LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI INDUSTRI
di
LEMBAGA FARMASI ANGKATAN UDARA (LAFIAU)
Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt.
Disusun Oleh:
NOVILASARI, S.Farm. 093202141
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Lembar Pengesahan
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI
FARMASI INDUSTRI
di
Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendi,
Apt
Bandung
Laporan Ini Disusun Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Apoteker Pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan
Disusun Oleh :
NOVILASARI, S.Farm 093202118
Medan, November 2010
Disetujui Oleh :
Fakultas Farmasi Pembimbing LAFIAU
Universitas Sumatera Utara Medan Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt Lamhot. B. Simanjuntak, S.Farm., Apt NIP 195311281983031002 Kapten Kes NRP 533141
Mengetahui :
Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara Roostyan Effendie
Palakhar
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat
menyelesaikan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt Bandung dan menyelesaikan
penyusunan laporan ini dengan baik.
Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lafiau ini
berlangsung mulai tanggal 01 November sampai 30 November 2010. PKPA ini
untuk memenuhi salah satu syarat guna mencapai gelar Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara. PKPA ini dilaksanakan untuk meningkatkan
pemahaman tentang aspek industri farmasi bagi mahasiswa profesi apoteker
sehingga setelah lulus nanti diharapkan dapat menjadi apoteker yang mampu
berkompetensi di dunia kerja.
Kami menyadari bahwa pada pelaksanaan PKPA sampai penyusunan
laporan ini dapat terlaksana dengan lancar berkat kerja sama, bantuan, pengarahan
dan dukungan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih
kepada :
1. Letkol Kes Drs. Ari Yulianto, M.Si, Apt, selaku Kepala Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Drs. ROOSTYAN EFFENDIE, Apt Bandung yang telah
memberikan kesempatan kepada kami untuk melakukan Praktek Kerja Profesi
Apoteker.
2. Kapten Kes Lamhot. B. Simanjuntak, S.Farm., Apt, selaku pembimbing dari
3. Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Program Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
4. Segenap Apoteker, staf dan karyawan Lembaga Farmasi Angkatan Udara
yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Lembaga Farmasi Angkatan Udara.
5. Prof.Dr. Hakim Bangun, Apt., Hendra Farma Johar M.Si., Apt., dan Elly
Marina Sutanti S.Si., Apt. selaku dosen Manajemen Farmasi Industri di
Universitas Sumatera Utara.
6. Segenap dosen, karyawan dan pengelola Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
7. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu atas bantuan dan
dukungan yang diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua bantuan yang telah
diberikan kepada kami. Kami sadar bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dari kami. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak. Dengan segala kerendahan hati, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
almamater dan mahasiswa seprofesi serta sejawat.
Bandung, Februari 2011
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara (Lafiau) Drs. Roostyan Effendi, Apt yang merupakan salah satu
program dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar calon apoteker
mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam suatu industri
farmasi, yang diharapkan sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang
sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan memperoleh wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di Lafiau serta
mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara tersebut.
PKP di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendi, Apt
dilaksanakan pada tanggal 01 November sampai 30 November 2010 dengan
jumlah jam efektif 160 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKP di Lafiau
antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, pengamatan ke
bagian produksi sefalosporin dan non beta laktam, pengamatan ke bagian
pengujian dan pengembangan (Ujibang), gudang pusat farmasi (Gupusfi) serta
tinjauan pengolahan limbah.
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ……… i
LEMBAR PENGESAHAN ……… ii
KATA PENGANTAR ……… iii
DAFTAR ISI ……….. iv
DAFTAR GAMBAR ……….. vi
DAFTAR LAMPIRAN ……….. vii
BAB I PENDAHULUAN………...
1.1 Latar Belakang ……….. 1.2 Tujuan ………...
1
1
2
BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK ……….
2.1 Apotek dan Apoteker ………...
2.2 Peranan Apotek dan Apoteker Pengelola Apotek ……….
2.3 Pengertian dan Fungsi Manajemen ………..
2.4 Pengelolaan Sumber Daya Apotek ………..
2.4.1 Sumber Daya Manusia ………
2.4.2 Sarana dan Prasarana ………...
2.5 Studi Kelayakan Untuk Pendirian Apotek ………..
2.5.1 Survei dan Pemilihan Lokasi ………..
2.5.2 Analisis Perbelanjaan ………..
2.5.3 Analisis Impas………..
2.6.1 Pembelian ………
2.6.2 Penyimpanan dan Penataan ……….
2.6.3 Penjualan dan Pelayanan ……….
2.6.4 Administrasi ……… 9
9
10
10
BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK MITHA ………..
3.1Lokasi………...
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….
5.1 Kesimpulan………..
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Pesanan ……… 23
Lampiran 2. Surat Pesanan Narkotika ………... 24
Lampiran 3. Surat Pesanan Psikotropika ……….. 25
Lampiran 4. Surat Laporan Pemakaian Narkotika ……… 26
Lampiran 5. Laporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika ……….. 27
Lampiran 6. Laporan Penggunaan Bahan Baku narkotika ……… 28
Lampiran 7. Copy resep ……… 29
RINGKASAN
Telah dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara (Lafiau) Drs. Roostyan Effendi, Apt yang merupakan salah satu
program dalam pendidikan profesi apoteker, yang bertujuan agar calon apoteker
mengetahui dan memahami tugas dan fungsi apoteker dalam suatu industri
farmasi, yang diharapkan sebagai bekal untuk menghadapi dunia kerja yang
sesungguhnya. Mahasiswa juga diharuskan memperoleh wawasan dan
pengetahuan yang lebih luas, memahami penerapan CPOB di Lafiau serta
mengetahui gambaran tentang situasi dan kondisi kerja di Lembaga Farmasi
Angkatan Udara tersebut.
PKP di Lembaga Farmasi Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendi, Apt
dilaksanakan pada tanggal 01 November sampai 30 November 2010 dengan
jumlah jam efektif 160 jam. Kegiatan yang dilakukan selama PKP di Lafiau
antara lain membuat catatan kegiatan harian yang berisi absensi, pengamatan ke
bagian produksi sefalosporin dan non beta laktam, pengamatan ke bagian
pengujian dan pengembangan (Ujibang), gudang pusat farmasi (Gupusfi) serta
tinjauan pengolahan limbah.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah terus melakukan upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat dengan melibatkan semua kalangan baik dari pemerintah, swasta
maupun masyarakat. Peran penting pemerintah dalam keberhasilan peningkatan
kesehatan tergantung pada alokasi dana kesehatan dan anggaran belanja negara
serta kebijakan yang dilakukan dalam bidang kesehatan. Dalam upaya tersebut
perlu dilakukan peningkatan fungsi sarana pelayanan kesehatan dengan
menyediakan dan menyalurkan obat dan perbekalan farmasi lain yang dibutuhkan
masyarakat dengan mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau.
Salah satu unsur yang dapat menunjang peningkatan pelayanan kesehatan
yaitu dengan didirikannya industri farmasi sebagai sarana produksi obat maupun
bahan obat. Obat merupakan bagian yang penting dalam pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu, tuntutan sediaan farmasi yang dibutuhkan dalam pelayanan
kesehatan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Salah satu
cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan kualitas, keefektifan dan
keamanan obat yang diproduksi. Obat yang diproduksi oleh industri farmasi juga
harus memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
Dalam upaya menjamin dan mempertanggung jawabkan khasiat, kualitas
dan keamanan produk yang dihasilkan, pemerintah telah mengambil kebijakan
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Tujuannya adalah untuk memastikan sifat
dan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan pedoman persyaratan yang
dikehendaki. Kebijakan CPOB ini diharapkan memberi jaminan kepada
masyarakat untuk memperoleh obat yang bermutu tinggi, seperti yang tercantum
dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.43/MenKes/SK/II/1988.
Pelaksanaan CPOB memerlukan pengaturan yang cermat, diterapkan
secara menyeluruh dan konsisten sehingga dapat menghasilkan sediaan farmasi
yang berkualitas. Obat yang berkualitas dapat dihasilkan apabila didukung dengan
sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga seorang apoteker dituntut untuk
memiliki kemampuan, keterampilan dan pengetahuan khusus dibidang
kefarmasian yang didukung oleh profesionalisme dan rasa tanggung jawab yang
tinggi serta senantiasa mengikuti perkembangan teknologi dibidang farmasi.
