PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012
TESIS
Oleh
DAHLIA PURBA 107032076/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF THE FACTORS OF PHYSICAL ENVIRONMENT AND FAMILY HABIT ON THE INCIDENT OF DENGUE HEMORRHAGE
FEVER (DHF) IN BINJAI TIMUR SUBDISTRICT THE CITY OF BINJAI
IN 2012
THESIS
By
DAHLIA PURBA 107032076/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh DAHLIA PURBA
107032076/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012
Nama Mahasiswa : Dahlia Purba Nomor Induk Mahasiswa : 1070320876
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 14 Agustus 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN FISIK DAN KEBIASAAN KELUARGA TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH
DENGUE (DBD) DI KECAMATAN BINJAI TIMUR KOTA BINJAI TAHUN 2012
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2012
ABSTRAK
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara peringkat ketiga untuk kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Angka kesakitan DBD di Kecamatan Binjai Timur sampai tahun 2011 masih di atas target nasional yaitu ≤ 55/ 100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai.
Desain penelitian ini adalah case control. Sampel sebanyak 100 rumah tangga yang terdiri dari 50 rumah tangga yang menderita DBD untuk kelompok kasus yang diperoleh dari propil Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan 50 rumah tangga yang tidak menderita DBD yang terdapat di Kecamatan Binjai Timur untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel diperoleh secara consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval
(CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pencahayaan (p=0,041; OR=2,33), kondisi tempat penampungan air (p=0,031; OR=2,90), keberadaan jentik (p=0,019; OR=2,76), kebiasaan menggunakan anti nyamuk (p=0,045; OR=2,79), kebiasaan menggantung pakaian (p=0,040; OR=2,57), dan kebiasaan dalam pemberantasan sarang nyamuk (p=0,025; OR=2,79). Sedangkan variabel yang dominan berpengaruh adalah penggunaan anti nyamuk di siang hari, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik, dan pencahayaan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun2012.
Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk meningkatkan pencegahan dan penanggulangan DBD secara komprehensif dan berkesinambungan dengan mengaktifkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD melalui 3M (menutup, menguras, dan menimbun) dan mensosialisasikan penggunaan anti nyamuk disiang hari, sehingga biaya program penanggulangan DBD dapat diturunkan dan dimanfatkan untuk biaya operasional kesehatan lainnya di Kota Binjai.
ABSTRACT
Dengue hemorrhage fever (DHF) caused by dengue virus is a disease which still becomes the public health problem in Indonesia. Sumatera Utara Province ranked third for DHF case in Indonesia. Dengue haemorrhagic fever morbidity in Binjai Timur Subdistrict until 2011 is still above the national target of ≤ 55/100 000 population. The purpose of this study with case control design was to analyze the influence of the factor of physical environment and family habit on the incident of DHF in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai.
The samples for this study with case control design. Sample of 100 households consisting of 50 households who suffer from dengue fever to the case obtained from the Profile of Binjai Municipal Health Service, and 50 households that are not suffering from dengue fever in the Binjai Timur Subdistrict for the control group. Sampling was obtained by consecutive sampling technique. The data obtained were statistically tested through Chi-square test. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Odds ratio (OR) at Confidence Interval (CI) 95% and then analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the DHF was significantly influenced by lighting (p = 0.041; OR = 2.33, condition of water containers (p = 0.031; OR = 2.90), existence of larvae (p = 0.019; OR = 2.76), habit of using mosquito coils/repellent (p = 0.045; OR = 2.79), hanging clothes (p = 0.040; OR = 2.57), and habit of eradicating mosquito nests (p = 0.025; OR = 2.79). The most dominant influencing variables were the use of mosquito coils/repellent, condition of water containers, existence of larvae and lighting in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai in 2012.
The management of Binjai Municipal Health Service is expected to improve the prevention and control of dengue in a comprehensive and sustainable by enabling community participation in dengue mosquito nest eradication through 3M (closed, draining, filling up) and disseminate the use of mosquito repellent during the day, so the cost of dengue control program can reduced operating costs and used for other health City of Binjai.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh
Faktor Lingkungan Fisik dan Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi
Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan juga terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat USU
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Juanita, S.E, M.Kes dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku pembimbing yang
dengan penuh perhatian, kesabaran. mengarahkan, membagi ilmu, memberikan
waktu dan pemikiran kepada penulis mulai dari penyusunan proposal hingga
4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H dan Ir. Indra Chahaya, M.Si selaku komisi
penguji yang banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan tesis
ini.
5. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis
mengikuti pendidikan.
6. dr. Agusnadi Tala, Sp.A selaku kepala Dinas Kota Binjai yang telah memberikan
izin penelitian
7. Suami dan Putra/Putri tercinta Rohaya Margareth Hasugian, Refnaldo Alvi
Hasugian, Stefanie Christella Hasugian yang penuh pengertian, kesabaran,
dukungan dan berdoa sehingga memotivasi penulis selama mengikuti pendidikan.
8. Orang tua terkasih K. Purba dan K. Br. Sinaga terima kasih yang
sebesar-besarnya buat dukungan moral dan doa yang sudah diberikan dan juga dan seluruh
keluarga besar penulis abang, kakak dan adik-adik yang terus memberikan
semangat dan inspirasi.
9. Terima kasih diucapkan kepada Linda, Sutriana, Sri Novita, Susanti, Etty,
Mardiana, Rinda, Sarifah, Arif, Afni, Cinta, serta teman-teman di Program Studi
S2 Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi yang membuat
Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk itu
saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis
ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, September 2012
Penulis
Dahlia Purba
RIWAYAT HIDUP
Dahlia Purba dilahirkan pada tanggal 15 Desember 1969 di Dolok Saribu.
Anak ketiga dari 7 (tujuh) bersaudara, dari pasangan ayahanda K. Purba dan Ibunda
K. Br. Sinaga. Menikah pada tanggal 29 April 2000 dengan Barita Halomoan
Parsaoran Hasugian, dan dikarunia 2 (dua) orang putri yaitu Rohaya Margareth
Hasugian dan Stefanie Christella dan 1 (satu) orang putera yaitu Refnaldo Alvi
Hasugian.
