• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel ketika cinta bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel ketika cinta bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK

DALAM NOVEL

KETIKA CINTA BERTASBIH

KARYA HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.)

Oleh:

ARIEF MAHMUDI

NIM: 106011000075

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

ABSTRAK

Nama : Arief Mahmudi

NIM : 106011000075

Fak/Jur : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan / Pendidikan Agama Islam

Judul : “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ketika Cinta

Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy”

Manusia dapat dianggap sebagai makhluk yang beradab jika memiliki akhlak terpuji. Tanpa akhlak terpuji, derajat manusia akan lebih rendah daripada hewan. Untuk menumbuhkan akhlak terpuji diperlukan pembiasaan secara terus-menerus melalui bimbingan dan pendidikan. Salah satu faktor lingkungan pendidikan menurut Imâm al-Ġazâlî adalah lingkungan kesusastraan. Karya sastra berupa buku-buku yang berisi cerita yang baik, benar dan mulia akan membawa pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan watak perilaku dan kepribadian anak.

Salah satu bentuk karya sastra yang berkembang pesat dan populer di Indonesia adalah novel. Salah satu novel populer yang digemari masyarakat Indonesia adalah novel berjudul Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Novel tersebut merupakan sebuah novel yang sarat dengan pesan-pesan akhlak terpuji yang direfleksikan dari sikap dan perilaku para tokoh di dalamnya. Berangkat dari latar belakang ini penulis ingin membahasnya dalam skripsi dan

mengambil judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ketika Cinta

BertasbihKarya Habiburrahman El Shirazy”.

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yaitu suatu jenis penelitian yang mengacu pada khazanah kepustakaan seperti buku-buku, artikel, atau dokumen-dokumen lainnya. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu suatu cara pencarian data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya. Dalam menganalisis data, penulis menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkap, memahami dan menangkap isi karya sastra, serta metode deskriptif, yaitu metode yang membahas objek penelitian secara apa adanya sesuai dengan data-data yang diperoleh.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillâhi Rabb al-

‘âlamîn, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan kekuatan lahir dan batin sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat beriring salam semoga tercurah kepada

Nabi Muhammad Saw. beserta keluarga dan para sahabatnya.

Skripsi berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ketika Cinta

Bertasbih Karya Habiburrahman El Shirazy” ini merupakan tugas akhir yang

harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan Islam.

Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari sumbangsih berbagai pihak yang telah

membantu dan memberi dukungan baik moril maupun materil. Untuk itu, penulis

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Sri Purwiyati dan Iswandi HS (almarhum) yang

telah merawat, mendidik, dan mendukung penulis dengan kasih sayang

tulus sepanjang masa.

2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. beserta para

pembantu dekan dan segenap jajarannya.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Bahrissalim, M.Ag. dan

Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Bapak Drs. Sapiudin Shidiq,

M.Ag. beserta pengadministrasi jurusan, Bapak Faza Amri, S.Th.I.

4. Dosen penasihat akademik penulis, Bapak Dr. H. Abdul Majid Khon,

M.Ag. atas bimbingan yang selama ini telah diberikan.

5. Dosen pembimbing skripsi penulis, Bapak Drs. E. Kusnadi yang telah

memberi saran dan arahan dalam penulisan skripsi.

6. Kepala Pusat Penjaminan Mutu dan Pengembangan Kerjasama (PPMPK)

FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ibu Dr. Sururin dan Sekretaris

PPMPK, Bapak Abdul Muin, S.Si., M.Pd. yang telah mempercayakan

penulis sebagai salah satu mahasiswa yang membantu beliau berdua di unit

(7)

iii

7. Teman-teman mahasiswa PAI, khususnya kelas B angkatan 2006 atas

pengalaman dan pembelajaran berharga yang penulis dapatkan saat

berinteraksi dengan mereka. Terima kasih secara khusus penulis

sampaikan kepada Ahmad Syahroni, S.Pd.I., Abdul Goni Jamal, S.Pd.I.,

Abdul Azis, S.Pd.I., Ach. Hidayatul Wahyudi, S.Pd.I., Ahmad

Nasehuddin, S.Pd.I., Ansori, S.Pd.I., Deden Rahman Budiman, S.Pd.I.,

dan Ahmad Sidrotul Muntaha, S.Pd.I. yang telah mengawal, mengingatkan

dan menyemangati penulis untuk segera menyelesaikan skripsi.

8. Teman-teman mahasiswa yang pernah (dan sedang) terlibat di PPMPK:

Muhammad Alimudin, Abu Salam, S.Pd.I., Rahmawati, S.Pd., Lilis

Komariah, S.Pd., Naeli Zakiyah, S.Pd., Ika Rifqiawati, S.Pd., Zaenal

Umar, Lilis Marina Angraini, S.Pd., Desy Bangkit Arihati, S.Pd., Endang

Erika, S.Pd.I., Aji Payumi, Junaedi, S.Pd.I., Andi Basyuni, S.Pd.I., Lia

Kurniawati, dan Wiwin Pratiwi.

9. Teman-teman PPKT SMP Darul Ma’arif, Cipete angkatan Februari – Mei 2010, Pendidikan Fisika angkatan 2006, Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia angkatan 2006, Karang Taruna RT. 001 RW. 07 Cijantung,

Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Ciputat, Lingkar Sastra Tarbiyah dan

Tongkrongan Sastra Senjakala.

10. Adinda Kelly Aprilla yang dengan sabar telah menyertai, mendukung dan

menyemangati penulis.

11. Serta kepada semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu per satu,

penulis mengucapkan terima kasih.

Akhirnya penulis berharap semoga amal baik dari semua pihak yang telah

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini mendapat balasan pahala dari

Allah Swt. Âmîn yâ Rabb al-’âlamîn.

Jakarta, 20 Juni 2011 Penulis,

(8)

iv

DAFTAR ISI

COVER

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 6

C.Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Tinjauan Pustaka ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 11

A.Konsep Pendidikan Akhlak ... 11

1. Pengertian Pendidikan Akhlak ... 11

2. Dasar Pendidikan Akhlak ... 15

3. Tujuan Pendidikan Akhlak ... 18

4. Metode Pendidikan Akhlak ... 19

B.Konsep Novel ... 24

1. Pengertian Novel ... 24

2. Macam-macam Novel ... 26

(9)

v

BAB III TINJAUAN NOVEL KETIKA CINTA BERTASBIH ... 34

A.Tinjauan Internal ... 34

1. Sinopsis ... 34

2. Tema ... 37

3. Alur ... 38

4. Penokohan ... 38

5. Latar ... 44

6. Sudut Pandang ... 51

B.Tinjauan Eksternal ... 52

1. Biografi Pengarang... 52

2. Lingkungan Sosial Budaya ... 55

3. Lingkungan Pendidikan ... 56

4. Lingkungan Ekonomi ... 56

5. Pandangan Hidup Pengarang ... 57

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ... 58

A.Akhlak terhadap Allah dan Rasul-Nya ... 59

1. Syukur ... 59

2. Sabar ... 62

3. Tobat ... 64

4. Ikhlas ... 66

5. Sunnah ... 68

6. Salawat ... 70

B.Akhlak terhadap Orang Tua ... 72

1. Perkataan Lemah Lembut kepada Orang Tua ... 72

2. Perbuatan Baik kepada Orang Tua ... 74

3. Pemuliaan kepada Teman-teman Orang Tua ... 76

C.Akhlak terhadap Diri Sendiri ... 78

1. Kerja Keras ... 78

2. Cita-cita Tinggi ... 80

3. Giat Belajar ... 82

(10)

