• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Adaptasi Pengusaha Kerajinan Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Tengah Kemajuan Teknologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Adaptasi Pengusaha Kerajinan Tenun ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) di Tengah Kemajuan Teknologi"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

FOTO-FOTO DOKUMENTASI

(2)

Gambar 2 : Karyawan Ibu Hotmin yang sedang menggulung benang dengan mesin palet

(3)
(4)

Gambar 5 : Bakal sarung yang dihias dengan motif Simalungun dengan harga

(5)
(6)
(7)

Gambar 8 : Ulos-ulos yang dijual di Toko Devi Ulos

(8)
(9)

Gambar 11 : Karyawan Ibu Hotmin yang sedang menenun

(10)

PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)

Untuk Pengusaha Kerajinan Tenun Simalungun Jalan Lau Cimba

I. Data pribadi

1. Nama :

2. Jenis Kelamin :

3. Umur :

4. Pendidikan Terakhir :

II. Pertanyaan

(Saat Pertama Kali Membuka Usaha)

1. Kapan anda memulai usaha kerajinan tenun?

2. Apa alasan anda memilih untuk membuka kerajinan tenun ATBM?

3. Bagaimana keadaan usaha kerajinan tenun (modal, jumlah ATBM, karyawan,

pemasaran, penghasilan, produk yang dihasilkan, lokasi pengerjaan) pada saat

pertama kali?

4. Apakah ada kesulitan dalam menjalankan usaha kerajinan tenun pertama kali,

jika ada bagaimana cara anda mengatasinya?

(Keadaan Usaha di Tengah Kemajuan Teknologi)

5. Bagaimana keadaan usaha kerajinan tenun (modal, jumlah ATBM, karyawan,

pemasaran, penghasilan, produk yang dihasilkan, lokasi pengerjaan) pada saat

ini, mengalami kemajuan atau kemunduran?

(11)

7. Apa alasan anda tetap mempertahankan usaha kerajinan tenun ATBM di tengah

hadirnya ATM saat ini?

8. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan untuk motif kain tenun atau pameran

budaya tentang tenun?

9. Adakah kesulitan yang anda hadapi dalam usaha kerajinan tenun ATBM di

tengah kemajuan teknologi, jika ya bagaimana cara anda mengatasinya?

(Strategi yang Dilakukan Terkait Usaha Mempertahankan Tenun ATBM di Tengah

Kemajuan Teknologi)

10.Bagaimana strategi yang anda lakukan untuk meningkatkan kualitas kain tenun

agar menarik konsumen?

11.Bagaimana strategi yang anda lakukan untuk memasarkan kain tenun?

12.Bagaimana strategi yang anda lakukan untuk merekrut karyawan atau pengrajin

tenun yang akan bekerja dalam usaha anda?

13.Bagaimana strategi yang anda lakukan dalam memenuhi modal untuk usaha

tenun anda?

(Jaringan Sosial Dalam Mempertahankan Usaha Tenun)

14.Bagimana hubungan anda dengan para karyawan atau pengrajin tenun anda?

15.Bagaimana hubungan anda dengan pemerintah (Dinas Koperasi dan UMKM),

LSM setempat atau lembaga peminjaman modal lainnya?

16.Ke daerah mana saja anda pasarkan kain tenun anda dan bagaimana cara

memasarkannya?

(12)

PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)

Untuk Pembeli atau Konsumen Kain Tenun ATBM

I. Data Pribadi

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir :

Alamat :

II. Pertanyaan

1. Jenis kain tenun apa yang sering anda beli dan untuk keperluan apa?

2. Dalam membeli kain tenun, biasanya anda membeli dalam jumlah banyak atau

sedikit?

3. Mengapa anda memilih untuk membeli kain tenun ATBM dibanding ATM?

4. Dimana anda sering membeli kain tenun, di pasar atau langsung ke industrinya,

dan apa alasannya?

5. Sudah berapa lama anda mengetahui ada industri tenun di Jalan Lau Cimba dan

dari mana anda mengetahuinya?

6. Bagaimana harga dan kualitas kain tenun yang dijual di industri Jalan Lau Cimba

(13)
(14)

PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)

Untuk Karyawan atau Pengrajin Kain Tenun ATBM Lau Cimba

I. Data Pribadi

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir :

Alamat :

Status :

II. Pertanyaan

1. Sudah berapa lama anda bekerja di industri tenun Jalan Lau Cimba ini dan apa

alasannya?

2. Darimana anda mengetahui ada industri kerajinan tenun di Jalan Lau Cimba?

3. Darimana anda mengetahui cara bertenun pertama kali?

4. Berapa penghasilan anda dalam sebulan dari bertenun, dan apakah sesuai dengan

yang anda kerjakan?

5. Bagaimana sistem pembayaran upah atau gaji yang dilakukan oleh pengusaha?

6. Bagaimana sikap pengusaha terhadap para karyawannya, apakah ada

(15)

7. Bagaimana menurut pendapat anda mengenai kerajinan tenun ATBM?

8. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu jenis kain tenun

dan berapa lama anda bekerja dalam sehari?

9. Bagaimana hubungan sesama pengrajin tenun, apakah ada perkumpulan yang

(16)

PEDOMAN WAWANCARA (INTERVIEW GUIDE)

Untuk Pemerintah (Dinas Koperasi dan UMKM) atau LSM

I. Data Pribadi

Nama :

Jenis Kelamin :

Umur :

Pekerjaan :

Pendidikan Terakhir :

Alamat :

II. Pertanyaan

1. Bagaimana menurut pendapat anda tentang kerajinan tenun ATBM saat ini?

2. Apakah Dinas Koperasi dan UMKM, LSM ikut serta berperan dalam

mempertahankan tradisi ATBM dan apa alasannya?

3. Kapan pertama kali usaha mempertahankan tradisi ATBM ini dilakukan dan

dalam bidang apa?

4. Siapa saja pihak yang terlibat atau ikut serta dalam mempertahankan tradisi

ATBM?

5. Bagaimana sikap para pengusaha dalam menyambut usaha dari pemerintah

(17)

6. Apakah ada bantuan (modal, alat, pelatihan dan lainnya) yang diberikan

pemerintah atau LSM terkait mempertahankan tradisi ATBM, jika ada berapa

jumlah anggaran yang disediakan?

7. Berapa banyak industri yang telah di bantu oleh pemerintah atau LSM dalam

mempertahankan tradisi ATBM, apakah mengalami kemajuan?

8. Apakah tidak sulit mempertahankan ATBM sebagai warisan budaya di tengah

hadirnya industri tenun ATM?

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Damsar. 2009. Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Enie, Herlison dan Ny. Koestini Karmayu. 1980. Pengantar Teknologi Tekstil. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Hasbullah, Jousairi. 2006. Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia

Indonesia. Jakarta: MR-United Press.

Laksana, Fajar. 2008. Manajemen Pemasaran: Pedekatan Praktis. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Lawang, Robert M.Z. 1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jakarta: PT.Gramedia.

McCarty, E. Jerome. 1983. Dasar-Dasar Pemasaran. Jakarta: Erlangga.

Perry, Martin. 2000. Mengembangkan Usaha Kecil. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern Edisi Keenam.

Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ritzer, George. 2014. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenada

(19)

Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat Kajian Strategis

Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Bandung:Rafika ADITAMA

Suwarsono dan Alvin Y.SO. 2013. Perubahan Sosial dan Pembangunan. Jakarta:

LP3ES.

Tambunan, Tulus. 1999. Perkembangan Industri Skala Kecil di Indonesia. Jakarta: PT.

Mutiara Sumber Widya.

Wirartha, Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi.

Wirawan, I. B. 2012. Teori-Teori Sosial Dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Defenisi

Sosial, & Perilaku Sosial. Jakarta: Kencana.

Sumber Lain (Skripsi dan Jurnal):

Arifin, Nurul. 2010. Tenun Tradisional di Tengah Era Persaingan Pasar Bebas.

Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.

Firmando, Harisan Boni. 2011. Strategi Adaptasi Pemasaran Kerajinan Tenun Ulos

Pada Pasar Tradisional di Kota Medan. Medan: Sosiologi FISIP USU.

Hermawan, Lucius. 2015. Strategi Diversifikasi Produk Pangan Olahan Tahu Khas

Kota Kediri. Jurnal JIBEKA Volume 9 Nomor 2.

Manik, Junjung Sahala T. 2011. Strategi Adaptasi Ekonomi Karyawan Perkebunan yang

(20)

Nainggolan, Evan. 2015.Perkembangan Industri Tenun Ulos di Kelurahan

Sigulang-gulang Kecamatan Siantar Utara dan Pengaruhnya terhadap Sosial Ekonomi

Masyarakat 1998-2005. Semarang: Fakultas Ilmu Sosial UNNES.

Tangkudung, Joanne P. M. 2014. Proses Adaptasi Menurut Jenis Kelamin Dalam

Menunjang Studi Mahasiswa Fisip Universitas Sam Ratulangi. Journal “Acta

Diurna” Volume III. No. 4.

Sumber Lain (Internet):

25 Juli 2016, pada pukul 20:43 WIB.

2016, pada pukul 19:20 WIB.

lib.unnes.ac.id/20554/1/3111409032-s.pdf, diakses pada tanggal 20 Februari 2016, pada

pukul 20:40 WIB.

Repository.usu.ac.id, diakses pada tanggal 24 Januari 2016, pada pukul 13:50 WIB.

Desember 2015, pada pukul 08:45 WIB.

(21)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah pendekatan

yang digunakan untuk mengumpulkan data bukan berupa angka-angka, melainkan

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, dokumentasi pribadi, memo, dan

dokumen resmi lainnya. “Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif bertujuan

untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, fenomena realitas sosial

yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas

itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang

kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu” (Bungin, 2007: 68).

Dengan menggunakan pendekatan ini, maka peneliti telah memperoleh data atau

informasi mengenai strategi adaptasi pengusaha kerajinan tenun ATBM (Alat Tenun

Bukan Mesin) dalam mempertahankan dan mengembangkan usahanya di tengah

kemajuan teknologi.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian di Jalan Lau Cimba, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan

Siantar Timur, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Alasan peneliti memilih lokasi

ini adalah karena di Jalan Lau Cimba ini ada seorang pengusaha tenun ATBM (Alat

Tenun Bukan Mesin) yang tetap bertahan sampai saat ini meskipun pengusaha tenun

(22)

pengusaha tenun ATM (Alat Tenun Mesin) dan tidak mampu menghadapi perubahan di

tengah kemajuan teknologi.

