• Tidak ada hasil yang ditemukan

Characterization of Morphology, Anatomy, and Phytochemical Content of Caricature Plant (Graptophyllum Pictum L. Griff)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Characterization of Morphology, Anatomy, and Phytochemical Content of Caricature Plant (Graptophyllum Pictum L. Griff)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI MORFOLOGI, ANATOMI, DAN

KANDUNGAN FITOKIMIA TANAMAN HANDEULEUM

(

Graptophyllum Pictum

L. Griff)

DIAN NOVITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Karakterisasi Morfologi, Anatomi, Dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff) adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk karya apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

(3)

ABSTRACT

DIAN NOVITA. Characterization of Morphology, Anatomy, and Phytochemical Content of Caricature Plant (Graptophyllum Pictum L. Griff) supervised by NURUL KHUMAIDA, MUNIF GHULAMAHDI, M. SYAKIR.

Graptophyllum pictum L. Griff, called caricature plant is commonly used as medicinal plant. Caricature plant is indigenous plant as was reported to prosses that can function as uncer, laxative, and menstruation problem. However, there were very limited information about caricature plant accession with high biomass and high phytochemical content. Therefore exploration to habitat of caricature plant or their production site is needed to obtain caricature plant accessions with high biomass and high phytochemical content. The objective of this study was to explore the diversity of caricature plant accessions, morphology, anatomy, and phytochemicals caricature plant. This study also objected to analize and the similarity level of 32 caricature plant accesions, and study the agroecological correlation with morphology, anatomy, and phytochemicals contents of those accessions. The research was conducted in Indonesian Medicinal and Aromatics Crop Research Institute (IMACRI) Cimanggu Bogor. The study was started in June 2008 until September 2009. Plant material use in this study was stem cutting of caricature plant from various locations which previous explorased by KKP3T research team, include West Java, Central Java, East Java, Central Kalimantan, South Kalimantan, Ambon, Papua, and IMACRI collections. This experiment was arranged in completely randomized design with single factor (32 caricature plant accessions based on area of origin) and two replications. One replication consisted of 10 plants. The results showed caricature plants fom different location have similarity with plant morphology include sectional stem cross shape, the surface of the stem, branching, leaf base shape, nervatio, and leaf abaxial surface. The diversity of plant morphology shape of leaves and leaf edges. Leaf anatomy analysis result showed that leaf thickness was similar between handeuleum accessions originated from various locations. In contrast, there was variation in the stomatal density of handeuleum accessions. Phytochemical analysis of caricature plant leaves showed that all of the caricature plant accessions have high alkaloids and glycosides content. There were variations in saponin, tanin, phenolic, flavonoids, triterpenoids, steroid content of caricature plant accessions.

Key words: handeuleum, characterization, alkaloid, stomata

(4)

RINGKASAN

DIAN NOVITA. Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff) Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA, MUNIF GHULAMAHDI, M. SYAKIR.

Graptophyllum pictum L. Griff atau lebih dikenal dengan nama handeuleum merupakan salah satu tanaman obat yang sering digunakan untuk pengobatan. Tanaman handeuleum merupakan tanaman asli Indonesia dan diduga berasal dari Irian Jaya. Tanaman handeuleum menghasilkan daun yang dapat berfungsi sebagai obat seperti wasir, darah tinggi, borok, bisul, pencahar, obat sakit telinga, dan melancarkan haid. Informasi tentang aksesi tanaman handeuleum yang memiliki biomassa, dan kandungan fitokimia tertinggi sampai saat ini masih minim. Untuk itu perlu adanya upaya eksplorasi ke lokasi tumbuh atau sentra produksi tanaman kemudian dilakukan karakterisasi untuk mendapatkan aksesi tanaman handeuleum yang mempunyai biomassa dan kandungan fitokimia tertinggi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keragaman aksesi tanaman handeuleum melalui eksplorasi ke beberapa daerah sentra/lokasi tumbuh, mempelajari karakteristik morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum, menganalisis tingkat kemiripan 32 aksesi tanaman handeuleum, dan mempelajari hubungan agroekologi dengan morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum.

Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni 2008 sampai dengan September 2009. Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah setek tanaman handeuleum dari berbagai lokasi hasil eksplorasi sebelumnya oleh Team Peneliti KKP3T antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Ambon, Papua, dan koleksi Balittro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal 32 aksesi dari daerah yang berbeda. Perlakuan ini diulang dua kali, dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman handeuleum yang berasal dari berbagai lokasi memiliki kesamaaan morfologi tanaman pada bentuk penampang melintang batang, permukaan batang, percabangan, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun, susunan tulang daun, dan permukaan daun. Keragaman morfologi tanaman terlihat pada bentuk bangun daun dan tepi daun tanaman. Pengamatan terhadap anatomi tanaman memberikan hasil bahwa tanaman handeuleum dari 32 lokasi memiliki tebal daun yang tidak berbeda nyata. Namun demikian peubah jumlah stomata, menunjukkan keragaman pada aksesi yang berasal dari tempat berbeda. Pengamatan terhadap fitokimia 32 aksesi handeuleum menunjukkan bahwa kandungan senyawa alkaloid dan glikosida sangat tinggi pada semua aksesi. Senyawa saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan steroid pada aksesi yang berasal dari lokasi berbeda, memiliki kandungan fitokimia yang berbeda.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta Dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan sebagian besar pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

KARAKTERISASI MORFOLOGI, ANATOMI, DAN

KANDUNGAN FITOKIMIA TANAMAN HANDEULEUM

(

Graptophyllum Pictum

L. Griff)

DIAN NOVITA

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : : Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff) Nama : Dian Novita

NRP : A252070061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si. Ketua

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Anggota

Dr. Ir. M, Syakir M.S. Anggota

Diketahui Koordinator Mayor Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian: 28 September 2011

(9)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala rahmat-Nya penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini berjudul Karakterisasi Morfologi, Anatomi, dan Kandungan Fitokimia Tanaman Handeuleum (Graptophyllum Pictum L. Griff). Penelitian ini mendapatkan bantuan pendanaan dari hibah penelitian KKP3T tahun 2009 -2010.

. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Nurul Khumaida, M.Si., Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S dan Dr. Ir. M, Syakir M.S. atas bimbingannya selama penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Rahmi Yunianti, SP. M.Si selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan saran yang diberikan demi kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Eny Widajati, MS dari Mayor Agronomi dan Hortikultura.

Penghargaan penulis sampaikan kepada Team KKP3T dan BALITTRO yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, Ibu Natalini Nova Kristiana, Ibu Tri Lestari, Ibu Dewi Sartiami dan staf kebun, Pak Asep dan Pak Otong. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Penanggung Jawab Laboratorium Ekofisiologi Bapak Prof. Dr. Bintoro Djoefrie, yang telah memberikan izin penggunaan fasilitas laboratorium untuk peng amatan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Pak Joko teknisi laboratorium ekofisiologi yang telah banyak membantu dalam preparasi mikroteknik.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan, ayunda Karlin Agustina, Danner Sagala, Arrin Rosmala, Leo Mualim, Peny Lestari, Joan Joulanda Grace Kailola, Aries Kusumawati, Pienyani Rosawanti, Puji Lestari, Richenly Nanlohy, Odit Ferry, Syukur Karamang, Tisna Prasetyo, mbak Arifah, mbak Selvi, kak Ismadi, kak Alwi, Isnaini, mbak Susi, rekan-rekan mayor AGH, PBT, teman-teman di Jaikers dan Twinhouse serta kepada semua sahabat yang namanya tidak disebutkan namanya satu persatu.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada keluargaku, Bapak, Mom, ayunda Lilia Desnatia, Atika Chandra, Sri Armedia, dan kakanda Adriansyah, adikku Yenny Pusvyta, Barika, Selvita, Anita, Wina, mas Purwasi, Wie dan keponakanku Kiki, Aldi, Kevin dan Athaya Putri, terima kasih atas doa, dukungan dan kasih sayang yang tidak pernah berhenti mengalir. Semoga Karya Ilmiah ini bermanfaat, Amien.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang tanggal 28 November 1973 dari ayah H. Agusnie dan ibu Hj. Kalsum. Penulis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Agronomi Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, dan lulus tahun 1996.