Pendidikan Sekolah Dasar dimulai tahun 1976-1982 di SD Negeri No. 091400
Dolok Saribu Pane, tahun 1982-1985 pendidikan SMP Negeri Dolok Pardamean,
tahun 1995-1998 pendidikan di SMA Negeri 1 Pematang Siantar, tahun 1989-1993
pendidikan di Akademi Keperawatan Glugur Medan, tahun 1995-1997 pendidikan di
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, dan tahun 2010 sampai
sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
Sejak tahun 1997 sampai sekarang bekerja sebagai Tenaga Pengajar di
DAFTAR ISI
1.3.Tujuan Penelitian... 8
1.4.Hipotesis . ... 8
2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis ... 16
2.1.5. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue ... 18
2.1.6. Mekanisme Penularan ... 19
2.1.7. Tempat Potensial bagi Penularan DBD ... 20
2.1.8. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD ... 21
2.1.9. Sifat-sifat Nyamuk Aedes aegypti ... 22
2.1.10. Diagnosa Demam Berdarah Dengue………... 22
2.1.11. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue……….. ... 23
2.1.12. Bionomik Nyamuk Aedes aegypti……… ... 24
2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor………. ... 29
2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik ... 31
2.1.15. Pemberantasan Vektor Demam Berdara Dengue ... 32
2.2. Landasan Teori ... 35
2.3. Kerangka Konsep ... 39
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
3.3. Populasi dan Sampel ... 41
3.3.1. Populasi ... 41
3.3.2. Sampel ... 42
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44
3.4.1. Pengumpulan Data ... 44
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 45
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 46
3.5.1. Variabel Independen ... 46
3.5.2. Variabel Dependen ... 49
3.6. Metode Pengukuran Data ... 49
3.6.1. Pengukuran Variabel Independen ... 49
3.6.2. PengukuranVariabel Dependen ... 51
3.6.3. Aspek Pengukuran ... 52
3.7. Metode Analisis Data ... 54
3.7.1. Analisis Univariat ... 54
3.7.2. Analisis Bivariat ... 54
3.7.3. Analisis Multivariat ... 55
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 57
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 57
4.1.1. Keadaan Geografis ... 57
4.1.2. Keadaan Demografi ... 57
4.1.3. Keadaan Lingkungan ... 58
4.2. Karakteristik Responden ... 60
4.3. Data Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 61
4.4. Analisis Bivariat ... 62
4.5. Analisis Multivariat ... 66
4.6. Perhitungan Population Attributable Risk (PAR) ... 68
4.7. Keterbatasan Penelitian ... 68
BAB 5. PEMBAHASAN ... 70
5.1. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 70
5.1.1. Pengaruh Ventilasi terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 70
5.1.2. Pengaruh Pencahayaan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 71
5.1.4. Pengaruh Kondisi Tempat Penampungan Air terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai
Timur Kota Binjai ... 73
5.1.5. Pengaruh Keberadaan Jentik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 75
5.2. Pengaruh Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ... 77
5.3. Pengaruh Faktor Dominan terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue ... 80
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 82
6.1. Kesimpulan ... 82
6.2. Saran ... 83
DAFTAR PUSTAKA ... 84
LAMPIRAN ... 88
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Variabel, Indikator, Altrnatif Jawaban, Kategori, Skala Ukur dan Cara Ukur ... 53
4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Luas dan Kepadatan Penduduk di
Kecamatan Binjai Timur Tahun 2011 ... 57
4.2. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di Kecamatan Binjai Timur Tahun 2011 ...` 58
4.3. Perbandingan Curah Hujan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2011 ... 59
4.4. Distribusi Karakteristik Responden di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 61
4.5. Distribusi Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 62
4.6. Pengaruh Faktor Lingkungan Fisik terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai Tahun 2012 ... 63
4.7. Pengaruh Kebiasaan Keluarga terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binja Tahun 2012 ... 65
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Siklus Hidup Nyamuk Vektor Demam Berdarah Dengue ... 21
2.2. Molekul Klasik Kausasi Segitiga Epidemiologi ... 36
2.3. Bagan Interaksi Agent, Host, Environment ... 37
2.4. Kerangka Konsep Penelitian ... 39
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 88
2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 92
3. Output Validitas dan Reliabilitas ... 93
4. Tabel Frekuensi Variabel Kategorisasi ... 99
5. Hasil Uji Statistik Bivariat ... 103
6. Regresi Logistik ... 114
7. Kelembaban Udara untuk Daerah Medan Sekitarnya ... 118
8. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 119
9. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian... 120
ABSTRAK
Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Provinsi Sumatera Utara peringkat ketiga untuk kasus demam berdarah dengue di Indonesia. Angka kesakitan DBD di Kecamatan Binjai Timur sampai tahun 2011 masih di atas target nasional yaitu ≤ 55/ 100.000 penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai.
Desain penelitian ini adalah case control. Sampel sebanyak 100 rumah tangga yang terdiri dari 50 rumah tangga yang menderita DBD untuk kelompok kasus yang diperoleh dari propil Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan 50 rumah tangga yang tidak menderita DBD yang terdapat di Kecamatan Binjai Timur untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel diperoleh secara consecutive sampling. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen ditentukan berdasarkan Odds Ratio (OR) pada Confidens Interval
(CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara signifikan demam berdarah dengue dipengaruhi oleh pencahayaan (p=0,041; OR=2,33), kondisi tempat penampungan air (p=0,031; OR=2,90), keberadaan jentik (p=0,019; OR=2,76), kebiasaan menggunakan anti nyamuk (p=0,045; OR=2,79), kebiasaan menggantung pakaian (p=0,040; OR=2,57), dan kebiasaan dalam pemberantasan sarang nyamuk (p=0,025; OR=2,79). Sedangkan variabel yang dominan berpengaruh adalah penggunaan anti nyamuk di siang hari, kondisi tempat penampungan air, keberadaan jentik, dan pencahayaan di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun2012.
Diharapkan kepada Dinas Kesehatan Kota Binjai untuk meningkatkan pencegahan dan penanggulangan DBD secara komprehensif dan berkesinambungan dengan mengaktifkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD melalui 3M (menutup, menguras, dan menimbun) dan mensosialisasikan penggunaan anti nyamuk disiang hari, sehingga biaya program penanggulangan DBD dapat diturunkan dan dimanfatkan untuk biaya operasional kesehatan lainnya di Kota Binjai.
ABSTRACT
Dengue hemorrhage fever (DHF) caused by dengue virus is a disease which still becomes the public health problem in Indonesia. Sumatera Utara Province ranked third for DHF case in Indonesia. Dengue haemorrhagic fever morbidity in Binjai Timur Subdistrict until 2011 is still above the national target of ≤ 55/100 000 population. The purpose of this study with case control design was to analyze the influence of the factor of physical environment and family habit on the incident of DHF in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai.
