• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran dan kiprah dakwah Andi Mappetahang Fatwa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemikiran dan kiprah dakwah Andi Mappetahang Fatwa"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dimana telah memberikan kemudahan dalam segala hal dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis mampu menyelesaikan tulisan ini yang berjudul “AKTIVITAS DAKWAH ISLAM ANDI MAPPETAHANG FATWA”

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa ajaran kebenaran yang hakiki yaitu Islam, dan juga ucapan terima kasih yang tiada terhingga kepada kedua orang tua penulis yaitu H. Ahmad Djailani, BA dan Hj. Maesaroh yang selama ini telah tulus merawat, mendidik, dan mencintai penulis dengan segenap jiwa dan raganya, serta mencurahkan segala perhatiannya dan melafadzkan doa di setiap waktu, selalu membangkitkan semangat saat ujian dan cobaan yang dihadapi penulis, dan juga beliau yang selama ini telah membimbing penulis dalam menjalani kehidupan yang tidak pernah penulis dapatkan di bangku pendidikan.

Selain itu penulis menyadari betul tanpa doa, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, penulis tidak akan dapat menyelesaikan tulisan ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada :

(2)

iii

bagi penulis selama duduk di bangku perkuliahan, dan juga segenap karyawan FDK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Hj. Asriati Jamil, M.Hum, selaku Koordinator Teknis dan Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA selaku Sekertaris Jurusan pada Program Non-Reguler Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta kakak Fathoni, S.Sos.I

3. Hj. Umi Musyarofah, MA selaku Dosen Pembimbing yang juga menjabat sebagai Sekertaris Jurusan KPI yang telah memberikan motivasi, perhatian, masukan dan selalu bersedia meluangkan waktunya untuk membantu mengarahkan dan memberikan petunjuk pada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ilmiah ini hingga selesai.

4. Mantan Wakil Ketua DPR-RI dan MPR-RI yang sekarang menjadi Dewan Kehormatan DPD-RI sekaligus menjadi Anggota DPD-RI yaitu Dr. (HC) H. Andi Mappetahang Fatwa, dimana beliau sebagai Narasumber dalam penulisan ini, yang telah bersedia memberikan masukkan dan meluangkan waktu untuk bertemu serta berdiskusi dengan penulis dimana sebenarnya beliau memiliki jadwal yang sangat sibuk dan padat.

(3)

iv

6. Kakak tercinta Ikhwanushofa, Amd yang selalu memberikan nasehat, masukan, dan kritikan untuk kebaikan penulis, dan juga Zaimah Adik tersayang yang sekarang sedang melanjutkan pendidikannya di bangku SMU.

7. Sahabat-sahabat Muhammad Jarmadi, S.Sos.I, Anas Ba Syarahil, M.Ag, Fery Fadly, S.Sos.I, Fathun Fajar, S.Pd, Qubil, S.Pd. Umar Halim, S.Sos.I, Ryan Abdilah, Nasrullah Nahrawi, Wildan Futuhi, Andiyas, M.Ervan, S.Sos.I, Abdurrahman SP, S.Sos.I, M. Syakur, S.Sos.I, Iqbal Reza,SE, Rina Agusnine,SE, Irma Istarizkizra, S.Sos.I, Julia Isna, SE, Sony Yaser, SH.I, Imadudin Nasution, S.Sos. Su’udi Dahri, Khoirul Anwar, Hery Rhomadona, Agin, Syauqilah, Mohalli, Mawardi, Danar, Fajar, Danang, Acit, dimana mereka semua yang telah memberikan motivasi bagi penulis sehingga tulisan ilmiah ini selesai.

8. Seluruh Alumni, Anggota dan Pengurus Keluarga Mahasiswa Betawi (KMB) Ahmad Fatahillah, SH.i, Imam Rhomdhoni, S.Hum, Ahmad Sahal, S.Hum, Fahmi Innayatullah, S.Th., Farhan Faris, SH.i, Ahmad Khudori, SH.i, Tarmizi Tohir,SH.i, Yayah Fauziah, M.Hum, Indah Septiarini M.Hum, yang telah membantu penulis selama ini.

(4)

v

mendapatkan pengalaman yang luar biasa dan juga mendewasakan penulis di lingkungan kampus terutama di Organisasi.

10.Seluruh sahabat pergerakkan yang ada di PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Forum Kota (FORKOT) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dimana seluruh sahabat tersebut memberikan kritikan dan menambah wawasan penulis selama ini.

11.Pengurus Lingkar Study M@kar tempat bernaung penulis, special thanks’ to : kabrut Kahfi, kabrut Jarwo, kabrut Abi, kabrut Hamdi, kabrut Sehan, karbrut Jamal, kabrut, Aan, kabrut Udi, dimana mereka menjadi pendengar dan tempat keluh kesah penulis dalam menjalani aktifitas sebagai mahasiswa.

12.OK Studio dimana sahabat Junaidi Syaifuddin, S.Sos.I, Nasuri, S.Sos.I, Edi Suyanto, S.Sos.I, Heri Susanto dan penulis berkreatifitas selama satu tahun ini diluar kesibukan kuliah.

(5)

vi

Dengan segala kerendahan hati, akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini menjadi buah karya yang bermanfaat bagi semua orang dan menjadi khasanah ke-ilmuan khususnya Komunikasi Penyiaran Islam. Amiiin…..

Jakarta, 11 Januari 2010

(6)

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

D. Tinjauan Pustaka ... 12

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN DAN KAJIAN TEORI A. Pengertian Aktivitas ... 14

1. Pemikiran ... 15

2. Kiprah ... 18

B. Pengertian Dakwah ... 19

1. Tujuan Dakwah ... 22

2. Unsur-unsur Dakwah ... 23

a. Subjek Dakwah (Da’i) ... 23

b. Objek Dakwah (Sasaran Dakwah) ... 25

c. Materi Dakwah ... 28

d. Metode Dakwah ... 29

(7)

viii

2. Mauidzah Hassanah al-Hasanah (Dengan Cara Baik) .. 32

3. Mujadalah (Berdiskusi yang Baik)...33

e. Media Dakwah ... 35

C. Peluang dan Tantangan Dakwah di Indonesia ... 37

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian ... 45

B. Waktu Penelitian ... 46

C. Teknik Pengumpulan Data ... 46

D. Teknik Analisis Data ... 46

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA A. Latar Belakang Keluarga dan Masa Kecil Andi Mappetahang Fatwa ... 48

B. Pendidikan dan Pengalaman Andi Mappetahang Fatwa ... 49

C. Dakwah Menurut Andi Mappetahang Fatwa ... 59

D. Aktivitas Dakwah Andi Mappetahang Fatwa ... 70

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

(8)

ix LAMPIRAN-LAMPIRAN

Nama : Ihsan Suri

Perihal : Wawancara dengan Drs. H. A.M. Fatwa

Tempat : Gedung Nusantara 3 Lt, 9 Senayan Jakarta Selatan. Waktu :16 Juni 2009

Apa itu Dakwah menurut A.M. Fatwa ?

Dakwah merupakan segala aktivitas yang bersifat mengajak atau menyeru kepada kebenaran dan kebaikan yang diajarkan agama dengan tujuan untuk menciptakan taraf kehidupan yang bahagia, baik di dunia maupun di akhirat.

Kriteria Da’i yang ideal Menurut A.M. Fatwa?

Seorang da’i disebut ideal tidak hanya memiliki kemampuan teknik dan kepandaian dalam menguasai materi dakwah, seperti pemahaman terhadap kandungan – dan – kefasihan membaca ayat dan hadis, tetapi juga harus mampu menampilkan keteladanan dalam kehidupan keseharian (dakwah bi al-hal). Selain itu, seorang da’ di tuntut untuk memahami perkembangan kontemporer agar dapat mengkontekstualisasikan ajaran-ajaran Islam, sehingga ajaran Islam dapat dijadikan sebagai rujukan dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan nyata yang di hadapi oleh umat. Seorang da’i yang baik adalah yang dapat menampilkan wajah Islam yang memudahkan, bukan yang menyulitkan umat. Bagaimana metode yang tepat dalam menyampaikan dakwah Islam di Indonesia ?

Setiap masyarakat memiliki tradisi dan budaya sendiri. Karena itu, metode dakwah yang tepat untuk berdakwah di Indonesia adalah metode yang dapat mengakomodasi budaya lokal masyarakat tanpa mendistorsi ajaran substansi Islam. Dengan demikian, masyarakat akan lebih mudah untuk memahami ajaran-ajaran Islam karena terasa menyentuh secara langsung kehidupan keseharian mereka.

Media apa yang tepat untuk digunakan dalam mendukung penyebaran pesan dakwah ?

