TUGAS AKHIR
TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP WAJIB PAJAK BADAN UNTUK MENGURANGI TUNGGAKAN PAJAK
PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BELAWAN
DISUSUN
O L E H
NAMA : RIRIN RAMADHANI NIM : 082600070
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim. Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan seluruh rahmat dan hidayahnya, sehingga
Penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas Akhir Praktik Kerja Lapangan
Mandiri yang berjudul “Tata Cara Pelaksanaan Sita Terhadap Wajib Pajak
Badan Untuk Mengurangi Tunggakan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan”. Tak lupa shalawat beriring salam penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari alam kegelapan menuju alam revolusioner yang sarat akan ilmu pengetahuan
ini.
Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Prodip-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara. Dengan meruju pada buku literatur serta
kondisi objektif yang terjadi dilapangan, undang-undang yang terkait dan bahan
referensi lainnya, Penulis menyajikan Tugas Akhir ini.
Pada kesempatan kali ini izinkanlah Penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya Kepada kedua Orangtua Penulis Ayahanda Alm. Azhari
Marzuki (ayah hebat yang telah mengajarkan Penulis arti dari sebuah mimpi dan
cita-cita), Ibunda Yuniar Akhmad (ibu nomor satu sudah membuat penulis
menjadi orang yang berani untuk menerbangkan mimpi dibirunya langit dan
kasih sayang selama ini, aku tahu belum ada hal yang bisa aku berikan untuk
membuat kalian bangga, tapi aku bangga mendapatkan orangtua juara satu seperti
kalian.
Serta tak lupa pula Penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu Penulis dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara,M.Si selaku Ketua Jurusan Prodip-III
Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Arlina, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan arahan kepada Penulis.
4. Seluruh staf pengajar Prodip-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Seluruh staf Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, khususnya
Kepala Sub Bagian Umum Bapak Josep Sinaga yang telah memberi izin
kepada Penulis untuk melakukan penelitian serta membantu Penulis selama
melakukan penelitian.
6. Andung Penulis Hj. Mainarsyam, Tante Penulis Fauziah Akhmad, Ummi,
abang dan adik Penulis Adrian Syahputra, Aldian Syahreza dan Risa
Riskayanti. Terima kasih telah memberikan motivasi kepada saya selama ini.
8. Buat empat idiot Dian Wimbi Sari (ayan si gadis dari pulau keramat), Putri
Yoana (Si yol toke darrusalam yang hepi celalu), Nova Friska Dwi Putri
(kinoey si cina dari kabupaten yang takut ama pemboong) dan Sinthia
Martha Dewi Saragih (Marthatak, si nyonya gaul dari siantar). Terima kasih
ya telah mengisi kekosongan selama tiga tahun di dalam kelas sepetak di
FISIP, terima kasih juga buat kebodohan-bodohan kita selama ini. Love
you…….
9. Buat Chairunnisaiyah (si chantiQ punya nama, adeQ baeQ yang selalu
ngingatin kakak biar G nakal-nakal, syank makasi motivasinya ya,,), Fitri
Jayanti (mbak fit terima kasih sudah menjadi donator buat saya selama ini),
Lailan Amalia (Bocan syank makasi ya sudah jadi kawanan curhat yang setia
mendengar semua keluh kesah tawa serta air mata aQ selama ini), Titiek
Hardianti & Haris Lukman (Mateeekkk dan Cek Ares,, syank mkasi ya udah
sabar ngadapi aQ slama ini, mkasi juga udah jadi orang yg paling setia waktu
aQ sakit parah kmren), Siti Permata Sari (Ai,,, makasi byk ya buat kebaikan
ai).
10. Buat saudara seperjuangan di HMI Komisariat FISIP USU, Mia Aulina Lubis
(Monce yang selalu ngasi wejangan buat aQ dan sabar ngadapi tingkah laku
aQ selama ini), Vivi Azriani (aling makasi udah bersedia jadi obat kekesalan
dan keganasan aQ selama ini), Amin Multazam (si tuyul gondrong yang
selalu mengganggu dengan segala macam ceramah-ceramahnya dan udah
sabar tiap aQ siksa selama ini), O.K. Laksemana (aweenggg yang selalu
ngibur dengan segala macam tingkah anehnya), Sylviana Maharani (nenek
yang udah tiap hari cerewet), Iskandar Zulkarnaen (iis yang udah jadi partner
berantam selama di komisariat), Donny Aditra (si gondrong yang udah jadi
abang dan motivator dari awal ketemu di komisariat ampe sekarang), Alfath
Andri (si kodok berkantong doraemon, yang selalu setia dengan wacana
anehnya), Randa Putra (Gomca yang udah ikhlas aQ siksa selama ini), Dini
Septiani (Si Beee yang udah rajin ngirim sms buat aQ), Nurhadi Pratama
(Tambi yang selalu ngisi hari-hari dengan segala macam nyanyiannya) dan
Nora Altika (Peniup Dandelion dari tebing). Makasi buat tawa, air mata, suka,
duka dan kekuatan yang telah kalian lukiskan dihari-hariQ selama 3 tahun ini.
11. Buat semua abang-abang dan kakak-kakak yang udah mengenalkan saya
dengan tiga huruf (HMI) ini dari stambuk 03, 04, 05, 06, 07. Terima kasih
buat semua kisah yang sudah kalian beri.
12. Buat adek-adek di komisariat Oci Notalia (tetap semangat, ketika ada yang
meragukanmu harus ada suatu pembuktian yang harus ditunjukkan), Eka
Hermawan (si elang cengeng), Farid Iskandar (Dolphin Unyun), Yudith
Lestari (si jahe dari Brastagi), Teguh Setyawan (si tengu beringin), Heri
Prasuhanda ( si susah senyum), Hamzah Rambe (si itam rambetan),
Rakhmadan (Meden terharu), Via, Mira, Julperi, Rini (Duo sikacamata), serta
adek-adek 09, 10 yang ada di komisariat dan di pajak. Terima kasih sudah
hadir menemani saya selama kurang lebih 3 tahun ini.
13. Buat Grup LTM (Asri, Baba, Marisa, QQ, Depe) dan kawan The Paiss Girl
14. Dan buat semua orang yang saya kenal, yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu yang telah memberi warna dalam kehidupan saya.
