• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam.

Disusun oleh Rian Martini Nim : 208011000066

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rian Martini

Nim : 208011000066

Jurusan : Kependidikan Islam

Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Dengan ini saya menyatakan :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang saya ajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Strata Satu (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya hasil sendiri atau merupakan jiblakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 8 Januari 2013

(6)
(7)

AYAT-AYAT CINTA KARYA HABIBURRAHMAN

EL-SHIRAZY

Kata Kunci : Nilai-nilai Pendidikan akhlak dalam keluarga dan masyarakat

Sikap manusia dapat dianggap baik jika sudah memiliki sikap yang terpuji. Tanpa sikap yang terpuji derajat manusia akan lebih rendah dari pada hewan. Untuk menumbuhkan sikap terpuji diperlukan secara terus menerus melalui bimbingan dan pendidikan yang baik sehingga tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif. Faktor yang menjadikan sikap terpuji adalah pendidikan akhlak, keluarga, dan masyarakat yang terdapat dalam karya sastra novel Ayat-ayat Cinta yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan karena novel Islami sangat digemari oleh kalangan remaja.

Salah satu bentuk karya sastra yang berkembang pesat dan populer yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah novel yang berjudul Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy. Novel tersebut merupakan sebuah novel yang sarat dengan pesan nilai-nilai pendidikan yang disampaikan oleh para tokoh di dalamnya. Dalam skripsi ini mengambil judul

Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy”.

Skripsi ini menggunakan jenis kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Dalam melakukan penelitian lapangan menggunakan penelitian riset kepustakaan (library research) yaitu buku-buku tentang pendidikan yang berada diperpustakaan yang isinya bersangkutan dengan novel Ayat-ayat Cinta. Adapun sumber primer adalah wawancara langsung dengan penulis novel Habiburrahman el-Shirazy serta novel Ayat-ayat Cinta itu sendiri. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang membahas obyek penelitian secara apa adanya sesuai dengan data-data yang diperoleh.

Dari hasil penelitian yang dilakukan penulis dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy meliputi : dalam lingkup nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut meliputi akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya, bentuk perilaku yang ditampilkan adalah takwa, syukur, sabar dalam taat kepada Allah Swt, memelihara kesucian diri, menghargai waktu, ikhlas, tawaduk. Dalam lingkup nilai-nilai pendidikan terhadap keluarga, bentuk perilaku yang ditampilkan adalah birrul walidain, berkata halus dan mulia, silaturrahmi dengan karib kerabat. Dalam lingkup nilai-nilai pendidikan terhadap masyarakat, bentuk perilaku yang ditampilkan adalah bertamu dan menerima tamu, nasihat kepada sesama kaum muslimin, toleransi, musyawarah.

Rian Martini (PAI)

(8)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah Rabb al-‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke

hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kekuatan lahir dan batin sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy” ini merupakan tugas akhir yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I).

Selesainya skripsi ini tidak lepas dari sumbangsing berbagai pihak yang

telah membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu,

penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Sarjuni dan Murdiati serta adiku tersayang yang

telah merawat, mendidik, membimbing dan mendukung penulis dengan

kasih sayang tulus sepanjang masa.

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Rif‟at Syauqi Nawawi. MA. beserta para pembantu dekan dan segenap jajarannya.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Bahrissalim, M.Ag. dan

Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Drs. Sapiudin Shidiq,

M.Ag. yang telah memberikan nasehat, arahan, dan kemudahan dalam

penyusunan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing I dan II, Ibu Marhamah shaleh, Lc.,MA dan Ibu Dra.

Mahmudah Fitriyah, M.Pd. dengan penuh kesabaran dalam memberikan

bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen dan pegawai perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah dan Perpustakaan Utama yang

telah memberikan ilmu dan tuntunan kepada penulis dan membantu

melengkapi literature yang penulis perlukan dalam penyelesaian skripsi

(9)

iv

6. Teman-teman Mahasiswa PAI, khususnya Non reguler kelas B angkatan

2008, atas pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan

saat berinteraksi dengan mereka. Terima kasih secara khusus penulis

sampaikan kepada Leily Amalus Shalihah, S.Pd.I, Suci Nurhayati, S.Pd.I,

Siti Maspupah, S.Pd.I, Isma Wirda Fitriyani, S.Pd.I, Yusie Nilam

Sari,S.Pd.I, yang telah membantu memberikan masukan dalam skripsi ini.

7. Teman-teman PPKT SMP Darul Ma‟arif dan Guru-guru SMP Darul

Ma‟arif, Cipete angkatan Februari-Mei 2012. Yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa

menyelesaikan tugas ini dan semoga persahabatan yang terbina selama ini

akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan dan rasa cinta dan

hormat kepada semua pihak yang banyak membantu dan dapat

menyelesaikan tugas ini.

8. Teristimewa kepada Lusgianto, atas cinta, memberikan dukungan,

pengertianmu selama ini, yang selalu membantu mengumpulkan

bahan-bahan skripsi ini terutama saat proses penyelesaian skripsi.

Terima kasih atas bantuan selama penyelesaian skripsi ini, semoga

mereka mendapat imbalan yang sesuai dari Allah Swt. Semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi seluruh pembaca.

Jakarta, 08 Januari 2013

(10)

iv

LEMBAR PERNYATAAN PENULIS

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

ABSTRAKS ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Pembatasan Masalah dan Rumusan Masalah ... 9

D. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II : KAJIAN TEORI A. Pendidikan Akhlak dalam Islam ... 12

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 12

2. Dasar Pendidikan Akhlak ... 16

3. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 17

4. Macam-macam Akhlak ... 19

B. Hakikat Novel Dalam Sastra Islami ... 27

1. Pengertian Novel ... 27

2. Sastra Islami dan Karakteristik Sastra Islami ... 28

C. Hasil Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 32

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian ... 34

B. Sumber Penelitian ... 34

C. Metode Penelitian ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 37

(11)

v

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Habiburrahman dan Karya-karyanya ... 39

1. Profil Habiburrahman el-Shirazy ... 39

2. Karya-karya Habiburrahman el-Shirazy ... 42

3. Sinopsis, Karakter, Kelebihan, dan kekurangan Novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman el-Shirazy ... 43

B. Nilai-nilai Pendidikan yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman el-Shirazy ... 46

1. Nilai Pendidikan Akhlak Tehadap Allah dan Rosul-Nya . 46 a. Takwa ... 47

b. Syukur ... 49

c. Sabar Dalam Taat Kepada Allah Swt ... 50

d. Memelihara Kesucian Diri ... 52

e. Menghargai Waktu ... 53

f. Ikhlas ... 54

g. Tawaduk ... 56

2. Nilai Pendidikan Akhlak Terhadap Keluarga ... 57

a. Birrul Walidain ... 57

b. Berkata Halus dan Mulia ... 59

c. Silaturrahmi dengan Karib Kerabat ... 61

3. Nilai Pendidikan Akhlak Terhadap Masyarakat ... 63

a. Bertamu dan Menerima Tamu ... 63

b. Nasihat Kepada Sesama Kaum Muslimin ... 66

c. Toleransi ... 67

d. Musyawarah ... 68

Bab V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 07 B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

(12)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia mepunyai peranan bagi

individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu

masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik,

maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya rusak, maka rusaklah

lahir dan batinnya.1

Agama mengajarkan kepada kita untuk meraih keutamaan-keutamaan bagi

diri kita sendiri, dan agar kita berakhlak dengan akhlak yang baik menghiasi diri

kita dengan sifat-sifat yang baik. Ia mengajar kita agar patuh kepada kewajiban,

manusiawi, berbudi, setia, berwatak baik, riang gembira, dan jujur,

mempertahankan hak-hak kita tapi tidak melampaui batas hak-hak tersebut dan

tidak merampas hak milik, kehormatan, ataupun nyawa orang lain.2

Dilihat dari segi agama dan kehidupan zaman dahulu sampai zaman

sekarang bahwa pendidikan akhlak adalah modal utama yang harus dimiliki oleh

setiap manusia atau pola manusia. Soal pendidikan akhlak dalam ajaran Islam

banyak mendapatkan perhatian yang sangat besar, masuknya ajaran Islam yang

dibawa oleh Nabi Muhamad SAW sangat didasarkan oleh Al-Qur‟an dan Hadist. Segala perbuatan yang dilakukan manusia tidak terlepas dari akhlak.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa ruang lingkup akhlak sangat luas.