(11)

DAFTAR ISI

Korelasi Bobot Tanaman, Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun ... 39

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daftar Aksesi Tanaman Handaeleum... 15

2. Tinggi, panjang ruas, diameter batang, dan jumlah cabang handeuleum pada 4 bst ... 27

3. Keragaan peubah daun tanaman handeuleum pada 4 bst ... 31

4. Tebal daun dan kerapatan stomata 32 aksesi handeuleum ... 34

5. Keragaan kandungan fitokimia 32 aksesi handeuleum ... .. 36

6. Bobot tanaman, bobot basah dan bobot kering 32 aksesi handeuleum ... . 38

(13)

DAFTAR GAMBAR

halaman

1. Diagram alur pemikiran ... 4

2. Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman ... 11

3. Skema tahapan penelitian ... 16

4. Bentuk bangun daun ... 18

5. Bentuk pangkal daun ... 18

6. Bentuk ujung daun ... 19

7. Susunan tulang daun ... 19

8. Bentuk tepi daun ... 19

9. Kondisi lingkungan tumbuh penelitian ... 22

10.Keragaan beberapa aksesi handeleum di lokasi penelitian ... 22

11.Keragaan batang 32 aksesi handeleum ... 23

12.Grafik pertumbuhan 32 aksesi handeleum ... 25

13.Keragaan 32 aksesi handeleum ... 28

14.Keragaan bangun daun 32 aksesi handeleum... 29

15.Keragaan pucuk 32 aksesi handeleum ... 32

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

1. Data klimatologi wilayah Bogor ... 52

2. Sidik ragam tinggi tanaman handeleum ... 53

3. Sidik ragam panjang ruas batang handeleum ... 54

4. Sidik ragam diameter batang tanaman handeleum... 55

5. Sidik ragam jumlah cabang tanaman handeleum ... 56

6. Sidik ragam jumlah ruas tanaman handeleum.. ... 57

7. Sidik ragam jumlah daun tanaman handeleum ... 58

8. Sidik ragam panjang daun daun handeleum... 59

9. Sidik ragam lebar daun tanaman handeleum ... 60

10.Sidik ragam panjang tangkai daun handeleum ... 61

11.Sidik ragam tebal daun tanaman handeuleum ... 62

12.Sidik ragam jumlah stomata ... 63

13.Tahapan penanaman tanaman handeleum ... 64

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia termasuk salah satu pusat (mega center) keanekaragaman hayati. Meskipun mempunyai keanekaragaman hayati yang melimpah namun sebagian besar belum diketahui manfaatnya. Kekayaan alamnya yang melimpah dan belum termanfaatkan secara optimal, mempunyai potensi yang tinggi untuk digunakan sebagai lahan pengembangan industri herbal medicine dan health food yang berorientasi ekspor (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).

Indonesia memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 species diantaranya diketahui berkhasiat sebagai obat (Pusbalitbangtri 1992). Keanekaragaman hayati Indonesia diperkirakan terkaya kedua setelah Brazil (Fellows 1992). Potensi yang besar ini jika tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya sudah pasti tidak akan mempunyai faedah yang besar, sehingga harus dipikirkan agar penggunaan tanaman obat disertai pula dengan usaha pelestariannya untuk menunjang penggunaan yang berkelanjutan (Padmawinata 1995).

Perkembangan industri herbal medicine dan health food di Indonesia dewasa ini meningkat dengan pesat. Pemanfaatan sumberdaya alam hayati, khususnya dari jenis biofarmaka akan terus berlanjut, sehubungan tradisi kebudayaan memakai obat tradisional. Kecenderungan ini telah meluas ke seluruh dunia dan dikenal sebagai gelombang hijau baru new green wave atau trend gaya hidup kembali ke alam back to nature (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).

Jika dibandingkan dengan obat alami asal China atau negara-negara lain, obat alami asal Indonesia tidak berkembang sepesat obat alami asal China. Ada beberapa titik lemah, selain faktor kurangnya kepercayaan masyarakat, pengobatan dengan bahan alami Indonesia belum memiliki tradisi pendokumentasian. Hal ini berbeda dengan China yang terdokumentasi melalui proses sosialasi, menciptakan unit disiplin tersendiri untuk kemudian membentuk tradisi keilmuan Timur dengan standard khusus (Maheswari 2002).

(16)

Indonesia dan diduga berasal dari Irian Jaya (Heyne 1987). Tanaman ini telah banyak dibudidayakan di India dan Malaysia. Di Indonesia tanaman ini belum banyak dibudidayakan dan umumnya dijumpai sebagai tanaman liar, tanaman pagar dan tanaman hias (Isnawati dan Soediro 2003).

Kebutuhan daun handeuleum (Graptophyllum pictum) untuk bahan baku industri obat tradisional Indonesia sekitar 30 ton/tahun. Beberapa perusahaan yang membutuhkan daun tanaman ini antara lain Sidomuncul dan Indo Farma masing-masing satu sampai dua ton daun handeuleum setiap bulan (Pusat Studi Biofarmaka IPB 2008).

Tanaman handeuleum menghasilkan daun yang dapat berfungsi sebagai obat, antara lain untuk obat luar terutama wasir, darah tinggi, borok, bisul, pencahar, obat sakit telinga, dan dapat melancarkan haid (Wijayakesuma et al. 1992). Hasil pengujian tingkat toksisitas menunjukkan bahwa daun tanaman handeuleum tergolong aman dan tidak beracun (Dzulkarnain et al. 1996)

Kandungan kimia handeuleum adalah saponin, flavanoid, tannin, glikosida dan alkaloid. Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi rasa nyeri dan bersifat sebagai penenang. Efek analgesik ditunjukkan dengan penurunan nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak etanol daun handeuleum pada dosis 3 mg/kg berat badan. Dosis ini setara dengan pemberian aspirin 125 mg/kg berat badan. Fraksi alkaloid dari ekstrak etanol daun handeuleum bekerja dengan cara menghambat pembentukan prostaglandin. Ada kaitan antara dosis fraksi alkaloid daun ungu dengan hambatan prostaglandin (Kalsum 2008).

Ada beberapa jenis tanaman handeuleum antara lain berdaun ungu, hijau, ungu variegata, dan hijau varigata. Tanaman yang biasanya digunakan sebagai obat adalah jenis handeuleum Graptophyllum pictum (L.) Griff. var luridosanguineum Sim (Dalimarta 2002). Tanaman ini berdaun ungu gelap (Isnawati 2003).

(17)

daun nyeri hate (Sumbawa, Nusa Tenggara). Selama ini tanaman handeuleum dijadikan tanaman hias karena daunnya berwarna merah tua dengan helaian daunnya yang lonjong lebar. Handeuleum biasanya ditanam bergerombol di pagar-pagar atau di pot besar. Daunnya indah, ada yang memiliki warna daun kuning bercak putih, ada juga yang berwarna merah berbintik hijau atau coklat sawo matang.

Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan bahan tanaman sebagai bahan obat tradisional handeuleum dimasa mendatang, diperlukan informasi yang lebih lengkap tentang budidaya handeuleum (Djazuli dan Fathan 1999). Informasi tentang aksesi tanaman handeuleum mana yang memiliki biomassa, dan kandungan fitokimia tinggi sampai saat ini masih minim. Untuk itu perlu adanya upaya eksplorasi ke lokasi tumbuh atau sentra produksi tanaman kemudian dilakukan karakterisasi untuk mendapatkan aksesi tanaman handeuleum yang mempunyai biomassa dan kandungan fitokimia tinggi.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah: 1) meningkatkan keragaman aksesi tanaman handeuleum melalui eksplorasi ke beberapa daerah sentra/lokasi tumbuh, 2) mempelajari karakteristik morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum, 3) menganalisis pertumbuhan dan pola kemiripan 32 aksesi handeuleum, dan 4) mempelajari hubungan morfologi, anatomi, dan fitokimia tanaman handeuleum.

Hipotesis

(18)

Kerangka pemikiran

Tanaman handeleum diduga merupakan tanaman asli Indonesia’ memiliki

kandungan bioaktif tinggi dan dapat digunakan sebagai obat. Tanaman handeleum belum banyak dibudidayakan secara intensif. Oleh karena itu perlu dilakukan eksplorasi untuk meningkatkan keragaman tanaman dan untuk mendapatkan tanaman yang memiliki kandungan fitokimia dan biomassa tinggi. Diagram alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram alur pemikiran

Kekayaan hayati Indonesia tinggi

Tanaman handeuleum berpotensi untuk dikembangkan sebagai obati wasir dan sudah digunakan untuk industri obat

Mengumpulkan aksesi melalui eksplorasi Perlu dilakukan upaya untuk menambah keragaman

Masalah : belum banyak dibudidayakan, perbanyakan dilakukan secara vegetatif sehingga keragaman sempit,

dan serangan hama tinggi

Upaya untuk meningkatkan keragaman yang nantinya diharapkan akan mendapatkan kandidat aksesi yang mempunyai

kandungan fitokimia dan biomassa tinggi

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Handeuleum (Graptophyllum pictum (Linn) Griff.)

