• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa"

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR DALAM

PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA:

JAWA DAN LUAR JAWA

NURALIYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

(3)

ABSTRACT

NURALIYAH: The Role of Infrastructure Development on Poverty Alleviation in Indonesia: Java and Outside Java. Under supervision of PARULIAN HUTAGAOL and BAMBANG JUANDA.

The development of infrastructure is an important to poverty alleviation. From this premise, the study proposes to analyze the impact of infrastructure development on growth in Java and Outside Java and to assess whether the growth can effectively reduce poverty. It comes from relation between infrastructure development and poverty mainly indirectly. Using static panel data analysis, the result shows that infrastructure such as electricity, water and public health centre have significant and positive impact on growth in Java and so does the employment variable, whereas decentralization has significant and negative impact on growth in Java. For outside Java, electricity variable, public health centre and employment have significant and positive impact on growth. Road

infrastructure isn‟t have a significant impact on growth both in Java and outside

Java. Estimation result using 2 SLS method shows that growth in Java reduce poverty, but growth in outside Java instead increase poverty. Further, unemployment both in Java and outside Java increase poverty, but mean year schooling reduce poverty both in Java and outside Java.

(4)

RINGKASAN

NURALIYAH: Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa. Dibimbing oleh PARULIAN HUTAGAOL dan BAMBANG JUANDA.

Proses pembangunan memerlukan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Penempatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak hanya sebagai target utama yang harus dicapai tetapi juga menjadi tolok ukur utama keberhasilan pembangunan terutama dari sisi ekonomi. Selain pertumbuhan ekonomi, indikator lain dari keberhasilan pembangunan adalah menurunnya tingkat kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan tingkat kemiskinan tetapi hasilnya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan dengan terjadinya krisis ekonomi rakyat miskin di Indonesia semakin bertambah.

Komite Penanggulangan Kemiskinan (2003) berpendapat bahwa langkah-langkah bagi usaha penanggulangan kemiskinan di Indonesia dapat didekati dari 2 (dua) sisi, yaitu peningkatan pendapatan bagi kelompok miskin melalui peningkatan/perbaikan produktivitas dan pengurangan pengeluaran (ongkos biaya hidup) melalui akses yang lebih baik bagi kelompok miskin. Dua strategi tersebut dapat dilakukan jika di suatu wilayah terdapat infrastruktur yang memadai.

Ada dua pemikiran (mazhab) dalam melihat hubungan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan (Masika dan Baden, 1997). Kelompok pemikiran pertama, memandang pentingnya infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi penting dalam upaya pengurangan kemiskinan. Sementara kelompok pemikiran kedua melihat secara skeptis peran infrastruktur pada pengurangan kemiskinan. Kalaupun infrastruktur berperan dalam pertumbuhan ekonomi namun belum tentu terhadap kemiskinan.

„Benang merah‟ dari kedua pemikiran tersebut berkaitan dengan masalah akses, pembiayaan, lokasi, dan jenis infrastruktur.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan di Jawa dan Luar Jawa dan mengetahui peran pertumbuhan dalam pengentasan kemiskinan di Jawa dan Luar Jawa. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari BPS, PLN, dan sumber lainnya. Data yang digunakan dalam penelitian meliputi PDRB, angka kemiskinan, panjang jalan, jumlah listrik terjual, volume air bersih, jumlah puskesmas, jumlah tenaga kerja, jumlah penduduk, jumlah rumahtangga dan data-data lainnya yang relevan. Cakupan penelitian ini adalah data panel yang mencakup 26 provinsi di Indonesia dengan periode penelitian tahun 1993-2009. Provinsi yang mengalami pemekaran dikembalikan lagi ke provinsi induknya. Gambaran mengenai perkembangan infrastruktur dianalisis dengan metode desktiptif. Sedangkan untuk menjawab tujuan penelitian menggunakan regresi data panel.

(5)

ekonomi. Di sisi lain, pertumbuhan di Jawa dapat menurunkan kemiskinan. Hal yang sebaliknya terjadi di Luar Jawa bahwa pertumbuhan ekonomi ternyata meningkatkan kemiskinan.

Terkait dengan hasil estimasi yang didapat, dimana infrastuktur jalan tidak memberi pengaruh nyata terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pemerintah penting untuk membuat kebijakan dalam pembatasan jumlah kendaraan di Jawa. Selanjutnya pemerintah juga harus memperhatikan perekonomian di Luar Jawa, karena pertumbuhan di Luar Jawa ternyata meningkatkan kemiskinan.

(6)

©Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

PERAN PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR DALAM

PENGENTASAN KEMISKINAN DI INDONESIA:

JAWA DAN LUAR JAWA

NURALIYAH

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa

Nama : Nuraliyah

NRP : H151090354

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.Sc Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Ekonomi

(9)
(10)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas ijin dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini. Tema yang dipilih untuk penelitian ini adalah “Peran Pengembangan Infrastruktur dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia: Jawa dan Luar Jawa”, yang pelaksanaannya dimulai pada Bulan Januari 2011.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing dan Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, MS selaku anggota komisi pembimbing atas arahan dan masukan dalam menyusun tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Hadisuwarno, SE. M.Sc, Ph.D atas kesediaannya menjadi penguji luar komisi, dan Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc. Agr selaku perwakilan Program Studi Ilmu Ekonomi. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada para dosen pengajar dan pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Badan Pusat Statistik yang telah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan Program Magister pada Program Studi Ilmu Ekonomi di Sekolah Pasca Sarjana IPB.

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang tercinta, atas segala doa dan dukungan yang telah diberikan. Melalui kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Adiva Razita Syazwani (anak pertama), Bianca Azra Syazwani (anak kedua) dan seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan yang luar biasa, berupa moril dan materiil dari awal perkuliahan hingga penyelesaian tesis ini.

Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini dapat menghasilkan penelitian yang bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pembangunan di Indonesia khususnya dalam hal poverty alleviation, serta bermanfaat bagi dunia pendidikan.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 7 Januari 1976 dari ayah Syamsuar dan ibu Nurlaeli. Penulis telah dikaruniai dua orang putri: Adiva Razita Syazwani dan Bianca Azra Syazwani.

Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Rawabunga 010 pagi dan lulus pada tahun 1987, kemudian melanjutkan ke SMPN 62 Jakarta dan lulus pada tahun 1990. Pada tahun yang sama diterima di SMAN 54 Jakarta dan lulus pada tahun 1993, kemudian melanjutkan ke Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta dan lulus pada tahun 1996. Setelah itu melanjutkan ke Universitas Terbuka dan lulus pada tahun 2001.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 9

II TINJAUAN PUSTAKA... 11

2.1. Tinjauan Konsep ... 11

2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 11

2.1.1.1. Teori Pertumbuhan Neo-Klasik ... 15

2.1.1.2. Teori Pertumbuhan Endogen... 18

2.1.2. Kemiskinan ... 21

2.1.3. Infrastruktur... 26

2.1.4. Tenaga Kerja, Pengangguran, dan Rata-Rata Lama Sekolah 30 2.1.5. Desentralisasi Fiskal... 31

2.2. Tinjauan Teoritis ... 33

2.2.1. Infrastruktur dan Pertumbuhan ... 33

2.2.2.Tenaga Kerja dan Pertumbuhan ... 35

2.2.3. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan ... 36

2.2.4. Infrastruktur dan Kemiskinan ... 37

2.2.5. Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan ... 40

2.2.6. Pengangguran dan Kemiskinan ... 41

2.2.7. Rata-Rata Lama Sekolah dan Kemiskinan ... 42

2.3. Kerangka Pemikiran ... 43

2.4. Hipotesis Penelitian ... 46

III METODE PENELITIAN ... 47

(13)

3.2. Metode Analisis ... 47

3.2.1. Analisis Deskriptif ... 49

3.2.2. Analisis Parsial Simultan Panel ... 49

3.2.3. Pemilihan Metode Regresi Data Panel ... 51

γ.β.4. Uji Beda Koefisien ……….. 53

3.3. Spesifikasi Model ... 53

IV GAMBARAN UMUM... 57

4.1. Pertumbuhan Ekonomi ... 57

4.2. Perkembangan Infrastruktur ... 58

4.3. Kemiskinan ... 66

V. PEMBAHASAN HASIL ... 67

5.1. Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan ... 68

5.2. Pengaruh Pertumbuhan terhadap Kemiskinan ... 74

5.3. Rumusan Kebijakan ... 80

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(14)

DAFTAR TABEL

1. 2.