3.3 Unit Analisis dan Informan

3.3.1 Unit Analisis

Unit analisis adalah hal-hal yang diperhitungkan menjadi subjek penelitian

keseluruhan unsur yang menjadi fokus penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi

unit analisis atau objek kajian penelitian adalah orang-orang yang terlibat dan ikut

berperan dalam mempertahankan dan mengembangkan usaha kerajinan tenun ATBM di

Jalan Lau Cimba, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Kota

Pematangsiantar, Sumatera Utara.

3.3.2 Informan

Dalam penelitian kualitatif, informan penelitian berkaitan dengan bagaimana

langkah yang ditempuh peneliti agar data dan informasi dapat diperoleh. Informan

adalah orang-orang yang menjadi sumber informasi aktual dalam penelitian yang

menjelaskan tentang masalah penelitian. Dalam penelitian informan berjumlah 14 orang

yang dibagi menjadi dua, yaitu informan kunci dan informan biasa atau pendukung data

penelitian sebagai berikut:

1. Informan Kunci:

a. 1 orang pengusaha tenun ulos ATBM Lau Cimba, Pematangsiantar.

b. 5 orang pengrajin tenun ulos ATBM Lau Cimba, Pematangsiantar.

(23)

a. 5 orang pembeli atau konsumen kain tenun ATBM.

b. 1 orang Kepala Bidang UMKM Kota Pematangsiantar.

c. 1 orang pengusaha ATBM yang telah gulung tikar.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam proses pengumpulan data dan informasi, peneliti menggunakan beberapa

teknik pengumpulan data agar data yang didapat sesuai dengan fokus penelitian dan

pengolahan data yang akan dilakukan. Berikut teknik pengumpulan data tersebut:

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer

Data primer adalah data yang didapat peneliti langsung di lapangan. Untuk

mendapatkan data langsung ini dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

1. Observasi

“Observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial

dan gejala alam dengan pengamatan dan pencatatan. Tujuan observasi adalah

memahami ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari interaksi elemen tingkah laku manusia

pada fenomena sosial yang serba kompleks dalam pola-pola tertentu” (Wirartha, 2006:

248). Dalam observasi, peneliti dapat terlibat langsung maupun tidak langsung dalam

kehidupan informan. Dalam hal ini peneliti telah mengobservasi bagaimana strategi

yang dilakukan pengusaha tenun ATBM dalam mempertahankan kerajinan tenun di

tengah kemajuan teknologi, yaitu melalui adanya jaringan sosial dan kepercayaan yang

terdapat antara pengusaha, karyawan, dan konsumen. Peneliti juga mengobservasi

produk-produk yang dihasilkan pengusaha dan bagaimana cara memasarkannya

(24)

2. Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil tatap muka langsung antara pewawancara

dengan informan, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara. Maka

orang-orang atau lembaga yang menjadi informan yang meliputi pengusaha baik pengusaha

Jalan Lau Cimba dan pengusaha ATBM yang telah gulung tikar, pengrajin tenun,

konsumen, Dinas UMKM, dalam penelitian ini telah diwawancarai, dan peneliti telah

mendapat jawaban langsung mengenai permasalahan penelitian tentang strategi adaptasi

pengusaha kerajinan tenun ATBM ditengah kemajuan teknologi.

3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder diperoleh secara tidak langsung dari objek

penelitian, melalui sumber atau instansi lain yang berkaitan dengan penelitian.

Pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi

kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data yang diperoleh dari buku-buku

ilmiah, laporan penelitian, tulisan ilmiah yang berkaitan dengan topik penelitian yang

dianggap relevan.

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data adalah tahap pengolahan data baik data primer dan data

sekunder yang telah didapatkan dari lapangan. Data-data yang diperoleh dari lapangan

(25)

Analisis data merupakan proses menganalisis fenomena sosial dan memperoleh

gambaran yang tuntas terhadap fenomena yang diteliti dan menganalisis yang ada di

balik suatu fenomena sosial. Data yang diperoleh akan diinterpretasikan berdasarkan

dukungan teori dalam kajian pustaka, peneliti kemudian menyederhanakan data agar

lebih mudah dipahami, kemudian data tersebut akan disusun lagi sedemikian rupa dan

diinterpretasikan secara kualitatif.

Hal ini dilakukan agar peneliti lebih jelas memperoleh hasil yang mendalam

sesuai teori yang relevan. Peneliti menyusun sebagai laporan akhir penelitian, proses ini

dilakukan sejak proposal penelitian dibuat hingga akhir penelitian dilakukan, dan pada

akhirnya akan menjadi laporan penelitian yang memiliki ciri kualitatif.

3.6 Jadwal Kegiatan

No Kegiatan

Bulan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi 

2 Acc Judul Penelitian 

3 Penyusunan Proposal 

4 Bimbingan Proposal  

5 Seminar Proposal 

6 Revisi Proposal 

7 Pengumpulan dan Analisis Data  

8 Bimbingan Skripsi  

9 Penulisan laporan 

(26)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Keadaan Geografis Kecamatan Siantar Timur

Siantar Timur adalah salah satu kecamatan di Kota Pematangsiantar, Provinsi

Sumatera Utara, Indonesia. “Luas wilayah kecamatan ini adalah 4.520 km² dengan

jumlah penduduk sebanyak 49.090 jiwa pada tahun 2016, dengan kepadatan 8.543

jiwa/km². Kecamatan Siantar Timur adalah salah satu dari 8 kecamatan di Kota

Pematangsiantar. Kecamatan Siantar Timur memiliki 7 kelurahan, yaitu Kelurahan

Asuhan, Kelurahan Merdeka, Kelurahan Kebun Sayur, Kelurahan Pahlawan, Kelurahan

Pardomuan, Kelurahan Siopat Suhu, dan Kelurahan Tomuan”

terdapat di Jalan Siatas Barita, Kelurahan Tomuan. Kecamatan Siantar Timur memiliki

batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Siantar Martoba.

2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Siantar Utara dan Kecamatan

Siantar Barat.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Simalungun.

4. Sebelah Timur berbatasan Kecamatan Siantar Marihat.

Di Kecamatan Siantar Timur terdapat sekolah tinggi yaitu STT (Sekolah Tinggi

Teologi) Siantar yang beralamat di Jalan Sangnawaluh No. 6, Kelurahan Siopat Suhu.

(27)

Suhu, yang berdekatan dengan Taman Makam Pahlawan dan Ramayana Departement

Store. Kecamatan Siantar Timur dialiri oleh daerah aliran sungai (DAS) Bah Bolon yang

klasifikasi airnya terbilang besar. Di Kelurahan Siopat Suhu juga terdapat ruko

Megaland yang digunakan sebagai tempat perkantoran, perumahan, perdagangan dan

jasa, pelayanan kesehatan dan tempat pendidikan menengah dan tinggi.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kelurahan di Kecamatan Siantar Timur, 2012

No Nama Kelurahan Luas Wilayah (km2)

1 Kebun Sayur 37,50

2 Tomuan 91,00

3 Pahlawan 42,00

4 Siopat Suhu 187,00

5 Merdeka 23,00

6 Pardomuan 25,50

7 Asuhan 46,00

Jumlah 4.250

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar 2015

4.1.2 Keadaan Penduduk Kecamatan Siantar Timur

“Jumlah penduduk di Kecamatan Siantar Timur berdasarkan Data BPS Kota

Pematangsiantar pada tahun 2016 adalah 49.070 jiwa, dan jumlah kepala keluarga/KK

sebanyak 13.714 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 24.119 jiwa, dan

penduduk perempuan sebanyak 24.951 jiwa. Terdapat berbagai suku yang mendiami

Kecamatan Siantar Timur, diantaranya Simalungun, Toba, Mandailing, Jawa, Tionghoa,

dan Melayu, dan suku paling dominan adalah suku Batak Simalungun”

(28)

masyarakat Kecamatan Siantar Timur berprofesi sebagai petani, wiraswasta, dan PNS.

Di bidang wiraswasta terdapat pengusaha UMKM di bidang pertenunan, pembuatan

olahan tempe, dan pembuatan kripik dari ubi kayu. Jumlah penduduk terbanyak di

Kecamatan Siantar Timur terdapat di Kelurahan Siopat Suhu sebanyak 12.384 jiwa, dan

jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Kelurahan Pahlawan, yaitu sebanyak 3.143

jiwa.

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Perkelurahan di Kecamatan Siantar Timur, 2016

No Nama Kelurahan Penduduk Laki-Laki Penduduk Perempuan Kepala Keluarga Jumlah Penduduk

1 Kebun Sayur 2.688 2.787 1.572 5.475

2 Tomuan 5.873 6.052 3.306 11.925

3 Pahlawan 1.527 1.616 892 3.143

4 Asuhan 3.200 3.222 1.671 6.422

5 Merdeka 1.884 2.016 1.227 3.900

6 Pardomuan 2.870 2.951 1.610 5.821

7 Siopat Suhu 6.077 6.307 3.436 12.384

Jumlah 24.119 24.951 13.714 49.070

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Pematangsiantar 2016

4.1.3 Gambaran Kerajinan Tenun Lau Cimba Kelurahan Siopat Suhu Siantar

Timur

Kerajinan tenun di Jalan Lau Cimba ini adalah milik seorang pengusaha bernama

Ibu Hotmin Silalahi. Pada awal membuka usaha ini, Ibu Hotmin mengalami kesulitan

modal, karena memang pada saat itu beliau hanya seorang petani yang sambil bekerja

(29)

Hotmin merasa dirinya berbakat dalam bertenun, ia lebih memilih berhenti bekerja dari

kilang Ibu Girsang dan membuka usaha sendiri. Ibu ini memulai membuka usahanya

pada tahun 2001 dengan jumlah ATBM pada saat itu hanya sepasang atau 2 buah, yang

menjadi pekerjanya adalah Ibu Hotmin sendiri dengan satu orang karyawan yang

merupakan tetangganya. Pada saat itu ulos yang dibuat hanya satu jenis ulos yaitu ulos

hati rongga palsu yang termasuk dalam salah satu jenis ulos Simalungun dengan harga

satu lembar ulos Rp 45.000,-, dan ulos ini dipasarkan ke Pasar Parluasan di Kota

Pematangsiantar. Keuntungan yang didapat dari menjual ulos ini di simpan dan

dibelikan lagi ATBM sepasang, yang mana pada saat itu harga sebuah ATBM senilai Rp

1.500.000,-.