Handeuleum dikenal sebagai Caricature plant (Inggris), Gertenschriftblatt (Jerman). Indonesia sendiri memiliki berbagai macam nama daerah: handeuleum, daun temen-temen (Sunda), daun putri (Ambon), temen (Bali), kabi-kabi (Ternate) dan dongo-dongo (Tidore). Masyarakat Madura menyebutnya karoton dan karotong. Daerah Jawa mengenal daun ini dengan nama daun ungu, demung, tulak, dan wungu (Heyne 1987).

Menurut United States Department of Agriculture (USDA) (2008), taksonomi handeuleum sebagai berikut:

Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Asteridae Ordo : Scrophulariales Family : Acanthaceae Genus : Graptophyllum

Spesies : Graptophyllum pictum (L.) Griff

Handeuleum merupakan tumbuhan perdu yang memiliki batang tegak (BPPT 2008). Tanaman ini berbentuk perdu dan tumbuh lurus dengan ketinggian berkisar antara 1.5-3 m (Heyne 1987). Tanaman ini memiliki batang berkayu, cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan beruas rapat (Lenny 2006).

(20)

bergelombang, pertulangan menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm, permukaan atas warnanya ungu mengkilap, kulit dan daun berlendir (Lenny 2006).

Pembungaan majemuk, keluar dari ujung batang, tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang panjangnya 3-12 cm, berwarna merah keunguan (Lenny 2006). Bunga bersusun dalam satu rangkaian tandan yang berwarna merah tua (Dalimarta 2002). Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun, namun di Jawa jarang sekali menghasilkan buah. Buah berbentuk lonjong, warnanya ungu kecoklatan. Biji kadang-kadang dua, bentuknya bulat, warnanya putih (Dalimarta 2002). Rasa buahnya kurang enak (Lenny 2006).

Penelitian yang dilaksanakan di Balittro Bogor mulai bulan Agustus 1997 sampai Januari 1998 menunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan pemupukan dengan pemangkasan terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman handeuleum. Pemupukan NPK dan pupuk kandang meningkatkan produktivitas dan status hara tanaman handeuleum. Perlakuan pemangkasan dapat meningkatkan bobot daun secara nyata. Produktivitas tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan kombinasi pemangkasan dan pemupukan terutama pupuk kandang dan panen awal dengan cara pemangkasan antara umur 2-4 bulan setelah tanam (Djazuli dan Fathan 1999).

Manfaat Tanaman Handeuleum

Komoditas tanaman obat unggulan versi Badan POM (2001) telah ditetapkan yaitu sambilito, pegagan, jati belanda, tempuyung, temulawak, handeuleum, cabe jawa, sanrego, pasak bumi, pace, daun jinten, dan kencur. Teknologi budidaya untuk sebagian komoditas sudah tersedia. Hasil penelitian menjelaskan bahwa fraksi alkaloid dari ekstrak handeuleum memiliki efek analgesik atau anti inflamasi pada hewan percobaan. Efek analgesik ditunjukkan dengan penurunan nilai ambang nyeri setelah pemberian ekstrak alkaloid handeuleum (Kalsum 2008).

(21)

bahwa pemberian ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar total lipid dan kolesterol LDL serta tidak berpengaruh terhadap kadar HDL

(Mu’minah 2007).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kumuma (2006) diperoleh hasil bahwa ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar kolesterol dan berat badan mencit yang diovariektomi. Pemberian ekstrak etanol daun handeuleum mampu menurunkan kadar kolesterol serum darah dengan kadar kolesterol dari 111.5 mg/dl menjadi 81.7 mg/dl dan menurunkan berat badan mencit yang diovariektomi dari 28.742 g menjadi 27.704 g.

Ekstrak daun handeuleum (Graptophyllum pictum (L.) Griff) pada konsentrasi 0.5 mg/0.05 ml minyak zaitun mempunyai efek estrogenik yang paling baik pada uterus dibandingkan ekstrak daun handeuleum 0.1 mg/0.05 ml minyak zaitun dan ekstrak daun handeuleum 1 mg/0.05 ml minyak zaitun. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan diameter, tebal lapisan mukosa, panjang sel epitel rongga dan kelenjar, tetapi tidak meningkatkan tebal lapisan otot sirkuler. Efek estrogenik ekstrak daun handeleum lebih rendah bila dibandingkan efek estrogenik dari ethinyl estradiol (Suhargo 2005).

Bagian tanaman handeuleum yang digunakan untuk mengobati penyakit wasir atau hemorrhoid antara lain daun, kulit batang dan bunganya. Daun berkhasiat untuk mengatasi wasir (hemorrhoids) dan sembelit (konstipasi), bunganya untuk mengatasi datang haid tidak lancar. Cara pemakaian daun yaitu daun segar sebanyak 10-15 g direbus lalu diminum. Untuk pemakaian luar, daun atau kulit batang secukupnya dibersihkan lalu diperas. Gunakan untuk menutup bisul, borok, luka, sakit telinga, payudara bengkak karena bendungan asi atau bagian tubuh yang bengkak (memar) akibat terbentur benda keras atau terpukul. Air perasan daun untuk sakit telinga. Rebusan daun wungu dapat menghilangkan gejala hemorrhoids) eksternum derajat II (Sardjono et al. dalam Dalimarta 2008).

Agroekologi Lingkungan Tumbuh Handeuleum

(22)

kimia ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tempat tumbuh, iklim, curah hujan, dan cara panen.

Pengembangan komoditas pertanian pada wilayah yang sesuai dengan tanaman akan memberikan hasil yang optimal dengan kualitas prima. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah aspek managemen dalam mengelola lahan yang didasarkan pada sifat-sifat lahan untuk mencapai produktivitas yang berkelanjutan (Djaenudin et al. 2002). Pemilihan lahan yang sesuai untuk diusahakan pada suatu kawasan ditentukan berdasarkan pada keadaan lereng, tekstur, tingkat kemasaman dan suhu (Amien 1997).

Handeuleum cocok tumbuh di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.250 meter di atas permukaan laut (BPPT 2008).Tanaman handeuleum banyak terdapat di daerah subur berhawa panas hingga sejuk. Tanaman ini tumbuh baik pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari, dengan iklim kering atau lembab. Tanaman ini tersebar di negara India, Malaysia, Siam, serta hampir tersebar di seluruh Indonesia (Isnawati dan Sudiro 2003).

Semua tanaman berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan sejenisnya (tanaman yang sama), dengan tanaman lain dan dengan lingkungan fisik tempat hidupnya. Dalam proses interaksi ini, tanaman saling mempengaruhi satu dengan lainnya dan dengan lingkungan sekitarnya. Demikian pula berbagai faktor lingkungan mempengaruhi kegiatan hidup tanaman (Jumin 2002).

Sistem pertanian yang efisien, berproduksi tinggi dan berkelanjutan dapat dicapai antara lain dengan memanfaatkan sumber daya lahan berdasarkan karakteristik, kemampuan dan kesesuaiannya (Syafrudin et al. 2004). Untuk tumbuh, dan berproduksi tinggi dengan kualitas hasil yang baik, maka tanaman harus dibudidayakan pada lingkungan yang sesuai (Amien 1994).

Dalam kaitannya dengan pengembangan potensi wilayah untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini disebabkan setiap komoditas pertanian memerlukan sifat lahan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal (Djaenudin et al. 2000).

(23)

lingkungan terlihat pada penampilan tanaman (performance). Tanaman berusaha menanggapi kebutuhan khususnya selama siklus hidup, kalau faktor lingkungan tidak mendukung. Tanggapan ini dapat terlihat berupa perubahan morfologis ataupun proses fisiolgis. Walaupun genotipenya sama, pada lingkungan yang berbeda, penampilan tanaman akan berbeda pula (Jumin 2002).

Standarisasi diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin efek farmakologi tanaman tersebut. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana dapat menentukan keseragaman mutu simplisia dan ekstrak suatu tanaman yang tumbuh dari beberapa daerah yang mempunyai ketinggian, keadaan tanah dan cuaca yang berbeda.

Kandungan Fitokimia Handeuleum

Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif. Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease, monoterpen, fitoestrogen. sulfida, dan asam fitat. Kandungan kimia handeuleum adalah saponin, flavanoid, tannin, glikosida dan alkaloid. Alkaloid tertentu mempunyai kemampuan mengurangi rasa nyeri dan bersifat sebagai penenang (Badan POM 2001).

