• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

TESIS

Oleh

DAHLIA PURBA 107032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF THE FACTORS OF PHYSICAL ENVIRONMENT AND FAMILY HABIT ON THE INCIDENT OF DENGUE HEMORRHAGE

FEVER (DHF) IN BINJAI TIMUR SUBDISTRICT THE CITY OF BINJAI

IN 2012

THESIS

By

DAHLIA PURBA 107032076/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh DAHLIA PURBA

107032076/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Dahlia Purba Nomor Induk Mahasiswa : 1070320876

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 14 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH

DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

(7)

ABSTRAK

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara peringkat ketiga untuk kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Angka kesakitan DBD di Kecamatan Binjai Timur sampai tahun 2011 masih di atas target nasional yaitu ≤ 55/ 100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai.

Desain penelitian ini adalah case control. Sampel sebanyak 100 rumah tangga yang terdiri dari 50 rumah tangga yang menderita DBD untuk kelompok kasus yang diperoleh dari propil Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan 50 rumah tangga yang tidak menderita DBD yang terdapat di Kecamatan Binjai Timur untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel diperoleh secara consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval

(CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pencahayaan (p=0,041; OR=2,33), kondisi tempat penampungan air (p=0,031; OR=2,90), keberadaan jentik (p=0,019; OR=2,76), kebiasaan menggunakan anti nyamuk (p=0,045; OR=2,79), kebiasaan menggantung pakaian (p=0,040; OR=2,57), dan kebiasaan dalam pemberantasan sarang nyamuk (p=0,025; OR=2,79). Sedangkan variabel yang dominan berpengaruh adalah penggunaan anti nyamuk di siang hari, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik, dan pencahayaan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun2012.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk meningkatkan pencegahan dan penanggulangan DBD secara komprehensif dan berkesinambungan dengan mengaktifkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD melalui 3M (menutup, menguras, dan menimbun) dan mensosialisasikan penggunaan anti nyamuk disiang hari, sehingga biaya program penanggulangan DBD dapat diturunkan dan dimanfatkan untuk biaya operasional kesehatan lainnya di Kota Binjai.

(8)

ABSTRACT

Dengue hemorrhage fever (DHF) caused by dengue virus is a disease which still becomes the public health problem in Indonesia. Sumatera Utara Province ranked third for DHF case in Indonesia. Dengue haemorrhagic fever morbidity in Binjai Timur Subdistrict until 2011 is still above the national target of ≤ 55/100 000 population. The purpose of this study with case control design was to analyze the influence of the factor of physical environment and family habit on the incident of DHF in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai.

The samples for this study with case control design. Sample of 100 households consisting of 50 households who suffer from dengue fever to the case obtained from the Profile of Binjai Municipal Health Service, and 50 households that are not suffering from dengue fever in the Binjai Timur Subdistrict for the control group. Sampling was obtained by consecutive sampling technique. The data obtained were statistically tested through Chi-square test. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Odds ratio (OR) at Confidence Interval (CI) 95% and then analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the DHF was significantly influenced by lighting (p = 0.041; OR = 2.33, condition of water containers (p = 0.031; OR = 2.90), existence of larvae (p = 0.019; OR = 2.76), habit of using mosquito coils/repellent (p = 0.045; OR = 2.79), hanging clothes (p = 0.040; OR = 2.57), and habit of eradicating mosquito nests (p = 0.025; OR = 2.79). The most dominant influencing variables were the use of mosquito coils/repellent, condition of water containers, existence of larvae and lighting in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai in 2012.

The management of Binjai Municipal Health Service is expected to improve the prevention and control of dengue in a comprehensive and sustainable by enabling community participation in dengue mosquito nest eradication through 3M (closed, draining, filling up) and disseminate the use of mosquito repellent during the day, so the cost of dengue control program can reduced operating costs and used for other health City of Binjai.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh

Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam

Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan

pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi

Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan juga terima kasih dan

penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Juanita, S.E, M.Kes dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku pembimbing yang

dengan penuh perhatian, kesabaran. mengarahkan, membagi ilmu, memberikan

waktu dan pemikiran kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga

(10)

4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H dan Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku komisi

penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis

ini.

5. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis

mengikuti pendidikan.

6. dr. Agusnadi Tala, Sp.A selaku kepala Dinas Kota Binjai yang telah memberikan

izin penelitian

7. Suami dan Putra/Putri tercinta Rohaya Margareth Hasugian, Refnaldo Alvi

Hasugian, Stefanie Christella Hasugian yang penuh pengertian, kesabaran,

dukungan dan berdoa sehingga memotivasi penulis selama mengikuti pendidikan.

8. Orang tua terkasih K. Purba dan K. Br. Sinaga terima kasih yang

sebesar-besarnya buat dukungan moral dan doa yang sudah diberikan dan juga dan seluruh

keluarga besar penulis abang, kakak dan adik-adik yang terus memberikan

semangat dan inspirasi.

9. Terima kasih diucapkan kepada Linda, Sutriana, Sri Novita, Susanti, Etty,

Mardiana, Rinda, Sarifah, Arif, Afni, Cinta, serta teman-teman di Program Studi

S2 Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi yang membuat

(11)

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu

saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis

ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, September 2012

Penulis

Dahlia Purba

(12)

RIWAYAT HIDUP

Dahlia Purba dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1969 di Dolok Saribu.