(9)

x

masyarakat yang melek teknologi, tentu dakwah akan lebih mudah di akses melalui media internet, baik melalui blog, facebook, dan lain sebagainya. Yang jelas, media dakwah senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi. Dan para da’i dituntut untuk mengikuti perkembangan tersebut agar dapat menjangkau seluruh masyarakat yang membutuhkan bimbingan agama agar berada dalam rel yang digariskan.

Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat aktifitas dakwah Islam di Indonesia ?

Media-media yang sekarang ada merupakan faktor pendukung dakwah Islam, sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bisa di katakan bahwa, saat ini, seluruh masyarakat tidak ada yang tidak memiliki akses media. Ini dari sisi kulutral. Dari sisi politik, sekarang sudah tidak ada lagi yang mencurigai setiap gerakan dakwah Islam. Bahkan negara saat ini sudah relatif memberikan kesempatan kepada setiap aktivitas dakwah. Dengan demikian, dapat dikatakan aktivitas dakwah saat ini tidak mengalami hambatan yang signifikan. Tergantung kemauan kuat para pendakwahnya saja.

Bagaimana dinamika dakwah Islam di Indonesia hingga saat ini ?

Di masa lalu, dakwah Islam pernah mengalami kecurigaan rezim. Sering kali dakwah Islam dianggap sebagai upaya penentangan terhadap ideologi negara. Tidak sedikit da’i yang sesungguhnya menyampaikan ajaran agama sebagaimana yang diyakini, diangap sebagai penentang ideologi negara, sehingga kemudian ditangkap dan dipenjarakan. Tapi saat ini, kejadian-kejadian semacam itu sudah tidak ada lagi.

Kontribusi apa saja yang harus diberikan oleh seorang da’i dalam menyelesaikan persoalan di masyarakat di Indonesia sekarang ?

(10)

xi Nama : Ihsan Suri

Perihal : Wawancara dengan Bpk. A.M. Fatwa

Tempat : Kantor DPD RI, Gedung A Lt. 2 km 201, Senayan Jakarta Selatan.

Waktu : Kamis, 05 November 2009

Selama menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, bapak memposisikan diri sebagai politisi, da’i atau rakyat sipil?

Sebenarnya memposisikan diri ketiga-tiganya, karena semuanya saling berkaitan. Amar ma’ruf akan lebih mengajak pada kebaikan atau kebenaran, dan saya sangat banyak memposisikan sebagai da’i ketika saya melawan ketidakadilan, karena saya melihatnya dari sisi rakyat yang harus membela dan dibela dengan menggunakan sarana politik, yang berarti bisa terkait dengan peran sebagai politisi. Jadi, saya memadukan antara dakwah dengan politik. Dakwah yang bersih akan membawa politik yang baik.

Apa prinsip bapak untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar tersebut?

Prinsip yang saya lakukan adalah Pertama, siapa saja yang berbuat baik dan benar harus di dukung, dan siapa yang berbuat tidak baik harus dikritik. Kedua, pada saat mengkritisi tidak melakukan kekerasan atau bahkan melanggar hukum, karena tindakan yang menyebabkan kerusakan (fasad) sangat bertentangan dengan Islam. Sedangkan islam adalah damai atau kedamaian.

Dengan cara atau pendekatan apa bapak mengaplikasikannya?

Pendekatan yang perlu digunakan adalah dengan al-akhlak al-karimah (akhlak mulia). Karena, seorang da’i harus memiliki akhlak yang mulia agar dapat menjadi contoh dan menjadikan dirinya sebagai contoh. dan juga, seorang politisi-pun harus memiliki fatsoen sehingga mampu menempatkan perbedaan pendapat secara proporsional.

Harapan bapak dari perjuangan yang selama ini bapak jalankan dan bagaimana relevansinya saat ini?

Harapannya, antara lain dari apa yang saya perjuangan selama ini dapat berarti dan bermanfaat bagi umat dan lingkungan, karena rahmatan lil ’alamin harus diwujudkan. Jadi relevansinya bagi kemashalatan umat dalam rangka melaksanakan ajaran Islam dengan damai dan merasa aman.

(11)

xii

Banyak orang yang tidak sama presepsinya dan memandang sesuatu dari ”kacamata” kekuasaan atau ”kacamata” sendiri. Oleh karena itu diperlukan keberanian yang kuat, dan teguh dalam prinsip, namun tetap fleksible dalam pelaksanaan sampai tujuannya tersebut dapat dicapai. Dan juga, ada sebagian orang yang menempatkan dirinya sebagai superior dengan prasangka-prasangka yang tidak berdasar.

Bagaimana menurut bapak gerakan dakwah Islam yang terjadi di Indonesia saat ini di tinjau dari metode dan sasaran?

Dari segi metode harus terus dikembangkan, terutama dalam penggunaan teknologi komunikasi dan informasi serta penerapannya. dan juga sasaran dakwah harus di kategorikan sesuai dengan tingkat pendidikan, taraf hidup, tingkatan sosial dan sebagainya. Sehingga perlu adanya fokus materi yang disampaikan dan disesuaikan dengan kondisi khalayak sasaran. Selain itu dakwah bil hal harus menjadi perhatian utama, dan dakwah juga harus menyentuh segi kehidupan sehari-hari.

Seperti apa perkembangan gerakan dakwah Islam di Indonesia ke depan dalam kaca mata bapak?

Gerakan dakwah prospeknya kedepan akan jauh akan lebih baik dengan menggunakan metode-metode yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman, artinya tidak selalu konservatif. Fenomena munculnya aliran-aliran sesat saat ini merupakan tantangan bagi para da’i untuk mencermatinya dan melakukan intropeksi, dari apa yang menjadi penyebabnya. Boleh jadi, saat ini seluruh dakwah yang disampaikan sangat kurang memperhatikan akar rumput permasalahan yang terjadi serta mengetengahkan empati atau perhatian kepada khalayak.

Bagaimana seharusnya sikap praktisi agama dalam menyikapi setiap kedhzaliman yang di buat oleh pemerintahan?

Harus bersikap kritis dan tegas, tetapi harus tetap santun. Sehingga bisa tercipta hubungan yang harmonis antara ulama (da’i) dan umaro. Dan semuanya harus bersikap aktif pro-aktif dengan terus memberikan masukan-masukan atau saran secara bijak dan modern.

Menurut pembacaan bapak, dalam pemerintahan di mana seharusnya umat Islam memposisikan tempatnya guna terciptanya pemerintahan yang bersih?

(12)

xiii

Kapasitas apa yang harus dimiliki oleh aktivis keagamaan saat terjun dalam sebuah gerakan keagamaan?

Menguasai ajaran agama dan ilmu lain (capable), secara moral dapat diterima oleh masyarakat (acceptable), serta harus memiliki wibawa dan di akui kompetensinya secara intelektual, emosional dan spiritual (credible). Dan juga harus memiliki citra yang baik dengan karakter yang meyakinkan.

Di mana posisi pemerintah terhadap organisasi keagamaan di Indonesia?

Sebagai Penjaga stabilitas, yaitu dengan cara membangun toleransi kehidupan antar umat beragama serrta mewujudkan persatuan antar pemeluknya (ukhuwah islamiyah).dan menjalin Persatuan bangsa (nasional) atau ukhuwah wathoniyah. Seperti apa pencitraan masyarakat dan media di Indonesia terhadap organisasi gerakan dakwah Islam?

Pada umumnya, organisasi gerakan dakwah Islam sudah memiliki citra yang baik, artinya dari segi prilaku dan program-programnya juga baik dan bersikap toleran. Namun ada kelompok tertentu yang perlu mawas diri dan tidak mengangap dirinya sebagai kelompok yang paling benar, sehingga terkadang bersikap eksklusif terhadap sesama Muslim.

Menurut bapak, Apakah perubahan (reformasi) di Indoneisa sudah terjadi atau hanya menjadi sebuah keniscayaan yang belum terlaksana?

Saat ini reformasi sudah terjadi, namun harus terus berjalan untuk menyelesaikan yang masih tersisa. Oleh karena itu Susilo Bambang Yudhoyono menamakannya reformasi jilid II, karena masih banyak harus di teruskan terutama hal yang menyangkut soal moral dan etika.

Harapan apa yang sampai saat ini bapak harapkan terjadi dari sebuah gerakan keagamaan?

Harapan saya agar gerakan keagamaan semakin kuat dalam menjaga koridor toleransi (tasamuh), ukhuwah basyariah (wawasan egalitarium), ukhuwah wathoniyah (toleransi beragama dan kebersamaan-bangsa).

Ada lima hak dasar umat manusia menurut Islam yaitu : Hifdh al-hayat (perlindungan kehidupan), hifdh al-syaraf (perlindungan kehormatan), hifdh al-nasl (perlindungan keturunan), hifdh al-mal (perlindungan harta benda) , dan hifdh al-din (perlindungan terhadap agama dan kepercayaan).

Bagaimana bapak menyimpulkan hasil perjuangan bapak sampai ini?

