RESPON KELUARGA TERHADAP ORANG DENGAN
HIV-AIDS (ODHA) PEREMPUAN DAMPINGAN RUMAH
SINGGAH CARITAS PENGEMBANGAN SOSIAL
EKONOMI MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
DISUSUN OLEH :
DEBORA MARITO FRANSISKA BANJARNAHOR 100902016
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Debora Marito Fransiska Nim : 100902016
ABSTRAK
Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial
Ekonomi Medan
Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha) masih sering terjadi. Penghapusan diskriminasi terhadap Odha bukanlah hal yang mudah, kita harus lebih dahulu memahami faktor-faktor penyebab seseorang melakukan diskriminasi.Menjalani hidup keseharian dengan menyandang status sebagai Odha sangatlah berat. Perasaan-perasaan seperti merasa tidak berguna, tidak memiliki harapan, takut, sedih, marah, bermunculan seketika.tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon keluarga terhadap orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.
Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek.Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menjabarkan hasil penelitian dan ntuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan responden, kemudian dicari frekuensi dan persentasenya. Setelah itu disusun dalam bentuk tabel tunggal dan dijelaskan dengan menggunakan pengukuran skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 196 orang. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi, yaitu 10 % x 196 = 19,6 dibulatkan menjadi 20 orang dengan HIV dan AIDS (Odha) yang berjenis kelamin perempuan dan berusia produktif yaitu umur 20-49 tahun.
Untuk merumuskan kesimpulan hasil penelitian, khususnya mengidentifikasi respon, penulis menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, persepsi dan partisipasi seseorang tentang dirinya atau kelompoknya, atau sekelompok orang yang berhubungan dengan suatu hal. Subjek penelitian ini dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif melalui pernyataan setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.
UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL
WELFARE
Name: Debora Marito Fransiska Nim: 100902016
ABSTRACT
Family Response Against Families Living with HIV and AIDS (ODHA) Adjacent Women Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi
Medan
Stigma and discrimination against people with HIV and AIDS (ODHA) are still common. Elimination of discrimination against people living with HIV is not easy, we must first understand the factors that cause a person to discriminate. Live daily with HIV-positive status as very heavy. Feelings such as feeling useless, no hope, fear, sadness, anger, springing instantly. purpose of research is to determine the family's response to people with HIV and AIDS (ODHA) women beneficiaries Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.
This study classified the type of descriptive research, the research accurately describe the properties of a state of the subject or the object. In this study, data analysis technique used is descriptive analysis technique using a quantitative approach to describe the results of research and ntuk analyze the data obtained from the study. To analyze the data obtained from the study by tabulating the data obtained through the description of the respondent, then look for the frequency and percentage. Once it is established in a single table and explained using a Likert scale measurement. Likert scale is used to measure the perceptions, attitudes and participation of a person or group of people about the phenomenon sosial.jumlah population in this study amounted to 196 people. Sampling method in this study was 10% of the total population, which is 10% x 196 = 19.6 rounded up to 20 people with HIV and AIDS (ODHA) are female and of childbearing age is the age of 20-49 years.
To formulate the conclusion of the study, in particular identifying the response, the authors use a Likert scale used to measure attitudes, perceptions and participation of a person about his or her group, or a group of people related to the case. This research subjects exposed to positive and negative statements through statements agree, disagree, and disagree.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
selesainya penulisan skripsi ini. Segala puji syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan kesepurnaan hikmat dan berkatNya berupa kesehatan, kesabaran,
dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan masa kuliah di Departemen
Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul“Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (Odha) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak mendapat
bantuan dan dukungan baik materil maupun moril dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan FISIP USU beserta jajarannya.
2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si, Ph.D selaku dosen pembimbing penulis yang
telah bersedia membimbing, meluangkan waktu, tenaga, kesabaran dan memberi
dukungan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih Pak, sudah membimbing
dan membagi ilmu kepada saya.
3. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan
Sosial.
4. Seluruh Dosen di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan pegawai
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ... i
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Pembatasan Masalah ... 9
1.4. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 10
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 10
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Sistematika Penulisan ... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Respon ... 12
2.1.1. Pengertian Respon ... 12
2.1.2. Proses Terjadinya Respon ... 12
2.1.3. Indikator Respon ... 13
2.2. Keluarga ... 17
2.2.1. Pengertian Keluarga ... 17
2.2.2. Keluarga Batih ... 20
2.2.3. Dasar Pembentukan Keluarga ... 22
2.2.4. Posisi Keluarga Dalam Menentukan Displin Diri Anak ... 23
2.2.5. Fungsi Keluarga ... 24
2.2.6. Peran Keluarga ... 25
2.3. Orang DenganHIV dan AIDS (ODHA) Perempuan ... 26
2.3.1. Penjelasan HIV dan AIDS ... 26
2.3.1.2. AIDS ... 30
2.3.1.3. Penjelasan Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) ... 32
2.3.1.4. Perempuan ... 33
2.3.1.5. ODHA Perempuan ... 34
2.3.1.6. Aspek Medik Yang Dihadapi Odha ... 36
2.3.1.7. Ketidakadilan Yang Dialami Odha Perempuan ... 37
2.3.1.8. Perawatan Odha di Rumah ... 40
2.3.1.9. Layanan ARV Untuk Odha ... 43
2.4. Dampingan ... 45
2.5. Respon Keluarga Terhadap Odha Perempuan ... 45
2.6. Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi ... 49
2.7. Kerangka Pemikiran ... 50
2.8. Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 53
2.8.1. Definisi Konsep ... 53
2.8.2. Definisi Operasional ... 54
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian ... 56
3.2. Lokasi Penelitian ... 56
3.3. Populasi dan Sampel ... 57
3.3.1. Populasi ... 57
3.3.2. Sampel ... 57
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 58
BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
4.1. Latar Belakang Pendirian Lembaga ... 61
4.2. Identitas dan Nilai Pelayanan ... 62
4.2.1. Visi Pelayanan ... 62
4.2.2. Misi Pelayanan ... 63
4.2.3. Kebijakan ... 63
4.2.4. Strategi Pelayanan ... 63
4.2.5 Deskripsi Kerja ... 65
4.3. Sejarah Rumah Singgah Caritas ... 67
4.3.1. Tujuan Rumah Singgah Caritas ... 68
4.3.2. Kegiatan Rumah Singgah Caritas ... 68
4.3.3. Struktur Organisasi ... 69
4.3.4. Bagian Kerja di Rumah Singgah Caritas ... 73
BAB V ANALISIS DATA 5.1. Analisis Identitas Responden ... 75
5.2. Analisis Data Penelitian ... 79
5.2.1. Persepsi Responden Terhadap Odha Perempuan ... 79
5.2.2. Sikap Responden Terhadap Odha Perempuan ... 93
5.2.3. Partisipasi Responden Terhadap Odha Perempuan ... 102
5.3. Analisa Data Kuantitatif Terhadap Odha Perempuan ... 113
5.3.1. Persepsi Responden Terhadap Odha Perempuan ... 115
5.3.2. Sikap Responden Terhadap Odha Perempuan ... 116
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ... 120
6.2. Saran ... 121
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
Nama : Debora Marito Fransiska Nim : 100902016
ABSTRAK
Respon Keluarga Terhadap Keluarga Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial
Ekonomi Medan
Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha) masih sering terjadi. Penghapusan diskriminasi terhadap Odha bukanlah hal yang mudah, kita harus lebih dahulu memahami faktor-faktor penyebab seseorang melakukan diskriminasi.Menjalani hidup keseharian dengan menyandang status sebagai Odha sangatlah berat. Perasaan-perasaan seperti merasa tidak berguna, tidak memiliki harapan, takut, sedih, marah, bermunculan seketika.tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon keluarga terhadap orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.
Penelitian ini tergolong tipe penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu keadaan subjek atau objek.Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menjabarkan hasil penelitian dan ntuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Untuk menganalisa data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi data yang didapat melalui keterangan responden, kemudian dicari frekuensi dan persentasenya. Setelah itu disusun dalam bentuk tabel tunggal dan dijelaskan dengan menggunakan pengukuran skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah 196 orang. Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi, yaitu 10 % x 196 = 19,6 dibulatkan menjadi 20 orang dengan HIV dan AIDS (Odha) yang berjenis kelamin perempuan dan berusia produktif yaitu umur 20-49 tahun.
