• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mediakom Edisi 21 Desember 2009 - [MAJALAH]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mediakom Edisi 21 Desember 2009 - [MAJALAH]"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom

Program Kerja

Seratus Hari

Etalase

SuSunan REDaKSI

Penanggung Jawab: dr. Lily S. Sulistiyowati, MM

Pemimpin Umum:

Dyah Yuniar Setiawati, SKM, MPS

Pimpinan Redaksi:

Drs. Sumardi

Redaksi:

Prawito, SKM, MM (koordinator) Dra. Hikmandari A., M. Ed.

drg. Anitasari SM Busroni, S.IP

Dra. Isti Ratnariningsih, MARS Mety Setiowati, SKM Aji Muhawarman, ST

Reporter:

Resty Kiantini, SKM, M. Kes. Sri Wahyuni, S. Sos

Giri Inayah, S. Sos R. Yanti Ruchiati

Fotografi:

Wayang Mas Jendra, S.Sn Rifani Sastradipraja, S.Sos

Produksi:

Tim Inke Maris & Associates

Alamat Redaksi:

Pusat Komunikasi Publik Gedung Departemen Kesehatan RI

Blok A, Ruang 107

Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta 12950

Telepon:

021-5201590; 021-52907416-9

Fax:

021- 5223002; 021-52960661

Email:

[email protected] kontak@ puskom.depkes.go.id

Redaksi menerima naskah dari pembaca: dapat dikirim ke alamat

email redaksi

Media

kom

W

aktu terus berjalan. Tanpa terasa, kini sudah hampir seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2 bekerja. Di awal pelantikannya bulan

Oktober 2009, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono menjanjikan setiap anggota kabinet akan membuat program kerja nyata jangka pendek, menengah, dan jangka panjang. Dan untuk program kerja nyata jangka pendek itu diwujudkan sebagai program seratus hari Kabinet Indonesia Bersatu. Hal ini sekaligus menunjukkan keseriusan Pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya; dibantu oleh para menteri-menteri.

Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan bahwa program kerja yang disusun Pemerintah tidak ada artinya jika tidak didukung oleh kerja keras dan kerjasama yang baik. Menkes menyatakan bahwa setiap hasil yang baik selalu berasal dari kerja yang baik pula.

Komitmen-komitmen Departemen Kesehatan sebagai program kerja seratus hari Departemen Kesehatan inilah kami angkat sebagai liputan utama Mediakom kali ini. Kami paparkan elemen-elemen yang menjadi prioritas kerja dan bagaimana menjangkaunya. Ini memang bukan pekerjaan mudah, melainkan membutuhkan ketekunan, kerjasama dan semangat juang. Kami yakin, dengan spirit dan semangat yang dihembuskan Menkes baru, InsyaAllah seluruh persoalan akan menemukan jalan keluarnya.

Selain itu, di bulan November -Desember 2009 banyak peristiwa penting yang diperingati bersama. Diantaranya, peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-45 bertemakan: “Lingkungan Sehat, Rakyat Sehat”. Lingkungan dan perilaku merupakan dua faktor yang pengaruhnya sangat besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sebagian besar penyakit menular dan tidak menular seperti diare, ISPA, Pneumonia, Malaria dan Frambusia dapat dicegah melalui upaya penyehatan lingkungan dan peningkatan perilaku higienis masyarakat. Selain itu, ada Hari Rabies Dunia yang jatuh akhir September 2009. Dan tidak kalah penting adalah peringatan Hari HIV/AIDS yang jatuh pada bulan Desember 2009.

Mediakom akan terus berusaha menyajikan informasi penting di bidang kesehatan yang bermanfaat bagi pembaca. Oleh karena itu, setiap dukungan dan apresiasi sungguh kami hargai. Betapapun kami membutuhkan masukan-masukan demi meningkatkan kualitas majalah kita bersama ini.

Akhirnya, selamat Natal dan tahun Baru 2010. Semoga di tahun 2010 semua insan kesehatan di seluruh tanah air semakin lancar menjalankan tugas dan pengabdiannya; dan kita semua mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Esa. Amin.n

Selamat membaca!

Redaksi

(4)

Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

Cover

Wapres Budiono didampingi Menskes Endang R. Sedyaningsih dan Menko Kesra H. R. Agung Laksono

Foto

Wayang Mas Jendra, S.Sn

Daftar Isi

3

Etalase

4

Daftar Isi

6

Surat Pembaca

7

Info Sehat

Sehat Dengan Lidah Buaya

Jeruk nipis Vs Ginjal

Segeralah Ke Dokter Jika Sakit Kepala anda ...

Cara Membaca Label Obat

Manfaat Serat

10

Ragam

Lab BSL 3 unaIR Luncurkan Bibit Vaksin

H1n1 dan H5n1

Dasipena, Sulawesi utara Dikukuhkan Menkes

Sosialisasi Standar Perlindungan Pasien

Kunjungan Menkes ke nTT

Menkes Bertemu dengan Pemimpin Media

Pelayanan Kesehatan Haji Lebih Baik

Penghargaan Kepada Pahlawan Pembangunan Kesehatan

19

Media utama

Program Seratus Hari Departemen Kesehatan

Empat Program, Satu Tujuan

Prof Dr ascobat Gani MPH DrPH “Harus ada Perubahan”

27

Kolom

16

10

19

15

24

17

(5)

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom

Daftar Isi

29

Peristiwa

awas, HIV/aIDS Memasuki Pandemi di Tingkat Global

Kebersihan Tangan Mempengaruhi Keselamatan Pasien

Provinsi nusa Tenggara Timur Program air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat

Hari Osteoporosi nasional: Berdiri Tegak, Bicara Lantang, Kalahkan Osteoporosis

Kartu Menuju Sehat Model Baru Diluncurkan

42

Potret

Menteri Kesehatan,

Dr. dr. Endang Rahayu Sedyaningsih,

MPH.PH: “Perlu Kerja Keras dan Kerjasama Mengatasi Masalah Kesehatan”

46

nasional

Peringatan HKn ke-45 :

Lingkungan Sehat Rakyat Sehat

Filariasis, ancaman yang Harus Diberantas

55

Daerah

RSuP Prof. Dr. R. Kandou Menado: Harapan Bagi Rakyat Indonesia Timur

58

Lentera

adil itu Indah

“Hutan Rimba” dan “Taman Bunga”

38

40

42

46

(6)

Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

Surat Pembaca

Jamkesmas

Dihentikan?

Tanya:

Ketika saya membaca sebuah media cetak, ada opini bahwa program Jamkesmas mau dihentikan. Padahal menurut saya program Jamkesmas ini sangat penting bagi warga miskin dan kurang mampu. Sebab tanpa jaminan kesehatan dari pemerintah, warga miskin dan kurang mampu

tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan. Mana yang benar dari info ini? Rudi, di Jakarta.

Jawab:

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat untuk masyarakat miskin (Jamkesmas) tetap dilanjutkan. Bahkan dalam program 100 hari Depkes cakupannya diperluas meliputi masyarakat miskin penghuni panti sosial, masyarakat miskin penghuni Lapas/ Rutan dan masyarakat miskin akibat korban bencana ( pasca tanggap darurat).

Pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin tersebut berlaku sejak ditanda tanganinya kesepakatan bersama antara Menkes dengan Mensos, Menkum dan HAM dan Mendagri pada tanggal 17 Desember 2009 di Jakarta.

(7)

Info Sehat

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom

S

aat ini sudah banyak minuman yang dibuat dengan memanfaatkan aloe vera atau lidah buaya karena rasanya yang segar apalagi bila ditambah air gula atau madu dan es batu.

Selain berkhasiat untuk menurunkan kolesterol , daging tanamanan lidah buaya mampu mengatasi panas dalam yang dapat mengakibatkan radang tenggorokan. Selain itu tanaman ini juga baik untuk kecantikan rambut.

Sebaiknya, segera olah daging lidah buaya setelah dikupas, karena bila dibiarkan di udara terbuka akan menyebabkan teroksidasi sehingga berkurang khasiatnya dan daging akan menjadi berwarna coklat.

Tanaman lidah buaya mudah tumbuh dan tidak perlu perawatan yang repot. Bahkan, tanaman ini dapat

menutup pori-pori daunnya dengan rapat sehinga dapat hidup lama tanpa disiram. Bagi anda yang ingin mencoba khasiatnya secara tradisional, cobalah untuk menjadikan tanaman ini sebagai

salah satu koleksi apotek hidup di rumah. n(gi-dari berbagai sumber)

Sehat dengan Lidah Buaya

Jeruk nipis

vs ginjal

B

ila rutin mengkonsumsi minuman jeruk nipis, berbahagialah Anda. Riset Prof. dr. Mochamad Sja’bani dari RS dr. Sardjito, Yogyakarta membuktikan, jeruk nipis mencegah dan mengatasi batu ginjal. Citrus aurantifolia kaya sitrat, mencapai 55,6 gram

sementara jeruk keprok hanya 5,4 gram. Penderita batu ginjal memiliki kadar sitrat rendah, terutama pada malam dan dinihari. Waktu terbaik konsumsi adalah usai makan malam. Peras 2 buah jeruk nipis dan larutkan dalam 2 gelas. Imbangi dengan mengurangi konsumsi garam atau pangan asin.n

(gi-dari berbagai sumber)

Segeralah ke dokter jika :

1. Sakit kepala muncul secara tiba-tiba dan sakitnya menjadi-jadi. 2. Sakit kepala yang Anda derita membuat Anda mengalami kesulitan

berbicara, gangguan penglihatan, kehilangan keseimbangan, linglung, hilang ingatan, atau kesulitan menggerakkan tangan dan kaki.

3. Sakit yang Anda derita semakin bertambah dalam 24 jam.

4. Sakit kepala disertai dengan demam, leher kaku, mual, dan muntah. 5. Sakit kepala akibat luka pada kepala.

6. Jika Anda menggolongkannya sebagai sakit kepala yang paling parah yang pernah Anda derita, terutama jika Anda sering mengalami sakit kepala.

