• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Pada Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Pada Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan."

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

(TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI

PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA

KEBUN BATANG SERANGAN

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

Oleh

GANDA PARULIAN SIAHAAN

NIM: 080423024

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

(2)

STUDI PENERAPAN TOTAL PRODUCTIVE MAINTENANCE

(TPM) UNTUK PENINGKATAN EFISIENSI PRODUKSI

PADA PTP.N II PABRIK RSS TANJUNG MORAWA

KEBUN BATANG SERANGAN

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari

Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Industri

Oleh

GANDA PARULIAN SIAHAAN NIM: 080423024

Disetujui Oleh :

Dosen Pembimbing I, Dosen Pembimbing II,

( Ir. Danci Sukatendel ) ( Ikhsan Siregar, ST, M.Eng )

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan “YESUS KRISTUS”, atas segala berkat dan karunianya sehingga penulis dapat melaksanakan dan menyelesaikan penulisan Tugas Sarjana ini.

Tugas Sarjana ini merupakan salah satu syarat akademis yang harus diselesaikan setiap mahasiswa jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul tugas sarjana ini adalah Studi Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) Untuk Peningkatan Efisiensi Produksi Pada Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan.

Dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penyelesaiannya. Untuk itu dengan tangan terbuka Penulis menerima saran dan kritikan untuk sempurnanya Tugas sarjana ini.

Akhir kata Penulis mengharapkan semoga Tugas Sarjana ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Semoga Tuhan memberkati kita semua. Terima Kasih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA , MEDAN PENULIS. Juni 2011

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penulisan Karya Akhir ini Penulis banyak mendapatkan dorongan dan bantuan baik material maupun moril dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada pihak yang telah memberikan bantuan antara lain :

1. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT selaku Ketua Departemen Teknik industri yang membantu mahasiswa untuk menyelesaikan studinya.

2. Bapak Ir. Danci Sukatendel selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan dari awal sampai akhir penelitian dalam penulisan Karya akhir ini.

3. Bapak Ikhsan Siregar, ST.M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan dari awal sampai akhir penelitian dalam penulisan Karya Akhir ini.

4. Bapak H. Sitanggang, ST. Yang telah meluangkan waktu untuk menerima dan membantu selama melakukan penelitian dan jga seluruh staf dan karyawan Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II kebun Batang Serangan.

5. Teristimewa buat kedua orang tua Penulis yang tercinta W. Siahaan dan R. Sitorus yang selalu memberikan dukungan, Doa, nasihat, dan materi yang sangat membantu dalam penyelesaian Tugas Sarjana serta kakak dan adik-adik penulis yang terus memberikan dan menjadi sumber motivasi dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

(5)

6. Teman-teman stambuk 2008 ekstensi yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Tugas Sarjana ini terutama teman-teman seperjuangan penulis sewaktu mengikuti PKL dan Penelitian Tugas Sarjana ini di Pabrik RSS PTP.N II Kebun Batang Serangan yaitu Ivan Herbert H. Siburian, Rosnidawati Rambe dan Vanessa .

Semoga dengan adanya Tugas Sarjana ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kekurangan maupun kesalahan dalam penulisan Tugas Sarjana ini.

Medan, Juni 2011

Ganda Parulian Siahaan

(6)

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I. PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Perumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan Penelitian ... I-3 1.4. Manfaat Penelitian ... I-4 1.5. Pembatasaan Masalah dan Asumsi ... I-5

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana ... I-6

II. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1.Sejarah Perusahaan ... II-1 2.2.Ruang Lingkup Bidang Usaha ... II-3

(7)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.3. Lokasi Perusahaan ... II-3 2.4. Daerah Pemasaran ... II-3

2.4.1. Segmentasi Pemasaran ... II-4 2.4.2. Strategi Pemasaran ... II-5 2.5. Dampak Sosial Ekonomi terhadap Lingkungan ... II-6 2.6. Proses produksi ... II-7 2.6.1. Standar Mutu produk ... II-7 2.6.2. Bahan yang Digunakan ... II-9 2.6.2.1. Bahan Baku ... II-9 2.6.2.2. Bahan Penolong ... II-10 2.6.2.3. Bahan Tambahan ... II-10 2.6.3. Uraian Proses ... II-10 2.7. Mesin dan Peralatan... II-13 2.7.1. Utilitas ... II-13 2.7.2. Safety and Fire Protection ... II-15 2.7.3. Waste Treatment (Pengolah Limbah) ... II-18

2.8. Strukutr Organisasi ... II-21 2.9. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab ... II-23 2.10. Jumlah Tenaga Kerja dan Jam Kerja ... II-23 2.10.1. Jumlah Tenaga Kerja ... II-23

(8)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

2.10.2. Jam Kerja ... II-25 2.11. Sistem Pengupahan dan Fasilitas yang Digunakan ... II-26

III. LANDASAN TEORI ... III-1

3.1. Pengertian Maintenance ... III-1 3.2. Tujuan Maintenance ... III-3 3.3. Jenis-jenis Maintenance ... III-4 3.3.1. Planned Maintenance ... III-4 3.3.2. Unplanned Maintenance ... III-10 3.4. Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance ... III-10 3.5. Total Productive Maintenance (TPM) ... III-12 3.5.1.Pendahuluan ... III-10 3.5.2. Pengertian TPM (Total Productive Maintenance) ... III-15 3.6. Analisis Produktivitas ; Six Big Losses ... III-17 3.6.1. Equipment Failure/Breakdowns ... III-19 3.6.2. Set-up and Adjustment Losses ... III-19 3.6.3. Idling and Minor Stoppages Losses... III-20 3.6.4. Reduced Speed Losses ... III-21 3.6.5.Process Defect Losses ... III-21 3.6.6. Reduced Yieled Losses ... III-22 3.7. Delapan Pilar TPM ... III-23

(9)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.8. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri) ... III-24 3.9. Manfaat dari Total Produtive Maintenance (TPM) ... III-26 3.10. Overall Equipment Effectivness (OEE) ... III-28 3.10.1. Avaibility ... III-29 3.10.2. Performance Effeciency ... III-30 3.10.3. Rate of Quality Product ... III-31 3.11. Perencanaan dan Penerapan Total Produvtive Maintenance.. .. III-32 3.12. Diagram Sebab Akibat (Cause and Effects Diagram) ... III-33 3.12. Efisiensi Produksi... III-34

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1 4.2. Jenis Penelitian ... IV-1 4.3. Objek Penelitian ... IV-1 4.4. Variabel Penelitian ... IV-1 4.5. Instrumen Penelitian ... IV-2 4.6. Pelaksanaan Penelitian ... IV-3 4.7. Pengolahan Data ... IV-4 4.8. Analisa Data dan Pemecahan Masalah ... IV-6 4.9. Kesimpulan dan saran ... IV-6

(10)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

V. PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-I

5.1. Pengumpulan Data ... V-1 5.2. Pengolahan Data... V-8 5.2.1. Perhitunagan Availability ... V-9 5.2.2. Perhitungan Performance Efficiency ... V-11 5.2.3. Perhitungan Rate of Quality Product ... V-12 5.2.4. Perhitungan Overall Equipment Effectivness (OEE) ... V-13 5.2.5. Perhitungan OEE Six Big Losses ... V-14 5.2.5.1. Dowtime Losses ... V-14 5.2.5.2. Speed Loss ... V-17 5.2.5.3. Defect Loss ... V-19

VI. ANALISIS PEMECAHAN MASALAH ... VI-1

6.1. Analisa Perhitungan OEE ... VI-1 6.2. Analisa Perhitungan OEE Six Big Losses ... VI-1 6.3. Analisa Diagram Sebab Akibat ... VI-3 6.4. AnalisaPenyebab OEE Rendah ... VI-6 6.5. Usulan Penyelesaian Masalah ... VI-7 6.5.1. Usulan Penyelesaian Masalah Six Big Losses ... VI-7 6.5.2. Usulan Penyelesaian/Perbaikan OEE Rendah ... VI-8

(11)

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.5.2. Penerapan TPM ... VI-9

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1 7.2. Saran ... VII-4

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Sheeter ... I-2 2.1. Jumlah Tenaga Kerja di PTP. Nusantara II (Persero)

Kebun Batang serangan ... II-24 3.1. Tujuh Langkah Pengembangan Kegiatan Autonomous Maintenance

III-27 5.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Sheeter ... V-3 5.2. Data Waktu Pemeliharaan Mesin Sheeter ... V-4 5.3. Data Waktu Setup Mesin Sheeter ... V-4 5.4. Data Produksi Pabrik RSS PTP. N II Kebun Batang Serangan

