIPSI
OLEH : EDI HANDOKO
050301022 BDP - AGRONOMI
PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH MEDIA TANAM DAN PEMBERIAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
DI PEMBIBITAN
SKRIPSI
OLEH :
EDI HANDOKO 050301022 BDP - AGRONOMI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S1) di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
PROGRAM STUDI AGRONOMI DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Pupuk NPK (16:16:16) Terhadap Pertumbuhan kakao di Pembibitan
Nama : Edi Handoko
Nim : 050301022
Departemen : Budi Daya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui oleh, Komisi Pembimbing :
(Ir. Balonggu Siagian, MS) (Ir. Irsal , MP Ketua Anggota
)
Mengetahui,
Ketua Departemen Budi Daya Pertanian (Ir. Edison Purba, Ph. D)
ABSTRACT
EDI HANDOKO : The influence of Planting Media and Present of NPK Manure (16:16:16) To Growth of Cacao (Theobroma cacao L.) in Nursery, leader by BALONGGU SIAGIAN and IRSAL.
The design of the experiment was randomized block design arranged in factorial patttern with two factors. The first factor is planting media, 100% subsoil, 75% subsoil + 25% trichokompost, 50% subsoil + 50% trichokompost, and 25% subsoil + 75% trichokompos. The second factor present of NPK Manure (16:16:16), 0,0 g/polibag, 2,5 g/polibag, 5,0 g/polibag, 7,5 g/polibag. The Parameter observed includes plant hight (cm), number leafs (sheet), diameter of stem (mm), total of broad leaf (cm2), fresh and dry weight of crown (g) fresh and dry weight of root (g).
The result of reseach showed that planting media influential significantly on plant height, number of leafs ,diameter of stem, total of broad leaf, fresh and dryweight of crown,fresh and of root. Present of manure in fluential significantly to total of broad leaf, influentialunsignificantly to plant height, number of leaf, diameter of stem,fresh and dryweight of crown, fresh and dryweight of root. Interaction between planting media presnt of manure influential significantly to plant height, diameter of stem, total of broad leaf. The best taraf combination is planting M2P1 with 50% subsoil + trichokompost increased present of manure P1 2,5g/polibag.
ABSTRAK
EDI HANDOKO : Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Pupuk NPK (16:16:16) Terhadap Pertumbuhan kakao(Theobroma cacao L.) di Pembibitan, di bimbing oleh BALONGGU SIAGIAN dan IRSAL.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah media tanam, yaitu 100% Subsoil, 75% Subsoil + 25% Trichokompos, 50% Subsoil + 50% Trichokompos dan 25% Subsoil + 75% Trichokompos. Faktor kedua adalah pemberian pupuk NPK (16:16:16) yaitu : 0,0 g/polibag, 2,5 g/polibag, 5,0 g/polibag, 7,5 g/polibag. Parameter yang diamatai meliputi tinggi bibit (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), total luas daun (cm2), bobot basah dan kering tajuk (g), serta bobot basah dan kering tajuk (g).
Hasil penelitian menunjukka n bahwa media tanam berpengaruh nyata pada tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang, total luas daun, bobot basah dan kering tajuk, serta bobot basah dan kering akar. Pemberian pupuk berpengaruh nyata pada total luas daun, berpengaruh tidak nyata pada tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang, bobot basah kering tajuk, bobot basah kering akar. Interaksi antara media tanam dan pemberian pupuk berpengaruh nyata pada tinggi bibit, diameter batang, total luas daun. Kombinasi perlakuan terbaik adalah taraf kombinasi M2P1 campuran 50% subsoil + 50% trichokompos ditambah pemberian pupuk 2,5 g/polibag.
RIWAYAT HIDUP
Edi Handoko dilahirkan di Sawit Seberang pada tanggal 28 April 1986
putra dari Ayah P. Sembiring, dan Ibu Tuminem. Penulis merupakan putera
kelima dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 056625 Kebun
Sayur pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan ke MTs S TPI Sawit
Seberang Kabupaten Langkat, selesai pada tahun 2002, dan pada tahun 2005
penulis menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah TPI Sawit Seberang
Kabupaten langkat. Kemudian lulus seleksi masuk USU melalui jalur SPMB.
Penulis memilih program studi Agronomi Departemen Budidaya Pertanian,
Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan. Penulis juga pernah mengikuti organisasi
diantaranya BKM Al- Mukhlisin FP USU sebagai staf Infotas pada tahun
2006-2007, sebagai Wakil Bendahara Umum (07-08), staf Kaderisasi (08-09), Tim
Mentoring Agama Islam FP USU pada tahun 2008-2010, DPW KAM RABBANI
FP USU sebagai staf kajian dan Strategi pada tahun 2006- 2007, staf Kaderisasi
(07-08), KAMMI Komisariat USU sebagai Ketua Departemen Dana dan Usaha
pada tahun 2008-2009, dan KAMMDA SUMUT sebagai staf HUMAS pada tahun
2009-2011
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) pada tahun 2009 di
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt, karena atas berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul dari skripsi ini adalah
‘Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Pupuk NPK (16:16:16) Terhadap Pertumbuhan
kakao (Theobroma cacao L.) di Pembibitan’.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Balonggu Siagian, MS dan
Bapak Ir. Irsal, MP selaku ketua dan anggota komisi pembimbing penulis, yang telah
membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi ini, dan seluruh pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih yang teramat besar kepada
kedua orang tua penulis, ayahanda P. Sembiring dan Ibunda Tuminem yang tercinta,
atas kasih sayang baik moril, materil, maupun doa yang telah diberikan selama
penyelesaian skripsi ini. Juga kepada abangda Bambang Hermanto Sembiring, ST,
Bambang Harimurianto Sembiring, SE, Kristian Wahyudi Sembirng, SP serta kakanda
tercinta Sri Hartini Br Sembiring, Spd yang telah mendukung dan memberi
semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Tak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada teman-teman ARMYPLANT 2005, BKM Al-Mukhlisin, KAMMI
USU, KAMMDA SUMUT, DPW KAM RABBANI dan seluruh pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan, yang telah membantu dan memberi semangat kepada penulis
selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
Kegunaan Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA ... 5
Kompos Tandan Kelapa Sawit ...14
Trichoderma ...14
Trichokompos ...15
Pemberian Pupuk NPK (16:16:16) ...17
BAHAN DAN METODE ...21
Aplikasi pupuk NPK (16:16:16) ...25
Pemeliharaan Tanaman ...25
Penyiraman ...25
Penyiangan ...25
Pengendalian Hama dan Penyakit...25
Tinggi Bibit (cm)...26
Jumlah Daun (helai) ...26
Diameter Batang (mm) ...26
Total Luas daun (cm2) ...26
Bobot Basah Tajuk (g) ...27
Bobot Basah Akar (g) ...27
Bobot Kering Tajuk (g) ...27
Bobot Kering Akar (g) ...27
HASIL DAN PEMBAHASAN...27
Hasil ...27
Pembahasan ...71
KESIMPULAN DAN SARAN...79
Kesimpulan ...79
Saran ...79
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 1. Rataan tinggi bibit kakao dengan berbagai perlakuanm media
tanam dan pemberian pupuk NPK pada umur 16MST ...28
2. Rataan jumlah daun kakao dengan bernagai perlakuan media tanam dengan pemebrian pupuk NPK pada umur 4 s/d 16