7. Sakit kepala hingga mengganggu tidur.

8. Sakit kepala yang bertahan selama beberapa hari.

9. Sakit amat sangat pada bagian kepala, terutama di sebelah mata. Ditandai dengan mata merah.

10. Jika Anda telah berusia lebih dari 50 tahun dan baru-baru ini mengalami sakit kepala, terutama jika disertai gangguan pengelihatan, dan sakit ketika sedang mengunyah makanan. 11. Kepala lebih sakit pada pagi hari.

12. Jika Anda sering mengalami sakit kepala tanpa penyebab yang jelas. 13. Jika Anda memiliki sejarah sakit kepala, namun pola dan intensitas

sakit kepala Anda berubah.n (gi-dari berbagai sumber)

Segeralah

(8)

Info Sehat

Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

S

aat sakit, biasanya kita meminum obat. Tahukah Anda kalau kita salah cara meminumnya tentu akan berpengaruh terhadap efektivitas obat itu sendiri. Berikut tips cara membaca label obat.

Obat dapat menyebabkan rasa ngantuk. Jangan mengendarai kendaraan bermotor atau menjalankan mesin setelah minum obat ini.

Biasanya peringatan ini

digunakan untuk obat-obat yang menyebabkan rasa ngantuk dan memperlambat daya refleks seseorang. Seperti obat-obat untuk batuk dan pilek (antihistamin). Hindarkan pemakaian alkohol dan obat tidur bersama-sama obat-obatan yang dapat menyebabkan rasa ngantuk karena dapat memperburuk efek samping/rasa ngantuk.

Jangan dipecah, ditumbuk atau dikunyah. Obat ini harus ditelan utuh.

Label peringatan ini biasanya digunakan untuk tablet atau kapsul yang dibuat khusus agar zat khasiat obat dikeluarkan secara perlahan-lahan di dalam perut atau usus. Obat-obatan ini biasanya

diminum satu atau dua kali sehari. Penumbukan akan merusak daya pengeluaran zat khasiat obat secara perlahan-lahan dan khasiat jangka panjang dari obat tersebut.

Simpan di tempat yang dingin. Jangan terkena sinar matahari. Simpan di kulkas – jangan di tempat beku (freezer).

Sinar dan panas yang berlebihan akan merusak hampir semua obat-obatan. Oleh karena itu lebih baik obat disimpan di tempat sejuk, jauhkan dari makanan mentah. Pembekuan merusak obat-obatan.

Jangan makan obat ini bersama dengan susu, antasida atau obat-obatan yang mengandung zat besi.

Kalsium (dalam susu) dan obat-obatan yang mengandung zat besi dapat mempengaruhi daya serap dari beberapa obat-obatan seperti tetrasiklin (antibiotic) dan digoksin (obat jantung). Tetapi susu atau tablet yang mengandung zat besi dapat dimakan 2 jam sebelum atau sesudah makan obat ini.

Dimakan pada waktu perut kosong, 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Makan obat ini sampai habis.

Label peringatan obat ini digunakan pada obat antibiotik, karena obat antibiotik dapat diserap dengan baik dalam keadaan perut kosong. Obat-obatan antibiotik harus dimakan secara teratur dan dalam dosis yang cukup.

Minum dan telan pelan-pelan. Jangan ditelan langsung dengan air. Peringatan: obat ini dapat menyebabkan rasa ngantuk.

Peringatan ini digunakan untuk obat batuk cair yang memberikan efek pada tenggorokan dan diserap oleh aliran darah untuk meredakan batuk. Ngantuk adalah efek samping yang biasa terjadi.

Buang obat setelah botol dibuka dan telah lewat dari tanggal yang ditentukan.

Obat-obatan yang sering terpapar udara dan cahaya akan cepat rusak. Diatas jangka waktu tertentu, khasiatnya akan hilang. Ini biasanya terjadi pada obat antibiotik, obat tetes mata dan obat tetes telinga. Oleh karena itu harus disimpan di tempat sejuk dan dibuang pada jangka waktu yang ditentukan setelah botol dibuka.n

(gi-dari berbagai sumber)

(9)

Info Sehat

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom

Y

ang dimaksud dengan

serat adalah serat bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, atau sisa makanan yang tertinggal setelah makanan dicerna, karena tubuh manusia tidak mempunyai enzim yang dapat mencerna makanan.

Sebenarnya semua tumbuh-tumbuhan mengandung berbagai jenis serat, tetapi kadarnya berbeda-beda. Ada yang larut dan ada pula yang tidak larut dalam air. Sayur dan buah yang kita makan sehari-hari, disamping sebagai sumber vitamin dan mineral juga sebagai sumber serat. Bahan makanan yang termasuk rendah serat yaitu tepung, gula, minyak dan bahan makanan yang berasal dari hewan seperti daging, susu, ikan dan ayam.

Serat sangat baik untuk diet karena serat cenderung mencegah konsumsi kalori yang berlebihan dan memberikan rasa kenyang yang lebih lama. Beberapa manfaat serat bagi kesehatan diantaranya adalah mengurangi risiko penyakit jantung koroner, kanker usus besar dan haemorrhoid atau wasir. Hasil pengamatan epidemiologis menunjukkan bahwa kekurangan konsusmsi serat dalam jangka waktu lama mempunyai kaitan dengan beberapa penyakit seperti kanker kolon, penyempitan pembuluh darah, radang usus, dan lain-lain.

Serat terutama jenis serat yang larut dalam air, dapat mengikat asam empedu dan kolesterol serta membawa keluar tubuh bersama feces, sehingga kadar kolesterol darah menurun. Hasil ujicoba pada

hewan dan manusia menunjukkan konsumsi makanan berserat rendah mengakibatkan kadar kolesterol tinggi dalam darah konsumennya. Sebaliknya, bila makanan yang dikonsumsi mengandung banyak serat, maka serum kolesterol turun secara bermakna.

Secara kronologis, makanan yang

tinggi serat sebagian besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri-bakteri di dalam usus besar atau kolon.

Di dalam kolon serat tersebut akan menyerap air, sehingga volume tinja menjadi lebih besar yang selanjutnya akan merangsang syaraf pada rectum, sehingga timbul keinginan untuk defekasi atau buang air besar. Dengan demikian tinja yang mengandung serat akan lebih cepat dikeluarkan. Dengan kata lain “transit time” atau waktu antara masuknya makanan dan dikeluarkannya sebagai tinja adalah pendek. Selain menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu, sehingga hanya tinggal sedikit saja asam empedu yang tinggal di dalam dinding usus besar. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi tubuh karena

asam empedu yang bersifat racun atau ko-karsinogen menjadi rendah. Dengan jumlah ko-karsinogen yang sedikit dan waktu untuk merangsang dinding usus menjadi singkat, sehingga dapat mencegah timbulnya kanker pada kolon.

Beberapa serat terutama jenis serat yang tidak larut dalam air,

dapat menarik air dalam saluran pencernaan, sehingga menyebabkan faeces menjadi lunak dan mudah keluar. Faeces yang lunak dapat mengurangi tekanan pada usus besar bagian bawah. Keadaan ini akan mengurangi kemungkinan pembuluh darah di sekitar anus membesar atau pecah. Selain itu serat juga merangsang usus untuk berkontraksi secara normal dan mengurangi penonjolan usus.

Dalam daftar komposisi bahan makanan yang dikeluarkan Departemen Kesehatan RI tentang kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan, belum ada ketentuan atau besaran serat yang harus dimakan dalam sehari. Namun demikian dianjurkan untuk

mengkonsumsi serat antara 20 – 25 gram per hari.

Penambahan konsumsi serat hendaknya dilakukan secara bertahap. Penambahan yang mendadak dapat menyebabkan flatus, kram dan diare yang berlangsung selama beberapa hari saja sampai terjadi adaptasi. Mengkonsumsi banyak serat harus disertai dengan cukup minum. n

Supriyono, S.KM.,M.Kes Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan

(10)

Ragam

10 Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

I

ndonesia siap memproduksi vaksin H1N1 dan H5N1 sendiri. Medio November 2009, Laboratorium Bio Safety Level 3 (BSL-3) Avian Influenza Research Center (AIRC) Universitas Airlangga Surabaya resmi meluncurkan bibit vaksin kedua penyakit flu tersebut.

Peluncuran dilakukan langsung oleh Wakil Presiden Boediono di Rektorat Unair Kampus C. Menurut Wapres Boediono, kemampuan Indonesia membuat bibit vaksin H1N1 dan H5N1 membuktikan negara ini bisa menjawab

tantangan era globalisasi. Apalagi, kedua bibit vaksin tersebut akan diproduksi secara massal oleh PT Biofarma, sebuah badan usaha milik pemerintah bidang farmasi. Pembuatan bibit vaksin H1N1 dan H5N1 diharapkan menjadi langkah awal menuju kemandirian negara ini.

Wapres menegaskan, bangsa

Indonesia tidak boleh terus-menerus bergantung pada bangsa lain. Namun dalam kesempatan itu Wapres mengingatkan agar laboratorium yang ada dijaga sesuai aturan yang ada. “Ini harus ada protokol yang baik, yang teruji. Jangan sampai kita gagal mengelola teknologi ini. Jangan sampai ada virus yang terlepas, ini akan sangat berbahaya,” kata Wapres.

Menurut Wapres, sebagai negara tropis, Indonesia sangat rentan bagi berkembangnya virus baru. Ini berarti Indonesia berada di garis depan peperangan pada penyakit menular. Namun demikian di sisi lain, Indonesia memiliki kesempatan pertama di bidang teknologi untuk meneliti virus itu maupun membuat vaksinnya. Menurut Wapres, laboratorium seperti BSL 3 ini kapasitasnya perlu ditingkatkan dan dikembangkan. “Saya bangga Universitas Airlangga bisa

Lab BSL 3 unaIR

Luncurkan Bibit Vaksin

H1n1 dan H5n1

mendobrak, ini salah satu langkah kemandirian,” kata Wapres.

