• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sma Materi Persamaan Lingkaran Di Sma Negeri 90 Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sma Materi Persamaan Lingkaran Di Sma Negeri 90 Jakarta"

Copied!
246
0
0

Teks penuh

(1)

Di SMA Negeri 90 Jakarta

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Selviana Rosa

(109017000027)

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA Materi Persamaan Lingkaran, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Januari 2014

Kata kunci: Bahan Ajar, Pendekatan Konstruktivisme, Pemecahan Masalah

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMA pada materi persamaan lingkaran melalui penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme dan (2) Mengetahui aktivitas belajar siswa dalam menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme pada materi persamaan lingkaran. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 90 Jakarta, Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2013/2014.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematik, lembar observasi aktivitas pembelajaran matematika, dan wawancara.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pembelajaran menggunakan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Hal ini terlihat dari peningkatan dengan rata-rata hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 67.75 pada siklus I menjadi 75.05 pada siklus II. Selain itu, penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa mata pelajaran matematika. Terlihat pada rata-rata persentase aktivitas siswa yang pada siklus I sebesar 64.5% meningkat menjadi 72.8% pada siklus II.

(6)

ii

State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, January 2014

The Key Word : Study Substance, Constructivism Approach, Problem Solving

The purpose of the research is to analyze : (1) raising Senior High School student mathematics problem solving ability at circle equation subject through employing study substance based of constructivism approach and (2) the student activity in ability at circle equation subject through employing the study substance based of constructivism approach. The research was implemented in SMA Negeri 90 Jakarta, odd semester of academic year 2013/2014.

The method that used in this research is Classroom Action Research (CAR), that consist of 4 phase, that is planning phase, implementation, observation, and reflection. Instrument of the research used are the test of the mathematics problem solving ability, sheet of the activity observation, and the interview manual.

The result of research state that learning by employing the study substance based of constructivism approach, can raising students mathematics problem solving ability. This result seen from raising the average score of mathematics problrm solving test, from 67.75 in the first cycle become 75.05 in the second cycle. In addition, employing the study substance based of constructivism approach can raising the student learning activity, from 64.50% in the first cycle become 72.80% in the second cycle.

(7)

iii

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat ihsan, nikmat iman, dan nikmat islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini dengan baik. Salawat dan salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA. P.hd Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd Dosen Pembimbing Akademik dan Pembimbing II dan Ibu Lia Kurniawati, M.Pd, Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan, motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, Semoga Bapak dan Ibu selalu berada dalam kemuliaanNya.

(8)

iv

6. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

7. Kepala SMA Negeri 90 Jakarta Bapak H. Ahmad Safari, S.Pd. M.Si yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Seluruh dewan guru SMA Negeri 90 Jakarta khususnya Ibu Hj. Mulyanis Rosma S.Pd selaku guru mata pelajaran, Bapak Drs KM Tambunan S.Kom selaku Waka Kurikulum, dan guru-guru dalam MGMP matematika yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Serta siswa dan siswi SMA Negeri 90 Jakarta Kelas XI IPA 3 tahun ajaran 2013-2014

9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, ayahanda Yahya dan ibunda Solikhah yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adikku Gita Silvia selalu menumbuhkan semangat peneliti kembali, serta semua keluarga yang selalu mendoakan, mendorong penulis untuk tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

10.Sahabat tercinta dan tersayang Syifa Farhana, dan Firda Nandiyah Dwi Anggraeni yang telah membantu menghilangkan stres, panik dan kesulitan serta memberikan motivasi penuh selama proses penyusunan skripsi.

(9)

v

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.

Demikianlah, betapapun penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun karya tulis yang sebaik-baiknya, namun di atas lembaran-lembaran skripsi ini masih saja dirasakan dan ditemui berbagai macam kekurangan dan kelemahan. Karena itu, kritik dan saran dari siapa saja yang membaca skripsi ini akan penulis terima dengan hati terbuka.

Penulis berharap semoga skripsi ini akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, Januari 2014

(10)

vi

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 10

C. Pembatasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah Penelitian ... 11

E. Tujuan Penelitian ... 11

F. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II Kajian Teoritik, Kerangka Konseptual dan Hipotesis Tindakan ... 13

A. Kajian Teoritik ... 13

1. Bahan Ajar ... 13

a. Pengertian Bahan Ajar ... 13

b. Jenis Bahan Ajar ... 15

c. Tujuan dan Manfaat Bahan Ajar ... 15

d. Karakteristik Bahan Ajar ... 17

e. Unsur-unsur Bahan Ajar ... 18

2. Pendekatan Konstruktivisme ... 19

3. Aktivitas Belajar... 23

4. Pemecahan Masalah ... 25

5. Persamaan Lingkaran ... 30

B. Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Konseptual ... 32

(11)

vii

D. Peran Peneliti dalam Penelitian ... 38

E. Tahapan Intervensi Tindakan ... 38

F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan ... 46

G. Data dan Sumber Data ... 46

H. Instrumen Pengumpulan Data ... 46

I. Teknik Pengumpulan Data ... 50

J. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi ... 51

K. Analisis Data dan Intervensi Hasil Analisis ... 52

L. Pengembangan Perencanaan Tindakan ... 54

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI DATA, DAN PEMBAHASAN ... 55

A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 55

1. Pelaksanaan Pra Penelitian ... 55

2. Deskripsi Tindakan Siklus I ... 56

3. Deskripsi Tindakan Siklus II ... 82

B. Intepretasi Hasil Analisis Data ... 108

C. Pembahasan Temuan Penelitian ... 112

D. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 118

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 120

A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 121

(12)

viii

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 35

Tabel 3.2 Tahap Penelitian Kegiatan Pendahuluan ... 41

Tabel 3.3 Tahap Penelitian Siklus I ... 42

Tabel 3.4 Tahap Penelitian Siklus II ... 44

Tabel 4.1 Persentase Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa Siklus I ... 71

Tabel 4.2 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Siklus I ... 75

Tabel 4.3 Persetase Skor Tiap Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Siklus I... 76

Tabel 4.4 Persetase Aktivitas Pembelajaran Matematika Siswa Siklus II ... 99

Tabel 4.5 Tabel Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Siklus II ... 101

(13)

ix

Gambar 4.1 Aktivitas Siswa Saat Mengerjakan Bahan Ajar ... 59

Gambar 4.2 Aktivitas Presentasi Siswa ... 60

Gambar 4.3 Aktivitas Menjawab Pertanyaan Siswa ... 62

Gambar 4.4 Aktivitas Diskusi Siswa ... 63

Gambar 4.5 Contoh Jawaban Siswa pada Persamaan Garis Singgung Lingkaran ... 65

Gambar 4.6 Aktivitas Presentasi Siswa ... 66

Gambar 4.7 Pelaksanaan Tes Siklus I ... 70

Gambar 4.8 Jawaban Siswa pada Indikator Mengidentifikasi Bagian-bagian Khusus dan Memilih Prosedur Serta Data yang Benar SiklusI ... 77

Gambar 4.9 Jawaban Siswa pada Indikator Mengevaluasi dan Mengintepretasikan Fakta Kuantitatif dan Hubungannya Siklus I 78 Gambar 4.10 Jawaban Siswa pada Indikator Memperkirakan dan Menganalisis 80 Gambar 4.11 Contoh Jawaban Kegiatan Perumusan Konsep Siswa... 85

