• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN):(Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN):(Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGURUSAN PIUTANG PERUSAHAAN NEGARA DIKAITKAN DENGAN NON PERFORMING LOAN PADA BANK

BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

(STUDI PADA PT BANK MANDIRI Tbk (PERSERO) WILAYAH I MEDAN) SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH:

WIRA ANDIKA NIM: 080200111

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGURUSAN PIUTANG PERUSAHAAN NEGARA DIKAITKAN DENGAN NON PERFORMING LOAN PADA BANK

BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN)

(STUDI PADA PT BANK MANDIRI Tbk (PERSERO) WILAYAH I MEDAN) SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH: WIRA ANDIKA NIM: 080200111 DISETUJUI OLEH:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S Mulhadi, SH., M.Hum

NIP. 196204211988031004 NIP.197308042002121001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangai oleh adanya ketertarikan penulis mengenai Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dilakukannya pengurusan terhadap piutang perusahaan negara, oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), dengan keluarnya produk hukum baru berupa peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, hal-hal apa saja yang kemudian menjadi kendala dalam pengurusan piutang perusahaan negara tersebut, dan bagaimana upaya yang dilakukan pihak bank dalam mengatasi kendala atau hambatan yang ditemukan dalam melakukan pengurusan piutang perusahaan negara tersebut.

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian normatif, dengan melakukan studi kepustakaan terhadap literatur-literatur yaitu buku serta peraturan perundang-undangan berupa, Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah, dan jenis penelitian empiris, yaitu dengan melakukan peninjauan langsung terhadap PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), sebagai salah satu bank BUMN, yang dipilih dalam mencari keterangan mengenai pengurusan piutang perusahaan negara. Pencarian keterangan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara terhadap pihak yang berkompeten di bidangnya dan memiliki keterkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

kasih dan karuniaNya yang senantiasa menyertai saya sehingga penulisan skripsi ini,

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara, dapat diselesaikan. Adapun skripsi ini

mengangkat judul “Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) (Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan serta

dukungan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan

pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak atas bantuan dan

bimbingannya. Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II

(6)

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum

Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang

berkenan meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan

bimbingan dalam proses penulisan skripsi ini.

7. Bapak Mulhadi, SH., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang banyak

menuntun penulis dari awal hingga akhir penulisan dengan kesabaran,

mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Bapak Mohammad Eka Putra, SH., M.Hum., selaku Dosen Penasehat

Akademik selama penulis menjalani perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu Dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

10.Seluruh jajaran pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11.Teristimewa dan paling utama buat kedua orangtuaku tersayang, Drs. Samuel

H. Sibarani dan Masnur N. Tambunan, S.E., atas kasih sayang dan seluruh

dukungan, baik berupa moral maupun moril. Serta buat Kakak dan Adik saya,

Junita Elisabeth, S.E., dan Trinda Agnescia atas semangat dan bantuan yang

telah diberikan.

12.Opung Pardi Sirait selaku Team Leader Regional Internal Control Bank

Mandiri Medan yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran sehingga

(7)

13.Seluruh staf Regional Credit Recovery PT Bank Mandiri Wilayah I Medan,

utamanya Pak Basril, yang telah banyak memberikan banyak masukan

pemikiran kepada penulis.

14.Teman-teman stambuk 2008, khususnya Jeng Oka dan Jeng Rumanty serta

semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas

semua kebaikan yang telah diberikan.

Akhir kata, penulis ingin menyampaikan bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna baik dari stuktur bahasa, maupun teknik penyajian. Oleh karenanya, penulis

dengan kerendahan hati mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun

demi perbaikan menuju sempurnanya penulisan ini.

Medan, Juli 2012

Hormat Saya,

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ……… i

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ……… vi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……… 1

B. Perumusan Masalah ……… 10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……… 11

D. Keaslian Penulisan ……… 13

E. Metode Penulisan ……… 14

F. Sistematika Penulisan ……… 16

BAB II TINJAUAN TENTANG BANK DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA ( BUMN ) SERTA KREDIT BERMASALAH ( NON PERFORMING LOAN ) ……… 18

A. Tinjauan Umum tentang Bank dan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) ………... 18

1. Tentang Bank ……… 18

a. Pengertian dan pentingnya bank ……… 18

b. Penggolongan bank ……… 20

c. Bentuk hukum bank ……… 22

d. Tugas dan usaha bank ……… 23

e. Sumber dana ataupun permodalan bank ……… 27

2. Tentang Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) ……… 32

a. Pengertian tentang Badan Usaha Milik Negara ……… 32

b. Latar Belakang berdirinya Badan Usaha Milik Negara di Indonesia ………... 35

(9)

Negara ………... 40

d. Pengurusan Badan Usaha Milik Negara ………... 41

e. Modal dan kekayaan Badan Usaha Milik Negara …... 44

f. Penyertaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara ……… 46

g. Privatisasi Badan Usaha Milik Negara ……… 49

B. Tinjauan Umum Tentang Kredit Bermasalah ( Non Performing Loan ) ……… 51

1. Pengertian tentang kredit ……… 51

2. Tujuan dan fungsi kredit ……… 54

3. Prinsip pemberian kredit ……… 55

4. Kredit Bermasalah ( Non Performing Loan ) ……… 59

a. Pengertian kredit bermasalah ……… 59

b. Kredit Bermasalah dalam penggolongan kolektibilitas kredit ……… 62

c. Faktor-faktor penyebab kredit bermasalah ……… 65

d. Penyelesaian kredit bermasalah ……… 66

BAB III Tinjauan Umum tentang Pengurusan Piutang Negara ……… 74

A. Sejarah PUPN dan DJKN/KPKNL ……… 74

B. Pengertian Piutang Negara dan Dasar Hukum Pengurusan Piutang Negara ……… 79

C. Azas-azas Hukum dalam Melaksanakan Pengurusan Piutang Negara ……… 84

D. Sistem Hukum Pengurusan Piutang Negara ……… 86

BAB IV Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN ( PT Bank Mandiri Tbk ( Persero ) ) ……… 101

A. Deskripsi PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ……… 101

(10)

pada PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ( Setelah

dikeluarkannya PP No. 33 Tahun 2006 ) ……… 106

C. Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Pengurusan Piutang Perusahaan Negara pada PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ……… 112

D. Upaya yang Dilakukan dalam Mengatasi Kendala yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Pengurusan Piutang Perusahaan Negara PT. Bank Mandiri, Tbk ( Persero ) ……… 116

BAB V Kesimpulan dan Saran ……… 119

A. Kesimpulan ……… 119

B. Saran ……… 120

(11)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangai oleh adanya ketertarikan penulis mengenai Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dilakukannya pengurusan terhadap piutang perusahaan negara, oleh PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), dengan keluarnya produk hukum baru berupa peraturan perundang-undangan yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, hal-hal apa saja yang kemudian menjadi kendala dalam pengurusan piutang perusahaan negara tersebut, dan bagaimana upaya yang dilakukan pihak bank dalam mengatasi kendala atau hambatan yang ditemukan dalam melakukan pengurusan piutang perusahaan negara tersebut.

Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian normatif, dengan melakukan studi kepustakaan terhadap literatur-literatur yaitu buku serta peraturan perundang-undangan berupa, Undang-Undang serta Peraturan Pemerintah, dan jenis penelitian empiris, yaitu dengan melakukan peninjauan langsung terhadap PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), sebagai salah satu bank BUMN, yang dipilih dalam mencari keterangan mengenai pengurusan piutang perusahaan negara. Pencarian keterangan tersebut dilakukan dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa studi dokumen dan wawancara terhadap pihak yang berkompeten di bidangnya dan memiliki keterkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan yang sedang dilaksanakan dewasa ini sejatinya telah lama

diberlangsungkan di Indonesia secara berkelanjutan dengan mana berorientasi ataupun

berpedoman pada perwujudan masyarakat yang adil dan makmur secara merata baik

dari sisi material maupun dari sisi spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berkedaulatan rakyat dalam suasana

perikehidupan yang aman, tentram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan

dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

Pembangunan itu sendiri telah mendorong masyarakat untuk lebih memiliki

daya kompetitif serta tingkat kreatifitas yang tinggi. Kedua hal tersebut menjadi dua

dari faktor-faktor penting yang harus dimiliki masyarakat agar dapat bersaing dalam

pembangunan yang sedang berlangsung. Hanya saja daya kompetitif serta kreatifitas

yang tinggi tidak serta merta membuat masyarakat dapat terhindar dari

ketidakmampuan mengikuti laju arus pembangunan yang sedang terjadi. Diperlukan

pula modal oleh masyarakat guna melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan

meningkatkan kualitas ataupun standar hidupnya yang mana akan berdampak pula

(14)

Pemerintah sadar akan kebutuhan yang besar oleh masyarakat terhadap

ketersediaan modal, kemudian membuka peluang untuk berdirinya lembaga-lembaga

keuangan, baik lembaga keuangan berupa bank, bukan bank, maupun lembaga

pembiayaan, seperti sewa guna usaha (leasing) dan modal ventura (venture capital). Hal ini guna menghindari adanya praktik-praktik pembiayaan ilegal yang dilakukan

oleh pihak-pihak yang memanfaatkan keterdesakan masyarakat akan kebutuhan dana

dan disertai dengan kurangnya pengetahuan akan adanya wadah bagi mereka yang

membutuhkan dana tersebut.

Bank sebagai salah satu lembaga keuangan memiliki fungsi menghimpun dana

dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital) dalam bentuk simpanan untuk kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan

(lack of capital) dalam bentuk kredit. Fungsi mana yang kemudian dikenal dengan istilah fungsi intermediasi. Pemberian kredit itu sendiri tidak terlepas dari risiko yang

hampir tidak dapat terhindarkan berupa kesulitan dalam penagihan kredit yang

disalurkan. Penyaluran kredit yang kemudian menemukan kesulitan dalam penagihan

tersebut yang kemudian dikategorikan sebagai kredit bermasalah.1

Pada dasarnya secara yuridis, pemberian kredit itu sendiri didasarkan atas

prinsip kepercayaan, yang artinya bahwa bank dan nasabah debitur/penanggung

hutang saling mempercayai.2 Adapun kepercayaan yang diberikan bank tentu

didasarkan kepada penilaian yang dilakukan oleh pihak bank sebelum memutuskan

1

Siswanto Sutojo, Strategi manajemen kredit bank umum, PT. Damar Mulia Pustaka, Jakarta, 2000, hal.22

2

(15)

untuk memberikan kredit kepada seseorang maupun suatu badan hukum. Penilaian

tersebut dapat dipandang sebagai tindakan pengamanan preventif yang dilakukan bank

guna menghindari munculnya kredit bermasalah di kemudian hari. Penilaian mana

yang dikenal dengan 5C, yaitu meliputi :3

1. Character (sifat-sifat si calon debitur). Hal ini dapat diketahui dengan cara menanyakan dalam lingkungan pergaulannya. Misalnya, apakah dia senang judi?

2. Capital (modal dasar si calon debitur). Apakah calon debitur mempunyai modal awal yang cukup untuk memulai suatu usaha?

3. Capacity (kemampuan si calon debitur). Dalam hal ini perlu dianalisis kemampuan calon debitur untuk melunasi hutangnya. Jadi lebih mengarah kepada kegiatan usahanya; apakah akan dapat berjalan dengan baik?

4. Collateral (jaminan yang disediakan calon debitur). Dalam pasal 8 UU No. 7 Tahun 1992 memang tidak ada keharusan bagi calon debitur untuk memberikan jaminan, namun dengan adanya unsur “keyakinan”, maka bank (kreditur) tetap akan meminta jaminan/collateral. Jaminan ini harus tetap ideal karena jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan, memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari barang jaminan bilamana debitur wanprestasi.

5. Condition of economy (kondisi perekonomian). Hal ini sangatlah penting dalam analisis. Yang terutama harus dipertimbangkan adalah apakah dengan kredit yang diberikan tersebut si debitur hanya akan kerja bakti. Misalnya, pada saat krisis eoknomi dimana suku bunga bank pada saat itu mencapai 36% per tahun sehingga keuntungan bisnis sk debitur habis untuk membayar bunga bank.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa sebelum menyalurkan dana

berupa kredit kepada badan hukum ataupun perseorangan, bank telah melakukan

penilaian sedemikian rupa, namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan akan

terjadinya kredit bermasalah. Hal ini dapat ditemukan manakala suatu badan hukum

3

(16)

maupun perseorangan yang menerima fasilitas kredit dalam menjalankan usahanya

mengalami kegagalan-kegagalan seperti berikut:4

a. Penyalahgunaan fasilitas kredit oleh debitur;

b. Kurangnya pengawasan dan bimbingan dari pihak kreditur kepada debitur; c. Gagalnya usaha debitur atau bangkrut yang diakibatkan persaingan yang

tajam;

d. Profesionalisme yang kurang dan akibat di luar kemampuan manusia; e. Keadaan ekonomi yang tidak menguntungkan dunia luar;

f. Itikad yang kuang baik dari debitur itu sendiri;

g. Memang usaha debitur yang tidak mampu lagi untuk membayar angsuran maupun pelunasannya;

h. Terjadinya krisis moneter yang menyebabkan usaha debitur tidak dapat berjalan sesuai rencana;

i. Perangkat hukum atau peraturan tidak mendukung pelaku ekonomi; j. Lingkungan yang tidak aman untuk berusaha;

k. Kebijakan moneter dan fiskal;

l. Debitur tidak mampu untuk mengelola kredit yang diterimanya atau kemampuan manajemen debitur kurang (lemah).