Wapres optimis, dengan peluncuran seed vaksintersebut, Indonesia bisa ikut berperan aktif dalam penanggulangan virus yang telah memakan korban sekitar 50 juta jiwa di seluruh dunia. Dalam acara tersebut Wapres Boediono didampingi Menkes Endang Rahayu Sedyaningsih, Mendiknas M. Nuh, Gubernur Jatim Soekarwo, Wagub Syaifullah Yusuf dan Rektor Unair Prof. Fasich. Dalam kesempatan itu, Wapres menyerahkan seed vaccine kepada Menkes untuk diproduksi secara massal, kemudian Menkes menyerahkan seed vaccine tersebut kepada Dirut PT Bio Farma Iskandar. Rencananya, tahun depan PT Biofarma mulai memproduksinya secara massal. Vaksin tersebut nantinya akan didistribusikan ke seluruh wilayah di Indonesia.

Menurut Menkes Endang Rahayu Setyaningsih vaksin akan didistribusikan secara gratis, terutama kepada orang-orang yang rawan tertular virus tersebut. Untuk keperluan pembuatan vaksin secara massal, negara siap mengucurkan dana Rp 1,3 triliun. Pada tahap awal, PT Biofarma akan memproduksi 20 juta dosis virus atau sekitar sepersepuluh dari jumlah total penduduk Indonesia. Hanya saja, untuk produksi awal, vaksin H1N1 lebih didahulukan. “Baru pada November 2010, kita akan melakukan produksi massal untuk vaksin H1N1,” kata Menkes Endang.

Sementara untuk vaksin H5N1, Menkes mengaku produksinya masih menunggu kebijakan pemerintah. Tapi PT Biofarma siap mengubah proses produksi jika tiba-tiba vaksin H5N1 dibutuhkan dalam jumlah besar.

(11)

Ragam

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom 11

Dasipena, Sulawesi utara

Dikukuhkan Menkes

I

ndonesia merupakan negara yang rawan bencana. Di Sulawesi Utara, menurut data Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Depkes pada tahun 2009, terjadi beberapa bencana seperti banjir di Kota Manado dan Kabupaten Bolaang Mongondow. Banjir dan tanah longsor di Kabupaten Sangihe, serta gempa bumi tektonik di Kabupaten Talaud.

Dengan melihat ancaman yang ada maka keberadaan pemuda siaga peduli bencana (DASIPENA) sangat tepat dan strategis. Ribuan orang anggota DASIPENA yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia nantinya akan ditingkatkan kepasitasnya dengan pelatihan pertolongan pertama pada korban cedera serta dasar-dasar penanggulangan bencana.

Tanggal 17 November lalu, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH mengukuhkan 1.500 Pemuda Siaga Peduli Bencana (DASIPENA) Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Regional Sulawesi Utara di Gedung Convention Center, Manado. Pengukuhan ini bersamaan dengan perayaan Hari Kesehatan Nasional ke-45. Acara pengukuhan dihadiri Gubernur Provinsi Sulawesi Utara Drs. S.H. Sarundajang, anggota Komisi IX Vanda Sarundajang, pejabat eselon II Depkes, Bupati/Walikota di Sulawesi Utara, para Rektor Universitas, serta para Pemuka Agama dan Tokoh Masyarakat Sulawesi Utara.

Pengukuhan DASIPENA Sulawesi Utara merupakan pengukuhan yang kedelapan setelah PPK Regional

Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan serta DKI Jakarta. PPK Regional Sulawesi Utara memiliki daerah layanan yang mencakup provinsi Gorontalo, Maluku Utara, dan provinsi Sulawesi Utara.

Menurut Menkes, dalam penanggulangan bencana, Pemerintah sudah menjadikan upaya kesiap-siagaan bencana prioritas nasional seperti yang terwujud dalam Rencana Aksi Nasional untuk Pengurangan Risiko Bencana (Disaster Risk Reduction). Di tingkat internasional, metode penanggulangan krisis kesehatan akibat

bencana di Indonesia telah disepakati sebagai metode acuan dunia internasional oleh WHO,

Upaya yang dilakukan antara lain meningkatkan kemampuan SDM melalui pelatihan bertaraf nasional dan internasional, baik bersifat manajemen maupun teknis medis. Pelatihan nasional mencakup pelatihan manajemen bencana, rencana kontinjensi, emergency nursing, ATLS (Advanced Trauma Life Support), ACLS (Advanced Cardiac Life Support), manajemen obat dan persediaan farmasi, radio komunikasi, RS lapangan, evakuasi korban bencana di perairan dan operasionalisasi perahu karet, serta pelatihan RHA (rapid health

(12)

Ragam

1 Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

M

enteri Kesehatan dr. Endang

R.Sedyaningsih, MPH,.Dr.PH mengatakan, peningkatan jumlah sarana pelayanan kesehatan dalam dua dekade terakhir belum diikuti peningkatan kualitas layanan medik. Hal ini dapat dilihat dari 1.292 rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia baru 60 persen diantaranya yang terakreditasi. ”Dari yang sudah terakreditasi pun belum semuanya menerapkan prosedur standar perlindungan pasien,” kata Menkes saat membuka Kongres XI Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di Balai Sidang Jakarta, 28 Oktober 2009.

Menkes mengatakan, hampir setiap tindakan medik menyimpan potensi risiko. Data emperik membuktikan masalah medical error (kesalahan medis) sering terjadi dalam derajat yang beragam, dari yang ringan hingga yang berat. Menurut laporan IOM (Institute of Medicine) menyebutkan bahwa di Amerika Serikat setiap tahun terjadi 48.000 hingga 100.000 pasien meninggal dunia akibat kesalahan medis, ujarnya.

Dr. Endang R. Sedyaningsih berharap, PERSI sebagai induk organisasi pengelola rumah sakit, ikut berperan secara aktif mendorong seluruh anggotanya untuk bersama-sama melaksanakan dan mengembangkan pelayanan medik prima guna mencapai tujuan perlindungan pasien.“Salah satu upaya besar pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan

mensosialisasikan nilai-nilai perlindungan pasien (patient safety) kepada seluruh komponen professional dan rumah sakit”, ujarnya.

Pelayanan medik prima dalam mencapai perlindungan pasien dapat diwujudkan melalui identifikasi secara cermat seluruh pasien, peningkatan komunikasi yang efektif kepada pasien, peningkatan keamanan pasien dengan sedini mungkin mengenali tanda-tanda untuk keberhasilan atau kegagalan dalam pengobatan serta terhindarnya salah tempat, salah pasien dan salah tindakan pembedahan yang tidak sesuai dengan prosedur.

Pelayanan terhadap pasien di rumah sakit, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional secara tepat dan cermat sesuai kebutuhan pasien. Setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien, juga harus didokumentasikan dengan baik supaya pengelola rumah sakit memiliki data dan catatan medis yang dibutuhkan jika masalah muncul kemudian hari. “Tenaga kesehatan yang bertugas di depan harus tahu perasaan pasien, bicara kepada mereka supaya keluarganya tidak panik, “ kata dr. Endang.

Masyarakat menuntut pelayanan kesehatan yang berkualitas. Karena itu, mereka banyak yang memilih berobat ke luar negeri dibandingkan menggunakan layanan kesehatan dalam negeri. Apabila hal ini dibiarkan, devisa kita akan terus mengalir ke luar negeri. nSmd/Dd

(13)

Ragam

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom 1

A

khir November 2009, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama dua hari, Menkes mengunjungi RSUD Prof. Dr. W.Z. Johannes, RS St. Gabriela dan RSUD dr. T.C. Hillers Maumere, Puskesmas Waipare dan Puskesmas Bola, dan beraudiensi dengan Gubernur NTT serta jajaran kesehatan Prov. NTT.

Gubernur NTT Drs. Frans Lebu Raya menyatakan, Pemerintah Provinsi NTT memiliki 8 agenda pembangunan utama. Diantaranya adalah masalah kesehatan. Anggaran kesehatan di provinsi ini selalu meningkat, berkisar 10 persen dari APBD provinsi. Dikatakan, Gubernur bahwa provinsi yang dipimpinnya merupakan provinsi kepulauan yang karakteristik

masalah dan kebutuhan pelayanan kesehatan berbeda dengan daerah lainnya.”Tenaga dokter spesialis masih menjadi masalah dengan belum semua RS daerah memiliki dokter ahli yang dipersyaratkan. Angka kematian ibu dan bayi masih di atas rata-rata nasional. Sedangkan angka gizi kurang dan gizi buruk klinis masih cukup tinggi, ujar Gubernur.

Menkes dalam sambutannya mengatakan, terwujudnya hak-hak rakyat akan penyediaan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau menjadi perhatian utama Depkes. Karena itu Menkes mengajak semua pihak untuk turut serta aktif dalam pembangunan kesehatan, karena pembangunan kesehatan tidak hanya menjadi tanggung jawab Departemen Kesehatan.

Dalam kesempatan tersebut Menkes menyerahkan bantuan 1

Kunjungan Menkes ke nTT

unit kendaraan Promosi Kesehatan, peralatan peraga pendidikan kebidanan dan keperawatan, 1 ton makanan pendamping Air Susu Ibu (MP ASI), sarana air bersih untuk Kab. Sumba Barat, Sumba Timur dan Kab. Timur Tengah Selatan. Dalam kesempatan yang sama di pendopo Gubernur NTT, Menkes juga menyerahkan secara simbolik Kartu Jamkesmas kepada 4 warga Kupang sebagai bentuk pelaksanaan program kerja 100 hari Depkes.

Dalam kunjungannya di Kab. Sikka, Menkes juga mengunjungi Puskesmas Waipare tempat pertama penugasannya sebagai dokter Puskesmas. Dalam kesempatan itu Menkes memberikan bantuan 1 mobil Promosi Kesehatan kepada Bupati Sikka yang diteruskan kepada Dinas Kesehatan Kab. Sikka. Juga menyerahkan media penyuluhan, peralatan medis, obat-obatan, kit bidan, MP ASI dan 1 unit mobil Puskesmas keliling kepada Kepala Puskesmas Waipare dr. Marietha L.D. Weni.

Menkes juga mengunjungi Puskesmas Bola dimana suami dr. Endang yaitu dr. Mamahit, SPOG bertugas pertama kali. Dalam kesempatan yang sama Menkes juga menyerahkan 1 unit mobil Puskesmas Keliling, media promosi kesehatan dan MP ASI kepada Kepala Puskesmas Bola Saferius Simpel.