(13)

xiv

(14)

xv

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlu terlebih dahulu penulis jelaskan bahwa skripsi ini merupakan sebuah karya ilmiah yang dibuat guna menyelesaikan persyaratan menjadi sarjana pada jenjang pendidikan strata satu (1) jurusan Komunikasi Penyiaran Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini akan membahas tentang gerakan atau aktivitas salah seorang tokoh agama besar di Indonesia yang lahir dari sebuah rahim organisasi keagamaan bernama Muhammadiyyah, yaitu Andi Mappetahang Fatwa yang lahir di Mare, Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Februari 1939.

Dalam penyampaian pesan dakwah kepada orang awam tentunya berbeda cara dengan orang-orang akademisi. Menyampaikan pesan dakwah kepada orang awam harus lugas dan menggunakan bahasa yang dapat mereka pahami. Sedangkan kepada orang akademisi atau intelektual, harus ada pendekatan tersendiri agar mereka dapat memahami apa yang disampaikan oleh seorang da’i. Hal inilah yang menjadi salah satu esensi dalam aktivitas dakwah dan komunikasi (make to common). Bila pesan yang disampaikan oleh seorang da’i tidak dapat dimengerti oleh mad’u atau komunikan, maka bisa dibilang dakwah yang dilakukannya gagal dan sia-sia belaka.

(15)

xvi

wazan fa’ala, yaf’ulu, fa’lan (tsulatsi mujarad). Memang banyak para pakar yang mendefinisikan tentang dakwah, tetapi pada hakikatnya memiliki maksud yang sama, yaitu sebuah ajakan.

Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk menyerukan kebenaran agama Islam dan mengajak masyarakat di manapun mereka berada menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT (siroth al-mustakim). Masalah ini juga sebagaimana pernah disinggung oleh M. Natsir:

“Islam sebagai agama mempunyai dua dimensi, yaitu keyakinan atau aqidah dan sesuatu yang diamalkan atau alamiah. Amal perbuatan tersebut merupakan perpanjangan dan implementasi dari aqidah itu sendiri. Islam adalah agama risalah untuk manusia keseluruhan. Umat Islam adalah pendukung amanah untuk melaksanakan risalah dengan dakwah baik kepada umat yang sama maupun kepada umat yang lain, ataupun selaku perseorangan maupun kolektif, di tempat manapun ia berada, menurut kemampuan masing-masing.”1

Bentuk aktivitas dakwah sangat variatif. Karena itu dakwah bisa dilakukan: melalui lisan (bil lisan), tulisan (bil qalam), maupun perbuatan (bil hal).2 Masing-masing cara ini memiliki keunggulan dan kelemahannya sendiri sebagai sebuah pendekatan dalam aktivitas berdakwah. Selain itu, menurut sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa dakwah pun bisa dilakukan cukup dengan hati. Dalam proses penyampaian pesan dakwah, seorang da’i memerlukan simbol (alat) untuk mentransformasikan pesan dakwah kepada khalayak, agar masyarakat mengerti dengan apa yang seorang da’i sampaikan. Simbol itu adalah bahasa. Meminjam istilah James W. Carey bahwa “communication is a symbolic process.”3

1 M. Natsir, “Fiqhudh Dakwah,” (Jakarta: Media Dakwah, 1983), Cet. Ke-4, h. 110. 2

J. Suyuti Pulungan, “Universalisme Islam,” (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002), Cet. Ke-1, hal. 65.

3

(16)

xvii

Tanpa bahasa tidak akan mungkin manusia bisa mentransformasikan ide, gagasannya, dan keinginannya kepada masyarakat. Jika hal ini terjadi, maka manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain akan musnah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak boleh tidak berkomunikasi. Karena menurut Wilbur Schramm manusia adalah “the communication animal”.4

Seperti yang kita bahas sebelumnya, bahwa kita umat Islam harus selalu menyampaikan ajaran Islam yang merupakan kewajiban kita semua, guna menyerukan yang hak dan memerangi yang batil di muka bumi. Dalam kerangka epistemologinya, dakwah memiliki sistem. Sistem ini saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya, yaitu: da’i, mad’u, materi dakwah, media dakwah, metode dakwah, dan tujuan dakwah. Jika aktivitas dakwah ingin berjalan dengan baik, maka keenam sistem tersebut harus diperhatikan (seiring berjalan). Apabila salah satu di antaranya tidak terpenuhi, maka secara otomatis aktivitas dakwah tidak akan berjalan dengan baik.

Sejak era reformasi yang membuka peluang kehidupan dakwah agak lebih longgar dibandingkan zaman Orde Baru yang diktator dan militeristik. Keterlibatan para da’i pada aktivitas politik praktis telah membuat wawasan terhadap keislaman mereka menjadi semakin dangkal dan menyempit, bahkan terkadang kacau, karena seluruh perhatian, waktu, pikiran dan bahkan mimpi-pun terfokus pada masalah politik praktis. Banyak fakta telah membuktikan bahwa keterlibatan ribuan kader dakwah di parlemen (legislatif) sejak sepuluh tahun

4

(17)

xviii

belakangan, belum mampu memberikan pengaruh yang berarti dalam sistem pemerintahan ”jahiliyah”, apalagi untuk melakukan perubahan yang signifikan, kendati beberapa kader dakwah yang sudah menjabat di eksekutif sebagai menteri, walikota, bupati dan sebagainya. Sebaliknya, yang terpengaruhi sistem atau prilaku yang kontra dengan nilai-nilai dakwah mulai bermunculan. Kalau kita tanyakan, mereka hanya akan berkata ”untuk melakukan perubahan atau perbaikan itu tidak semudah membalikkan telapak tanganí, atau dengan dalil ”kelompok kita (orang yang beragama Islam) masih minoritas di parlemen dan eksekutif”. Dan lebih di perparah lagi yaitu syahwat harta dan kekuasaan mereka lebih dominan ketimbang strategi, ikhtiyar, dan kreatifitas dakwah yang mereka lakukan. Disamping itu, mereka tidak mau membuka pintu diskusi dan dialog secara ilmiah. Pintu dialog dengan mereka seakan-akan tertutup mati. Sebaliknya kritik dan kajian ilmiah pun dianggap sebagai dosa yang bernama ”najwa” (berbisik-bisik) dab berbagai label negatif lainnya.

(18)

xix

Visualisasi aktivitasnya ini bisa kita lihat mulai dari sejarah perlawanannya terhadap tindakan klenis masyarakat di sekitar rumahnya, yang sering melakukan ritual-ritual persembahan (animisme) dan tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti membuat sesaji untuk para dewa agar panen padi bisa melimpah. A.M. Fatwa selalu merusak altar sesaji dan menyirami dengan air seninya sendiri.

Perlawanannya terhadap kemunkaran tidak berhenti di situ saja, sebagai warga sekaligus tokoh muslim di Indonesia, A. M. Fatwa sangat kritis terhadap pemerintahan yang lalim. Hal ini sudah ia lakukan sejak duduk di bangku kuliah, di antaranya melawan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan seperti kebobrokan pemerintahan baik di masa orde lama maupun orde baru yang pada saat itu mencoba ia bongkar saat dipercayai menjadi khatib hari raya Idhul Fitri saat shalat ied tahun 1080 H di lapangan Oerip Soemohardjo, Jatinegara, dan diakhiri penangkapan oleh Pangdam Jaya Norman Sasono terhadapnya.

(19)

xx

Sebagai muslim yang memiliki wawasan dan ilmu yang luas, A. M. Fatwa juga cukup produktif menulis buku guna menyebarkan gagasan dan nilai-nilai kebaikan bagi kemaslahatan masyarakat luas, khususnya umat Islam. Banyak sekali buku-buku karyanya yang ditulis dan disebarkan luaskan, baik itu buku umum maupun bernafaskan Islam, di antaranya: Dulu Demi Revolusi, Kini Demi Pembangunan; Ekspresi di Pengadilan (1985), Islam dan Negara (1995), Dari Mimbar ke Penjara (1999), Demokrasi Teistis (2001), Catatan Dari Senayan (2004), dan masih banyak lagi yang lainnya.

Sebagai orang Islam dan warga negara Indonesia yang peduli dengan nasib rakyat serta keadaan dan kondisi bangsa yang dipandangnya sangat tidak adil, sehingga Ia menanamkan dalam dirinya jiwa nasionalis yang militan, A. M. Fatwa merupakan salah satu tokoh yang sampai saat ini masih konsern dan memiliki giroh power full dalam menyebarkan ajaran Islam melalui pemikiran-pemikiran dan khutbah-khutbah yang disampaikannya dari mimbar ke mimbar. Bahkan sekarang ini beliau banyak menyuarakan (melaui tulisan-tulisannya) kebobrokan sebuah sistem pemerintahan di Indonesia yang tidak mengacu pada nilai-nilai hakiki.