1

M. Yatimin Abdullah, Study Akhlak Dalam Perspektif Al-qur’an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), cet. 1, h. 1

2

(13)

Akhlak tidak hanya membahas masalah etika pergaulan dan sopan santun saja,

tetapi meliputi pola pikir, selera, pandangan, sikap, perilaku, kecenderungan, dan

keinginan yang ada pada seseorang.

Akhlak terbentuk dari kebiasaan yang sudah lama hingga mendarah daging

menjadi tabiat atau watak. Sikap atau perilaku yang disebut akhlak akan muncul

secara spontan (tidak dibuat-buat) dan terus menerus.

Semua yang dilakukan dan di ajarkan oleh Rasulullah SAW menjadi

teladan bagi umatnya. Karena itulah, kita harus meneladani akhlak Rasulullah.

Allah SWT, dengan tegas memerintahkan hal ini dalam Al-Qur‟an sebagai berikut:3

ّ ةنسح ةوس هَّّا وسر يف م ّ اك قَّ

وجري اك

ا

هَّّا رك و رخ ّا مويّاو هَّّا

اريثك

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah”. (Q.S. Al-Ahzab ayat 21)

Dalam hal ini akhlakul karimah Rasulullah SAW adalah teladan yang

paling sempurna dimuka bumi ini, selayaknya kita meneladani akhlak beliau,

Rasulullah menjadi sumber teladan bagi semua manusia terutama bagi umat

Islam, akhlak Rasulullah SAW menjadi pedoman bagi masyarakat sejak dahulu

hingga sekarang. Sifat beliau merupakan suatu tenaga yang mempertalikan antara

anggota-anggota masyarakat itu dengan suatu ikatan yang teguh, dan pimpinan

beliau menjadi sumber ilham kebaikan umat Islam sejak dahulu hingga sekarang.

Dalam pandangan Islam, akhlak merupakan cermin dari apa yang ada

dalam jiwa seseorang. Karena itu akhlak, yang baik merupakan dorongan dari

keimanan seseorang, sebab keimanan harus ditampilkan dalam perilaku nyata

sehari-hari.

Sebagaimana yang dikutip oleh Ihwanul muslimin di antara aspek

pendidikan yang terpenting menurut Yusuf Al-Qardhawy ialah aspek kejiwaan

3

(14)

atau akhlak. Mereka sangat mementingkan dan mengutamakannya serta

menganggapnya sebagai tonggak pertama untuk perubahan masyarakat.4

Islam memandang akhlak utama sebagian dari iman atau sebagian dari

buahnya yang matang. Sebagaimana iman begitu pula Islam tergambar pada

keselamatan akidah dan kemantapan akhlak.

Sedangkan menurut Al-Farabi, sebagaimana yang di kutip nilai-nilai

akhlak/budi pekerti karangan Moh. Ardani, ia menjelaskan bahwa akhlak itu

bertujuan untuk memperoleh kebahagiaan yang merupakan tujuan tertinggi yang

dirindui dan diusahakan oleh setiap orang.5

Pada kenyataan di lapangan, usaha-usaha pembinaan akhlak melalui

berbagai lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus di

kembangkan. Ini menunjukan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan

ini ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang

berakhlak mulia, taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, hormat kepada

ibu-bapak, sayang kepada sesama makhluk Tuhan dan seterusnya. Sebaliknya

keadaan juga menunjukan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau

dibiarkan tanpa bimbingan, arahan dan pendidikan, ternyata menjadi anak-anak

yang nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan

seterusnya. Ini menunjukan bahwa akhlak memang perlu dibina. 6

Maka berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan oleh penulis bahwa

akhlak sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Akhlak sebagai panutan diri

sendiri untuk selalu berbuat baik dan mawas diri terhadap keburukan. Terutama

dalam lingkungan sebab lingkungan sangat rentan dengan keburukan. Jadi, akhlak

sangat dibutuhkan untuk mengatur hidup manusia dengan segala sifat

keburukannya.

Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam keluarga inilah

anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga

4

Yusuf Al-Qardhawy, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, Ter. dari At-Tarbiyyatul Islamiyyah wa Madrasatu Hasan Al-Banna oleh Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad, (Jakarta: Bulan Bintang, t.t), h. 47-50

5

Moh. Ardani, Nilai-nilai Akhlak / Budi Pekerti Dalam Ibadat, (tt.p : PT Suhada Insan Perkasa, 2001), cet. 1, h. 29

6

(15)

disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagaian besar hidup

anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling banyak diterima oleh

anak adalah di dalam keluarga.

Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak

dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat

anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga

yang lain.7

Terutama pendidikan Islam dalam keluarga ini sangat besar pengaruhnya

terhadap kepribadian anak didik, karena itu suasana pendidikan yang telah

dialaminya pertama-tama akan selalu menjadi kenangan sepanjang hidupnya.

Pendidikan Islam di dalam keluarga ini diperlukan pembiasaan dan pemeliharaan

dengan rasa kasih sayang dari kedua orang tuanya terutama. Orang tua yang

menyadari akan mendidik anaknya kearah tujuan pendidikan Islam, yaitu anak

dapat berdiri sendiri dengan kepribadian muslim.8

Masyarakat adalah sekumpulan orang atau sekelompok manusia yang

hidup bersama di suatu wilayah dengan tata cara berfikir dan bertindak yang

relatif sama yang membuat warga masyarakat itu menyadari diri mereka sebagai

satu kelompok. 9

Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan ketiga

setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini,

telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan

keluarga dan berada di luar dari pendidikan sekolah.

Corak dan ragam pendidikan yang di alami seseorang dalam masyarakat

banyak sekali, ini meliputi segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan,

pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun

pembentukan kesusilaan dan keagamaan.10

7

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 2006), cet. 5, h. 38

8

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, ((Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 5, hal. 178-179 9

M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet. 1, h. 30

10

(16)

Krisis akhlak itu berakar pada menurunnya keimanan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, tetapi sistem pendidikan kita belum juga mengantisipasi hal iu.

Pendidikan kita belum juga menyediakan kurikulum yang mampu mempertebal

keimanan siswa. Teriakan bahwa akhlak remaja merosot memang sering

dilontarkan oleh para pejabat, tetapi antisipasinya dibidang pendidikan belum ada.

Pendidikan keimanan semestinya menjadi inti (core) sistem pendidikan nasional,

dan ini sering diteriakan para ahli tetapi mengambil keputusan belum juga

mengantisipasinya secara memadai.

Apabila diamati bagaimana keadaan dunia pendidikan dewasa ini, tampak

adanya gejala-gejala yang menunjukan rendahnya kualitas akhlak para peserta

didik. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kasus, misalnya narkotika,

pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan.

Sementara itu ketua Komisi Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait

mengungkapkan, saat ini setidaknya terdapat sekitar 7.000 lebih anak yang

mendekam di penjara. Ada empat kasus yang kebanyakan melibatkan mereka,

yaitu narkotika, pelecehan seksual, pencurian dan pembunuhan. Untuk kasus

pembunuhan sendiri, terdapat 12 kasus sepanjang tahun 2012.11

Dalam hal tersebut merupakan pengaruh dalam bidang komunikasi

massa-baik media massa cetak maupun elektronik-kemajuan itu sangat menonjol.

Tahun-tahun terakhir ini mulai di sadari pengaruh buruk yang di timbulkan televisi

terhadap perkembangan jiwa anak-anak, mengingat bahwa anak-anak usia SD

atau SMP pada dasarnya bersikap peniru. Seperti dikatakan Richard E Palmer,

Presiden AMA, bahwa televisi pada hakikatnya telah menimbulkan

masalah-masalah kesehatan mental dan lingkungan. Maka dapat di simpulkan adanya

pengaruh buruk yang cukup serius terhadap remaja, dari peran media massa.

Contohnya televisi sangat berpengaruh negatif, antara lain12 :

1. Acara-acara TV dapat membuyarkan konsentrasi dan minat belajar anak.

2. Kerusakan moral anak, akibat menonton acara yang sebenarnya belum

pantas untuk ia saksikan.

