• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos Pada Pasar Tradisional Di Kota Medan (Studi Di Pusat Pasar Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos Pada Pasar Tradisional Di Kota Medan (Studi Di Pusat Pasar Medan)"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI ADAPTASI PEMASARAN KERAJINAN TENUN

ULOS PADA PASAR TRADISIONAL DI KOTA MEDAN

( Studi di Pusat Pasar Medan )

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

070901016

HARISAN BONI FIRMANDO

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Harisan Boni F Nim : 070901016 Departemen : Sosiologi

Judul : Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos Pada Pasar Tradisional di Kota Medan (Studi di Pusat Pasar Medan).

Medan, 29 Maret 2011

Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Marhaeni Munthe, M.Si

NIP. 196305261990032001 NIP. 196603181989032001 Dra. Lina Sudarwati, M.Si

Dekan

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Ini Telah Dipertahankan di Depan Panitia Penguji Departemen Sosiologi

Yang Dilaksanakan Pada :

Hari : Tanggal : Pukul : Tempat :

Tim Penguji :

Ketua Penguji : Dra. Lina Sudarwati, M.Si

NIP. 196603181989032001

( )

Penguji I : Dra. Marhaeni Munthe, M.Si NIP. 196305261990032001

( )

Penguji II : Drs. Muba Simanihuruk, M.Si NIP.

(4)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos Pada Pasar Tradisional di Kota Medan (Studi di Pusat Pasar Medan)”. Berawal dari semakin bertambahnya pedagang kerajinan tenun ulos di pasar tradisional di kota Medan. Kemajuan jaman telah mengubah peta persaingan dengan melahirkan strategi pemasaran yang baru. Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pengusaha atau pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan yaitu untuk mencari dan mempertahankan keberadaan para pelanggan yang memegang peranan penting dalam keberlamngsungan sirkulasi pasar.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dan observasi, wawancara. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah pedagang dan pelanggan ulos di Pusat Pasar Medan. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setap kali turun lapangan.

Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa tingginya kompetisi pasar di wilayah tersebut baik di daerah lokal kota Medan maupun di luar kota Medan membuat pedagang kerajinan tenun ulos harus mampu meyakinkan pelanggan melalui kreativitas maupun inovasi produk. Harga yang relative murah, kemasan pembungkus ulos, pelayanan yang ramah tamah terhadap pelanggan, dan produk ulos yang ditenun secara tradisional ditambah dengan tampilan yang modern seperti ulos yang lebih tebal, halus, diberi air mas, dan dibordir, dibuat pedagang kerajinan tenun ulos sebagai strategi pemasaran. Aneka kerajinan tenun yang dipajang di kios merupakan daya tarik terbesar untuk menarik perhatian pelanggan. Jika dikaitkan dengan fluktuatif nilai (commen value), strategi pemasaran ulos di Pusat Pasar menjadi implementasi berjalannya fungsi dari kegiatan penjualan dan distribusi yang teraplikasi dalam struktur lembaga ekonomi melalui Pusat Pasar.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos Pada Pasar Tradisional Di Kota Medan (Studi di Pusat Pasar Medan)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Secara ringkas skripsi ini menggambarkan strategi-strategi adaptasi pemasaran kerajinan tenun ulos pada pasar tradisional di kota Medan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dukungan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikn bantuan berupa moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penghargan yang tinggi dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan tiada henti-hentinya penulis ucapkan kepada orang tua tercinta yaitu Bapak St. Drs. P. Parhusip dan Ibu B. Br. Manurung, SH, yang dengan cinta kasihnya memotifasi, mengajari dan mengingatkan penulis untuk lekas menyelesaikan perkuliahan.

(6)

1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi dan Ketua Penguji

3. Ibu Dra. Marhaeni Muthe, M.Si, selaku dosen pembimbing yang telah banyak

mencurahkan waktu, tenaga, ide-ide dalam membimbing pemulis dari awal hingga penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si, yang telah bersedia menjadi penguji. 5. Bapak Drs. Hendri Sitorus, M.Si, selaku dosen wali penulis.

6. Segenap dosen, staff, dan seluruh pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Sumatera Utara. Ibu Fenni dan Ibu Nurbaiti yang telah cukup banyak membantu penulis sejak masa perkulihan hingga meja hijau. 7. Bapak dan Ibu Direksi, Staff Dinas Pasar Kodya Medan dan Pusat Pasar

Medan memperbolehkan penulis meneliti dan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan sripsi ini.

8. Para informan yang telah banyak meluangkan waktu dan membantu memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan skripsi ini.

(7)

10. Teman-teman Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, terutama kepada Dodi Lase, Anugrah Okto Tarigan, Boby Chandra Pane, Edy Gultom yang selalu memberi semangat dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu. 11. Pengurus Persatuan Pemuda HKBP Distrik X Medan-Aceh, teman-teman HKBP Ressort Cinta Damai, dan Persekutuan Muda-Mudi STM Imanuel, terutama kepada Tulang Bintang Pane. SE, Bang David Hutapea. SE, Lae Jarlen Hutagaol, Kakak Shanty E. Nainggolan. SE dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan banyak bantuan berupa moril maupun materil.

Medan, Maret 2011 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL & BAGAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 5

1.4.2. Manfaat Praktis ………... 6

1.4.3. Manfaat Bagi Penulis ……….. 7

1.5. Defenisi Konsep ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1. Teori Struktural Fungsional ………. 9

2.2. Teori Modal Sosial ... 12

BAB III. METODE PENELITIAN ... 20

(9)

3.2. Lokasi Penelitian ... 20

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 21

3.3.1. Unit Analisis ... 21

3.3.2. Informan ………... 21

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.5. Interpretasi Data ... 24

3.6. Jadwal Kegiatan ... 25

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 26

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA ... 27

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 27

4.1.1. Sejarah Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan ... 27

4.1.2. Gambaran Pusat Pasar Medan ... 30

4.1.3. Profil Kios Penjual Kerajinan Ulos di Pusat Pasar Medan.. 34

4.2. Profil Informan ... 36

4.2.1. Informan Kunci ... 36

4.2.2. Informan Biasa ……….. 48

4.3. Strategi Pemasaran Pedagang Kerajinan Tenun Ulos ... 51

4.3.1. Peran Teori Struktural Fungsional ………. 51

4.3.1. a. Adaptasi ……… 52

4.3.1. b. Pencapaian Tujuan ……….. 54

4.3.1. c. Integrasi ……… 57

(10)

4.4. Implementasi Modal Sosial Dalam Proses Pemasaran ………... 62

4.4.1. Rasa Percaya dalam proses pemasaran di antara pedagang, pemasok dan pelanggan ………... 62

4.4.2. Jaringan Sosial dalam cakupan internal proses pemasaran ……… 66

4.4.3. Jaringan Sosial dalam cakupan eksternal proses Pemasaran ……… 70

4.5. Tabel Penyajian Intepretasi Data Informan Jenis Voluntaristic ... 77

BAB V. PENUTUP ... 81

5.1. Kesimpulan ……… 81

5.2. Saran ………. 85 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL & BAGAN

Halaman

Tabel 1. Jadwal Kegiatan ...25

Tebel 2. Nama Pasar Tradisional di Kota Medan dan Jumlah Sarananya …………28

Bagan 1. Struktur Organisasi PD. Pasar Medan ……….. 29

Tabel 3. Data Potensi Pasar Pusat Pasar Medan ………... 32

Tabel 4. Strategi Pemasaran Pedagang Kerajinan Tenun Ulos ...77

(12)

ABSTRAK

Penulisan skripsi yang berjudul “Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos Pada Pasar Tradisional di Kota Medan (Studi di Pusat Pasar Medan)”. Berawal dari semakin bertambahnya pedagang kerajinan tenun ulos di pasar tradisional di kota Medan. Kemajuan jaman telah mengubah peta persaingan dengan melahirkan strategi pemasaran yang baru. Dengan bertambahnya pesaing-pesaing baru dalam dunia usaha membuat para pengusaha atau pedagang harus berpikir seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan yaitu untuk mencari dan mempertahankan keberadaan para pelanggan yang memegang peranan penting dalam keberlamngsungan sirkulasi pasar.

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan dan observasi, wawancara. Adapun yang menjadi unit analisa dan informan dalam penelitian ini adalah pedagang dan pelanggan ulos di Pusat Pasar Medan. Interpretasi data dilakukan dengan menggunakan catatan dari setap kali turun lapangan.

