KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAERAH (Pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
di Pemerintah Kota Bandung)
The Influence Of Internal Control System And Application Of Principles Of Financial Management Of The Quality Of Financial Statements
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh: Sugita Hamdani
21107095
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
i
APPLICATION OF PRINCIPLES OF FINANCIAL MANAGEMENT OF THE QUALITY OF FINANCIAL STATEMENTS
(In Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah at Bandung City Government)
Accountability reports became one of the obligations of local government in the framework of financial management is accountable and transparent regions which are embodied in the form of financial statements. Financial report is an essential component to create accountability of government and at the same time is one measure of financial performance of local governments. The purpose of this study to know the description of internal control systems, financial management, and quality of financial reporting areas, and to know how much influence either simultaneously or partially on DPKAD in Bandung City Government.
The method used in this research is descriptive method, survey, and explanatory. The unit of analysis in this study were DPKAD in Bandung City Government, and 86 employees DPKAD the sample. Statistical test used was path analysis, Pearson correlation analysis, coefficient determination and hypothesis testing.
The results showed that indicates that there is a strong relationship between the internal control system and the application of principles of financial management with the quality of financial reporting areas. While the coefficient of determination show that jointly the system of internal control and financial management principles to contribute to the dependent variable (quality of financial reporting areas) amounted to 73.3% while the remaining 26.7% influenced by other factors such as accounting systems and the Governmental Accounting Standards.
ii
PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAERAH
(Pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung)
Laporan pertanggungjawaban menjadi salah satu kewajiban pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan yang diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas pemerintahan dan sekaligus merupakan salah satu tolak ukur kinerja financial pemerintah daerah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran sistem pengendalian intern, pengelolaan keuangan daerah, dan kualitas laporan keuangan daerah, serta mengetahui seberapa besar pengaruhnya baik secara simultan maupun parsial pada DPKAD di Pemerintah Kota Bandung.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode descriptive,
survey, dan explanatory. Unit analisis dalam penelitian ini adalah DPKAD di Pemerintah Kota Bandung, dan 86 Pegawai DPKAD yang menjadi sampel. Pengujian statistik yang digunakan adalah analisis jalur, analisis korelasi pearson,
koefisien determinasi dan uji hipotesis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah dengan kualitas laporan keuangan daerah. Sedangkan koefisien determinasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah memberikan sumbangan terhadap variabel terikat (kualitas laporan keuangan daerah) sebesar 73,3% sedangkan sisanya 26,7% dipengaruhi faktor lain seperti sistem akuntansi dan Standar Akuntansi Pemerintahan.
iii
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulilah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan ridhoNya, serta shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW. Atas Rahmat dan RidhoNya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian. Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam menempuh Jenjang Strata 1 pada program studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi di Universitas Komputer Indonesia Bandung (UNIKOM). Judul penelitian ini yaitu : “PENGARUH SISTEM
PENGENDALIAN INTERN DAN PENERAPAN PRINSIP
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP KUALITAS
LAPORAN KEUANGAN DAERAH PADA DINAS PENGELOLAAN
KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) DI PEMERINTAH KOTA
BANDUNG”.
iv
1. Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, M.Sc., selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
2. Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., S.E., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
3. Sri Dewi Anggadini, SE., M.Si., Ak. Selaku Ketua Program Studi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
4. Lilis Puspitawati, SE., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia.
5. Siti Kurnia Rahayu, S.E., M.Ak,. Ak selaku Penguji I. 6. Wati Aris Astuti, S.E., M.Si selaku Penguji II.
7. Dadan, Ak., M.Si selaku pembimbing di DPKAD Pemkot Bandung.
8. Ibunda dan Ayahanda serta keluarga tercinta yang selalu memberikan do’a dengan penuh kasih sayang, keikhlasan dan kesabaran serta pengorbanan yang tiada henti memberikan dorongan moril maupun materiil dan selalu memberi semangat penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Mukhtar A. Adam, SE., M.Si dan Erwin Anthony, SE., Ak., ST., M., M.Si., Ak Selaku Dosen Khusus Konsentrasi Akuntansi Sektor Publik yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.
10. Seluruh Staff Dosen Pengajar UNIKOM yang telah membekali penulis dengan pengetahuan.
v penulisan skripsi ini.
13. Nia, Milla, Tiwi, Nadia, Revy, Dadan dan Ivan teman seperjuanganku selama bimbingan.
14. Untuk Aa yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan kasih sayangnya. 15. Semua teman-teman kelas Akuntansi-3 2007 atas dukungan dan bantuannya. 16. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga Allah SWT membalas jasa semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima segala kritik dan saran dari semua pihak untuk peningkatan mutu penelitian ini.
Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi pendorong untuk lebih maju serta semangat berbuat yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain.Terima kasih.
Wassalamua’laikum Wr. Wb.
Bandung, Juli 2011 Peneliti
1
1.1 Latar Belakang Penelitian
Perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi mendorong perlunya perbaikan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar urusan pemerintah pusat, pemberian otonomi daerah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas sektor publik di Indonesia. (Mardiasmo, 2002)
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dikuti dengan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah timbul hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang sehingga perlu dikelola dalam suatu sistem pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
rangka menilai efektivitas pelaksanaan perencanaan dimaksud, pemerintah daerah perlu membuat suatu laporan hasil pelaksanaan APBD untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan program-program pemerintah daerah. Laporan pertanggungjawaban menjadi salah satu kewajiban pemerintah daerah dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan yang diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan . Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 laporan keuangan daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan
oleh pemerintah daerah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LPKD) tersebut diatas harus berpedoman dan berdasarakan pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). (Chabib dan Heru, 2010)
Laporan tersebut merupakan komponen penting untuk menciptakan akuntabilitas pemerintahan dan sekaligus merupakan salah satu tolak ukur kinerja financialpemerintah daerah. Bagi pihak eksternal, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang berisi informasi keuangan daerah akan digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Sementara bagi pihak internal pemerintah daerah, laporan keuangan tersebut dapat digunakan untuk penilaian kinerja.
laporan keuangan Pemerintah Daerah (Pemda) masih belum berjalan baik. Pemda dinilai masih belum maksimal dalam penyampaian laporan keuangannya sehingga berpotensi terjadi penyalahgunaan anggaran. (http://www.jpnn.com)
Seperti yang diungkapkan oleh BPK RI perwakilan Provinsi Jawa Barat dalam siaran persnya pada tanggal 8 Oktober 2010, bahwa hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas sembilan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang ada di wilayah Jawa Barat (Jabar) untuk Tahun Anggaran (TA) 2009, untuk Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan Kabupaten Cianjur BPK RI memberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer). Sedangkan tujuh LKPD lainnya yaitu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung, Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya, Pemkab Garut, Pemkab Kuningan, Pemkab Majalengka, Pemkot Bogor, dan Pemkab Indramayu, BPK RI memberi opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). (http://www.bpk.bandung.go.id).
