PERFORMA
DOMBA
LOKAL
JANTAN
YANG
MENDAPAT
SUMBER
SERAT
TONGKOL
JAGUNG
DENGAN
BEBERAPA
KOMBINASI
SUMBER
PROTEIN
SKRIPSI
IKKA F. M. KENNEDY
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
IKKA F. M. KENNEDY. D24070296. 2012. Performa Domba Lokal Jantan yang
Mendapat Sumber Serat Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber
Protein. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor
Pembimbing Utama : Ir. Lilis Khotijah, M.Si. Pembimbing Anggota : Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si.
Peternakan domba berpotensi akan terus meningkat karena kebutuhan domba untuk aqiqah dan kurban saat Idul Adha yang berlangsung tiap tahun, namun usaha peternakan domba di Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala berupa keterbatasan pakan sumber serat terutama untuk memenuhi kebutuhan kurban saat Idul Adha. Pemeliharaan domba untuk Idul Adha hanya dalam waktu singkat dan biasanya hanya untuk mempertahankan performa domba, namun ketersediaan rumput terbatas karena banyaknya penggunaan bahan pakan dari rumput. Alternatif pakan pengganti rumput diperlukan sebagai pakan ternak domba. Salah satu pakan alternatif untuk pengganti rumput yang dapat diberikan pada domba saat Idul Adha adalah tongkol jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa domba lokal jantan dan Income Over Feed Cost (IOFC) usaha pemeliharaan domba lokal jantan yang mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein.
Ternak yang digunakan adalah 16 ekor domba lokal jantan berumur sekitar 1,5 tahun dengan kisaran bobot badan 22,3-29,4 kg. Ransum yang digunakan adalah ransum yang mengandung protein kasar sekitar 15%; Total Digestible Nutrient (TDN) sekitar 65%; dan air diberikan secara ad libitum. Terdapat empat perlakuan dalam penelitian ini, diantaranya ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, dan urea (P1); ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, dan bungkil kedelai (P2); ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, dan tepung ikan (P3); dan ransum yang terdiri dari tongkol jagung, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan (P4). Rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan domba dilakukan berdasarkan bobot badan besar (27,2-29,4 kg), agak besar (26,0-27,0 kg), sedang (24,8-25,6 kg), dan kecil (22,3-24,5 kg). Peubah yang diamati adalah konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), TDN, pertambahan bobot badan (PBB), konversi ransum, serta Income Over Feed Cost (IOFC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konsumsi BK, SK, BETN, konversi ransum, dan PBB. Perlakuan berpengaruh terhadap konsumsi PK, LK, dan TDN. Pemberian ransum untuk domba lokal jantan yang mengandung sumber serat tongkol jagung dengan kombinasi sumber protein dari bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan masih memberikan pengaruh yang sama baik terhadap performa domba. Perhitungan
Income Over Feed Cost (IOFC) menunjukkan bahwa ransum tongkol jagung dan onggok yang dikombinasikan dengan bungkil kelapa dan tepung ikan memberikan nilai ekonomis yang paling tinggi.
ABSTRACT
Performance of Local Sheep With The Ration of Corn Cob Fiber Sources Combined with Different Protein Sources
Kennedy, I. F. M., L. Khotijah, and S. Suharti
The objective of this research was to evaluate the performance of local sheep with the ration of corn cob fiber sources combined with different protein sources. Sixteen local sheeps about 1.5 years old, weighed about 22.3-29.4 kg were used and divided into four groups of four animals in each group. The sheep were allocated in a Block Randomized Design. The treatment diets were, P1: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, and urea; P2: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, and soybean meal; P3: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, and fish meal; and P4: ration of corn cob, cassava by product, coconut meal, soybean meal, and fish meal. Data were analyzed using analysis of variance and the differences were tested using Duncan’s method. The results showed that the treatments did not significantly affect on dry matter intake, crude fiber intake, nitrogen-free extract intake, feed conversion ratio, and daily weight gain. The treatment significantly affect on intake of crude protein, crude fat, and Total Digestible Nutient (TDN). The ration of corn cob fiber sources combined with copra meal, soybean meal, and fish meal can be used in local sheep and still have good performance on local sheep. Income Over Feed Cost (IOFC) showed that ration of corn cob fiber sources combined with copra meal and fish meal gave the highest economic value.
PERFORMA
DOMBA
LOKAL
JANTAN
YANG
MENDAPAT
SUMBER
SERAT
TONGKOL
JAGUNG
DENGAN
BEBERAPA
KOMBINASI
SUMBER
PROTEIN
IKKA F. M. KENNEDY
D24070296
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Performa Domba Lokal Jantan yang Mendapat Sumber Serat Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber Protein
Nama : Ikka F. M. Kennedy
NIM : D24070296
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
(Ir. Lilis Khotijah, M.Si.) (Dr. Sri Suharti, S.Pt., M.Si.)
NIP. 19660703 199203 2 003 NIP. 19741012 200501 2 002
Mengetahui: Ketua Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP. 19670506 199103 1 001
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 10 Mei 1989 di Blitar,
Jawa Timur. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, dari pasangan Bapak Ridwan dan Ibu Tutuk
Sri Winarti.
Pendidikan kanak-kanak diselesaikan di TK
Dharma Wanita, Plosorejo pada tahun 1994-1995,
dilanjutkan dengan Sekolah Dasar di SD Negeri
Plosorejo 2, Blitar pada tahun 1995-2001, kemudian
menyelesaikan sekolah lanjutan tingkat pertama pada
tahun 2001-2004 di SLTP Negeri 1 Blitar dan pendidikan lanjutan atas diselesaikan
pada tahun 2004-2007 di SMA Negeri 1 Blitar, Jawa Timur. Penulis diterima di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB) di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Selama aktif menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan
organisasi dalam skala kampus maupun nasional. Penulis dipercaya menjadi
Koordinator Wilayah Forum Mahasiswa Indonesia Tanggap Flu Burung (FMITFB)
pada tahun 2008-2010, Pengurus Wilayah II Ikatan Senat Mahasiswa Peternakan
Indonesia (Ismapeti) pada tahun 2008-2010, dan Ketua Kelompok Pecinta Alam
Fakultas Peternakan, IPB (Kepal-D) pada tahun 2008-2010. Penulis juga
berkesempatan mendapat beasiswa Dana POM pada tahun 2007-2009 dan PPA dari
pemerintah pada tahun 2009-2011.
Bogor, September 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala kekuasaan,
hidayah, serta karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Performa Domba Lokal Jantan yang Mendapat Sumber Serat
Tongkol Jagung dengan Beberapa Kombinasi Sumber Protein” yang ditulis
berdasarkan penelitian pada bulan September sampai November 2011 di
Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor serta analisis
sampel dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Peternakan, Insitut Pertanian Bogor.
Skripsi ini berisi informasi tentang performa domba lokal jantan yang
mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar skripsi ini menjadi lebih baik.
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberikan informasi baru dalam
dunia peternakan, bermanfaat bagi Penulis sendiri maupun pembaca pada umumnya.