Bagian sortasiPeriode April 2010-Maret 2011 ... V-7 5.5. Data Produksi Mesin Sheeter Periode April 2010-Maret 2011 ... V-7 5.6. Data Produksi Mesin Sheeter Periode April 2009-Maret 2010 ... V-8 5.7. Availability mesin Sheeter periode April 2010- Maret 2011 ... V-10 5.8. Performance Efficiency mesin Sheeter periode

April 2010- Maret 2011 ... V-12 5.9. Rate of Quality Product mesin Sheeter periode

April 2010- Maret 2011 ... V-13 5.10. Perhitungan Overall Equipment Effectivenes (OEE)

mesin Sheeter periode April 2010- Maret 2011 ... V-14 5.11. Breakdown Loss padamesin Sheeter

periode April 2010- Maret 2011 ... V-15

(13)

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.12. Setup and Adjustment Losspadamesin Sheeter

periode April 2010- Maret 2011 ... V-17 5.13. Idling dan Minor Stoppages dimesin Sheeter

periode April 2010- Maret 2011 ... V-18 5.14. Reduced Speed Lossdimesin Sheeter

periode April 2010- Maret 2011 ... V-20 5.15. Reject Loss Mesin Sheeter periode April 2010- Maret 2011 ... V-21 5.16. Yield/Scrap Mesin Sheeter periode April 2010- Maret 2011 ... V-22 6.1. Persentase Faktor Six Big LossesMesin Sheeter

periode April 2010- Maret 2011 ... VI-2 6.2. Usulan Perbaikan Masalah untuk Faktor

Breakdown Loss ... VI-12 6.3. Usulan Perbaikan Masalah untuk Faktor

Idling/Minor Stoppages Losses ... VI-13

(14)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Block Diagram Pengolahan RSS ... III-14 2.2. Struktur Organisasi PTP. Nusantara II Tanjung Morawa

Kebun Batang Serangan ... II-22 3.1. Diagram Profiable PM ... III-14 3.2. Diagram Sebab Akibat ... III-34 4.1. Flow Chart Pengolahan Data ... IV-7 4.2. Kerangka Konsep Penelitian ... IV-8 6.1. Diagram Pareto Six Big Losses Mesin Sheeter

Periode April 2010-Maret 2011 ... VI-3 6.2. Diagram Sebab Akibat Breakdown Loss ... VI-5 6.3. Diagram Sebab Akibat Idling/Minor Stoppages Losses ... VI-6

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Daftar Mesin dan Peralatan PTP. Nusantara II Pabrik RSS

Kebun Batang Serangan ... L-1 2. Uraian Tugas dan Tanggung Jawab PTP. Nusantara II Pabrik RSS

Kebun Batang Serangan ... L-2 3. SK Tugas Sarjana ... L-3 4. Surat Balasan dari Perusahaan ... L-4 5. Lembar Asistensi Dosen Pembimbing ... L-5

(16)

ABSTRAK

Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan karet yang tidak lepas dari masalah yang berhubungan dengan efektivitas mesin yang diakibatkan oleh tidak tepatnya penanganan dan pemeliharaan mesin. Hal ini dapat terlihat dengan frekuensi kerusakan yang terjadi pada mesin Sheeter akibat kerusakan tersebut target produksi tidak tercapai.

Tahapan pertama dalam usaha peningkatan efisiensi produksi pada perusahaan ini adalah dengan melakukan pengukuran efektivitas penggunaan mesin Sheeter dengan menggunakan metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang kemudian dilanjutkan dengan perhitungan OEE six big losses untuk mengetahui besarnya efisiensi yang hilang pada masing-masing faktor six big losses. Dari keenam faktor tersebut dicari faktor apa yang memberikan kontribusi terbesar yang mengakibatkan rendahnya efisiensi.

Dari hasil kesimpulan menunjukkan bahwa besarnya nilai OEE pada mesin Sheeter berkisar antara 43,37 % sampai 71,14 % . Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai OEE tersebut selama periode April 2010- Maret 2011 dan menjadi prioritas utama untuk dieliminasi oleh pihak perusahaan pada mesin Sheeter adalah faktor Breakdown Loss sebesar 42,52 % dan Idling/Minor Stoppages Loss sebesar 22,38 %.

Keyword: TPM (Total Productive Maintenance), Efisiensi Produksi, OEE (Overall Equipment Effectiveness)

(17)

ABSTRAK

Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan merupakan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan karet yang tidak lepas dari masalah yang berhubungan dengan efektivitas mesin yang diakibatkan oleh tidak tepatnya penanganan dan pemeliharaan mesin. Hal ini dapat terlihat dengan frekuensi kerusakan yang terjadi pada mesin Sheeter akibat kerusakan tersebut target produksi tidak tercapai.

Tahapan pertama dalam usaha peningkatan efisiensi produksi pada perusahaan ini adalah dengan melakukan pengukuran efektivitas penggunaan mesin Sheeter dengan menggunakan metode OEE (Overall Equipment Effectiveness) yang kemudian dilanjutkan dengan perhitungan OEE six big losses untuk mengetahui besarnya efisiensi yang hilang pada masing-masing faktor six big losses. Dari keenam faktor tersebut dicari faktor apa yang memberikan kontribusi terbesar yang mengakibatkan rendahnya efisiensi.

Dari hasil kesimpulan menunjukkan bahwa besarnya nilai OEE pada mesin Sheeter berkisar antara 43,37 % sampai 71,14 % . Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi nilai OEE tersebut selama periode April 2010- Maret 2011 dan menjadi prioritas utama untuk dieliminasi oleh pihak perusahaan pada mesin Sheeter adalah faktor Breakdown Loss sebesar 42,52 % dan Idling/Minor Stoppages Loss sebesar 22,38 %.

Keyword: TPM (Total Productive Maintenance), Efisiensi Produksi, OEE (Overall Equipment Effectiveness)

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada industri manufaktur mesin/peralatan yang telah tersedia dan siap pakai dibutuhkan pada setiap saat ketika proses produksi akan dimulai. Fungsi mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi tersebut akan mengalami kerusakan sejalan dengan semakin menurunnya kemampuan mesin/peralatan tersebut, akan tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan yang tepat sehingga akan menunjang kelancaran proses produksi.

Kebun Batang Serangan merupakan salah satu unit PTP.N II (Persero) Medan – Sumatera Utara, yang mempunyai pabrik pengolahan lateks yang menghasilkan produk berupa Ribbed Smoke Sheet (RSS). Dalam proses produksinya, pabrik RSS Kebun Batang Serangan PTP. N II Tanjung Morawa menggunakan mesin-mesin dan peralatan-peralatan. Salah satu mesin utama yang digunakan dalam proses pengolahan lateks adalah mesin sheeter, dimana mesin sheeter ini sering mengalami kerusakan (breakdowns) yang disebabkan oleh umur mesin yang sudah tua sehingga dapat mengakibatkan timbulnya kerugian-kerugian lainnya seperti lamanya waktu set-up dan adjustment, mesin menghasilkan produk cacat, seringnya mesin berhenti tiba-tiba, dan menurunnya kecepatan produksi mesin, dan juga kerugian yang timbul pada awal produksi sampai kondisi produksi yang stabil dicapai. Seringnya mesin Sheeter mengalami

(19)

kerusakan dapat dilihat pada tabel 1.1. data waktu kerusakan (Breakdown) mesin Sheeter periode April 2010- Maret 2011.

Tabel 1.1. Data Waktu Kerusakan (Breakdown) Mesin Sheeter

Periode Total Waktu Kerusakan (Jam)

April 2010 47

Mei 2010 49,5

Juni 2010 49

Juli 2010 43,5

Agustus 2010 35

September 2010 39

Oktober 2010 39,5

November 2010 55

Desember 2010 42

Januari 2011 59

Pebruari 2011 52,5

Maret 2011 35,5

Sumber : Pabrik RSS PTP. N II Kebun Batang Serangan

Kerugian yang disebabkan oleh hal-hal diatas lebih dikenal di industri manufaktur sebagai “enam kerugian besar (the six big losses)”. Kerugian tersebut akan mempengaruhi efisiensi mesin sheeter sehingga efisiensi mesin sheeter akan menurun. Dengan menurunnya efisiensi mesin sheeter ini maka akan menurun pula efisiensi produksi pada Pabrik RSS Kebun Batang Serangan PTP. N II Tanjung Morawa. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat dalam pemeliharaan mesin atau peralatan, salah satunya dengan melakukan penerapan Total Productive Maintenance sehingga akan meningkatkan efisiensi produksi.

(20)

Total Produktive Maintenance (TPM) merupakan pengembangan ide dari Produktive Maintenance yaitu metode pemeliharaan mesin dan peralatan. TPM berkembang dari sistem maintenance tradisional yang melibatkan semua departemen dan semua orang untuk ikut berpartisipasi dan mengemban tanggung jawab dalam pemeliharaan mesin/peralatan. Salah satu tujuan TPM adalah meningkatkan efisiensi dengan cara meningkatkan fungsi dan kinerja mesin yang digunakan dengan mengeliminasi six big losses yang terdapat pada mesin maka peningkatan produktivitas dan efisiensi produksi dapat tercapai.