3.

Pembagian Jalan Berdasarkan Kewenangan ………... Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan, Periode 1993-2009 ...………... Hasil Estimasi Pengaruh Pertumbuhan terhadap Pengentasan Kemiskinan dengan Menggunakan Metode Parsial Simultan, Periode 1993-2009 ...

28

68

(15)

DAFTAR GAMBAR

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Periode 1993-β009 ………. Kontribusi Infrastruktur terhadap PDB Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 ...………... Kotribusi PDRB Pulau Jawa dan Luar Jawa terhadap PDB Indonesia, Tahun 2006-2009...

Persentase Penduduk Miskin di Pulau Jawa dan Luar Jawa, Tahun

2006-β009 ………....

Jumlah Migran Masuk ke Jawa, Periode 1985-β005 ……….. Kondisi Steady State Model Pertumbuhan Neo Klasik tanpa Perkembangan Produktivitas ... Kondisi Steady State Model Pertumbuhan Neo-Klasik dengan Perkembangan Produktivitas ... Diagram Alur Kerangka Pemikiran ... Pertumbuhan ekonomi di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 1994-β009 ……. Kontribusi PDRB Per Sektor di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 2000 –

β009 ……….

Banyaknya Energi Listrik Terjual di Jawa dan Luar Jawa, 1993-2009 .. Perbandingan Jumlah Produksi Listrik per Rumahtangga Antara Pulau Jawa dan Luar Jawa, Tahun 1993-β009 ………...…... Banyaknya Volume Air Bersih yang Disalurkan PDAM, 1993-2009 Perbandingan Air Bersih yang Disalurkan PDAM per Rumahtangga di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 1993-β009 ………. Panjang Jalan Kondisi Baik dan Sedang di Jawa dan Luar Jawa, Tahun

1993-β009 ……….

Rasio Panjang Jalan terhadap Jumlah Kendaraan di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 1993-2009 ... Jumlah Puskesmas di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 1993-2009 ... Perbandingan Rasio Puskesmas per Penduduk Antara Pulau Jawa dan

(16)

19.

20. 21.

22.

Luar Jawa, 1993-β009………..

Perbandingan Persentase Jumlah Penduduk Miskin Pulau Jawa dan Luar Jawa, Periode 1993-β009 ……….... Perkembangan Nilai Impor Indonesia, 1993-2009 (Juta US $)………... Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian dan Pertambangan dan Penggalian di Luar Jawa, Periode 2006-β009 ………. Persentase Pengangguran di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 1993-β009….

65

66 70

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Hasil Estimasi Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan untuk Model di Jawa ………... Hasil Estimasi Pengaruh Pertumbuhan terhadap Kemiskinan untuk

Model di Jawa ………..

Hasil Estimasi Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan untuk

Model di Luar Jawa ………...

Hasil Estimasi Pengaruh Pertumbuhan terhadap Kemiskinan untuk

Model di Luar Jawa ………...………...

Hasil Estimasi Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan untuk

Model Gabungan ………...………...

Hasil Estimasi Pengaruh Pertumbuhan terhadap Kemiskinan untuk

Model Gabungan ………..

97

100

102

105

107

(18)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses pembangunan memerlukan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Penempatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak hanya sebagai target utama yang harus dicapai tetapi juga menjadi tolok ukur utama keberhasilan pembangunan ekonomi Indonesia terutama dari sisi ekonomi. Selain pertumbuhan ekonomi, indikator lain dari keberhasilan pembangunan adalah menurunnya tingkat kemiskinan. Kebijakan ekonomi yang mempunyai target mencapai pertumbuhan yang tinggi idealnya diikuti dengan peningkatan kesejahteraan sosial yaitu berkurangnya jumlah penduduk miskin. Pengentasan kemiskinan tidak akan mungkin berhasil tanpa pertumbuhan ekonomi.

Di Indonesia, strategi pembangunan yang dilakukan pada masa orde baru lebih terfokus pada bagaimana mencapai suatu laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat, karena para pembuat kebijakan dan perencana pembangunan sangat percaya akan adanya trickle down effect (Tambunan, 2003). Dampak negatif akibat “pengejaran pertumbuhan” adalah munculnya pusat pembangunan ekonomi nasional dan daerah yang dimulai pada wilayah-wilayah yang memiliki infrastruktur lebih memadai, seperti Pulau Jawa. Kondisi tersebut mengakibatkan perbedaan pertumbuhan PDRB dan PDRB per kapita. Data yang ada menunjukkan bahwa secara regional pada tahun 2009 PDRB Pulau Jawa berkontribusi lebih dari 60 persen pada PDB Indonesia, dan Luar Jawa tidak sampai 40 persen. Padahal luas Pulau Jawa hanya sekitar 6 persen dari luas Indonesia.

Selain pertumbuhan ekonomi, hal penting lainnya yang juga menjadi agenda pemerintah dalam upaya pencapaian kesejahteraan adalah pengentasan kemiskinan. Berbagai upaya telah dilakukan dalam menurunkan tingkat kemiskinan tetapi hasilnya belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, bahkan dengan terjadinya krisis ekonomi rakyat miskin di Indonesia semakin bertambah.

(19)

(dua) sisi, yaitu peningkatan pendapatan bagi kelompok miskin melalui peningkatan/perbaikan produktivitas dan pengurangan pengeluaran (ongkos biaya hidup) melalui akses yang lebih baik bagi kelompok miskin. Dua strategi tersebut dapat dilakukan jika di suatu wilayah terdapat infrastruktur yang memadai. Akses yang lebih baik terhadap infrastruktur dan harga produk yang dihasilkan dari pemanfaatan infrastruktur dapat meningkatkan produktivitas sehingga biaya input menurun dan selanjutnya bagi konsumen berarti terjadinya penurunan biaya hidup. Kondisi tersebut tentunya akan menaikkan taraf hidup masyarakat.

Peran penting dari infrastruktur sehingga membantu pengentasan kemiskinan dapat melalui beberapa cara. Pertama, pertumbuhan ekonomi masih menjadi andalan utama untuk mengentaskan kemiskinan. Banyak studi, misalnya Aschauer (1989) yang menyimpulkan bahwa infrastruktur merupakan penyumbang utama pertumbuhan ekonomi. Upaya mempercepat pertumbuhan ekonomi dapat ditempuh dengan meningkatkan efisensi dalam kegiatan ekonomi. Efisiensi memerlukan dukungan dari modal infrastruktur yang memadai sehingga mendorong peningkatan potensi daerah masing-masing secara berkesinambungan. Kedua, akses terhadap infrastruktur merupakan bagian dari kesejahteraan masyarakat. Sistem infrastuktur yang baik akan meningkatkan pendapatan orang miskin secara langsung dan tidak langsung melalui penyediaan layanan kesehatan, pendidikan, transportasi, telekomunikasi, akses energi, air dan kondisi sanitasi yang lebih baik.

