PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN
TAHUN 2014
TESIS
Oleh
SUZAN FHITRIANA PAKPAHAN 127032217/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN
TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUZAN FHITRIANA PAKPAHAN 127032217/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Suzan Fhitriana Pakpahan Nomor Induk Mahasiswa : 127032217
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Masyarakat
Mengetahui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. H.M. Joesof Simbolon, Sp.KJ(K) Ketua
(Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S) Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, MS)
Telah Diuji
Pada Tanggal : 14 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. H.M. Joesof Simbolon, Sp.KJ(K) Anggota : Dra. Lina Tarigan, Apt.M.S
PERNYATAAN
PENGARUH STRESSOR KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI SAR DI KANTOR SAR MEDAN
TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2014
ABSTRAK
Stressor kerja merupakan salah satu masalah yang timbul pada pegawai SAR Medan di Kantor Badan SAR Medan yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi yang buruk, iklim politik yang tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, frustasi dan lain sebagainya sehingga pada akhirnya job stressor dapat mempengaruhi kinerja pegawai SAR Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan pendekatan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, yaitu menganalisis pengaruh stressor kerja terhadap kinerja pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014 dengan menggunakan analisis Multivariat dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap 80 responden yang dipilih secara total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan Ada pengaruh signifikan secara parsial antara ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab dengan orang lain terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan. Variabel job stressor yang paling berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan adalah tanggungjawab dengan orang lain.
Kantor SAR Medan sebagai instansi harus memperhatikan faktor-faktor yang penyebab stress atau stressor kerja karena apabila stressor kerja dikelola dengan baik maka kinerja pegawai akan meningkat.
ABSTRACT
Job stressor is one of the problems that arise in the SAR field personnel in the Office of Search and Rescue Agency field caused by excessive workload, stress or time pressure, poor quality of supervision, the political climate of insecurity, inadequate authority to responsibilities, the difference between the value of the company and employees, frustrated and so forth so that in the end the job stressors can affect performance of SAR Medan employee.
This study aims to determine the effect of job stressors to employee performance in Badan SAR Medan 2014. This study is an analytical survey of the types of explanatory research approach that aims to explain the influence of these variables through hypothesis testing, which analyzes the effect of work stressors on employee performance Rescue Agency field 2014 using multivariate analysis with interviews using questionnaires to 80 respondents who selected a total sampling.
There results showed a significant influence partially between role ambiguity, role conflict, career development, quantitative excessive workload, qualitative excessive workload and responsibilities with others on the performance of employees in SAR Medan office. Job stressor variables that most affect the performance of employees in SAR Medan office is the responsibility with others.
SAR Medan Office as the agency must consider the factors that cause stress or stressors from work because of work stressors if managed properly, the performance of employees will increase.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis
ini dengan judul “Pengaruh Stressor Kerja terhadap Kinerja Pegawai SAR di
Kantor SAR Medan Tahun 2014”.
Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan
pendidikan Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih dan penghargaan kepada :
1. Prof. Dr . dr. Syahril Pasaribu, DTMH, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. HM. Joesoef Simbolon Sp.KJ(K), selaku dosen pembimbing I serta Dra.
Lina Tarigan Apt. M.S selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberi
perhatian, bimbingan dan dukungan dalam penyusunan tesis ini.
3. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes, selaku dosen penguji I serta dr. Halinda Sari Lubis,
M.K.K.K selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan arahan dan
4. Dr. Drs. Surya Utama, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengikuti pendidikan pada program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
5. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina selaku ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
6. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
7. Seluruh dosen dan staf di lingkungan Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Bapak Rochmali, S.E, selaku Kepala Kantor Badan SAR Medan yang telah
mendukung saya dalam melakukan penelitian ini.
9. Teristimewa buat keluargaku beserta anakku Safira Raudha Nur yang selalu
memberi doa, kasih sayang, motivasi dan berkorban baik moril maupun materil
kepada penulis.
10.Orang tuaku tercinta, Ayahanda Drs. H. Thamrin Pakpahan dan Ibunda Almh. Hj.
Khadijah Pohan yang telah memberikan kasih sayang selama ini.
11.Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Kiranya Allah SWT akan membalas semua kebaikan dan bantuan yang telah
penulis terima selama ini. Semoga Allah SWT melimpahkan berkat dan rahmat-Nya
bagi kita semua.
Akhirnya Penulis menyadari atas segala keterbatasan dan kekurangan, untuk
itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan
tesis ini dengan penuh harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, Agustus 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Suzan Fhitriana Pakpahan dilahirkan pada tanggal 13 September 1978 di
Balimbingan Sumatera Utara beragama Islam. Anak ke 4 (empat) dari 5 (lima)
bersaudara, dari pasangan ayahanda Drs. H. Thamrin Pakpahan dan ibunda Almh. Hj.
Hadijah Pohan. Menikah dan dikaruniai 1 (Satu) orang putri, yaitu Safira Raudha
Nur.
Pendidikan dimulai dari Sekolah Dasar tahun 1985–1990 di SD
Muhammadiyah 03 Medan, tahun 1990–1993 pendidikan di Madrasah Tsanawiyah
Pondok Pesantren Al-Kaustar Al-Akbar Medan, tahun 1993–1996 pendidikan di
Madrasah Muallimat Muhammadiyah Jogjakarta, tahun 1996–2003 pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan.
Tahun 2004–2009 bekerja sebagai pegawai di Rumah Sakit Rumkit Tingkat 1
Medan dan tahun 2006-sekarang bekerja sebagai pegawai di RS. H. Adam Malik
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 10
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Hipotesis ... 10
1.5 Manfaat Penelitian ... 10
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11
2.1 Stressor Kerja ... 11
2.1.1 Definisi Stressor Kerja ... 11
2.1.2 Kategori-kategori Stres Kerja ... 16
2.1.3 Sumber Stres (Stresor) Kerja ... 19
2.1.4 Aspel-Aspek Stres Kerja ... 27
2.1.5 Gejala Stres Kerja ... 34
2.1.6 Dampak Stres Kerja ... 37
2.1.7 Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres ... 42
2.2 Kinerja ... 46
2.2.1. Definisi Kinerja ... 46
2.2.2. Kinerja Individu dan Kinerja Organisasi (Individual and Organization Performance)... 51
2.2.3. Penilaian Kinerja Karyawan ... 52
2.2.4. Faktor-faktor Kinerja yang dinilai ... 52
2.2.5. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan ... 54
2.3 Pengaruh Stessor terhadap Kinerja ... 55
2.4 Landasan Teori ... 56
2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 59
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 61
3.1 Jenis Penelitian ... 61
3.2.1. Lokasi Penelitan... 61
3.2.2. Waktu Penelitian ... 61
3.3 Populasi dan Sampel ... 62
3.3.1 Populasi ... 62
3.3.2 Sampel ... 62
3.4 Metode Pengumpulan Data... 62
3.4.1. Data Primer ... 62
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 63
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 64
3.5.1. Variabel Penelitian ... 64
3.5.2. Definisi Operasional ... 64
3.6. Metode Pengukuran ... 66
3.7. Metode Analisis Data ... 68
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 71
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 71
4.1.1 Sejarah ... 71
4.1.2 Visi dan Misi ... 72
4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi... 72
4.1.4 Sasaran dan Pengembangan BASARNAS ... 73
4.2 Hasil Penelitian ... 74
4.2.1 Analisis Univariat ... 74
4.2.2 Analisis Bivariat ... 86
4.2.3 Analisis Multivariat ... 87
BAB 5. PEMBAHASAN ... 96
5.1 Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai ... 96
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 104
6.1. Kesimpulan ... 104
6.1. Saran ... 104
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Penanggulangan Stres Secara Individual dan Organisasi ... 43
4.1. Identitas Responden ... 75
4.2. Data Kuesioner Stressor Kerja (X) ... 76
4.3. Data Kuesioner Kinerja Pegawai (Y) ... 83
4.4. Hubungan Stressor Kerja dengan Kinerja Pegawai ... 87
4.5. Rgresi Linier Berganda ... 88
4.6. Hasil Uji Multikolinearitas ... 90
4.7. Hasil Uji T Ketaksaan Peran Terhadap Kinerja ... 92
4.8. Hasil Uji T Konflik Peran Terhadap Kinerja ... 92
4.9. Hasil Uji T Pengembangan Karir Terhadap Kinerja ... 92
4.10. Hasil Uji T Beban Kerja Berlebih Kuantitatif Terhadap Kinerja ... 93
4.11. Hasil Uji T Beban Kerja Berlebih Kualitatif Terhadap Kinerja ... 93
4.12. Hasil Uji T Tanggung Jawab dengan Orang Lain Terhadap Kinerja ... 94
4.13. Hasil Uji F Konflik Peran dan Tanggungjawab dengan Orang Lain Terhadap Kinerja ... 94
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Penyebab, Type dan Akibat dari Stres ... 12
2.2 Model Stres ... 31
2.3 Model Hubungan Stress dengan Kinerja ... 56
2.4 Teori Model Stresor dan Hasil ... 58
2.5 Kerangka Konsep Penelitian ... 59
4.1 Hasil Uji Normalitas ... 89
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 109
2. Tabel Master Data Penelitian ... 114
3. Output Hasil Penelitian ... 135
4. Dokumentasi Gambar Lingkungan Kerja Pegawai Kantor SAR Medan .... 172
5. Daftar Pegawai Kantor SAR Medan ... 176
6. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 107
ABSTRAK
Stressor kerja merupakan salah satu masalah yang timbul pada pegawai SAR Medan di Kantor Badan SAR Medan yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi yang buruk, iklim politik yang tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung jawab, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, frustasi dan lain sebagainya sehingga pada akhirnya job stressor dapat mempengaruhi kinerja pegawai SAR Medan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014. Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat analitik dengan pendekatan tipe explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis, yaitu menganalisis pengaruh stressor kerja terhadap kinerja pegawai Badan SAR Medan Tahun 2014 dengan menggunakan analisis Multivariat dengan wawancara menggunakan kuesioner terhadap 80 responden yang dipilih secara total sampling.