Untuk merumuskan kesimpulan hasil penelitian, khususnya mengidentifikasi respon, penulis menggunakan skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, persepsi dan partisipasi seseorang tentang dirinya atau kelompoknya, atau sekelompok orang yang berhubungan dengan suatu hal. Subjek penelitian ini dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif melalui pernyataan setuju, kurang setuju, dan tidak setuju.
UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL
WELFARE
Name: Debora Marito Fransiska Nim: 100902016
ABSTRACT
Family Response Against Families Living with HIV and AIDS (ODHA) Adjacent Women Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi
Medan
Stigma and discrimination against people with HIV and AIDS (ODHA) are still common. Elimination of discrimination against people living with HIV is not easy, we must first understand the factors that cause a person to discriminate. Live daily with HIV-positive status as very heavy. Feelings such as feeling useless, no hope, fear, sadness, anger, springing instantly. purpose of research is to determine the family's response to people with HIV and AIDS (ODHA) women beneficiaries Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.
This study classified the type of descriptive research, the research accurately describe the properties of a state of the subject or the object. In this study, data analysis technique used is descriptive analysis technique using a quantitative approach to describe the results of research and ntuk analyze the data obtained from the study. To analyze the data obtained from the study by tabulating the data obtained through the description of the respondent, then look for the frequency and percentage. Once it is established in a single table and explained using a Likert scale measurement. Likert scale is used to measure the perceptions, attitudes and participation of a person or group of people about the phenomenon sosial.jumlah population in this study amounted to 196 people. Sampling method in this study was 10% of the total population, which is 10% x 196 = 19.6 rounded up to 20 people with HIV and AIDS (ODHA) are female and of childbearing age is the age of 20-49 years.
To formulate the conclusion of the study, in particular identifying the response, the authors use a Likert scale used to measure attitudes, perceptions and participation of a person about his or her group, or a group of people related to the case. This research subjects exposed to positive and negative statements through statements agree, disagree, and disagree.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (Odha)
masih sering terjadi. Seorang perempuan bernama Mairinda yang kini menjabat
sebagai manajer kasus organisasi Odha di Bandung Plus Support (BPS), mengalami
diskriminasi dari keluarganya, saat diketahui bahwa ia terinfeksi HIV. Keluarganya
sempat tidak mengerti dan melakukan diskriminasi terhadapnya. Semua
barang-barang yang dipakainya dipisahkan
tanggal 29 Juni 2014 pukul 23.00 WIB).
Seorang perempuanyang bernama Yanti dan anaknya bernama Nuel juga
mengalami penolakan dari lingkungannya, usai diwawancarai oleh sebuah stasiun
televisi swasta untuk memperingati hari AIDS. Para tetangga yang menonton acara
itu langsung meminta pemilik kontrakan untuk mengusir Yanti dan anaknya dari
rumah kontrakan tersebut, bukan itu saja Yantijuga harus rela kehilangan sumber
penghasilannya, karena dikeluarkan dari PT Penta Adi Samudera, tempat ia
bekerja.Yanti dan anaknya juga harus dikucilkan, dari pihak gereja
Stephanus
Perlakuan diskriminasi terhadap Odha merupakan bentuk pelanggaran Hak
Asasi Manusia. Perlu kita ingat bahwa Odha tetaplah seorang manusia biasa yang
juga mempunyai hak asasi, Odha mempunyai hak untuk hidup, hak untuk mendapat
perlakukan adil seperti layaknya manusia biasa. Masyarakat mungkin memang
paham mengenai HIV dan AIDS, namun belum sepenuhnya paham untuk hidup
berdampingan dengan Odha. Dinyatakan positif HIV bukan merupakan hal yang
mudah diterima. Sikap menjauhkan diri secara naluri berakar dalam watak manusia.
Masyarakat awam pada awalnya menunjukkan reaksi yang berlebihan bila
mengetahui seorang terinfeksi HIV positif berada dilingkungannya.
Bentuk diskriminasi yang dialami Odha dalam keluarga misalnya dikucilkan,
ditempatkan dalam ruang atau rumah khusus, diberi makan secara terpisah,
memisahkan peralatan-peralatan yang mereka gunakan, bahkan ada yang diborgol
dan dijaga satpam. Pengucilan juga terjadi di dalam masyarakat. Sementara pers
memuat foto, nama, dan alamat tanpa ijin. Diskriminasi yang dilakukan perusahaan
misalnya pemutusan hubungan kerja atau mutasi. Bentuk diskriminasi rumah sakit
dan tenaga medis berupa penolakkan untuk merawat, mengoperasi, atau menolong
persalinan, tidak menjaga kerahasiaan, baik kepada sesama petugas kesehatan, para
pengunjung dan keluarga pasien rumah sakit, serta penolakkan untuk memandikan
jenazah. diakses
pada tanggal 28 Juni 2014 Pukul 20.00WIB).
Beban paling berat yang dirasakan Odha adalah stigma yang dilekatkan
kepada mereka, khususnya kepada Odha perempuan.Odha perempuan menjadi
sorotan tajam seolah-olah penyebab meluasnya AIDS adalah perempuan.
Masyarakat menilai Odha perempuan adalah mereka yang berprofesi sebagai
Pekerja Seks Komersial (PSK), menggunakan narkoba suntik dan ”bukan orang
baik-baik”. Masih ada kejadian dimana perempuan yang terkena AIDS dihukum
oleh masyarakat, dianggap kotor dan diasingkan seolah-olah bencana bagi
masyarakat dan mendapat perlakuan diskriminatif, bukan cuma oleh masyarakat
awam, tetapi juga oleh tenaga medis. Odha bisa disandang siapa saja, termasuk
anak-anak dan ibu baik-baik. Stigma negatif terhadap Odha sangat merugikan
upaya penanggulangan penyebaran HIV dan AIDS.
Penghapusan diskriminasi terhadap Odha bukanlah hal yang mudah, kita
harus lebih dahulu memahami faktor-faktor penyebab seseorang melakukan
diskriminasi. Seseorang yang negatif HIV tidak akan terinfeksi dari udara, makanan,
air, gigitan serangga, hewan, piring, sendok, kakus,atau lainnya yang tidak
melibatkan darah, air mani, cairan vagina dan ASI. HIV juga tidak menular dari
kotoran, cairan hidung, air liur, keringat, air mata, air seni, atau muntahan kecuali
cairan ini bercampur darah. Faktanya, masyarakat awam sebenarnya dapat membantu
Odha dengan makan, mengganti pakaian, bahkan memandikannya tanpa resiko
terinfeksi, asal mengikuti langkah yang dijelaskan sebelumnya. Intinya HIV bisa
tertular jika terjadinya pintu masuk pertukaran atau percampuran darah, cairan
kelamin antara Odha dengan orang yang negatif HIV.
Berbagai langkah telah dilakukan oleh orang-orang yang peduli dengan HIV,
termasuk memberi sosialisasi penularan dan pencegahan HIV kepada setiap
golongan masyarakat. Sampai detik inipun jika masyarakat mendengar kata HIV
mungkin muncullah stigma, apalagi jika harus berhadapan dengan orang yang
menderita HIV. Masyarakat tersebut pun enggan untuk menyentuhnya dan
muncullah diskriminasi, sehingga hal yang perlu kita ingat adalah jauhi penyebab
penyakitnya atau perilaku berisiko, jangan jauhi orangnya.
Kementrian Kesehatan mencatat sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus
HIV yang dilaporkan sebanyak 859, tahun 2006 (7.195), tahun 2007 (6.048), tahun
2012 (21.511). Jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan dari tahun 1987
sampai dengan Maret 2013 sebanyak 103.759 orang.
