ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI LABU ZUCCHINI
(Studi Kasus : Petani Mitra CV. Agro Segar Desa Ciherang,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
ASTARI HAQI APRILIYANTI H34070079
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
RINGKASAN
ASTARI HAQI APRILIYANTI. Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Labu
Zucchini (Studi kasus :Petani Mitra CV. Agro Segar Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan Suharno).
Tingkat konsumsi sayuran yang diperkirakan akan semakin meningkat disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat. Terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan produktivitas sayuran di Indonesia dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 sebesar 1,0325%. Beragam trend di dunia bisnis hortikultura seperti salah satu trend saat ini yang sedang berkembang di dunia hortikultura adalah trend sayuran Jepang dan Korea. CV. Agro Segar merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang bisnis hortikultura yang khusus mengembangkan sayuran Jepang dan Korea. Dalam pengadaan pasokan pihak perusahaan bekerja sama dengan petani sekitar perusahaan. Salah satu komoditi unggulan dengan tingkat permintaan tertinggi adalah labu zucchini. Namun pihak CV. Agro Segar maupun petani mitra belum mengetahui tingkat efisiensi dan faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat produksi dan inefisiensi secara teknis guna memperoleh hasil yang optimal dalam kegiatan produksi. Adanya keberagaman petani dalam penerapan teknologi budidaya labu zucchini yang diadopsi dari pihak perusahaan menyebabkan tingkat efisiensi dari setiap petani mitra menjadi berbeda-beda. Maka dari itu diperlukan informasi mengenai tingkat efisiensi teknis usahatani labu
zucchini di lokasi penelitian untuk menemukan batas (frontier) dari kombinasi
input-input produksi sehingga menghasilkan output yang optimal. Dengan diketahui tingkat efisiensi dari setiap petani
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi dan menyebabkan inefisiensi teknis usahatani labu zucchini yang dijalankan oleh petani mitra CV. Agro Segar, (2) menganalisis
fungsi produksi stochastic frontier petani mitra usahatani labu zucchini di CV.
Agro Segar serta faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (3) menganalisis
tingkat efisiensi teknis usahatani petani mitra labu zucchini CV. Agro Segar.
Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi
Cobb-Douglass Stochastic Frontier menunjukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi labu zucchini adalah variabel lahan, sedangkan variabel lebar bedeng, benih, pupuk kandang, pupuk kimia, obat cair, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi labu zucchini. Variabel yang berpengaruh positf terhadap produksi labu zucchini adalah lahan, benih, pupuk kandang, dan tenaga kerja. Variabel yang berdampak negatif terhadap tingkat produksi labu zucchini adalah lebar bedeng, pupuk kimia dan obat cair.
iii inefisiensi teknis usahatani labu zucchini adalah variabel umur, pendidikan formal, dan status kepemilikan lahan. Variabel pengalaman dan penyuluhan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani labu zucchini. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis labu zucchini CV. Agro Segar adalah umur dan pendidikan normal pada taraf kepercayaan masing-masing 95 persen dan 75 persen.
iv
ANALISIS EFISIENSI TEKNIS USAHATANI LABU ZUCCHINI
(Studi Kasus : Petani Mitra CV. Agro Segar Desa Ciherang,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat)
ASTARI HAQI APRILIYANTI H34070079
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
v
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Teknis Labu Zucchini
(Studi Kasus : Petani Mitra CV. Agro Segar Desa
Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)
Nama : Astari Haqi Apriliyanti
NIM : H34070079
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir. Suharno, M. Adev
NIP . 19610610 198611 1 001
Mengetahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi
Teknis Usahatani Labu Zucchini (Studi Kasus :Petani Mitra CV. Agro Segar Desa
Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” adalah karya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juni 2011
Astari Haqi Apriliyanti
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 2 April 1989. Penulis adalah anak
kedua dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Baehaki dan Ibunda Dian
Rustriyani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pengadilan 3
Bogor pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun
2004 di SLTP Negeri 4 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri
1 Bogor diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Efisiensi
Teknis Labu Zucchini (Studi Kasus Petani Mitra CV. Agro Segar Desa Ciherang,
Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efisiensi teknis usahatani petani
labu zucchini yang bermitra dengan CV. Agro Segar. Selain itu penelitian ini
bertujuan untuk menanalisis faktor-faktor yang menyebabkan inefisiensi pada
usahatani labu zucchini yang dijalankan petani mitra CV. Agro Segar.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena
keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran
dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat
bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juni 2011
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan kepada :
1. Dr. Ir. Suharno, M. Adev selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini. Beliau telah memberikan banyak pencerahan kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Ir. Dwi Rachmina, MS selaku dosen penguji utama dan Ir. Narni
Farmayanti, MS selaku dosen penguji komisi pendidikan pada sidang
penulis yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini.