11

Al-Islam, PenerapanSyari‟ahIslam,2012, http://www.al-khilafah.org/2012/07/penerapan-syariah-islam-selamatkan.html

12

(17)

3. Timbul kerenggangan timbal balik antara orang tua dan anaknya.

4. Kesehatan mata anak dapat terganggu.

5. Timbulnya kecenderungan untuk meniru gaya hidup mewah seperti yang

sering diperlihatkan para artis televisi.

Dalam masa remaja awal seorang anak bukan hanya mengalami

ketidaksetabilan perasaan dan emosi, dalam waktu bersamaan mereka mengalami

masa kritis. Dalam masa kritis ini seorang anak berhadapan dengan persoalan

apakah dirinya mampu memecahkan masalahnya sendiri atau tidak. Jika mampu

memecahkan dengan baik, maka akan mampu pula untuk menghadapi masalah

selanjutnya, hingga dewasa. Jika dirinya tidak mampu memecahkan masalahnya

dalam masa ini, maka ia akan menjadi orang dewasa yang senantiasa

menggantungkan diri kepada orang lain.13

Sebagai karya kreatif, karya sastra yang mengangkat masalah

kemanusiaan, yang bersandarkan kebenaran, akan menggugah nurani dan

memberikan kemungkinan pertimbangan baru pada diri pembacanya. Hal itu tentu

ada kaitannya dengan tiga wilayah fundamental yang menjadi sumber penciptaan

karya sastra : kehidupan agama, sosial, dan individual. Oleh karena itu, cukup

beralasan apabila sastra dapat berfungsi sebagai peneguh suasana batin pembaca

dalam menjalankan keyakinan agamanya. 14

Novel dapat dijadikan sebagai salah satu media pendidikan. Meski

ceritanya fiktif, namun hal ini justru menjadi daya tarik bagi para pembaca. Saat

membaca cerita fiktif, pembaca biasanya akan terbawa arus cerita yang dialami

oleh para tokoh dalam cerita. Dengan demikian, pesan-pesan pendidikan yang

terkandung dalam cerita secara tidak langsung juga akan terserap oleh para

pembaca dan menjadi sebuah pelajaran yang diikutinya dalam kegiatan

sehari-hari. Salah satu novel yang dapat dijadikan sebagai media pembelajaran adalah

novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy.

Salah satu novel yang sangat bagus responnya di kalangan remaja adalah

novel dengan judul Ayat-ayat Cinta. Novel ini ditulis oleh Habiburrahman

13

Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Rineka Cipta, 1991), cet. 2, h. 16 14

(18)

Shirazy, Habiburrahman el-Shirazy adalah alumnus Universitas al-Azhar Kairo.

Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist. Habiburrahman el-Shirazy juga kemudian

menempuh program pascasarjana dalam ilmu yang sama di The Institute for

Islamic Studies in Cairo, lulus pada tahun 2002. Ketika novel tersebut diterbitkan

dan dijual dipasar buku, para remaja sangat meminati novel penggugah jiwa

tersebut. Terbukti sejak terbit perdana pada Desember 2004 hingga juni 2005 dan

hingga 2012, novel ini sudah mengalami tujuh belas kali cetak ulang.

Dalam Komunitas Forum Lingkar Pena, sebuah organisasi kepenulisan

yang diikuti oleh Habiburrahman el-Shirazy, novel ini mendapatkan Anugrah

Pena Awward‟ pada Februari 2005. Penilaian utama yang membuat Forum Lingkar Pena memberi anugrah tersebut adalah karena novel ini memiliki pesan

moral yang sangat positif terhadap para remaja (pembaca).

Dalam novel tersebut, Habiburrahman el-Shirazy mengisahkan seorang

Mahasiswa Indonesia yang belajar di Mesir. Melalui tokoh utama (Fahri) dalam

novel tersebut, Habiburrahman el-Shirazy berusaha menyampaikan berbagai

pesan moral Islami (akhlak) kepada para pembaca, khususnya para remaja.

Melalui tokoh Fahri, bagaimana gambaran insan kamil terimplementasi dalam

kehidupan sehari-hari. Untuk sementara ini, sebagian remaja menggandrungi

novel tersebut. Mereka bahkan sangat mengidolakan tokoh Fahri yang Perfect

dalam novel tersebut.

Berbagai pendapat pembaca yang telah membaca novel ini memiliki

pandangan yang berbeda, berikut ini kutipan pembaca yang berpendapat : Anna

R. Nawaning, Cerpenis dan Penulis Sastra Islami :”Membaca novel ini, nutrisi cinta seakan mengalir memenuhi jiwa. Dan pikiran kita terpenuhi oleh berbagai

pengetahuan dan wawasan. Inilah karya fiksi yang tidak „mengelabui‟. Sangat

bagus sekali.” Nashruddin Baidan, Rektor STAIN Surakarta.”Nuansa Islam yang amat kental mengukuhkan novel ini sebagai media dakwah. Banyak hikmah yang

dapat dipetik, terutama mengenai bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia,

baik muslim maupun non muslim, muhrim dan bukan muhrim. Tersusun dalam

bahasa yang indah dan halus. Tiap kejadian tersusun secara kompak, satu kejadian

(19)

sia-sia. Tiap babnya menghadirkan kejutan kejutan tersendiri, hingga pembaca

dibuat penasaran untuk terus mengikuti kisahnya dari awal hingga akhir”.15

Dari dua pendapat di atas, novel Ayat-ayat Cinta dapat digambarkan

bahwa novel ini mampu memberikan motivasi kepada generasi muda dan bangsa

untuk terus berjuang dalam menghadapi hidup dalam keadaan tersakiti hati dalam

hidup harus tetap dijalani, karena cinta membutuhkan pengorbanan yang mungkin

bisa menyakiti hati bisa juga menyenangi hati, selain itu, merupakan novel yang

mendidik. Novel ini hanya sekian dari novel religi yang menyuguhkan

pesan-pesan yang bernilai tinggi, bermanfaat bagi diri sediri setelah membaca, orang

lain yang membacanya dan mudah-mudahan dapat menambah keimanan kepada

sang pencipta.

Maka berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa

novel Ayat-ayat Cinta banyak sekali nilai-nilai akhlak yang dapat kita ambil

pelajarannya. Terutama bagi pelajar yang sedang menuntut ilmu supaya tidak

pantang menyerah, saling toleransi terhadap perbedaan agama.

Dari sini Karya sastra yang baik senantiasa mengandung nilai. Nilai ini

dikemas dalam wujud struktur karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam

alur, latar, tokoh, tema, dan amanat atau di dalam larik, kuplet, rima, dan irama.

Nilai yang terkandung dalam karya sastra itu, antara lain, adalah sebagai berikut:16

1. Nilai hedonik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan secara

langsung kepada pembaca.

2. Nilai artistik, yaitu nilai yang dapat memanifestasikan suatu seni atau

keterampilan dalam melakukan suatu pekerjaan.

3. Nilai kultural, yaitu nilai yang dapat memberikan atau mengandung

hubungan yang mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau

kebudayaan.

4. Nilai etis, moral, dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau

memancarkan petuah atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau

agama.

15

Habiburrahman el-Shirazy, Ayat-ayat Cinta, (Jakarta: Republika, 2004), cet. 1, h. 4 16

(20)

5. Nilai praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat

diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kandungan pesan moral (akhlak)

dalam novel tersebut dan manfaatnya bagi para peserta didik disekolah, dalam

skripsi ini penulis akan membahas hal tersebut, dengan judul : “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ayat-ayat Cinta Karya Habiburrahman el-Shirazy”.

B. Identifikasi masalah

Masalah yang akan di bahas dalam skripsi ini adalah baik untuk dijadikan

sebagai motifasi atau pembelajaran yang bisa diambil dari novel Ayat-ayat Cinta

yaitu :

1. Banyaknya kemerosotan akhlak yang terjadi di lingkungan keluarga dan

masyarakat saat ini, mulai dari generasi muda hingga tua.

2. Banyaknya anak atau peserta didik usia sekolah yang terlibat pelecehan

seksual, penyalah gunaan narkotika, pencurian dan pembunuhan di

karenakan kurangnya pemahaman mereka terhadap nilai-nilai pendidikan

akhlak terpuji.