MST...37
3. Rataan diameter batang kakao dengan berbagai perlakuanm
media tanam dan pemberian pupuk NPK pada umur 4 s/d16MST ...43
4. Rataan total luas daun pada perlakuan media tanam dan
pemberian pupuk NPK ...48
5. Rataan bobot basah tajuk pada perlakuan media tanam dan
pemberian pupuk NPK ...53
6. Rataan bobot basah akar pada perlakuan media tanam dan
pemberian pupuk NPK ...58
7. Rataan bobot kering tajuk pada perlakuan media tanam dan
pemberian pupuk NPK ...63
8. Rataan bobot kering akar pada perlakuan media tanam dan
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Hubungan trichokompos dengan Tinggi Bibit pada umur 16 MST ... 31
2. Hubungan pupuk NPK dengan Tinggi Bibit pada umur 16
MST ... 32
3. Hubungan Tinggi Bibit dengan pupuk NPK pada berbagai
taraf pemberian trichokompos umur pada 16 MST ... 33
4. Hubungan Tinggi Bibit dengan trichokompos pada berbagai
taraf pemberian pupuk NPK umur pada 16 MST ... 34
5. Hubungan trichokompos dengan jumlah daun pada umur 16 MST ... 38
6. Hubungan pupuk NPK dengan Jumlah Daun pada umur 16
MST ... 39
7. Hubungan trichokompos dengan Diameter Batang pada umur 16 MST ... 44
8. Hubungan pupuk NPK dengan Diameter Batang pada umur
16 MST ... 45
9. Hubungan Diameter Batang Dengan Pupuk NPK Pada
Berbagai taraf pemberian trichokompos pada umur 16 MST... 46
10.Hubungan Diamter Batang dengan trichokompos pada
berbagai taraf pemberian pupuk NPK pada umur 16 MST ... 47
11.Hubungan trichokompos dengan Total Luas daun pada umur
16 MST ... 49
13.Hubungan Total Luas Daun dengan pupuk NPK pada
berbagai taraf pemberian trichokompos umur pada 16 MST ... 51
14.Hubungan Total Luas Daun dengan trichokompos pada
berbagai taraf pemberian pupuk NPK umur pada 16 MST ... 52
15.Hubungan trichokompos dengan Bobot Basah Tajuk pada
umur 16 MST ... 54
16.Hubungan pupuk NPK dengan Bobot Basah Tajuk pada
umur 16 MST ... 55
17.Hubungan Bobot Basah Tajuk dengan pupuk NPK pada
berbagai taraf pemberian trichokompos umur pada 16 MST ... 56
18.Hubungan Bobot Basah Tajuk dengan trichokompos pada
berbagai taraf pemberian pupuk NPK umur pada 16 MST ... 57
19.Hubungan trichokompos dengan Bobot Basah Akar pada
umur 16 MST ... 59
20.Hubungan pupuk NPK dengan Bobot Basah Akar pada umur
16 MST ... 60
21.Hubungan Bobot Basah Akar dengan pupuk NPK pada
berbagai taraf pemberian trichokompos umur pada 16 MST ... 61
22.Hubungan Bobot Basah Akar dengan trichokompos pada
berbagai taraf pemberian pupuk NPK umur pada 16 MST ... 62
23.Hubungan trichokompos dengan Bobot Kering Tajuk pada
umur 19 MST ... 64
24.Hubungan pupuk NPK dengan Bobot Kering Tajuk pada
umur 19 MST ... 65
25.Hubungan trichokompos dengan Bobot Kering Akar pada
umur 19 MST ... 67
26.Hubungan pupuk NPK dengan Bobot Kering Akar pada
27.Hubungan Bobot Kering Akar dengan pupuk NPK pada
berbagai taraf pemberian trichokompos umur pada 19 MST ... 69
28.Hubungan Bobot Kering Akar dengan trichokompos pada berbagai taraf pemberian pupuk NPK umur pada 19 MST ... 70
29.Perkecambahan Kakao ... 116
30.Lahan Penelitian ... 116
31.Bibit kakao pada Media M0 dan Pemberian Pupuk... 117
32.Bibit kakao pada Media M1 dan Pemberian Pupuk... 117
33.Bibit kakao pada Media M2 dan Pemberian Pupuk... 118
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Deskripsi tanaman kakao Lindak ...83
2. Data hasil Analisis subsoil ...84
3. Data Hasil Analisis Trichokompos TKKS ...85
4. Rangkuman Uji Beda Rataan ...86
5. Bagan penelitian ...88
6. Jadwal Kegiatan Penelitian ...89
7. Data Tinggi Bibit 4 MST (cm) ...90
8. Sidik Ragam Tinggi Bibit 4 MST ...90
9. Data Tinggi Bibit 6 MST (cm) ...91
10.Sidik Ragam Tinggi Bibit 6 MST ...91
11.Data Tinggi Bibit 8 MST (cm) ...92
12.Sidik Ragam Tinggi Bibit 8 MST ...92
13.Data Tinggi Bibit 10 MST (cm) ...93
14.Sidik Ragam Tinggi Bibit 10 MST ...93
15.Data Tinggi Bibit 12 MST (cm) ...94
16.Sidik Ragam Tinggi Bibit 12 MST ...94
17.Data Tinggi Bibit 14 MST (cm) ...95
18.Sidik Ragam Tinggi Bibit 14 MST ...95
19.Data Tinggi Bibit 16 MST (cm) ...96
20.Sidik Ragam Tinggi Bibit 16 MST ...96
21.Data Jumlah Daun 4 MST (Helai) ...97
22.Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST ...97
23.Data Jumlah Daun 6 MST (Helai) ...98
24.Sidik Ragam Jumlah Daun 6 MST ...98
25.Data Jumlah Daun 8 MST (Helai) ...99
26.Sidik Ragam Jumlah Daun 8 MST ...99
27.Data Jumlah Daun 10 MST (Helai) ...100
28.Sidik Ragam Jumlah Daun 10 MST...100
30.Sidik Ragam Jumlah Daun 12MST ...101
31.Data Jumlah Daun 14 MST (Helai) ...102
32.Sidik Ragam Jumlah Daun 14 MST...102
33. Jumlah Daun 16 MST (Helai) ...103
34.Sidik Ragam Jumlah Daun 16 MST...103
35.Data Diameter Batang 4 MST (mm) ...104
36.Sidik Ragam Diameter Batang 4 MST ...104
37.Data Diameter Batang 6 MST (mm) ...105
38.Sidik Ragam Diameter Batang 6 MST ...105
39.Data Diameter Batang 8 MST (mm) ...106
40.Sidik Ragam Diameter Batang 8 MST ...106
41.Data Diameter Batang 10 MST (mm) ...107
42.Sidik Ragam Diameter Batang 10 MST ...107
43.Data Diameter Batang 12 MST (mm) ...108
44.Sidik Ragam Diameter Batang 12 MST ...108
45.Data Diameter Batang 14 MST (mm) ...109
46.Sidik Ragam Diameter Batang 14 MST ...109
47.Data Diameter Batang 16 MST (mm) ...110
48.Sidik Ragam Diameter Batang 16 MST ...110
49.Data Total Luas Daun (cm2) ...111
50.Sidik Ragam Diameter Batang 16 MST (cm2) ...111
51.Data Bobot Basah Tajuk (g) ...112
52.Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk (g)...112
53.Data Bobot Basah Akar (g) ...113
54.Sidik Ragam Bobot Basah Akar(g) ...113
55.Data Bobot Kering Tajuk (g) ...114
56.Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk (g) ...114
57.Data Bobot Kering Akar (g) ...115
58.Sidik Ragam Bobot Kering Akar (g)...115
ABSTRACT
EDI HANDOKO : The influence of Planting Media and Present of NPK Manure (16:16:16) To Growth of Cacao (Theobroma cacao L.) in Nursery, leader by BALONGGU SIAGIAN and IRSAL.
The design of the experiment was randomized block design arranged in factorial patttern with two factors. The first factor is planting media, 100% subsoil, 75% subsoil + 25% trichokompost, 50% subsoil + 50% trichokompost, and 25% subsoil + 75% trichokompos. The second factor present of NPK Manure (16:16:16), 0,0 g/polibag, 2,5 g/polibag, 5,0 g/polibag, 7,5 g/polibag. The Parameter observed includes plant hight (cm), number leafs (sheet), diameter of stem (mm), total of broad leaf (cm2), fresh and dry weight of crown (g) fresh and dry weight of root (g).
The result of reseach showed that planting media influential significantly on plant height, number of leafs ,diameter of stem, total of broad leaf, fresh and dryweight of crown,fresh and of root. Present of manure in fluential significantly to total of broad leaf, influentialunsignificantly to plant height, number of leaf, diameter of stem,fresh and dryweight of crown, fresh and dryweight of root. Interaction between planting media presnt of manure influential significantly to plant height, diameter of stem, total of broad leaf. The best taraf combination is planting M2P1 with 50% subsoil + trichokompost increased present of manure P1 2,5g/polibag.