vi

5. Pemeliharaan Kesucian Diri ... 85

D.Akhlak terhadap Sesama Manusia ... 87

1. Tolong-Menolong ... 87

2. Rendah Hati ... 90

3. Pemaaf ... 91

4. Penepatan Janji ... 93

5. Pemuliaan Tamu ... 95

BAB V PENUTUP ... 98

A.Kesimpulan ... 98

B.Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ...100

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Unsur-unsur Novel ... 33

Tabel 2 Penokohan dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman

El Shirazy ... 43

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pengajuan Proposal Skripsi

Lampiran 2 Surat Bimbingan Skripsi

Lampiran 3 Surat Pernyataan Uji Referensi

Lampiran 4 Daftar Uji Referensi

(13)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang teramat

penting, baik manusia sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan

bangsa, sebab jatuh-bangunnya sebuah masyarakat bergantung kepada bagaimana

akhlaknya. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya. Namun,

bila akhlaknya rusak, maka rusaklah lahir dan batinnya.

Untuk mencapai akhlak yang baik, manusia bisa mencapainya melalui dua

cara. M. Yatimin Abdullah menjabarkannya sebagai berikut.

Pertama, melalui karunia Tuhan yang menciptakan manusia dengan fitrahnya yang sempurna, akhlak yang baik, serta nafsu syahwat yang tunduk kepada akal dan agama. Manusia tersebut dapat memperoleh ilmu tanpa belajar dan tanpa melalui proses pendidikan. Manusia yang tergolong ke dalam kelompok ini adalah para nabi dan rasul Allah. Kedua, melalui cara berjuang secara bersungguh-sungguh (mujahadah) dan latihan (riyadhah), yakni membiasakan diri melakukan akhlak-akhlak mulia. Ini yang dapat dilakukan oleh manusia biasa, yaitu dengan belajar dan terus-menerus berlatih.1

Dari pernyataan di atas terlihat bahwa salah satu cara untuk mencapai akhlak

yang baik adalah melalui pendidikan.

(14)

2

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai “usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan

negara.”2

Dari definisi di atas tampak bahwa pendidikan akhlak merupakan bagian

integral dari keseluruhan sistem pendidikan nasional. Sehingga sama penting dan

tidak terpisahkan dengan aspek-aspek lainnya seperti spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan.

Pendidikan akhlak dalam agama Islam mendapat perhatian yang serius. Dalam

ajaran Islam, kaidah untuk mengerjakan perbuatan baik dan buruk telah tertera di

dalam Alquran dan hadis. Nabi Muhammad Saw. adalah teladan ideal dalam hal

ini. Beliau adalah sosok manusia utama yang menjadi sumber rujukan akhlak

umat Islam. Firman Allah Swt.:

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Q.S. al-Ahzâb/33: 21)3

Pembentukan kepribadian muslim dalam pendidikan akhlak merupakan

pembentukan kepribadian yang utuh, menyeluruh, dan berimbang. Pembentukan

kepribadian muslim sebagai individu adalah bentuk kepribadian yang diarahkan

kepada peningkatan dan pengembangan faktor dasar (bawaan) dan faktor ajar

(lingkungan), dengan berpedoman kepada nilai-nilai keislaman.4

2Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pendidikan serta Wajib Belajar, (Bandung: Citra Umbara, 2010), Cet. I, h. 2-3.

3Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005), h. 420.

(15)

3

Untuk mencapai konsep ideal tersebut dibutuhkan sistem yang paripurna.

Dalam hal ini, pendidikan memiliki posisi penting dan strategis. Karena

pendidikan merupakan upaya untuk mengoptimalkan semua potensi manusia,

yaitu dalam masalah moral (akhlak), intelektual, juga jasmani. Dalam proses

pendidikan, segala potensi tersebut dibina dan diarahkan ke dalam koridor positif,

melalui pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan.5

Pendidikan juga merupakan bimbingan dan asuhan terhadap peserta didik agar

setelah menerima bimbingan dan asuhan tersebut, para peserta didik mampu

memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran agama. Lebih dari itu, peserta

didik juga menjadikan ajaran agama tersebut sebagai suatu pandangan hidupnya

demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun akhirat.6 Karena

proses pendidikan memang diselenggarakan untuk memupuk jiwa agama dengan

berupaya menanamkan rasa cinta kasih kepada Allah, menanamkan itikad dan

kepercayaan yang benar dalam jiwa, agar menjadi orang yang bertakwa,

membiasakan dan membimbing peserta didik untuk berakhlak mulia serta

memiliki adat kebiasaan yang baik.7 Dengan demikian, eksistensi manusia sebagai

khalifah Allah di muka bumi bisa terwujud.

Akan tetapi, jika diamati bagaimana keadaan nyata dunia pendidikan dewasa

ini, tampak adanya gejala-gejala yang menunjukkan rendahnya kualitas akhlak

para peserta didik. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa kasus, misalnya,

maraknya perilaku seks bebas para remaja, menggejalanya tawuran antarsekolah,

dan mewabahnya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang di dalam

dunia remaja usia sekolah.

Masalah di atas sudah tentu memerlukan solusi. Dalam hal ini, tindakan

preventif perlu ditempuh agar dapat mengantarkan individu kepada terjaminnya

akhlak generasi penerus yang menjadi tumpuan dan harapan bangsa di masa

5Tim Dosen FIP IKIP Malang, Pengantar Dasar-dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), h. 4.

6Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h. 23.

(16)

4

depan serta dapat menciptakan dan sekaligus memelihara ketenteraman dan

kebahagiaan di tengah-tengah masyarakat.

Mengingat pentingnya pendidikan akhlak bagi terciptanya kondisi lingkungan

yang harmonis, diperlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai tersebut

secara intensif. Pendidikan akhlak dalam kaitan ini berfungsi sebagai panduan

bagi manusia agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan dan pada

gilirannya dapat menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk, serta

menerapkan perilaku yang baik dan meninggalkan perilaku yang buruk tersebut.

Selain Alquran dan hadis yang merupakan acuan utama dalam pendidikan

akhlak terpuji, karya sastra juga dapat dijadikan rujukan, mengingat di dalam

karya sastra sering termuat pesan atau amanat untuk berbuat baik.

Apa yang tertulis dalam karya sastra merupakan observasi yang tajam dari

pengarangnya terhadap realitas yang terjadi di sekelilingnya. Membaca karya

sastra memungkinkan seseorang mendapatkan masukan tentang manusia atau

masyarakat dan menimbulkan pikiran dan motivasi untuk berbuat sesuatu bagi

manusia atau masyarakat itu; dalam diri manusia sebagai pribadi dan anggota

masyarakat timbul kepedulian terhadap apa yang dihadapi masyarakat.

Imâm al-Ġazâlî, sebagaimana dikutip oleh Zainuddin, dkk., berpendapat

bahwa kesusastraan termasuk ke dalam salah satu faktor lingkungan pendidikan.