Menkes juga mengunjungi Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) di desa Geliting Kec. Kewapante dan penyerahan jaringan air minum Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) Desa Namangjewa Kec. Kewapante kepada masyarakat.

(14)

Ragam

1 Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

T

iga pekan setelah dilantik Presiden, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih didampingi stafnya bertemu sejumlah pemimpin redaksi media massa baik cetak, elektronik, maupun media online. Pertemuan informal ini membahas program 100 hari dengan sejumlah tantangan yang dihadapi dalam 100 hari maupun 5 tahun ke depan. Menurut Menkes, program 100 hari terdiri dari quick list, atau hal-hal yang bisa langsung diukur kinerjanya selain sifatnya sebagai landasan untuk 5 tahun mendatang.

Menkes mencatat beberapa tantangan yang perlu dihadapi dan dicarikan solusinya. Setidaknya ada 10 tantangan yang mengemuka, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih belum menggembirakan yaitu urutan 111 dari 182 negara. Disparitas hasil pembangunan kesehatan antar urban dan rural, daerah, tingkat

ekonomi. Penyakit double burden khususnya new-emerging diseases yang berpotensi wabah. Masih tingginya angka kematian ibu (AKI) & angka kematian bayi (AKB), Gizi Buruk ke arah Stunting, pencapaian perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) baru 38,7%, pemanfaatan Posyandu baru mencapai 78,3%, sejumlah daerah di Indonesia termasuk kawasan rawan bencana (ring of fire). Tantangan lain adalah, perlu meningkatkan distribusi tenaga kesehatan untuk daerah terpencil, tertinggal dan kepulauan, peningkatan kesehatan haji serta perluasan cakupan sasaran Jamkesmas.

Menurut Menkes, disparitas merupakan tantangan terberat karena wilayah Indonesia yang cukup luas, heterogen baik secara geografis, sosial, maupun budaya. Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan disparitas tersebut. “Contohnya kesehatan di Yogyakarta sudah sangat bagus tetapi di daerah

timur jomplang sekali,” kata Menkes. Tantangan berikutnya menurut Menkes adalah penyakit yang tergolong double burden atau multi burden. Indonesia masih memiliki penyakit-penyakit yang klasik seperti Malaria, walaupun di pulau Jawa kasus ini minim. TB masih tinggi di wilayah Timur sehingga perlu terobosan yang lebih tajam untuk menurunkannya. Selain itu, saat ini sudah terjadi pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular ke penyakit tidak menular seperti hipertensi, diabetes mellitus dan kanker. Kini timbul pula penyakit-penyakit yang disebabkan dampak era globalisasi, dimana transportasi sangat mudah sehingga penyakit dimana pun di dunia ini sangat besar kemungkinannya masuk ke Indonesia seperti SARS, H5N1 dan H1N1.

Tantangan lain adalah masih tingginya AKI dan AKB, serta gizi buruk ke arah Stunting. Permasalahan lain yang sifatnya bukan penyakit, seperti gizi adalah

(15)

Ragam

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom 1 keadaan yang tidak bisa diatasi

hanya dengan crash program yang sifatnya pemberian makanan tambahan saja. “AKI penurunannya sudah signifikan namun untuk AKB perlu upaya yang lebih keras sehingga angkanya bisa didesak turun,” papar Menkes.

Masalah gizi paling diderita oleh bayi dibawah satu tahun. Faktor yang berpengaruh dalam masalah ini adalah ketahanan pangan rumah tangga dalam memenuhi makanan yang bergizi, pola asuh dan penyakit. “Ada bayi dan Balita yang kena TB, anaknya jadi kurus. Dimasyarakat kita ada yang salah dengan pola asuh. Ada orang dari golongan menengah dan kaya juga mengalami masalah gizi,” jelas Menkes.

Menkes menambahkan, ada juga rumah tangga yang tidak biasa memberi sarapan bagi keluarga. Di desa, ibu-ibu baru memasak pukul 11 untuk suaminya di sawah. Anak-anak berangkat ke sekolah tidak memperoleh makan pagi padahal ini penting sekali. Padahal, dengan membiasakan sarapan dengan gizi seimbang yang baik, sudah 30 – 50% kecukupan dalam satu hari itu sudah terpenuhi.

Hasil riskesdas menunjukkan hanya 38,7% penduduk Indonesia yang berperilaku hidup bersih dan sehat. Menkes mencontohkan kebiasaan sikat gigi yang benar angkanya masih kurang dari 20%, itu artinya sikat giginya setelah makan dan sebelum tidur. Namun kebanyakan masyarakat umunya menyikat gigi saat bangun tidur, sementara setelah makan tidak sikat lagi.

Menkes menyebutkan,

pemanfaatan posyandu mencapai 78,3%. Upaya peningkatan kesehatan masyarakat pedesaan sebenarnya efektif dilakukan melalui pemantapan Posyandu dan Bidan Desa. Di Posyandu dapat dilakukan

upaya promotif dan preventif dengan pendataan ibu hamil dan penyediaan Buku KIA bagi ibu hamil baru serta penanganan kasus gizi buruk oleh kader Posyandu dimulai dengan 6.000 kasus.

Masalah lain adalah

meningkatkan distribusi tenaga kesehatan daerah terpencil, perbatasan, kepulauan tertinggal, serta meningkatkan kesehatan haji dan memperluas sasaran Jamkesmas.

Khusus untuk program

Jamkesmas Menkes akan membuat mekanisme baru dimana seorang warga negara harus bertanggung jawab terhadap kesehatannya sendiri. Artinya jika seseorang tidak peduli dengan dirinya sendiri, maka jangan mengharapkan orang lain untuk peduli. “Itu yang akan kita tekankan pada orang memaknai hidup sehat,” tegas Menkes.

Menkes juga mendorong agar dokter tidak hanya sifatnya mengobati. Dokter dan RS harus mengupayakan kesehatan masyarakat di sekitarnya. Menkes mengaku malu bila mendatangi RS besar, teknologinya canggih, namun angka kematiannya tinggi, lingkungan sekitarnya kumuh. “Dokter juga mesti ada program sosial, pediatric sosial, obstretri sosial, pulmonologi sosial yang sifatnya keluar,” terang Menkes.

Menkes mengakui kelemahan pelayanan kesehatan selama ini adalah akibat kurangnya pengawasan. Oleh karena itu, Depkes mempunyai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Dengan menempatkan sebanyak mungkin PPNS untuk melakukan penilaian dan pengawasan terhadap program pembangunan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditentukan, maka akan bisa terpantau apakah pelayanan itu sudah

mencapai suatu standar yang optimal atau tidak. Dengan mengoptimalkan PPNS, kasus-kasus yang berkaitan dengan masyarakat akan berkurang. PPNS tidak saja hanya di RS tetapi juga di hotel-hotel untuk melihat apakah hotel tersebut sudah punyai tenaga sanitasi dan sudah mempraktekkan gizi yang baik.

(16)

Ragam

1 Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

Pelayanan Kesehatan Haji

Lebih Baik

P

enilaian bahwa pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Haji tahun 2009 di Arafah, Musdalifah dan Mina cukup baik karena untuk pertama kalinya tahun ini diberikan fasilitas kesehatan secara lengkap, berupa: klinik misi haji di Arafah dan Mina, tenaga kesehatan, ambulans, obat dan sarana penunjang kesehatan lain, sehingga semua jamaah sakit dapat dilayani dengan baik. Disamping itu, tim kesehatan juga telah mensyafari wukufkan 125 orang jamaah sakit tanpa kendala yang berarti dan jumlah kematian jamaah pada Armina 26 orang lebih kecil dibanding tahun 2008 sebanyak 57 orang. Pelaksanaan safari wukuf tersebut melibatkan 10 dokter dan 27 perawat kesehatan, dengan menggunakan 16 buah ambulan, 2 buah Bus dan 2 buah coaster ( sejenis

mentromini).

Pada periode Armina musim haji tahun ini, kunjungan rawat jalan 11.202 kasus dengan penyakit terbanyak Nasofaringitis akut (38,21%). Kunjungan rawat inap 180 orang, 130 orang di rawat di BPHI dan 50 orang di RS Arab Saudi.

Berdasarkan dari pengalaman tahun lalu, akibat kelelahan, kematian akan mulai meningkat setelah/ pasca Armina. Oleh karena itu, sistem kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa, visitasi dokter kloter terhadap jamaah telah ditingkatkan, sehingga deteksi dini dan respon cepat telah dilakukan guna mengurangi angka kesakitan dan kematian.

Untuk menilai kondisi pelayanan kesehatan bagi jamaah haji, tim pengawasan dan pengendalian

(Wasdal) telah melakukan peninjauan, pengawasan dan pengendalian di klinik kesehatan misi haji di Arafah dan Mina yang dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Depkes dr. Safi’i Ahmad, MPH.

Disamping itu, dapat dilihat dari tingkat total jamaah haji meninggal tahun ini sampai tanggal 20 Desember 2009 sebanyak 291 orang lebih rendah dibanding tahun 2008 sebanyak 454 orang. Kecilnya angka kematian jamaah haji tahun ini dapat mengindikasikan semakin baiknya koordinasi dan pelayanan kesehatan kepada para jamaah. Hal ini merupakan keberhasilan bersama dari semua pihak terkait, baik dari kesadaran jamaah dan pemerintah Indonesia.

Sejak awal, Departemen Kesehatan telah berusaha meningkatkan mutu pelayanan

(17)

Ragam

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom 1 melalui perekrutan tenaga

kesehatan kesehatan secara transparan dan profesional, penyediaan kebutuhan obat sesuai dengan formularium yang telah ditetapkan dan penyiapan sarana penunjang pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan.

Tahun ini pula Depkes telah mendirikan Balai pengobatan Haji Indonesia (BPHI) di Makkah yang cukup representative. Balai ini menjadi pusat pelayanan kesehatan haji di Arab Saudi. Depkes telah menyewa gedung 9 lantai di kawasan Holidiyah Makkah Arab Saudi. Balai ini mampu memberi pelayanan kesehatan kepada jamaah haji Indonesia secara optimal. Sebab BPHI ini dilengkapi dengan sarana pelayanan kesehatan yang memadai, sekelas rumah sakit Tipe C di tanah air.