Bogor, September 2012
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ……….. i
ABSTRACT ………. ii
LEMBAR PERNYATAAN ………. iii
LEMBAR PENGESAHAN ………. iv
RIWAYAT HIDUP ……….. v
KATA PENGANTAR ………. vi
DAFTAR ISI ……… vii
DAFTAR TABEL ……… ix
DAFTAR GAMBAR ………... x
DAFTAR LAMPIRAN ……… xi
PENDAHULUAN ……… 1
Latar Belakang ………. 1
Tujuan ………... 2
TINJAUAN PUSTAKA ………... 3
Domba Lokal ……… 3
Pakan ……… 4
Tongkol Jagung ………. 4
Onggok …………..……… 5
Bungkil Kelapa ……….……… 5
Bungkil Kedelai ……… 6
Tepung Ikan ……….. 7
Konsumsi Pakan ……... ……… 8
Protein Kasar ……….……… 9
Lemak Kasar …..……….…….………. 10
Serat Kasar …….……….………. 10
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen …….……… 10
Total Digestible Nutrient …….…….……… 11
Pertambahan Bobot Badan ………..… 12
Konversi Pakan ……… 13
Income Over Feed Cost (IOFC) ………... 14
MATERI DAN METODE ………... 16
Lokasi dan Waktu ………. 16
Materi ………... 16
Ternak Percobaan ………. 16
Kandang dan Peralatan ………. 16
Pakan …... ……….… 16
Pembuatan Pakan ………. 18
Pemeliharaan ……… 18
Rancangan dan Analisis Data ……….. 19
Perlakuan ………. 19
Rancangan ……… 20
Analisis Data ……… 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 21
Konsumsi Pakan ………...21
Konsumsi Bahan Kering (BK) ………. 21
Konsumsi Protein Kasar (PK) ………... 23
Konsumsi Lemak Kasar (LK) ……….. 24
Konsumsi Serat Kasar (SK) ………. 24
Konsumsi Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) ……. 25
Konsumsi Total Digestible Nutrient (TDN) ……… 26
Pertambahan Bobot Badan (PBB) ……… 27
Konversi Pakan ... ……….…… 29
Income Over Feed Cost (IOFC) ………... 30
KESIMPULAN DAN SARAN ……… 32
Kesimpulan ………... 32
Saran ………. 32
UCAPAN TERIMA KASIH ……… 33
DAFTAR PUSTAKA ……….. 34
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Nutrien Tongkol Jagung Berdasarkan Bahan Kering ...4
2. Kandungan Nutrien Onggok Berdasarkan Bahan Kering ... ….…... 5
3. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering ...6
4. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Berdasarkan Bahan Kering .. 7
5. Kandungan Nutrien Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering ….... 7
6. Asam Amino Bungkil Kelapa, Bungkil Kedelai dan Tepung 8 Ikan ………. 7. Komposisi dan Harga Bahan Pakan Ransum Penelitian ….…….... 17
8. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan ... .………... 17
9. Rataan Konsumsi Bahan Kering ……….………. 21
10. Rataan Konsumsi Nutrien Pakan …... …….………...……. 22
11. Rataan Pertambahan Bobot Badan ……….………. 27
12. Rataan Konversi Pakan …... ……….………... 29
13. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC) Selama 28 Hari Pemeliharaan ……….………..
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya ..………… 12
2. Domba yang Digunakan dalam Penelitian ……….…………. 16
3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian ………..……..…………. 18
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Analisis Ragam Konsumsi BK ………..………. 40
2. Analisis Ragam Konsumsi PK …………..……….. 40
3. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi PK … 40
4. Analisis Ragam Konsumsi LK …………..………. 40
5. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi LK ...41
6. Analisis Ragam Konsumsi SK …………..………. 41
7. Analisis Ragam Konsumsi BETN ... ……..………. 41
8. Analisis Ragam Konsumsi TDN ... …..…..………. 41
9. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi TDN.. 42
10. Analisis Ragam PBB …………...…..…..………. 42
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Prospek peternakan domba di Indonesia sangat menjanjikan, ditunjukkan
dengan peningkatan konsumsi daging domba sebesar 7,84% pada tahun 2011 (BPS,
2012a). Peternakan domba berpotensi akan terus meningkat karena kebutuhan domba
untuk aqiqah dan kurban saat Idul Adha yang berlangsung tiap tahun, namun usaha
peternakan domba di Indonesia sampai saat ini masih mengalami kendala berupa
keterbatasan pakan sumber serat terutama untuk memenuhi kebutuhan kurban saat
Idul Adha. Pemeliharaan domba untuk Idul Adha hanya dalam waktu singkat dan
biasanya hanya untuk mempertahankan performa domba, namun ketersediaan
rumput terbatas karena banyaknya penggunaan bahan pakan dari rumput. Alternatif
pakan pengganti rumput diperlukan sebagai pakan ternak domba. Salah satu pakan
alternatif untuk pengganti rumput yang dapat diberikan pada domba saat Idul Adha
adalah tongkol jagung.
Tongkol jagung merupakan limbah hasil pengolahan jagung yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan sumber serat dan ketersediaannya juga cukup banyak.
Kuantitas tongkol jagung dalam jumlah yang banyak, diindikasikan dengan produksi
jagung di Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 17.643.250 ton (BPS, 2012b).
Tongkol jagung mengandung serat kasar yang tinggi yang diperkirakan dapat
menjadi alternatif pakan sumber serat untuk substitusi rumput. Penggunaan tongkol
jagung sebagai sumber serat harus diimbangi dengan sumber protein untuk
meningkatkan kualitas ransum karena tongkol jagung memiliki kandungan protein
yang rendah.
Pakan sumber protein yang dapat digunakan adalah bungkil kedelai dan
tepung ikan. Bahan pakan sumber protein yang dikombinasikan adalah bungkil
kelapa, bungkil kedelai, tepung ikan, dan urea. Bungkil kelapa memiliki kandungan
lemak yang tinggi, serta kandungan protein nabati yang sangat potensial untuk
meningkatkan kualitas karkas. Bungkil kedelai memiliki kandungan dan kelarutan
protein yang tinggi, memiliki asam amino yang seimbang, serta palatabilitas yang
tinggi. Penggunaan bungkil kedelai diharapkan juga dapat meningkatkan palatabilitas
ransum dan meningkatkan kualitas ransum. Menurut Sutardi (1979), perpaduan
masing-masing sehingga menjadi jauh lebih baik, bungkil kelapa yang biasanya defisien
akan metionin, kelemahannya itu dapat ditutupi oleh bungkil kedelai. Tepung ikan
termasuk sumber protein hewani dengan kelarutan rendah jika dibandingkan dengan
sumber protein nabati. Tepung ikan diharapkan dapat mencukupi kebutuhan protein
bypass domba. Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan
pakan sumber ruminally undegradable protein dan kaya akan lisin dan metionin,
sehingga diharapkan tepung ikan juga dapat menutupi kelemahan bungkil kelapa
yang defisien akan metionin. Urea merupakan sumber nitrogen nonprotein yang
dapat dimanfaatkan sebagai campuran pada ransum. Pemanfaatan urea diharapkan
dapat meningkatkan ketersediaan unsur nitrogen untuk mikroba rumen sehingga
dapat meningkatkan kualitas ransum.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi performa domba lokal jantan dan
Income Over Feed Cost (IOFC) usaha pemeliharaan domba lokal jantan yang
mendapat sumber serat tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein.