Kondisi dimana kredit yang telah disalurkan bank kepada masyarakat dalam

jumlah besar yang ternyata tidak dibayar kembali kepada pihak bank oleh debitur tepat

pada waktu yang telah diperjanjikan dalam perjanjian kreditnya yang meliputi;

pinjaman pokok dan bunga, menyebabkan kredit tersebut menjadi bermasalah (Non

Performing Loan). Banyaknya Non Performing Loan akan berakibat pada

terganggunya likuiditas bank yang bersangkutan. Dengan adanya kredit bermasalah,

maka bank tengah menghadapi resiko usaha bank jenis resiko kredit (default risk) yaitu resiko akibat ketidakmampuan nasabah debitur mengembalikan pinjaman yang

4

(17)

diterimanya dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah

ditentukan.5

Sebagai badan usaha yang penuh risiko atas tidak tertagihnya kredit yang

disalurkan, bank harus mempunyai upaya penanganan kredit ketika di kemudian hari

menjadi bermasalah,6 karena kegagalan dalam melakukan penanganan kredit

bermasalah akan mengakibatkan kerugian bagi bank. Bahkan dapat dikatakan

stabilitas usaha bank dipengaruhi oleh penanganan kredit bermasalah.7

Dalam pelaksanaan upaya penanganan kredit bermasalah tidak mustahil

ditemukan Bank gagal dalam menangani kredit yang bermasalah.8 Kegagalan bank

dalam melakukan penanganan kredit bermasalah tidak jarang bukan hanya disebabkan

oleh faktor analisa bisnis/ekonomi semata namun juga disebabkan oleh faktor lain

yang kurang cermat diperhatikan dalam melaksanakan penanganan kredit bermasalah.9

Tindakan ataupun upaya bank dalam menyelamatkan dan menyelesaikan kredit

bermasalah dapat beraneka ragam, bergantung kepada kondisi kredit bermasalah itu

sendiri. Upaya penanangan kredit bermasalah yaitu antara lain:

1. Penyelamatan kredit

Dalam hal ini tindakan yang diambil oleh bank berupa perundingan kembali antara

kreditur dan debitur dengan memperingan syarat-syarat pengembalian kredit

5

Muhammad Abdulkadir, Murniati Rilda, Lembaga Keuangan dan Pembiayaan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 97

6

Moh Tjoekam, Perkreditan Bisnis Inti Bank Komersial, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1999, hal. 30

7

Ibid, hal. 262 8

Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2001, hal. 293

9

(18)

sehingga lebih memungkinkan bagi debitur guna melakukan pelunasan kredit.

Upaya penanganan berupa penyelamatan itu sendiri dapat dilakukan dengan

cara-cara, yaitu penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (recondition), dan penataan kembali (restructuring).10

2. Penyelesaian kredit

Berbeda dengan upaya penanganan kredit bermasalah berupa penyelamatan kredit,

yang mengedepankan perundingan antara pihak Kreditur dan Debitur, upaya

penyelesaian merupakan upaya yang diambil dengan melalui lembaga hukum

seperti pengadilan atau Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara.11

Penanganan kredit bermasalah pada bank pemerintah berbeda dengan

penanganan kredit bermasalah pada bank swasta. Pada bank swasta, apabila terdapat

kredit bermasalah, maka pihak bank swasta dapat melakukan sendiri pengurusan

kredit bermasalah tersebut dengan berbagai keleluasaan. Sedangkan penanganan kredit

bermasalah yang dialami oleh bank pemerintah tidak demikian. Hal ini disebabkan

kredit bermasalah dianggap sebagai piutang negara sehingga mengakibatkan

pengurusan kredit bermasalah pada bank pemerintah harus diserahkan kepada Panitia

Urusan Piutang Negara setelah sebelumnya dilakukan penyelamatan kredit bermasalah

internal antara bank pemerintah dengan debitur.

Akan tetapi penyerahan tersebut tidak selalu dibutuhkan oleh Panitia Urusan

Piutang Negara (PUPN) dalam mengambil alih pengurusan kredit bermasalah.

10

Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, PT Gramedia, Jakarta, 2010, hal. 39

11

(19)

Penjelasan Pasal 4 UU No. 49 Prp. Tahun 1960 menyatakan bahwa, dalam hal-hal

tertentu, dimana terdapat kekhawatiran akan adanya kerugian yang dialami negara,

maka Panitia dapat bertindak tanpa menunggu adanya penyerahan penyelesaian

piutang negara itu kepadanya.

Implikasinya, sesuai mekanisme yang berlaku dalam UU No. 49 Prp. Tahun

1960, jika penyelesaian kredit bermasalah tidak dapat dilakukan oleh bank pemerintah

terkait, maka kredit bermasalah tersebut diserahkan kepada Departemen Keuangan

dan diperlakukan sebagai piutang negara. Hasil penagihan piutang tersebut oleh

Departemen Keuangan dikembalikan kepada bank pemerintah bersangkutan. Proses

penyelesaian tersebutlah yang sejatinya dihindari oleh bank pemerintah, oleh karena

pasti akan membutuhkan waktu yang panjang dan kompleks.

Pada tahun 2005, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 14

Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Pada Pasal 19 PP

tersebut dinyatakan bahwa penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara

mutlak atas piutang perusahaan negara/daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan Pasal 20 pada PP yang sama,

diuraikan bahwa tata cara dan penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara

mutlak atas piutang perusahaan negara/daerah yang pengurusan piutang diserahkan

kepada PUPN, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. Dengan

demikian, peraturan ini tidak memisahkan antara kekayaan BUMN Persero dan

(20)

Menanggapi hal ini, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah

(PP) No. 33 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun

2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, dimana pada intinya

berisi ketentuan bahwa bank-bank pemerintah dapat melaksanakan sendiri pengurusan

kredit-kredit bermasalah yang mereka miliki. Pasal 1 PP No. 33 Tahun 2006

menghapus ketentuan Pasal 19 dan 20 PP No. 14 Tahun 2005. Sedangkan pada Pasal 2

ayat 1 huruf (a) PP No. 33 Tahun 2006 tersebut, secara gamblang dijelaskan bahwa

pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah untuk selanjutnya dilakukan sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang Perseroan Terbatas

dan Badan Usaha Milik Negara berserta peraturan pelaksananya.

Ketentuan pada PP No. 33 Tahun 2006 itu sendiri kemudian dipertegas dengan

keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 87/PMK.07/2006 Tentang

Pengurusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah. Pasal 1 PMK tersebut mencabut dan

menyatakan tidak berlaku seluruh ketentuan yang mengatur mengenai Penghapusan

Piutang Perusahaan Negara/Dearah dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

31/PMK.07/2005 tentang Tata Cara Pengajuan Usul, Penelitian, dan Penetapan

Penghapusan Piutang Perusahaan Negara/Daerah dan Piutang Negara/Daerah

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

112/PMK.07/2005.

Pada Pasal 2 PMK No. 87/PMK.07/2006 tersebut dijelaskan bahwa

Pengurusan, pengelolaan, dan penyelesaian piutang Perusahaan Negara/Daerah

(21)

Terbatas jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik

Negara beserta peraturan pelaksanaannya.

Dengan demikian, kekayaan negara, yang semula digabungkan dengan

kekayaan bank pemerintah, kemudian dipisahkan. Hal ini bisa diartikan bahwa

perlakuan terhadap kredit bermasalah tidak lagi menggunakan perspektif APBN,

namun berdasarkan sudut pandang prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Sehingga

mekanisme pengurusan kredit bermasalah pada bank-bank pemerintah diserahkan

sepenuhnya kepada bank-bank pemerintah tersebut. Hal ini, menurut Ryan Kiryanto,

sekaligus pula menandakan adanya kesetaraan level of playing field antara bank pemerintah dengan bank swasta.12

Namun kemudian, pelaksanaan di lapangan menemukan hambatan manakala

terdapat ganjalan berupa kekuatan dari Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2006

serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 87/PMK.07/2006 yang berada di bawah

strata dari Undang-Undang (UU) No. 49 Prp. Tahun 1960.