The samples for this study with case control design. Sample of 100 households consisting of 50 households who suffer from dengue fever to the case obtained from the Profile of Binjai Municipal Health Service, and 50 households that are not suffering from dengue fever in the Binjai Timur Subdistrict for the control group. Sampling was obtained by consecutive sampling technique. The data obtained were statistically tested through Chi-square test. The influence between the independent variable and dependent variable was determined based on Odds ratio (OR) at Confidence Interval (CI) 95% and then analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the DHF was significantly influenced by lighting (p = 0.041; OR = 2.33, condition of water containers (p = 0.031; OR = 2.90), existence of larvae (p = 0.019; OR = 2.76), habit of using mosquito coils/repellent (p = 0.045; OR = 2.79), hanging clothes (p = 0.040; OR = 2.57), and habit of eradicating mosquito nests (p = 0.025; OR = 2.79). The most dominant influencing variables were the use of mosquito coils/repellent, condition of water containers, existence of larvae and lighting in Binjai Timur Subdistrict, the City of Binjai in 2012.
The management of Binjai Municipal Health Service is expected to improve the prevention and control of dengue in a comprehensive and sustainable by enabling community participation in dengue mosquito nest eradication through 3M (closed, draining, filling up) and disseminate the use of mosquito repellent during the day, so the cost of dengue control program can reduced operating costs and used for other health City of Binjai.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi
yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini nyaris di
temukan diseluruh belahan dunia terutama di negara tropik dan subtropik baik secara
endemik maupun epidemik dengan outbreak yang berkaitan dengan datangnya
musim penghujan.
Menurut Word Health Organization (1995) populasi di dunia diperkirakan
berisiko terhadap penyakit DBD mencapai 2,5-3 miliar terutama yang tinggal di
daerah perkotaan di negara tropis dan subtropis. Saat ini juga diperkirakan ada 50 juta
infeksi dengue yang terjadi diseluruh dunia setiap tahun. Diperkirakan untuk Asia
Tenggara terdapat 100 juta kasus demam dengue (DD) dan 500.000 kasus DHF yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, dan 90% penderitanya adalah anak-anak yang
berusia kurang dari 15 tahun dan jumlah kematian oleh penyakit DHF mencapai 5%
dengan perkiraan 25.000 kematian setiap tahunnya (WHO, 2012).
Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam
jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968
tertinggi di Asia Tenggara dan tertiggi nomor dua di dunia setelah Thailand (Depkes,
2010).
Di Asia Tenggara termasuk Indonesia epidemik DBD merupakan problem
abadi dan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak-anak. Hasil studi
epidemiologik menunjukkan bahwa penyakit ini terutama dijumpai pada anak-anak di
bawah usia 15 tahun, tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat ada kecenderungan
peningkatan proporsi penderita DBD pada golongan dewasa dan tidak dikemukakan
perbedaan signifikan dalam kerentanan terhadap serangan DBD antar gender
(Djunaedi, 2006).
Penyakit DBD menunjukkan fluktuasi musiman, biasanya meningkat pada
musim penghujan atau beberapa minggu setelah hujan. Pada awalnya kasus DBD
memperlihatkan siklus lima tahun sekali selanjutnya mengalami perubahan menjadi
tiga tahun, dua tahun dan akhirnya setiap tahun diikuti dengan adanya kecenderungan
peningkatan infeksi virus dengue pada bulan-bulan tertentu. Hal ini terjadi,
kemungkinan berhubungan erat dengan perubahan iklim dan kelembaban, terjadinya
migrasi penduduk dari daerah yang belum ditemukan infeksi virus dengue ke daerah
endemis penyakit virus dengue atau dari pedesaan ke perkotaan terutama pada daerah
yang kumuh pada bulan-bulan tertentu (Soegijanto, 2008).
Penyakit DBD merupakan penyakit endemis di Indonesia, sejak pertama kali
ditemukan pada tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta, jumlah kasus terus meningkat
baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadik terjadi
propinsi dengan IR 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR 2,0%, kemudian menurun
pada tahun 1999 dengan IR 10,17 per 100.000 penduduk, mengalami peningkatan
kembali pada tahun 2000 dengan IR 15,99 per 100.000 penduduk dan kembali
meningkat pada tahun 2001 dengan IR 21,66 per 100.000 penduduk, kembali
menurun pada tahun 2002 yaitu IR 19, 24 per 100.000 penduduk dan meningkat
tajam kembali pada tahun 2003 yaitu IR 23,87 per 100.000 penduduk . Data ini
menunjukkan DBD di Indonesia menjadi fenomena yang sangat sulit diatasi dimana
kejadian DBD setiap tahunya berfluktuasi (Depkes RI, 2004).
Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2008 dijumpai kasus DBD di
Indonesia sebanyak 137.469 kasus dengan CFR 0,86% dan IR sebesar 59,02 per
100.000 penduduk, dan mengalami kenaikan pada tahun 2009 yaitu sebesar
154.855 kasus dengan CFR 0,89% dengan IR sebesar 66,48 per 100.000, dan pada
tahun 2010 Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD di ASEAN yaitu
sebanyak 156.086 kasus dengan kematian 1.358 orang (Kompas, 2010). Tahun 2011
kasus DBD mengalami penurunan yaitu 49.486 kasus dengan kematian 403 orang
(Ditjen PP & PL Kemkes RI, 2011).
Sepanjang tahun 2010 di Sumatera Utara ditemukan 8.889 penderita dengan
kematian 87 jiwa (1,2%) dengan IR 39,6 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2011
terjadi penurunan hingga 50% dengan jumlah kasus sebanyak 4.535 kasus (IR 10,26
per 100.000 penduduk) dengan kematian 56 kasus (CFR: 1,1%).
Kota Binjai merupakan salah satu wilayah endemis DBD yang mempunyai
KLB penyakit DBD. Berdasarkan data dari Bidang PMK Dinas Kesehatan Kota
Binjai pada tahun 2007 angka kesakitan DBD di Kota Binjai adalah sebesar 132,12
per 100.000 penduduk. Angka ini menunjukkan kenaikan dibandingkan dua tahun
sebelumnya. Tahun 2008 angka kesakitan DBD di kota Binjai sebesar 101.72 per
100.000 penduduk, dimana dari angka tersebut terjadi penurunan bila dibandingkan
tahun 2007. Pada tahun 2009, angka kesakitan DBD di kota Binjai sebesar 61,4 per
100.000 penduduk, mengalami penurunan bila dibandingkan tahun sebelumnya.Akan
tetapi mengalami peningkatan yang sangat berarti bila dibandingkan dengan tahun
2010 sebesar 243,7 per 100.000 penduduk, kasus tertinggi ditemukan di kecamatan
Binjai Timur dengan 216 kasus, sedangkan pada tahun 2011 angka kesakitan DBD
sebesar 60,16 per 100.000 penduduk (142 kasus) mengalami penurunan dibanding
tahun sebelumnya (Profil Kesehatan Kota Binjai, 2011).