Tentunya dalam melakukan penulisan ini terdapat banyak kekurangan dari
penulis, sehingga penulis mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari
pembaca. Dan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
bagi penulis dan pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Juni 2011
Penulis
(Ririn Ramadhani)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 1
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 5
C. Uraian Teoritis ... 7
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 10
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 10
F. Metode Pengumpulan Data ... 13
G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 14
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM ... 16
A. Sejarah Singkat Perpajakan Indonesia ... 16
B. Sejarah Singkat Berdirinya KPP Pratama Medan Belawan ... 17
C. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Belawan... 19
D. Uraian Tugas Pokok dan fungsi KPP Pratama Medan Belawan ... 21
E. Gambaran Jumlah KPP Pratama Medan Belawan... 28
BAB III GAMBARAN DATA OBJEK PAJAK ... 33
A. Defenisi Pajak ... 33
B. Defenisi Penagihan Pajak ... 36
C. Dasar Penagihan Pajak ... 36
D. Pelaksanaan Penagihan ... 38
1. Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus ... 40
2. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ... 41
3. Surat Teguran ... 44
4. Surat Paksa ... 45
E. Pemberitahuan Surat Paksa Terhadap Badan ... 45
F. Defenisi Penyitaan ... 47
1. Objek Penyitaan ... 47
2. Barang-barang yang dikecualikan dari Penyitaan ... 50
G. Pelaksanaan Penyitaan ... 51
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA ... 53
A. Kesadaran Wajib Pajak Dalam Memenuhi Perpajakan ... 53
B. Timbulnya Utang Pajak ... 55
C. Prosedur Pelaksanaan Penyitaan ... 57
1. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan ... 58
2. Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS) ... 58
3. Jangka Waktu Pelaksanaan Sita ... 60
4. Penyitaan Tanpa Kehadiran Penanggung Pajak ... 61
5. Tata Cara Penyitaan Barang Milik Penanggung Pajak ... 61
7. Segel Sita ... 69
8. Pencabutan Sita ... 69
9. Biaya Penyitaan ... 71
D. Ketentuan Terhadap Penanggung Pajak dalam Penyitaan... 72
E. Lelang ... 74
F. Kendala-kendala yang Dihadapi Oleh Juru Sita Pajak (JSP) Dan Upaya Menyelesaikan Kendala-kendala yang Dihadapi ... 75
G. Laporan Akhir Pelaksanaan Pengihan Pajak di KPP Pratama Medan Belawan ... 77
H. Laporan Kegiatan Penagihan Triwulan IV (Oktober-Desember) 2010 Pada KPP Pratama Medan Belawan ... 78
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Pajak sebagai sumber utama penerimaan negara perlu terus ditingkatkan
sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian. Setelah ada tax reform, Indonesia menganut self
assessment system dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab
untuk menghitung dan memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang
perpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran
aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Untuk tahun 2011, rencana penerimaan pajak yang dikelola oleh Direktorat
Jenderal Pajak adalah Rp 839,5 triliun. Hal ini meningkat sebesar 12,9% dari
tahun 2010 (http://hileud.com). Suatu tanggung jawab yang cukup berat namun
didukung oleh kesadaran dan kepedulian masyarakat khususnya wajib pajak
dalam memenuhi kewajiban perpajakan, maka rencana penerimaan pajak tersebut
akan dapat dicapai.
Peran serta masyarakat ataupun wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun
sehingga menimbulkan tunggakan pajak akibat tidak melunasi utang pajak
sebagaimana mestinya.
Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu menunjukkan
jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak ini masih belum
dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian pengkajian
terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak sangat
perlu mendapat perhatian.
Direktorat Jenderal Pajak sebagai aparat perpajakan, sudah seharusnya
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan perpajakan agar
wajib pajak mematuhi peraturan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang
Perpajakan. Jika terjadi kelalaian pada wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakannya, aparat perpajakan harus mengeluarkan sanksi sesuai
dengan yang telah ditetapkan dalam Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
(KUP). Penetapan dan ketetapan pajak ini merupakan dasar penagihan
Menurut Undang-Undang Pajak No. 19 tahun 2000 tentang penagihan pajak
dengan surat paksa, menetapkan dan ketetapan pajak diterbitkan dalam bentuk :
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT). 3. Surat Tagihan Pajak (STP).
Ketetapan dan penetapan pajak dalam bentuk surat harus dilunasi dalam
jangka waktu 30 hari atau sampai tanggal jatuh tempo sejak tanggal
diterbitkannya surat penetapan dan ketetapan itu. Apabila utang pajak yang telah
wajib pajak sampai batas waktu yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan maka
terhadap wajib pajak akan dilakukan teguran bila dalam waktu 21 hari masih juga
tidak melunasi utang pajaknya maka wajib pajak akan dipaksa untuk melunasi
utang pajaknya melalui Surat Paksa. Surat Paksa memiliki kekuatan Eksekutorial.
Apabila masih belum melunasi utang pajaknya dalam waktu 2x24 jam setelah
menerima surat paksa, maka akan dilakukan penyitaan terhadap harta benda milik
wajib pajak. Dalam melakukan penyitaan, pihak fiskus dalam hal ini Kepala
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) harus mengeluarkan Surat Perintah Melakukan
Penyitaan (SPMP). SPMP ini merupakan dasar hokum untuk melakukan
penyitaan.
Adapun maksud dari penyitaan yang dilakukan oleh juru sita adalah untuk
memperoleh jaminan pelunasan hutang pajak dari wajib pajak. Oleh karena itu,
penyitaan dapat dilakukan terhadap semua barang wajib pajak baik yang berada di
dalam daerah kerja KPP maupun yang di luar daerah kerja KPP yang
bersangkutan dan prinsip penyitaan dilakukan terhadap sejumlah barang yang
bergerak maupun yang tidak bergerak. Pelaksanaan sita dilakukan oleh 2 (dua)
orang saksi dan wajib pajak atau yang mewakilinya. Setelah melakukan
penyitaan, Juru Sita Pajak (JSP) membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita (BAPS)
dimana berita acara ini harus ditanda tangani oleh JSP, saksi dan wajib pajak.
Namun masih banyak wajib pajak yang tidak mau menandatangani Berita Acara
Pelaksanaan Sita ini.
Dari penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk memahami, dan
di KPP Pratama Medan Belawan dan mengangkatnya menjadi sebuah karya
ilmiah yang berjudul : “TATA CARA PELAKSANAAN SITA TERHADAP
B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) merupakan salah satu syarat yang
wajib dilaksanakan oleh Mahsiswa untuk menyelesaikan pendidikan Prodip-III
Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.
Secara spesifik tujuan dalam melaksanakan PKLM ini adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang menyebabkan timbulnya penyitaan yang
dilakukan oleh JSP terhadap harta/kewajiban wajib pajak badan.
2. Untuk mengetahui prosedur penyitaan terhadap Wajib Pajak Badan
yang melakukan tunggakan pajak..
3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh Juru Sita Pajak
(JSP) dalam melaksanakan prosedur penyitaan serta upaya untuk
menyelesaikan kendala-kendala tersebut.
Manfaat yang ingin dicapai dalam melaksanakan praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM) ini terbagi atas 3 (tiga) elemen, yaitu :
1. Bagi Mahasiswa
a. Untuk melihat aplikasi teori yang telah didapat pada saat kuliah.
b. Untuk mengetahui bagaimana situasi dunia kerja yang sebenarnya dan
menjadikan mahasiswa sebagai tenaga ahli yang siap pakai.
c. Penulis dapat memberikan sumbangan berupa hasil pemikiran dan
2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
a. Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan belawan dengan lembaga pendidikan
Prodip-III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
b. Adanya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), mahasiswa dituntut
sumbangsihnya terhadap instansi berupa masukan-masukan yang bersifat
membangun.
3. Bagi Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU a. Sebagai sarana berinteraksi antara Prodip III Administrasi Perpajakan
dengan instansi yang bersangkutan dalam member uji nyata mengenai
ilmu pengetahuan yang diterima mahasiswa melalui Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM).
b. Mempromosikan sumber daya manusia yang ahli di bidangnya
masing-masing.
c. Memberikan umpan balik yang nyata untuk perbaikan pada kurikulum.
4. Bagi Masyarakat
Sebagai sarana informasi dan tentang tata cara penyitaan untuk mengurangi
C. Uraian Teoritis Praktik Kerja Lapangan Mandiri 1. Defenisi Pajak
Menurut Smeeth dalam Waluyo (2002:5)
“Pajak adalah prestasi Pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah membiayai
pengeluaran pemerintah”.
Menurut Soemitro dalam Waluyo ( 2002:5)
“Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik (kontra
prestasi)”.