3. Dari sekian banyak novel yang beredar, tidak semua novel mengandung

tema pendidikan. Novel Ayat-ayat Cinta tampil sebagai salah satu novel

yang bertema pendidikan.

C. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah

Kajian sebuah novel memiliki cakupan yang sangat luas. Sebuah novel

bisa dikaji dalam tataran nilai-nilai estetika. Ia juga mungkin dibedah dalam hal

konsep etika. Ia biasa ditelaah dalam bidang gramatika bahasa. Bahkan ia juga

sering diteliti tentang ideologi si penulis novel dan faktor-faktor sosial yang

mempengaruhi si penulis novel dalam proses lahirnya novel yang bersangkutan.

Adapun dalam skripsi ini, penulis membatasi kajian mengenai konsep nilai-nilai

pendidikan yang tertuang dalam novel Ayat-ayat Cinta tersebut.

Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penulisan skripsi ini dibatasi

(21)

Karya Habiburrahman el-Shirazy yang mencakup Nilai-nilai Pendidikan Akhlak

dalam Keluarga dan Masyarakat”.

Pembahasan dalam skripsi ini akan berusaha menjawab beberapa

permasalahan. Permasalahan tersebut secara gamblang dan secara langsung akan

terjawab dengan sendirinya dari pokok-pokok kajian dalam skripsi ini. Sehingga

kebermanfaatan novel Ayat-ayat Cinta dalam dunia pendidikan dapat tergali. Adapun beberapa perumusan permasalahan yang akan dibahas dalam

skripsi ini adalah : “Bagaimanakah Konsep Nilai-nilai Pendidikan Akhlak (Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Keluarga dan Masyarakat) yang terkandung dalam

novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy”.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara sederhana, tujuan merupakan target yang diharapkan akan tercapai

setelah melakukan sebuah pekerjaan tertentu. Jika target itu tercapai, maka

pekerjaan tersebut layak dikatakan berhasil. Adapun tujuan dari penulisan skripsi

yang mengambil bahasan sastra ini, diantaranya adalah untuk :

1. Mengetahui Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Keluarga dan

Masyarakat yang terkandung dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy.

2. Mengetahui Nilai-nilai pendidikan dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy.

Manfaat penelitian dari penulisan skripsi yang mengambil tema etika

dalam sastra ini adalah untuk memberi masukan kepada dunia pendidikan Islam

tentang karya sastra yang mengandung nilai-nilai konstruktif terhadap dunia

pendidikan Islam. Dari itu, mungkin juga novel yang dikaji dalam skripsi ini layak

menjadi bahan bacaan para remaja secara nasional.

Penelitian ini di harapkan berhasil dengan baik dan dapat mencapai tujuan

penelitian secara optimal, mampu menghasilkan laporan yang sistematis dan

bermanfaat secara umum. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Diharapkan dapat memberikan tambahan masukan atau sumbangan bagi

(22)

Keluarga dan Masyarakat dalam novel Ayat Ayat Cinta karya Habiburrahman el-Shirazy dalam kehidupan yang tentram dan bijak,

walaupun banyak rintangan yang harus dilalui.

2. Diharapkan pembaca dapat mengambil manfaat Nilai-nilai pendidikan

Akhlak dalam Keluarga dan Masyarakat dalam novel Ayat Ayat Cinta

(23)

12

BAB II KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Akhlak dalam Islam 1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Bila kita akan melihat pengertian Pendidikan dari segi bahasa, maka

kita harus melihat kepada kata Arab kerena ajaran Islam itu diturunkan dalam

bahasa tersebut. Kata “Pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam

Bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah”, dengan kata kerja “Rabba”. Kata

“Pengajaran” dalam Bahasa Arabnya adalah “Ta’lim”, dengan kata kerjanya

“Allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam Bahasa Arabnya “Tarbiyah wa

Ta’lim” sedangkan “Pendidikan Islam” dalam Bahasa Arabnya adalah

“Tarbiyah Islamiyah”.1

Kata kerja “ Rabba” (mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi Muhamad SAW seperti terlihat dalam ayat Al-Qur‟an dan Hadist Nabi. Dalam ayat Al-Qur‟an kata ini digunakan dalam susunan sebagai berikut:

݇݁سوف݌ ݗف ۳ّ݉ ݇݅عأ ݇݁گّڮܒ

ۚ

݁ت ݊إ

أ݄݅ ݊۳ك هڮ݌إف ݋ݙح݄۳ص ۲و݌و

۲ًܒوفغ ݋ݙّ۲ڮّ

“Ya Tuhan, sayangilah keduanya (Ibu Bapakku) sebagaimana mereka telah mengasuhku (mendidikku) sejak kecil”. (Q.S. 17 Al-Isra‟ 24)

Dalam bentuk kata benda, kata “Rabba” ini digunakan juga untuk

“Tuhan”, mungkin karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh,

memelihara, malah mencipta.

1

(24)

Dalam ayat lain kata ini digunakan dalam susunan sebagai berikut:

݋ݘܓف۳݄݁۲ ݋݈ ت݌أّ ت݅عف ݗتڮ݄۲ كت݅عف ت݅عفّ

“Berkata (Fir’aun kepada Nabi Musa), bukankah kami telah mengasuhmu (mendidikmu) dalam keluarga kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu”. (Q.S. 26 Asy-Syura 18)

Kata Ta’lim dengan kata kerjanya “ „allama” juga sudah digunakan

pada zaman Nabi. Baik dalam Al-Qur‟an, Hadist atau pemakaian sehari-hari,

kata ini lebih banyak digunakan dari pada kata “Tarbiyah” tadi. Dari segi

bahasa, perbedaan arti dari kedua kata itu cukup jelas. Bandingkanlah

penggunaan dan arti kata berikut ini dengan kata “Rabba”, “Addaba”,

“Nasyaa” dan lain-lain yang masih kita ungkapkan tadi. Firman Allah :

۳هڮ݅ك ء۳݉سأ݄۲ ݆܎آ ݇ڮ݅عّ

“Allah mengajarkan kepada Adam nama-nama semuanya”. (Q.S.

Al-Baqarah : 31)

Firman-Nya lagi :

ܓݙڮط݄۲ قطݍ݈ ۳ݍ݉݅ع س۳ڮݍ݄۲ ۳هگݘأ ۳ݘ ݂۳قّ

“Berkata (Sulaiman) : Wahai manusia, telah diajarkan kepada kami pengertian bunyi burung”. (Q.S. An-Naml : 16)

Kata “Allama” pada kedua ayat tadi mengandung pengertian sekedar

memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan

kepribadian, karena sedikit sekali kemungkinan membina kepribadian Nabi

Sulaiman melalui burung, atau membina kepribadian Adam melalui nama

benda-benda. Lain halnya dengan pengertian “Rabba”, “Adabba”, dan

selainya tadi. Disitu jelas terkandung kata pembinaan, pimpinan,

pemeliharaan, dan sebagainya.

Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas dapat diartikan sebagai

suatu proses pembelajaran kepada peserta didik (manusia) dalam upaya

(25)

Pengertian pendidikan adalah secara umum, pendidikan berarti suatu

proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang

(peserta didik) dalam usaha mendewasakan manusia (peserta didik) melalui

upaya pengajaran dan latihan, proses, perbuatan, dan cara-cara mendidik.

Secara khusus, penggunaan istilah pendidikan Islam dalam konteks ini berarti

proses pentransferan nilai yang dilakukan oleh pendidik, yang meliputi proses

pengubahan sikap dan tingkah laku serta kognitif peserta didik, baik secara

kelompok maupun individual kearah kedewasaan yang optimal dengan

melibatkan seluruh potensi yang dimilikinya, sehingga diharapkan peserta

didik mampu mengfungsikan dirinya sebagai hamba maupun khalifah fil ardh

dengan tetap berpedoman kepada ajaran Islam. 2

Ki Hajar Dewantara, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata,

menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh

keinsyafan yang ditunjukan untuk keselamatan dan kebahagiaan manusia.

Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan

perjuangan. Pendidikan berarti memelihara hidup kearah kemajuan, tidak

boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan

adalah usaha kebudayaan berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar

mempertinggi derajat kemanusiaan.3

Salah satu diantara ajaran Islam tersebut adalah mewajibkan kepada

umat Islam untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam,

pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak

harus di penuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia

dan akhirat. Demikian pendidikan itu pula manusia akan mendapatkan

berbagai macam ilmu pengetahuan untuk bekal dan kehidupannya.4

Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan

adalah merupakan proses mendidik, membina, mengendalikan, mengawas,

mempengaruhi, dan mentransmisikan ilmu pengetahuan yang dilaksanakan

oleh para pendidik kepada anak didik untuk membebaskan kebodohan,

2

A. Susanto, Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Sinar Gratika Offset, 2009), cet. 1, h. 3 3

Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (tt.p : Bandung: Angkasa, 2003), h. 11 4

(26)

meningkatkan pengetahuan, dan membentuk kepribadian yang lebih baik dan

bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari. Pendidikan juga merupakan usaha dan

upaya para pendidik yang bekerja secara interaktif dengan para peserta didik

untuk meningkatkan dan mengembangkan serta memajukan kecerdasan dan

keterampilan semua orang yang terlibat dalam pendidikan. Dengan demikian,

yang dikembangkan dan ditingkatkan ilmu pengetahuandan kecerdasannya

bukan hanya anak didik, melainkan para pendidik dan semua orang yang

terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pendidikan. Sebagai

ilustrasi, orang tua hanya mengembangkan ilmu pengetahuannya agar dalam

mendidik anak-anaknya sejalan dengan tujuan pendidikan secara umum, yaitu

pencerdasan anak bangsa. Guru harus ditingkatkan ilmu pengetahuannya

supaya ilmu yang diberikan kepada anak didiknya merupakan ilmu yang baru

dan mengikuti perkembangan zaman. Demikian seterusnya, apabila dunia

pendidikan menghendaki kemajuan yang maksimal dan kondisional.5

Sebagaimana dikutip Saiful Amin Ghafur, Akhlak berasal dari bahasa

Arab akhlak. Kata dasar (mufrad) adalah khulqu berarti perangai (al-sajinah),

tabiat atau tingkah laku (ath-thabi-ah), kebiasaan (al-adat), dan adab yang

baik (al-muru’ah).6

Sebagaimana dikutip Yunahar Ilyas berakar dari kata khalaqa yang

berarti menciptakan. Seakar dengan kata Khaliq (pencipta), makhluq (yang

diciptakan) dan Khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata diatas

mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya

keterpaduan antara kehendak Khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluk

(manusia), atau dengan kata lain, tata perilaku seseorang terhadap orang lain

dan lingkungannya baru mengandung nilai akhlak yang hakiki manakala

tindakan atau perilaku tersebut didasarkan kepada kehendak Khalik (Tuhan).

Akhlak bukan saja merupakan tata aturan atau norma perilaku yang mengatur

hubungan antar sesama manusia, tetapi juga norma yang mengatur hubungan

antara manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.7

5

Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), h. 22 6

Saiful Amin Ghofur, Bahaya Akhlak Tercela, (Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2007), h. 3

7

(27)

Imam Ghazali sebagaimana dikutip oleh Ahmad Muhammad Al-Hufy “Bahwasanya Akhlak adalah hal ihwal yang melekat dalam jiwa, dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan diteliti”.8

Hamzah Ya‟kup sebagaimana dikutip oleh M. Yatimin Abdullah mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut : 9

a. Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk,

antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia

lahir dan batin.

b. Akhlak ialah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang

baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan

menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan

pekerjaan mereka.

2. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar diartikan sebagai landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi

dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai.10

Dasar adalah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar

sesuatu tersebut tegak kokoh berdiri. Dengan adanya dasar ini maka

pendidikan Islam akan tegak berdiri dan tidak mudah diombang-ambingkan

oleh pengaruh oleh pengaruh luar yang mau merobohkan atau pun mau

mempengaruhinya.11

Dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh

aktivitas pendidikan. Karena dasar menyangkut masalah ideal dan

fundamental, maka diperlukan landasan pandangan hidup yang kokoh dan

komprehensif, serta tidak mudah berubah. 12

Akhlak pada dasarnya adalah sikap yang melekat pada diri seseorang

8

Ahmad Muhammad Al-Hufy, Akhlak Nabi Muhammad Saw, (Jakarta: Bulan Bintang), h. 15

9

Yatimin Abdullah, Study Akhlak Dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2007), cet. 1, h. 3

10

Ramayulis dan Samsul Nizar, FilsafatPendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), cet. 3, h. 107

11

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet. 1, h. 19 12

(28)

yang secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan. Apabila

perbuatan spontan itu baik menurut akal dan agama, maka tindakan itu disebut

akhlak yang baik atau akhlakul karimah. Sebaliknya, akhlak yang buruk

disebut akhlakul mazmumah. Baik dan buruk didasarkan kepada sumber nilai,

yaitu Al-Qur‟an dan Sunnah Rasul.13

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau

kelompok yang melakukan suatu kegiatan. Karena itu, tujuan ilmu pendidikan

Islam, yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau kelompok orang

yang melaksanakan pendidikan Islam.14 Yang dimaksud tujuan pendidikan

adalah target yang ingin dicapai suatu proses pendidikan. Dengan kata lain,

pendidikan dapat mempengaruhi performance manusia.15

Tujuan yang ingin dicapai oleh orang-orang yang berakhlak yang

mulia ialah kebahagiaan yang dapat dirasa serta dinikmati dan inilah yang

dikehendaki oleh Imam Al-Gazali sebagaimana dikutip oleh Ahmad

Muhammad Al-Hufy mengatakan bahwa : “Dan tujuan dari pada akhlak ini

ialah supaya amal yang dikerjakan itu menjadi enak maka seseorang yang

dermawan akan merasakan lezat dan lega ketika memberikan hartanya,

berbeda dengan seseorang yang memberikan hartanya karena terpaksa, dan

seseorang yang merendahkan diri merasakan lezatnya tawadhu.16

Menurut Imam Al-Gazali sebagaimana dikutip oleh Yatimin Abdullah

menyebutkan bahwa ketinggian akhlak merupakan kebaikan tertinggi.

Kebaikan-kebaikan dalam kehidupan semuanya bersumber pada empat

macam: 17

13

Srijanti, Purwanto S.K, Wahyudi Pramono, Etika Membangun Masyarakat Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), cet. 2, h. 10

14

Djamaluddin dan Abdullah Aly, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), cet. 2 (Revisi), h. 14

15

Asrorun Niam Shaleh, Reorientasi Pendidikan Islam, (Jakarta: Elsas, 2006), cet. 1-4, h. 78

16

Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi, (UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 73-74

17

(29)

a. Kebaikan jiwa, yaitu pokok-pokok keutamaan yang sudah berulang

kali disebutkan, yaitu ilmu, bijaksana, suci diri, dan adil.

b. Kebaikan dan keutamaan badan. Ada empat macam, yakni sehat, kuat,

tampan, dan usia panjang.

c. Kebaikan eksternal (al-kharijiah), seluruhnya ada empat macam juga,

yaitu harta, keluarga, pangkat, dan nama baik (kehormatan).

d. Kebaikan bimbingan (taufik hidayah), juga ada empat macam, yaitu

petunjuk Allah, bimbingan Allah, pelurusan, dan penguatannya.

Jadi, tujuan akhlak diharapkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan

akhirat bagi pelakunya sesuai ajaran Al-Qur‟an dan Hadist. Ketinggian

akhlak terletak pada hati yang sejahtera (qalbun salim) dan pada ketentraman

hati (rahatul qalbi).

Tujuan sebenarnya dari pendidikan adalah mencapai suatu akhlak

yang sempurna. Maka tujuan pokok dan terutama dari pendidikan Islam ialah

mendidik budi pekerti dan pendidikan jiwa. Menurut Al-Gazali sebagaimana

dikutip oleh Muhammad „Athiyah Al-Abrasjy berpendapat : Tujuan dari

pendidikan ialah mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan pangkat dan

bukan bermegah-megah, dan janganlah hendaknya seorang pelajar itu belajar

untuk mencari pangkat, harta, menipu orang-orang bodoh atau

bermegah-megah dengan kawan. Jadi pendidikan itu tidak keluar dari pendidikan

akhlak.18

Sedangkan tujuan pendidikan menurut M. Djunaidi Dhany,

sebagaimana dikutip oleh Armai Arief adalah sebagai berikut19 :

a. Pembinaan kepribadian anak didik yang sempurna.