Berdasarkan hasil pencatatan Penyakit Menular Kesehatan (PMK) Dinkes
Kota Binjai (2011) seluruh kecamatan di Kota Binjai berstatus endemis DBD.
Kecamatan yang paling sering mengalami peningkatan kasus DBD adalah Kecamatan
Binjai Timur , dimana rata-rata angka IR demam berdarah dengue lima tahun
terakhir jauh diatas target IR nasional yaitu ≤ 55/100.000 penduduk. Jumlah kasus
DBD di Kecamatan Binjai Timur tahun 2007 sebesar 198,4 per 100.000 penduduk,
tahun 2008 sebesar 163,1 per 100.000 penduduk, tahun 2009 sebesar 50,1 per
100.000 penduduk, tahun 2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar
Diduga tingginya angka kejadian DBD ini disebabkan masih banyaknya
tempat perindukan nyamuk yang berupa bak mandi, ember, gentong, TPA yang
bukan untuk keperluan sehari-hari misalnya vas bunga, ban bekas, tempat sampah,
tempat minum burung, dan lain-lain, serta tempat penampungan air alamiah yaitu
lubang pohon, pelepah daun keladi, lubang batu, dan lain-lain (Depkes, 2005).
Meningkatnya jumlah kasus DBD serta bertambah luasnya wilayah yang
terjangkit dari waktu ke waktu di Indonesia disebabkan multi faktorial antara lain
semakin majunya sarana transportasi masyarakat; kian padatnya pemukiman
penduduk; perilaku manusia seperti kebiasaan menampung air untuk keperluan
sehari-hari seperti menampung air hujan, air sumur, membuat bak mandi atau
drum/tempayan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk; kebiasaan menyimpan
barang-barang bekas atau kurang memeriksa lingkungan terhadap adanya air yang
tertampung didalam wadah-wadah dan kurang melaksanakan kebersihan dan 3M
Plus; dan terdapatnya nyamuk Ae.aegypti sebagai vektor utama penyakit DBD
hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat tipe virus Dengue yang
bersirkulasi setiap sepanjang tahun (Ginanjar, 2008 & Kemenkes RI, 2004).
Demikian juga menurut Soegijanto (2006) banyak faktor yang memengaruhi
kejadian penyakit DBD di Indonesia antara lain faktor hospes, lingkungan
(environment), dan respon imun. Faktor hospes yaitu kerentanan (susceptibility), dan
respon imun. Faktor lingkungan yaitu kondisi geografis (ketinggian dari permukaan
laut, curah hujan, kelembaban, musim), kondisi demografis (kepadatan, mobilitas,
nyamuk sebagai vektor penular penyakit. Faktor agent yaitu sifat virus Dengue yang
hingga saat ini diketahui ada 4 jenis seroptipe virus Dengue yaitu Dengue 1,2,3,4.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peningkatan angka kejadian DBD
sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan . Penelitian Rose (2008) tentang hubungan
sosiodemografi dan lingkungan fisik dengan kejadian DBD di Kota Pekan Baru,
menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan fisik
seperti jarak rumah, tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari
dengan kejadian DBD (OR= 1,79. dan OR= 0,34). Demikian juga halnya dengan
penelitian Marsaulina (2005) menyat penampungan air terhadap kejadian DBD
(dengan OR 5,8 dan 4,6). Penelitian Fathi, et.al., (2005) juga mengungkapkan bahwa
ada hubungan antara keberadaan kontainer dengan kejadian KLB penyakit DBD, dan
penelitian Nugrahaningsih (2010) menunjukkan bahwa faktor lingkungan
berhubungan dengan keberadan jentik nyamuk penular DBD adalah keberadaan
kontainer.
Faktor kebiasaan masyarakat seperti kebiasaan tidur siang, penggunaan
kelambu siang hari, pemakaian anti nyamuk siang hari, dan kebiasaan menggantung
pakaian juga berpotensi menimbulkan tingginya kejadian DBD. Sebagaimana hasil
penelitian Sitio (2008) tentang hubungan prilaku PSN dan kebiasaan keluarga dengan
kejadian DBD di Kecamatan Medan Perjuangan Kota Medan tahun 2008
mengungkapkan bahwa ada hubungan signifikan antara kebiasaan keluarga
memakai anti nyamuk di siang hari dan kebiasaan menggantung pakaian siap pakai
Departemen Kesehatan telah mengupayakan pelbagai strategi untuk mengatasi
peningkatan kejadian DBD ini. Pada awalnya strategi utama pemberantasan DBD
menurut Depkes adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan.
Kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke
tempat penampungan air. Namun kedua metode ini sampai sekarang belum
memperlihatkan hasil yang memuaskan dimana terbukti dengan peningkatan kasus
dan bertambah jumlah wilayah yang terjangkit DBD. Mengingat obat dan virus
vaksin untuk membunuh virus Dengue belum ada, maka cara yang paling efektif
untuk mencegah DBD ialah dengan PSN melalui gerakan 3M Plus yaitu menguras,
menutup dan mengubur, ikanisasi di kolam/bak-bak penampungan air, memasang
kawat kasa, menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar,
mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai, menggunakan
kelambu, memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk, yang dilaksanakan
oleh masyarakat secara teratur setiap minggunya.
Berdasarkan kajian tersebut diduga kuat ada pengaruh faktor lingkungan fisik
dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah dengue (DBD) di
Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai tahun 2012.
1.2. Permasalahan
Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai merupakan wilayah berstatus endemis
DBD dimana angka kejadian DBD terus menerus meningkat dan berfluktuasi setiap
kejadian DBD serta keeratan hubungannya. Angka IR DBD di Kecamatan Binjai
Timur lima tahun terakhir jauh diatas target IR nasional yaitu ≤ 55/100.000
penduduk. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Binjai Timur tahun 2007 sebesar 198,4
per 100.000 penduduk (107 kasus), tahun 2008 sebesar 163,1 per 100.000 penduduk
(66 kasus), tahun 2009 sebesar 50,1 per 100.000 penduduk (27 kasus), tahun 2010
mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 400,5 per 100.000 penduduk
(216 kasus) dan tahun 2011 sebesar 100,1 per 100.000 penduduk (54 kasus).
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh faktor
lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai
Timur Kota Binjai tahun 2012.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor lingkungan fisik
dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian DBD di Kecamatan Binjai Timur Kota
Binjai tahun 2012.