Karya sastra berupa buku-buku yang berisi cerita yang baik, benar dan mulia akan

membawa pengaruh dan peranan yang sangat penting dalam pembentukan watak

perilaku dan kepribadian anak.8

Salah satu bentuk karya sastra yang berkembang pesat di Indonesia adalah

novel. Jakob Sumardjo menyatakan bahwa novel merupakan bentuk karya sastra

yang paling banyak dibaca daripada bentuk yang lainnya, semisal puisi.9

Novel merupakan salah satu bentuk dari prosa fiksi, mempunyai arti sebuah

karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian kehidupan seseorang

bersama orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

pelaku.

8Zainuddin, dkk., Seluk-beluk Pendidikan dari al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), Cet. I, h. 93.

(17)

5

Novel dibangun atas dua unsur pembentuknya, yaitu unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam

karya sastra itu sendiri, yang secara langsung turut serta membangun cerita.

Unsur-unsur tersebut adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, sudut

pandang penceritaan, gaya bahasa, dan lain-lain. Unsur ekstrinsik adalah unsur

yang berada di luar karya sastra, yang secara tidak langsung turut mempengaruhi

bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Unsur-unsur tersebut, misalnya,

pendidikan, psikologi, politik, ekonomi dan sosial.10

Novel sejatinya bukan hanya sekadar bacaan, melainkan mengandung

nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun

sebagai anggota masyarakat. Di dalam novel tergambar lingkungan

kemasyarakatan serta jiwa tokoh yang hidup di suatu masa dan di suatu tempat.

Secara sosiologis, manusia dan peristiwa dalam novel adalah pantulan realitas

yang ditampilkan oleh pengarang dari suatu keadaan tertentu.11

Gambaran-gambaran kehidupan tersebutlah yang pada gilirannya dapat memengaruhi

pembaca.

Salah satu novel yang cukup populer di tengah masyarakat adalah novel

berjudul Ketika Cinta Bertasbih. Novel ini ditulis oleh Habiburrahman El Shirazy,

seorang sarjana lulusan Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir yang lahir pada

tanggal 30 September 1976 di Semarang. Ia dikenal secara nasional sebagai dai,

novelis, penyair, penerjemah, dosen dan baru-baru ini sebagai sutradara.

Sebelum menulis novel Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy

telah dikenal lewat sejumlah karyanya yang fenomenal dan laris terjual di pasaran,

seperti novel Ayat Ayat Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra, novelet Dalam

Mihrab Cinta, dan kumpulan kisah Di Atas Sajadah Cinta. Bahkan, novel Ayat

Ayat Cinta dan Ketika Cinta Bertasbih, serta novelet Dalam Mihrab Cinta

kemudian difilmkan dan mendapat apresiasi positif dari masyarakat.

10Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), Cet. VIII, h. 23-24.

(18)

6

Dalam kapasitasnya sebagai penulis, Habiburrahman El Shirazy berhasil

meraih beberapa penghargaan, di antaranya: Pena Award Tahun 2005, The Most

Favorite Book and Writer Tahun 2005, dan IBF Award Tahun 2006.

Pada tahun 2007 silam, Habiburrahman El Shirazy dipilih oleh harian umum

Republika sebagai salah satu Tokoh Perubahan Indonesia Tahun 2007 dengan

predikat “The Sound of Moral”.12 Dari penghargaan ini, dapat dilihat bahwa

Habiburrahman El Shirazy dan karyanya dinilai telah membawa pengaruh positif

dalam gerakan perbaikan moral di Indonesia.

Dalam novel Ketika Cinta Bertasbih, Habiburrahman El Shirazy mengisahkan

seorang mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Universitas Al-Azhar, Mesir.

Melalui tokoh utama bernama Azzam dalam novel tersebut, ia berupaya

menyampaikan berbagai pesan akhlak kepada para pembaca.

Maka, untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel tersebut,

dalam skripsi ini penulis akan membahasnya dengan judul: “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya

Habiburrahman El Shirazy”.

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis mengidentifikasi

masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya kemerosotan akhlak yang terjadi di tengah masyarakat, mulai

dari kalangan generasi muda hingga tua.

2. Banyaknya peserta didik usia sekolah yang terlibat tawuran, seks bebas dan

penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dikarenakan kurangnya

pemahaman mereka terhadap nilai-nilai pendidikan akhlak terpuji.

3. Pentingnya upaya pendidikan akhlak terpuji melalui media yang mampu

menarik minat peserta didik, antara lain melalui bahan bacaan berupa novel.

(19)

7

C.Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan tidak melebar, maka dalam penelitian ini dibatasi

hanya pada nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel Ketika Cinta

Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Yang dimaksud dengan akhlak

dalam penelitian ini adalah sikap yang mengakar dalam jiwa yang mampu

melahirkan berbagai perbuatan dengan mudah, tanpa perlu dipikirkan dan

dipertimbangkan kembali.13 Jika sikap tersebut melahirkan perbuatan yang

baik dalam pandangan Islam, maka hal itu disebut akhlak terpuji.

Sedangkan bila yang timbul dari sikap tersebut adalah perilaku tercela

dalam pandangan Islam, maka hal demikian disebut akhlak tercela. Adapun

yang dimaksud dengan akhlak dalam skripsi ini ialah akhlak terpuji.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

“Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel Ketika Cinta

Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy”.

D.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan

skripsi ini adalah untuk:

1. Mengetahui nilai-nilai pendidikan akhlak dalam novel Ketika Cinta

Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.

Sedangkan kegunaan penelitian ini yaitu:

1. Kegunaan bagi penulis adalah untuk memperkaya wawasan keilmuan,

khususnya dalam bidang pendidikan akhlak.

2. Bagi para pembaca, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

rujukan dalam mengembangkan pendidikan akhlak di Indonesia.

13Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, Terj. dari Tahżîb al-Akhlâq wa Taţhîr al

(20)

8

3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan Islam.

E.Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research)

dengan mengacu pada buku-buku, artikel, dan dokumen-dokumen lain yang

berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan akhlak.

2. Sumber Data

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Data Primer

Data primer merupakan literatur yang membahas secara langsung objek

permasalahan pada penelitian ini, yaitu novel Ketika Cinta Bertasbih

karya Habiburrahman El Shirazy.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber penunjang yang dijadikan alat untuk

membantu penelitian, yaitu berupa buku-buku atau sumber-sumber dari

penulis lain yang berbicara tentang pendidikan, akhlak dan teori fiksi.

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu suatu

cara pencarian data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip,

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya14.

4. Teknik Analisis Data

a. Metode Analisis Isi (Content Analysis)

Yaitu sebuah analisis yang digunakan untuk mengungkap, memahami

dan menangkap isi karya sastra. Dalam karya sastra, isi yang dimaksud

adalah pesan-pesan yang disampaikan pengarang melalui karya

sastranya. Analisis isi didasarkan pada asumsi bahwa karya sastra yang

(21)

9

bermutu adalah karya sastra yang mampu mencerminkan pesan positif

kepada para pembacanya.15

b. Metode Deskriptif

Yaitu suatu cara yang digunakan untuk membahas objek penelitian

secara apa adanya berdasarkan data-data yang diperoleh.16 Adapun teknik

deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.