Semakin banyaknya permintaan pekerjaan oleh para tetangga yang datang ke

kilang Ibu Hotmin, membuat beliau berusaha memperluas uahanya dengan mencari

pinjaman ke bank, sehingga masyarakat sekitar yang mencari kerja dapat dipekerjakan.

Dari hasil keuntungan menjual ulos yang didapat dan pinjaman ke bank yang dilakukan,

Ibu Hotmin mengembangkan usahanya sampai saat ini jumlah ATBM yang dimiliki ada

10 pasang atau 20 buah, dengan jumlah karyawan yang dimiliki saat ini adalah 15 orang

sebagai penenun, 1 orang penggulung benang, 2 orang pengantar benang dan pengantar

ulos ke pasar. Ulos yang di produksi juga mengalami kemajuan, tidak hanya ulos hati

rongga palsu saja, melainkan berbagai ulos lainnya dengan motif ulos Simalungun,

seperti ulos untuk bakal pembuatan jas, selendang dan bakal pembuatan sarung.

Usaha kerajinan tenun ulos yang dimulai pada tahun 2001 ini berlokasi di Jalan

Lau Cimba No. 78, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Kota

(30)

SDN 097319 dan nama usaha kerajinan tenun ibu Hotmin ini adalah Citra Ulos H. Br.

Silalahi, namun pada karyawannya lebih dikenal dengan nama “Tenun Mak Citra”,

nama Citra yang diambil dari nama anaknya yaitu Citra Napitupulu. Ibu Hotmin

memiliki strategi untuk dapat tetap bertahan dan saat ini kilang tenun Ibu Hotmin

semakin berkembang walaupun kilang tenun lain disekitarnya banyak yang sudah

gulung tikar.

4.2 Profil Informan

4.2.1 Informan Kunci

1. Hotmin Br. Silalahi (Pr, 44 tahun)

Ibu Hotmin merupakan seorang pengusaha kerajinan tenun ATBM yang terdapat

di Jalan Lau Cimba No. 78, Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur. Ibu

Hotmin atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mak Citra, telah menikah dan memiliki

4 orang anak. Ibu Hotmin adalah seorang tamatan SMA. Suami Ibu Hotmin tidak

memiliki pekerjaan, beliau hanya ikut membantu usaha kerajinan tenun milik isterinya.

Usaha kerajinan tenun ATBM Ibu Hotmin dimulai pada tahun 2001 dengan jumlah

ATBM saat itu sebanyak 2 buah, karyawan 1 orang, menghasilkan ulos hati rongga

palsu, dengan penghasilan perlembar ulos senilai Rp 45.000,-.

Saat peneliti datang pertama kali untuk meminta izin penelitian di kilang tenun

milik Ibu Hotmin ini, beliau mengizinkan dan tidak keberatan. Sebagai seorang

pengusaha, beliau adalah orang yang jarang tinggal diam dirumah, beliau lebih banyak

menghabiskan waktu untuk mengajari para karyawan tenunnya serta mengurusi segala

(31)

melakukan setel ulang untuk ATBM setelah proses pemotongan ulos, dan lain

sebagainya.

Sebagai seorang pengusaha kerajinan tenun berupa ulos, Ibu Hotmin memiliki

banyak saingan yang juga membuka kilang tenun. Kehadiran ATM di Kota

Pematangsiantar membuat para pengusaha kerajinan tenun ATBM kalah saing dalam

harga produk yang dipasarkan, harga kain tenun dengan ATM jauh lebih murah

dibandingkan harga kain tenun ATBM yang berkisar Rp 30.000,- sampai Rp

1.000.000,-. Produk kain tenun yang dihasilkan ATM memiliki banyak corak dan motif, karena

dengan adanya mesin ATM bukanlah hal sulit untuk menciptakan corak yang beragam,

hal ini juga membuat para pengusaha tenun ATBM kalah saing karena mereka tidak

mampu menghasilkan motif baru.

2. Serliana Sinaga (Pr, 30 tahun)

Ibu Serliana atau yang sering dipanggil dengan sebutan Mak Novra adalah salah

satu karyawan tenun yang bekerja dengan Ibu Hotmin Silalahi selama 2 tahun. Ibu

Serliana telah menikah dan memiliki 2 orang anak. Pendidikan terakhir Ibu Serliana

adalah tamatan SD, dan beralamat di Jalan Karang Bangun, Rambung Merah.

Pengalaman Ibu Serliana bekerja tenun telah banyak, pada saat ia masih gadis ia telah

bekerja sebagai pengrajin tenun. Awalnya ia bekerja di kilang tenun milik ibunya

sendiri. Ibunya memiliki usaha tenun yang cukup maju, dan ia bekerja sebagai pengrajin

tenun disana, namun lama-kelamaan usaha ibunya gulung tikar dan ia pun pindah kerja

di kilang tenun Bapak Sijabat yang terdapat di Jalan Haji Ulakma Sinaga, Rambung

(32)

lalu ia bekerja di kilang tenun milik Ibu Betty yang ada di Rambung Merah. Karena

membutuhkan uang akibat tidak sesuai gaji yang ia dapat dengan hasil yang telah

dikerjakan, Ibu Serliana pun mulai mencari pekerjaan baru, dan ia mendapat informasi

pekerjaan di kilang Ibu Hotmin dari temannya bernama Irma, dan akhirnya ia bisa

mendapat pinjaman uang dan mulai bekerja di kilang Ibu Hotmin Silalahi.

Bekerja dengan Ibu Hotmin tidak harus di kilang ulos miliknya, para karyawan

yang mau bekerja di rumah sendiri juga bisa. Bagi karyawan yang sudah menikah

diperbolehkan bekerja di rumah sendiri, maka ATBM dari kilang tenun Ibu Hotmin

diangkat ke rumah masing-masing orang yang ingin bekerja di rumah, dan hal inilah

yang membuat Ibu Hotmin banyak memiliki karyawan, karena mereka beranggapan bisa

bekeja sambil mengurus anak di rumah, dan Ibu Serliana pun bekerja di rumahnya

bukan di kilang tenun Ibu Hotmin. Penghasilan setiap karyawan tergantung dari jenis

ulos yang dikerjakan dan banyaknya ulos yang dihasilkan setiap minggunya. Ibu

Serliana sering mengerjakan ulos tapak catur, bakal jas, dan bakal sarung yang harga

gajinya terbilang mahal, yaitu Rp 50.000,- perlembar. Ibu Serliana setiap minggu

mendapat gaji sebesar Rp 500.000,-. Ibu Serliana mengaku hasil ulos yang dibuat

dengan ATBM lebih rapi dibanding dengan ATM, karena tangan penenun sendiri yang

mengatur jarak tiap benang sampai rapi, apalagi Ibu Hotmin juga menerapkan peraturan

pembuatan ulos kepada karyawannya yaitu harus rapi, benang tidak boleh putus, ulos

tidak boleh bergaris, dan ulosnya juga tidak boleh berbulu. Hal inilah yang membuat

(33)

3. Dewani Sipayung (Pr, 33 tahun)

Ibu Dewani Sipayung adalah karyawan Ibu Hotmin. Ibu Dewani telah menikah

dan memiliki 2 orang anak. Pendidikan terakhirnya adalah SMA. Ibu Dewani atau yang

lebih dikenal dengan sebutan Mak Kristin telah lama bekerja sebagai penenun ulos,

yaitu sudah 6 tahun, namun bekerja dengan Ibu Hotmin masih selama 1 tahun 6 bulan.

Rumah Ibu dewani di Jalan Pasar Batu, Rambung Merah. Alasan Ibu Dewani memilih

bekerja dengan Ibu Hotmin adalah karena harga ulos perlembarnya lebih tinggi

dibanding di kilang tenun lain, yaitu jika di kilang lain harga pembuatan selendang

perlembarnya Rp 27.000,- maka di kilang Ibu Hotmin Rp 30.000,-, dan alasan lainnya

karena bisa bekerja di rumah jadi bisa sambil mengurus anaknya. Menurut Ibu Dewani

bekerja dengan ATBM memang lambat dibanding dengan ATM karena pembuatan satu

ulos bisa memakan waktu sampai 5 jam, tetapi walaupun lambat hasil yang didapat

bagus karena dapat mengoreksi atau memeriksa ulos dengan baik.

Gaji yang didapat Ibu Dewani dalam satu minggu adalah Rp 300.000,- tetapi ia

mengaku itu tidak menetap, terkadang ia hanya mendapat Rp 100.000,- karena ulos

yang dihasilkan tidak selalu banyak, hal ini juga disebabkan karena pasokan benang dari

pengusaha sering terlambat diantar ke rumah, jadi walaupun benang lalatan sudah habis

dijadikan ulos, para karyawan sering berhenti bekerja sampai benang diantar. Namun

Ibu Dewani mengaku bahwa sikap pengusaha terhadap karyawannya baik dan tidak

(34)

4. Lasma Sianipar (Pr, 20 tahun)

Lasma adalah karyawan yang bekerja sebagai penenun di kilang Ibu Hotmin

Silalahi. Pendidikan terakhirnya adalah SMK. Ia berasal dari Parsoburan, Kecamatan

Habinsaran, Toba Samosir. Awalnya ia datang ke Kota Pematangsiantar untuk mencari

kerja, namun sulitnya mendapat pekerjaan menjadikan ia sebagai karyawan di kilang

tenun Ibu Hotmin. Ia mengetahui kilang Ibu Hotmin menerima karyawan dari teman

yang rumahnya dekat dengan rumah Ibu Hotmin. Sebagai perantau, ia tinggal di

kost-kostan milik Ibu Hotmin yang tepat berada di samping kilang tenunnya tersebut.