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:
1.5.1. Sebagai bahan masukan dan informasi kepada Pemerintah Kota Binjai melelui
Dinas Kesehatan Kota Binjai dalam merencanakan strategi yang tepat dalam
1.5.2. Sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang pengaruh faktor
lingkungan fisik dan kebiasaan keluarga terhadap kejadian demam berdarah
dengue
1.5.3. Menambah referensi ilmiah tentang pengaruh faktor lingkungan fisik dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Pengertian
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang di
sebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DE-2, DEN-3, atau DEN-4 yang di tularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah
terinfeksi virus Dengue dari penderita DBD lainnya (Ginanjar, 2008).
Demam dengue (DD) adalah penyakit fibris–virus akut, sering kali di sertai
dengan sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan leukopenia sebagai
gejalanya. demam berdarah dengue (DBD) di tandai oleh empat manifestasi klinis
utama demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada
kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi, pasien ini dapat mengalami syok
hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma (WHO, 1999).
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic fever (DHF)
merupakan penyakit akibat infeksi virus Dengue yang masih menjadi problem
kesehatan masyarakat. Penyakit ini ditemukan nyaris di seluruh belahan dunia
terutama di negara-negara tropik dan subtropik baik sebagai penyakit endemik
maupun epidemik. Hasil study epidemiologik menunjukkan bahwa DBD terutama
temukan perbedaan signifikan dalam hal kerentanan terhadap serangan dengue antar
gender. Outbreak (kejadian luar biasa) dengue biasanya terjadi di daerah endemik dan
berkaitan dengan datangnnya musim penghujan. Hal tersebut sejalan dengan
peningkatan aktivitas vektor dengue yang justru terjadi pada musim penghujan.
Penularan penyakit DBD antar manusia terutama berlangsung melalui vektor nyamuk
Aedes aegypti. Sehubungan dengan morbiditas dan mortalitasnya, DBD disebut
sebagai the most mosquito transmitted disease.
a. Distribusi geografis.
Penyakit akibat infeksi virus Dengue di temukan tersebar luas di berbagai
negara terutama di negara tropik dan subtropik yang terletak antara 300 Lintang
Utara 400 Lintang Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Carribean dengan
estimasi kejadian sekitar 50-100 juta kasus setiap tahunnya. Penyakit yang di
laporkan pertama kali oleh Benyamin Rush pada Tahun 1789 ini muncul dalam
literatur Inggris berupa outbreak suatu penyakit yang terjadi sepanjang tahun
1827-1829 di Carribean.
Berdasarkan data yang di laporkan ke Word Health Organization (WHO) antara Tahun 1991-1995, Indonesia menempati peringkat ke tiga (110.043 kasus)
dalam hal insidensi infeksi virus Dengue dengan jumlah kematian menempati
peringkat pertama (2.861 kasus) dan angka kematian tersebut menempati peringkat ke
empat (2,6%) di antara negara-negara seperti Vietnam, Thailand, India, Mnyanmar,
Amerika, Kampuchea, Malaysia, Singapore, Philippines, Sri Lanka, Laos, dan
bahwa DBD telah menyerang seluruh negara di Asia Selatan, Asia Tenggara,
Australia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Carribean, Cuba,
Venuzuela, Brazil dan Afrika. Meskipun angka kematian akibat DBD di Indonesia
menunjukan kecenderungan menurun selama periode tahun 1968-1988, namun
insidensi DBD menunjukan kecenderungan meningkat dengan angka kejadian yang
tinggi pada tahun 1998. Pada dekade belakangan ini, infeksi virus Dengue dilaporkan
endemik di 112 negara.
b. Umur dan jenis kelamin.
Meskipun semua umur termasuk neonatus dapat terserang DBD , pada saat
outbreak DBD pertama di Thailand di temukan bahwa penyakit tersebut menyerang
terutama anak-anak berumur antara 5-9 tahun. Pada tahun-tahun awal epidemi DBD
di Indonesia, penyakit ini juga menyerang terutama anak-anak berumur antara 5-9
tahun. Selama tahun 1968-1973 sebesar kurang lebih 95% kasus DBD adalah anak di
< 15 tahun. Tahun 1993-1998 meskipun sebagian besar kasus DBD adalah anak
berumur antara 5-14 tahun , namun nampak adanya kecenderungan peningkatan
kasus > 15 tahun.Tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus DBD cenderung
pada kelompok umur > 15 tahun (Depkes, 2010). Anak berumur lebih dewasa
umumnya terhindar dari DBD meskipun di jumpai laporan adanya DBD pada bayi
berumur 2 bulan dan pada orang dewasa. Hal ini nampaknya berkaitan dengan
aktifitas kelompok umur yang relatif terhindar dari DBD mengingat peluang
temukan perbedaan kerentanan terhadap serangan DBD di kaitkan dengan perbedaan
jenis kelamin (gender).
c. Musim
Di negara-negara dengan 4 musim, epidemi DBD berlangsung terutama pada
musim panas meskipun di temukan kasus-kasus DBD sporadis pada musim dingin.
Di negara-negara di Asia Tenggara, epidemi DBD terutama terjadi pada musim
penghujan. Di Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Philippines epidemi DBD terjadi
beberapa minggu setelah datangnya musim penghujan. Epidemi mencapai angka
tertinggi pada sebulan setelah curah hujan mencapai puncak tertinggi untuk kemudian
menurun sejalan dengan menurunnya curah hujan. Di Malaysia di laporkan
peningkatan insidensi DBD sebesar 120% ketika curah hujan perbulan sekitar 300
mm atau lebih. Di Indonesia di laporkan bahwa puncak oubreak umumnya terjadi
antara bulan Oktober sampai dengan April, kecuali outbreak pada tahun 1974 yang
justru terjadi pada bulan Juli.
Periode epidemi yang terutama berlangsung selama musim penghujan erat
kaitannya dengan kelembaban tinggi pada musim penghujan yang memberikan
lingkungan optimal bagi masa inkubasi (mempersingkat masa inkubasi) dan
peningkatan aktivitas vektor dalam menggigit. Kedua vektor tersebut meningkatkan
aktifitas vektor dalam mentransmisikan infeksi virus Dengue. Itulah sebabnya di
d. Cara penularan
Transmisi virus Dengue dari manusia ke manusia lain atau dari kera ke kera
yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes aegypti)
yang terinfeksi oleh Arboviruses.
Itulah sebabnya virus Dengue di sebut sebagai arthropod borne viruses.
Sekali nyamuk terinfeksi oleh Arbovirus, sepanjang hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada manusia atau kera. Nyamuk betina
yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus kepada generasi berikutnya melalui
proses transmisi transovarian. Namun proses transmisi semacam ini jarang terjadi dan
tidak mempunyai arti signifikan bagi penyebaran infeksi dengue kepada manusia.
