• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Kandungan Logam (Hg.Pb.Dan Cd) Dengan Penambahan Bahan Pengawet Dan Waktu Perendaman Yang Berbeda Pada Kerang Hijau (Perna Viridis L.) Di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penentuan Kandungan Logam (Hg.Pb.Dan Cd) Dengan Penambahan Bahan Pengawet Dan Waktu Perendaman Yang Berbeda Pada Kerang Hijau (Perna Viridis L.) Di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET

DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA

PADA KERANG HIJAU (

Perna viridis

L.)

DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

ALFIAN DWI PRASETYO

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

PADA KERANG HIJAU (

Perna viridis

L.)

DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALFIAN DWI PRASETYO

104095003046

(3)

DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET

DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA

PADA KERANG HIJAU (

Perna viridis

L.)

DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALFIAN DWI PRASETYO 104095003046

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. Zainal Arifin, Ph.D NIP. 150 375 182 NIP. 320 005 012

Mengetahui:

Ketua Program Studi Biologi

(4)

PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)

DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ALFIAN DWI PRASETYO 104095003046

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. Zainal Arifin, Ph.D

NIP. 150 375 182 NIP. 320 005 012

Mengetahui,

(5)

Skripsi Berjudul “Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb dan Cd) dengan Penambahan Bahan Pengawet dan Waktu Perendaman yang Berbeda pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta” yang ditulis oleh Alfian Dwi Prasetyo, NIM 104095003046 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.

Menyetujui

Penguji I, Penguji II,

Dra. Nani Radiastuti, M.Si Fahma Wijayanti, M.Si

NIP. 150 318 610 NIP. 150 326 910

Pembimbing I, Pembimbing II,

DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. Zainal Arifin, Ph.D NIP. 150 375 182 NIP. 320 005 012

Mengetahui:

Dekan Ketua Program Studi Biologi

Fakultas Sains dan Teknologi

(6)

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

(7)

“Dengan Bacalah “Tel kare mer mereka “Tia pula) Sesun Kupersem A nama Alla h dengan m

lah nampak ena perbua reka sebah a kembali ada suatu pada dir kitab (la ngguhnya y mbahkan Un Adikku yan

ah yang m menyebut k kerusak atan manu hagian da (ke jala bencanap rimu send auhul Mah yang demi ntuk Ayah ng selalu maha penga nama tuha tuhan

an di dar sia, supa ri (akiba n yang be

un yang m iri melai fuzh) seb kian itu dan Ummi menyayan asih, lagi anmu yang nmulah yan

rat dan di aya Allah at) perbua enar).” (Q menimpa di inkan tela belum Kami adalah mu (Q.S i Tercinta ngi dan me

i Maha pe mencipta ng Maha p

i laut di merasaka atan mere Q.S.Ar–Ru

i bumi da ah tertul i mencipt udah bagi S. Al-Had

a serta K encintai nyayang. kan, dan emurah”. sebabkan n kepada ka, agar um : 41)

n (tidak is dalam akannya. Allah.” id : 22)

(8)

Dibimbing oleh LILY SURAYYA EKA PUTRI dan ZAINAL ARIFIN.

Penelitian untuk mengetahui konsentrasi dan waktu perendaman formalin, rhodamin B dan metanil yellow yang dapat mempengaruhi kenaikan kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) dan mengetahui konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA yang dapat menurunkan

kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) telah dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dari bulan Februari sampai dengan April 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi beda pengawet yang terdiri atas tiga taraf yaitu: tanpa bahan pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 % (p2). Faktor kedua

adalah waktu perendaman terdiri atas tiga taraf yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2)

dan 60 menit (t3). Pengamatan meliputi kandungan awal logam Hg, Pb dan Cd

pada tubuh kerang hijau maupun di perairan dan penurunan kandungan Hg, Pb dan Cd setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan bahwa rata-rata kandungan awal logam Hg pada tubuh kerang hijau sebesar 0,005 ppm, rata-rata kandungan awal logam Cd sebesar 0,6292 ppm dan rata-rata kandungan logam Pb sebesar 1,258 ppm. Kandungan logam Hg, Pb dan Cd tersebut masih di bawah baku mutu menurut WHO dan Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 yaitu 0,5 ppm untuk Hg, 1 ppm untuk Cd dan 2 ppm untuk Pb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pada konsentrasi Na2CaEDTA 0,5 % selama 60 menit

dapat menurunkan kadar Hg sebanyak 99,98 % dan konsentrasi Na2CaEDTA 1,0

% selama 60 menit menurunkan kadar Pb sebanyak 99,92 %. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara konsentrasi Na2CaEDTA dengan waktu perendaman yang dapat menurunkan kadar Hg, Cd

dan Pb secara bersamaan pada tubuh kerang hijau.

(9)

ALFIAN DWI PRASETYO. Determination of Heavy Metals Contents (Hg, Pb and Cd) with Preservative Addition and Different Soaking Time at Green Mussel (Perna viridis L.) in Estuary Kamal Waters, Jakarta Bay. Advisor : LILY SURAYYA EKA PUTRI and ZAINAL ARIFIN.

The research was conducted to find out the concentration of Formalin, Rhodamin B and Metanil Yellow and soaking time to increase the content of Hg, Pb and Cd in green mussel (Perna viridis L.) and to find out the concentration of Na2CaEDTA and soaking time to decrease the content of Hg, Pb and Cd in green

mussel (Perna viridis L.). These research was carried out in Ecology and Environment Laboratory Center Inwrought Laboratory “State Islamic University Syarif Hidayatullah of Jakarta, from February to April 2009. The experimental design was 3 x 3 factorial Randomized Complete Block Design with three replications. The first factor was different preservative concentration with three levels i.e. without preservative (p0), concentration 0.5 % (p1) and concentration

1.0 % (p2). The second factor was soaking time with three levels i.e. 30 minutes

(t1), 45 minutes (t2) and 60 minutes (t3). The observation included the initial

content of Hg, Pb and Cd in green mussel and also in territorial water and decreasing of Hg, Pb and Cd after treatments. Atomic Absorption Spectophotometry (AAS) analysis indicated that the content of Hg in green mussel was 0.005 ppm, the content of Cd was 0.6292 ppm and the content of Pb was 1.258 ppm, lower than standard 0.5 ppm of Hg, 1 ppm of Cd and 2 ppm of Pb recommended by WHO and “Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989”. The result showed that concentration of Na2CaEDTA 0.5 % during 60 minutes

decreased 99.98 % of Hg and Na2CaEDTA 1.0 % during 60 minutes decreased

99.92 % of Pb. Based on analysis of variance showed that there is no interaction between Na2CaEDTA concentration with soaking time in decreasing the content

of Hg, Cd and Pb together in green mussel.

Key words : Heavy Metal Hg, Pb and Pb – Formalin, Rhodamin B, Metanil Yellow, Na2CaEDTA – Concentration and Soaking Time

(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim…

Alhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam.

Sembah sujud tiada terkatakan atas segala limpahan rahmat, karunia dan inayah-Nya

yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan Skripsi ini. Lantunan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan

kepada idola umat Islam dan pembela kebenaran sejati, yaitu Baginda Nabi Besar

Muhammad SAW. Adapun Skripsi ini berjudul : “PENENTUAN KANDUNGAN

LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET

DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU

(

Perna viridis

L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA”

disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu

(S-1) pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan penuh rasa kesadaran, penulis mengakui bahwa penulisan Skripsi ini

tidak akan terselesaikan tanpa uluran tangan ikhlas dari berbagai pihak yang tidak

dapat penulis membalas pengorbanan semuanya. Pada kesempatan inilah penulis

ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang

(11)

 

1.

Kepada keluargaku tercinta yang selalu memberikan bantuan moril maupun

materiil dengan penuh keikhlasan hati, kedua orang tuaku (Alm. Ayahanda H.

Agus Salim & Ibunda Rusmini) serta saudara/i saya (Kakak Evadiah & Adik

Andi Subchan Jaya) atas dukungan dan do’a dari kalian semua.

2.

Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud.

sebagai Ketua Program Studi

Biologi selaku pembimbing I dan Bapak

Zainal Arifin, Ph.D

sebagai

Kepala Bidang

Dinamika Laut Puslit Oseanografi LIPI selaku

pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, meluangkan waktu, pikiran, kesabaran, saran dan kritik

untuk berdiskusi dengan penulis sehingga membantu dalam proses penyusunan

skripsi ini.