Hasil penelitian lapangan menunjukkan bahwa tingginya kompetisi pasar di wilayah tersebut baik di daerah lokal kota Medan maupun di luar kota Medan membuat pedagang kerajinan tenun ulos harus mampu meyakinkan pelanggan melalui kreativitas maupun inovasi produk. Harga yang relative murah, kemasan pembungkus ulos, pelayanan yang ramah tamah terhadap pelanggan, dan produk ulos yang ditenun secara tradisional ditambah dengan tampilan yang modern seperti ulos yang lebih tebal, halus, diberi air mas, dan dibordir, dibuat pedagang kerajinan tenun ulos sebagai strategi pemasaran. Aneka kerajinan tenun yang dipajang di kios merupakan daya tarik terbesar untuk menarik perhatian pelanggan. Jika dikaitkan dengan fluktuatif nilai (commen value), strategi pemasaran ulos di Pusat Pasar menjadi implementasi berjalannya fungsi dari kegiatan penjualan dan distribusi yang teraplikasi dalam struktur lembaga ekonomi melalui Pusat Pasar.

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak manusia itu ada. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan tersebut adalah memerlukan adanya pasar sebagai sarana pendukungnya. Pasar merupakan kegiatan ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungannya. Hal ini didasari atau didorong oleh faktor perkembangan ekonomi yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup (kebutuhan pokok). Manusia sebagai makhluk sosial dalam perkembangannya juga menghadapi kebutuhan sosial untuk mencapai kepuasan atas kekuasaan, kekayaan dan martabat.

(14)

Di dalam pasar dijual pula kerajinan tenun tradisional suatu daerah, misalnya di Pusat Pasar Medan, Sumatera Utara terdapat tenun ulos dan songket yang diperjual belikan. Dahulu ulos adalah sesuatu yang sakral dan sangat tinggi nilainya di dalam adat Batak. Ulos dirajini sepenuhnya dari benang yang diciptakan dari tumbuh-tumbuhan dan pewarna alami. Penenunannya pun dilakukan dengan tangan sehingga memakan waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan satu lembar. Secara tradisional, ruang tenun terletak di kolong rumah-panggung penenun, yang secara tradisonal adalah perempuan.

Ulos juga dikenal sebagai ekspresi kasih-sayang, maka dikenal ungkapan mangulosi. Dalam adat Batak, mangulosi (memberikan Ulos) melambangkan pemberian kehangatan dan kasih sayang kepada penerima Ulos. Dalam hal mangulosi, ada aturan umum yang harus dipatuhi, yaitu mangulosi hanya boleh dilakukan kepada orang yang mempunyai status kekerabatan atau sosial lebih rendah, misalnya orang tua boleh mangulosi anaknya, tetapi sang anak tidak boleh mangulosi orang tuanya. Demikian juga dengan Ulos yang hendak digunakan untuk mangulosi harus mempertimbangkan tujuan dari pemberian Ulos tersebut. Misalnya hendak mangulosi Boru yang akan melahirkan anak sulungnya, maka Ulos yang diberikan adalah Ulos Ragidup Sinagok. Demikian juga jika hendak mangulosi pembesar atau tamu kehormatan yang dapat memberikan perlindungan (mangalinggomi), maka Ulos yang digunakan adalah Ulos Ragidup Silingo.

(15)

dimaksudkan agar keberadaan kain tersebut tidak punah, tetapi juga merevitalisasinya sehingga memberikan manfaat bagi orang-orang Batak yang melestarikannya. Namun demikian, revitalisasi harus dilakukan secara hati-hati sehingga tidak melunturkan nilai-nilai yang dikandung oleh kain Ulos. Pelestarian dan revitalisasi tidak boleh hanya berorientasi pada nilai ekonomi saja, tetapi juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, sehingga orang Batak tidak mengalami alienasi dan tercerabut dari akar lokalitasnya.

Dengan lahirnya mesin tenun, ‘ulos mesin’ menjadi lumrah dan murah. Begitu apik tenunan mesin-mesin itu sehingga ‘ulos halus’ bukan lagi sesuatu yang harus dibeli mahal. Inilah awal pudarnya kejayaan ulos asli hasil tenunan tangan para pengrajin tradisional. Dengan menurunnya minat akan ulos asli, menurun pula minat warga untuk menjadi penenun ulos tradisional. Para penenun ulung yang wafat terpaksa membawa pergi pula kearifannya karena langkanya ahli waris penerus. Dari masa ke masa, kearifan tenun asli Batak kian punah, beberapa jenis tenunan adat pun punah untuk selamanya. Menenun ulos bukan lagi suatu keterampilan melainkan sudah kearifan karena melembagakan pengetahuan yang terdapat dari budaya tenun yang telah hidup ratusan tahun di dalam masyarakat setempat.

(16)

pengrajin untuk dapat menjual produk-produk yang dihasilkan. Tanpa terbukanya pasar yang luas maka usaha yang mereka geluti tidak akan mampu berkembang secara cepat. Di Sumatera Utara, pengrajin tenunan ini sebenarnya bisa didapati hampir di seluruh Kabupaten/Kota. Dan sejumlah daerah sudah cukup terkenal dengan tenunannya seperti Kabupaten Asahan dan Labuhan batu dengan tenunan Songket Batubara, Tapanuli Bahagian Utara dengan ulos bataknya, Tapanuli Selatan dengan tenunan ulos mandailingnya, sedang Tanah Karo dengan tenunan kain sarung dan uis karonya. Masing-masing tenunan dari daerah-daerah itu memilki keunggulan dan kekhasan masing-masing. Namun, hampir seluruh penjual tenunan di daerah-daerah itu masih memilki kendala yang hampir sama, yakni pasar. Sebab selama ini, pasar penjualan produk-produk mereka masih terbatas di daerah Sumatera Utara. Dan hanya sedikit yang telah mampu menembus pasar nasional dan luar negeri.

Kerajinan tenun ulos sendiri cukup booming hingga saat ini. Para penjual tenun ulos juga terbilang cukup ramai bermain di bisnis ini. Ada penjual biasa yang terdapat di pasar tradisional dan ada penjual kelas atas yang ada di butik-butik seperti yang terdapat di mal-mal. Tenunan ulos yang akan dijual selama ini didapatkan dari daerah-daerah Sub-sub Etnis Suku Batak seperti di Kabupaten Simalungun, Karo, Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan. Terkadang mereka juga mendapat ulos yang bukan dari tenunan orang tetapi dari pabrikan besar yang memproduksi jenis ulos secara besar-besaran.

(17)

berjalannnya peranan modal sosial. Hal itu ditandai dengan bertambahnya jumlah pedagang dari tahun ke tahun sejak tahun 1980an hingga saat ini, dimana saat ini ada sekitar 25 pedagang. Para pedagang umumnya berasal dari daerah Tapanuli Bahagian Utara, dimana sebelum memutuskan untuk merantau ke Medan mereka telah menggeluti usaha ulos, baik sebagai penenun maupun penjual ulos di kampung halaman masing-masing. Antara pedagang satu sama lain umumnya memiliki hubungan kekerabatan. Ada pula pedagang yang berasal dari Medan, dimana mereka melanjutkan usaha orang tuanya berdagang ulos. Dan fokus penelitian saya disini adalah Strategi Adaptasi Pemasaran penjual kerajinan tenun ulos pada pasar tradisional di kota Medan studi di Pusat Pasar Medan.

1.2. Rumusan Masalah

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah tentu mempunyai tujuan tertentu. Tujuan penelitian adalah jawaban atas pernyataan apa yang akan dicapai dalam penelitian itu menurut misi ilmiah (Sudarwan Danim, 2002:91). Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini untuk mengetahui Strategi Adaptasi Pemasaran kerajinan tenun ulos pada pasar tradisional kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah mengadakan penelitian ini, diharapkan manfaat penelitian ini berupa: 1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sebuah hasil kajian ilmiah, sehingga dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademis dalam bidang pendidikan khususnya, dan terhadap pemerintah atau instansi terkait, dengan melihat apa yang menjadi keinginan masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat itu sendiri, karena kemajuan dan pembangunan suatu negara tidak terlepas dari kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

1.4.2. Manfaat Praktis

(19)

1.4.3. Manfaat Bagi Penulis

Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta wawasan mengenai fenomena yang ada dalam masyarakat dan sebagai wadah latihan serta pembentukan pola pikir yang rasional dalam menghadapi segala macam persoalan yang terjadi di masyarakat.

1.5. Defenisi Konsep

Defenisi konsep dalam penelitian ilmiah dibutuhkan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman konsep yang dipakai, maka diberikan batasan-batasan makna dan arti konsep yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun yang menjadi konsep-konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Strategi Adaptasi

Strategi Adaptasi merupakan serangkaian rancangan atau cara yang dilakukan makhluk hidup agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru untuk dapat tetap hidup dengan baik. Strategi adaptasi dapat dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi perubahan. Strategi adaptasi tersebut kemudian berkaitan erat dengan tingkat pengukuran yang dihubungkan dengan tingkat keberhasilannya agar dapat bertahan hidup.