(20)

xxi

kepahitan hidup yang pernah dilaluinya dan cahaya yang kemudian menyinarinya. Hanya saja beliau pernah melontarkan sebuah ungkapan bahwa:

“Barangkali memang kita harus menemukan kembali identitas religius-sosiologis dari agama fitrah (Islam) ini, sebagaimana terwujud dalam misi para nabi, ‘Menolong orang yang lemah, miskin, sakit, janda, lumpuh, telantar, yatim, terlilit utang, yang dipenjara, dan sebagainya yang termasuk katagori duafa,” ujarnya saat mengakhiri penulisan buku tersebut.” 5

A. M. Fatwa yang multi talenta ini tidak hanya dikenal sebagai seorang da’i, namanya di dalam dunia perpolitikan Indonesia mungkin sudah tidak asing lagi. Sosok pribadi beliau yang merupakan salah satu tokoh politik yang agamis dan produktif hingga saat ini, tetap dan terus menyuarakan pemikiran dan pengamatannya melalui tinta dan catatan yang kemudian disebarluaskan dalam bentuk buku. Berbekal banyak pengalaman pahit serta pengamatan terhadap persoalan masyarakat membuatnya tergerak untuk merubah keadaan sekarang menjadi lebih baik agar tidak terulang lagi kelaliman yang pernah dilakukan oleh orde baru berserta kroninya selama 32 tahun lamanya.

A.M. Fatwa pun sebenarnya sangat mengharapkan muncul kembali da’i-da’i yang lebih berkompeten dan mampu mengikuti perkembangan zaman terutama di bidang teknologi informasi, karena saat ini dimana era yang serba praktis, seorang da’i mampu menjawab tantangan perkembangan zaman. Apabila hal ini di biarkan, maka yang terjadi adalah proses penyebaran ajaran agama islam semakin ternggal jauh, dan umat akan melupkannya atau bahkan bisa di belokkan ajaran Islam. Dimana saat ini, banyak ajaran-ajaran yang mengatasnamakan ajaran

5

(21)

xxii

Islam tetapi banyak di belokkan dengan berbagai dalil guna meyakinkan umat yang pemahaman agamanya sangat sedikit.

Dalam hal ini, aktivitas dakwah yang dilakukan A. M. Fatwa merupakan salah satu bentuk usaha menyampaikan pesan (message) yang bisa disebut sebagai kebenaran. Di mana ia menyampaikan apa yang ada dalam pemikirannya (melalui penggalian, pengamatan, dan pengalaman) untuk diberikan kepada masyarakat luas atau khalayak guna menciptakan suatu kondisi yang biasa disebut adil dan makmur.

Ciri khas atau gaya dakwah yang dilakukan A. M. Fatwa adalah terletak pada metodenya yang persuasive dan tujuannya, yaitu mengharapkan terjadinya perubahan atau pembentukan akhlak juga tingkah laku yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam. Sebagaimana Rasulullah bersabda: ''Berkatalah dengan baik, atau diam'', merupakan substansi dalam kegiatan dakwah yang dilakukannya. Orientasinya kepada penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia (Human Oriented), dimana setiap bentuk dawah tersebut adalah mutlak menghargai prinsip-prinsip humanisme.

Tidak dibenarkan sama sekali dalam prinsip ini adanya cara yang bersifat memaksa (coersive) dan juga dengan cara kekerasan. Karena dakwah merupakan aktivitas yang mulia dan sangat dianjurkan dalam agama. Jadi, dakwah harus dilakukan dengan penuh hikmat dan totalitas. Sebagaimana Allah anjurkan dalam salah satu firman-Nya dalam Al-Qur'an surat surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi:

  

 

(22)

xxiii "# $ %' ()*! +,-.  / 0#123 4 56

 7   8/

9%:13 0

5 ;

0 < 3 

$  8/! 9%:13

=> (?1' @;A

Artinya : "Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat-nasehat yang baik dan bertukar fikiranlah dengan cara yang lebih baik Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan dia-Lah yang mengetahui siapa yang terpimpin". {Q.S. An-Nahl 125}

Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa dakwah merupakan proses komunikasi keagamaan yang memiliki nilai transenden walaupun tidak semua proses komunikasi merupakan proses dakwah. Dengan demikian, dakwah itu merupakan suatu bentuk komunikasi yang khas dan mengandung unsur-unsur Ilahiyah, serta bertujuan mengajak umat manusia menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT untuk keselamatan umat manusia di dunia dan akhirat.

(23)

xxiv

Meminjam istilah Muhammad Natsir, politik baginya adalah pelaksanaan al-amru bi al-ma’ruf wa al-nahyi ‘an al munkar.

Dalam kegiatan dakwah, komunikasi merupakan suatu variabel yang tidak dapat terpisahkan. Terdapat pararelisme yang sifatnya saling mengisi dan melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dalam melakukan aktivitas dakwah, harus ada metode komunikasi yang tepat dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah. Oleh karena itu, metode ini harus diperhitungkan secara matang. Karena boleh jadi metode menjadi lebih penting daripada isi pesan yang ingin disampaikan oleh para da’i saat ingin menyampaikan pesan-pesan dakwah.

Dan akhirnya, tujuan penulis membuat Skripsi ini tiada lain adalah ingin menelusuri dan melihat secara mendalam bagaimana gagasan dan aktivitas dakwah yang dilakukan oleh A. M. Fatwa lewat pembahasan skripsi yang penulis sajikan dengan judul ”Pemikiran dan Kiprah Dakwah Andi Mappetahang Fatwa.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

a. Pembatasan Masalah

Penilitian skripsi ini dimana penulis melakukan penelusuran tentang bagaimana dakwah yang dilakukan oleh Andi Mappetahang Fatwa, baik secara teoritis maupun praktik sejak tahun 1979 hingga 2009.

b. Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang penulis angkat di dalam skripsi ini adalah tentang pemikiran dan kiprah dakwah AM Fatwa yang terdiri dari :

(24)

xxv

2. Bagaimana kiprah dakwah yang dilakukan oleh AM Fatwa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa saja gagasan Andi Mappetahang Fatwa tentang Dakwah.

2. Bagaimana kiprah dakwah yang telah dilakukan Andi Mappetahang Fatwa.

b. Manfaat penelitian ini adalah : 1. Segi Akademisi

Hasil penelitian ini penulis harapkan dapat menambah dan memperkaya wawasan penulis khususnya, dan semua pembaca pada umumnya.

2. Segi Praktisi

Hasil Penelitian skripsi ini diharapkan dapat menjadi acuan dan referensi bagi kalangan teoritis, praktisi dan aktivis yang konsern pada kajian dakwah dan komunikasi khususnya, dan umumnya bagi para praktisi dakwah dan politik yang menjadikan jabatan pemerintahan sebagai medium untuk berdakwah menyebarkan ajaran Islam.

(25)

xxvi

Dakwah dan komunikasi merupakan dua buah disiplin ilmu yang memiliki keterkaitan yang sangat erat di dunia akademisi. Kedua disiplin ini memiliki sebuah pembahasan yang khas dan saling berkaitan antara satu sama lain. Dalam skripsi ini penulis membahas tentang pemikiran dan aktivitas dakwah Andi Mapetahang Fatwa. Objek pembahasan ini memang pernah disusun oleh Muhajir Arief Rahmani salah satu mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan judul ”Pemikiran, Pergerakan Dakwah dan Politik A. M. FATWA” yang disusun pada tahun 2006. dimana yang membedakannya adalah hasil yang di dapatkan oleh penulis terutama data di lapangan ”field research” saat penulis mengikuti aktifitas yang dilakukannya dan juga buku-buku yang baru di terbitkan sejak 2007, dimana buku yang terbitkannya merupakan kumpulan dari pemikiran dan perjalanan beliau yang belum pernah di tulis dibuku sebelumnya. Dan penulis mendapatkan data baru berdasarkan buku-buku ”library research” yang merupakan buah karya A.M. Fatwa.

Dalam skripsi ini penulis kemudian menjadi tertarik mengangkat objek yang sama dengan judul yang agak berbeda, yaitu tentang apa dan bagaimana pemikiran serta kiprah dakwah yang dilakukan oleh A. M. Fatwa saat ini seiring dengan berubahnya kondisi Indonesia. Di sini penulis ingin menyusuri bagaimana implementasi pemikiran dakwah A. M. Fatwa ketika dikongkritkan dalam sebuah tindakan praktis. Karena itu, penulis coba mengupasnya dengan judul ”Pemikiran dan Kiprah Dakwah A. M. Fatwa.”

(26)

xxvii

Untuk mengetahui secara global tentang penulisan ini, maka sistematika penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut :

Bab I. : Berisi PENDAHULUAN yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.

Bab II : Berisikan LANDASAN DAN KAJIAN TEORITIS mengenai pokok pembahasan tentang Pemikiran dan Kiprah Dakwah

Bab III : Memberikan gambaran umum tentang METODOLOGI PENELITIAN yang digunakan.

