• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS

USAHATANI BAYAM JEPANG (

HORENSO

) KELOMPOK

TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN

CIANJUR JAWA BARAT

SKRIPSI

DECY EKANINGTIAS H34070068

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis

Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Horenso Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat “ adalah karya sendiri dan

belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

(3)

RINGKASAN

DECY EKANINGTIAS. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet

Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HENY KUSWANTI DARYANTO).

Hortikultura adalah satu subsektor pertanian yang memiliki pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari kontribusi PDB hortikultura yang terus meningkat setiap tahunnya. Salah satu komoditi hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat adalah sayuran. Usaha sayuran terutama sayuran eksklusif Jepang mulai berkembang dewasa ini, baik pada on farm maupun pada industri olahannya. Banyaknya jumlah restoran Jepang di wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar bagi para petani sayuran eksklusif di wilayah sekitar Jabodetabek untuk menjadi pemasok kebutuhan restoran-restoran Jepang tersebut. Salah satu komoditas sayuran eksklusif Jepang yang banyak dikonsumsi masyarakat dan kini mulai menarik minat petani budidaya hortikultura adalah horenso. Kelompok Tani Agro Segar merupakan salah satu kelompok tani di wilayah Cianjur yang menjadi wadah atau perkumpulan bagi para petani sayuran dan merupakan kelompok tani pertama di Cianjur yang menjadikan sayuran eksklusif Jepang sebagai komoditas unggulannya. Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh petani dari sayuran eksklusif Jepang lebih menguntungkan dibanding komoditas lainnya dan permintaan dari restoran dan hotel di wilayah Jabodetabek akan sayuran eksklusif Jepang pun cukup tinggi. Permintaan horenso yang mencapai 80 kg per hari membutuhkan pasokan yang memadai setiap harinya. Kapasitas produksi yang dapat dihasilkan oleh Kelompok Tani Agro Segar adalah 60-70 kg per hari. Hal ini dikarenakan tingkat produktivitas petani anggota kelompok tani yang belum seragam.

Luas lahan yang terbatas serta perkembangan horenso yang potensial namun produksinya masih terbatas membutuhkan metode produksi yang efisien agar mampu mengoptimalkan hasil panen untuk setiap satuan luas lahan. Hal tersebut juga bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan usahatani yang diperoleh. Selain itu Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur pada tahun 2011 berencana untuk menyusun buku tentang panduan budidaya aneka sayuran Jepang dengan meminta bantuan kepada Kelompok Tani Agro Segar. Dalam penyusunan panduan budidaya sayuran Jepang tersebut diperlukan adanya komposisi faktor-faktor produksi yang sesuai serta efisien agar petani yang membudidayakan sayuran eksklusif Jepang tersebut dapat memperoleh hasil panen yang optimal dengan sumber daya yang ada.

(4)

Analisis pendapatan yang dilakukan terdiri dari analisis pendapatan, analisis R/C dan analisis BEP. Hasil analisis pendapatan usahatani horenso menunjukkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani horenso pada lokasi penelitian dapat memberi keuntungan kepada petani responden. Hasil analisis R/C juga menunjukkan usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar menguntungkan untuk diusahakan, tercermin dari nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar dari satu. Hasil analisis BEP menunjukkan bahwa harga jual yang digunakan petani dan jumlah produksi horenso di lokasi penelitian lebih besar dari nilai BEP harga dan BEP unit. Hal ini berarti harga jual yang digunakan petani dan jumlah produksi horenso memberikan keuntungan bagi petani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar.

Analisis efisiensi teknis usahatani horenso dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menggunakan metode OLS dan tahap kedua menggunakan metode MLE. Metode OLS dilakukan untuk mengetahui keberadaan autokorelasi dan multikorelasi pada model. Hasil pendugaan model dengan metode OLS menunjukkan bahwa tidak tedapat autokorelasi maupun multikolinearitas pada model, sedangkan hasil pendugaan model fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier horenso dengan metode MLE menunjukkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis usahatani horenso adalah 0,876 atau 87,6 persen dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani horenso pada Kelompok Tani Agro Segar sudah efisien, tercermin dari nilai rata-rata efisiensi teknis yang lebih besar dari 0,7. Namun masih terdapat peluang meningkatkan produksi sebesar 12,4 persen untuk mencapai produksi horenso maksimum. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi horenso pada Kelompok Tani Agro Segar adalah variabel lahan, tenaga kerja, pupuk organik dan pupuk anorganik. Variabel bibit dan pestisida berpengaruh nyata namun negatif terhadap produksi horenso. Hal ini disebabkan oleh penggunaan bibit dan pestisida yang berlebihan oleh petani responden. Sedangkan variabel yang berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso adalah variabel pengalaman. Variabel pendidikan formal berpengaruh nyata dan negatif terhadap efek inefisiensi teknis usahatani horenso. Variabel-variabel lainnya seperti umur, dummy penyuluhan dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh positif namun tidak berpengaruh nyata.

(5)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS

USAHATANI BAYAM JEPANG (

HORENSO

) KELOMPOK

TANI AGRO SEGAR KECAMATAN PACET KABUPATEN

CIANJUR JAWA BARAT

DECY EKANINGTIAS H34070068

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Proposal : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahatani Bayam Jepang (Horenso) Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat

Nama : Decy Ekaningtias

NRP : H34070068

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Rr. Heny Kuswanti Daryanto, M.Ec

NIP. 19610916 198601 2 001

Mengetahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya se ingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Horenso Kelompok Tani Agro Segar Kecamatan

Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

pendapatan usahatani dan efisiensi produksi horenso Kelompok Tani Agro Segar

Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat.

Tak ada gading yang tak retak, begitu pula karya tulis ini masih memiliki

beberapa kekurangan dan keterbatasan. Namun demikian penulis mengharapkan

penulisan penelitian ini tetap memberi manfaat bagi para pembaca.

Bogor, September 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 9 Desember 1989. Penulis

adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Sunarto dan

Ibunda Ratnawati Putri (Alm). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD

Negeri Pucang II pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan

pada tahun 2004 di SLTP Mardi Waluya Bogor. Pendidikan lanjutan menengah

atas di SMA Negeri 1 Bogor diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan

Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2007. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai

pengurus Himpunan Profesi HIPMA pada Departemen Komunikasi dan Informasi

(9)

DAFTAR ISI

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani ... 25

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi ... 26

3.1.4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 29

3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ... 33

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 35

IV METODE PENELITIAN ... 39

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 39

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 40

4.3.1. Spesifikasi Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 40

4.3.2. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis ... 42

4.3.3. Uji Hipotesis ... 43

4.3.4. Analisis Pendapatan Usahatani ... 45

(10)

xi

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI HORENSO ... 57

6.1. Penerimaan Usahatani Horenso ... 57

6.2. Biaya Usahatani Horenso ... 58

6.3. Pendapatan Usahatani Horenso ... 61

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI ... 64

7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Horenso .. 65

7.2. Tingkat Efisiensi Produksi dan Inefisiensi Produksi ... 70

7.3. Implikasi Penelitian ... 75

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

8.1. Kesimpulan ... 78

8.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia Periode 2005-2009 ... 1

2. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Periode 2004-2008 ... 2

3. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Jawa Barat Periode 2004-2008 ... 3

4. Komoditi Hortikultura Unggulan di Kabupaten Cianjur ... 4

5. Luas Lahan, Produksi, dan Produktivitas Sayuran Eksklusif Jepang di Desa Ciherang Tahun 2011 ... 5

6. Volume Rata-Rata Permintaan Komoditas Sayuran Eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro Segar pada Tahun 2011 ... 7

7. Jenis Komoditi yang Dibudidayakan oleh Kelompok Tani Agro Segar ... 8

8. BeberapaStudi Empiris Efisiensi Produksi Menggunakan Pendekatan Stochastic Production Frontier dan Analisis Pendapatan Usahatani ... 14

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani ... 20

10. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Usia pada Tahun 2011 ... 49

11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 50

12. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Keikutsertaan Penyuluhan ... 50

13. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani Horenso .. 51

14. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan... 51

15. Persentase Pemupukan Petani Responden pada Tahun 2011 ... 54

16. Persentase Penggunaan Obat-obatan Petani Responden pada Tahun 2011. 55 17. Persentase Cara Panen Petani Responden pada Tahun 2011 ... 56

18. Penerimaan Usahatani Horenso per Hektar di Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 57

19. Biaya Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 58

20. Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C) Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 62

21. Perhitungan Break Even Point (BEP) Usahatani Horenso per Hektar pada Kelompok Tani Agro Segar Periode April-Juni 2011 ... 63

(12)

23. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-DouglasStochastic

Frontier Horenso dengan Metode MLE tahun 2011 ... 66

24. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Produksi ... 70

25. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Efisiensi Produksi

Usahatani Horenso pada Kelompok Tani Agro Segar Tahun 2011 ... 71

26. Pendugaan Parameter EfekInefisiensi Fungsi Produksi Stochastic

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal ... 28

2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier. ... 32

3. Efisiensi Teknis, Efisiensi Alokatif dan Efisiensi Ekonomis ... 32

4. Efisiensi Teknis dan Alokatif ... 34

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 84

2. Daftar Restauran Jepang di Jakarta ... 91

3. Luas Lahan dan Produksi Petani Responden Musim Tanam Mei – Juli Tahun 2011 ... 93

4. SebaranStatus Lahan Petani Responden Musim Tanam Mei – Juli Tahun 2011 ... 94

5. Hasil Olahan Minitab 14 ... 94

6. Hasil Olahan Program Frontier 4.1 ... 95

(15)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertanian merupakan salah satu kegiatan paling mendasar yang dilakukan

sebagian besar penduduk Indonesia. Sektor pertanian secara luas terdiri dari

beberapa subsektor, seperti tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

peternakan, dan perikanan. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki

pengaruh besar bagi perekonomian Indonesia adalah hortikultura. Hal ini dapat

dilihat dari kontribusi PDB hortikultura yang tinggi dan terus meningkat setiap

tahunnya (Tabel 1).

Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia Periode 2005-2009

No Komoditi Nilai PDB (Milyar Rupiah)

Rata-Rata 2005 2006 2007 2008 2009*)

1. Buah-buahan 31.694 35.448 42.362 47.060 50.595 41.432

2. Sayuran 22.630 24.694 25.587 28.205 29.005 26.024

3. Tanaman Hias 4.662 4.734 4.741 4.960 5.348 4.889

4. Biofarmaka 2.806 3.762 4.105 3.853 4.109 3.727

Hortikultura 61.792 68.639 76.795 84.078 89.057 76.072

Keterangan : *) Angka Sementara

Sumber: Ditjen Hortikultura, 2010 (diolah)

Pada Tabel 1 dijelaskan bahwa nilai PDB hortikultura secara keseluruhan

terus meningkat dengan rata-rata peningkatan sebesar tujuh triliyun rupiah setiap

tahunnya. Hal ini menggambarkan bahwa subsektor hortikultura memiliki

kontribusi yang tinggi bagi perekonomian Indonesia. Tabel 1 juga menunjukkan

bahwa komoditi sayuran menempati peringkat kedua setelah buah-buahan dalam

kontribusi PDB hortikultura dengan peningkatan yang signifikan selama periode

2005-2009. Sementara itu, komoditi tanaman hias dan biofarmaka mengalami

peningkatan nilai PDB yang berkelanjutan pada periode tersebut. Pada dasarnya

(16)

2 dikembangkan mengingat potensi serapan pasar yang terus meningkat1. Hal ini

sangat terkait dengan terus meningkatnya jumlah populasi penduduk di Indonesia.

Sayuran adalah salah satu komoditi hortikultura yang banyak dikonsumsi

oleh masyarakat. Tingginya kandungan vitamin dan mineral pada sayuran

membuat komoditi ini dinilai sangat bermanfaat bagi kesehatan. Di sisi lain,

sayuran juga memiliki potensi terkait dengan nilai ekonomi dan kemampuan

menyerap tenaga kerja yang baik. Kelebihan-kelebihan tersebut menyebabkan

produksi sayuran terus dilakukan bahkan produksi sayuran di Indonesia

mengalami peningkatan pada beberapa tahun terakhir.

Tabel 2. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Periode 2004-2008

meningkat setiap tahunnya secara kontinu. Namun pada tahun 2007 terlihat

adanya penurunan produksi sebesar 0,76 persen. Hal ini bukan disebabkan

menurunnya produksi sayuran secara keseluruhan, melainkan pada tahun tersebut

terjadi penurunan yang cukup signifikan pada beberapa komoditi, yaitu cabai,

wortel, dan daun bawang. Luas areal pada periode 2004-2008 cukup fluktuatif

bahkan banyak terjadi penurunan sekitar satu hingga tiga persen, peningkatan luas

areal hanya terjadi pada tahun 2006. Produktivitas sayuran mengalami

peningkatan pada tahun 2005 dan 2008 namun cenderung konstan pada kisaran

9,5 ton/ha.

1

(17)

3 Jawa Barat merupakan wilayah di Indonesia yang memiliki berbagai jenis

dataran, dari mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi lahan dan iklim

yang mendukung pada daerah ini menjadikan Jawa Barat sebagai propinsi yang

banyak memproduksi sayuran dan memiliki banyak sentra komoditi hortikultura

terutama sayuran. Adapun produksi, luas areal dan produktivitas sayuran di Jawa

Barat akan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Jawa Barat

sedangkan luas arealnya cenderung stabil. Pada tahun 2006 terjadi penurunan

pada seluruh aspek, baik produksi maupun luas areal. Hal ini berdampak pada

penurunan nilai produktivitas yang cukup signifikan. Namun pada tahun 2008

terjadi suatu fenomena dimana luas areal sayuran mengalami penurunan namun di

lain sisi produksi sayuran mengalami peningkatan yang cukup besar. Hal ini

menyebabkan nilai produktivitas sayuran pada tahun 2008 meningkat drastis.

Kabupaten Cianjur terkenal sebagai wilayah pegunungan yang sejuk dan

subur serta memiliki keanekaragaman sumber daya alam yang sangat potensial2.