Dengan analisis kualitatif akan diperoleh gambaran sistematik mengenai

isi suatu dokumen. Dokumen tersebut diteliti isinya kemudian

diklasifikasikan menurut kriteria atau pola tertentu. Yang hendak dicapai

dalam analisis ini adalah menjelaskan pokok-pokok penting dalam

sebuah manuskrip atau dokumen.

5. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan dalam skripsi ini merujuk pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

tahun 2007.

F. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka adalah pemaparan hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti lainnya atau para ahli. Dengan adanya tinjauan pustaka ini penelitian

seseorang dapat diketahui keasliannya.

Setelah penulis melakukan tinjauan di Perpustakaan Utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, penulis tidak menemukan judul skripsi yang sama dengan

yang penulis kaji. Adapun yang penulis temukan hanya beberapa judul yang

hampir sama. Maka untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti

mencontek hasil karya orang lain, penulis perlu mempertegas perbedaan di antara

masing-masing judul dan masalah yang akan dibahas sebagai berikut:

1. “Analisis Isi Pesan Dakwah pada Novel Dalam Mihrab Cinta Karya

Habiburrahman El Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Siti Maryam,

(22)

10

mahasiswi Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta pada tahun 2009. Penelitiannya dibatasi pada analisis isi pesan

dakwah yang meliputi akidah, akhlak dan syariah.

Persamaan penelitian Siti Maryam dengan penelitian ini terletak pada

pengarang yang sama dari objek yang dikaji, yaitu Habiburrahman El

Shirazy. Sedangkan perbedaannya terletak pada aspek kajian dan objek

kajian. Penelitian Siti Maryam mengkaji aspek pesan dakwah dan

menggunakan objek kajian novel Dalam Mihrab Cinta, sedangkan dalam

penelitian ini penulis mengkaji aspek pendidikan akhlak dan menggunakan

objek kajian novel Ketika Cinta Bertasbih.

2. “Nilai Moral dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih Karya Habiburrahman El

Shirazy”. Skripsi ini disusun oleh Hena Khaerunnisa, mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2011. Penelitiannya

dibatasi pada kajian nilai moral dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya

Habiburrahman El Shirazy. Hena mengungkapkan delapan nilai moral

dalam novel Ketika Cinta Bertasbih yang meliputi optimis, toleransi,

santun, memelihara lisan, sabar, tanggung jawab, kuasai emosi, dan

tolong-menolong.

Persamaan penelitian Hena Khaerunnisa dengan penelitian ini terletak

pada objek kajiannya, yaitu sama-sama mengkaji novel Ketika Cinta

Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy. Sedangkan perbedaannya

terletak pada aspek kajiannya. Penelitian Hena Khaerunnisa mengkaji aspek

moral yang menggunakan tolak ukur norma Pancasila, sedangkan dalam

penelitian ini penulis mengkaji aspek pendidikan akhlak yang menggunakan

tolak ukur ajaran Islam, meliputi Alquran dan hadis.

Perbedaan lainnya adalah dalam penelitian Hena Khaerunnisa, ia tidak

berusaha mengaitkan nilai moral dengan pendidikan, sedangkan dalam

penelitian ini penulis mengaitkan nilai-nilai akhlak dengan konteks

pendidikan, khususnya kebermanfaatan gambaran akhlak yang ditunjukkan

(23)

11

BAB II KAJIAN TEORI

A.Konsep Pendidikan Akhlak 1. Pengertian Pendidikan Akhlak

Istilah pendidikan berasal dari kata dasar “didik”, yang artinya “memelihara

dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan

pikiran”.1

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab 1 Pasal 1 menyebutkan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.2

Sedangkan arti pendidikan menurut istilah yang dikemukakan oleh para ahli

pendidikan beraneka ragam. Di antaranya sebagai berikut:

Menurut Muzayyin Arifin pendidikan adalah “menumbuhkan personalitas

(kepribadian) serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi

1Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), Edisi IV, h. 425.

(24)

12

manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin bagi

pertumbuhan manusia”.3

Sementara itu, Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan sebagai

“pengembangan pribadi dalam semua aspeknya”. Dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri

sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru).

Seluruh aspek mencakup jasmani, akal, dan hati. Jelasnya pendidikan adalah

bimbingan yang diberikan kepada seseorang agar ia berkembang secara

maksimal.4

Tokoh Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara sebagaimana dikutip oleh

Abuddin Nata berpendapat bahwa:

Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh keinsyafan yang ditujukan untuk kesalamatan dan kebahagiaan manusia. Pendidikan tidak hanya bersifat pelaku pembangunan tetapi sering merupakan perjuangan pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh ke arah kemajuan, tidak boleh melanjutkan keadaan kemarin menurut alam kemarin. Pendidikan adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban, yakni memajukan hidup agar mempertinggi derajat kemanusiaan.5

M. Ngalim Purwanto mendefinisikan pendidikan sebagai “segala usaha orang

dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan

jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.” Atau lebih jelas lagi, pendidikan

ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada

anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri

dan bagi masyarakat.6

Dari definisi-definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan

adalah suatu proses atau usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan

kemanusiaannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan

nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya

3Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet. I, h. 7.

4Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), Cet. II, h. 26-27.

(25)

13

menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya

sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya.

Selanjutnya pengertian akhlak. Ditinjau dari segi bahasa, kata “akhlak” berasal

dari bahasa Arab akhlâq yang berarti “perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan,

sopan dan santun agama”.7

Secara linguistik, kata akhlâq merupakan isim jamid atau isim ġair mustaq,

yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang

begitu adanya. Kata akhlâq adalah jamak dari kata khulqun atau khuluq yang

artinya sama dengan arti kata akhlâq sebagaimana telah disebutkan di atas. Baik

kata akhlâq atau khuluq kedua-duanya dijumpai pemakaiannya di dalam Alquran

maupun hadis sebagaimana terlihat di bawah ini:

“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.”8

(Q.S. al-Qalam/68: 4)

“(Agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu.”9 (Q.S. asy-Syu’arâ'/26: 137)

“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang yang sempurna budi pekertinya.”(H.R. Tirmiżî)

“Bahwasanya aku diutus (oleh Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti.” (H.R. Ahmad)

Bertitik tolak dari pengertian bahasa di atas, akhlak atau kelakuan manusia

sangat beragam, dan bahwa firman Allah berikut ini dapat menjadi salah satu

argumen keanekaragaman tersebut.10

“Sungguh, usahamu memang beraneka macam.”11 (Q.S. al-Lail/92: 4)

7Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta: Karya Mulia, 2005), Cet. II, h. 25.

8Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya, (Bandung: Syaamil Cipta Media, 2005), h. 564.

9Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya…, h. 373.

(26)

14

Ayat pertama di atas menggunakan khuluq dalam arti budi pekerti, ayat kedua

menggunakan kata akhlâq untuk arti adat kebiasaan. Selanjutnya hadis yang

pertama menggunakan kata khuluq untuk arti budi pekerti, dan hadis kedua

menggunakan kata akhlâq, juga untuk arti budi pekerti. Dengan demikian, kata

akhlâq dan khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan,

perangai, muru'ah, atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat atau tradisi.12

Adapun pengertian akhlak menurut istilah dapat dilihat dari beberapa pendapat

pakar berikut.