Berdasarkan uraian di atas, maka dibuatlah sebuah penelitian dengan kemudian

disusun menjadi sebuah skripsi dengan judul :

”Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN (Studi Pada PT Bank Mandiri Tbk (Persero) Wilayah I Medan)”

12

(22)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada Latar Belakang di atas, maka

dapat dibentuk rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara PT

Bank Mandiri, Tbk (Persero) (sesudah dikeluarkannya PP No.33 Tahun

2006)

2. Kendala atau hambatan apa sajakah yang dihadapi dalam melaksanakan

pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero)

3. Upaya apa sajakah yang dilakukan dalam mengatasi kendala yang

dihadapi dalam pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara PT

Bank Mandiri, Tbk (Persero)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengurusan piutang

perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) setelah

dikeluarkannya PP No. 33 Tahun 2006

b. Untuk mengetahui kendala ataupun hambatan apa sajakah yang dihadapi

dalam melaksanakan pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank

(23)

c. Untuk mengetahui upaya apa sajakah yang dilakukan guna mengatasi

kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengurusan piutang

perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero)

2. Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan

manfaat praktis sebagai berikut:

a. Manfaat Teoritis

1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan Ilmu Hukum pada

umumnya dan Hukum Perdata, khususnya dalam bidang Hukum

Perbankan serta pengurusan piutang Perusahaan Negara khususnya

Bank Pemerintah terkait dengan Kredit Bermasalah (Non Performing Loan).

2) Hasil penelitian ini dapat menambah referensi yang dapat dijadikan

sebagai bahan masukan bagi kajian lebih lanjut untuk berbagai

konsep keilmuan.

b. Manfaat Praktis

1) Memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak

yang terkait di dalamnya, mengenai pengurusan piutang perusahaan

negara dikaitkan dengan kredit bermasalah (non performing loan) pada Bank BUMN, dalam hal menentukan kebijakan-kebijakan serta

(24)

2) Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pengurusan

piutang negara dikaitkan dengan kredit bermasalah (non performing loan) pada Bank BUMN.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Pengurusan Piutang

Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan Pada Bank BUMN (Studi

Pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), merupakan asli karya saya sendiri yang lahir

ataupun terinspirasi dari beberapa referensi yang saya baca berkaitan dengan judul di

atas, baik berupa literatur yang diperoleh dari perpustakaan, berupa buku,

undang-undang, maupun media massa, baik media cetak maupun media elektronik. Di

samping itu, saya juga melakukan riset pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero) yang

kemudian dirangkum dalam penalaran pemikiran saya sendiri.

Adapun terdapat beberapa karya tulis ilmiah, berupa tesis, yang memiliki

kesamaan dengan judul yang diajukan, yang mana kesamaan tersebut terletak pada

pengurusan piutang negara yang dijadikan sebagai objek pembahasan. tesis-tesis

tersebut antara lain:

1) Kajian Hukum Terhadap Piutang Negara Untuk Sementara Belum Dapat

Ditagih (Studi Kasus Piutang PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Wilayah I

Pada KP2LN Medan.

2) Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Sistem Pengurusan Piutang Negara

(25)

Namun demikian, terdapat perbedaan didalam penulisan yang dapat

dipertanggungjawabkan karena bukan merupakan tiruan dari judul yang sudah ada

sebelumnya.

E. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

a. Jenis

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian

normatif serta penelitian empiris. Penelitian normatif, atau biasa juga disebut

dengan penelitian kepustakaan, adalah penelitan yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka atau data sekunder.13 Adapun data sekunder itu sendiri

digolongkan ke dalam beberapa pembagian, yaitu:14

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mengikat dan (di Indonesia) terdiri dari peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah; bahan hukum dari zaman penjajahan yang kini masih berlaku, yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata tentang Perikatan.

2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu, hasil penelitian.

3) Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu kamus.

Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian empiris, atau biasa dikenal juga

dengan penelitian sosiologis, adalah penelitian yang dilakukan dimana pada

13

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hal.24

14

(26)

awalnya yang diteliti adalah data sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan

penelitian terhadap data primer di lapangan.15

b. Sifat

Sifat penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yakni menguraikan

fakta-fakta berupa data yang diperoleh dari hasil studi, baik dari studi kepustakaan

maupun studi lapangan, yang berkaitan dengan judul.

c. Pendekatan

Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah pendekatan yuridis, yaitu suatu

cara pendekatan yang mengkonsepsikan hukum sebagai norma, kaidah, asas.

2. Jenis Data dan Sumber Data

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa penelitian yang dilakukan

adalah penelitian normatif dan penelitian empiris. Dengan demikian, hal tersebut

menjelaskan bahwa dalam melakukan penelitian, data yang digunakan yaitu data

sekunder, yang kemudian dapat digolongkan ke dalam bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier yang kemudian dipadupadankan

dengan data primer yang didapat langsung dari lapangan melalui teknik

wawancara yang dilakukan.

3. Alat Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan

menggunakan beberapa alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen dan

wawancara kepada pihak yang berkompeten.

15

(27)

4. Analisis Data

Analisis data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke

dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar.16 Analisis data dilakukan

secara kualitatif. Rangkaian kegiatan analisis data dimulai setelah terkumpulnya

data sekunder untuk kemudian disusun menjadi sebuah pola dan pengelompokkan

secara sistematis. Analisis data lalu dilanjutkan dengan membandingkan data

sekunder terhadap data primer untuk mendapatkan penyelesaian permasalahan

yang diangkat.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana setiap babnya terdapat beberapa sub bab di

dalamnya, hal mana yang bertujuan untuk mempermudah saya dalam memaparkan

materi dan mempermudah pembaca untuk memahami isi dari skripsi ini.

Bab I Pendahuluan, berisikan uraian-uraian terkait dengan gambaran umum yang berisikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan mafaat

penulisan, keaslian penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Tentang Bank dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Serta Kredit Bermasalah (Non Performing Loan), berisikan mengenai pemaparan umum akan bank, badan usaha milik negara serta kredit bermasalah.

Bab III Tinjauan Umum tentang Pengurusan Piutang Negara, dibahas mengenai hal-hal umum terkait dengan pengurusan piutang negara, seperti sejarah

16

(28)

Panitia Urusan Piutang Negara dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, pengertian

piutang negara serta dasar hukum pengurusan piutang negara, dan sistem hukum

pengurusan piutang negara.

Bab IV Pengurusan Piutang Perusahaan Negara Dikaitkan dengan Non Performing Loan pada Bank BUMN, diuraikan sedikit mengenai deskripsi PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), kemudian mengenai pelaksanaan pengurusan piutang

perusahaan negara pada PT. Bank Mandiri, Tbk (Persero), kendala yang dihadapi

dalam pelaksanaan pengurusan piutang perusahaan negara pada PT. Bank Mandiri

serta upaya yang dilakukan guna mengatasi kendala yang dihadapi dalam

melaksanakan pengurusan piutang perusahaan negara PT. Bank Mandiri, Tbk

(Persero).

Bab V Kesimpulan dan Saran, dalam bab ini akan dirangkum poin-poin penting sebagai hasil dari pemaparan akan hal-hal yang telah diuraikan pada bab-bab

sebelumnya, kemudian disertai pula masukan berupa saran kepada pihak-pihak yang

(29)

BAB II

TINJAUAN TENTANG BANK DAN BADAN USAHA MILIK NEGARA (BUMN) SERTA KREDIT BERMASALAH (NON PERFORMING LOAN) A. Tinjauan Umum tentang Bank dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

1. Tentang Bank

a. Pengertian dan Pentingnya Bank

Penggunaan kata bank pada awal dikenalnya adalah bangku. Kata bank berasal

dari bahasa Italia, banco. Bangku tersebut yang kemudian dipergunakan oleh bankir untuk melayani kegiatan operasionalnya kepada nasabah.17 Pengertian tersebut

kemudian berkembang menjadi tempat penyimpanan uang sesuai dengan kegiatan

bank pada saat itu, namun dengan seiring berkembangnya dunia perbankan, maka

pengertian bank turut berubah pula.