Selain sebagai sentra beras nasional, Kabupaten Cianjur juga merupakan salah

satu sentra sayuran nasional yang sebagian besar hasil panennya dipasok ke

wilayah Jakarta dan sekitarnya. Tabel 4 akan menguraikan beberapa jenis

komoditi hortikultura yang menjadi unggulan di Kabupaten Cianjur serta potensi

dan peluang yang dimiliki komoditi-komoditi tersebut.

2

(18)

4

Tabel 4. Komoditi Hortikultura Unggulan di Kabupaten Cianjur

Komoditi Daya

Buah Tropika ++ ++ Memiliki keunggulan komparatif

Aneka Sayuran

Sumber : Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika Kabupaten Cianjur3, (diolah)

Komoditi yang pada beberapa tahun terakhir mulai diminati para petani di

subsektor hortikultura adalah sayuran eksklusif Jepang. Jenis sayuran ini dinilai

sangat prospektif karena harganya yang tinggi bahkan berkali-kali lipat dari

sayuran lokal, serta didukung oleh kondisi alam yang sesuai untuk budidaya, usia

panen yang singkat, dan teknik budidaya yang relatif mudah. Selain itu, restoran

Jepang yang beberapa tahun terakhir banyak didirikan di kota-kota besar terutama

wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar bagi petani sayuran eksklusif Jepang

untuk menjadi pemasok restoran-restoran tersebut dengan mengembangkan

budidaya sayuran eksklusif Jepang. Adapun komoditi yang termasuk ke dalam

jenis sayuran eksklusif Jepang adalah edamame, gobo, kyuuri, horenso, zukini,

daikon, nasubi, dan sebagainya.

Pada Tabel 4 terlihat bahwa sayuran eksklusif Jepang merupakan salah

satu komoditi hortikultura unggulan di Kabupaten Cianjur. Dilihat dari daya

dukung sumber daya alamnya yang tinggi, komoditi sayuran eksklusif Jepang di

Kabupaten Cianjur mampu dibudidayakan dengan baik sehingga dapat

berkembang pesat. Namun daya dukung sumber daya manusia yang dimiliki

masih kurang jika dibandingkan komoditi lainnya, seperti cabai merah dan buah

tropika. Hal tersebut disebabkan komoditi sayuran Jepang masih tergolong baru

dibudidayakan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyuluhan maupun

3

(19)

5 pembelajaran secara intensif untuk membina sumber daya manusia yang tersedia

agar dapat mengembangkan komoditi potensial tersebut.

Desa Ciherang adalah salah satu wilayah di Kabupaten Cianjur yang

mampu mengembangkan bahkan menjadi sentra sayuran eksklusif Jepang di

wilayah Cianjur dengan luas areal dan tingkat produksi yang tinggi. Tabel 5

menjelaskan rata-rata luas lahan, rata-rata produksi dan produktivitas dari

komoditi sayuran eksklusif Jepang yang dibudidayakan di desa tersebut.

Tabel 5. Rata-Rata Luas Lahan, Rata-Rata Produksi, dan Produktivitas Sayuran Eksklusif Jepang di Desa Ciherang Tahun 2011

Komoditi Luas Lahan

Sumber : Laporan BPP Kecamatan Cianjur, 2011

Pada Tabel 5 terlihat bahwa produktivitas komoditi sayuran eksklusif

Jepang di Desa Ciherang sangat beragam. Komoditi pakchoy, tale dan ubi Jepang

memiliki produktivitas paling rendah yaitu 4 kg/m2, sedangkan produktivitas

paling tinggi sebesar 20 kg/m2 dimiliki oleh horenso. Horenso merupakan salah

(20)

6 diminati konsumen di Indonesia karena rasanya yang enak, lunak, memberikan

rasa dingin di perut, dan melancarkan pencernaan. Selain itu, horenso yang juga

dikenal sebagai bayam Jepang ini memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan

karena sangat kaya akan kandungan zat gizi yaitu vitamin dan mineral.

Hingga saat ini horenso masih sulit dijumpai di pasar bebas. Hanya

beberapa supermarket dengan segmen pasar menengah ke atas yang menjual

sayuran horenso tersebut. Di Indonesia, sayuran ini banyak dikonsumsi oleh turis

Jepang ataupun masyarakat Indonesia yang gemar masakan Jepang. Hal ini

menyebabkan permintaan sayuran horenso sangat dipengaruhi oleh jumlah

restoran Jepang yang kini semakin meningkat. Untuk wilayah Jakarta, jumlah

restoran Jepang yang telah didirikan mencapai lebih dari 35 gerai4. Horenso

sendiri selalu dikonsumsi hampir di seluruh gerai restoran Jepang tersebut. Tidak

hanya untuk konsumsi dalam negeri, horenso juga diminati oleh pasar ekspor.

Oleh karena itu dibutuhkan pasokan horenso yang kontinu dari petani yang

membudidayakan sayuran eksklusif tersebut.

Salah satu kelompok tani yang membudidayakan serta memproduksi

horenso di Desa Ciherang adalah Kelompok Tani Agro Segar. Pada dasarnya

Kelompok Tani Agro Segar bergerak di bidang budidaya sayuran yang menanam

berbagai jenis sayuran lokal hingga herba. Namun kelompok tani ini memilih

sayuran eksklusif untuk menjadi komoditi unggulannya. Selain menjadi salah satu

pusat pemasok kebutuhan sayur mayur untuk wilayah Jabodetabek, Kelompok

Tani Agro Segar juga menjadi salah satu pilot project agro industri di Kabupaten

Cianjur. Dengan predikat tersebut, Kelompok Tani Agro Segar membantu dan

memfasilitasi para petani baik dalam hal pembelajaran maupun alih teknologi

melalui pelatihan dan praktek magang5. Hal tersebut sangat membantu petani

untuk dapat menghasilkan produk sayuran eksklusif Jepang yang sesuai dengan

kebutuhan pasar. Hasil panen dari kelompok tani ini kemudian dipasok ke

berbagai supermarket dan restoran Jepang di wilayah Jabodetabek. Hingga saat

ini Kelompok Tani Agro Segar telah memasok sayuran eksklusif Jepang ke

sekitar 25 supermarket dan restoran Jepang di Jabodetabek. Volume rata-rata

4

www.jepang.net. 2009. Daftar Restoran Jepang. [Diakses : 4 Juni 2011] 5

(21)

7 permintaan komoditi sayuran eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro

Segar akan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Volume Rata-Rata Permintaan Komoditi Sayuran Eksklusif Jepang terhadap Kelompok Tani Agro Segar pada Tahun 2011

Komoditi Volume rata-rata permintaan per

bulan (kg)

Altari 600

Caisim 300

Zuchini 2100

Daun Knip 450

Gobo 1200

Horenso 2400

Pakchoy 450

Timun Jepang 2100

Youlmu 1800

Sumber : Kelompok Tani Agro Segar, 2011

Volume rata-rata permintaan sayuran eksklusif Jepang terhadap

Kelompok Tani Agro Segar tergolong tinggi. Tabel 6 menunjukkan bahwa

horenso merupakan komoditi yang memiliki volume rata-rata permintaan tertinggi

dari supermarket dan restoran Jepang yang dipasok oleh kelompok tani tersebut.