Sampai dengan tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak
4.987, tahun 2006 (3.514), tahun 2007 (4.425), tahun 2008 (4.943), tahun 2009
(5.483), tahun 2010 (6.845), tahun 2011 (7.004), tahun 2012 (5.686). Jumlah
kumulatif infeksi AIDS yang dilaporkan dari tahun 1987 sampai dengan Maret 2013
sebanyak 43.347 orang. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi berada pada
kelompok umur 20-29 tahun (30,7%) diikuti dengan kelompok umur 30-39 tahun
(21,8%) dan kelompok umur 40-49 tahun (10%), kelompok umur 15-19 tahun
(3,3%) dan kelompok umur 50-59 tahun (3,0%). Selama periode pelaporan bulan
Januari hingga Maret 2013, persentase kasus AIDS menurut faktor risiko tertinggi
adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (81,1%), penggunaan jarum
suntik steril pada pengguna napza suntik/penasun (7,8%), dari ibu (positif HIV) ke
anak (5,0%), homoseksual (2,8%), transfusi darah (1,3%) dan Bisex (1,1%).
Juni 2014 pukul 23.25 WIB).
Rasio kasus AIDS antara laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 (laki-laki:
64,8% dan perempuan 35,2%). Jumlah kasus HIV dan AIDS pada laki-laki lebih
tinggi dibanding perempuan, tetapi karena mayoritas perempuan yang mengalami
HIV dan AIDS merupakan usia produktif (20-49 tahun), maka hal ini menimbulkan
resiko jumlah penularan HIV akan meningkat, hal ini disebabkan karena pada
perempuan berusia produktif perempuan akan lebih mudah menularkan HIV kepada
orang lain, baik melalui hubungan seksual, kontak darah sampai kepada anaknya
Menjalani hidup keseharian dengan menyandang status sebagai Odha
sangatlah berat. Perasaan-perasaan seperti merasa tidak berguna, tidak memiliki
harapan, takut, sedih, marah, bermunculan seketika. Sisi psikologis mereka bisa
dipastikan sangat tertekan. Kebanyakan Odha cenderung menunjukkan reaksi-reaksi
keras seperti menolak hasil tes, menangis, menyesali, memarahi diri sendiri,
mengucilkan diri sendiri bahkan terkadang terpintas dipikirannya ingin bunuh diri.
Saat-saat seperti itu merupakan gejala psikologis yang justru dapat membuat Odha
tersebut semakin terpuruk.
Odha mengalami kondisi yang tidak menyenangkan baik secara fisik maupun
psikis. Secara fisik kesehatan Odha terganggu, hal ini dikarenakan virus
HIVmenyerang sistem kekebalan tubuh Odha. Secara psikis, antara lain Odha
mempunyai perasaan hampa, inisiatifnya kurang, merasa tidak berarti, apatis, serba
bosan, tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, muncul pikiran bunuh diri, bahkan
sikapnya terhadap kematian juga ambivalen, artinya di satu pihak Odha merasa takut
dan tidak siap mati, tetapi di sisi lain Odha beranggapan bahwa bunuh diri adalah
jalan keluar terbaik untuk lepas dari kehidupan yang tidak berarti.
Mental seorang Odha khususnya Odha perempuan lebih mudah rapuh sebab
Odha perempuan harus bisa menerima status dirinya, melakukan peranannya sebagai
perempuan dalam mengurus rumah tangga, mengurus suami dan anak-anak, bahkan
mengurus dirinya sendiri. Dukungan dari pasangan hidup, sahabat, keluarga ataupun
masyarakat sangat diperlukan Odha perempuan. Vivi yang merupakan seorang Odha
mengatakan, bahwa dukungan dari keluarga itu penting, karena dapat memotivasi
Odha untuk hidup sehat dan berfungsi sosial. Dukungan dan semangat yang
diberikan oleh masyarakat dan keluarga, Odha merasa bahwa hidupnya berguna.
anak-dapat-warisan-hiv-dari-sang-ayahdiakses pada tanggal 18 Juni 2014 pukul
23.19 WIB).
Kehidupan Odha perempuan akan kelihatan berbeda apabila ia mendapat
respon yang baik dari keluarganya dibandingkan apabila mendapat respon negatif
berupa penolakan dan diskriminasi dari keluarganya maupun orang terdekatnya.
Sanggat penting bagi keluarga untuk memberikan dukungan, kasih sayang, perhatian
dan sikap yang baik bagi Odha khususnya perempuan.Dukungan keluarga membuat
Odha sendiri bisa lebih mengatur hidupnya. Sebenarnya penyakit yang berhubungan
dengan Odha biasanya akan cepat membaik, dengan kenyamanan di rumah dan juga
dukungan dari teman terutama keluarga.
Keluarga sebagai kesatuan komunitas yang terkecil juga akan menerima
beban mental yang cukup berat. Timbulnya reaksi sosial dalam bentuk pengucilan,
perceraian dan berbagai bentuk konflik rumah tangga lainnya. Munculnya masalah
yatim piatu karena anak-anak ditinggal mati kedua orang tuanya yang mati karena
AIDS tidak saja dirasakan bebannya oleh keluarga, tetapi juga akan menjadi beban
sosial tambahan bagi pemerintah dan masyarakat.
Tempat terbaik untuk merawat Odha adalah di rumah dengan dikelilingi oleh
orang-orang yang mencintai dan dicintainya. Odha dapat tetap hidup aktif untuk
waktu yang lama dan bisa berdaya untuk kehidupannya sendiri dan orang lain.
Dukungan keluarga terutama perawatan Odha dirumah biasanya akan menghabiskan
biaya lebih murah, lebih menyenangkan, lebih akrab, dan membuat Odha sendiri bisa
lebih mengatur hidupnya. Sebenarnya penyakit yang berhubungan dengan Odha
biasanya akan cepat membaik, dengan kenyamanan di rumah, dengan dukungan dari
Upaya dalam mengangkat peranan keluarga sebagai basis utama
penanggulangan AIDS di Indonesia, juga tidak bisa lepas dari upaya untuk lebih
memberdayakan kaum perempuan. Kaum perempuan sebagai penyangga keluarga
tidak perlu lagi diragukan peranannya, tetapi dalam menghadapi masalah AIDS,
kaum perempuan tiga kali lebih besar resikonya terinfeksi HIV dibandingkan kaum
pria. Perempuan juga mendapat kesulitan lebih besar kalau sudah terinfeksi, baik
sebagai ibu yang akan melahirkan bayi, sebagai teman yang akan merawat mereka
yang disayangi, maupun sebagai pencari nafkah. Semua bentuk risiko yang
memudahkan kaum perempuan tertular HIV dan lemahnya tawar menawar mereka
perlu mendapat perhatian dan dukungan semua pihak terutama pihak keluarga.
Lingkungan memiliki peran yang cukup besar dalam mendukung Odha
perempuan, mereka memerlukan dukungan untuk mendapatkan kembali semangat
hidupnya dan mengembalikan rasa percaya diri. Kesiapan keluarga dan masyarakat
untuk merawat Odha di rumah memang penting sekali. Odha perempuan
membutuhkan interaksi dan komunikasi untuk mencurahkan isi hati dan menambah
informasi tentang penyakitnya. Sulit bagi Odha perempuan untuk membuka
percakapan tentang dirinya kepada orang lain. Beban hidup yang dirasakan oleh
Odha perempuan akan terasa ringan apabila orang terdekatnya seperti sahabat dan
keluarganya memberikan dukungan, perhatian dan cinta kasih.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bagian yang
mempunyai peran aktif dalam melaksanakan kebijakan rencana strategis pemerintah
dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS. Rumah Singgah Caritas
Pengembangan Sosial Ekonomi merupakan sebuah lembaga swadaya masyarakat
yang berada dibawah pengawasan Keuskupan Agung Medan, yang terletak di Jalan
Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan yaitu melayani dan menyediakan
informasi tentang narkotika, Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immune
Deficiency Syndrom (HIV-AIDS), kesehatan reproduksi, anak jalanan dan juga
persoalan psikologis.
Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan berdiri sejak
tahun 2010 dan sejak saat itu Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial
Ekonomi Medan langsung menjalankan tugasnya terutama dalam diisu
penanggulangan HIV dan AIDS. Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial
Ekonomi tak jarang memberikan penyuluhan kepada masyarakat, sekolah, kampus
ataupun organisasi, untuk melindungi diri sendiri terhadap dari HIV dan AIDS,
penyuluhan ini juga ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan agar masyarakat
tidak bereaksi naluriah tetapi rasional dan empatis terhadap Odha. Mereka juga
mendampingi Odha untuk bisa berdaya dan berfungsi.
Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan mendampingi
Odha laki-laki dan perempuan. Odha yang mereka dampingi pun tidak hanya orang
yang berasal dari kota Medan saja, tetapi dari luar kota Medan pun mereka dampingi.
Kegiatan ini berjalan sampai sekarang, baik dalam mendampingi Odha periksa
kesehatan, mengambil obat ke rumah sakit yang telah ditentukan dan membantu
dampingan Odha dalam memberikan informasi yang tepat kepada keluarganya
maupun masyarakat tentang HIV dan AIDS.
Respon keluarga Odha dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan
Sosial Ekonomi Medan inipun cukup bervariasi, ada yang menolak dan ada juga
yang mendukung. Perbedaan dalam hal menerima anggota keluarga yang terinfeksi
HIV tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu
terhadap Odha perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas apabila mereka
menerima keberadaan Odha tersebut dan bagaimana pula jika keluarga tersebut
menolak keberadaan Odha perempuan, apa yang membuat Odha perempuan ini
mampu kuat dan bertahan.
Mengingat bahwa mayoritas perempuan yang mengalami HIV dan AIDS
merupakan usia produktif (20-49 tahun), maka penulis memfokuskan penelitiannya
kepada Odha perempuan yang merupakan usia produktif yaitu 20-49 tahun.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka penulis tertarik
untuk meneliti respon keluarga terhadap Odha perempuan, yang hasilnya dituangkan
dalam skripsi dengan judul“Respon Keluarga Orang Dengan HIV–AIDS (ODHA) Perempuan Dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penelitian yang telah diuraikan maka
masalah penelitian dapat dirumuskan, yaitu “Bagaimana respon keluarga terhadap
orang dengan HIV dan AIDS perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas
Pengembangan Sosial Ekonomi Medan?”.
1.3 Pembatasan Masalah
Untuk lebih mempertajam masalah yang akan diteliti tentang respon keluarga
terhadap orang dengan HIV-AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah
Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan, maka objek sasaran yang akan
1. Respon keluarga dari orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan
dampingan Rumah Singgah Caritas Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.
2. Orang dengan HIV dan AIDS yang berjenis kelamin perempuan dan berusia
produktif yaitu 20-49 tahun.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon keluarga terhadap
orang dengan HIV dan AIDS (Odha) perempuan dampingan Rumah Singgah Caritas
Pengembangan Sosial Ekonomi Medan.
1.4.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Pengembangan konsep dan teori-teori yang berkenaan dengan Orang dengan
HIV dan AIDS dan masalahnya.
2. Pengembangan model penanganan Orang dengan HIV dan AIDS yang
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam
skripsi ini, maka diperlukan sistematika. Sistematika penulisan skripsi ini meliputi :
BAB I : PENDAHULUAN
Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan,
manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan uraian konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek
yang diteliti, kerangka pemikiran, definisi konsep dan definisi
operasional
BAB III : METODE PENELITIAN
Berisikan tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi, teknik
pengumpulan data, serta teknik analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yang
berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dalam penelitian
beserta analisisnya.
BAB V : PENUTUP
Berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Respon
2.1.1. Pengertian Respon
Respon berasal dari bahasa Inggris yaitu response yang berarti jawaban, reaksi
atau tanggapan.Respon juga merupakan istilah yang digunakan dalam psikologi
untuk menamakan reaksi terhadap rangsang yang diterima oleh panca indera. Teori
behaviorisme menggunakan istilah respon yang dipasangkan dengan ransang dalam
menjelaskan proses terbentuknya perilaku. Pusat perhatian psikologi seharusnya
diarahkan pada pendeskripsian, penjelasan, pembuatan prediksi, serta pengontrolan
dari tingkah laku, dengan kata lain respon merupakan perilaku yang muncul karena
adanya rangsangan dari lingkungan (Adi, 1994:58).
Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan
kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi
suatu ransangan tertentu. Respon juga diartikan sebagai suatu tingkahlaku atau sikap
yang berwujud, baik sebelum pemahaman yang mendetail, penelitian, pengaruh atau
penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan pada suatu fenomena tertentu.
2.1.2. Proses Terjadinya Respon
Ada beberapa gejala terjadinya respon, mulai dari pengamatan sampai berpikir.
1. Pengamatan, yakni kesan-kesan yang diterima sewaktu perangsang mengenai
indera dan perangsangnya masih ada. Pengamatan ini merupakan bagian dari
kesadaran dan pikiran yang merupakan abstraksi yang dikeluarkan dari arus
kesadaran.
2. Bayangan pengiring, yaitu bayangan yang timbul setelah kita melihat sesuatu
warna. Bayangan pengiring itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bayangan
pengiring positif yakni bayangan pengiring yang sama dengan warna
objeknya, serta bayangan pengiring negatif adalah bayanagn pengiring yang
tidak sama dengan warna objeknya.
3. Bayangan eiditik, yaitu bayangan yang sangat jelas dan hidup sehingga
menyerupai pengamatan. Respon, yakni bayangan yang menjadi kesan yang
dihasilkan dari pengamatan. Respon diperoleh dari penginderaan dan
pengamatan.
Proses terjadinya respon tersebut adalah pertama-tama indera mengamati objek
tertentu, setelah itu muncul bayangan pengiring yang berlangsung sangat singkat
sesaat sesudah perangsang berlalu. Setelah bayangan perangsang muncul kemudian
bayangan editis, bayangan ini sifatnya lebih tahan lama, lebih jelas dari bayangan
perangsang. Setelah itu muncul tanggapan dan kemudian pengertian.
(http:/a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter2x.psf diakses pada tanggal
23 September 2014 Pukul 21.00 wib).
2.1.3. Indikator Respon
Respon yang muncul ke dalam kesadaran, dapat memperoleh dukungan atau
rintangan dari respon lain. Dukungan terhadap respon akan menimbulkan rasa
senang. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa indikator respon terdiri dari respon
yang positif yaitu kecendrungan tindakannya adalah mendekati, menyukai,
menyenangi, dan mengharapkan suatu objek. Respon yang negatif yaitu
kecendrungan tindakannya menjauhi, menghindari dan memberi objek
tertentu.(http:/a-research.upi.edu/operator/upload/s_geo_0705816_chapter2x.psf
diakses pada tanggal 23 September 2014 Pukul 21.00 wib).
Respon dalam penelitian ini akan diukur dari tiga aspek, yaitu persepsi, sikap
dan partisipasi.Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagimanacara seseorang
melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian yaitu
bagimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Menurut De Vito (dalam
Sobur, 2003: 445), persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya
stimulus yang mempengaruhi indera kita. Pareek mengatakan bahwa persepsi adalah
proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji dan
memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data.
Persepsi diperoleh dari pengelolaan ingatan (memory) kemudian diolah
kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki (Adi, 1994:105).Menurut
Morkowitz dan Orgel, persepsi merupakan proses yang terintegrasi dalam diri
individu terhadap stimulus yang diterimanya, dengan demikian persepsi merupakan
suatu proses pengorganisasian dan penginterprestasian terhadap stimulus yang
diterima oleh individu, sehingga merupakan sesuatu yang berarti (Walgito, 2007:26).
Fenomena lain yang terpenting dalam kaitannya dengan persepsi adalah
atensi (attention). Atensi merupakan suatu proses penyeleksian input yang akan
diproses dalam kaitan dengan pengalaman. Atensi ini menjadi bagian yang penting
dapat dilihat dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi
atensi adalah:
1. Motif dan kebutuhan.
2. Preparatory set, yaitu kesiapan seseorang untuk berespon terhadap
suatu input sensorik tertentu tetapi tidak pada input yang lain.