2. Pemasaran

(20)

pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan manusia. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran. Mulai dari pemenuhan produk (product), penetapan harga (price), pengiriman barang (place), dan mempromosikan barang (promotion).

3. Kerajinan Tenun Ulos

Kerajinan tenun ulos merupakan kerajinan tenun yang berasal dari daerah Tapanuli Bahagian Utara yang dimiliki suku Batak Toba. Kerajinan tenun ulos lazim dipakai pada berbagai acara-acara adat seperti pada acara sukacita dan dukacita. 4. Pasar Tradisional

(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Teori Struktural Fungsional

Suatu fungsi adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau kebutuhan sistem. Dengan menggunakan defenisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem yaitu adaptation (A), goal attainment (G), integratioan (I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Secara bersama-sama, keempat imperatif fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetap bertahan (survive), suatu sistem harus memiliki empat fungsi ini:

1. Adaptation (Adaptasi)

Sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

2. Goal attainment (Pencapaian tujuan)

(22)

3. Integration (Integrasi)

Sebuah sistem harus mengatur antarhubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya (A,G,L).

4. Latency (latensi atau pemeliharaan pola)

Sebuah sistem harus memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi.

Parsons mendesain skema AGIL untuk digunakan di semua tingkatan dalam sistem teoritisnya. Dalam bahasan tentang empat sistem tindakan, akan dicontohkan bagaimana cara Parsons menggunakan skema AGIL. Organisme Perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan fungsi adaptasi dengan menyesuaikam diri dengan dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadian melaksanakan fungsi pencapaian tujuan dengan menetapkan tujuan sistem dan memobilisasi sumber daya yang ada untuk mencapainya. Sistem sosial menanggulangi fungsi integrasi dengan mengendalikan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Terakhir, sistem

kultural melaksanakan fungsi pemeliharaan pola dengan menyediakan aktor

seperangkat norma dan nilai yang memotivasi mereka untuk bertindak (Ritzer, 2007: 121).

(23)

perilaku perdagangan yang merupakan pertukaran perilaku dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Dalam hal ini termasuk melakukan adaptasi trend dan model yang beredar dipasaran. Mereka memperhitungkan strategi dengan tujuan agar memperoleh keuntungan sebagai pendapatan hidup sehingga strategi yang dilakukan dapat mempertahankan usahanya.

Pedagang kerajinan tenun ulos dalam strategi mempertahankan usahanya berusaha melebarkan jaringannya dan menarik pelanggan melalui teori aksi tentang tindakan sosial sebagai konsep dasar dari Tallcott Parsons, mengatakan bahwa manusia merupakan aktor yang kreatif dari realitas sosialnya dan memiliki kebebasan untuk bertindak. Menurut teori aksi manusia merupkan aktor yang aktif dan kreatif dari realitas sosial. Asumsi teori aksi yakni:

1. Tindakan manusia mulai dari kesadaran sendiri sehingga subjek dan situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.

2. Sebagai subjek manusia bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.

3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut.

4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi tidak dapat dapat dirubah dengan sendirinya.

(24)

Talcott Parsons menggunakan istilah “action” mengatakan secara tidak langsung aktifitas, kreatiftas, dan proses penghayatan diri individu dengan menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dan karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya individu sebagai aktor

2. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan tertentu.

3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat serta teknik untuk mencapai tujuan. 4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi/situasi serta dapat membatasi

tindakan untuk mencapai tujuan.

5. Aktor berada di bawah kendali nilai-nilai, norma-norma dan ide abstrak yang mempengaruhi dalam memilih dan mementukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan (Ritzer, 2004:57)

2.2. Teori Modal Sosial

(25)

Dua tokoh utama yang mengembangkan konsep modal sosial, Putnam dan Fukuyama, memberikan definisi modal sosial yang penting. Meskipun berbeda, definisi keduanya memiliki kaitan yang erat (Spellerberg, 1997), terutama menyangkut konsep kepercayaan (trust). Putnam mengartikan modal sosial sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama. Menurut Fukuyama, modal sosial adalah kemampuan yang timbul dari adanya kepercayaan dalam sebuah komunitas. Modal sosial dapat diartikan sebagai sumber (resource) yang timbul dari adanya interaksi antara orang-orang dalam suatu komunitas. Namun demikian, pengukuran modal sosial jarang melibatkan pengukuran terhadap interaksi itu sendiri. Melainkan, hasil dari interaksi tersebut, seperti terciptanya atau terpeliharanya kepercayaan antar warga masyarakat. Sebuah interaksi dapat terjadi dalam skala individual maupun institusional. Secara individual, interaksi terjadi manakala relasi intim antara individu terbentuk satu sama lain yang kemudian melahirkan ikatan emosional. Secara institusional, interaksi dapat lahir pada saat visi dan tujuan satu organisasi memiliki kesamaan dengan visi dan tujuan organisasi lainnya.

(26)

sosial, yaitu ikatan-ikatan emosional yang menyatukan orang untuk mencapai tujuan bersama, yang kemudian menumbuhkan kepercayaan dan keamanan yang tercipta dari adanya relasi yang relatif panjang. Seperti halnya modal finansial, modal sosial seperti ini dapat dilihat sebagai sumber yang dapat digunakan baik untuk kegiatan atau proses produksi saat ini, maupun untuk diinvestasikan bagi kegiatan di masa depan.

Masyarakat yang memiliki modal sosial tinggi cenderung bekerja secara gotong-royong, merasa aman untuk berbicara dan mampu mengatasi perbedaan-perbedaan. Sebaliknya, pada masyarakat yang memiliki modal sosial rendah akan tampak adanya kecurigaan satu sama lain, merebaknya ‘kelompok kita’ dan ‘kelompok mereka’, tiadanya kepastian hukum dan keteraturan sosial, serta seringnya muncul ‘kambing hitam’.

Parameter dan Indikator Modal Sosial

(27)

dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain. Bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur (Fukuyama, 1995).

Merujuk pada Ridell, ada tiga parameter modal sosial, yaitu rasa percaya (trust), norma-norma (norms) dan jaringan-jaringan (networks).

Rasa Percaya

Sebagaimana dijelaskan Francis Fukuyama (1995), rasa percaya (trust) adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini.

(28)

Untuk mendukung hipotesanya, Fukuyama mengajukan kategori masyarakat yang dikotomis: masyarakat high-trust dan masyarakat low-trust. Jenis pertama menunjukkan tingkat trust yang tinggi dan terus berkelanjutan di bawah otoritas politik yang sudah didesentralisasi pada tahap pra-modern (Fukuyama 1995). Organisasi kecil yang punya banyak koneksi bisa memanfaatkan ekonomi skala sambil menghindari biaya overhead dan birokrasi yang membebani organisasi besar. Ekonomi masyarakat yang demikian mempunyai keunggulan fleksibilitas yang tinggi, karena rakyatnya mempunyai tingkat kepercayaan tinggi bahwa sistem sosial mereka akan selalu adil. Contoh masyarakat high-trust adalah Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat. Masyarakat ini mempunyai solidaritas komunal sangat tinggi yang mengakibatkan rakyat mereka mau bekerja mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Sementara itu masyarakat jenis kedua, masyarakat

low-trust, dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektif. Contoh

masyarakat low-trust adalah Cina, Korea, Perancis dan Italia

Cox kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Menurutnya ‘We expect others to manifest good will, we trust our fellow human beings. We tend to work co-operatively, to collaborate with others in collegial relationships`. (Cox, 1995:5). Rasa percaya pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang kokoh; modal sosial

(29)

melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995). Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).

Norma

Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.

(30)

Jaringan

Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar manusia. Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik bersifat formal maupun informal. Putnam berargumen bahwa jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta manfaat dari partisipasinya itu ciri khas teori jaringan adalah pemusatan perhatiannya pada struktur mikro hingga makro. Artinya, bagi teori jaringan, aktor mungkin saja individu, mungkin pula kelompok dan perusahaan dan masyarakat. Hubungan dapat terjadi di tingkat struktur sosial skala luas maupun di tingkat yang lebih mikroskopik (George Ritzer, Douglas J. Goodman, 2007:383).

(31)
(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam peneletian ini adalah metode penelitian

deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sebagai mana yang dikemukakan oleh Taylor dan Bogman (1984) dalam Bagong Suyanto dan Sutinah (2005:166) bahwa penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Penelitian kualitataif juga dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang di dapat dari apa yang diamati (Nawawi, 1994:203). Metode penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sesuatu masalah (Danandjaja, 2005:30).

Dengan demikian penelitian ini menggambarkan fakta-fakta tentang bagaimana strategi adaptasi yang dilakukan oleh para penjual kerajinan tenun ulos di pasar tradisional kota medan agar dapat memperluas pemasaran.