2. Fungsi Pajak
Fungsi pajak terbagi atas 2 (dua), yaitu :
a. Fungsi Budgeter
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.
Contoh : Dimasukkannya dalam APBN sebagai penerimaan dalam
negeri.
b. Fungsi Regulerend
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.
Contoh : Dikenakan atas minuman keras sehingga dapat menekan
3. Subjek Pajak
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
(PPh), dimana yang menjadi subyek pajak terdiri dari :
a. Orang pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan,
menggantikan mereka yang berhak.
b. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi Perseroan Terbatas
(PT), Perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah (BUMN/BUMD) dengan nama dan dalam
bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi,
yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pension, Bentuk
Usaha Tetap (BUT), serta bentuk usaha lainnya.
4. Defenisi Penagihan
Berdasarkan Undang-Undang Penagihan pajak dengan Surat Paksa No. 19
Tahun 1997 sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun
2000 yang berbunyi :
“Penagihan pajak adalah serangkaian kegiatan atau tindakan agar
penanggung pajak (PP) melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur dan memperingatka, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan surat paksa mengusulkan, pencegahan, melaksanakan penyitaan,
Dasar hukum penagihan pajak Undang-Undang No. 16 Tahun 2000,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 18
Ayat 1 tentang Surat Tagihan pajak dalam Undang-Undang Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut :
1. STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan, Putusan
Banding merupakan dasar penagihan.
2. Tata cara pelaksanaan penagihan pajak diatas diatur lebih lanjut oleh
Menteri Keuangan.
5. Defenisi Penyitaan
Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 1 Sub 14 menyatakan
bahwa :
”Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak (JSP) untuk menguasai barang
penanggung pajak (PP) guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajak
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Pada asasnya penyitaan yang dilakukan JSP tidak mengubah status hak
milik barang wajib pajak, bahkan barang-barang tersebut diserahkan kepada wajib
D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini dilaksanakan di
seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan. Penulis
akan melakukan pembahasan maslah secara lebih rinci mengenai :
a. Pelaksanaan penyitaan Pajak Penghasilan (PPh) terhadap wajib pajak
badan.
b. Upaya fiskus dalam mengatasi wajib pajak yang tidak mematuhi
kewajibannya.
c. Faktor-faktor yang menghambat pelaksanaan pembayaran PPh badan
pada KPP Pratama Medan Belawan.
E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta perolehan informasi
yang berhubungan dengan judul yang diambil, maka penulis menggunakan
teknik-teknik sebagai berikut :
1. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini penulis melakukan persiapan yang dibutuhkan mulai
dari pengajuan judul, pembuatan proposal, seminar proposal,
pembuatan surat ijin praktik kerja lapangan mandiri, mencari bahan
untuk pembuatan tugas akhir, dan berkonsultasi dengan pihak
2. Studi Literatur
Hal ini berkaitan dengan mengumpulkan data, membaca buku yang
berkaitan dengan judul PKLM yang penulis lakukan baik itu
Undang-Undang Pajak, Keputusan Direktorat Jenderal Pajak, Keputusan
Menteri Keuangan, serta sumber-sumber lain yang mendukung laporan
ini.
3. Observasi Lapangan
Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan data yang ada pada objek
PKLM yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
4. Pengumpulan Data
Mengumpulkan data yang dibutuhkan antara lain :
a. Data Primer :
Wawancara dengan informan kunci mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan penagihan dan tindakan penyitaan pajak.
b. Data Skunder :
Mencari bahan-bahan tertulis berupa buku-buku, peraturan
perundang-undangan serta bahan-bahan tertulis lainnya yang
berkaitan dengan prosedur pelaksanaan tindakan penagihan dan
tindakan penyitaan pajak serta data lain yang berhubungan dengan
5. Analisa dan Evaluasi Data
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam menganalisis dan
mengevaluasidata yang meliputi :
a. Penggunaan teknik-teknik analisis yang sesuai dengan bentuk dan
macam data yang diperoleh sesuai tuntutan permasalahan Praktik
Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
F. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik
Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini, maka penulis menggunakan metode
Pengumpulan Data sebagai berikut :
1. Daftar Observasi (Observation Guide)
Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung tentang objek
Praktik Kerja Lapangan mandiri (PKLM).
2. Daftar Wawancara (Interview Guide)
Dalam melakukan wawancara penulis terlebih dahulu menyusun
pertanyaan-pertanyaan serta melakukan tanya jawab dengan petugas yang
mengetahui dan memahami permasalahan yang dihadapi serta diharapkan
dapat memberikan data yang dibutuhkan.
Adapaun yang akan penulis wawancarai sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu :
a. Kepala Seksi Penagihan
b. Kepala Sub Seksi Penagihan
c. Juru Sita Pajak (JSP)
3. Daftar Dokumentasi (Optional)
Pengumpulan dengan melakukan studi dokumentasi berupa
Undang-Udang perpajakan, Keputusan Menteri Keuangan serta sumber-sumber
G. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktek
Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah :
BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab ini penulis menjelaskan mengenai Latar Belakang yang
menjadi dasar pemikiran dalam penyusunan Laporan, Tujuan dan
Manfaat, Ruang Lingkup, Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM), Metode Pengumpulan Data dan Sistematika Penulisan.
BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM
Bab ini berisikan tentang sejarah singkat perpajakan Indonesia,
sejarah singkat berdirinya Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama
Medan Belawan, struktur Organisasi KPP Pratama Medan Belawan
dan uraian tugas pokok dan fungsi pegawai.
BAB III GAMBARAN DATA OBJEK PAJAK
Bab ini berisikan tentang Ketentuan Perpajakan dalam Peraturan
Perundang-undangan, Defenisi Pajak, Defenisi Penagihan, Penyitaan
Pajak dan lain-lain.
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI DATA
Bab ini berisi tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan yang penulis ambil dari uraian yang ada dan
memberikan saran yang dapat dijadikan masukan bagi Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dalam menghadapi permasalahan
yang menyangkut pelaksanaan penyitaan untuk mengurangi
tunggakan pajak.
BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PKLM
A. Sejarah Singkat Perpajakan Indonesia
Negara Indonesia yang merupakan bekas jajahan pemerintah Hindia
Belanda, undang-undang perpajakan merupakan warisan dari penjajahan tersebut.
Sejarah Perpajakan Indonesia terdiri dari dua periode, yaitu :
1. Periode Sebelum Kemerdekaan
Periode sebelum kemerdekaan ini diawali sejak Indonesia dikuasai oleh
pemerintah Hindia Belanda, peraturan perundang-undangan perpajakan
dibuat semata-mata hanya menghimpun dana sebesar-besarnya bagi
pemerintah dalam rangka mempertahankan dan memperbesar
kekuasaannya di tanah air Indonesia.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan Periode ini dibagi atas dua tahap, yaitu :
a. Dimulai tanggal 17 Agustus 1945 s.d. 31 Desember 1983
b. Dimulai tanggal 01 Januari 1984 s.d. sekarang
Peraturan perundang-undangan yang berlaku pada masa periode sebelum
kemerdekaan masih tetap berlaku setelah kemerdekaan. Namun dilakukan
beberapa perubahan disesuaikan dengan tuntutan rakyat berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945. Walaupun ada perubahan dan tambahan tetaapi
Sebelum disebut Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dulunya bernama Kantor
Inspeksi Pajak (KIP). Hal ini berlangsung mulai bulan juni 1976 – sekarang
Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak.