Terdapat beberapa pengertian terkait bank yang dapat dikemukakan guna

mengetahui arti dari terminologi bank itu sendiri. Menurut G.M. Veryn Stuart, Bank

diartikan sebagai suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik

dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari

orang lain maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukaran baru berupa

uang-uang giral.18

17

Malayu Hasibuan, Dasar-dasar Perbankan, Bumi Aksara, Bandung, 2001., hal. 1

18

(30)

Menurut kamus hukum Fockema Andreae, yang dimaksud dengan bank adalah suatu lembaga atau orang pribadi yang menjalankan perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada perusahaan dalam menerima dan memberikan uang dari dan kepada pihak ketiga. Berhubung dengan adanya cek yang hanya dapat diberikan kepada bankir sebagai tertarik, maka bank dalam arti luas adalah orang atau lembaga yang dalam pekerjaannya secara teratur menyediakan uang untuk pihak ketiga. Pengertian di atas menyimpulkan bahwa usaha perbankan pada dasarnya merupakan suatu usaha simpan-pinjam demi dan untuk kepentingan pihak ketiga tanpa memperhatikan bentuk hukumnya, apakah perseorangan ataukah badan hukum (rechts person).19

Adapun Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian bank sebagai

lembaga keuangan yang usaha pokonya memberikan kredit dan jasa dalam lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang.

Dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang

Perbankan sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun

1998, diuraikan bahwa Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari

masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam

bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup

rakyat banyak.

Dengan demikian, pengertian bank dapat disimpulkan sebagai suatu lembaga

keuangan berbentuk badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan yang kemudian simpanan tersebut disalurkan kembali kepada

masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk kredit.

Dengan melihat kepada pengertian-pengertian terkait dengan terminologi bank

itu sendiri, maka dapat diketahui bahwa bank memegang peranan yang sangat penting

19

(31)

dalam lalu lintas pembayaran yang akan mempengaruhi perekonomian suatu bangsa

karena bank adalah;20

1. Pengumpul dana dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital) dan penyalur kredit kepada masyarakat yang kekurangan modal (lack of capital) 2. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat

3. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman, praktis dan ekonomis

4. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C 5. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.

b. Penggolongan Bank

Pasal 5 Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana

yang telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, dikenal 2 (dua) jenis

bank yaitu:

1) Bank Umum

Pasal 1 angka 3 Undang-undang Perbankan menyebutkan bahwa bank umum

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran.

2) Bank Perkreditan Rakyat

Pada Pasal 1 angka 4 memberikan pengertian bahwa Bank Perkreditan Rakyat

adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau

berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam

lalu lintas pembayaran.

20

(32)

Lukman Dendawijaya menggolongkan bank menurut fungsinya ke dalam 3

bagian, yaitu:21

a) Bank Sentral, yaitu merupakan Bank Indonesia yang merupakan lembaga negara yang independen, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak-pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang ini, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

b) Bank Umum, merupakan bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran

c) Bank Perkreditan Rakyat, yaitu bank yang dapat menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.

d) Bank Umum yang mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. Yang dimaksud dengan mengkhususkan kegiatan tertentu antara lain: melaksanakan kegiatan pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi lemah/usaha kecil, pengembangan ekspor non migas dan pengembangan pembangunan perumahan.

Malayu Hasibuan menambahkan beberapa penggolongan bank, yaitu:22

a) Berdasarkan kepemilikannya: a. Bank Milik Pemerintah

b. Bank Milik Pemerintah Daerah c. Bank Milik Swasta Nasional d. Bank Milik Koperasi

e. Bank Asing/Campuran b) Berdasarkan bentuk hukumnya:

a. Bank berbentuk hukum Perusahaan Daerah b. Bank berbentuk hukum Perseoran (PERSERO) c. Bank berbentuk hukum Perseroan Terbatas d. Bank berbentuk hukum Koperasi

c) Berdasarkan kegiatan usahanya: a. Bank Devisa

b. Bank bukan Devisa

d) Berdasarkan sistem pembayaran jasa a. Bank berdasarkan pembayaran bunga

21

Lukman Dendawijaya, Manajemen Perbankan, Ghalia Indoensia, Jakarta, 2001, hal. 26

22

(33)

b. Bank berdasarkan pembayaran berupa pembagian hasil keuntungan (Bank dengan prinsip syariah).

c. Bentuk Hukum Bank

Terdapat beberapa bentuk hukum bank di Indonesia yang mana mengacu pada

jenis bank itu sendiri, maksudnya bahwa bentuk hukum dengan jenis bank umum

dapat berbeda dengan bentuk hukum pada bank perkreditan rakyat, tetapi juga

mungkin bisa sama. Pasal 21 Undang-undang Perbankan yang telah diubah mengatur

perihal bentuk hukum bank, yaitu sebagai berikut:

1) Bentuk hukum suatu bank umum dapat berupa: a) Perseroan Terbatas;

b) Koperasi;

c) Perusahaan Daerah.

2) Bentuk hukum suatu bank perkreditan rakyat dapat berupa salah satu dari: a) Perusahaan Daerah;

b) Koperasi;

c) Perseroan Terbatas;

d) Bentuk lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bentuk ini dimaksudkan untuk memberikan wadah bagi penyelenggaraan lembaga perbankan yang lebih kecil dari bank perkreditan rakyat, seperti bank desa, lumbung desa, badan kredit desa, dan lembaga-lembaga lainnya.23

Adapun bentuk hukum dari kantor perwakilan dan kantor cabang yang

berkedudukan di luar negeri mengikuti bentuk hukum kantor pusatnya.

d. Tugas dan Usaha Bank 1) Tugas Bank

Secara umum, tugas bankyaitu antara lain:

a) Menyediakan safecustody terhadap dana pihak ketiga

23

(34)

b) Menyediakan rekening-rekening untuk pihak nasabah

c) Bertindak sebagai agen untuk pungutan-pungutan tertentu

d) Untuk membayar cek yang ditarik naabah.

Keempat tugas tersebut disimpulkan Lord Denning melalui suatu kasus yang

sering menjadi rujukan, yaitu kasus United Domination Trust Ltd v. Kirwood (1996).

Tugas dan tanggung jawab dari suatu bank dapat juga diperinci sebagai

berikut:24

a) Menerima cash dan membayar dokumentasi yang mesti dibayar oleh nasabah seperti terhadap cek, pengiriman uang, bills of charge dan lain-lain instrument perbankan.

b) Membayar kembali uang nasabah yang ditempatkan di bank tersebut apabila diminta oleh pihak nasabah

c) Meminjamkan uang kepada nasabah

d) Menjaga kerahasiaan account nasabah dalam hubungan dengan kerahasiaan bank, kecuali apabila ditentukan lain oleh undang-undang

e) Jika pihak nasabah mempunyai dua rekening, maka ada kewajiban moral bagi bank untuk membuat rekening tersebut terpisah satu sama lain.

f) Jika rekening ditutup, maka bank harus mempunyai alasan yang reasonable untuk menutup rekening tersebut.