Pemeriksaan terhadap golongan senyawa kimia menunjukkan adanya golongan antosianin, leukoantosianin. Pemeriksaan secara kualitatif dengan reaksi warna dan kromatografi kertas ditemukan tanin galat, sedangkan pemeriksaan asam fenolat dari ekstrak 95 % menggunakan kromatografi kertas dua dimensi diduga mengandung asam protokatekuat. Pemeriksaan lebih lanjut dengan kromatografi kertas preparatif yang kemudian dikarakteristik dengan spektofotometer ultra violet diduga adanya flavon dan flavonol (3-hidroksi tersubtitusi) (Isnawati dan Soediro 2003).

(24)

memperlancar buang air besar (mild laxative) dan melembutkan kulit (emolien). Handeuleum mengandung senyawa yang memiliki manfaat untuk mengobati berbagai penyakit, diantaranya wasir, memperlancar peredaran darah dan bersifat antiinflamasi. Zat yang diduga berperan mengobati penyakit tersebut adalah golongan glikosida, steroid, dan flavonoid. Hasil analisis korelasi menunjukkan khlorofil tidak berkorelasi dengan glikosida, steroid, dan flavonoid. Tetapi berkorelasi dengan anthosianin (Lestari 2011).

Metabolisme primer pada tanaman menghasilkan prekursor bagi metabolisme sekunder untuk membentuk metabolisme sekunder. Jika metabolisme tanaman terhambat, maka prekursor bagi metabolisme sekunder berkurang sehingga kandungan bahan bioaktif menurun. Wibowo (2000) menyebutkan bahwa handeuleum mampu hidup pada ketinggian 800 m dpl. Semakin tinggi dataran tersebut, semakin tua warna daun handeuleum. Hal ini terjadi karena peningkatan senyawa flavonoid yang dikandungnya. (Kristina dan Mardiningsing 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kandungan saponin dalam tanaman handeuleum sangat bervariatif. Saponin merupakan senyawa yang diduga memiliki efek seperti esterogen (Taylor 2004). Fungsi Saponin yang telah diketahui antara lain anti kanker dan anti oksidan (dihasilkan oleh komponen senyawa glikosenosides) (Park et al. 2005), obat penenang dan pereda kegelisahan (antianxiety) (Anonimous 2005) dan menghasilkan madecocassoside yang dapat memacu produksi kolagen. Seperti diketahui bahwa kolagen tersebut berperan besar dalam meregenerasi sel, termasuk sel telur (ovum) pada wanita dan sel sperma pada pria (Aninomous 2006).

(25)

Gambar 2. Ilustrasi lintasan metabolik primer pada tanaman (Kaufman et al. 1999)

Dalam proses produksinya, lintasan metabolisme sekunder fitokimia yang satu seringkali memiliki jalur lintasan terkait dengan jenis lainnya. Jalur lintasan metabolime sekunder dapat merupakan turunan atau kelanjutan dari jalur lintasan metabolit sekunder lainnya. Metabolit sekunder ini juga dapat memiliki prekursor yang sama, namun memiliki lintasan yang berbeda. Inilah yang menyebabkan peningkatan konsentrasi satu jenis metabolit sekunder akan menurunkan atau turut meningkatkan konsentrasi metabolit sekunder lainnya (Cseke et al. 2006).

(26)

Senyawa lain yang terdapat pada tanaman handeleum adalah steroid. Kandungan steroid dalam penelitian ini sangatlah bervariatif, dari nol sampai dengan skor 4. Menurut Vickery dan Vickery (1981) steroid adalah bahan bioaktif yang termasuk dalam kelompok tetrasiklik triterpenoid. Selanjutnya dikatakan bahwa asam mevalonat merupakan prekursor bagi steroid atau yang termasuk ke dalam kelompok kolesterol. Pada tanaman handeulum, kandungan fitokimia tanaman yang menjadi penanda tanaman ini adalah vomivoliol termasuk dalam kelompok triterpenoid.

Keragaman Tanaman

Dalam proses pemuliaan tanaman ada beberapa hal penting yang umum dilakukan, yaitu: 1) mengenali karakter morfologi dan fisiologi serta respon secara patologi dari suatu species tanaman yang penting untuk adaptasi terhadap lingkungan, hasil dan kualitas tanaman tersebut, 2) merancang teknik yang akan mengevaluasi potensi genetik untuk karakter-karakter tersebut dalam proses penapisan spesies yang diinginkan, 3) mencari sumber-sumber gen untuk karakter yang diinginkan yang bisa digunakan dalam program pemuliaan tanaman dan mengkombinasikan potensi genetik untuk karakter-karakter ini ke dalam varietas atau kultivar baru (Poehlman 1983).

Berbagai usaha untuk membedakan dan mengklasifikasikan tanaman dengan dasar karakter morfologi telah dilakukan. Penanda morfologi digunakan dalam deskripsi taksonomi karena lebih mudah, lebih cepat, sederhana dan lebih murah. Disamping itu prosesnya tidak membutuhkan teknologi yang mahal. Sifat-sifat morfologi yang diamati haruslah yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi dan stabil pada beberapa lokasi percobaan, karena umumnya penampakan sifat yang nampak pada morfologi tanaman sangat dipengaruhi lingkungan (Maxted, et al. 1997).

(27)

Penanda morfologi ini telah lama dan banyak digunakan terutama untuk mengatasi masalah duplikasi plasma nutfah di lapang (Sismon dan Sherperd 1955) Disamping itu juga digunakan untuk identifikasi kekerabatan dan keragaman genetik antar klon/kultivar dan masih terus digunakan sampai saat ini di luar maupun di dalam negeri seperti dilakukan oleh Vuylsteke et al. (1988) yang melihat keragaman genetik berdasarkan fenotipe terhadap tanaman. Identifikasi variasi fenotipe juga telah digunakan untuk membuat pengelompokkan plasma nutfah yang dilakukan oleh Ortiz et al. (1993).

(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Cimanggu Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juni 2008 sampai dengan September 2009. Analisis fitokimia dilakukan di Laboratorium Balittro, sedangkan analisis anatomi daun dilakukan di laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah setek tanaman handeuleum dari berbagai lokasi hasil eksplorasi Team Peneliti KKP3T antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Ambon, Papua, dan koleksi Balittro. Koleksi aksesi disajikan pada Tabel 1. Bahan lain yang digunakan antara lain polybag dengan volume 10 Kg, media tanam, pupuk kandang sapi, pupuk urea, insektisida, kutek, dan bahan kimia untuk analisis fitokimia.

Peralatan yang digunakan meliputi: cangkul, sekop, ember. Alat-alat yang digunakan untuk pengamatan adalah timbangan, mistar, jangka sorong, oven, pisau silet, pinset, selotip, gelas objek, sigmat mikrometer, mikroskop cahaya, kamera, dan alat-alat laboratorium untuk analisis fitokimia,.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), yang terdiri dari satu faktor perlakuan yaitu aksesi yang berasal dari lokasi berbeda (32 aksesi). Setiap perlakuan diulang 2 kali dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.

Model linier aditif yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y ij = µ + Ti+ єij

dimana : i = perlakuan j = ulangan

Yij = respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke i, ulangan ke j µ = nilai tengah umum

Ti = pengaruh perlakuan ke i

(29)

Hasil penelitian yang berupa data kuantitatif dianalisis dengan digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam Tabel 1. Skema tahapan penelitian disajikan pada Gambar 3.

Tabel 1. Daftar Aksesi Tanaman Handaeleum

N0 Asal lokasi Bentuk dan warna daun Batang

01 Bogor Jawa Barat oval, ungu ungu

02 Manoko Jawa Barat oval, ungu ungu

03 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu 04 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu

05 Ciwidey Jawa Barat oval, ungu ungu

06 Margamukti Pengalengan Jawa Barat oval, ungu ungu

07 Jawa Timur oval, ungu ungu

08 Kalimantan Tengah oval, ungu ungu

09 Kalimantan Selatan oval, ungu ungu

10 Soabali 1 Maluku oval, ungu ungu 18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua oval, ungu ungu

19 Cigombong Papua oval, ungu ungu

20 Menteng Bogor panjang, variegata hijau-putih hijau 21 Cigombong Papua panjang, variegata hijau-putih coklat 22 Angkasa Dok V Jayapura Papua panjang, variegata hijau-putih coklat 23 Bogor Jawa Barat panjang, variegata hijau-putih putih 24 Kalimantan Selatan panjang, variegata hijau-putih putih 25 Cigombong Papua panjang, variegata hijau-putih putih 26 Lusikaya Maluku oval, variegata hijau-kuning (daun

muda), variegata hijau-putih-pink (daun tua)

merah, agak ungu

27 Cigombong Papua oval, variegata hijau-kuning (daun muda), variegata hijau-putih-pink (daun tua)

merah, agak ungu

28 Angkasa Dok V Jayapura Papua oval, variegata hijau-kuning (daun muda), variegata hijau-putih-pink (daun tua)

merah

(30)

Gambar 3. Skema tahapan penelitian Koleksi plasma nutfah Balittro

(18 aksesi)

Eksplorasi di Jawa Barat, Papua, dan Pulau Maluku

Tanaman Induk (32 aksesi)

Perbanyakan

Persemaian

Pengamatan morfologi, anatomi, laju pertumbuhan, dan kandungan fotokimia

Tanaman ditumbuhkan dibawah paranet 70 %

(31)

Pelaksanaan Penelitian

Bahan tanam yang diteliti terdiri atas 32 aksesi, yang berasal dari koleksi Balittro (18 aksesi), ditambah dengan aksesi baru hasil eksplorasi dari Jawa Barat (Pengalengan), Maluku, dan Papua. Bahan tanam berupa setek batang dari masing-masing aksesi berukuran 3-5 ruas dan memiliki 2 daun. Setek disemaikan di dalam bak pasir dan disungkup dengan plastik selama 2 minggu.