Sehubungan dengan hal tersebut, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara telah mengadakan kerjasama dengan beberapa industri farmasi, yang
memberikan kesempatan kepada para calon apoteker untuk melaksanakan Praktek
Kerja Profesi di industri farmasi sehingga diharapkan seorang calon apoteker
mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam menjalankan fungsinya di
1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi
Tujuan praktek kerja lapangan mahasiswa Program Profesi Apoteker di
Lembaga Farmasi Angkatan Udara Bandung adalah :
1. Memberikan gambaran kondisi kerja di industri farmasi untuk calon
apoteker agar mampu menjalankan peran dan fungsinya.
2. Mahasiswa dapat memahami aspek-aspek penerapan CPOB dalam industri
BAB II
TINJAUAN UMUM INDUSTRI
2.1 Tinjauan Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Lafiau)
2.1.1 Sejarah dan Perkembangan Lembaga Farmasi Angkatan Udara
Perjalanan sejarah dimulai ketika di pangkalan udara belum mempunyai
satuan kesehatan, anggota AURI mendapatkan perawatan dan pengobatan di
poliklinik dan rumah sakit angkatan darat (ADRI). Untuk mengurangi
ketergantungan terhadap DKAD (Dinas Kesehatan Angkatan Darat), maka
pimpinan berusaha mencukupi kebutuhan obat dan alat kesehatan secara mandiri
dengan mendirikan apotek di pangkalan udara ANDIR dan Cililitan. Keberadaan
apotek tersebut mendorong pimpinan untuk mendirikan Depot Obat Pusat (DOP)
di Apotek Pangkalan Udara ANDIR guna mendukung pelayanan kesehatan dan
kegiatan operasional AURI. Pada tahun 1953 DOP mulai merintis pembuatan
obat-obatan dalam bentuk sediaan cair, salep dan tablet dengan menggunakan
peralatan dan sarana sederhana yang kemampuannya masih terbatas. DOP inilah
cikal bakal Lembaga Farmasi Angkatan Udara (LAFI AU). Pada tahun 1959 DOP
mengalami perubahan nama menjadi Depot Materil 003.
Setelah beberapa kali berganti nama dan pimpinan, pada tahun 1964
dibawah kepemimpinan LU I Drs. Roostyan Effendie, Apt. mulai dikembangkan
produksi obat-obatan dengan skala lebih besar dan didatangkan pula peralatan
produksi obat dari Amerika Serikat. Juga dilaksanakan renovasi bangunan untuk
produksi obat sesuai dengan persyaratan teknis farmasi saat itu. Unit produksi
Selanjutnya tanggal ini ditetapkan sebagai hari jadi Lembaga Farmasi Angkatan
Udara.
Berdasarkan keputusan Panglima Angkatan Udara No.5 tanggal 5 Februari
1968, Puskalkes (Pusat Perbekalan Kesehatan) dikembangkan menjadi 2 unit
satuan yang masing-masing berdiri sendiri yaitu Puskalkes (Pusat Perbekalan
Kesehatan) dan Pusprodkes (Pusat Produksi Kesehatan). Puskalkes bertugas
melaksanakan penerimaan, penyimpanan, penyaluran alat kesehatan, obat-obatan,
bahan baku dan embalage. Sedangkan Pusprodkes bertugas melaksanakan
produksi obat.
Saat ini Lafiau dipimpin oleh Letkol Kes Drs. Ari Yulianto, M.Si, Apt.
yang dalam pengambilan kebijakannya tetap berpedoman pada kebijakan para
pendahulunya. Buah pikiran dan keberanian Drs. Roostyan Effendie, Apt. untuk
mulai memproduksi obat-obatan sesuai dengan ketentuan farmasi telah memberi
dorongan dan semangat bagi generasi berikutnya sehingga terbentuk Lembaga
Farmasi Angkatan Udara seperti saat ini. Sebagai bentuk penghargaan jasa beliau
di masa lalu, dan sesuai keputusan KASAU No.Kep/95/VII/2007 tanggal 31 juli
2007 maka pada hari kamis 1 november 2007, diresmikan nama Lembaga Farmasi
Angkatan Udara Drs. Roostyan Effendie, Apt. dan tanggal 16 agustus 1965
ditetapkan sebagai hari jadi.
Dalam mengemban peran Farmasi Militer Lafiau tidak hanya berorientasi
kepada produk saja, tetapi juga ikut berperan dalam mencerdaskan bangsa dengan
aktif membimbing mahasiswa praktek kerja lapangan dan tugas akhir di lembaga
ini, serta ikut menyusun kurikulum dan mengirim personelnya sebagai dosen pada
2.1.2 Kedudukan, Tugas dan Kewajiban Lembaga Farmasi Angkatan Udara Lafiau adalah pelaksana teknis yang berkedudukan dibawah Dinas
Kesehatan Angkatan Udara (Diskesau). Lafiau bertugas membina kemampuan
dan pelaksanaan produksi obat jadi, pembekalan dan pengawasan kualitas untuk
melaksanakan dukungan dan pelayanan kesehatan bagi anggota TNI AU beserta
anggota keluarganya. Dalam rangka melaksanakan tugasnya, Lafiau mempunyai
kewajiban sebagai berikut:
1. Melaksanakan kegiatan produksi obat serta pengendalian mutu dari bekal
kesehatan TNI AU.
2. Melaksanakan penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran bekal kesehatan
berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.
3. Melaksanakan pengawasan atas kualitas bekal kesehatan dengan cara
pengujian dan percobaan serta penelitian.
4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
2.2 Visi, Misi dan Tujuan Lembaga Farmasi Angkatan Udara
2.2.1 Visi
Terpenuhinya obat berkualitas bagi anggota TNI AU dan keluarganya,
berperan serta dalam pemenuhan kebutuhan obat nasional, terlaksananya
pembekalan matkes tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran dan aman serta
tegaknya sistem manajemen mutu dalam kinerjanya
2.2.2 Misi
1. Melaksanakan produksi obat jadi dengan menerapkan CPOB secara
2. Melaksanakan pembekalan kesehatan mulai dari penerimaan, penyimpanan,
penyaluran berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.
3. Melaksanakan pengawasan dan pemastian mutu bekal kesehatan.
4. Melaksanakan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan.
2.2.3 Tujuan
A. Tujuan jangka pendek :
1. Menyiapkan rumusan kebijakan terhadap teknis produksi.
2. Mengajukan sertifikat CPOB untuk produk injeksi kering antibiotik
golongan sefalosporin.
B. Tujuan jangka panjang :
1. Menjadi instansi yang mempunyai badan hukum sehingga dapat berperan
aktif dalam penyediaan obat nasional.
2. Menjadi industri farmasi yang memenuhi Standar Nasional Indonesia.
3. Menjadi industri farmasi yang mendapatkan ISO 9000/14000.
2.2.4 Susunan Organisasi
Organisasi di Lafiau tersusun dari tiga eselon, yaitu eselon pimpinan,
eselon pembantu pimpinan/staf dan eselon pelaksana. Eselon pimpinan yaitu
Kepala Lembaga Farmasi Angkatan Udara (Kalafiau) dan eselon pembantu
pimpinan/staf adalah Sektretaris Lembaga (Sesla), sedangkan eselon pelaksana
meliputi Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod), Kepala Bagian Gudang Pusat
Farmasi (Kabag Gupusfi), Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag
Ujibang) dan Kepala Bagian Penunjangan (Kabag Jang).
Pembagian tugas dan tanggung jawab dari masing-masing bagian adalah
2.2.4.1 Kepala Lafiau (Kalafiau)
Kalafiau adalah pelaksana teknis Diskesau yang bertanggung jawab
kepada Kadiskesau dalam hal pembinaan kemampuan dan pelaksanaan produksi
farmasi, perbekalan dan pelayanan kesehatan, serta pengawas atas kualitas bekal
kesehatan TNI AU. Kalafiau mempunyai tugas dan kewajiban sebagai berikut:
1. Melaksanakan bimbingan dan petunjuk teknis kegiatan produksi serta
mengendalikan dan mengarahkan kegiatannya.
2. Melaksanakan pengawasan penerimaan, penyimpanan, penyaluran bekal
kesehatan berdasarkan kebijaksanaan Diskesau.