Anak ketiga dari 7 (tujuh) bersaudara, dari pasangan ayahanda K. Purba dan Ibunda

K. Br. Sinaga. Menikah pada tanggal 29 April 2000 dengan Barita Halomoan

Parsaoran Hasugian, dan dikarunia 2 (dua) orang putri yaitu Rohaya Margareth

Hasugian dan Stefanie Christella dan 1 (satu) orang putera yaitu Refnaldo Alvi

Hasugian.

Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1976-1982 di SD Negeri No. 091400

Dolok Saribu Pane, tahun 1982-1985 pendidikan SMP Negeri Dolok Pardamean,

tahun 1995-1998 pendidikan di SMA Negeri 1 Pematang Siantar, tahun 1989-1993

pendidikan di Akademi Keperawatan Glugur Medan, tahun 1995-1997 pendidikan di

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan tahun 2010 sampai

sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Sejak tahun 1997 sampai sekarang bekerja sebagai Tenaga Pengajar di

(13)

DAFTAR ISI

1.3.Tujuan Penelitian... 8

1.4.Hipotesis . ... 8

2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis ... 16

2.1.5. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue ... 18

2.1.6. Mekanisme Penularan ... 19

2.1.7. Tempat Potensial bagi Penularan DBD ... 20

2.1.8. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD ... 21

2.1.9. Sifat-sifat Nyamuk Aedes aegypti ... 22

2.1.10. Diagnosa Demam Berdarah Dengue………... 22

2.1.11. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue……….. ... 23

2.1.12. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti……… ... 24

2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor………. ... 29

2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik ... 31

2.1.15. Pemberantasan Vektor Demam Berdara Dengue ... 32

2.2. Landasan Teori ... 35

2.3. Kerangka Konsep ... 39

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40

(14)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3. Populasi dan Sampel ... 41

3.3.1. Populasi ... 41

3.3.2. Sampel ... 42

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1. Pengumpulan Data ... 44

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.5.1. Variabel Independen ... 46

3.5.2. Variabel Dependen ... 49

3.6. Metode Pengukuran Data ... 49

3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 49

3.6.2. PengukuranVariabel Dependen ... 51

3.6.3. Aspek Pengukuran ... 52

3.7. Metode Analisis Data ... 54

3.7.1. Analisis Univariat ... 54

3.7.2. Analisis Bivariat ... 54

3.7.3. Analisis Multivariat ... 55

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 57

4.1.1. Keadaan Geografis ... 57

4.1.2. Keadaan Demografi ... 57

4.1.3. Keadaan Lingkungan ... 58

4.2. Karakteristik Responden ... 60

4.3. Data Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 61

4.4. Analisis Bivariat ... 62

4.5. Analisis Multivariat ... 66

4.6. Perhitungan Population Attributable Risk (PAR) ... 68

4.7. Keterbatasan Penelitian ... 68

BAB 5. PEMBAHASAN ... 70

5.1. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 70

5.1.1. Pengaruh Ventilasi terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 70

5.1.2. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 71

(15)

5.1.4. Pengaruh Kondisi Tempat Penampungan Air terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai

Timur Kota Binjai ... 73

5.1.5. Pengaruh Keberadaan Jentik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 75

5.2. Pengaruh Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 77

5.3. Pengaruh Faktor Dominan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

6.1. Kesimpulan ... 82

6.2. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAMPIRAN ... 88

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Variabel, Indikator, Altrnatif Jawaban, Kategori, Skala Ukur dan Cara Ukur ... 53

4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Luas dan Kepadatan Penduduk di

Kecamatan Binjai Timur Tahun 2011 ... 57

4.2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Binjai Timur Tahun 2011 ...` 58

4.3. Perbandingan Curah Hujan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2011 ... 59

4.4. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 61

4.5. Distribusi Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 62

4.6. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 63

4.7. Pengaruh Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binja Tahun 2012 ... 65

(17)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Siklus Hidup Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue ... 21

2.2. Molekul Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi ... 36

2.3. Bagan Interaksi Agent, Host, Environment ... 37

2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 39

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 88

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 92

3. Output Validitas dan Reliabilitas ... 93

4. Tabel Frekuensi Variabel Kategorisasi ... 99

5. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 103

6. Regresi Logistik ... 114

7. Kelembaban Udara untuk Daerah Medan Sekitarnya ... 118

8. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 119

9. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 120

(19)

ABSTRAK

Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara peringkat ketiga untuk kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Angka kesakitan DBD di Kecamatan Binjai Timur sampai tahun 2011 masih di atas target nasional yaitu ≤ 55/ 100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai.

Desain penelitian ini adalah case control. Sampel sebanyak 100 rumah tangga yang terdiri dari 50 rumah tangga yang menderita DBD untuk kelompok kasus yang diperoleh dari propil Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan 50 rumah tangga yang tidak menderita DBD yang terdapat di Kecamatan Binjai Timur untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel diperoleh secara consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval

(CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pencahayaan (p=0,041; OR=2,33), kondisi tempat penampungan air (p=0,031; OR=2,90), keberadaan jentik (p=0,019; OR=2,76), kebiasaan menggunakan anti nyamuk (p=0,045; OR=2,79), kebiasaan menggantung pakaian (p=0,040; OR=2,57), dan kebiasaan dalam pemberantasan sarang nyamuk (p=0,025; OR=2,79). Sedangkan variabel yang dominan berpengaruh adalah penggunaan anti nyamuk di siang hari, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik, dan pencahayaan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun2012.

Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk meningkatkan pencegahan dan penanggulangan DBD secara komprehensif dan berkesinambungan dengan mengaktifkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD melalui 3M (menutup, menguras, dan menimbun) dan mensosialisasikan penggunaan anti nyamuk disiang hari, sehingga biaya program penanggulangan DBD dapat diturunkan dan dimanfatkan untuk biaya operasional kesehatan lainnya di Kota Binjai.

(20)

ABSTRACT

Dengue hemorrhage fever (DHF) caused by dengue virus is a disease which still becomes the public health problem in Indonesia. Sumatera Utara Province ranked third for DHF case in Indonesia. Dengue haemorrhagic fever morbidity in Binjai Timur Subdistrict until 2011 is still above the national target of ≤ 55/100 000 population. The purpose of this study with case control design was to analyze the influence of the factor of physical environment and family habit on the incident of DHF in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai.

The samples for this study with case control design. Sample of 100 households consisting of 50 households who suffer from dengue fever to the case obtained from the Profile of Binjai Municipal Health Service, and 50 households that are not suffering from dengue fever in the Binjai Timur Subdistrict for the control group. Sampling was obtained by consecutive sampling technique. The data obtained were statistically tested through Chi-square test. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Odds ratio (OR) at Confidence Interval (CI) 95% and then analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the DHF was significantly influenced by lighting (p = 0.041; OR = 2.33, condition of water containers (p = 0.031; OR = 2.90), existence of larvae (p = 0.019; OR = 2.76), habit of using mosquito coils/repellent (p = 0.045; OR = 2.79), hanging clothes (p = 0.040; OR = 2.57), and habit of eradicating mosquito nests (p = 0.025; OR = 2.79). The most dominant influencing variables were the use of mosquito coils/repellent, condition of water containers, existence of larvae and lighting in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai in 2012.

The management of Binjai Municipal Health Service is expected to improve the prevention and control of dengue in a comprehensive and sustainable by enabling community participation in dengue mosquito nest eradication through 3M (closed, draining, filling up) and disseminate the use of mosquito repellent during the day, so the cost of dengue control program can reduced operating costs and used for other health City of Binjai.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi

yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini nyaris di

temukan diseluruh belahan dunia terutama di negara tropik dan subtropik baik secara

endemik maupun epidemik dengan outbreak yang berkaitan dengan datangnya

musim penghujan.

Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia diperkirakan

berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di

daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta

infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia

Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang

memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang

berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5%

dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012).

Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam

jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968

(22)

tertinggi di Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Depkes,

2010).

Di Asia Tenggara termasuk Indonesia epidemik DBD merupakan problem

abadi dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak. Hasil studi

epidemiologik menunjukkan bahwa penyakit ini terutama dijumpai pada anak-anak di

bawah usia 15 tahun, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat ada kecenderungan

peningkatan proporsi penderita DBD pada golongan dewasa dan tidak dikemukakan

perbedaan signifikan dalam kerentanan terhadap serangan DBD antar gender

(Djunaedi, 2006).

Penyakit DBD menunjukkan fluktuasi musiman, biasanya meningkat pada

musim penghujan atau beberapa minggu setelah hujan. Pada awalnya kasus DBD

memperlihatkan siklus lima tahun sekali selanjutnya mengalami perubahan menjadi

tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun diikuti dengan adanya kecenderungan

peningkatan infeksi virus dengue pada bulan-bulan tertentu. Hal ini terjadi,

kemungkinan berhubungan erat dengan perubahan iklim dan kelembaban, terjadinya

migrasi penduduk dari daerah yang belum ditemukan infeksi virus dengue ke daerah

endemis penyakit virus dengue atau dari pedesaan ke perkotaan terutama pada daerah

yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2008).

Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Indonesia, sejak pertama kali

ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus meningkat

baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadik terjadi

(23)

propinsi dengan IR 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2,0%, kemudian menurun

pada tahun 1999 dengan IR 10,17 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan

kembali pada tahun 2000 dengan IR 15,99 per 100.000 penduduk dan kembali

meningkat pada tahun 2001 dengan IR 21,66 per 100.000 penduduk, kembali

menurun pada tahun 2002 yaitu IR 19, 24 per 100.000 penduduk dan meningkat

tajam kembali pada tahun 2003 yaitu IR 23,87 per 100.000 penduduk . Data ini

menunjukkan DBD di Indonesia menjadi fenomena yang sangat sulit diatasi dimana

kejadian DBD setiap tahunya berfluktuasi (Depkes RI, 2004).

Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di

Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per

100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar

154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan pada

tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu

sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010). Tahun 2011

kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403 orang

(Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).

Sepanjang tahun 2010 di Sumatera Utara ditemukan 8.889 penderita dengan

kematian 87 jiwa (1,2%) dengan IR 39,6 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2011

terjadi penurunan hingga 50% dengan jumlah kasus sebanyak 4.535 kasus (IR 10,26

per 100.000 penduduk) dengan kematian 56 kasus (CFR: 1,1%).

Kota Binjai merupakan salah satu wilayah endemis DBD yang mempunyai

(24)

KLB penyakit DBD. Berdasarkan data dari Bidang PMK Dinas Kesehatan Kota

Binjai pada tahun 2007 angka kesakitan DBD di Kota Binjai adalah sebesar 132,12

per 100.000 penduduk. Angka ini menunjukkan kenaikan dibandingkan dua tahun

sebelumnya. Tahun 2008 angka kesakitan DBD di kota Binjai sebesar 101.72 per

100.000 penduduk, dimana dari angka tersebut terjadi penurunan bila dibandingkan

tahun 2007. Pada tahun 2009, angka kesakitan DBD di kota Binjai sebesar 61,4 per

100.000 penduduk, mengalami penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya.Akan

tetapi mengalami peningkatan yang sangat berarti bila dibandingkan dengan tahun

2010 sebesar 243,7 per 100.000 penduduk, kasus tertinggi ditemukan di kecamatan

Binjai Timur dengan 216 kasus, sedangkan pada tahun 2011 angka kesakitan DBD

sebesar 60,16 per 100.000 penduduk (142 kasus) mengalami penurunan dibanding

tahun sebelumnya (Profil Kesehatan Kota Binjai, 2011).