Gambar 4.12 Contoh Jawaban Kegiatan Pemahaman Konsep Siswa ... 86

Gambar 4.13 Contoh Jawaban Kegiatan Mempraktikan Latihan Soal Siswa ... 87

Gambar 4.14 Aktivitas Diskusi Siswa ... 88

Gambar 4.15 Aktivitas Presentasi Siswa ... 89

Gambar 4.16 Contoh Jawaban Kegiatan Pengerjaan Contoh Soal Siswa ... 92

Gambar 4.17 Contoh Jawaban Kegiatan Pengantar Perumusan Siswa ... 93

Gambar 4.18 Contoh Jawaban Kegiatan Perumusan Konsep Siswa... 94

Gambar 4.19 Contoh Jawaban Kegiatan Pemahaman Konsep Siswa ... 95

Gambar 4.20 Pelaksanaan Tes Siklus II ... 97

(14)

x

Masalah Matematik Siswa ... 110 Gambar 4.26 Grafik Perbandingan Rata-rata Presentase Indikator Kemampuan

(15)

xi

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Siklus II ... 135

Lampiran 3 Bahan Ajar Siklus I ... 141

Lampiran 4 Bahan Ajar Siklus I ... 153

Lampiran 5 Validasi Bahan Ajar Pakar ... 157

Lampiran 6 Validasi Bahan Ajar Guru ... 165

Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 172

Lampiran 8 Kisi-kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II ... 173

Lampiran 9 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah ... 174

Lampiran 10 Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I&II ... 176

Lampiran 11 Kunci Jawaban Tes Siklus I&II ... 179

Lampiran 12 Lembar Observasi Guru Siklus I&II ... 190

Lampiran 13 Lembar Observasi Aktivitas Belajar Siswa ... 192

Lampiran 14 Lembar Observasi Penggunaan Bahan Ajar ... 194

Lampiran 15 Nilai Ulangan Matematika Siswa Pra-Penelitian ... 198

Lampiran 16 Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus I ... 201

Lampiran 17 Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Siklus II ... 206

Lampiran 18 Hasil Presentase Aktivitas Belajar Matematika Siklus I&II . 211 Lampiran 19 Hasil Wawancara Pra Penelitian (Guru) ... 215

Lampiran 20 Hasil Wawancara Setelah Penelitian (Guru) ... 217

Lampiran 21 Hasil Wawancara Pra Penelitian (Siswa) ... 219

Lampiran 22 Hasil Wawancara Setelah Penelitian (Siswa) ... 221

Lampiran 23 Lembar Uji Referensi ... 223

Lampiran 24 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 228

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan yang mengharuskan mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang dapat memenuhi tuntutan global, sebab pendidikan merupakan suatu wadah kegiatan yang berusaha untuk membangun masyarakat dan watak bangsa yang mampu membina mental, intelektual, dan kepribadian dalam rangka membentuk manusia yang berkualitas dan bermoral. Oleh karena itu, pendidikan perlu mendapat perhatian, penanganan, dan prioritas secara intensif dari pemerintah, masyarakat, dan pengelola pendidikan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 sistem pendidikan nasional yang menyatakan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.1

Pasal di atas menunjukan bahwa dalam belajar dan proses pembelajaran yang aktif, mengembangkan potensi dan terampil menyelesaikan masalah akan menciptakan kepribadian masyarakat yang menghargai pendidikan secara luas. Hal tersebut dapat terwujud dengan adanya pendidik yang mampu mengembangkan potensi siswa secara optimal.

PP nomor 19 tahun 2005 Pasal 20, mengisyaratkan bahwa guru diharapkan mengembangkan materi pembelajaran, yang kemudian dipertegas melalui Peraturan Mentri Pendidikan Nasional (Pemendiknas)

1

Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional http://www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf diakses tanggal 24 jam 6.00

(17)

nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses, yang antara lain mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan bagi pendidik pada satuan pendidikan untuk mengembangkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Salah satu elemen dalam RPP adalah sumber belajar, dengan demikian guru diharapkan untuk mengembangkan bahan ajar sebagai salah satu sumber belajar.2

Hal tersebut diharuskan karena guru yang hanya menggunakan strategi pembelajaran konvensional secara umum dianggap membosankan oleh siswa. Penggunaan sumber belajar yang dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan secara signifikan, akan menyebabkan perkembangan pengetahuan siswa hanya terbatas pada bahan ajar yang disediakan guru. Oleh sebab itu, bahan ajar menjadi penting adanya bagi siswa juga guru yang akan mempermudah proses belajar mengajar.

Keutamaan matematika sebagai mata pelajaran ini harus didukung oleh bahan ajar yang baik yang memenuhi tuntutan kurikulum, karakteristik siswa, serta tuntutan pemecahan masalah belajar. Bahan ajar diperlukan sebagai tuntunan siswa mendapatkan materi yang mereka butuhkan, tanpa terus mengandalkan guru di dalam kelas menjelaskan materi tersebut. Akan tetapi bahan ajar yang ada saat ini tidak memiliki spesifikasi yang mempermudah siswa memahami materi, kebanyakan bahan ajar yang ada hanya sekadar memberikan materi tanpa menuntun siswa menemukan sendiri konsep dari materi tersebut.

Bahan ajar akan lahir dari sebuah rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru. Pada prinsipnya, semua buku dapat dijadikan bahan belajar bagi siswa, hanya saja yang membedakan bahan ajar dari buku lain adalah cara penyusunannya karena didasarkan atas kebutuhan pembelajaran yang diinginkan siswa dan belum dikuasai siswa dengan

2

(18)

baik.3 Bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan siswa harus didasarkan pada permasalahan utama yang muncul dalam pembelajaran. Permasalahan tersebut tidak hanya seputar cara seorang guru mengajar, melainkan mengenai bahan ajar seperti apa yang dapat meningkatkan suatu kemampuan siswa dengan menggunakan bahan ajar tersebut.

Adanya bahan ajar banyak memberikan manfaat pada siswa maupun guru mata pelajaran, yaitu :

1. Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik.

2. Kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru.

3. Mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap kompetensi yang harus dikuasainya. 4

Oleh sebab itu penting adanya bahan ajar yang akan membantu proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas.

Macam bahan ajar yang biasa digunakan adalah buku paket, LKS, modul, media interaktif dan lain-lain. Dengan menerapkan bahan ajar yang telah dikembangkan, diharapkan diperoleh alternatif bagi guru dalam menyampaikan suatu materi pembelajaran sehingga proses belajar mengajar akan berjalan lebih optimal dan bervariasi dan pada akhirnya hasil belajar maupun aktivitas siswa diharapkan juga meningkat.

Saat ini bahan ajar yang tersedia dan digunakan sudah cukup baik tetapi belum cukup mampu untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki siswa secara optimal. Hal ini dikarenakan bahan ajar yang sudah ada masih merujuk pada proses pembelajaran yang konvensional. Padahal yang dibutuhkan siswa adalah bahan ajar yang mampu mengembangkan kemampuan dirinya sendiri. Antara lain bahan ajar yang mengacu pada proses belajar mengajar lebih diwarnai oleh student centered daripada

3

Ika lestari, Pengembangan Bahan Ajar Berbasis Kompetensi (sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan), (Padang: Akademia, 2013), h. 2.