Menurut Imâm al-Ġazâli, akhlak ialah:

13

“Sikap yang mengakar dalam jiwa manusia yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.”

Sedangkan Ibn Miskawaih secara singkat mendefinisikan akhlak sebagai:

14

“Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”

Adapun Ibrâhîm Anîs, dkk. dalam al-Mu’jam al-Wasîţ menyatakan bahwa

akhlak ialah:

15

12Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf…, h. 26.

13Abû Hâmid al-Ġazâlî, Ihyâ' ‘Ulûm ad-Dîn, Jilid III, (Kairo: Dâr ar-Rayyân, 1987), h. 58.

(27)

15

“Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.”

Jika diperhatikan dengan saksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak

sebagaimana dipaparkan di atas tidaklah bertentangan, melainkan saling

melengkapi, yakni suatu sikap yang tertanam kuat dalam jiwa yang nampak dalam

perbuatan lahiriah yang dilakukan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran

lagi dan sudah menjadi kebiasaan.

Dari definisi pendidikan dan akhlak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pengertian pendidikan akhlak ialah usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik

untuk membentuk tabiat yang baik pada peserta didik sehingga terbentuk manusia

yang taat kepada Allah.

2. Dasar Pendidikan Akhlak

Dasar secara bahasa berarti “fundamen, pokok atau pangkal suatu pendapat

(ajaran, aturan), atau asas”.16 Lebih lanjut dikatakan bahwa dasar adalah “landasan

berdirinya sesuatu yang berfungsi memberikan arah kepada tujuan yang akan

dicapai”.17

Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga setiap ajaran yang ada

dalam Islam memiliki dasar pemikiran. Begitu pula dengan pendidikan akhlak.

Adapun yang menjadi dasar pendidikan akhlak dalam Islam ialah Alquran dan

sunnah.

a. Alquran

Alquran ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh

malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw. Di dalamnya terkandung

ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk keperluan seluruh aspek

kehidupan melalui ijtihad. Ajaran berhubungan dengan masalah keimanan

15Ibrâhîm Anîs, dkk., al-Mu’jam al-Wasîţ,Jilid I, (Tt.p.: t.p., t.t.), h. 252.

(28)

16

yang disebut akidah, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut

syariah.18

Alquran diperuntukkan bagi manusia untuk dijadikan sebagai pedoman

hidupnya. Sebab pada dasarnya Alquran banyak membahas berbagai aspek

kehidupan manusia, dan pendidikan merupakan tema terpenting yang

dibahasnya. Setiap ayat yang terkandung di dalamnya merupakan bahan

baku bangunan pendidikan yang dibutuhkan manusia.

Di antara ayat Alquran yang menjadi dasar pendidikan akhlak adalah

seperti ayat di bawah ini:

“Wahai anakku! Laksanakanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting. Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.”19

(Q.S. Luqmân/31: 17-18)

Menurut M. Quraish Shihab, Alquran secara garis besar memiliki tiga

tujuan pokok yaitu:

1. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepastian akan adanya hari pembalasan.

2. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual atau kolektif.

3. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. 20

18Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, h. 21. 19Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan Terjemahnya…, h. 412.

(29)

17

b. Sunnah

Dasar pendidikan akhlak berikutnya adalah sunnah. Menurut bahasa,

sunnah berarti “perjalanan atau sejarah, baik atau buruk masih bersifat

umum”. Sedangkan menurut istilah, sunnah berarti “segala sesuatu yang

disandarkan kepada Nabi atau kepada seorang sahabat atau seorang

setelahnya (tâbi’în), baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan

sifat”.21

Mengingat kebenaran Alquran dan sunnah adalah mutlak, maka setiap

ajaran yang sesuai dengan Alquran dan sunnah harus dilaksanakan dan

apabila bertentangan harus ditinggalkan. Dengan demikian, berpegang teguh

kepada keduanya akan menjamin seseorang terhindar dari kesesatan.

Sebagaimana diterangkan oleh Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadis

berikut:

22

“Dikabarkan dari Abû Bakar bin Ishâq al-Faqîh diceritakan dari Muhammad bin ‘Îsâ bin Sakr al-Wâsiţî diceritakan dari Dâwûd bin ‘Umar dan Đabî diceritakan dari Şâlih bin Mûsâ aţ-Ţalahî dari ‘Abdul Azîz bin Rafî’ dari putra Şâlih dari Abû Hurairah r.a. ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, “Aku tinggalkan pada kalian dua (pusaka), kamu tidak akan sesat apabila (berpegang) pada keduanya, yaitu Kitab Alah dan sunnahku dan tidak akan tertolak oleh hauđ.” (H.R. Hâkim)

Dari ayat serta hadis tersebut dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta

pendidikan akhlak terpuji sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi

Muhammad Saw. harus diteladani agar manusia dapat hidup sesuai dengan

tuntunan syariat, yang bertujuan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan umat

manusia itu sendiri. Sesungguhnya Rasulullah Saw. adalah contoh serta

21Abdul Majid Khon, dkk., Ulumul Hadits, (Jakarta: PSW UIN Jakarta), h. 4-5.

(30)

18

teladan sempurna bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan

nilai-nilai akhlak terpuji kepada umatnya.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana sudah tentu

mempunyai tujuan. Tujuan tersebut berfungsi sebagai titik pusat perhatian dalam

melaksanakan kegiatan serta sebagai pedoman guna mencegah terjadinya

penyimpangan dalam kegiatan.

Begitu pula halnya dengan pendidikan akhlak. Menurut Muhammad ‘Aţiyyah

al-Abrâsyî, tujuan pendidikan akhlak adalah “untuk membentuk orang-orang yang

bermoral baik, berkemauan keras, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia

dalam tingkah laku serta beradab”.23

Adapun menurut Imâm al-Ġazâlî, tujuan pendidikan akhlak dalam prosesnya

haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan

insani, dapat membentuk kepribadian muslim yang memiliki sifat terpuji,

sehingga setiap perbuatan baik yang dilakukan terasa nikmat, dan pada akhirnya

dapat mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu kebahagiaan

di dunia dan akhirat. Sehingga tujuan pendidikan akhlak dirumuskan sebagai

pendekatan diri kepada Allah, yaitu untuk membentuk manusia yang saleh, yang

mampu melaksanakan kewajibannya kepada Allah dan

kewajiban-kewajibannya kepada manusia sebagai hamba-Nya.24

Rumusan yang sederhana namun cukup mengena ditawarkan oleh Zakiah

Daradjat. Menurutnya, tujuan pendidikan akhlak adalah untuk membentuk

karakter muslim yang memiliki sifat-sifat terpuji. Zakiah berpendapat bahwa

dalam ajaran Islam, akhlak tidak dapat dipisahkan dari iman. Iman merupakan

pengakuan hati, dan akhlak adalah pantulan iman tersebut pada perilaku, ucapan

23Muhammad ‘Aţiyyah al-Abrâsyî, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), Cet. III, h. 103.

(31)

19

dan sikap. Iman adalah maknawi, sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam

perbuatan, yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.25

Dalam hal ini, Zakiah menekankan bahwa akhlak adalah implementasi dari

iman. Tujuan pendidikan akhlak dengan demikian adalah untuk membuat peserta

didik mampu mengimplementasikan keimanan dengan baik.