1.2. Rumusan Permasalahan

Seringnya mesin Sheeter mengalami kerusakan telah menjadi masalah yang cukup serius di Pabrik RSS PT. Perkebunan Nusantara II Kebun Batang Serangan, kerusakan mesin Sheeter tersebut telah menyebabkan menurunnya efisiensi produksi perusahaan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan efisiensi produksi pada pabrik RSS PT. Perkebunan II Kebun Batang serangan dengan penerapan total productive maintenance dengan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE). Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengukur nilai Overall Equipment Effectiveness mesin sheeter sebagai langkah awal penerapan TPM (Total Produktive Maintenance).

(21)

2. Melakukan analisis terhadap faktor six big losses yang menjadi prioritas utama untuk dieliminasi melalui diagram sebab akibat.

3. Upaya perbaikan terhadap terjadinya penurunan efisiensi mesin Sheeter dengan melakukan usulan perbaikan masalah.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan pengalaman dan kemampuan bagi mahasiswa dalam menerapkan teori yang didapat di bangku kuliah dengan mengaplikasikannya di lapangan.

2. Mempererat kerjasama antara perusahaan dengan Departemen Teknik Industri USU.

3. Menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam menyusun rencana peningkatan efisiensi mesin Sheeter dengan memaksimalkan efektivitas penggunaan mesin.

4. Perusahaan dapat mengetahui tingkat efektivitas penggunaan mesin produksi secara menyeluruh yang akan memberikan informasi sebagai bahan pertimbangan untuk program peningkatan produktivitas dan efisiensi perusahaan di masa yang akan datang secara terus menerus.

5. Memberikan masukan kepada perusahaan untuk memperbaiki metode pemeliharaan yang selama ini diterapkan perusahaan.

(22)

6. Meningkatkan keterampilan bagi penulis untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi lini produksi pada perusahaan.

1.5. Pembatasan Masalah dan Asumsi

Faktor yang selalu menjadi penghalang dan tidak dapat dihindari dalam melakukan penelitian adalah faktor waktu, dana, dan keterbatasan fasilitas. Untuk itulah dilakukan pembatasan masalah agar hasil yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang diinginkan sebagai berikut:

1. Tingkat produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan yang diukur adalah dengan metode Overall Equipment Effectiveness (OEE) sesuai dengan prinsip TPM (Total Produktive Maintenance) untuk mengetahui besarnya kerugian pada mesin/peralatan (Equipment Losses) yang dikenal dengan Six Big Losses.

2. Pengukuran efektivitas dan efisiensi mesin dilakukan untuk periode April 2010 - Maret 2011

3. Pendefenisian permasalahan yang sebenarnya dilakukan dengan Causes and Effect Diagram (Diagram Sebab-Akibat).

4. Permasalahan yang akan dibahas adalah faktor yang dominan dinilai berdasarkan Pareto Diagram.

5. Penelitian hanya meneliti pada bagian produksi dan pengamatan yang dilakukan pada mesin Sheeter.

(23)

6. Pemeliharaan terhadap mesin/peralatan yang diteliti baik itu cara pembongkaran, perbaikan, penggantian dan pemasangan peralatan tidak dibahas.

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Kondisi perusahaan tidak berubah selama penelitian.

2. Pengukuran yang dilakukan dianggap sebagai awal dimulainya program perbaikan mesin, sehingga pengukuran yang dilakukan bertujuan menganalisa permasalahan yang berkaitan dengan efisiensi yang belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Proses produksi berlangsung secara normal.

4. Setiap karyawan mengetahui bidang pekerjaanya sesuai dengan metode kerja. 5. Para karyawan dan pimpinan mempunyai komitmen yang kuat untuk

mendukung peningkatan efisiensi produksi di perusahaan ini.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Sarjana

Sistematika penulisan tugas sarjana agar mudah dipahami penulisannya maka akan disajikan dalam beberapa bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah dan asumsi, serta sistematika penulisan Tugas Sarjana.

(24)

BAB II : GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Menjelaskan secara singkat gambaran perusahaan secara umum meliputi sejarah perusahaan, ruang lingkup usaha, proses produksi, tenaga kerja dan informasi lainnya.

BAB III : LANDASAN TEORI

Memaparkan teori-teori yang berhubungan dengan sistem pemeliharaan (Maintenance) mesin/peralatan umumnya dan khususnya Total Produktive Maintenance (TPM) dan teori-teori lainnya yang mendukung dalam pembahasan dan penyelesaian masalah.

BAB IV : METODOLOGI PENELITIAN

Mengemukakan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan penelitian.

BAB V : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Memuat data detail yang berasal dari perusahaan dan literatur mengenai penelitian yang dilakukan, serta pengolahan data yang dilakukan sebagai dasar pada pembahasan masalah.

BAB VI : ANALISA PEMECAHAN MASALAH

Menjelaskan analisa pemecahan masalah dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan sebelumnya.

(25)

BAB VII : KESIMPULAN DAN SARAN

Memberikan beberapa kesimpulan yang diperoleh berdasarkan hasil analisa pemecahan masalah dan memberikan saran-saran untuk menjadi bahan pertimbangan oleh perusahaan.

(26)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pengertian Maintenance

Pada industri manufaktur mesin-mesin dan peralatan-peralatan yang telah tersedia dan siap pakai dibutuhkan setiap saat proses produksi akan dimulai. Fungsi mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi tersebut akan mengalami kerusakan sejalan dengan semakin menurunnya kemampuan mesin/peralatan tersebut, akan tetapi usia kegunaannya dapat diperpanjang dengan melakukan perbaikan secara berkala melalui suatu aktivitas pemeliharaan yang tepat. Menurunnya kemampuan mesin/peralatan menurut The Japan Institute of Plan Maintenance ada dua jenis,yaitu:

1. Natural Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan secara alami akibat terjadi pemburukan/keausan ada fisik mesin/peralatan selama waktu pemakaian meskipun pemakaiannya secara benar.

2. Accelerated Deterioration yaitu menurunnya kinerja mesin/peralatan akibat kesalahan manusia (human error) sehingga mempercepat pemburukan/keausan pada mesin/peralatankarena mengakibatkan tindakan dan perlakuan yang tidak seharusnya dilakukan terhadap mesin/peralatan.

Kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan dapat terjadi karena banyak sebab dan terjadi pada waktu berbeda sepanjang umur mesin/peralatan tersebut digunakan. Oleh karena itulah dalam usaha mencegah dan berusaha untuk menghilangkan kerusakan yang mungkin timbul sewaktu proses produksi

(27)

berjalan, dibutuhkan cara dan metode untuk mengantisipasinya dengan melakukan kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan.

Pemeliharaan adalah semua tindakan teknis dan administratif yang dilakukan untuk menjaga agar kondisi mesin/peralatan tetap baik dan dapat melakukan fungsinya dengan baik, efisien dan ekonomis sesuai dengan spesifikasi kemampuannya, dan dengan tingkat keamanan yang tinggi. Sedangkan menurut Manahan P. Tampubolon, menyatakan pemeliharaan (Maintenance) merupakan semua aktivitas, termasuk menjaga sistem peralatan dan mesin selalu dapat melaksanakan pesanan pekerjaan. Filosofi dasar dari pemeliharaan ini sebenarnya adalah perbaikan terus menerus.

Pada dasarnya hasil yang diharapkan dari kegiatan pemeliharaan mesin/peralatan mencakap dua hal sebagai berikut :

1. Condition Maintenance yaitu mempertahankan kondisi mesin/peralatan agar berfungsi dengan baik sehingga komponen-komponen yang terdapat dalam mesin juga berfungsi sesuai dengan umur ekonomisnya.

2. Replacement Maintenance yaitu melakukan tindakan perbaikan dan penggantian sparepart komponen mesin tepat pada waktunya sesuai dengan jadwal penggantian yang telah direncanakan sebelum kerusakan terjadi.