1) Pendidikan harus mampu membentuk kekuatan dan kesehatan

badan serta pikiran anak didik.

2) Sebagai individu, maka anak harus dapat mengembangkan

kemampuannya semaksimal mungkin.

18 Muhammad „Athiyah Al

-Abrasjy, Dasar-dasar pokok Pendidikan Islam, Terj. dari Attarbijatul Islamijah dari oleh Bustami A. Gani dan Djohar Bahri L.I.S, (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), cet. 1, h.15

19

(30)

3) Sebagai anggota masyarakat, anak harus dapat memiliki tanggung

jawab sebagai warga negara.

4) Sebagai pekerja, anak harus bersifat efektif dan produktif serta cinta

akan kerja.

b. Peningkatan moral, tingkah laku yang baik dan menanamkan rasa

kepercayaan anak terhadap agama dan kepada Tuhan.

c. Mengembangkan intelegensi anak secara efektif agar mereka siap untuk

mewujudkan kebahagiaannya di masa mendatang.

Tujuan dari akhlak adalah membuat amal yang dikerjakan menjadi

nikmat. Seseorang yang dermawan akan merasakan lezat dan lega ketika

memberika hartanya dan ini berbeda dengan orang yang memberikan hartanya

karena terpaksa. Seseorang yang merendahkan hati, ia merasakan lezatnya

tawadhu.20

Selanjutnya Mustafa Zahri sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata

mengatakan bahwa tujuan perbaikan akhlak itu, ialah untuk membersihkan

kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci

bersih, bagaikan cermin yang dapat menerima Nur cahaya Tuhan.21

Tujuan itu tampaknya didasarkan pada salah satu sifat dasar yang

terdapat dalam diri manusia, yakni sifat dasar yang cenderung menjadi orang

yang baik, yakni kecencerungan untuk melaksanakan segala perintah Allah

dan menjauhi larangan-Nya.22

4. Macam-macam Akhlak

Bahwa nilai-nilai yang hendak dibentuk atau diwujudkan dalam

pribadi anak didik sehingga fungsional dan aktual dalam perilaku muslim

adalah nilai Islami yang melandasi moralitas.

Nilai adalah suatu seperangkat keyakinan atau perasaan yang diyakini

sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola

pemikiran, perasaan keterikatan maupun perilaku. Oleh karena itu sistem nilai

20

Bambang Trim, Meng-Install Akhlak Anak, (Jakarta : Hamdalah, 2008), cet. 1, h. 7 21

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta : Rajawali Pers, 2011), cet. 10, h. 13-14 22

(31)

dapat merupakan standar umum yang diyakini, yang diserap dari keadaan

obyektif maupun diangkat dari keyakinan, sentimen (perasaan umum) maupun

identitas yang diberikan atau diwahyukan oleh Allah SWT, yang pada

gilirannya merupakan sentimen (perasaan umum), kejadian umum, identitas

umum yang oleh karenanya menjadi syariat umum.23

Nilai-nilai dalam Islam dilihat dari segi normatif, yaitu baik dan buruk,

benar dan salah, hak dan batil, diridhai dan dikutuk oleh Allah SWT.

Nilai-nilai yang tercakup di dalam sistem nilai Islami yang merupakan

komponen atau subsistem adalah sebagai berikut24:

a. Sistem nilai kultural yang senada dan senapas dengan Islam.

b. Sistem nilai sosial yang memiliki mekanisme gerak yang berorientasi

kepada kehidupan sejahtera di dunia dan bahagia di akhirat.

c. Sistem nilai yang bersifat psikologis dari masing-masing individu

secara terkontrol oleh nilai yang menjadi sumber rujukannya, yaitu

Islam.

d. Sistem nilai tingkah laku dari makhluk yang mengandung interrelasi

atau interkomunikasi dengan yang lainnya. Tingkah laku ini timbul

karena adanya tuntutan dari kebutuhan mempertahankan hidup yang

banyak diwarnai oleh nilai-nilai yang motivatif dalam pribadinya.

A. Akhlak Terhadap Allah dan Rasul-Nya

Pendidikan akhlak mestinya menjadi care pendidikan nasional. Para

murid berakhlak mulia, sopan santun, di rumah, di masyarakat, di sekolah, di

jalan raya, dan dimanapun, itu yang memang sangat di idamkan. Salah

seorang penyair besar Islam, Syauqi Bey, sebagaimana dikutip oleh Ahmad

Tafsir, mengatakan bahwa bangsa adalah akhlaknya, hilang akhlak hilanglah

bangsa itu. Bahwa pendidikan akhlak memang tidak mungkin terpisah dari

pendidikan agama karena akhlak itu basisnya adalah keimanan dan dipihak

lain akhlak itu merupakan bagian dari agama bahkan intinya agama (Islam).

23

Abu Ahmad dan Noor Salimi, Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet. 4, h. 202

24

(32)

Dan jika budi pekerti tadi diajarkan terlepas dari agama, maka ia akan kehilangan sanksi “dalam” yang justru paling penting dalam keberkahan seseorang.25

Menurut Al-Abrasyi, sebagaimana dikutip oleh Dede Makbuloh

pendidikan akhlak adalah jiwa dari pendidikan Islam. Usaha maksimal untuk

mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari proses

pendidikan Islam. Oleh karena itu, pendidikan akhlak menempati posisi yang

sangat penting dalam pendidikan Islam, sehingga setiap aspek proses

pendidikan Islam selalu dikaitkan dengan pembinaan akhlak yang mulia.26

Adapun hal-hal yang perlu dibiasakan sebagai akhlak terpuji dalam

Islam, antara lain:

a. Berani dalam kebaikan, berkata benar serta menciptakan manfaat, baik

bagi diri maupun orang lain.

b. Adil dalam memutuskan hukum tanpa membedakan kedudukan, status

sosial ekonomi, maupun kekerabatan.

c. Arif dan bijaksana dalam mengambil keputusan.

d. Pemurah dan suka menafkahkan rezeki baik ketika lapang maupun

sempit.

e. Ikhlas dalam beramal semata-mata demi meraih ridha Allah.

f. Cepat bertobat kepada Allah ketika berdosa.

g. Jujur dan amanah.

h. Tidak berkeluh kesah dalam menghadapi masalah hidup.

i. Penuh kasih sayang.

j. Lapang hati dan tidak balas dendam.

k. Menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik.

l. Rela berkorban untuk kepentingan umat dan dalam membela agama

Allah.

Maka berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa

pendidikan akhlak sebagai pondasi dalam setiap langkah manusia dan selalu

25

Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2010), cet. 4, h. 124-128

26

(33)

dibiasakan untuk berperilaku baik sehingga menjadi manusia yang berakhlak

mulia.

B. Akhlak Terhadap Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Baik tidaknya suatu

masyarakat ditentukan oleh baik tidaknya keadaan keluarga umumnya pada

masyarakat tersebut. Oleh karena itu apabila kita menghendaki terwujudnya

suatu masyarakat yang baik, tertib dan diridhai Allah mulailah dari keluarga.27

Pendidikan dalam keluarga oleh orang tua adalah merupakan dasar

atau pondasi dari pendidikan anak selanjutnya. Di dalam keluargalah tempat

meletakkan dasar-dasar kepribadian anak yang masih usia muda, karena pada

usia ini biasanya anak-anak sangat peka terhadap pengaruh lingkungan

keluarga dan masyarakat.

Di dalam keluarga, maka orang tua yang terdiri dari ayah, ibu atau

orang yang diserahi tanggung jawab dalam satu keluarga memegang peranan

yang sangat penting terhadap pendidikan anak-anak. Oleh karena itu, orang

tualah yang merupakan pendidikan utama dan pertama bagi anak-anak, karena

memang merekalah yang mula-mula dikenal oleh anak-anak sejak lahir.28

Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan diantara

anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar

pendidikan. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan

tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya tanpa harus diumumkan

atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota

keluarga. Di sini diletakkan dasar-dasar pengalaman melalui rasa kasih sayang

dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-nilai kepatuhan.