4. Metode Pendidikan Akhlak

Berbicara mengenai masalah pembinaan dan pembentukan akhlak sama

dengan berbicara mengenai tujuan pendidikan. Karena banyak sekali dijumpai

pendapat para ahli yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah

pembentukan dan pembinaan akhlak terpuji.

Ada dua pendapat terkait dengan masalah pembinaan akhlak. Pendapat

pertama mengatakan bahwa akhlak tidak perlu pembinaan. Menurut aliran ini

akhlak adalah insting yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini akhlak

adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecenderungan kepada kebaikan

atau fitrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga berupa kata hati atau

intuisi yang selalu cenderung kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini,

maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, atau dengan kata lain tanpa perlu

dibentuk (ġair muktasabah).

Selanjutnya pendapat kedua mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari

pendidikan, latihan, pembinaan dan perjuangan keras dan sungguh-sungguh.

Kelompok yang mendukung pendapat kedua ini umumnya berasal dari

ulama-ulama Islam yang cenderung pada akhlak. Ibn Miskawaih, Ibn Sînâ, dan al-Ġazâlî

termasuk di antara kelompok yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil usaha

(muktasabah).26

Imâm al-Ġazâlî, sebagaimana dikutip oleh Abuddin Nata, misalnya

mengatakan bahwa:

25Zakiah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Jakarta: Ruhama, 1993), h. 67-70.

(32)

20

“Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinya hadis Nabi yang mengatakan ‘perbaikilah akhlak kamu sekalian’”.27

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa ada banyak usaha yang dilakukan

oleh manusia untuk membentuk akhlak yang terpuji. Bermunculannya

lembaga-lembaga pendidikan dalam rangka pembinaan akhlak semakin memperkuat

pendapat bahwa akhlak memang perlu dibina dan dilatih.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai “cara yang

teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud”.28

Adapun metode pendidikan akhlak adalah sebagai berikut:

a. Metode Keteladanan

Yang dimaksud dengan metode keteladanan adalah “suatu metode

pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada peserta didik,

baik di dalam ucapan maupun perbuatan”.29

Keteladanan merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan

Rasulullah Saw. dan paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan

penyampaian misi dakwahnya. Para ahli pendidikan berpendapat bahwa

pendidikan dengan teladan merupakan metode yang paling berhasil.

‘Abdullâh Nâşih ‘Ulwân, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly,

misalnya mengatakan bahwa “pendidik akan merasa mudah

mengkomunikasikan pesannya secara lisan. Namun anak akan merasa

kesulitan dalam memahami pesan itu apabila pendidiknya tidak memberi

contoh tentang pesan yang disampaikannya”.30

Hal ini disebabkan karena secara psikologis anak adalah seorang peniru.

Peserta didik cenderung meneladani gurunya dan menjadikannya sebagai

tokoh identifikasi dalam segala hal.

27Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf…, h. 157.

28Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, h. 1022. 29Syahidin, Metode Pendidikan Qurani: Teori dan Aplikasi, (Jakarta: Misaka Galiza,1999), Cet. I, h. 135.

(33)

21

b. Metode Pembiasaan

Pembiasaan menurut M.D. Dahlan, seperti dikutip oleh Hery Noer Aly,

merupakan “proses penanaman kebiasaan. Sedang kebiasaan (habit) ialah

cara-cara bertindak yang persistent, uniform dan hampir-hampir otomatis

(hampir tidak disadari oleh pelakunya)”.31

Pembiasaan tersebut dapat dilakukan untuk membiasakan tingkah laku,

keterampilan, kecakapan dan pola pikir. Pembiasaan ini bertujuan untuk

memudahkan peserta didik dalam melakukannya. Karena seseorang yang

telah mempunyai kebiasaan tertentu akan dapat melakukannya dengan

mudah dan senang hati. Bahkan sesuatu yang telah dibiasakan dan akhirnya

menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk diubah dan akan tetap

berlangsung sampai tua.

c. Metode Memberi Nasihat

‘Abdurrahmân an-Nahlâwî, sebagaimana dikutip oleh Hery Noer Aly,

mengatakan bahwa yang dimaksud dengan nasihat adalah “penjelasan

kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang

dinasihati dari bahaya serta menunjukannya ke jalan yang mendatangkan

kebahagiaan dan manfaat”.32

Dalam metode memberi nasihat ini pendidik mempunyai kesempatan

yang luas untuk mengarahkan peserta didik kepada berbagai kebaikan dan

kemaslahatan umat. Di antaranya dengan menggunakan kisah-kisah Qurani,

baik kisah nabawi maupun umat terdahulu yang banyak mengandung

pelajaran yang dapat dipetik.

d. Metode Motivasi dan Intimidasi

Metode motivasi dan intimidasi dalam bahasa Arab disebut uslûb

at-tarġîb wa at-tarhîb. “Tarġîb berasal dari kata kerja raġġaba yang berarti menyenangi, menyukai dan mencintai. Kemudian kata ini diubah menjadi

kata benda tarġîb yang bermakna suatu harapan untuk memperoleh

(34)

22

kesenangan, kecintaan dan kebahagiaan yang mendorong seseorang

sehingga timbul harapan dan semangat untuk memperolehnya”.33

Metode motivasi akan sangat efektif apabila dalam penyampaiannya

pendidik menggunakan bahasa yang menarik dan bisa meyakinkan

pendengar. Oleh karena itu hendaknya pendidik bisa meyakinkan peserta

didiknya ketika menggunakan metode ini. Namun sebaliknya, apabila

bahasa yang digunakan kurang meyakinkan maka peserta didik akan malas

memperhatikannya.

Sedangkan metode tarhîb berasal dari kata rahhaba yang berarti

“menakut-nakuti atau mengancam. Menakut-nakuti dan mengancam di sini sebagai reaksi bila peserta didik melakukan dosa atau kesalahan yang

dilarang Allah, atau akibat lengah dalam menjalankan kewajiban yang

diperintahkan Allah”.34

Metode intimidasi atau hukuman baru bisa digunakan apabila

metode-metode lain seperti nasihat, petunjuk dan bimbingan tidak berhasil untuk

mewujudkan tujuan.

e. Metode ‘Ibrah

Secara sederhana, ‘ibrah berarti merenungkan dan memikirkan. Dalam

arti umum dapat diartikan dengan “mengambil pelajaran dari setiap

peristiwa”. ‘Abdurrahmân an-Nahlâwî mendefinisikan ‘ibrahsebagai “suatu

kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari dari

suatu peristiwa yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan,

ditimang-timang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat

mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada

perilaku berpikir sosial yang sesuai”.35

f. Metode Kisah

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar

mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian

33Syahidin, Metode Pendidikan Qurani…, h. 121. 34Syahidin, Metode Pendidikan Qurani…, h. 121.

(35)

23

tersebut merupakan kejadian yang baik, maka harus diikutinya. Sebaliknya,

apabila kejadian tersebut bertentangan dengan ajaran Islam maka harus

dihindari.