Hasil penelitian menunjukkan Ada pengaruh signifikan secara parsial antara ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab dengan orang lain terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan. Variabel job stressor yang paling berpengaruh terhadap kinerja pegawai di Kantor SAR Medan adalah tanggungjawab dengan orang lain.
Kantor SAR Medan sebagai instansi harus memperhatikan faktor-faktor yang penyebab stress atau stressor kerja karena apabila stressor kerja dikelola dengan baik maka kinerja pegawai akan meningkat.
ABSTRACT
Job stressor is one of the problems that arise in the SAR field personnel in the Office of Search and Rescue Agency field caused by excessive workload, stress or time pressure, poor quality of supervision, the political climate of insecurity, inadequate authority to responsibilities, the difference between the value of the company and employees, frustrated and so forth so that in the end the job stressors can affect performance of SAR Medan employee.
This study aims to determine the effect of job stressors to employee performance in Badan SAR Medan 2014. This study is an analytical survey of the types of explanatory research approach that aims to explain the influence of these variables through hypothesis testing, which analyzes the effect of work stressors on employee performance Rescue Agency field 2014 using multivariate analysis with interviews using questionnaires to 80 respondents who selected a total sampling.
There results showed a significant influence partially between role ambiguity, role conflict, career development, quantitative excessive workload, qualitative excessive workload and responsibilities with others on the performance of employees in SAR Medan office. Job stressor variables that most affect the performance of employees in SAR Medan office is the responsibility with others.
SAR Medan Office as the agency must consider the factors that cause stress or stressors from work because of work stressors if managed properly, the performance of employees will increase.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan
manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula
merupakan gangguan dan ancaman. Terjadinya gangguan kesehatan akibat
lingkungan kerja fisik yang buruk telah lama diketahui, juga telah pula dipahami
bahwa desain dan organisasi kerja yang tidak memadai seperti kecepatan dan beban
kerja yang berlebihan merupakan faktor-faktor lain yang dapat menimbulkan
gangguan kesehatan akibat kerja. Tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa
faktor-faktor penyebab gangguan kesehatan tersebut tidak murni faktor fisik tetapi
disertai juga unsur psikologis. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan angka
kejadian penyakit penyumbatan pembuluh darah jantung antara pekerja-pekerja
“kerah biru” (blue collar) dan “kerah putih” (white collar). Hal ini membuktikan
bahwa jenis pekerjaan menimbulkan gangguan kesehatan yang berbeda. (Fingret A,
2000).
Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan
banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja.
Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan perekonomian di
Indonesia yang belum stabil akibat badai krisis yang berkepanjangan juga sangat
berpotensi menimbulkan kecemasan. Dampak yang sangat merugikan dari adanya
gangguan kecemasan yang sering dialami oleh masyarakat dan angkatan kerja pada
khususnya disebut stres. Stres merupakan hasil reaksi emosi dan fisik akibat
kegagalan individu beradaptasi pada lingkungan. Stres terhadap kinerja dapat
berperan eustress dan distress, seperti dijelaskan pada ”hukum Yerkes Podson (1904)
yang menyatakan hubungan antara stres dengan kinerja seperti huruf U terbalik”
artinya semangat kerja diperlukan dalam pencapaian kinerja atau peningkatan kinerja
pegawai. (Mas’ud, 2002)
Hasil penelitian Labour Force Survey pada tahun 1990 menunjukkan 182.700
kasus stres akibat kerja di Inggris. Sedangkan pada tahun 1995 Survey Of Self
Reported Workrelated Ill Health (SWI) di Inggris menyatakan 500.000 individu yang
percaya bahwa dirinya menderita gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerjanya,
tetapi dari sejumlah ini hanya 216.000 yang sungguh-sungguh sakit. Dengan
mempertimbangkan perbedaan perbedaan metode penelitian, diperkirakan dari tahun
1990 sampai tahun 1995 terjadi peningkatan kasus stres akibat kerja kira-kira sebesar
30%. (Smith A. The Scale of Perceived Occupational Stress. Occup Med J 2000;
50:294-8). Penelitian lain pada tahun 1985 ditemukan kasus tuntutan hak asuransi
gangguan kesehatan akibat stres di tempat kerja sebesar 15% dari seluruh kasus
gangguan kesehatan akibat kerja dibandingkan hanya ditemukan 5% saja pada tahun
1979. (Marchand A, Demers A, Durand F., 2005)
Lebih menakjubkan lagi dari hasil “Survei Statistik Kesehatan di Australia
dari ditemukannya sebanyak 380 kasus tuntutan hak asuransi gangguan kesehatan
akibat stres di tempat kerja pada kurun waktu 1994 sampai 1995 dibandingkan
dengan ditemukan hanya 205 kasus pada kurun waktu 1993 sampai 1994. Pada survei
ini juga diyatakan bahwa pekerja laki-laki kehilangan kira-kira 50,8 hari kerja setiap
kasus tuntutan hak asuransi, sedang pekerja wanita kehilangan kira-kira 58,5 hari
kerja. Dengan demikian harus diakui bahwa stres akibat kerja merupakan masalah
kesehatan kerja yang penting, yang secara bermakna akan menyebabkan penurunan
produktivitas kerja. (Work Safe Western Australia and Work Cover WA, 1996).
Berdasarkan Job Stress Model dari National Institute For Occupational Safety
and Health (NIOSH), berbagai stresor di lingkungan kerja dapat menimbulkan reaksi
psikis, behavior dan fisiolgis yang dapat mempengaruhi kesehatan. Beberapa reaksi
psikis ringan yang dapat timbul akibat stres antara lain cemas, tegang, marah-marah,
gelisah, depresi dan menurunnya konsentrasi. Apabila hal ini terus dialami oleh
pekerja maka akan berdampak pada produktivitas pekerja dan kinerja perusahaan.