3.2. Tujuan Maintenance

Maintenance dilakukan pada mesin/peralatan sebuah perusahaan dengan maksud agar tujuan komersil perusahaan tersebut tercapai, dan juga kegiatan maintenance yang dilakukan adalah untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan

(28)

seperti terjadinya kerusakan yang terlalu cepat dimana kerusakan tersebut bisa saja berasal dari keausan dan ketuaan akibat pengoperasian yang salah. Karena maintenance adalah kegiatan pendukung bagi tujuan komersial, maka seperti kegiatan lainnya, maintenance harus efektif, efisien dan berbiaya rendah. Dengan adanya kegiatan maintenance ini, maka mesin/peralatan produksi dapat digunakan sesuai dengan rencana dan tidak mengalami kerusakan selama mesin/peralatan tersebut dipergunakan atau sebelum jangka waktu yang telah direncanakan tercapai. Beberap tujuan maintenance yang utama diantaranya:

a. Menjaga agar setiap mesin/peralatan dalam sistem produksi berada dalam kondisi baik dan dalam keadaan berfungsi dengan baik.

b. Untuk memperpanjang umur manfaat dari mesin/peralatan.

c. Memaksimumkan ketersediaan semua mesin/peralatan yang dipasang untuk produksi (mengurangi downtime)

d. Untuk menjamin ketersediaan optimum peralatan yang dipasang untuk produksi.

e. Untuk menjamin kesiapan operasional dari seluruh peralatan yang diperlukan dalam keadaan darurat setiap waktunya.

f. Untuk menjamin keselamatan orang yang menggunakan sarana tersebut.

3.3. Jenis-jenis Maintenance

Kegiatan maintenance (pemeliharaan) yang dilakukan dalam suatu perusahaan pabrik dapat dibedakan atas dua macam yaitu planned maintenance

(29)

(pemeliharaan terencana) dan unplanned maintenance (pemeliharaaan tak terencana).

3.3.1. Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)

Planned Maintenance adalah pemeliharaan yang diorganisasi dan dilakukan dengan pemikiran ke masa depan, pengendalian dan pencatatan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Oleh karena itu program Maintenance yang akan dilakukan harus dinamis dan memerlukan pengawasan dan pengendalian secara aktif dari bagian maintenance melalui informasi dari catatan riwayat mesin/peralatan.

Konsep Planned Maintenance ditujukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi manajer dengan pelaksanaan kegiatan maintenance. Komunikasi dapat diperbaiki dengan informasi yang dapat memberi data yang lengkap untuk mengambil keputusan. Adapun data yang penting dalam kegiatan maintenance adalah laporan pemeliharaan, laporan pemeriksaan, laporan perbaikan, dan lain-lain.

Keuntungan dilakukannya Planned Maintenance antara lain : a. Mengurangi downtime,corrective maintenance, dan menaikkan up-time. b. Memperpanjang interval waktu overhaul dan umur mesin/peralatan.

c. Meningkatkan efisiensi mesin/peralatan serta penjadwalan tenaga kerja yang lebih efektif.

d. Mengurangi jumlah mesin untuk stand by dan jumlah persediaan suku cadang. e. Distribusi pekerjaan antara tenaga kerja secara seimbang

f. Mengurangi jam lembur

(30)

g. Dapat menstandarkan prosedur kerja, biaya dan waktu menyelesaikan pekerjaan.

h. Dapat meningkatkan produksi dan penghematan biaya.

Kerugian dilaksanakan planned maintenance antara lain adalah : a. Biaya awal untuk pembentukan Preventive maintenance yang tinggi.

b. Dengan planned maintenance mesin/peralatan akan lebih sering diperiksa/ditangani dan jika salah penanganan justru dapat menimbulkan kerugian.

c. Pemakaian suku cadang ternyata lebih baik, karena komponen yang kondisinya menurun tidak ditunggu sampai betul-betul rusak.

Pemeliharaan terencana (planned maintenance) terdiri dari tiga bentuk pelaksanaan, yaitu :

1. Preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan)

preventive maintenance (pemeliharaan pencegahan) adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau keadaan yang dapat menyebabkan fasilitas produksi mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi.

Dengan demikian semua fasilitas produksi yang diberikan preventive maintenance akan terjamin kelancarannya dan selalu diusahakan dalam kondisi atau keadaan yang siap dipergunakan untuk setiap operasi atau proses produksi setiap saat. Sehingga dapatlah dimungkinkan pembuatan suatu rencana dan jadwal

(31)

pemeliharaan dan perawatan yang sangat cermat dan rencana produksi yang lebih tepat.

Secara umum tujuan dari preventive maintenance adalah :

1. Meminimumkan downtime serta meningkatkan kehandalan mesin/peralatan dan agar menjaga mesin/peralatan dapat berfungsi tanpa gangguan.

2. Meningkatkan efisiensi dan umur ekonomis mesin/peralatan.

Menurut The Japan Institute of Plant Maintenance, tujuan dari preventive maintenance adalah untuk menjaga supaya mesin-mesin produksi yang digunakan dilantai pabrik tidak mengalami kerusakan selama produksi terjadi dan tidak dihasilkannya produk yang cacat. Kegiatan utama yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan dan tetap menjaga agar mesin berfungsi dengan baik meliputi tiga hal :

1. Pemeliharaan harian untuk mencegah terjadinya pemburukan (deterioration) mesin meliputi kegiatan membersihkan (cleaning), memeriksa (checking, pelumasan (lubricating) dan pengencangan baut/mur mesin (tightening).

2. Pemeliharaan berkala (periodic inspection) untuk mencari gejala memburuknya kondisi mesin yang mungkin terjadi.

3. Melaksanakan perbaikan (restorations) jika terdapat kerusakan pada mesin ataupun melakukan perbaikan untuk mencegah kerusakan yang mungkin timbul sebelum terjadi.

Kegiatan preventive maintenance sangat penting bagi mesin/peralatan produksi yang bersipat kritis (critical unit). Sebuah mesin/peralatan produksi termasuk dalam critical unit apabila :

(32)

1. Kerusakan mesin/peralatan akan mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan dan akan dapat menyebabkan kemacetan proses produksi.

2. Kerusakan mesin/peralatan akan membahayakan keselamatan atau kesehatan para pekerja.

3. Modal yang ditanamkan pada mesin/peralatan tersebut atau harga dari mesin/peralatan tersebut mahal.

Ciri-ciri preventive maintenance antara lain : 1. Maintenance dilakukan ini terencana dan terjadwal

2. Mesin/peralatan yang akan dirawat telah teridentifikasi dan telah diuraikan menjadi komponen-komponennya (tertulis dalam daftar).

3. Untuk setiap komponen dilakukan tindakan-tindakan maintenance yang telah ditetapkan secara rutin pada interval-interval waktu tertentu.

4. Sebagian besar kegiatan maintenance dilakukan pada komponen mesin pada keadaan mesin masih bekerja, dan sebagian pada keadaan masih berhenti.

Dalam prakteknya, preventive maintenance yang dilakukan dibedakan atau dua bagian, yaitu :

1. Routine Maintenance (Pemeliharaan Rutin)

Routine Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara rutin, setiap hari yang dapat berupa penyetelan (setting), pelumasan mesin selama beberapa menit sebelum digunakan setiap hari.

2. Periodic Maintenance (Pemeliharaan Periodik)

Periodic Maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan secara periodik atau dalam jangka waktu tertentu, misalnya

(33)

seminggu sekali, sebulan sekali, setahun sekali, dengan memakai lamanya jam kerja mesin atau fasilitas produksi tersebut sebagai jadwal pelaksanaannya, misalnya setiap seratus jam kerja mesin, dan seterusnya. Periodic Maintenance ini dapat berupa pemeriksaan sistem kerja komponen mesin/peralatan, atau dapat berupa penyetelan dan pemeriksaan katup-katup pemasukan/pengeluaran minyak.

2. Corrective Maintenance (Pemeliharaan Perbaikan)

Corrective Maintenance (pemeliharaan perbaikan) adalah suatu kegiatan maintenance yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan atau kelainan pada mesin/peralatan sehingga tidak dapat berfungsi dengan baik. Corrective Maintenance menurut para operator yang mengoperasikan mesin/peralatan untuk melaksanakan dua hal yang mencakup :

1. Mencatat hasil yang diperoleh dari inspeksi harian mencakup semua kerusakan-kerusakan yang timbul secara detil dan terperinci.

2. Secara aktif ikut berperan untuk memberikan ide-ide yang membangun bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan dan mengatisipasi kondisi yang memungkinkan akan mengakibatkan kerusakan mesin/peralatan.

Kegiatan Corrective Maintenance (pemeliharaan perbaikan) dapat dibagi atas dua bagian, yaitu :

1. Perbaikan kerusakan diluar pemeriksaan

Perbaikan dilakukan terhadap satu atau beberapa komponen yang rusak sehingga dapat berfungsi secara normal.

(34)

2. Perbaikan menyeluruh (overhaul) merupakan kegiatan maintenance dengan secara menyeluruh terhadap suatu mesin/peralatan yang telah lama dioperasikan, dimana mesin/peralatan pada suatu saat akan membutuhkan kegiatan pengujian dan perbaikan menyeluruh karena semakin lama dioperasikan maka kondisi suatu mesin/peralatan akan semakin menurun. Perbaikan yang dilakukan bertujuan untuk mengembalikan kemampuan mesin pada kondisi yang seoptimal mungkin dan dapat menghasilkan daya kerja yang tinggi, serta dapat memperpanjang usia kegunaan mesin/peralatan.