Manusia merupakan host utama bagi virus meskipun temuan penelitian
menunjukan bahwa di beberapa belahan dunia jenis kera tertentu dapat pula terinfeksi
virus Dengue dan selanjutnya menjadi sumber virus bagi nyamuk ketika nyamuk
menghisap darah kera yang bersangkutan. Virus yang masuk ke tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode
sampai timbul gejala demam. Periode di mana virus beredar dalam sirkulasi darah
manusia di sebut sebagai periode viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi
menghisap darah manusia dalam fase viremia, maka virus akan masuk ke dalam
tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum virus siap di
transmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang di perlukan untuk inkubasi
2.1.3. Etiologi
a. Virus
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang di sebabkan oleh infeksi
virus Dengue. Virus Dengue termasuk Genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Ada empat serotipe virus yang kemudian di nyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DE-3,
atau DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan memicu imunitas
seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat
serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama
beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya (WHO, 2001).
b. Vektor
Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke
orang lain oleh nyamuk Aedes aegypti dan subgenus stegomya. Aedes aegypti
merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae.
albopictus, Ae.poly nesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya niveus
juga di putuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali Ae.
aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri, walaupum mereka merupakan
vektor yang sangat baik untuk virus Dengue, epidemi yang di timbulkannya tidak
separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti (WHO, 2001).
c. Pejamu
Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue
mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama menghasilkan
sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi sekunder atau sekuensial
mungkin terjadi setelah waktu singkat. Penularan virus Dengue dari manusia
terinfeksi ke nyamuk penggigit di tentukan oleh besarnya dan durasi viremia pada
hospes manusia, individu dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius
yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit, biasanya menyebabkan presentase nyamuk
penggigit yang terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat
rendah dalam darah mungkin terinfeksi bagi beberapa nyamuk vektor (WHO, 1992).
2.1.4. Patofisiologi dan Patogenesis
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan
demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding
pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia
dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan
renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran
plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan
menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah
dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "the secondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat
terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus Dengue yang berlainan pada seorang
penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respons antibody yang
akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit
imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Disamping itu replikasi virus Dengue terjadi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang
banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks
antigen-antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan
C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari
pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi
secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.
Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaan
hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat
diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada
sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan
mencapai nilai terendah pada masa renjatan. Jumlah trombosit secara cepat
meningkat pada masa konvalesen dan nilai normal biasanya tercapai sampai hari
ke-10 sejak permulaan penyakit.
Kelainan sistem koagulasi mempunyai juga peranan sebagai sebab perdarahan
pada penderita DBD. Perubahan faktor koagulasi disebabkan diantaranya oleh
koagulasi. Pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM) secara potensial dapat terjadi
juga pada penderita DBD tanpa atau dengan renjatan. Renjatan pada PIM akan saling
mempengaruhi sehingga penyakit akan memasuki renjatan irreversible disertai
perdarahan hebat, terlihatnya organ-organ vital dan berakhir dengan kematian
(Siregar, 2004).
2.1.5. Gambaran Klinis Demam Berdarah Dengue
Menurut Depkes RI (2005) tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah :
a. Demam
Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus
berlangsung 2-7 hari, kemudianl turun secara cepat. Demam secara mendadak
disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas, nyeri pada
tulang, sendi, punggung dan kepala.
b. Manifestasi pendarahan
Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah
demam, sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat
berupa: ptechiae, purpura, echymosis, perdarahan conjunctiva, perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaxis), perdarahan gusi, muntah darah (hematenesis), buang air besar berdarah (melena), kencing berdarah (hematuri). Gejala ini tidak
c. Pembesaran hati (hepatomegali)
Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran
hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit. Pembesaran hati mungkin berkaitan
dengan strain serotype virus Dengue.
d. Renjatan (syok)
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai
sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra
vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan: kulit teraba
dingin pada ujung hidung, jari dan kaki; penderita menjadi gelisah; nadi cepat,
lemah, kecil sampai tas teraba; tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau
kurang); tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai
kemungkinan yang lebih buruk.
5. Gejala klinis lain
Gejala lainnya yang dapat menyertai ialah; anoreksia, mual, muntah, lemah,
sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.
2.1.6. Mekanisme Penularan
Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang
sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus
Dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan
selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung
nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan
tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah
mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain
(masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypt iyang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi
karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak
membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang
lain (Depkes, 2005).
2.1.7. Tempat Potesial bagi Penularan DBD
Penularan demarn berdarah dengue menurut Depkes (2005) dapat terjadi
disemua tempat yang terdapat nyamuk penularan. Adapun tempat yang potensial
untuk terjadinya penularan DBD adalah :
a. Wilayah yang banyak kasus DBD (endemis).
b. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang
dariberbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe
virus Dengue cukup besar tempat-tempat umum antara lain sekolah,
RS/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya, tempat umum lainnya
c. Pemukiman baru dipinggir kota
Karena dilokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah dimana
kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier.
2.1.8. Morfologi dan Siklus Hidup Nyamuk Vektor DBD
a. Nyamuk dewasa: ukuran kecil, warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih
pada bagian badan, kaki dan sayap.
b. Telur: berwarna hitam seperti sarang tawon, dinding bergaris-garis seperti
gambaran kain kasa.
c. Jentik: ukuran 0,5-1 cm, dan selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya
berulang-ulang dari bawah ke atas permukaan air untuk bernafas.Pada waktu
istirahat posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air.
d. Kepompong (pupa): berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun
lebih ramping di dibanding larva.
e. Metamorfosis sempurna
2.1.9. Sifat-sifat Nyamuk Aedes Aegypti
a. Antropofilik dan menggigit berulang (multiple biters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat dan mempermudah
pemindahan virus.
b. Aktivitas menggigit pagi sampai dengan petang dengan puncak aktivitas
09.00-10.00 dan 16.00-17.00.
c. Kemampuan terbang nyamuk betina 40-100 meter. Namun karena angin atau
terbawa kendaraan, nyamuk ini bisa berpindah lebih jauh.
d. Kebiasaan istirahat serta menggigit dalam rumah (indoor). Tempat hinggap
dalam rumah adalah barang-barang bergantungan seperti baju, gorden, kabel,
peci dan lain-lain.
e. Nyamuk ini lebih senang warna gelap dari pada terang.