Justru pergaulan yang demikian itu berlangsung dalam hubungan yang bersifat

pribadi dan wajar, maka penghayatan terhadapnya mempunyai arti yang amat

penting. 29

27

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005), cet. 1, h. 43

28

Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi , (UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 84

29

(34)

Keluarga adalah ladang terbaik dalam menyemaian nilai-nilai agama.

Orang tua memiliki peranan yang strategis dalam mentradisikan ritual

keagamaan sehingga nilai-nilai agama dapat ditanamkan ke dalam jiwa anak.

Kebiasaan orang tua dalam melaksanakan ibadah, misalnya seperti shalat,

puasa, infak, dan sadaqah menjadi suri teladan bagi anak untuk mengikutinya.

Di sini nilai-nilai agama dapat bersemi dengan suburnya di dalam jiwa anak.

Kepribadian yang luhur agamis yang membalut jiwa anak menjadikannya

insan-insan yang penuh iman dan takwa kepada Allah SWT.

Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman :

۳هگݘأ ۳ݘ

۲ًܒ۳݌ ݇݁ݙ݅هأّ ݇݁سف݌أ ۲وق ۲وݍ݈آ ݋ݘܑڮ݄۲

“Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. (Q.S. At-Tahrim: 6)

Keluarga dan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Karena selama ini

telah diakui bahwa keluarga adalah salah satu dari Tri Pusat Pendidikan yang

menyelenggarakan pendidikan secara kodrati. Menurut Kamrani Buseri.30

Pendidikan di lingkungan keluarga berlangsung sejak anak lahir, bahkan

setelah dewasa pun orang tua masih berhak memberikan nasihatnya kepada

anak. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur‟an Allah berfirman:

۳ً۱ݙش هّ ۲وكܓشت ۳ّ݄ هڮ݄݅۲ ۲ّ܏بع۲ّ

ٰݕ݈۳تݙ݄۲ّ ٰݕّܓق݄۲ ݖّّܑ ۳ً݌۳سحإ ݋ݘ܏݄۲و݄۳ّّ

݃ݙبڮس݄۲ ݋ّ۲ّ بݍج݄۳ّ بح۳ڮّ݄۲ّ بݍج݄۲ ܒ۳ج݄۲ّ ٰݕّܓق݄۲ ݖܐ ܒ۳ج݄۲ّ ݋ݙك۳س݄݉۲ّ

݇݁݌۳݉ݘأ ت݈݁݅ ۳ّ݈

܍ف ۳ً݄۳ت܍݈ ݊۳ك ݋݈ گبحݘ ۳݄ هڮ݄݅۲ ڮ݊إ

[ ۲ًܒو

٦::٤

]

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabildan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri. (Q.S.An-Nisa: 36)

Oleh karena itu, keluarga memiliki nilai strategis dalam memberikan

pendidikan nilai kepada anak, terutama pendidikan nilai Ilahiyah. Keluarga

dituntut untuk merealisasikan nilai-nilai yang positif nilai-nilai keagamaan

sehingga terbina kepribadian anak yang baik pula.

30

(35)

Oleh karena itu seorang anak diharapkan berbakti berakhlak kepada

orang tuanya. Bentuk aktualisasinya akhlak anak kepada orang tua yang masih

hidup adalah31 :

a. Tidak mengucapkan kata “ah” kepada kedua orang tua.

b. Tidak boleh membentaknya atau memarahi orang tua.

c. Mengucapkan kata yang memuliakan dan menghormati orang tua.

d. Dan merendahkan diri dihadapan orang tua.

Adapun bentuk aktualisasi akhlak kepada orang tua yag sudah

meninggal di antaranya :

a. Mendo‟akan kedua orang tua yang telah meninggal.

b. Meminta ampunan untuk kedua orang tua.

c. Mengingat dan melaksanakan nasehat-nasehatnya.

d. Menjalin persahabatan dengan sahabat orang tua ketika masih hidup.

e. Menziarahi kubur oarang tua, dan lainya.

Maka berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa

keluarga merupakan peran penting terhadap pendidikan akhlak anak-anak

tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian diri seorang anak terutama agama

karena agama merupakan pendidikan akhlak yang utama yang sangat positif

sehingga terbina kepribadian anak yang baik.

C. Akhlak Terhadap Masyarakat

Dari lahir sampai mati manusia hidup sebagai anggota masyarakat.

Hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orang-orang di

sekitar dan dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang

lain. Interaksi sosial sangat utama dalam tiap masyarakat.

Manusia adalah makhluk sosial. Ia hidup dalam hubungannya dengan

orang lain dan hidupnya bergantung pada orang lain. Karena itu manusia tak

mungkin hidup layak di luar masyarakat.32 Masyarakat adalah suatu kelompok

31

Kasmuri Selamat, Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf Upaya Meraih Kehalusan Budi dan kedekatan, (Jakarta: Kalam Mulia, 2012), cet. 1, h. 74-75

32

(36)

manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat

yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya.33

Masyarakat adalah sebagai kumpulan individu dan kelompok yang di

ikat oleh kesatuan budaya, agama, dan pengalaman-pengalaman yang sama

serta memiliki sejumlah penyesuaian dalam ikut memikul tanggung jawab

pendidikan secara bersama-sama. Jadi, tanggung jawab masyarakat terhadap

pendidikan adalah bagaimana masing-masing anggota masyarakat ikut

menciptakan suatu sistem pendidikan dalam masyarakat sehingga mendorong

masing-masing anggota masyarakat untuk mendidik dirinya sendiri agar

bersedia mendidik anggota masyarakat lainnya.34

Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara

sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan

kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan, dan agama. Setiap

masyarakat mempunyai cita-cita, peraturan-peraturan, dan sistem kekuasaan

tertentu.

Masyarakat, besar pengaruhnya dalam memberi arah terhadap

pendidikan anak, terutama pemimpin masyarakat atau penguasa yang ada di

dalamnya. Pemimpin masyarakat muslim tentu saja menghendaki agar setiap

anak dididik menjadi anggota yang taat dan patuh menjalankan agamanya,

baik dalam lingkungan keluarganya, anggota sepermainannya, kelompok

kelasnya dan sekolahnya. Bila anak telah besar diharapkan menjadi anggota

yang baik pula sebagai warga desa, warga kota, dan warga negara.35

Pendidikan dalam pendidikan masyarakat ini boleh dikatakan

pendidikan secara tidak langsung, pendidikan yang dilaksanakan dengan tidak

sadar oleh masyarakat. Dan anak didik sendiri secara sadar atau tidak

mendidik dirinya sendiri, mencari pengetahuan dan pengalaman sendiri,

mempertebal keimanan serta keyakinan sendiri akan nilai-nilai kesusilaan dan

keagamaan di dalam masyarakat. Oleh karena itu bagi anak-anak didik Islam,

33

Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), cet. 1, h. 97 34

Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam,Menggali “Tradisi”, Meneguhkan Eksistensi, (UIN-Malang Press, 2007), cet. 1, h. 98-99

35

(37)

sudah sewajarnya masuk lembaga-lembaga pendidikan masyarakat yang

berdasarkan ajaran Islam. Hal ini dapat dimengerti, karena dengan organisasi

yang berdasarkan Islam itu anak-anak didik akan mendapat pendidikan yang

sesuai dengan ajaran Islam. 36

Tanggung jawab kemasyarakatan dapat dilakukan dengan kegiatan

pembentukan hubungan sosial melalui upaya penerapan nilai-nilai akhlak

dalam pergaulan sosial. Langkah-langkah pelaksanaannya mencakup :

1. Melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela seperti

menipu, membunuh, menjadi renternir, menghalalkan harta orang lain,

makan harta anak yatim, menyakiti sesama anggota masyarakat dan lain

sebagainya.

2. Mempererat hubungan kerja sama dengan cara menghindarkan diri dari

perbuatan yang dapat mengarah kepada rusaknya hubungan sosial seperti

membela kejahatan, berkhianat, melakukan kesaksian yang palsu,

mengisolasi diri dari masyarakat, dan lain-lain sebagainya.

3. Menggalakan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan memberi manfaat

dalam kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan kesalahan, menepati

janji, memperbaiki hubungan antar manusia, dan lain-lain.