Sebenarnya pemerintah sudah cukup concern dengan pembangunan infrastruktur. Sejak masa pemerintahan orde baru, pembangunan infrastruktur mulai dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dan termasuk sektor pembangunan yang dibiayai cukup besar. Yang paling menonjol di masa orde baru di dalam pembangunan infrastruktur adalah pembangunan jalan dan

ketenagalistrikan atau yang lebih dikenal dengan visinya, yaitu “listrik masuk desa”.

(20)

komponen impor seperti pembangunan infrastruktur. Setelah krisis, pertumbuhan perekonomian Indonesia terus mengalami perbaikan, dan pembangunan infrastruktur mulai kembali mendapat perhatian. Realisasi upaya pemerintah untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur sudah tampak dengan dibentuknya Tim Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur (TPPI), serta diselenggarakannya Infrastructure Summit.

Sumber: BPS (diolah), 1993-2009

Gambar 1 Pertumbuhan ekonomi Indonesia, Periode 1993-2009 (%).

Peran infrastruktur sebagai penggerak sektor perekonomian akan mampu menjadi pendorong berkembangnya sektor-sektor terkait (multiplier effect) dan pada akhirnya akan menciptakan lapangan usaha baru. Selain itu infrastruktur juga berperan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB.

Kontribusi infrastruktur periode 2007-2009, yang dalam hal ini diwakili oleh listrik, gas, dan air, transportasi, dan komunikasi berada pada kisaran 0,82%

(21)

terhadap peran sentralnya atas sektor telekomunikasi. Iklim inilah yang direspon oleh pihak swasta untuk berinvestasi di subsektor ini.

Sumber: BPS, 2007-2009

Gambar 2 Kontribusi Infrastruktur terhadap PDB Indonesia Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (%).

Mengingat begitu pentingnya peran infrastruktur dalam perekonomian, maka diperlukan kondisi infrastruktur yang memadai, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Namun, saat ini masih banyak infrastruktur dalam kondisi yang belum memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Kondisi ini dapat menghilangkan fungsi infrastruktur dalam mengatasi bottlenecks pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan paparan diatas, maka pengembangan infrastruktur sangat diperlukan, dengan tidak mengesampingkan kualitas dari infrastruktur itu sendiri. Dengan demikian diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat berjalan dengan baik, dan program pengentasan kemiskinan akan berhasil.

1.2 Perumusan Masalah

(22)

infrastruktur yang memadai, seharusnya mampu mengurangi jumlah penduduk miskin.

Ada dua pemikiran (mazhab) dalam melihat hubungan infrastruktur, pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan (Masika dan Baden, 1997). Pada satu sisi (kelompok pemikiran pertama), memandang pentingnya infrastruktur dalam pertumbuhan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi merupakan syarat perlu bagi pengentasan kemiskinan. Secara logika, dengan hubungan antara infrastruktur terhadap pertumbuhan; pertumbuhan terhadap kemiskinan, maka peningkatan infrastruktur akan mengurangi jumlah penduduk miskin. Sementara kelompok pemikiran kedua melihat secara skeptis peran infrastruktur pada pengurangan kemiskinan. Kalaupun infrastruktur berperan dalam pertumbuhan ekonomi namun belum tentu terhadap kemiskinan. „Benang

merah‟ dari kedua pemikiran tersebut berkaitan dengan masalah akses, pembiayaan, lokasi, dan jenis infrastruktur. Dengan demikian, hubungan antara infrastruktur dan kemiskinan masih belum jelas.

Data empiris menunjukkan bahwa Pulau Jawa yang hanya terdiri dari enam (6) provinsi memberikan share terbesar kepada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Terkait dengan infrastruktur, Pulau Jawa juga merupakan pulau dengan infrastruktur yang lebih memadai dibandingkan dengan pulau lainnya.

Sumber : BPS, 2006-2009

(23)

Namun, ketika berbicara mengenai kemiskinan, Pulau Jawa ternyata merupakan kantong kemiskinan di Indonesia. Persentase penduduk miskin di Pulau Jawa sebesar 56,7 persen, sedangkan persentase penduduk miskin di Luar Jawa, hanya berkisar pada angka 30-40 persen. Kondisi ini telah berlangsung cukup lama, dimana persentase terbesar dari penduduk miskin di Indonesia ada di Pulau Jawa. Banyaknya penduduk miskin di Pulau Jawa tidak terlepas dari fakta jumlah penduduk di Pulau Jawa yang jumlahnya cukup besar yaitu sekitar 57,96 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Salah satu penyebab padatnya penduduk di Jawa yang luasnya hanya 6,4 persen dari luas Indonesia adalah arus migrasi yang cukup besar di Pulau Jawa. Ketika infrastruktur di suatu daerah lebih baik maka perekonomian di daerah tersebut baik, dan akan menarik minat penduduk untuk bermigrasi ke daerah tersebut.

.

Sumber : BPS (diolah), 2006-2009

Gambar 4 Persentase Penduduk Miskin di Pulau Jawa dan Luar Jawa, Tahun 2006-2009

Karakteristik penduduk yang datang ke Jawa adalah tingkat pendidikan, keterampilan serta kemampuan sosio ekonominya banyak yang terbatas, sehingga migrasi yang terjadi mempengaruhi perkembangan kondisi Pulau Jawa. Sebagai konsekuensi atau dampak yang harus ditanggung adalah adanya masalah-masalah sosial seperti kepadatan penduduk yang semakin pesat, pengangguran, gelandangan dan pengemis, pemukiman liar dan kumuh, dan kemiskinan.

(24)

mendapat kesempatan kerja yang lebih baik. Jawa merupakan daerah yang paling berkembang sektor industrinya dibanding daerah lain di Indonesia. Perkembangan industri ini mempengaruhi tumbuhnya kawasan bisnis dan jasa pendukung lainnya. Kondisi infrastruktur, transportasi, layanan publik, bisnis dan jasa di daerah tersebut terus membaik, sehingga keinginan migran dari luar Jawa untuk migrasi ke Jawa terus meningkat. Migrasi dapat menyebabkan surplus tenaga kerja dan memperburuk masalah pengangguran di daerah tersebut. Selama ini pengangguran di Jawa jauh lebih banyak dibandingkan Luar Jawa. Pada tahun 1993 pengangguran di Jawa sebesar 64,45 persen, dan turun sedikit menjadi 63,62 persen pada tahun 2009. Kondisi ini menjadikan Pulau Jawa memiliki banyak penduduk miskin.

Sumber : BPS, 1985-2005

Gambar 5 Jumlah Migran Masuk ke Jawa, Periode 1985-2005 (orang).

(25)

Mengingat pentingnya studi mengenai infrastruktur dan masih belum adanya kesimpulan umum mengenai peran infrastruktur terhadap kemiskinan, maka penulis akan mencoba untuk mengkaji apakah infrastruktur sebagai komponen yang dapat mengatasi bottleneck pertumbuhan, juga berperan dalam pengentasan kemiskinan. Alasan lain yang membuat penulis tertarik dengan kajian infrastruktur adalah dikarenakan pembangunan infrastruktur berkaitan dengan masalah pengambilan kebijakan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan ekonomi di masing-masing region?