Setelah setek berakar, tanaman dipindahkan ke polybag ukuran 0,5 Kg untuk selanjutnya diaklimatisasi selama 2 minggu. Selanjutnya tanaman dipindahkan ke dalam polybag ukuran 10 Kg dan ditumbuhkan di bawah paranet 70 persen. Media tanam yang digunakan adalah tanah dan pupuk kotoran sapi dengan perbandingan 2:1 dan diinkubasi selama satu minggu.

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyiraman, serta pengendalian hama dan penyakit. Pengendalian hama dilakukan dengan melakukan penyemprotan insektisida setiap minggu.

Pengamatan Penelitian

Peubah yang diamati dalam penelitian ini antara lain : A. Peubah Morfologi

1. Bentuk penampang melintang batang, dikategorikan : a. bulat

b. bersegi c. pipih

2. Permukaan batang, dikategorikan : a. licin (rata)

b. beralur

3. Percabangan pada batang, dikategorikan : a. monopodial (batang pokok terlihat jelas) b. simpodial (batang pokok sukar ditentukan)

c. menggarpu (batang setiap kali menjadi dua cabang yang sama besarnya) 4. Tinggi tanaman (cm). Pengukuran dilakukan satu bulan setelah transplanting

(32)

5. Diameter batang (mm). Pengukuran dilakukan setiap bulan dari awal penanaman sampai berumur 4 BST. Pengukuran dilakukan di bagian tengah buku pada pangkal batang yang berada 5 cm diatas permukaan tanah.

6. Warna batang. Diamati pada batang bagian bawah dan batang bagian atas tanaman pada saat tanaman berumur 4 BST.

7. Jumlah buku. Penghitungan dilakukan dari pangkal batang sampai pucuk tanaman. Pengukuran dilakukan setiap bulan tanaman berumur 4 BST.

8. Bobot batang (gram). Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST.

9. Bentuk bangun daun (Gambar 4), dikategorikan : a. bulat telur

b. memanjang c. jorong d. lanset

a b c d Gambar 4. Bentuk bangun daun

10.Panjang daun (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur panjang daun kedua yang telah mekar sempurna.

11.Lebar daun (cm). Pengamatan dilakukan dengan mengukur lebar daun kedua yang telah sempurna

12.Panjang tangkai daun

13.Bentuk pangkal daun (Gambar 5), dikategorikan : a. meruncing

b. tumpul c. membulat

(33)

14. Bentuk ujung daun (Gambar 6), dikategorikan : a. bulat

b. tumpul c. menajam d. tajam e. meruncing f. bersepatu

a b c d e f Gambar 6. Bentuk ujung daun

15. Bentuk susunan tulang daun (Gambar 7), dikategorikan : a. membusur

b. menjari c. sejajar d. menyirip e. seperti jaring

a b c d e Gambar 7. Susunan tulang daun

16. Bentuk tepi daun (Gambar 8), dikategorikan a. rata

b. bergelombang c. bergerigi kecil d. biserrate e. denticulate f. lainnya

(34)

17. Permukaan daun, dikategorikan : a. licin

b. gundul c. kasap

18. Bobot daun. Pengukuran dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST. Peubah bentuk penampang melintang batang, permukaan batang, percabangan pada batang, bentuk bangun daun, bentuk pangkal daun, bentuk ujung daun, bentuk susunan tulang daun, bentuk tepi daun, permukaan daun, dikategorikan menurut Tjitrosoepomo (1989).

B. Peubah Anatomi :

1. Ketebalan daun (mm). Dihitung dengan mengukur tebal daun kedua dari pucuk tanaman.

2. Kerapatan stomata (jumlah stomata/luas bidang pandang). Pengamatan dilakukan dengan menghitung kerapatan stomata yang ada pada daun bagian bawah.

C. Peubah Kandungan Fitokimia :

Analisa fitokimia. Dilakukan untuk mengetahui kandungan flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, steroid secara kualitatif. Analisa ini dilakukan pada saat tanaman berumur 5 BST.

Pengujian kandungan fitokimia tanaman dilakukan sesuai prosedur pada laboratorium kimia analitik sebagai berikut:

1. Pembuatan ekstrak : 10 g sampel kering yang sudah dihaluskan direndam dalam 100 ml metanol selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah didapatkan ekstrak kemudian disaring dan diuapkan dengan alat rotavapor (suhu 30o C-40oC) hingga didapatkan residunya.

(35)

endapan berwarna jingga setelah ditambah reagen Dragendorf, putih kekuningan untuk reagen Mayer dan endapan coklat setelah ditambah reagen Wagner.

3. Pengujian triterpenoid: 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak dilarutkan dalam dietil eter sampai larut. Fraksi yang larut dalam dietil eter ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes H2SO4 pekat). Bila dihasilkan warna hijau menandakan positif adanya steroid, sedangkan warna merah atau ungu, positif adanya triterpenoid. 4. Pengujian saponin, flavonoid dan tanin: 2 mg residu dari sampel kering yang

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KONDISI UMUM

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balittro Cimanggu Bogor Jawa Barat. Lokasi berada pada lahan dengan ketinggian + 225 m diatas permukaan laut. Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata 25,5 oC, curah hujan rata-rata perbulan sebesar 187,5 mm, kelembaban nisbi 83,8 persen. Data iklim selama penelitian disajikan pada Lampiran 1. Keadaan lingkungan tumbuh dan pertumbuhan keragaan beberapa aksesi berturut-turut disajikan pada Gambar 9 dan 10.

Gambar 9. Kondisi lingkungan tumbuh penelitian

Analisis Karakter Agronomi

(37)

Morfologi Tanaman

Tinggi Tanaman, Panjang Ruas, Diameter Batang, dan Jumlah Cabang Handeuleum mempunyai penampang melintang batang berbentuk bulat dengan permukaan batang licin. Batang memiliki buku yang merupakan tempat duduknya daun. Sistem percabangan handeuleum adalah monopodial. Bentuk batang 32 aksesi handeuleum dapat dilihat pada Gambar 11.

1 2 3 4 5 6

7 8 9 10 11 12

13 14 15 16 17 18

19 20 21 22 23 24 25

26 27 28 29 30 31 32 Gambar 11. Keragaan batang 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa

(38)

Berdasarkan hasil pengukuran tinggi tanaman pada umur satu bulan setelah transplanting (1 BST) aksesi paling tinggi berasal dari Jawa Timur (24,32 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Ciwidey Jawa Barat, Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat, Bogor, Manoko, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Cigombong Papua, Sedangkan aksesi paling pendek adalah aksesi 21 yang berasal dari Angkasa Dok V Papua (8.26 cm).

Pada dua BST, aksesi tertinggi berasal dari Jawa Timur (31.38 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Bogor, Ciwidey, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Waena Papua, Cigombong Papua, dan Malabar Pengalengan. Aksesi terpendek berasal dari Angkasa Doc V Papua (17.74 cm)

Pada tiga BST, aksesi tertinggi berasal dari Jawa Timur (45.10 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan tinggi aksesi dari Kalimantan Tengah, Bogor, Manoko, Ciwidey Jawa Barat, Rancamanyar Margamukti Pengalengan, Waena Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Malabar Pengalengan. Aksesi yang paling pendek adalah aksesi yang berasal dari Cigombong Papua (15.80 cm).