4. Membina hubungan sesuai dengan tata tertib, seperti berlaku sopan,

meminta izin ketika masuk rumah, dan masih banyak contoh lain.37

Akhlak kepada masyarakat atau tetangga berati ketentuan-ketentuan

yang harus dilaksanakan seseorang yang masyarakat dan hak-hak yang

diterimanya dari masyarakat. Diantara aktualisasi akhlak terhadap masyarakat

adalah :38

a. Tolong menolong antara sesama masyarakat.

b. Meminjamkan sesuatu yang dibutuhkan tetangga, jika seseorang

memilikinya.

36

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 5, h. 180 37

Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’an dalam Sistem Pendidikan Islam, (tt.p : PT. Ciputat Press, 2005), cet. 2, h. 8-9

38

(38)

c. Menjenguk masyarakat yang sakit.

d. Saling memberi nasehat sesama masyarakat.

Jadi, pendidikan sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari

terutama akhlak sebagai landasan atau pondasi untuk kehidupan. Akhlak

sebagai ujung tombak yang harus dimiliki oleh manusia supaya menjadi

manusia yang baik. Dalam lingkungan masyarakat merupakan pendidikan

setelah keluarga sehingga akan tercapai suasana yang harmonis, saling

menghargai perbedaan yang terdapat di masyarakat.

B. Hakikat Novel dalam Sastra Islami 1. Pengertian Novel

Novel diartikan sebagai karangan prosa yang panjang, mengandung

rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya

dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya novel

menceritakan peristiwa pada masa tertentu. Bahasa yang digunakan lebih

mirip bahasa sehari-hari.39

Novel merupakan karya fiksi tulis yang diceritakan secara panjang

lebar, novel mengungkapkan berbagai karakter dan menceritakan kisah yang

kompleks dengan menampilkan sejumlah tokoh dalam berbagai situasi yang

berbeda.40

Novel adalah cerita, dan cerita digemari manusia sejak kecil. Bahasa

novel juga bahasa denotatif tingkat kepadatan dan makna gandanya sedikit. Jadi novel “Mudah” dibaca dan dicernakan. Juga novel kebanyakan mengandung suspense dalam alur ceritanya, yang gampang menimbulkan

sikap penasaran bagi pembacanya.41

Dalam upaya memahami suatu karya sastra, khususnya prosa fiksi,

terdapat dua cara pendekatan, yakni pendekatan terhadap unsur-unsur

intrinsik yang merupakan perwujudan dari pendekatan objektif dan

pendekatan melalui unsur-unsur ekstrinsik karya.42

39

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 141 40

Agus Trianto, Pasti Bisa Pembahasan Tuntas Kompetensi Bahasa Indonesia, (Jakarta: Esis, 2007), h. 118

41

Jakob Sumardjo, Konteks Sosial Novel Indonesia 1920-1977, (Bandung: Alumni, 1999), cet. 1, h. 11-12

42

(39)

Memahami karya sastra dengan menggunakan unsur-unsur intrinsik

adalah upaya memahami karya sastra dengan menerapkan teori-teori atau

kaidah-kaidah sastra dalam penguasaan karya sastra. Cara pendekatan

terhadap unsur intrinsik berarti menganalisis aspek-aspek struktur cerita yang

meliputi tema, alur, dan plot, latar (setting), penokohan dan karakterisasi,

sudut pandang, serta gaya penuturan.

Pendekatan melalui unsur-unsur ekstrinsik merupakan suatu cara

pendekatan dengan mempergunakan berbagai ilmu kerabat yang bukan sastra,

seperti ilmu sosial kemasyarakatan, ilmu agama, ilmu jiwa, ilmu politik,

tegnologi dan sebagainya. Pengupasan karya sastra dengan mempergunakan

ilmu-ilmu sosial, misalnya, bermanfaat apabila kita ingin melihat hubungan

karya sastra dengan sistem sosial yang berlaku pada zamannya. Begitu pula

apabila kita ingin menelaah hubungan pengarang dengan tokoh-tokoh yang

diciptakannya harus menggunakan ilmu jiwa (psikologi) sebagai alat

pembantunya.

2. Sastra Islami dan Karakteristik Sastra Islam

Sastra Islam itu artinya memperkatakan sesuatu menurut feeling

Islam. Menurut kaca mata Islam dan ada tanda-tanda bahwa watak-watak itu

Islam harta walaupun dengan satu dua saranan pendek saja, bukan pada nama

watak tetapi perwatakan dan kehidupan watak itu.43

Sastra Islam adalah isu akademik yang tidak mudah untuk dijabarkan

karena mengandung makna yang kompleks dan berpotensi polemik.

Dikatakan demikian karena fenomena sastra Islam. Apalagi rumusan teorinya

dalam dunia sastra pada umumnya masih belum mendapat perhatian yang

sungguh-sungguh dari para peneliti dan para pemerhati sastra.

Pada fakta masyarakat sastra di dunia Islam pada umumnya terdapat

dua kecenderungan pandangan tentang sastra Islam, yaitu kecenderungan

puritanistik dan kecenderungan liberalistik. Kelompok pertama mewakili para

ahli sastra dan sastrawan yang berpandangan bahwa sastra Islam harus

mengacu pada tauhid (keimanan), akhlak, dan sejarah Islam dan segala

43

(40)

dimensinya. Kelompok ini memandang sastra Islam harus tekstual-formalistik

yang membawa misi ibadah dan dakwah Islam. Adapun kelompok kedua

mewakili para ahli sastra dan sastrawan yang berpendapat bahwa sastra Islam

harus kontekstual-substansialistik yang membawa misi kemanusiaan dan

kebudayaan secara universal sesuai dengan hakikat Islam itu sendiri yang

bersifat universal.44

Ada satu fenomena yang menarik dalam khazanah sastra Indonesia

beberapa tahun terakhir ini, yaitu munculnya sejumlah novel yang ditulis oleh

para pendatang baru, yang dengan tiba-tiba menjadi sangat populer, tidak

hanya di kalangan penikmat sastra maupun para kritikus, tetapi juga di

masyarakat umum. Paling tidak, ada tiga novel yang dapat disebutkan sebagai

contoh, yaitu Ayat-ayat Cinta (2006) karya Habiburrahman el-Shirazy,

Laskar Pelangi (2006) karya Andrea Hirata, Hafalan Shalat Delisa (2008)

karya Tele-liye. Ketiga novel tersebut dalam waktu singkat telah mengalami

cetak ulang lebih dari lima kali, bahkan dalam waktu satu tahun dengan label

best seller. Sebuah fenomena yang tidak pernah dialami oleh novel-novel

karya Putu Wijaya, Budi Darma, atau Y.B. Mangunwijaya, dan Ahmad

Tohari maksud disini tidak menca

Gambar

Grafika Offset, 2007), cet. 1

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini menunjukkan bahwa hubungan yang searah antara persepsi nilai hijau dengan kepercayaan hijau, artinya semakin tinggi persepsi nilai hijau konsumen maka

pengembangan asesmen kegiatan laboratorium berbasis kompetensi diarahkan pada empat hal utama: a) merancang asesmen yang dapat meningkatkan kemampuan sesuai dengan kompetensi

Kondisi ini terjadi karena suhu di dalam RK lebih tinggi dari pada suhu di lingkungan, selama proses pengeringan RH akan mengalami fluktuasi seiring dengan fluktuasi yang trejadi pada

Dengan kemudahan dalam mengukur IC pada model Pulic maka penelitian ini bertujuan untuk mengukur IC perusahaan sektor pertambangan yang terdaftar di Indeks LQ45

Berdasarkan hasil angket siswa yang dianalisis oleh peneliti, guru dan teman sejawat, menunjukan bahwa siswa sangat merespon dengan baik penggunaan Metode

Berdasarkan latar belakang diasumsikan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar CA 15-3 serum dengan derajat histopatologi kanker payudara, bahwa peningkatan

Setelah berdiskusi melalui Zoom Meeting/ Google Meet, siswa dapat menyusun pendapat pribadi tentang tokoh cerpen “ Semut dan Belalang“ dengan benarF. Setelah berdiskusi melalui

Subjek penelitian adalah para wanita yang berada dalam kondisi tidak lagi tinggal satu rumah bersama dengan anak- anaknya, karena anak-anak mereka meninggalkan rumah