TINJAUAN PUSTAKA
Domba Lokal
Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo
Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis, dan spesies Ovis aries.
Domba adalah ternak ruminansia yang mempunyai perut majemuk dan secara
fisiologis sangat berbeda dengan ternak berperut tunggal seperti babi dan unggas
(Wodzicka et al., 1993).
Domba yang dikenal di Indonesia ada tiga bangsa yaitu domba garut, domba
ekor gemuk, dan domba ekor tipis atau lebih dikenal dengan nama domba lokal.
Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki daya adaptasi yang
baik pada iklim tropis dan tidak mengenal adanya musim pembiakan (non seasonal
breeding) sehingga perkembangbiakan dapat berlangsung sepanjang tahun. Domba
lokal memiliki ciri-ciri ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulunya beragam, ekor
tipis, dan tidak terlalu panjang (Devendra dan McLeroy, 1992).
Karakteristik domba lokal diantaranya bertubuh kecil, lambat dewasa,
berbulu kasar, tidak seragam, hasil daging relatif sedikit, dan pola warna bulu sangat
beragam dari bercak putih, coklat, hitam atau warna polos putih dan hitam umumnya.
Bobot dewasa dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg dengan
persentase karkas berkisar antara 44%-49% (Devendra dan McLeroy, 1992). Ekor
pada domba lokal umumnya pendek dengan ukuran panjang rata-rata 19,3 cm; lebar
pangkal ekor 5,6 cm; dan tebal 2,7 cm (Devendra dan McLeroy, 1992).
Prospek peternakan domba di Indonesia sangat menjanjikan, ditunjukkan
dengan peningkatan konsumsi daging domba sebesar 7,84% pada tahun 2011 (BPS,
2012a). Hai ini dikarenakan domba lokal mempunyai posisi yang sangat strategis di
masyarakat karena mempunyai fungsi ekonomis, sosial, dan budaya serta merupakan
sumber gen yang khas untuk digunakan dalam perbaikan bangsa domba di Indonesia
melalui persilangan antar bangsa domba lokal dengan domba impor (Sumantri et al.,
2007). Ternak-ternak lokal penting untuk dilindungi karena mempunyai keunggulan
antara lain mampu bertahan hidup pada tekanan iklim dan pakan yang berkualitas
rendah, penyakit dan gangguan caplak, sumber gen yang khas, produktif dipelihara
dengan biaya rendah, mendukung keragaman pangan, pertanian, dan budaya (FAO,
Pakan
Tongkol Jagung
Potensi limbah tanaman jagung yaitu 50% batang, 20% daun, 20% tongkol,
dan 10% kulit buah jagung (klobot) dihasilkan pertahun, akan tetapi pemanfaatan
limbah tanaman jagung belum maksimal karena bersifat bulky, musiman, dan cepat
rusak setelah dipanen (Umiyasih dan Wina, 2008). Penggunaan limbah tongkol
jagung sebagai pakan umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki lahan dan
menanam tanaman pangan (Febrina dan Liana, 2008).
Tongkol jagung merupakan salah satu limbah padat yang dihasilkan industri
pengolahan jagung. Menurut Parakkasi (1999), tongkol jagung memiliki persentase
sebesar 20% dari berat jagung bertongkol (buah jagung tanpa klobot). Kuantitas
tongkol jagung dalam jumlah yang banyak, diindikasikan dengan produksi jagung
pipil di Indonesia pada tahun 2011 yang mencapai 17.643.250 ton (BPS, 2012b).
Pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kuantitas tongkol jagung di Indonesia
sebanyak 4.410.813 ton. Komposisi nutrien tongkol jagung dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrien Tongkol Jagung Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien Tongkol Jagung a Tongkol Jagung b
Bahan Kering (%) 90 90
Abu (%) 1,9 2,2
Protein Kasar (%) 3,6 3,3
Lemak Kasar (%) 0,8 0,6
Serat Kasar (%) 40,2 40
BETN (%) 53,5 53,9
Selulosa (%) 28 -
Lignin (%) 7 -
TDN (%) 50 48
Keterangan : a Perry et al. (2003), b Parakkasi (1999)
Tongkol jagung mengandung protein kasar yang rendah yaitu sebesar 4,64%
dengan kadar lignin dan selulosa yang tinggi (Aregheore, 1995). Rendahnya
kandungan protein dan tingginya kandungan lignin tongkol jagung menyebabkan
selulosa tidak tersedia untuk difermentasi di dalam rumen yang berakibat
kecernaannya menjadi rendah (Brandt dan Klopfenstein, 1986). Menurut Perry et al.
(2003), tongkol jagung sebaiknya dipotong-potong atau digiling terlebih dahulu
sebelum diberikan pada ternak ruminansia agar dapat dimanfaatkan dengan baik dan
efisien. Yulistiani (2010) melaporkan bahwa, amoniasi tongkol jagung dapat
digunakan dalam ransum komplit domba komposit sumatra dan menghasilkan
pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari. Penelitian lain melaporkan bahwa
tongkol jagung giling dipakai dalam ransum kambing lokal afrika jantan pada level
36% dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian 37 g/ekor/hari
(Aregheore, 1995).