2) Usaha Bank

Berdasarkan kepada pengertian dasar bank, yaitu sebagai lembaga keuangan

yang menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal (surplus of capital)

dalam bentuk simpanan untuk kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat

yang kekurangan modal (lack of capital) dalam bentuk pinjaman, maka dapat

digariskan bahwa usaha pokok bank didasarkan atas empat hal pokok, yaitu:25

24

Budi Untung, Op.Cit., hal. 16

25

(35)

a) Denomination Divisibility

Artinya bank menghimpun dana dari masyarakat yang berlebih akan modal yang

masing-masing nilainya relative kecil, tetapi secara keseluruhan jumlahnya sangat

besar. Dengan demikian, bank dapat memenuhi permintaan kelompok masyarakat

yang kekurangan akan modal yang membutuhkan dana tersebut dalam bentuk

kredit.

b) Maturity Flexibility

Artinya bank dalam menyelenggarakan bentuk-bentuk simpanan yang bervariasi

jangka waktu dan penarikannya, seperti rekening giro, rekening Koran, deposito

berjangka, sertifikat deposito, buku tabungan, dan sebagainya. Penarikan simpanan

yang dilakukan kelompok masyarakat yang berlebih akan modal juga bervariasi

sehingga ada dana bank yang mengendap. Dana yang mengendap inilah yang

kemudian dipinjam oleh kelompok masyarakat yang kekurangan modal.

c) Liquidity Transformation

Artinya dana yang disimpan oleh kelompok masyarakat yang berlebih akan

modal kepada bank, umumnya bersifat likuid. Karena itu, kelompok masyarakat

yang berlebih akan modal dapat dengan mudah mencairkannya sesuai dengan

bentuk tabungannya. Untuk menjaga likuiditas, bank harus menjaga dan

mengendalikan posisi likuiditas/giro wajjib minimumnya. Giro wajib minimum ini

ditentukan oleh Bank Indonesia dengan memperhitungkan jumlah uang beredar

(36)

Dengan seimbangnya jumlah uang beredar, diharapkan nilai tukar uang relatif

stabil.

d) Risk Diversification

Artinya bank dalam menyakurkan kredit kepada banyak pihak atau debitur dan

sektor-sektor ekonomi yang beraneka macam, sehingga resiko yang dihadapi bank

dengan cara menyebarkan kredit semakin kecil.

Berdasarkan keempat usaha pokok bank di atas, bank disebut juga sebagai

Lembaga Kepercayaan.

Undang-undang Perbankan juga memaparkan mengenai usaha bank, yang

mana menggolongkan usaha bank tersebut ke dalam dua pembagian yang didasarkan

pada jenis bank itu sendiri.

Dalam Pasal 6 Undang-undang Perbankan, disebutkan usaha bank umum

meliputi:

a) Menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan tabungan.

b) Memberikan kredit

c) Menerbitkan surat pengakuan utang

d) Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:

e) Memindahkan uang bank untuk kepentingan sendiri maupun nasabah

f) Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya

g) Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga

h) Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga

i) Melakukan kegitan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak

(37)

k) Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat l) Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip

syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

m) Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 7 Undang-undang Perbankan, memaparkan pula mengenai kegiatan

usaha lain yang dapat dilakukan oleh bank umum, yaitu:

a) Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

b) Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain dibidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

c) Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

d) Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

Adapun kegiatan usaha bank perkreditan rakyat yang diatur pada Pasal 13

Undang-undang Perbankan, yaitu:

a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu

b) Memberikan kredit

c) Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariaah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia

d) Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.

d. Sumber Dana ataupun Permodalan Bank (Umum)

Kekayaan suatu bank terdiri dari aktiva lancar dan aktiva tetap yang

merupakan penjamin solvabilitas bank, sedangkan dana (modal) bank dipergunakan

(38)

Dana bank merupakan sejumlah uang yang dimiliki bank dan dikuasai suatu

bank dalam kegiatan operasionalnya. Dana bank terdiri dari dana (modal) sendiri atau

biasa juga dikenal dengan sumber intern dan dana asing atau sumber ekstern.26

Sumber ekstern adalah modal bank yang berasal dari tabungan masyarakat,

perusahaan dan pemerintah, sedangkan sumber intern merupakan modal bank yang

diperoleh dari pemilik dan sumber-sumber lainnya yang berasal dari bank itu sendiri,

dapat berupa modal yang diperoleh dari pemegang saham, yang mana bersifat tetap

mengendap dalam bank dan tidak mudah ditarik begitu saja oleh penyetornya serta

tidak membayar bunga sehingga tidak ada beban tetapnya.27

Berbicara mengenai modal bank, terdapat sedikit perbedaan antara permodalan

pada bank umum dengan modal pada bank perkreditan rakyat. Hal mana yang dapat

dilihat pada Peraturan Bank Indonesia yang mengatur kedua hal tersebut. Modal pada

bank umum di atur pada Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/2008 tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum Bank Umum, sedangkan modal pada bank perkreditan

rakyat di atur pada Peraturan Bank Indonesia No. 8/18/PBI/2006 tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum Bank Perkreditan rakyat. Modal bank umum, yaitu

sebagai berikut

1) Modal Inti

2) Modal Pelengkap, dan

3) Modal Pelengkap Tambahan

26

Ibid., hal. 61

27

(39)

Modal bank tersebut di atas kemudian dirinci menjadi sebagai berikut:

1) Modal inti

Bank, dalam hal ini bank umum, wajib menyetor modal inti sedikitnya 5 % dati

Aset Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) baik secara individual maupun secara

konsolidasi dengan Perusahaan Anak

Adapun modal inti tersebut terdiri dari:

a) Modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya.

b) Cadangan tambahan modal (disclosedreserve), yang terdiri dari:

i. Agio, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima bank sebagai akibat

harga saham yang melebihi nilai nominalnya.

ii. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali dari sumbangan

saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dan harga jual apabila saham

tersebut dijual.

iii. Cadangan umum modal, yaitu cadangan yang dibentuk dari penyisihan laba

yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurangi pajak.

iv. Cadangan tujuan modal, yaitu bagian laba setelah dikurangi pajak yang

disisihkan untuk tujuan tertentu dan mendapat persetujuan rapat umum

pemegang saham atau rapat anggota.

v. Laba tahun lalu, merupakan seluruh laba bersih yang diperoleh

tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh

(40)

vi. Laba tahun berjalan sebesar 50%, merupakan laba yang diperoleh dalam buku

tahun berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak

vii. Selisih lebih penjabaran laporang keuangan

viii. Dana setoran modal

ix. Waran yang diterbitkan sebagai insentif kepada pemegang saham bank sebesar

50%

x. Opsi saham (stock option) yang diterbitkan melalui program kompensasi

pegawai/manajemen berbasis saham sebesar 50 %

c) Modal inovatif (innovativecapitalinstrument)

Modal inti diperhitungkan dengan factor pengurang berupa:

i. Goodwill

ii. Asset tidak berwujud lainnya, dan/atau

iii. Faktor pengurang modal inti lainnya seperti penyertaan bank yang terdapat

pada Pasal 20 Peraturan Bank Indonesia No. 10/15/2008 tentang Kewajiban

Penyediaan Modal Minimum Bank Umum.