2.1.10. Diagnosa Demam Berdarah Dengue
Menurut Fadjari (2008) dan Depkes (2005) diagnosa penyakit DBD
ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya
minimal satu kriteria laboratories.
Kriteria klinis:
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7, yang dapat mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak
spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan, nyeri sendi dan
tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata dan wajah yang kemerah-
b. Manifestasi perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit tes rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).
c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyit nadi yang teraba lemah dan
cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan
renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
Kriteria laboratories:
a. Penurunan jumlah trombosit (Trombositopenia) < 100.000/mm3, biasanya
ditemukan antara hari ke 3 - 7 sakit.
b. Peningkatan kadar hematokrit > 20 % dari nilai normal.
2.1.11. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue
Menurut WHO (1986) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat
keparahannya yaitu:
a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain,
dengan manifestasi perdarahan dengan uji truniquet positif.
b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah perdarahan
spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan
lainnya.
c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat
dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai
d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat
diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
3.1.12. Bionomik Nyamuk Aedes Aegypti
Pengetahuan tentang bionomik vektor sangat diperlukan dalam perencanaan
pengendaliannya. Bionomik adalah bagian dari ilmu biologi yang menerangkan
pengaruh antara organisme hidup dengan lingkungannya. Pengetahuan bionomik
nyamuk meliputi stadium pradewasa (telur, jentik, pupa) dan stadium dewasa. Hal ini
menyangkut tempat dan waktu nyamuk meletakkan telur, perilaku perkawinan,
perilaku menggigit (bitting behaviour), jarak terbang (fight range) dan perilaku istirahat (resting habit) dari nyamuk dewasa dan faktor-faktor lingkungan seperti
suhu, kelembaban, iklim, curah hujan, yang mempengaruhi kehidupan nyamuk .
a. Tempat Perindukan (Breeding Places)
Tempat perindukan Aedes aegypti berupa genangan-genangan air yang
tertampung di suatu wadah yang biasa disebut kontainer (bukan genangan-genangan
air tanah) seperti tempayan, drum, bak air, WC/kamar mandi, tempat air burung
piaraan, barang-barang bekas, lubang-lubang di pohon, pelepah daun dan sebagainya.
Macam kontainer termasuk bahan kontainer, volume kontainer, penutup kontainer
dan asal air dari kontainer.
b. Kebiasaan Menggigit
Kebiasaan menggigit/waktu menggigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak
pada waktu siang hari dari pada malam hari, lebih banyak menggigit pukul
diluar rumah. Setelah menggigit selama menunggu waktu pematangan telur nyamuk
akan berkumpul di tempat-tempat di mana terdapat kondisi yang optimum untuk
beristirahat, setelah itu akan bertelur dan menggigit lagi. Tempat yang disenangi
nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur adalah
tempat-tempat yang gelap, lembab, dan sedikit angin, nyamuk Aedes aegypti biasa hinggap
beristirahat pada baju-baju yang bergantungan atau benda-benda lain di dalam rumah
yang remang-remang.
c. Jarak Terbang
Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan
selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang
nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan
demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk
mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang
nyamuk menjadi terbatas.
Aktifitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu: faktor
eksternal dan faktor internal. Eksternal meliputi kondisi luar tubuh nyamuk seperti
kecepatan angin, temperatur, kelembaban dan cahaya. Adapun faktor internal
meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan otot nyamuk.
Meskipun Aedes aegypti kuat terbang tetapi tidak pergi jauh-jauh, karena tiga macam
kebutuhannya yaitu tempat perindukan, tempat mendapatkan darah, dan tempat
istirahat ada dalam satu rumah. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti
dewasa pada jarak terbang mencapai 2 km dari tempat perindukannya, hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh angin atau terbawa alat transportasi.
d. Lingkungan Biologik
Pertumbuhan larva dari instar ke instar dipengaruhi oleh air yang ada di dalam
kontainer, pada kontainer dengan air yang lama biasanya terdapat kuman patogen
atau parasit yang akan mempengaruhi pertumbuhan larva tersebut. Adanya infeksi
patogen dan parasit pada larva akan mengurangi jumlah larva yamg hidup untuk
menjadi nyamuk dewasa, masa pertumbuhan larva bias menjadi lebih lama dan umur
nyamuk dewasa yang berasal dari larva yang terinfeksi patogen atau parasit biasanya
lebih pendek.
e. Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang mempengaruhi kehidupan nyamuk Aedes aegypti
antara lain jarak antar rumah, macam kontainer, suhu udara, curah hujan, pengaruh
angina dan kelembaban.
1) Jarak antar Rumah
Jarak antar rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk dari satu rumah
kerumah yang lain. Semakin dekat jarak antar rumah semakin mudah nyamuk
menyebar ke rumah yang lain.
2) Suhu Udara
Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi
sampai 3 haripada suhu 30°C, tetapi pada suhu udara 16°C dibutuhkan waktu selama
7 hari. Nyamuk dapat hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismanya menurun
atau bahkan berhenti apabila suhu turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu lebih
tinggi dari 35°C juga mengalami perubahan dalam arti lebih lambatnya proses-proses
fisiologi, rata-rata suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 25°C-27°C.
Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10°C atau
lebih dari 40°C. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan proses
metabolismanya yang sebagian diatur oleh suhu. Karenanya kejadian-kejadian
biologis tertentu seperti: lamanya pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang
dihisap dan pematangan indung telur dan frekuensi mengambil makanan atau
menggigit berbeda-beda menurut suhu, demikian pula lamanya perjalanan virus di
dalam tubuh nyamuk.
3) Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara
yang biasanya dinyatakan dalam persen. Dalam kehidupan nyamuk kelembaban
udara mempengaruhi kebiasaan meletakkan telurnya. Hal ini berkaitan dengan
nyamuk atau serangga pada umumnya bahwa kehidupannya ditentukan oleh faktor
kelembaban. Sistem pernafasan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan menggunakan
pipa-pipa udara yang disebut trachea, dengan lubang pada dinding tubuh nyamuk
yang disebut spiracle. Adanya spirakel yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme
pengaturnya, maka pada kelembaban rendah akan menyebabkan penguapan air dalam
kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek, tidak bisa menjadi
vektor karena tidak cukup waktu untuk perpidahan virus dari lambung ke kelenjar
ludah.