Pada empat BST aksesi tertinggi berasal dari Kalimantan Tengah. Tinggi tanaman ini tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang berasal dari Bogor Jabar, Manoko Jabar, Ciwidey Jabar, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Soabali Maluku & Pegunungan Cyclops Sentani Papua. Aksesi yang berasal dari Cigombong Papua. Data pengamatan tinggi tanaman disajikan pada Lampiran 2.

(39)

Gambar 12. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman 32 aksesi handeuleum

Untuk peubah panjang ruas, aksesi 3 dari Kalimantan Selatan memiliki ruas terpanjang (8.5 cm). Panjang ruas yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan panjang ruas aksesi dari Jawa Timur, Bogor, Manoko Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, dan Waena Papua. Aksesi dari Cigombong Papua memiliki ruas terpendek (22.2 cm). Data pengamatan panjang ruas selama 4 bulan disajikan pada lampiran 3.

Diameter batang tanaman 32 aksesi handeuleum menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada 1 dan 2 BST, aksesi 2 yang berasal Jawa timur memiliki diameter tertinggi. Pengamatan pada 3 dan 4 BST, aksesi 1 dari Bogor Jawa Barat memiliki diameter batang tertinggi (8.75 mm). Diameter batang aksesi ini tidak berbeda nyata dengan diameter batang aksesi dari Manoko Jawa Barat, Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Soabali 1 Maluku, Soabali 2 Maluku, Leihitu Maluku, BTN Maluku, Urimesing Maluku, Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Lusikaya Maluku, Waena Papua, Malabar Pengalengan Jawa Barat. Aksesi 24 yang berasal dari daerah Kalimantan Selatan memiliki diameter batang paling kecil (4.89 mm). Data pengamatan diameter batang tanaman disajikan pada Lampiran 4.

(40)

Jumlah cabang terbanyak pada 1 BST dimiliki aksesi 21 yang berasal dari Cigombong Papua. Pengamatan pada 2, 3 dan 4 BST, aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki jumlah cabang tertinggi. Jumlah cabang yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah cabang yang dimiliki aksesi dari Malabar Pengalengan Jawa Barat, BTN Maluku, Cigombong Papua, Angkasa Doc V Papua, Waena Papua, Bogor Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Leihitu Maluku, Pegunungan Cyclops Papua, dan Jawa Timur. Jumlah cabang paling sedikit pada 4 BST dimiliki aksesi 15 yang berasal dari Urimesing Maluku (3.8). Data pengamatan jumlah cabang pada 1 sampai 4 BST disajikan pada Lampiran 5.

Pengamatan pada 1, 2, dan 4 BST terhadap peubah jumlah ruas memberikan hasil tertinggi pada aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat. Jumlah ruas pada aksesi ini tidak berbeda nyata dengan jumlah ruas pada aksesi 31 dari Waena Papua, aksesi 5 Ciwidey Jawa Barat, aksesi 25 Cigombong Papua dan aksesi 29 Waena Papua. Aksesi 6 dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat dan aksesi 15 dari Urimesing Maluku memiliki jumlah ruas paling sedikit. Data hasil pengamatan jumlah ruas disajikan pada Lampiran 6. Berdasarkan pengamatan tinggi tanaman pada 4 BST, diperoleh hasil tertinggi pada aksesi 8 dari Kalimantan Tengah (74.4 cm). Tinggi aksesi ini tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman dari Kalimantan Selatan, Bogor, Jawa Timur, Manoko Jawa Barat, Ciwidey Jawa Barat, Pegunungan Cyclops Sentani Papua. Aksesi 21 dari Cigombong Papua merupakan aksesi terpendek (23.9 cm).

(41)

Tabel 2. Tinggi tanaman, panjang ruas, diameter batang dan jumlah cabang Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom

(42)

Keragaan 32 aksesi handeuleum yang berasal dari berbagai lokasi disajikan pada Gambar 13.

1 2 3 4 5 6 7 8

9 10 11 12 13 14 15 16

17 18 19 20 21 22 23 24

25 26 27 28 29 30 31 32

Gambar 13. Keragaan tajuk 32 aksesi handeuleum . Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27. Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30. Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat

Daun

(43)

mempunyai bentuk bangun daun bulat telur, kecuali aksesi dari Cigombong Papua, Menteng Bogor, Angkasa Dok V Jayapura Papua (Gambar 14). Perbedaan ini dapat terjadi karena aksesi ini merupakan varietas yang berbeda dengan aksesi lainnya. Bentuk daun 32 aksesi disajikan pada Gambar 14.

1 2 3 4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14

15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26

27 28 29 30 31 32

(44)

Aksesi pada penelitian ini terdiri dari empat varietas, yaitu 22 aksesi memiliki daun berwarna ungu polos (Grapthopyllum pictum varietas luridosanguineum Sim), 3 aksesi berdaun hijau varigata putih (Graptophyllum pictum var alba variga), 3 aksesi berdaun putih kekuningan (Grapthopyllum pictum var auria variaga) dan 4 aksesi berdaun varigata hijau putih kemerahan (Graptophyllum pictum var purpureum variagatum).

Menurut Darmawan dan Baharsjah (2010), daun merupakan organ tanaman yang memiliki fungsi utama sebagai tempat terjadinya fotosintesis dan mengekspor hasilnya ke seluruh bagian tanaman. Ditambahkan oleh Jongschaap et al. (2007), pertumbuhan ukuran daun dibutuhkan untuk menentukan penerimaan radiasi matahari dan kebutuhan transpirasi. Pengukuran ukuran daun yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah juga diperlukan untuk mengukur kebutuhan air, efisiensi penggunaan air, menentukan evapotranspirasi aktual dan over potensial evapotranspiration.

Pengamatan daun handeuleum pada 1 BST, dipeoleh hasil aksesi 25 dari Cigombong Papua memiliki daun paling banyak (13,2). Jumlah daun yang dimiliki aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi 5 dari Ciwidey Jawa Barat (11,60). Jumlah daun paling sedikit dimiliki aksesi 6 yang berasal dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat (4.40). Pada 2 BST dan 3 BST, aksesi 32 yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat memiliki jumlah daun tertinggi. Data pengukuran jumlah daun disajikan pada Lampiran 7.

Pengukuran terhadap panjang daun pada 1 BST, diperoleh hasil aksesi 16 yang berasal dari Waena Papua memiliki daun terpanjang (14.14 cm) Panjang daun aksesi ini tidak berbeda nyata dengan panjang daun aksesi 20 yang berasal dari Menteng Bogor, aksesi 32 dari Malabar Pengalengan Jawa Barat, aksesi 1 dari Bogor Jawa Barat, aksesi 14 dari BTN Maluku, 17 dari Angkasa Dok V Jaya pura Papua, 19 dari Cigombong Papua. Daun paling pendek dimiliki aksesi 25 yang berasal dari Cigombong Papua. Pengamatan pada 2, 3, 4 BST menunjukkan hasil, aksesi 20 yang berasal dari Menteng Bogor memiliki daun terpanjang. Data pengukuran panjang daun disajikan pada Lampiran 8

(45)

Waena Papua, Angkasa Dok V Jayapura Papua, Pengunungan Cyclops Sentani Papua, Menteng Bogor. Aksesi yang berasal dari Urimesing Maluku memiliki jumlah daun paling sedikit sebanyak 49 lembar. Pengamatan daun tanaman handeuleum pada 4 BST disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Keragaan peubah daun tanaman handeuleum pada 4 BST

No Lokasi asal Jumlah Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom

(46)

Pengamatan tangkai daun memberikan hasil, aksesi 20 dari Menteng Bogor memiliki tangkai daun terpanjang (0,88 cm). Aksesi 24 dari Kalimantan Selatan memiliki tangkai daun terpendek (0.43 cm). Berikut ini adalah gambar bagian pucuk 32 aksesi handeleum (Gambar 15).

1 2 3 4 5 6 7

8 9 10 11 12 13 14

15 16 17 18 19 20

21 22 23 24 25 26

27 28 29 30 31 32 Gambar 15. Keragaan pucuk 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa

(47)

Untuk peubah panjang daun, aksesi dari Menteng Bogor memiliki daun terpanjang, (19.30 cm). Panjang daun aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi yang berasal dari Margamukti Pengalengan Jawa Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan. Aksesi 24 yang berasal dari Kalimantan Selatan memiliki daun terpendek (10.21 cm).

Untuk peubah lebar daun, pada bulan pertama, aksesi 16 yang berasal dari Waena Papua memiliki daun terlebar (6.25). Pada pengamatan 2, dan 3 BST, aksesi 8 dari Kalimantan Tengah memiliki daun terlebar. Pada 4 BST, aksesi 9 dari Kalimantan Selatan memiliki daun terlebar (9.52 cm). Data pengukuran lebar daun disajikan pada Lampiran 9.