Onggok
Onggok adalah produk limbah yang merupakan hasil samping pembuatan pati
dari ubi kayu (cassava). Onggok merupakan pakan sumber energi yang berasal dari
limbah pembuatan tepung tapioka dengan jumlah mencapai 19,7% dari produksi ubi
kayu. Pemanfaatan onggok masih sangat sederhana dan dikategorikan sebagai hasil
samping yang bernilai ekonomi sangat rendah. Serat terdiri dari hemiselulosa, pektin,
dan selulosa. Onggok juga kaya akan karbohidrat yang mudah dicerna bagi ternak
dan penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum karena
harganya murah, cukup tersedia, dan mudah didapat (Rasyid et al., 1996). Penelitian
Shaliha (2012) terhadap domba yang mendapat sumber energi berbasis onggok
mendapatkan pertambahan bobot badan 91-108 g/ekor/hari. Kandungan nutrien dari
onggok dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Nutrien Onggok Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien Kandungan
Bahan Kering (%) 86
Abu (%) 0,89
Protein Kasar (%) 1,77
Lemak Kasar (%) 1,48
Serat Kasar (%) 6,66
BETN (%) 89,20
Sumber : Irawan (2002)
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa adalah hasil ikutan yang didapat dari ekstraksi daging buah
kelapa segar/kering (SNI, 1996a) dan mengandung protein kasar sebesar 18%
(Wibowo, 2010). Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial
untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1999). Sebagai sumber protein,
bungkil kelapa baik digunakan untuk ternak, namun bungkil kelapa memiliki
kecernaan yang rendah karena tingginya kandungan serat kasar. Menurut Sutardi
(1979), perpaduan antara bungkil kelapa dan bungkil kedelai ternyata lebih unggul
daripada bungkil kelapa atau bungkil kedelai saja. Kedua sumber protein ini seolah-
olah dapat saling menutupi kelemahan masing-masing sehingga menjadi jauh lebih
baik, kemungkinan bungkil kelapa yang biasanya defisien akan metionin,
kelemahannya itu dapat ditutupi oleh bungkil kedelai. Aregheore (2005) menyatakan
bahwa peningkatan pemberian bungkil kelapa dapat menurunkan konsumsi bahan
kering, namun dapat meningkatkan pertambahan bobot badan dan memberikan
konversi pakan yang rendah. Balitnak (2011) melaporkan bahwa bungkil kelapa
mengandung 21,7% protein kasar; 17,1% lemak kasar; 16,2% serat kasar; 0,1%
kalsium; 0,62% fosfor; 1667 kkal/kg ME; dengan kecernaaan bahan kering sebesar
60%. Kandungan nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan Nutrien Bungkil Kelapa Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien Mutu 1 Mutu 2
Bahan Kering (%) 88 88
Protein Kasar (%) 20 18
Serat Kasar (%) 16 18
Abu (%) 8 10
Lemak Kasar (%) 14 17
BETN (%) 42 36
Sumber: SNI (1996a)
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai adalah produk hasil ikutan penggilingan biji kedelai setelah
diekstraksi minyaknya secara mekanis (expeller) atau secara kimia (solvent) (SNI,
1996b). Kandungan protein bungkil kedelai mencapai 43%-48%. Bungkil kedelai
juga mengandung zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor, namun zat antinutrisi
tersebut tersebut akan rusak oleh pemanasan sehingga aman untuk digunakan sebagai
bahan pakan. Bungkil kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki
kandungan protein yang tinggi tetapi kandungan Ca, P, dan vitamin A rendah serta
mengandung asam amino yang hampir lengkap (Tangendjaja, 1987). Fahmy et al.
(1992) mengatakan bahwa dengan bungkil kacang tanah dan kacang kedelai sebagai
sumber protein utamanya dapat menggemukkan berbagai bangsa domba. Hasilnya
adalah pertambahan bobot hidup 189-186 g/ekor/hari. Penggunaan bungkil kedelai
sebanyak 20% pada ransum berbasis tongkol jagung yang diberikan pada domba
komposit sumatra dapat menghasilkan pertambahan bobot badan 146-176 g/ekor/hari
(Yulistiani, 2010). Kandungan nutrien bungkil kedelai dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Nutrien Bungkil Kedelai Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
Bahan Kering (%) 88 88 88
Protein Kasar (%) 53,4 50 46,6
Serat Kasar(%) 6,8 7,4 10,2
Abu(%) 6,8 8 9,1
Lemak Kasar(%) 4 4 5,7
BETN(%) 29 30,6 28,4
Sumber: SNI (1996b)
Tepung Ikan
Tepung ikan adalah ikan atau bagian-bagian ikan yang minyaknya diambil
atau tidak, dikeringkan kemudian digiling (SNI, 1996c). Tepung ikan mengandung
protein yang cukup tinggi, sehingga bahan tersebut digunakan sebagai sumber utama
protein pada pakan, disamping pakan lainnya. Selain sebagai sumber protein, tepung
ikan juga digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan yang baik mempunyai
kandungan protein kasar 58%-68%; air 5,5%-8,5%; dan garam 0,5%-3,0%
(Sitompul, 2004). Tepung ikan mempunyai variasi kualitas yang sangat tinggi,
standarisasi pengolahan dan tingkat nutrien tepung ikan yang didatangkan dari luar
negeri mempunyai kadar protein antara 55%-65% dan lemak 5%-7% (NRC, 2006).
Kandungan nutrien tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kandungan Nutrien Tepung Ikan Berdasarkan Bahan Kering
Nutrien Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
Bahan Kering (%) 90 88 88
Protein Kasar (%) 65 55 45
Serat Kasar(%) 1,5 2,5 3
Abu(%) 20 25 30
Lemak Kasar(%) 8 10 12
Ca(%) 2,5-5,0 2,5-6,0 2,5-7,0
P(%) 1,6-3,2 1,6-4,0 1,6-4,7
Sumber: SNI (1996c)
Rocha et al. (1995) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan sumber ruminally undegradable protein dan kaya akan lisin dan metionin yang
merupakan asam amino pembatas pada ternak ruminansia. Kandungan protein atau
pembuatannya. Pemanasan yang berlebihan akan menghasilkan tepung ikan yang
berwarna coklat dan kadar protein atau asam aminonya cenderung menurun atau
menjadi rusak (Sitompul, 2004). Susunan asam amino bungkil kelapa, bungkil
kedelai dan tepung ikan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Asam Amino Bungkil Kelapa, Bungkil Kedelai dan Tepung Ikan
No. Asam Amino B. Kelapa B. Kedelai Tepung Ikan
1 Arginin 1,96 3,14 3,68
2 Glisin 0,89 1,90 4,46
3 Serin 0,96 2,29 2,37
4 Histidin 0,41 1,17 1,42
5 Isoleusin 0,60 1,96 2,28
6 Leusin 1,21 3,39 4,16
7 Lisin 0,48 2,69 4,51
8 Metionin 0,37 0,62 1,63
9 Sistin 0,24 0,66 0,57
10 Fenilalanin 0,81 2,16 2,21
11 Tirosin 0,46 1,91 1,80
12 Treonin 0,66 1,72 2,46
13 Triptofan - 0,74 0,49
14 Valin 0,89 2,07 2,77
Sumber : NRC (2006) dan Parakkasi (1999)
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh terrnak yang
akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
(Tillman et al., 1998). Tingkat konsumsi adalah jumlah makanan yang terkonsumsi
oleh hewan bila bahan makanan tersebut diberikan ad libitum, tingkat konsumsi
ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor kompleks yang terdiri dari hewan, makanan
yang diberikan, dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara (Parakkasi, 1999).
Daya cerna makanan diikuti kecepatan aliran makanan yang tinggi dalam saluran
pencernaan dapat meningkatkan konsumsi. Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat konsumsi adalah palatabilitas yang tergantung dari beberapa hal yaitu
penampilan dan bentuk pakan, bau, rasa, tekstur, dan temperatur lingkungan (Pond et
al., 1995).
Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penentu yang paling penting untuk
menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak. Menurut Aregheore
(2005), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktivitas
ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi ransum juga dipengaruhi oleh
kualitas makanan dan kebutuhan energi ternak. Semakin baik kualitas makanannya,
semakin tinggi konsumsi ransum ternak (Parakkasi, 1999).
Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba pada fase penggemukan
dengan bobot badan 20-30 kg, akan mengkonsumsi bahan kering sebanyak 690-1240
g/ekor/hari. Kisaran konsumsi bahan kering yang disarankan NRC untuk ternak
domba dengan bobot badan 20-30 kg adalah sebesar 3,44% - 4,14% bobot badan.