Stres kerja didefinisikan sebagai interaksi antara stimulus dan respons. Stres
sebagai stimulus adalah kekuatan atau dorongan terhadap individu yang
menimbulkan reaksi ketegangan atau menimbulkan perubahan-perubahan fisik
individu. Stres sebagai respons yaitu respons individu baik respons yang bersifat
fisiologis, psikologik terhadap stresor yang berasal dari lingkungan
(Gibson,dkk.,2006), sehingga mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan adaptif
ditengahi oleh perbedaan individual dan/atau proses psikologis, yaitu suatu
membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan pada seseorang
(Gibson,dkk.,2006).
Stres merupakan salah satu masalah yang mungkin timbul dalam perusahaan.
Hal tersebut bisa disebabkan adanya ketidakpuasan karyawan terhadap apa yang
diinginkan dan apa yang diharapkan dalam lingkungan kerja, bisa juga terjadi di luar
lingkungan kerja karyawan. Menurut Newstroom dan Davis (1993) stress bisa terjadi
karena faktor-faktor yang menyebabkannya, atau bisa juga disebut stressor. Menurut
Handoko (2001), stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi
emosi, proses berpikir, dan kondisi mental seseorang. Menurut Robbins (2003), ada
sejumlah kondisi yang menyebabkan stres bagi para karyawan yaitu beban kerja yang
berlebihan, tekanan atau desakan waktu, kualitas supervisi yang buruk, iklim politik
yang tidak aman, wewenang yang tidak memadai untuk melaksanakan tanggung
jawab, perbedaan antara nilai perusahaan dan karyawan, frustasi dan lain sebagainya.
Sumber stres yang dapat mempengaruhi kinerja yang terkait dengan faktor organisasi
antara lain tuntutan tugas, tuntutan peran dan tuntutan pribadi.
Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat mengubah
individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress (Emanuelsen & Rosenlicht,
1986). Sumber stressor dapat berasal dari subsistem biofisikal, psikososial atau
masyarakat. Stressor biofisik antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau
nutrisi yang buruk. Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang
rendah, masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan. Stressor ini
Bagaimana orang mengalami suatu stressor tergantung pada persepsinya tentang
stressor dan sumber kopingnya. Stress juga merupakan tambahan (additive). Jika
seseorang mendapat serangan stressor yang multipel, maka respon stress akan lebih
hebat.
Stressor kerja merupakan suatu peristiwa eksternal atau situasi yang secara
potensial membahayakan seseorang (Ivancevich, dkk, 2006). Selain itu stresor juga
merupakan penyebab stres dimana stres merupakan kondisi lingkungan tempat
tuntutan fisik dan emosional pada pekerja (Sopiah, 2008). Stresor kerja dapat timbul
dari lingkungan kerja ataupun dari luar lingkungan kerja. Stresor yang timbul dari
lingkungan kerja meliputi lingkungan fisik, stres karena peran atau tugas, penyebab
stres antar pribadi dan organisasi sedangkan stresor yang berasal dari luar lingkungan
kerja seperti keadaan ekonomi dan keluarga. Stresor yang terjadi dalam durasi yang
panjang akan mengakibatkan gangguan fisik dan emosional pada pekerja yang
mengarah kepada stres kerja (Ivancevich, dkk, 2006).
Pegawai di Kantor SAR Medan terdiri dari beberapa bagian yang saling
berhubungan, dan dari beberapa bagian tersebut terdapat banyak sekali
perbedaan-perbedaan yang ada dalam tempat kerja mulai dari pendapatan atau gaji, kondisi
kerja, mutu supervisi, tantangan tugas, sampai pada perbedaan jabatan yang tercakup
dalam kebutuhan-kebutuhan dasar manusia seperti yang dikemukakan menurut Teori
Maslow, dimana perbedaan-perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh adanya
Stressor kerja (Job stressor) merupakan salah satu masalah yang timbul pada
Pegawai di Kantor SAR Medan. Masalah yang dihadapi pegawai bisa bersifat
sementara atau jangka panjang, ringan, atau berat, tergantung seberapa besar
kekuatan dan kemampuan pegawai dalam menghadapinya. Apabila setiap persoalan
yang ada di tempat kerja dapat terselesaikan dengan baik, maka akan meningkatkan
kinerja pegawai, yang pada gilirannya akan dapat menimbulkan dampak positif bagi
Kantor SAR Medan dalam mengembangkan kinerjanya. Sebaliknya apabila
masalah-masalah tersebut tidak dapat terselesaikan dengan baik, maka akan dapat menurunkan
kinerja pegawai, karena masalah yang terjadi secara terus menerus dan dihadapi oleh
pegawai dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan sehingga akan dapat
menimbulkan dampak yang negatif. Bagi Pegawai SAR Medan di Kantor SAR
Medan, stressor merupakan variabel yang dominan menghambat kinerja para
pegawai.
Stressor dapat berupa faktor lingkungan. Lingkungan yang tidak mendukung
menyebabkan turunnya kinerja para pegawai, baik itu lingkungan dalam tempat kerja
(kantor) yaitu suasana kerja yang membosankan, lingkungan kerja yang tidak
nyaman, dan lingkungan kerja yang tidak mendukung pekerjaan sehari-hari pegawai.
Selain hal tersebut, lingkungan dari luar tempat kerja yaitu adanya desakan atau
tekanan dari luar yang tidak mendukung tujuan dan target kerja pegawai SAR Medan
di Kantor SAR Medan. Faktor-faktor penyebab stres (stressor) akan mengakibatkan
stres yang membebani tuntutan psikologis salah satunya akan berdampak pada
Sejalan dengan kondisi tersebut, maka Pegawai sebagai salah satu Lembaga
Non Kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan
dibidang pencarian dan pertolongan search and rescue (SAR) yang memiliki tugas
pokok melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan pengendalian potensi SAR
terhadap orang dan material yang hilang atau dikhawatirkan hilang atau menghadapi
bahaya dalam pelayaran dan/atau penerbangan, serta memberikan bantuan dalam
bencana dan musibah lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan
internasional dituntut untuk meningkatkan kemampuan profesionalisme dalam
bekerja, salah satunya adalah dengan memperhatikan faktor tenaga kerja.
Permasalahan yang dialami oleh tenaga kerja diantaranya stres kerja, penurunan
semangat kerja dan penurunan kinerja.
Pegawai/karyawan memiliki stressor kerja berupa beban kerja yang
berlebihan, keterdesakan waktu, bekerja lebih lama jika terjadi bencana alam, kondisi
lingkungan fisik yang kurang mendukung, pekerjaan yang menantang dan berisiko
terhadap keselamatan pekerja, hal ini memungkinkan pegawai terserang stres kerja.
Stres kerja yang dialami oleh pegawai seperti ketaksaan peran, konflik peran,
pengembangan karir, beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif
dan tanggungjawab dengan orang lain yang tidak sesuai ditakutkan berdampak buruk
bukan berdampak positif terhadap kinerja sehingga usaha pencapaian kinerja pegawai
di Kantor bisa terganggu.
Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan musibah pelayaran
pencarian dan pertolongan saat terjadinya bmusibah. Penanganan terhadap musibah
yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu pencarian (search) dan pertolongan
(rescue). Dalam melaksanakan tugas penanganan musibah pelayaran dan
penerbangan harus sejalan dengan International Maritim Organization (IMO) dan
International Civil Association Organization (ICAO). Kondisi Kantor SAR Medan
melalui pengamatan langsung diperoleh bahwa pegawai SAR pada kegiatan operasi
mengalami banyak adaptasi terhadap peraturan organisasi serta iklim kerja.