Kost-kostan itu memang sengaja disediakan Ibu Hotmin untuk karyawannya yang bekerja di

kilang agar tidak lelah untuk pulang dan pergi bekerja, dan memang kebanyakan yang

belum menikah yang dapat tinggal disitu. Para karyawan yang tinggal di kost harus

membayar sewa kamarnya Rp 40.000,- perbulannya. Harga kost yang murah memang

dibuat Ibu Hotmin untuk para karyawannya.

Lasma bekerja di kilang tenun Ibu Hotmin sudah 1 tahun. Jenis kain tenun yang

sering dikerjakannya adalah pembuatan sarung sulo dengan gaji perlembarnya Rp

13.000,-, dan kadang juga ia membuat ulos hati rongga palsu dengan gaji Rp 12.000,-,

dalam sehari Lasma mampu membuat 2 lembar baik saat mengerjakan selendang

maupun ulos hati rongga palsu. Lasma menerima gaji dalam waktu dua minggu sekali,

yaitu sekitar Rp 350.000,- sampai dengan Rp 500.000,- tergantung banyaknya ulos yang

(35)

5. Lisna Deliana Sinaga (Pr, 25 tahun)

Ibu Lisna adalah karyawan yang bekerja sebagai penenun di kilang Ibu Hotmin.

Pendidikan terakhir Ibu Lisna adalah SMA, dan ia beralamat di Jalan Asahan KM. 6

Pematangsiantar. Ibu Lisna telah menikah dan memiliki satu orang anak. Ibu Lisna telah

bekerja selama 2 tahun 6 bulan di kilang Ibu Hotmin. Sebelum bekerja di kilang Ibu

Hotmin, ia telah bekerja di kilang Ibu Betty, namun karena pada saat itu kondisi usaha

di kilang Ibu Betty mengalami kemunduran, hal ini menyebabkan banyak karyawan

yang memilih berhenti bekerja. Lalu Ibu Lisna mendapat informasi dari sepupunya yang

bekerja di kilang Ibu Hotmin bahwa masih menerima karyawan dan gaji yang

ditawarkan juga besar, maka ia memutuskan untuk bekerja dengan Ibu Hotmin. Sebelum

menikah ia kerja langsung ke kilang yang terdapat di belakang rumah Ibu Hotmin,

dimana disana semua tempat usaha pembuatan kain tenun dilakukan. Di kilang terdapat

beberapa karyawan yang bekerja mulai dari penggulung benang, pembuatan warna

benang, sampai penenun kain tenun itu sendiri. Namun setelah menikah dan memiliki

anak, Ibu Lisna memilih untuk bekerja di rumah, agar bisa sambil mengurus anak.

Ibu Lisna mengerjakan pembuatan ulos jenis bakal jas dan bakal sarung yang

harga pembuatannya senilai Rp 50.000,- perlembarnya. Sebelum memiliki anak, Ibu

Lisna memiliki penghasilan dalam seminggu sekitar Rp 400.000,- dan dalam sebulan Rp

1.500.000,-, hal ini dapat dilakukan karena ia mampu mengerjakan dan menghasilkan

ulos dalam jumlah yang lumayan banyak. Namun pada saat ini ia hanya berpenghasilan

Rp 500.000,- dalam sebulannya, karena ia memiliki anak kecil sehingga bekerja pun

tidak terlalu giat. Dalam hal seperti ini pengusaha mau memberi keringanan atau

(36)

memporsir karyawan dengan target biasanya, asalkan harus tetap ada ulos yang

dihasilkan, tidak peduli berapa jumlahnya, sehingga karyawan tidak merasa tertekan dan

dapat terus bekerja.

6. Ibu Mei (Pr, 40 tahun)

Ibu Mei adalah karyawan Ibu Hotmin yang telah bekerja selama 1 tahun. Ibu

Mei selain bekerja sebagai penenun ia juga bekerja sebagai petani. Ibu Mei telah

menikah dan memiliki 4 orang anak. Pendidikan terakhir Ibu Mei adalah SMP dan

alamat rumahnya di Kampung Samosir, Rambung Merah. Alasan Ibu Mei memilih

bekerja sebagai penenun Ibu Hotmin adalah gajinya lebih mahal dari tenun lain serta

pasokan benang lumayan lancar.

Selama satu hari Ibu Mei bekerja selama 7 jam kerja, karena waktu selanjutnya

dimanfaatkan untuk bertani di ladangnya. Ibu Mei mengerjakan pembuatan ulos di

rumahnya sendiri, karena Ibu Hotmin memang memberikan kebebasan bagi karyawan

perempuan yang telah menikah untuk bekerja di rumahnya agar bisa sambil mengurus

anaknya. Maka kebebasan ini dimanfaatkan Ibu Mei agar ia dapat tetap bekerja sambil

menjaga anaknya. Ulos yang dibuat Ibu Mei adalah ulos Simalungun jenis hati rongga

asli yang harga pembuatannya adalah Rp 20.000,- perlembarnya. Gaji yang didapat ibu

mei dalam seminggu berkisar Rp 150.000,- sampai dengan Rp 200.000,- atau dalam

sebulan sekitar Rp 600.000,-. Ibu Mei beranggapan mengerjakan ulos dengan alat

ATBM hasilnya lebih bagus dan pengerjaannya pun dapat dilakukan di rumah, karena

(37)

bekerjanya harus di kilang, tidak bisa di rumah, karena ATM adalah sebuah mesin tenun

yang komplit dan bukan seperti ATBM yang dapat di pasang dengan mudah.

4.2.2 Informan Biasa

1. Ir. Sondang M. Sitanggang (Pr, 46 tahun)

Ir. Sondang adalah salah seorang PNS yang bekerja di Kantor Dinas Koperasi

dan UMKM Kota Pematangsiantar. Ibu Sondang bekerja di bagian Dinas Koperasi dan

UMKM sebagai Kepala Bidang UMKM. Ibu Sondang adalah orang yang baik dan

ramah, hal ini terbukti dari saat pertama peneliti datang ke Kantor Dinas Koperasi dan

UMKM yang terletak di Jalan Sisingamangaraja No. 3 Pematangsiantar, peneliti

disambut dengan terbuka oleh Ibu Sondang, dan beliau begitu ramah kepada peneliti.

Menurut beliau Jumlah seluruh UMKM di Kota Pematangsiantar adalah 15.969

UMKM, dan jumlah untuk UMKM di bidang pertenunan kurang lebih sekitar 550

usaha, namun belum semua UMKM di Kota Pematangsiantar ini yang termasuk

kedalam binaan Dinas UMKM. Menurut Ibu Sondang para pengusaha pertenunan

dengan ATBM secara umum masih belum maju, hanya beberapa saja yang sudah

terbilang maju. Hal ini disebabkan karena banyak pengusaha tenun yang mengalami

kesulitan-kesulitan, seperti kesulitan dana untuk modal, kesulitan menciptakan produk

barang yang baru, serta kesulitan pemasaran produk.

Pengusaha di bidang pertenunan terdiri atas dua jenis pengusaha, yaitu

pengusaha yang mengerjakan usahanya sendiri dan pengusaha yang memberi gaji

kepada karyawannya. Pengusaha yang mengerjakan sendiri adalah pengusaha yang

(38)

sedangkan pengusaha yang memberi gaji adalah pengusaha yang sudah memiliki ATBM

lebih dari satu buah sehingga memiliki karyawan yang harus digaji. Usaha pertenunan

dengan ATM harus memiliki modal besar karena ATM bukanlah mesin yang murah

untuk dibeli, selain itu produk yang dihasilkan dalam jumlah besar. Sedangkan

pertenunan dengan ATBM tidak membutuhkan modal sebesar pertenunan ATM, produk

yang dihasilkan saat ini juga telah banyak didiversifikasikan dengan produk lain, seperti

pembuatan baju dengan motif ulos.

Produk ulos yang dihasilkan dengan ATBM lebih rapi dan bagus, karena

penenun dapat secara langsung mengontrol ulos yang mereka tenun, tidak dengan ulos

yang dihasilkan dengan ATM yang mengandalkan mesin sehingga sulit untuk di kontrol

langsung.Dinas UMKM sering memberikan bantuan kepada para pengusaha pertenunan

berupa alat ATBM, sarana dan prasarana usaha pertenunan, pelatihan-pelatihan yang

diadakan Dinas UMKM baik di dalam maupun di luar Kota Pematangsiantar yang

sering dipimpin oleh Bapak Merdi Sihombing, yaitu tokoh ulos Batak yang telah

meluncurkan buku berjudul “Perjalanan Tenun”.

Bantuan yang diberikan dinas UMKM ini dengan tujuan untuk meningkatkan

kinerja dan produktivitas agar memperkecil kemiskinan. Dalam menyambut bantuan

yang diberikan Dinas UMKM para pengusaha bersifat terbuka untuk menerima

bantuan-bantuan yang diberikan. Pengusaha yang mendapat bantuan-bantuan ini adalah pengusaha yang

benar-benar mau berkarya dan mau belajar mengembangkan usahanya. Setiap UMKM

yang mendapat bantuan selalu dipantau hasilnya oleh Dinas UMKM agar bantuan yang

diberikan tidak disalahgunakan. Saat ini Dinas UMKM juga mengalami kesulitan dalam

(39)

banyaknya jumlah pengusaha yang memberikan surat permohonan bantuan, namun

menurut Ibu Sondang, Dinas UMKM tetap mengusahakan untuk memberikan bantuan

semaksimal mungkin. Ibu Sondang mengatakan untuk pengusaha tenun di Jalan Lau

Cimba milik Ibu Hotmin belum bergabung ke Dinas UMKM Kota Pematangsiantar, jadi

belum pernah diberi bantuan atau pelatihan oleh Dinas UMKM.