3.

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

beserta jajarannya yang telah membantu penulis selama melaksanakan studi di

Fakultas Sains dan Teknologi.

4.

Ketua Program Studi Biologi Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. yang

turutserta memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

5.

Ibu Nani Radiastuti, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademis yang telahmemberikan

saran dan solusi atas perkuliahan.

6.

Untuk para pengajar terutama para dosen-dosen Program Studi Biologi MIPA

Fakultas Sains dan Teknologi yaitu Ibu Nani Radiastuti, M.Si; Ibu Megga

Ratnasari Pikoli, M.Si; Ibu Fahma Wijayanti, M.Si; Ibu Dasumiati, M.Si; Ibu

Priyanti, M.Si; Ibu Deni Zulfiana, M.Si, Ibu Narti Fitriana, M.Si; Ibu Reno Fitri,

(12)

7.

Ibu Nurhasni, M.Si dan Bapak Drs. Paskal Sukandar, M.Si selaku penguji seminar

proposal dan seminar hasil.

8.

Ibu Nani Radiastuti, M.Si dan Ibu Fahma Wijayanti, M.Si selaku penguji sidang

munaqosah (skripsi).

9.

Laboran Laboratorium Biologi (Mba Siti Nurdiana, Ka Syaiful Bahri, Mba Puji

Astuti dan MbaFarida Ahmad) yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

10.

Untuk Ridho S.Si, Fachruroji, Achmad Junaidi S.Si, Rasyidawati S.Si, Teguh

Hadi Wibowo S.Si, Mutiara Ramasenjawati Dwi Gustini S.Si, Din Fitri

Rochmawati S.Si dan Choirul Basyar dari FST-UIN Program Studi Biologi

selaku teman yang selama ini telah bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan

sampling air laut dan kerang hijau di Teluk Jakarta.

11.

Untuk Akhmad Taufiq Maulana, Aminullah, Eko Prasetyo S.Si, Fahmi Rizaldi,

Nasrulloh, Susfa Atmarwa Yahya, Arkanza Dewi Ranni S.Si, Cut Dhien Keumala

Meutia S.Si, Fitri Maimunah S.Si, Fitriyah S.Si, Khayu Wahyunita S.Si, Khoirul

Bariyah, Mawarsih, Miniarti, Neni Nuraeni S.Si, Novi Prasetyowati S.Si, Ofi

Ihsan Karya ‘Arofi S.Si, Sarah Marselia S.Si, Sofiah Rohmat, Suci Kartika Wati

S.Si, Suryani Eva S.Si dan Zulfana S.Si dari FST-UIN Program Studi Biologi

selaku teman-teman Biologi Angkatan 2004 yang telah begitu banyak

memberikan inspirasi baik secara langsung ataupun tidak langsung, terima kasih

(13)

 

12.

Kepada sponsorship foto copy “Ridho” & “Office Boy” (Mas Purwanto

”Darsono”) terima kasih atas perbanyakan copyright skripsi saya menjadi

beberapa eksemplar.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk ke arah perbaikan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca semua. Semoga Allah SWT selalu membimbing kita bersama dalam mendalami ilmu-ilmunya.

 

Jakarta, Juni 2009

 

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...

i

DAFTAR ISI ...

v

DAFTAR GAMBAR ...

vii

DAFTAR TABEL ...

viii

DAFTAR LAMPIRAN ...

ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ...

1

1.2. Perumusan Masalah ...

4

1.3. Hipotesis ...

4

1.4. Tujuan Penelitian ...

4

1.5. Manfaat Penelitian ...

5

1.6. Kerangka Berpikir ...

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Laut ...

7

2.2. Logam Berat ...

8

2.2.1. Pencemaran Logam Berat ...

9

2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat ...

10

2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat ...

12

2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.) ...

14

2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow ...

18

2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid) ...

21

2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat ...

23

2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta ...

25

(15)

 

3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut ...

29

3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.) ...

30

3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut ...

31

3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau ...

32

3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Biota Laut ...

34

3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat ...

35

3.4. Analisis Data ...

35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia) ...

37

4.2. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd dalam Air Laut ...

42

4.3. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pra Perlakuan ...

44

4.4. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pasca Perlakuan ....

47

4.5. Penurunan Kandungan Logam Berat dengan Na

2

CaEDTA ...

55

4.6. Faktor Konsentrasi ...

58

4.7. Hubungan Parameter dengan Kandungan Logam Kerang ...

62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ...

66

5.2. Saran ...

66

DAFTAR PUSTAKA ...

67

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses Transport Logam Berat di Perairan ...

11

Gambar 2. Kerang Hijau (Perna viridis L.) ...

16

Gambar 3. Struktur EDTA dalam Mengikat Ion Logam ...

23

Gambar 4. Peta Lokasi Sampling ...

27

Gambar 5. Suhu Perairan Muara Kamal ...

38

Gambar 6. Kekeruhan Perairan Muara Kamal ...

39

Gambar 7. pH Perairan Muara Kamal ...

40

Gambar 8. Salinitas Perairan Muara Kamal ...

41

Gambar 9. Kandungan Logam Berat Air Laut ...

43

Gambar 10. Kandungan Awal Logam Berat Kerang Hijau ...

45

Gambar 11. Kandungan Logam Hg Pasca Perlakuan ...

48

Gambar 12. Kandungan Logam Pb Pasca Perlakuan ...

50

Gambar 13. Kandungan Logam Cd Pasca Perlakuan ...

52

Gambar 14. Persentase Penurunan Kadar Logam Kerang Hijau ...

56

Gambar 15. Faktor Konsentrasi Logam Hg pada Kerang Hijau ...

59

Gambar 16. Faktor Konsentrasi Logam Pb pada Kerang Hijau...

60

(17)

 

DAFTAR TABEL

[image:17.612.114.525.119.550.2]

Halaman

Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer ...

8

Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati ...

31

Tabel 3. Hasil Analisis PCA untuk Logam Hg ...

62

Tabel 4. Hasil Analisis PCA untuk Logam Pb ...

62

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Parameter Lingkungan Muara Kamal Februari – April 2009 ...

75

Lampiran 2. Kandungan Logam di Perairan Muara Kamal Feb – Apr 2009 ....

76

Lampiran 3. Kandungan Awal Logam Hg, Pb dan Cd Kerang Hijau ...

76

Lampiran 4. Rata-Rata Kadar Hg pada Konsentrasi Na

2

CaEDTA Berbeda ...

77

Lampiran 5. Rata-Rata Kadar Pb pada Konsentrasi Na

2

CaEDTA Berbeda ...

77

Lampiran 6. Rata-Rata Kadar Cd pada Konsentrasi Na

2

CaEDTA Berbeda ...

77

Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air & Kerang Hijau ...

78

Lampiran 8. Sampel Air Laut Murni & Air Laut + HNO

3

Pekat ...

79

Lampiran 9. Perlakuan Basah & Kering Sampel Kerang Hijau ...

80

Lampiran 10. Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau ...

81

Lampiran 11. Peralatan Kegiatan Sampling & Analisis Logam ...

82

Lampiran 12. Kriteria Kualitas Air yang Baik Untuk Perikanan ...

83

Lampiran 13. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah ...

84

(19)

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kerang hijau (Perna viridis L.) merupakan salah satu komoditi perikanan

yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat

pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang

besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang hijau per

hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100

ton daging kerang (Porsepwandi, 1998). Oleh karena kerang hijau bersifat filter

feeder non selective dan sessile (menetap) maka kandungan logam berat relatif

cukup tinggi ditemukan dalam tubuhnya karena adanya akumulasi logam berat

tersebut. Kerang genus Perna ini sering disebut highly specialized filter feeder dan

digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan karena biota ini bersifat

menetap, penyebarannya luas, masih mampu hidup pada daerah tercemar, dapat

mengakumulasi logam berat dengan faktor konsentrasi sebesar 105 (Hartanti,

1998). Akumulasi logam berat seperti merkuri (Hg) dan timbal (Pb) sering terjadi

pada kerang mentah dan menyebabkan keracunan bagi masyarakat yang

mengkonsumsinya karena toksisitasnya tinggi (Hutagalung, 1991; Connell dan

Miller, 1995).