3. Predictive Maintenance

Predictive Maintenance adalah tingkatan-tingkatan maintenance yang dilakukan pada tanggal yang ditetapkan berdasarkan prediksi hasil analisa dan evaluasi data operasi yang diambil pada interval-interval waktu tertentu. Data rekaman yang diambil untuk melakukan predictive maintenance itu dapat berupa data getaran, temperature, vibrasi, flow rate, dan lain-lainnya.

Perencanaan predictive maintenance dapat dilakukan berdasarkan laporan oleh operator lapangan yang diaujukan melalui work order ke departemen maintenance untuk dilakukan tindakan yang tepat sehingga tidak akan merugikan perusahaan.

3.3.2. Unplanned Maintenance (Pemeliharaan Tak Terencana)

Unplanned Maintenance bisanya berupa breakdown/emergency maintenance. Breakdown/emergency maintenance (pemeliharaan darurat) adalah tindakan maintenance yang tidak akan dilakukan pada mesin/peralatan yang

(35)

masih dapat beroperasi, sampai mesin/peralatan tersebut rusak dan tidak dapat berfungsi lagi. Dari bentuk pelaksanaan pemeliharaan tak terencana ini, maka diharapkan penerapan pemeliharaan tersebut akan dapat memperpanjang umur dari pakai mesin/peralatan, dan dapat memperkecil frekuensi kerusakan.

3.4.Tugas dan Pelaksanaan Kegiatan Maintenance

Kegiatan maintenance adalah untuk memeliharaan reliabilitas sistem pengoperasian pada tingkat yang dapat diterima dan tetap memaksimumkan laba dan meminimumkan biaya. Maintenance yang cenderung untuk memperbaiki reliabilitas sistem, termasuk pada kategori kebijaksanaan pokok yang dapat diperinci sebagai berikut:

1. Kebijaksanaan yang cenderung untuk mengurangi frekuensi kerusakan peralatan produksi.

2. Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk kegiatan pemeliharaan dilaksanakan dengan mempertimbangkan dua hal yaitu penggantian mesin/peralatan dan pelaksanaan reparasi serta didukung oleh keahlian dan keterampilan teknikal.

Penggantian peralatan tersebut harus berdasarkan pada : 1. Perhitungan terhadap semua faktor biaya

2. Analisa nilai ekonomis mesin/peralatan lama dan mesin/peralatan baru. 3. Cadangan mesin/peralatan yang harus segera dimanfaatkan.

Seluruh kegiatan maintenance dapat digolongkan ke dalam salah satu dari lima tugas pokok berikut, yaitu :

1. Inspeksi (Inspections)

(36)

Kegiatan inspeksi meliputi kegiatan pengecekan atau pemeriksaan secara berkala (routine schedule check) terhadap mesin/peralatan sesuai dengan rencana yang bertujuan untuk mengetahui apakah perusahaan selalu mempunyai fasilitas mesin/peralatan yang baik untuk menjamin kelancaran proses produksi.

2. Kegiatan teknik (Engineering)

Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan atas peralatan yang baru dibeli dan kegiatan pengembangan peralatan atau komponen peralatan yang perlu diganti, serta melakukan penelitian-penelitian terhadap kemungkinan pengembangan komponen atau peralatan, juga berusaha untuk mencegah timbulnya seminimal mungkin terjadinya kerusakan.

3. Kegiatan Produksi

Kegiatan produksi merupakan kegiatan pemeliharaan yang sebenarnya, yaitu memperbaiki mesin/peralatan produksi.

4. Kegiatan Administrasi

Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan mengenai biaya-biaya yang terjadi dalam melakukan kegiatan pemeliharaan, penyusunan planning dan scheduling, yaitu rencana kapan suatu mesin/peralatan tersebut harus diperiksa, diservis dan diperbaiki.

5. Pemeliharaan bangunan

Kegiatan pemeliharaan bangunan merupakan kegiatan yang tidak termasuk dalam kegiatan teknik dan produksi dari bagian maintenance.

Pelaksanaan kegiatan maintenance dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

(37)

1. Sentralisasi

a. Mudah berkomunikasi antar bagian bidang keahlian yang beragam. b. Kemungkinan untuk memiliki peralatan canggih yang cukup besar. c. Tingkat keahlian yang dimiliki unit akan lebih tinggi.

d. Fasilitas training dapat diadakan. 2. Desentralisasi

a. Mengurangi waktu perjalanan dari dan ke lokasi perawatan.

b. Mengetahui dan menguasai peralatan dengan lebih mendalam. Perhatian terhadap alat lebih besar sehingga perawatan lebih teliti.

3.5. Total Productive Maintenance (TPM)

3.5.1. Pendahuluan

Manajemen pemeliharaan mesin/peralatan modern dimulai dengan apa yang disebut preventive maintenance yang kemudian berkembang menjadi productive maintenance. Kedua metode pemeliharaan ini umumnya disingkat dengan PM dan pertama kali diterapkan oleh industri-industri manufaktur di Amerika Serikat dan pusat segala kegiatannya ditempatkan satu departemen yang disebut maintenance departement.

Preventive maintenance mulai dikenal pada tahun 1950-an, yang kemudian berkembang seiring dengan perkembangan teknologi yang ada dan kemudian pada tahun 1960-an muncul apa yang disebut productive maintenance. Total productive maintenance (TPM) mulai dikembangkan pada tahun 1970-an

(38)

pada perusahaan Nippondenso Co. di negara jepang yang merupakan pengembang konsep maintenance yang diterapkan pada perusahaan industri manufaktur Amerika Serikat yang disebut preventive maintenance.

Mempertahankan kondisi mesin/peralatan yang mendukung pelaksanaan proses produksi merupakan komponen yang penting dalam pelaksanaan pemeliharaan unit produksi. Tujuan dari pemeliharaan produktif (productive maintenance) adalah untuk mencapai apa yang disebut dengan profitable PM seperti yang terlihat pada Gambar 3.1. Dimana kita tidak hanya berusaha mencegah tiinbulnya kerusakan-kerusakan dan cacat yang mungkin terjadi pada mesin/peralatan produksi, tetapi juga melaksanakan semua tindakan maintenance tersebut secara efisien dan ekonomis.

Dan untuk bisa mencapai apa yang disebut profitable PM (productive maintenance) kita harus melaksanakan tindakan-tindakan maintenance yang mencakup kegiatan-kegiatan sebgai berikut :

1. Preventive Maintenance (mencegah timbulnya kerusakan)

2. Corrective Maintenance (melaksanakan pengembangan dan modifikasi pada mesin/peralatan untuk mencegah kerusakan dan membuat langkah-langkah pelaksanaan perbaikan yang lebih mudah)

3. Maintenance Prevention (merancang dan menciptakan alat yang hanya membutuhkann sedikit pemeliharaan).

4. Breakdown Maintenance (melaksanakan perbaikan jika terjadi kerusakan). TPM merupakan pengembangan ide dari productive maintenance atau profitable PM. TPM berkembang dari kegiatan sistem maintenance tradisional

(39)
[image:39.595.131.497.253.386.2]

yang melibatkan semua departemen dan semua orang untuk ikut berpartisipasi dan mengemban tanggung jawab dalam manajemen mesin/peralatan. Aspek yang membedakan TPM dengan PM adalah pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) ini dilaksanakan oleh operator pada bagian produksi untuk membantu mereka dapat menangani dan merawat mesin/peralatan mereka sendiri.

Gambar 3.1. Diagram Profiable PM

Pada sistem maintenance Amerika (American-style PM), departemen maintenance adalah bagian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan PM hal ini mencerminkan ciri konsep pembagian divisi tenaga kerja yang diatur oleh serikat buruh Amerika. Sedangkan pada Japanese-syle PM, atau juga dikenal sebagai TPM malah sebaliknya tidak tergantung pada departemen maintenance saja tetapi mengandalkan partisipasi dari semua orang pada semua level yang lebih umum disebut pemeliharaan mandiri atau autonomous maintenance by operators.

3.5.2. Pengertian TPM (Total Productive Maintenace)

Total Productive Maintenace (TPM) adalah suatu program untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan pada semua bidang dengan

(40)

melibatkan semua pihak, semua departemen dan kelompok semua orang dari top management sampai operator melalui kelompok-kelompok kecil. Secara menyeluruh oleh Nakajima, defenisi dari TPM mencakup lima elemen berikut: 1. TPM bertujuan untuk memaksimalkan efektivitas mesin/peralatan secara

keseluruhan(overall efektiveness).