Untuk memudahkan mobilisasi tenaga kesehatan, seluruh tenaga kesehatan BPHI tinggal di BPHI dengan menggunakan sebagian ruang untuk tempat tinggal. Dengan demikian, BPHI dapat beroprasi selama 24 jam melayani rujukan jamaah haji dari seluruh BPHI sektor

maupun kloter.

Disamping itu, pelayanan kesehatan haji tahun ini didukung oleh ketersediaan obat yang mencukupi. Sehingga, sebagian besar jamaah yang berobat pada pelayanan kesehatan di tanah suci mendapat obat yang sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Sedangkan jamaah yang menderita penyakit khusus, mereka telah membawa obat sendiri dari tanah air.

Agar pelayanan kesehatan berjalan baik, maka pelayanan kesehatan kepada jamaah dilakukan secara berjenjang. Ketika ada keluhan dari jamaah, maka petugas kesehatan

kloter yang lebih terlebih dahulu memberikan pelayanan kesehatan. Apabila pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan kloter dianggap cukup, maka pasien tidak perlu di rujuk ke pelayanan kesehatan ke tingkat sektor. Sektor hanya memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang tidak dapat ditangani oleh tenaga kesehatan kloter, karena keterbatasan sarana pelayanan kesehatan yang ada. Demikian juga dengan BPHI Makkah, hanya menerima rujukan pasien jamaah haji yang tidak dapat ditangani oleh petugas kesehatan di sektor maupun kloter.npra

Penghargaan Kepada

Pahlawan Pembangunan Kesehatan

D

alam rangkaian peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-45, Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr. PH, memberikan penghargaan kepada institusi dan Individu yang telah mendukung, berkontribusi nyata, dan berprestasi dalam pembangunan kesehatan. Penghargaan ini sebagai salah

satu wujud apresiasi pimpinan Departemen Kesehatan kepada institusi dan perorangan yang telah memberikan sumbangan nyata dalam meningkatkan pembangunan kesehatan di Indonesia.

Menurut Menkes, keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, akan tetapi dipengaruhi juga dari hasil kerja serta kontribusi positif sektor

(18)

Ragam

1 Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009 lain di luar kesehatan. Dengan demikian, dukungan dan peran serta masyarakat baik perorangan maupun instansi/lembaga sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan kesehatan.

Penghargaan yang diberikan berupa, Ksatria Bakti Husada, diberikan kepada individu yang dengan sukarela telah menyumbangkan tenaga, pikiran dan pengetahuannya didalam mengembangkan program kesehatan. Darma baktinya telah dapat dirasakan dan sangat

bermanfaat bagi masyarakat, bangsa dan Negara. Penerima penghargaan Ksatria Bakti Husada tahun 2009 berjumlah 16 orang.

Tanda Penghargaan Manggala Karya Bakti Husada diberikan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, 31 Tim Penggerak PKK Kabupaten/ Kota dengan perkembangan Posyandu Purnama dan Mandiri diatas 60% dan yang berhasil mengembangkan kegiatan inovatif dan berbasis masyarakat untuk meningkatkan Lingkungan Sehat.

Selain itu, Menkes juga memberikan penghargaan Swasti Shaba kepada 35 pemerintah Kabupaten/Kota yang telah

berhasil dalam memberdayakan masyarakat dan swasta mewujudkan penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat. Tanda Penghargaan juga diberikan kepada Dosen Berprestasi pada Institusi pendidikan sebagai hasil penilaian dari Badan PPSDM dan Peneliti Teladan sebagai hasil penilaian Badan Litbangkes.

Sebagai upaya meningkatkan kualitas dan jangkauan informasi kesehatan, Menkes memberikan penghargaan untuk pemenang kompetisi jurnalistik kepada Aries Kelana dari Majalah GATRA dengan judul tulisan “Jejak Kaki Gajah di Tangerang” sebagai juara I; wartawan Republika Ferry Kisihandi dengan judul tulisan “Flu Babi Dekati Pandemi” sebagai juara II; dan Heru Triono, wartawan Koran Tempo, dengan judul berita “Penyakit Menular yang Tidak Menular” sebagai juara III.

Penghargaan juga diberikan kepada pemenang Lomba Poster Obat Generik untuk pelajar, yaitu Agustan, Faisal Samsyudin dan Faisal UA sebagai juara I – III. Sedangkan harapan I s/d III jatuh pada

Annastasia Melisse Putri, Sabrina Yula Amelia dan Wardana Saputra.

Menciptakan Sumberdaya

Kesehatan yang bermutu tinggi dan profesional membutuhkan motivasi, dedikasi dan loyalitas Widyaiswara. Untuk itulah Menkes memberikan penghargaan kepada Widyaiswara berprestasi nasional yaitu Dr. Suparman, M.Si, M.Kes dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan Ciloto sebagai juara I; H. Alam Pamilihan Harahap, SKM dari Balai Pelatihan Kesehatan Nasional Lemahabang sebagai juara II; dan juara III Dr. Drs. Setiyono, MBA, M.Kes, M.Pd. dari Balai Besar Pelatihan Kesehatan Jakarta.

Menkes juga memberikan penghargaan kepada Perpustakaan terbaik di sektor Kesehatan. Untuk kategori Perpus RS Vertikal Depkes, Puslitbangkes dan Balai Pelatihan Kesehatan dimenangkan oleh Perpustakaan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Sistem Kebijakan Kesehatan, Surabaya sebagai juara I; Perpustakaan RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta; dan Perpustakaan Puslitbang Gizi dan Makanan Bogor sebagai juara III. Sedangkan untuk kategori perpustakaan Politeknik Kesehatan peringkat I dimenangkan oleh Politeknik Yogyakarta; peringkat II oleh Politeknik Palangkaraya; dan peringkat III oleh Politeknik Malang. ngi

(19)

Media Utama

No.XX/OKTOBER/2009Mediakom 1

Media

utama

Program Seratus Hari

Departemen Kesehatan

Inilah program permulaan dari rencana kerja tahunan

dan lima tahunan Departemen Kesehatan. Ada tiga garis

besar yang menjadi acuan; yaitu

“change and continuity;

debotlenecking, acceleration, and enhancement;

serta

unity,

together we can”

untuk mencapai pembangunan kesehatan.

E

mpat pilar yang menjadi fokus program 100 hari Departemen Kesehatan, yaitu; meningkatkan pembiayaan kesehatan dengan memberi Jaminan Kesehatan Masyarakat, meningkatkan kesehatan masyarakat untuk mempercepat

pencapaian target MDGs, mengendalikan penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencanadan peningkatan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil,

tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) secara berkesinambungan.

(20)

Media Utama

0 Mediakom No.XX/OKTOBER/2009

jaminan kesehatan kepada anggota TNI/POLRI dan keluarganya di DTPK ( Daerah Terpencil, Tertinggal dan Kepulauan); peningkatan mutu melalui pemantapan Indonesia Diagnosis Related Group (INA-DRG) atau sistem pembayaran rumah sakit berdasarkan kelompok penyakit rawat inap di seluruh RS pemerintah; peningkatan manajemen melalui pelunasan semua tagihan Jamkesmas tahun 2009 di rumah sakit , dan penyusunan roadmap 2010-2014 menuju Jaminan Kesehatan Semesta.

Sementara itu, untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs), akan dicapai melalui pemantapan fungsi Posyandu, penempatan Bidan di desa, dan KB-Kesehatan Reproduksi.

Departemen Kesehatan akan melakukan pendataan Ibu Hamil dan penyediaan Buku KIA bagi Ibu Hamil baru, untuk mencapai 60.000 desa. Selain itu, dilakukan peningkatan advokasi tentang gizi untuk para pengambil keputusan di luar bidang kesehatan. Untuk itu akan disusun buku saku untuk pengambil keputusan. Pemerintah juga akan memberikan biaya operasional untuk 240.000 Posyandu untuk bulan November-Desember 2009.

Dilakukan pencanangan

Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita, khusus untuk laki-laki dan perempuan, sehingga berat badan balita akan terukur secara lebih cermat. Tidak ketinggalan diadakan penanganan kasus gizi buruk oleh kader Posyandu dimulai dengan 6.000 kasus. Akan ditingkatkan pencarian secara aktif oleh para kader Posyandu untuk menemukan balita gizi kurang dan buruk (sesuai data Riskesdas 2007), dan selanjutnya melaporkan ke Puskesmas untuk dilakukan tindak lanjut. Balita gizi buruk yang ditemukan akan mendapatkan perawatan khusus.

Dalam 100 hari ini juga dilakukan pengembangan model registrasi kematian di delapan kota, yang merupakan upaya pengembangan yang sebelumnya hanya mencakup empat kota, sehingga akan diperoleh data yang dapat dimanfaatkan untuk penyusunan kebijakan dan perencanaan lebih baik. Terkait dengan hal itu, juga akan ada peningkatan upaya kesehatan sekolah (UKS) oleh Puskesmas untuk meningkatkan kesehatan anak.

Hal penting yang akan dilakukan untuk mencapai target MDGs, yaitu pemenuhan pengadaan sarana air minum 1.379 desa dan sanitasi di 61 lokasi, penetapan pembatasan Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Generik Berlogo (OGB) dan

revitalisasi Permenkes tentang kewajiban menuliskan resep dan atau menggunakan obat generik di sarana pelayanan kesehatan pemerintah.

Terkait pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana telah direncanakan kegiatan penanggulangan HIV/ AIDS. Pengamanan dan penyediaan Anti Retroviral Virus (ARV) untuk 16.000 Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA); Penyediaan reagent HIV untuk pengamanan darah (950.000 tes), survailans (200.000 tes) dan diagnostik (1.000.000 tes) dan pengembangan Pusat pengobatan TB dan HIV di Provinsi Papua.