Metode ini sangat digemari khususnya oleh anak kecil, bahkan sering

kali digunakan oleh seorang ibu ketika anak tersebut akan tidur. Apalagi

jika metode ini disampaikan oleh orang yang pandai bercerita, akan menjadi

daya tarik tersendiri. Namun perlu diingat bahwa kemampuan setiap peserta

didik dalam menerima pesan yang disampaikan sangat dipengaruhi oleh

tingkat kesulitan bahasa yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya setiap

pendidik bisa memilih bahasa yang mudah dipahami oleh setiap anak.

Lebih lanjut an-Nahlâwî menjabarkan dampak penting dari pendidikan

melalui kisah yaitu:

Pertama, kisah dapat mengaktifkan dan membangkitkan kesadaran pembaca tanpa cerminan kesantaian dan keterlambatan sehingga dengan kisah, setiap pembaca akan senantiasa merenungkan makna dan mengikuti berbagai situasi kisah tersebut sehingga pembaca terpengaruh oleh tokoh dan topik kisah tersebut.

Kedua, interaksi kisah Qur’ani dan Nabawi dengan diri manusia dalam keutuhan realitasnya tercermin dalam pola terpenting yang hendak ditonjolkan oleh al-Qur’an kepada manusia di dunia dan hendak mengarahkan perhatian pada setiap pola yang selaras dengan kepentinganya.

Ketiga, kisah-kisah Qur’ani mampu membina perasaan ketuhanan melalui cara-cara berikut: 1) Mempengaruhi emosi, seperti takut, perasaan diawasi, rela dan lain-lain. 2) Mengarahkan semua emosi tersebut sehingga menyatu pada satu kesimpulan yang menjadi akhir cerita. 3) Mengikutsertakan unsur psikis yang membawa pembaca larut dalam setting emosional cerita sehingga pembaca, dengan emosinya, hidup bersama tokoh cerita. 4) Kisah Qur’ani memiliki keistimewaan karena, melalui topik cerita, kisah dapat memuaskan pemikiran seperti pemberian sugesti, keinginan, dan keantusiasan, perenungan dan pemikiran.36

(36)

24

B.Konsep Novel 1. Pengertian Novel

Karya sastra dapat digolongkan sebagai salah satu sarana pendidikan dalam

arti luas. Pendidikan dalam arti ini tidak terbatas pada buku-buku teks (text

book) pelajaran dan kurikulum yang diajarkan di sekolah, namun dapat berupa

apa saja, termasuk karya sastra, baik yang berbentuk novel, cerpen, puisi,

pantun, gurindam, dan bentuk karya sastra lainnya.

Kata sastra menurut A. Teeuw, sebagaimana dikutip oleh Atmazaki,

“berasal dari bahasa Sanskerta; akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti

‘mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi’. Akhiran -tra biasanya menunjuk alat, sarana. Maka dari itu, sastra dapat berarti ‘alat untuk

mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran’”.37

Dunia kesusastraan secara garis besar mengenal tiga jenis teks sastra, yaitu

teks naratif (prosa), teks monolog (puisi), dan teks dialog (drama).38 Salah satu

dari ragam prosa adalah novel.

Novel (Inggris: novel) dan cerita pendek (disingkat: cerpen; Inggris: short

story) merupakan dua bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan

dalam perkembangannya kemudian, novel dianggap bersinonim dengan fiksi.

Sebutan novel dalam bahasa Inggris—dan inilah yang kemudian masuk ke

Indonesia—berasal dari bahasa Italia novella (yang dalam bahasa Jerman:

novelle). Secara harfiah, novella berarti ‘sebuah barang baru yang kecil’, dan

kemudian diartikan sebagai ‘cerita pendek dalam bentuk prosa’.39

Menurut Alterbernd dan Lewis, sebagaimana dikutip oleh Burhan

Nurgiyantoro, fiksi—sebagai sinonim dari novel—adalah:

Prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia. Pengarang mengemukakan hal itu berdasarkan pengalaman dan pengamatannya terhadap kehidupan. Namun, hal itu dilakukan secara

37Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori dan Terapan, (T.tp.: Angkasa Raya, t.t.), h. 16-17.

38Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI Press, 2006), Cet. I, h. 14.

(37)

25

selektif dan dibentuk sesuai dengan tujuannya yang sekaligus memasukkan unsur hiburan dan penerangan terhadap pengalaman kehidupan manusia.40

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai “karangan

prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang

dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat

setiap pelaku”.41

Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam

interaksinya dengan lingkungan, diri sendiri, serta dengan Tuhan. Novel

merupakan hasil dialog, kontemplasi, dan reaksi pengarang terhadap

lingkungan dan kehidupannya. Walau berupa khayalan, tidak benar jika novel

dianggap sebagai hasil kerja lamunan belaka, melainkan penuh penghayatan

dan perenungan secara intens terhadap hakikat hidup dan kehidupan, serta

dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.42

Bagi pembaca, kegiatan membaca karya fiksi seperti novel berarti

menikmati cerita dan menghibur diri untuk memperoleh kepuasan batin.

Betapapun saratnya pengalaman dan permasalahan kehidupan yang

ditawarkan, sebuah novel haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetap

merupakan bangunan struktur yang koheren, dan tetap mempunyai tujuan

estetik.

Daya tarik inilah yang pertama-tama akan memotivasi orang untuk

membacanya. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya setiap orang senang

dengan cerita, baik yang diperoleh dengan cara membaca maupun

mendengarkan. Melalui sarana cerita ini pembaca secara tidak langsung dapat

belajar, merasakan, dan menghayati berbagai permasalahan kehidupan yang

secara sengaja ditawarkan oleh pengarang. Oleh karena itu, cerita, fiksi, atau

karya sastra pada umumnya sering dianggap dapat membuat manusia menjadi

lebih arif, atau dapat dikatakan sebagai “memanusiakan manusia”.43

40Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 2-3.

41Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia…, h. 1079. 42Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 3.

(38)

26

2. Macam-macam Novel

Dilihat dari segi mutunya, novel dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Novel Serius

Novel serius atau disebut juga novel literer merupakan novel yang

memerlukan daya konsentrasi yang tinggi dan kemauan jika ingin

memahaminya.44 Novel ini merupakan makna sastra yang sebenarnya.

Pengalaman dan permasalahan kehidupan yang ditampilkan dalam novel

jenis ini disorot dan diungkapkan sampai ke inti hakikat kehidupan yang

bersifat universal. Novel serius di samping memberikan hiburan, juga secara

implisit bertujuan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca,

atau paling tidak, mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara

lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan.

Novel serius biasanya berusaha mengungkapkan sesuatu yang baru

dengan cara pengucapan yang baru pula. Singkatnya, unsur kebaruan

diutamakan. Novel ini mengambil realitas kehidupan sebagai model,

kemudian menciptakan sebuah “dunia baru” lewat penampilan cerita dan tokoh-tokoh dalam situasi yang khusus.

Novel serius tidak bersifat mengabdi kepada selera pembaca. Oleh

karena itu, pembaca novel jenis ini tidak banyak. Namun demikian,

meskipun jumlah novel dan pembacanya tidak terlalu banyak, novel ini akan

mempunyai gaung dan bertahan dari waktu ke waktu.

Novel serius mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Karya sastra ini tidak hanya berputar-putar dalam masalah cinta asmara muda-mudi saja, namun membuka diri terhadap masalah penting untuk menyempurnakan hidup manusia. Masalah cinta dalam novel serius kadang hanya berperan untuk menyusun plot cerita saja, sedangkan permasalahan yang sebenarnya berkembang di luar itu.