4

(19)

teacher centered. Sebagian besar waktu proses belajar mengajar berlangsung dengan berbasis aktivitas siswa.5

“Teori Vygotsky yang mengatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal development peserta didik”.6 Maka bahan ajar yang sesuai dengan konsep belajar terdekat siswa adalah melalui pendekatan konstruktivis yang melihat pengalaman langsung (direct experience) sebagai kunci dalam pembelajaran.7

Menurut Dahar, dalam bunga rampai “Membuka Masa Depan Anak-anak Kita, dinyatakan bahwa sebagai filsafat belajar, konstruktivisme sudah terungkap dalam tulisan ahli filsafat Giambattista Vico tahun 1710, yang mengemukakan bahwa orang yang hanya dapat benar-benar memahami apa yang dikonstruknya sendiri”.8 Pendekatan ini mampu melatih siswa untuk mengkonstruksi pikirannya sendiri tentang suatu konsep belajar dan memahami konsep tersebut sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Dengan kata lain pendekatan kostruktivisme melatih siswa untuk mempelajari konsep suatu pelajaran dengan menggunakan sedikit petunjuk dari guru yang dipadukan dengan pengalaman yang didapatkan saat belajar sebelumnya.

5

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h.106.

6

Ibid., hlm.107. 7

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 46.

8

(20)

Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak adalah sebagai berikut:9

1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampian berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,

2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh siswa. Selain itu, latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.

3. Siswa diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitator dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri siswa.

Pendekatan konstruktivisme melatih siswa menjadi point dalam setiap pembelajaran, atau dengan kata lain pendekatan konstruktivisme melatih siswa untuk beraktivitas.

Pendidikan matematika di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan pendidikan matematika di dunia. Akan tetapi perkembangan tersebut tidak diimbangi dengan prestasi belajar matematika di Indonesia yang masih di bawah negara-negara lain. Hal ini dibuktikan dengan Trend in International Mathematics and Science Study

(TIMSS) sebuah studi yang diselenggarakan oleh International Association for theEvaluation of Educational Achievement (IEA), pada tahun 2007 menempatkan siswa kelas VIII Indonesia pada peringkat 36 dari 49 negara yang turut berpartisipasi dengan perolehan rerata skor siswa yaitu 397, sedangkan rerata skor internasional adalah 500. Skor

9

(21)

yang diperoleh tersebut berada signifikan di bawah rerata skor internasional.10

Kesimpulan dari laporan studi TIMSS tersebut, tidak jauh berbeda dengan hasil survei PISA 2009. Prestasi belajar matematika siswa di Indonesia dari data PISA berada pada peringkat 61 dari 65 negara yang turut berpartisipasi dengan perolehan rerata skor 371, sedangkan rerata skor internasional adalah 500.11 Peringkat ini turun dari semula posisi 50 dari 57 negara (2006). Dengan skor rata-rata turun dari 391 (2006) menjadi hanya 371 (2009). Itu artinya Indonesia perlu mengadakan perbaikan dalam segi pendidikan terutama matematika.

Soal – soal yang dilatihkan PISA tidak sekadar mengukur kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan atau mengoperasikan teknik matematika, tetapi juga dimaksudkan untuk melihat dan membandingkan sejauh mana siswa siap menghadapi tantangan masa depan. Di sini akan dinilai kemampuan peserta didik dalam memecahkan suatu masalah (problem solving), mulai dari mengenali dan menganalisa masalah, memformulasi reasoning-nya, dan mengomunikasikan gagasan-gagasan yang dimilikinya kepada orang lain. Maka akan terlihat, sejauh mana siswa bersangkutan mampu memetik pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan di sekolah sebagai bekal bermanfaat bagi kehidupannya nanti di masyarakat dan sejauh mana kemampuan siswa untuk terus belajar sepanjang hidupnya.12

Bahan ajar yang baik memfokuskan kemampuan yang harus dimiliki siswa setelah mempelajari bahan ajar tersebut. Kemampuan yang diharuskan ada dalam Kompetensi Dasar (KD) pada kurikulum pemerintah yaitu pemecahan masalah (Problem Solving). Pemecahan

10 Leo Adhar Effendi, “Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP”, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 13 No. 2, 2012. h. 3.

11 Ibid.

12 Tuti Rahayu, Purwoko, Zulkardi, “Pengambangan Instrumen

(22)

masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban belum tampak jelas.13 “Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi baru”.14

Merujuk pada pernyatan ini berarti pemecahan masalah merupakan suatu tindakan siswa menemukan pengetahuan atau sebuah solusi dari satu masalah melalui proses pemahaman. Suatu permasalahan yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari penyelesaiaannya secara umum menggunakan pemikiran dan proses pemahaman, begitu pula siswa dituntut untuk menyelesaikan banyak permasalahan matematika yang memiliki tingkat kesulitan bervariasi.

Idealnya setiap pembelajaran tidak hanya memfokuskan pada upaya untuk mendapatkan pengetahuan sebanyak-banyaknya, melainkan juga bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut untuk membentuk pengetahuan baru atau memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pengetahuan yang telah didapatkan. Polya mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan guna mencapai suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera dapat dicapai, menurut Polya dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu :15

1. Memahami masalah.

2. Merencanakan pemecahannya.

3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua, dan 4. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back).

13

Tatag Yuli Eko Siswono, Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif, (Surabaya :Unesa University Press, 2008), h.35.

14

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional), (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), cet. 4, h. 52.

15

(23)

Tidak hanya sebatas langkah-langkah penerapan pemecahan masalah, tetapi indikator kemampuan peserta didik harus diukur sesuai dengan kebiasaan dan materi yang akan diselesaikan, berikut indikator Menurut Klurik dan Reyes indikator pemecahan masalah adalah sebagai berikut :16

1) Siswa mampu memahami konsep dan istilah matematika. 2) Siswa mampu mengetahui kesukaran, perbedaan, dan analogi.

3) Siswa mampu mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur serta data yang benar.

4) Siswa mampu memperkirakan dan menganalisis.

5) Siswa mampu mengevaluasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungannnya.

6) Siswa mampu mengetahui data yang tidak relevan.

7) Siswa mampu menggeneralisasikan berdasarkan beberapa contoh. 8) Siswa mampu menukar, mengganti metode atau cara dengan tepat.

Materi persamaan lingkaran merupakan salah satu materi yang sangat penting dalam matematika yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini menjelaskan pada siswa bagaimana dapat menentukan kedudukan titik terhadap persamaan lingkaran. Meskipun dalam menentukan persamaan lingkaran dapat ditunjukkan dalam pembelajaran, namun dalam kenyataannya persamaan lingkaran masih memiliki kajian yang begitu abstrak, sehingga siswa masih kesulitan dalam menterjemahkan persamaan lingkaran.

Salah satu permasalahan utama dalam persamaan lingkaran dan persamaan garis singgung lingkaran yaitu materi ini memiliki banyak sekali rumus yang harus dihafalkan oleh siswa, hal ini menyebabkan siswa tidak maksimal dalam menyelesaikan soal mengenai persamaan lingkaran dan berdampak secara langsung pada nilai persamaan lingkaran

16

(24)

yang cukup rendah dibandingkan dengan materi lain di kelas XI IPA. Hal tersebut diutarakan oleh guru pada wawancara yang dilakukan peneliti di awal penentuan latar belakang.