3. Minat (interest).
Sedangkan, faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah :
1. Intensitas dan ukuran.
2. Kontras dengan hal-hal yang baru.
3. Pengulangan.
4. Pergerakan. (Adi, 1994: 107).
Mengenai sikap dalam bahasa Inggris disebut “attitude”. Orang atau individu
didalam berhubungan dengan orang lain tidak hanya berbuat begitu saja, tetapi juga
menyadari perbuatan yang dilakukannya dan menyadari pula situasi yang ada
sangkut pautnya dengan perbuatan itu. Kesadaran ini tidak hanya mengenai tingkah
laku yang mungkin akan terjadi, tetapi juga kesadaran individu yang menentukan
perbuatannya yang mungkin akan terjadi itulah yang dinamakan sikap (Ahmadi,
2009:161).
Secord dan Backman (dalam, Sobur 2003:358) mengatakan bahwa sikap
sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu objek di lingkungan sekitarnya. Sikap
adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak
terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada
sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa,
Sikap tercurah melalui tindakan yang dinyatakan dalam suatu perasaan suka
atau ketidaksukaan terhadap aktivitas yang dilakukan oleh seseorang sehingga
tindakan tersebut mampu memberikan hal yang positif atau negatif yang dianggap
sebagai wujud dari tingkah laku manusia. Apabila individu memiliki sikap yang
positif terhadap suatu objek ia akan menunjukkan atau memperlihatkan, menerima,
mengakui, menyetujui, siap membantu, atau berbuat sesuatu yang menguntungkan
objek itu, sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu objek, maka
ia akan menunjukkan atau memperlihatkan penolakkan, mengecam, mencela,
menyerang bahkan membinasakan objek tersebut (Ahmadi, 2009:153).
Sikap sangat menentukan tindakan terhadap suatu objek itu positif atau negatif.
Sikap dapat dinyatakan sebagai hasil belajar, karena sikap dapat mengalami
perubahan. Sesuai dengan yang dinyatakan Sherif & Sherif (dalam Dayakisni,
Hudaniah. 2003:98) bahwa sikap dapat berubah karena kondisi dan pengaruh yang
diberikan. Sebagai hasil dari belajar sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya
karena pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam interaksi manusia
berkenaan dengan objek tertentu.
Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting
dalam mengukur suatu respon. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam
proses yang ada dalam amsyarakat, pemilihan dan pengambilan tentang alternatif
solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah dan
keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2000: 27).
Dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta merupakan
proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna meningkatkan
pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa indikator dari
respon itu adalah senang (positif) dan tidak senang (negatif). Respon bermula dari
adanya suatu tindakan pengamatan yang menghasilkan suatu kesan sehingga menjadi
kesadaran yang dapat dikembangkan pada masa sekarang ataupun menjadi antisipasi
pada masa yang akan datang.
2.2 Keluarga
2.2.1 Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat.
Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan
wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan
membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu
kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak yang belum dewasa.
Satuan ini mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan
masyarakat manusia (Ahmadi, 2009:221).
Keluarga juga diartikan sebagai institusi yang paling tua dan tetap bertahan,
walaupun strukturnya mungkin berbeda diseluruh dunia, tetapi nilai keluarga tetap
bertahan. Ciri dari keluarga yang kuat adalah menunjukkan penghargaan dan kasih
sayang, komitmen, komunikasi yang positif, kebersamaan yang menyenangkan,
kemampuan menangani stress dan krisis secara efektif. Pengertian keluarga menurut
psikologis, Soelaeman (dalam Shochib, 1998:17) mengatakan keluarga adalah
sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan
masing-masing anggota merasakan adanya pertautan batin sehingga terjadi saling
mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri.
1. Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,
kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
2. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi.
Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
3. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Keluarga adalah pemberi perawatan terbaik anak. Pengaruh keluarga
sangatlah besar dalam upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan anak.
Keluarga juga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan
anak, karena itu sebaiknya keluarga harus selalu dilibatkan dalam perawatan
anak.
Suatu keluarga setidaknya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Terdiri dari orang-orang yang memiliki ikatan darah atau adopsi.
2. Anggota suatu keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu
rumah dan mereka membentuk satu rumah tangga.
3. Memiliki satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling
berkomunikasi, yang memainkan peran suami dan istri, bapak dan ibu,
anak dan saudara.
4. Mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar
Keluarga juga mempunyai sifat-sifat khusus, yaitu:
1. Universalitas, merupakan bentuk yang universal dari seluruh organisasi
sosial.
2. Dasar emosional, merupakan rasa kasih sayang, kecintaan sampai
kebanggaan suatu ras.
3. Pengaruh yang normatif, artinya keluarga merupakan lingkungan sosial yang
pertama-tama bagi seluruh bentuk hidup yang tertinggi, dan membentuk
watak daripada individu.
4. Besarnya keluarga yang terbatas
5. Kedudukan yang sentral dalam struktur sosial
6. Pertanggungan jawab dari pada anggota-anggota
7. Adanya aturan-aturan sosial yang homogen.
Keluarga merupakan bentuk yang paling jelas dari face to face group, dimana
keluarga itu mempunyai hubungan yang erat dan intensif. Tahap-tahap sampai
terbentuknya suatu keluarga adalah sebagai berikut :
1. Tahap perkenalan
2. Tahap berpacaran
3. Tahap pertunangan
4. Tahap pernikahan
Ada empat tahap yang biasanya dilalui oleh sepasang muda-mudi sampai
terbentuknya suatu keluarga. Perlu diketahui bahwa tahap-tahap itu sifatnya umum,
bukan berarti setiap keluarga pasti melalui empat tahap untuk sampai pada suatu
keluarga. Ada yang hanya dari perkenalan langsung ke perkawinan seperti pada
Masing-masing keluarga mempunyai keunikan sendiri-sendiri dan bersifat individual
(Ahmadi, 2009: 229).
2.2.2 Keluarga Batih
Setiap masyarakat, pasti akan dijumpai keluarga batih (nuclear family).
Keluarga batih tersebut merupakan kelompok sosial kecil yang yang terdiri dari
suami, istri, beserta anak-anaknya yang belum menikah. Keluarga batih tersebut
lazimnya juga disebut rumah tangga, yang merupakan unit terkecil dalam masyarakat
sebagai wadah dari proses pergaulan hidup (Soekanto, 1992:58).
Suatu keluarga batih dianggap sebagai suatu sistem pokok sosial karena
memiliki unsur-unsur sistem sosial yang pada pokoknya mencakup kepercayaan,
perasaaan, tujuan, kaidah-kaidah, kedudukan dan peranan, tingkatan atau jenjang,
sanksi, kekuasaan dan fasilitas. Unsur-unsur itu diterapkan pada keluarga batih, maka
akan ditemui keadaan sebagai berikut:
1. Adanya kepercayaan bahwa terbentuknya keluarga batih merupakan suatu
kodrat yang Maha Pencipta
2. Adanya perasaan-perasaan tertentu pada diri anggota-anggota keluarga batih
yang mungkin berwujud rasa saling mencintai, saling menghargai, atau saling
bersaing.
3. Tujuan, yaitu bahwa keluarga batih merupakan suatu wadah dimana manusia
mengalami proses sosialisasi, serta mendpatkan suatu jaminan akan
ketentraman jiwanya.
4. Setiap keluarga batih senantiasa diatur oleh kaidah-kadah yang mengatur
timbal-balik antara anggota-anggotanya, maupun dengan pihak-pihak luar
5. Keluarga batih maupun anggota-anggota mempunyai kedudukan dan peranan
tertentu dalam masyarakat.
6. Anggota-anggota keluarga batih, mialnya suami dan istri sebagai ayah dan
ibu, mempunyai kekuasaan yang menjadi salah satu dasar bagi pengawasan
proses hubungan kekeluargaan.
7. Masing-masing anggota keluarga batih mempunyai posisi sosial tertentu
dalam hubungan kekeluargaan, kekerabatan, maupun dengan pihak luar
8. Lazimnya sanksi-sanksi positif maupun negatif diterapkan dalam keluarga
tersebut, bagi mereka yang patuh serta terhadap mereka yang menyeleweng.
9. Fasilitas untuk mencapai tujuan berkeluarga biasanya juga ada, misalya,
sarana-sarana untuk mengadakan proses sosialisasi.