Pengukuran panjang tangkai daun pada Lampiran 9 memperlihatkan bahwa aksesi 20 dari Mentang Bogor memiliki tangkai daun terpanjang. Dan tangkai daun terpendek pada aksesi 25 yang berasal dari Cigombong Papua. Data pengukuran panjang tangkai daun disajikan pada Lampiran 10.

Variasi genetik yang luas merupakan hal yang pokok dan penting dalam upaya pemuliaan suatu tanaman, sehingga koleksi dan pemeliharaan plasma nutfah merupakan hal yang penting (Frey 1981). Keragaman fenotipe yang terlihat dan terdapat dalam satu jenis (species) disebabkan oleh faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu sama lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman (Makmur 1992).

Anatomi Tanaman Handeuleum

Di dalam daun terdapat aktifitas fotosintesis berupa kloropas. Informasi tentang tentang anatomi daun handeuleum sangat diperlukan. Dalam penelitian ini, karakter anatomi yang diamati adalah tebal daun dan kerapatan stomata tanaman.

(48)

Pengamatan terhadap kerapatan stomata diperoleh hasil Aksesi 22 dari daerah Angkasa Dok V Papua mempunyai kerapatan stomata tertinggi (117.3). Kerapatan stomata aksesi ini tidak berbeda nyata dengan aksesi dari Salahitu Maluku, Cigombong Papua, Waena Papua, Bogor, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Manoko Jawa Barat. Aksesi 20 dari Menteng Bogor memiliki jumlah stomata paling sedikit (50). Pengukuran tebal daun dan kerapatan stomata pada daun bagian bawah disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Tebal daun dan kerapatan stomata 32 aksesi handeuleum

No Lokasi asal Tebal daun Kerapatan

stomata

... mm ….. buah / mm2

1 Bogor Jawa Barat 0.187 a 53.8 f-h

2 Manoko Jawa Barat 0.185 ab 90.7 a-f

3 Sukamenak Pengalengan Jawa Barat 0.183 ab 57.3 e-h 4 Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat 0.185 ab 74.7 b-h

5 Ciwidey Jawa Barat 0.183 ab 77.8 b-h

6 Margamukti Pengalengan Jawa Barat 0.178 ab 76.8 b-h

7 Jawa Timur 0.167 ab 71.5 b-h 18 Pengunungan Cyclops Sentani Papua 0.170 ab 50.3 h

19 Cigombong Papua 0.173 ab 69.3 b-h

32 Malabar Pengalengan Jawa Barat 0.167 ab 74.0 b-h Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom peubah

(49)

Tumbuhan yang tumbuh pada habitat yang berbeda menunjukkan perbedaan struktur yang merupakan adaptasi secara evolusi terhadap kondisi-kondisi habitat yang spesifik. Faktor lingkungan lain yang mempengaruhi adalah faktor cahaya. Daun yang tumbuh dalam intensitas cahaya yang tinggi menunjukkan tingkatan seromorfik yang tinggi dibandingkan dengan kekurangan cahaya. Reaksi perkembangan ini merupakan dasar untuk diferensiasi daun yang kena sinar matahari atau di tempat teduh. Daun yang kena sinar matahari bentuknya lebih kecil, tebal dan palisadenya berdiferensiasi dari daun yang tidak kena sinar matahari (Suradinata, 1998).

Pengumpulan aksesi tanaman dari berbagai daerah di Indonesia dan penyilangan adalah salah satu cara untuk dapat meningkatkan keragaman genetik. Peningkatan keragaman dapat juga dilakukan dengan bantuan teknologi kultur jaringan dan induksi mutasi (Kristina dan Mardiningsih 2008).

Kandungan Fitokimia

Berdasarkan hasil analis kualitatif, memperlihatkan hasil bahwa pada daun 32 aksesi handeuleum terdapat senyawa alkaloid dan glikosida dengan kadar yang cukup tinggi (4+). Namun demikian kandungan alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan steroid, bervariasi pada setiap aksesi.

Metabolit sekunder merupakan bahan alami yang senyawanya dihasilkan oleh tanaman dalam jumlah besar dan tidak memiliki fungsi langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Taiz dan Zaiger, 2002). Senyawa metabolit sekunder ini dimanfaatkan bagi tanaman untuk mempertahankan kehidupannya dalam melawan bakteri, fungi, serta dianalogikan sebagai sistem kekebalan tubuh (Vickery dan Vickery, 1981).

(50)

Tabel 5. Keragaan kandungan fitokimia 32 aksesi handeuleum

Flavonoid, Tri = Triterpenoid, Str = Steroid, gli= glikosida 1+= positif lemah, 2+ = positif, 3+ = positif kuat, 4+= positif kuat sekali

(51)

Kandungan senyawa lainnya seperti tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, dan steroid handeuleum pada berbagai aksesi sangat bervariasi mulai dari tidak terdeteksi sampai positif kuat sekali.

Produksi Tanaman

Produksi tanaman merupakan resultan dari proses fotosintesa, penurunan asimilat akibat respirasi dan translokasi bahan kering ke dalam hasil tanaman. Peningkatan produksi berbanding lurus dengan pertumbuhan relatif dan hasil bersih fotosintesa. Pertumbuhan berhubungan langsung dengan rasio luas daun, berat daun spesifik, dan asimilat per unit daun. Peningkatan komponen tersebut akan meningkatkan pula hasil yang diperoleh. Produksi tanaman ditentukan oleh kegiatan yang berlangsung dalam sel dan jaringan tanaman. Bahan kering adalah penumpukan fotosintat pada sel dan jaringan. Penumpukan fotosintat dapat berupa buah, biji, daun dan batang (Jumin 2002).

(52)

Tabel 6. Bobot tanaman, bobot basah daun dan bobot kering produksi 32 aksesi Keterangan: angka-angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada kolom peubah

yang sama menunjukkan berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

(53)

Korelasi antara Komponen Peubah Pertumbuhan dan Produksi

Karakter diameter batang pada penelitian ini berkorelasi nyata dengan karakter jumlah cabang, dan berkorelasi sangat nyata terhadap karakter luas daun, dan tinggi tanaman. Karakter jumlah cabang berkorelasi nyata dengan karakter jumlah ruas. Karakter jumlah ruas berkorelasi positif sangat nyata dengan karakter jumlah daun. Karakter panjang daun berkorelasi dengan lebar daun, dan tangkai daun. Karakter lebar daun berkorelasi sangat nyata dengan karakter tangkai daun, berat kering daun, dan tinggi tanaman. Karakter berat kering tanaman berkorelasi sangat nyata dengan karakter tinggi tanaman.

Roy (2000) menyatakan bahwa korelasi menggambarkan keeratan hubungan antara satu karakter dengan karakter lainnya. Ditambahkan oleh Mattjik dan Sumertajaya (2002) menyatakan bahwa koofisien korelasi adalah koofisien yang menggambarkan tingkat keeratan hubungan linear antara dua peubah atau lebih. Besaran dari koofisien korelasi tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih, tetapi semata-mata menggambarkan keterkaitan linier antar peubah. Koofisien korelasi (r) nilainya berkisar antara -1 dan 1 (-1<r<1). Nilai r yang semakin mendekati -1 atau 1 menunjukkan semakin erat hubungan linier antara kedua peubah tersebut. Sedangkan nilai r yang mendekati nol menggambarkan hubungan kedua peubah tersebut tidak linier. Nilai korelasi antar karakter yang diamati dari 32 aksesi disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Matrik korelasi tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah daun, bobot basah

(54)

Gomez dan Gomez (1995) menyatakan tanda negatif atau positif pada rmenunjukkan arah perubahan pada satu peubah secara nisbi terhadap perubahan yang lainnya. Nilai r negatif apabila perubahan positif pada satu peubah berhubungan dengan perubahan negatif pada peubah lainnya, dan positif apabila kedua peubah berubah ke arah yang sama. Falconer (1981) menyatakan bahwa hubungan antara dua karakter yang dapat diamati secara langsung adalah korelasi fenotipik. Untuk mengevaluasi hubungan antara karakter tanaman handeuleum, maka dilakukan uji korelasi. Analisis dilakukan untuk mengetahui adanya keeratan hubungan dua peubah atau lebih, dan bila ada maka diukur tingginya derajat keeratan hubungan tersebut dengan koofisien korelasi. Besarnya koofisien korelasi (r) tidak menggambarkan hubungan sebab akibat antara dua peubah atau lebih, tetapi hanya menggambarkan keterkaitan linier antar peubah. Koofisien korelasi dinotasikan dengan r dan nilai yang berkisar antara 1 hingga -1 (Mattjik dan Sumertajaya 2006).