Selain dengan wawancara peneliti juga menganalisis nilai ulangan peserta didik pada kelas yang akan diteliti, yaitu sebagai berikut:

Tabel 1.1

Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Sebelum Penelitian Interval Frekuensi Fk (%) fk(%)

31 - 40 4 4 10 10

41 - 50 7 11 17,5 27,5

51 - 60 11 22 27,5 55

61 - 70 8 30 20 75

71 - 80 3 33 7,5 85

81 - 90 5 38 12,5 95

91 - 100 2 40 5 100

Hasil ulangan harian yang didapatkan hanya 25% siswa yang mencapai KKM 75.00, sedangkan masih banyak siswa yang mendapatkan nilai di bawah KKM yaitu 75% dari 40 orang. Nilai rata-rata dari hasil ulangan harian di atas cukup rendah yaitu 61. Dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa pada kelas tersebut memiliki tingkat kemampuan yang cukup rendah terhadap mata pelajaran matematika

Dari permasalahan yang telah dipaparkan di atas bahwa penggunaan bahan ajar menjadi penting adanya apalagi bahan ajar tersebut mengacu pada pendekatan konstruktivisme yang akan mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa. Persamaan lingkaran merupakan materi yang difokuskan, karena tingkat kekeliruan yang dilakukan siswa cukup tinggi saat mengerjakan soal persamaan lingkaran. Untuk itu peneliti ingin meneliti tentang Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan

(25)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya bahan ajar yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan pelajaran matematika berbasis pendekatan kostruktivisme.

2. Kurangnya bahan ajar yang digunakan oleh seorang guru dalam menyampaikan pelajaran matematika yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

3. Kemampuan pemecahan masalah peserta didik rendah.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan fokus penelitian ini bertujuan agar penelitian yang dilakukan dapat tercapai dengan baik. Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bahan ajar matematika yang dimaksudkan adalah bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik bahan ajar pada umumnya hanya saja dengan pendekatan konstruktivisme akan mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah pada materi persamaan lingkaran.

2. Pendekatan konstruktivisme yang dimaksud adalah pendekatan yang memperdayakan kemampuan siswa untuk memecahkan suatu masalah dengan sedikit petunjuk atau arahan guru.

(26)

menganalisis, (3) Siswa mampu mengevaluasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungannnya.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain:

1. Apakah penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMA pada materi Persamaan Lingkaran?

2. Bagaimana aktivitas belajar siswa dalam penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme pada materi Persamaan Lingkaran?

E. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMA pada materi persamaan lingkaran melalui penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme.

2. Menganalisis aktivitas belajar siswa pada materi persamaan lingkaran melalui penggunaan bahan ajar berbasis konstruktivisme.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:

1. Siswa, dengan pendekatan kostruktivisme materi pada pelajaran matematika dan untuk melatih kemampuan pemecahan masalah matematika melalui bahan ajar agar terbiasa menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah.

(27)

pemecahan masalah matematika khususnya pada materi ajar Persamaan Lingkaran SMA.

3. Sekolah, menggunakan bahan ajar untuk melatih kemampuan pemecahan masalah matematika serta mengembangkannya pada materi ajar yang lain.

(28)

BAB II

KAJIAN TEORITIK, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori 1. Bahan Ajar

a. Pengertian Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan salah satu penunjang penting dalam proses belajar mengajar, karena siswa mendapat pedoman pembelajaran yang membuat siswa tidak hanya mengandalkan penjelasan guru tetapi, siswa mampu memahami sebuah materi dengan bantuan bahan ajar. Menurut National Centre for Competency Based Training (2007) :

Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktur dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Pandangan dari ahli lainnya mengatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis, baik tertulis maupun tidak tertulis, sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.1

Bahan ajar merupakan seperangkat materi/substansi pembelajaran (teaching material) yang disusun secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dalam kegiatan pembelajaran pengertian ini dikemukakan dalam website Dikmenjur. Dengan bahan ajar memungkinkan siswa dapat mempelajari suatu kompetmensi atau KD secara runtut dan sistematis sehingga secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara utuh dan terpadu.2

Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka

1

Andi Prastowo, Panduan kreatif membuat bahan ajar inovatif, (Jogjakarta: DIVA Press, 2011), h. 16.

2

Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Pengembangan Bahan Ajar , (Jakarta : Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas, 2008), h. 6.

(29)

mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya. Bahan ajar juga dapat diartikan sebagai segala bentuk bahan yang disusun secara sistematis yang memungkinkan siswa dapat belajar dengan dirancang sesuai kurikulum yang berlaku. Dengan adanya bahan ajar, guru akan lebih runtut dalam mengajarkan materi kepada siswa dan tercapai semua kompetensi yang telah ditentukan sebelumnya.3

Jadi, bahan ajar adalah alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, soal-soal dan cara menyelesaikannya, yang disusun secara sistematis sesuai dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh kurikulum dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Guru lebih banyak mengandalkan buku paket atau bahan ajar yang disusun oleh guru lain. Guru juga kurang menyadari akan pentingnya menyusun bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan, manfaat bahan ajar dalam penyiapan perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran. Padahal guru adalah orang yang paling mengerti kebutuhan siswa dan memahami hal apa yang dilakukan agar siswa mampu berkompetisi dengan baik. Guru tidak harus mendesain bahan ajar yang dibutuhkan siswa tetapi guru dapat menggunakan bahan ajar yang mampu membuat siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan.

Macam bahan ajar tidak hanya buku paket yang digunakan dalam aktivitas pembelajaran, banyak media interaktif lain yang dapat digunakan untuk mempermudah siswa maupun guru mendapatkan materi pembelajaran secara lengkap dan sistematis. Bahan ajar ini dapat juga digunakan siswa untuk lebih mudah memahami materi yang sulit dimengerti dan mudah dipergunakan. Adapun bahan ajar yang dapat digunakan sebagai berikut :

3

(30)

b. Jenis Bahan Ajar

Berdasarkan teknologi yang digunakan, bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu4 :

1. Bahan ajar cetak (printed) : Bahan cetak dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk. Contohnya : handout, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto/gambar, model/maket.

2. Bahan ajar dengar (audio) : kaset, radio, piringan hitam, dan compact disk audio.

3. Bahan ajar pandang dengar (audio visual) : video compact disk, film. 4. Bahan ajar multimedia interaktif : CAI (Computer Assisted Instruction),

CD (Compact Disk) multimedia pembelajaran interaktif dan bahan berbasis web (web based learning materials).

Bahan ajar dirancang secara khusus untuk siswa agar mereka memahami materi yang telah diajarkan tanpa melulu harus menunggu guru menjelaskan apa yang dimaksud dari bahan ajar tersebut. Bahan ajar harus memiliki tujuan yang jelas dan dapat bermanfaat untuk siswa juga guru.

c. Tujuan dan Manfaat Bahan Ajar Bahan ajar disusun dengan tujuan:5

Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan bahan ajar dirancang secara khusus untuk siswa agar mereka memahami materi yang telah diajarkan tanpa melulu harus menunggu guru menjelaskan apa yang dimaksud dari bahan ajar tersebut. Bahan ajar harus memiliki tujuan yang jelas dan dapat bermanfaat untuk siswa juga guru.

1) Yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik dan setting atau lingkungan sosial siswa. Bahan ajar yang akan diperoleh haruslah menyesuaikan karakteristik peserta didik, karena pengetahuan yang

4

Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., h.11. 5

(31)

dimiliki siswa terhadap dunia luar jauh lebih besar akan tetapi keinginan untuk belajar lebih keras kurang, maka bahan ajar yang akan didesain harus mampu membangkitkan keingintahuan siswa terhadap materi ajar tersebut.

2) Membantu siswa dalam memperoleh alternatif bahan ajar di samping buku-buku teks yang terkadang sulit diperoleh. Selain buku teks bahan ajar adalah salah satu alternatif yang paling baik, apalagi bahan ajar yang tidak hanya memuat materi yang dibutuhkan tetapi juga bahan ajar tersebut mampu membantu siswa untuk belajar tanpa harus dijelaskan terlebih dahulu oleh guru. Hal ini membuat siswa bisa belajar pada waktu yang dapat disesuaikan dengan segala kegiatan yang dimiliki siswa.

3) Memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran. Bahan ajar tidak hanya bermanfaat untuk peserta didik tetapi juga memudahkan guru menyampaikan materi pembelajaran yang harus dipahami siswa. Pelaksanaan pembelajaran menjadi tidak lagi terpusat pada guru tetapi dengan adanya bantuan bahan ajar yang berkarakter peserta didik dapat memahami materi sesuai dengan petunjuk-petunjuk yang terdapat pada bahan ajar.

Tersedianya bahan ajar yang bervariasi, maka siswa akan mendapatkan manfaat yaitu :6

1) Kegiatan pembelajaran menjadi lebih menarik;

2) Siswa akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran guru; dan 3) Siswa juga akan mendapatkan kemudahan dalam mempelajari setiap

kompetensi yang harus dikuasainya.

Bahan ajar yang pada umumnya digunakan harus sesuai dengan standar bahan ajar yang telah ditetapkan. Bahan ajar tersebut harus memberikan kemudahan kepada siswa untuk menggunakannya dan memahami materi yang terdapat pada bahan ajar tersebut.

6

(32)

d. Karakteristik Bahan Ajar

Sesuai dengan pedoman penulisan modul yang dikeluarkan oleh Direktorat Guruan Menengah Kejuruan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2003, bahan ajar memiliki beberapa karakteristik, yaitu7:

1) Self instructional (Belajar Mandiri) yaitu bahan ajar dapat membuat siswa mampu membelajarkan diri sendiri dengan bahan ajar yang dikembangkan. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka di dalam bahan ajar harus terdapat tujuan yang dirumuskan dengan jelas, baik tujuan akhir maupun tujuan antara. Selain itu, dengan bahan ajar akan memudahkan peserta didik belajar secara tuntas dengan memberikan materi pembelajaran yang dikemas ke dalam unit-unit atau kegiatan yang lebih spesifik.

2) Self contained (berisi berbagai materi) yaitu seluruh materi peajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu bahan ajar secara utuh.

3) Stand alone (berdiri sendiri) yaitu bahan ajar yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.

4) Adaptive (mampu menyesuaikan)yaitu bahan ajar hendaknya memiliki daya adaptif yang tinggi terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. 5) User friendly (mudah dipahami) yaitu setiap instruksi dan paparan

informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon dan mengakses sesuai keinginan.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan bahan ajar yang mampu membuat siswa untuk belajar mandiri dan memperoleh ketuntasan dalam proses pembelajaran sebagai berikut.

7

(33)

1) Memberikan contoh-contoh dan ilustrasi yang menarik dalam rangka mendukung pemaparan materi pembelajaran.

2) Memberikan kemungkinan bagi siswa untuk memberikan umpan balik atau mengukur penguasaannya terhadap materi yang diberikan dengan memberikan soal-soal latihan, tugas, dan sejenisnya.

3) Kontekstual, yaitu materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan siswa.

4) Bahasa yang digunakan cukup sederhana karena siswa hanya berhadapan dengan bahan ajar ketika belajar secara mandiri.

Karakteristik yang terdapat pada bahan ajar terpenuhi dengan baik maka bahan ajar tersebut cukup mampu menjadi bahan ajar yang dimanfaatkan oleh siswa dan guru dalam pembelajaran.

e. Unsur-unsur Bahan Ajar

Menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum merupakan tujuan bahan ajar, oleh sebab itu bahan ajar tersebut harus memiliki unsur-unsur tertentu, yang mampu membuat bahan ajar tersebut menjadi bermanfaat.

Berikut unsur-unsur bahan ajar 8: 1) Petunjuk Belajar

Komponen pertama ini meliputi petunjuk bagi pendidik maupun siswa. 2) Kompetensi yang akan dicapai

Maksud komponen kedua ini adalah kompetensi yang akan dicapai oleh siswa.

3) Informasi pendukung

Informasi pendukung merupakan berbagai informasi tambahan yang dapat melengkapi bahan ajar, sehingga siswa akan semakin mudah untuk menguasai pengetahuan yang akan mereka peroleh.

8

(34)

4) Latihan-latihan

Komponen keempat ini merupakan suatu bentuk tugas yang diberikan kepada siswa untuk melatih kemampuan mereka setelah mempelajari bahan ajar.

5) Petunjuk kerja atau lembar kerja

Petunjuk kerja atau lembar kerja adalah satu lembar atau beberapa kertas yang berisi sejumlah langkah prosedural cara pelaksanaan aktivitas atau kegiatan tertentu yang harus dilakukan siswa berkaitan dengan praktik dan lain sebagainnya.

6) Evaluasi

Komponen terakhir ini merupakan salah satu bagian dari proses penilaian.

Karakter dan unsur-unsur ajar telah terpenuhi maka dalam bahan ajar perlu adanya tujuan yang lebih spesifikasi seperti bahan ajar yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa berbasis pendekatan konstruktivis. Agar siswa terbiasa menyelesaikan masalah dengan sistematis dan menggunakan kreatifitas mereka masing-masing.

2. Pendekatan Konstruktivisme

Siswa merupakan individu yang aktif yang dapat membangun pengetahuan sendiri dengan potensi yang ada dalam dirinya, melalui pengalaman yang diperolehnya sebelumnya.9 Hal ini menegaskan bahwa siswa mampu melaksanakan pembelajaran tanpa bantuan guru dengan menggunakan tuntunan dari bahan ajar. Bahan ajar yang dibutuhkan siswa merupakan bahan ajar yang mampu membelajarkan diri siswa diluar pembelajaran yang dilakukan dengan guru di dalam kelas. Siswa dituntut untuk melakukan pembelajaran tanpa bimbingan guru atau dengan sedikit petunjuk guru, karena pada dasarnya pembelajaran yang baik adalah saat siswa dapat melakukan pembelajaran sendiri.

(35)

Siswa pada dasarnya mencari alat untuk membantu memahami pengalamannya, pengetahuan dibentuk pada diri manusia berdasarkan pengalaman nyata yang dialaminya dan hasil interaksinya dengan lingkungan sosial disekelilingnya. Novak dan Gowin (1985) menyatakan bahwa “salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi belajar anak adalah apa yang telah diketahui dan dialaminya”.10 Hal yang telah diketahui dan dialami siswa dalam pembelajaran merupakan pengalaman belajar. Pengalaman belajar dapat digunakan sebagai langkah awal dalam menemukan pengetahuan baru dengan menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan materi yang telah diketahui.