B. Sejarah Singkat Berdirinya KPP Pratama Medan Belawan
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan bererganti nama dari
Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan
Republik Indonesia No. 443/KMK.01/2001 Tanggal 23 Juli 2001 Tentang
“Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pajak Kantor Pelayanan Pajak
(KPP)” yang berada di lingkungan Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak
Sumatera bagian Utara (Sumbagut) dan berkedudukan di Jalan
KPP Pratama Medan Belawan meliputi beberapa kecamatan, yaitu :
1. Kecamatan Medan Belawan.
2. Kecamatan Medan Marelan.
3. Kecamatan Medan Labuhan.
4. Kecamatan Medan Deli.
Keempat kecamatan tersebut diatas berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Belawan.
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Deli.
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Medan Barat.
Menurut data dari Kantor Statistik Kotamadya Medan, Wilayah Kerja KPP
Medan Utara (yang telah berganti nama menjadi KPP Pratama Medan Belawan)
mempunyai luas 107,58 KM2 (10.758 Ha) yang teridir dari 4 (empat) Kecamatan
yang meliputi 23 (dua puluh tiga) kelurahan.
Sebelum disebut KPP dulu bernama Kantor Inspeksi Pajak (KIP). Hal ini
berlangsung sampai tahun 1976, sejak tahun 1977 Kantor Pelayanan Pajak di
Medan hanya ada dua, yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan.
Pada tahun 1989 tepatnya bulan April, Kantor Pelayanan Pajak di medan
dikembangkan lahi menjadi tiga, yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat.
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan.
Kemudian dengan SK No. 94/KMK.01/1994 tanggal 29 Maret 1994,
terhitung tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak di Medan dibagi menjadi
empat, yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara.
2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat.
3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur.
Dengan SK No. 443/KMK.01/2001, Kantor Pelayanan Pajak di Medan
dibagi menjadi enam, yaitu :
1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.
2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.
3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur.
4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota.
5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
6. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai.
Adapun Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan adalah Kantor
Pelayanan Pajak Medan Utara yang telah berganti nama. Sedangkan mengenai hal
lainnya tidak ada yang berubah.
C. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Belawan
Di setiap perusahaan mempunyai struktur organisasi untuk menggambarkan
secara jelas unsur-unsur yang membantu pimpinan dalam menjalankan
perusahaan. Dengan adanya struktur organisasi yang jelas dapat diketahui posisi,
tugas, dan wewenang setiap anggota. Tujuannya adalah untuk pencapaian kerja
dalam organisasi yang berdasarkan pada pola hubungan kerja serta lalu lintas
wewenang dan tanggung jawab.
Jenis struktur organisasi yang digunakan oleh KPP Pratama Medan Belawan
adalah menggunakan jenis struktur “line and staff organization” atau gabungan
KPP Pratama Medan Belawan berdasarkan fungsi bukan jenis pajak.
Sedangkan wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
terdiri dari 4 kecamatan yaitu :
1. Kecamatan Medan Belawan
2. Kecamatan Medan Labuhan
3. Kecamatan Medan Marelan
4. Kecamatan Medan Deli
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan membawahi seksi /
sub.bagian umum dan kelompok fungsional pemeriksa pajak dan penilai PBB
yang mana setiap waskon terdiri dari beberapa orang account representative (AR)
dibantu pelaksana. KPP Pratama dipimpin oleh seorang Kepala Kantor sedangkan
setiap seksi dipimpin oleh kepala seksi/kepala sub.bagian umum dan dibantu oleh
account pepresentative (AR) dan pelaksana. Adapun seksi/sub.bagian umum dan
kelompok fungsional tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi Perpajakan
3. Seksi Pelayanan
4. Seksi Pemeriksaan
5. Seksi Penagihan
6. Seksi Ekstensifikasi
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2
10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 4
11. Kelompok fungsional Pemeriksa Pajak dan Penilai PBB
D. Uraian Tugas Pokok dan Fungsi KPP Pajak Pratama Medan Belawan Dalam melaksanakan tugasnya, KPP Pratama Medan Belawan
menyelenggarakan fungsi:
1. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi
perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek
pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan
2. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
3. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan
pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya
4. Penyuluhan perpajakan
5. Pelaksanaan registrasi Wajib Pajak
6. Pelaksanaan ekstensifikasi
7. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;
8. Pelaksanaan pemeriksaan pajak
9. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
10. Pelaksanaan konsultasi perpajakan
11. Pelaksanaan intensifikasi
12. Pembetulan ketetapan pajak
13. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan serta Bea Perolehan Hak atas
14. Pelaksanaan administrasi kantor.
a. Kepala Kantor
KPP Pratama merupakan penggabungan dari KPP, KPPBB dan
Karipka. Maka Kepala KPP Pratama mempunyai tugas
mengkoordinasikan pelaksanaan penyuluhan, pelayanan, pengawasan
wajib pajak di bidang PPh, PPN, PPnBM, Pajak Tidak Langsung
lainnya dan PBB serta BPHTB dalam wilayah wewenangnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Sub Bagian Umum
Sub bagian umum mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian,
keuangan, tata usaha dan rumah tangga kantor.
Tugas Kepala Sub Bagian Umum
1. Pelaksanaan tugas di bidang administrasi penerimaan pengiriman
surat-surat serta pelaksanaan tugas bendaharawan.
2. Mendistribusikan surat-surat masuk kepada seksi yang
bersangkutan dan pengiriman surat-surat keluar kepada instansi
yang terkait.
3. Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas
bendaharawan rutin.
4. Memberi nasehat dan menegakkan disiplin kepada pegawai.
c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)
1. Melakukan pengumpulan, pencarian dan pengolahan data
perpajakan.
2. Penyajian informasi perpajakan.
3. Perekaman dokumen perpajakan.
4. Urusan tata usaha penerimaan perpajakan.
5. Pengalokasian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
6. Pelayanan dukungan teknis komputer.
7. Pemantauan aplikasi e-SPT dan eFilling.
8. Pelaksanaan i-SISMIOP dan SIG serta penyiapan laporan kinerja.
d. Seksi Pelayanan
1. Menetapkan penerbitan produk hukum perpajakan.
2. Mengadministrasikan dokumen dan berkas perpajakan.
3. Menerima dan mengolah Surat Pemberitahuan (SPT) serta
penerimaan surat lainnya.
4. Memberikan penyuluhan perpajakan.
5. Melaksanakan registrasi wajib pajak.
e. Seksi Penagihan
1. Melakukan urusan penatausahaan piutang pajak, memproses
permohonan pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak.
2. Melakukan penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Paksa, Surat
Perintah melakukan penyitaan.
3. Melakukan penyitaan, usulan lelang dan penagihan lainnya.
Di seksi penagihan terdapat beberapa orang Juru Sita Pajak (JSP)
yang telah mendapatkan pendidikan khusus berkaitan dengan penagihan
dan penyitaan pajak. Adapun tugas JSP :
1. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus
(SPPSS).
2. Memberitahukan Surat Paksa.
3. Melaksanakan penyitaan barang Penanggung Pajak berdasarkan
Surat Perintah Penyanderaan (SPMP).
4. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan surat perintah
penyanderaan.
JSP dalam melaksanakan tugasnya harus memakai pakaian JSP dan
memperlihatkan kartu tanda pengenal kepada penanggung pajak.
f. Seksi Penerimaan
1. Melakukan penyusunan rencana pemeriksaan.
3. Penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta
administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.
g. Seksi Ekstensifikasi
1. Melakukan pengamatan dan penggalian potensi perpajakan.
2. Pendataan obyek dan subyek pajak.
3. Penilaian objek pajak dan kegiatan ekstensifikasi perpajakan.
h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
1. Melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan dari wajib
pajak terdaftar
2. Memberikan bimbingan/himbauan kepada wajib pajak dan
konsultasi teknis perpajakan.