Selain AIDS, dilakukan penanggulangan penyakit TB. Dipastikan terjaminnya ketersediaan Obat Anti TB (OAT) di fasilitas kesehatan pemerintah dan tersedianya pusat pelayanan TB Multi Drug Resistant (MDR), penanggulangan Malaria melalui: penemuan dan pengobatan 300.000 penderita malaria, distribusi 2,5 juta kelambu, screening 450.000 ibu hamil untuk perlindungan terhadap malaria, pos malaria terintegrasi dengan Desa Siaga, dan konversi angka malaria indeks menjadi Parasite Index di Jawa-Bali.

Peningkatan Universal Child Immunization (UCI) di seluruh desa di pulau Jawa menjadi prioritas pemerintah. Peningkatan pengawasan obat dan makanan, melalui: peningkatan pengawasan obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan serta layanan satu atap untuk regrestasi obat dan makanan impor. Masih terkait dengan penanganan kesehatan, beroperasinya Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) baru di Makkah Arab Saudi untuk memantapkan pelayanan kesehatan mulai dari musim haji tahun 2009.

Dalam seratus hari ini, Pemerintah juga memperhatikan potensi bencana. Oleh karena itu, dilakukan

(21)

Media Utama

No.XX/OKTOBER/2009Mediakom 1 program penanggulangan bencana,

jika terjadi bencana. Setelah itu dilakukan screening balita risiko gizi buruk pasca bencana dan penguatan logistik di 9 pusat regional dan 2 sub regional.

Untuk meningkatkan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) secara berkesinambungan, perlu adanya Permenkes tentang Praktik tenaga kesehatan (perawat dan bidan) di DTPK. Serta tersedianya Peraturan/Kepmenkes tentang pemberian insentif bagi tenaga

kesehatan strategis, seperti; dokter, perawat, bidan, sarjana kesehatan masyarakat, sanitarian, ahli gizi, asisten apoteker dan analis.

Dalam program ini juga mencanangkan terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis (perawat, bidan, sanitarian, gizi, analis kesehatan, asisten apoteker) sebanyak 131 orang di 35 Puskesmas dari 101 Puskesmas DTPK.

Untuk mendukung empat pilar tersebut, diperlukan dukungan manajemen dalam meningkatan pelayanan kesehatan melalui: peningkatan Good Governance, terutama dalam menghilangkan

hambatan untuk pencairan dana dekonsentrasi, mengaplikasikan reformasi birokrasi, menyelesaikan Rencana Strategis Departemen Kesehatan tahun 2010-2014 dan rencana aksi untuk membuat landasan hukum untuk implementasi 4 Undang-Undang yang berkaitan dengan kesehatan yang sudah mendapat persetujuan DPR-RI.

Memang, keberhasilan pembangunan kesehatan selama ini cukup menggembirakan, namun menuju 5 tahun ke depan (2010-2014), pembangunan kesehatan perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat bahwa Indonesia untuk mencapai dua sasaran besar yaitu pencapaian MDGs dan Jaminan Kesehatan Semesta (universal coverage). Perlu dilakukan berbagai upaya lanjutan dan terobosan untuk mencapai dua sasaran besar ini.

Pembangunan kesehatan memerlukan reformasi, dengan mengubah paradigma masyarakat terhadap kesehatan. Bapak Presiden menekankan perlunya paradigma baru, yaitu “paradigma meningkatkan kesehatan masyarakat, atau sehat itu indah, sehat itu gratis, dalam arti bagi yang tidak mampu, saudara kita yang miskin, sangat miskin, kita dorong untuk sehat dan kemudian tidak harus berobat. Itu adalah reformasi kesehatan yang rencana pastinya (Roadmapnya) harus jadi pada 100 hari pertama ini”.

Pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, disamping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat (public health) dilakukan dengan penekanan untuk hidup sehat bukan untuk berobat, dengan meningkatkan pencegahan penyakit, menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini.npra

dr.Ribka Tjiptaning (kedua dari kiri) didampingi para Wakil Ketua Komisi IX DPR.RI saat memimpin Raker dengan Menkes membahas program 100 hari Depkes dan Masalah aktual bidang kesehatan.

(22)

Media Utama

Mediakom No.XX/OKTOBER/2009

D

epartemen Kesehatan melakukan reformasi Kesehatan Masyarakat dengan cara

membagi menjadi dua program kerja. Pertama, melakukan terobosan yang mempunyai daya ungkit tinggi dalam pembangunan kesehatan; dan kedua, menjalankan program yang merupakan dasar untuk pelaksanaan program 1-5 tahunan.

Tujuan reformasi kesehatan masyarakat adalah adanya

perubahan paradigma dari “Berobat

Gratis” menjadi “Sehat Itu Indah dan Sehat Itu Gratis”. Kampanye ini dilakukakan secara komprehensif, sinergis, dan integratif, melalui peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, peningkatan kesehatan masyarakat, dengan fokus pada preventif dan promotif, penanggulangan penyakit,

peningkatan sumber daya manusia kesehatan terutama Daerah

Terpencil Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).

Sebagai sasaran Program 100 Hari

Bidang Kesehatan meliputi: seluruh rakyat miskin, seluruh wilayah Indonesia, seluruh jajaran kesehatan, lintas sektor, swasta, dan segenap komponen masyarakat untuk ikut berperan baik di Pusat maupun daerah. Dan dalam menerjemahkan isu pokok bidang kesehatan, telah dibuat 12 rencana aksi dan telah dilakukan identifikasi sumber daya untuk mendukung Program 100 Hari Bidang Kesehatan.

Berikut adalah empat program utama yang akan dijalankan Departemen kesehatan:

Empat Program,

Satu Tujuan

Kabinet Indonesi Bersatu II yang dipimpin oleh Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono menetapkan 11 prioritas Nasional yang

harus dilaksanakan dan didukung oleh seluruh Menteri. Prioritas

–prioritas itu kemudian dijabarkan dalam 15 program unggulan

Presiden yang akan menjadi Road Map dalam pembangunan

nasional 5 tahun ke depan. Reformasi Kesehatan Masyarakat seperti

apakah yang merupakan tugas Kementerian Kesehatan?

1. Pemberantasan Mafia Hukum 2. Revitalisasi Industri Pertahanan 3. Penanggulangan Terorisme

4. Peningkatan Daya Listrik di seluruh Indonesia 5. Peningkatan Produksi dan Ketahanan Pangan 6. Revitalisasi Pabrik Pupuk dan Gula

7. Penyempurnaan Peraturan Agraria dan Tata Ruang 8. Pembangunan Infrastruktur

9. Penyediaan dana penjaminan Rp 2 triliyun per

tahun untuk Kredit Usaha Kecil Mengenah 10. Penetapan Skema Pembiayaan dan Investasi 11. Perumusan Kontribusi Indonesia dalam Isu

Peruba-han Iklim dan Lingkungan 12. Reformasi Kesehatan Masyarakat

13. Penyelarasan antara Pendidikan dan Dunia Kerja 14. Kesiapsiagaan Penanggulangan Bencana 15. Sinergi antara Pusat dan Daerah

(23)

Media Utama

No.XX/OKTOBER/2009Mediakom

1 Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat

1. Peningkatan pelayanan kepada 76,4 juta penduduk miskin dan hampir miskin dalam sistem jaminan kesehatan dengan dana sebesar Rp 4,6 triliun

2 Peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGs

2. Meningkatkan kesehatan masyarakat pedesaan terutama melalui pemantapan fungsi Posyandu, Bidan di desa, dan KB-Kespro bidang promotif dan preventif:

a. Pendataan ibu hamil (Bumil) dan penyediaan Buku KIA bagi Bumil baru untuk mencapai 60.000 desa.

b. Peningkatan advokasi tentang gizi untuk pengambil keputusan di luar bidang kesehatan. c. Pemberian biaya operasional 240.000 Posyandu

d. Pencanangan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita, khusus untuk laki-laki dan perempuan e. Penemuan kasus gizi buruk oleh kader Posyandu mulai dgn 6.000 kasus.

f. Pengembangan model registrasi kematian di 8 provinsi g. Meningkatkan upaya kesehatan sekolah (UKS) oleh Puskesmas

3. Revitalisasi Permenkes tentang kewajiban menuliskan resep dan menggunakan obat generik di sarana pelayanan kesehatan Pemerintah, melalui pelatihan dan pemantapan

4. Penetapan Pembatasan Harga Eceran Tertinggi (HET) Obat Generik Berlogo (OGB).

3 Pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana

5. Penanggulangan HIV/AIDS:

a. Pengamanan dan penyediaan ARV untuk 16.000 ODHA; Penyediaan reagent HIV untuk pengamanan darah (960.000 tes), survailans (200.000 tes) dan diagnostik (1.000.000 tes); b. Pusat pengobatan TB HIV di Provinsi Papua.