Saat membangun pengalamannya siswa berarti telah mengkonstruksi hasil pemikirannya sendiri. konstruktivis berarti bersifat mambangun. Dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktivisme merupakan suatu aliran yang berupaya membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.11 “Construktivism (konstruktivisme) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong”.12

Pendekatan konstruktivis berarti pendekatan dalam pembelajaran yang lebih menekankan pada kreatifitas siswa dalam menyalurkan ide-ide baru yang dapat diperlukan bagi pengembangan diri siswa yang didasarkan pada pengetahuan. Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai pembimbing bukan sumber belajar atau sumber informasi dan fasilitator. Akan tetapi yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri adalah alat-alat pembelajaran yang

10 Nizarwati, Yusuf Hartono, Nyimas Aisyah, “Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Konstruktivisme untuk Mengajarkan Konsep Perbandingan Trigonometri Siswa Kelas X SMA”, Jurnal Pendidikan Matematika, Vol. 3 No. 2, 2009, h. 58.

11

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran (Sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas), (Jakarta : Kencana. 2009), h.143.

12

(36)

dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran. Alat-alat pembelajaran dijadikan sebagai sumber belajar dan guru hanya sebagai fasilitator bukan sumber belajar siswa. Dengan hal ini siswa menjadi lebih mudah memahami materi sendiri, dan lebih dapat mengingat yang telah diketahui dari materi tersebut.

Sedangkan sumber belajar yang lain bisa teman sebaya, perpustakaan, alam, laboratorium, televisi, koran dan internet atau bahan ajar lainnya yang mampu menunjang proses belajar siswa dapat juga digunakan sebagai alat bantu dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru seharusnya lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan ide-ide baru sehingga siswa dapat menciptakan, membangun, mendiskusikan, membandingkan, bekerja sama, dan melakukan eksperimentasi dalam kegiatan belajarnya. Guru harus senantiasa menggunakan teknik pembelajaran yang mengaktifkan siswa dalam pembelajaran.

Beberapa alasan digunakannya pembelajaran berpandangan konstruktivisme diantaranya adalah sebagai berikut:13

1) Adanya pandangan bahwa belajar adalah suatu proses aktif, dinamik, dan generatif.

2) Berbasis pandangan ini diharapkan siswa tidak menghapal pengetahuan baru, tetapi menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnnya sehingga membentuk pengetahuan baru yang bermakna. 3) Pembelajaran menjadi lebih hidup, siswa lebih aktif berpartisipasi dalam

belajar.

(37)

Selain alasan digunakannya pendekatan pembelajaran konstruktivisme terdapat pula karakteristik dan prinsip tersendiri. Convrey yang banyak berbicara dalam konstruktivisme mengidentifikasi 10 karakteristik powerful constructions berpikir siswa, yang ditandai oleh:14

1. Sebuah struktur dengan kekonsistenan internal; 2. Suatu keterpaduan antar bermacam-macam konsep; 3. Suatu kekonvergenan di antara aneka bentuk dan konteks; 4. Kemampuan untuk merefleksi dan menjelaskan;

5. Sebuah kesinambungan sejarah;

6. Terikat kepada bermacam-macam sistem simbol; 7. Suatu yang cocok dengan pendapat expert atau ahli;

8. Suatu yang potensial untuk bertindak sebagai alat untuk konstruksi lebih lanjut;

9. Sebagai petunjuk untuk tindakan berikutnya; dan

10.Suatu kemampuan untuk menjustifikasi dan mempertahankan.

Berdasarkan karakteristik di atas bahwa siswa akan mampu menghubungkan konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang merupakan konsep prasyarat, mengungkapkan dugaan sementara terhadap konsep yang akan dipelajari. Kemudian siswa menggali, menyelidiki dan menemukan sendiri konsep. Pengembangan dan aplikasi materi. Semua hal tersebut harus tercermin secara jelas dalam bahan ajar, agar bahan ajar yang digunakan mempermudah siswa memahami, mengkonsep dan mengembangkan potensi dirinya.

Konstruktivis mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan

(38)

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya. Adapun lima elemen belajar yang konstruktivistik, yaitu :15

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activing knowledge). 2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge).

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge).

4) Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge). 5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan

tersebut (reflecting knowledge).

3. Aktivitas Belajar

Keinginan untuk mempelajari matematika dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa. Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. “Dalam kegiatan belajar, subjek didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa adanya aktivitas, proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik”.16 Aktivitas siswa tidak cukup hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang lazim terdapat di sekolah-sekolah tradisional. Dibawah ini beberapa pandangan mengenai konsep aktivitas belajar, diantaranya :17

a. Siswa adalah suatu organisme hidup, di dalam diri beraneka ragam kemungkinan dan potensi yang hidup yang sedang berkembang. Di dalam diri terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa.

b. Setiap siswa memiliki berbagai kebutuhan, meliputi kebutuhan jasmani, rohani dan sosial. Kebutuhan menimbulkan dorongan untuk berbuat.

15

Lukmanul Hakim, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h. 47.

16 Nurul Astuty Yensy. B, “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Examples Non Examples dengan Menggunakan Alat Peraga untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa”, Jurnal Exacta, Vol. X No. 1, 2012, h. 29

17

(39)

Setiap saat kebutuhan dapat berubah dab bertambah, sehingga variasinya semakin banyak dan beraneka ragam pula.

Maka penulis menyimpulkan aktivitas merupakan inti dari proses belajar. Dapat dikatakan bahwa aktivitas merupakan bagian penting dari belajar yang selalu berkegiatan. Aktivitas belajar adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental. Hasil penelitian Diedrich menyimpulkan bahwa terdapat 177 macam kegiatan siswa yang meliputi aktivitas jasmani dan aktivitas jiwa, antara lain sebagai berikut :18

a. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. b. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. c. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,

diskusi, musik, pidato.

d. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

e. Drawing activities, misalnya : menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

f. Motor activities, yang termasuk didalamnya antara lain : melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, berternak.

g. Mental activities, sebagai contoh misalnya : menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan. h. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosan,

bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Pembelajaran menggunakan bahan ajar, menuntut siswa untuk mengasah writing activities yaitu aktivitas siswa dalam mengerjakan laporan atau dalam mengerjakan bahan ajar yang telah disediakan. Siswa diberikan kesempatan untuk beraktivitas melalui pengerjaan bahan ajar. Aktivitas

18

(40)

tersebut sejalan dengan pendekatan konstruktivisme yang memusatkan pembelajaran pada siswa. Dalam pandangan kontruktivis siswa merupakan tokoh sentral dalam kegiatan belajar mengajar. Sejalan dengan pernyataan diatas aktivitas siswa merupakan syarat utama berlangsungnya proses pembelajaran. Tugas guru adalah membimbing dan memfasilitasi siswa untuk mengembangkan bakat dan potensinya. Sehingga siswalah yang aktif atau beraktifitas dalam menemukan konsep yang akan dipelajarinya. Sesuai dengan hal ini, aktivitas belajar siswa tidak hanya mengerjakan bahan ajar (writing activities). Tetapi juga saat siswa berpikir untuk merumuskan dan memecahkan masalah (mental activities).