Dapat kita pahami dari fenomena umum diatas bahwa Laporan Keuangan Daerah pada dari Provinsi Jawa Barat masih belum berjalan baik serta Pemda dinilai masih belum maksimal dalam penyampaian laporan keuangannya sehingga berpotensi terjadi penyalahgunaan anggaran seperti pada 8 Pemda yang dijelaskan diatas.
perbandingan data kinerja yang memadai antara realisasi tahun ini dengan realisasi tahun sebelumnya dan perbandingan lain yang diperlukan, informasi dalam LAKIP belum dapat diandalkan dan hasil evaluasi belum ditindak lanjuti untuk perbaikan penerapan manajemen kinerja dan belum ditindak lanjuti untuk mengukur keberhasilan unit kinerja. Pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2009 juga ditemuai kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan dan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah. (LHE dan IHPS II Tahun 2009)
Untuk mencapai pengelolaan keuangan Negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga Negara, gubernur, dan bupati/walikota wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan. Pemerintah Daerah yang tujuan rencana kerjanya sudah termaktub dalam sebuah Rencana Kerja untuk jangka waktu yang sudah ditentuklan yang selanjutnya dibuatlah Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerajh (APBD) untuk mendukung pelaksanaan Rencanaan Kerja tersebut. Untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam Rencana Kerja, Kepala Daerah melaksanakan beberapa fungsi yaitu perencanaan, penyusunan staf, pengarahan dan pengendalian.
Dari Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS) Tahun 2009, pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah ditemukan kelemahan sistem pengendalian intern, dimana terdapat kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan strukur pengendalian intern.
Sedangkan pada Pemerintah Kota Bandung dijelaskan pada Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II (IHPS) Tahun 2009 terdapat temuan kelemahan sistem pengendalian intern dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 1.1. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
No Kelompok Temuan Jumlah
Kasus %
Total Nilai
(juta rupiah) 1 Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi
dan Pelaporan 7 0.9
1.346,09 2 Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja 4 0.8
3 Kelemahan Struktur Pengendalian Intern 2 1.1 Sumber: IHPS Semester II Tahun 2009
Dimana pada kasus kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan itu terdiri dari Pencatatan tidak/belum dilakukan atau tidak akurat, Proses penyusunan laporan tidak sesuai ketentuan, Entitas terlambat menyampaikan laporan, Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai dan Sistem informasi akuntansi dan pelaporan belum didukung SDM yang memadai. (IHPS semester II tahun 2009)
perundang-undangan bidang teknis tertentu atau ketentuan intern organisasi yang diperiksa tentang pendapatan dan belanja, pelaksanaan belanja diluar mekanisme APBD, hilangnya potensi penerimaan dan peningkatan belanja. (IHPS semester II tahun 2009)
Sedangkan kasus pada kelemahan struktur pengendalian intern terdiri dari Entitas tidak memiliki SOP yang formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan prosedur, SOP yang ada pada entitas tidak berjalan secara optimal atau tidak berjalan optimal, Satuan pengawasas intern yang ada tidak memadai atau tidak berjalan optimal dan Tidak ada pemisahan tugas dan fungsi yang memadai. (IHPS semester II tahun 2009)
Sejalan dengan perlunya dilakukan reformasi sektor publik, diawal periode otonomi daerah, telah keluar sejumlah peraturan pemerintah (PP) sebagai operasionalisasi dari Undang-undang Otonomi daerah. Kelemahan perundang-undangan dalam bidang keuangan daerah selama ini menjadi salah satu penyebab terjadinya beberapa bentuk penyimpangan dalam pengelolaan keuangan negara. Dalam upaya menghilangkan penyimpangan tersebut dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan (sustainable) sesuai dengan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam undang-undang dasar dan asas-asas umum yang berlaku secara universal, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan negara diperlukan suatu undang-undang yang mengatur pengelolaan keuangan negara.
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan, kemudian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
Pengelolaan keuangan daerah harus transparansi yang mulai dari proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan anggaran daerah. Selain itu, akuntabilitas dalam pertanggungjawaban publik juga diperlukan, dalam arti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Kemudian, value for money yang berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi dan efektivitas.
Dengan adanya penerapan prinsip-prinsip tersebut, maka akan menghasilkan pengelolaan keuangan daerah (yang tertuang dalam APBD) yang benar-benar mencerminkan kepentingan dan pengharapan masyarakat daerah setempat secara ekonomis, efisien, efektif, transparan, dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya akan melahirkan kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.
temuan ketidakpatuhan terhadap ketentaun perundang-undangan yang mengakibatkan, dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 1.2 : Ketidakpatuhan Terhadap Ketentaun Perundang-undangan yang Mengakibatkan
No kelompok Temuan Jumlah
Kasus %
Nilai (juta
Rp) Ketidakpatuhan Terhadap Ketentaun Perundang-undangan yang Mengakibatkan
1 Kerugian Daerah 5 0.7 351,41
2 Potensi Kerugian Daerah 1 0.9 710,77
3 Kekurangan Penerimaan 3 0.8 232,15
4 Administrasi 4 20.7
-5 Ketidakhematan 2 3.7 51,75
6 Ketidakefektifan 0 -
-Sumber: IHPS Semester II Tahun 2009
Dimana kasus-kasus kerugian daerah yaitu belanja barang/jasa fiktif, kekurangan volume pekerjaan dan atau barang, kelebihan pembayaran selain kekurangan volume pekerjaan dan atau barang, pembayaran honorarium dan/atau perjalanan dinas ganda dan atau melebihi standar yang ditetapkan dan belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan. Kasus potensi daerah yaitu piutang/pinjaman atau dana bergulir yang berpotensi tidak tertagih, kasus kekurangan penerimaan yaitu penggunaan langsung penerimaan dan penerimaan daerah atau denda keterlambatan pekerjaan belum/tidak ditetapkan atau dipungut/diterima/disetor ke kas daerah, penggunaan langsung penerimaan daerah dan pengenaan tariff pajak/PNBP lebih rendah dari ketentuan. (IHPS Semester II Tahun 2009)
terlambat/belum disetor ke kas daerah. Sedangkan ketidakhematan yaitu adanya ketidakhematan dimana adanya pengadaan barang/jasa melebihi kebutuhan, adanya penetapan kualitas dan kuantitas barang/jasa yang digunakan tidak sesuai standar, dan terjadi pemborosan atau kemahalan harga. (IHPS Semester II Tahun 2009)
Dalam pengelolaan keuangan sektor publik yang dilakukan selama ini dengan menggunakan pendekatan superiritas negara telah membuat aparatur pemerintah yang bergerak dalam kegiatan pengelolaan keuangan sektor publik tidak lagi dianggap berada dalam kelompok profesi manajemen oleh para profesional. Oleh karena itu, perlu dilakukan pelurusan kembali pengelolaan keuangan pemerintah dengan menerapkan prinsip-prinsip pemerintah yang baik yang sesuai dengan lingkungan pemerintah (PP No 60 Tahun 2008).