Berdasarkan hasil pencatatan Penyakit Menular Kesehatan (PMK) Dinkes

Kota Binjai (2011) seluruh kecamatan di Kota Binjai berstatus endemis DBD.

Kecamatan yang paling sering mengalami peningkatan kasus DBD adalah Kecamatan

Binjai Timur , dimana rata-rata angka IR demam berdarah dengue lima tahun

terakhir jauh diatas target IR nasional yaitu ≤ 55/100.000 penduduk. Jumlah kasus

DBD di Kecamatan Binjai Timur tahun 2007 sebesar 198,4 per 100.000 penduduk,

tahun 2008 sebesar 163,1 per 100.000 penduduk, tahun 2009 sebesar 50,1 per

100.000 penduduk, tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar

(25)

Diduga tingginya angka kejadian DBD ini disebabkan masih banyaknya

tempat perindukan nyamuk yang berupa bak mandi, ember, gentong, TPA yang

bukan untuk keperluan sehari-hari misalnya vas bunga, ban bekas, tempat sampah,

tempat minum burung, dan lain-lain, serta tempat penampungan air alamiah yaitu

lubang pohon, pelepah daun keladi, lubang batu, dan lain-lain (Depkes, 2005).

Meningkatnya jumlah kasus DBD serta bertambah luasnya wilayah yang

terjangkit dari waktu ke waktu di Indonesia disebabkan multi faktorial antara lain

semakin majunya sarana transportasi masyarakat; kian padatnya pemukiman

penduduk; perilaku manusia seperti kebiasaan menampung air untuk keperluan

sehari-hari seperti menampung air hujan, air sumur, membuat bak mandi atau

drum/tempayan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk; kebiasaan menyimpan

barang-barang bekas atau kurang memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang

tertampung didalam wadah-wadah dan kurang melaksanakan kebersihan dan 3M

Plus; dan terdapatnya nyamuk Ae.aegypti sebagai vektor utama penyakit DBD

hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus Dengue yang

bersirkulasi setiap sepanjang tahun (Ginanjar, 2008 & Kemenkes RI, 2004).

Demikian juga menurut Soegijanto (2006) banyak faktor yang memengaruhi

kejadian penyakit DBD di Indonesia antara lain faktor hospes, lingkungan

(environment), dan respon imun. Faktor hospes yaitu kerentanan (susceptibility), dan

respon imun. Faktor lingkungan yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan

laut, curah hujan, kelembaban, musim), kondisi demografis (kepadatan, mobilitas,

(26)

nyamuk sebagai vektor penular penyakit. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue yang

hingga saat ini diketahui ada 4 jenis seroptipe virus Dengue yaitu Dengue 1,2,3,4.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan angka kejadian DBD

sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan . Penelitian Rose (2008) tentang hubungan

sosiodemografi dan lingkungan fisik dengan kejadian DBD di Kota Pekan Baru,

menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan fisik

seperti jarak rumah, tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari

dengan kejadian DBD (OR= 1,79. dan OR= 0,34). Demikian juga halnya dengan

penelitian Marsaulina (2005) menyat penampungan air terhadap kejadian DBD

(dengan OR 5,8 dan 4,6). Penelitian Fathi, et.al., (2005) juga mengungkapkan bahwa

ada hubungan antara keberadaan kontainer dengan kejadian KLB penyakit DBD, dan

penelitian Nugrahaningsih (2010) menunjukkan bahwa faktor lingkungan

berhubungan dengan keberadan jentik nyamuk penular DBD adalah keberadaan

kontainer.

Faktor kebiasaan masyarakat seperti kebiasaan tidur siang, penggunaan

kelambu siang hari, pemakaian anti nyamuk siang hari, dan kebiasaan menggantung

pakaian juga berpotensi menimbulkan tingginya kejadian DBD. Sebagaimana hasil

penelitian Sitio (2008) tentang hubungan prilaku PSN dan kebiasaan keluarga dengan

kejadian DBD di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2008

mengungkapkan bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan keluarga

memakai anti nyamuk di siang hari dan kebiasaan menggantung pakaian siap pakai

(27)

Departemen Kesehatan telah mengupayakan pelbagai strategi untuk mengatasi

peningkatan kejadian DBD ini. Pada awalnya strategi utama pemberantasan DBD

menurut Depkes adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan.

Kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke

tempat penampungan air. Namun kedua metode ini sampai sekarang belum

memperlihatkan hasil yang memuaskan dimana terbukti dengan peningkatan kasus

dan bertambah jumlah wilayah yang terjangkit DBD. Mengingat obat dan virus

vaksin untuk membunuh virus Dengue belum ada, maka cara yang paling efektif

untuk mencegah DBD ialah dengan PSN melalui gerakan 3M Plus yaitu menguras,

menutup dan mengubur, ikanisasi di kolam/bak-bak penampungan air, memasang

kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar,

mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan

kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, yang dilaksanakan

oleh masyarakat secara teratur setiap minggunya.