ABSTRAK
EDI HANDOKO : Pengaruh Media Tanam dan Pemberian Pupuk NPK (16:16:16) Terhadap Pertumbuhan kakao(Theobroma cacao L.) di Pembibitan, di bimbing oleh BALONGGU SIAGIAN dan IRSAL.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah media tanam, yaitu 100% Subsoil, 75% Subsoil + 25% Trichokompos, 50% Subsoil + 50% Trichokompos dan 25% Subsoil + 75% Trichokompos. Faktor kedua adalah pemberian pupuk NPK (16:16:16) yaitu : 0,0 g/polibag, 2,5 g/polibag, 5,0 g/polibag, 7,5 g/polibag. Parameter yang diamatai meliputi tinggi bibit (cm), jumlah daun (helai), diameter batang (mm), total luas daun (cm2), bobot basah dan kering tajuk (g), serta bobot basah dan kering tajuk (g).
Hasil penelitian menunjukka n bahwa media tanam berpengaruh nyata pada tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang, total luas daun, bobot basah dan kering tajuk, serta bobot basah dan kering akar. Pemberian pupuk berpengaruh nyata pada total luas daun, berpengaruh tidak nyata pada tinggi bibit, jumlah daun, diameter batang, bobot basah kering tajuk, bobot basah kering akar. Interaksi antara media tanam dan pemberian pupuk berpengaruh nyata pada tinggi bibit, diameter batang, total luas daun. Kombinasi perlakuan terbaik adalah taraf kombinasi M2P1 campuran 50% subsoil + 50% trichokompos ditambah pemberian pupuk 2,5 g/polibag.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu memberikan
kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Komoditas kakao
menempati peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa
negara, setelah komoditas CPO dan karet. Pada tahun 2006 ekspor kakao
mencapai US$ 975 juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya dan
pada tahun 2009 juga mengalami peningkatan mencapai US$ 1,719 juta atau
meningkat 35,6% (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007).
Di Indonesia tanaman kakao diperkenalkan oleh orang Spanyol pada tahun
1560 di Minahasa, Sulawesi. Ekspor dari pelabuhan Manado ke Manila di mulai
tahun 1825 hingga 1838 sebanyak 92 ton. Nilai ekspor tersebut dikabarkan
menurun karena adanya serangan hama pada tanaman kakao. Tahun 1919
Indonesia mamapu mengekspor sampai 30 ton, tetapi setelah tahun 1928 ternyata
ekspor tersebut terhenti (Hartobudoyo, 1995).
Dari biji-biji kakao ini, dengan perlakuan pascapanen, termasuk proses
pengolahan dan pengeringan akan dihasilkan biji-biji kakao kering yang siap
dikirim ke pabrik pengolah (prosesor). Oleh pengolahan, biji kakao diolah
menjadi produk-produk setengah jadi dan produk-produk sudah jadi
(Soedarsono, 1995).
Kakao Indonesia mengalami perkembangan cukup pesat. Tahun
1969-1970, produksi kakao Indonesia hanya sekitar 1 ton atau peringkat ke-29 dunia
(FAO,1972) kemudian meningkat menjadi sekitar 16 ton atau peringkat ke-16
Iklim dan kontur tanah Indonesia khusunya di Sumatera sangat sesuai
untuk pengembangan tanaman kakao. Hal ini dapat dibuktikan dengan luas lahan
yang terus meningkat dan produktivitas yang terus membaik. Harga komoditas ini
juga terus meningkat dan berada pada level yang tinggi yang menyebabkan
banyak petani beralih ke komoditas ini (Suryani dan Zulfebriansyah, 2007).
Menurut Mulyani dkk (2001) tanah yang digunakan untuk pembibitan
kakao adalalah tanah subsoil yang banyak tersedia dan dapat digunakan sebagai
media tumbuh bagi bibit, namun lapisan tanah bawah ini miskin bahan organik.
Selain itu tumpukan partikel liat yang berbentuk koloid dan bahan mineral seperti
Fe, Al, Ca, dan S menjadikan lapisan ini lebih padat,sehingga menghambat
pergerakan udara dan air.
Penambahan bahan organik sebagai pupuk kedalam tanah yang miskin
hara seperti tanah lapisan bawah (subsoil) yang digunakan sebagai media tumbuh
bibit dapat dilakukan dengan pemberian trichokompos. Sutedjo dan Kartasapoetra
(1991) yang menyatakan kompos merupakan hasil pelapukan dari bahan-bahan
yang berasal dari tumbuhan dan hewan yang merupakan gudang nutrisi bagi
tanaman.
Trichokompos merupakan semua bahan organik yang dalam proses
pengomposannya ditambahkan dengan mikro organisme (cendawan antagonis
Trichoderma). Trichoderma selain sebagai dekomposer juga berfungsi untuk
pengendali organisme pengganggu tanaman (OPT) tular tanah dan sebagai zat
pengatur tumbuh. Tricokompos berbahan tandan kosong kelapa sawit ini
diharapkan dapat dijadikan alternatif pengganti pupuk kimia serta dapat
Trichokompos TKKS mengandung unsur hara makro dan mikro lengkap
yang berfungsi untuk memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menyimpan air
tanah lebih lama dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap air.Tanah menjadi
gembur dan tidak padat, aerasi tanah bagus, penyimpanan unsur hara oleh
tanaman menjadi lebih mudah.Menambah daya serap air dan memperbaiki
kehidupan mikroorganisme dalam tanah. Harga relatif lebih murah dan dapat
dibuat sendiri serta ramah lingkungan. Produktivitas dengan menggunakan
trichokompos hasil lebih meningkat 1-2 ton/ha(Dinas Pertanian Jambi, 2009).
Pupuk NPK merupakan hara penting bagi tanaman. Nitrogen merupakan
unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat
diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif
tanaman seperti daun, batang dan akar. Nitrogen merupakan komponen penyusun
dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam asam amino. Karena
setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah
protein maka nitrogen merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Fosfor
berperan dalam berbagai proses fisiologis di dalam tanaman seperti fotosintesis
dan respirasi dan sangat membantu perkembangan perakaran dan mengatur
pembungaan. Kalium berperan dalam aktivitas berbagai enzim yang esensial
dalam reaksi – reaksi fotosintesis dan respirasi serta untuk enzim yang terkait
dalam sintesis protein dan pati (Lakitan, 1993).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh media tanam dan pemberian pupuk NPK
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh media tanam dan pemberian pupuk
NPK (16:16:16) terhadap pertumbuhan kakao dipembibitan.
Hipotesa Penelitian
Ada pengaruh trichokompos TKKS media tanam dan pemberian pupuk
NPK (16:16:16) serta interaksi kedua faktor tersebut.
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman kakao adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Malvales
Family Sterculiaceae
Genus : Theobroma
Spesies : Theobroma cacao L.
Akar tanaman kakao adalah surface root feeder, artinya sebagian besar
akar lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada
kedalaman tanah (jeluk) 0-30 cm. Menurut Himme (cit. Smyth, 1960), 56 % akar
lateral tumbuh pada jeluk 0-10 cm, 26% pada jeluk 11-20 cm, 14% pada jeluk
21-30 cm dan hanya 4% tumbuh pada jeluk diatas 21-30 cm dari permukaan tanah.
Jangkauan jelajah akar lateralnya dinyatakan jauh di luar proyeksi tajuk.
Ujungnya membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya ruwet/intricate
(Anonimous, 2004).
Tanaman kakao asal biji , setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan
berhenti tumbuh dan akan membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat
percabangan dari pola percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya terdapat
pertumbuhan ortotrop karena ruas-ruasnya tidak memanjang. Pada ujung tunas
tersebut stipula (semacam sisik yang terdapat pada kuntum bunga) dan kuncup
ketiak daun serta tunas daun tidak berkembang. Dari ujung perhentian tersebut
kemudian tumbuh 3-6 cabang yang arah pertumbuhannya condong ke samping
membentuk sudut 0-60° dengan arah horizontal. Cabang-cabang itu disebut
dengan cabang-cabang primer (cabang plagiotrop). Pada cabang primer tersebut
kemudian tumbuh pada cabang-cabang lateral (fan) sehingga tanaman membentuk
tajuk-tajuk yang rimbun (Soenaryo, 1983).