Yulistiani (2010) menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba yang
mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah sebesar 1092-1240 g/ekor/hari
atau 4,17% bobot badan.
Protein Kasar
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak dan
juga merupakan bagian terpenting dari jaringan-jaringan tubuh hewan. Protein
tersusun dari rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan peptida. Protein
berfungsi sebagai zat pembangun karena protein merupakan bahan pembentuk
jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh dan digunakan sebagai bahan
bakar jika kebutuhan energi tubuh belum terpenuhi oleh karbohidrat dan lemak
(Winarno, 1992).
Pemberian pakan yang tidak dibatasi (melebihi hidup pokok) akan
meningkatkan konsumsi protein karena ternak mempunyai kesempatan untuk makan
lebih banyak (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Peningkatan konsumsi protein juga
dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan yaitu semakin tinggi kandungan
protein semakin banyak pula protein yang terkonsumsi (Boorman, 1980). Menurut
NRC (2006), domba yang sedang tumbuh membutuhkan protein dalam jumlah yang
tinggi dibandingkan domba yang dewasa. Kisaran standar NRC (2006) untuk domba
dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 122-154
g/ekor/hari dengan pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari.
Konsumsi protein kasar pakan dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan
yang dikehendaki setiap hari, serta jumlah dan kualitas pakan yang diberikan
(Parakkasi, 1999). Konsumsi protein pakan sangat erat kaitannya dengan konsumsi
bahan kering pakan, semakin tinggi konsumsi bahan kering pakan mengakibatkan
semakin tinggi pula konsumsi protein pakan (Sudarman et al., 2008). Konsumsi
ransum. Menurut Maynard dan Loosli (1993), sifat voluminous serat kasar dapat
menurunkan kapasitas ruang rumen sehingga ternak merasa kenyang dan konsumsi
protein pun menurun.
Lemak Kasar
Lemak merupakan zat tidak larut air, bahan organik yang larut dalam pelarut
organik (Parakkasi, 1999). Kadar lemak yang tinggi pada ransum mengganggu
pertumbuhan mikroba rumen. Penambahan lemak dalam ransum sapi dan domba
menurunkan kecernaan serat karena asam lemak rantai panjang menghambat
metabolisme mikroba rumen (Palmquist et al., 1986). Lemak mempengaruhi
palatabilitas suatu pakan oleh karenanya mempengaruhi tingkat konsumsi pakan
(Toha et al., 1999). Konsumsi lemak kasar juga dapat dipengaruhi oleh sifat kimia
pakan, yaitu salah satunya kandungan asam lemak tak jenuh dalam perlakuan.
Konsumsi lemak kasar domba menurut Haddad dan Younis (2004) dalam ransum
untuk domba awwasi jantan lepas sapih pada periode pembesaran yaitu sebesar 59
g/ekor/hari.
Serat Kasar
Pakan kaya serat mempunyai sifat fisik yang bervariasi dan dapat
berpengaruh terhadap tingkat konsumsi dan kecernaannya. Kandungan serat kasar
yang tinggi mampu menjadi faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna pakan
(Tillman et al., 1998). Menurut Toharmat et al. (2006), jenis pakan kaya serat dapat
mempengaruhi konsumsi bahan kering yang selanjutnya mempengaruhi konsumsi
nutrien. Hal ini berarti bahwa konsumsi bahan kering pakan dapat dimanipulasi
melalui pemilihan jenis pakan kaya serat yang diberikan. Faktor yang berpengaruh
pada konsumsi serat kasar antara lain konsumsi bahan kering dan kandungan nutrien
ransum. Kandungan serat kasar dalam bahan pakan mampu mengurangi tingkat
kecernaan pakan dalam tubuh ternak. Semakin banyak serat kasar yang terdapat
dalam suatu bahan pakan maka semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin
rendah daya cerna dari bahan makanan (Hartadi et al., 1997).
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (BETN)
BETN merupakan fraksi karbohidrat selain serat kasar yang umumnya mudah
tercerna, antara lain pati dan gula. Pada fase pertumbuhan, salah satu komponen
nutrien yang penting dalam pakan adalah energi, kebutuhan energi ini sangat
bergantung dari status fisiologis ternak. Hartadi et al. (1997) menambahkan bahwa
hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi untuk hidup pokok, memenuhi
kebutuhan akan energi mekanik untuk gerak otot dan sintesa jaringan-jaringan baru.
Menurut Pond et al. (1995), secara umum nutrisi yang paling membatasi
dalam nutrisi ternak domba adalah energi. Konsumsi energi yang berlebihan oleh
ternak akan mengalihkan penggunaan energi untuk memproduksi lemak tubuh yang
lebih tinggi. Defisiensi energi pada ternak yang sedang dalam fase pertumbuhan akan
menyebabkan penurunan laju peningkatan bobot badan, yang akhirnya akan
menghentikan pertumbuhan, bobot badan semakin menurun, dan yang paling buruk
adalah dapat menyebabkan kematian. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa
kebutuhan energi pakan ditentukan oleh lingkungan, umur, bobot badan, bangsa,
komposisi pakan, dan pertambahan bobot badan yang dikehendaki. Kondisi
lingkungan yang mempengaruhi kebutuhan energi adalah temperatur, kelembaban,
dan kecepatan angin (Haryanto dan Djajanegara, 1993).
Total Digestible Nutrient (TDN)
Total Digestible Nutrient (TDN) merupakan nilai yang menunjukkan jumlah
dari zat-zat makanan yang dapat dicerna oleh hewan, yang merupakan jumlah dari
semua zat-zat makanan organik yang dapat dicerna seperti protein, lemak, serat
kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Faktor-faktor yang mempengaruhi
konsumsi TDN seperti suhu lingkungan, laju perjalanan melalui alat pencernaan,
bentuk fisik bahan makanan, komposisi ransum dan pengaruh terhadap perbandingan
dari zat makanan lainnya (Aboenawan, 1991). Perry et al. (2003) menyatakan bahwa
nilai TDN suatu bahan pakan dipengaruhi beberapa hal, antara lain persentase bahan
kering dari bahan tersebut, bahan kering pakan yang akan dicerna, jumlah bahan
mineral dalam kecernaan bahan kering, dan jumlah lemak dalam bahan kering yang
dapat dicerna. Semakin tinggi TDN dari suatu pakan, maka pakan tersebut akan
semakin baik karena banyak zat-zat makanan yang dapat digunakan.
Kadar TDN bahan pakan umumnya berbanding terbalik dengan serat
kasarnya (Anggorodi, 1990). Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba
dengan bobot badan 20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 550-990
Rianto et al. (2006) melaporkan bahwa konsumsi TDN domba yaitu sebesar 341,33
g/hari dan menurut Purbowati et al. (2009) konsumsi TDN antar perlakuan yang
tidak berbeda nyata dapat disebabkan oleh kandungan TDN pakan relatif sama dan
konsumsi BK yang tidak berbeda nyata. Kurangnya konsumsi energi dapat
mengakibatkan pertumbuhan lambat atau berhenti, bobot hidup berkurang, fertilitas
menjadi rendah, kegagalan reproduksi, rendahnya kualitas wol, daya tahan tubuh
terhadap penyakit berkurang, dan angka kematian tinggi (Ensminger, 1991).