3. Melaksanakan pengawasan obat-obatan TNI AU.
4. Melaksanakan pengawasan atas kualitas dan bekal kesehatan dengan cara
pengujian dan percobaan.
5. Melaksanakan penelitian dan pengembangan bidang farmasi.
2.2.4.2 Sekretaris Lafiau (Sesla)
Sekretaris Lafiau (Sesla) adalah pembantu staf Kalafiau dalam
menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan produksi, serta program
kerja kegiatan Lafiau. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Program dan
Anggaran (Kaprogar), kepala Pembina Profesi (Kabinprof), Kepala Tata Usaha
dan Urusan Dalam (Kataud). Sesla mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai
berikut:
1. Menyusun dan menyiapkan perencanaan administrasi produksi dan
perbekalan.
2. Menyusun dan menyiapkan perencanaan kegiatan program kerja dan
3. Melaksanakan urusan tata usaha dan urusan dalam di lingkungan Lafiau.
2.2.4.3 Kepala Bagian Produksi (Kabag Prod)
Bagian produksi dipimpin oleh Kepala Bagian Produksi (Kabag prod)
yang bertanggungjawab langsung kepada Kalafiau dalam melaksanakan kegiatan
produksi. Kegiatan yang dilakukan bagian produksi dalam menjalankan tugasnya
adalah :
1. Melaksanakan penerimaan dan penyimpanan bahan baku, bahan tambahan
dan embalage dalam persiapan proses produksi.
2. Menyiapkan bahan baku dan bahan tambahan untuk proses selanjutnya.
3. Menyiapkan embalage yang dibutuhkan.
4. Melaksanakan kegiatan produksi berdasarkan (SP3) surat perintah
pelaksanaan produksi yang dikeluarkan oleh Kalafiau.
Bagian produksi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh:
a. Unit produksi tablet yang bertugas melaksanakan produk obat jadi dalam
bentuk tablet.
b. Unit produksi kapsul yang bertugas melaksanakan produksi obat jadi dalam
bentuk kapsul.
c. Unit produksi khusus yang bertugas melaksanakan produksi khusus seperti
sirup, salep, krim, cairan, antiseptik dan lain-lain.
2.2.4.4 Kepala Bagian Gudang Pusat Farmasi (Kabag Gupusfi)
Gudang Pusat Farmasi dipimpin oleh Kagupusfi yang bertanggungjawab
kepada Kalafiau dalam melaksanakan penerimaan, penyimpanan, pemeliharaan,
penyaluran bekal kesehatan.
1. Kepala unit Gudang transit (Kaunit Gutrans), unit ini bertugas menerima alat
kesehatan (Alkes) dan perbekalan kesehatan (Bekkes).
2. Kepala unit Gudang penyaluran dan pengemasan (Kaunit Gulur), bertugas
melaksanakan pengemasan/penyiapan barang serta melaksanakan kegiatan
penyaluran barang pada satuan kerja.
3. Kepala unit Gudang peralatan kesehatan (Kaunit Gupalkes), bertugas
menerima palkes (peralatan kesehatan), menyimpan, merawat dan
mengeluarkan palkes.
4. Kepala unit Gudang bahan jadi dan bahan baku, (Kaunit Guhanjabaku),
bertugas menerima, menyimpan, merawat/memelihara dan mengeluarkan
barang obat jadi, bahan baku, embalage.
2.2.4.5 Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang)
Bagian pengujian dan pengembangan (Ujibang) bertugas
bertanggungjawab kepada Kalafiau dalam melaksanakan pengujian atas kualitas
bekal kesehatan, melaksanakan penelitian dan pengembangan untuk
meningkatkan hasil produksi obat jadi dan menyelenggarakan pendidikan dan
latihan. Bagian ujibang dipimpin oleh Kepala Bagian Ujibang yang
bertanggungjawab kepada Kalafiau.
Kabag Pengujian dan Pengembangan (Ujibang) dibantu oleh :
1. Kepala unit pengujian dan percobaan (Kaunit Uji Coba) yang bertugas
melaksanakan pengujian sampling, melaksanakan “In Process Control” dalam
2. Kepala unit penelitian dan pengembangan (Kaunit Litbang) yang bertugas
melaksanakan kegiatan seperti penelitian dan pengembangan formula-formula
baru, membantu unit produksi untuk meneliti kerusakan hasil produksi.
3. Kepala unit pendidikan dan latihan (Kaunit Diklat) yang bertugas membuat
perencanaan serta melaksanakan pendidikan dan latihan.
2.2.4.6 Bagian Penunjangan
Bagian penunjangan adalah bertanggungjawab kepada Kalafiau. Dalam
pelaksanaan tugasnya Bagian Penunjangan dibantu oleh :
1. Kepala unit penunjangan material (Kaunit Jangmat) bertugas mendukung
kelancaran operasional produksi dan pembekalan serta pengujian dan
pengembangan.
2. Kepala unit fasilitas dan material (Kaunit Harfasmat) bertugas
menyelenggarakan pemeliharaan terhadap fasilitas dalam rangka mendukung
kelancaran operasional Lafiau.
2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
Cara pembuatan obat yang baik (CPOB) merupakan pedoman untuk
membuat obat sesuai dengan spesifikasi yang direncakan sehingga mempunyai
khasiat, keamanan, dan mutu yang selalu sama dari bets ke bets. Oleh sebab itu,
industri farmasi wajib menerapkan CPOB dalam seluruh aspek dan rangkaian
kegiatan pembuatan obat sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.
43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan Direktur Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan Depkes RI. No. 04510/A/SK/XII/1989 tentang
Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. Mutu obat tidak bisa diperoleh dari
bahan awal, proses pembuatan dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang
dipakai, serta personalia.
2.4.1 Sistem Manajemen Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan aspek dalam CPOB yang bertujuan
untuk menjamin bahwa produk obat yang dibuat memenuhi persyaratan mutu
yang telah disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.
Dalam ketentuan umum, ada beberapa landasan yang penting untuk
diperhatikan, yaitu :
a. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin
bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.
b. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan
pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang digunakan dan personalia.
c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan
pada suatu pengujian tertentu saja, melainkan semua obat hendaknya
dibuat dalam kondisi terkendali dan terpadu dengan cermat.
CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan
mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat yang
telah ditentukan tetap tercapai.
2.4.2 Personalia
Personalia karyawan semua tingkatan harus memiliki pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Karyawan memiliki kesehatan
mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya secara
profesional dan sebagaimana mestinya. Karyawan mempunyai sikap dan
Struktur organisasi harus sedemikian rupa sehingga bagian produksi dan
pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berlainan dan tidak saling
bertanggung jawab terhadap yang lain. Masing-masing harus diberi wewenang
penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif.
Seluruh karyawan yang ikut serta langsung dalam kegiatan pembuatan
obat harus dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya dan
mampu melaksanakan prinsip-prinsip CPOB.
2.4.3 Bangunan dan Fasilitas
Bangunan untuk produksi hendaklah memiliki ukuran, rancang bangun,
konstruksi serta letak yang memadai agar memudahkan dalam pelaksanaan kerja,
pembersihan dan pemeliharaan yang baik. Setiap sarana kerja hendaklah memadai
sehingga setiap resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan berbagai
kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu obat dapat dihindarkan. Adapun
syarat-syarat bangunan dan fasilitas menurut CPOB adalah sebagai berikut :
1. Lokasi bangunan sebaiknya dipilih yang tidak ada resiko pencemaran
lingkungan seperti pencemaran udara, tanah, dan air.
2. Gedung hendaklah dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh
cuaca, banjir, rembesan air dari tanah serta masuk dan bersarangnya hewan.
3. Rancangan bangunan dan tata letak hendaklah dibuat sesuai dengan fungsi dan
kegiatan yang dilakukan.
4. Untuk kegiatan-kegiatan seperti penerimaan bahan, karantina bahan masuk,
penyimpanan bahan awal, penimbangan dan penyerahan, pengolahan,
menunggu pelulusan akhir, penyimpanan obat jadi, pengiriman barang,
laboratorium dan pencucian peralatan diperlukan daerah tertentu.
5. Daerah pengolahan produk steril hendaklah dipisahkan dari daerah produksi
lain serta dirancang dan dibangun secara khusus.