Berdasarkan uraian di atas Penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Pengaruh Sistem Pengendalian Intern dan Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah”.
1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah
latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas, maka penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:
1. Adanya kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan kelemahan strukur pengendalian intern.
2. Adanya ketidakpatuhan terhadap ketentaun Perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakhematan dan ketidakefektifan.
3. Masih sangat kurangnya memenuhi kriteria yang ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan BPK RI yang memperoleh opini disclaimer.
1.2.2 Rumusan Masalah
Sebagaimana yang diuraikan diatas, penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanasistem pengendalian intern pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
2. Bagaimana penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
3. Bagaimana kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh dan menganalisis informasi beserta data yang relevan mengenai sistem pengendalian intern, penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah, dan kaualitas laporan keuangan daerah serta untuk memperoleh gambaran perbandingan antara teori dengan pelaksanaannya di lapangan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui sistem pengendalian intern pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
2. Untuk mengetahui penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui kualitas laporan keuangan daerah pada Dinas Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
4. Untuk mengetahuipengaruh sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah terhadap kualitas laporan keuangan daerah secara simultan dan parsial pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah di Pemerintah Kota Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis
bagi semua pihak yang berkepentingan, dan disamping itu, penelitian tersebut dapat memberikan manfaat bagi :
1) Bagi Pengembangan Ilmu Akuntansi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi pengaruh sistem pengendalian intern dan penerapan prinsip pengelolaan keuangan daerah dan kualitas laporan keuangan daerah.
2) Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian lain yang ingin mengkaji di bidang yang sama.
1.4.2 Kegunaan Operasional
Kegunaan operasional yang penulis tujukan adalah pada Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKAD) di Pemerintah Kota Bandung dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dan saran-saran serta dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan daerah di waktu yang akan datang.
1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian
1.5.2 Waktu Penelitian
Adapun waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Februari 2011 sampai dengan Juli 2011.
Tabel 1.3 Pelaksanaan Penelitian Tahap Prosedur Bulan Feb 2011 Mar 2011 April 2011 Mei 2011 Juni 2011 Juli 2011 Agst 2011 Sept 2011
I Tahap Persiapan :
a. Membuat outline dan proposal UP
b. Mangambil formulir penyusunan skripsi c. Menentukan tempat
penelitian
II Tahap Pelaksanaan :
a. Bimbingan UP b. Acc UP
c. Pendaftaran seminar UP d. Seminar UP
e. Revisi UP f. Acc revisi UP g. Penelitian perusahaan h. Bimbingan di
perusahaan
i. Membuat outline dan proposal skripsi j. Penyusunan skripsi k. Bimbingan skripsi l. Acc skripsi
III Tahap Pelaporan :
a. Menyiapkan draft skripsi b. Sidang akhir skripsi c. Revisi skripsi d. Acc revisi skripsi e. Penyempurnaan laporan
skripsi
IV Tahap Akhir :
a. Wisuda
14 2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Sistem Pengendalian Intern
Pengendalian internal mencakup rencana organisasi dan seluruh metode
koordinasi dan ukuran yang diadopsi dalam suatu usaha atau bisnis untuk
melindungi aset-aset, memeriksa akurasi dan keandalan data akuntasi, mendorong
efisiensi kegiatan dan kepatuhan pada kebijakan manajerial yang telah ditetapkan.
Pemerhati pengorganisasian memandang pengendalian internal sebagai salah satu
fungsi manajemen yang penting. Pengendalian dipahami sabagai usaha untuk
mengarahkan dapat dicapainya tujuan organisasi. Konsep pengandalian internal
dikembangkan oleh berbagai organisasi profesi auditor baik sektor publik maupun
pemerintah. Mereka menerbitkan standar dan pedoman rancangan pengendalian
internal dan membuat definisi dengan cara berbeda-beda. Masing-masing definisi
menangkap konsep dasar pengendalian internal, tetapi menyatakannya dengan
menggunakan kata-kata yang berbeda. (Indra Bastian, 2007)
2.1.1.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Pengawasan intern merupakan salah satu bagian dari kegiatan
pengendalian intern yang berfungsi melakukan penilaian independen atas
pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Lingkup pengaturan
pengawasan intern mencakup kelembagaan, lingkup tugas, kompetensi sumber
daya manusia, kode etik, audit, pelaporan dan telaah sejawat. Menurut I Gusti
“Sistem pengendalian intern adalah kebijakan dan prosedur yang
dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi manajemen
bahwa organisasi mencapai tujuan dan sasarannya.”
Menurut Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 pengertian Sistem
Pengendalian Intern adalah sebagai berikut:
“Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien,keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.”
Sedangkan pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut Permendagri
No. 4 Tahun 2008 Pedoman Pelaksanaan Reviu Atas Laporan Keuangan Daerah
Pasal 1(10) adalah:
“Sistem pengendalian intern adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajeman yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam penciptaan efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan keandalan penyajian keuangan daerah.”
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sistem
pengendalian intern merupakan suatu proses yang didesain untuk memberikan
keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yang terdiri
dari keandalan laporan keuangan, efektif dan efisien.
2.1.1.2 Indikator Sistem Pengendalian Intern
Unsur sistem pengendalian intern yang berfungsi sebagai pedoman
penyelenggaraan dan tolak ukur pengujian efektivitas penyelenggaraan system
mempertimbangkan aspek biaya manfaat (cost and benefit), sumber daya manusia, kejelasan criteria pengukuran efektivitas dan perkembangan teknologi informasi
serta dilakukan secara komperhensif.
Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008, bahwa unsur sistem
pengendalian intern dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada unsur Sistem
Pengendalian Intern yang telah dipraktikan di lingkungan pemerintah di berbagai
Negara, yang meliputi:
1. Lingkungan Pengendalian
Tindakan, kebijakan, dan prosedur yang merefleksikan seluruh sikap top
manajemen, dewan komisaris, dan pemilik entitas tentang pentingnya
pengendalian dalam suatu entitas, yang mencakup:
a. Nilai intregritas dan etika
Memelihara suasana etika organisasi, menjadi teladan untuk
tindakan-tindakan yang benar. Menghilangkan godaan-godaan untuk melakukan
tindakan yang tidak etis dan menegakkan disiplin sebagaimana mestinya.
b. Komitmen terhadap kompetensi
Mengidentifikasi dan menetapkan kegiatan yang dibutuhkan untuk
menyelasaikan tugas dan fungsi pada masing-masing oisisi dalam instansi
pemerintah.
c. Kepemimpinan yang Kondusif
Pimpinan instansi pemerintah memiliki sikap yang selalu
d. Memiliki stuktur organisasi
Kerangka kerja bagi manajement dalam perencanaan,pengarahan,dan
pengendalian organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
e. Pembagian wewenang dan pembebanan tanggung jawab
Satuan usaha membatasi garis tanggung jawab dan wewang yang ada.
f. Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan SDM
Penetapan praktik-praktik yang layak dalam hal perolehan,
orientasi,pelatihan,evaluasi, pembinan, promosi, kompensasi dan tindakan
disiplin bagi sumber daya manusia.
g. Perwujudan peran aparat pengawasan intern yang efektif
h. Hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait
2. Penilaian Risiko
Diawali dengan penetapan maksud dan tujuan instansi Pemerintah yang
jelas dan konsisten baik pada tingkat kegiatan. Selanjutnya Instansi Pemerintah
mengidentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat menghambat
pencapian tujuan tersebut, baik yang bersumber dari dalam maupun luar instansi.
Penaksiran risiko mencakup:
a. Identifikasi Resiko
Mengindentifikasi secara efisien dan efektif risiko yang dapat
menghambat pencapaian tujuan instansi, baik yang bersumber dari dalam
b. Analisis Resiko
Menentukan dampak dari resiko yang telah diidentifikasi terhadap
pencapaian tujuan instansi.
3. Kegiatan Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibangun oleh
manajemen ubtuk mencapai tujuan laporan keuangan yang obyektif, yang
mencakup:
a. Reviu atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan
Memantau pencapaian kinerja instansi pemerintah tersebut dibandingkan
dengan rencana sebagi tolak ukur kinerja.
b. Pembinan SDM
c. Pengendalian atas pengelolaan sistem informasi
d. Pengendalian fisik atas aset
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan, mengimplementasikan, dan
mengkomunikasikan rencana identifikasi, kebijakan, dan prosedur
pengamanan fisik kepada seluruh pegawai.
e. Penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja
Ukuran dan indikator kinerja ditetapkan untuk tingkat instansi pemerintah,
kegiatan dan pegawai instansi pemerintah mereviu dan melakukan validasi
secara periodik atas ketetapan dan keandalan ukuran dan indikator kinerja.
f. Pemisahan fungsi
pimpinan instansi pemerintah harus menjamin bahwa seluruh aspek utama
g. Otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan dan menkomunikasikan syarat
dan ketentuan otorisasi kepada pegawai.
h. Pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian
Pimpinan instansi pemerintah menetapkan dan mengkomunikasikan syarat
dan ketentuan otoisasi kepada pegawai.
i. Pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya
Menetapkan akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatanya,
pemerintah wajib memberikan aksen hanya kepada yang berwenang dan
mealakukan reviu atas pemabtasan tersebut secara berkala.
j. Akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya
Pimpinan instansi pemerintah wajib menugaskan pegawai yang
bertanggung jawab terhadap penyimpanan sumber daya dan pencatatanya
serta melakukan reviu atas penugasan tersebut secara berkala.
k. Dokumentasi yang baik atas sistem pengendalian intern serta transaksi dan
kejadian penting
Instansi pemerintah wajib memiliki, mengelola, memelihara, dan secara
berkala memutakhiran dokumentasi yang mencangkup seluruh system
mengendalian intern serta tranksaksi dan kejadian penting
4. Informasi dan komunikasi
Instansi pemerintah harus memiliki informasi yang relevan dan dapat
diandalkan baik informasi keuangan maupun non keuangan, yang
menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi serta
mengelola, mengembangkan dan memperbarui sistem informasi secara
terus-menerus.
5. Pemantauan
Kegiatan pengelolaan rutin supervise, pembandingan rekonsiliasi dan tindakan
lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas, dimana evaluasi terpisah dapat
dilakukan oleh aparat pengawasan intern pemerintah atau pihak eksternal
pemerintah serta menggunakan daftar uji intern.
2.1.2 Pengelolaan Keuangan Daerah
Mencermati perjalanan otonomi daerah satu dasawarsa terakhir ini, secara
umum belumlah memperlihatkan hasil yang diharapkan, kendati ada juga
beberapa daerah yang telah berhasil dengan baik, sesuai dengan filosofi dan
semangat otonomi daerah itu sendiri. Jika diteliti dengan seksama, banyak factor
yang menyebabkan kurang berhasilnya pelaksanaan otonomi daerah selama ini.
Salah satu factor itu adalah kemampuan daerah untuk mengelola keuangan dan
asset daerahnya secara efektif, efisien, akuntabel dan berkeadilan. Hal ini bias
dilacak dari lemahnya perencanaan, pemprograman, penganggaran, pelaksanaan,
pengendalian dan pengawasan serta pertanggungjawaban. Kenyataan
membuktikan bahwa otonomi daerah belum sepenuhnya diterjemahkan dengan
benar, hal ini terindikasi dengan masih banyaknya penyimpangan, seperti korupsi,
yang kontra produktif dengan upaya-upaya peningkatan pertumbuhan
perekonomian daerah dan peningkatan pendapatan masyarakat.
2.1.2.1 Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan menteri ini
meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD,
penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan
APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan
APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan
daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan
pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD.
Menurut Permendagri 59 Tahun 2007 yang merupakan perubahan atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:
“Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban
dan pengawasan keuangan daerah.”
2.1.2.2 Indikator Pengelolaan Keuangan Daerah
Menurut Chabib dan Rohcmansjah (2010:10), prinsip-prinsip pengelolaan
keuangan yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah meliputi:
1. Akuntabilitas
Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berprilaku sesuai
dengan mandat atau amanah yang diterimanya. Untuk itu, baik dalam proses
telah dirumuskan berikut hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan
dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal kepada masyarakat, yang
mencakup:
a. Kerugian Daerah
Berkurangnya kekayaan daerah berupa uang, surat berharga dan barang,
yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum
baik sengaja maupun lalai.
2. Value for Money
Indikasi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah
terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan serta
adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.