6. Penanggulangan penyakit Tb: a. Tersedianya obat anti Tb (OAT)

b. Tersedianya pusat pelayanan Tb multi-drug resistant (MDR) 7. Penanggulangan Malaria:

a. Penemuan dan pengobatan 300.000 penderita malaria b. Distribusi 2,5 juta kelambu

c. Screening 450.000 ibu hamil untuk perlindungan terhadap malaria d. Pos malaria terintegrasi dengan Desa Siaga

8. Peningkatan Universal Child Immunization (UCI) di 5 provinsi Jawa (Jatim, Jateng, Jabar, Banten, DKI Jakarta).

9. Pengawasan obat dan makanan

a. Peningkatan pengawasan obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat melalui unit lab. Keliling

b. Peningkatan pelayanan publik dengan pelayanan satu atap untuk registrasi dan sertifikasi impor obat dan makanan

10. Operasionalisasi Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) baru di Makkah Arab Saudi. 11. Penanggulangan bencana:

a. Screening Balita berisiko gizi buruk pasca bencana; Pemulihan pelayanan kesehatan Puskesmas di daerah bencana Sumbar dan Jabar

b. Penguatan logistik di 9 pusat regional penanggulangan bencana (Medan, Makassar, Surabaya , Palembang, Denpasar, Manado, Banjarmasin, Jakarta, Semarang) dan 2 sub regional (Padang dan Jayapura)

(24)

Media Utama

Mediakom No.XX/OKTOBER/2009

Dalam program 100

hari Departemen

Kesehatan, Menkes

menyebutkan 4 isu

pokok yang menjadi

target utamanya,

yaitu peningkatan

pembiayaan untuk

memberikan jaminan

kesehatan masyarakat,

peningkatan kesehatan

masyarakat untuk

mempercepat target

MDGs, pengendalian

penyakit dan

penanggulangan

masalah kesehatan dan

akibat bencana serta

kesediaan pemerataan

dan kualitas tenaga

kesehatan terutama

di daerah terpencil,

tertinggal, perbatasan

dan kepulauan

(DTPK)

4 Peningkatkan ketersediaan, pemerataan dan kualitas tenaga kesehatan (nakes) terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK)

12. Peningkatan SDM kesehatan dalam jumlah, jenis, dan mutu terutama di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK)

a. Disusunnya Permenkes tentang Praktek Nakes (perawat dan bidan) di DTPK dan Peraturan/ Kepmenkes tentang Pemberian insentif strategis (dokter, perawat, bidan, Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM), sanitarian, ahli gizi, asisten apoteker dan analis)

b. Terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan strategis (perawat, bidan, sanitarian, gizi, analis kesehatan, asisten apoteker) sebanyak 131 orang di 35 Puskesmas dari 101 Puskesmas

Prof dr. ascobat Gani, MPH, Dr. PH

“Harus ada

Perubahan”

B

agaimana pendapat ahli mengenai program 100 hari Menkes tersebut, berikut wawancara Mediakom dengan Prof Dr Ascobat Gani MPH Dr. PH seorang ahli Kesehatan Masyarakat.

Tanggapan anda tentang 4 isu utama dalam program 100 hari Menkes?

(25)

Media Utama

No.XX/OKTOBER/2009Mediakom ikut keinginan stake holder. Memang

ada 4 isu utama, tetapi isu kesehatan lebih luas dari itu.

Program Jamkesmas masih sangat relevan, karena hampir semua negara di dunia melakukan reformasi pembiayaan yang arahnya ke social security, cuma definisinya yang masih diperdebatkan. Seperti apa yang dimaksud dengan

universal coverage, benefit package comprehensive, dan dimensi mutu. Ini harus hati-hati. Kalau kita terlalu general – Jamkesmas ini kan komprehensif – bisa bangkrut dari mana kita uangnya.

Definisi kita harus lengkap. Jika tidak, jangan berambisi hal itu akan dapat dicapai tahun 2014, karena tidak akan terbiayai. Jadi harus ada ukuran nasional sebagai tolok ukurnya.

Ukuran nasional seperti apa?

Paket minimum. Sebetulnya kita sudah atur dulu.

Bagaimana dengan penduduk yang bekerja di sektor non formal, apakah dapat dicakup dalam pogram Jamkesmas?

Mereka tidak miskin, memang ada beberapa yang miskin. Tapi kalau kita masukkan itu, apakah mau kita subsidi orang yang tidak miskin ini? Harusnya ya. Tapi uangnya ada tidak? Saat kita masukkan sektor non

formal, bagaimana fiscal capacity

nya. Harus bicara dengan Menteri Keuangan. Tidak hanya Depkes saja. Kalau cuma Depkes, itu hanya ambisi saja nanti tidak tercapai. Kalau ternyata fiscal capasity kita tidak sanggup, ya tunggu dulu lah. Pengalaman empiris di beberapa negara memang mentoknya disitu, di sektor non formal. Di negara kita banyak sekali sektor non formalnya, sopir angkot, tukang becak. Jadi menurut saya, kita realistis saja. Seperti Indonesia Sehat 2010. Sehat ngga kita hari ini, tahun depan kan belum tentu.

Bagaiman dengan isu kedua, mencapai target MDGs?

MDGs itu sebetulnya cetusan tekad Kepala Negara di dunia tahun 2000 ingin mengurangi kemiskinan sampai 50% dari keadaan tahun 2000 pada tahun 2015, bukan

Menteri Kesehatan. Jadi sebetulnya MDGs itu instrumen untuk poverty reduction. Tapi orang cenderung ini urusan kesehatan. Ya, kita terima kasih karena kesehatan merupakan instrumen untuk mengurangi kemiskinan. Kelaparan itu menyangkut produktivitas tenaga kerja. Kematian ibu, kematian bayi berkaitan dengan long term human capitalitas. Jadi kalau kematian ibu dan bayi kita tekan, nanti akan lahirlah bayi-bayi yang

Prof Ascobat, pribadi idealis yang tidak menilai sesuatu hanya dari sudut pandang “uang”. Sebagai ahli kesehatan masyarakat, maka kesehatan masyarakatlah yang melandasi setiap pemikirannya. Pemikiran Prof. Ascobat Gani “konon” kerap berseberangan dengan kebijakan pemerintah.

“Bukan berseberangan sesungguhnya, saya hanya meyakini apa yang benar sesuai dengan disiplin ilmu yang saya pelajari,” jelasnya.

Lahir di Takengon Aceh, 27 September 1946, semula bercita-cita menjadi dokter. Namun ketika remaja, keinginan itu padam. Yang tumbuh di dadanya adalah cita-cita untuk jadi combat warrior. Apalagi kehidupan masa kecilnya diwarnai perang saudara DI/TII – TNI.

Namun saat lulus SMA tahun 1964, ayah dua anak ini belum memenuhi syarat masuk Akademi Militer Nasional. Dia pun banting stir dan ikut test Perguruan Tinggi.

“Saya lebih tertarik masuk fakultas teknik daripada

kedokteran,” katanya. Tapi niatnya masuk fakultas teknik gagal, sebab keluarganya lebih berminat dirinya menggeluti dunia

kedokteran. “Jadilah saya dokter...” ucapnya.

sehat. Dengan mutu modal manusia yang baik nanti bisa mengangkat keluarganya.Kenapa TB, Malaria, HIV/AIDS masuk dalam target MDGs? Karena itu menggerogoti ekonomi rakyat.

Jadi MDGs bukan domain-nya kesehatan saja, tapi domain nasional. Makanya saya suka bercanda Depkes ganti nama saja menjadi Departemen Mengurangi

MDGs bukan domainnya kesehatan

saja, tapi domain nasional. Makanya

saya suka bercanda Depkes ganti

nama saja menjadi Departemen

(26)

Media Utama

Mediakom No.XX/OKTOBER/2009

Kemiskinan. Isu ke-2 ini muaranya adalah mengurangi kemiskinan.

Bagaimana dengan isu ketiga, mengurangi penyakit menular?

Penyakit menular masih endemik. Penyakit konvensional juga masih di sekitar kita seperti TB, Malaria, Diare, ISPA. Kemudian muncul penyakit baru seperti flu burung, H1N1, dan muncul lagi penyakit lama seperti frambosia, leptospirosis, patek, ini penyakit jaman baheula (dulu-red). Semua penyakit-penyakit ini harus ditanggulangi. Bencana dalam 10 tahun ini memang luar biasa

mulai dari Aceh, Yogya, Padang yang dampak kesehatannya besar. Isu ini relevan karena tahun-tahun ke depan kita mungkin masih mengalami itu.

Bagaimana dengan isu keempat, penyediaan tenaga kesehatan di daerah terpencil?

Kalau bisa ada Inpres khusus untuk tenaga kesehatan di daerah terpencil, misalnya 5 tahun dan diberi insentif seperti kesempatan untuk spesialis atau pindah ke kota besar. Inpres ini kan sentralistis. Karena daerah-daerah terpencil ini ada di kabupaten-kabupaten yang miskin. Dalam 100 hari ini bisa kita letakkan landasannya.

Tantangan apa yang dapat menghambat program ini?

Itulah yang saya sebut konteks. Bukan di masalah visi misi. Kita

ibaratkan ini pesawat. Tempat dia mendarat kita sebut konteks. Dari dulu kita tidak pernah benahi ini. Kita puas sudah punya visi, misi, rencana 5 tahun, tujuan kegiatan. Padahal peraturan-peraturan kita tidak memungkinkan uang kita cukup disitu. Itu yang tidak kita sentuh.

Jadi pertama, regulasi harus kita benahi. Kedua adalah konteks desentralisasi. Yang melaksanakan program-program ini siapa? Kan bukan Ibu Menkes tapi 496 Bupati/ Walikota. Oleh karena itu, kalau Depkes buat program ini tanpa ada advokasi, menggerakkan kerja

sama dengan daerah, ini tidak akan tercapai. Contoh, target Malaria di Ciamis, siapa yang berkuasa? Bupatinya kan. Nah Bupatinya terima tidak konsep ini. Konsep ketiga ini yang susah, politik. Mulai dari partai-partai, DPR. Kadang-kadang politik Pilkada menggratiskan pelayanan kesehatan. Konteks seperti ini tidak sesuai dengan kita. Kita mau ke jaminan kesehatan, mereka malah menggratiskan. Yang berikutnya adalah konteks pembiayaan. Anggaran telat turun. Betapa pun bagusnya ini kalau semua orang terima bulan Agustus-September kita bisa apa? Kusut itu.

Sebetulnya banyak konteks-konteks tadi domainnya di luar kesehatan. Coba lihat Malaria di Singkawang kan gara-gara tambang emas liar. Gali, gali, gali, lubang, lubang, lubang, nyamuk,nyamuk,nyamuk. Datang

orang kesehatan, di sana gali, gali, gali lagi.

Contoh lain. Makanan beracun, boraks, formalin. Itu di siapa? Di Departemen Perindustrian dong.

Kita menyatakan olah raga, tapi taman malah dibikin mall. Kalau menyusun visi misi, mudah. Ibarat kita siapkan pesawat terbang yang bagus tapi tidak punya landasan, ya tidak berani mendarat. Hilang, entah kemana. Lelah. Konsep yang disampaikan Depkes ini bagus. Tapi tim juga harus membuat terobosan untuk membenahi konteks tadi. Kalau tidak, sama dengan yang dulu-dulu.

Peluangnya seperti apa dalam 100 hari ini?