Pada tanaman kakao dewasa sepanjang batang pokok tumbuh wiwilan atau
tunas air (chupon). Dalam teknik budidaya yang benar, tunas air ini selalu
dibuang, tetapi pada tanaman kakao liar, tunas air tersebut akan membentuk
batang dan jorket yang baru sehingga tanaman mempunyai jorket yang tersusun
(Mamangkey, 1983).
Sama dengan sifat percabangannya, daun kakao juga bersifat dimorfis (dua
bentuk percabangan). Pada tunas ortotrop, tangkai daunnya panjang, yaitu 7,5-10
cm sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5
cm. Tangkai daunnya berbentuk silinder dan bersisik halus, bergantung pada
tipenya (Soenaryo, 1983).
Bentuk helaian daun memanjang (oblongus), ujung daun meruncing
(acuminatus) dan pangkal daun runcing (acutus). Susunan tulang daun menyirip
dan tulang daun menonjol ke permukaan bawah helai daun. Tepi daun rata, daging
daun tipis tetapi kuat seperti perkamen. Warna daun dewasa hijau tua bergantung
pada kultivarnya. Panjang daun dewasa 30 cm dan lebarnya 10 cm. Permukaan
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama
lain, 5 daun mahkota, 10 tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkar yang tersusun
dari 5 tangkai sari tetapi hanya 1 tangkai sari yang fertil, dan 5 daun buah yang
bersatu. Bunga kakao berwarna putih, ungu atau kemerahan. Warna yang kuat
terdapat pada benang sari dan daun mahkota. Warna bunga ini khas untuk setiap
kultivar. Tangkai bunga kecil tetapi panjang (1-1,5 cm). Daun mahkotanya
panjang 6-8 mm, terdiri atas dua bagian. Bagian pangkal berbentuk seperti kuku
binatang (claw) dan biasanya terdapat dua garis merah. Bagian ujung berupa
lembaran tipis, fleksibel dan berwarna putih (Hartobudoyo, 1995).
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua
macam warna. Buah yang ketika masih muda berwarna hijau atau hijau agak putih
jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda
berwarna merah, setelah masak berwarna jingga/orange (Tjitrosoepomo, 1988).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya
berselang-seling. Pada tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buah tebal
tetapi lunak dan permukaannya kasar. Sebaliknya pada tipe forasero, permukaan
kulit buah pada umumnya halus (rata), kulitnya tipis tetapi keras dan liat
(Hartobudoyo, 1995).
Kulit buah tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya
beragam, yaitu 20-50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji
pada poros lembaga (embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dau
ungu untuk tipe forastero (Ananimous, 2004).
Menurut Sunanto (1992), tanaman kakao yang akan diambil bibitnya atau
benih yang bagus sebaiknya dari kebun induk yang mempunyai sifat-sifat:
1. Kondisinya sehat
2. Pertumbuhannya normal dan kokoh
3. Menghasilkan Produksi tinggi, antara 70-90 tongkol/pohon/tahun
4. Berumur antara 12-18 tahun.
Pada umumnya biji diambil dari bagian tengahnya sebagai benih, karena
besarnya seragam sehingga diharapkan pertumbuhannya akan seragam. Perlu
diketahui biji kakao tidak mempunyai masa istirahat (dormansi), sehingga biji
yang disiapkan untuk benih harus segera dikecambahkan atau langsung di polibag
(Syamsyulbahri, 1996).
Syarat Tumbuh
Iklim
Pada umumnya kakao diusahakan pada ketinggian kurang dari 300 m dpl.
Suhu maksimal untuk kakao sekitar 300 C – 320 C, sedangkan suhu minimum
sekitar 180 C – 210 C. bila suhu terlalu tinggi menyebabkan hilangnya dominansi
apikal, dan tunas ketiak daun tumbuh menjadi daun kecil – kecil. Sedangkan suhu
yang terlalu rendah menyebabkan daun seperti terbakar dan bunga mengering
(Anonimous, 2004).
Daerah penghasil kakao memiliki kelembaban relatif maksimum 100%,
mempengaruhi evapotranspirasi menjadi lebih cepat, sedangkan kelembaban yang
tinggi mengundang perkembangan senyawa patogen (Tumpal, 1989).
Daerah produsen kakao umumnya memiliki curah hujan berkisar antara
1250 – 3000 mm tiap tahun. Curah hujan yang kurang dari 1250 – 3000 mm akan
terjadi evapotranspirasi melebihi presipitasi. Di daerah yang keadaan iklimnya
demikian dianjurkan tidak menanam kakao kecuali ada irigasi seperti di Colombia
dan Peru. Curah hujan yang melebihi dari 2500 mm tiap tahun akan
meningkatkan serangan penyakit busuk buah Phytophtora dan VSD (Vascular
Streak Dieback). Di samping itu, akan terjadi pencucian atau leaching yang berat
terhadap tanah, sehingga akan menurunkan kesuburan tanah, pH turun dan
petukaran kation rendah (Susanto, 1994).
Sinar matahari merupakan sumber energi bagi tanaman dalam proses
fotosintesa. Namun kebutuhan sinar matahari tergantung dari besar kecilnya
tanaman. tanaman muda yang baru ditanam memerlukan sinar matahari sekitar
25% - 35% dari sinar matahari penuh. Sedangkan untuk tanaman dewasa atau
yang sudah berproduksi kebutuhan sinar matahari makin besar yaitu 65% - 75%.
Hal ini dapat diperoleh dengan cara mengatur tanaman penaung
(Soil Improvement Committee 1998).
Daun kakao umumnya lebih besar dibandingkan dengan daun kopi,
sehingga akan lebih muda rusak bila diterpa angin kencang. Terutama daun yang
muda akan mudah robek dan terjadi defoliasi. Hal ini akan lebih berat bila sifat
angin itu kering dan kencang, kecepatan angin mulai merusak dan merugikan
tanaman kakao apabila lebih dari 4 m tiap detik atau sekitar 15 km tiap jam
Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH 4,0 –
8,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0 – 7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah
dapat tersedia bagi tanaman. pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0
kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn
dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).
Tanaman kakao menghendaki tanah yang memiliki kapasitas pertukaran
kation minimum sebesar 12 me/100 gram tanah. Di samping itu kejenuhan basa
atau persentase kation Ca, Mg, K dan Na yang terdapat pada permukaan partikel
tanah minimal 35%. Untuk dapat mencukupi kebutuhan unsur hara yang diserap
tanaman, maka unsur hara dalam tanah harus mencapai kadar tertentu
(Tumpal, 1989).
Tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah tanah yang bila musim
hujan drainase baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat
terpenuhi bila tanah dapat memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar
50%, Fraksi debu sekitar 10% - 20 %, dan fraksi lempung 30% - 40%. Jadi tekstur
yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat
berpasir (Anonimous, 1991).
Pada tanah ringan atau tanah berpasir walaupum drainasenya baik, tetapi
jika kapasitas menyimpan air dan kation basa sangat rendah, maka tanaman akan
mengalami kekeringan dan kurus karena kekurangan unsur hara. Sebaliknya, pada
tanah lempung yang berat dan drainasenya jelek, maka aerase tanah juga tidak
baik. Aerase sangat penting bagi perakaran kakao, yaitu untuk proses respirasi dan
penyerapan lengas serta unsur hara tanaman.tanah latosol dengan fraksi liat yang
lempung liat, walaupum mengandung kerikil, masih baik untuk tanaman kakao
(Anonimous, 2004).
Tanaman kakao dapat tumbuh dan berproduksi pada jenis tanah ultisol
yang dikenal dengan solum tanahnya antara 1,3-5,0 m, tanah podsolik merah
hingga kuning, teksturnya lempung berpasir sampai lempung liat, gembur,
kandungan haranya rendah, tanah andosol dapat dikenal dengan solum tanah yang
tebal antara 1-2 m, berwarna hitam kelabu sampai coklat tua (Widya, 2008).