Bab IV : ANALISA DATA DARI AKTIVITAS DAKWAH ISLAM yang dilakukan H. Andi Mappetahang Fatwa dari pertama kali berdakwah hingga sekarang ini.

[image:26.612.95.476.166.531.2]
(27)

xxviii

BAB II

LANDASAN DAN KAJIAN TEORI

Aktivitas merupakan sebuah kegiatan dari pemikiran maupun kiprah dimana dapat menghasilkan atau menciptakan sebuah nilai yang positif atau negatif. Dan hal tersebut dapat dikatakan sebagai aktivitas apabila kegiatan tersebut dilakukan secara terus menerus dan menimbulkan effek dan memiliki pengaruh yang besar maupun kecil terhadap sesuatu yang dilakukannya.

Dalam hal ini, aktivitas dapat dikatakan sebagai sebuah pemikiran apabila dapat dipahami dan dimaknai apapun bentuknya.

A. Pengertian Pemikiran

Berfkir merupakan aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Selama kesadaran terjadi, selama itu pula aktivitas berfikir berlangsung. Objek pemikiran pun sangat luas, seluas wilayah jagad raya ini. Untuk itu, otak yang dipandu nilai, ibarat pengembara di padang luas berjalan tanpa arah, bisa dianggap dan bahkan bisa dikatakan tersesat daripada selamat.

(28)

xxix

Kata fikr terdiri dari huruf fa’( ;kaf ( ) dan ra’( ), dari bentuk fi’l; fikara-yafkiru, artinya “menggunakan akal untuk sesuatu yang di ketahui, untuk mengungkapkan perkara yang tidak diketahui”. Dari kata fikr timbul tafkir (dari fakkara-yufakkiru), yang artinya “memfungsikan akal dalam suatu masalah untuk mendapatkan pemecahannya” (Al-mu’jam Al-Wasiith).

Ada beberapa pendapat atau pengertian yang dikemukakan oleh para ahli pikir. Tidak ada perbedaan yang mendasar diantara mereka, definisi atau ta’rif itu sebagai berikut :

• Pemikiran atau berfikir adalah kata benda dari aktivitas akal yang ada di dalam diri manusia, baik kekuatan akal berupa qalbu, roh, atau dhzin, dengan pengamatan atau pendalaman untuk menemukan makna yang tersembunyi dari persoalan yang dapat diketahui, maupun untuk sampai pada hukum atau hubungan antar sesuatu (Toha Jabir Al-Alwani, 1989). (Referensi Toha Jabir Al-Al-Alwani, Dr.t.t., Krisis Pemikiran Modern Diagnosi dan Resep Pengobatan. LKPS. T.k,)

• Menurut Ibnu Khaldun (1986), berfikir atau fikr ialah penjamahan

bayang-bayang yang telah di indra – di balik perasaan – dan aplikasi akal di dalamnya untuk membuat analisis dan sintesis (Ibnu Khaldun, 1986).

(29)

xxx

yang bentuk paling tingginya adalah kegiatan menganalisis, menyusun, dan mengkoordinasi.

Dari beberapa makna dan pengertian berpikir tersebut, kita dapat mengetahui bahwa dalam berpikir terdapat beberapa hal, yaitu :

1. Adanya kegiatan atau aktivitas akal budi yang berupa pengamatan, perenungan, analisis, dan sintesis.

2. Adanya “sarana” yang berupa indra, akal, dan hati (roh). 3. Adanya sesuatu yang telah diketahui.

4. Adanya sesuatu yang akan diketahui atau dihasilkan berdasarkan hal-hal yang telah diketahui.

Pengertian berpikir sangat dikenal oleh para mufakkir adalah yang dikemukakan oleh Imam Ghazali. Pengertian yang dikemukakannya lebih praktis dan operasional. Beliau mengatakan,6 “Ketahuilah, berfikir itu menghadirkan dua makrifat (premis, pernyataan, tinjauan, aspek) yang mendahuluinya. Jika permasalahannya lebih luas, maka semakin banyak premis atau makrifat yang dikemukakan, kesimpulannya akan semakin kuat.

Dari definisi Al-Ghazali tersebut, dapat pula dipahami bahwa menyimpulkan sesuatu hanya dengan satu premis (makrifat/mukadimah), besar kemungkinannya tidak akan bisa sampai pada hakikatnya; atau dengan kata lain, tidak akan memperoleh konklusi yang benar dan valid. Jika benar, hanyalah sebuah kebetulan dan kadang bersifat parsial. Karena itu, ia belum atau tidak dapat mempertanggungjawabkan secara ilmiah.

6

Sebagaimana di kutip oleh Dr. Thoha Jabir Al-Alwani dalam Krisis Pemikiran Modern Diagnosis dan Resep Pengobatannya (1989), dan M. Yaqzhan dalam Anatomi Budak Kufar

(30)

xxxi

Kita sedikit mencerna dan memahami bahwa pemikiran adalah sebuah pendayagunaan otak dengan menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu ; menimbang-nimbang dalam ingatan. “Memikirkan” artinya mencari daya upaya untuk menyelesaikan sesuatu dengan menggunakan akal budi. “Pemikiran” adalah cara atau hasil pikir.

Oleh karena itu, berfikir, sesungguhnya suatu kebutuahn insani yang tdak terelakkan untuk tumbuh dan berkembang, yang sekaligus merupakan kebutuhan akan aktualisasi fitrahnya. Lebih tegasnya, manusia tidak dapat lepas dari berfikir, seberapa pun intensitas dan kuantitasnya.

B. Pengertian Kiprah

Kiprah adalah sebagai tindakan, aktivitas, kemampuan kerja, reaksi cara pandang seseorang terhadap ideologi atau institusinya.7 Segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia merupakan aktivitas, yang mana aktivitas tidak bisa dipisahkan dengan organ keseluruhan yang melekat pada diri.

Aktivitas dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (2000). Aktivitas berarti keaktifan ; kegiatan ; kerja atau salah satu kegiatan kerja yang dilaksanakan dalam tiap bagian.

Sedangkan aktivitas dakwah adalah salah satu aktivitas keberagamaan yang sangat urgen dalam Islam, serta memiliki posisi strategis, sentral dan menentukan. Di dalamnya mengandung seruan atau ajakan kepada keinsafan atau usaha mengubah situasi yang buruk kepada situasi yang lebih baik dan sempurna,

7

(31)

xxxii

baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Dalam ajaran Islam, dakwah merupakan suatu kewajiban yang dibebankan oleh agama kepada pemeluknya.

Terwujudnya dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih berperan menuju pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.

M. Quraish Shihab memberikan pengertian tentang dakwah dalam bukunya membumikan Al-Qur’an sebagai sebuah seruan ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik terhadap pribadi maupun masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apabila pada masa sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.8

C. Pengertian Dakwah

Secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti “doa, seruan, panggilan, ajakan, undangan ataupun permintaan.9 Sementara dalam kamus bahasa Indonesia, dakwah didefinisikan : “Penyiaran atau propaganda,

8

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 1995), h. 466

9

(32)

xxxiii

penyiaran agama dan pengembangannya dikalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari dan mengamalkan ajaran agama.10

Dari makna kata dakwah di atas dapat disimpulkan bahwa kata dakwah mengandung unsur panggilan, ajakan atau seruan. Sedangkan secara terminology, banyak pendapat tentang difinisi dakwah. Quraish Shihab mendifinisikan dakwah sebagai “seruan atau ajakan kepada keinsyafan, atau usaha mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat, dan dakwah seharusnya berperan dalam pelaksanaan ajaran agama Islam secara menyeluruh dalam berbagi aspek kehidupan.11

Keterlibatan seorang muslim di dalam gerakan dakwah menjadi suatu keharusan, sesuai dengan potensi yang dimilikinya masing-masing. Dengan demikian menjadi jelas bahwa dakwah merupakan kewajiban yang harus diemban oleh setiap pribadi yang merasa dan mengaku muslim demi terwujudnya kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dakwah memang berintikan pada pengertian mengajak manusia untuk berbuat kebajikan dan menghindarkan diri dari keburukan. Ajakan tersebut dilakukan dengan tujuan tegaknya Islam. Dengan kata lain, dakwah sebenarnya bertujuan untuk menghidupkan atau untuk memberdayakan, sehingga masyarakat memperoleh momentum untuk meningkatkan taraf hidup sejahtera, serta menimbulkan suasana yang kondusif bagi tegaknya nilai-nilai Islam.12

10

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1997), Cet.ke 9, h.205

11

Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an Fungsi dan Peranan Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1988) Ce. Ke-17, h. 194

12

(33)

xxxiv

Memahami dakwah bukan hanya mengajak orang lain untuk selalu mengikuti larangan dan perintah Allah. Akan tetapi adalah ajakan pada kebaikan, dengan tulisan, lisan dan keteladanan diri. Dakwah merupakan nilai kepedulian dan kesadaran dan merupakan pekerjaan mulia yang membutuhkan perjuangan dan pengorbanan.