Keadilan tersebut hanya akan tercapai apabila penyelenggaraan pemerintahan
daerah dikelola dengan memperhatikan konsep value for money, yang mencakup:
a. Ketidakhematan
Temuan mengenai ketidakhematan mengungkap adanya penggunaan input
dengan harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar,
kuantitas/kualitas yang melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal
dibandingkan dengan pengadaan serupa pada waktu yang sama.
b. Ketidakefektifan
Temuan mengenai ketidakefektifan berorientasi pada pencapaian hasil
memberikan manfaat atau hasil yang direncanakan serta fungsi instansi
yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak tercapai
3. Kejujuran dalam Mengelola Keuangan Publik (Probity)
Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memiliki
integritas dan kejujuran yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat
diminimalkan, yang mencakup:
a. Potensi kerugian daerah
Potensi kerugian daerah adalah suatu perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian
di masa yang akan datang berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan
barang, yang nyata dan pasti jumlahnya.
4. Transparansi
Transparansi adalah keterbukaan pemerintah daerah dalam membuat
kebijkan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD
dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya
akan menciptakan horizontal accountabilityantara pemerintah daerah dengan masyarakatnya sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif,
efisien, akuntabel dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat,
yang mencakup:
a. Administrasi
Temuan administrasi mengungkap adanya penyimpangan terhadap
ketentuan yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan
atau potensi kerugian daerah, tidak mengurangi hak daerah (kekurangan
penerimaan), tidak menghambat program entitas, dan tidak mengandung
unsur indikasi tindak pidana.
5. Pengendalian
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) harus sering dievaluasi yaitu
dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu
dilakukan analisis varians (selisih) terhadap pendapatan dan belanja daerah
agar dapat sesegera mungkindicari penyebab timbulnya varians untuk
kemudian dilakukan tindakan antisipasi ke depan, yang mencakup:
a. Kekurangan penerimaan
Kerugian daerah adalah berkurangnya kekayaan daerah berupa uang, surat
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
2.1.2.3 Paradigma Baru Pengelolaan Keuangan Daerah (APBD)
Paradigma baru pengelolaan keuangan daerah (APBD) didorong oleh
hal-hal sebagai berikut:
1. Meningkatnya tuntutan masyarakat daerah terhadap pengelolaan APBD secara
transparan dan akuntabel
2. Pemberlakuan Undang-undang Pemerintah Daerah dan Undang-undang
Tentang Perimbangan Keuangan Daerah yang baru serta peraturan
pelaksanaanya.
3. Sistem, prosedur dan format struktur APBD yang berlaku selama ini dinilai
APBD yang sistematis, terstruktur dan komprehensif. Perencanaan APBD
dengan paradigma baru tersebut adalah :
a. APBD yang berorientasi pada kepentingan publik
b. APBD disusun dengan pendekatan kinerja
c. Terdapat keterkaitan yang erat antara pengambil kebijakan (decision maker) di DPRD dengan perencanaan operasional oleh pemerintah daerah dan penganggaran oleh unit kerja
d. Terdapat upaya untuk mensinergikan hunbungan antara APBD, system
dan prosedur pengelolaan keuangan daerah, Lembaga Pengelolaan
Keuangan Daerah dan Unit-unit Pengelola Layanan Publik dalam
pengambilan kebijakan.
Dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah seharusnya
melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalaman yang terjadi selama ini
menunjukkan bahwa manjemen keuangan daerah masih memperhatinkan.
Anggaran daerah, khusunya pengeluaran daerah belum mampu berperan sebagai
insentif dalam mendorong laju pembangunan daerah. Disamping itu, banyak
ditemukan keluhan masyarakat yang berkaitan dengan pengalokasian anggaran
yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan skala prioritas, serta kurang
mencerminkan aspek ekonomi, efisiensi dan efektivitas, keadilan dan pemerataan.
Pengelolaan keuangan daerah, khususnya pengelolaan anggran daerah,
dalam konteks otonomi dan desentralisasi menduduki posisi yang sangat penting.
masih relative rendah. Hal ini dapat dimengerti oleh karena masih banyak aparatur
daerah maupun aparatur pemerintah pusat yang belum sepenuhnya bisa
meninggalkan cara berfikir lama. Gejala ini nampak dari ketidakberanian aparatur
daerah untuk mengambil keputusan, sekalipun hal itu berada dalam ranah
kekuasaannya. Kebiasaan mohon petunjuk pelaksanaan adalah sesuatu yang
sangat lumrah yang menjadi pemandangan keseharian. Akibatnya, proses
anggaran daerah dengan paradigma lama cenderung lebih sentralisasi.
Perencanaan anggaran didominasi dan diintervensi oleh pemerintah pusat dalam
rangka mengakomodasikan kepentingan pusat di daerah. Kebijakan yang diambil
oleh pemerintah daerah hanya mengikuti petunjuk dari pemerintah pusat dan atau
pemerintah atasan.
Lemahnya perencanaan anggaran juga diikuti dengan ketidakmampuan
pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara
berkesinambungan. Sementara itu, pengeluaran daerah terus meningkat secara
dinamis, sehingga hal tersebut meningkatkan fiscal gap. Keadaan tersebut pada akhirnya memunculkan kemungkinan underfinancing atau overfinancing yang dapat mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas unit-unit kerja pemerintah
daerah harus disusun berdasarkan pendekatan kinerja. Untuk menyusun anggaran
daerah dengan pendekatan kinerja tersebut dapat digunakan model Analisis
Standar Belanja (ASB). (Chabib dan Heru, 2010)
2.1.3 Kualitas Laporan Keuangan Daerah
Salah satu pilar utama tegaknya perekonomian suatu Negara adalah
tersebut adalah “amanah” yang berarti pemangku kekuasaan yang akuntabel atau
amanah adalah mereka yang percaya dan bertanggung jawab dalam mengelola
sumber daya publik yang dipercayakan kepadanya. Setiap Rupiah uang public
harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang telah memberikan
uangnya untuk membiayai pembangunan dan berjalannya yang telah dicapai.
Dalam masyarakat yang maju peradabannya, pertanggung-jawaban
tersebut tidak cukup dengan laporan lisan saja, namun perlu didukung dengan
laporan pertanggungjawaban secara tertulis. Penyajian laporan keuangan
merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban tertulis atas kinerja keuangan
yang telah dicapai.
Mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements)dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan
keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai
tujuan tersebut, standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka
penyajian laporan keuangan.
2.1.3.1 Pengertian Kualitas Laporan Keuangan Daerah
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 adalah:
“ Laporan keuangan daerah disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan
Menurut Baridwan (1992: 17), laporan Keuangan Daerah adalah:
“Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan
transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama dua tahun buku yang
bersangkutan.”