Berdasarkan kajian tersebut diduga kuat ada pengaruh faktor lingkungan fisik

dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di

Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun 2012.

1.2. Permasalahan

Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai merupakan wilayah berstatus endemis

DBD dimana angka kejadian DBD terus menerus meningkat dan berfluktuasi setiap

(28)

kejadian DBD serta keeratan hubungannya. Angka IR DBD di Kecamatan Binjai

Timur lima tahun terakhir jauh diatas target IR nasional yaitu ≤ 55/100.000

penduduk. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Binjai Timur tahun 2007 sebesar 198,4

per 100.000 penduduk (107 kasus), tahun 2008 sebesar 163,1 per 100.000 penduduk

(66 kasus), tahun 2009 sebesar 50,1 per 100.000 penduduk (27 kasus), tahun 2010

mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 400,5 per 100.000 penduduk

(216 kasus) dan tahun 2011 sebesar 100,1 per 100.000 penduduk (54 kasus).

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor

lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai

Timur Kota Binjai tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor lingkungan fisik

dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai Timur Kota

Binjai tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1.5.1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kota Binjai melelui

Dinas Kesehatan Kota Binjai dalam merencanakan strategi yang tepat dalam

(29)

1.5.2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh faktor

lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah

dengue

1.5.3. Menambah referensi ilmiah tentang pengaruh faktor lingkungan fisik dan

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian

Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang di

sebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DE-2, DEN-3, atau DEN-4 yang di tularkan

melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah

terinfeksi virus Dengue dari penderita DBD lainnya (Ginanjar, 2008).

Demam dengue (DD) adalah penyakit fibris–virus akut, sering kali di sertai

dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai

gejalanya. demam berdarah dengue (DBD) di tandai oleh empat manifestasi klinis

utama demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada

kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi, pasien ini dapat mengalami syok

hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma (WHO, 1999).

2.1.2. Epidemiologi

Penyakit demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF)

merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem

kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia

terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik

maupun epidemik. Hasil study epidemiologik menunjukkan bahwa DBD terutama

(31)

temukan perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan dengue antar

gender. Outbreak (kejadian luar biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan

berkaitan dengan datangnnya musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan

peningkatan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi pada musim penghujan.

Penularan penyakit DBD antar manusia terutama berlangsung melalui vektor nyamuk

Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut

sebagai the most mosquito transmitted disease.

a. Distribusi geografis.

Penyakit akibat infeksi virus Dengue di temukan tersebar luas di berbagai

negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 300 Lintang

Utara 400 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Carribean dengan

estimasi kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Penyakit yang di

laporkan pertama kali oleh Benyamin Rush pada Tahun 1789 ini muncul dalam

literatur Inggris berupa outbreak suatu penyakit yang terjadi sepanjang tahun

1827-1829 di Carribean.

Berdasarkan data yang di laporkan ke Word Health Organization (WHO) antara Tahun 1991-1995, Indonesia menempati peringkat ke tiga (110.043 kasus)

dalam hal insidensi infeksi virus Dengue dengan jumlah kematian menempati

peringkat pertama (2.861 kasus) dan angka kematian tersebut menempati peringkat ke

empat (2,6%) di antara negara-negara seperti Vietnam, Thailand, India, Mnyanmar,

Amerika, Kampuchea, Malaysia, Singapore, Philippines, Sri Lanka, Laos, dan

(32)

bahwa DBD telah menyerang seluruh negara di Asia Selatan, Asia Tenggara,

Australia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Carribean, Cuba,

Venuzuela, Brazil dan Afrika. Meskipun angka kematian akibat DBD di Indonesia

menunjukan kecenderungan menurun selama periode tahun 1968-1988, namun

insidensi DBD menunjukan kecenderungan meningkat dengan angka kejadian yang

tinggi pada tahun 1998. Pada dekade belakangan ini, infeksi virus Dengue dilaporkan

endemik di 112 negara.

b. Umur dan jenis kelamin.

Meskipun semua umur termasuk neonatus dapat terserang DBD , pada saat

outbreak DBD pertama di Thailand di temukan bahwa penyakit tersebut menyerang

terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Pada tahun-tahun awal epidemi DBD

di Indonesia, penyakit ini juga menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9

tahun. Selama tahun 1968-1973 sebesar kurang lebih 95% kasus DBD adalah anak di

< 15 tahun. Tahun 1993-1998 meskipun sebagian besar kasus DBD adalah anak

berumur antara 5-14 tahun , namun nampak adanya kecenderungan peningkatan

kasus > 15 tahun.Tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung

pada kelompok umur > 15 tahun (Depkes, 2010). Anak berumur lebih dewasa

umumnya terhindar dari DBD meskipun di jumpai laporan adanya DBD pada bayi

berumur 2 bulan dan pada orang dewasa. Hal ini nampaknya berkaitan dengan

aktifitas kelompok umur yang relatif terhindar dari DBD mengingat peluang

(33)

temukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD di kaitkan dengan perbedaan

jenis kelamin (gender).

c. Musim

Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama pada

musim panas meskipun di temukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim dingin.

Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim

penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philippines epidemi DBD terjadi

beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka

tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian

menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Di Malaysia di laporkan

peningkatan insidensi DBD sebesar 120% ketika curah hujan perbulan sekitar 300

mm atau lebih. Di Indonesia di laporkan bahwa puncak oubreak umumnya terjadi

antara bulan Oktober sampai dengan April, kecuali outbreak pada tahun 1974 yang

justru terjadi pada bulan Juli.

Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat

kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan

lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan

peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua vektor tersebut meningkatkan

aktifitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus Dengue. Itulah sebabnya di

(34)

d. Cara penularan

Transmisi virus Dengue dari manusia ke manusia lain atau dari kera ke kera

yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes aegypti)

yang terinfeksi oleh Arboviruses.

Itulah sebabnya virus Dengue di sebut sebagai arthropod borne viruses.

Sekali nyamuk terinfeksi oleh Arbovirus, sepanjang hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada manusia atau kera. Nyamuk betina

yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus kepada generasi berikutnya melalui

proses transmisi transovarian. Namun proses transmisi semacam ini jarang terjadi dan

tidak mempunyai arti signifikan bagi penyebaran infeksi dengue kepada manusia.

Manusia merupakan host utama bagi virus meskipun temuan penelitian

menunjukan bahwa di beberapa belahan dunia jenis kera tertentu dapat pula terinfeksi

virus Dengue dan selanjutnya menjadi sumber virus bagi nyamuk ketika nyamuk

menghisap darah kera yang bersangkutan. Virus yang masuk ke tubuh manusia

melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode

sampai timbul gejala demam. Periode di mana virus beredar dalam sirkulasi darah

manusia di sebut sebagai periode viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi

menghisap darah manusia dalam fase viremia, maka virus akan masuk ke dalam

tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum virus siap di

transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang di perlukan untuk inkubasi

(35)

2.1.3. Etiologi

a. Virus

Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang di sebabkan oleh infeksi

virus Dengue. Virus Dengue termasuk Genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Ada empat serotipe virus yang kemudian di nyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DE-3,

atau DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan memicu imunitas

seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat

serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama

beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya (WHO, 2001).

b. Vektor

Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke

orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dan subgenus stegomya. Aedes aegypti

merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae.

albopictus, Ae.poly nesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya niveus

juga di putuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali Ae.

aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri, walaupum mereka merupakan

vektor yang sangat baik untuk virus Dengue, epidemi yang di timbulkannya tidak

separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti (WHO, 2001).

c. Pejamu

Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue

mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama menghasilkan

(36)

sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi sekunder atau sekuensial

mungkin terjadi setelah waktu singkat. Penularan virus Dengue dari manusia

terinfeksi ke nyamuk penggigit di tentukan oleh besarnya dan durasi viremia pada

hospes manusia, individu dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius

yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit, biasanya menyebabkan presentase nyamuk

penggigit yang terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat

rendah dalam darah mungkin terinfeksi bagi beberapa nyamuk vektor (WHO, 1992).

2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis

Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan

demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding

pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia

dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan

renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran

plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan

menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.

Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah

dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat

terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang

dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang

(37)

Akibat infeksi kedua oleh tipe virus Dengue yang berlainan pada seorang

penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibody yang

akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit

imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu replikasi virus Dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang

banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks

antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan

C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding

pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.

Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari

pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi

secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaan

hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat

diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada

sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan

mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat

meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari

ke-10 sejak permulaan penyakit.

Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan

pada penderita DBD. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh

(38)

koagulasi. Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM) secara potensial dapat terjadi

juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling

mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irreversible disertai

perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian

(Siregar, 2004).

2.1.5. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue

Menurut Depkes RI (2005) tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah :

a. Demam

Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus

berlangsung 2-7 hari, kemudianl turun secara cepat. Demam secara mendadak

disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas, nyeri pada

tulang, sendi, punggung dan kepala.

b. Manifestasi pendarahan

Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah

demam, sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat

berupa: ptechiae, purpura, echymosis, perdarahan conjunctiva, perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaxis), perdarahan gusi, muntah darah (hematenesis), buang air besar berdarah (melena), kencing berdarah (hematuri). Gejala ini tidak

(39)

c. Pembesaran hati (hepatomegali)

Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran

hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit. Pembesaran hati mungkin berkaitan

dengan strain serotype virus Dengue.

d. Renjatan (syok)

Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai

sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra

vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan: kulit teraba

dingin pada ujung hidung, jari dan kaki; penderita menjadi gelisah; nadi cepat,

lemah, kecil sampai tas teraba; tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau

kurang); tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau

kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai

kemungkinan yang lebih buruk.

5. Gejala klinis lain

Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah; anoreksia, mual, muntah, lemah,

sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.

2.1.6. Mekanisme Penularan

Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang

sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus

Dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan

(40)

selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit

nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung

nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan

tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah

mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain

(masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk

sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypt iyang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi

karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan

mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak

membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang

lain (Depkes, 2005).

2.1.7. Tempat Potesial bagi Penularan DBD

Penularan demarn berdarah dengue menurut Depkes (2005) dapat terjadi

disemua tempat yang terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial

untuk terjadinya penularan DBD adalah :

a. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).

b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang

dariberbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe

virus Dengue cukup besar tempat-tempat umum antara lain sekolah,

RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya

(41)

c. Pemukiman baru dipinggir kota

Karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah dimana

kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier.