4) Intensitas Cahaya
Cahaya merupakan faktor utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat
pada suatu tempat intensitas cahaya yang rendah dan kelembaban yang tinggi
merupakan kondisi yang baik bagi nyamuk intensitas cahaya merupakan faktor
terbesar yang mempengaruhi aktivitas terbang nyamuk, nyamuk terbang apabila
intensitas cahaya rendah (< 20 Ft-cd). Larva dari nyamuk Aedes aegypti dapat bertahan lebih baik di ruangan dalam kontainer yang gelap dan juga menarik nyamuk
betina untuk meletakkan telurnya. Dalam bejana yang intensitas cahaya rendah atau
gelap rata-rata berisi larva lebih banyak dari bejana yang intensitas cahanya besar
atau terang.
5) Pengaruh Hujan
Hujan akan mempengaruhi kelembaban udara dan menambah jumlah tempat
perindukan nyamuk alamiah. Perindukan nyamuk alamiah di luar rumah selain
sampah-sampah kering seperti botol bekas, kaleng-kaleng, juga potongan bambu
sebagai pagar sering dijumpai di rumah-rumah penduduk serta daun-daunan yang
memungkinkan menampung air hujan merupakan tempat perindukan yang baik untuk
6) Pengaruh Angin
Secara tidak langsung angina akan mempengaruhi evaporasi atau penguapan
air dan suhu udara atau konveksi. Angin berpengaruh terhadap jarak terbang nyamuk.
Kecepatan angin kurang dari 8,05 km/jam tidak mempengaruhi aktivitas nyamuk, dan
aktivitas nyamuk akan terpengaruh oleh angin pada kecepatan mencapai 8,05 km/jam
(2,2 meter/detik) atau lebih.
2.1.13. Pengamatan Kepadatan Vektor
Untuk mengetahui kepadatan vektor di suatu lokasi dapat di lakukan beberapa
survei yang di pilih secara acak yang meliputi survei nyamuk, survei jentik dan survei
perangkap telur, survei jentik di lakukan dengan cara pemeriksaaan terhadap semua
tempat air di dalam dan di luar rumah dari 100 (seratus) rumah yang di periksa di
suatu daerah dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Menurut
Depkes RI (2005) pelaksaaan survei ada 2 (dua) metode yang meliputi:
a. Metode single survei
Survei ini di lakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat genangan
air yang di temukan ada jentiknya untuk identifikasi lebih lanjut jentiknya.
b. Metode visual
Survei ini di lakukan dengan melihat ada atau tidaknya jentik di setiap tempat
genagan air tanpa melakuan pengambilan jentik. Dalam program pemberantasan
pnyakit DBD, survei jentik yang biasa di gunakan adalah cara visual dan ukuran
1.Angka bebas jentik (ABJ)
Angka bebas jentik adalah persentase pemeriksaan jentik yang di lakukan di
semua desa/kelurahan setiap 3 (tiga) bulan oleh petugas puskesmas pada rumah
-rumah penduduk yang diperiksa secara acak.
Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik
X100% Jumlah rumah/bangunan yang di periksa
2. House indeks (HI)
House Indeks (HI) adalah persentasi jumlah rumah yang di temukan jentik
yang di lakukan di semua desa/kelurahan oleh petugas puskesmas setiap 3 (tiga)
bulan pada rumah-rumah yang di periksa secara acak.
Jumlah rumah yang di temukan jentik
X100%
Jumlah rumah yang diperiksa
3. Container indeks (CI)
Container indeks (CI) adalah persentase pemeriksaan jumlah container yang di periksa di temukan jentik pada container di rumah penduduk yang dipilih secara
acak.
Jumlah rumah yang di temukan jentik
X100% Jumlah rumah yang diperiksa
4. Breteau indeks (BI)
Jumlah container yang terdapat jentik dalam 100 rumah. Container adalah
tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembang biaknya nyamuk
penyebaran nyamuk di suatu daerah. Tidak ada teori yang pasti angka bebas jentik
dan house index minimal 1% yang berarti persentase rumah yang di periksa jentikya harus negatip. Ukuran tersebut di gunakan sebagai indikator keberhasilan
pengendalian penularan DBD (Depkes RI, 1998).
2.1.14. Cara Melakukan Pemeriksaan Jentik
a. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat penampungan
air lainnya.
b. Jika tidak tampak, tunggu 0,5-1 menit, jika ada jentik ia akan muncul
kepermukaan air untuk bernafas.
c. Ditempat yang gelap gunkan senter/battery
d. Periksa juga vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng, plastik, ban
bekas, dan lain-lain. Tempat-tempat lain perlu diperiksa oleh jumantik antara
lain talang/saluran air yang rusak/ tidak lancar, lubang-lubang pada potongan
bambu, pohon, dan tempat-tempat lain yang memungkinkan air tergenang
seperti di rumah-rumah kosong, pemakaman dan lain-lain. Jentik-jentik yang
di temukan di tempat-tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah
(bak mandi/WC, drum, tempayan dan sampah-sampah/barang-barang bekas
yang dapat manampung air hujan) dapat di pastikan bahwa jentik tersebut
adalah nyamuk Aedes aegypti penular demam berdarah dengue (DBD). Jentik-jentik yang terdapat di got/comberan/selokan bukan jentik nyamuk
2.1.15. Pemberantasan Vektor DBD
Pemberantasan nyamuk Ae.aegypti dan Ae.albopictus bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan hingga ke tingkat yang bukan merupakan masalah
kesehatan masyarakat lagi. Kegiatan pemberantasan nyamuk Aedes yang dilaksanakan sekarang adalah terhadap nyamuk dewasa dan jentiknya.
a. Pemberantasan nyamuk dewasa
Pemberantasan terhadap nyamuk dewasa dilakukan dengan cara
penyemprotan (pengasapan/pengabutan=fogging) dengan insektisida. Mengingat
kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan seperti kelambu
dan pakaian, maka penyemprotan tidak dilakukan di dinding rumah seperti pada
pemberantasan nyamuk penular malaria. Insektisida yang dapat digunakan antara lain
golongan: Organophospate, misalnya malathion; Pyretroid sintetik, misalnya lamda sihalotrin, cypermettrin, alfamethrin; Carbamat.
Alat yang di gunakan untuk menyemprot adalah mesin Fog atau mesin ultra light volum (ULV) dan penyemprotan dengan cara pengasapan tidak mempunyai efek
residu. Untuk membatasi penularan virus Dengue, penyemprotan di lakukan dua
siklus dengan interval 1 minggu. Pada penyemprotan siklus pertama, semua nyamuk
yang mengandung virus Dengue (nyamuk infektif) dan nyamuk-nyamuk lainya akan
mati. Tetapi akan segera muncul nyamuk-nyamuk baru yang di antaranya akan
menghisap darah penderita viremia yang masih ada yang dapat menimbulkan
terjadinya penularan kembali. Oleh karena itu perlu di lakukan penyemprotan siklus