Pertambahan Bobot Badan
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran dari tulang, otot,
organ dalam, dan bagian lain dari tubuh ternak. Pertumbuhan secara normal dimulai
dari saat sebelum lahir dan sesudah lahir hingga ternak mencapai ukuran tubuh
dewasa (Ensminger, 1991). Hewan yang sedang tumbuh membutuhkan energi
pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memenuhi kebutuhan akan energi mekanik untuk
gerak otot, dan sintesa jaringan-jaringan baru (Tillman et al., 1998). Pola
pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi
yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh
umur, lingkungan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan
berhubungan dengan berat dewasa (Wodzicka et al., 1993). Kurva yang
menunjukkan hasil penelitian Inounu et al. (2008) mengenai pertumbuhan bobot
badan domba dapat dilihat pada Gambar 1.
Domba Garut
Domba M. Charollais
X Garut
Domba St. Croix X Garut
Domba M. Charollais X
St. Croix X Garut
Domba St. Croix X
M. Charollais X Garut Gambar 1. Kurva Pertumbuhan Domba Garut dan Persilangannya
Sumber : Inounu et al. (2008)
Pada umumnya pertumbuhan domba diketahui dengan cara pengukuran
terhadap bobot dan tinggi badan. Pengukuran bobot tubuh dapat menentukan tingkat
konsumsi, efisiensi pakan, dan harga (Parakkasi, 1999). Sebagai gambaran
pertumbuhan bobot badan domba, (Inounu et al., 2008) menyatakan bahwa domba
garut akan mencapai bobot potong 35 kg pada umur 25,07 bulan dan persilangannya
akan mencapai bobot potong 35 kg pada kisaran umur 15-19 bulan. Pertumbuhan
bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang
diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi
fisiologis ternak, dan tata laksana (NRC, 2006). Arifiyanti (2002) menyatakan bahwa
kandungan zat makanan dalam pakan memenuhi batas kebutuhan hidup pokok dan
pertumbuhan sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi akan lebih tinggi dan akan
memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik.
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam pakan dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan penambahan serat kasar dalam
pakan akan menurunkan bobot badan. Tingkat kenaikan bobot badan harian domba
dan kambing di pedesaan berkisar antara 20-40 g/ekor/hari. Rataan pertambahan
bobot badan harian domba yang sedang dalam masa pertumbuhan berkisar antara 49-
71 g/ekor/hari (Tarmidi, 2004). Hasil penelitian Junaidi et al. (2011) menyatakan
bahwa PBB domba yang mendapat ransum 30% tongkol jagung berkisar antara 83-
97 g/ekor/hari. Yulistiani (2010) menyatakan bahwa PBB domba yang mendapatkan
ransum berbasis tongkol jagung adalah 146,3-176,2 g/ekor/hari. Penggunaan
konsentrat terutama yang banyak mengandung biji-bijian lebih tinggi akan
mempercepat pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan lebih baik (Velez et al.,
1993). Kualitas hijauan juga sangat menentukan konsumsi dan pertambahan bobot
badan ternak ruminansia (Hart et al., 1993).
Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk
menghasilkan satu unit produksi ternak (Katangole et al., 2009). Konversi pakan
suatu ransum bergantung pada konsumsi bahan kering dan pertambahan bobot badan
harian. Konsumsi bahan kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi
pakan menjadi rendah atau sebaliknya konsumsi pakan yang tinggi juga belum tentu
Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahan makanan tersebut kurang
efisien untuk diubah menjadi daging, sebaliknya semakin rendah nilai konversi
ransum menunjukkan bahan makanan tersebut sangat efisien untuk diubah menjadi
daging. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan
pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan semakin efisien penggunaan
pakannya (Martawidjaja, 2003). Penelitian Yulistiani (2010) menyatakan bahwa
konversi pakan domba yang mendapatkan ransum berbasis tongkol jagung adalah
6,6-7,5.
Konversi pakan khususnya ternak ruminansia kecil dipengaruhi oleh kualitas
pakan, nilai kecernaan, dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme
di dalam jaringan tubuh ternak. Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi
ternak, diikuti dengan pertambahan bobot badan yang tinggi maka nilai konversi
pakan akan semakin rendah dan akan semakin efisien pakan yang digunakan (Pond
et al., 1995). Konversi pakan bergantung pada konsumsi bahan kering dan
pertambahan bobot badan harian. Konsumsi bahan kering yang tinggi belum tentu
menyebabkan nilai konversi pakan menjadi tinggi atau sebaliknya konsumsi bahan
kering yang rendah belum tentu menyebabkan nilai konversi pakan menjadi rendah
(Thalib et al., 2001).
Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah salah satu cara untuk menghitung
pendapatan yang diterima oleh peternak. Secara sederhana, perhitungan IOFC adalah
pendapatan dari penjualan ternak dikurangi biaya pakan. Komponen utama yang
diperhatikan dari perhitungan ini adalah harga jual domba, harga beli bakalan, dan
biaya pakan. Faktor lain yang mempengaruhi nilai IOFC antara lain jumlah konsumsi
pakan dan pertambahan bobot badan (Kamesworo, 2010). IOFC adalah pendapatan
yang diperoleh setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan. Pendapatan
diperoleh dari perkalian pertambahan bobot badan dengan harga jual ternak dalam
bobot hidup, sedangkan biaya pakan adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
menghasilkan pertambahan bobot badan tersebut (Mayulu et al., 2009). Kasim
(2002) menyatakan bahwa konsumsi pakan, PBB, dan harga pakan saat pemeliharaan
dapat berpengaruh terhadap nilai perhitungan IOFC. Faktor-faktor yang berpengaruh
penting dalam IOFC adalah pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, dan harga
pakan selama pemeliharaan. Pertambahan bobot badan yang tinggi belum tentu
menjamin keuntungan yang maksimum, tetapi pertumbuhan yang baik diikuti dengan
konversi pakan yang baik pula serta biaya pakan yang minimal akan mendapatkan
keuntungan yang maksimal (Wahju, 1997).
MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu
Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan
September sampai November 2011.
Materi
Ternak Percobaan
Ternak yang digunakan adalah 16 ekor domba lokal jantan berumur sekitar
1,5 tahun dengan kisaran bobot badan 22,3-29,4 kg. Ternak domba tersebut
dikandangkan secara individu. Ternak domba lokal yang digunakan dikandangkan
secara individu seperti disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Domba yang Digunakan dalam Penelitian
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang individu. Kandang dilengkapi
dengan tempat pakan dan air minum. Peralatan lain yang digunakan adalah
timbangan digital kapasitas 5 kg untuk menimbang pakan dan timbangan gantung
kapasitas 50 kg untuk menimbang bobot hidup domba.