Sedangkan menurut Mahmudi (2007:11) definisi laporan keuangan adalah:
“Laporan keuangan adalah informasi yang disajikan untuk membantu
stakeholders dalam membuat keputusan sosial, politik dan ekonomi
sehingga keputusan yang diambil bisa lebih berkualitas .”
2.1.3.2 Tujuan Laporan Kuangan Daerah
Laporan keuangan merupakan laporan yang terstruktur mengenai posisi
keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi
keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas
pelaporan yang bermanfaat bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi
keputusan mengenai alokasi sumber daya. Secara spesifik, tujuan pelaporan
keuangan pemerintah adalah untuk menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan
atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan:
1. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban
dan ekuitas dana pemerintah.
2. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
3. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan sumber
daya ekonomi.
4. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggaran.
5. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
aktivitasnyadan memenuhi kebutuhan kasnya.
6. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan.
7. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas
pelaporan dalam menandai aktivitasnya.
Laporan keuangan untuk tujuan umum juga mempunyai peranan prediktif
dan prospektif, menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksikan
besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk operasi yang berkelanjutan, sumber
daya yang dihasilkan dari operasi yang berkelanjutan, serta resiko dan
ketidakpastian yang terkait. Pelaopran keuangan juga menyajikan informasi bagi
pengguna mengenai:
1. Indikasinya apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan
anggaran.
2. Indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan
kententuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPR/DPRD.
Untuk memenuhi tujuan umum ini, laporan keuangan menyediakan
informasi mengenai entitas pelaporan dalam hal:
1. Asset
3. Ekuitas Dana
4. Pendapatan
5. Belanja
6. Transfer
7. Pembiayaan, dan
8. Arus Kas
2.1.3.3 Komponen-Komponen Laporan Keuangan Daerah
Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan
pokok adalah:
1. Laporan Realisasi Anggaran
Menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakian sumber daya ekonomi
yang dikelola oleh pemerintah daerah, yang menggambarkan perbandingan antara
anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. Pelaporan mencerminkan
kegiatan keuangan pemerintah ]daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap
pelaksanaan APBD. Dengan demikian, laporan realisasi anggaran menyajikan
pendapatan pemerintah daerah dalam satu periode, belanja, surplus/defisit,
pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan.
2. Neraca
Neraca adalah keuangan yang menyajikan posisi keuangan entitas
ekonomi pada suatu saat (tanggal) tertentu. Laporan ini dibuat untuk menyajikan
informasi kuangan yang dapat dipercaya mengenai asset, kewajiban dan ekuitas
3. Laporan Arus Kas
Menyajikan informasi tentang sumber, penggunaan, perubahan kas dan
setara kas, selama satu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada
tanggal pelaporan. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan
aktivitas operasi, investasi dan non-anggaran.
4. Catatan Atas Laporan Keuangan
Disajikan secara sistematis sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan,
dimana setiap pos dalam laporan realisasi anggaran, neraca dan laporan arus kas,
harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam catatan atas
laporan keuangan. Disamping itu, juga mencakup informasi tentang kebijakan
akuntansi yang digunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang
diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam standar akuntasi
pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan
penyajian laporan keuagan secara wajar.
2.1.3.4 Indikator Kualitas Laporan Keuangan Daerah
Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif
yang perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi
tujuannya. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006,
keempat karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normative yang diperlukan
agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki:
1. Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat
mengevaluasi peristiwa masa lalu dan masa kini dan memprediksi masa depan,
serta menegaskan atau mengeroksi hasil evaluasi mereka di masa lalu. Dengan
demikian, informasi laporan keuangan yang relevan dapat dihubungkan dengan
maksud penggunaanya. Informasi yang relevan:
a. Memiliki manfaat prediktif (predictive value) informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil
masa lalu dan kejadian masa kini.
b. Tepat waktu, informasi yang disajikan tepat waktu sehingga dapat
berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.
c. Lengkap, informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap
mungkin, yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat
memperngaruhi pengambilan keputusan. Informasi yang melatarbelakangi
setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan
diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi
tersebut dapat dicegah.
2. Andal
Informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang
menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap fakta secara jujur, serta
dapat diverikasi. Informasi mungkin relevan tetapi jika hakikat atau penyajiannya
tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat
a. Penyajian jujur, inforamasi menggambarkan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat
diharapkan untuk disajikan
b. Dapat Diverifikasi, informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
dapat diuji dan apabila pengujian dilakukan lebih dari sekali oleh pihak
yang berbeda, hasilnya tetap menunjukkan simpulan yang tidak berbeda
jauh.
c. Netralitas, informasi diarahkan pada kebutuhan umum dan tidak berpihak
pada kebutuhan pihak tertentu.
3. Dapat dibandingkan
Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika
dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan
keauangan entitas pelaporan lain pada umunya. Perbandingan dapat dilakukan
secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila
suatu entitas menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun.
Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila entitas yang diperbandingkan
menerapkan kebijakan akuntansi yang sama. Apabila entitas pemerintah akan
menerapkan kebijakan akauntansi yang lebih baik dari pada kebijakan akuntansi
sekarang diterapkan, perubahan tersebut diungkapkan pada periode terjadinya
perubahan.
4. Dapat Dipahami
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat dipahami oleh
batas pemahaman para pengguna. Untuk itu, pengguna diasumsikan memiliki
pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi entitas
pelaporan, serta adanya kemauan pengguna untuk mempelajari informasi yang
dimaksud.
2.1.4 Hubungan Sistem Pengendalian Intern dan Penerapan Prinsip Pengelolaan Keuangan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Daerah
2.1.4.1 Hubungan Sistem Pengendalian Intern dengan Kualitas Laporan Keuangan Daerah
Mahmudi (2007: 27) menyatakan bahwa:
“Untuk menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah diperlukan proses dan tahap-tahap yang harus dilalui yang diatur dalam sistem akuntansi pemerintah daerah. Sistem akuntansi di dalamnya mengatur tentang sistem pengendalian intern (SPI), kualitas laporan keuangan sangat dipengaruhi oleh bagus tidaknya sistem pengendalian intern yang dimiliki pemerintah daerah.”
2.1.4.2 Hubungan Pengelolaan Keuangan Daerah dengan Kualitas Laporan
Keuangan Daerah
Mahmudi (2007: 27) menyatakan bahwa:
“Kualitas dari hasil (outcame) pengelolaan keuangan daerah sangat dipengaruhi oleh seberapa bagus pengelolaan pada setiap tahap, baik tahap
perencanaan, implementasi maupun pelaporan.”
Jadi pengelolaan keuangan daerah itu supaya berkualitas teragantung pada
setiap tahap pengeleloaannya salah satunya dilihat dari hasil tahap pelaporannya.