6. Permukaan bangunan dalam ruangan (dinding, lantai, dan langit-langit)
hendaklah licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka serta mudah
dibersihkan, dan bila perlu mudah didesinfeksi. Lantai didaerah pengolahan
hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata dan mudah
dibersihkan. Dinding hendaklah juga kedap air dan memiliki permukaan yang
mudah dibersihkan. Sudut-sudut diantara dinding, lantai dan langit-langit
hendaklah berbentuk lengkungan.
7. Saluran air limbah hendaklah cukup besar dan mempunyai bak kontrol serta
ventilasi yang baik. Saluran terbuka hendaklah sedapat mungkin dicegah
tetapi bila diperlukan hendaklah cukup dangkal untuk memudahkan
pembersihan dan desinfeksi.
8. Lubang pemasukan dan pengeluaran udara serta pipa-pipa dan salurannya
hendaklah dipasang sedemikian rupa untuk mencegah timbulnya pencemaran
terhadap produk.
Berdasarkan kelompok kegiatan dan tingkat kebersihannya, maka bangunan
industri farmasi terdiri atas:
1. White area (daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, Jumlah
partikel maksimum per meter kubik (m3) sebanyak 100 sedangkan untuk
Meliputi ruang steril, pengisian salep mata, pengisian injeksi, pengolahan
aseptis, pengisian bubuk steril.
2. Grey area (daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana jumlah partikel
maksimum per meter kubik (m3) 100.000. Meliputi ruang pengolahan dan
pengemasan non steril dan ruang pembuatan salep lain selain salep mata.
3. Black area (daerah hitam), termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti
pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan awal
dan obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat, dan toilet.
2.4.4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki
rancang bangun, dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta
ditempatkan dengan tepat sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk obat
terjamin secara seragam dari batch ke batch dan untuk memudahkan pembersihan
dan perawatannya.
Rancang bangun dan konstruksi peralatan hendaknya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,
produk ruahan atau obat jadi tidak boleh bereaksi.
2. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap obat.
3. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah.
4. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan
mencatat harus diperiksa ketelitiannya secara teratur.
2.4.5 Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi semua sumber
pencemaran produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awal serta
wadahnya. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi
dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
1. Personalia
Seluruh karyawan hendaknya menjalani pemeriksaan kesehatan baik sebelum
maupun setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene
perorangan harus dilatih dan diterapkan semua karyawan yang berhubungan
dalam proses produksi. Semua karyawan hendaknya menghindari untuk
bersentuhan langsung dengan bahan baku dan produk, sehingga diperlukan
pakaian pengaman yang memadai dan sesuai dengan tugasnya.
2. Bangunan dan fasilitas
Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya dirancang dan
dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik.
Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai seperti toilet,
loker, bak cuci, tempat penyimpan bahan pembersih, insektisida, dan bahan
fungigasi. Hendaknya disusun pula prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi
dengan jadwal yang teratur, serta diuraikan dengan cukup rinci.
3. Peralatan
Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan bagian luar maupun
bagian dalam sesuai prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan
memastikan bahwa seluruh produk atau bahan dari batch sebelumnya telah
dihilangkan. Prosedur tertulis yang cukup rinci untuk pembersihan dan sanitasi
peralatan dan wadah yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah dibuat
serta ditaati. Prosedur ini dirancang dengan tepat agar pencemaran peralatan
oleh bahan pembersih dan sanitasi dapat dicegah.
2.4.6 Produksi
Produksi obat-obatan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur
yang telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh obat jadi yang memenuhi
spesifikasi yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan
produksi meliputi :
1. Bahan awal
Bahan awal sebelum dinyatakan lulus untuk digunakan hendaklah
memenuhi spesifikasi yang sudah ditetapkan dan diberi label dengan nama
yang dinyatakan dalam spesifikasi. Semua pemasukan, pengeluaran, dan
sisa bahan hendaknya dicatat.
2. Validasi proses
Semua proses produksi hendaklah divalidasi dengan tepat dan
dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Proses dan prosedur
tersebut hendaklah secara rutin dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa
proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan.
3. Pencemaran
Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat
merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapetik dan kualitas suatu
masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat dan tingkatannya tidak
berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini menunnjukkan pelaksanaan
pembuatan obat yang tidak sesuai CPOB.
4. Sistem penomoran batch atau lot
Suatu sistem yang menjabarkan cara penomoran batch atau lot secara rinci
diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan, atau
obat jadi suatu batch atau lot dapat dikenali dengan nomor batch atau lot
tertentu dan tidak digunakan secara berulang.
5. Penimbangan dan penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan baku, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi dan
memerlukan dokumentasi yang lengkap.
6. Pengembalian
Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan
yang dikembalikan ketempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan
dan dicek dengan baik. Bahan-bahan tersebut tidak boleh dikembalikan ke
gudang kecuali bila tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
7. Pengolahan
Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah
pengolahan, peralatan, wadah harus mengikuti prosedur tertulis yang telah
ditetapkan. Dan pencegahan pencemaran silang dalam seluruh tahap
pengolahan.
Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk
menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Untuk membuat
produk steril diperlukan suatu ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan
dialairi udara yang melewati saringan bakteri. Tekanan udara dalam
ruangan hendaklah lebih tinggi dari ruangan disebelahnya.
9. Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi membagi dan mengemas produk ruahan
menjadi obat jadi. Proses pengemasan hendaknya dilaksanakan dibawah
pengawasan ketat untuk menjaga identitas, keutuhan, dan kualitas barang
yang sudah dikemas.
10.Karantina obat jadi dan penyerahan kegudang obat jadi
Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi
diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan.
11.Pengawasan distribusi obat jadi
Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjamin
obat jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu (First InFirst
Out atau FIFO dan First Expired First Out atau FEFO).
12.Penyimpanan bahan awal, produk antara, produk ruahan dan obat jadi,
disimpan rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur atau
pencemaran serta memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.
2.4.7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian dari cara pembuatan obat yang baik untuk
memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa mempunyai mutu yang sesuai
spesifikasi, pengambilan sampel dan pengujian beserta dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang menjamin bahwa pengujian yang diperlukan benar-benar
dilaksanakan, serta pelulusan bahan dan produk untuk dijual tidak akan diberikan
sebelum mutunya dinilai memuaskan. Sistem pengawasan mutu dirancang dengan
tepat untuk menjamin bahwa tiap obat mengandung bahan yang benar dengan
mutu dan jumlah yang telah ditetapkan dan dibuat pada kondisi yang tepat dan
mengikuti prosedur standar sehingga obat tersebut senantiasa memenuhi
spesifikasi yang telah ditetapkan untuk identitas, kadar, kemurnian, mutu dan
keamanannya. Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat
bertanggungjawab untuk memastikan bahwa :
1. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan secara prosedur yang ditetapkan
dan telah divalidasi sebelumnya antara lain melalui evaluasi dokumentasi
produk terdahulu.
2. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap
suatu batch obat telah dilaksanakan dan batch tersebut memenuhi spesifikasi
yang ditetapkan sebelum didistribusi.
3. Suatu batch memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang
ditetapkan.
Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk memberikan
keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau produk obat
ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat.
2.4.8 Inspeksi diri dan Audit Mutu
Tujuan dari inspeksi diri adalah mengevaluasi apakah seluruh aspek
dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan untuk
menetapkan tindakan perbaikan. Sehingga dibentuk suatu tim yang cakap dan
mampu menilai secara obyektif pelaksanaan CPOB, melaksanakan inspeksi
terhadap prosedur produksi dan pengawasan mutu secara menyeluruh. Prosedur
pelaksanaan dan catatan mengenai inspeksi diri perlu di dokumentasikan.
Tim inspeksi diri ditunjuk oleh manajemen perusahaan,
sekurang-kurangnya tiga orang yang ahli di bidang pekerjaannya dan paham mengenai
CPOB. Inspeksi diri hendaknya dilakukan oleh orang yang kompeten dari
perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar.
2.4.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian
Penarikan kembali obat jadi merupakan proses penarikan kembali obat
dari semua mata rantai distribusi bila ditemukan adanya cacat kualitas dan yang
berbahaya, atau dilaporkan adanya reaksi merugikan yang membahayakan
kesehatan pemakainya selama atau sesudah pendistribusian obat jadi tersebut.