Dakwah akan semakin memiliki makna bila dimulai dari diri sendiri. Bila sudah dimulai orang lain pun akan melihat kenyataan jalan hidupnya, karena mana mungkin orang lain berubah kalau dalam diri da’i tidak ada tindakan nyata.

Dalam kerangka epistemologinya, dakwah memiliki sistem. Sistem ini saling berkesinambungan antara satu dengan yang lainnya, yaitu: da’i, mad’u, materi dakwah, media dakwah, metode dakwah, dan tujuan dakwah. Jika aktivitas dakwah ingin berjalan dengan baik, maka keenam sistem tersebut harus ada (seiring berjalan). Apabila salah satu diantaranya tidak ada, otomatis aktivitas dakwah tidak akan berjalan dengan baik. Di era globalisasi, media dakwah yang digunakan sangat memegang peran penting. Oleh karena itu, media dakwah harus menjadi salah satu unsur yang harus diperhatikan.

Hamzah Ya’qub membagi media dakwah menjadi lima, yaitu: media lisan, tulisan, lukisan, audio visual, dan akhlak. Sedangkan Moh. Ali aziz membagi media menjadi dua, yaitu: media tradisional dan modern (elektronik).13 Media tradisonal ini cukup banyak, salah satu diantarnya adalah wayang. Media wayang ini dahulu digunakan oleh para Walisongo saat berdakwah menyebarkan ajaran agama Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa.

13

(34)

xxxv

Di era tradisional dakwah biasa dilakukan di tempat ritual keagamaan (mesjid atau surau) atau majlis ta’lim dengan media seadanya. Seiring dengan perkembangan zaman, media dakwah lebih variatif dan bisa dilakukan dimana saja (fleksibel). Tentunya dengan bantuan media yang canggih, yang dapat meminimalisir hambatan-hambatan efektivitas dakwah.

Sementara media modern (elektronik) ramai digunakan di millenium ke tiga, yaitu di zaman sekarang ini. Media modern ini berupa radio, film, televisi, internet, dan semacamnya. Dakwah sebagai komunikasi keagamaan dihadapkan kepada perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi yang semakin canggih, memerlukan adaptasi terhadap kemajuan tersebut.14

Kalau di era tradisional dakwah hanya dilakukan di tempat tertentu, maka saat ini dakwah bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun. Karena media massa sudah mampu mengatasi salah satu faktor penghambat aktivitas dakwah (jarak, ruang, dan waktu). Media massa yang dimaksud adalah televisi. Kemampuannya melipat jarak, ruang, dan waktu ditambah dengan kekuatan audio-visual membuat aktivitas dakwah menjadi lebih masif dan komprehensif.

1. Tujuan Dakwah

Tujuan Dakwah dalam agama Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits pada hakikatnya untuk mengubah orang lain atau situasi (changing situation) ke arah yang lebih baik dengan cara menanamkan ajaran Islam untuk menciptakan kehidupan yang Islami dalam berbagai bidang, baik di bidang ekonomi, sosial, politik, maupun budaya.

14

(35)

xxxvi

Menurut Sayyid Qutub, bahwa tujuan dakwah adalah mengenal Allah SWT dan mengesakan-Nya (tauhid)15 bila manusia memiliki landasan tauhid yang kuat, maka implementasi dari sikap tauhid tersebut adalah bagaimana mengaplikasikan ke dalam aspek tata kehidupan.

Oleh karena itu, dakwah sebagai suatu sistem perjalanan peradaban manusia harus berfungsi membentuk manusia mencari kebaikan, dan dakwah harus hadir sebagai pedoman manusia untuk dijadikan pelita hidup, serta mengarah pada pencapaian kemajuan manusia untuk tujuan yang baik, dan juga mempererat tali Allah dengan tali manusia.

2. Unsur-unsur Dakwah

Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan ummatnya untuk menyebarkan dan menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia sebagai rahmatan lil ‘alamina. Islam dapat menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manakala ajarannya dijadikan sebagai pedoman hidup dan dilaksanakan secara konsisten serta konsekuen. Usaha menyebarluaskan Islam dan realisasi terhadap ajarannya melalui dakwah.

Terlepas dari perbincangan dan analisis dari definisi dakwah yang sudah ada dalam fokus pembahasan ilmu dakwah ada lima faktor atau komponen dalam dakwah yang selalu ada dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Diantaranya, subjek dakwah (al-da’i), kedua objek dakwah atau sasaran (al-mad’u) ketiga materi dakwah (maudu’u al-dakwah) keempat metode dakwah (asalib al-dakwah) dan kelima media dakwah (wasail al-dakwah).

15

(36)

xxxvii a. Subjek Dakwah (Da’i)

Dalam tinjauan terminologis bahwa dakwah adalah menyeru atau mengajak umat manusia baik perorangan maupun kelompok kepada agama Islam. Dalam pengertian tersebut diatas, maka dapat diambil kata da’i sebagai subjek dakwah itu sendiri.16

Maju mundurnya Islam tergantung dari kegiatan dakwah yang dilakukan umatnya, karena dakwah pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan kualitas dari berbagai segi kehidupan.

Setiap muslim berkewajiban melakukan dakwah dengan cara masing-masing tanpa kecuali. Dengan melalui profesinya seorang dapat melakukan dakwah, begitupun dengan keterampilan dan kegiatan sehari-hari.

Seorang muslim dimanapun berada, harus sadar bahwa dirinya adalah subjek dakwah, muslim sendiri merupakan pelaku dakwah yang tidak boleh absent. Tidak pengecualian seseorang untuk lepas dari partisipasinya sebagai subjek dakwah. Dalam keadaan dan situasi bagaimanapun manusia yang merasa dirinya muslim berkewajiban mengingatkan orang lain pada sesuatu yang mendekatkan diri pada tuhannya, sehingga sebagai subjek ia harus terlebih dahulu mengadakan intropeksi terus menerus terhadap perilaku dirinya, agar apa-apa yang dilakukannya bisa diikuti dan di teladani oleh yang lain.

16

(37)

xxxviii

Subjek dakwah yang tidak mau memperbaiki dan mendidik diri dengan kesabaran dan keteguhan hati serta kemauan yang keras untuk merubah maka akan mendapat celaan dari orang lain serta dimurka oleh Allah SWT sesuai dengan surat As-Shaff ayat 2 dan 3 :

BC(

D

)

E

=>

F.G

"

H

I

J

H

L

6 8:

8 M

@A

N

O

Q

H

(R

G

6

3

H

L

J 8:

8 M

@S

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”(Qs : As-Shaff :2-3)

Oleh karenanya dalam rangka mengemban tugas amanah Allah SWT, para pelaku dakwah (da’i) yang bertugas menyampaikan pesan Illahi, maka seorang da’i harus memiliki bekal ilmu yang cukup baik entah itu ilmu agama maupun ilmu lainnya. Ini semua dibutuhkan, sebab tantangan yang di hadapi subjek dakwah semakin berat. Disamping itu sebagai bekal tambahan da’i, seharusnya berkonsentrasi pada suatu bidang tertentu sesuai dengan bakatnya. Sehingga objek dakwah dapat diarahkan dengan modal memadai dalam rangka menyesuaikan kapasitas mad’unya. Dengan cara seperti itu da’i akan mampu mewujudkan sikap menuju kearah sikap yang lebih baik.

(38)

xxxix

Dakwah adalah proses mengajak umat manusia menuju jalan Tuhan demi kebahagiaan mereka di dunia maupun di akhirat. Manusia yang menjadi objek dari aktivitas dakwah tersebut tidak hanya bersifat individual (perorangan) tetapi juga dapat bersifat kelompok. Karenanya, dalam menentukan strategi dakwah perlu memperhatikan keunikan individu sebagai individu dan keunikan individu sebagai anggota masyarakat.17

Objek dakwah sangat luas yang merupakan bentuk masyarakat yang beraneka ragam latar belakang dan kedudukannya. Beraneka ragam pola problematika yang dihadapinya, melibatkan di dalamnya manusia yang merupakan anggota masyarakat yang mempunyai kepentingan dan kepribadian. Mereka adalah manusia yang menjadi khalayak yang akan diajak kedalam Islam secara kaffah, karena mereka bersifat heterogen dari segi latar belakang sosial maupun ideologi.