2. Apakah pertumbuhan tersebut mampu secara efektif mengurangi kemiskinan di masing-masing region?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengkaji pengaruh infrastruktur pada pertumbuhan di Jawa dan Luar Jawa. 2. Mengetahui peran pertumbuhan dalam mengurangi kemiskinan di Jawa dan

Luar Jawa.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan gambaran kepada pembaca mengenai peran infrastruktur dalam mengentaskan kemiskinan di Jawa dan Luar Jawa lewat channel pertumbuhan. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi kebijakan pemerintah ,terutama terkait dengan pembangunan infrastruktur dan kemiskinan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber referensi dan informasi tambahan bagi penelitian selanjutnya khususnya terkait dengan masalah pada penelitian ini.

1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(26)

dilakukan penggabungan data dari provinsi hasil pemekaran setelah tahun 1993 dan menghilangkan data Timor Timur, sehingga jumlah provinsi yang digunakan adalah 26 provinsi.

(27)
(28)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Konsep 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator penting dalam menganalisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi di suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, dimana aktivitas perekonomian merupakan suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, yang akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang digunakan. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat, diharapkan akan meningkatkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi.

Pertumbuhan ekonomi dalam perekonomian yang sesungguhnya memiliki arti sebagai perkembangan ekonomi secara fisik yang terjadi di suatu negara, seperti pertambahan jumlah dan produksi barang industri, pertambahan jumlah infrastruktur, sarana pendidikan, penambahan produksi kegiatan kegiatan ekonomi yang sudah ada, dan berbagai perkembangan lainnya. Menurut Kuznet dalam Todaro et al. (2003) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas ditentukan oleh kemajuan atau penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada. Kuznets sangat menekankan pada perubahan dan inovasi teknologi sebagai cara meningkatkan pertumbuhan produktivitas terkait dengan redistribusi tenaga kerja dari sektor yang kurang produktif (yaitu pertanian) ke sektor yang lebih produktif (yaitu industri manufaktur).

Todaro et al. (2003) menyampaikan ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi dari setiap negara. Ketiga faktor tersebut adalah : 1. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang

ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia. 2. Pertumbuhan penduduk, yang pada akhirnya akan memperbanyak jumlah

(29)

3. Kemajuan teknologi, berupa cara baru atau perbaikan cara-cara lama dalam menangani pekerjaan pekerjaan.

Menurut teori klasik, akumulasi modal serta jumlah tenaga kerja memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Adam Smith menyebut ada tiga unsur pokok dalam produksi suatu negara, yaitu :

1. Sumber daya yang tersedia, yaitu tanah. 2. Sumber daya insani, yaitu jumlah penduduk. 3. Stok barang modal yang ada.

Sukirno (2000) menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya. Faktor penting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi disebutkan sebagai beriktut: 1. Tanah dan kekayaan alam lainnya.

Kekayaan alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hutan dan hasil laut, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang terdapat di dalamnya.

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja.

Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat perkembangan ekonomi.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi.

Barang-barang modal yang bertambah dan teknologi yang modern memegang peranan penting dalam mewujudkan kemajuan ekonomi.

4. Sistem ekonomi dan sikap masyarakat.

Adat istiadat yang tradisional dapat menjadi penghambat pembangunan.

(30)

berkesinambungan (sustainable), artinya tidak rentan terhadap guncangan eksternal, efisien dalam menggunakan sumber daya alam dan terdistribusi secara baik bagi seluruh segmen masyarakat.

Jhingan (2008) menyebutkan bahwa proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi terdiri atas faktor produksi yang dipandang sebagai kekuatan utama yang memengaruhi pertumbuhan, diantaranya adalah:

1. Sumber alam, yang mencakup kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya. 2. Akumulasi modal, yang berarti mengadakan persediaan faktor produksi yang

secara fisik dapat direproduksi. Proses pembentukan modal bersifat kumulatif dan membiayai diri sendiri serta mencakup tiga tahap yang saling berkaitan, yaitu:

(a)Keberadaan tabungan nyata dan kenaikannya,

(b)Keberadaan lembaga keuangan dan kredit untuk menggalakkan tabungan dan menyalurkannya ke jalur yang dikehendaki,

(c)Menggunakan tabungan untuk investasi barang modal.

3. Organisasi, yang terdiri atas para wiraswastawan (pengusaha) dan pemerintah, yang melengkapi (komplemen) modal, buruh dan yang membantu produktivitasnya, termasuk dalam menyelenggarakan overhead sosial dan ekonomi.

4. Kemajuan teknologi, yang berkaitan dengan perubahan di dalam metode produksi yang merupakan hasil pembaharuan atau hasil dari teknik penelitian baru sehingga menaikkan produktivitas buruh, modal dan faktor produksi lainnya.

5. Pembagian kerja dan skala produksi, yang menimbulkan peningkatan produktivitas.

Adapun faktor non ekonomi yang memengaruhi kemajuan perekonomian antara lain:

(31)

2. Faktor sumber daya manusia, yang disebut sebagai “pembentukan modal

insani” yaitu proses peningkatan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan seluruh penduduk, termasuk di dalamnya aspek kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial lainnya.

3. Faktor politik dan administratif, termasuk pemerintahan yang baik dengan menerapkan kebijakan fiskal dan moneter yang tepat.

Indikator yang digunakan dalam mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat Produk Domestik Bruto (PDB). Alasan yang mendasari pemilihan indikator ini sebagai dasar untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah:

1. PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut diukur dari perbedaan PDB perkapita tahun tertentu dengan tahun sebelumnya.

2. PDB dihitung berdasarkan konsep aliran (flow concept), artinya penghitungan PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode tertentu. Penghitungan tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Batas wilayah penghitungan PDB adalah negara (perekonomian domestik).

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah PDB pada tingkat wilayah. Ada 3 (tiga) pendekatan dalam penghitungan PDRB, yaitu :

1. Pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 9 lapangan usaha (sektor).

(32)

3. Pendekatan pengeluaran, PDRB adalah semua komponen permintaan akhir yang terdiri dari pengeluaran konsumsi rumahtangga, konsumsi pemerintah, pembentukaan modal tetap domestik bruto, ekspor neto.

Pertumbuhan PDRB atau biasa disebut pertumbuhan ekonomi dirumuskan sebagai: 1 1  

t t t

PDRB

PDRB

PDRB

PDRB

y

Keterangan:

y = PDRB = pertumbuhan ekonomi PDRBt = PDRB tahun ke - t

PDRBt1= PDRB tahun sebelumnya (t-1) PDRB per kapita dirumuskan sebagai:

penduduk

jumlah

PDRB

y

perkapita

Pertumbuhan PDRB per kapita dirumuskan sebagai:

1 1  

t t t perkapita

y

y

y

y

\2.1.1.1 Teori Pertumbuhan Neo-Klasik

Teori pertumbuhan ekonomi neo-klasik dikembangkan oleh Solow (1956). Teori ini secara sederhana menyatakan bahwa faktor produksi modal dan tenaga kerja merupakan dua faktor pokok penentu pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Faktor lain yang merupakan sisa dari pengaruh kedua faktor utama tersebut disebut Total Factor Productivity (TFP). TFP ini sering dinyatakan sebagai ukuran kemajuan teknologi yang tidak bisa diketahui apakah berasal dari faktor modal atau tenaga kerja.

Model neo-klasik dari Solow (1956) mengidentifikasi tiga sumber pertumbuhan output yaitu stok modal, angkatan kerja, dan teknologi. Model tersebut mempunyai asumsi-asumsi seperti: perekonomian berada pada kondisi full employment, pasar bersifat perfect competition, perekonomian hanya menghasilkan satu komoditas homogen, biaya transportasi tidak ada, fungsi

………(β.1)

………(β.β)

(33)

produksi regional adalah identik yang memiliki sifat constant return to scale, penawaran kerja tetap, dan tidak ada kemajuan teknologi.