3.2. Lokasi Penelitian

(33)

adalah karena akhir-akhir ini di daerah ini semakin banyak tantangan yang dihadapai penjual di pasar tradisional terhadap penjual di pasar modern. Peneliti juga ingin melihat seberapa jauh strategi adaptasi penjualan kerajinan tenun ulos dalam memperluas pemasaran.

3.3. Unit Analisis Dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian (Arikunto, 2002:121). Salah satu ciri atau karakteritik dari penelitian sosial (social scientific research) adalah menggunakan apa yang disebut dengan “unit of analysis”. Ada sejumlah unit analisis yang lazim digunakan pada kebanyakan penelitian sosial, yaitu individu, kelompok, dan sosial (Danandjaja, 2005:31).

Adapun yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah pedagang kerajinan tenun ulos di Pusat Pasar Medan.

3.3.2. Informan

Informan adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi dalam penelitian. Adapun informan yang menjadi subjek penelitian ini dibedakan atas dua jenis yaitu:

(34)

2. Informan biasa yaitu orang-orang yang dapat dijadikan sebagai pelengkap dari sumber informasi yang akan dicari. Yang menjadi informan biasa adalah pembeli kerajinan tenun ulos di Pusat Pasar Medan.

3.4. Tekhnik Pengumpulan Data

Data penelitian digolongkan menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat langsung dari lapangan atau laboratorium, dikumpulkan, diolah oleh organisasi atau perorangan. Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

1. Metode Wawancara

Metode Wawancara juga biasa disebut sebagai metode interview. Metode wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.

Ditinjau dari pelaksanaannya maka interview dibedakan atas tiga yaitu Interview bebas (ungided interview), Interview terpimpin (guide interview) dan Interview bebas terpimpin.

(35)

metode ini adalah bahwa responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang diwawancarai. Responden bersikap santai, sedangkan kelemahnnya adalah arah pertanyaan kurang terkendali.

Dalam Interview terpimpin (guide interview), pewawancar membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci, seperti interview terstruktur. Interview bebas terpimpin merupakan kombinasi dari interview bebas

dan interview terpimpin. Salah satu bentuk interview yang dipakai dalam penelitian ini adalah interview bebas tepimpin.

2. Metode Observasi

Observasi meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh panca indera. Observasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap. Semua kegiatan ini dinamakan observasi atau pengamatan langsung. Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data penelitian tersebut dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan pengamatan lansung terhadap berbagai gejala yang tampak pada penelitian. Hal ini ditujukan untuk mendapatkan daya yang mendukung hasil wawancara. Observasi baru dapat dikatakan sebagai alat pengumpul data, apabila observasi tersebut memenuhi beberapa kriteria berikut:

(36)

- Pengamatan harus dicatat secara sistematis

- Pengamatan dapat dicek dan dikontrol kebenarannya b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh suatu organisasi/perorangan dari pihak lain. Data ini tidak secara langsung diperoleh. Data ini diperoleh dari bacaan buku-buku referensi, koran, majalah, jurnal, internet, yang datanya dianggap relevan dengan masalah yang diteliti.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi Data adalah pencarian pengertian yang lebih luas tentang data yang telah dianalisis. Dengan kata lain, interpretasi merupakan penjelasan yang terinci tentang arti yang sebenarnya dari data yang telah dianalisis atau diapaparkan. Dengan demikian, memberikan interpretasi dari data berarti memberikan arti yang lebih luas dari data penelitian.

Interpretasi mempunyai dua aspek, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengakkan keseimbangan satu penelitian, dalam pengertian menghubungkan hasil suatu penelitian dengan penemuan-penemuan lainnya.

2. Untuk membuat atau menghasilkan suatu konsep yang berifat menerangkan atau menjelaskan.

(37)

penelitian ini akan diinterpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam kajian pustaka yang telah ditetapkan, sampai pada akhirnya sebagai laporan penelitian.

3.6. Jadwal Kegiatan

Penelitian yang dilaksanakan mencakup penelitian lapangan dan penelusuran literatur. Jadwal kegiatan penelitian dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 1

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian

No Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Proposal √

2 ACC Judul √

3 Penyusunan Proposal √ √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penyerahan hasil seminar √

7 Operasional √

8 Bimbingan √ √ √

9 Penulisan Laporan Akhir √ √

(38)

3.7. Keterbatasan Penelitian

(39)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan

Semula kondisi pasar belum terorganisir secara baik dan belum terpelihara, barulah setelah beberapa tahun Gemente Medan mulai terfikir pendiri pasar. Pasar yang pertama dibangun oleh Gemente Medan adalah pasar Bundar Petisah pada tahun 1919 dan telah dibongkar tahun 1973 yang dipindahkan keproyek Pusat Pasar, sedangkan pasar lainnya adalah pasar swasta seperti miliknya Tjong A Fe Bernama Pasar Ikan di Jalan Ahmad Yani (jalan perniagaan) yang kemudian dipindahkan ke jalan Cirebon yang di bangun pasar yang lebih baik.

(40)

beberapa nama pasar tradisional di Kota Medan dan sarananya yang dapat dilihat dalam tabel 2.

Tabel 2.

Nama Pasar Tradisional di Kota Medan dan Jumlah Sarananya

No Nama Kios Toko Stand

Meja

Informal Jumlah

1 Pasar Pusat Pasar 2.048 4 497 - 2.549

2 Pasar Petisah Medan

930 - 324 41 1295

3 Pasar Medan Deli 139 9 123 15 286

4 Pasar Sambu 99 - 171 - 270

5 Pasar Aksara 491 - 272 - 763

6 Pasar Sei Kambing 176 - 189 73 438

Sumber : Perusahaan Daerah Pasar Tingkat II Medan, 2009

(41)

Pasar. Dinas Pasar yang sebelumnya mengelola pasar dilebur menjadi Perusahaan daerah Pasar yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah. Berikut struktur organisasi Perusahaan Daerah Kota Medan yang dapat dilihat dalam bagan 1.

Bagan 1

(42)

4.1.2 Gambaran Pusat Pasar Medan

Pusat Pasar dibuka pertama kalinya pad dibagi kepada empat gedung. Pada tahun-tahun awal kios-kios Pusat Pasar tidak banyak ditempati pedagang karena keadaan bahwa memindahkan kios dari tempat asal ke Pusat Pasar akan merepotkan. Untuk mengatasi masalah ini, maka pada t hingga semurah-murahnya dan jumlah pembayaran disesuaikan dengan kesanggupan sang penyewa.

Pada ta ta terpaksa menggelar dagangan mereka di jalanan di sekitar daerah tersebut untuk dapat tetap berjualan. Pemerintah kemudian membangun bangunan baru yang bertingkat sebagai pengganti bangunan lama yang terbakar. Pada saat yang sama, bangunan yang baru tersebut juga membuat keadaan pasar tertata dengan lebih rapi. Setelah Pasar dan Medan Mall) dihubungkan sehingga pengunjung dapat berpindah bangunan dengan mudah.

(43)

pusat perdagangan yang ramai, ditandai dengan banyaknya lokasi usaha dagang dan pertokoan, disamping kantor-kantor, sarana-sarana pendidikan, rumah ibadah serta fasilitas-fasilitas lainnya.

Pusat pasar merupakan pasar terbesar yang ada di Kota Medan dan menjadi pusat perbelanjaan masyarakat dalam maupun luar kota. Ditempat inilah barang-barang komsumsi pertama kali dipasok, yang kemudian dari sini barang-barang-barang-barang itu di distribusikan ke daerah yang lebih kecil skala jualnya. Tidak heran bila barang-barang yang dijual di pusat pasar lebih murah harga jualnya dibanding tempat lain. Di pusat pasar terdapat aneka barang yang diperjualbelikan. Aneka barang yang diperjualbelikan mulai dari eceran hingga grosir.

(44)

Tabel 3

Data Potensi Pasar Pusat Pasar Medan

No Jenis TB Lantai-I Lantai-II Dicabut Aktif Jumlah

1 Kios 1005 - - 2060 2060

2 Stand 207 - - 207 207

3 Meja Daging 68 - 3 65 68

4 Stand Ikan Basah 181 - - 181 181

5 Pasar Buah (PB) 10 - - 10 10

6 Taman 6 - - 6 6

7 TaMbahan (TBH) 10 - - 10 10

8 Blok Tanaman Hidup 9 - - 9 9

9 SP-KM/WC 3 - - 3 3

10 SP-TPS (Peti Es) 1 - - 1 1

11 Toko Mini 4 - - 4 4

Jumlah 1504 1055 3 2556 2559

Keterangan : 26 unit kios yang dihapus di Lantai-II sewaktu pembuatan/pembangunan eskalator PT. Matahari Putra Prima yaitu nomor kios:

886-890 = 5 949-950 = 2 903-908 = 6 961-966 = 6 937-983 = 2 945-999 = 5

(45)

Di lokasi Pusat Pasar juga sebuah terminal dalam kota yang merupakan sarana transportasi yang membantu pengunjung pasar yang akan berbelanja. Keberadaan pusat-pusat keramaian dan perbelanjaan di Pusat Pasar tentu saja akan menciptakan memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Lapangan pekerjaan yang ada di pusat pasar diperuntukkan bagi mereka yang berpendidikan atau mempunyai modal yang memadai dan mereka yang tidak memiliki latar belakang formalpun dapat bekerja di Pusat Pasar.