Penarikan kembali seluruh obat jadi dapat menyebabkan penghentian sementara
atau penghentian tetap terhadap pembuatan suatu jenis obat yang bersangkutan.
Prosedur penanganan obat kembalian hendaklah memperhatikan hal-hal
berikut antara lain : identifikasi dan pencatatan mutu dari obat kembalian,
dikarantina, dilakukan penelitian, pemeriksaan dan pengujian.
Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan dan
dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak yang mencakup
pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan jatuhnya obat
Pelaksanaan penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut yang
dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan. Untuk tiap pemusnahan obat
kembalian hendaklah dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana
pemusnahan dan saksi.
2.4.10 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi manajemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi,
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh rangkaian
pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap
petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang
harus dilaksanakannya sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan
kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.
Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap
batch suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran
terhadap batch produk yang bersangkutan. Sistem dokumentasi juga digunakan
dalam pemantauan dan pengendalian.
2.4.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Prinsip pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara
benar, disetujui, dan dikendalikan untuk menghindari kesalah pahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara pemberi dan penerima kontrak harus dibuat secara jelas
menentukan tangung jawab dan kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus
yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen mutu (pemastian
mutu).
2.4.12 Kualifikasi dan Validasi
Kualifikasi adalah kegiatan pembuktian bahwa perlengkapan, fasilitas
yang digunakan dalam suatu proses akan selalu bekerja sesuai dengan kriteria
yang diinginkan dan konsisten.
Validasi merupakan tindakan pembuktian bahwa proses produksi dan
pengemasan akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan dan konsisten.
a. Validasi metoda analisa
Membuktikan bahwa semua metoda analisa (cara/prosedur pengujian)
yang digunakan dalam pengujian maupun pengawasan mutu, senantiasa
mencapai hasil yang diinginkan secara konsisten (terus-menerus).
b. Validasi proses produksi
Merupakan “dokumen pembuktian” bahwa proses produksi yang
dilakukan sesuai dengan dokumen proses pengolahan dan akan menghasilkan
produk yang memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan secara
terus-menerus.
c. Validasi Pembersihan
Bertujuan untuk memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur
pembersihan yang berlaku dan yang digunakan sudah tepat dan dapat
dilakukan berulang-ulang, serta cara pembersihan menghasilkan tingkat
kebersihan yang telah ditetapkan.
Proses pengemasan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses produksi
suatu sediaan farmasi sebelum didistribusikan. Validasi ini bertujuan untuk
memberikan dokumentasi secara tertulis bahwa prosedur pengemasan yang
digunakan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan secara terus
menerus dan meminimalkan terjadinya kesalahan tercampurnya antar produk
maupun antar batch.
2.5 Pengolahan Limbah
Limbah dari industri farmasi harus diolah sedemikian rupa sehingga
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan agar tidak mencemari lingkungan
disekitar industri tresebut. Limbah di industri berasal dari proses produksi yang
BAB III
KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI
3.1 Aspek Personalia
Lembaga industri Farmasi Angkatan Udara memiliki personalia sebanyak
66 orang dengan berbagai pendidikan, keterampilan, dan kemampuan sesuai
dengan bidangnya masing-masing.
3.2 Struktur Organisasi
Lembaga industri Farmasi Angkatan Udara tersusun dari 3 eselon, yaitu :
1. Eselon pimpinan (Kalafiau)
2. Eselon pembantu pimpinan/staf (Sesla).
3. Eselon pelaksana yang meliputi :
a. Kepala Bagian Produksi (kabag Prod) yang terdiri dari : unit Tablet, unit
Kapsul, unit Khusus.
b. Kepala Gudang Pusat Farmasi (Kagupusfi) yang terdiri dari : unit Gutrans,
unit Gulur, unit Gupalkes, unit Guhanjabaku.
c. Kepala Bagian Pengujian dan Pengembangan (Kabag Ujibang) yang
terdiri dari : unit Uji Coba, unit Litbang, unit Diklat.
d. Kepala Bagian Penunjangan (KabagJang) yang terdiri dari : unit Jangmat,
3.3 Sediaan-Sediaan Obat yang Diproduksi Lembaga Industri Farmasi Angkatan Udara (Lafiau).
Obat-obatan yang telah diproduksi oleh Lafiau hingga saat ini antara lain
sebagai berikut :
1. Kaplet dan tablet antibiotik
Kaplet Amoxicillin 500mg, kaplet Rifampisin, tablet Bactrim AU dan tablet
Sefadroksil, kaplet ciprofloxacin.
2. Kaplet dan tablet non antibiotik
Kaplet Afostan, kaplet Neurogesik, tablet Antalgin 500mg, tablet Antiflu,
tablet Asetilet, tablet CTM, tablet Vitamin B12, kaplet Aurobion, tablet
Auripirin 200mg, tablet Dexamethason 0,5mg, Magtasidau 400mg,
Paracetamol 500mg, tablet Dekstrometorphan, kaplet Energic-C, tablet INH
Plus, tablet Vitamin C, tablet Prednison, tablet Vitonic plus, tablet Captopril,
tablet ketoprofen,
3. Kapsul antibiotik
Kapsul Amoxicillin, kapsul Erytromisin, dan kapsul Chloramphenicol.
4. Sediaan khusus
Krim Chloramfecort, krim Aferson, krim Kenazol, lotion Lamore.
5. Sedian cair
Sirup Deflugen, sirup Difenhidramin-DMP, Lafiodin, sirup Parasetamol,
minuman kesehatan Hawk 2000, sirup kering Amoxicillin, sirup kering
3.4 Kegiatan Lembaga Industri Farmasi Angkatan Udara (Lafiau) Adapun kegiatan di Lembaga industri Farmasi Angkatan Udara meliputi :
3.4.1 Perencanaan dan Pengelolaan Perbekalan Kesehatan
Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan di Lafiau dilaksanakan
setiap tahun anggaran oleh Diskesau dan pusat kesehatan TNI (Puskes).
Perencanaan dan pengadaan perbekalan kesehatan ini disusun berdasarkan
kebutuhan dari satker-satker (satuan kerja) TNI AU.
Pengadaan perbekalan kesehatan dilakukan oleh Dinas Pengadaan
Angkatan Udara (Disadau) dengan sistem tender yang diikuti oleh rekanan yang
telah memenuhi persyaratan. Setelah pemenang tender ditentukan, pengadaan
barang dilaksanakan oleh rekanan berdasrkan kontrak jual beli. Rekanan
mengirimkan perbekalan kesehatan ke Lafiau sesuai dengan kontrak jual beli
tersebut.
3.4.2 Bagian Gudang Pusat Farmasi (Gupusfi)
Gudang Pusat Farmasi merupakan pembantu pelaksana Kalafiau yang
bertugas menerima, menyimpan, memelihara dan mengeluarkan perbekalan
kesehatan yang ada di Lafiau. Gupusfi dipimpin oleh kepala gudang yang
tugasnya bertanggung jawab kepada Kalafiau. Kepala gudang dibantu oleh unit
gudang transit, unit gudang obat jadi dan bahan baku, unit gudang peralatan
kesehatan dan unit gudang penyaluran. Bangunan gudang terdiri dari empat unit
gedung.
1. Gudang transit (Gutrans)
Bekal kesehatan yang dikirim dari rekanan ke Lafiau akan diterima di
barang selesai. Untuk bahan baku atau obat jadi yang diberi label kuning
(karantina) menandakan bahwa obat jadi atau bahan baku tersebut masih dalam uji
pemeriksaan laboratorium Ujibang.
2. Gudang bahan jadi dan bahan baku (Guhanjabaku)
Bahan baku yang dalam penyimpanannya membutuhkan kondisi khusus
maka harus segera disimpan dalam gudang bahan baku, obat jadi dan embalage
yang sudah dilengkapi dengan alat pengatur suhu dan kelembaban udara. Setelah
barang dinyatakan memenuhi syarat yang ditandai dengan dikeluarkannya berita
acara oleh panitia penerima barang, maka barang dipindahkan ke gudang bahan
baku, obat jadi dan embalage. Barang yang masuk disusun berdasarkan fungsi
terapi atau farmakologi dan alfabetis. Jumlahnya dicatat dalam kartu stok barang
yang terdapat dimasing-masing gudang.