4. Pemecahan Masalah

Setiap manusia terbiasa menghadapi setiap permasalahan, maka manusia dibekali dengan pengetahuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan segala permasalahan yang muncul dalam kehidupannya, tidak jarang manusiapun melalui proses yang panjang untuk menyelesaikan permasalahan dengan pengetahuan, pemahaman bahkan dengan pengalaman yang sebelumnya telah dialami semasa hidup. Demikian pula tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran matematika oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). NCTM (2000) menetapkan lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation).19

Siswa juga dituntut untuk mampu menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul pada kehidupannya terutama saat pembelajaran. Siswa harus mampu menyelesaikan masalah, tidak hanya sekedar masalah yang ringan tetapi masalah yang kompleks. Biasanya permasalahan kompleks saat

(41)

pembelajaran terjadi pada mata pelajaran matematik. Matematika memang mata pelajaran yang membutuhkan trik khusus dalam menyelesaikan soal-soalnya, namun dengan tuntutan kurikulum yang mengharuskan siswa mampu memecahkan masalah pada materi tertentu, maka kemampuan ini dirasa perlu dilatihkan agar siswa terbiasa dengan soal yang memiliki tingkat kesukaran yang cukup tinggi.

Menurut Tatag, pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas. Dengan demikian, pemecahan masalah atau problem solving adalah suatu upaya individu mengatasi kendala yang dihadapi saat menyelesaikan suatu jawaban yang belum nampak kejelasannya.

Soal-soal pemecahan masalah yang belum nampak kejelasan masalahnya bukan berarti tidak dapat dikerjakan siswa hanya saja siswa perlu menggali lebih dalam lagi pengetahuan, pemahaman dan pengalaman yang dimilikinya untuk menyelesaikan soal tersebut. Usaha siswa untuk mendapatkan solusi dari setiap permasalahan yang ditemukan pada soal akan melatih peserta didik memahami lebih dalam materi dan memperkuat ingatan siswa tentang materi tersebut.

Problem solving telah menjadi bagian penting dalam kurikulum matematika. Pehkonen dalam Tatag (2008) mengkategorikan alasan untuk mengajarkan pemecahan masalah (problem solving) menjadi empat kategori, yaitu :20

1. Pemecahan masalah mengembangkan keterampilan kognitif secara umum

2. Pemecahan masalah mendorong kreativitas

3. Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika 4. Pemecahan masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika.

20

(42)

Pemecahan masalah merupakan salah satu topik yang penting dalam mempelajari matematika. Banyak ahli matematika mengatakan bahwa matematika menafsirkan gambar atau bangun, membentuk konstruksi geometri, membuktikan teorema dan lain sebagainya. Beberapa ahli pendidikan matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertyanyaan yang harus dijawab atau direspon. Namun tidak setiap pertanyaan otomatis merupakan suatu masalah.

Menurut Tatag terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah, yaitu21

1. Pengalaman awal

Pengalaman terhadap tugas-tugas dan menyelesaikan soal cerita atau soal aplikasi mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah siswa. Begitu juga siswa dengan pengalaman awal seperti ketakutan terhadap matematika dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

2. Latar belakang matematika

Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-beda dapat memicu perberbeda-bedaan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

3. Keinginan dan motivasi

Dorongan yang kuat dari dalam (internal) diri ataupun dari luar (eksternal) dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah.

4. Struktur masalah

Struktur masalah yang diberikan kepada siswa, seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas (tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal, maupun pola masalah satu dengan masalah lain dapat mengganggu kemampuan siswa memecahkan masalah. Apabila masalah disajikan secara verbal, maka masalah harus jelas, tidak ambigu dan ringkas. Tingkat kesulitan masalah atau soal hendaknya diawali dari yang sederhana hingga yang sulit agar siswa

21

(43)

lebih termotivasi. Masalah satu dan masalah berikutnya memiliki pola hubungan masalah sumber dan masalah target, sehingga masalah pertama dapat menjadi pengalaman untuk menyelesaikan masalah berikutnya.

Menurut Gagne pemecahan masalah tidak sekadar sebagai bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telah dikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terlebih dahulu, melainkan lebih dari itu, merupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan pada tingkat yang lebih tinggi. Apabila seseorang telah mendapatkan suatu kombinasi perangkat aturan yang terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi maka ia tidak hanya dapat memecahkan suatu masalah, melainkan juga telah berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatu yang dimaksud adalah perangkat prosedur atau strategi yang memungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian dalam berpikir.22

Dengan demikian, kemampuan pemecahan masalah adalah komponen penting untuk belajar matematika di masa sekarang dan mendatang. Dengan kemampuan pemecahan masalah, siswa akan membangun dan sekaligus memilikinya kemampuan dasar yang lebih bermakna dari sekadar kemampuan berpikir, terlebih dengan mengaitkannya pada bidang lain, kemudian siswa dapat membuat strategi-strategi penyelesaian untuk masalah-masalah selanjutnya yang dipandang lebih efektif. Selain itu, dalam hal ini siswa didorong supaya berpikir bahwa sesuatu itu multidimensi sehingga mereka dapat melihat banyak kemungkinan penyelesaian untuk suatu masalah dengan ketajaman pengamatan, analisis yang lebih baik serta pengembangan proses pemecahan masalah itu sendiri.

Pengukuran kemampuan pemecahan masalah secara substansial masih dijadikan patokan guru untuk menentukan tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal tersebut erat kaitannya dengan indikator

22

(44)

yang akan dinilai oleh guru dalam mengetahui tingkat kemampuan pemecahan masalah siswa.

Adapun indikator pemecahan masalah menurut Sumarmo, yaitu :23 1) Mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah.

2) Membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya.

3) Memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau diluar matematika.

4) Menjelaskan dan mengintepretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban.

5) Menerapkan matematika secara bermakna.

Selain menurut Sumarmo, adapun Menurut Klurik dan Reyes indikator pemecahan masalah adalah sebagai berikut:24

1) Siswa mampu memahami konsep dan istilah matematika. 2) Siswa mampu mengetahui kesukaran, perbedaan, dan analogi.

3) Siswa mampu mengidentifikasi bagian-bagian khusus dan memilih prosedur serta data yang benar.

4) Siswa mampu memperkirakan dan menganalisis.

5) Siswa mampu mengevaluasi dan menginterpretasikan fakta kuantitatif dan hubungannnya.

6) Siswa mampu mengetahui data yang tidak relevan.

7) Siswa mampu menggeneralisasikan berdasarkan beberapa contoh. 8) Siswa mampu menukar, mengganti metode atau cara dengan tepat. Melalui indikator kemampuan pemecahan masalah diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan hal yang diketahuinya terlebih dahulu. Hal tersebut membantu siswa mempermudah menyelesaikan soal pemecahan masalah

23 Utari Sumarmo, “Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Kumpulan Makalah “Berpikir dan Disposisi Matematika serta Pembelajarannya”, 2004, h. 128.