3. Penyusunan profil wajib pajak.
4. Menganalisis kinerja wajib pajak.
5. Melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan
intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil keputusan banding.
Pada pelaksanaannya, wilayah kerja keempat seksi pengawasan dan
konsultasi dibagi berdasarkan domisili/tempat tinggal/wilayah tempat
wajib pajak terdaftar.
1. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 1(Waskon 1)
1) Kelurahan Kampung Besar
3) Kelurahan Sei Mati
4) Kelurahan Pekan Labuhan
5) Kelurahan Tangkahan
6) Kelurahan Nelayan Indah
2. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 2 (Waskon 2)
a) Kelurahan Labuhan Deli
b) Kelurahan Rengas Pulau
c) Kelurahan Terjun
d) Kelurahan Tanah 600
e) Kelurahan Paya Pasir
3. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 3 (Waskon 3)
a) Kelurahan Tanjung Mulia
b) Kelurahan Tanjung Mulia Hilir
c) Kelurahan Mabar
d) Kelurahan Kota Bangun
e) Kelurahan Titi Papan
f) Kelurahan Hilir
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 4 (Waskon 4)
a) Kelurahan Sicanang
b) Kelurahan Belawan Bahari
c) Kelurahan Belawan Bahagia
d) Kelurahan Belawan I
f) Kelurahan Bagan Deli
i. Fungsional Pemeriksa dan Penilai
Pejabat fungsional terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan
Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung
kepada Kepala Kantor. Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat
fungsional pemeriksa berkoordinasi dengan seksi pemeriksaan,
sedangkan pejabat fungsional penilai berkoordinasi dengan seksi
ekstensifikasi
E. Gambaran Jumlah Pegawai KPP Pratama Medan Belawan
Adapun jumlah Wajib Pajak yang terdaftar periode April 2010 berjmlah
sebesar Wajib Pajak(termasuk WP PBB), yang terdiri dari:
NO. Jenis Wajib Pajak Jumlah (% tercapai)
1 PPh Non Migas 29,05
2 PPN dan PPNBM 36,09
3 PBB 2,78
Jumlah sumber daya manusia di lingkungan KPP Pratama Medan Belawan
berjumlah 1 orang yang terdiri dari pegawai sebanyak 2 orang dan pegawai
honorer (petugas security yang dibiayai dana DIPA) sebanyak 6 orang.
Adapun perincian jumlah pegawai adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan pegawai per seksi/bagian/kelompok
NO Seksi / Bagian Jumlah Pegawai
1 Sub Bagian Umum 10
2 Pengolahan Data dan Informasi 8
3 Pelayanan 9
4 Penagihan 4
5 Pemeriksaan 1
6 Ekstensifikasi 3
7 Pengawasan dan Konsultasi 1 5
8 Pengawasan dan Konsultasi 2 6
9 Pengawasan dan Konsultasi 3 5
10 Pengawasan dan Konsultasi 4 5
Jumlah 82
2. Berdasarkan Jabatan
No Jabatan Jumlah Pegawai
1 Eselon III 1
2 Eselon IV 10
3 Account Representative 17
4 Fungsional Pemeriksa Pajak 15
5 Pelaksana 37
Jumlah 80
3. Berdasarkan Tingkat Pendidikan
NO Tingkat Pendidikan Jumlah Pegawai
1 Strata 2 (S2) 4
2 Strata 1 (S1) 31
4 Diploma III / Sederajat (D3) 12
5 Diploma I / Sederajat (D1) 21
6 Sekolah Menengah Atas (SMA) 9
7 Sekolah Menengah Pertama (SMP) -
Jumlah 80
4. Berdasarkan Jenis Kelamin
NO Jenis Kelamin Jumlah Pegawai
1 Laki – laki 60
2 Perempuan 20
BAB III
GAMBARAN DATA OBJEK PAJAK
A. Defenisi Pajak
Pengertian pajak secara umum adalah iuran wajib yang dapat dipaksakan
berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan kontraprestasi secara
langsung dan untuk membiayai pembangunan dan Negara. Dan dasar hokum
pem,ungutan pajak termuat di dalam Pasal 23 Ayat (2) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa : “Segala pajak untuk keperluan Negara harus berdasarkan
Undang-undang”.
Dan pengertian pajak oleh beberapa ahli di bidang perpajakan, adalah
sebagai berikut :
Menurut Smeeth dalam Waluyo (2002:5)
“Pajak adalah prestasi Pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual, maksudnya adalah membiayai
pengeluaran pemerintah”.
Menurut Soemitro dalam Waluyo ( 2002:5)
“Pajak adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbale balik (kontra
Menurut Andriani dalam Resmi (2008:4)
“Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh wajib pajak dan membayarnya menurut peraturan-peraturan. Dengan
tidak mendapatkan kontraprestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum yang berhubungan dengan
tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Dengan melihat defenisi yang dikemukan oleh para ahli diatas, maka
unsur-unsur yang terdapat dalam defenisi-defenisi itu adalah :
1. Iuran rakyat kepada Negara.
Yang berhak memungut pajak hanyalah Negara, iuran tersebut berupa
uang (bukan barang).
2. Berdasarkan Undang-undang.
Pajak dipungut berdasarkan atau memiliki kekuatan Undang-undang
serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara.
Fungsi pajak terbagi atas 2 (dua), yaitu :
a. Fungsi Budgeter
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran pemerintah.
Contoh : Dimasukkannya dalam APBN sebagai penerimaan dalam
b. Fungsi Regulerend
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang social dan ekonomi.
Contoh : Dikenakan atas minuman keras sehingga dapat menekan
jumlah konsumsi atas minuman keras.
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2000 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
(PPh), dimana yang menjadi subyek pajak terdiri dari :
a. Orang pribadi atau warisan yang belum terbagi sebagai kesatuan,
menggantikan mereka yang berhak.
b. Badan adalah suatu bentuk usaha yang meliputi Perseroan Terbatas
(PT), Perseroan komanditer (CV), perseroan lainnya, Badan Usaha
Milik Negara atau Daerah (BUMN/BUMD) dengan nama dan dalam
bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi,
yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pension, Bentuk
Usaha Tetap (BUT), serta bentuk usaha lainnya.
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan ataupun setiap tambahan
kemapuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak, yang bersangkutan dengan nama dan
B. Defenisi Penagihan Pajak
Berdasarkan Undang-Undang Penagihan pajak dengan Surat Paksa No. 19 Tahun 1997 sebagaiman telah diubah dengan Undang-Undang No. 19 Tahun
2000 yang berbunyi :
“Penagihan pajak adalah serangkaian kegiatan atau tindakan agar
penanggung pajak (PP) melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur dan memperingatka, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan surat paksa mengusulkan, pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita”.
C. Dasar Penagihan Pajak
Dasar hukum penagihan pajak Undang-Undang No. 16 Tahun 2000,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 18
Ayat 1 tentang Surat Tagihan pajak dalam Undang-Undang Ketentuan Umum
Perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut :
1. STP, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK. Keberatan, Putusan
Banding merupakan dasar penagihan.
2. Tata cara pelaksanaan penagihan pajak diatas diatur lebih lanjut oleh
Menteri Keuangan.