Keunikan individu dalam masyakat terjadi karena pola tingkah laku yang spesifik dari individu tersebut. Keunikan individu artinya, setiap individu memiliki karakteristik, sifat, dan kebutuhan yang berbeda. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pertama, faktor usia. Kelompok usia yang tidak sama menimbulkan ciri, sifat, dorongan, perhatian, dan kebutuhan yang tidak sama. Kedua faktor ideologi. Dalam masyarakat terdapat beberapa macam ideologi missalnya yang beragama Islam namun masih mempercayai hal-hal yang mistik,

17

(39)

xl

beragama Islam non sekte, beberapa sekte Islam dan lain-lain. Ketiga, faktor status sosial dan status ekonomi. Tinggi rendah status sosial seseorang menunjukkan derajatnya. Status sosial di pengaruhi oleh pendidikan yang telah di capai atau jabatan maupun pekerjaan sehari-hari. Sedangkan tinggi rendah status ekonomi di ukur oleh sedikit banyaknya penghasilan dan harta kekayaan yang dimiliki. Adanya status sosial dan status ekonomi yang berbeda-beda membawa implikasi praktis terhadap pola kehidupan seseorang di masyarakat. Bila pola hidup tidak sama, tentu cara hidup individu tersebut menimbulkan keunikan-keunikan individu dalam masyarakat.18

Sehubungan dengan kenyataan-kenyataan diatas, maka dalam pelaksanaan program kegiatan dakwah perlu mendapatkan konsedarasi yang tepat meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis, berupa masyarakat terasing, pedesaan, kota besar dan kecil serta masyarakat di daerah marginal dari kota besar.

2. Sasaran masyarakat yang dilihat dari segi struktur kelembagaan, berupa masyarakat, pemerintah dan keluarga. 3. Sasaran masyarakat yang dilihat dari tingkat usia, berupa

golongan anak-anak, remaja, dan orang tua.

18

(40)

xli

4. Sasaran masyarakat yang dilihat dari segi tingkat hidup sosial-ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah, miskin dan seterusnya.19

Bila dilihat dari psikologis kehidupan masing-masing golongan masyarakat tertentu, maka dapat dilihat bahwa mereka memiliki ciri-ciri khusus yang menuntut sistem dakwah yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu masalah masyarakat ini harus dipelajari dengan sebaik mungkin sebelum melangkah ke dalam aktivitas dakwah sesungguhnya. Da’i hendaknya melengkapi dirinya dengan beberapa pengetahuan dan pengalaman yang erat hubungannya dengan masalah masyarakat seperti sosiologis, ekologi, psikologi, ekonominya, serta mengaplikasikan sabda Rasulullah “bicaralah dengan mereka (manusia) sesuai dengan kemampuannya.

c. Materi Dakwah

Pada dasarnya materi dakwah hanyalah berlandaskan Al-Qur’an dan As-sunah sebagai sumber utamannya, kuduanya merupakan materi utama yang harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Al-qur’an yang merupakan wahyu Allah mutlak kebenarannya dan dijaga keutuhan dan kebenarannya, al-quran adalah kitab suci umat Islam yang di turunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman hidup yang harus di taati

19

(41)

xlii

dan dipatuhi umat manusia sebagai landasan hidup demi keselamatan hidup di dunia maupun di akhirat

Sebagai pedoman hidup, Al-quran mengandung secara lengkap petunjuk, pedoman, sejarah serta prisip-prinsip baik mengangkat masalah keyakinan, peribadatan, pergaulan, akhlak dan lain-lain.20

Al-Quran sebagai rujukan asal dakwah Islam, apabila ada da’i yang tidak berpedoman kepada Al-Qur’an, maka ia jauh dari panduan dan rujukan Islam. Al-Qur’an yang merupakan kitab petunjuk dan pembawa rahmat untuk seluruh alam, segala panduan terhadap aturan hidup dan kehidupan antara manusia dengan sang khalik, alam, masyarakat, dan diri sendiri termuat dalam Al-quran.

Jadi dengan melihat keluasan ajaran Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan hadits sedemikian rupa, maka seorang da’i dituntut untuk memilah dan menentukan topik tertentu yang akan di sampaikan pada mad’u yang menjadi objek dakwahnya, dengan harapan mad’unya dapat memahami apa yang disampaikan dan sesuai dengan Al-Qur’an.

d. Metode Dakwah

Dari segi bahasa, metode berasal dari dua perkataan yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara).21 Dengan demikian kita dapat artikan bahwa metode dakwah merepakan cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.

20

Slamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, Cet I (Surabaya : Usaha Nasional, 1994), h.45

21

(42)

xliii

Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata thariq.22 Apabila kita artikan secara bebas, metode adalah cara yang telah di atur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

Dalam memahami metode dakwah, yakni bagaimana cara yang digunakan oleh para juru dakwah untuk menyampaikan ajaran atau materi dakwah. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi apabila disampaikan dengan metode yang tidak benar, maka pesan itu bisa saja di tolak oleh si penerima pesan.

Metode juga seperti halnya prinsip dimana mengandung pengertian dasar atau berdasarkan asas kebenaran yang menjadi pokok dasar berfikir, bertindak, dan sebagainya yang dianggap sebagai sebuah metode dalam menyampaikan pesan dakwah. Sekalipun dakwah merupakan kewajiban terhadap setiap muslim tanpa memandang apakah ia berasal dari golongan manapun dan mengesampingkan status sosialnya. Akan tetapi, bukan berarti dakwah dapat dilaksanakan sekehendak hati tanpa mengindahkan tata cara yang sopan dan juga santun.

Secara tersurat prinsip-prinsip dakwah terdapat dalam Al-Qur’an yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 125, yang di dalamnya terdapat tiga hal penting sebagai acuan dalam melakukan dakwah.

22

(43)

xliv

 

!

"

#

$

%' ()

*

!

+,-.

/

0

#12

3

4

56

7

8/

9%

:1

3

0

5

;

0

<

3

$

8/

!

9%

:1

3

=>

(

?1'

@;A

Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.(Qs : An-Nahl : 125)

1. Bi al-Hikmah (dengan cara bijaksana)

Secara etimologi al-hikmah mempunyai arti : al-adl (keadilan), al -hilmu (kesabaran), al-Nubuwah yang dapat mencegah seseorang dari kebodohan, mencegah seseorang dari kerusakan dan kehancuran, setiap perkataan yang cocok dengan al-haq (kebenaran), juga meletakkan sesuatu pada tempatnya.23

Secara terminologi, hikmah adalah memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah, materi yang disampaikan tidak memberatkan mad’u, tidak membebani sesuatu yang memberatkan sebelum jiwa menerimannya, banyak sekali cara yang di tempuh untuk mengajak mereka sesuai dengan keadaannya, tidak perlu mengebu-gebu dan bernafsu, karena semua itu melampaui batas hikmah.24

23

Muhammad Husain Abdullah, Metodologi Dakwah dalam Al-Quran, cet-I (Jakarta : lentera, 1997) h. 40

24

(44)

xlv

Selain itu, hikmah sering kali diterjemahkan dalam pengertian bijaksana, yaitu suatu pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan apa yang di dakwahkan, apakah atas kemauan sendiri, tidak merasa ada paksaan konflik maupun tertekan. Dalam bahasa komunikasi, hikmah menyangkut apa yang disebut sebagai frame of reference, field of reference dan field of experience, yakni situasi total yang mempengaruhi sikap terhadap sikap komunikan (objek dakwah).25

Dengan kata lain, hikmah yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga di dalam menjalankan ajaran-ajaran Islam selanjutnya, mereka tidak lagi merasa terpaksa atau keberatan.

2. Mauidzah al-Hasanah (dengan cara yang baik)

Nasehat yang baik maksudnya adalah memberikan nasehat kepada orang lain dengan cara yang baik, berupa petunjuk-petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik dan dapat mengubah hati, agar nasehat tersebut dapat di terima, yang berkenan di hati dan menyentuh qalbu.

Sedangkan Ali Mustafa Yakqub menyatakan bahwa Mauidzah Hasanah ialah ucapan yang berisi nasehat-nasehat yang baik dimana ia dapat bermanfaat bagi siapa saja yang mendengarkannya, seperti pesan

25

(45)

xlvi

dakwah yang memuaskan sehingga mad’u dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh subjek dakwah.26

Begitu juga dengan filosof Tantowi Jauhari, yang di kutip Faruq Nasution yang mengatakan bahwa Mauidzah Hasanah adalah Mauidzah Illahiyah, yakni upaya apa saja dalam menyeru manusia kepada jalan kebaikan dengan cara rangsangan yang menimbulkan cinta dan rangsangan yang menimbulkan waspada.27

Seorang da’i diwajibkan menyampaikan nasehat-nasehatnya, dengan nasehat-nasehatnya yang faktual berupa Mauidzah Hasanah agar objek dakwah dapat menentukan pikiran terhadap rangsangan, dengan kata lain bahwa subjek dakwah harus mampu menyesuaikan dan mengarahkan pesan dakwahnya, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk mengaktualisasikan nilai ajaran Islam kedalam kehidupan pribadi dapat terwujud dengan benar, dan menjadi khairu ummah, yaitu umat yang adil dan terpilih sehingga terwujudlah umat yang sejahtera lahir batin dan bahagia dunia akhirat.28

3. Mujadalah

Kata wajadilhum bi-al-ati hiya ahsan adalah bertukar pikiranlah dengan cara yang baik, melalui ayat tersebut betapa pentingnya berdakwah, menyeru kebaikan dengan cara diskusi yang baik, selain ayat

26

Ali Mustafa Yakqub, Sejarah Metode Dakwah Nabi, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997), h. 16.