Penyusunan barang digudang menggunakan sistem First In First Out
(FIFO) dengan memperhatikan waktu masuknya barang dan tanggal
kadaluarsanya sehingga memungkinkan barang yang masuk lebih awal akan
dikeluarkan terlebih dahulu. Sehingga dapat dicegah rusaknya barang akibat
penyimpanan terlalu lama. Sedangkan untuk barang-barang yang waktu
kadaluarsanya singkat disusun menggunakan sistem First Expired First Out
(FEFO).
3. Gudang Peralatan Kesehatan (Gupalkes)
Gupalkes di Lafiau merupakan gudang kegiatan penyimpanan dan
pengendalian. Tujuan penyimpanan dan pengendalian peralatan kesehatan ini
adalah untuk memelihara mutu, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung
pengawasan serta menjaga keseimbangan antara persediaan dan penggunaan
peralatan kesehatan. Bekkes (Bekal Kesehatan) yang termasuk dalam kategori
peralatan kesehatan adalah barang, instrumen atau alat yang digunakan dalam
pemeliharaan dan peralatan kesehatan, diagnosa, penyembuhan dan pencegahan
penyakit, kelainan badan atau gejala yang terjadi pada manusia, dan tidak
termasuk dalam golongan obat.
4. Gudang penyaluran (Gulur)
Pengeluaran barang dari Gupalkes atau Guhanjabaku dan embalage
dilakukan di Gulur setelah ada SPL (Surat Perintah Logistik) dari Kadiskesau
kepada Kalafiau yang disertai dengan bentuk 40400. Bentuk 40400 berisi tentang
barang yang dibutuhkan oleh Satker. Bentuk 40400 haruslah dipisahkan untuk
setiap Satker dan dibuat rangkap delapan untuk arsip Gupalkes, arsip
Guhanjabaku dan embalage, arsip Gulur, arsip Suburminbekkes sebelum bekkes
dikirim, arsip Matfaskesau sebelum bekkes dikirim, dan 3 rangkap dikirim
bersama dengan bekkes dengan rincian yaitu setelah ditandatangani penerima 1
rangkap arsip penerima, 1 rangkap dikirim ke Matfaskesau sebagi bukti bekkes
telah diterima, dan 1 rangkap dikirim kembali ke Suburminbekkes Lafiau sebagai
bukti bekkes telah diterima. Berdasarkan bentuk 40400, barang dikeluarkan dari
Guhanjabaku dan embalage, serta Gupalkes sebelum dikirim ke Satker akan
disimpan di Gulur.
Di Gulur ini barang akan dikemas dan didistribusikan untuk Satker di
seluruh Indonesia. Untuk Satker di Pulau Jawa pengirimannya dapat
menggunakan jasa angkutan darat sedangkan untuk Satker di luar Pulau Jawa
Logis) mempunyai 2 jenis yaitu Log A untuk obat-obatan dan Log B untuk
peralatan kesehatan.
Tahap-tahap penyaluran Material Kesehatan :
1. Material Kesehatan diturunkan dari rak penyimpanan dan dicek sesuai bentuk
40400 menyangkut jumlah dan nomor kodefikasinya.
2. Material Kesehatan tersebut dikirimkan ke Gudang penyaluran oleh petugas
gudang penyimpanan beserta bentuk 40400 dan diserah terimakan dengan
petugas gudang penyaluran sambil mengecek kembali jumlah dan nomor
kodefikasinya.
3. Material Kesehatan beserta daftar koli dimasukkan ke dalam kantong plastik
dan disegel, kemudian dimasukkan dalam dus ditutup dan dilakban. Material
Kesehatan siap dikirim ke tempat tujuan melalui darat dan udara.
Kegiatan pengeluaran barang terbagi dalam 2 kegiatan yaitu :
1. Rutin
Pendistribusian rutin dilakukan alokasi kebutuhan 6 bulan sekali. Satker
(Satuan Kerja) mengajukan kebutuhan dan sisa persediaan ke Diskesau, Diskesau
lalu akan mengeluarkan rencana surat perintah logistik (SPL). Dengan SPL
Kalafiau mengeluarkan surat perintah pengeluaran barang (SPPB) ke gudang.
Penyaluran barang dari gudang penyaluran menggunakan jalur darat dan udara.
Penyaluran dilakukan pada semester I pada bulan Januari dan semester II pada
bulan Juni.
2. Non rutin
Pengeluaran non rutin adalah pengeluaran barang yang dilakukan
Pengeluaran non rutin dilakukan dengan menggunakan bon sementara yang
disetujui oleh Kalafiau kepada unit pergudangan.
3.4.3 Produksi Obat
Produksi di Lafiau dilakukan berdasarkan adanya Surat Perintah Produksi (SPP) yang dilakukan oleh Kadiskesau kepada Kalafiau kemudian Kalafiau
mengeluarkan SP3 kepada Kabag prod dan pelaksanaannya dilakukan oleh Kaunit
(Kepala Unit) berdasarkan Surat Perintah Kerja.
a. Unit Produksi Tablet
Unit produksi tablet bertanggung jawab dalam memproduksi tablet dan
kaplet baik antibiotik maupun non antibiotik. Kegiatan produksi tablet yang
dilakukan dimulai dengan penimbangan bahan baku yang dinyatakan telah
memenuhi syarat oleh unit uji coba.
Bahan baku tersebut meliputi bahan aktif, pengembang dalam dan
pengembang luar, selanjutnya dilakukan pencampuran bahan aktif dan
pengembang dalam. Sebelum digranulasi, diperiksa dulu oleh unit uji coba untuk
mengetahui apakah pencampuran sudah homogen. Granul yang diperoleh dari
proses granulasi basah dikeringkan, dilakukan pengujian kadar air oleh unit uji
coba. Granul yang lulus pemeriksaan dicampur dengan pengembang luar dan
dicetak menjadi tablet dan mengalami proses “coating” untuk tablet salut
sebelum dikemas. Setelah proses pencetakan tablet diperiksa yaitu bentuk, warna,
kadar zat aktif, keseragaman bobot, kekerasan, kerapuhan, waktu hancur, dan
disolusi.
Metode yang banyak dipakai untuk produksi tablet non beta laktam adalah
tablet beta laktam metode yang dipakai adalah granulasi kering dan cetak
langsung.
b. Proses pembuatan aqua demineralisata (aqua DM)
Lafiau mendapatkan air demineralisata dengan cara memproduksi dan
mengolahnya sendiri. Sumber air yang digunakan untuk membuat aqua DM
berasal dari sumur artesis. Dalam mencukupi kebutuhan aqua DM untuk proses
produksi dan pemeriksaan laboratorium maka dilakukan proses pengolahan air.
Air artesis disaring terlebih dahulu dan dialirkan ke Multi Sorb, kemudian air
dialirkan ke penukar ion positif dan penukar ion negatif. Setelah itu air dididihkan
dan dapat digunakan untuk proses produksi.
Aqua DM berasal dari air bersih yang diproses lebih lanjut dengan
menggunakan resin penukar. Air yang telah diolah harus jernih, tidak berbau,
tidak berasa dan tidak berwarna serta pH sekitar 6-7 dan bebas mineral.
3.4.3.1 Pengemasan di Lafiau
Proses pengemasan sediaan obat di Lafiau sebagai berikut:
1. Tablet, tablet salut, dan kapsul
Pengemasan dilakukan dengan cara stripping kemudian sejumlah tertentu
dimasukkan ke dalam dus disertai brosur dan dikemas dalam kotak karton. Untuk
tablet-tablet tertentu dikemas ke dalam kantong plastik kemudian dimasukkan ke
dalam botol plastik.
2. Salep/krim
Salep/krim dikemas dalam tube kemudian tube yang telah diberi nomor
batch dimasukkan ke dalam kardus disertai brosur. Sejumlah kardus tertentu
3. Sirup
Botol-botol sirup diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kardus. Untuk
semua jenis obat yang telah dikemas baik berupa tablet, kapsul, salep, dan sirup
dilakukan pemeriksaan secara manual terhadap kemasan obat untuk melihat
apakah terdapat kerusakan pada kemasan.
3.4.3.2 Pengujian Sampel Pertinggal
Sampel pertinggal yang disimpan adalah obat jadi yang telah dikemas.