Tingginya permintaan akan komoditi horenso merupakan peluang besar bagi

Kelompok Tani Agro Segar terutama terkait dengan pendapatan petani anggota

kelompok tani. Oleh karena itu, untuk dapat terus memenuhi permintaan horenso

yang relatif tinggi tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya guna meningkatkan

produksi baik dalam hal kualitas maupun kuantitas.

1.2Perumusan Masalah

Usaha sayuran terutama sayuran eksklusif Jepang mulai berkembang

dewasa ini, baik pada on farm maupun pada industri olahannya. Hal ini

disebabkan oleh prospek sayuran eksklusif Jepang yang cukup menjanjikan.

Banyaknya jumlah restoran Jepang di wilayah Jabodetabek menjadi peluang besar

(22)

8 pemasok kebutuhan restoran-restoran Jepang tersebut. Hal ini disebabkan masih

terbatasnya petani yang mengusahakan sayuran eksklusif Jepang.

Horenso sebagai salah satu komoditi sayuran eksklusif Jepang yang

banyak dikonsumsi masyarakat, kini mulai menarik minat petani budidaya

hortikultura. Dengan teknik budidaya yang tidak terlalu rumit dan usia panen yang

relatif singkat, petani dapat menjual hasil panen horenso tersebut dengan harga

Rp5.000-Rp12.000 per kg.

Kelompok Tani Agro Segar merupakan salah satu kelompok tani yang

berada di Cianjur yang menjadi wadah atau perkumpulan bagi para petani

sayuran. Namun dari berbagai jenis sayuran yang dikelola, kelompok tani ini

memilih sayuran eksklusif Jepang termasuk horenso untuk menjadi komoditi

unggulannya. Adapun daftar komoditi yang dikelola Kelompok Tani Agro Segar

tercantum pada Tabel 7.

Tabel 7. Jenis Komoditi yang Dibudidayakan oleh Kelompok Tani Agro Segar

Jenis Sayuran Yang Dibudidayakan Jenis Herb

(Herbal)

Lokal Jepang

Bayam Daikon Shigemsi Mint

Kangkung Nasubi Kowari Majoram

Caysim Satsuma imo Altari Sage

Pakchoy Sato imo Yolmu Oregano

Selada kriting Gobo Gogo masum Mitsuba

Selada Merah Edamame Knip Rosmerry

Daun Bw.Silfa Kyuuri Knip son Taragon

Terung Zukini Zukini Time

Brokoli Horenso Olgari Basil

Sumber : Kelompok Tani Agro Segar

Tabel 7 menunjukkan bahwa sayuran eksklusif Jepang adalah jenis yang

paling banyak dibudidayakan. Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh petani dari

sayuran eksklusif Jepang lebih menguntungkan dibanding komoditi lainnya dan

permintaannya pun cukup tinggi. Horenso yang merupakan salah satu komoditi

(23)

9 kg per hari, membutuhkan pasokan horenso yang memadai setiap harinya. Selama

ini kapasitas produksi horenso di Kelompok Tani Agro Segar adalah sebesar

60-70 kg per hari. Jumlah tersebut masih belum dapat memenuhi permintaan horenso

terhadap kelompok tani tersebut. Hal ini dikarenakan produktivitas petani anggota

kelompok tani yang belum seragam. Beberapa petani memiliki tingkat

produktivitas yang tinggi sedangkan beberapa petani lainnya masih memiliki

tingkat produktivitas yang rendah. Ketidakseragaman produktivitas ini

dikarenakan oleh berbagai faktor dan menyebabkan kapasitas produksi horenso

tidak maksimal.

Hingga saat ini Kelompok Tani Agro Segar sering menolak permintaan

horenso yang dibutuhkan pasar karena keterbatasan produksi. Hal ini akan sangat

berpengaruh pada pendapatan usahatani para petani horenso. Oleh karena itu,

perlu dilakukan analisis pendapatan usahatani horenso untuk mengetahui tingkat

pendapatan petani horenso dengan kapasitas produksi yang masih terbatas dan

penolakan beberapa permintaan horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro

Segar. Selain itu, dengan luas lahan garapan yang terbatas serta prospek horenso

yang potensial namun produksinya masih terbatas, dibutuhkan teknik budidaya

yang efisien agar mampu mengoptimalkan hasil panen untuk setiap satuan luas

lahan. Hal tersebut juga bertujuan untuk memaksimalkan pendapatan usahatani

horenso yang diperoleh para petani.

Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

pada tahun 2011 berencana untuk menyusun buku tentang panduan budidaya

aneka sayuran Jepang dengan meminta bantuan kepada Kelompok Tani Agro

Segar sebagai kelompok tani pelopor yang menjadikan sayuran eksklusif Jepang

sebagai komoditi unggulannya. Dalam penyusunan panduan budidaya sayuran

Jepang tersebut diperlukan adanya komposisi faktor-faktor produksi yang sesuai

serta efisien agar petani yang membudidayakan sayuran eksklusif Jepang tersebut

dapat memperoleh hasil panen yang optimal dengan sumber daya yang ada. Hal

ini akan berdampak pada pendapatan usahatani sayuran eksklusif Jepang tersebut.

Pendapatan usahatani dan efisiensi teknis merupakan hal yang saling

berkaitan. Pendapatan usahatani yang diterima petani akan digunakan untuk

(24)

10 Begitu pula efisiensi teknis yang dicapai oleh petani akan mempengaruhi besar

kecilnya pendapatan yang didapat petani tersebut. Maka dari itu diperlukan

informasi mengenai pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi

efisiensi teknis. Tingkat pendapatan usahatani dan efisiensi teknis yang dijalankan

dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan untuk kombinasi

input usahatani yang optimal dan kebijakan pertanian untuk masa datang.

Mengacu pada permasalahan yang telah diuraikan, perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur?

2. Apakah usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Desa

Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur sudah efisien secara teknis?

3. Faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi tingkat efisiensi

teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar Desa

Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan

untuk :

1. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani horenso di Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur

2. Menganalisis efisiensi teknis usahatani horenso di Kelompok Tani Agro

Segar Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

3. Menganalisis faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi tingkat

efisiensi teknis usahatani horenso yang dilakukan Kelompok Tani Agro Segar

(25)

11

1.4Manfaat

Dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak :

1. Petani horenso sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya

peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani pada pengelolaan

usahatani horenso di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

2. Pemerintah daerah sebagai tambahan informasi dan masukan dalam upaya

penyusunan strategi dan kebijakan pertanian yang lebih baik dan peningkatan

kesejahteraan petani horenso di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.

3. Sebagai informasi dan literatur bagi para peneliti yang akan melakukan

(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Horenso

Horenso atau sering juga disebut sebagai bayam Jepang merupakan

sayuran yang termasuk ke dalam genus Spinacia. Sayuran ini hanya dikonsumsi

bagian daunnya dan sering dijumpai di masakan Jepang. Berbeda dengan bayam

lokal (Amaranthus), horenso kurang cocok dibudidayakan di daerah panas. Hal ini

dikarenakan tanaman sayur tersebut akan cepat berbunga dan tidak menumbuhkan

banyak daun.