2) Modal Pelengkap, terdiri dari:

a) Modal pelengkap level atas, dan

b) Modal pelengkap level bawah

3) Modal Pelengkap Tambahan, meliputi:

(41)

b) Modal pelengkap yang tidak dialokasikan untuk menutup beban modal untuk

resiko kredit dan/atau beban modal untuk resiko operational namun memenuhi

syarat sebagai modal pelengkap, dan

c) Bagian dari modal pelengkap level bawah yang melebihi batasan modal

pelengkap level bawah.

Sedangkan permodalan pada bank perkreditan rakyat, yang didasarkan pada

Peraturan Bank Indonesia No. 8/18/PBI/2006 tentang Kewajiban Penyediaan Modal

Minimum Bank Perkreditan rakyat, yaitu:

1) Modal inti, dan

2) Modal pelengkap

Berikut rincian mengenai modal pada bank perkreditan rakyat:

1. Modal inti, yang terdiri dari:

a) Modal disetor

b) Agio

c) Dana setoran modal

d) Modal sumbangan

e) Cadangan umum

f) Cadangan tujuan

g) Laba ditahan setelah diperhitungkan pajak

h) Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak

i) Laba tahun berjalan, diperhitungkan sebesar 50% setelah taksiran pajak

(42)

a) Goodwill

b) Disagio

c) Rugi tahun-tahun lalu

d) Rugi tahun berjalan

2. Modal Pelengkap, terdiri dari:

a) Cadangan revaluasi aktiva tetap

b) Modal pinjaman (hybrid/quasi capital) c) Pinjaman subordinasi

2. Tentang Badan Usaha Milik Negara

a. Pengertian tentang Badan Usaha Milik Negara

Pada dasarnya, keberadaan BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan yang erat

dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, utamanya ayat (2) dan (3). Ayat 2 berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang

penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

Negara”. Sedangkan pada ayat (3) berbunyi, “ Bumi dan air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Penguasaan oleh Negara sebagaimana yang disampaikan oleh Pasal 33 tersebut,

bersifat penting agar kesejahteraan rakyat banyak terjamin dengan dapatnya rakyat

memanfaatkan sumber-sumber kemakmuran rakyat yang berasal dari bumi, air dan

kekayaan alam di dalamnya. Guna menjalankan penguasaan tersebut, negara melalui

(43)

dikenal dengan sebutan perusahaan negara, yang bertugas melaksanakan penguasaan

tersebut.28

Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disebut BUMN, diatur dalam

Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya disebut

dengan UU BUMN). Undang-undang ini memberikan pengertian dari BUMN itu

sendiri. Pada Pasal 1 angka 1 UU BUMN menyatakan bahwa BUMN adalah badan

usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui

penyertaan langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa hal yang membedakan antara BUMN

dengan badan hukum lainnya adalah:29

1) Seluruh atau sebagaian besar modalnya dimiliki oleh Negara;

2) Melalui penyertaan secara langsung; dan

3) Berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan;

Dengan adanya penegasan bahwa BUMN merupakan suatu badan usaha yang

modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, seakan-akan UU BUMN

memberi pesan bahwa BUMN harus dikelola secara mandiri dan professional untuk

mencapai suatu tujuan usaha, yaitu keuntungan (profit).

Kesimpulan tersebut dapat diabsahkan sehubungan dengan pengaturan

mengenai maksud dan tujuan pendirian BUMN yang salah satunya adalah mengejar

keuntungan. Di samping itu, makna “kekayaan negara yang dipisahkan” sebagaimana

28

Ibrahim R, Prospek BUMN dan Kepentingan Umum, Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 104

29

(44)

di atur dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN dapat mempertegas kesimpulan

bahwa BUMN harus dikelola secara professional dan mandiri.

Istilah lain yang memiliki makna hampir sama dengan BUMN adalah

“perusahaan negara”. Dalam Pasal 1 UU No. 19 Tahun 1960, yang dimaksud dengan

“perusahaan negara” adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal

seluruhnya merupakan kekayaan negara Republik Indonesia, kecuali jika ditentukan

lain dengan atau berdasarkan undang-undang.

Dengan pengertian demikian, perusahaan negara merupakan bagian dari

BUMN, karena hanya ditujukan pada usaha negara yang seluruh modalnya dimiliki

oleh negara. Dengan demikian, usaha negara yang sebagian modalnya dimiliki negara,

walaupun negara memiliki mayoritas modal pada badan usaha tersebut, tidak dapat

dikategorikan sebagai perusahaan negara, melainkan berada dalam lingkup pengertian

BUMN.30

Namun kemudian seiring dengan perkembangan BUMN, pengertian

“Perusahaan Negara” mengalami perubahan. Perubahan mana yang dibawa oleh

Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 1 angka 5 UU

No. 17 Tahun 2003 memaparkan bahwa, perusahaan negara adalah badan usaha yang

seluruh atau sebagian modalnya dimiliki pemerintah pusat. Pengertian ini sangat luas,

karena mencakup seluruh badan usaha di mana negara memiliki modal, walaupun

modal tersebut sangat kecil.

30

(45)

Dengan membandingkan pengertian Perusahaan Negara berdasarkan UU No.

17 Tahun 2003 dengan pengertian BUMN berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003,

terlihat bahwa pengertian Perusahaan Negara lebih luas dari pengertian BUMN.

Pengertian Perusahaan Negara meliputi badan usaha yang modalnya dimiliki Negara

(i) seluruhnya, (ii) sebagaian besar dan (iii) sebagian kecil. Sedangkan pengertian

BUMN hanya meliputi badan usaha yang modalnya (i) seluruhnya dan (ii) sebagian

besar dimiliki negara.

b. Latar Belakang Berdirinya Badan Usaha Milik Negara

Sejak Indonesia merdeka, terdapat isu yang kerap menjadi perdebatan di

kalangan founding fathers, yaitu mengenai posisi dan peranan perusahaan negara yang bersinggungan dengan kata “dikuasai oleh negara” yang termuat pada Pasal 33

Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Pada saat itu Presiden Soekarno menafsirkan

bahwa karena kondisi perekonomian masih lemah pasca-kemerdekaan, negara harus

menguasai sebagian besar bidang usaha yang dapat menstimulasi kegiatan ekonomi.

Hal mana yang bertentangan dengan pemikiran Hatta, beliau mengemukakan bahwa

negara hanya cukup menguasai perusahaan yang benar-benar menguasai kebutuhan

pokok masyarakat, seperti listrik dan transportasi. Pandangan ini lebih sesuai dengan

(46)

yang mendukung proses pembangunan.31 Pasca kemerdekaan, negara memegang

posisi dan peranan yang sangat dominan, oleh karena:32

1) Situasi negara yang baru lepas dari penjajahan dan tidak memiliki social overhead capital (SOC) sebagai modal pembangunan;

2) Besarnya kerugian dan kerusakan public utilities sebagai akibat perang;

3) Terpinggirkannya pengusaha pribumi sebagai warga kelas ketiga (setelah Eropa

dan Keturunan Arab serta Tionghoa).