Penagihan pajak yang bersifat aktif merupakan tindakan berikutnya yang
dilakukan oleh fisus berdasarkan pantauan terhadap wajib pajak dalam membayar
pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran pajak, fiskus dapat
melakukan tindakan penagihan aktif dengan maksud agar wajib pajak yang
dimaksud segera melunasi hutang pajaknya.
Tindakan penagihan aktif dilakukan dengan cara fiskus menagih pajak
yang masih terutang kepada wajib pajak atau penanggung pajak dengan
menerbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan bahwa pajak yang telah
dibayar kurang dari yang seharusnya, surat teguran, dan surat tagihan paksa.
Apabila fiskus telah melkakukan tindakan penagihan pajak secara aktif
tetapi wajib pajak tidak juga membayar utang pajaknya, maka fiskus dapat
melakukan tindakan penagihan pajak dengan Surat Paksa menurut
Undang-undang Nomor 19 tahun 2000 Pasal 1 Angka 12 yang berbunyi “Surat Paksa
adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak”.
Penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan fiskus sebagai upaya untuk
memaksa wajib pajak untuk membayar pajaknya.
Pasal 20 Undang-undang KUP mengatur bahwa jumlah pajak terutang
berdasarkan Surat Tagihan Pajak, SKPKB, SKPKBT, SK. Pembetulan, SK.
Keberatan dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah yang tidak dibayar oleh penanggung pajak sesuai dengan
jangka waktu pembayaran pajak yang telah ditentukan ditagih dengan surat paksa.
Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan bukan hanya terhadap wajib
pajak tetapi juga terhadap penangggung pajak yang sesuai dengan ketentuan
Undang-undang KUP diwajibkan untuk ikut bertanggungjawab dalam
D. Pelaksanaan Penagihan Pajak
Apabila wajib pajak tidak membaya pajak sesuai dengan ketentuan atau
membayar pajak tidak sebagaimana semestinya (kurang bayar pajak), kepada
wajib pajak dapat diajukan dengan tindakan penagihan pajak oleh fiskus. Hal ini
dimaksudkan agar wajib pajak membayar pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Penagihan aktif dan penagihan pajak dengan Surat Paksa dilakukan
kepada wajib pajak, harus melalui tahapan yang ditentukan oleh Undang-undang,
mulai dari penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Sita, Pengumuman
Lelang sampai dengan pelaksanaan lelang atas hak milik wajib pajak atau
penanggung pajak yang disita oleh fiskus.
Sesuai dengan Undang-undang KUP Nomor 19 Tahun 2000, tentang
penagihan pajak dengan Surat Paksa, dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Tindakan pelaksanaan penagihan diawali dengan penerbitan Surat
Teguran atau surat lain yang sejenisnya oleh pejabat yang berwenang
atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7 hari sejak saat
jatuh tempo pembayaran.
b. Surat Teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah
disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajaknya.
c. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi
oleh penanggung pajak setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya Surat
Teguran maka pejabat segera menerbitkan Surat Paksa.
d. Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi
Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak maka pejabat yang
berwenang segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
(SPMP).
e. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar
tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak
tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat yang berwenang segera
melaksanakan pengumuman lelang.
f. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih aharus dibayar
tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak
tanggal pengumuman lelang, maka pejabat yang berwenangsegera
melakukan penjualan barang sitaan miliki penanggung pajak melalui
Kantor Lelang Negara.
g. Apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masih harus dibayar
tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak
saat dilakukan penyitaan atas barang yang kecualikan dari penjualan
secara lelang, penggunaan dan atau pemindahbukuan barang sitaan milik
penanggung pajak.
h. Dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak atau penanggung pajak
1. Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus
Sesuai dengan Pasal 6 Ayat 1 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, JSP
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh
tempo pembayaran pajak berdasarkan Surat Perintah Seketika dan Sekaligus yang
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang apabila;
a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya atau berniat untuk itu.
b. Penanggung pajak memindahtangankan barang yang dimilki atau
dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukan di Indonesia.
c. Terdapat tanda-tanda penanggung pajak akan membubarkan badan
usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan
usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau
dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya.
d. Badan usaha akan dibubarkan oleh negara.
e. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau
terdapat tanda-tanda kepailitan.
Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus diterbitkan sebelum
penerbitan Surat Paksa. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan
Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh JSP kepada penanggung pajak. Surat
Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama wajib pajak atau nama penanggung pajak.
c. Perintah untuk membayar pajak.
2. Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
Pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa merupakan upaya fiskus
untuk memaksa wajib pajak untuk segera melunasi pajaknya. Untuk
melaksanakan setiap tindakan penagihan pajak memerlukan biaya guna membayar
honorarium pelaksanaan penagihan pajak dan biaya lainnya yang terkait dengan
setiap tahapan penagihan. Hal ini membuat pelaksanaan tindakan penagihan pajak
dengan Surat Paksa diperlukan biaya penagihan pajak, yang besarnya disesuaikan
dengan tahapan penagihan pajak yang dilakukan oleh JSP.
Biaya penagihan pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat
Perintah Melakukan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa
Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak. Biaya ini dijamin
oleh Undang-undang Pajak dan pada dasarnya menjadi tanggungan wajib pajak,
sebagai konsekuensi ketidakpatuhannya melunasi wajib pajak yang terutang tepat
pada waktunya.
Biaya penagihan pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak
tergantung pada tahapan penagihan pajak yang dilakukan oleh JSP. Ada 5 jenis
biaya penagihan pajak yaitu :
a. Biaya pelaksanaan atau penyampaian Surat Paksa yang meliputi biaya
harian dan biaya perjalanan JSP. Biaya ini dikeluarkan untuk setiap
Surat Paksayang harus disampaikan oleh JSP kepada penanggung
b. Biaya pelaksaan penyitaan, yang meliputi biaya harian dan biaya
perjalanan JSP dan 2 orang saksi yang harus ada guna sah-nya
pelaksanaan pelaksanaan penyitaan pajak. Biaya ini diperuntukkan
untuk setiap Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan
oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan penagihan pajak
dengan Surat Paksa.
c. Biaya pencegahan dan atau biaya penyanderaan.
d. Biaya pelaksanaan lelang yang meliputi :
1) Biaya pengumuman lelang di suratkabar dan media lainnya.
2) Biaya lelang.
3) Biaya penyimpanan.
4) Biaya lain yang berhubungan dengan lelang.
e. Biaya yang timbul karena penjualan barang sitaan yang dilakukan
tidak secara lelang.
Pelaksaan penagihan pajak adalah :
a. Fiskus adalah pegawai pemerintah yang diberi kewenangan untuk
melaksanakan tugas pemungutan pajak yang dikenal sebagai pejabat
pajak.
b. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang ditunjuk untuk
melakukan penagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, khususnya Undang-undang
Pejabat yang ditunjuk untuk melakukan penagihan pajak memiliki
kewenangan untuk :
a. Menagangkat dan memberhentikan JSP.
b. Menerbitkan surat yang digunakan untuk melakukan penagihan pajak,
yaitu :
1) Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis.
2) Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus.