2.1.8. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD

a. Nyamuk dewasa: ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih

pada bagian badan, kaki dan sayap.

b. Telur: berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti

gambaran kain kasa.

c. Jentik: ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya

berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas.Pada waktu

istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.

d. Kepompong (pupa): berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun

lebih ramping di dibanding larva.

e. Metamorfosis sempurna

(42)

2.1.9. Sifat-sifat Nyamuk Aedes Aegypti

a. Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah

pemindahan virus.

b. Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas

09.00-10.00 dan 16.00-17.00.

c. Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau

terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh.

d. Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap

dalam rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel,

peci dan lain-lain.

e. Nyamuk ini lebih senang warna gelap dari pada terang.

2.1.10. Diagnosa Demam Berdarah Dengue

Menurut Fadjari (2008) dan Depkes (2005) diagnosa penyakit DBD

ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya

minimal satu kriteria laboratories.

Kriteria klinis:

a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7, yang dapat mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak

spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan, nyeri sendi dan

tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata dan wajah yang kemerah-

(43)

b. Manifestasi perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit tes rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).

c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).

d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyit nadi yang teraba lemah dan

cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan

renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

Kriteria laboratories:

a. Penurunan jumlah trombosit (Trombositopenia) < 100.000/mm3, biasanya

ditemukan antara hari ke 3 - 7 sakit.

b. Peningkatan kadar hematokrit > 20 % dari nilai normal.

2.1.11. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Menurut WHO (1986) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat

keparahannya yaitu:

a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain,

dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif.

b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah perdarahan

spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan

lainnya.

c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat

dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai

(44)

d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat

diukur dan nadi yang tak dapat diraba.

3.1.12. Bionomik Nyamuk Aedes Aegypti

Pengetahuan tentang bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan

pengendaliannya. Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan

pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya. Pengetahuan bionomik

nyamuk meliputi stadium pradewasa (telur, jentik, pupa) dan stadium dewasa. Hal ini

menyangkut tempat dan waktu nyamuk meletakkan telur, perilaku perkawinan,

perilaku menggigit (bitting behaviour), jarak terbang (fight range) dan perilaku istirahat (resting habit) dari nyamuk dewasa dan faktor-faktor lingkungan seperti

suhu, kelembaban, iklim, curah hujan, yang mempengaruhi kehidupan nyamuk .

a. Tempat Perindukan (Breeding Places)

Tempat perindukan Aedes aegypti berupa genangan-genangan air yang

tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer (bukan genangan-genangan

air tanah) seperti tempayan, drum, bak air, WC/kamar mandi, tempat air burung

piaraan, barang-barang bekas, lubang-lubang di pohon, pelepah daun dan sebagainya.

Macam kontainer termasuk bahan kontainer, volume kontainer, penutup kontainer

dan asal air dari kontainer.

b. Kebiasaan Menggigit

Kebiasaan menggigit/waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak

pada waktu siang hari dari pada malam hari, lebih banyak menggigit pukul

(45)

diluar rumah. Setelah menggigit selama menunggu waktu pematangan telur nyamuk

akan berkumpul di tempat-tempat di mana terdapat kondisi yang optimum untuk

beristirahat, setelah itu akan bertelur dan menggigit lagi. Tempat yang disenangi

nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur adalah

tempat-tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin, nyamuk Aedes aegypti biasa hinggap

beristirahat pada baju-baju yang bergantungan atau benda-benda lain di dalam rumah

yang remang-remang.

c. Jarak Terbang

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan

selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang

nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan

demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk

mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang

nyamuk menjadi terbatas.

Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor

eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti

kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal

meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk.

Meskipun Aedes aegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam

kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat

istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti

(46)

dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut

disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi.

d. Lingkungan Biologik

Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam

kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen

atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Adanya infeksi

patogen dan parasit pada larva akan mengurangi jumlah larva yamg hidup untuk

menjadi nyamuk dewasa, masa pertumbuhan larva bias menjadi lebih lama dan umur

nyamuk dewasa yang berasal dari larva yang terinfeksi patogen atau parasit biasanya

lebih pendek.

e. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aegypti

antara lain jarak antar rumah, macam kontainer, suhu udara, curah hujan, pengaruh

angina dan kelembaban.

1) Jarak antar Rumah

Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah

kerumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk

menyebar ke rumah yang lain.

2) Suhu Udara

Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi

(47)

sampai 3 haripada suhu 30°C, tetapi pada suhu udara 16°C dibutuhkan waktu selama

7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun

atau bahkan berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih

tinggi dari 35°C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses

fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C.

Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C atau

lebih dari 40°C. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses

metabolismanya yang sebagian diatur oleh suhu. Karenanya kejadian-kejadian

biologis tertentu seperti: lamanya pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang

dihisap dan pematangan indung telur dan frekuensi mengambil makanan atau

menggigit berbeda-beda menurut suhu, demikian pula lamanya perjalanan virus di

dalam tubuh nyamuk.

3) Kelembaban Udara

Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara

yang biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam kehidupan nyamuk kelembaban

udara mempengaruhi kebiasaan meletakkan telurnya. Hal ini berkaitan dengan

nyamuk atau serangga pada umumnya bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor

kelembaban. Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan menggunakan

pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan lubang pada dinding tubuh nyamuk

yang disebut spiracle. Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme

pengaturnya, maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dalam

(48)

kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi

vektor karena tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar

ludah.

4) Intensitas Cahaya

Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat

pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi

merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor

terbesar yang mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk, nyamuk terbang apabila

intensitas cahaya rendah (< 20 Ft-cd). Larva dari nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap dan juga menarik nyamuk

betina untuk meletakkan telurnya. Dalam bejana yang intensitas cahaya rendah atau

gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang intensitas cahanya besar

atau terang.