Asumsi fungsi produksi identik di semua daerah, mengakibatkan tenaga kerja akan bergerak dari daerah dengan upah rendah ke daerah dengan upah tinggi dan modal bergerak dengan arah berlawanan. Pergerakkan ini akan terus berlangsung sampai faktor return adalah sama di setiap daerah. Asumsi-asumsi (seperti tingkat partisipasi tenaga kerja yang sama dan pendapatan didistribusikan di antara daerah proporsional terhadap penduduk) menyebabkan proses pertumbuhan regional akan berasosiasi dengan konvergensi dalam pendapatan per kapita regional.

Kunci bagi model pertumbuhan neo-klasik adalah agregat fungsi produksi (Dornbusch et al., 2004).. Berdasarkan variabel dalam fungsi produksi ini ada dua model pertumbuhan yaitu model pertumbuhan tanpa perkembangan teknologi dan model pertumbuhan dengan perkembangan teknologi.

A. Model Neo-Klasik tanpa Perkembangan Produktivitas

Model ini mengisyaratkan bahwa faktor penduduk/tenaga kerja serta pertumbuhannya bersifat konstan dan tidak berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dalam kegiatan produksi. Tambahan kapital hanya dapat digunakan untuk membekali tambahan tenaga kerja dan menutup penyusutan mesin-mesin lama. Perubahan kapital sepanjang waktu yang berasal dari investasi yang terhimpun, bersumber dari tingkat tabungan domestik yang besarnya proporsional terhadap produksi atau pendapatan nasional. Kondisi keseimbangan jangka panjang (long run equilibrium) ditemukan dalam kondisi yang stabil (steady state condition) dengan persamaan sebagai berikut :

k = s.f(k)-(+n)k ...(2.4) keterangan:

k = perubahan tingkat modal atau kapital

s = koefisien kecenderungan tingkat tabungan dimestik f(k) = fungsi dari produksi atau pendapatan nasional  = penyusutan modal

(34)

(n+)k

f(k) s.f(k)

Sumber: Mankiw et al, 1992

Gambar 6 Kondisi Steady State Model Pertumbuhan Neo Klasik tanpa Perkembangan Produktivitas.

Dari persamaan (2.1) dan gambar 6, dapat dilihat bahwa bila tingkat kecenderungan menabung s meningkat, maka fungsi tabungan s.f(k) akan bergeser ke atas mendekati fungsi produksi f(k), yang berarti kondisi stedy state tingkat kapital perkapita k* dan pendapatan per kapita akan lebih tinggi. Sebaliknya jika pertumbuhan penduduk/tenaga kerja (n) meningkat, akan menggeser garis (n+)k ke atas, sehingga kondisi steady state tingkat kapital per kapita k* dan pendapatan per kapita menjadi menurun.

B. Model Neo-Klasik dengan Perkembangan Produktivitas

Model ini pada dasarnya sama dengan model neo-klasik tanpa perkembangan produktivitas. Perbedaannya terletak pada penambahan variabel produktivitas akibat kemajuan teknologi yang bisa melekat pada faktor tenaga kerja, modal atau netral tanpa diketahui melekat pada faktor yang mana. Adapun model neo-klasik dengan perkembangan produktivitas adalah:

k=s.f(k) – (+n+g)k ... (2.5) dimana g merupakan produktivitas tenaga kerja dengan pertumbuhan konstan, dan variabel-vaiabel lain sama dengan keterangan sebelumnya. Dampak adanya variabel produktivitas ditunjukkan oleh fungsi produksi agregat yang lebih tinggi dibanding sebelumnya. Secara diagramatis model pertumbuhan neo klasik dengan pertumbuhan produktivitas dapat dilihat pada gambar dibawah berikut ini.

s

(35)

(n++g)k f(k)

s.f(k)

k1 k* k2

Sumber: Mankiw et al, 1992

Gambar 7 Kondisi Steady State Model Pertumbuhan Neo-Klasik dengan Perkembangan Produktivitas.

Pada gambar 7, jika tingkat kapital per kapita berada pada k1 (lebih kecil

dari k*), maka tingkat investasi akan terus meningkat hingga tingkat kapital per kapita k*. Sebaliknya jika tingkat kapital per kapita berada pada k2 (lebih besar

dari k*), maka tingkat investasi akan terus menurun hingga tingkat kapital per kapita k*. Fungsi produksi f(k) akan naik tetapi dalam jangka panjang tetap sama selama tidak ada perubahan dalam produktivitas. Hal ini mengisyaratkan bahwa tingkat tabungan tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang selama produktivitas tidak berubah.

Asumsi deminishing marginal return dimana f‟(k) semakin kecil untuk k yang semakin besar, maka pertumbuhan pendapatan per kapita akan semakin kecil untuk negara yang semakin kaya atau maju. Dengan kata lain dalam jangka panjang akan terjadi konvergensi. Konsep inilah yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi pangkal perdebatan dari berbagai ahli ekonomi untuk mengkaji ulang teori pertumbuhan ekonomi model neo-klasik. Model pertumbuhan ekonomi yang muncul setelah era neo-klasik ini biasa disebut dengan model pertumbuhan endogen.

2.1.1.2Teori Pertumbuhan Endogen

Model pertumbuhan neo-klasik berargumen bahwa pertumbuhan output perkapita didorong oleh tingkat perkembangan teknologi. Tanpa perkembangan

(36)

teknologi, tidak akan ada pertumbuhan jangka panjang. Penyebab perkembangan teknologi tidak diidentifikasi dalam model Solow, sehingga hal yang mendasari pertumbuhan tidak terjelaskan.

Teori pertumbuhan endogen berusaha memperbaiki kegagalan model Solow ini dengan memberi penjelasan tentang penyebab-penyebab perkembangan teknologi (Mankiw et al., 1992.) Dinamakan teori pertumbuhan endogen karena adanya argumen bahwa tingkat perkembangan teknologi ditentukan oleh proses pertumbuhan itu sendiri. Perkembangan teknologi dapat menyebar lintas wilayah sehingga perekonomian kecil dapat mengambil manfaat dari perkembangan teknologi tanpa harus bergantung pada penciptaan teknologi di perekonomian mereka sendiri. Difusi teknologi cenderung terjadi secara cepat di tingkat lintas negara yang didorong oleh perkembangan perusahaan multinasional dan sistem komunikasi.

Model pengejaran (catch-up) dari teori pertumbuhan endogen mengargumenkan bahwa perkembangan teknologi di daerah akan tergantung pada seberapa jauh tingkat teknologi daerah itu tertinggal dari daerah yang paling maju. Fungsi transfer teknologi dari model ini menyatakan bahwa semakin jauh tingkat teknologi suatu daerah tertinggal dari daerah yang paling maju, maka akan semakin cepat perkembangan teknologinya.

(37)

Teori pertumbuhan endogen pada awalnya berkembang dalam dua cabang pemikiran yang bertumpu pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam perekonomian, yaitu:

1. Pemikiran yang percaya bahwa knowledge stock adalah sumber utama bagi peningkatan produktivitas ekonomi.

2. Pemikiran yang menekankan pada pentingnya learning by doing dan human capital dengan introduksi hal-hal baru (yang bersifat eksternal) dalam perekonomian merupakan faktor pendorong bagi peningkatan produktivitas perekonomian.

Pemikiran yang pertama diangkat dan dikembangkan oleh Romer (1986). Dalam mengembangkan teorinya, Romer menempatkan stok pengetahuan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara untuk meningkatkan dan menciptakan stok pengetahuan. Negara maju dengan kemampuan menciptakan pengetahuan yang lebih cepat dibandingkan dengan negara miskin akan mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dibanding dengan negara miskin. Hal ini sekaligus menolak teori konvergensi dari neo-klasik.