3) Surat Paksa
4) Surat Perintah Melakukan Penyitaan
5) Surat Perintah Penyanderaan
6) Surat Pencabutan Sita
7) Pengumuman Lelang
8) Surat Penentuan harga Limit
9) Pembatalan Lelang
10) Surat lain yang diperlukan untuk melaksanakan penagihan pajak,
antara lain surat permintaan tanggal dan jadwal waktu pelelangan
ke Kantor Lelang Negara, surat permintaan Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah (SKPT) kepada Badan Pertanahan Nasional/
Kantor Pertanahan, surat permintaan bantuan kepada kepolisian
dan atau surat permintaan pencegahan.
c. JSP adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi
Penagihan Seketika dan Sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa,
JSP memiliki wewenang yaitu :
a. Memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari,
laci dan tempat lain untuk menemukan objek sita.
b. Meminta bantuan kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan, Departemen
Hukum dan Perundang-undangan, Pemda setempat, BPN, Dirjen
Perhubungan Laut dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak.
c. Menjelaskan tugasnya serta memberitahukan maksud dan tujuan
penyitaan.
3. Surat Teguran
Tindakan pelaksanaan penagihan dengan Surat Paksa diawali dengan
penerbitan Surat Teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis oleh
pejabat yang berwenang atau kuasa yang ditunjuk oleh pejabat tersebut setelah 7
hari sejak saat jatuh tempo pembayaran.
Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat
yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib
pajak untuk melunasi utang pajaknyadengan tanggal jatuh tempo pembayaran.
Pengertian surat lain yang sejenis meliputi surat atau bentuk lain yang fungsinya
sama dengan surat teguran atau surat peringatan dalam upaya penagihan pajak
sebelum Surat Paksa diterbitkan (lihat lampiran satu)
4. Surat Paksa
Sesuai dengan Pasal 1 Angka 12 Undang-undang No 19 Tahun 2000, yang
dimaksud dengan Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa Surat Paksa
diterbitkan oleh pejabat yang berwenang tidak hanya untuk menagih utang pajak
sesuai dengan Ketentuan Undang-undang Perpajakan yang berkenaan tetapi juga
untuk menagih biaya yang timbul dalam rangka penagihan pajak, termasuk
penyampaian Surat Paksa (lihat lampiran dua)
E. Pemberitahuan Surat Paksa Terhadap Badan
Surat Paksa terhadap badan diberitahukan kepada JSP kepada :
1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik
modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat
tinggal mereka, maupun ditempat lain yang memungkinkan. Dengan
demikian pemberitahuan Surat Paksa terhadap Badan dapat disampaikan:
a. Untuk Perseroan Terbatas (PT) kepada pengurus, yang meliputi
direksi, pemegang saham tertentu dan orang-orang yang nyata
mempunyai wewenang ikut menentukan kebijakan atau pengambilan
keputusan dalam menjalankan perseroan. Pengertian komisaris
sebagai orang yang lazim disebut sebagai dewan komisaris dan
komisaris sebagai orang yang lazim disebut anggota komisaris. Yang
pengendali atau pemegang saham mayoritas dari perseroan terbatas
terbuka dan seluruh pemegang saham dari perseroan terbatas terbuka
dan seluruh pemegang saham dari perseroan terbatas tertutup.
b. Untuk betnuk usaha tetap kepada kepala perwakilan, kepala cabang
atau penanggung pajak.
c. Untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, firma dan perseroan
komanditer kepada direktur, pemilik modal atau orang yang ditunjuk
untuk melaksanakan, mengendalikan, serta bertanggung jawab atas
perusahaan tersebut.
d. Untuk yayasan kepada ketua atau orang yang melaksanakan,
mengendalikan dan bertanggung jawab atas yayasan tersebut.
2. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila JSP tidak dapat menjumpai salah seorang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a. Pengertian pegawai tetap adalah
pegawai perusahaan yang membidangi keuangan, pembukuan,
perpajakan, personalia, hubungan masyarakat atau bagian umum dan
F. Defenisi Penyitaan
Menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal 1 Sub 14 menyatakan
bahwa :
”Penyitaan adalah tindakan jurusita pajak (JSP) untuk menguasai barang
penanggung pajak (PP) guna dijadikan jaminan untuk melunasi hutang pajak
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut Moeljo Hadi dalam Resmi (2008:4) menyatakan bahwa :
“Penyitaan adalah serangkaian tindakan JSP yang dibantu oleh dua orang
saksi untuk menguasai barang-barang dari wajib pajak, guna dijadikan jaminan
untuk melunasi utang pajak sesuai dengan perundang-undangan pajak yang
berlaku.”
Pada asasnya penyitaan yang dilakukan JSP tidak mengubah status hak
milik barang wajib pajak, bahkan barang-barang tersebut diserahkan kepada wajib
pajak untuk dititipkan kepadanya.
1. Objek Penyitaan
Adapun yang menjadi objek penyitaan adalah sebagai berikut :
a. Barang-barang Penanggung Pajak yang dapat Disita
Penyitaan diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 Pasal
14 Ayat 1, 2 dan 3 yaitu penyitaan dapat dilaksanakan terhadap
milik penanggung pajak yang berada ditempat tinggal, tempat
usaha, tempat kedudukan atau tempat lain. Yang termasuk
dengan hak dan tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
tertentu berupa :
1) Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan
deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi,
saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan
modal pada perusahaan lainnya.
2) Barang yang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, kapal
dengan isi kotor tertentu.
Penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakasakan sampai
dengan nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk
melunasi utang pajak dan biaya penagihan.
b. Barang Bergerak yang dapat disita
Perincian barang bergerak yang dapat disita adalah :
1) Semua barang bergerak yang dapat disita seperti :
a) Perkakas rumah tangga (lemari, meja, kursi dan
sebagainya).
b) Barang-barang mewah (TV, Lemari es, tape recorder,
kompor gas dan sebagainya).
c) Barang-barang perhiasan (kalung, gelang, cincin dari emas,
berlian dan batu permata lainnya).
e) Kendaraan (mobil, sepeda motor, sepeda dan lain dan lain
sebagainya).
f) Lain-lainnya (lukisan, jam dinding, radio danj
sebagainya).
2) Semua barang bergerak yang ada di took penanggung pajak,
seperti :
a) Barang dagangan (baik yang berada di took maupun di
gudang).
b) Barang-barang inventaris toko (lemari, meja, kursi, mesin
tik, komputer, kendaraan dan sebagainya).
3) Semua barang bergerak yang ada ditempat usaha penanggung
pajak seperti :
Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang inventaris
perusahaan lainnya.
4) Semua barang bergerak yang ada di kantor penanggung pajak
seperti :
a) Inventaris kantor (mesin tik, mesin stensil, kursi, lemari
besi dan sebagainya).
b) Kendaraan yang bermotor (mobil, sepeda motor, vespa
c. Barang tak Bergerak yang Boleh Disita
Dalam golongan barang tak bergerak yang boleh disita, yaitu :
1) Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan,
gudang dan sebagainya, baik yang ditempai sendiri maupun
yang disewakan atau dikontrakan kepada orang lain.
2) Kebun, sawah, bungalow dan sebagainya baik yang ditempati
atau dikerjakan sendiri maupun yang disewakan.
2. Barang-barang yang Dikecualikan dari Penyitaan
Barang-barang yang dikecualikan menurut ketentuan Pasal 15 ayat (1)
Undang-undang Nomor 19 Tahun 200 adalah sebagai berikut :
a. Pakaian dan tempat tidur serta perlengkapan yang digunakan oleh
penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya.
b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan
beserta peralatan memasak yang berada di rumah.
c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas yang
diperoleh dari Negara.
d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan
penanggung pajak dan lat-alat yang digunakan untuk pendidikan,
kebudayaan dan keilmuan.
e. Peralatan dalam kendaraan jalan yang masih digunakan untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan jumlah seluruhnya
f. Peralatan Penanggung cacat yang digunakan penanggung pajak
dan keluarga yang menjadi tanggungnnya.