Suatu keluarga batih pada dasarnya mempunyai fungsi-fungsi sebagai
berikut:
1. Unit terkecil dalam masyarakat yang mengatur hubungan seksual yang
seyogyanya.
2. Wadah tempat berlangsungnya sosialisasi, yakni proses dimana
anggota-anggota masyarakat yang baru mendapatkan pendidikan untuk mengenal,
memahami, mentaati, dan menghargai kaidah-kaidah serta nilai-nilai
berlaku.
3. Unit terkecil dalam masyarakat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan
ekonomis
4. Unit terkecil dalam masyarakat tempat anggota-anggotanya mendapatkan
perlindungan bagi ketentraman dan perkembangan jiwanya.
Fungsi-fungsi tersebut paling sedikit mengakibatkan
istri/ibu. Terutama terarah kepada anak-anak, disamping pihak-pihak lain. Anak-anak
itu yang kelak akan menggantikan kedudukan dan peranan orang tuanya, karena
lazimnya mereka juga akan berkeluarga.
2.2.3 Dasar Pembentukan Keluarga
Membicarakan masalah pembentukan keluarga tidak dapat lepas dari
pembentukan kelompok pada umumnya (Ahmadi, 2009:225). Ada beberapa
pendapat yang mendasari apa sebab individu membentuk kelompok:
Pendapat I : Pembentukan kelompok atas dasar kesamaan
Pendapat II : Pembentukan kelompok atas dasar perbedaan
Pendapat III :Pembentukan kelompok atas dasar hubungan yang tertentu
baik persamaan maupun perbedaan
Apabila ditelaah lingkungan sosial-budaya madya, maka akan ditemui
ciri-ciri pokok, sebagai berikut:
1. Hubungan keluarga tetap kuat, akan tetapi hubungan dalam masyarakat
setempat agar mengendor, oleh karenamunculnya gejala-gejala hubungan atas
dasar perhitungan ekonomis.
2. Adat-istiadat masih dihormati, akan tetapi sikap terbuka terhadap
pengaruh-pengaruh dari luar mulai berkembang
3. Kepercayaan pada kekuatan-kekuatan gaib masih ad, kalau manusia sudah
kehabisan akal menanggulangi masalah
4. Dalam masyarakat timbul lembaga-lembaga pendidikan formal, sampaipada
tingkat pendidikan menengah
6. Sistem ekonomi mulai mengarah pada produksi untuk pasaran, sehingga
peranan uang semakin besar.
7. Gotong-royong secara tradisional terbatas pada kalangan keluarga luas dan
tetangga, oleh karne hubungan kerja atas dasar pemberian upah sudah mulai
berkembang.
2.2.4 Posisi keluarga dalam menentukan tingkat disiplin diri anak
Esensi pendidikan umum menurut Phenix (dalam Shochib, 1998:1) adalah
proses menghadirkan situasi dan kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin
subjek didik memperluas dan memperdalam makna-makna esensial untuk mencapai
kehidupan yang manusiawi. Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya kesengaajaan
atau kesadaran (niat) untuk mengundangnya melalukakan tindak belajar yang sesuai
dengan tujuan.
Esensi pendidikan umum, mencakup dua dimensi, yaitu dimensi pedagogis
dan dimensi substantif. Dimensi pedagogis adalah proses menghadirkan situasi dan
kondisi yang memungkinkan sebanyak mungkin subjek didik terundang untuk
memperluas dan memperdalam dimensi substantif. Dimensi substantif adalah
makna-makna esensial. Makna-makna-makna esensial tersebut adalah makna-makna simbolik, makna-makna
empiri, maknaestetik, makna sintetik, makna etik dan makna sinoptik (religi, filsafat
dan sejarah).
Anak yang berdisiplin diri memiliki keteraturan diri berdasarkan nilai agama,
nilai budaya, aturan-aturan pergaulan, pandangan hidup, dan sikap hidup yang
bermakna bagi dirinya sendiri, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya tanggung
jawab orang tua adalah mengupayakan agar anak berdisiplin diri untuk
sesama manusia, dan lingkungan alam dan makhluk hidup lainnya berdasarkan nilai
moral. Orang tua yang mampu berprilaku seperti yang diatas, berarti mereka telah
mencerminkan nilai-nilai moral dan bertanggung jawab untuk mengupayakannya.
2.2.5 Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Gunarsa dan Gunarsa (1993:38) antara lain:
a. Mendapatkan keturunan dan membesarkan anak
b. Memberikan afeksi atau kasih sayang, dukungan dan keakraban
c. Mengembangkan kepribadian
d. Mengatur pembagian tugas, menanamkan kewajiban hak dan tanggung jawab
e. Mengajarkan dan meneruskan adat istiadat, kebudayaan, agama, sistem nilai
moral kepada anak.
Menurut Horton (dalam Su’adah, 2005:109), fungsi keluarga dibagi meliputi:
a) Fungsi Pengaturan seksual. Keluarga berfungsi adalah lembaga pokok yang
merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan
kepuasan keinginan seksual.
b) Fungsi Reproduksi yaitu fungsi keluarga untuk memproduksi anak atau
melahirkan anak.
c) Fungsi afeksi. Salah satu kebutuhan dasar manusia akan kasih sayang dan
dicintai.
2.2.6 Peran Keluarga
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang
dalam konteks keluarga yang menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal,
mempunyai peran masing-masing. Peranan anggota-anggota dalam keluarga besar
untuk menciptakan suasana keluarga kuat sekali. Hubungan antar pribadi dalam
keluarga sangat dipengaruhi oleh peranan suami-istri, sebagai ayah-ibu dalam
pandangan dan arah pendidikan yang akan mewujudkan suasana keluarga.
Peranan anggota-anggota dalam keluarga untuk menciptakan suasana
keluarga kuat sekali. Gunarsa dan Gunarsa (1993: 40) membagi peranan keluarga
sebagai berikut:
a) Peran Ayah
Ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari
nafkah, pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
b) Peran Ibu
Sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk
mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta
sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu
dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
c) Peran Anak
Anak-anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat
perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
2.3 Orang Dengan HIV DAN AIDS (ODHA) Perempuan
2.3.1.1 HIV
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, adalah virus
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan kemampuan
tubuh untuk melawan penyakit yang datang (Yayasan Spiritia, 2008: 4). Virus HIV
pertama kali ditemukan pada Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada
seorang pasien limfadenopati, karena itu dinamakan LAV (Lymph Adenopathy Virus).
Kemudian pada bulan Maret 1984, Robert Gallo di Amerika Serikat menemukan
virus serupa pada penderita AIDS yang disebut HTLV-III. Pada bulan Mei 1986
Komisi Taksonomi Internasional memberi nama HIV.
Sebagai retrovirus, HIV memiliki sifat khas karena memiliki ensim reverse
transcriptase, yaitu ensim yang memungkinkan virus mengubah informasi
genetiknya yang berada dalam RNA kedalam bentuk DNA yang kemudian
diintegrasikan kedalam informasi genetik sel limfosit yang diserang. HIV dapat
memanfaatkan mekanisme sel limfosit untuk mengkopi dirinya menjadi virus baru
yang memiliki ciri-ciri HIV. HIV dapat ditemukan dan diisolasikan dari sel limfosit
T, limfositB. Sel makrofag (di otak dan paru) dan berbagai cairan tubuh. Akan tetapi
sampai saat ini hanya darah dan air mani yang jelas terbukti sebagai sumber
penularan serta ASI yang mampu menularkan HIV dari ibu ke bayinya.
Analisis sekuens genetik dikenal 8 varian utama HIV yaitu subtipe
A,B,C,D,E,F,G dan H. Kemudian ditemukan subtipe O yang pertama kali ditemukan
di Kamerun, Afrika. Selanjutnya ditemukan subtipe J pada tahun 1997, dan terakhir
subtipe N pada tahun 1998. Subtipe ini terutama penting untuk diketahui sebarannya
didunia dan dinilai sifat dan perilaku virus misalnya dalam hal kemungkinan
menimbulkan resistensi obat dan kemampuan deteksi reagens tes antibodi HIV. Di
narkotika suntikan. Saat ini subtipe A sampai H dapat dideteksi dengan reagensia
yang biasa digunakan, namun hanya kurang lebih 50% reagensia tersebut mampu
mendeteksi suptipe O, karena itu di daerah dimana prevalensi subtipe O cukup tinggi
seperti di Kamerun strategi untuk mengetes HIV perlu dikaji ulang.