Dalam model Romer, pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Tiga elemen utama dalam model Romer yaitu :

1. Adanya unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan.

2. Adanya peningkatan skala hasil yang semakin meningkat, yang menyebabkan peningkatan spesialisasi dan pembagian kerja.

3. Semakin pendeknya waktu pemanfaatan ilmu pengetahuan, karena pesatnya perkembangan di sektor riset.

Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Yi =output produksi perusahaan i

Ki = stok modal

(38)

K = stok pengetahuan/teknologi (technical knowledge) agregat, dengan asumsi bahwa K mempunyai efek menyebar yang positif terhadap produksi setiap perusahaan.

Pemikiran kedua (teori learning) dikemukakan oleh Lucas (1988) melalui model akumulasi human capital. Teori learning memasukkan unsur ekstemalitas yang terkandung dalam peningkatan kapital pada proses produksi. Peningkatan kapital akan meningkatkan stok public knowledge, sehingga secara keseluruhan proses produksi dalam skala yang bersifat increasing return to scale.

Akumulasi modal manusia dapat dilakukan melalui pendidikan formal maupun bukan jalur pendidikan formal (on the job traning). Lucas berpendapat bahwa eksternalitas yang dihasilkan oleh investasi dalam pendidikan umum (termasuk kegiatan produksi) serta investasi dalam beberapa kegiatan tertentu inilah yang menyebabkan proses bersifat learning by doing.

Model yang dikembangkan oleh Lucas menggunakan dua jenis modal, yaitu modal fisik dan modal manusia. Rumusan yang digunakan Lukas adalah sebagai berikut:

keterangan:

Y = output produksi A = konstanta K = stok modal L = tenaga kerja

U = waktu yang digunakan untuk pekerja untuk berproduksi

H = kualitas dari human capital yang merupakan rata-rata banyaknya pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Ht yang meningkat sejalan

dengan ut maka fungsi produksi akan bersifat increasing return to scale

dimana Ht bersifat eksternal yang bergantung pada tingkat ketrampilan

rata-rata tenaga kerja dalam perusahaan tersebut.

2.1.2 Kemiskinan

(39)

keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat. Kemiskinan juga dapat diartikan sebagai ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Dalam arti sempit, kemiskinan dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam arti luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena multidimensional.

Sen (1995) menyatakan bahwa kemiskinan jangan dianggap hanya sebagai pendapatan rendah (low income), tetapi harus dianggap sebagai ketidakmampuan kapabilitas (capability handicap). Definisi yang lebih luas lagi dan menyangkut banyak aspek dikemukakan United Nations Centre for Human Settlements (1996): “Poverty is more than low or adequate income. It refers to lack of physical necessities, assets and income. A loss of assets is often what precipitates poverty.

Assets include tangible assets (savings, stores, resources) and intangible assets (for instance claims that can be made for help or resources when in need).”

Berdasarkan definisi yang diberikan United Nations Centre tersebut, kemiskinan tidak hanya diukur dari kekurangan atau ketidakcukupan income yang diperoleh tetapi juga termasuk kehilangan aset. Orang yang tidak memperoleh pelayanan kesehatan apabila sakit atau kena musibah termasuk miskin. Bahkan ketidakmampuan untuk melakukan saving menurut definisi tersebut sudah termasuk dalam kategori miskin.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas, 1993) menjelaskan kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Pendapat lain dikemukakan oleh Ala (1996) yang menyatakan kemiskinan adalah adanya gap atau jurang antara nilai-nilai utama yang diakumulasikan dengan pemenuhan kebutuhan akan nilai-nilai tersebut secara layak.

(40)

ketidakberdayaan (powerless), (3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), (4) ketergantungan (dependence), dan (5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Hidup dalam kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk (Chambers, 1995), yaitu: 1. Kemiskinan absolut yaitu bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau

tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.

2. kemiskinan relatif yaitu kondisi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

3. Kemiskinan kultural yang mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.

4. Kemiskinan struktural yaitu situasi miskin yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan kemiskinan, tetapi kerap menyebabkan suburnya kemiskinan.

Beberapa kriteria kemiskinan yang ditetapkan oleh instansi lainnya, antara lain: BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional), World Bank dan UNDP berdasarkan kriteria keluarga pra sejahtera (pra KS) dan keluarga sejahtera I (KS I). Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan itu adalah keadaan tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan USD 1.00 per hari, di negara kategori pendapatan rendah. Sementara itu di negara maju batas miskin USD 14.00 per hari, dan negara pendapatan sedang USD 2.00 per hari.

(41)

Dilihat dari sisi pendapatan, kemiskinan ekstrim (extreme poverty) atau kemiskinan absolut adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia, kemiskinan secara umum (overall poverty) atau sering disebut kemiskinan relatif adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan, seperti pakaian, energi, dan rumah. Dibandingkan dengan kriteria kemiskinan Bank Dunia, maka pendekatan UNDP relatif lebih komprehensif. Pendekatan UNDP tidak hanya mencakup aspek ekonomi (pendapatan), tetapi juga pendidikan (angka melek huruf) dan kesehatan (angka harapan hidup).

Menurut Salim (1980), ciri-ciri penduduk miskin yaitu: (1) rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, peralatan kerja, dan keterampilan, (2) mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, (3) kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil (sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak bekerja), (4) kebanyakan berada di perdesaan atau daerah tertentu perkotaan (slum area), dan (5) kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang cukup): bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas kesehatan, air minum, pendidikan, angkutan, fasilitas komunikasi, dan kesejahteraan sosial lainnya.

(42)

Besar kecilnya jumlah penduduk miskin sangat dipengaruhi oleh garis kemiskinan, karena penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah garis kemiskinan. Masyarakat Indonesia banyak yang tergolong rentan, dalam artian ketika ada shock, seperti naiknya harga BBM yang akan membuat harga barang-barang juga akan meningkat, maka banyak masyarakat miskin yang tadinya tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan bergeser posisinya menjadi miskin.

Adapun penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2003) adalah sebagai berikut :

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, dan upahnya pun rendah.

3. Kemiskinan muncul karena perbedaan akses dan modal

Dalam rangka mengentaskan kemiskinan, pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan. Program pengentasan kemiskinan mulai dilaksanakan pemerintah sejak Pelita III. Berbagai program sektoral yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan mewarnai program pembangunan di Indonesia. Program khusus pengurangan kemiskinan mulai dilaksanakan pemerintah sejak 1988 dengan adanya program Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT). Dalam program ini pemerintah memberikan bibit pertanian dan peternakan kepada rakyat miskin di perdesaan. Pada tahun 1993, PKT berkembang dari sekedar pemenuhan kebutuhan akan bibit menjadi pemenuhan kebutuhan akan prasarana dan sarana dasar, seperti jalan, jembatan, saluran irigasi dan sebagainya, terutama bagi daerah tertinggal.

(43)

lintas departemen dan diketuai oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. TKPK dibentuk dengan tujuan untuk mengintegrasikan dan sinkronisasi berbagai program kemiskinan di setiap departemen agar program pengentasan kemiskinan dapat berjalan lebih terarah, bersinergi satu sama lain dan tidak tumpang tindih. Salah satu program dari TKPK adalah program berbasis pemberdayaan masyarakat melalui PNPM (program nasional pemberdayaan masyarakat) mandiri. PNPM ini merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Sumber pendanaan urusan bersama tersebut berasal dari APBN dan APBD. Dana yang berasal dari APBN untuk urusan bersama tersebut dinamakan Dana Urusan Bersama, sedangkan dana yang berasal dari APBD disebut Dana Daerah Urusan Bersama. Pengalokasian dana bersama dilakukan secara proporsional, yang didasarkan pada indeks fiskal dan kemiskinan. Selain itu indikator teknis juga menentukan besaran alokasi Dana Urusan Bersama.