(46)

4.1.3. Profil Kios Penjual Kerajinan Ulos di Pusat Pasar Medan

Kios-kios para penjual tenun ulos ini berada dekat dengan pintu utama dan tangga di Lantai I dan Lantai II pada pusat pasar Medan. Terlihat jarak antar toko yang satu dengan yang lainnya tidak berjauhan. Bahkan ada di satu toko yang samping kiri dan kanannya merupakan penjual kerajinan ulos. Disini ada dua kawasan yang menjadi kios penjualan kerajinan ulos yaitu penjual kerajinan tenun ulos yang kiosnya berada di dekat pintu utama dan para penjual yang kiosnya berada di belakang atau agak masuk kedalam, kiosnya agak masuk ke dalam.

Mereka yang berjualan dengan di kios dekat pintu utama merupakan para pedagang ulos yang terbilang usahanya sudah cukup berkembang, karena mereka telah memiliki pasar dan jaringan untuk menjual kerajinan ulos tersebut, dan mereka juga tidak sepenuhnya merupakan pembuat kerajinan ulos tersebut. Dan untuk para para penjual yang berada di belakang atau agak masuk kedalam, biasanya mereka tidak memiliki pasar ataupun jaringan yang luas seperti penjual yang letak kiosnya di depn pintu utama. Di satu kios penjulan ulos terlihat banyak kreasi-kreasi yang cukup menarik contohnya saja tas, topi, kebaya, sarung. Disini terlihat kerajinan ulos yang telah dikombinasikan dengan bahan lain sehingga menghasilkan berbagai macam bentuk dan model. Terlihat ada 1 atau 2 orang para pekerja yang menjaga dan melayani pembeli di kios.

(47)

mencukupi kebutuhan pedagang. Disisi lain kerajinan ulos merupakan barang yang tidak mudah rusak sehingga dapat bertahan lama bila belum dibeli pelanggan, sehingga penjual tidak merugi. Biasanya penjual kerajinan tenun ulos berkelompok hal ini dimaksudkan untuk memudahkan mereka saling tukar barang/mengambil dari toko tetangga apabila barang yang dibutuhkan pelanggan tidak ada di toko mereka. Kios-kios kerajinan ulos setiap harinya beroperasi mulai dari pukul 08.00 WIB hingga 18.00 WIB. Pada hari minggu terlihat sebahagian besar kios kerajinan ulos tutup dikarenakan penjual ulos beribadah.

Ulos yang dijual di kios kerajinan tenun ulos ini beraneka ragam dari berbagai daerah, mulai dari ulos Toba, Simalungun, Karo, Pak-pak, Mandailing. Selain itu ada pula diperdagangkan sepertangkat pakaian adat batak, songket dari berbagai daerah, kebaya, tandok dan aneka souvenir khas Batak seperti tas dari ulos, tempat tisu dan pot bunga khas batak. Mulai dari pewarnaan kerajinan ulos tersebut dan banyak juga terlihat di beberapa toko hasil kreasinya cukup menarik karena dipadu dengan beberapa kreasi baru. Pada saat itu terlihat ada penjual yang sedang merapikan plastik-plastik yang akan digunakan untuk mengemas barang-barang yang kemudian akan dipasarkan ke luar daerah seperti Pekanbaru, Jawa, dan daerah-daerah lainnya di Indonesia.

(48)

4.2. Profil Informan 4.2.1. Informan Kunci

Dalam penelitian ini terdapat informan kunci untuk mengetahui banyak hal yangt ingin diungkapkan dalam penelitian ini. Informan ini mempunyai pengetahuan dan keterlibatan langsung dalam menjalankan usaha kerajinan tenun ulos serta mengetahui strategi-strategi pemasaran untuk menarik dan mempertahankan pelanggan sehingga usahanya tetap berjalan sampai saat ini.

1. Ibu. O. br. Rumapea

(49)

“…..ulos ini kebutuhan orang batak dalam setiap acara, makanya saya jualan ulos ini karena selalu dibutuhkan kapan saja, dibandingkan waktu saya berjualan sepatu dan sandal dulu, ulos ini lebih menguntungkan makanya saya suka, misalnya waktu saya jualan sepatu dan sandal dulu kalo sudah 3 bulan lewat, alasnya sudah mulai terkelupas. Sedangkan ulos ini tidak seperti itu, ulos ini bukan barang busuk kalau berbulan-bulan tidak dibeli orang”

(Hasil wawancara, bulan November 2010)

Ibu O br. Rumapea memperoleh aneka kerajinan ulos yang akan dijual dari daerah-daerah di Sumatera Utara. Bila ulos itu dihasilkan dari mesin maka ulos itu akan diperoleh dari daerah Siantar, sedangkan bila ulos tersebut dihasilkan oleh tenunan langsung maka ulos tersebut akan diperoleh dari daerah Porsea, Laguboti, dan Tarutung. Setelah mendapatkan hasil kerajinan ulos dari daerah-daerah ibu Rumapea kemudian menjulnya di Pusat Pasar Medan. Ulos tersebut kemudian akan di jual di daerah sekitar Medan hingga ke berbagai daerah di Indonesia seperti di Surabaya, Jakarta, Pekanbaru, Tebing Tinggi. Biasanya orang yang membeli ulos adalah orang-orang yang ingin melaksanakan pesta, pedagang ulos di Pusat Pasar dan pedagang di pasar lainnya di kota Medan, dan pemilik-pemilik butik yang ada di dalam kota mapun di luar kota. Hasil keuntungan bersih yang diterima oleh Ibu Br. Rumapea sekitar Rp.15.000 juta/bulan.

(50)

Rumapea untuk memasarkan barang jualannya. Hal ini diutarakan dalam wawancara berikut:

“…..waktu ada orang yang lewat di depan kios kita ini kami tegor dan dirayu, kami bilang mau cari apa inang, ulos apa? Kayak gitu juga kalau di punguan kalo ada acara aku pakai ulos yang cantik modelnya jadi mereka datang ke kios, kalo ada anggota punguan yang baru datang ke kios kita kasi harga murah supaya dia kasi tau kawannya untuk beli ke sini”

(Hasil wawancara dengan informan Ibu O. Br. Rumapea, 2010).

2. Ibu Br. Pardede

Ibu Br. Pardede yang berusia 25 tahun adalah pedagang kerajinan ulos di Pusat Pasar Medan. Sudah 3 tahun Ibu Br. Pardede menjalankan usaha penjualan kerajinan tenun ulos ini. Pendidikan terakhirnya adalah SMA dan beliau baru saja berumah tangga. Adapun yang menjadi alasan Ibu Br. Pardede menjalankan usaha kerajinan ulos ini adalah untuk mengembangkan usaha milik mertua. Seperti yang diutarakan dalam wawancara berikut:

“…..saya menjual ulos ini karna kios dan usaha ini dikasi mertua saya sesudah saya menikah, daripada tidak ada kerjaan di rumah dan uangnya bisa untuk bantu-bantu ekonomi keluarga”.

(Hasil wawancara dengan informan Ibu Br. Pardede, 2010)

(51)

membuat pedagang-pedagang dan pemilik butik dari dalam dan luar kota tertarik bermitra dengan Ibu Pardede. Sebagai mana diutarakan Ibu Pardede sebagai berikut:

“…..di kios ini banyak dijual barang-barang mulai dari ulos, pakaian penganten, songket, tandok, tempat tisu dan pot yang terbuat dari ulos makanya banyak orang yang datang, kalau mereka dari luar kota, tinggal telepon saja ke kami baru kami kirim barangnya ke Surabaya atau ke Jakarta”

(Hasil wawancara dengan informan Ibu Br. Pardede, 2010)

3. Tora Bina Turnip

Tora Bina Turnip 26 tahun adalah seorang pedagang kerajinan tenun ulos di Pusat Pasar Medan. Tora Bina belum menikah dan pendidikan terakhirnya adalah SMA. Tora sudah 8 tahun berdagang ulos di Pusat Pasar Medan. Adapun yang menjadi alasan Tora Bina menjadi pedagang kerajinan Tenun Ulos di Pusat Pasar Medan adalah karena minat dan untuk melanjutkan usaha dari orang tua. Angka kerugian yang sangat kecil dalam menjual ulos ini juga menjadi alasan Tora Bina untuk menggeluti usaha ini. Kios Ulos yang dimiliki oleh Tora Bina buka setiap hari mulai dari pukul 09.00 WIB hingga 17.00 WIB.