Karyawan dituntut untuk mampu melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan yang
telah ditetapkan serta mampu mewujudkan tujuan yang ingin dicapai. Tekanan pada
kondisi dan iklim kerja dapat menimbulkan stres kerja pegawai yang berdampak pada
menurunnya produktivitas kerja pegawai.
Perusahaan atau organisasi harus memiliki kinerja. Kinerja yang baik/tinggi
dapat membantu perusahaan atau organisasi memperoleh keuntungan sebaliknya, bila
kinerja turun dapat merugikan instansi/organisasi. Oleh karenanya kinerja pegawai
perlu memperoleh perhatian antara lain dengan jalan melaksanakan kajian berkaitan
dengan variabel stres kerja. Kinerja menunjukkan akuntabilitas lembaga pelayanan
dalam rangka tata pemerintah yang baik. Menurut Handoko (2001) kinerja adalah
prestasi kerja, yaitu proses yang dilalui dalam organisasi untuk mengevaluasi atau
menilai prestasi kerja pegawai. Penilaian kinerja berhubungan dengan pelaksanaan
kerja personel.
Pada dasarnya kinerja pegawai merupakan cara kerja pegawai dalam suatu
yang kinerjanya baik maka besar kemungkinan kinerja instansi tersebut juga baik,
sehingga dalam hal ini terdapat hubungan yang sangat erat antara kinerja pegawai
dengan kinerja diKantor SAR Medan. Berdasarkan fenomena yang ditemukan
dimasyarakat yang merasakan langsung dampak kinerja pegawai SAR yang dilihat
kurang baik yaitu masyarakat menyatakan bahwa pegawai atau petugas SAR selalu
datang terlambat dalam melakukan tindakan pertolongan terhadap bencana sehingga
masyarakat merasa tidak puas terhadap kinerja pegawai SAR. Namun berdasarkan
pengakuan salah seorang pegawai yang dimintai keterangan mengenai komplain
masyarakat tersebut pegawai SAR tersebut mengatakan bahwa banyak kendala yang
terjadi di dalam kantor SAR Medan maupun dilapangan yang tidak dimengerti oleh
masyarakat misalnya adanya tumpang tindih pekerjaan terhadap pegawai sehingga
adanya beban kerja yang berlebihan yang tidak sesuai bagi masing-masing pegawai
dan adanya pembagian tugas yang kurang jelas sebelum turun ke lokasi bencana.
Selain itu waktu kerja yang tidak teratur karena pekerjaan sebagai pegawai SAR
Medan terutama pegawai tim rescue yang bekerja langsung menangani bencana yang
tidak bisa diprediksi kapan terjadi dan selalu mendadak dan lama bekerja dilapangan
yang tidak bisa dipastikan kapan selesainya tergantung besar kecilnya keadaan
bencana yang membuat para pegawai yang bekerja harus terpisah lama dengan
keluarga. Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa pekerjaan pegawai SAR
Medan bahwa keselamatan dan kesehatan baik fisik maupun mental mereka dalam
bekerja, hal ini merupakan penyebab stres yang sering dialamai selama bekerja
sehingga tidak menutup kemungkinan berdampak terhadap kinerja pegawai SAR
Medan seperti halnya yang dikeluhkan oleh banyak masyarakat selama ini. Dengan
pendahuluan di Kantor SAR Medan maka peneliti tertarik untuk penelitian dengan
judul : “Pengaruh Stressor Kerja Terhadap Kinerja Pegawai SAR Di Kantor SAR
Medan Tahun 2014”.
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut : “Bagaimana Pengaruh Stresor Kerja Terhadap Kinerja
Pegawai di Kantor SAR Medan Tahun 2014?”.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengetahui Pengaruh Stressor Kerja Terhadap
Kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan Tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Stressor kerja yaitu ketaksaan peran, konflik peran, pengembangan karir,
beban kerja berlebih kuantitatif, beban kerja berlebih kualitatif dan tanggungjawab
dengan orang lain berpengaruh terhadap kinerja Pegawai SAR di Kantor SAR Medan
Tahun 2014
1.5. Manfaat Penelitian
1. Menjadi masukan bagi masyarakat untuk menambah wawasan dalam upaya
mengetahui stressor kerja dan pengaruhnya terhadap kinerja.
2. Menjadi masukan bagi Kantor SAR untuk mengetahui dan meminimal stressor
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Stressor Kerja
2.1.1. Definisi Stressor Kerja
Menurut Newstroom dan Davis (2003) stressor adalah faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya stres. Job stressor atau faktor-faktor yang sering
menimbulkan stres di tempat kerja antara lain:
1) Beban kerja yang berlebihan (work overload)
2) Tekanan atau desakan waktu (time pressure)
3) Kualitas supervisi yang jelek (poor quality of supervision)
4) Iklim politis yang tidak aman (insecure political climate)
5) Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai (lock of
recognition/reward)
6) Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab
(inadequate authority to match responsibilities)
7) Kemenduaan peranan (role ambiguity and conflict)
8) Frustasi (frustation)
9) Konflik antar pribadi dan antar kelompok (interpersonal conflict)
10)Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan (differences between
company and employee value)
Penyebab Tipe Akibat
Gambar 2.1. Penyebab, Tipe dan Akibat dari Stres menurut Randall S. Schuler diacu Davis dan Newstrom (1985)
Stressor adalah penyebab stres, yakni apa saja kondisi lingkungan tempat
tuntutan fisik dan emosional pada seseorang (Sopiah, 2008). Menurut Gibson, dkk
(2000) Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu ‘stringere’, yang
memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan sebuah
kondisi susah atau penderitaan yang menunjukkan paksaan, tekanan, ketegangan atau
usaha yang kuat, diutamakan ditunjukkan pada individual, organ individual atau
kekuatan mental seseorang.
Di lain pihak, stres karyawan juga dapat disebabkan masalah-masalah di luar
tempat kerja. Stressor dari kategori off the job ini antara lain: Stresor
organisasional
Stresor nonpekerjaan
Karyawan
Akibat dari organisasional dan personal yang kontruktif :
a. Jangka pendek b. Jangka panjang
Stres Negatif Stres Positif
Akibat dari organisasional dan personal yang destruktif :
1) Kekuatiran finansial
2) Masalah-masalah yang berkaitan dengan anak
3) Masalah-masalah fisik
4) Masalah-masalah perkawinan
5) Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal
6) Masalah-masalah pribadi lainnya
Menurut Ivancevich, dkk (2006) stresor yang diakibatkan peran seseorang
dalam menjalani suatu profesi tertentu. seperti kelebihan beban kerja, tanggung
jawab atas orang lain, perkembangan karier, kurangnya kohesi kelompok, dukungan
kelompok yang tidak memadai, struktur dan iklim organisasi, wilayah dalam
organisasi, karakteristik tugas, pengaruh kepemimpinan.
Menurut Dessler (1997) ada dua sumber utama dari stres pekerjaan yaitu
lingkungan dan personal. Faktor-faktor lingkungan yang dapat menyebabkan stres
pekerjaan mencakup jadwal kerja, irama kerja, jaminan pekerjaan, rute perjalanan
kerja, jumlah dan sifat pelanggan atau klien, kebisingan tempat kerja. Faktor-faktor
personal yang dapat mempengaruhi stres kerja yaitu tipe dari kepribadian seseorang.
Selain stres yang berasal dari pekerjaan stres juga dapat disebabkan oleh masalah
non-pekerjaan seperti perceraian.
Menurut Mangkunegara (2001) penyebab stres kerja, antara lain beban kerja
yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja yang mendesak, kualitas pengawasan kerja
yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang
dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja. Menurut Handoko (2001)
kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Meskipun stres dapat
diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stres karena
kombinasi stressors. Ada dua kategori penyebab stres, yaitu on-thejob dan
off-the-job.
Faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi stressor bagi karyawan
berasal dari lingkungan pekerjaannya seperti tekanan untuk menghindar dari berbuat
kesalahan, menyelesaikan tugas pada satu jangka waktu tertentu, beban tugas yang
terlalu berat, atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak menuntut, rekan sekerja
yang tidak mendukung. Dengan perkataan lain, faktor-faktor organisasional yang
dapat menjadi ”stressor” ialah:
1) Tuntutan tugas
2) Tuntutan peran
3) Tuntutan hubungan interpersonal,
4) Struktur organisasi
5) Kepemimpinan dan siklus hidup organisasi.
Faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang terjadi
atau tidak terjadi pada jam-jam di luar jam kerja seorang karyawan yang berpengaruh
pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan kekaryaaan seseorang. Terdapat
faktor-faktor yang bersifat individual yang menjadi stressor dalam kehidupan seseorang
seperti masalah-masalah keluarga, masalah-masalah ekonomi dan kepribadian
Menurut Siagian (2005) stres bersumber dari pekerjaan dan luar pekerjaan
seseorang. Berbagai hal yang dapat menjadi sumber stres yang berasal dari pekerjaan
dapat beraneka ragam seperti beban tugas yang terlalu berat, desakan waktu,
penyeliaan yang kurang baik, iklim kerja yang menimbulkan rasa tidak aman,
kurangnya informasi dari umpan balik tentang prestasi kerja seseorang,
ketidakseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab, ketidakjelasan peranan
karyawan dalam keseluruhan kegiatan organisasi, frustasi yang ditimbulkan oleh
intervensi pihak lain yang terlalu sering sehingga seseorang merasa terganggu
konsentrasinya, konflik antara karyawan dengan pihak lain di dalam dan di luar
kelompok kerjanya, perbedaan sistem nilai yang dianut oleh karyawan dan yang
dianut oleh organisasi dan perubahan yang terjadi, sehingga pada umumnya dapat
menimbulkan rasa ketidakpastian. Stres yang berasal dari lingkungan luar yang
dihadapi oleh seseorang, seperti masalah keuangan, perilaku negatif anak-anak,
kehidupan keluarga yang tidak atau kurang harmonis, pindah tempat tinggal, ada
anggota keluarga yang meninggal, kecelakaan, penyakit gawat dan perkembangan
teknologi adalah beberapa contoh penyebab stres
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan
bahwa stressor merupakan faktor yang menimbulkan stres pada karyawan, yang
disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian
karyawan dengan pekerjaan maupun lingkungannya. Hal ini dapat terjadi pada tiap
2.1.2. Kategori-kategori Stressor Kerja (Job Stressor)
Faktor-faktor di pekerjaan yang bisa menimbulkan stres (job stressor) dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu:
1) Stressor Lingkungan Fisik
Kondisi kerja tertentu dapat menghasilkan prestasi kerja yang optimal.
Disamping dampaknya terhadap prestasi kerja, kondisi kerja fisik memiliki dampak
juga terhadap kesehatan mental dan keselematan kerja seorang tenaga kerja. Menurut
Munandar (2001) kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh terhadap kondisi
psikologis diri seorang tenaga kerja. Ruangan kerja yang tidak nyaman, panas,
sirkulasi udara yang kurang memadai, berisik, tentu besar pengaruhnya terhadap
kenyamanan karyawan dalam bekerja (Jacinta, 2001).
2) Stressor Individu
A. Konflik peran (role conflict) : konflik peran dirasakan seseorang / individu ketika
memenuhi kepada satu deretan harapan tentang konflik pekerjaan dengan
memenuhi kepada satu deretan harapan lainnya (Gibson, 1992). Konflik peran
dapat timbul jika seseorang atau individu mengalami adanya pertentangan antara
tugas yang harus ia lakukan dengan tanggung jawab yang ia miliki,
tugas-tugas yang harus ia lakukan menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari
pekerjaannya, tuntutan-tuntutan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahan,
atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya, dan pertentangan nilai-nilai
(Munandar, 2001). Menurut Miles dan Perreault dalam Tobing (2007)
membedakan empat jenis konflik peran, yaitu:
a. Konflik peran pribadi : tenaga kerja ingin melakukan tugas berbeda yang
disarankan dalam uraian pekerjannya.
b. Konflik intrasender : tenaga kerja menerima penugasan tanpa memiliki
sumber daya yang cukup untuk dapat menyelesaikan tugas dengan berhasil.
c. Konflik intersender : tenaga kerja diminta berperilaku sedemikian rupa
sehingga ada orang merasa puas dengan hasilnya, sedangkan orang lain tidak.
d. Peran dengan beban berlebih : tenaga kerja mendapat penugasan kerja yang
terlalu banyak dan tidak dapat ditangani dengan efektif.
B. Ambiguitas peran (role ambiguity), adalah tidak adanya pengertian dari seseorang
tentang hak-hak khusus dan kewajiban-kewajiban mereka dalam mengerjakan
suatu pekerjaan (Gibson, 1992). Ambiguitas peran merupakan kondisi
ketidakpastian akibat dari seorang individu karena kurang mengerti dan
memahami mengenai prioritas harapan dan kriteria evaluasi yang diterapkan
organisasi kerjanya (Fakhrudin dan Asri, 2003). Menurut Everly dan Girdano
dalam Tobing (2007) faktor-faktor yang dapat menimbulkan ambiguitas peran
adalah:
a. Ketidakjelasan dari sasaran-sasaran atau tujuan kerja
b. Kesamaran tentang tanggung jawab
c. Ketidakjelasan tentang prosedur kerja
e. Kurang adanya informasi tentang balikan atau ketidakpastian tentang
penilaian pekerjaan.
Ambiguitas peran (role ambiguity) berpengaruh terhadap menurunnya
penggunaan keterampilan intelektual, pengetahuan, dan kepemimpinan
(Gibson, 1992).
C. Beban kerja berlebih (work overload), situasi yang menunjukkan tingkat dimana
tuntutan peran dan pekerjaan melebihi sumber daya individu dan organisasi
kerjanya, dan akibatnya karyawan tidak dapat menyelesaikan tugas pekerjaan
sesuai yang diharapkan (Fakhrudin dan Asri, 2003). Beban kerja berlebih
memiliki dua tipe yang berbeda, yaitu beban berlebih kualitatif terjadi jika
pekerjaan tersebut sangat kompleks dan sulit sehingga menyita kemampuan
teknis dan kognitif karyawan dan beban kerja kuantitatif jika banyaknya
pekerjaan yang ditargetkan melebihi kapasitas karyawan (Jacinta, 2001). Beban
berlebih secara tidak langsung bertanggung jawab terhadap menurunya kualitas
pengambilan keputusan, merusak hubungan antar pribadi dan meningkatnya
angka kecelakaan. Beban kerja berlebih berakibat pada lebih rendahnya
kepercayaan diri, menurunnya motivasi kerja, dan meningkatnya absensi
(Gibson, 1992).
D. Tidak ada control, stressor besar yang dialami oleh banyak karyawan adalah
tidak adanya pengendalian atas suatu situasi, langkah kerja, urutan kerja,
pengambilan keputusan, waktu yang tepat, penetapan standar kualitas sendiri,
E. Tanggung jawab, dibedakan dengan menggunakan istilah tanggung jawab bagi
orang vs tanggung jawab bagi sesuatu. Perawat bagian UGD, ahli bedah syaraf,
dan pengatur lalu lintas udara memiliki tanggung jawab yang tinggi bagi orang.
Suatu studi mendapatkan dukungan bagi hipotesa bahwa tanggung jawab bagi
orang menyumbang stres yang berhubungan dengan kerja (Gibson, 1992).