Antara sistem akuntansi pemerintahan dengan standar akuntansi harus terdapat
menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah, sedangkan standar akuntasi
merupakan pedoman yang mengatur bagaimanan laporan keuangan tersebut
seharusnya disajikan.
2.1.4.3 Hubungan Sistem Pengendalian Intern dengan Pengelolaan Keuangan
Daerah
Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah yang diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tetang
Pemerintahan Daerah, Gubernur/Bupati/Walikota wajib menyampaikan laporan
keuangan kepada DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan
Pemeriksaan Keuangan (BPK). Laporan Keuangan yang disampaikan tersebut
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas
Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tersebut harus disusun
dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.
Dalam Pedoman Pelaksanaan Reviu Atas Laporan Keuangan Pemda
(2008: 14) dikatakan bahwa:
”Pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus dilakukan berdasarkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu pengelolaan keuangan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal tersebut dapat terwujud jika entitas pemerintah daerah dapat menciptakan, mengoperasikan serta memelihara Sistem Pengendalian Intern yang memadai.”
Berkaitan dengan pemerintah daerah, dalam Peraturan Pemerintah Nomor
bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan daerah, Gubernur/Bupati/Walikota mengatur dan
menyelenggarakan Sistem Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah daerah
yang dipimpinnya. Untuk itu, perlu dirancang suatu sistem yang mengatur proses
pengklasifikasian, pengukuran dan pengungkapan seluruh transaksi keuangan.
Sistem inilah yang disebut dengan Sistem Akuntasi. Pada pemerintah daerah,
Sistem Akuntansi. Pada pemerintah daerah, Sistem Akuntansi ditetapkan dengan
peraturan Gubernur/Bupati/Walikota.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Akuntasi dan Standar
Akuntasi Pemerintahan (SAP) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sistem pengendalian intern. Kualitas laporan keuangan tidak hanya diukur dari
kesesuaian dengan SAP saja, tetapi juga dari sistem pengendalian internnya.
Untuk itu, pemerintah daerah harus mendesain, mengoperasikan dan memelihara
sistem pengendalian intern yang baik dalam rangka menghasilkan informasi
keuangan yang andal.
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Naratif
Dalam rangka penyelenggaran otonomi daerah, pemerintah daerah
diberikan kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan semua urusan
pemerintahan. Pengelolaan keuangan daerah yang dituangkan dalam bentuk
APBD adalah salah satu aspek pelaksanaan otonomi daerah yang harus
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, APBD dapat dijadikan
sebagai tolok ukur dalam penilaian kinerja keuangan pemerintah daerah.
Dengan semakin besarnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang didasarkan pada prinsip-prinsip good governance, maka perlu dilakukan pembenahan terhadap tata kelola pemerintahan yang ada
dengan melakukan reformasi birokrasi, penegakan hukum, dan peningkatan
kualitas pelayanan publik. Untuk itulah, peran dan fungsi pengawasan internal di
daerah sangat diperlukan dan harus ditingkatkan sesuai dengan garis kewenangan
yang dimiliki.
Begitu juga dengan Pemerintah Daerah yang tujuan rencana kerjanya
sudah termaktub dalam sebuah Rencana Kerja untuk jangka waktu yang sudah
ditentukan yang selanjutnya dibuatlah suatu Anggaran Belanja dan Pendapatan
Daerah (APBD) untuk mendukung pelaksanan Rencana Kerja tersebut. Untuk
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan dalam Rencana Kerja, Kepala Daerah
melaksanakan beberapa fungsi yaitu, perencanaan, penyusunan staf, pengarahan
dan pengendalian. Fungsi pengendalian dilakukan oleh Kepala Daerah melalui
suatu Sistem Pengendalian Intern.
Menurut Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 pengertian Sistem
Pengendalian Intern adalah sebagai berikut:
Suatu sistem dapat mencapai tujuannya karena diantara unsur-unsur yang
membentuknya saling terkait dan saling berhubungan satu sama lainnya,demikian
halnya dengan pengendalain intern yang memadai haruslah terdiri dari
komponen-komponen yang membentuk sistem tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah
No.60 Tahun 2008), Pengendalian Intern memiliki 5 unsur pengendalian yaitu :
1. Lingkungan Pengendalian
Efektivitas Pengendalian Intern dalam suatu perusahaan dipengaruhi oleh
lingkungan Pengendalian Intern. Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap
dan tindakan para pemilik dan manajemen puncak perusahaan mengenai
pentingnya Pengendalian Intern bagi perusahaan tersebut.Lingkungan
pengendalian mencakup faktor-faktor antara lain :
a. Integritas dan Nilai Etika
Tindakan manajemen untuk mengurangi perilaku yang mendorong karyawan
untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, illegal, atau tidak etis.
b. Komitmen terhadap Kompetensi
Kompetensi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas-tugas. Manajemen mempertimbangkan tingkat
kompetensi untuk pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ketrampilan dan
pengetahuan yang dipertukan.
c. Partisipasi Dewan Komisaris dan Komite Audit
Dewan komisaris berfungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang
dilaksanakan oleh manajemen dan anggotanya dilibatkan dalam aktivitas serta
proses laporan keuangan dan harus terus memelihara komunikasi atau sebagai
penghubung antara dewan komisaris dengan auditor internal maupun
eksternal.
d. Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen
Filosofi adalah seperangkat keyakinan dasar yang menjadi parameter bagi
perusahaan dan karyawan. Gaya operasi mencerminkan ide manajer tentang
bagaimana operasi suatu entitas harus dilaksanakan.
e. Struktur Organisasi
Organisasi dibentuk oleh manusia untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu,
Struktur organisasi memberikan kerangka kerja menyeluruh bagi perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pemantauan aktivitas entitas. Pengembangan
struktur organisasi suatu entitas mencakup pembagian wewenang dan
tanggung jawab untuk mencapai tujuan organisasi.
f. Pelimpahan Wewenang dan Tanggung Jawab
Merupakan perluasan lebih lanjut dari pengembangan struktur organisasi. Hal
ini mencakup pentingnya pengendalian dan masalah yang berkaitan dengan
pengendalian, organisasi formal dan rencana operasi, deskripsi tugas
karyawan dan kebijakan terkait,
g. Kebijakan dan Prosedur Kepegawaian
Aspek paling penting dalam sistem pengendalian adalah pegawai yang
kompeten dan dapat dipercaya dalam menyediakan pengendalian efektif,
2. Penaksiran Risiko Manajemen
Manajemen mengindentifikasikan dan menganalisis risiko yang
berhubungan dalam penyajian laporan keuangan, agar laporan keuangan yang
disajikan sesuai dengan PABU. Manajemen menilai risiko sebagai bagian dan
rencana dan operasi Pengendalian Intern untuk meminimalkan kesalahan.