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir
dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan
demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah.
Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air
dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar
(Siregar, dkk, 1997).
Media Tanam
Media tanam merupakan tempat melekatnya tanaman. Untuk pertumbuhan
akar tanaman yang sempurna, media tanam harus didukung oleh drainase dan
aerasi yang baik. Drainase yang baik menjadikan akar-akar tanaman lebih leluasa
bernapas sehingga optimal dalam menyerap unsur-unsur hara yang dibutuhkan
(Anonimus,2007).
Pertumbuhan kakao di lapangan sangat ditentukan oleh pertumbuhan
tanaman tanaman selama pembibitan. Media tanam merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Penggunaan
media tanaman yang banayak mengandung bahan organik sangat menguntungkan
pembibitan kakao adalah berupa campuran antara tanah dan pupuk organik
(Sudirja dkk, 2005).
Ada 4 fungsi media tanah yang harus mendukung pertumbuhan tanaman
yang baik yaitu, sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang
tersedia bagi tanaman, dapat melakukan pertukaran udara antara atmosfer di atas
media, dan terakhir harus dapat menyokong tanaman (Nelson, 1981).
Jenis tanah berhubungan sangat erat dengan plastisitas, permeability,
kekerasan, kemudahan oleh kesuburan dan produktivitas tanah pada daerah
geografik tertentu akan tetapi berhubungan adanya variasi yang terdapat dalam
sistem mineralogi fralisi tanah, maka belum berlaku untuk semua jenis tanah di
permukaan bumi (Foth, 1984).
Agregat tanah dapat terbentuk karena flokulasi (penyusunan partikel tanah
secara tidak beraturan tapi saling bersinggungan). Dengan demikian jenis kation
yang berada di dalam tanah akan sangat mempengaruhi proses pembentukan
tanah. Tanah yang banyak mengandung Ca2+ mempunyai struktur yang baik.
Kation Ca2+ dapat memperbaiki stuktur tanah karena Ca mampu memflokulasi
koloid tanah. Kalsium juga memperbaiki struktur tanah secara tidak langsung,
dalam hal ini kalsium mempengaruhi mikroba tanah dan penguraian bahan
organik serta pengikatan antara bahan organik dan liat. Di samping itu kalsium di
dalam tanah juga dapat berfungsi langsung sebagai bahan semen atau perekat
Subsoil
Pada umumnya sub soil adalah merupakan bagian tanah yang lembab yang
biasanya bersifat asam dan kurang subur. Pada daerah yang curah hujannya
rendah, sub soil biasanya cukup mengandung hara tertentu (Brady, 1984).
Horison B atau sub soil disebut juga dengan zona penumpukan. Horison
ini memiliki bahan organik yang lebih sedikit dibandingkan dengan horison A,
tetapi lebih banyak mengandung unsur hara yang tercuci daripada horison A.
Tumpukkan partikel liat yang berbentuk dan bahan mineral seperti Fe, Al, Ca dan
S, menjadikan tanah ini menjadi lebih padat (California Fertilizer Association
(CFA) (Novizan, 2005).
Menurut Sarwono (1994), tanah ultisol memang kurang baik untuk isi pot
karena kandungan bahan organiknya sedikit dan kandungan liatnya cukup tinggi.
Namun demikian bukan berarti tanah ini tidak bisa dipakai, tetapi perlu
penambahan bahan lain. Salah satu cara menggunakan tanah sub soil adalah
dengan mencampur tanah ini dengan pasir dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1. Sedangkan salah satu kebun pembibitan, menggunakan
campuran tanah sub soil, kompos dan sekam.
Secara umum PH tanah ultisol yaitu 5,49 dengan kriteria asam, kandungan
N 0,18%, KTK 13,13 me/100 g, Aldd 0,02 me/100g. Kriteria tanah ultisol
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
- Daya simpan dan daya isap air sangat tinggi
- Kapasitas penyangga basa sangat besar
- Tersediannya fosfat, Mo, Mg, Ca, dan Kreditor rendah
- Kegiatan mikroba pengikat menurun
- Kandungan P, N dan Mo rendah
- Dapat disertai kekurangan S, Cu
(Kuswandi, 2005).
Pada tanah ultisol kondisi masam, aluminiumnya akan tertarik keluar
struktur liat dan menduduki muatan negatif yang kosong. Aluminiumdapat ditukar
(Aldd) ini diapsorpsi sangat kuat oleh koloid tetapi berada dalam keseimbangan
ion-ion Al3+ dalam larutan tanah. Hidrolisis Al menghasilkan Al-Hidroksida dan
ion-ion pengasaman tanah, oleh karena itu sumber utama ion-ion H+ pada tanah
ultisol adalah hdrolisis (Hanafiah,2005).
Kompos Tandan kosong Kelapa Sawit
Kompos tandan kosong sawit (TKS) merupakan salah satu bahan organik
yang bahan bakunya tersedia cukup banyak pada pengelolaan perkebunan kelapa
sawit. Selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah terutama berperan dalam
memperbaiki struktur tanah, kompos TKS juga memiliki kandungan hara yang
dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kompos TKS yang
halus mempunyai kandungan hara C sebesar 35,1%, N 2,34 %, C/N 15 %, P 0,31
%, K 5,53%, Ca 1,46%, dan Mg 0,96 % (PPKS, 2008).
Trichoderma
Trichoderma adalah mikro organisme berupa jamur yang banyak terdapat
di lahan. Jamur ini juga tersebar luas terutama didaerah perakaran, tetumbuhan,
hidup dalam tanah dan kayu mati. Jamur ini hidup diberbagai tempat. Mudah
ditemukan, dan berkembang dengan cepat. Trichoderma dikenal dengan konidia
jamur berwarna hijau (Rivai, 1969)
Trichoderma merupakan salah satu spesies trichoderma yang banyak
dijumpai dilingkungan pertanian sebagai jamur pengurai. Jamur ini merupakan
salah satu jamur antagonis dan dapat berguna untuk mengendalikan berbagai
jamur patogen lainnya dan telah dikenal semenjak tahun 1930 (Chet, et.al, 2008).
Trichokompos
Trichokompos merupakan gabungan antara trihoderma dan kompos atau
pupuk organik yang mengandung trihoderma. Jamur trichoderma mampu
menghambat perkembangan hama dan penyakit pada tanaman, karena berpotensi
sebagai agensia hayati yang bersifat antagonis tehadap beberapa patogen tanaman
(Dinas Pertanian Jambi, 2009).
Trichokompos memiliki kelebihan dibanding dengan kompos biasa karena
selain mengandung unsur hara yang tersedia bagi tanaman untuk menjaga kualitas
tanah, juga dapat berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan OPT, dan
juga sebagai biokontrol (pengendali hayati) penyakit tanaman yang menyerang
tanaman pangan, hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias) dan dapat
menghancurkan patogen penyebab penyakit atau mematikan sumber
berkembangnya penyakit, mencegah patogen penyebab penyakit membentuk
koloni (menyatu) dan berkembang kembali dalam tanah, melindungi
perkecambahan biji, dan akar-akar tanaman dari infeksi penyebab penyakit
patogen. Selain itu juga dapat bermanfaat sebagai dekomposer
Trichokompos dapat digunakan dalam pembibitan kelapa sawit dan kakao.
Trichokompos merupakan bahan organik yang mengandung unsur hara utama N,
P, K dan Mg. Selain diperkirakan mampu memperbaiki sifat fisik tanah,
trichokompos diperkirakan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan sehingga
pupuk majemuk yang digunakan untuk pembibitan kakao dapat dikurangi
(Suherman, 2007).
Kalium merupakan pengaktif dari sejumlah besar enzim yang penting
untuk fotosintesis dan respirasi. Kalium mengaktifkan pula enzim yang diperlukan
untuk membentuk pati dan protein. Unsur ini berlimpah jumlahnya sehingga
menjadi penentu utama potensial osmotik sel, dan karena itu juga penentu tekanan
turgornya (Salisbury dan Ross, 1995).