Sistem imun manusia adalah sangat kompleks dan memiliki kaitan yang
rumit antara berbagai jaringan dan sel dalam tubuh. Kerusakan pada salah satu
komponen sistem imun akan mempengaruhi sistem imun secara keseluruhan
terutama apabila komponen tersebut adalah komponen yang menentukan
fungsi-fungsi komponen sistem lainnya.
HIV menyerang sistem imun dengan menyerbu dan menghancurkan jenis sel
darah putih tertentu, yang sering disebut dalam berbagai macam seperti sel T
pembantu (helper T cell), sel T4 atau CD4. Sel CD4 ini juga diberi julukan sebagai
panglima dari sistem imun. CD4 mengenali patogen yang menyerang dan memberi
isyarat pada sel darah putih lainnya untuk segera membentuk antibodi yang dapat
mengikat patogen tersebut. Sesudah diikat, patogen itu dilumpuhkan dan diberi ciri
untuk selanjutnya dihancurkan. Lalu CD4 kemudian memanggil lagi jenis sel darah
putih lainnya, sel T algojo (killer T cell), untuk memusnahkan sel yang ditandai tadi.
HIV mampu melawan sel CD4, dengan menyerang dan mengalahkan CD4,
maka HIV berhasil melumpuhkan kelompok sel yang justru amat diandalkan untuk
menghadapi HIV tersebut beserta kuman-kuman jenis lainnya. Itulah sebabnya
mengapa HIV membuat tubuh kita menjadi sangat rentan terhadap infeksi
kuman-kuman lainnya dan jenis-jenis kanker yang umumnya dapat dikendalikan. Tanpa
adanya sistem imun yang efektif, penyakit-penyakit ikutan ini yang lazim disebut
infeksi opurtunistik, merajalela dan berakibat kematian. Jumlah normal CD4 dalam
tahun-tahun pertama infeksi HIV jumlah ini masih dapat dipertahankan. Orang yang
terinfeksi HIV pada mulanya tidak merasakan dan tidak kelihatan sakit selama sel
CD4-nya masih dalam jumlah lumayan. Barulah sesudah kira-kira 5 tahun jumlah sel
CD4 ini mulai menurun hingga kira-kira separohnya. Pada tahap ini pun banyak
penderita yang belum menunjukkan gejala-gejala penyakit. Sesudah jumlah sel CD4
ini kurang dari 200 per milimeter kubik darah, mulailah penderita memperlihatkan
berbagai gejala penyakit yang nyata (Hutapea, 1995:40).
Setelah tubuh terinfeksi, maka tidak langsung sakit, tubuh mengalami masa
tanpa gejala khusus. Walaupun tetap ada virus didalam tubuh, tubuh tidak
mempunyai masalah kesehatan akibat infeksi HIV, dan merasa baik-baik saja. Masa
tanpa gejala ini bisa bertahun-tahun lamanya. Karena tidak ada gejala penyakit pada
tahun-tahun awal terinfeksi HIV, sebagian besar orang yang terinfeksi HIV tidak
tahu ada virus didalam tubuhnya. Hanya dengan tes darah dapat mengetahui jika
terinfeksi atau tidak.
Menjalani cara hidup yang baik dan seimbang sangat bermanfaat bagi
kesehatan dan dapat memperpanjang masa tanpa gejala. Cara hidup ini termasuk
makan makanan yang bergizi, kerja dan istirahat yang seimbang, olahraga yang
teratur tetapi tidak berlebihan, serta tidur yang cukup. Sebaiknya hindari merokok,
memakai narkoba dan minum minuman beralkohol yang berlebihan. Jauhkan diri
dari stres dan mencoba untuk selalu berpikir positif. Jangan menyalahkan diri
sendiri,atau pun pada orang lain karena terinfeksi HIV.
HIV menular melalui:
1. Bersenggama yang membiarkan darah, air mani, atau cairan vagina dari
senggama yang dilakukan tanpa kondom, melalui vagina atau dubur, walau
dengan kemungkinan kecil)
2. Memakai jarum suntik yang bekas pakai orang lain, dan yang mengandung
darah yang terinfeksi HIV
3. Menerima tranfusi darah yang terinfeksi HIV
4. Dari ibu HIV positif ke bayi dalam kandungan, waktu melahirkan, dan jika
menyusui dari ASI (Yayasan Spiritia, 2008: 5).
Prinsip penularan HIV dikenal dengan ESSE :
EXIT : keluar
SUFFICIENT : cukup
SURVIVE : virusnya hidup
ENTER : masuk
Kesimpulannya yaitu HIV keluardari tubuh dalam jumlahyang cukup dan dalam
keadaan hidup,masukke dalam tubuh lain.
Tahap-tahap HIV: Stage 1
1. Biasanya tanpa gejala (asimptomatik)
2. CD4 berjumlah 600-1500mm3
3. Sistem kekebalan kita masih kuat
4. Pelan-pelan sel CD4 kita berkurang
5. Masih hidup sehat dan nyaman
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 1:Pola hidup yang lebih sehat (olah
raga, tidak merokok, tidak minum miras, makan yang sehat dll), sering dikontrol di
rumah sakit, periksa IMS, melakukan seks yang aman dan sehat.
Tahap-tahap HIV: Stage 2
2. Sering mengalamTahap-tahap HIV: Stage 2
3. infeksi seperti jamur di mulut, ruam, demam, ISPA
4. Turun berat badan
5. Masih bisa hidup normal
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 2: Sama dengan Stage 1 (pola hidup
yang sehat, kontrol di rumah sakit, immunisasi, seks yang sehat dan aman), infeksi
yang muncul secepatnya diobati.
Tahap-tahap HIV: Stage 3
1. CD4 dibawah 200mm3
2. OI yang lebih serious muncul, seperti paru-paru
3. Diare yang kronis, demam, TB, jamur yang parah
4. Turun berat badan yang sangat drastis
5. Kehidupan sehari-hari terganggu
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 3 sama dengan Stage 1 (pola hidup yang sehat, kontrol di rumah sakit, immunisasi, seks yang sehat dan aman),
Antiretrovirals (Infeksi yang muncul secepatnya diobati).
Tahap-tahap HIV: Stage 4
1. CD4 sangat berkurang, kadang sampai 0mm3
2. Selalu sakit, susah bangun
3. OI yang cukup parah muncul, seperti PCP, TB, Kaposis Sarcoma, CMV dll
4. Berat badan jauh dibawah normal
Upaya yang tetap dilakukan dalam Stage 4 Pengobatan OI, Antiretrovirals,
perawatan di rumah atau di rumah sakit.
HIV tidak menular melalui bersentuhan, bersalaman, berpelukan, tinggal
ruangan tertutup, peralatan makan dan minuman, berbagi: kamar mandi, kolam
renang, dan gigitan nyamuk. HIV tidak dapat menular melalui udara, virus ini juga
cepat mati jika berada diluar tubuh. HIV dapat dibunuh jika cairan tubuh yang
mengandungnya dibersihkan dengan cairan pemutih seperti Bayclin atau Chlorox,
atau dengan sabun dan air. HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang tidak terluka.
2.3.1.2AIDS
AIDS yang memiliki kepanjangan Acquired Immuno Deficiency Syndrome
adalah sekumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV. Virus ini menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dengan merusak sel-sel limfosit yang memepunyai
peranan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika daya tubuh melemah,
berbagai virus dan penyakit lain secara beruntun memasuki tubuh si penderita. AIDS
ditandai dengan adanya gejala yang umumnya timbul antara lain selalu merasa lelah,
sering menderita demam dan berkeringat dingin tanpa sebab yang jelas, merasa sesak
nafas dan seringbatuk-batuk, penurunan berat badan secara drastis, diare yang
terus-menerus, pada saat kekebalan tubuh mulai melemah, maka timbullah masalah
kesehatan(Nasution, 2000:35).