3) Stressor Kelompok
Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai
faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi. Hubungan kerja yang tidak
baik (antar sesama rekan, atasan, dan bawahan) terungkap dalam gejala-gejala adanya
kepercayaan rendah, taraf pemberian dukungan yang rendah, dan minat yang rendah
dalam pemecahan masalah organisasi (Munandar, 2001). .
4) Stressor Organisasional
Faktor stres yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana
para karyawan dapat terlibat atau berperan serta dalam mengambil keputusan.
Partisipasi menunjuk pada luasnya pengetahuan, opini, dan ide seseorang termasuk
didalam proses keputusan. Kurangnya partisipasi para karyawan dalam mengambil
keputusan dapat memberi sumbangan pada stres. Peningkatan peluang untuk berperan
serta menghasilkan peningkatan unjuk kerja dan peningkatan taraf dari kesehatan
mental dan fisik (Munandar, 2001).
2.1.3. Sumber Stres (Stressor) Pekerjaan
Stressor adalah peristiwa eksternal atau situasi yang secara potensial
manusia digunakan untuk bekerja, oleh karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Sumber stres yang
dapat mempengaruhi kesehatan seseorang dalam lingkup pekerjaannya dapat lebih
dari satu macam stresor.
1. Peran Individu Dalam Organisasi
Setiap pekerja bekerja dengan perannya masing-masing, artinya setiap
pekerja mempunyai tugas-tugas yang ia lakukan sesuai dengan yang diharapkan oleh
perusahaan tempat ia bekerja. Walaupun demikian, pekerja tidak selalu berhasil
dalam menjalankannya. Kurang berfungsinya peran adalah merupakan salah satu
pembangkit stres yaitu berupa konflik peran (role conflict) dan ketaksaan peran (role
ambiguity) (Ivancevich, dkk., 2006).
a. Ketaksaan Peran (Role Ambiguity)
Terjadi bila tidak ada informasi yang jelas mengenai prosedur yang harus
dilakukan seseorang, termasuk kertidakjelasan tujuan objektif pekerjaan dan ruang
lingkup tanggungjawab seseorang. Stres timbul karena ketidakjelasan itu sendiri atau
ketidakmampuan individu untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat.
b. Konflik Peran (Role Conflict)
Terjadi bila terdapat dua atau lebih harapan yang saling berkompetisi untuk
mendapatkan pemuasan secara berrsamaan tidak dapat terpenuhi. Konflik dapat
terjadi apabila seseorang mempunyai beberapa peran sekaligus namun tidak memiliki
c. Pengembangan Karir
Merupakan pembangkit stres yang sangat potensial yang mencakup
ketidakpastian pekerjaan (job insecurity), promosi yang berlebihan (over promotion)
dan promosi yang kurang (under promotion) (Sopiah, 2008).
d. Hubungan di Dalam Pekerjaan
Komunikasi dengan orang lain adalah hal yang dibutuhkan oleh setiap orang,
namun hal tersebut dapat menjadi sumber stres. Kondisi hubungan kerja antara
sesama rekan kerja atau atasan dapat mempengaruhi kondisi stres pekerja. Penelitian
menunjukkan bahwa tingginya tingkat dukungan sosial dari teman kerja maupun
atasan dapat menghilangkan stres.
e. Struktur dan Iklim Organisasi
Beberapa faktor seperti kebijakan perusahaan, komunikasi yang tidak efektif,
tidak disertakan dalam pengambilan keputusan dan pembatasan perilaku diduga
menjadi penyebab timbulnya stres. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan dari
perusahaan kepada pekerja dapat meningkatkan produktivitas, kepercayaan diri serta
menurunkan tingkat gangguan fisik dan mental.
2. Beban Kerja
Beban kerja dibedakan atas beban kerja berlebih (work overload) dan beban
kerja terlalu sedikit (work underload). Dibedakan lagi atas beban kerja berlebih
a. Beban Kerja Berlebih Kuantitatif
Beban kerja berlebih secara kuantitatif terutama berhubungan dengan desakan
waktu. Setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan
cermat. Berdasarkan kondisi ini, orang harus bekerja berkejaran dengan waktu.
Sampai taraf tertentu, adanya batas waktu (deadline) dapat meningkatkan motivasi.
Namun bila desakan waktu melebihi kemampuan individu maka dapat menimbulkan
banyak kesalahan dan menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang.
b. Beban Kerja Kuantitatif Terlalu Sedikit
Dengan adanya penggunaan mesin di dunia kerja akan berdampak pada
pekerja dikarenakan sering terjadi efisiensi kerja. Pada pekerjaan sederhana yang
banyak melakukan pengulangan gerak akan menimbulkan rasa bosan yang dapat
menjadi sumber stres.
c. Beban Kerja Berlebih Kualitatif
Dengan kemajuan tekhnologi membuat pekerjaan yang menggunakan tangan
menjadi berkurang sehingga lama kelamaan titik berat pekerjaan beralih ke pekerjaan
otak. Pekerjaan makin menjadi majemuk dan mengakibatkan adanya beban berlebih
kualitatif. Semakin tinggi tingkat stres apabila kemajemukannya memerlukan teknik
dan intelektual yang lebih tinggi daripada yang dimiliki pekerja. Sampai pada titik
tertentu, hal ini dapat menjadi tantangan kerja dan motivasi. Namun apabila melebihi
kemampuan individu maka akan timbul kelelahan mental, reaksi emosional, juga
d.Beban Kerja Kuantitatif dan Kualitatif Berlebih
Proses pengambilan keputusan merupakan suatu kombinasi yang unik dari
kondisi beban kuantitatif dan kualitatif berlebih. Faktor – faktor yang dapat
menentukan besarnya stres dalam mengambil keputusan adalah akibat dari suatu
keputusan, derajat kemajemukan keputusan, siapa yang bertanggungjawab dan lain
sebagainya.
3. Faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Yang dimaksud dalam faktor intrinsic ialah kondisi pekerjaan yang buruk,
kerja gilir (shift), beban kerja berlebih, beban kerja terlalu sedikit dan hubungan antar
karyawan.
a. Kondisi Fisik Pekerjaan
Beberapa stresor fisik yang biasa dijumpai pada lingkungan kerja yang dapat
memperburuk stres di tempat kerja adalah bising, suhu, pencahayaan, masalah
ergonomi, getaran, sanitasi lingkungan, dan tata ruang (Munandar, 2001)
1) Bising
Selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat
pendengaran, juga dapat merupakan stresor kerja yang menyebabkan penurunan
kewaspadaan. Hal ini dapat memudahkan timbulnya kecelakaan kerja. Pajanan
terhadap bising dapat menimbulkan rasa lelah, sakit kepala, lekas tersinggung, dan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi. Akibat paparan tersebut dalam bentuk
kerja, penurunan perilaku membantu, bersikap lebih negatif terhadap oranglain, rasa
bermusuhan yang lebih terbuka dan agresi.
Tingkat kebisingan yang nyaman pada umumnya diharapkan antara 40 – 60
dB. Pengukuran kebisingan ini dilakukan dengan Sound Level Meter (SLM).
2) Panas
Kondisi suhu suatu lingkungan kerja berhubungan dengan iklim dan lokasi
kerja. Efek dari kondisi suhu selama melakukan pekerjaan tergantung pada jenis
pakaian yang digunakan, lama terpajan, temperatur, arus angin, jumlah panas radiasi,
dan status kesehatan tenaga kerja yang terpajan. Fungsi mental dapat terganggu
karena heat stress, yang ditandai dengan gejala awal berupa perubahan pada tingkat
aktivitas seseorang.
Untuk Indonesia, suhu nyaman adalah 24oC - 28 oC. Perbedaan suhu di dalam
dan di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari 5 oC. Sehingga dapat diketahui bahwa
suhu di luar ruangan sebaiknya tidak lebih dari 33 o
3) Pencahayaan
C.