2.1.3 Infrastruktur

Infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg, 2000). Ada enam kategori besar infrastruktur menurut Grigg, yaitu : 1) Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan);

2) Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara); 3) Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air); 4) Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat);

5) Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar;

6) Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas)

Secara umum infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam mengembangkan atau membangun kegunaan publik melalui penyediaan barang dan jasa untuk umum. Infrastruktur fasilitas dan jasa biasanya disediakan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol (Akatsuka dan Yoshida, 1999).

(44)

1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang aktivitas ekonomi, meliputi public utilities (listrik, telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya).

2. Infrastruktur sosial, meliputi pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi. 3. Infrastruktur administrasi, meliputi penegakan hukum, kontrol administrasi

dan koordinasi.

Sistem infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Kodoatie, 2002). Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga penyediaannya perlu diatur oleh pemerintah.

A. Infrastruktur Jalan

(45)

Berdasarkan statusnya jalan dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa. Berdasarkan kewenangannya, jalan nasional termasuk jalan tol yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sementara jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa merupakan kewenangan pemerintah daerah (Tabel 1).

Tabel 1 Pembagian Jalan Berdasarkan Kewenangan

Kategori Wilayah atau Daerah yang dihubungkan

Jalan Nasional Antar ibukota provinsi Antar jalan strategis nasional Antar jalan tol

Ibukota provinsi dengan jalan strategis nasional Antar jalan strategis nasional dengan jalan tol

Jalan Provinsi

Jalan Kabupaten

Jalan Kota

Jalan Desa

Antar ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota Antar ibukota kabupaten/kota

Dan jalan strategis provinsi

Antar ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan Antar ibukota kecamatan

Antar ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal Antar pusat kegiatan lokal

Pusat pelayanan dalam kota Pusat pelayanan dengan persil Antar persil

Antar pusat pemukiman dalam kota

Antar kawasan, dan/atau Antar pemukiman di dalam desa

Undang-undang No.38 tahun 2004 tentang Jalan Sumber : Departemen Pekerjaan Umum

B. Infrastruktur Listrik

(46)

Perkembangan negara agraris menjadi negara industri memerlukan prasarana listrik. Tanpa ketersediaan infrastruktur listrik dengan jumlah cukup dan kualitas yang baik, investor akan ragu untuk menanamkan modalnya karena kontinuitas industri tidak terjamin dan akan menyebabkan biaya suatu komoditas tinggi. Keterlambatan pengembangan energi listrik akan berakibat fatal meliputi kehilangan kapasitas produksi industri, penurunan nilai ekspor dan keengganan investor melakukan investasi. Lee dan Anas (1992) menyimpulkan bahwa kehilangan kapasitas listrik menjadi hambatan besar pada perkembangan perusahaan-perusahaan di Nigeria.

C. Infrastruktur Air Bersih

Air Bersih (clean water) adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Keterbatasan air bersih merupakan suatu tantangan bagi manusia. Seiring dengan pertumbuhan pembangunan di segala bidang (antara lain pemukiman, kegiatan industri, kegiatan

perdagangan dan lain-lain) kebutuhan akan air untuk berbagai sektor diperkirakan

akan meningkat, oleh karena itu pengadaan sarana pemenuhan kebutuhan air seperti

halnya kebutuhan air bersih akan sangat diperlukan.Akses terhadap air bersih

merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat, sejahtera dan damai. Sistem air bersih yang baik akan menghasilkan manfaat ekonomi, dan vital bagi kesehatan manusia.

Kelangkaan akan air bersih disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya semakin besar pengguna air bersih dan semakin menipisnya sumber dari air bersih tersebut. Di sisi lain, rendahnya kemampuan masyarakat dalam mengakses air bersih disebabkan ketidakmampuan mereka dalam membiayai penyediaan sarana dan prasarana air bersih.

D. Infrastruktur Kesehatan

(47)

akan semakin tinggi resiko penularan penyakit ataupun gizi buruk, yang selanjutnya kualitas kesehatan masyarakat akan menurun.

Kesehatan masyarakat menjadi salah satu faktor penting di dalam membangun sebuah sistem produksi dengan penggunaan teknologi secara efektif. Peningkatan modal manusia, peningkatan produktifitas, kemampuan mengadaptasi dan menggunakan teknologi dalam produksi dan kemampuan mengadaptasi perubahan kapasitas dan teknologi tersebut pada akhirnya akan mendorong perekonomian suatu negara serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tentu saja hal ini terkait dengan infrastruktur yang tersedia. Infrastruktur kesehatan yang memadai dan terjangkau masyarakat akan mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat lebih baik, sehingga human capital juga akan lebih berkualitas.

2.1.4 Tenaga Kerja, Pengangguran, dan Rata-Rata Lama Sekolah

Menurut BPS penduduk berumur 15 tahun ke atas terbagi sebagai angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dikatakan bekerja bila mereka melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit 1 (satu) jam secara kontinu selama seminggu yang lalu. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi untuk menghasilkan barang maupun jasa di samping faktor produksi modal, teknologi, dan sumber daya alam. Tenaga kerja yang tersedia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jumlah penduduk dan pendidikan.

(48)

bekerja/tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, maka pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya.

Rata-rata lama sekolah yaitu rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang pernah diikuti. Untuk meningkatkan rata-rata lama sekolah, pemerintah telah mencanangkan program wajib belajar 9 tahun atau pendidikan dasar hingga tingkat SLTP. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk dapat dilihat dari indikator rata-rata lama sekolah (mean years of schooling). Rata-rata lama sekolah mencerminkan taraf kemampuan usia sekolah yang mampu dicapai masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani.

2.1.5 Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Menurut Khusaini (2006), desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan kewenangan di bidang penerimaan anggaran atau keuangan yang sebelumnya tersentralisasi, baik secara administrasi maupun pemanfaatannya diatur atau dilakukan oleh pemerintah pusat.

(49)

direvisi menjadi UU No. 32 dan 33 tahun 2004 tentang desentralisasi dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.

Desentralisasi fiskal bisa meningkatkan fungsi sektor publik, melalui potensi alokasi sumber daya yang lebih efektif dan efisien di sektor publik. Oates (2006) berpendapat bahwa dengan desentralisasi, pengeluaran untuk infrastruktur dan sektor sosial yang merespon perbedaan-perbedaan regional dan lokal mungkin akan lebih efektif dalam mempertinggi pembangunan ekonomi dari pada kebijakan-kebijakan sentral yang bisa jadi mengabaikan perbedaan-perbedaan antar daerah tersebut. Argumen ini dapat dibenarkan sebab pemerintah kota/kabupaten mengetahui daerahnya lebih baik daripada yang diketahui oleh pemerintah pusat. Berdasarkan pandangan ini, pemerintah daerah dipercaya bisa mengalokasikan dana kepada masing-masing sektor dalam ekonomi secara lebih efektif dan efisien daripada pemerintah pusat. Efektivitas dan efisiensi dampak bagi pembangunan tersebut tidak hanya karena masalah preferensi yang sesuai dengan keinginan penduduk lokal.