Besarnya kandungan logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh

hewan air yang masih layak dikonsumsi manusia ditentukan oleh suatu standar.

(20)

kadar Hg maksimum pada biota laut yang boleh dikonsumsi sebesar 0,5 ppm dan

kadar Pb sebesar 2 ppm. Menurut Inswiasri dkk. (1997), rata-rata kadar Hg dan Pb

di perairan Teluk Jakarta masing-masing adalah 0,004 ppm dan berkisar antara

0,00 – 1,57 ppm. Kadar logam berat tersebut akan terakumulasi apabila limbah

buangan industri di sekitar perairan Teluk Jakarta meningkat terutama oleh pabrik

penghasil peralatan listrik, pabrik baterai dan industri penghasil tinta (Darmono,

1995).

Pengawetan ikan dan bahan laut sejenis lainnya dilakukan dengan

menggunakan garam yang dicampur dengan es batu. Tanpa pengawet, kerang

sudah tercemar logam berat karena cemaran industri sudah masuk ke biota laut di

pelabuhan. BPOM baru-baru ini menemukan beragam jenis makanan yang biasa

dikonsumsi masyarakat sehari-hari mengandung zat kimia (formalin) untuk

membuat awet makanan. Produk makanan itu antara lain kerang, tahu, ikan asin,

daging, dan makanan olahan. Bahkan, BPOM menemukan kandungan cat tembok

yang mengandung tras, pewarna kimiawi, semen, dan perekat semen pada

makanan tersebut. Saat es lebih mahal, formalin menjadi pengawet ikan.

kerang hijau dan ikan laut dilumuri cat merah agar harga jual lebih tinggi. Hasil

tangkapan laut yang umumnya telah mati (ikan, cumi, kerang, udang) dimasukkan

ke dalam air tawar yang telah dicampur dengan formalin, yang dapat bertahan 2

hari dibandingkan dengan menggunakan es yang hanya sampai 3 jam. Setelah di

(21)

 

tersebut akan terlihat lebih fresh, mengkilap, bersih sekali. Barulah seafood

tersebut seperti yang terlihat di pasar ikan muara karang di dalam peti es

(Kompas, 2004).

Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut dalam pendugaan kandungan

logam berat pada kerang hijau dengan tiga jenis logam berat yang berbeda yaitu

Hg, Pb dan Cd sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dan

melengkapi hasil penelitian-penelitian terdahulu. Namun penelitian baru relatif

belum didapatkan padahal logam berat diakumulasi dalam tubuh makhluk hidup

sehingga diperlukan informasi terbaru mengenai logam berat dalam tubuh kerang

hijau dengan perlakuan bahan pengawet yaitu menambahkan formalin dan zat

pewarna tembok oleh para penjual kerang hijau di pasar ikan Muara Angke.

Pada penelitian ini, untuk mendukung data akumulasi logam berat pada

kerang hijau dibutuhkan beberapa data penunjang. Data tersebut adalah data

konsentrasi logam berat pada contoh air laut, salinitas, pH, suhu, kecerahan dan

Total Suspended Solid (TSS) dari perairan sekitar lokasi pengambilan contoh

kerang hijau tersebut. Sedangkan untuk mengetahui konsentrasi logam berat pada

tubuh kerang hijau tersebut dapat digunakan peralatan Spektrofotometri Serapan

Atom (AAS).

Pada penelitian yang dilakukan ini, lokasi yang dipilih adalah Perairan

Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dari lokasi ini diharapkan dapat menggambarkan

konsentrasi logam berat yang terdapat pada contoh kerang hijau yang hidup di

(22)

buangan limbah dari Jakarta dan sekitarnya yang pada umumnya mengandung

logam berat.

1.2. Perumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B,

metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman

yang berbeda terhadap kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam tubuh

kerang hijau ?

1.3. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penambahan bahan

pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan

konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap

kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam kerang hijau.

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan

bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan

konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda terhadap kandungan logam berat

(23)

 

1.5. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1. Dijadikan sebagai bahan standarisasi metode atau tren positif dalam

sistem pengendalian dan pemantauan kadar logam berat pada hasil laut

yang dikonsumsi khususnya kerang hijau.

2. Dijadikan sebagai baku mutu pengendalian keamanan pangan (food

(24)

1.6. Kerangka Berpikir

Terakumulasi

Rumah Tangga

Industri

Limbah / Zat Pencemar

Udara

Kontaminasi Logam Berat

Perairan

Kualitas Air (Peningkatan Kadar Logam Hg, Pb dan Cd)

Penambahan Zat Pengawet

Aktivitas Manusia

Pertanian / Pertambakan

Biota Air (Kerang Hijau)

Pengendalian & Pemantauan Kadar Logam Berat pada Hasil Laut yang

Dikonsumsi

Tanah

Solusi ???

(25)

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Laut

Pencemaran laut didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang

membahayakan) bagi kehidupan biota, sumber daya, kenyamanan ekosistem laut,

serta kesehatan manusia, dan nilai guna ekosistem laut, baik disebabkan secara

langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke

dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2003). Menurut definisi

lain, Pencemaran laut adalah perubahan kondisi laut yang tidak menguntungkan

yang disebabkan oleh adanya benda-benda asing sebagai akibat perbuatan

manusia (Soegiarto, 1976).

Sebagian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari

kegiatan manusia di daratan. Pada umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari

berbagai kegiatan industri, pertanian dan rumah tangga. Sumber pencemaran

dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas, yaitu : (1) industri, (2) limbah cair

permukaan (sewage), (3) limbah cair perkotaan (stormwater), (4) pertambangan,

(5) pelayaran (shipping), (6) pertanian, dan (7) perikanan budidaya. Sedangkan

jenis-jenis bahan pencemar utamanya terdiri dari sedimen, unsur hara, logam

beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme patogen, dan

oxygen depleting substance (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut

(26)

2.2. Logam Berat

Definisi logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu

atau lebih elektron dan menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik

penting, yaitu: reflektivitas tinggi, mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik

tinggi, konduktivitas termal tinggi, mempunyai kekuatan dan kelenturan. Logam

dikelompokkan menjadi:

1. Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat

jenis >5 dan yang ringan < 5.

2. Logam esensial bagi kehidupan dan yang tidak esensial.

3. Logam yang terdapat hanya sedikit (trace mineral) dan yang bukan trace

mineral. Bila konsentrasi logam di kerak bumi ≥1000 ppm, maka logam

tersebut bukan trace mineral. Atas definisi ini semua logam akan

tergolong trace mineral, kecuali oksigen, hidrogen, silikon, aluminium,

titanium, magnesium, natrium, kalium, kalsium, besi, fosfor dan mangan.

Dari 80 elemen yang tergolong logam hanya atau baru 50 saja yang berarti secara

[image:26.612.133.391.533.637.2]

ekonomis dan industrial (Duffus, 1980).

Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer

Logam Air Tawar (µg/l) Air Laut (µg/l) Hg

Pb Cr As Cd Ni

0,001 – 3,5 0,02 – 27

0,1 – 6 0,001 – 3,5

0,01 – 3 0,03 – 10

0,03 – 2,7 0,13 – 13 0,2 – 50 0,03 – 2,7

0,01 – 4 4 – 10

(27)

 

2.2.1. Pencemaran Logam Berat

Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan

Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran

air dan udara adalah masuk dan dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan

atau komponen lain ke dalam air atau udara dan atau berubahnya tatanan

(komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga

kualitas air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau

udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.

Bahan pencemar (polutan) adalah material atau energi yang dibuang ke

lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik maupun

biotik (Quano, 1993). Berdasarkan sumber, pencemaran dapat dibagi menjadi dua

kelompok (Soegiharto, 1976), yakni:

a. Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung

maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air

ballast dari kapal tanker.

b. Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya

bermuara ke laut.

Berdasarkan sifatnya, pollutan dibagi menjadi zat yang mudah terurai

(biodegradable) dan zat yang sukar terurai (non biodegradable). Contoh zat yang

mudah terurai adalah sampah organik sedangkan contoh zat yang sukar terurai

adalah minyak dan logam berat (Odum, 1971).

Menurut UU Pangan Nomor 7 Tahun 1996, istilah keamanan pangan

(28)

kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pencemaran dapat

digolongkan berdasarkan bentuk bahan pencemarannya pada makanan, yaitu :

1. Cemaran biologis (bakteri, virus, kapang, parasit, protozoa).

2. Cemaran kimia (logam berat, pestisida, bahan tambahan pangan dan

racun).