Tiap-tiap pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan tersendiri. Biasanya
untuk pekerjaan yang membutuhkan tingkat ketelitian tinggi akan diberikan tambahan
pencahayaan disamping pencahayaan umum. Sistim pencahayaan yang buruk dapat
menimbulkan ketidaknyamanan dan kelelahan mata sehingga dapat menimbulkan
4) Faktor Ergonomi
Dapat menimbulkan masalah seperti ketidaknyamanan, kelelahan dan
meningkatkan stres kerja apabila tidak disesuaikan dengan kondisi tuntutan
pekerjaan.
5) Sanitasi Lingkungan Kerja
Lingkungan yang kotor dan tidak sehat merupakan salah satu stresor kerja.
Pada pekerja industri / pabrik sering menggambarkan kondisi kotor, akomodasi pada
waktu istirahat yang kurang baik, juga toilet yang kurang memadai. Hal ini dinilai
oleh pekerja sebagai faktor penyebab stres.
b. Kerja Gilir (Shift)
Penelitian menunjukkan bahwa kerja shift merupakan sumber yang
berpotensi untuk terjadinya stres kerja bagi pekerja di pabrik (Monk & Tepas, 2001).
Menurut Cooper (dalam Munandar, 2001) shift kerja merupakan tuntutan tugas yang
dapat menyebabkan stres kerja. Pengaruhnya adalah emosional dan biologis karena
gangguan ritme circadian dari tidur / daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu,
dan ritme pengeluaran adrenalin. Sharpe (dalam Maurits & Widodo, 2008)
menyatakan bahwa pekerja pada shift malam memiliki resiko 28 % lebih tinggi
mengalami cidera atau kecelakaan.
Ditambahkan pula oleh Wijono (2006), pekerja yang mengalami stres rendah
mempunyai jumlah jam kerja/minggu antara 37 hingga 40 jam, sedangkan pekerja
hingga 71 jam. Sebaliknya, pekerja yang mengalami stres kerja tinggi mempunyai
jumlah jam kerja/minggu antara 41 hingga 60 jam.
4. Faktor Individu
Kepekaan individu dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain ciri kepribadian
dan pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman
masa lalu, keadaan kehidupan, usia dan kecakapan (intelegensia, pendidikan,
pelatihan dan pembelajaran). Faktor-faktor inilah yang menentukan bagaimana
individu bereaksi terhadap stres potensial.
a. Kepribadian
Kepribadian merupakan faktor predisposisi dalam menentukan respon tubuh
terhadap stres. Kepribadian tipe A dan B merupakan jenis-jenis kepribadian yang
terdapat pada individu. Kepribadian tipe A bercirikan perilaku yang agresif, tak
sabaran, cenderung berkompetisi, tergesa-gesa, sering menelantarkan aspek-aspek
kehidupan seperti keluarga dan sosial. Sedangkan keperibadian tipe B, digambarkan
sebagai individu easy going dan santai.
b. Kecakapan
Kecakapan meliputi intelegensia, pendidikan, latihan dan keahlian. Individu
yang tidak mampu memecahkan masalah namun situasi tersebut merupakan ancaman
bagi dirinya dan ia mengalami stres dan menimbulkan ketidakberdayaan, disebut
distress. Sebaliknya, jika merasa mampu, dan merasa ditantang dan motivasinya
maka semakin banyak target yang dibuat. Hal ini akan berpotensi menimbulkan stres
apabila individu tersebut tidak dapat mencapainya.
c. Umur
Umur merupakan faktor yang sangat rentan untuk terjadinya gangguan
mental emosional. Seiring bertambahnya umur, maka semakin rentan individu
mengalami gangguan mental emosional. Walaupun demikian, orang yang berumur
sangat muda dan sangat tua lebih mudah mengalami gangguan mental emosional
apabila menghadapi stres.
d. Jenis Kelamin
Faktor perbedaan jenis kelamin berpengaruh untuk beradaptasi terhadap
stres. Banyak penelitian yang menunjukkan tidak adanya perbedaan yang bermakna
antara pria dan wanita. Secara biologis, pekerja wanita dan pria berbeda terutama
untuk pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik berlebih. Dalam kondisi ini wanita
cenderung lebih mudah mengalami stres daripada pria.
2.1.4. Aspek-aspek Stres Kerja
Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) mendefinisikan stres kerja sebagai
tuntutan pekerjaan yang berlebihan melebihi kemampuan pekerja meliputi interaksi
antara kondisi pekerjaan dengan sikap individu yang mengubah kondisi normal dan
fungsi psikologis pekerja sehingga menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman
atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu.
Ditambahkan pula oleh International Department of Labour dalam bukunya yang
antara seseorang dengan lingkungannya dan kesadaran pada ketidakmampuannya
untuk mengatasi tuntutan tersebut yang terealisasi pada individu disertai dengan
respons emosional.
Stres kerja oleh Riggio (2003) didefinisikan sebagai interaksi antara seseorang
dan situasi lingkungan atau stresor yang mengancam atau menantang sehingga
menimbulkan reaksi pada fisiologis maupun psikologis pekerja. Selain itu Rice
(1999) juga menyatakan bahwa stres kerja yang terjadi pada individu meliputi
gangguan psikologis, fisiologis, perilaku, dan gangguan pada organisasi. Selain itu,
pekerja yang mengalami stres tidak hanya dikarenakan di dalam perusahaan, mungkin
saja karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan
yang terbawa ke rumah tangga (Rice, 1999). Oleh karena itu, perusahaan harus bisa
melihat stresor yang terdapat di lingkungan tempat kerja yang dapat mengganggu
keseimbangan fisiologi dan psikologis.
Menurut Siagian (2005) stres merupakan interaksi antara seseorang dengan
lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi kondisi fisik
dan mental seseorang. Terdapat tiga kelompok ”stressor” dalam kehidupan seseorang,
yaitu faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor organisasional, dan faktor-faktor
individual. Faktor-faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab seseorang
menghadapi stres yang menyangkut masalah-masalah ketidakpastian dalam bidang
ekonomi, politik dan dampak dari perkembangan teknologi. Menurut Szilagyi yang
diacu Gitosudarmono dan Sudita (2000) stres adalah pengalaman yang bersifat
seseorang sebagai akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain.
Menurut Mangkunegara (2001) stres kerja juga dapat berarti perasaan tertekan yang
dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simptom,
antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur,
merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah
meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan.
Menurut Handoko (2001) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar
dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai
hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang
dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka yang menyangkut baik kesehatan fisik
maupun kesehatan mental.
Menurut Arep dan Tanjung (2003) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Orang yang mengalami
stres menjadi tegang dan merasakan kekhawatiran kronis sehingga mereka sering
menjadi marah-marah, agresif, tidak dapat relaks atau memperlihatkan sikap yang
tidak kooperatif.
Menurut Robbins (2003) stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya
seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints) atau
tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang
hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Stres dengan tidak sendirinya
memiliki nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan
perolehan yang potensial.
Menurut Siagian (2005) salah satu masalah yang pasti akan dihadapi oleh
setiap orang dalam kehidupan berkarya adalah stres yang harus diatasi, baik oleh
karyawan sendiri tanpa bantuan orang lain, maupun dengan bantuan pihak lain seperti
para spesialis yang disediakan oleh organisasi dimana karyawan bekerja. Stres
merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan
kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya berakibat pada
ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif terhadap lingkungannya, baik
dalam arti lingkungan pekerjaan maupun diluarnya. Menurut Rivai (2006) Stres kerja
adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik
dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang karyawan.
Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi
lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam
gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja.
Pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa ada tiga komponen utama dari
stres yaitu komponen stimulus, komponen respon, dan komponen interaksi. Pertama,
komponen stimulus meliputi kekuatankekuatan yang menyebabkan adanya
ketegangan atau stres, stimulus stres dapat berasal dari lingkungan ekternal,
organisasi dan individu. Kedua, komponen respon meliputi reaksi fisik, psikis atau
diidentifikasi yaitu frustasi dan gelisah. Ketiga, komponen interaksi dari stres yaitu
interaksi antara faktor stimulus dengan faktor respon dari stres.
[image:49.612.96.552.173.564.2]Sumber Potensial Konsekuensi
Gambar 2.2. Model Stres (Robbins, 2003)
Stres adalah pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan
biochemical, fisiologis, kognitif, dan perubahan tingkah laku yang dapat diukur dan
secara langsung berubah atau terakomodasi karena adanya situasi yang menekan
(stressful event) (Baum, dalam Taylor, 2006). Begitu pula dengan Brousseau dan
Faktor Lingkungan :
a. Ketidakpastian ekonomi b. Ketidakpastian politis c. Ketidakpastian teknologis
Faktor Organisasi :
a. Tuntutan tugas b. Tuntutan peran c. Tuntutan antar
pribadi
d. Struktur organisasi
e. Kepemimpinan
organisasi f. Tahap hidup
organisasi
Faktor Individual :
a. Masalah keluarga b. Masalah ekonomi c. Kepribadiaan
Perbedaan Individu :
a. Persepsi b. Pengalaman
pekerjaan
c. Dukungan moral d. Keyakinan akan
tempat kedudukan kendali
e. Sikap bermusuhan
Pengalaman Stres
Gejala Fisiologis :
a. Sakit kepala
b. Tekanan darah
tinggi
c. Penyakit jantung,
hati
Gejala Psikologis :
a. Murung
b. Berkurangnya c. Kepuasaan kerja d. Kecemasan
Gejala Perilaku :
a. Produktivitas b. Kemangkiran c. Tingkat keluarnya
Prince (dalam Rahayu, 2000) mengatakan bahwa stres kerja dipandang sebagai
kondisi psikologik yang tidak menyenangkan yang timbul karena pekerja merasa
terancam dalam bekerja. Perasaan terancam ini disebabkan hasil persepsi dan
penilaian pekerja yang menunjukkan adanya ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian
antara karakteristik tuntuntan-tuntutan pekerjaan dengan kemampuan dan kepribadian
pekerja.
Pernyataan lainnya dikemukakan oleh Beehr dan Franz (dikutip dari
Bambang Tarupolo, 2002) menyatakan bahwa stres kerja adalah respons penyesuaian
terhadap situasi eksternal dalam perkerjaan yang menyebabkan penyimpangan secara
fisik, psikologis, dan perilaku pada orang-orang yang berpartisipasi dalam organisasi
(dalam Rice,1999). Shinn (dalam Rahayu, 2000) juga menyatakan bahwa adalah
kondisi lingkungan kerja yang bersifat negatif yang dihadapi oleh karyawan dan
menimbulkan respons pekerja terhadap kondisi tersebut, baik respons yang bersifat
patologik maupun fisiologik, namun timbul atau tidaknya stres kerja ini tergantung
persepsi serta reaksi individu terhadap kondisi tersebut.
Pernyataan yang telah dikemukakan diatas dikategorikan menjadi beberapa
kategori menurut Beehr dan Newman (dalam Rice, 1999) yaitu :
a. Aspek Fisiologis
Stres kerja sering ditunjukkan pada simptoms fisiologis. Penelitian dan fakta
oleh ahli-ahli kesehatan dan kedokteran menunjukkan bahwa stres kerja dapat
menyebabkan sakit kepala, dan serangan jantung. Beberapa yang teridentifikasi
sebagai simptoms fisiologis adalah:
1) Meningkatnya detak jantung, tekanan darah,dan risiko potensial terkena
gangguan kardiovaskuler.
2) Mudah lelah fisik
3) Kepala pusing, sakit kepala
4) Ketegangan otot
5) Gangguan pernapasan, termasuk akibat dari sering marah (jengkel).
6) Sulit tidur, gangguan tidur
7) Sering berkeringat, telapak tangan berkeringat
8) Meningkatnya kadar gula dan tekanan darah
b. Aspek Psikologis
Stres kerja dan gangguan gangguan psikologis adalah hubungan yang erat
dalam kondisi kerja. Simptoms yang terjadi pada aspek psikologis akibat dari stres
adalah :
1) Kecemasan, ketegangan
2) Mudah marah, sensitif dan jengkel
3) Kebingungan, gelisah
4) Depresi, mengalami ketertekanan perasaan
5) Kebosanan
6) Tidak puas terhadap pekerjaan
8) Kehilangan konsentrasi.
9) Hilangnya kreativitas.
10) Tidak bergairah untuk bekerja
11) Merasa tidak berdaya
12) Merasa gagal
13) Mudah lupa
14) Rasa percaya diri menurun
2.1.5. Gejala-gejala Stres
Menurut Siagian (2004) gejala-gejala stres kerja dapat timbul dalam berbagai
bentuk yang tampak pada diri seseorang. Bentuk-bentuk tersebut dapat digolongkan
pada tiga kategori antara lain:
1. Kategori fisiologis antara lain adalah perubahan yang terjadi pada metabolisme
seseorang, gangguan pada cara bekerja jantung, gangguan pada pernafasan,
tekanan darah tinggi, pusing dan serangan jantung.
2. Kategori psikologis antara lain adalah ketegangan, resah, mudah tersinggung,
kebosanan dan bersikap suka menunda sesuatu tugas atau pekerjaan.
3. Kategori perilaku antara lain adalah menurunnya produktivitas kerja, tingkat
kemangkiran tinggi, keinginan pindah organisasi, cara bicara yang berubah,
gelisah, sukar tidur, merokok dan minum-minum.
Menurut Siagian (2005) gejala-gejala stres dapat dilihat pada perilaku yang
tidak normal seperti gugup, tegang, selalu cemas, adanya gangguan pencernaan,
seperti minum-minuman keras, merokok secara berlebihan, sukar tidur, tidak
bersahabat, putus asa, mudah marah, sukar mengendalikan diri dan bersifat agresif.
Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang bersumber pada
ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila saran dan tuntutan
tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan seseorang maka ia akan
mengalami stres, stres juga dapat melahirkan suatu tantangan bagi yang
bersangkutan.
Gejala- gejala stres kerja dapat berupa letih dan lelah, kecewa, perasaan
tidak berdaya, gangguan tidur, kegelisahan, ketegangan, kecemasan, cepat marah,
kehilangan rasa percaya diri, perasaan kesepian atau keterasingan, makan terlalu
sedikit, mudah tersinggung, berdebar- debar dan sulit berkonsentrasi (Bambang
Tarupolo, 2002). Menurut Munandar (2001) gejala- gejala stres di tempat kerja
sebagai berikut:
a. Tanda- tanda Suasana Hati (Mood )
Individu menjadi overexcited, cemas, merasa tidak pasti, sulit tidur malam
hari, menjadi mudah bingung dan lupa, menjadi sangat tidak enak dan gelisah,
menjadi gugup.
b. Tanda- tanda Otot Kerangka (Musculoskeletal)
Jari- jari dan tangan gemetar, tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat,
mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja), kepala mulai sakit, merasa otot menjadi
c. Tanda- tanda Organ- organ Dalam Badan (Viseral)
Perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan
berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah
menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping.
Carry Cooper dan Alison Straw (2000) membagi gejala stres kerja menjadi
tiga yaitu :
a. Gejala Fisik
Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup nafas memburu, mulut dan
kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan
terganggu, mencret-mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah
urat dan gelisah.
b. Gejala - gejala Dalam Wujud Perilaku
Gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup:
1) Perasaan, berupa bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya,
tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat.
2) Kesulitan dalam berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan.
3) Hilangnya kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang lain.
c. Gejala - gejala Di Tempat Kerja
Sebagian be