Bayam berasal dari Amerika dan Selandia Baru. Di Eropa dan Australia,

awalnya bayam adalah tanaman hias. Baru ditahun 1960-an penduduk Australia

mulai mengenal bayam sebagai bahan makanan. Dua jenis bayam yang dikenal di

Indonesia adalah bayam cabut/bayam sekul/bayam putih dan bayam tahun/bayam

skop/bayam kakap. Bayam cabut disukai karena enak, lunak, memberikan rasa

dingin di perut, dan melancarkan pencernaan. Bayam tahun memiliki ciri utama

daun lebar1.

Sama dengan jenis bayam lokal, horenso juga kaya akan kandungan zat

gizi yaitu vitamin dan mineral. Vitamin yang banyak terkandung dalam bayam

Jepang adalah vitamin K, A, C, B1, B2, B6, asam folat, dan vitamin E. Secangkir

bayam rebus merupakan sumber vegetable mangan, magnesium, besi, kalsium,

kalium, tembaga, fosfor, dan seng. Horenso merupakan sumber vitamin K yang

baik, dimana vitamin ini sangat berperan dalam pengaktifan berbagai jenis protein

yang terlibat dalam proses pembekuan darah. Beberapa riset menunjukkan

vitamin K yang terkandung dalam horenso berperan sebagai antipenuaan,

mencegah penyakit jantung dan stroke, dan bertindak sebagai racun dalam sel-sel

kanker, tetapi tidak membahayakan sel-sel yang sehat. Sayuran ini juga

merupakan sumber vitamin A yang sangat baik yang dapat bermanfaat untuk

organ penglihatan, kekebalan tubuh, pembentukan serta pemeliharaan sel-sel

kulit, saluran pencernaan, dan selaput kulit. Selain itu horenso merupakan sumber

zat besi yang baik dan sangat berguna bagi penderita anemia. The journal of

1

(27)

13

Experimental Neurology juga menyebutkan bahwa horenso mengandung 13

senyawa Flavonoid yang berfungsi sebagai anti oksidan dan anti kanker .

Rasa yang enak dan manfaat yang berlimpah bagi kesehatan menjadikan

horenso sebagai komoditas sayuran eksklusif yang mulai berkembang dan banyak

diminati konsumen. Konsumen tidak segan membeli sayuran horenso ini dengan

harga yang relatif tinggi, yaitu sekitar Rp12.000 per kg untuk horenso non organik

dan Rp28.000 per kg untuk horenso organik.

Teknik budidaya horenso cukup sederhana. Hal pertama yang harus

dilakukan adalah menentukan lahan yang sesuai, yaitu lahan yang memiliki pH

tanah 5,5-6,5; suhu udara 20-30° C; kelembaban 60-90% dan bebas dari limbah

pencemaran. Kemudian lahan dibedeng dan diberi pupuk dasar berupa pupuk

kandang. Setelah dua minggu, bibit sudah dapat ditanam dengan cara ditebar.

Untuk penanaman pada musim hujan, lahan yang ditanami horenso perlu ditutup

dengan plastik atau mulsa untuk menghindari pembusukan pada tanaman.

Sedangkan penyiraman hanya dilakukan pada penanaman di musim kemarau.

Setelah itu dilakukan pemupukan, penyiangan dan pengendalian HPT secara

bekala hingga waktu panen. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat memanen

horenso adalah sekitar 1,5-2 bulan. Hasil panen horenso dapat langsung dijual ke

pasar ataupun melalui kelompok tani.

2.2. Penelitian Terdahulu

Pada kegiatan usahatani, efisiensi teknis dan analisis pendapatan usahatani

merupakan salah satu topik yang menarik untuk dianalisis. Hal ini dikarenakan

petani selalu menginginkan hasil yang optimal dari penggunaan sumberdaya input

yang ada guna mendapatkan pendapatan yang maksimal. Dalam upaya pencapaian

produksi yang optimal, perlu dilakukan analisis terkait faktor-faktor yang

mempengaruhi kegiatan usahatani tersebut. Selain itu, analisis pendapatan juga

perlu dilakukan sebagai salah satu indikator kinerja usahatani yang dilakukan oleh

petani. Oleh karena itu, banyak penelitian yang dilakukan terkait dengan efisiensi

teknis dan analisis pendapatan usahatani. Tabel 8 menjelaskan secara singkat

mengenai beberapa penelitian yang pernah dilakukan terkait dengan efisiensi

(28)

14

Tabel 8. Beberapa Studi Empiris Efisiensi teknis Menggunakan Pendekatan

Stochastic Production Frontier dan Analisis Pendapatan Usahatani

Nama Peneliti Judul Alat Analisis

Adhiana (2005)

Analisis Efisiensi Ekonomi Usahatani Lidah Buaya (Aloe Vera) di Kabupaten

Sistem Usahatani dan Pemasaran Bayam Jepang (Peleng) di Kabupaten

Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Padi Program Benih Bersertifikat : Pendekatan Stochastic Production Frontier (Studi Kasus di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang) Bersubsidi di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat :

Pengaruh Penggunaan Benih Sertifikat terhadap Efisiensi dan Pendapatan Usahatani Padi Pandan Wangi

Analisis Efisiensi teknis Usahatani Brokoli

Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di

Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor

- R/C Rasio

Penelitian yang dilakukan oleh Adhiana (2005) bertujuan untuk

mengetahui dan menganalisis efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis pada

usahatani lidah buaya di Kabupaten Bogor serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Analisis dilakukan dengan menggunakan data cross section

dari hasil survei pada 35 petani. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis

tentang supply chain usahatani lidah buaya. Model fungsi produksi stochastic

(29)

15 Hasil yang diperoleh dari analisis ini menunjukkan bahwa rata-rata petani

di daerah penelitian sudah cukup efisien secara teknis dan alokatif, namun belum

efisien secara ekonomis dengan kontribusi pengaruh efisiensi teknis terhadap

produksi rata-rata petani sebesar 0,984. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan efisiensi teknis dan sisanya sebesar 0,016 disebabkan oleh faktor

stochastic seperti serangan hama, cuaca dan iklim serta kesalahan permodelan.

Sedangkan hasil analisis supply chain menunjukkan bahwa supply chain pada

usahatani lidah buaya belum berjalan efisien. Adapun saran yang diberikan

peneliti adalah petani di daerah penelitian diharapkan dapat saling berbagi

pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimiliki untuk mengurangi

kesenjangan efisiensi antar individu. Sedangkan untuk meningkatkan efisiensi

ekonomi, disarankan petani di daerah penelitian meningkatkan pendidikan,

keterampilan dan pengalaman berusahatani serta menghemat biaya input dengan

cara menggunakan input secara proporsional dan memanfaatkan potensi inout

yang ada di daerah penelitian.

Penelitian sistem usahatani bayam Jepang dilakukan oleh Daulay (2007)

dengan tujuan untuk mengetahui sistem usahatani bayam Jepang di lokasi

penelitian, mengetahui produktivitas bayam Jepang di lokasi penelitian,

mengetahui input produksi yang berpengaruh terhadap produktivitas bayam

Jepang di lokasi penelitian dan mengetahui pendapatan usahatani bayam Jepang di

lokasi penelitian. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda dan R/C

rasio.