3. Cemaran fisik (pecahan gelas, potongan tulang, kerikil, kawat dan

sebagainya).

2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat

Logam berat masuk ke perairan laut melalui run off air sungai, angin,

proses hidrotermal, difusi dari sedimen dan kegiatan antropogenik. Jalur-jalur

tersebut akan berinteraksi membentuk suatu pola yang disebut dengan siklus

biogeokimia logam berat (Romimohtarto, 1991).

Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan

tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks

dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam berat yang tidak terlarut

merupakan partikel yang berbentuk koloid dan kelompok senyawa logam yang

(29)

 

[image:29.612.35.581.53.579.2]

Gambar 1. Perjalanan Logam Berat dari Kolom Air Menuju Dasar Perairan (Sumber: Romimohtarto, 1991)

Zat Pencemar

Diencerkan & Disebarkan Masuk Ke Ekosistem Laut Dibawa Oleh

Arus Laut

Adukan Turbulensi Arus Laut Biota Yang Bergerak

Dipekatkan Oleh

Proses Biologis Proses Fisika & Kimia

Absorpsi Oleh Ikan

Absorpsi Oleh

Plankton Nabati

Absorpsi Oleh Rumput Laut & Tumbuhan Laut Lainnya

Absorpsi Pengendapan Pertukaran Ion

Plankton Hewani Mengendap di Dasar

Avertebrata

(30)

2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat

Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari

5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang

tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4

sampai 7 (Miettinen, 1977). Afinitas yang tinggi terhadap unsur S mendorong

terjadinya ikatan logam berat dengan S pada setiap kesempatan. Sebagian logam

berat merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logam-logam ini bereaksi dengan

unsur belerang dalam enzim, sehingga enzim menjadi tidak mobile. Gugus

karboksilat (-COOH) dan amino (-NH2) dalam asam amino juga bereaksi dengan

logam berat. Kadmium, tembaga, dan merkuri diikat dalam membran yang

menghambat proses transport melalui dinding sel. Logam berat juga

mengendapkan senyawa fosfat biologis atau dapat juga mengkatalisis

penguraiannya (Manahan, 1994).

Beberapa ini dijelaskan rincian sifat-sifat beberapa logam berat :

a) Merkuri atau Air Raksa (Hg)

Logam merkuri bernomor atom 80, berat atom 200,59, titik didih 356,9 ºC,

dan massa jenis 13,6 gr/ml (Reilly, 1991). Merkuri dalam perairan dapat berasal

dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan

peledak, fotografi, pelapisan cermin, pelengkap pengukur, industri bahan

pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan

(31)

 

terakumulasi dalam hati dan ginjal yang dikeluarkan melalui cairan empedu

(Suryadiputra, 1995).

b) Timbal (Pb)

Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak berwarna cokelat

dengan nomor atom 82, berat atom 207,19, titik leleh 327,5 ºC, titik didih 1725 ºC

dan berat jenis 11,4 gr/ml. Logam ini mudah dimurnikan sehingga banyak

digunakan oleh manusia pada berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri

dan rumah tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida (PbS)

(Reilly, 1991).

Logam Pb bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan

keracunan akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa

terbakar pada mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai

dengan diare. Sedangkan gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia,

sakit di sekitar mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).

Fardiaz (1992) menambahkan bahwa daya racun dari logam ini disebabkan terjadi

penghambatan proses kerja enzim oleh ion-ion Pb2+. Penghambatan tersebut

menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin darah. Hal ini disebabkan

adanya bentuk ikatan yang kuat (ikatan kovalen) antara ion-ion Pb2+ dengan

gugus sulfur di dalam asam-asam amino. Untuk menjaga keamanan dari

keracunan logam ini, batas maksimum timbal dalam makanan laut yang

ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO adalah sebesar 2,0 ppm. Pada

organisme air kadar maksimum Pb yang aman dalam air adalah sebesar 50 ppb

(32)

c) Kadmium (Cd)

Kadmium adalah salah satu unsur logam berat yang bersama-sama dengan

unsur Zn dan Hg termasuk pada golongan II B daftar berkala. Kadmium jarang

sekali ditemukan di alam dalam bentuk bebas. Keberadaannya di alam dalam

berbagai jenis batuan, tanah, dalam batubara dan minyak. Kadmium dapat terikat

pada protein dan molekul organik lainnya dan membentuk garam dengan

asam-asam organik. Dalam bentuk mineral, Cd berada dalam batuan greenochite (CdS)

yang berasosiasi dengan batuan ZnS. Pada ekstraksi pertambangan, Cd sebagai

hasil samping dari tambang seng (kandungan Cd sebesar lebih kurang 3 kg dalam

1 ton Zn). Pelapisan Cd pada suatu logam mengakibatkan logam menjadi

antikorosi bila digunakan dalam air laut, air alkalis dan di lingkungan tropis

(Fergusson, 1991).

Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang

terkontaminasi logam Hg, Pb dan Cd, maka ada suatu ketentuan yang disarankan

oleh Food Agricultural Organization – World Health Organization, yaitu 0,3 mg

per orang/minggu untuk Hg total dan tidak lebih dari 0,2 mg Hg jika dalam

bentuk metil merkuri, 0,4 – 0,5 mg per orang/minggu untuk Cd, serta 3 mg Pb

total per orang/minggu (Saeni, 1989).

2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.)

(33)

 

restoran Cina dikenal dengan nama Kaung-kaung. Di Malaysia dikenal dengan

sebutan Siput Kudu, Chay Luan atau Tham Chay (Singapura), Ta Hong (Filipina)

dan Hoi Mong Pong (Thailand) (Kastoro, 1988).

Kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) atau Green Mussels

merupakan spesies spesifik Benua Asia. Spesies ini tersebar luas di sepanjang

wilayah Indo-Pasifik, meluas ke bagian utara hingga Hongkong mulai dari

perairan di Propinsi Guang Dong dan Fujian, China, Selatan Jepang, Thailand,

Filipina, Indonesia hingga perairan Papua Nugini (Vakily, 1989).

Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral

(wilayah pasang surut) dan sublitoral yang dangkal. Kerang hijau dapat hidup

dengan subur pada perairan teluk, estuaria, perairan sekitar area mangrove dan

muara, dengan kondisi lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur

pasir, dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak

terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Kerang hijau merupakan kerang yang

memiliki ukuran tubuh cukup panjang. Ukuran tubuhnya bisa mencapai 80 – 100

mm, bahkan terkadang dapat berukuran panjang hingga 165 mm (Linnaeus,

1758).

Persyaratan yang baik menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1985) untuk

kehidupan kerang hijau adalah perairan bersubstrat lumpur dengan metode bagan

rakit tancap, kedalaman 3 – 10 m, kecepatan arus 25 cm/detik, salinitas 27 – 35 ‰

dan suhu 26 – 32 ºC. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, moluska

bivalvia ini digolongkan dalam kelompok filter feeder. Apabila makanan

(34)

disebut sebagai suspension feeder. Apabila makanan atau bahan organik diambil

dari substratum tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit feeder

(Setyobudiandi, 2000). Kelas bivalvia ini telah digunakan oleh ahli ekologi dalam

menganalisis pencemaran air, karena sifatnya yang menetap dan cara makannya

yang pada umumnya bersifat filter feeder sehingga mempunyai kemampuan

mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti bakteri dan logam berat (Roberts,

1976).

Menurut Linnaeus (1758), taksonomi dari kerang hijau dapat

diklasifikasikan secara sistematika menjadi :

Filum : Mollusca

Infra Kelas : Pelecypoda

Kelas : Bivalvae (Bivalvia)

Sub Kelas : Lamellibranchia (Pteriomorphia)

Ordo : Mytiloida (Anisomyria)

Sub Ordo : Filibranchia

Super Famili : Mytiloidea (Mytilacea)

Famili : Mytilidae (Pernadae)

Genus : Perna

[image:34.612.115.504.230.669.2]
(35)

 

Menurut Roberts (1976) kelas bivalvia telah digunakan oleh ahli ekologi

dalam menganalisis pencemaran air. Hal ini karena sifatnya yang menetap dan

cara makan pada umumnya filter feeder, sehingga mempunyai kemampuan

mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti logam berat. Dilihat dari sumber

energi, kandungan protein kerang hijau 21,9 %, lemak 14,5 %, dan karbohidrat

18,5 %, itu setara dengan kandungan gizi daging sapi dan telur ayam.