Peluangnya besar kalau

konteksnya kita benahi. Yang paling berat, regulasi. Untuk membenahinya pertama dari segi finansial itu bisa tidak diubah. Mengubah UU, DAU, DAK kan susah. Kedua bisa kita cari dengan Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dari mata anggaran yang sifatnya rutin. Vaksin, misalnya. Vaksin kita kan masih pakai tender-tender. Padahal vaksin kan tidak boleh tunggu tender. Buatlah seperti gaji. Jadi dalam mata anggaran rutin kita ada gaji, obat bahan, vaksin. Selain itu, dalam jangka panjang, definisi DAK (Dana Alokasi Khusus) diubah dalam peraturannya jadi boleh untuk biaya operasional. Celaka kalau fisik saja. Kasihan daerah nanti. Maka harus ada perubahan.npra/gi

Oleh karena itu, kalau Depkes buat program ini tanpa

ada advokasi, menggerakkan kerja sama dengan

(27)

No.XXI/DESEMBER/2009Mediakom

Kolom

P

erempuan mengalami masalah kesehatan reproduksi sejak remaja, masa hamil, melahirkan, menyusui, saat ber KB dan seterusnya. Di sisi lain, posisi perempuan seringkali amat lemah karena kurang memiliki pengaruh dalam pembuatan keputusan dan terbatasnya kekuasaan yang dimilikinya.

Dengan posisinya yang dilematis itu, kebanyakan isu tentang perempuan diberitakan sangat selektif pada stereotip perempuan dan peran tradisionalnya, serta berkaitan dengan hal-hal yang berbau sensasional. Pemberitaan tentang perempuan masih belum representatif kepada hal-hal yang mampu memberikan awareness, seperti menyadarkan masyarakat tentang hal yang diskriminatif, hak legal, isu kesehatan, pengangguran dan sebagainya.

Hal inilah yang patut dicermati bersama. Pendekatan politik menjadi sangat penting dalam mengatasi budaya patriarkhi. Dan ini merupakan salah satu pendekatan yang bisa dilakukan untuk di mulai dari level terendah yaitu lingkungan Pokja Perempuan, misalnya kelompok pengajian. Di tempat ini bisa diperoleh pendidikan politik yang paling mendasar. Misalnya tentang nilai-nilai kehidupan, bagaimana menjadi manusia yang mempunyai kecerdasan

sosial, kepekaan sosial, toleransi dsbnya. Secara umum pendidikan politik yang berlandasan etika, moral, dan nilai-nilai kehidupan adalah merupakan kerangka bagi pendidikan perempuan untuk berpolitik, sehingga kelak dapat menciptakan ruang politik bagi perempuan yang dapat mengoreksi praktik-praktik berpolitik yang tidak baik menjadi baik.

Politik mempunyai arti penting bagi Pembangunan Kesehatan. Semakin banyak perempuan yang terlibat didalam pengambilan keputusan penting, maka semakin banyak kepentingan kesehatan perempuan terakomodasi.

Mengapa dunia politik menjadi penting bagi perempuan? Sejak tahun 1990, UNDP (United Nations Development Program), melalui laporan berkalanya ”Human Development Report (HDR)” telah memperkenalkan indikator baru dalam menilai keberhasilan

pembangunan, yang selama ini hanya diukur dengan GDP. Indikator baru ini adalah Human Development Index (HDI), yaitu pembangunan kualitas manusia. Kemudian pada tahun 1995 diperkenalkan lagi indikator GDI (Gender Development Index), yaitu kesetaraan laki-laki perempuan dalam bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, serta Gender Empowerment Measure (GEM), yang mengukur kesetaraan dalam partisipasi publik. Pergeseran ini menegaskan bahwa

untuk memajukan perempuan diperlukan lebih dari sekedar mengintegrasikan mereka dalam pembangunan, tetapi yang utama sekali adalah melibatkan perempuan dalam penentuan kebijakan (decision-making process). Budaya patriarkhi adalah budaya yang mengutamakan peran laki-laki dalam mengatur kehidupan, hal ini merupakan salah satu faktor dasar yang meminggirkan perempuan, diantaranya dalam hal memperoleh kesempatan pendidikan, khususnya pendidikan politik.

Banyak sekali isu-isu kesehatan terkini yang bisa diangkat menjadi seperti isu politik, misalnya Angka kematian Ibu melahirkan yang masih tinggi, Anemia Ibu hamil, Wanita dengan penyakit menular HIV/ AIDS, Wanita dan Penyakit TBC. Semua masalah kesehatan ini hampir selalu terkait dengan hal-hal yang menyangkut seks dan gender. Selama ini ilmu kedokteran hanya melihat beberapa hal yang mempengaruhi kesehatan khususnya dari perbedaan biologis. Kebutuhan analisis gender yang paling utama dalam kesehatan adalah kesehatan reproduksi.

Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya.

Ketidaksetaraan gender dalam bidang kesehatan di atas, disebabkan

Gender dalam Dunia Kesehatan

dr. T. Rabitta Cherysse MPH*)

*) Widyaiswara Madya

(28)

Kolom

Mediakom No.XXI/DESEMBER/2009

karena sebagian besar petugas kesehatan kurang memahami pengertian tentang konsep gender sebagai salah satu faktor penting dalam mempengaruhi kesehatan seseorang. Walaupun istilah gender telah digunakan dalam pelayanan kesehatan, namun seringkali seks (jenis kelamin) diartikan sama dengan gender, hal ini disebabkan istilah gender belum dipahami secara luas.Hanya dengan mengerti berbagai perbedaan kebutuhan, dan konsekuensi pelayanan kesehatan terhadap laki-laki dan perempuan, petugas kesehatan dapat memberikan pelayanan yang lebih relevan dan sesuai bagi laki-laki dan perempuan. Dengan demikian, pelayanan kesehatan akan lebih efisien dan efektif.

Diskriminasi dalam pelayanan kesehatan masih terjadi secara eksplisit maupun implisit, dimana perempuan masih sulit mengakses pelayanan kesehatan karena pemberian surat miskin yang diberikan RT/RW setempat seringkali diskriminatif. Kepala keluarga yang selalu diasumsikan laki-laki menjadi salah satu hambatan terbesar bagi perempuan untuk mengakses Jamkesmas.

Penyebab lain dari ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender mudah dirasakan. Misalnya: ketidakberdayaan perempuan dalam mengambil keputusan tentang hal-hal yang menyangkut kesehatan dirinya sendiri. Begitu juga akses yang sangat kurang terhadap berbagai fasilitas kesehatan dan kurangnya kemampuan perempuan untuk memproteksi dirinya dari berbagai risiko kesehatannya.Hal ini disebabkan kesenjangan gender atau’gender gap’. Masalah ini masih diperberat dengan ketidaksiapan aparatur dilapangan, yaitu antara lain birokrasi yang diciptakan oleh aparat terhadap pelayanan pembuatan kartu jamkesmas dikelurahan serta pemberian kartu jamkesmas yang tidak tepat sasaran, sehingga masih banyak keluarga miskin belum mendapatkan haknya.

Seringkali masyarakat

memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran. Ideologi gender yang

membelenggu perempuan, masih diperdebatkan hingga sekarang. Membangun iklim demokrasi sebagai bagian pendidikan politik ditengah keluarga, sangat bergantung faktor budaya yang ikut menentukan kedudukan perempuan dalam sebuah perkawinan. Tidak mudah untuk menghilangkan pengaruh budaya patriarki ditengah-tengah keluarga, namun bukannya ini tidak bisa diatasi, tetapi memerlukan dukungan semua pihak, tidak terkecuali peran perempuan sebagai pembuat keputusan penting diberbagai bidang yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Mansour Fakih dalam bukunya Analisis Gender dan Transformasi Sosial mengidentifikasi ketidak adilan gender terhadap perempuan terjadi dalam beberapa bentuk: (1) terjadinya marginalisasi terhadap perempuan yang berkaitan dengan akses ekonomi; (2) terjadinya subordinasi terhadap perempuan yang berkaitan dengan politik, terutama menyangkut proses pengambilan keputusan dan pengendalian kekuasaan; (3) stereotipe terhadap perempuan sebagai bentuk penindasan ideologi dan kultural yang memojokkan posisi dan kondisi perempuan; (4) kekerasan terhadap perempuan, baik berupa invasi fisik maupun integritas mental psikologis; dan (5) beban kerja yang berlebihan bagi perempuan berkaitan dengan pembagian kerja domestik dan publik, seringkali menyebabkan perempuan memiliki jam kerja yang lebih panjang dan beban kerja yang lebih berat keti

Referensi

Dokumen terkait

In the second, cross-sectional and longitudinal studies in the growth of chimpanzee second metacarpal bone linear dimensions from individuals aged 0 to 43.6 years were used

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah menyampaikan Dokumen Penawaran dan Isian Kualifikasi untuk paket pekerjaan “Pembangunan Poskesdes Mekar Jaya Kec3. BTS Ulu

Gejala klinis yang parah dapat diikuti dengan rotasi dan menembusnya os phalanx III ke bagian sole (Stokes et al. Faktor penyebab terjadinya laminitis berdasarkan pemeriksaan

Dengan penuh sopan santun dan etika layaknya seorang ulama besar, Syaikh Ibnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi: “Wahai Sayyid, benarkah Anda berkata kepada

Markah penuh 15 markah Panduan pemarkahan bagi Soalan 4. ii) Jawapan hendaklah dalam ayat-ayat lengkap. Markah bahasa tidak boleh lebih daripada markah isi. viii)

Jenis atraktan lain selain ME tidak mampu menarik lalat buah hal ini dikarenakan kemungkinan karena tidak ada populasi lalat yang memerlukan atau tertarik senyawa hasil sintesis

Kemiringan lereng di Kecamatan Sukasada, dapat dilihat bahwa dari beragamnya kenampakan lereng yang ada di Kecamatan Sukasada yang tersebar di setiap

Kareakteristik Kedua teknik hybrid image watermarking DWT-SVD dan RDWT- SVD cukup robust,tapi pada teknik RDWT-SVD tingkat ekstraksi dari attacked image sedikit lebih