Sampel disimpan lengkap dengan etiket yang memuat nama sampel, nomor batch,
tanggal pembuatan, dan tanggal kadaluarsa. Sampel disimpan selama lima tahun
dan jika ada keluhan dari konsumen, maka dilakukan pengujian terhadap sampel
tersebut. Setelah lima tahun, sampel pertinggal dapat dimusnahkan.
3.4.3.3 Bagian Pengujian dan Pengembangan
Bagian pengujian dan pengembangan bertugas melaksanakan pengujian
dan percobaan atas kualitas perbekalan kesehatan, melaksanakan penelitian dan
pengembangan untuk meningkatkan hasil produksi obat jadi serta
menyelenggarakan perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan baik
untuk personil Lafiau atau siswa dan mahasiswa yang sedang Praktek Kerja
Profesi Apoteker di lafiau.
Ruang bagian ujibang terdiri dari ruang penelitian dan pengembangan,
ruang penyimpanan bahan baku dan peralatan gelas, ruang contoh pertinggal,
ruang timbang, ruang analisis, ruang reagensia, ruang instrument dan laboratorium
mikrobiologi. Ruang bagian ujibang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk
muda dibersihkan. Ruang timbang dilengkapi dengan peralatan timbangan untuk
berbagai kapasitas, alat untuk mengukur kerapuhan tablet (friabilator).
Ruang analisis merupakan laboratorium sebagai tempat dilakukannya
pengujian yang dilengkapi dengan alat sokhlet, alat penentu titik leleh, oven,
autoklaf, alat pengukur waktu hancur, alat pengukur kekerasan tablet yang
dilengkapi dengan meja yang menyatu dengan rak tempat penyimpanan pereaksi
dalam skala kecil. Pengawasan mutu terhadap obat jadi, bahan baku, dan
embalage di Lafiau dilakukan dalam suatu laboratorium yang sama. Untuk
menjamin kualitas produk yang dihasilkan, maka dibutuhkan pengujian yang
dilakukan mulai bahan baku diterima sampai obat jadi yang siap untuk di
distribusikan.
3.4.3.4 Sanitasi dan Higiene
Lafiau memiliki sarana pengolahan limbah, baik untuk limbah padat
berupa debu-debu yang tersebar di daerah produksi maupun limbah cair dari
pencucian peralatan.
a. Pengolahan Limbah Padat
Pengolahan limbah padat dilakukan dengan menggunakan dust collector
untuk debu-debu yang tersebar di ruang produksi yang ditempatkan di atas
ruangan, vacum cleaner untuk debu-debu yang berserakan pada peralatan dan
lantai. Pengolahan limbah padat untuk yang berbahaya ditampung dan dikirim ke
instansi yang memiliki incinerator.
Pengolahan limbah cair terdiri dari proses destruksi, penetralan,
pengendapan, dan aerasi di dalam beberapa kolam yang saling berhubungan satu
sama lain berdasarkan proses pengolahan.
Proses pengolahan limbah beta dan non beta laktam yaitu :
1. Limbah dari produksi obat beta laktam dialirkan ke bak pertama, kemudian
ditambahkan asam/basa kuat untuk memecah cincin beta laktam. Dari kolam
pertama dialirkan ke kolam kedua untuk diendapkan.
2. Cairan dari limbah bak kedua dialirkan ke bak ketiga. Limbah dari produksi
obat non beta laktam masuk ke bak ketiga sehingga terjadi pencampuran.
Kemudian dilakukan penetralan (pH=7 namun jika terlalu asam ditambahkan
NaOH dan jika terlalu basa ditambahkan HCl) dan pengenceran dengan
penambahan air.
3. Limbah dari bak ketiga dialirkan ke bak keempat untuk proses pengendapan
kedua.
4. Cairan dari limbah bak keempat dialirkan ke bak kelima dimana terjadi proses
aerasi, yaitu penambahan oksigen yang bertujuan untuk menurunkan
biologycal oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) dari
limbah tersebut. Air bak kemudian diuji di laboratorium untuk penentuan nilai
BOD, COD, dan TSS. Persyaratan kualitas limbah yang diperbolehkan untuk
di buang ke lingkungan: COD <100 mg/l, BOD <75 mg/l, Total Suspended
Solid <60 mg/l
5. Limbah dari bak kelima dialirkan ke bak keenam yang merupakan bak
pada kolam memenuhi persyaratan, maka akan dialirkan ke pembuangan
BAB IV PEMBAHASAN
Lembaga Farmasi Angkatan Udara merupakan pelaksana teknis dari Dinas
Kesehatan TNI AU (Diskesau) yang memproduksi obat jadi. Sebagai industri
farmasi, Lafiau mempunyai tugas utama yaitu melaksanakan produksi obat jadi,
pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan lainnya dengan pengawasan
kualitas dan persyaratan teknis kefarmasian untuk pelaksanaan dukungan
pelayanan kesehatan bagi seluruh anggota TNI AU dan keluarganya. Ditinjau dari
sisi manajemen Lafiau bukan lembaga yang didirikan untuk bisnis atau mencari
keuntungan (non profit), melainkan untuk memenuhi kebutuhan internal TNI AU
khususnya obat-obatan dan bekal kesehatan lainnya. Meskipun demikian dalam
pelaksanaan operasionalnya sebagai industri obat, Lafiau berusaha untuk
menerapkan CPOB di seluruh aspek kegiatan produksi guna menjamin mutu /
kualitas produk yang dihasilkan.
Struktur organisasi Lafiau dibagi dalam tiga eselon, yaitu eselon pemimpin
yang dijabat oleh Kalafiau, eselon pembantu yang dijabat oleh Sesla , serta eselon
pelaksana. Eselon pelaksana terdiri dari Bagian Produksi (Bagprod), Gudang
Pusat Farmasi (Gupusfi), Bagian Pengujian dan Pengembangan (Bagujibang)dan
Bagian Penunjangan (Bagjang). Ditiap-tiap bagian eselon dipimpin oleh seorang
apoteker yang berbeda-beda.
Pengadaan bahan baku dan embalage yang dibutuhkan oleh Lafiau
dilakukan oleh Disadaau dari pusat, dan bukan oleh Lafiau sendiri sehingga pihak
bahan yang diperlukan. Pihak Lafiau hanya bisa meminta bahan baku dan
kebutuhan lainnya untuk suatu produksi yang akan dilakukan oleh Lafiau tetapi
pihak Disadaau yang berwenang menentukan kualitas pilihan bahan dan merk dari
produsen pengirim bahan. Jika barang kebutuhan sudah diterima pihak Lafiau
maka pihak Lafiau akan mengadakan pengawasan mutu untuk bahan baku yang
telah diterima untuk nantinya dapat diputuskan bahwa bahan tersebut akan
diterima atau ditolak, biasanya pengawasan mutu tersebut dilakukan oleh bagian
ujibang, bagian produksi dan juga bagian gudang melalui wakil-wakilnya yang
tergabung dalam tim komisi pemeriksaan materiil.
Peran lain yang dilakukan Lafiau adalah melaksanakan penerimaan,
penyimpanan, penyaluran dan penghapusan perbekalan kesehatan sesuai dengan
kebijaksanaan Diskesau. Perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah sediaan
farmasi hasil produksi Lafiau, sediaan obat jadi yang dibeli dari industri lain dan
peralatan kesehatan yang diadakan oleh Disadaau (Dinas Pengadaan Angkatan
Udara) melalui sistem tender.
1. Manajemen Mutu
Untuk mencapai tujaun mutu secara konsisten dan dapat diandalkan,
diperlukan manajemen mutu yang didisain secara menyeluruh dan diterapkan
secara benar. Sehingga obat yang diproduksi sesuai dengan tujuan
penggunaannya, dan tidak menimbulkan resiko membahayakan penggunaannya
2. Personalia
Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan sesuai dengan tugasnya dan memiliki kesehatan mental dan fisik
yang baik merupakan modal terpenting yang dimiliki oleh Lafiau. Salah satu cara
untuk menjaga kesehatan pegawai adalah melalui kegiatan olahraga yang
dilaksanakan dua kali dalam seminggu yaitu pada hari selasa dan jumat.