Secara morfologi anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang

tipis. Kedua cangkang tersebut simetris dan umbonya melengkung ke depan.

Persendiannya halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil (Abbott, 1974).

Genus Perna L. berbentuk pipih, cangkang padat dan mempunyai umbo pada tepi

vertikal. Tipe alur cangkang konsentrik, bersinar, berwarna hijau dan terkadang di

bagian tepi berwarna kebiruan. Kedua cangkang berukuran sama meskipun satu

cangkang sedikit lebih cembung daripada yang lainnya (Dance, 1977).

Kerang hijau umumnya hidup di laut tropis seperti Indonesia terutama di

perairan pantai, perairan teluk, estuaria, mangrove dan muara-muara sungai

dengan kondisi perairannya lumpur berpasir dengan cahaya pergerakan yang

cukup serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Mereka

umumnya hidup menempel secara bergerombol pada dasar atau substrat keras

seperti kayu, bambu, batu, tanggul-tanggul pelabuhan, karang dan lumpur keras

dengan bantuan byssus atau serabut penempel (Kastoro, 1988).

Kerang hijau adalah organisme sessil yang hidup bergantung pada

ketersediaan zooplankton kecil, fitoplankton serta material yang kaya akan

(36)

kerang, termasuk golongan binatang lunak (Mollusca), bercangkang dua

(Bivalvae), mempunyai insang berlapis-lapis (Lamellibranchia), berkaki kapak

(Pelecypoda) dan hidup di laut. Di Indonesia, daerah penyebaran kerang hijau

belum ditemukan secara pasti, namun karakteristik perairan yang sesuai untuk

pembudidayaannya adalah pada suhu 27 – 37°C, salinitas 27 – 34 ‰, pH 6 – 8,

kecerahan 3.5 – 4.0 m, arus dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya hidup di

kedalaman 3 – 10 m di daerah estuaria serta kandungan oksigen terlarut 6 mg/L

(Ismail, 1999).

2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow

Formalin adalah larutan 37 % formaldehida dalam air yang biasanya

mengandung 10 – 15 % metanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin

berfungsi sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri kapang, terutama untuk

pensterilan peralatan dokter atau proses pengawetan mayat atau spesimen biologi

lainnya. Formalin merupakan zat pengawet berbentuk cair yang paling sering

digunakan oleh produsen makanan yang tak bertanggung jawab. Formalin banyak

digunakan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan

pakaian; sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan sayuran, serta sebagai

pembasmi lalat dan serangga lainnya. Formaldehida biasa digunakan oleh industri

plastik, busa, dan resin untuk kertas, karpet, tekstil, cat, dan furnitur (WHO,

(37)

 

mudah diserap melalui saluran pernafasan dan pencernaan. Penggunaan formalin

dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh, seperti potensi

menimbulkan kanker, kerusakan hati, gangguan ginjal dan sistem reproduksi. Zat

ini juga banyak ditemukan pada ikan, ikan asin, daging, daging ayam, boraks.

Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda gambar tengkorak

pada dasar kotak berwarna jingga (WHO, 1984).

Rhodamin B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri

tekstil dan zat kimia berbahaya ini tidak boleh dicampurkan ke dalam makanan.

Ciri fisik rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal, berwarna

hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau; sangat mudah larut dalam air, alkohol,

HCl, NaOH dan dalam larutan berwarna merah terang berfluoresens. Rhodamin B

memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar 479.000.

Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di

berbagai Negara. Makanan yang ditemukan mengandung rhodamin B diantaranya

kerupuk (58%), terasi (51%) dan makanan ringan (42%). Zat ini juga banyak

ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap dan

cendol. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri

makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga

konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya sudah sejak lama pula

terjadi penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk

digunakan sebagai zat aditif. Contoh yang sering ditemui di lapangan dan

(38)

Rhodamine B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri kertas dan

tekstil, namun digunakan sebagai pewarna makanan (WHO, 1984).

Di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb,

Bi, Co, Au, Mg dan Th. Bahan ini bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan

pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengkonsumsi makanan yang

mengandung rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga

makin lama jumlahnya terus bertambah. Dampaknya baru akan kelihatan setelah

puluhan tahun kemudian. Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamine B,

yaitu : (1) Acid Bruliant Pink B, (2) ADC Rhodamine B, (3) Aizen Rhodamine

BH, (4) Aizen Rhodamine BHC, (5) Akiriku Rhodamine B, (6) Briliant Pink B,

(7) Calcozine Rhodamine BL, (8) Calcozine Rhodamine BX, (9) Calcozine

Rhodamine BXP, (10) Cerise Toner, (11)

9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)-3H-xantin-3-ylidene dietil ammonium klorida, (12) Cerise Toner X127, (13)

Certiqual Rhodamine, (14) Cogilor Red 321.10, (15) Cosmetic Briliant Pink

Bluish D conc, (16) Edicol Supra Rose B, (17) Elcozine rhodamine B, (18)

Geranium Lake N, (19) Hexacol Rhodamine B Extra, (20) Rheonine B, (21)

Symulex Magenta, (22) Takaoka Rhodmine B dan (23) Tetraetilrhodamine

(WHO, 1984).

Metanil yellow adalah zat pewarna kimia sintesis yang mengandung logam

berat berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, mudah larut dalam air, agak

(39)

 

menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran

pencernaan atau jaringan kulit. Berdasarkan kriteria WHO, metanil yellow

memiliki tingkat keracunan tingkat III. Zat ini juga banyak ditemukan pada

gorengan, manisan mangga, tahu kuning, sirup limun, saus, kue basah, es cendol,

es kelapa, es mambo, pewarna Ponceau 3R, Ponceau SX dan Amarath (WHO,

1984).

2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid)

Sifat toksik logam Hg dan Pb dikarenakan logam tersebut sangat efektif

berikatan dengan gugus sulfuhidril (SH) yang terdapat dalam sistem enzim sel

membentuk ikatan metaloenzim dan metaloprotein sehingga aktivitas enzim untuk

proses kehidupan sel tidak dapat berlangsung (Connel dan Miller, 1995).

Toksisitas dan sifat letal logam berat Hg, Pb dan Cd pada tubuh biota air dapat

dihilangkan dengan penambahan Etilene Diamine Tetra-acetate Acid (EDTA)

(Hutagalung, 1991; Palar, 1994). Hal ini dikarenakan senyawa EDTA mampu

mengikat dan menarik ion logam berat tersebut keluar dari jaringan tubuh (Linder,

1992). Terjadinya reaksi antara zat pengikat logam (EDTA) dengan ion logam

menyebabkan ion logam kehilangan sifat ionnya dan mengakibatkan logam berat

tersebut kehilangan sebagian besar toksisitasnya (Irwansyah, 1995). Sifat dan

pengaruh negatif logam berat akan hilang dengan adanya zat pengikat logam

karena zat pengikat tersebut akan membentuk ikatan kompleks dengan logam.

(40)

berikatan dengan ion logam (Lehninger, 1982). Umumnya EDTA digunakan

untuk mengobati keracunan oleh logam berat Hg dan Pb (Palar, 1994).

Garam-garam EDTA yang digunakan umumnya berbentuk Na2CaEDTA

sebagai pengental pada mentega dan saus, bumbu masak pada kuah untuk sayuran

atau sebagai pengawet untuk mencegah pembusukan yang disebabkan logam

berat pada produk ikan dan kerang-kerangan sehingga dapat bertahan dalam

beberapa hari (Furia, 1972). Penggunaan Na2CaEDTA sebagai zat pengikat logam

pada filet ikan yang mengandung 0,5 – 5 ppm logam berat dapat menghilangkan

sifat toksisitasnya dengan cara melakukan perendaman pada konsentrasi 0,8 – 1,5

% selama 30 – 60 menit. Waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap

penurunan logam berat, semakin lama waktu yang digunakan maka logam berat

yang tereduksi semakin banyak (Hartanti, 1998). Dengan demikian diperlukan

penelitian mengenai konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA pada kerang

hijau (Perna viridis L.) dalam upaya menurunkan kadar Hg dan Pb yang

terkandung dalam tubuhnya.