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa produktivitas bayam

Jepang di Desa Rumah Berastagi adalah 12,44 ton/ha dan input produksi yang

berpengaruh terhadap produktivitas bayam Jepang adalah bibit, luas lahan, tenaga

kerja, pupuk dan pestisida. Untuk hasil analisis pendapatan yang dilakukan

diperoleh hasil bahwa komponen biaya yang dominan dalam total biaya produksi

adalah biaya tenaga kerja yaitu sebesar Rp 671.770,83 per petani per musim

tanam dan Rp 2.838.859,33 per hektar per musim tanam. Usahatani bayam Jepang

di lokasi penelitian tergolong usahatani yang menguntungkan dilihat dari jumlah

pendapatan bersih rata-rata per ha per musim tanam sebesar Rp 16.525.331,72 dan

(30)

16 sebesar 289,25 persen yang berarti bahwa usahatani bayam Jepang di lokasi

penelitian efisien untuk dilaksanakan. Analisis BEP juga dilakukan pada

penelitian ini dan diperoleh hasil BEP harga sebesar Rp 459,25 per kg dan BEP

unit sebesar 170,03 kg.

Penelitian terkait efisiensi teknis dilakukan oleh Maryono (2008) dengan

tujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan teknologi baru dalam program benih

bersertifikat, menganalisis efisiensi teknis petani sebelum dan setelah program,

dan menganalisis struktur biaya dan pendapatan usahatani padi sebelum dan

setelah program. Berdasarkan hasil analisis pelaksanaan teknologi usahatani

ditunjukkan bahwa petani yang menggunakan pupuk organik dalam usahataninya

hanya sebanyak 9,68 persen dan petani yang melaksanakan penggunaan pupuk

sesuai anjuran hanya sebesar 45,16 persen responden. Berdasarkan hasil

perhitungan fungsi produksi stochastic frontier, pada masa tanam II terjadi

penurunan tingkat efisiensi teknis petani responden. Hal ini ditunjukkan dengan

angka rata-rata tingkat efisiensi teknis pada masa tanam I sebesar 0,966 dengan

nilai terendah 0,805 dan nilai tertinggi adalah 0,994. Sedangkan pada masa tanam

II nilai rata-rata efisiensi teknis 0,899 dengan nilai terndah 0,732 dan nilai

tertinggi 0,990. Berdasarkan angka-angka tersebut dapat diketahui bahwa dengan

adanya program benih bersertifikat ini justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata

sebesar 6,935 persen. Berdasarkan uji statistik berbeda nyata (signifikan) pada selang kepercayaan 99 persen atau α sebesar 1 persen.

Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa pada masa

tanam I variabel yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis adalah dummy

bahan organik dan dummy legowo, sedangkan pada masa tanam II faktor-faktor

yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses

produksi petani responden adalah pengalaman, pendidikan dan rasio urea-TSP.

Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya tunai sebelum

program sebesar 4,97 dan setelah program nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai

riilnya sebesar 5,74. R/C rasio atas biaya total setelah program secara nominal

menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara

riil mengalami penurunan. R/C rasio atas biaya total sebelum program sebesar

(31)

17 sebesar 1,62. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa program benih bersertifikat

yang dilakukan dapat meningkatkan pendapatan petani di lokasi penelitian secara

nominal. Namun untuk pendapatan secara riil, perlu adanya faktor lain yang

mendukung program tersebut agar mampu meningkatkan pendapatan petani

secara riil.

Hutauruk (2008) melakukan penelitian terkait efisiensi usahatani dengan

tujuan untuk mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi produksi padi di

Kecamatan Telagasari, menganalisis efisiensi teknis petani dan menganalisis

pembiayaan usahatani padi. Penelitian dilakukan dengan membandingkan hasil

pada musim tanam dimana petani menggunakan benih unggul bersubsidi dan

musim tanam sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor yang

berpengaruh pada musim tanam dengan menggunakan benih sendiri adalah lahan,

benih/lahan, pupuk KCL/lahan, pupuk NPK/lahan, tenaga kerja luar

keluarga/lahan dan tenaga kerja dalam keluarga/lahan. Sedangkan pada musim

tanam dengan benih bantuan pemerintah adalah lahan, pupuk KCL/lahan dan

tenaga kerja luar keluarga/lahan. Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan

bahwa terjadi penurunan efisiensi teknis sesudah penggunaan benih program

bersubsidi dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih program bersubsidi.

Hal tersebut dipengaruhi oleh efek inefisiensi teknis yaitu umur bibit. Selain itu,

nilai efisiensi alokatif dan ekonomis juga menurun pada saat penggunaan benih

program bersubsidi. Hal ini terjadi karena kekakuan petani mengubah penggunaan

faktor produksi akibat perubahan harga. Perubahan input yang tidak berubah

akibat kenaikan harga menyebabkan efisiensi alokatif dan ekonomis turun.

Podesta (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis

tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis usahatani padi Pandan Wangi benih

sertifikat dan benih non sertifikat di Kabupaten Cianjur, menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani padi Pandan Wangi di Kabupaten

Cianjur, dan menghitung pendapatan petani usahatani padi Pandan Wangi benih

sertifikat dan benih non sertifikat di Kabupaten Cianjur. Penelitian ini

menggunakan tujuh variabel independen penduga dalam fungsi produksi, yaitu

luas lahan (X1), benih (X2), pupuk N (X3), pupuk P (X4), pupuk K (X5), obat cair

(32)

18 tingkat inefisiensi teknis usahatani padi Pandan Wangi meliputi usia, pendidikan

formal, pengalaman, umur bibit dan dummy status usahatani serta dummy

pendidikan non formal. Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa

rata-rata tingkat efisiensi teknis petani pandan wangi benih sertifikat adalah 0,967

sedangkan petani pandan wangi benih non sertifikat adalah 0,713 dengan

frekuensi tersebar. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan atas

biaya tunai dan biaya total usahatani padi Pandan Wangi baik benih sertifikat

maupun benih non sertifikat pada musim tanam II mengalami peningkatan jika

dibandingkan pada saat musim tanam I. nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani

padi Pandan Wangi benih non sertifikat musim tanam II lebih besar dibandingkan

R/C rasio yang lain yakni sebesar 7,54.

Penelitian efisiensi teknis juga dilakukan Nugraha (2010) dengan tujuan

untuk menganalisis keragaan usahatani brokoli di Desa Cibodas, Kecamatan

Lembang ditinjau dari pendapatan usahataninya dan faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi brokoli dan menganalisis efisiensi teknis brokoli di Desa

Cibodas, Kecamatan Lembang. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani,

produksi brokoli dari sejumlah petani responden di Desa Cibodas bisa dikatakan

menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio

atas biaya total usahatani brokoli di Desa Cibodas masing-masing yaitu 1,77 dan

1,31. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa faktor produksi yang memiliki

pengaruh nyata dan positif pada selang 99 persen adalah benih, dan faktor

produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada taraf 95 persen adalah

pupuk kandang, pupuk kimia, dan tenaga kerja. Penambahan jumlah benih dan

pupuk kimia yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi brokoli secara

signifikan. Pestisida padat dan pestisida cair merupakan faktor produksi yang

berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi brokoli. Usahatani

brokoli di Desa Cibodas secara ekonomis belum efisien secara ekonomis.