3. Informasi Akuntansi dan Sistem Komunikasi
Sistem akuntansi dalam perusahaan bertujuan untuk mengidentifikasikan,
mengumpulkan, menganalisis, mencatat, melaporkan transaksi-transaksi
perusahaan dan memelihara aktiva perusahaan yang dapat dipertanggung
jawabkan, Komunikasi mencakup penyampaian informasi kepada semua
karyawan yang terlibat dalam pelaporan keuangan. Komunikasi mencakup sistem
pelaporan penyimpangan kepada pihak yang lebih tinggi dalam entitas.
4. Aktivitas Pengendalian
Aktivitas pengendalian terdiri dari kebijakan dan prosedur yang membantu
meyakinkan bahwa tindakan yang diperlukan telah dilakukan untuk
mengidentifikasi risiko dalam pencapaian tujuan perusahaan. Aktivitas ini dibagi
menjadi 5 kategori yang diuraikan sebagai berikut:
a. Pemisahan tugas yang memadai
Terdiri dari:
1) Pemisahan pemegang aktiva;
2) Pemisahan otorisasi transaksi dari pemegang aktiva yang bersangkutan;
3) Pemisahan tanggung jawab operasional dari tanggung jawab pembukuan;
b. Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktivitas
Setiap transaksi harus diotorisasi dengan pantas bila pengendalian ingin
memuaskan. Otorisasi adalah keputusan tentang kebijakan baik untuk
transaksi yang bersifat umum maupun khusus. Otorisasi umum berarti
manajemen menyusun kebijakan bagi organisasi untuk ditaati. Otorisasi
khusus dilakukan terhadap transaksi individual.
c. Dokumen dan catatan yang memadai
Dokumen harus memadai untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa
seluruh aktiva dikendalikan dengan pantas dan seluruh transaksi dicatat
dengan benar.
d. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
Tindakan perlindungan secara fisik untuk mengamankan aktiva dan catatan
dapat berupa penggunaan gudang persediaan di bawah pengawasan pegawai
yang kompeten, juga dapat digunakan kotak tahan api untuk melindungi
aktiva seperti uang tunai dan dokumen penting.
e. Pengecekan independen atas pelaksanaan
Pegawai mungkin lupa atau dengan sengaja tidak mengikuti prosedur, kalau
tidak ada orang yang rneninjau dan mengevaluasi. Oleh karena itu dibutuhkan
pengecekan yang berkesinambungan atas pelaksanaan aktivitas perusahaan
5. Pemantauan
Aktivitas manajemen menyangkut penilaian yang terus menerus dan
Pemantauan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa Pengendalian Intern beroperasi
sebagaimana yang diharapkan.
Oleh karena itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal
134 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa dalam rangka
meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah, Gubernur/Bupati/Walikota mengatur dan menyelenggarakan Sistem
Pengendalian Intern di lingkungan pemerintah daerah yang dipimpinnya. Untuk
itu, perlu dirancang suatu sistem yang mengatur proses pengklasifikasian,
pengukuran dan pengungkapan seluruh transaksi keuangan. Sistem inilah yang
disebut dengan Sistem Akuntasi.
Salah satu bentuk konkrit untuk mewujudkan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah dengan diundangkannya
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang
mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)/Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) disusun dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi
pemerintahan yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Pengelolaan anggaran daerah merupakan salah satu perhatian utama para
pengambil keputusan di pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sejalan dengan hal tersebut, berbagai perundang-undangan dan produk hukum
telah ditetapkan dan mengalami perbaikan atau penyempurnaan untuk
menciptakan sistem pengelolaan anggaran yang mampu memenuhi berbagai
demokratisasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah. Sadu
Wasistiono (2010:10) menyatakan bahwa terdapat lima prinsip manajemen
keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah
meliputi :
1. Akuntabilitas, Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambilan keputusan
berperilaku sesuai dengan mandat atau amanah yang diterimanya. Untuk itu,
baik dalam proses perumusan kebujakan, cara-cara untuk mencapai
keberhasilan atas kebijakan yang telah dirumuskan berikut hasil kebijakan
tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun
horizontal kepada masyarakat.
2. Value for money, Indikasi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat (social welfare) yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi
anatara pusat dan daerah serta antar daerah. Keadilan tersebut hanya akan
tercapai apabila penyelenggaraan pemerintahan daerah dikelola dengan
memperhatikan konsep value for money.
3. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity), Pengelolaan keuangan daerah harus dipercayakan kepada staf yang memilki integritas dan kejujuran
yang tinggi, sehingga kesempatan untuk korupsi dapat diminimalkan.
4. Transparansi, keterbukaan pemerintahan daerah dalam membuat
dan masyarakat. Transparansi pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya
akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dengan masyarakat sehingga tercipta pemerintah daerah yang bersih, efektif, efisien,
akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
5. Pengendalian, Pendapatan dan belanja daerah (APBD) harus sering dievaluasi,
yaitu dibandingkan antara yang diselenggarakan dengan yang dicapai. Untuk
itu diperlukan analisis varians (selisih) terhadap pendapatan dan belanja
daerah agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians untuk
kemudian dilakukan tindakan antisipasi kedepan.
Salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah adalah kewajiban Kepala Daerah untuk menyampaikan
laporan keuangan kepada DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebagai bentuk dari suatu tanggung jawab,
pemerintah daerah yang mengeluarkan harus secara eksplisit menyatakan dalam
surat pernyataan bahwa laporan keuangan disusun berdasarkan sistem
pengendalian intern yang memadai. Karakteristik kualitatif merupakan ciri khas
yang membuat informasi dalam laporan keuangan berguna bagi pemakai.
Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok menurut Permendagri No. 4 Tahun
2008, yaitu:
1. Relevan
Laporan keuangan bisa dikatakan relevan apabila informasi yang termuat
di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna dengan membantu
masa depan, serta menegaskan atau mengeroksi hasil evaluasi mereka di masa
lalu. Dengan demikian, informasi laporan keuangan yang relevan dapat
dihubungkan dengan maksud penggunaanya. Informasi yang relevan:
a. Memiliki manfaat umpan balik (feedback value)informasi memungkinkan pengguna untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasi mereka di masa
lalu.
b. Memiliki manfaat prediktif (predictive value) informasi dapat membantu pengguna untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil
masa lalu dan kejadian masa kini.
c. Tepat waktu, informasi yang disajikan tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna dalam pengambilan keputusan.
d. Lengkap, informasi akuntansi keuangan pemerintah disajikan selengkap mungkin, yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat
memperngaruhi pengambilan keputusan.