(52)

menambah pengeluaran. Sebagai mana diutarakan ibu Rumapea dalam wawancara sebagai berikut:

“…..kami tinggal main telepon-teleponan saja dengan orang di luar kota, karna kalo kita sendiri yang datang ke sana udah menambah-nambah biaya dan membuang-buang waktu. Misalnya kalo ada ulos yang datang dari siantar ke Medan dikirim pake bus intra dan kalo ada yang mau di kirim ke luar kota dari Medan ke Pekanbaru kita kirim pake ALS jadi tinggal kita telepon saja apa sudah sampai barangnya” (Hasil wawancara dengan informan Tora Bina Turnip, 2010)

4. Ibu Br. Sianipar

Penjual selanjutnya adalah kios Sianipar ulos. Kois ini dimiliki oleh keluarga Sianipar dan saat penelitian di lapangan tampak 2 orang anak Ibu Br. Sianipar yang sedang menjaga kios ini. Mereka memilih untuk menjalankan usaha ini di karenakan ingin lebih mandiri, karena, dan usaha ini juga telah dijalankan oleh keluarganya. Usaha ini telah dijalankannya selama 15 tahun, dan merupakan penghasilan utama. Kios Sianipar ini sedikitnya ia telah memperkerjakan 3 orang karyawan dalam proses penjualan setiap harinya, dengan bagian yang berbeda-beda setiap orangnya. Mulai dari pelayanan kepada pelanggan, hingga sampai pada pengantaran. Meskipun terlihat tempat ini jauh berbeda dengan kios-kios yang sebelumnya, karena disinilah hasil kerajinan ulos tampak dipamerkan dikios dengan segala macam bentuk dan kreasi. Kios Sianipar ulos ini sudah sering mengikuti pameran wirausaha ataupun pelatihan yang diadakan oleh pemerintah dan swasta guna meningkatkan kreativitasnya.

(53)

lebih memperhatikan para pengusaha tenun tradisional di pasar-pasar tradisional, demi keberlangsungan usaha. Alasan mengapa Ibu Br. Sianipar berjualan kerajinan ulos di tengah sulitnya perkembangan usaha ulos dikarenakan usaha ini telah lama digeluti, dan ini merupakan usaha turun terumun. Motivasi utama Ibu Br. Sianipar ingin mendapat keuntungan yang sebesar besarnya.Keinginan Ibu Sianipar ke depan ke depan ia mampu untuk lebih mengembangkan penjulan kerajinan ulos ini. Sebagaimana diutarakan segai berikut :

“...kami masih mau membesarkan usaha ini seperti membuka toko di mal-mal atau butik tanpa meninggalkan kios di pasar sentral ini. Karena berjualan di mal atau butik untungnya lebih besar”.

(Hasil wawancara dengan informan Ibu Br. Sianipar, 2010) 5. Ibu Br. Tamba

(54)

Ibu Br. Tamba menuturkan kesulitan yang dialaminya dalam pemasaran saat ini adalah modal, beliau pernah melakukan peminjaman demi memperluas pemasaran, yaitu peminjaman modal dari bank dan koperasi. Namun, peminjaman modal itu kadang dipersulit oleh lembaga manapun itu, salah satu syaratnya adalah memiliki agunan dan yang lebih tidak terkendali adalah mereka menawarkan pinjaman dengan bunga yang cukup tinggi.

6. Bapak Pangaribuan

Bapak Pangaribuan berusia 47 tahun. Pendidikan terakhirnya adalah SMA. Alasan dari bapak Pangaribuan untuk mendirikan usaha ini adalah karena dahulu keuntungan dari penjualan ulos ini besar. Itulah alasannya mengapa ia tetap mempertahankan usaha kerajinan tenun ulos sampai sekarang. Selain karena sudah mendarah daging, usaha inipun sesuai dengan kreatifitas dan bakat yang ia miliki. Ia juga mempunyai kunci kesuksesan dalam menekuni usaha ini yaitu, sabar, banyak berdoa dan bekerja keras. Salah satu contohnya adalah dengan gencar memasarkan produknya keluar dari kios. Kemudian juga lebih meningkatkan mutu dari produknya dan memberikan pelayanan yang lebih baik kepada para pelanggannya.

(55)

telah dibuka oleh keluarganya selama kurang lebih hampir 20 tahun, karena dibuka mulai dari tahun 1990an dan masih tetap berdiri sampai sekarang ini. Salah satu strategi pemasaran yag dilakukan oleh Bapak Pangaribuan adalah tidak menjual kerajinan ulos dibawa dibawah target atau bila untungnya sangat sedikit. Hal itu nampak ketika ada seorang pembeli yang menawar ulos yang lumayan cantik dengan harga Rp. 150.000, bapak Pangaribuan tetap bertahan dengan harga Rp. 200.000 dan akhirnya tidak memberikan ulos itu kepada pembeli. Ketika ditanya kenapa tidak jadi menjualkan barang tersebut Bapak Pangaribuan mengatakan untung yang di peroleh sudah pas-pasan mau dikurangi lagi, sehingga nantinya bisa merugi.

Bertahannya Bapak Pangaribuan dalam membuka usaha kerajinan ulos ini selain karena sudah merupakan usaha yang mendarah daging, juga karena memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Strategi pemasaran usaha ini yaitu lebih kreatif dan berprestasi, hal ini terlihat dari kreasi-kreasi yang sering diciptakannya yang dijual Bapak ini. Terutama kreasi yang dijual diciptakan berdasarkan permintaan para konsumennya. Ketika konsumen meminta model baru ia meminta penenun ulos untuk membuat model tersebut. Apalagi hasil kreasi-kreasi yang dia jual sudah pernah ada yang ia kirimkan keluar Sumatera seperti ke Jakarta. Produk yang ia hasilkan telah mampu bersaing dengan produk-produk yang dijual di butik-butik atau mal-mal.

(56)

Tapi tetap saja bapak Pangaribuan masih merasa kurang puas dengan apa yang sudah dijalankannya sekarang ini. Ia ingin lebih mengembangkan usaha ini menjadi lebih besar lagi. Namun ia sering menghadapi kendala ataupun kesulitan dalam memperluas jaringan, dan juga modal yang kurang banyak.

Bahan ulos yang diperolehnya berasal dari daerah Tobasa seperti Laguboti dan Balige. Namun terkadang kendala yang dihadapinya adalah terkait denga lambannya proses pengiriman sehinga membuat proses penjualan menjadi terhambat. Hingga saat ini ada beberapa strategi yang ia lakukan untuk lebih meningkatkan penjualan dan memperluas pemasaran yaitu dengan mengikuti pameran-pameran yang bertemakan mengenai kewirausahaan khususnya kerajinan tradisional ulos. Hal ini menunjukkan bahwa ia memilki semangat, usaha untuk bertahan dan berprestasi khususnya untuk lebih berkembang, kreatif, dan bersaing dengan kemajuan zaman.

7. Ibu Br. Silitonga

(57)

Baginya usaha penjualan ulos ini merupakan sumber penghasilan utama, ia bisa mendapatkan keuntungan yang banyak pada musim-musim tertentu, seperti natal, tahun baru, liburan bulan 6, karena waktu-waktu itu merupakan saatnya orang berpesta. Ia memesan dari penenun kerajinan ulos sesuai dengan musim dan pesanan yang ia terima, biasanya pesanan ini berasal dari luar kota seperti Pakam, Binjai, Pangkalan Brandan, yang telah menjadi pasar tetap kios ini. Dikios ini juga dia menjual songket palembang karena selain memberi berbagai kerajinan ulos, pelanggan juga menyukai berbagai macam kreasi songket palembang.

Berbicara mengenai kesulitan yang ia hadapi dalam pemasaran ialah masalah modal dan pelanggan. Dan ketika ditanyai kebijakan pemerintah terhadap keberpihakan kepada pengusaha, ia menanggapi sejak pemerintahan saat ini mulai dirasakan kesulitan dalam transportasi atau ongkos kirim dan harganya juga semakin mahal. Sebagaimana di utarakan Ibu Br. Silitonga sebagai berikut:

“...tingginya ongkos transport, memberatkan usaha yang kami jalankan untuk memasarkan barang ke daerah-daerah, begitu juga para pedagang kerajinan ulos di pasar-pasar lain banyak penenun ulos yang tutup akibat tingginya ongkos kirim”.

(Hasil wawancara dengan informan Ibu Br. Silitonga, 2010)

(58)

dengan pengrajin lainnya merupakan strategi pemasaran yang ampuh dan sangat membantu keberlangsungan usahanya, karena, terkadang stok barang yang ada di kiosnya sendiri tidak mampu untuk memenuhi jumlah pesanan, sehingga di pasok barang-barang dari penjual lainnya yang ada di di sekitar kiosnya.