Menurut hasil penelitian PPKS (2008), trichokompos TKKS mampu
memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman, khususnya kelembaban dan
kemampuan tanah mengikat air. Aplikasi trichokompos TKKS meningkatkan pH
tanah hingga 6,3-7,0 jika dikombinasikan dengan pupuk standar (500 mg N, 100
mg P, 500 mg K dan 5 mg Mg per kg tanah bobot kering udara/BKU) atau sekitar
7,1-7,6 jika tanpa ada penambahan pupuk standar. Kenaikan pH ini disebabkan
oleh pH trichokompos TKKS yang tinggi (mencapai pH 8) sehingga
trichokompos TKKS mempunyai potensi digunakan sebagai bahan pembenah
keasaman tanah. Demikian juga kenaikan ketersediaan hara lainnya berkaitan erat
dengan kandungan hara pada kompos yang relatif tinggi.
Keunggulan poses yang dimiliki trichokompos TKKS yaitu proses
pengomposannya lebih cepat hanya membutuhkan waktu dua minggu. Cara
1kg trichoderma untuk 50 kg kompos TKKS, dibiakkna campuran tersebut selama
dua minggu, selama dibiakkan ditutup dengan plastik atau daun, setelah dua
minggu Trichokompos dapat digunakan sebagai pupuk organik (Djuarnani,2007).
Pupuk NPK (16:16:16)
Menurut Hasibuan (2009), pupuk majemuk merupakan pupuk yang
mengandung lebih dari satu unsur (N,P,K). Pupuk NPK terdiri dari pupuk
majemuk tak lengkapdan pupuk majemuk lengkap. Pupuk majemuk tak lengkap
adalah kombinasi dari pupuk yang mengandung unsur pupuk seperti NP, Nk dan
PK, sedangkan pupuk majemuk lengkap ialah pupuk yang mengandungtiga unsur
yakni NPK.
Pupuk NPK saat ini sudah sangat luas, berbagai merek, kualitas, dan
analisis telah tersedia dipasaran. Kendati harganya relatif lebih mahal, pupuk NPK
tetap dipilih karena kandungan haranya lebih lengkap. Efisiensi pemakaian tenaga
kerja pada aplikasi pupuk NPK juga lebih tinggi dari pada aplikasi pupuk tunggal
yang harus diberikan dengan cara campur (Novizan, 2005).
Kandungan unsur hara dalam pupuk majemuk NPK dinyatakan dalam 3
angka yang berturut-turut menunjukkan keadaan N, P2O5, dan K2O. Misalnya
pupuk majemuk NPK (15-25-10) menunjukkan setiap 100 kg pupuk mengandung
15 kg N + 25 kg P2O5 + 10 kg K2O (Hardjowigeno, 2003).
Nitrogen (N) merupakan unsur utama pembentuk protoplasma sel, asam
amino, protein, amida, alkaloid, dan klorofil. Kekurangan nitrogen akan
menurunkan aktifitas metabolisme tanaman yang dapat menimbulkan klorosis.
Fosfor (P) berperan dalam setiap proses fisiologis tanaman, baik yang
menyangkut pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Fungsi lain unsur ini
adalah membentuk ikatan fosfolipid dalam minyak. Kekurangan unsur ini akan
memperlambat proses fisiologis. Kebutuhan unsur P lebih sedikit dibandingkan
dengan N dan K. Untuk menambah produksi buah, unsur P tidak dapat bekerja
sendiri, tetapi akan berkombinasi dengan unsur unsur lainnya. Kalium (K)
merupakan unsur hara terpenting untuk kakao, karena unsur ini paling banyak
ditransfer ke buah. Unsur ini juga berperan sebagai katalisator dalam setiap proses
biokimia dan sebagai regulator dalam proses pembentukan minyak. Pada tanaman
muda, unsur kalium nyata memperbesar perkembangan batang dan mempercepat
panen pertama (Sastrosayono,2005).
Pada masa vegetatif tanaman membentuk tubuhnya agar menjadi tanaman
yang sehat dan kuat sehingga ia menyerap nutrien atau makanan
sebanyak-banyaknya. Pertumbuhan ukuran lingkar batang, panjang dan jumlah tunas batang
baru berlangsung dengan cepat. Dalam masa pertumbuhan tanaman, sepeti juga
pada manusia dan hewan, membutuhkan protein untuk membangun tubuhnya.
Protein diambil dari unsur nitrogen. Contoh pupuk yang banyak dibutuhkan untuk
masa vegetatif adalah urea, NPK (16:16:16), pupuk kandang dan humus
(Prihmantoro, 1997).
Pupuk NPK (nitrogen phosphate kalium) merupakan pupuk majemuk
cepat tersedia yang paling dikenal saat ini. Bentuk pupuk NPK yang sekarang
beredar di pasaran adalah pengembangan dari bentuk-bentuk NPK lama yang
kadarnya masih rendah. Kadar NPK yang banyak beredar adalah 16-16-16 dan
8-20-15. Kadar lain yang tidak terlalu umum beredar adalah 6-12-15, 12-12-12 atau
cukup tinggi dan memadai untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
(Marsono dan Sigit, 2001).
Pupuk majemuk NPK yang satu ini tidak hanya mengandung dua unsur,
tetapi tiga unsur sekaligus yang tidak lain dari gabungan pupuk tunggal N, P, K.
Itulah sebabnya belakangan ini pupuk NPK sangat digemari petani
(Lingga dan Marsono. 2004)
Pupuk NPK yang dibutuhkan pada tanaman kakao NPK dengan
kandungan 16% N, 16% P, 16% K (16:16:16). Pemberian pupuk diberikan pada
usia tanaman kakao di pembibitan berusia 4 minggu. Pupuk NPK yang diberikan
sebanyak 2 sampai 4 gram per tanaman, dengan tujuan untuk menyuburkan
pertumbuhan, pemberian pupuk NPK dilakukan tiap 1 sampai 4 bulan sekali
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di lahan penelitian percobaan Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara,Medan dengan ketinggian tempat + 25 m
dpl dari bulan April 2010 hingga bulan Juli 2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kakao lindak,
polibag ukuran 20 x 30 cm, tanah subsoil dari tanah ultisol, trichokompos TKKS,
pupuk NPK (16:16:16), fungisida, insektisida, bambu sebagai pondasi naungan,
daun nimpah dan sebagai atap naungan, dan bahan-bahan lain yang mendukung
pelaksanaan penelitian.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, gembor, parang,
handsprayer, meteran, jangka sorong, Leaf Area Meter, timbangan digital, oven
dan alat-alat lain yang mendukung pelaksanaan penelitian.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
dua faktor perlakuan, yaitu:
Faktor I : Media Tanam Subsoil dan Trichokompos TKKS (M) dengan
empat taraf, yaitu:
M0 : 100% Subsoil + 0% Trichokompos (Bobot)
M1 : 75% Subsoil + 25% Trichokompos (Bobot)
M2 : 50% Subsoil + 50% trichokompos (Bobot)
Faktor II : Pemberian Dosis Pupuk NPK (16:16:16) (P) dengan empat taraf,
yaitu:
P0 : 0 g/polibag
P1 : 2,5 g/polibag
P2 : 5,0 g/polibag
P3 : 7,5 g/polibag
Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut.
M0P0 M1P0 M2P0 M3P0
M0P1 M1P1 M2P1 M3P1
M0P2 M1P2 M2P2 M3P2
M0P3 M1P3 M2P3 M3P3
Jumlah blok : 3
Jumlah plot : 48
Jumlah tanaman per plot : 5
Jumlah tanaman sampel/plot : 4
Jumlah seluruh tanaman : 240
Luas plot : 80 cm x 80 cm
Jarak antar plot : 30 cm
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam berdasarkan model
linier sebagai berikut.
Dimana:
Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i dengan perlakuan media tanam pada
taraf ke-j dan Pupuk NPK pada taraf ke-k
μ = Nilai tengah
ρi = Pengaruh blok ke-i
αj = Pengaruh perlakuan media tanam pada taraf ke-j
βk = Pengaruh perlakuan pemberian Pupuk NPK pada taraf ke-k
(αβ)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan media tanam pada taraf ke-j dan
Pupuk NPK pada taraf ke-k
εijk =Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan media tanam
pada taraf ke-j dan pupuk NPK pada taraf ke-k
Jika hasil sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata maka analisis dilanjutkan
dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf F tabel 5 %.