Kemampuan Na2CaEDTA sebagai pengikat logam berat disebabkan

Na2CaEDTA tersebut mampu membentuk ikatan kompleks dengan ion logam

yang terdapat dalam tubuh kerang. Molekul EDTA mampu mengikat ion logam

dengan pembentukan 6 ikatan yaitu 2 untuk atom nitrogen pada gugus amino dan

4 untuk atom oksigen pada gugus karboksil (Winarno, 1995 ; Furia, 1972).

(41)
[image:41.612.115.507.128.511.2]

 

Gambar 3. Struktur EDTA dalam mengikat ion logam (Furia, 1972)

Furia (1972) menyatakan bahwa penggunaan Na2CaEDTA pada

konsentrasi 0,8 – 1,5 % dapat memperpanjang daya simpan filet ikan selama 12 –

14 hari, namun demikian dosis garam EDTA sebagai bahan pengawet makanan

tidak boleh berlebihan karena akan membahayakan kesehatan manusia yang

mengkonsumsinya. FAO (1976) menentukan standar penggunaan Na2CaEDTA

untuk pengalengan kerang maksimum 340 ppm. Menurut WHO (1972),

penggunaan Na2CaEDTA untuk perendaman filet ikan dengan konsentrasi 0,8 –

1,5 % selama 30 – 60 menit, diperoleh residu pada filet sebanyak 0,02 – 0,03 %

atau 200 – 300 ppm.

2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat

Logam berat (Hg, Cd dan Pb) dalam air kebanyakan berbentuk ion dan

logam tersebut diserap oleh kerang secara langsung melalui air yang melewati

(42)

masuk melalui kulit (kutikula) dan lapisan mukosa yang selanjutnya diangkut

darah dan dapat tertimbun dalam jantung dan ginjal kerang (Noviana, 1994; Laws,

1981). Menurut Hutagalung (1991), kemampuan biota laut (ikan, udang dan

moluska) dalam mengakumulasi logam berat di perairan tergantung pada jenis

logam berat, jenis biota, lama pemaparan serta kondisi lingkungan seperti pH,

suhu dan salinitas. Semakin besar ukuran biota air, maka akumulasi logam berat

semakin meningkat. Toksisitas logam berat dalam kerang yang ditimbulkan akibat

akumulasi dalam jaringan tubuh mengakibatkan keracunan dan kematian bagi

biota air yang mengkonsumsinya (Sukiyanti, 1987). Sifat toksik logam Hg dalam

bentuk senyawa HgCl2 dengan konsentrasi 0,027 ppm menyebabkan kematian

pada larva bivalvia (moluska) dan konsentrasi Pb sekitar 2,75 ppm mulai bersifat

letal bagi biota perairan seperti krustasea (Mulyaningsih, 1998).

Urutan toksisitas logam berat dari yang tertinggi sampai terendah adalah

Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Zn2+. Metil merkuri merupakan

senyawa logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, seperti

terjadinya kasus Minamata di Jepang akibat keracunan memakan kerang dan ikan

yang dagingnya mengandung metil merkuri sehingga mengakibatkan kelainan

susunan saraf pusat, yang dikenal dengan Minamata Disease. Keracunan yang

diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen yang

menyebabkan toksisitas akut dan kronis (Sukiyanti, 1987; Palar, 1994). Batas

(43)

 

Sebaliknya batas maksimum untuk kadar logam Pb dalam tubuh biota air yang

aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 μg per 70 kg berat badan per

minggu (WHO, 1989).

2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta

Secara geografis Teluk Jakarta terletak pada koordinat 05°54’40’’LS –

06°00’40’’LS dan 106°40’45’’BT – 107°01’19’’BT (Kantor Kependudukan dan

Lingkungan Hidup, 1989). Teluk ini berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah

Barat dan Tanjung Karawang di sebelah Timur, serta mempunyai rentangan

pantai sepanjang kurang lebih 40 km dan luas kira-kira 490 km2 (Sutjahjo, Riani

dan Mulyawan, 2004). Bagian yang jauh menjorok ke dalam, berjarak kurang

lebih 18 km dari garis yang menghubungkan kedua ujung teluk. Teluk ini juga

merupakan muara dari beberapa sungai yaitu Sungai Angke, Sungai Ciliwung,

Sungai Sunter, Sungai Bekasi dan cabang Sungai Citarum. Umumnya daerah

tangkapan hujan dari sungai ini sudah banyak dipengaruhi oleh aktivitas

penduduk dan industri (Parjaman, 1977).

Teluk Jakarta tergolong perairan semi tertutup (semi enclosed bay),

dicirikan oleh sirkulasi massa air yang berhubungan bebas terbatas dengan laut

lepas (Laut Jawa), karena adanya penyebaran pulau-pulau di Kepulauan Seribu.

Perairan semi tertutup merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut, yang

ditandai oleh adanya perubahan sifat ekologi. Tingkat perubahan parameter

ekologi pada perairan semi tertutup sangat dipengaruhi oleh tingkat keterbukaan

(44)

Secara umum, limbah yang masuk ke Teluk Jakarta sebagian besar berasal

dari kegiatan industri pengolahan, industri pertanian (agroindustri), dan sumber

domestik. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan KPPL tahun 1997, sumber

limbah terbesar berasal dari aktivitas pengolahan (97,82% atau 1.632.896,47 ribu

m3/tahun), limbah domestik (2,17% atau 36.229,90 ribu m3/tahun) dan limbah

(45)

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan April

2009. Kegiatan penelitian meliputi pengamatan di lapangan yaitu pengambilan

sampel air dan kerang hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal Teluk

Jakarta, sedangkan kegiatan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ekologi &

Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3.2. Peta Lokasi Sampling

Lokasi sampling penelitian ini terdiri dari tiga titik sampling yang

masing-masing titik berjarak 1 km dengan titik lainnya dari muara menuju ke tengah laut.

Pada tiap titik sampling diambil tiga kali ulangan pada sampel air laut dan kerang

[image:45.612.121.510.90.668.2]

hijau yang akan dianalisis kandungan logam beratnya.

Gambar 4. Peta Lokasi Sampling Keterangan :

(46)

3.3. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biota air berupa

kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) yang diambil dari setiap stasiun

pengamatan dan sampel air laut (air permukaan). Bahan yang dibutuhkan pada

penelitian ini keseluruhannya menggunakan spesifikasi pro analisis yang

diproduksi oleh Merck. Bahan kimia untuk keperluan analisis logam berat,

kualitas air maupun untuk keperluan pengawetan yaitu formalin, rhodamin B,

metanil yellow, larutan asam nitrat pekat (HNO3 pekat), larutan Bouin, ammonium

pirolidin ditiokarbamat (APDC), metil isobutil keton (MIBK), asam peroksida

(H2O2), aquadest, buffer asetat, air suling ganda bebas ion atau air destilasi

(DDDW), es batu, label, sarung tangan plastik, plastik berbagai ukuran, kertas

saring Whatman 0,45 µm (Millipore), aluminium foil, larutan aqua regia, larutan

standar Hg 1000 ppm, larutan standar Pb 1000 ppm dan larutan standar Cd 1000

ppm.

Bahan lain yang digunakan adalah EDTA (Na2CaEDTA), air suling bebas

ion (akuabides), asam nitrat pekat (HNO3), asam perklorat pekat (HClO4), dan

asam sulfat (H2SO4). Pembuatan larutan Na2CaEDTA sesuai dengan konsentrasi

perlakuan dengan cara menimbang Na2CaEDTA sebanyak 0,5 g dan 1,0 g yang

kemudian dilarutkan dengan akuabides sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer untuk

mendapatkan konsentrasi 0,5% dan 1,0%.

(47)

 

freezer atau refrigerator, timbangan digital, pH meter, oven, kamera digital, alat

bedah atau pisau bedah steril, pinset polietilen, cawan penguap polietilen,

desikator, mortar, beaker glass, beaker teflon, pipet berbagai ukuran, sentrifuse

polyetilen, labu takar, labu ekstraksi polietilen, saringan plastik, spatula polietilen,

AAS (Atomic absorption spectrophotometry) Model Spectra 20 Plus Varian, botol

semprot dan peralatan analisis kimia lainnya.