2.2. Tinjauan Teoritis

2.2.1 Infrastruktur dan Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya pertumbuhan ekonomi yang negatif menunjukkan adanya penurunan. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh akumulasi modal (tanah, peralatan, prasarana dan sarana (infrastruktur), sumber daya manusia (human resources) baik jumlah maupun tingkat kualitas penduduknya, kemajuan teknologi, akses terhadap informasi, keinginan untuk melakukan inovasi dan mengembangkan diri serta budaya kerja (Todaro et al, 2003).

(50)

mobilitas barang dan jasa secara baik. Hal tersebut pada akhirnya akan mendukung upaya perekonomian untuk menjadi lebih berdaya saing tinggi.

Queiroz and Gautam (1992) menunjukkan adanya hubungan yang konsisten dan signifikan antara pendapatan dengan panjang jalan. Negara berpenghasilan lebih dari US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 10.110 km/1 juta penduduk, sedangkan negara berpenghasilan US$ 545 - US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 1.660 km/1 juta penduduk dan negara berpenghasilan kurang dari US$ 545/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 170 km/1 juta penduduk. Jika data tersebut dibandingkan, negara yang berpenghasilan tinggi mempunyai panjang jalan 59 kali lipat dibandingkan dengan negara berpenghasilan rendah.

Namun, hasil studi dari Oosterhaven and Elhorst (2003) tentang manfaat ekonomi secara tidak langsung dari investasi pada infrastruktur transportasi dengan pendekatan model ekonomi regional dan makro ekonomi menyatakan bahwa peningkatan kualitas infrastruktur transportasi akan menyebabkan penurunan biaya transport dan penghematan waktu dalam perjalanan. Penghematan tersebut secara langsung akan memengaruhi permintaan terhadap produk lokal berupa input antara, tingkat konsumsi dan permintaan atas investasi. Secara sektoral atau menurut produk, penghematan tersebut bisa memberi dampak positif atau negatif dan dampak tersebut bisa meningkat karena economies of scale pada perusahaan lokal. Secara agregat, dampak dari peningkatan kualitas infrastruktur otomatis bisa menyebabkan kenaikan tingkat harga atau sebaliknya tergantung dari struktur perekonomian suatu negara atau wilayah. Dengan demikian, peningkatan kualitas infrastruktur transportasi dapat menyebabkan dua kondisi yang berbeda, yaitu akan mendorong peningkatan ekspor atau sebaliknya akan meningkatkan permintaan atas produk impor. Bila kemudian yang terjadi adalah peningkatan ekspor maka pengaruhnya terhadap pertumbuhan cenderung menjadi positif, namun jika yang terjadi adalah peningkatan impor maka dampaknya terhadap pertumbuhan menjadi negatif.

(51)

apa-apa dalam peningkatan daya terpasang listrik, rata-rata pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya akan mencapai 4,4 persen sampai tahun 2005. Bila pemerintah meningkatkan pertumbuhan daya terpasang listrik 15 persen, maka pertumbuhan ekspor akan dapat meningkat dari rata-rata 7 persen menjadi 8,8 persen dan pertumbuhan ekonomi akan dapat mencapai rata- rata 4,6 persen. Jika peningkatan daya terpasang listrik dinaikkan sampai 30 persen, rata- rata pertumbuhan ekonomi dapat didorong sampai 4,8 persen sepanjang tahun 2003-2005.

Industrialisasi yang meluas membutuhkan investasi yang besar untuk menjaga tingkat penyediaan air dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, tingkat kebutuhan masyarakat terhadap keberadaan air bersih secara kontinyu terus meningkat dari tahun ke tahun. Infrastruktur air bersih merupakan salah satu bagian penting dalam infrastruktur dasar yang dapat memberi pengaruh bagi pertumbuhan output (Bulohlabna, 2008). Air tidak hanya diperlukan sebagai bahan kebutuhan pokok untuk kehidupan tetapi juga dipergunakan sebagai komoditi

ekonomi (Kodoatie, 2002). Sumberdaya air dapat didayagunakan dan bernilai

ekonomis untuk menunjang kegiatan usaha.

Infrastruktur sosial yang dalam penelitian ini diwakili oleh keberadaan puskesmas, memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa puskesmas dapat meningkatkan kualitas manusia lewat perannya dalam konteks kesehatan. Lucas (1988) menyebutkan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas merupakan faktor penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

2.2.2 Tenaga Kerja dan Pertumbuhan

Ada banyak teori pertumbuhan yang menyertakan faktor tenaga kerja di dalamnya. Selain kapital, tenaga kerja juga berperan penting dalam proses produksi. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, maka mengindikasikan produksi yang dihasilkan oleh suatu negara juga meningkat.

(52)

bahwa tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Utara. Pengaruh signifikan dari tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan posisi tenaga kerja sebagai salah satu factor produksi yang menggerakkan perekonomian di daerah.

2.2.3 Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan

Secara teori, pendelegasian fiskal kepada pemerintah yang berada di level bawah diperkirakan memberikan peningkatan ekonomi mengingat pemerintah daerah memiliki kedekatan dengan masyarakatnya dan mempunyai keunggulan informasi dibandingkan dengan pemerintah pusat, sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang benar-benar dibutuhkan di daerahnya. Respon yang diberikan oleh pemerintah daerah terhadap tuntutan masyarakat jauh lebih cepat karena mereka berhadapan langsung dengan penduduk daerah yang bersangkutan.

Sebenarnya landasan teoritis yang menyokong mengenai peranan desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi sampai saat ini terus dikembangkan. Adanya argumentasi yang menyatakan efek desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi juga masih banyak dipertanyakan karena terdapat banyak literatur empirik yang memberikan hasil yang berbeda di dalam peneliatiannya (Vazquez dan McNab, 2001).

Zhang dan Zou (1998) meneliti tentang pengaruh desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi pada tingk

Gambar

Gambar 9  Diagram alur kerangka pemikiran.
Gambar 9  Pertumbuhan ekonomi di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 1994-2009
Gambar 10  Kontribusi PDRB Per Sektor di Jawa dan Luar Jawa, Tahun 2000 –
Gambar 11  Banyaknya Energi Listrik Terjual di Jawa dan Luar Jawa, 1993-2009
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat penelitian ini adalah memberi pengetahuan kepada Bapak/Ibu tentang mulut kering yang terjadi dan dapat menjaga kesehatan rongga mulut agar tidak terjadi mulut

Proses decoding (Gambar IV-4) dibagi menjadi tujuh sub proses, yaitu membuka berkas WAV, membaca berkas WAV per segmen, membuka file teks, mencari panjang teks tanda

 Bahwa yang dilakukan dalam pembuktian unsur adalah apa fakta yang terungkap dalam persidangan dan berdasarkan fakta di dalam persidangan bahwa berdasarkan keterangan

pemberian ikan gabus terhadap penyembuhan luka perineum pada ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Gundi Kota Surabaya tahun 2014 dibuktikan dengan nilai Negative

Obyek penelitian ini adalah guru penjasorkes yang mengajar di Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Bandung untuk diteliti dalam kompetensi pedagogik yang dikuasainya

Hasil perhitungan koefisien korelasi variabel jumlah kecelakaan kendaraan bermotor berkorelasi kurang erat yaitu, (0,22) dan kecelakaan menurut panjang jalan

Faktor pengungkit (leverage factor) yang dominan dari masing-masing dimensi adalah sebagai berikut: dimensi ekologi yaitu pembuangan limbah pertanian; dimensi ekonomi

(4) Merupakan upaya peninjauan dari penilaian kembali pokok-pokok pemikiran, ide-ide dasar, nilai-nilai sosio-filosofik, dan kebijakan hukum pidana selama