Pakan
Pakan yang digunakan selama penelitian adalah pakan yang mengandung
Jagung 739 30,00 30,00 30,00 30,00 222 222 222 222
Kelapa 2.822 45,00 31,50 36,50 34,00 1.270 889 1.030 9.59
Kedelai 8.939 - 15,00 - 7,50 - 1.341 - 670
Ikan 10.881 - - 10,00 5,00 - - 1.088 544
Mix 2.020 3,50 3,50 3,50 3,50 71 71 71 71
Nutrien Pakan Penelitian
tongkol jagung dengan beberapa kombinasi sumber protein. Air minum diberikan secara ad libitum. Komposisi pakan, harga bahan pakan, dan kandungan zat makanan
pakan disajikan dalam Tabel 7 dan Tabel 8.
Tabel 7. Komposisi dan Harga Bahan Pakan Ransum Penelitian
Bahan Pakan
Harga Bahan Pakan (Rp/kg)
Pakan Penelitian (% BK) Harga Pakan (Rp/kg)
P1 P2 P3 P4 P1 P2 P3 P4
Tongkol
Onggok 1.880 20,00 20,00 20,00 20,00 376 376 376 376 Bungkil
Bungkil
Tepung
Mineral
Urea 2.632 1,50 - - - 39 - - -
Total 100 100 100 100 1.977 2.898 2.786 2.842
Tabel 8. Kandungan Nutrien Pakan Perlakuan*
P1 P2 P3 P4
--- % BK ---
Bahan Kering 90,85 90,59 90,51 90,35
Abu 6,59 6,20 11,13 8,19
Protein Kasar 15,06 19,01 14,69 15,31
Lemak Kasar 5,50 3,42 3,33 2,94
Serat Kasar 14,55 14,06 13,94 13,79
BETN 58,26 57,03 56,91 59,77
TDN** 70,85 71,96 68,06 71,56
Keterangan : 1) P1 = bungkil kelapa dan urea, P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai, P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan, dan P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan. 2) * Hasil analisa kandungan nutrien ransum di laboratorium PAU, IPB
3) ** Perhitungan TDN berdasarkan Hartadi et al. (1997)
Prosedur
Pembuatan Pakan
Tongkol jagung dikeringkan di bawah sinar matahari. Tongkol jagung yang
telah kering dicacah dengan chopper, kemudian digiling dengan hammer mill sampai
berbentuk butiran kecil. Tongkol jagung yang telah digiling kemudian dicampur
dengan bahan pakan lain sesuai dengan komposisi bahan pakan yang diperlihatkan
pada Tabel 7. Pakan yang telah tercampur berbentuk mash dengan butiran kecil-kecil
dapat dilihat pada Gambar 3.
(a) (b) (c)
Gambar 3. Pakan yang Digunakan dalam Penelitian (a) Tongkol Jagung, (b) Tongkol Jagung Giling, dan (c) Ransum Tongkol Jagung dengan Konsentrat
Pemeliharaan
Pemeliharaan domba lokal jantan dilakukan selama empat minggu dalam
kandang individu. Domba yang digunakan ditimbang terlebih dahulu untuk
mengetahui bobot awal. Domba ditimbang setiap satu minggu sekali untuk
mengetahui perubahan bobot badannya. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari,
sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Konsumsi pakan dan sisa pakan
ditimbang setiap hari.
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Konsumsi Bahan Kering Pakan
Konsumsi bahan kering pakan dihitung dari selisih antara pemberian
pakan dan sisa pakan harian dalam bentuk bahan kering.
Konsumsi pakan (g/ekor) = Pakan yang diberikan (g/ekor) – sisa pakan (g/ekor)
2. Konsumsi Nutrien Pakan
Konsumsi nutrien didapat dengan cara menghitung persentase nutrien
yang dikonsumsi di dalam pakan dikalikan dengan konsumsi bahan kering.
Persentase nutrien yang dikalikan dalam bentuk bahan kering (BK). Konsumsi
[image:30.612.118.505.123.520.2]
nutrien yang dihitung terdiri atas protein kasar (PK), lemak kasar (LK), serat
kasar (SK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN), dan total digestible nutrient
(TDN).
Konsumsi nutrien pakan (g/ekor/hari) = % Nutrien pakan × Konsumsi BK (g/ekor/hari)
3. Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan (PBB) diketahui dengan cara menghitung
bobot badan akhir dikurangi bobot badan awal, kemudian dibagi dengan lama
pemeliharaan.
4. Konversi Pakan
Konversi pakan dapat dihitung dari jumlah pakan yang dikonsumsi
dibagi dengan pertambahan bobot badan selama pemeliharaan.
5. Perhitungan Income Over Feed Cost (IOFC)
Income Over Feed Cost (IOFC) adalah pendapatan yang diperoleh
setelah dikurangi biaya pakan selama 28 hari pemeliharaan (Mayulu et al.,
2009).
IOFC = [PBB (kg) x Harga per kg bobot hidup (Rp)] – [Jumlah pakan yang dikonsumsi (kg) x Harga pakan (Rp)]
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan
Penelitian ini menggunakan 4 jenis pakan sumber serat tongkol dengan
beberapa kombinasi sumber protein yang dicobakan pada 16 ekor domba lokal jantan
yang dibagi menjadi 4 kelompok. Empat perlakuan yang diberikan adalah pakan
tongkol jagung dan onggok dengan kombinasi sumber protein sebagai berikut:
P1 = bungkil kelapa dan urea,
P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai,
P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan,
P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan.
Rancangan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK). Pengelompokan domba dilakukan berdasarkan bobot badan
besar (27,2-29,4 kg), agak besar (26,0-27,0 kg), sedang (24,8-25,6 kg), dan kecil
(22,3-24,5 kg). Model matematik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut (Steel dan Torrie, 1993):
Yij = + i +βj + ij
Keterangan :
Yij = Nilai variabel hasil pengamatan
= Rataan umum pengamatan
i = Pengaruh pemberian pakan ke-i (1, 2, 3, 4)
βj = Efek kelompok ke-j (1,2,3,4)
ij = Pengaruh galat pakan ke-i (1, 2, 3, 4) dan ulangan ke-j (1, 2, 3, 4)
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian akan dianalisis menggunakan analisis
ragam (Analyses of Variance, ANOVA) dan bila terjadi perbedaan dilanjutkan
dengan Uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK)
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang
akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
(Tillman et al., 1998). Menurut Aregheore (2005), konsumsi merupakan faktor yang
penting dalam menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak.
Konsumsi bahan kering pakan yang dihasilkan dalam penelitian dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Rataan Konsumsi Bahan Kering
Perlakuan Konsumsi (gram/ekor/hari) Konsumsi/BB (%)
P1 741,2±37,2 2,90
P2 785,1±64,4 2,99
P3 746,3±45,4 2,88
P4 761,4±31,1 2,95
Keterangan : P1 = bungkil kelapa dan urea, P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai, P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan, dan P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan.