24

(45)

yang awalnya dianggap sulit. Pembiasaan harus senantiasa dilakukan guru agar siswa mampu mengerjakan soal pemecahan masalah tanpa mengalami kesulitan. Pembiasaan ini dilakukan melalui latihan soal yang terdapat dalam bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme yang didesain khusus untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

5. Persamaan Lingkaran

Sejak di sekolah dasar kita sudah mengenal bentuk lingkaran. Dalam matematika lingkaran didefinisikan sebagai tempat kedudukan atau himpunan semua titik yang berjarak sama terhadap sebuah titik tertentu (titik )25. Titik tertentu itu selanjutnya disebut pusat lingkaran, dan jaraknya disebut ukuran jari-jari.

Persamaan lingkaran adalah cara untuk mengekspresikan definisi lingkaran pada bidang koordinat. Jika pusat lingkaran adalah pada asal bidang koordinat, persamaan adalah dimana r adalah jari-jari. Ketika pusat lingkaran pada titik persamaan menjadi

.Persamaan lingkaran sering ditemukan dalam bentuk umum

.Menggunakan Menyelesaikan teknik Persegi mengkonversi persamaan untuk bentuk mudah. Persamaan lingkaran juga ditulis dalam koordinat polar, pada bidang kompleks, dan dengan menggunakan fungsi trigonometri.

a. Persamaan Garis Singgung Lingkaran

Persamaan garis singgung lingkaran garis dijalan yang dilalui sepeda dapat disebut garis singgung dan titik persentuhan antara roda sepeda dan jalan disebut titik singgung. Perhatikan bahwa jari-jari yang melalui titik singgung A dan B selalu tegak lurus dengan jalan.

25

(46)

Garis singgung adalah garis yang memotong lingkaran tepat disatu titik. Titik tersebut disebut titik singgung. Jari-jari lingkaran yang melalui titik singgung selalu tegak lurus dengan garis singung.

Terdapat tiga macam persamaan garis singgung yaitu : 1. Garis singgung bergradien m

2. Garis singgung melalui suatu titik diluar lingkaran 3. Garis singgung melalui suatu titik pada lingkaran

Persamaan garis singgung dapat dinyatakan dalam bentuk y = mx + c, sehingga secara umum mencari Persamaan garis singgung adalah mencari nilai m dan c tersebut, seperti sudah dibahas sebelumnya mencari m dan c dapat dilakukan dengan cara mensubtitusikan persamaan garis tersebut pada persamaan lingkaran, menyusun persamaan kuadrat , menentukan Diskriminan dan menentukan nilai dari D = 0.

Tabel 2.1

Standar kompetensi dan Kompetensi dasar materi pokok persamaan lingkaran dan persamaan garis singgung lingkaran

Standar

Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

(47)

3.2Menentukan

1. Penelitian yang dilakukan didukung oleh beberapa hasil penelitian sebelumnya. Penelitian Noviandi Hamid (2011) UIN Jakarta “Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme” dengan menggunakan tutor sebaya lebih baik dibandingkan dengan pola pembelajaran konvensional.

2. Penelitian lain yang mendukung adalah penelitian Sutini (2012) UIN Jakarta “Penggunaan LKS dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok Bahasan FPB dan KPK Kelas V” dengan penggunakan LKS dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada pokok bahasan FPB dan KPK kelas V.

C. Kerangka Konseptual

(48)

konvensional yang membosankan dan belum memacu kemampuan pemecahan masalah pada siswa, padahal peserta didik dituntut untuk memiliki kemampuan tersebut dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.

Pembelajaran diadakan bertujuan untuk mencapai semua tujuan dan sasaran pembelajaran yang diinginkan berdasarkan kepada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dikembangkan. Untuk mampu mencapai tujuan pembelajaran yang telah disusun, pendidik atau semua pendidik dituntut memiliki kemampuan dalam mengembangkan bebagai bahan ajar. Agar siswa tidak hanya terpaku pada bahan ajar yang sudah ada tetapi juga bahan ajar yang memiliki karakteristik mengembangkan kemampuan pemecahan masalah berbasis pendekatan konstruktivis.

Bahan ajar tersebut didesain sesuai dengan pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis yaitu, memancing siswa untuk membentuk atau mengkonsep suatu materi pembelajaran sendiri khususnya pada materi persamaan lingkaran yang kita ketahui materi tersebut abstrak dan sulit dimengerti siswa. Selain itu siswa juga harus membiasakan diri untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah yang dimilikinya.

Kemampuan pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting bagi pembelajaran matematika, karena dalam proses pembelajaran maupun dalam menyelesaikan masalah siswa dimungkinkan untuk memikirkan masalah yang dihadapinya dalam menyelesaikan soal kemudian memikirkan kembali hal tersebut untuk menemukan solusi yang jauh lebih baik. Namun, yang terjadi di lapangan menunujukan bahwa pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika belum dijadikan kegiatan utama oleh pendidik, sehingga mengakibatkan rendahnya kemampuan pemecahan masalah pada siswa.

(49)

Materi yang paling memprihatinkan Persamaa Lingkaran karena pada tingkat SMA siswa harus mempola materi yang sudah mulai abstrak dan sulit dimengerti apalagi dibarengi dengan tuntutan standar kompetensi yang mengharuskan mereka untuk mampu memecahkan masalah. Untuk itu peneliti ingin mengembangkan bahan ajar berbasis pendekatan konstruktivisme yang merujuk pada kemampuan pemecahan masalah yang dikhususkan pada materi Persamaan Lingkaran untuk SMA IPA.

D. Hipotesis Penelitian

(50)

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 90 Jakarta yang beralamat di Jl. Sabar Raya, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Penelitian ini dilakukan di kelas XI IPA-3 pada tahun ajaran 2013-2014.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November semester ganjil tahun ajaran 2013-2014. Jadwal penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan Juni Juli Agst Sep Okt Nov Des

Persiapan dan Perencanaan √ √ √

Observasi √ √ √

Kegiatan Penelitian √ √ √

Analisis Data √ √ √

Laporan Penelitian √ √

B. Metode Penelitian dan Desain Intervensi Tindakan

Metode penelitian yang digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom Action Research (CAR), yaitu menurut Hopkins penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuiri, atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi, sambil terlihat dalam sebuah proses perbaikan dan perubahan.1

1

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 3.1 Bagan Alur Penelitian Tindakan Kelas
Gambar 3.2
Tabel 3.2 Tahap Penelitian Kegiatan Pendahuluan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

yang ada saat ini sering kali menyebabkan banyaknya bahan baku alumina yang terbuang, hal ini disebabkan oleh sistem distribusi alumina menggunakan filling pipe yang ada membuat

Pengaruh Latihan Menggiring Bola Menggunakan Metode Circuit Training Terhadap Peningkatan Keterampilan Dribbling Pemain Sepakbola Coerver Coaching U-15.. Universitas

Didapatkan pemahaman yang tidak sama antar fasilitator terhadap aplikasi KS dalam hal penentuan indikator. Kurangnya koordinasi dan komunikasi antar

Luas Lahan Sawah Irigasi menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku Utara Tahun 2009-2013.. Table Area of Irrigated Wetland by District/Municipality in Maluku Utara Province,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri kelas VII dan VIII tentang personal hygiene saat menstruasi di SMPN 29 Bandung. Jenis

dan internasio nal, khususnya pada bidang entomologi, biostatistik, dan epidemiologi serta kesehatan lingkungan dalam suasana kampus islami yang didukung oleh tenaga edukaif

Surat Setoran Pajak Daerah, yang dapat disingkat SSPD, adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke Kas Umu m