2. TPM menciptakan suatu sistem preventive maintenance (PM) untuk memperpanjang umur penggunaan mesin/peralatan.

3. TPM dapat diterapkan pada berbagai departemen ( seperti engineering, bagian produksi dan bagian maintenance)

4. TPM melibatkan semua orang mulai dari tingkatan manajemen tertinggi hingga para karyawan/operator lantai pabrik.

5. TPM merupakan pengembangan dari sistem maintenance berdasarkan PM melalui manajemen motivasi : autonomous small group activities.

Kunio Shirose, dalam buku TPM Team Guide mendefenisikan TPM sebagai aktivitas yang bertujuan untuk :

a. Mengeliminasi kerusakan mesin/peralatan, cacat produk dan kerugian lainnya yang diakibatkan oleh mesin/peralatan.

b. Meningkatkan efektivitas mesin/peralatan. c. Meningkatkan laba bagi perusahaan. d. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Penerapan TPM di perusahaan adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi perusahaan dengan didasarkan atas perbaikan sifat kerja karyawan dan kondisi mesin untuk kemudian mencapai :

(41)

a. Tanpa kecelakaan (Zero Accident) b. Tanpa cacat (Zero Depect)

c. Tanpa kerusakan (Zero Failure)

Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan TPM adalah manusia dan mesin. Dalam hal ini diusahakan untuk merubah pola pikir manusia terhadap konsep pemeliharaan yang selama ini bisa dipakai. Pola pikir ”Saya menggunakan peralatan saya, orang lain memperbaiki” harus diubah menjadi ”Saya merawat peralatan saya sendiri”. Dengan perubahan ini, diharapkan pemeliharaan mesin/peralatan berjalan dengan baik sehingga kerusakan dapat dicegah. Untuk itu para karyawan dituntut untuk belajar menggunakan dan merawat mesin/peralatan dengan baik dan dengan demikian perlu dipersiapkan suatu sistem pelatihan (training) yang baik.

Penerapan TPM di perusahaan manufaktur yang utama juga adalah untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan sebagai usaha untuk mengeliminasi kerugian-kerugian yang diakibatkan oleh tidak efektifnya penggunaan mesin/peralatan yang digunakan untuk mencapai zero losses. Desakan dalam usaha menghilangkan kerugian-kerugian ini merupakan faktor kunci dalam memaksimalkan Overall Equipment Effectiveness (OEE). Untuk mencapai OEE yang tinggi, TPM diterapkan untuk mengeliminasi apa yang disebut “enam kerugian besar (six big losses)” yaitu enam faktor yang menyebabkan rendahnya effisiensi mesin/peralatan, yang termasuk dalam six big losses adalah equipment Failure, Set-up and Adjustment Losses, Idling and Minor

(42)

Stoppage Losses, Reduced Speed Losses, Process Defect Losses, dan Reduced Yield Losse

3.6. Analisis Produktivitas : Six Big Losses (Enam Kerugian Besar)

Kegiatan dan tindakan-tindakan yang dilakukan dalam TPM tidak hanya berfokus pada pencegahan terjadinya kerusakan pada mesin/peralatan dan meminimalkan downtime mesin/peralatan. Akan tetapi banyak faktor yang dapat menyebabkan kerugian akibat rendahnya efisiensi mesin/peralatan bukan hanya semata karena kerusakan mesin/peralatan saja. Rendahnya produktivitas mesin/peralatan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan sering diakibatkan oleh penggunaan mesin/peralatan yang tidak efektif dan efisien terdapat dalam enam faktor yang sering disebut enam kerugian besar (six big losses). Menurut Gasperzt, efisiensi adalah ukuran yang menunjukkan bagaimana sebaiknya sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output. Efisiensi merupakan karakteristik proses yang mengukur performansi aktual dari sumber daya relatif terhadap standar yang ditetapkan. Sedangkan efektivitas merupakan karakteristik lain dari proses yang mengukur derajat pencapaian output dari sistem produksi. Efektivitas diukur berdasarkan rasio output aktual terhadap output yang direncanakan. Dalam era persaigan bebas sekarang ini pengukuran sistem produksi yang hanya mengacu pada kuantitas output semata akan dapat menyesatkan (mislanding), karena pengukuran ini tidak memperhatikan karakteristik utama dari proses yaitu : kapasitas, efisiensi dan efektivitas.

(43)

Mesin/peralatan yang digunakan dengan efisien akan membuat kerja dan pemeliharaan mesin/peralatan lebih mudah dan memberikan keuntungan yang lebih bagi perusahaan. Menggunakan mesin/peralatan dengan seefisien mungkin artinya adalah memaksimalkan fungsi dari kinerja mesin/peralatan produksi dengan tepat guna dan berdaya guna. Untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan yang digunakan maka perlu dilakukan analisis produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan pada six big losses. Adapun enam kerugian besar (six big losses) tersebut adalah sebagai berikut :

a. Downtime ;

1. Equipment Failure

2. Set-up and adjustment (Kerugian karena pemasangan dan penyetelan). b. Speed losses (Penurunan Kecepatan)

1. Idling and minor stoppages (Kerugian karena beroperasi tanpa beban maupun berhenti sesaat).

2. Reduced speed (Kerugian karena penurunan kecepatan produksi). c. Defects (Cacat).

1. Process defect (Kerugian karena produk cacat maupun karena kerja produk diproses ulang).

2. Reduced yieled losses (Kerugian pada awal waktu produksi hingga mencapai waktu produksi yang stabil).

(44)

3.6.1. Equipment failure/ Breakdowns (Kerugian karena kerusakan peralatan)

Kerusakan mesin/peralatan (equipment failur breakdowns) akan mengakibatkan waktu yang terbuang sia-sia yang mengakibatkan kerugian bagi perusahaan akibat berkurangnya volume produksi atau kerugian material akibat produk cacat yang dihasilkan. Kerusakan yang terjadi berulang-ulang (sporadic) seperti ban berjalan yang macet atau roda gigi yang aus relatif mudah untuk diketahui dan tindakan perbaikan dan pencegahan biasanya lebih muda dan jelas. Di sisi lain kerusakan-kerusakan kronis yang kecil dan tidak kasat mata biasanya sering terabaikan dan sepertinya tidak dapat dicegah, misalnya tombol setting yang tidak berfungsi dan masalah-masalah yang berhubungan dengan kualitas atau mesin yang berhenti sesaat.

3.6.2. Set-up and Adjustment Losses (Kerugian karena pemasangan dan

penyetelan)

Kerugian karena set-up dan adjustment adalah semua waktu set-up termasuk waktu penyesuaian (adjustment) dan juga waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan-kegiatan mengganti suatu jenis produk ke jenis produk berikutnya untuk produksi selanjutnya. Dengan kata lain total yang dibutuhkan mesin tidak berproduksi guna mengganti cetakan (dies) bagi jenis produk berikutnya sampai dihasilkan produk yang sesuai untuk proses selanjutnya.

Sekarang ini metode untuk mengurangi lamanya waktu set-up telah banyak diterapkan pada industri manufaktur modern. Hampir semua metode set-up time bertujuan untuk mereduksi lamanya waktu set-up dan adjustment mesin.

(45)

3.6.3. Idling and Minor Stoppages Losses (Kerugian karena beroperasi tanpa

beban maupun karena berhenti sesaat)

Kerugian karena beroperasi tanpa beban maupun karena berhenti sesaat muncul jika faktor eksternal mengakibatkan suatu mesin/peralatan berhenti berulang-ulang atau mesin/peralatan beroperasi tanpa menghasilkan produk. Sebagai contoh, mesin beroperasi akan tetapi bahan yang akan diproses tersangkut di conveyorbelt dan tidak dapat mencapai mesin/peralatan, atau sensor yang tidak berfungsi yang mengakibatkan mesin/peralatan kadang-kadang atau tiba-tiba berhenti. Jika kondisi ini terjadi biasanya mesin akan berfungsi kembali jika material yang akan diproses dipindahkan ataupun me-reset kembali mesin/peralatan. Umumnya operator tidak terlalu memperhatikan atau malah mengabaikan kondisi ini karena biasanya mudah ditanggulangi, tetapi minor stoppages tetap akan menurun efektivitas dan efisiensi mesin/peralatan dan harus dihilangkan secara mutlak.

3.6.4. Reduced Speed Losses (Kerugian karena penurunan kecepatan

Operasi)

Menurunya kecepatan produksi timbul jika operasi aktual lebih kecil dari kecepatan mesin yang telah dirancang beroperasi dalam kecepatan normal. Menurunnya kecepatan produksi antara lain disebabkan oleh:

a. Kecepatan mesin yang dirancang tidak dapat dicapai karena berubahnya jenis produk atau material yang tidak sesuai dengan mesin/peralatan yang digunakan.