Khotimah (2010) melakukan penelitian dengan tujuan untuk menganalisis

keragaan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan,

menganalisis fungsi produksi stochastic frontier dan efisiensi teknis usahatani ubi

jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan serta faktor-faktor yang

(33)

19 Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan. Hasil analisis menunjukkan bahwa

variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar adalah variabel lahan,

benih/lahan, tenaga kerja/lahan, pupuk P/lahan, dan pupuk K/lahan, sedangkan

variabel pupuk N/lahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi ubi jalar.

Semua variabel yang diestimasi berpengaruh positif terhadap produksi ubi jalar.

Tingkat efisiensi teknis rata-rata usahatani ubi jalar adalah 0,75 atau 75 persen

dari produksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar di

Kecamatan Cilimus telah cukup efisien. Sedangkan hasi dari analisis pendapatan

usahatani ubi jalar menunjukan pendapatan usahatani atas biaya tunai maupun

biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukan bahwa usahatani ubi jalar di

lokasi penelitian menguntungkan. Hasil analisis menggunakan R/C juga

menunjukan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus menguntungkan untuk

diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total lebih besar

dari satu.

Penelitian yang dilakukan Sitepu (2010) bertujuan untuk menganalisis

pendapatan usahatani jamur tiram putih di daerah penelitian, mengetahui bentuk

saluran pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian, dan menganalisis

efesiensi pemasaran jamur tiram putih di daerah penelitian. Berdasarkan analisis

pendapatan, diperoleh R/C rasio total sebesar 1,57 yang artinya untuk setiap biaya

total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,57.

Sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 yang artinya untuk

setiap biaya total yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar

Rp 1,84. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa usahatani jamur tiram tersebut

menguntungkan karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan.

Tabel 9 menunjukkan bahwa pada penelitian-penelitian terdahulu terdapat

beberapa faktor yang diduga mempengaruhi inefisiensi suatu usahatani. Namun

dari hasil penelitian diperoleh bahwa faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh

(34)

20

Tabel 9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Inefisiensi Usahatani Peneliti Barat : Pendekatan Stochastic Production Frontier

Analisis Efisiensi Teknis dan Pendapatan Usahatani Ubi

- Status kepemilikan lahan (+) d - Penyuluhan (-)

Keterangan : a = nyata pada α = 0,01 c = nyata pada α = 0,10 b = nyata pada α = 0,05 d = nyata pada α ≥ 0,15

Pada Tabel 9 ditunjukkan bahwa faktor-faktor inefisiensi dapat

berpengaruh positif maupun negatif terhadap inefisiensi suatu kegiatan usahatani.

Adapun faktor yang sebagian besar berpengaruh positif terhadap inefisiensi

usahatani dari hasil penelitian-penelitian terdahulu adalah pengalaman,

pendapatan di luar usahatani, manajemen dan status kepemilikan lahan.

Sedangkan faktor dugaan lainnya seperti umur, lama bekerja di luar usahatani,

penyuluhan, umur bibit, pendidikan, dan sebagainya memiliki pengaruh yang

berbeda-beda di setiap penelitian. Faktor-faktor penyebab inefisiensi yang

(35)

21 peneliti untuk menentukan variabel yang digunakan untuk menganalisis

inefisiensi suatu usahatani horenso. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, faktor

pengalaman, pendapatan di luar usahatani dan status kepemilikan lahan akan

dijadikan variabel untuk menganalisis inefisiensi usahatani pada penelitian ini.

Analisis pendapatan usahatani juga banyak dilakukan oleh peneliti untuk

mengetahui tingkat pengembalian dari suatu kegiatan usahatani. Analisis

pendapatan usahatani yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya

menunjukkan bahwa secara keseluruhan kegiatan usahatani yang dilakukan sudah

menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio yang lebih besar dari

satu. Oleh karena itu, kegiatan usahatani layak untuk terus dilakukan dan

(36)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Usahatani

Ilmu usahatani menurut Soekarwati (2002) adalah ilmu yang mempelajari

bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasikan sumberdaya

(lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengolahan) yang terbatas untuk mencapai

tujuannya. Sedangkan Suratiyah (2008) menjelaskan bahwa ilmu usahatani adalah

ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir

faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga

memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Keberhasilan dalam suatu usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor,

yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor di

luar usahatani (faktor eksternal). Faktor-faktor internal usahatani terdiri dari

petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah

keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga.

Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, harga

output, harga faktor produksi, fasilitas kredit, dan penyuluhan bagi petani.

Hernanto (1996) diacu dalam Khotimah (2010) menjelaskan bahwa

terdapat empat unsur pokok faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu :

1) Lahan

Lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor

produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh

karena itu, lahan memiliki beberapa sifat, di antaranya adalah : luasnya relatif

atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat

dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh

dengan cara membeli, menyewa, membuka lahan sendiri, wakaf, menyakap

atau pemberian negara.

2) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas

menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Dalam usahatani, tenaga

kerja dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu : tenaga kerja manusia, tenaga

(37)

23 menjadi tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat

mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani didasari oleh tingkat

kemampuannya. Kualitas kerja manusia sangat dipengaruhi oleh umur,

pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan, dan lain-lain. Oleh

karena itu, dalam kegiatan usahatani digunakan satuan ukuran yang umum

untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini

menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan

dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu

dijadikan hari kerja total (HK total). Tenaga kerja manusia dapat diperoleh

dari dalam dan luar keluarga. Tenaga kerja ternak sering digunakan untuk

pengolahan tanah dan angkutan. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik

sering digunakan untuk pengolahan tanah, penanaman, pengemdalian hama,

serta pemanenan.

3) Modal

Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor

produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan produk

pertanian. Menurut sifatnya modal dibedakan menjadi dua yaitu modal tetap

yang meliputi tanah bangunan dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat,

bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan di kolam.

Penggunaan modal berfungsi untuk membantu meningkatkan produktivitas

dan menciptakan kekayaan serta pendapatan usahatani. Modal dalam suatu

usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan

usahatani berlangsung. Sumber modal dapat diperoleh dari milik sendiri,

pinjaman atau kredit (kredit bank, kerabat, dan lain-lain), warisan, usaha lain,

atau kontrak sewa.

4) Manajemen

Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,

mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan

sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang

diharapkan. Dengan demikian, pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki

(38)

24 Sementara itu Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut

corak dan sifat, organisasi, pola dan tipe usahataninya.

1. Corak dan Sifat

Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan

usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersil adalah usahatani

yang dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melainkan juga

untuk memperoleh keuntungan.

2. Organisasi

Berdasarkan organisasinya, usahatani dibagi menjadi usahatani individual,

kolektif dan kooperatif. Usahatani individual merupakan usahatani yang seluruh

prosesnya dilakukan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari

perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. Usahatani

kolektif merupakan usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan

bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura

maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif merupakan usahatani yang

setiap prosesnya dikerjakan secara individual, namun kegiatan yang penting

dikerjakan oleh kelompok, seperti : pembelian saprodi, pemberantasan hama,

pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.