2. Ibu Devi Br. Purba (Pr, 46 tahun)

Ibu Devi adalah seorang pemilik usaha toko penjualan aneka produk keperluan

adat Batak, seperti ulos, sortali, dan sebagainya. Ia membeli ulos yang akan dijual di

tokonya dari Ibu Hotmin Silalahi. Ibu Devi membuka toko ulosnya di Pasar Parluasan,

Pematangsiantar sudah 10 tahun, dengan nama tokonya “Devi Ulos”. Beragam jenis

ulos Batak Toba dan Simalungun dijual di tokonya. Ibu Devi telah lama menjadi

pelanggan ulos Ibu Hotmin Silalahi selama 6 tahun, berapapun jumlah ulos yang diantar

Ibu Hotmin selalu diambil dan ditampungnya, dalam seminggu Ibu Devi dapat membeli

ulos Rp 10.000.000,- sampai Rp 20.000.000,- dari Ibu Hotmin Silalahi.

Ibu Devi mengaku memilih menjual ulos yang dibuat dengan ATBM karena

lebih banyak diminati konsumen-konsumen yang sudah mengerti akan kualitas ulos,

karena ulos dengan ATBM hasilnya lebih cantik, rapi, kelihatan elegan atau mewah,

serta nampak hasil budayanya. Alasan Ibu Devi menjadikan ibu hotmin sebagai

langganan pembuat ulosnya karena Ibu Hotmin mampu membuat motif ulos baru, yang

di toko lain tidak ada motif seperti yang dibuat Ibu Hotmin, oleh sebab itu mereka

bekerjasama, yaitu ulos yang dibuat untuk dijual hanya diberikan kepada Ibu Devi saja,

(40)

ulos yang dijual beragam, mulai dari harga belasan ribu rupiah sampai jutaan rupiah,

yaitu mulai yang paling rendah Rp 17.000,-, sampai yang paling mahal dengan harga Rp

2.500.000,-.

3. Ibu Reza Saragih (Pr, 40 tahun)

Ibu Reza Saragih adalah seorang pembeli ulos di kilang Ibu Hotmin Silalahi. Ibu

ini beralamat di Jalan Simpang Pembaharuan, Rambung Merah, dan bekerja sebagai

seorang petani sayur. Ibu Reza berpendidikan terakhir SMA dan telah memiliki 6 orang

anak. Pada tahun 2006 Ibu Reza pernah bekerja sebagai pengrajin tenun di kilang tenun

saudaranya yaitu Ibu Sarmauli Jawak. Sehingga ia memang sudah paham dan mengerti

akan kualitas kain tenun ATBM. Namun karena suatu hal Ibu Reza berhenti bekerja dan

menjadi seorang petani sayur.

Sebagai seorang pembeli ulos ATBM, ibu ini mengaku bahwa kualitas ulos

dengan ATBM sangat bagus dan kelihatan mewah walaupun harganya mahal. Setiap ada

acara pesta adat batak seperti pernikahan, kematian dan lainnya yang membutuhkan

ulos, ibu ini selalu membeli ulos yang dibuat dengan ATBM. Jenis ulos yang sering

dibeli adalah Ulos Simalungun, karena Ibu Reza ini bersuku Batak Simalungun. Jumlah

ulos yang dibeli setiap pembelian dalam jumlah yang sedikit, hanya sepasang yang

terdiri dari bakal sarung dan selendang dengan benang kualitas kedua seharga Rp

350.000,-. Dalam membeli ulos ibu ini datang langsung ke kilang Ibu Hotmin yang

terletak di Jalan Lau Cimba, Pematangsiantar. Ibu Reza mengaku sering membeli ulos

ATBM langsung ke kilang Bapak Sijabat, namun semenjak usahanya telah tutup, Ibu

(41)

4. Ibu Johannes (Pr, 45 tahun)

Ibu Johannes adalah seorang petani yang beralamat di Huta Urung, Karang

Bangun, Rambung Merah. Ibu Johannes adalah pembeli ulos milik Ibu Hotmin Silalahi,

dalam waktu 6 bulan yang lalu Ibu Johannes membeli ulos milik Ibu Hotmin 6 pasang

dengan harga Rp 3.000.000,-, yaitu sarung dan selendang dengan benang berkualitas

nomor 1, harga sepasang bakal jas dan sarung ini adalah Rp 500.000,-. Awal ibu ini

tertarik dengan bakal sarung dan selendang milik Ibu Hotmin adalah karena ia pernah

berkunjung ke rumah karyawan Ibu Hotmin yaitu Ibu Serliana.

Pada saat ia berkunjung, Ibu Serliana sedang bekerja membuat ulos tersebut, dan

Ibu Johannes pun merasa tertarik karena kainnya lembut seperti sutera, tidak luntur,

rapi, motifnya cantik, kualitas ulosnya paling bagus. Ibu Johannes pun langsung

memesan 6 pasang ulos melalui Ibu Serliana, lalu Ibu Serliana memberitahu kepada Ibu

Hotmin. Ibu Johannes memesan melalui karyawannya karena jarak rumah mereka lebih

dekat dibanding harus ke kilang Ibu Hotmin. Melalui Ibu Serliana ini mereka melakukan

negosiasi harga dengan Ibu Hotmin, awalnya harga sepasang adalah Rp 650.000,-,

namun setelah ditawar oleh Ibu Johannes harganya jadi Rp 500.000,-. Ibu Johannes

merasa senang membeli ulos dengan Ibu Hotmin, karena ramah, baik dan mau

melakukan negosiasi harga.

5. Charlos Alfredo Saragih (Lk, 21 tahun)

Charlos Saragih adalah seorang mahasiswa Universitas Advent Pematangsiantar

(42)

memiliki kakak yang tinggal di Tanjung Balai Karimun, setiap kakaknya ingin membeli

ulos, ia menyuruh Charlos untuk membelinya. Charlos membeli ulos di toko ulos milik

Ibu Devi yang terdapat di Pasar Parluasan. Ia mengaku ulos yang dijual di toko ulos Ibu

Devi sangat bagus dengan motif yang jarang ada di toko ulos lainnya, dan harga yang

ditawarkan juga tidak terlalu mahal serta bisa dinegosiasikan.

Dalam setiap pembelian ia hanya membeli ulos dengan jumlah yang sedikit,

karena untuk kebutuhan pribadi atau pemakaian sendiri dan tidak dijual lagi. Charlos

mengaku sering mendapat pesanan ulos dari kakaknya berupa bakal sarung dan

selendang. Pada saaat peneliti bertemu Charlos di Toko Devi Ulos, ia sedang membeli

ulos berupa bakal sarung dan selendang yang berkualitas nomor 2 dengan harga Rp

400.000,-. Ulos yang dibelinya di kirim melalui TIKI yang terdapat di Kota

Pematangsiantar. Ia mengaku setiap ulos yang dikirim telah sampai, kakaknya merasa

senang memakainya, karena motif ulosnya jarang dipakai orang.

6. Ibu Elfrida (Pr, 31 tahun)

Ibu Elfrida adalah seorang ibu rumah tangga yang telah memiliki 2 orang anak

yang beralamat di Jalan Melati, Rambung Merah. Suami Ibu Elfrida bekerja sebagai

pemborong kerja bangunan. Untuk membeli ulos Ibu Elfrida lebih memilih membeli

dengan Ibu Hotmin. Sebelum menikah Ibu Elfrida sempat bekerja sebagai penenun di

kilang Bapak Indah yang terdapat di Jalan Pasar Batu, Rambung Merah. Menurut ibu ini

ulos yang dibuat dengan ATBM kualitasnya bagus, karena membuat satu buah ulos juga

dibutuhkan waktu sekitar 3 jam, selama 3 jam itu penenun yang membuat ulos harus

(43)

garis di ulos yang telah siap, jadi ulos Dengan ATBM sangat rapi dan tidak luntur. Oleh

sebab pengalaman Ibu Elfrida yang pernah bekerja sebagai penenun ulos, maka ia lebih

memilih membeli ulos ATBM. Alasan Ibu Elfrida membeli ulos dengan Ibu Hotmin,

karena selain rapi, motif ulosnya selalu ada yang terbaru, tidak monoton pada motif

yang lama, sehingga menambah nilai keindahan pada ulos tersebut.

Menurut Ibu Elfrida tidak semua pengusaha tenun dapat membuat motif-motif

baru, karena harus dibutuhkan keahlian dalam menyesuaikan motif baru dengan motif

lama. Ibu Elfrida membeli ulos berupa bakal sarung untuk dijadikan rok agar bisa

dipakai ke gereja maupun ke pesta-pesta. Ibu Elfrida membeli bakal sarung sebanyak 3

lembar, dengan harga Rp 250.000,- perlembarnya. Pelayanan yang diberikan Ibu

Hotmin terhadap pembeli juga baik, ramah, dan harga ulosnya tidak terlalu mahal.

7. Ibu Sarmauli Jawak (Pr, 56 Tahun)

Ibu Sarmauli Jawak adalah seorang pengusaha tenun ATBM yang telah gulung

tikar, sekarang bekerja sebagai petani sayur. Ibu Sarmauli atau yang lebih akrab

dipanggil dengan Opung Fael beralamat di Gang Kelapa Dua, Rambung Merah,

Kabupaten Simalungun. Ibu ini memiliki 6 orang anak dan semuanya telah berkeluarga.

Ibu Sarmauli memulai membuka usaha tenunnya pada tahun 2003 dengan jumlah

ATBM pertama kali 2 buah ATBM, dengan modal usaha Rp 5.000.000,-.Alasan Ibu

Sarmauli membuka usaha tenun adalah karena permintaan dari anak sulungnya yaitu

Liasna yang saat itu mahir bertenun dan mahir juga dalam membuat motif-motif baru

untuk kain tenunnya. Mereka memproduksi berbagai macam ulos Simalungun,

(44)

Motif ulos yang bagus membuat usaha Ibu Sarmauli mengalami kemajuan,

setiap minggu berpenghasilan Rp 7.000.000,- sampai Rp 10.000.000,-, lalu ia

memperbanyak ATBM sampai 15 buah dengan jumlah pekerja sebanyak 16 orang sudah

termasuk penggulung dan pengantar benang. Karyawan yang bekerja adalah kebanyakan

para kerabat, karena Ibu Sarmauli sekalian ingin membantu saudaranya. Ibu Sarmauli

sangat peduli terhadap karyawan-karyawan tenunnya, setiap karyawan yang meminta

pinjaman uang selalu diberi, hal ini dikarenakan agar semua karyawannya rajin dan giat

bekerja. Kemudian usaha yang cukup maju ini dipercayakan Ibu Sarmauli kepada

anaknya Kak Liasna, ia hanya berperan sebagai penerima dan pemberi uang masuk dan

uang keluar yang diperlukan untuk keperluan usaha.