(46)

b. Kecepatan produksi mesin/peralatan menurun akibat operator tidak mengetahui beberapa kecepatan normal mesin/peralatan sesungguhnya.

c. Kecepatan produksi segaja dikurangi untuk mencegah timbulnya masalah pada mesin/peralatan dan kualitas produk yang dihasilkan jika produksi pada kecepatan produksi yang lebih tinggi.

Masalah-masalah yang timbul seperti yang di atas muncul karena sering terabaikan padahal sebenarnya hal-hal tersebutlah yang akan berkembang dan memberikan kontribusi yang besar pada six big losses yang akan menurunkan efektivitas dan efisiensi mesin/peralatan.

3.6.5. Process Defect Losses (Kerugian karena produk cacat maupun karena

kerja produk diproses ulang)

Produk cacat yang dihasilkan akan mengakibatkan kerugian material, mengurangi jumlah produksi, limbah produksi meningkat dan biaya untuk pengerjaan ulang. Kerugian akibat pengerjaan ulang termasuk biaya tenaga kerja dan yang waktu yang dibutuhkan untuk mengolah dan mengerjakan kembali ataupun memperbaiki cacat. Walaupun waktu yang dibutuhkan untuk memperbaik cacat produk hanya sedikit akan tetapi kondisi seperti ini bisa menimbulkan masalah yang semakin besar.]

(47)

3.6.6. Reduced Yieled Losses ( Kerugian pada awal waktu produksi hingga

mencapai kondisi produksi yang stabil)

Reduced yieled losses adalah kerugian waktu dan material yang timbul selama waktu yang dibutuhkan oleh mesin/peralatan untuk menghasilkann produk baru dengan kualitas produk yang telah diharapkan. Kerugian yang timbul tergantung pada faktor-faktor seperti keadaan operasi yang tidak stabil, tidak tepatnya penanganan dan pemasangan mesin/pealatan atau cetakan (dies) ataupun operator tidak mengerti dengan kegiatan proses produksi yang dilakukan. Beberapa hal yang berhubungan dengan kerugian yang mungkin timbul pada tahap awal produksi dapat diterima karena tidak dapat dihindarkan, akan tetapi tetap dibutuhkan tindakan untuk meminimalkan agar mesin/peralatan yang digunakan dapat beroperasi pada kondisi ideal yang diharapkan.

Sebelum kita mengetahui seberapa besar pengaruh keenam kerugian besar tersebut pada mesin/peralatan yang digunakan, kerugian-kerugian yang mengakibatkan rendahnya produktivitas mesin/peralatan tidak akan dapat kita kurangi atau dihilangkan. Akan tetapi jika kita telah dapat mengukur seberapa besar masing-masing six big losses yang terjadi pada mesin/peralatan maka tindakan dan langkah-langkah untuk menguranginya akan dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip-prinsip yang terdapat pada TPM.

3.7.Delapan Pilar TPM (Total Productive Maintenance)

Penerapan Total Productive Maintenance (TPM) pada prakteknya berupa pelaksanaan delapan kegiatan utama (pilar) TPM. Delapan pilar TPM bukan

(48)

merupakan tahapan kegiatan yang harus dilakukan secara berurutan, namun lebih merupakan kegiatan-kegiatan yang berdiri sendiri. Kedelapan pilar TPM tersebut adalah :

1. Pemeliharaan Mandiri (Autonomous maintenance) 2. Peningkatan Pembagian (Partial Improvement) 3. Pemeliharaan Terencana (Planned Maintenance) 4. Pelatihan (Training)

5. Manajemen Mesin dan Produk Baru (Initial Control and Maintenance Prevention)

6. Pemeliharaan mutu

7. TPM di Lingkungan Kantor (TPM in Office)

8. Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (Safety, health and Environment)

Inti atau elemen dasar dari sistem Total Productive Maintenance (TPM) sebenarnya adalah kegiatan Pemeliharaan Mandiri (Autonomous maintenance) dan kegiatan Peningkatan Pembagian (Partial Improvement). Pemeliharaan Mandiri dimaksudkan untuk mencegah kerusakan dan mempertahankan kondisi sistem agar tetap berjalan dengan baik seperti semula, sedangkan Peningkatan Perbagian dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas dan kemampuan sistem secara keseluruhan.

(49)

3.8. Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)

Autonomous maintenance atau pemeliharaan mandiri merupakan suatu kegiatan untuk dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan melalui kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh operator untuk memelihara mesin/peralatan yang mereka tangani sendiri. Prinsip-prinsi yang terdapat pada lima S, merupakan prinsip yang mendasari kegiatan autonomous maintenance, yaitu :

1. SEIRI (clearing up) : Menyingkirkan benda-benda yang tidak diperlukan

2. SEITON (organazing) : Menempatkan benda-benda yang diperlukan dengan rapi.

3. SEISO (cleaning) : Membersihkan peralatan dan tempat kerja.

4. SEIKATSU (standarizing) : Membuat standar kebersihan, pelumasan dan inspeksi.

5. SHITSUKE (training and discipline) : Meningkatkan skill dan moral.

Adapun beberapa kegiatan mandiri yang dilaksanakan oleh operator mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. Inspeksi harian b. Pelumasan

c. Penggantian Spare-part d. Perbaikan kerusakan ringan

e. Mengetahui kondisi yang tidak normal (abnormality) pada mesin/peralatan f. Pemeriksaan mesin/peralatan secara teliti

(50)

Pada sistem maintenance tradisional, bagian produksi mengoperasikan mesin/peralatan dengan asumsi bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan mesin/peralatan adalah merupakan tanggung jawab departemen maintenance. Akan tetapi metode ini tidak akan berhasil menghilangkan kerusakan dan cacat yang terjadi pada mesin/peralatan. TPM secara bertahap akan mengeliminasi kerusakan yang terjadi pada mesin/peralatan dengan memberikan pelatihan (training) bagi operator mesin/peralatan sebagai tokoh sentral yang akan melaksanakan preventive maintenance dengan melakukan pemeliharaan mandiri setiap hari.

Autonomous maintenance diimplementasikan melalui 7 langkah yang akan membangun keahlian yang dibutuhkan operator agar mereka mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan seperti terlihat pada tabel 3.1. menunjukkan contoh pengembangan kegiatan tujuh langkah penerapan autonomous maintenance yang harus dilakukan oleh operator .Tujuh langkah kegiatan yang terdapat dalam autonomous maintenance adalah:

1. Membersihkan dan memeriksa (clean and inspect)

2. Membuat standar pembersihan dan pelumasan (draw up cleaning and lubricating standards).

3. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau (eliminate problem and inaccessible area).

4. Melakukan pemeliharaan menyeluruh (conduct general inspection) 5. Melaksanakan pemeliharaan mandiri (conduct autonomous inspections) 6. Pengorganisasian dan kerapian (organization and tidiness)

(51)

7. Pemeliharaan mandiri secara penuh (fully autonomous maintenance).

3.9. Manfaat dari Total Produtive Maintenance (TPM)

Manfaat dari studi aplikasi TPM secara sistematik dalam rencana kerja jangka panjang pada perusahaan khususnya menyangkut faktor-faktor berikut : 1. Peningkatan produktivitas dengan menggunakan prinsip-prinsip TPM akan

meminimalkan kerugian-kerugian pada perusahaan.

2. Meningkatkan kualitas dengan TPM, meminimalkan kerusakan pada mesin/peralatan dan downtime mesin dengan metode terfokus.

3. Waktu delivery ke konsumen dapat ditepati, karena produksi yang tanpa gangguan akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

4. Biaya produksi rendah karena rugi dan pekerjaan yang tidak memberi nilai tambah dapat dikurangi.

5. Kesehatan dan keselamatan lingkungan kerja lebih baik.

6. Meningkatkan motivasi kerja, karena hak dan tanggung jawab didelegasikan oleh setiap orang.

(52)
[image:52.595.104.518.132.725.2]

Tabel 3.1. Tujuh Langkah Pengembangan Kegiatan Autonomous

Maintenance

Tindakan Kegiatan

1. Membersihkan dan memeriksa

Membersihkan mesin/peralatan untuk menghilangkan debu dan kotoran pada permukaan mesin/peralatan; pelumasan dan pengencangan bagian yang longgar; memeriksa dan memperbaiki kerusakan yang ditemukan

2. Menghilangkan sumber masalah dan area yang tidak terjangkau

Mencegah kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh debu dan kotoran yang terdapat pada permukaan mesin/peralatan; menemukan cara yang tepat untuk membersihkan bagian yang sukar dijangkau; berusaha mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan dan melumasi mesin/peralatan

3. Membuat standar

pembersihan dan pelumasan

Menetapkan standar yang tepat yang akan menguragi waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan, melumasi dan memeriksa mesin/peralatan (secara harian dengan tahapan yang teratur)

4. Melaksanakan pemeriksaan menyeluruh

Mengikuti instruksi yang terdapat pada petunjuk pemeriksaan mesin/peralatan; memperbaiki kerusakan minor jika ditemukan. 5. Melaksanaan pemeriksaan

mandiri

Menggunakan checksheet pemeriksaan dan tetap berusaha mengembangkan kegiatan yang akan dilakukan pada pemeriksaan mandiri 6. Pengorganisasian dan

kerapian

Menetapkan standar kategori pengawasan yang dilakukan individu di lingkungan kerjanya masing-masin; melaksanakan sistem pengendalian maintenance yang terperinci

 Standar inspeksi untuk pembersihan dan pelumasan

 Penetapan standar pembersihan dan pelumasan di area kerja

 Penetapan standar untuk pencatatan data  Penetapan standar maintenance untuk part

dan peralatan 7. Pemeliharaan mandiri secara

penuh

Pengembangan kebijakan dan tujuan perusahaan untuk tahap lebih lanjut; meningkatkan kegiatan pengembangan secara teratur.