3. Pola

Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak

khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya

mengusahakan satu cabang usahatani saja, seperti : usahatani peternakan,

perikanan, dan tanaman pangan. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani

yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas

yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan

beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang

tegas, seperti tumpang sari dan mina padi.

4. Tipe

Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi usahatani berdasarkan

komoditas yang diusahakan, seperti : usahatani ayam, usahatani kambing, dan

(39)

25

3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan

total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan

sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam

jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui

keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang

semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Dengan

dilakukannya analisis tersebut, petani dapat melakukan perencanaan kegiatan

usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang.

Soekartawi et al. (2002) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah

yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu :

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan

produk usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk

pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu

tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai

atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang

diperhitungkan.

5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor

usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

Dalam melakukan analisis usahatani, diperlukan data-data yang terkait

dengan penerimaan dan biaya usahatani selama jangka waktu tertentu.

Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara jumlah produksi yang

diperoleh dengan harga jual dari hasil produksi tersebut selama jangka waktu

tertentu. Sedangkan biaya usahatani adalah total pengeluaran petani yang

dikeluarkan untuk kegiatan usahatani selama jangka waktu tertentu.

Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : biaya tetap (fixed

cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya

(40)

26 faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah

satu contoh dari biaya tetap adalah pajak. Sementara biaya variabel didefinisikan

sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang

digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya

variabel adalah biaya untuk tenaga kerja, dimana penggunaan tenaga kerja yang

lebih banyak akan menyebabkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi.

Pendapatan usahatani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan

pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara

penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total

usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang

dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan

usahatani dengan biaya total usahatani.

Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

untuk mengetahui pendapatan usahatani. Dengan dilakukannya analisis R/C rasio,

maka akan diketahui besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk

setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio

yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio

lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan

menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya

tersebut. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap

tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang

lebih kecil daripada tambahan biaya tersebut. Sedangkan jika nilai R/C rasio sama

dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan

tambahan penerimaan yang didapat, sehingga diperoleh keuntungan normal. Pada

dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin

besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang

dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut layak dan

menguntungkan untuk dilakukan.

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi

Pada suatu proses produksi, terdapat istilah hubungan input dengan output

yang merupakan hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi

(41)

27 tergantung pada kuantitas dan jenis faktor produksi yang digunakan pada proses

produksi tersebut. Hubungan antara faktor produksi dan produksi yang dihasilkan

ini dapat dilihat pada fungsi produksi.

Soekaratawi et al (2002) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan

hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk,

tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar-kecilnya

produksi yang diperoleh. Misalkan Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i,

maka besarnya Y akan tergantung pada besarnya X1, X2, X3, ..., Xm yang

digunakan pada fungsi tersebut. Secara aljabar, hubungan Y dan X dapat ditulis

sebagai berikut :

Y = f(X1, X2, X3, ..., Xm) ... (3.1)

dimana :

Y : produksi/output

X1, X2, X3, ..., Xm : faktor produksi/input

Jika bentuk fungsi produksi tersebut diketahui, maka informasi harga dan

biaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun

mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan

terhadap produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani. Hal ini disebabkan

oleh :

1. Adanya faktor ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman.

2. Data yang digunakan untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar.

3. Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata

suatu pengamatan.

4. Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat

diketahui secara pasti.

5. Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun

dengan kurva produksi. Kurva tersebut menggambarkan hubungan fisik faktor

produksi dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah

(42)

28 Selain hubungan input dan output suatu proses produksi, fungsi produksi

juga menggambarkan Marginal Product (MP) dan Average Product (AP).

Pengertian dari Marginal Product (MP) adalah tambahan produksi per kesatuan

tambahan input. Sedangkan Average Product (AP) adalah produksi per kesatuan

input. Adapun kurva produksi digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Kurva Produksi Total, Produk Rata-rata dan Produk Marginal

Sumber : Doll dan Orazem (1984)

Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa berdasarkan elastisitas produksinya,

(43)

29 peningkatan AP, daerah II dimana terjadi penurunan AP saat MP positif, dan

daerah III dimana terjadi penurunan AP saat MP negatif.

Daerah I berada di sebelah kiri titik AP maksimum dengan nilai elastisitas

produksi lebi besar dari satu ( > 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor

produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar

dari satu satuan. Kondisi tersebut dapat terjadi saat nilai MP lebih besar dari nilai

AP. Pada kondisi elastisitas produksi yang lebih besar dari satu, keuntungan

maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan. Oleh karena

itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.

Daerah II berada di antara AP maksimum dan MP=0 dengan nilai

elastisitas produksi antara nol dan satu (0 < < 1). Hal ini berarti ba wa

penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan

produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada daerah ini

terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun, namun penggunaan

faktor-faktor produksi tertentu di daerah ini dapat memberikan keuntungan

maksimum. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.

Daerah III berada di sebelah kanan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi kurang dari nol ( < 0). Hal ini berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini, penggunaan faktor

produksi sudah tidak efisien. Oleh karena itu, daerah III disebut daerah irrasional.

3.1.4. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Seinford dan Trail (1990) diacu dalam Coelli et al (1998) menjelaskan

bahwa terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur

tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode yang pertama adalah metode

stochastic frontier yang berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana

keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak,

dan inefisiensi. Sementara metode yang kedua adalah teknik linear programming

(Data Envelopment Analysis) yang tidak mempertimbangkan adanya kesalahan

acak, sehingga efisiensi teknis tersebut bisa menjadi bias.

Menurut Greene (1993) dalam Sukiyono (2005), model produksi frontier

Gambar

Tabel 1.  Perkembangan PDB Hortikultura di Indonesia Periode 2005-2009
Tabel 2.   Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Indonesia Periode
Tabel 3.  Produksi, Luas Areal, dan Produktivitas Sayuran di Jawa Barat
Tabel 4.  Komoditi Hortikultura Unggulan di Kabupaten Cianjur
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk untuk mendeskripsikan keragaan usahatani dan penggunaan input produksi padi, menganalisis efisiensi teknis usahatani padi,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat produksi dan pendapatan usahatani tebu serta menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani tebu di Desa

Menurut Maryono (2008), dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari,

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat produksi dan pendapatan usahatani tebu serta menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi usahatani tebu di Desa

Hasil analisis yang dilakukan pada usahatani bawang merah di lokasi penelitian mengenai keterkaitan efisiensi teknis dan perilaku risiko petani diperoleh beberapa

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor mempengaruhi produksi padi sawah lebak, menganalisis efisiensi teknis usahatani padi sawah lebak dengan

Hasil analisis yang dilakukan pada usahatani bawang merah di lokasi penelitian mengenai keterkaitan efisiensi teknis dan perilaku risiko petani diperoleh beberapa

5.2 Rata-rata Pendapatan Usahatani Kakao di Desa Era Baru Kecamatan Tellulimpoe Kabupaten Sinjai 5.2.1 Pendapatan Usahatani Kakao Sarana produksi yang digunakan petani anggota