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut

Sampel air laut diambil dengan menggunakan botol Van Dorn atau water

sampler di perairan Muara Kamal pada 9 titik sampling yang berjarak 1 km dari

garis pantai ke kiri dan ke kanan sehingga dapat mewakili kondisi perairan dalam

penentuan kadar logam. Sampel air laut dimasukkan ke dalam botol polyetilen.

Sampel air yang telah diambil dibagi dua botol yaitu botol pertama untuk analisis

kekeruhan dan salinitas. Sedangkan botol kedua untuk analisis logam berat yang

ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 tetes hingga pH sampel air laut berada di

bawah 2.

Sampel air laut yang diambil untuk kebutuhan analisis logam berat adalah

sekitar 1 liter. Sampel air laut yang telah diperoleh kemudian disimpan di dalam

ice box yang telah terisi es batu dan baru dibuka setelah sampai di laboratorium.

Setiap botol yang akan digunakan diberi label tanggal, waktu dan kode sampel.

Frekuensi pengambilan sampel air laut dilakukan secara bersamaan dengan

(48)

pengambilan sampel air, yaitu saat berada di atas perahu. Pengukuran parameter

in situ yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengukur kecerahan perairan

sekitar dengan menggunakan secchi disk, suhu air dengan menggunakan

termometer serta salinitas air laut dengan menggunakan refraktometer.

3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.)

Selain dilakukan pengambilan sampel air, pada penelitian ini juga

dilakukan pengambilan sampel biota air berupa kerang hijau. Pengambilan sampel

kerang hijau dilakukan empat kali dalam selang waktu dua minggu di perairan

Muara Kamal. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk mencegah

kontaminasi logam selama pengangkutan ke laboratorium dan dimasukkan ke

dalam ice box.

Kerang hijau dibagi atas tiga kelompok ukuran panjang, yaitu: ukuran

kecil (< 4 cm), sedang (4 – 6 cm) dan besar (> 6 cm). Penetapan ini berdasarkan

pada ukuran kerang yang dikelompokkan di pasar ikan Muara Angke.

Pengambilan sampel biota air ini dilakukan untuk melihat kandungan logam berat.

Untuk keperluan ini dibutuhkan kerang hijau sebanyak 25 g daging kerang yang

telah dibedah dan dibungkus dengan alumunium foil, kemudian dimasukkan ke

dalam freezer pada suhu -29 ºC sampai siap untuk dianalisis. Pengeringan pada

suhu rendah bertujuan untuk menghindari penguapan logam berat dan menjaga

(49)
[image:49.612.115.513.105.534.2]

 

Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati.

Parameter Satuan Metode Analisis Tempat Analisis Kualitas Air

Fisika Air

1. Suhu Air ºC Pemuaian Lapangan

2. Kekeruhan Air NTU Nephelometrik Lapangan

3. Salinitas ‰ Ion-ion terlarut Lapangan

Kimia Air

1. pH - Komparasi warna Lapangan

2. Hg mg/l Serapan atom Laboratorium

3. Pb mg/l Serapan atom Laboratorium

4. Cd mg/l Serapan atom Laboratorium

Biota Kimia Biota

1. Hg mg/l Serapan atom Laboratorium

2. Pb mg/l Serapan atom Laboratorium

3. Cd mg/l Serapan atom Laboratorium

3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut

Sebanyak 1 liter air laut yang disiapkan disaring dengan menggunakan

kertas saring berukuran pori 0,45 µm dengan bantuan pompa vakum. Hasil

saringan air laut ini kemudian diberi 5 ml HNO3 pekat untuk pengawetan. Sampel

air laut ini kemudian diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan ke dalam corong

pemisah polyetilen. pH larutan sampel air laut ini diatur dengan menggunakan

HNO3 5 M atau NaOH 5 M sehingga pHnya menjadi 3,5 – 4,0. pH ini merupakan

pH optimum untuk melakukan pemisahan logam berat pada sampel air laut,

sehingga logam berat yang diinginkan terpisah dengan baik.

Setelah pH sesuai, sampel air laut ditambahkan 4 ml ammonium pirolidin

ditiokarbamat (APDC), lalu diekstraksi selama 5 menit, kemudian ditambahkan

10 ml metil isobutil keton (MIBK) dan diekstraksi kembali selama 5 menit, lalu

(50)

larutan standar. Pada fase organik, ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan

diekstraksi kembali selama 5 menit dan didiamkan selama 15 menit. Setelah 15

menit, pada sampel air laut ini ditambahkan 9 ml air suling bebas ion dan

diekstraksi kembali selama 2 menit, lalu didiamkan hingga kedua fase terpisah

kembali. Fase organik dibuang, sedangkan fase air ditampung dan siap diukur

dengan menggunakan AAS (Hutagalung, 1997).

3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau

Sampel kerang hijau yang telah dipisahkan berdasarkan ukurannya,

dagingnya diambil lalu dimasukkan ke dalam cawan penguap. Daging kerang

hijau ini kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 105°C

selama 12 jam sampai kering. Sampel daging kerang hijau ini lalu digerus agar

menjadi homogen. Penggerusan ini dilakukan hingga daging kerang hijau tersebut

menjadi seperti serpihan-serpihan kecil. Sampel daging kerang hijau yang telah

homogen ini kemudian ditimbang beratnya sekitar 4 gram di dalam beaker glass.

Pada sampel kerang hijau ini lalu ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan

dipanaskan di atas hot plate pada suhu 85°C selama 8 jam (proses destruksi

basah). Satu jam sebelum proses destruksi berakhir, ke dalam sampel kerang hijau

ditambahkan 3 ml H2O2. Setelah dingin, maka sampel kerang hijau ini ditepatkan

volumenya menjadi 20 ml dengan menggunakan air suling bebas ion di dalam

(51)

 

yang tidak hancur selama proses destruksi berlangsung, selain itu hal ini juga

membuat larutan sampel menjadi lebih bersih agar ketika diukur dengan

menggunakan AAS tidak terjadi penyumbatan. Hasil dekantasi ini lalu diukur

dengan menggunakan AAS.

Perendaman daging kerang dengan berbagai perlakuan konsentrasi dengan

cara memasukkan daging tersebut kedalam masing-masing erlenmeyer yang telah

diisi larutan Na2CaEDTA 0,5% dan 1,0% selama 30 menit, 45 menit dan 60

menit. Sampel kerang ditiriskan pada saringan plastik kemudian dicuci untuk

dianalisis.

Analisis logam Hg pada tubuh kerang hijau menggunakan alat Atomic

Absorption Spectrophotometry (AAS) merk GBC tipe 906 AA yang dilengkapi

grafit furnace dan hybrid vapour generator dengan panjang gelombang 253,7 nm.

Sementara untuk logam Pb menggunakan AAS merk Shimidzu tipe 680 AA

dengan panjang gelombang 217 nm. Sebelum dianalisis dengan AAS, daging

kerang terlebih dahulu diperlakukan dengan destruksi asam yang mengacu pada

prosedur Hutagalung (1997).

Logam Hg yang diukur kadarnya dengan metode AAS yaitu kerang

diambil dagingnya dan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam

botol BOD. Tahap selanjutnya menambahkan 10 ml HNO3 pekat dan 30 ml asam

sulfat pekat, lalu botol ditutup untuk dibiarkan selama 24 jam. Botol dipanaskan

pada suhu 60°C selama 2 jam di atas penangas air. Seluruh isi botol dipindahkan

(52)

kecepatan 2 L udara/menit di dalam tabung reduksi air raksa serta menambahkan

SnCl2 sebanyak 5 ml. Sampel kerang siap dianalisis dengan AAS tanpa nyala.

Tahapan analisis kadar Pb dan Cd pada tubuh kerang hijau yaitu kerang

diambil dagingnya dan dikeringkan di dalam oven (105°C) selama 24 jam.

Sampel kerang kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebanyak 2

g. Sampel tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam teflon bomb yang kemudian

dibiarkan selama 24 jam. Contoh kerang tersebut kemudian dipanaskan di atas

penangas air pada suhu 60 – 70°C selama 2 – 3 jam. Selanjutnya ditambahkan 3

ml air suling bebas ion (akuabides) dan dipanaskan kembali hingga larutan hampir

kering (Hutagalung dkk., 1997).

Proses berikutnya adalah mendinginkan sampel tersebut pada suhu ruang

yang diikuti dengan penambahan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan serta

ditambahkan kembali 9 ml akuabides. Sampel siap diukur kadarnya dengan AAS

menggunakan nyala udara asetilen.