27

Faruq Nasution, Aplikasi Dakwah dalam Studi Kemasyarakatan (Jakarta : Bulan Bintang 1986 ), h. 2.

28

(46)

xlvii

tersebut Al-qur’an juga menaruh perhatian besar pada gaya percakapan dan diskusi. Dari fenomena ini tidaklah mengherankan, karena dakwah merupakan cara yang terbaik dalam meyakinkan dan memberikan kepuasan hati objek dakwah, rasa puas itulah yang menjadi pondasi iman seseorang, karena iman tidak dapat dipaksakan. Ia timbul dari lubuk hati manusia itu sendiri, diskusi merupakan salah satu upaya dalam bertukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengaharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.

Selain metode diatas, dalam hadits muslim juga di terangkan tentag dakwah, sebagaimana sabda rasul :

!

" # $ ﻥ & '$ ()*&ی " # $ , ,- . $ -/ ﻡ "/ ﻡ 1 !ﻡ

2ی " 3

# ی4 5

6 73 ' 2'$ ()*&ی

" & , 3

8

Artinya : “Abu Said al-Chudry R.A. berkata : Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubah dengan tanggannya, kalau tidak mampu hendak menasehati dengan lisannya, kalau tidak mampu hendaklah ingkar dengan hatinya dan itu adalahpaling lemahnya iman.29

Dari sumber itulah tumbuh metode dakwah yaitu : pertama dakwah dengan lisan yang berupa ceramah, seminar, khutbah dan lain-lain. Kedua, dengan tulisan yang berupa buku, majalah, surat-surat kabar dan ketiga

29

(47)

xlviii

dakwah dengan perbuatan yaitu berupa prilaku yang sopan dan sesuai dengan ajaran Islam.

Seorang juru dakwah harus tetap menghormati seseorang yang akan di ajak bicara tanpa melihat status sosialnya. Yang terpenting adalah harus memiliki prinsip-prinsip yang kokoh dan bahwa kemenangan dalam berdiskusi bukan menjadi tujuan yang utama. Akan tetapi berdiskusi hanyalah semata-mata menyapaikan sebuah informasi yang benar dan membawanya ke jalan kebenaran.

Salah satu sifat manusia adalah sombong dan berwatak keras kepala. Maka apabila mereka menempati kedudukan yang terhormat di lingkungannya. Akan tetapi tugas yang terpenting adalah harus selalu menjaga dan selalu membimbing kepada jalan yang di ridhai oleh Allah.

Dengan menggunakan ketiga prinsip di atas, bahwa dakwah dapat dikatakan berjalan serta mudah di terima oleh masyarakat yang pada waktunya dapat mengantarkan mereka ke pintu kebahagiaan.

e. Media Dakwah

Media dakwah berasal dari kata media berasal dari bahasa latin yaitu median yang berarti alat atau perantara, sedangkan menurut istilah, “media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat perantarauntuk mencapai tujuan tertentu.30

Sedangkan dalam kamus istilah komunikasi, “media berarti sarana yang digunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampikan

30

(48)

xlix

pesan kepada komunikan, apabila komunikan jauh tempatnya, banyak jumlahnya atau keduanya. Media juga mempunyai bentuk dan jenis yang beranekaragam.31

Adapun media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Media dakwah yang dimaksud dapat berupa barang (material), orang, tempat, kondisi tertentu dan sebagainya.32

Dakwah adalah sebuah kewajiban bagi umat muslim, kepentingan dakwah terhadap adanya alat atau media yang tepat untuk digunakan dalam berdakwah sangat penting. Dapat dikatakan media dakwah dapat memudahkan para juru dakwah untuk menyampaikan pesan pada khalayak atau komunikannya dengan cepat dan pesan yang disampaikan dapat tersebar dengan luas.33

Adapun media yang dapat digunakan oleh para da’i sebagi berikut : 1. Mimbar atau media tatap muka yaitu salah satu media dakwah yang tertua yaitu melalui mimbar, para juru dakwah dapat menyampaikan pesan dakwahnya atau isi ceramahnya pada jama’ah dari atas mimbar. 2. media elektronik yang merupakan salah satu media yang terpenting

dan sangat tepat untuk digunakan, karena menyeimbangkan perkembangan dunia yang serba digital, sehingga keberadaannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas. Para praktisi dakwah dapat memaksimalkan media-media elektronik mengingat fungsi strategis

31

Ghazali BC.TT, Kamus Istilah Komunikasi,(Bandung:Djambatan, 1992)H, 1992), h. .227

32

Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2002) Cet. Ke-2.h.

33

(49)

l

dalam mentransfer informasi dengan cepat dan dapat menembus berbagai penjuru. Dan dengan media elektronik ini kita dapat dengan cepat memberikan pengetahuan dan wawasan keagamaan pada khalayak sebagai objek dakwah dengan cepat.

3. media cetak yakni media dakwah yang berupa tulisan, dan juga merupakan media awal yang usianya sama dengan bertatap muka. Media cetak yang dapat digunakan dalam menyampaikan pesan diantaranya melalui buku, majalah, surat kabar dan lain sebagainya. Agar dapat di terimanya media cetak dalam menyampaikan pesannya, hendaknya memperhatikan kebutuhan-kebutuhan yang dimiliki mad’u agar mereka dapat dengan cepat meresap dan memahami sekaligus menyampaikan kembali pesan yang terkandung dalam subtansi dakwahnya dengan baik.

D. Peluang dan Tantangan Berdakwah di Indonesia

Menurut catatan sejarah, Islam datang ke Indonesia berasal dari India, sehingga Islam yang ada di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh ajaran Hindu. Unsur-unsur ajaran agama Hindu justru memudahkan menyebarkan ajaran Islam di nusantara, khususnya di pulau jawa, karena mereka sudah mengenal ajaran agama Hindu.

(50)

li

dengan ajaran tauhid. Oleh karena itu, bukan suatu hal yang kebetulan jika umat Islam di Indonesia umumnya menyukai aspek tasawuf dan amalan-amalan daripada ilmu theology dan fiqih34

Di antara kesemua, baik itu tasawuf, fiqih, kalam dan mistik. Maka ajaran tasawuflah yang mendapat minat masyarakat, karena ajarannya berusaha menyesuaikan diri dengan tradisi-tradisi dan adat yang ada di dalam masyarakat, dan akhirnya ahli ilmu fiqih dan ilmu kalam, sedikit demi sedikit berkompromi dengan ajaran mistik dan tasawuf yang terbuka terhadap adat dan istiadat yang hidup dan berkembang di masyarakat Indonesia yang sebenarnya tidak sesuai dengan ajaran pokok Islam yang didasari pada tauhid.

Harus diketahui juga, bahwa nama-nama kehormatan bagi raja-raja, seperti misalnya Djohan Syah di Aceh, juga Sultan-sultan di Mataram yang menggunakan Kalipatullah Panatagama yang berarti Khalifatullah yang menata dan mengatur amalan-amalan agama. Demikian juga Istilah sembahyang untuk sholat yang dipakai hingga saat ini tanpa konotasi bahwa sembahyang itu menyembah ”Yang” y

Gambar

gambaran umum
Tabel. 1

Referensi

Dokumen terkait

Berkenaan dengan penyusuan laki-laki dewasa, sepertinya tinjauan Ibn Mas’ud melihat bahwa konteks yang dihadapi adalah penyusuan yang dilakukan oleh suami kepada istrinya, di mana

Menyebutkan contoh sikap pemimpin, tapi tidak sesuai dengan nilai kepemimpinan yang ditulisnya. Format

Informasi yang diharapkan dari informan kunci ini terutama menyangkut manfaat keberadaan Paket B di masyarakat, sejauh mana keefektivan pelaksanaan program kejar paket B, dan

• Kecerdesan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian pemimpin tidak bisa

Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ini, jelas menunjukkan bahawa sikap mementingkan diri yang ditunjukkan oleh pemimpin akan menyebabkan masyarakat yang dipimpinnya tidak

USIA yang ditunjangi oleh pemimpin- pemimpin USNO dan bantuan dari golongan migran agamawan luar dan dalam, proses pendakwahan dan pengislaman telah dilakukan

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisisosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam

a) Semakin lama di posisi sebagai pemimpin, perilaku sebagai servant leadership semakin meningkat. Hal ini terkait dengan peran sebagai mentor, refleksi terhadap