3. Ir. Harmini, MSi dan Yeka Hendra Fatika, SP, yang telah memberikan
banyak pencerahan bagi penulis dalam penyusunan skripsi, serta seluruh
dosen dan staf Departemen Agribisnis yang telah menjadi keluarga bagi
penulis di Bogor.
4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap doa dan dukungan pada penulis
dan semoga hasil dari penulisan ini bisa menjadi persembahan terbaik.
5. Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur atas data
informasi dan kerja sama yang baik dalam memberikan informasi dan
gambaran sistem agribisnis sayuran di Kecamatan Pacet. Semoga agribisnis
sayuran, khususnya labu zucchini di Kecamatan Pacet mampu mengangkat
kesejahteraan rakyat.
6. Bapak Santoso selaku pemilik CV. Agro Segar yang bersedia memberikan
informasi mengenai usahatani labu zucchini yang selama ini sudah
dijalankan dan profil mengenai perusahaan. Semoga bisnis labu zucchini
yang dikembangkan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan
masyarakat sekitar khususnya petani melalui pengadaan lapangan
x
7. Petani labu zucchini mitra CV. Agro Segar di Desa Ciherang Kecamatan
Pacet Kabupaten Cianjur Jawa Barat yang telah bersedia menjadi responden
penelitian ini..
8. Kharisma Affan Farisi, Ana Zufrida, dan Yusnizar yang merupakan teman
satu bimbingan penulis yang telah memberikan dukungan dan doa selama
ini. Semoga penelitian yang kami lakukan bisa memberikan manfaat bagi
lingkungan sekitar khususnya bagi pertanian Indonesia.
9. Putri, Venty, Anten, Decy, Octiasari, Meutia, Dinar, Azzy, Agy, Faris, Lika,
Risa, dan Jihan yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan
pada penulis selama proses penyusunan skripsi ini.
10. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman Agribisnis angkatan 44 atas
semangat kekeluargaan selama kuliah di Agribisnis IPB. Serta seluruh
pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya.
Bogor, Juni 2011
xi
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN RESPONDEN ... 38
5.1 Gambaran Umum CV.Agro Segar ... 38
xii
Labu Zucchini Petani Mitra CV. Agro Segar ... 43
5.3.1 Kelompok Tani Agro Segar ... 43
5.3.2 Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Agro Farm ... 44
VI ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI TEKNIS ... 52
6.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier ... 52
6.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 52
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kinerja PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Atas Dasar
Harga Berlaku periode 2003-2006 (miliar Rp) …… 2
2. Perkembangan Luas Panen, Jumlah Produksi, dan Produktivitas Komoditi sayuran Indonesia tahun 2003-2008 .………... 2
3. Keragaan Luas Panen, Jumlah Produksi, dan Produktivitas Komoditi sayuran Jawa Barat tahun 2004-2008... 3
4. Tingkat Permintaan rata-rata Produk Sayuran Eksotis Terhadap Kelompok Tani Agro Segar ……… 5
5. Beberapa Varietas dan Ciri-ciri labu Zucchini ……… 10
6. Distribusi Usia Petani Responden Tahun 2011 ... 39
7. Distribusi Pengalaman Petani responden Tahun 2011 ... 40
8. Distribusi Tingkat Pendidikan Formal Petani responden Tahun 2011 ... 40
9. Distribusi Penyuluhan Petani Responden Tahun 2011 ... 42
10. Distribusi Status Kepemilikan Lahan Petani Responden Tahun 2011 ... 42
11. Distribusi Status Keanggotaan Petani Responden Tahun 2011 ... 43
12. Distribusi Pembibitan Petani Responden 2011 ... 47
13. Distribusi Intensitas Pemupukan Petani responden Tahun 2011 ... 50
14. Distribusi Dosis Pemupukan Petani Responden Tahun 2011 ... 50
15. Distribusi Intensitas Pengobatan Petani Responden Tahun 2011 ... 51
16. Pendugaan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas Sochastic Frontier Labu Zucchini dengan Metode MLE periode Desember 2010 Februari2011 ... 53
17. Ringkasan Statistik Bebas Variabel Model Inefisiensi Teknis ... 58
xiv
19. Pendugaan Parameter Maximum- Likelihood Model
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Hubungan TP, PM, PR, dan Elastisitas Produksi ... 21
2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier ... 25
3. Efisiensi Teknis dan Alokatif ... 27
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Kuisioner ... 69
2. Pola Tanam Petani Responden Tahun 2010 ... 77
3. Hasil Olahan SPSS 11.5 ... 78
4. Hasil Olahan Frontier 4.1 ... 79
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan sistem agribisnis
karena Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam dengan
iklim yang mendukung. Salah satu bukti kekayaan alam Indonesia adalah daratan
dengan luas 19,853 juta hektar yang terbentang dari Sabang sanpai Merauke.