3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Dalam Biota Laut

Deret standar yang digunakan untuk menentukan kadar logam berat dalam

sampel biota laut yaitu sebesar 0,000 ppm; 0,050 ppm; 0,100 ppm; 1 ppm dan 3

ppm. Deret standar ini dibuat dari larutan induk 1000 ppm dengan menggunakan

rumus pengenceran untuk masing-masing jenis logam (Hg, Pb, dan Cd). Deret

(53)

 

digunakan untuk membuat kurva kalibrasi pada alat AAS dan mengukur kadar

logam berat pada sampel biota laut (Hutagalung, 1989).

3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat

Parameter uji yang digunakan meliputi kandungan logam Hg, Pb dan Cd

pada awal dan akhir penelitian serta tingkat penurunan kadar logam berat tersebut.

1. Kandungan logam Hg pada tubuh kerang hijau dihitung menurut rumus :

Kadar Hg = a / b ppm (Hutagalung dkk., 1997)

Ket : a = jumlah μg Hg dari hasil pengukuran dengan AAS b = berat contoh (5 g)

2. Kandungan logam Pb atau Cd pada tubuh kerang hijau dihitung dengan

rumus:

Kadar Pb atau Cd = a x b / c ppm (Hutagalung dkk., 1997)

Ket : a = jumlah μg Pb atau Cd dari hasil pengukuran dengan AAS b = volume akhir larutan contoh (faktor pengenceran)

c = berat contoh kerang (2 g)

3. Tingkat penurunan kandungan logam berat dihitung menggunakan rumus :

I = (Io – It) / Io x 100 % (Porsepwandi, 1998)

Ket : I = tingkat penurunan kandungan logam berat (%) Io = kandungan logam berat pada awal penelitian (ppm) It = kandungan logam berat pada akhir penelitian (ppm)

3.5. Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3 x 3 dengan 3 kali

(54)

taraf yaitu : tanpa bahan pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 %

(p2) masing-masing perlakuan pengawet diberikan sebanyak 15 ml per sampel

kerang hijau. Faktor kedua adalah waktu perendaman yang terdiri atas tiga taraf

yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2) dan 60 menit (t3). Data yang diperoleh diolah

dengan uji F (Anova) dan uji lanjut Duncan (α = 0,05) untuk mengetahui

perbedaan antar perlakuan dengan software SPSS.v15.0 (Gasperz, 1995).

Pendugaan kandungan logam berat dalam daging kerang hijau dengan

kandungan logam berat di air, dilakukan dengan mencari Indeks Faktor

Konsentrasi (FK) (Prartono, 1985):

Kadar logam berat daging kerang hijau (mg/l) FK =

Kadar logam berat dalam air laut (mg/l)

Van Esch (1977 dalam Fitriati, 2004) mengatakan bahwa semakin mudah

logam diabsorbsi dan terakumulasi pada tubuh organism air, semakin besar indeks

faktor konsentrasi dan logam berat tersebut dapat semakin bersifat racun. Besar

kecilnya indeks faktor konsentrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :

jenis-jenis logam berat, jenis organisme, lama pernapasan dan kondisi lingkungan

(55)

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia)

Parameter penunjang yang dibutuhkan untuk penentuan konsentrasi logam

berat pada sampel kerang hijau adalah salinitas, pH, suhu, dan kekeruhan pada air

laut di perairan sekitar lokasi pengambilan sampel. Pengukuran parameter

penunjang ini pada umumnya dilakukan secara in situ. Pada pengamatan

parameter fisika dan kimia yaitu, suhu, kekeruhan, pH dan salinitas secara

keseluruhan masih menunjukkan kondisi yang memungkinkan untuk kerang hijau

melakukan proses-proses biologis dalam hidupnya, baik untuk pertumbuhan

maupun untuk kebutuhan reproduksi.

Logam berat yang masuk ke dalam suatu perairan, baik di sungai ataupun

di laut akan dipindahkan dari badan air melalui tiga proses, yaitu pengendapan,

adsorbsi dan absorpsi oleh organisme perairan (Bryan, 1976). Logam-logam

dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion-ion seperti ion-ion

bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya

(Palar, 1994).

[image:55.612.113.507.122.522.2]

a. Suhu Perairan Muara Kamal

Gambar 5 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai suhu perairan di tiap titik

menunjukkan kisaran antara 26 – 31°C, dengan suhu tertinggi 31°C dan terendah

26°C. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh Direktorat

(56)

k P m y y p b p a b p kerang hijau Pengukuran mempelajari yang hidup yang terjadi penurunan d bahan terte pemanasan

air akan berb

b. Kekeruh Gam pada peraira Su hu C) u disarankan suhu dila i proses-pro

di suatu p

i dalam tub

daya larut ok

entu. Suhu

matahari ya

banding luru

Gam

han Peraira mbar 6 mem

an Muara K 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Titik I

Titik II

Titik III

Su

hu

 

(

C)

n agar suhu

akukan me

ses fisika, k

erairan, suh

buh kerang h

ksigen terlaru

air terutam

ang intensita

us dengan pe

mbar 5. Suh

an Muara K mperlihatkan Kamal, Teluk Februari 26 27.2 27.2

u perairan b

engingat pe

kimia dan b

hu mempeng

hijau. Penin

ut dan juga a

ma di lapi

asnya beruba

erubahan inte

u Perairan

Kamal bahwa rat

k Jakarta se Maret 31 29 28 Bulan

Suhu

berada dalam

entingnya p

iologi. Pada garuhi prose ngkatan suhu akan menaik san permuk ah terhadap ensitas peny Muara Kam a-rata nilai elama penga April 30 29 28

m kisaran 2

parameter

a biota atau

es-proses m

u dapat me

kkan daya ra

kaan ditentu waktu, sehi yinaran mata mal kekeruhan amatan berk

26 – 32°C.

ini dalam organisme metabolisme enyebabkan cun bahan-ukan oleh ingga suhu ahari.

(turbidity)

kisar antara Titik I

Titik II

(57)

t m r u d m d 2 c T H p

titik I diseb

muara yang

rumah tangg

umumnya p

dengan pera

menyerap s

disebabkan

2003).

c. pH Pera Seca

Teluk Jakart

Hal ini dise

penyangga,

Kekeruhan

(NTU)

babkan oleh

g merupakan

ga dan indus

perairan laut airan tawar. inar mataha oleh partike Gamba airan Muar ara umum n

ta di tiap sta

ebabkan oleh sehingga ma 0 1 2 3 4 5

Titik I

Titik II

Titik III

Kekeruhan

 

(NTU)

Gambar

Tabel 1.  Logam di dalam Hidrosfer  .................................................................
Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer
Gambar 1. Perjalanan Logam Berat dari Kolom Air Menuju Dasar Perairan (Sumber: Romimohtarto, 1991)
Gambar 2. Kerang Hijau ( Perna viridis L.)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Risdawati Lubis : Uji Jarak Cerobong Udara Dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Kunyit Kering Alat Pengering...,2005.. un JAKAK CEROBONG UDAKA D4.N LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU

Metode : Metode Fisioterapi yang digunakan dalam kasus tersebut yaitu dengan modalitas terapi latihan, serta nebulizer dan evaluasi dengan metode pengukuran

&amp; Dewi, 2014, Perbedaan Efektifitas Minyak Atsiri Bunga Kenanga (Cananga Odorata) Sebagai Repelan Terhadap Gigitan Nyamuk Aedes aegypti Dengan Konsentrasi 5%, 15%, Dan 25%,

Pengertian : Sebuah benda angkasa yang mengelilingi matahari, mempunyai massa dan gravitasi yang cukup besar agar bentuknya hampir bulat, dan memiliki lintasan orbit

Begitu juga dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memerintahkan pada Mu’adz yang ingin berdakwah ke Yaman, “ … Jika mereka telah mentaati engkau

professional care , akuntabilitas dan time budget pressure mempengaruhi kualitas audit secara simultan atau model regresi yang terbentuk fit untuk digunakan dalam

A TRANSLATION ANALYSIS ON VERB PHRASE IN DIVERGENT NOVEL BY ANGGUN

Dan implementasi ar-Rifqu dalam pendidikan Islam di pondok pesantren Ibnu Abbas Sragen dalam proses pendidikan, pengajaran dan pembinaan peserta didik (santri) perlu