Pakan sumber serat dari tongkol jagung dengan kombinasi berbagai sumber
protein tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering (P>0,05). Tidak adanya
perbedaan konsumsi bahan kering menunjukkan bahwa palatabilitas dari keempat
macam pakan yang diberikan sama. Palatabilitas yang sama dikarenakan secara fisik
pakan yang diberikan memiliki tekstur yang sama. Hal ini didukung oleh pernyataan
Pond et al. (1995), bahwa tekstur dari bahan pakan yang diberikan dapat
mempengaruhi palatabilitas pakan. Pakan juga cenderung memiliki kandungan bahan
kering yang sama sehingga konsumsi bahan kering tidak berbeda. Yulistiani (2010)
menyatakan bahwa domba yang mendapatkan pakan berbasis tongkol jagung
cenderung memiliki konsumsi bahan kering yang sama karena bentuk fisik dan
bahan kering yang hampir sama.
Kisaran konsumsi bahan kering pada penelitian ini adalah sebesar 741,2-
758,1 g/ekor/hari. Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba pada fase
penggemukan dengan bobot badan 20-30 kg, akan mengkonsumsi bahan kering
sebanyak 690-1240 g/ekor/hari. Jika dibandingkan dengan NRC terlihat bahwa
dimana konsumsi bahan kering domba pada penelitian ini lebih rendah jika
dibandingkan dengan penelitian Yulistiani (2010) yang menyatakan bahwa,
konsumsi bahan kering domba yang mendapatkan pakan berbasis tongkol jagung
adalah sebesar 1092-1240 g/ekor/hari.
Kisaran konsumsi bahan kering domba berdasarkan bobot badan adalah
2,88% - 2,99% bobot badan. Kisaran konsumsi bahan kering yang disarankan NRC
(2006) untuk ternak domba dengan bobot badan 20-30 kg adalah sebesar 3,44% -
4,14% bobot badan. Berdasarkan bobot badan, konsumsi bahan kering pada
penelitian ini jauh di bawah standar NRC (2006). Konsumsi bahan kering pada
penelitian ini juga lebih rendah jika dibandingkan dengan Yulistiani (2010), yang
menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba yang mendapatkan pakan berbasis
tongkol jagung adalah 4,17% bobot badan. Rendahnya konsumsi bahan kering
domba diduga karena tongkol jagung mengandung serat kasar yang tinggi.
Kandungan serat kasar yang tinggi pada bahan pakan menyebabkan keambaan bahan
pakan tinggi, sehingga dapat menurunkan konsumsi. Menurut Toharmat et al.
(2006), jenis pakan yang memiliki kandungan serat yang tinggi dapat menurunkan
konsumsi bahan kering. Jumlah nutrien pakan yang dikonsumsi oleh ternak yang
terdiri dari konsumsi protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN), dan Total Digestible Nutrient (TDN) dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataaan Konsumsi Nutrien Pakan
Peubah Perlakuan
P1 P2 P3 P4
---g/ekor/hari---
Konsumsi Protein Kasar 111,6±5,6b 149,2a±12,2 109,7b±6,7 116,5b±4,8
Konsumsi Lemak Kasar 40,8±2,0a 26,9b±2,2 24,8c±1,5 22,4d±0,9
Konsumsi Serat Kasar 108,1±5,4 110,4±9,1 104,1±6,3 105,0±4,3
Konsumsi BETN 431,8±21,7 449,9±36,9 424,7±25,8 455,1±18,6
Konsumsi TDN 525,1±26,3ab 565,0a±46,4 508,1b±30,9 544,9b±22,2
Keterangan : 1) P1 = bungkil kelapa dan urea, P2 = bungkil kelapa dan bungkil kedelai, P3 = bungkil kelapa dan tepung ikan, dan P4 = bungkil kelapa, bungkil kedelai, dan tepung ikan. 2) Superskrip pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata pada P <0,05.
Jumlah konsumsi bahan kering merupakan faktor penentu yang paling
penting untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang tersedia bagi ternak.
Menurut Aregheore (2005), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam
menentukan produktivitas ruminansia dan ukuran tubuh ternak. Konsumsi nutrien
pakan juga dipengaruhi oleh kualitas makanan dan kebutuhan energi ternak, semakin
baik kualitas makanannya, semakin tinggi konsumsi pakan ternak (Parakkasi, 1999).
Konsumsi Protein Kasar (PK)
Protein merupakan zat makanan yang penting bagi pertumbuhan ternak dan
juga merupakan bagian terpenting dari jaringan-jaringan tubuh hewan. Konsumsi
protein kasar pakan erat kaitannya dengan pertambahan bobot badan yang
dikehendaki setiap hari, serta jumlah dan kualitas pakan yang diberikan (Parakkasi,
1999). Konsumsi protein kasar pakan yang dihasilkan dalam penelitian dapat dilihat
pada Tabel 10.
Konsumsi protein kasar pakan P2 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan
dengan P1, P3, dan P4. Pakan P2 dengan sumber protein kombinasi dari bungkil
kelapa dan bungkil kedelai menyebabkan konsumsi protein kasar lebih tinggi
dibandingkan dengan pakan P1, P3, dan P4. Tingginya konsumsi protein pada P2
juga dikarenakan kandungan protein kasar yang lebih tinggi jika dibandingkan antara
pakan P1, P3, dan P4 (Tabel 8). Tingginya kadungan protein kasar pada pakan P2
diduga karena kombinasi sumber protein dari bungkil kelapa dan bungkil kedelai.
Hal ini juga berkaitan dengan konsumsi bahan kering yang tidak berbeda. Sudarman
et al. (2008) menyatakan bahwa, konsumsi protein sangat erat kaitannya dengan
konsumsi bahan kering sehingga pada penelitian ini, pakan yang memiliki
kandungan protein kasar tinggi akan lebih tinggi pula konsumsi protein kasarnya.
Kisaran konsumsi protein kasar pada penelitian ini adalah 109,7-149,2
g/ekor/hari. Standar NRC (2006) menyebutkan bahwa, domba dengan bobot badan
20-30 kg membutuhkan konsumsi protein kasar sebesar 70-122 g/ekor/hari dengan
pertambahan bobot badan harian sebesar 100-200 g/ekor/hari. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa, konsumsi protein kasar domba yang mendapat pakan dengan
kombinasi beberapa sumber protein masih masuk dalam kisaran standar NRC (2006).
Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi protein kasar domba yang mendapatkan pakan
sumber serat tongkol jagung dengan kombinasi beberapa sumber protein sudah
tercukupi.
Konsumsi Lemak Kasar (LK)
Lemak merupakan zat tidak larut air, bahan organik yang larut dalam pelarut
organik (Parakkasi, 1999). Lemak dapat mempengaruhi palatabilitas suatu pakan
oleh karenanya juga dapat mempengaruhi tingkat konsumsi pakan (Toha et al.,
1999). Konsumsi lemak kasar pakan yang dihasilkan dalam penelitian dapat dilihat
pada Tabel 10.
Konsumsi lemak kasar pakan P1 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan
dengan P2, P3, dan P4. Pakan sumber serat dari tongkol jagung dengan kombinasi
berbagai sumber protein mempengaruhi konsumsi lemak kasar. Konsumsi lemak
kasar paling banyak adalah domba yang diberi pakan P1 dengan sumber protein
kombinasi dari bungkil kelapa dan urea, kemudian pakan P2 dengan pakan
kombinasi bu