Dalam menentukan sifat-sifat yang ada kaitannya dengan sifat yang diuji, maka diperlukan informasi hubungan antara sifat-sifat tersebut dengan sifat-sifat yang diperbaiki. Adanya hubungan antar satu sifat atau lebih sangat baik, sebagai indikator untuk memperbaiki suatu sifat melalui sifat lainnya (Permadi et al. 1993).

Kemiripan Tanaman Handeuleum berdasarkan Karakter Morfologi, Anatomi dan Fitokimia

Variasi genetik yang luas merupakan hal yang pokok dalam upaya pemuliaan suatu tanaman. Sehingga koleksi dan pemeliharaan plasma nutfah merupakan hal penting (Frey 1981). Keragaman fenotipe yang terdapat pada spesies dapat disebabkan karena faktor lingkungan dan genetik. Keragaman sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu sama lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman (Makmur, 1992; Frey 1981)

(55)

merupakan produk dari interaksi antara organisme dengan lingkungannya (Wiley 1981).

Aksesi handeuleum yang berasal dari wilayah yang berdekatan tidak selalu menggerombol dalam satu kelompok. Hal ini berarti tingkat kemiripan suatu aksesi tidak ditentukan oleh kedekatan wilayah asalnya (Gambar 16). Dengan tingkat kemiripan 60 persen, maka aksesi handeleum terbagi menjadi empat kelompok. Kelompok pertama terdiri dari aksesi yang berasal dari Bogor (1), (Soabali 1 Maluku 10), Soabali 1 Maluku (15). Berdasarkan hasil pengamatan 32 aksesi handeuleum diperoleh hasil klaster sebagai berikut.

Gambar 16. Dendogram kemiripan 32 aksesi handeuleum. Aksesi 1. Bogor Jawa Barat, 2. Manoko Jawa Barat, 3. Sukamenak Pengalengan Jawa Barat, 4. Rumah Itam Pengalengan Jawa Barat, 5. Ciwidey Jawa Barat, 6. Margamukti Pengalengan Jawa Barat, 7. Jawa Timur, 8. Kalimantan Tengah, 9. Kalimantan Selatan, 10. Soabali 1 Maluku, 11. Soabali 2 Maluku, 12. Salahutu Maluku, 13. Leihitu Maluku, 14. BTN Maluku, 15. Urimesing Maluku, 16. Waena Papua, 17. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 18. Pengunungan Cyclops Sentani Papua, 19. Cigombong Papua, 20. Menteng Bogor, 21. Cigombong Papua, 22. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 23. Bogor Jawa Barat, 24. Kalimantan Selatan, 25. Cigombong Papua, 26. Lusikaya Maluku, 27. Cigombong Papua, 28. Angkasa Dok V Jayapura Papua, 29. Waena Papua, 30. Abepura Pantai Papua, 31. Waena Papua, 32. Malabar Pengalengan Jawa Barat

(56)

Kelompok kedua adalah aksesi yang berasal dari Malabar Pengalengan Jawa Barat (32). Kelompokan ketiga adalah aksesi yang berasal dari Menteng Bogor (20), Abepura Pantai Papua (30), Angkasa Dok V Jayapura Papua (22), Cigombong Papua (21), Bogor Jabar (23), Kalimantan Selatan 24, Waena Papua (29), Lusikaya Maluku (26), Angkasa Dok V Jayapura Papua (28), Cigombong Papua (27), dan kelompok keempat adalah aksesi yang berasal dari Cigombong Papua (25).

Penelitian yang dilakukan oleh Rao et al. (2008) juga menunjukkan tanaman yang berasal dari wilayah geografis yang berbeda mengelompok pada grup yang sama, dan tanaman dari wilayah geografis yang sama berada pada kelompok atau grup yang berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa keragaman geografis tidak selalu menunjukkan keragaman genetik. Lebih lanjut identifikasi penggerombolan genotipe-genotipe yang ada akan memberikan informasi genotipe dengan karakter baik yang dapat digunakan untuk mengembangkan benih ataupun klon elite sebagai material persilangan ataupun pembentukan varietas.

Pembahasan Umum

Pemuliaan tanaman merupakan usaha untuk memperbaiki bentuk dan sifat tanaman yang lebih cepat dibandingkan dengan perbaikan melalui seleksi alam. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam kegiatan pemuliaan tanaman adalah pembentukan populasi dasar dengan keragaman yang tinggi. Makmur (1992) menyatakan bahwa mengoleksi plasma nutfah baik dari dalam maupun luar negeri dengan melakukan introduksi merupakan salah satu langkah awal dalam program pemuliaan tanaman. Genotipe-genotipe yang dikoleksi kemudian dikarakterisasi dan dilakukan studi keanekaragaman untuk memberikan informasi tentang keragaman tanaman.

(57)

Variasi genetik dalam populasi akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, maka akan menunjukkan individu dalam populasi sangat beragam, sehingga peluang untuk memperoleh genotipe yang diharapkan besar (Bahar dan Zein 1993).

Lebih lanjut ditambahkan oleh Frey (1981), variasi genetik yang luas merupakan hal yang pokok dan penting dalam upaya pemuliaan suatu tanaman, sehingga koleksi dan pemeliharaan plasma nutfah merupakan hal yang penting Keragaman fenotipe yang terlihat dan terdapat dalam satu jenis (spesies) disebabkan oleh faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi satu sama lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotipe tanaman.

Pengumpulan aksesi tanaman dari berbagai daerah di Indonesia dan penyilangan adalah salah satu peluang yang dapat meningkatkan keragaman genetik dan hal lain yang memungkinkan mengingat tanaman handeuleum dapat berbunga. Peningkatan keragaman selanjutnya dapat dilakukan dengan bantuan teknologi kultur jaringan dan induksi mutasi (Kristina dan Mardiningsih 2008).

Handeuleum merupakan tanaman obat yang memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan dalam skala yang luas karena khasiatnya yang banyak. Handeuleum memiliki keragaman genetik yang sempit karena tidak terbentuk biji, perbanyakannya hanya melalui perbanyakan vegetatif. Selain itu, handeuleum memiliki hama utama larva Doleschallia bisaltide yang dapat menurunkan hasil hingga 70 persen (Baringbing dan Mardiningsih 2000).

Untuk meningkatkan keragaman tanaman handeleum yang mempunyai hasil produksi yang tinggi dan tahan terhadap serangan hama, maka perlu dilakukan eksplorasi dan karakterisasi tanaman handeuleum di beberapa lokasi tumbuh. Keragaman genetik ini penting, untuk kegiatan pemuliaan tanaman selanjutnya.

Gambar

Gambar 1. Diagram alur pemikiran
Gambar  2.  Ilustrasi  lintasan  metabolik  primer  pada  tanaman  (Kaufman  et  al.  1999)
Tabel 1.  Daftar Aksesi Tanaman Handaeleum
Gambar 3. Skema tahapan penelitian  Koleksi plasma nutfah Balittro
+7

Referensi

Dokumen terkait

Wignjosoebroto, Soetandyo, Hukum: Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat dan Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat

Hal itu diterangkan dengan kalimat berikutnya, estri purusa karsane ‘wanita itu nafsu kehendaknya’ yang artinya wanita dilihat hanya menuruti kemauannya sendiri,

Stratifikasi yang dilakukan berdasarkan kondisi tutupan lahan (Rusolono et al. 2015), sehingga lokasi penelitian pada Hutan Nabundong dibagi menjadi dua, yaitu

Sesuai dengan data yang tersedia pada Tabel I-O BPS, jenis tanaman pangan yang dicakup dalam analisis ini adalah padi, jagung, kedelai, umbi-umbian, kacang tanah dan kacang

Revolve stage memiliki fungsi yang hampir sama dengan lift hidrolik panggung, dimana revolve stage memiliki keunggulan pada estetika gerak yaitu dapat berputar

Berdasarkan data tabel 4.12, dapat disimpulkan bahwa, kualitas pendidikan agama Islam berbasis ICT di sekolah Kota Gorontalo, secara keseluruhan menunjukkan hasil data

kayu secara langsung, maupun untuk dibuka menjadi lokasi parak dan ladang. Larangan ini ditujukan sebagai bentuk perlindungan terhadap daerah sekitarnya. Di nagari Kambang hutan

Penelitian yang dilakukan oleh Devi (2014) tentang pengaruh ukuran perusahaan, likuiditas, laverage dan status perusahaan pada kelengkapan pengungkapan laporan