PELAKSANAAN PENELITIAN
Persiapan Areal
Areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur
dan dilakukan pembuatan plot dengan luas 80 x 80 cm dengan jarak antar plot
30 cm dan jarak antar blok 50 cm.
Persiapan Naungan
Naungan dibuat dari bambu sebagai tiang dan daun nipah sebagai atap
memanjang utara-selatan dengan tinggi 1,5 m di sebelah timur dan 1,2 m di
sebelah barat dengan panjang areal naungan 20 m dan lebar 5 m.
Persiapan Media Tanam
Dicampur media tanam yakni dengan tanah subsoil dan dicampur dengan
trichokompos TKKS kemudian masukkan ke dalam polibag sesuai dengan
perlakuan masing-masing
Pengecambahan Benih
Media perkecambahan adalah pasir setebal 10-15 cm, dibuat arah
utara-selatan. Benih didederkan dengan radikula pada bagian bawah dengan jarak antar
benih 2 cm x 3 cm.
Penanaman Kecambah
Pemindahan bibit ke dalam polibag dilakukan setelah benih mulai
tersembul ke atas yaitu saat berumur 5 hari. Setiap polibag diisi satu kecambah,
tanah. Polibag yang telah diisi kecambah disusun rapi/teratur di atas lahan
pembibitan dan diberi naungan.
Aplikasi pupuk NPK (16:16:16)
Aplikasi pupuk NPK (16:16:16) dilakukan 3 minggu setelah penanaman
kecambah ditanam dengan dosis sesuai perlakuan masing-masing
Pemeliharaan Tanaman Penyiraman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau
sesuai dengan kondisi di lapangan.
Penyiangan
Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang
berada dalam polibag dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada pada
plot. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan
insektisida Matador 25 EC dan fungisida Dithane M 45 dengan konsentrasi 2 g/l
Pengamatan Parameter Tinggi Bibit (cm)
Tinggi bibit diukur mulai dari garis permukaan tanah pada patok standar
hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi
tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST dengan
interval pengamatan dua minggu sekali.
Jumlah Daun (Helai)
Jumlah daun yang dihitung adalah seluruh daun yang telah membuka
sempurna dengan ciri-ciri helaian daun dalam posisi terbuka yang ditandai telah
terlihatnya tulang-tulang daun seluruhnya bila diamati dari atas daun. Pengukuran
jumlah daun dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST dengan
interval pengamatan dua minggu sekali.
Diameter Batang (mm)
Diameter batang diukur sejajar garis 1 cm di atas garis permukaan tanah
pada patok standar dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan
pada dua bagian sisi batang yang diukur diameternya yang kemudian
dirata-ratakan. Pengukuran dilakukan sejak tanaman berumur 4 MST hingga 16 MST
dengan interval pengamatan dua minggu sekali.
Total Luas Daun (cm2)
Pengukuran total luas daun dilakukan pada akhir penelitian dengan
menggunakan alat Leaf Area Meter. Luas seluruh daun dari satu bibit kemudian
ditotalkan sehingga diperoleh total luas daun yang dimaksud, didalam pengamatan
Bobot Basah Tajuk (g)
Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta
daun-daun pada tanaman kakao. Bobot basah tajuk diukur pada akhir penelitian.
Bahan dibersihkan dan kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot Basah Akar (g)
Bobot basah akar diukur pada akhir penelitian. Bahan dibersihkan dan
kemudian ditimbang dengan timbangan analitik.
Bobot Kering Tajuk (g)
Bobot kering tajuk diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan
kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi, kemudian
dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat
penimbangan.
Bobot Kering Akar (g)
Bobot kering akar diukur pada akhir penelitian. Setelah dibersihkan bahan
kemudian dimasukkan ke dalam amplop coklat yang telah dilubangi, kemudian
dikeringkan pada suhu 75°C di dalam oven hingga bobot keringnya konstan saat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tinggi Bibit Kakao (cm)
Data hasil pengamatan pada sidik ragam tinggi bibit 4,6,8 MST dapat
dilihat pada Lampiran 8,10,12 Dimana perlakuan trichokompos TKKS dan
perlakuan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata, sedangkan interaksi perlakuan
trichokompos TKKS dengan perlakuan pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap
tingi bibit.
Data hasil pengamatan pada sidik ragam tinggi bibit 10 MST dapat dilihat
pada Lampiran 14, dimana perlakuan trichokompos TKKS berpengaruh nyata
tetapi perlakuan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi bibit, begitu
juga dengan interaksi perlakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK
berpengaruh tidak nyata terhadap tingi bibit kakao.
Data hasil pengamatan pada sidik ragam tinggi bibit 12,14,16 MST dapat
dilihat pada Lampiran 16,18,20. Dimana perlakuan trichokompos TKKS
berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit dan perlakuan pupuk NPK berpengaruh
tidak nyata terhadap tinggi bibit, sedangkan interaksi perlakuan trichokompos
TKKS dengan pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tingi bibit kakao.
Rataan tinggi bibit kakao umur 4,6,7,8,10,12,14,16 MST pada perlakuan
Tabel 1. Rataan tinggi bibit kakao dengan berbagai perlakuan trichokompos TKKS dan pemberian pupuk pada umur 4 s/d 16 MST.
Media Pupuk Rataan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa interaksi pelakuan trichokompos
TKKS dengan pupuk NPK terhadap tinggi bibit kakao umur 4 MST tertinggi pada
taraf kombinasi perlakuan M1P0 (20,06 cm) yang berbeda nyata dengan taraf
kominasi perlakuan M0P0, M3P1, dan M3P3, tetapi berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap
tinggi bibit kakao umur 6 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M1P0
(21,68 cm) yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan M0P0, M3P1, dan
M3P3, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap
tinggi bibit kakao umur 8 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M1P0
(24,68 cm) yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan M0P0, dan M3P3, tetapi
berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Dapat dilihat pada umur bibit kakao 10 MST pada taraf perlakuan
trichokompos TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1 (27,75 cm) yang berbeda
nyata dengan taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan
M2 dan M3.
Pada umur bibit kakao 12 MST pada taraf perlakuan trichokompos TKKS
tertinggi pada taraf perlakuan M1 (32,63 cm) yang berbeda nyata dengan taraf
perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap tinggi bibit
kakao umur 12 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M1P0 (34,58 cm)
yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan M0P0, dan M3P3, tetapi
Pada umur bibit kakao 14 MST pada taraf perlakuan trichokompos TKKS
tertinggi pada taraf perlakuan M2 (39,30 cm) yang berbeda nyata dengan taraf
perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap tinggi bibit
kakao umur 14 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M2P1 (41,53 cm)
yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan M0P0, dan M0P2, tetapi
berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada umur bibit kakao 16 MST pada taraf perlakuan trichokompos TKKS
tertinggi pada taraf perlakuan M2 (46,49 cm) yang berbeda nyata dengan taraf
perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap tinggi bibit
kakao umur 16 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M2P1 (49,66 cm)
yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan M0P0, M0P2, M0P3, dan M3P3 tetapi
berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada umur bibit kakao 4,6,8,10,12,14, dan 16 MST taraf perlakuan P3, P2,
Hubungan trichokompos TKKS dengan tinggi bibit kakao pada umur 16
MST dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hubungan Trichokompos TKKS dengan tinggi bibitn kakao umur 16 MST
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa pengaruh trichikompos terhadap tinggi
bibit menunjukka n hubungan yang kuadratik positif, dimanana persentase
trichokompos TKKS optimum pada 56,2% dengan tinggi bibit kakao maksimum
47,50 cm.
ŷ = -0.005x2+0.562x+31.17 R2=0.99
x opt =56.2 ŷ maks =47.50
Hubungan pupuk NPK dengan tinggi bibit kakao pada umur 16 MST
dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Hubungan pupuk NPK dengan tinggi bibit kakao umur 16 MST
Pada Gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi bibit kakao
tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu 42,53 cm, dengan dosis pupuk NPK
2,5 g/polibag.