Pada tahun 2006 Kak Liasna pergi merantau ke Palembang dan meninggalkan

usaha tenun Ibunya, semenjak itu usaha Ibu Sarmauli mulai mengalami kemunduran,

yaitu terlihat dari tidak adanya motif baru yang dihasilkan, sehingga kurang laku di

pasar, hal ini tentu berdampak pada penghasilan yang semakin rendah yaitu hanya Rp

3.000.000 per minggunya. Kemunduran lainnya dipengaruhi oleh semakin banyaknya

pengusaha tenun ATBM disekitar tempat tinggalnya, mengakibatkan sebagian

karyawannya memilih berhenti dan pindah kerja ke kilang tenun lain. Pada tahun 2007

suami Ibu Sarmauli mengalami kecelakaan dan harus dirawat di rumah sakit Horas

Insani, dan setelah itu suaminya mengalami sakit-sakitan sampai tahun 2008, sehingga

ATBM yang ada di usahanya terpaksa di jual satu-persatu, sampai semuanya habis. Hal

(45)

4.3 Strategi Adaptasi Mempertahankan Usaha Tenun ATBM

4.3.1 Strategi Diversifikasi Produk

Pengembangan produk dilakukan untuk menghadapi persaingan usaha yang

sedemikian hebatnya dalam suatu industri, sehingga setiap perusahaan harus

mengembangkan dan menciptakan produk baru agar dapat mempertahankan dan

meningkatkan penjualan. Pengembangan produk baru ini juga sebagai pemenuhan untuk

selera konsumen yang selalu menginginkan adanya perubahan dari suatu produk sesuai

dengan perkembangan zaman dan teknologi. Dengan demikian pengembangan produk

merupakan suatu kewajiban bagi perusahaan agar dapat tetap bertahan. Menurut

Marsigit dalam (Hermawan, 2015: 27) diversifikasi produk dilakukan oleh suatu

perusahaan sebagai akibat dilaksanakannya pengembangan produk, sementara produk

lama secara ekonomis masih dapat dipertahankan. Dalam diversifikasi produk,

perusahaan berusaha untuk menaikkan penjualan dengan cara mengembangkan produk

baru sehingga terdapat bermacam-macam produk yang diproduksi perusahaan.

Diversifikasi produk kerajinan tenun adalah kegiatan atau tindakan yang

dilakukan pengusaha kerajinan tenun untuk membuat produk menjadi lebih beragam

atau tidak terpaku hanya pada satu jenis produk kain tenun saja. Kain tenun yang ada

dibuat lagi dalam bentuk yang baru, seperti yang terdapat di kilang Ibu Hotmin Silalahi

produk yang dulunya hanya berupa ulos Simalungun (tapak catur, hati rongga asli dan

palsu), lalu dengan motif ulos Simalungun ini dibuat menjadi bakal pembuatan sarung,

jas, selendang, dan sarung sulo. Seperti yang dikatakan informan Ibu Hotmin Silalahi

(46)

“ya kalau mau usaha tetap bertahan harus pintar memanfaatkan teknologi, harus mau belajar bagaimana caranya agar konsumen dapat tetap membeli kain ulos kita walaupun kain ulos dengan ATM sudah banyak di pasar dan harganya jauh lebih murah dibanding kain ulos ATBM. Awal saya buka usaha tenun, saya cuma membuat ulos Simalungun yaitu hati rongga palsu saja,terus saya produksi juga ulos Simalungun berupa tapak catur, namun karena saya lihat motif ulos cantik dijadikan pakaian juga, maka saya coba membuat bakal pembuatan sarung, jas, dan selendangnya dari motif ulos Simalungun, dan ternyata banyak konsumen yang menyukainya” (wawancara dengan Ibu Hotmin Silalahi, 2016).

Pembuatan jenis produk yang baru ini dirancang langsung oleh Ibu Hotmin

dengan melihat perkembangan kain tenun melalui internet, melalui kunjungan yang

sering dilakukan ke luar Kota Pematangsiantar, lalu dipelajari sehingga tercipta produk

baru yang ternyata banyak disukai konsumen. Banyaknya jenis kain tenun yang mulai

diciptakan Ibu Hotmin Silalahi memberi dampak positif bagi para karyawannya, seperti

pendapat yang diutarakan Ibu Serliana, karyawan tenun Ibu Hotmin berikut:

“Saya mengerjakan kain ulos untuk bakal pembuatan jas dan sarung dek, memang mengalami kesulitan karena panjang ulos yang dibuat sampai 2 meter dan benangnya juga lebih tebal dari pembuatan ulos biasanya, tapi ini juga menambah pemasukan kami, karena banyaknya jenis ulos yang kami kerjakan jadi penghasilan kami pun lumayan banyaklah dek” (wawancara dengan Ibu Serliana, 2016).

Hal senada juga diutarakan karyawan tenun lainnya yaitu Ibu Dewani Sipayung

berikut:

“Sebelumnya kakak hanya mengerjakan ulos Simalungun yaitu hati rongga palsu yang gajinya Rp 12.000,- perlembar, tetapi karena sudah banyak jenis ulos yang dibuat, kakak jadi sering juga membuat selendang yang gajinya Rp 30.000,- perlembarnya” (wawancara dengan Ibu Dewani Sipayung, 2016).

Banyaknya jenis produk yang dibuat, menjadikan para karyawan semangat untuk

bekerja, karena penghasilan mereka juga bertambah. Mereka tidak hanya terpaku pada

satu jenis produk yang gajinya tetap, tetapi sesekali mereka juga mengerjakan produk

(47)

perluasan pembuatan jenis produk ulos saja yang dilakukan Ibu Hotmin untuk dapat

mempertahankan usahanya agar tetap diminati konsumen, tetapi dengan mengganti

motif dan menggabungkan motif lama dengan motif baru juga dilakukan. Untuk

mendapatkan motif baru Ibu Hotmin mengikuti pameran-pameran budaya, melihat

perkembangan fashion melalui layanan internet, dan lalu menciptakan inovasi motif

sendiri. Seperti yang dikatakan Ibu Hotmin berikut:

“....saya juga suka membuat motif baru biar konsumen gak bosan sama motifnya yang itu-itu saja, saya lihat-lihat ulos lain ditambah waktu saya ikut pameran di Jakarta saya menemukan motif ulos yang baru, nah maka itu saya mixkan dengan motif ulos saya yang lama, jadi ada pembaharuan setiap tahunnya”(wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016).

Kemajuan teknologi dimanfaatkan Ibu Hotmin untuk memperbaharui produknya

sehingga tetap diminati konsumen. Ia juga sering mengikuti pameran hasil budaya agar

ia tahu produknya sudah sesuai selera konsumen atau belum. Perluasan jenis ulos dan

pembaharuan motif ulos yang dilakukan Ibu Hotmin adalah langkahnya dalam membuat

produknya menjadi beragam. Pameran-pameran yang sering diikuti pengusaha juga

menambah pengetahuan tersendiri bagi pengusaha tentang perkembangan jenis dan

motif kain tenun yang diminati oleh konsumen. Ibu Hotmin sering mengikuti

pameran-pameran, seperti pendapat Ibu Hotmin berikut ini:

“Tahun 2005 saya ikut pameran di Senayan, Jakarta. Waktu itu saya dibawa oleh PTPN III, waktu Rudolf Pardede jadi gubernur di DKI Jakarta. Saat pameran itu hanya stand kita yang habis terjual semua ulosnya” (wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016).

Kemajuan usaha Ibu Hotmin dan keberhasilan diversifikasi produk yang

dilakukan terlihat jelas dari hasil usahanya yang terjual habis pada saat mengikuti

pameran di Jakarta. Produk hasil usaha Ibu Hotmin banyak digemari oleh konsumen.

(48)

agar dapat menciptakan sesuatu yang baru dan diminati konsumen. Tidak hanya

pengusaha, karyawan tenun juga harus mau dan mampu belajar dalam membuat jenis

ulos dan motif yang baru. Diversifikasi produk yang dilakukan Ibu Hotmin memang

dapat diandalkan untuk mempertahankan usahanya di tengah kemajuan teknologi saat

ini. Banyak konsumen yang menyukai dan membeli produk ulos Ibu Hotmin meskipun

harganya jauh lebih mahal dari ulos yang dibuat dengan ATM. Hal ini terbukti dari

pendapat para konsumen seperti Ibu Johannes berikut:

“Motifnya lebih cantik kalau beli ulos disitu, gak seperti di kilang tenun lain yang masih pakai motif lama dek, jadi ya saya tertarik beli disitu” (wawancara dengan Ibu Johannes, 2016).

Begitu juga dengan Ibu Devi yang berpendapat sebagai berikut:

“Motif dan jenis ulosnya cantik dan bagus dek, jadi saya tertarik untuk bekerjasama dengan Ibu Hotmin, biar ulos yang dibuatnya gak dikasih sama orang dan hanya ada di toko saya saja, jadi berapaun ulosnya saya tampung”(wawancara dengan Ibu Devi, 2016).

Ketertarikan konsumen dengan produk ulos yang dihasilkan Ibu Hotmin,

membuat usahanya dapat bertahan. Ulos yang dibuat selalu diminati oleh konsumen,

sehingga pembuatan ulosnya selalu lancar, dan tidak jarang Ibu Hotmin juga mendapat

pesanan dari orang-orang sebagai tanda bahwa ulos yang dihasilkan memang bagus dan

[image:48.612.122.530.613.700.2]

berkualitas.