G. Pelaksanaan Penyitaan
Pelaksanaan penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak yang
melunasi pajak terutang dan biaya penagihan pajak dalam Surat Paksa
sebagaimana mestinya diatur dalam Pasal 10 sampai dengan 24 Undang-undang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sesuai dengan Pasal 24
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, ketentuan mengenai tata cara penyitaan diatur
dengan peraturan pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 24
tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 135 tahun 2000
tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
yang ditetapkan tanggal 21 Desember 2000 dan mulai berlaku pada tanggal 1
Januari 2001.
Penyitaan terhadapa penanggung pajak Badan dapat dilaksanakan terhadap
barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,
penanggung jawab, pemilik modal, baik yang berada ditempat kedudukan yang
bersangkutan maupun maupun ditempat lain. Pada dasarnya penyitaan terhadap
badan dilakukan terhadap barang milik perusahaan. Namun apabila nilai barang
tersebut tidak mencukupi atau barang milik tidak dapat ditemukan atau karena
kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan,
penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-barang milik pengurus, kepala
Dengan demikian, diperoleh jaminan bahwa utang pajak wajib pajak badan
tersebut akan dilunasi oleh penanggung pajak.
Dan apabila dalam waktu yang ditentukan wajib pajak badan tersebut belum
juga melunasi utang pajaknya, maka wajib pajak badan tersebut akan menerima
sanksi dan menjalankan prosedur yang berlaku dalam Undang-undang Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengenai perpajakan, terutama mengani
tindakan terhadap wajib pajak yang tidak dapat melunasi utang pajaknya. Dan
sistem ini harus berjalan sesuai dengan Undang-undang perpajakan yang berlaku
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI DATA
A. Kesadaran Wajib Pajak Dalam Memenuhi Perpajakan.
Pajak sebagai sumber utama penerimaan Negara perlu terus ditingkatkan
sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri
berdasarkan prinsip kemandirian. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang
peerpajakan harus ditunjang dengan iklim yang mendukung peningkatan peran
aktif masyarakat serta pemahaman akan hak dan kewajibnnya dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Namun,
dalam kenyataannnya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai akibat
tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya.
Perkembangan jumlah tunggakan pajak dari waktu ke waktu
menunjukkan jumlah yang semakin besar. Peningkatan jumlah tunggakan pajak
ini masih belum dapat diimbangi dengan kegiatan pencairannya, namun demikian
pengkajian terhadap faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan Wajib
Pajak sangat perlu mendapat perhatian.
Penyitaan merupakan cara yang diambil Direktorat Jenderal pajak untuk
melunasi hutang pajak yang tidak dilunasi oleh wajib pajak sesuai dengan
perpajakan ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran wajib pajak itu
sendiri untuk memenuhi kewajibannya. Karena masih banyak masyarakat yang
belum mengerti untuk apa dana yang dikumpulkan melalui pajak ini digunakan
pemerintah. Sebagian kecil masyarakat masih ada yang beranggapan atau merasa
rugi untuk membayar pajak.
Padahal kita tahu bahwa dana pajak inilah yang menjadi primadona
dalam pengumpulan dana untuk menjalakan roda pemerintahan. Sebab perolehan
penghasilan dari migas sudah jauh berkurang bila dibandingkan dari tahun-tahun
sebelumnya, jika mengharapkan dana dari migas saja jelas tidak dapat mencukupi.
Dana yang diperlukan oleh Negara sangat besar dalam membiayai pengeluaran
rutin pemerintah, seperti : Dana untuk mengaji pegawai pemerintah, pembayaran
bantuan luar negeri dan untuk pemeliharaan gedung pendidikan serta pengeluran
rutin lainnya.
Selain dari alasan diatas penyitaan yang dilaksanakan oleh aparat
perpajakan juga dapat disebabkan karena suatu perusahaan atau badan tidak dapat
melunasi hutang pajaknya untuk bulan berikutnya, sehingga akhirnya wajib pajak
tersebut merasa tidak sanggup untuk melunasi hutang pajaknya maka aparat
perpajakan melaksanakan penyitaan sejumlah barang sebesar jumlah pajak
terutang tersebut.
Kemudian barang-barang yang disita akan dilelangkan di Kantor
Pelelangan dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui
terdapat kelebihan maka kelebihan tersebut harus dikembalikan pada wajib pajak
yang bersangkutan.
Dan masih banyak masyarakat yang belum mengerti secara benar tentang
peraturan perundang-undangan perpajakan, dan semakin tidak mengerti
dikarenakan seringnya diterbitkan surat-surat edaran atau keputusan Menteri
Keuangan yang baru. Untuk ini sebaiknya sering diadakan penyuluhan perpajakan
di Kecamatan maupun di kelurahan, untuk dapat memberikan penjelasan
mengenai peraturan perundang-undangan perpajakan secara jelas dan benar
sehingga dapat menumbuhkan dan mempertinggi kesadaran masyarakat dalam
pemenuhan kewajiban perpajakan. Sebab jika kesadaran masyarakat dalam
pemenuhan kewajiban perpajakansudah baik maka sistem self assessment yang
dianut dapat berlangsung dengan baik pula.
B. Timbulnya Utang Pajak
Menurut Soemitro dalam Waluyo (2002:5)
Utang pajak adalah utang yang timbulnya secara khusus karena Negara
(Kreditur) terikat dan tidak dapat memilih secara bebas siapa yang akan dijadikan
debiturnya, seperti dalam hukum perdata.
Menurut Pasal 1 Point 8 dalam Undang-undang no. 19 Tahun 2000 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa bahwa “Utang Pajak adalah pajak yang masi
yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
Utang pajak dapat timbul apabila telah adanya peraturan yang mendasarnya
dan telah terpenuhinya atau terjadi suatu Tatbestand (sasaran pemajakan), yang
terdiri dari keadaan-keadaan tertentu dan atau juga peristiwa ataupun perbuatan
tertentu. Tetapi yang sering terjadi adalah karena keadaan, seperti pajak-pajak
yang sangat penting (yaitu atas suatu penghasilan atatu kekayaan), dikenakan atas
keadaan-keadaan ekonomis Wajib pajak yang bersangkutan walaupun keadaan itu
kebanyakan timbul karena perbuatan-perbuatannya.
Utang pajak menurut ajaran material timbul dengan sendirinya karena pada
saat yang ditentukan oleh undang-undang sekaligus dipenuhi syarat subjek dan
syarat objek “dengan sendirinya” artinya bahwa untuk timbulnya utang pajak itu
tidak diperlukan campur tangan atau perbuatan dari pejabat pajak, asal
syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi.
Sedangkan utang pajak menurtu ajaran formal. Utang pajak timbul karena
undang-undang pada saat dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Direktorat
Jenderal Pajak. Dalam hal ini lahirnya utang pajak menurut ajaran fomal terjadi
karena undang-undang sebagai akibat dari perbuatan manusia, yakni perbuatan
dari aparatur pajak untuk mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak. Jadi, selama
belum ada Surat Ketetapan Pajak maka belum ada utang pajak dan tidak akan
dilakukan penagihan walaupun syarat subjek dan objek pajak telah dipenuhi
pajak untuk mengetahui kapan ia mempunyai utang pajak, karena selama belum
ada Surat Ketetapan Pajak maka belum ada utang pajak yang merek