Secara umum, Lafiau memiliki sumber daya manusia berkualitas yang
dapat mendukung tugas dan fungsi Lafiau dimana jumlah personil yang dimiliki
sebanyak 66 orang, meliputi 5 orang Apoteker S2, 12 orang Apoteker, 8 orang
Akademi Farmasi, 9 orang Asisten Apoteker, dan 30 orang tenaga lainnya yang
berlatar belakang pendidikan sekolah menengah, jumlah personil ini belum
memadai untuk berlangsungnya proses produksi. Sumber daya manusia tersebut
dapat benar-benar bermanfaat apabila ditempatkan sesuai dengan kemampuannya
masing-masing dan didukung dengan penataan organisasi yang baik.
Hal penting dalam penataan organisasi perusahaan farmasi adalah bahwa
bagian produksi dan pengawasan mutu harus dipimpin oleh apoteker yang
berbeda. Di Lafiau hal ini sudah diterapkan dimana pada Bagian Produksi dan
Bagian Ujibang dipimpin oleh apoteker yang berbeda.
3. Bangunan dan Fasilitas
Bangunan Lafiau terdiri dari bangunan produksi, pengawasan mutu,
gudang, dan bangunan untuk administrasi. Lafiau memiliki tiga bangunan utama
produksi yang terpisah satu sama lain dan sesuai dengan CPOB. Bangunan
tersebut digunakan untuk produksi obat golongan beta laktam, non beta laktam
reaksi alergi, resistensi dan mencegah kontaminasi silang. Ruangan produksi baik
beta laktam, sefalosporin maupun non beta laktam terbagi menjadi :
1. White area (daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, Jumlah
partikel maksimum per meter kubik (m3) sebanyak 100 sedangkan untuk kelas
II jumlah partikel maksimum per meter kubik (m3) sebanyak 10.000. Meliputi
ruang steril, pengisian salep mata, pengisian injeksi, pengolahan aseptis,
pengisian bubuk steril.
4. Grey area (daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana jumlah partikel
maksimum per meter kubik (m3) 100.000. Meliputi ruang pengolahan dan
pengemasan non steril dan ruang pembuatan salep lain selain salep mata.
5. Black area (daerah hitam), termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti
pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan awal dan
obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat, dan toilet.
dua kelas yaitu black area dan grey area. Sedangkan untuk ruangan produksi
sefalosporin terbagi menjadi tiga kelas yaitu black area, grey area dan white area
tetapi ruang produksi sefalosporin baru digunakan untuk produksi obat dalam
bentuk sediaan kaplet, kapsul, sirup kering namun belum memproduksi obat
dalam bentuk sediaan injeksi.
Ruang kerja dibuat teratur dan logis sedemikian rupa sehingga menunjang
kelancaran dan mempermudah dalam bekerja serta lalu lintas barang dan personil.
Bagian dalam ruang produksi Lafiau baik dinding, langit-langit maupun lantai
dibuat licin, kedap air, tidak retak, tanpa sudut dan tertutup rapat untuk mencegah
pencemaran dari ruang atas. Hal ini ditujukan untuk mempermudah pembersihan.
tidak mudah terkelupas. Lantai dan dinding ruang produksi terbuat dari bahan
yang kedap air.
Fasilitas penerangan cukup efektif dan ventilasi udara baik, ditunjang
dengan adanya pengendalian udara melalui sistem AHU (Air Handling Unit),
pengaturan suhu, kelembaban dan penyaring udara. Pengaturan suhu dan
kelembaban diatur pada tingkat kenyamanan karyawan dengan mengatur suhu
agar tidak menyebabkan karyawan kedinginan atau berkeringat secara berlebihan
dalam pakaian kerjanya sehingga proses kerja tidak terganggu. Disamping faktor
kenyamanan, faktor lain yang terpenting adalah diharapkan pengaturan suhu dan
kelembaban tidak mempengaruhi stabilitas obat yang sedang di produksi pada saat
itu.
Pada ruang produksi dilakukan juga pengaturan tekanan udara. Ruangan
produksi tablet beta laktam dan non beta laktam, tekanan udara pada koridor
dibuat lebih besar dibandingkan ruang produksi. Hal ini bertujuan untuk
mencegah agar partikel atau debu dari ruang produksi tidak keluar dan langsung
dapat dibersihkan dengan dust collector. Untuk ruang produksi sirup tekanan
ruangan dibuat besar untuk mencegah partikel atau debu dari luar mencemari
proses produksi. Pengaturan tekanan udara ini dilakukan dengan menggunakan
AC serta dengan adanya ruang antara yang dirancang untuk membatasi ruangan
yang memiliki tekanan berbeda.
Ruangan laboratorium di Lafiau terpisah dari ruang produksi, di dalamnya
dilengkapi dengan peralatan yang sesuai untuk uji secara fisika, kimia dan
mikrobiologi. Meja untuk pengujian dilapisi porselen untuk memudahkan dalam
alat yang bersangkutan. Reagen yang digunakan tersusun rapi dan teratur disertai
dengan label pada rak-rak yang ada di laboratorium untuk memudahkan
pengambilan. Catatan pengujian yang ada di laboratorium memuat nama, nomor
batch, dan jumlah yang diuji, nama petugas penguji, metode analisa, peralatan,
perhitungan dan rumus, pernyataan syarat spesifikasi dan tanda tangan penguji.
Catatan pengujian ini disimpan dalam bentuk dokumen selama 5 tahun. Di
dalam laboratorium terdapat ruangan khusus yang digunakan sebagai ruang
penyimpan sampel pertinggal produk obat. Contoh pertinggal dimaksudkan untuk
pengujian ulang apabila terjadi komplain pada obat yang telah beredar.
Selain bangunan produksi, gudang merupakan bangunan lain yang harus
dijaga kondisinya. Gudang sebaiknya kering, tidak lembab, bebas hama dan
memudahkan arus pergerakan barang dan manusia serta dijaga kebersihannya.
Gudang di Lafiau memanfaatkan exhaust fan untuk menjaga aliran udara dalam
gudang. Untuk mencegah masuknya hama dan serangga yang dapat menyebabkan
rusaknya material yang disimpan, gudang Lafiau dilengkapi dengan pest control
(ultrasonic).
4. Peralatan
Penempatan peralatan di Lafiau disesuaikan dengan tahapan kegiatan yang
dilakukan, dan jarak yang memadai untuk memudahkan kegiatan karyawan di
dalamnya. Setiap alat disimpan pada ruangan yang terpisah dan tertutup
dilengkapi dengan alat penghisap debu. Hal ini untuk menghindari adanya
kontaminasi silang antar bahan di daerah yang sama. Peralatan dirawat menurut
jadwal yang tepat sesuai protap yang ada. Peralatan juga dilengkapi dengan label
diberi kode tertentu dan terdapat protap penggunaan yang akan memudahkan
pemakaian peralatan.
5. Sanitasi dan Higiene
Lafiau sudah menerapkan prosedur sanitasi dan higiene ini dengan baik.
Untuk personalia sudah diterapkan prosedur penggunaan pakaian khusus dengan
penutup kepala, masker, alas kaki dan sarung tangan. Selain itu, protap mengenai
higiene sebelum masuk ruang produksi sudah ada dan terdokumentasi. Bangunan
produksi juga dilengkapi dengan toilet, locker yang berfungsi untuk menyimpan
keperluan pribadi karyawan. Kegiatan untuk menjaga kebersihan lingkungan
khususnya daerah di sekitar produksi, laboratorium dan gudang diadakan
seminggu sekali setiap hari Rabu melalui program kurve yang dilakukan oleh
semua personilnya. Selain itu setiap selesai produksi satu macam obat dilakukan
clearance line supaya tidak terjadi kontaminasi silang.
Sistem pengolahan limbah di Lafiau dibagi menjadi dua yaitu limbah
padat dan limbah cair. Pengolahan limbah padat untuk yang berbahaya ditampung
dan dikirim ke instansi yang memiliki incenerator, sedangkan untuk limbah cair
terbagi menjadi dua yaitu limbah beta laktam dan non beta laktam. Pengolahan
limbah cair menggunakan 6 bak yang sistem kerjanya sebagai berikut:
Bak I : Untuk menampung limbah produksi beta laktam dan limbah dari
laboratorium. Pada bak I ditambahkan H2SO4 pekat (40%) yang
ditujukan untuk memecah cincin beta laktam sehingga menjadi tidak
aktif lagi. Selanjutnya dilakukan proses pengenceran atau hidrolisis