Tabel 4.3 Daftar Jenis Produk serta Harga Gaji Karyawan dan Harga Jual

No Daftar Nama Produk Harga Gaji Karyawan

Perlembar Harga Jual Perlembar

1 Ulos Hati Rongga RP 20.000,- Rp 60.000,-

(49)

3 Bakal Jas Rp 50.000,- Rp 250.000,-

4 Bakal Sarung Rp 50.000,- Rp 250.000,-

5 Selendang Rp 30.000,- Rp 65.000,-

6 Sarung Sulo Rp 13.000,- Rp 45.000,-

7 Ulos Tapak Catur Rp 29.000,- Rp 300.000,-

Sumber : Ibu Hotmin

Barang yang dibeli dengan pembelian sepasang terdiri dari sarung dan

selendang. Lalu sarung dan selendang inipun memiliki klasifikasi kualitas tergantung

benang, cara kerja dan motif yang dibuat. Ada mulai harga Rp 60.000,- Rp 150.000 Rp

200.000,- Rp 250.000,- Rp 350.000,- sampai dengan harga Rp 500.000,- yang memiliki

kualitas kain tenun paling baik yang ada di usaha tenun Ibu Hotmin.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti, strategi yang

dilakukan pengusaha terkait dengan diversifikasi produk meliputi penciptaan

motif-motif ulos Simalungun yang baru, pencampuran motif-motif lama dengan sedikit penemuan

motif baru oleh pengusaha sehingga dapat menghasilkan produk-produk berupa ulos

Simalungun dengan berbagai macam motif yang baru. Diversifikasi juga dilakukan

dengan menciptakan atau menambah jenis produk baru lainnya. Produk yang awalnya

hanya berupa ulos hati rongga dan tapak catur, saat ini produknya sudah bertambah

yaitu dengan dibuatnya bakal jas, bakal sarung, sarung sulo, dan selendang. Jenis produk

ulos yang semakin beragam membuat konsumen tertarik untuk membeli sehingga

pembuatannya dilakukan secara lancar oleh Ibu Hotmin, dan strategi diversifikasi

produk ini salah satu faktor membuat usaha Ibu Hotmin dapat bertahan.

Berbeda dengan usaha tenun yang dimiliki Ibu Sarmauli Jawak saat masih

(50)

hanya dengan menciptakan motif-motif ulos Simalungun yang baru, lalu motif baru

tersebut juga dikombinasikan dengan motif ulos yang lama sehingga ada pembaharuan

jenis motif. Ibu Sarmauli mengaku tidak ada menciptakan produk ulos baru seperti bakal

sarung dan jas yang dilakukan Ibu Hotmin. Ibu Sarmauli hanya membuat ulos tapak

catur, ulos hati rongga, dan ulos rondang-rondang yang merupakan ulos Simalungun.

Ibu Sarmauli juga belum pernah mengikuti pameran hasil budaya dan membawa hasil

usahanya ke pameran-pameran tersebut. Untuk menciptakan diversifikasi produk,

haruslah dibutuhkan keahlian dan pengetahuan dari seorang pengusaha agar usahanya

tetap maju, meskipun usaha lainnya mengalami kemunduran.

4.3.2 Strategi Pemasaran Produk

Produk-produk yang telah dihasilkan akan di pasarkan oleh pengusaha, baik

secara langsung maupun melalui perantara seperti toko-toko yang ada. Pemasaran

mempengaruhi keberhasilan usaha seseorang, karena terkait dengan laku atau tidaknya

produk yang telah dihasilkan, dan kepada konsumen yang bagaimana produk itu kita

pasarkan agar usaha kita memiliki konsumen sebagai pelanggan tetap kita. Pemasaran

menurut Kotler dalam (Laksana, 2008: 4) adalah proses sosial yang didalamnya individu

dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan, dengan

menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai

dengan pihak lain. Sedangkan menurut Laksana (2008: 4) pemasaran adalah segala

kegiatan yang menawarkan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

(51)

Pemasaran produk tenun adalah aktivitas yang dilakukan pengusaha dalam cara

bagaimana produk kain tenun yang dihasilkan akan dipasarkan. Proses dalam

pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia menjadi konsep dalam pemasaran, mulai

dari pemenuhan produk, penetapan harga, pengiriman barang, dan mempromosikan

barang. Dalam mempertahankan usahanya, Ibu Hotmin sangat mengutamakan masalah

pemasaran, oleh sebab itu beliau memiliki cara tersendiri dalam hal pemasaran

produk-produknya, seperti hasil wawancara dengan Ibu Hotmin berikut:

“Saya dapat tetap bertahan saat ini karena saya gak sembarangan memasarkan produk, saya hanya memasarkan pada satu grosir di Pasar Parluasan, karena dia mampu bayar berapapun ulos saya yang masuk, jadi saya gak kasih ke grosir lain lagi. Nama tokonya Devi Ulos milik Ibu Devi Purba di Pasar Parluasan, jadi ulos saya gak pasaran dan tetap diminati konsumen, kalau kilang lain berapa toko yang minta mereka kasih, ulos mereka jadi banyak dipasaran dan akhirnya kurang lakulah dek” (wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016).

Cara yang dilakukan Ibu Hotmin dalam memasarkan produknya dengan sistem

kontrak, yaitu hanya di pasarkan ke satu toko saja, sehingga berapapun jumlah ulos

yang akan diantar selalu di tampung oleh Toko Devi Ulos. Keputusan Ibu Hotmin untuk

memasarkan ulosnya ke satu toko di Kota Pematangsiantar membuat ulos-ulosnya laku

dan banyak diminati konsumen, karena untuk mendapatkan produk ulos hasil Ibu

Hotmin, konsumen hanya melalui satu toko saja, sehingga baik Ibu Hotmin maupun Ibu

Devi sebagai penampung semua ulos Ibu Hotmin sama-sama untung dan jualannya

cepat laku. Seperti pendapat Ibu Devi berikut ini:

(52)

Ibu Devi membuka toko usahanya dengan menjual berbagai produk untuk

keperluan adat Batak. Untuk ulos Simalungun ia memang khusus mengambil dari Ibu

Hotmin karena alasan cantik, berkualitas, dan hasilnya selalu rapi. Dalam sekali

mengambil ulos Ibu Devi harus mengeluarkan uang sekitar Rp 10.000.000,- sampai Rp

20.000.000,-. Setiap sekali dalam seminggu Ibu Hotmin selalu mengantarkan

ulos-ulosnya ke toko Ibu Devi, berapapun banyaknya ulos yang diantar selalu di tampung dan

dibayar oleh Ibu Devi. Ulos Simalungun yang dijual di toko Ibu Devi memang memiliki

motif yang berbeda dengan lainnya, seperti pendapat informan yang sedang membeli di

Toko Devi Ulos, Charlos Alfredo Saragih berikut:

“Alasan saya beli ulos disini karena motifnya jarang ada di toko orang, jadi kesannya ulos yang kita beli itu gak pasaran dan mewah kk, trus memang rapi juga ulosnya disini, baguslah pokoknya” (wawancara dengan Charlos, 2016).

Ketertarikan konsumen akan ulos yang dijual di toko Ibu Devi membuat Ibu

Devi terus melanjutkan kerjasamanya dengan Ibu Hotmin, agar konsumen yang

memang mengerti akan kain tenun tetap jadi pelanggannya. Selain menjual pada satu

toko, cara lain yang dilakukan dalam pemasaran produk kain tenunnya dengan

memanfaatkan teknologi dari layanan internet, yaitu melalui jual beli online. Hal ini

dilakukan agar masyarakat yang lebih sering menggunakan layanan internet untuk

keperluan sosialnya dapat dijangkau dan memesan secara online. Berikut hasil

wawancara dengan Ibu Hotmin:

(53)

Pemasaran secara online dilakukan agar dapat menjangkau konsumen yang

berada di luar Kota Pematangsiantar. Secara online Ibu Hotmin telah memasarkan

produknya sampai ke Jambi, Jakarta, dan Batam, dengan nama usaha onlinenya Citra

Ulos H. Br. Silalahi, nomor telepon 0622-7553029, dan dengan produk utamanya adalah

ulos Simalungun. Penjualan produk secara online yang dilakukan merupakan strategi

agar produknya dapat dinikmati konsumen atau pelanggan kain ulos ATBM.Ibu Hotmin

juga sering mendapat pesanan ulos dari aparat negara seperti tentara dan pegawai

kantoran, dalam pembuatan jas atau sarung yang seragam yang biasanya dipesan secara

online, seperti yang diucapkan Ibu Hotmin berikut:

“...orang-orang yang kerja kantoran sering pesan bakal jas atau sarung dalam jumlah banyak untuk pembuatan baju seragam mereka, malah tentara juga pernah pesan sama kita bakal jas, jadi kita harus ramah dan kejar target kalau sudah dipesan begitu, biar mereka gak kecewa sama pelayanan kita” (wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016).

Produk yang telah dipesan oleh para konsumen selalu dengan tepat waktu

diselesaikan Ibu Hotmin, agar konsumen tidak kecewa dan maumenjadi pelanggan tetap

nantinya.Pemasaran berikutnya dilakukan dengan melayani konsumen yang datang

langsung ke rumah atau kilang tenun, biasa konsumennya adalah para tetangga atau

orang sekitar rumah Ibu Hotmin atau melalui karyawan tenun yang telah dipercayainya.

Ibu Hotmin juga melayani konsumen yang membeli secara langsung ke rumah atau

kilangnya. Seperti pendapat Ibu Hotmin berikut:

“Untuk orang-orang yang udah tahu saya jual ulos, mereka datang langsung ke kilang atau rumah, saya gak pernah menawarkan waktu lagi perkumpulan-perkumpulan kayak arisan, karena mereka memang udah tahu” (Wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016).

(54)

pendapat karyawannya Ibu Serliana berikut ini:

“Orang-orang dekat sini mau juga beli sama saya, karena dilihatnya cantik yang saya kerjakan jadi tertarik orang itu, nanti dipesannya lah sama saya, trus saya kabari ke Ibu Hotmin, masalah harga bisa nego-nego sikitlah dek” (wawancara dengan Ibu Serliana, 2016).

Tidak sedikit konsumen yang membeli ulos melalui Ibu Serliana, oleh sebab itu

setiap sekali penjualan Ibu Serliana mendapatkan upah tergantung jenis ulos dan jumlah

yang dibeli konsumen. Paling besar sekali penjualan Ibu Serliana mendapatkan upah

dari pengusaha sebesar Rp 100.000,-.