Sumber : TPM for Every Operator, Shopflor Series, Productivity Pres, Inc., Portland, Oregon.

(53)

3.10. Overall Equipment Effectiveness (OEE)

Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan produk dari six big losses pada mesin/peralatan. Keenam faktor dalam six big losses dapat dikelompokkan menjadi tiga komponen utama dalam OEE untuk dapat digunakan dalam mengukur kinerja mesin/peralatan sebagai berikut :

1. Availability

a. Equipment Failure b. Setup and Adjustment 2. Performance Efficiency

a. Idling and minor stoppages b. Reduced speed

3. Rate of Quality Product a. Process defect b. Reduced yieled

Overall Equipment Effectiveness (OEE) merupakan ukuran menyeluruh yang mengidentifikasikan tingkat produktivitas mesin/peralatan dan kinerja secara teori. Pengukuran ini sangat penting untuk mengetahui area mana yang perlu untuk ditingkatkan produktivitasnya ataupun efisiensi mesin/peralatan dan juga dapat menunjukkan area bottleneck yang terdapat pada lintasan poduksi. OEE juga merupakan alat ukur untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara yang tepat untuk menjamin peningkatan produktivitas penggunaan mesin/peralatan.

Formula matematis dari overall equipment effectiveness (OEE) dirumuskan sebagai berikut :

(54)

OEE = Availability x Performance efficiency x Rate of quality product x 100%

Kondisi operasi mesin/peralatan produksi tidak akan akurat ditunjukkan jika hanya didasari oleh perhitungan satu faktor saja, misalnya performance efficiency saja. Dari enam pada six big losses baru minor stoppages saja yang dihitung pada performance efficiency mesin/peralatan. Keenam faktor dala six big losses harus diikutkan dalam perhitungan OEE, kemudian kondisi aktual dari mesin/peralatan dapat dilihat secara akurat, keenam faktor dalam six big losses harus dilakukan dalam perhitungan OEE.

3.10.1. Availability

Availability merupakan rasio operation time terdapat waktu loading timenya. Sehingga dapat menghitung availability mesin dibutuhkan nilai dari : 1. Operation time

2. Loading time

3. Downtime

Nilai availability dihitung dengan rumus sebagai berikut : ty

Availabili X

Time Loading Time Operation  100% = X Time Loading Time Down -Time Operation 100%

Loading time adalah waktu yang tersedia (available time) perhari atau perbulan dikurangi denagn waktu downtime mesin yang direncanakan (planned downtime).

Loading time = Total Available Time - planned downtime

(55)

Planned downtime adalah jumlah waktu downtime yang telah direncanakan dalam rencana produksi termasuk di dalamnya waktu downtime mesin untuk pemeliharaan (schedule maintenance) atau kegiatan manajemen lainnya.

Operation time merupakan hasil pengurangan loading time dengan waktu downtime mesin (non- operation time), dengan kata lain operation time adalah waktu operasi yang tersedia (available time) setelah waktu-waktu downtime mesin dikeluarkan dari total available time yang direncanakan. Downtime mesin adalah waktu proses yang seharusnya digunakan mesin akan tetapi karena adanya gangguan pada mesin/peralatan (equipment failures) mengakibatkan tidak ada output yang dihasilkan . Downtime meliputi mesin berhenti beroperasi akibat kerusakan mesin/peralatan, penggantian cetakan (dies), pelaksanaan prosedur set-up dan adjustment dan lain sebagainya.

3.10.2.Performance Efficiency

Performance efficiency merupakan hasil perkalian dari operating speed rate dan net operating rate, atau rasio kuantitas produk yang dihasilkan dikalikan dengan waktu siklus idealnya terhadap waktu yang tersedia untuk melakukan proses produksi (operation time).

Operating speed rate merupakan perbandingan antara kecepatan ideal mesin berdasarkan kapasitas mesin sebenarnya (theoretical/ideal cycle time) dengan kecepatan aktual mesin (actual cycle time). Persamaan matematisnya ditunjukan sebagai berikut :

(56)

Operating Speed Rate = CycleTime Aktual CycleTime Ideal

Net Operating Rate =

Time Operation Time process Actual

Net operation rate merupakan perbandingan antara jumlah produk yang diproses (processes amount) dikali actual cycle time dengan operation time. Net operation time berguna untuk menghitung rugi-rugi yang diakibatkan oleh minor stoppages dan menurunnya kecepatan produksi. Tiga faktor penting yang dibutuhkan untuk menghitung performance efficiency :

1. ideal cycle ( waktu siklus ideal/waktu standar) 2. Processed amount (jumlah produk yang diproses) 3. Operation time (waktu operasi mesin).

Perfomance efficiency dapat dihitung sebagai berikut : Perfomance Efficiency = net operating x operating speed time

eTime ActualCycl CycleTime Ideal x Time Operation Time Cycle Actual Amount x Process  % 100 Time Operation Time Cycle Ideal Amount x Process x Efficiency e Performanc

3.10.3.Rate of Quality Product

Rate of quality product adalah rasio jumlah produk terhadap jumlah total produk yang diproses. Jadi rate of quality product adalah hasil perhitungan dengan menggunakan dua faktor :

1. Processed amount (jumlah produk yang diproses)

(57)

2. Defect amount (jumlah produk yang cacat)

Rate of quality product = 100% Amount

Processed

Time Cycle Ideal -Amount Processed

x

TPM mereduksi rugi-rugi mesin/peralatan (equipment) dengan cara meningkatkan availability, performance, efficiency, dan Rate of quality product. Sejalan dengan meningkatnya ketiga faktor yang terdapat dalam OEE maka kapabilitas perusahaan juga meningkat. Untuk dapat menerapkan TPM dalam usaha meningkatkan produktivitas perusahaan dan mencapai efisiensi mesin/peralatan yang optimal, dibutuhkan dua faktor yang sangat menentukan keberhasilan penerapannya. Pertama, kita harus menjaga supaya data pengoperasian mesin/peralatan dicatat secara akurat sehingga pelaksanaan perencanaan dan pengawasan yang tepat terhadap mesin/peralata dapat disiapkan ; yang kedua adalah kita harus merancang alat ukur yang tepat untuk mengukur kondisi pengoperasian mesin/peralatan.

Berdasarkan pengalaman perusahaan yang sukses menerapkan TPM dalam perusahaan mereka, nilai OEE ideal yang diharapkan adalah :

- Availability ≥ 90 % - Performance 95 % - Rate of quality product ≥ 99 %

Sehingga nilai OEE ideal yang diharapkan adalah : 0,90 x ,95 x 100 ≥ 85 %

3.11. Perencanaan dan Penerapan Total Produvtive Maintenance (TPM)

Petunjuk dan prosedur pelaksanaan TPM secara rinci untuk memaksimalkan produktivitas dan efisiensi mesin/peralatan harus disesuaikan

(58)

dengan kondisi perusahaan itu sendiri. Tiap perusahaan harus merancang dan mengembangkan rencana kegiatan maintenance sendiri, karena kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung pada jenis perusahaan, metode produksi yang diterapkan, serta

Gambar

Gambar 3.1. Diagram Profiable PM
Tabel 3.1. Tujuh Langkah Pengembangan Kegiatan Autonomous
Gambar 4.1. Flow Chart Pengolahan Data
Gambar 4.2. Kerangka Konsep Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

“Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi

Pengertian preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan

Pengertian preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi

Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan – kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi

Preventive maintenace adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang di lakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi atau

Pertama, Preventive Maintenance, yaitu kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan yang tidak terduga dan menemukan kondisi

Pemeliharaan pencegahan Preventive maintenance Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan–kerusakan yang

Pemeliharaan pencegahan preventive maintenance Preventive maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk mencegah timbulnya kerusakan-kerusakan yang tidak