5) Pengaruh Hujan

Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat

perindukan nyamuk alamiah. Perindukan nyamuk alamiah di luar rumah selain

sampah-sampah kering seperti botol bekas, kaleng-kaleng, juga potongan bambu

sebagai pagar sering dijumpai di rumah-rumah penduduk serta daun-daunan yang

memungkinkan menampung air hujan merupakan tempat perindukan yang baik untuk

(49)

6) Pengaruh Angin

Secara tidak langsung angina akan mempengaruhi evaporasi atau penguapan

air dan suhu udara atau konveksi. Angin berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk.

Kecepatan angin kurang dari 8,05 km/jam tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk, dan

aktivitas nyamuk akan terpengaruh oleh angin pada kecepatan mencapai 8,05 km/jam

(2,2 meter/detik) atau lebih.

2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor

Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat di lakukan beberapa

survei yang di pilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik dan survei

perangkap telur, survei jentik di lakukan dengan cara pemeriksaaan terhadap semua

tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang di periksa di

suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Menurut

Depkes RI (2005) pelaksaaan survei ada 2 (dua) metode yang meliputi:

a. Metode single survei

Survei ini di lakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan

air yang di temukan ada jentiknya untuk identifikasi lebih lanjut jentiknya.

b. Metode visual

Survei ini di lakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat

genagan air tanpa melakuan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan

pnyakit DBD, survei jentik yang biasa di gunakan adalah cara visual dan ukuran

(50)

1.Angka bebas jentik (ABJ)

Angka bebas jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang di lakukan di

semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah

-rumah penduduk yang diperiksa secara acak.

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik

X100% Jumlah rumah/bangunan yang di periksa

2. House indeks (HI)

House Indeks (HI) adalah persentasi jumlah rumah yang di temukan jentik

yang di lakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga)

bulan pada rumah-rumah yang di periksa secara acak.

Jumlah rumah yang di temukan jentik

X100%

Jumlah rumah yang diperiksa

3. Container indeks (CI)

Container indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang di periksa di temukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara

acak.

Jumlah rumah yang di temukan jentik

X100% Jumlah rumah yang diperiksa

4. Breteau indeks (BI)

Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah. Container adalah

tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang biaknya nyamuk

(51)

penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti angka bebas jentik

dan house index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang di periksa jentikya harus negatip. Ukuran tersebut di gunakan sebagai indikator keberhasilan

pengendalian penularan DBD (Depkes RI, 1998).

2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik

a. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan

air lainnya.

b. Jika tidak tampak, tunggu  0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul

kepermukaan air untuk bernafas.

c. Ditempat yang gelap gunkan senter/battery

d. Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik, ban

bekas, dan lain-lain. Tempat-tempat lain perlu diperiksa oleh jumantik antara

lain talang/saluran air yang rusak/ tidak lancar, lubang-lubang pada potongan

bambu, pohon, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan air tergenang

seperti di rumah-rumah kosong, pemakaman dan lain-lain. Jentik-jentik yang

di temukan di tempat-tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah

(bak mandi/WC, drum, tempayan dan sampah-sampah/barang-barang bekas

yang dapat manampung air hujan) dapat di pastikan bahwa jentik tersebut

adalah nyamuk Aedes aegypti penular demam berdarah dengue (DBD). Jentik-jentik yang terdapat di got/comberan/selokan bukan jentik nyamuk

(52)

2.1.15. Pemberantasan Vektor DBD

Pemberantasan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah

kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dilaksanakan sekarang adalah terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya.

a. Pemberantasan nyamuk dewasa

Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara

penyemprotan (pengasapan/pengabutan=fogging) dengan insektisida. Mengingat

kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan seperti kelambu

dan pakaian, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada

pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan antara lain

golongan: Organophospate, misalnya malathion; Pyretroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, cypermettrin, alfamethrin; Carbamat.

Alat yang di gunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ultra light volum (ULV) dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek

residu. Untuk membatasi penularan virus Dengue, penyemprotan di lakukan dua

siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk

yang mengandung virus Dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainya akan

mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang di antaranya akan

menghisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan

terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu di lakukan penyemprotan siklus

Gambar

Gambar 2.1. Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD
Gambar 2.2. Molekul Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi
Gambar 2.3. Bagan Interaksi Agent, Host, Environment (Soegijanto, 2006)
Gambar 2.4. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada faktor lingkungan dan kejadian demam berdarah dengue di empat lokasi di Kecamatan Genuk, dapat disimpulkan bahwa:. Penyakit

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor fisik lingkungan rumah dan karakteristik penderita terhadap kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di wilayah

Hubungan Perilaku Tentang Pemberantasan Sarang Nyamuk Dan Kebiasaan Keluarga Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Wringin Tahun 2011..

Judul Penelitian Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Ploso Kecamatan Pacitan Tahun 2009 Hubungan Faktor Lingkungan Fisik dengan

Judul Tesis : PENGARUH LINGKUNGAN FISIK DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2013.. Nama Mahasiswa

Hasil dari uji statistik pada penelitian ini bahwa terdapat pengaruh praktek 3M di rumah terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) sehingga praktek 3M di

Hubungan Faktor Fisik Lingkungan Rumah Dan Karakteristik Penderita Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sentosa Baru Kecamatan

Tedy B, 2005, Analisis Faktor Risiko Perilaku Masyarakat Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Kelurahan Helvetia Tengah Medan, Jurnal Kesehatan Lingkungan : Vol 1, ( 2)