Berdasarkan hasil wawancara para informan dan hasil observasi, strategi

pemasaran produk kain tenun yang dilakukan Ibu Hotmin untuk mempertahankan

usahanya yang utama adalah dengan memasarkannya melalui satu toko di Kota

Pematangsiantar, yaitu toko Ibu Devi yang terletak di Pasar Parluasan, Pematangsiantar.

Semua permintaan konsumen yang datang ke toko Ibu Devi selalu disampaikan dan

diperbaiki oleh Ibu Hotmin, jadi ulos-ulos yang dijual dapat tetap memenuhi selera

konsumen. Selain itu pemasaran produk juga dilakukan secara online, agar dapat

menjangkau peminat kain ulos yang berada di luar Kota Pematangsiantar. Selebihnya

dilakukan dengan menjual langsung di kilang atau rumah, atau melalui karyawannya

yaitu Ibu Serliana. Oleh sebab itu sikap ramah-tamah dalam melayani para konsumen

serta menjalin hubungan baik dengan konsumen menurut Ibu Hotmin Silalahi juga

merupakan kunci utama agar tetap memiliki pelanggan.

Langkah-langkah pemasaran yang dilakukan pengusaha tenun Jalan Lau Cimba

ini terbilang sudah maju, karena melalui toko, pemasaran juga telah dilakukan secara

(55)

sehingga ia mampu mengembangkan pemasaran produknya sampai ke luar Kota

Pematangsiantar. Jadi baik di dalam maupun luar Kota Pematangsiantar, kain tenun

hasil Ibu Hotmin tetap diminati konsumennya.

4.3.3 Strategi Perekrutan Karyawan

Strategi perekrutan karyawan adalah salah satu cara yang dilakukan pengusaha

untuk mendapatkan karyawan yang sesuai sesuai dengan kriteria pekerjaan yang

dibutuhkan. Perekrutan karyawan tenun dilakukan bertujuan untuk mencari dan

memikat pelamar kerja dengan memberikan motivasi untuk bisa memperlihatkan

kemampuan dan pengetahuan mereka. Dalam hal ini pengusaha memiliki strategi atau

cara agar mendapat karyawan yang memiliki skill bagus untuk kelancaran usahanya.

Berikut hasil wawancara dengan Ibu Hotmin:

“Kalau masalah karyawan, kebanyakan mereka yang datang kesini dan minta kerjaan sama kita, ya saya gak pernah tolak kalau ada yang mau kerja, saya selalu terima, tetapi cara dia kerja juga saya perhatikan, kalau sedikit ulos yang dikeluarkan dalam seminggu karena malas kerja, saya langsung pecat atau angkat ATBM kalau yang kerja di rumah sendiri” (wawancara dengan Ibu Hotmin).

Ibu Hotmin selalu menerima jika ada orang yang membutuhkan pekerjaan di

kilang tenunnya, alasannya adalah karena ia cepat merasa kasihan terhadap orang yang

membutuhkan pekerjaan, dan ia beranggapan bahwa setiap orang harus saling

tolong-menolong, tetapi walaupun Ibu Hotmin memiliki sikap terbuka dalam menerima

karyawan baru, ia juga sangat tegas memperlakukan karyawannya. Karena bekerja di

kilang tenun miliknya ada aturan yang harus ditaati setiap karyawan, seperti pendapat

(56)

“Harus ada keluar ulos yang kita kerjakan dalam seminggu dek, ulosnya juga harus rapi dan tidak boleh bergaris, kalau gak habis dimarahi kita” (wawancara dengan Ibu Mei, 2016).

Hal yang sama juga disampaikan karyawan yaitu Ibu Serliana Sinaga berikut:

“Toke kami kalau rajin aja kami kerja baiknya dia dek, tapi kalau udah terlambat gunting ulos apalagi ulos pesanan, gak tau lagi lah dek, mau sampai diangkatnya pun ATBM yang di rumah kita ini” (wawancara dengan Ibu Serliana, 2016).

Peraturan-peraturan yang dietapkan pengusaha kepada karyawannya yaitu seperti

harus ada ulos yang dihasilkan dalam seminggu kerja, karena memang Ibu Hotmin

mengambil hasil kerjaan karyawannya setiap seminggu sekali, jadi jika ada karyawan

dalam seminggu tidak menghasilkan ulos akan dipecat atau dangkat ATBM jika yang

bekerja di rumah masing-masing. Ulos yang dihasilkan tidak boleh bergaris, benang

tidak boleh putus, dan harus rapi. Bagi karyawan yang memiliki skill bagus seperti

pembuatan ulosnya selalu rapi, selalu bisa mengerjakan ulos pesanan pelanggan tepat

waktu, dan bisa memasang benang pada ATBM atau sering disebut stel ulang tenun, Ibu

Hotmin akan memperlakukan karyawannya lebih baik agar dapat bertahan kerja

dengannya, seperti yang dikatakan Ibu Hotmin berikut:

“...tetapi karyawan yang punya skill bertenun, kayak bisa mengajari orang baru, pintar stel tenun, rapi-rapi juga ulosnya, saya selalu perlakukan lebih baik biar tetap bertahan kerja disini, seperti misalnya memberi pinjaman jika ingin meminjam dan jarang sekali mereka saya tegur atau marahi” (wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016).

Cara yang dilakukan pengusaha untuk mendapatkan dan mempertahankan

karyawan tidak semua sama. Setiap pengusaha memiliki cara yang berbeda-beda dalam

memperlakukan karyawannya. Ibu Hotmin selalu bersikap terbuka terhadap pencari

kerja yang datang ke kilang tenunnya, ia selalu menerima asalkan mau bekerja. Bagi

(57)

baik seperti memberi pinjaman, memberi bonus gaji pada saat mengerjakan ulos

pesanan yang dalam waktu singkat, dan jarang dimarahi jika ada salah sekali-kali, hanya

diberi peringatan saja. Hal ini dilakukan Ibu Hotmin agar tetap dapat mempertahankan

karyawan yang memiliki skill, karena tidak mudah mendapatkan karyawan yang

benar-benar memiliki kemampuan tenun dan serius bekerja. Namun bagi karyawan yang malas

bekerja, beliau tidak segan untuk marah dan bahkan langsung memecatnya.

Hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan yang

bekerja di kilang Ibu Hotmin adalah para tetangga, atau masyarakat yang berasal dari

Rambung Merah, Kabupaten Simalungun. Hanya sebagian kecil karyawan yang berasal

dari luar Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun. Karyawan yang bekerja

dengan Ibu Hotmin juga sering berganti, artinya tidak semua karyawan betah kerja

dengan Ibu Hotmin karena tidak tahan terus dimarahi oleh pengusaha dan ada juga

karena memang tidak ingin bekerja lagi. Namun bagi sebagian karyawan yang telah

lama bekerja, mereka merasa nyaman bekerja dengan Ibu Hotmin karena gaji yang

diberikan sesuai dengan yaang dikerjakan. Banyaknya karyawan yang ingin bekerja

sebagai penenun, menjadikan Ibu Hotmin tidak perlu melakukan perekrutan secara

khusus, ia selalu menerima setiap pelamar kerja dan ia akan mengajari bagaimana cara

bertenun.

4.3.4 Strategi Pemenuhan Modal

Strategi pemenuhan modal adalah cara yang dilakukan pengusaha tentang

bagaimana ia dapat mencukupi kebutuhan dana untuk kelancaran usahanya. Modal

(58)

dan pemberian gaji karyawan. Pada pengusaha tenun, modal dibutuhkan untuk

pembuatan kilang tenun, pembelian ATBM, benang, mesin palet atau penggulung

benang, mesin panghanian, dan pembayaran gaji karyawan. Ibu Hotmin memulai

membuka usahanya secara perlahan dengan cara menyicil untuk membeli keperluan

terkait usahanya. Ia tidak memulai usahanya secara besar, namun dari kecil sampai besar

saat ini. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Hotmin:

“Waktu pertama buka tenun, usaha saya masih kecil. Modal pertama saya dapat dari uang simpanan saya selama bekerja di kilang tenun Ibu Girsang yaitu Rp 4.000.000,-dan saya belikan 1 pasang ATBM, terus keuntungan penjualan ulos saya belikan lagi 1 pasang ATBM, begitulah seterusnya. Kalau masalah pembuatan kilang kebetulan dari warisan orang tua dek”(wawancara dengan Ibu Hotmin, 2016).

Ibu Hotmin mengaku hal yang paling sulit dalam menjalankan usaha tenunnya

adalah kekurangan modal, apalagi saat permintaan kerja untuk menjadi karyawan di

kilangnya banya

Gambar

Gambar 1 : Kondisi kilang tenun Ibu Hotmin
Gambar 2 : Karyawan Ibu Hotmin yang sedang menggulung benang dengan mesin palet
Gambar 4 : Kumpulan benang yang baru digulung dengan mesin palet
Gambar 5 : Bakal sarung yang dihias dengan motif Simalungun dengan harga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaku usaha kerajinan kain tenun ATBM Medono dalam meraih calon konsumen dan konsumen menggunakan strategi komunikasi pemasarandalam bentuk kegiatan periklanan

Bagaimana proses adaptasi yang dilakukan pelaku usaha kerajinan kain tenun ATBM Medono dengan tujuan untuk berjuang dalam menghadapi perubahan/ persaingan dengan

Pada program ini kelompok pengrajin perempuan penenun akan dilatih mengenai desain produk sarung tenun sehingga lebih bervariasi, pengolahan kain sarung tenun menjadi bentuk

Adapun judul laporan Skripsi ini adalah Gambaran Tingkat Kesejahteraan Penenun Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) di Dusun Gamplong IV, Sumber Rahayu, Moyudan, Sleman.. Pada kesempatan

Karena hanya ada satu tempat sentra kerajinan tenun, yaitu Nopi Craft inilah maka penulis ingin mengetahui tingkat kesejahteraan penenunnya dengan melihat aspek- aspek yang

Kebijakan ekonomi kreatif melalui pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Pasuruan sangat mendukung peningkatan ekonomi lokal. Industri kerajinan ATBM di Kecamatan Purwosari

Selain itu dengan semakin majunya teknologi mesin, para produsen lebih mempercayakan pengerjaan membuat kain lurik ini menggunakan mesin, yang dimana tidak memakan