8. Ibu Br. Simatupang

Ibu Br. Simatupang berusia 43 tahun. Saat penelitian dilakukan, tanpa terlihat Ibu. Br. Simatupang sedang melayani pembeli. Dengan cermat beliau memberi tahu kelebihan ulos yang dia jual kepada pembeli. Ibu Br. Simatupang telah lama berjulan di Pusat Pasar ini ada sekitar 20 tahun, ia melanjutkan usaha dari orang tuanya. Hal itu nampak ketika dalam kegiatan berdagang sehati-hari ibunya mendampinginya dalam berdagang.

(59)

Berbicara mengenai jaringan Ibu Br. Simatupang mengatakan jaringan yang sudah ada dari orang tuanya tinggal ia lanjutkan. Hal ini terlihat saat penelitian dilakukan biasanya pembeli di kios nya adalah orang tua yang sudah cukup berumur. Ketika ditanya kenapa tida membeli di tempat lain, pembeli menjawab kios ini sudah langganan kami sejak saya masih muda. Pelanggan tetap mereka tetap membeli di kios ini karena kios ini menjual segala jenis ulos Batak, suji Palembang, Kebaya dan beraneka macam cendera mata. Inilah yang juga merupakan salah satu strategi kunci dari kebertahanan yaitu menjual beraneka ragam kerajinan tradisional sehingga tidak kehilangan pelanggan.

9. Ibu Mora Br. Pasaribu

(60)

Beliau juga menuturkan harga Suji Palembang yang sering digunakan untuk pakaian pengantin wanita harganya bervariasi mulai dari Rp. 1.500.000 hingga Rp. 3.500.000. Ketika disinggung mengenai strategi pemasaran ia mengungkapkan adalah dengan cara menjual ulos dengan harga yang tidak terlalu tinggi dengan begitu ulos akan laku dijual dan orang akan tetap datang mmbeli dan menjadi pelanggan. Memang bila dibadingkan dengan kios-kios lain yang telah diteliti harga kerajinan di tempat ini termasuk murah. Dalam hal permodalan beliau tidak pernah meminjam dari pemerintah karena ada bungnya. Dengan tidak berhutang untuk memperoleh modal dia dapat bertahan. Ibu br. Pasaribu menuturkan modal yang dia peroleh berasal dari keuntungan yang dia dapatkan, da sisihkan sebahagian dari untung untuk permodalan. Hal ini membuat ibu ini tidak berutang karena dengan adanya utang maka usaha yang tadinya mulai berkembang akan semakin kecil dan dapat gulung tikar. Dengan modal yang sedikit kios ini dapat bertahan Ibu Br. Pasaribu mengatakan biarpun kiosnya kecil-kecilan usahnya tetap bertahan.

4.2.2. Informan Biasa 1. Ibu B. Br. Manurung

(61)

langganan satu pedagang, lain barang yang dicari maka lain pulalah pedagangnya. Menjual kembali kerjinan ulos kepada orang lain bertujuan untuk menambah pendapatannya. Berikut penuturan Ibu B. Br. Manurung:

“…..saya sudah dari dulu kalau membeli ulos ke pusat pasar ini, karena ulos yang dijual disini bagus dan harganya murah, sehingga dapat saya jual kembali kepada tetangga atau kawan-kawan sekantor yang perlu ulos untuk pesta-pesta, lumayanlah uangnya bisa menjadi pendapatan sampingan”.

(Hasil wawancara dengan informan Ibu B. Br. Manurung, 2010)

2. Ibu Br. Sibuea

Ibu Br. Sibuea 65 tahun adalah pensiunan guru. Sejak dulu Ibu Br. Sibuea membeli ulos di pusat pasar Medan, hal ini dikarenaka banyak teman-temannya sewaktu muda dulu berjualan di pusat pasar Medan, sehingga Ia dapat reunian dengan teman-temanya sambil belanja ulos ke pusat pasar. Faktor lain yang meyebabkan Ibu Br. Sibuea membeli di pusat pasar adalah mengenai mutu dan kwalitas ulos yang baik. Sebagai mana diutarakan dalam wawancara berikut:

“...ulos yang dijual di pasar ini bagus, ulosnya lebar dan tebal sesuai dengan ulos-ulos tenun yang ada di daerah saya, khas Laguboti, ulos yang dijualpun bukan ulos cetak seperti yang banyak sekarang ini, dan harganyapun terjangkau makanya saya sering beli ke sini”.

(Hasil wawancara dengan informan Ibu Br. Sibuea, 2010)

3. Bintang Yohanes Pane

(62)

tuanya kalo membeli ulos di pusat pasar saja. Jarak kantornya yang dekat ke pusat pasar juga membuat beliau sering berbelanja di pusat pasar. Usia orang tua Bintang Pane yang sudah berumur membuat Bintang Pane untuk membantu orang tuanya membeli ulos di pusat pasar.

Menurut beliau yang menjadi kelebihan kios-kios di pusat pasar dibanding pasar tradisional lainnnya di kota Medan sehingga banyak pelanggan yang datang adalah kualitas yang baik dan adanya potongan harga yang diberikan kepada pelanggan tetap.

4. Ibu A. Br. Manurung

Ibu A. Br. Manurung berusia 57 tahun, beliau mempunyai 3 orang anak. Ibu ini tinggal di Tanjung Balai dan pekerjaannya sebagai pedagang di Tanjung Balai. Setiap sekali dalam 2 minggu Ibu A. Br. Manurung selalu datang ke Medan untuk membeli barang-barang yang nantinya akan di jual di Tanjung Balai. Usahanya sebagai pedagang sudah digeluti sejak 23 tahun yang lalu. Aneka barang yang diperjual belikan Ibu ini di Tanjung Balai termasuk kain dan ulos.

(63)

langganannya, sehingga nantinya pedagang ulos di pusat pasar yang akan mengirim melalui angkutan darat.

4.3. Strategi Pemasaran Pedagang Kerajinan Tenun Ulos

Ulos adalah pakaian tradisional sub-sub etnis Batak yang ada di Sumatera Utara. Ulos digunakan pada setiap kegiatan adat baik sukacita maupun dukacita. Ulos juga dihubungkan dengan identitas atau posisi seseorang dalam suatu acara, kelas seseorang bahkan kini sampai kepada tren ataupun gaya hidup seseorang. Walaupun ulos pada dasarnya sebagai barang yang digunakan dalam acara-acara adat masyarakat Batak pada umumnya, namun dengan semakin berkembangnya zaman, ulos kini dilirik sebagai usaha yang memiliki prospek ke depan. Hal itu dilakukan dengan mengubah penampilan ulos hingga semenarik mungkin dengan model yang beraneka ragam. Ulos tidak lagi berbentuk ala kadarnya seperti dulu, kini model ulos mengikuti perkembangan zaman.

4.3.1. Peran Teori Struktural Fungsional

(64)

4.3.1. a. Adaptasi

Sistem sosial berawal dari hubungan dua pihak atau lebih, dimana pihak tersebut harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang dihadapinya baik berupa lingkungan fisik maupun sosial. Untuk dapat beradaptasi dengan baik pedagang kerajinan tenun ulos di Pusat Pasar Medan melakukan pelayanan yang baik terhadap pembeli.

Pelayanan yang baik dari pedagang seperti tegoran dan rayuan kepada calon pembeli akan membuat calon pembeli datang ke kios pedagang untuk membeli dan akan kembali lagi membeli pada waktu yang akan datang. Inilah cara yang dilakukan oleh pedagang kerajinan tenun ulos di Pusat Pasar Medan untuk memberi kesan pertama yang baik kepada calon pelanggan, dimana kesan pertama yang baik merupakan penarik bagi pelanggan untuk datang kembali di kemudian hari. Tindakan pedagang menyangkut perilaku pedagang yang merupakan cara (usage) dalam memberikan pelayanan kepada konsumen yaitu berupa tegoran dan rayuan. Salah satu pedagang, Ibu O. Br. Rumapea dan pegawainya selalu menerapkan pelayanan yang baik kepada pelanggan. Berikut hasil wawancara dengan informan Ibu O. Br.Rumapea :

“...waktu ada orang yang lewat di depan kios kita ini, kami tegor dan dirayu, kami bilang mau cari apa inang, ulos apa? Waktu dia masuk kios kita, kita layani dia dengan baik. Kalo kita ngak ramah dek nanti dia lari dan ngak mau datang lagi. Tapi kalo kita ramah dia pun datang lagi dan ngasitau ke kawannya untuk beli ulos dari kita”

(65)