2) Karya sastra ini tidak berhenti pada gejala permukaan saja, tetapi selalu mencoba memahami suatu masalah secara mendalam dan mendasar. Hal ini dengan sendirinya berhubungan dengan kematangan pribadi pengarang sebagai seorang intelektual.

3) Kejadian atau pengalaman yang diceritakan dalam karya sastra ini bisa dialami oleh manusia mana saja dan kapan saja. Karya sastra ini

(39)

27

membicarakan hal-hal yang universal dan nyata, serta tidak membicarakan kejadian yang artifisial (dibuat-buat) dan bersifat kebetulan.

4) Isi cerita penuh inovasi, segar dan baru. Sastra adalah penafsiran hidup yang jitu, merekam alam kehidupan dan menyajikan kembali dengan serba kemungkinan.

5) Mementingkan tema, karakteristik, plot, dan unsur-unsur cerita lainnya dalam membangun cerita.45

b. Novel Populer

Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak

penggemarnya, khususnya pembaca di kalangan remaja. Ia menampilkan

masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai

pada tingkat permukaan.46

Novel populer tidak menampilkan permasalahan kehidupan secara lebih

intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Sebab, jika demikian

halnya, novel populer akan menjadi berat dan berubah menjadi novel serius,

dan boleh jadi akan ditinggalkan oleh pembacanya. Oleh karena itu, novel

populer pada umumnya bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat

ketinggalan zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali

lagi. Biasanya novel ini akan cepat dilupakan orang, apalagi dengan

munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.

Novel jenis ini lebih mudah dibaca dan lebih mudah dinikmati karena ia

memang semata-mata menyampaikan cerita. Ia tidak berpretensi mengejar

efek estetis, melainkan memberi hiburan langsung dari aksi ceritanya.

Adapun ciri-ciri novel populer sebagai berikut:

1) Tema dalam novel ini selalu hanya menceritakan kisah percintaan saja, tanpa menyentuh permasalahan lain yang lebih serius.

2) Meskipun utuh, alurnya datar dan sering mengabaikan karakterisasi tokoh sehingga terasa dangkal.

3) Menggunakan bahasa yang aktual, lincah, dan gaya bercerita yang sentimental.

4) Bertujuan hiburan sehingga cerita disuguhkan dengan cara yang ringan, mengasyikkan, namun tetap memiliki ketegangan, penuh aksi, warna dan humor.

(40)

28

5) Karena cerita berorientasi untuk konsumsi massa saja, maka pengarang novel populer rata-rata tunduk pada hukum cerita konvensional, sehingga jarang dijumpai usaha pembaharuan dalam novel jenis ini, sebab yang demikian itu akan ditinggalkan oleh massa pembacanya.47

3. Unsur-unsur Novel

Sebuah novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang

bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai unsur-unsur yang

saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat.

Unsur-unsur pembangun sebuah novel dapat dibedakan menjadi dua

macam, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur inilah yang

sering digunakan para kritikus dalam mengkaji dan membicarakan novel atau

karya sastra pada umumnya.48

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung membangun

karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang secara faktual akan

dijumpai oleh pembaca saat membaca karya sastra. Kepaduan antarunsur

intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud.49

Unsur intrinsik dalam novel terdiri dari: tema, alur, penokohan, latar, dan

sudut pandang.

1) Tema

Tema adalah dasar cerita atau gagasan umum dari sebuah novel.

Gagasan dasar umum inilah—yang tentunya telah ditentukan sebelumnya

oleh pengarang—yang digunakan untuk mengembangkan cerita. Tema

dalam sebuah cerita dapat dipahami sebagai sebuah makna yang

mengikat keseluruhan unsur cerita sehingga cerita itu hadir sebagai

sebuah kesatuan yang padu.50 Berbagai unsur fiksi seperti alur,

47Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia…, h. 43. 48Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi…, h. 23.

(41)

29

penokohan, sudut pandang, latar, dan lain-lain akan berkaitan dan

bersinergi mendukung eksistensi tema.

Dalam sebuah cerita, tema jarang diungkapkan secara eksplisit, tetapi

menjiwai keseluruhan cerita. Adakalanya memang dapat ditemukan

sebuah kalimat, alinea, atau percakapan yang mencerminkan tema secara

keseluruhan. Namun, walaupun demikian, tema harus ditemukan lewat

pembacaan mendalam dan pemahaman yang kritis dari pembaca.

2) Alur

Secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah

cerita. Atau lebih jelasnya, alur merupakan peristiwa-peristiwa yang

disusun satu per satu dan saling berkaitan menurut hukum sebab akibat

dari awal sampai akhir cerita.51

Dari pengertian tersebut terlihat bahwa tiap peristiwa tidak berdiri

sendiri. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa

yang lain, peristiwa yang lain itu akan menjadi sebab bagi timbulnya

peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai cerita tersebut berakhir.

3) Penokohan

Penokohan merupakan unsur penting dalam karya fiksi. Dalam kajian

karya fiksi, sering digunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan,

watak dan perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian

dengan menunjuk pengertian yang hampir sama. Istilah-istilah tersebut

sebenarnya tidak menyaran pada pengertian yang sama, atau paling tidak

serupa. Namun dalam skripsi ini penulis tidak akan terlalu membahas

perbedaan tersebut secara fokus, sebab inti kajian skripsi ini bukan

terletak pada masalah tersebut.

Istilah penokohan lebih luas cakupannya daripada tokoh. Sebab ia

sekaligus mencakup masalah siapa tokoh dalam cerita, bagaimana

perwatakannya, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam

sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada

Gambar

Tabel 1     Unsur-unsur Novel  .............................................................................
Penokohan dalam Novel Tabel 2 Ketika Cinta Bertasbih
Tabel 3

Referensi

Dokumen terkait

6. Teman-teman D3 Perpustakaan angkatan 2015, kalian memang hebat 8.. Pengolahan Bahan Pustaka di Perpustakaan Universitas Veteran Bangun Nusantara. Fakultas Ilmu Sosial dan

Subjek penelitian adalah para wanita yang berada dalam kondisi tidak lagi tinggal satu rumah bersama dengan anak- anaknya, karena anak-anak mereka meninggalkan rumah

My observation was in Satria Tunas Bangsa Kindergarten,

TRADISI ZIARAH MAKAM SEBAGAI PENGEMBANGAN EKONOMI MASYARAKAT DI DESA GIRILAYU (STUDI KASUS MAKAM PANGERAN SAMBERNYOWO DI ASTANA MANGADEG DESA GIRILAYU KECAMATAN

Manfaat dari penelitian ini adalah memperoleh hasil uji potensi antibakteri ekstrak etanol daun jawer kotok terhadap bakteri Gram positif pada kulit wajah

Abdul Muthalib Sulaiman

Berdasarkan nilai varians yang diperoleh dari kedua metode, dapat ditunjukkan bahwa simulasi MCMC menunjukkan hasil yang lebih baik apabila dibandingkan dengan

• suatu bentuk pasar dimana dalam suatu industri hanya terdapat sebuah perusahaan dan produk yang dihasilkan tidak memiliki pengganti yang sempurna.2. Hanya ada