AIDS adalah rusaknya sistem kekebalan tubuh yang bertugas melindungi diri
kita dari virus. Semakin parah kerusakan pada sistem kekebalan tubuh, semakin
besar risiko terhadap kematian akibat virus tersebut. AIDS adalah penyakit yang
fatal, sudah banyak penderita AIDS yang meninggal. Sampai sekarang belum
ditemukan obat yang dapat menyembuhkan AIDS, obat yang sekarang hanya
bermanfaat mengurangi penderitaan, memperbaiki kualitas hidup, dan
Kasus AIDS di Indonesia sering terlambat diketahui, artinya ketika
ditemukan pasien yang sudah berada pada tingkat penyakit lanjut. Setelah pasien
keluar masuk beberapa rumah sakit, barulah diagnosis AIDS ditegakkan. Tampaknya
hal ini disebabkan karena keterampilan dokter dalam mendiagnosa AIDS masih
kurang. Padahal infeksi HIV dan AIDS ditemukan dalam tahap dini, niscya banyak
manfaatnya untuk pasien, keluarganya, masyarakat, ataupun dokter yang
mengobatinya.
Sama seperti di negara-negara Barat, infeksi Candida Albicans merupakan
penyakit jamur yang palin sering ditemukan pada pasien AIDS di Indonesia. Tempat
infeksi yang sering adalah di murkosa mulut, tenggorokan dan esofagus. Gejala yang
ditemukan biasanya mulut kering, gangguan indra perasa lidah, bercak-bercak putih
dilidah, tenggorokan, dan gusi serta ulkus di mulut dan kesukaran serta nyeri untuk
menelan. Semua pasien AIDS yang diteliti pada umumnya menunjukkan gejala
panas lama, dan lebih dari 90% kasus disertai dengan batuk.
2.3.1.3 Penjelasan Orang Dengan HIV dan AIDS (Odha)
Orang dengan HIV dan AIDS atau sering juga disebut dengan Odha adalah
seseorang yang terinfeksi mengidap HIV positif di dalam tubuhnya yang
menyebabkan sistem kekebalan tubuhnya menjadi lemah. Kita tidak dapat
menunjukkan secara pasti dan langsung siapa saja yang memiliki kemungkinan
mengidap HIV dan AIDS, tetapi berdasarkan pola penyebaran AIDS kita dapat
mengelompokkan individu yang memiliki kemungkinan besar untuk mengidap
penyakit ini. Kelompok ini disebut dengan kelompok yang beresiko tinggi, yang
1. Individu yang memiliki banyak pasangan seksual, seperti wanita atau pria
tunasusila dan pelanggannya, mucikari atau germo, kelompok
homoseksualataupun heteroseks, biseks maupun waria.
2. Individu yang sering menerima transfusi darah atau pernah menerima
transfusi darah. Dianjurkan untuk memeriksa dengan teliti dan seksama darah
yang akan dipakai dalam kepentingan transfusi tersebut.
3. Bayi yang dilahirkan oleh wanita yang mengidap HIV.
4. Pecandu narkotika, khususnya bagi pecandu yang menggunakan narkoba alat
suntik, mengingat jarum suntik untuk kegiatan itu sama sekali tidak dijamin
kesterilannya.
5. Pasangan dari pengidap HIV dan AIDS.
Namun masyarakat tidak diharapkan untuk mengambil tindakan yang
semena-mena terhadap orang-orang tersebut seperti mengucilkan, mengadili,
menyiksa ataupun tindakan lainnya. Masyarakat diminta untuk mengetahui dan
berhati-hati jika berhubungan dengan individu dari golongan beresiko tinggi tersebut
agar tidak sampai tertular dan diharapkan agar masyarakat menjauhi perilaku
beresiko. Seseorang yang terinfeksi HIV tidak terlihat secara fisik, hanya melalui tes
darah kita mengetahui apakah kita terinfeksi HIV atau tidak (Nasution, 2000:37).
2.3.1.4Perempuan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia perempuan adalah orang (manusia) yang
mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui.
tanggal 19 Juni 2014 pukul 23.20 WIB). Kaum perempuan karena sifat dasarnya
simpatik dan ibu bagi anak-anak. Semua ini mempengaruhi dia hingga ke tingkat
yang luas secara tidak sadar, maka ketika mengerjakan segala sesuatu, dia terlalu
menjadi emosional. Ketika bergerak dengan kaum pria, dia melakukan
kesalahan-kesalahan. Dia menjadi seorang yang berhati penuh kelembutan ketika hal itu
mestinya tidak dibutuhkan, dia menjadi seorang yang tempramental, mudah
menyerah, dan biasanya berbuat dengan cara-cara yang memalukan (Kaur, 2002:44).
Secara mendasar, perempuan adalah ibu rumah tangga. Pria adalah pencari
nafkah, perempuan adalah penjaga dan pembagi makanan. Dia adalah seseorang
yang mengambil alih setiap persoalan. Seni mengasuh tunas bangsa merupakan tugas
utama perempuan dan satu-satunya hak istimewa. Tanpa pengasuhan seorang
perempuan, suatu bangsa pasti akan mati (Kaur, 2002:48).
2.3.1.5ODHA Perempuan
Odha perempuan adalah orang yang terinfeksi HIV dan AIDS yang berjenis
kelamin perempuan. Seorang perempuan pengidap HIV bisa dipastikan akan takut
kehilangan suaminya, disamping mencemaskan keadaan bayi atau anaknya, ia juga
didera oleh perasaan takut menghadapi keluarga, tetangga dan teman-temannya.
Kerentanan pada perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Faktor biologis
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa risiko perempuan tertular HIV
melalui hubungan seksual adalah 2-4 kali lebih besar dibanding risiko pada laki-laki.
Selain infeksi HIV, perempuan juga lebih rentan tertular penyakit-penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual yaitu penyakit menular seksual (PMS) atau
disebut juga dengan infeksi menular seksual (IMS) dibanding laki-laki. Hal ini
luas dibandingkan permukaan alat kelamin laki-laki yang terpapar air mani sewaktu
berhubungan seksual. Seperti sudah diketahui, air mani yang terinfeksi HIV
mempunyai konsentrasi virus yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi HIV di
cairan vagina. Kedua hal inilah yang menyebabkan penularan HIV dan IMS lainnya
lebih efektif dari laki-laki ke perempuan dibandingkan efektivitas penularan dari
perempuan ke laki-laki (Djoerban, 2000:190).
Struktur di dalam vagina yang terdapat banyak lipatan membuat
permukaannya menjadi luas dan dinding vagina sendiri memiliki lapisan tipis yang
mudah terluka. Anatomi ini memudahkan air mani bertahan lebih lama dalam rongga
vagina bila terjadi infeksi, sehingga air mani yang terinfeksi dapat segera menulari
perempuan tersebut dan juga dari bentuk organ kelamin yang seperti bejana terbuka.
Secara fisik, ini memudahkan virus masuk ke dalam vagina ketika berhubungan
intim dengan laki-laki yang positif HIV, melalui luka kecil atau lecet atau masuknya
cairan sperma ke dalam vagina. Perlu diketahui bahwa virus HIV lebih banyak hidup
di dalam cairan sperma (Dalimoenthe, 2011:41-48).
Perempuan memang lebih mudah tertular HIV, menurut Dr. Nafsiah Mboi
(dalam Hutapea, 1995:50), karena keberadaan selaput lendir dalam vagina yang
sangat lembab dan kondisi anatomis kaum perempuan yang memungkinkan
masuknya virus HIV ke dalam organ reproduksinya. Struktur panggul perempuan
yang berada dalam posisi menampung, serta alat reproduksi perempuan yang sifatnya
masuk ke dalam memungkinkan perkembangan berbagai macam infeksi tanpa bisa
terdeteksi. Bila perempuan terinfeksi HIV, maka penularan pun berlanjut ke
anak-anaknya. Penularan terjadi ketika hamil, saat melahirkanmaupun dari air susu ibu
(ASI).