Strategi yang dilakukan pedagang untuk dapat beradaptasi dengan situasi lingkungan yang berkembang saat ini adalah dengan membuat kemasan pembungkus kerajinan ulos. Kemasan pembungkus yang rapi membuat penampilannnya tidak kalah dengan hasil kerajinan ulos yang ditawarkan di pasar modern seperti butik-butik di mal-mal. Kemasan pembungkus itu berupa plastik putih transparan yang di dalamnnya bisa dimasukkan ulos sehingga apabila disimpan di rumah dan dibawa ke luar kota. Pedagang juga membuat kartu nama, dimana didalam kartu nama tersebut tercantum nama pedagang, aneka barang kerajinan yang dijual dan alamat kios, kartu nama tersebut nantinya akan diberikan kepada orang yang meminta atau orang yang sudah selesai berbelanja. Disamping itu ada pula kantongan plastik dengan aneka warna, dimana di luar kantongan plastik tersebut terdapat tulisan yang berisikan aneka jenis ulos yang diperjual belikan dan alamat kios tersebut berada. Dengan demikian kantongan plastik yang berfungsi sebagai kemasan pembungkus berfungsi sebagai sumber informasi. Berikut wawancara dengan salah satu informan Ibu Br. Pardede :

“…..setiap barang yang keluar dari kios kami, kami kasi kantongan plastik yang gunannya membungkus ulos, dengan begitu pelanggan tau barang-barang apa saja yang kami jual, kalo mereka menyuruh kawannnya membeli ke kios kami, kawannya juga tau alamat kios kami, karna alamat kios kami juga kami buat di kantongan itu”.

(66)

4.3.1. b. Pencapaian Tujuan

Dalam pencapaian tujuan tindakan sebuah sistem harus mencapai tujuan utamanya. Tujuan pedagang kerajinan tenun ulos Pusat Pasar Medan adalah agar barang dagangannya cepat laku. Agar barang dagangan pedagang tersebut cepat laku, sering kali para pedagang memberikan harga yang murah kepada pelanggan yang dijadikan tata kelakuan (folkways). Dengan demikian pelanggan akan tertarik sebab ketika melihat aneka ragam ulos dengan model modern diperjual belikan dengan harga yang terjangkau. Rata-rata ulos tersebut di jual dengan harga Rp. 15.000-Rp. 1.500.000,-.

Para pedagang ulos biasanya memberikan harga yang miring kepada para pelanggan yang baru pertama kali membeli ulos di kios mereka. Hal itu dilakukan supaya nantinya pelanggan tersebut datang kembali ke kios itu untuk membeli ulos dan menunjukkan kios penjual ulos tersebut kepada rekan-rekannnya agar membeli ulos dari tempat itu saja. Berikut hasil wawancara dengan salah satu informan Ibu Br. Pardede :

“…..pelanggan yang pertama kali datang ke kios kita kita kasi harga spesial supaya dia datang lagi ke kios kita ini dan menunjukkan ke kawannnya kalo beli ulos supaya datang ke kios kita aja, terus kalo dia suda langganan ke kita tetap kita kasi harga yang murah misalnya ulos termahal yang kita jual sama pelanggan Rp.1.500.000,-, kita tidak jual di atas harga itu supaya pelanggan tetap percaya berlangganan sama kita” (Hasil wawancara dengan informan Ibu Br. Pardede, 2010).

(67)

mengeluarkan banyak biaya untuk membeli ulos yang cantik, hanya dengan harga yang sudah diberikan pedagang dan sedikit menawar maka pelanggan akan mendapatkan harga yang miring. Di sisi lain, pelanggan tidak perlu lagi repot-repot untuk berkeliling-keliling di Pusat Pasar Medan, tapi sudah langsung tahu ke kios mana dia akan pergi membeli jenis ulos yang pelanggan cari. Berikut hasil wawancara dengan salah satu pelanggan Ibu B. Br. Manurung :

“…..satu hal yang membuat saya menarik datang ke sini adalah karna harga yang dikasi murah tidak jauh bedanya dengan harga grosir kalo kita ambil di Porsea, atau di Siantar. Makanya kalo saya beli ulos di pusat pasar saya langsung datang ke kios ini, walaupun ada pedagang lain yang menawarkan saya untuk membeli ulos ke kios lain waktu saya berjalan ke kios ini saya tidak tertarik karna harga ulos yang dijual di kios ini murah dan penjual ulos lain tidak berani mengasi harga murah seperti di kios ini”.

(Hasil wawancara dengan informan Ibu B. Br. Manurung, 2010)

(68)

kurang strategis. Situasi ini berdampak pada minimnya penjulan kepada pelanggan.

Pedagang memilih berjualan di lokasi strategis dikarenakan pelanggan saat ini tidak mau lagi susah-susah masuk ke dalam pasar untuk mencari ulos yang akan dibeli, oleh karenanya bila ada kios penjual kerajinan ulos yang ada di dekat pintu masuk pelanggan membeli di situ saja. Seperti yang diutarakan dalam wawancara dengan salah satu informan Bintang Pane :

“…..kalo saya beli ulos dari sentral ini, biasanya saya beli ulos di kios yang dekat dengan pintu masuk, karna tidak repot-repot lagi masuk ke dalam, pedagang ulos suda langsung menyapa dan menanyakan ulos apa yang mau saya beli”

(Hasil wawancara dengan informan Bintang Pane, 2010).

Agar pemasaran dapat berjalan dengan lancar para pedagang juga melakukan strategi membuka kios setiap hari. Dengan membuka kios setiap hari maka proses pemasaran dapat terus berlangsung tanpa adanya hambatan, seperti hari libur umum. Strategi ini masih dilakukan oleh beberapa kios, dikarenakan sebagian besar pedagang ulos beragama Kristiani, maka sebagian besar pedagang tutup pada hari minggu. Dalam situasi pedagang yang tutup pada hari minggu maka proses pemasaran ulos di salah satu kios akan terhambat. Salah satu pedagang mengungkapkan strategi mereka membuka kios setiap hari, demikian penuturan informan Tora Turnip, sebagai berikut:

(69)

ke sentral dan mamak langsung ke gereja masuk jam tengah sebelas siang jadi kami tidak terganggu bekerja dan beribadah” (Hasil wawancara dengan informan Tora Turnip, 2010).

Pedagang yang setiap hari membuka kios di Pusat Pasar Medan akan memiliki omset yang lebih tinggi bila dibandingkan oleh pedagang yang tidak membuka kios setiap hari. Hal ini dikarenakan persaingan usaha dalam merekrut pelanggan di hari libur umum sangat kecil tidak seperti hari biasa. Misalnya Pedagang yang membuka kios pada hari minggu akan mendapat keuntungan karena kios-kios yang lain tidak terbuka sehingga pelanggan akan membeli ke tempat mereka.

4.3.1. c. Integrasi

Agar suatu sistem sosial dapat berfungsi secara efektif maka diperlukan adanya tindakan solidaritas di antara individu-individu terlibat. Integrasi merujuk pada kebutuhan untuk menjamin ikatan emosional yang mampu menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerja sama dapat dikembangkan dan dipertahankan. Pusat Pasar Medan menjadi sebuah tempat yang menghasilkan rasa solidaritas dan kerelaan untuk bekerjasama dan di tempat ini pula terjadi proses jual beli.

Gambar

Tabel 1
Tabel 2.
Tabel 3
Tabel 4.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis diperoleh bahwa kehidupan pasar tradisional di pasar sambu malam hari dilakukan oleh pelaku pasar yaitu distributor, pedagang, dan OKP kegiatan aktifitas para

Selain itu, penelitian ini juga mengungkapkan terdapat beberapa perbedaan antara pasar modern (Medan Mall) dengan pasar tradisional di Pusat Pasar Medan, yakni menyangkut perbedaan

Selain itu pengusaha ATBM harus dapat memasarkan kain tenunnya dan bersaing dengan harga kain tenun ATM yang lebih murah dibanding kain tenun ATBM, sehingga pengusaha kerajinan

Banyaknya variabel yang harus dipertimbangkan konsumen untuk memilih pasar tradisional maupun pasar swalayan sebagai tempat berbelanja seperti: harga murah sesuai

pemerintah dan juga mereka menyayangkan tindakan dari PD Pasar yang tidak.. melakukan sosialisasi dan pendekatan yang tidak tepat kepada para

Pusat perekonomian di Kelurahan Pusat Pasar ini berada antara lain di Medan Mall, Pusat belanja yang sudah sangat lama berdiri yaitu Olimpia yang menjual segala jenis

Di dalam pasar 45 norma-norma sosial itu berupa kejujuran yang dilakukan oleh para pedagang berupa usaha untuk memenuhi hak dan kewajiban sehingga tidak mendapatkan sanksi merupakan

Terdapat 7 faktor internal prioritas yang mempengaruhi kenyamanan, yaitu keamanan pasar, pencahayaan pasar, kemudahan mobilitas konsumen, kebersihan pasar, kebersihan kios pedagang,