Beberapa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah guna mendorong

pertumbuhan perekonomian nasional adalah dengan mendirikan perusahaan negara

dalam bidang infrasturktur yang bersifat monopoli alamiah dengan melakukan

nasionalisasi. Pemerintah menasionalisasi beberapa perusahaan Belanda dalam bidang

infrastruktur vital, seperti KLM dinasionalisasi menjadi Garuda Indonesia Airways,

Batavie Verkeers Mij dan Deli Spoorweg Mij dinasionalisasi menjadi Djawatan

Kereta Api.33

Banyaknya pergolakan politik serta pemberontakan bersenjata menyebabkan

timbulnya ketidakseimbangan politik yang mengakibatkan pemerintah tidak dapat

berbuat banyak terkait perbaikan prasarana publik. Demikian pula dengan upaya

pemerintah terkait dengan perlindungan terhadap pengusaha pribumi yang juga

31

Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Manajemen Privatisasi BUMN, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2008, hal. 3

32

Ibid.

33

(47)

mengalami kegagalan. Lisensi impor yang diberikan kepada pengusaha pribumi

kemudian jatuh ke tangan pengusaha Tionghoa dan keturunan Arab.34

Selain itu, kebijakan pemerintah untuk mendirikan perusahaan negara

dipandang tidaklah efektif. Hal ini disebabkan nasionalisasi ,yang pada awal tahun

1950-an dilakukan sesuai dengan pendapat Moh.Hatta dengan melakukan

nasionalisasi hanya kepada beberapa sektor vital dan pada tahun 1958 dilakukan

berdasarkan masukan dari Soekarno dengan menasionalisasi hampir semua sektor.35

Nasionalisasi secara besar-besaran tersebut dipandang sebagai by accident, bukan sebagai by design.36. Oleh karena, sebagian besar perusahaan Belanda yang dinasionalisasi sudah mengalihkan asetnya ke Belanda. Dengan kata lain, Pemerintah

kebanyakan menasionalisasi perusahaan-perusahaan boneka yang secara ekonomis

sebenarnya tidak memberikan kontribusi positif bagi perekonomian bahkan

dikemudian hari menjadi beban Pemerintah.37

Ketidakefektifan nasionalisasi tersebut diperkuat dengan adanya

pembengkakan anggaran pembangungan dan belanja negara, karena aset perusahaan

negara tersebut berasal dari penyisihan kekayaan negara dari APBN.38

Kemudian pada tanggal 12 April 1966, Presiden Soeharto didampingi Sri

Sultan Hamengkubuwono IX, mengumumkan haluan ekonomi terbuka yang ditujukan

guna memperoleh kesan positif bahwa pemerintah Orde Baru berbeda dengan

34

Ibid.

35

Ibid., hal. 5

36

Ibid.

37

Ibid.

38

(48)

pemerintah Orde Lama. Dengan demikian, Pemerintah berharap negara-negara asing

dapat menanamkan modalnya ke Indonesia.39

Dalam kaitannya dengan pengelolaan BUMN, pada pemerintahan Orde Baru,

diterapkan prinsip-prinsip pengelolaan BUMN yang terdiri atas dekonsentrasi,

debirokrasi dan desentralisasi. Hal tersebut ditujukan guna membuka peluang pihak

swasta untuk turut serta dalam proses pembangunan.40

BUMN diharapkan mampu memberikan kontribusi positif bagi Pemerintah

dalam bentuk dividen dan pajak. Dalam perjalanannya, BUMN di Indonesia pada

masa Orde Baru mengalami pasang surut, oleh karena terdapa beberapa BUMN yang

mengalami peningkatan, namun tidak sedikit pula yang mengalami kerugian

disebabkan pengelolaan yang tidak professional, tidak berdasarkan prinsip ekonomi

perusahaan dan tidak transparan.41

Dalam perkembangannya, terdapat dua fungsi pokok dari BUMN itu sendiri,

yaitu:42

1) Sebagai perusahaan, yang mencari keuntungan,

2) Sebagai alat pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Namun kemudian, kedua fungsi tersebut kerap saling berbenturan dan

mengakibatkan munculnya kesan negatif mengenai kinerja BUMN yang dianggap

tidak efisien dan memiliki profitabilitas rendah. Agar dapat menjalankan fungsinya

39

Ibid., hal. 8

40

Ibid., hal. 10

41

Ibid., hal. 10

42

(49)

sebagai perusahaan, maka BUMN tidak dapat lagi bergerak semata-mata untuk

memenuhi kebutuhan publik, karena adanya tuntutan lingkungan usaha di era

globalisasi yang sedemikian kompetitifnya.43

Pasca refomasi, pengelolaan BUMN diatur dalam Ketetapan MPR No.

IV/MPR/1999 mengenai: (1) penataan BUMN secara efisien, transparan dan

professional, (2) penyehatan BUMN yang berkaitan dengan kepentingan umum dan

(3) mendorong BUMN yang tidak berkaitan dengan kepentingan umum untuk

melakukan privatisasi di pasar modal.44 Kemudian dibuatlah Undang-undang No. 19

Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, yang peraturan pelaksananya diatur

dalam Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri.45

Walaupun peraturan perundang-undangan yang diterbitkan Pemerintah

bertujuan menciptakan iklim usaha yang sehat, baik bagi badan usaha baik pemerintah

maupun swasta, namun dalam praktiknya, masih terdapat monopoli yang dipegang

oleh pihak BUMN. Hal tersebut turut pula mendorong BUMN kepada kesulitan dalam

melakukan persaingan global. Globalisasi mengharuskan BUMN menciptakan

kebijakan strategis guna menghasilkan efisiensi operasi perusahaan.46

Berbagai upaya telah dilakukan, seperti restrukturisasi usaha, pengurangan

jumlah karyawan dan sistem pengendalian manajemen. Namun masih terdapat upaya

lain yang dapat ditempuh, yaitu melakukan penjualan sebagian kepemilikan saham

atau pengalihan kendali perusahaan kepada pihak swasta melalui privatisasi. Salah

43

Ibid.

44

Riant Nugroho, Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit., hal. 13

45

Ibid., hal. 13

46

(50)

satu manfaat nyata yang diperoleh dari privatisasi adalah pelaksanaan prinsip-prinsip

tata kelola usaha yang baik (good corporate governance), yang meiputi transparansi, kemandirian dan akuntabilitas.47

c. Jenis ataupun Bentuk-bentuk Badan Usaha Milik Negara

Setelah dikeluarkannya Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara, bentuk BUMN dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:

1) Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, merupakan BUMN

yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang

seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh

Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan.

Adapun pendiriannya berbeda dengan pendirian badan hukum (perusahaan) pada

umumnya. Persero didirikan dengan diusulkan oleh menteri kepada presiden

disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri

Teknis dan Menteri Keuangan. Organ Persero terdiri atas RUPS, Direksi dan

Komisaris.

Ciri-ciri dari suatu Persero, yaitu:48

a) Makna usahanya adalah untuk memupuk keuntungan guna meningkatkan

nilai perusahaan dan menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi

dan berdaya saing kuat

b) Berbentuk perseroan terbatas

47

Ibid., hal. 14

48

(51)

c) Modal seluruhnya atau sebagian merupakan milik negara dari kekayaan

Negara yang dipisahkan

Referensi

Dokumen terkait

Suatu kredit akan diberikan baru setelah ada suatu kesepakatan tertulis, walaupun mungkin dalam bentuk yang sangat sederhana antara pihak kreditur sebagai pemberi kredit dengan

Bank Tabungan Negara (persero) Tbk, cabang solo dalam memberikan pembinaan dan penyelesaian terhadap Non Performing Loan khususnya untuk kredit pemilikan rumah (KPR).. Maka