Hubungan pupuk NPK dengan tinggi bibit kakao umur 16 MST pada
berbagai taraf pemberian trichokompos TKKS dapat dilihat pada Gambar 3
Gambar 3. Hubungan pupuk NPK dengan tinggi bibit kakao umur 16 MST pada berbagai taraf pemberian trichokompos TKKS
Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada taraf pemberian trichokompos
TKKS M0, tinggi bibit kakao maksimum 35,80 cm, dengan dosis optimum pupuk
NPK 6,20 g/polibag. Pada taraf pemberian trichokompos TKKS M1, tinggi bibit
kakao maksimum 41,12 cm, dengan dosis optimum pupuk NPK 7,34 g/polibag.
Pada taraf pemberian trichokompos TKKS M2, tinggi bibit kakao maksimum
42,13 cm, dengan dosis optimum pupuk NPK 5,22 g/polibag. Pada taraf
pemberian trichokompos TKKS M3, tinggi bibit kakao maksimum 47,65 cm,
dengan dosis optimum pupuk NPK 4,51 g/polibag.
Hubungan trichokompos TKKS dengan tinggi bibit kakao umur 16 MST
pada berbagai taraf pemberian pupuk NPK dapat dilihat pada Gambar 4
Gambar 4. Hubungan trichokompos TKKS dengan tinggi bibit kakao umur 16 MST pada berbagai taraf pemberian pupuk NPK
Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa pada taraf pemberian pupuk NPK (P0)
tinggi bibit kakao maksimum 49,84 cm, dengan dosis optimum trichokompos
TKKS 49,60%. Pada taraf pemberian pupuk NPK (P1) tinggi bibit kakao
maksimum 46,13 cm, dengan dosis optimum trichokompos TKKS 31,35%. Pada
taraf pemberian pupuk NPK (P2)tinggi bibit kakao maksimum 44,61 cm, dengan
dosis optimum trichokompos TKKS 37,10%. Pada taraf pemberian pupuk NPK
(P3)tinggi bibit kakao maksimum 44,61 cm, dengan dosis optimum trichokompos
TKKS 26,00%.
Jumlah Daun Bibit Kakao (Helai)
Data hasil pengamatan pada sidik ragam jumlah daun 4, 6, 8, 10, 12, 14,
16 MST dapat dilihat pada Lampiran 22, 24, 26, 28, 30, 32, 34, dimana perlakuan
trichokompos TKKS berpengaruh nyata sedangkan perlakuan pupuk NPK,
berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun, interaksi perlakuan trichokompos
TKKS dengan perlakuan pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah
daun.
Rataan jumlah daun bibit kakao umur 4,6,8,10,12,14,16 MST pada
perlakuan trichokompos dan pemberian pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada Tabel 2 dapat dilihat jumlah daun bibit kakao umur 4 MST, taraf
perlakuan trichokompos TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1dan M2
(6,02 helai) yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak
nyata dengan taraf perlakuan M3.
Jumlah daun bibit kakao umur 6 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M2 (7,90 helai) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 dan M3.
Jumlah daun bibit kakao umur 8 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M2 (10,88 helai) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 dan M3.
Jumlah daun bibit kakao umur 10 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M2 (13,61 helai) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 dan M3.
Jumlah daun bibit kakao umur 12 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M2 (16,44 helai) yang berbeda nyata dengan
Jumlah daun bibit kakao umur 14 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M2 (20,04 helai) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 dan M3.
Jumlah daun bibit kakao umur 16MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M2 (23,92 helai) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M1 dan M3.
Pada jumlah daun bibit kakao 4,6,8,10,12,14, dan 16 MST taraf perlakuan
P3, P2, P1, dan P0 berbeda tidak nyata data sama lain.
Tabel 2. Rataan jumlah daun bibit kakao dengan berbagai perlakuan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %.
Hubungan trichokompos TKKS dengan jumlah daun kakao umur 16 MST
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Hubungan trichokompos TKKS dengan jumlah daun umur 16 MST
Pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa pengaruh trichokompos terhadap
jumlah daun menunjukkan hubungan yang kuadratik positif, dimana jumlah daun
bibit kakao semakin meningkat dengan meningkatnya persentase trichokompos
TKKS sampai persentase tertentu, dimana persentase optimum trichokompos
TKKS pada 56,5% dan jumlah daun bibit kakao maksimum 24,49 helai. ŷ = -0.002x2+0.226x+18.11
R2=0.96 Xopt = 56.5 ŷmaks = 24.49
Hubungan pupuk NPK dengan jumlah daun kakao pada umur 16 MST
dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Hubungan pupuk NPK dengan jmlah daun bibit kakao umur 16 MST
Pada Gambar 6 diatas dapat dilihat bahwa jumlah daun bibit kakao
terbanyak terdapat pada perlakuan P2 yaitu 22,17 helai, dengan dosis pupuk NPK
5,0 g/polibag.
Diameter Batang Bibit Kakao (mm)
Data hasil pengamatan pada sidik ragam diameter batang bibit kakao 4, 6,
8, 10, 12, 14, dan 16 MST dapat dilihat pada Lampiran 36, 38, 40, 42, 44, 46, 48.
Bahwa perlakuan trichokompos TKKS berpengaruh nyata sedangkan perlakuan
pupuk NPK berpengaruh tidak nyata terhadap diameter batang, interaksi
perlakuan trichokompos TKKS dengan perlakuan pupuk NPK berpengaruh nyata
terhadap diameter batang.
Rataan diamter batang 4,6,8,10,12,14, dan16 MST pada perlakuan
trichokompos dan pemberian pupuk NPK dapat dilihat pada Tabel 3.
Pada Tabel 3 dapat dilihat pada diameter batang bibit kakao 4 MST, taraf
perlakuan trichokompos TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1 (4,60 mm) yang
berbeda nyata dengan taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf
perlakuan M2 dan M3. Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK
terhadap diamater batang bibit kakao umur 4 MST tertinggi pada taraf kombinasi
perlakuan M2P0 (4,79 mm) yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan
M0P0, dan M0P2, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada diameter batang bibit kakao 6 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1 (4,75 mm) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap diamater
batang bibit kakao umur 6 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M3P0
(4,94 mm) yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan M0P0, dan M0P2,
Pada diameter batang bibit kakao 8 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1 (4,84 mm) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap diamater
batang bibit kakao umur 8 MST tertinggi pada taraf perlakuan M3P0 (5,00 mm)
yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan M0P0, , tetapi berbeda tidak nyata
dengan perlakuan lainnya.
Pada diameter batang bibit kakao 10 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1 (4,94 mm) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3,
dan interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap
diamater batang bibit kakao umur 10 MST tertinggi pada taraf kombinasi
perlakuan M3P0 (5,11 mm) yang berbeda nyata dengan taraf perlakuan M0P0, dan
M0P2, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada diameter batang bibit kakao 12 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1 (5,01 mm) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap diamater
batang bibit kakao umur 12 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M2P0
M3P0, (5,11 mm) yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan M0P0, dan
M0P2, tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada diameter batang bibit kakao 14 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M1 dan M2 (5,10 mm) yang berbeda nyata
dengan taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M3.
batang bibit kakao umur 14 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M3P0
(5,29 mm) yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan M0P0, dan M3P1,
tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada diameter batang bibit kakao 16 MST, taraf perlakuan trichokompos
TKKS tertinggi pada taraf perlakuan M2 (5,21 mm) yang berbeda nyata dengan
taraf perlakuan M0 tetapi berbeda tidak nyata dengan taraf perlakuan M2 dan M3.
Interaksi pelakuan trichokompos TKKS dengan pupuk NPK terhadap diamater
batang bibit kakao umur 16 MST tertinggi pada taraf kombinasi perlakuan M2P0
(5,39 mm) yang berbeda nyata dengan taraf kombinasi perlakuan M0P0, dan M0P2,
tetapi berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Pada diameter batang bibit kakao 4,6,8,10,12,14, dan 16 MST taraf
Tabel 3.Rataan diameter batang bibit kakao dengan berbagai perlakuan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama berbeda tidak nyata pada Uji Duncan taraf 5 %.