(Badan Pusat Statistik, 2009). Kekayaan sumber daya yang dimiliki hampir tak
terbatas sehingga dapat menghasilkan produk-produk agribisnis yang beragam.
Setiap subsektor agribisnis yang saling mendukung, dari hulu sampai hilir, pun
sangat potensial dikembangkan guna menjaga keberlangsungan pertanian
Indonesia.
Salah satu subsektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan
adalah subsektor hortikultura karena terjadi peningkatan setiap tahunnya ditinjau
dari segi permintaan, prospek permintaan domestik akan produk hortikultura
cenderung meningkat, sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
pendapatan masyarakat serta berkembangnya pusat kota, industri dan pariwisata.
Sementara itu dari segi kualitas permintaan, segmentasi produk hortikultura
menjadi semakin beragam sejalan dengan preferensi konsumen yang semakin
memahami pengetahuan akan gizi, serta berkembangnya sentra pasar dan
perkembangan industri pengolahan produk berbasis hortikultura.1
Dalam jangka panjang diperkirakan permintaan terhadap komoditas
hortikultura dengan laju yang lebih cepat dibandingkan komoditas pangan
lainnya. Hal ini ditunjang dengan adanya peningkatan jumlah penduduk dan dapat
dirangsang oleh beberapa faktor lainnya yaitu, pertimbangan kesehatan konsumsi
pangan yang cenderung bergeser pada bahan pangan non-kolesterol terutama
pada kelompok rumah tangga berpendapatan tinggi atau di negara-negara maju.
Pada Tabel 1 terlihat adanya peningkatan Produk Domestik Bruto
Hortikultura atas dasar harga berlaku dalam tahun 2003-2006. PDB sayuran
1
2 merupakan kedua terbesar setelah PDB buah-buahan. PDB sayuran mengalami
peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 6,34 persen per tahun.
(Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).
Tabel 1. Kinerja PDB Komoditas Hortikultura Indonesia Atas dasar Harga Berlaku periode 2003-2006 (Miliar Rp)
Kelompok Komoditas
PDB per Tahun
2003 2004 2005 2006
Buah-buahan 28.246 30.765 31.694 35.448
Sayuran 20.573 20.749 22.630 24.694
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010
Dilihat dari perkembangan luas panen, jumlah produksi, dan produktifitas
yang selalu positif, agribisnis sayuran mengalami perkembangan yang cukup
pesat. Pada Tabel 2 dapat kita lihat perkembangan dari luas panen, jumlah
produksi, dan produktivitas agribisnis sayuran periode tahun 2003 sampai dengan
tahun 2008.
Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Jumlah Produksi, dan Produktivitas Komoditi Sayuran Indonesia Tahun 2003-2008
Tahun
Luas Panen Produksi Produktivitas
Luas Panen
3 Secara keseluruhan produksi sayuran mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun, walaupun sempat mengalami penurunan pada tahun 2007. Peningkatan
produksi diakibatkan adanya peningkatan areal tanam pada tahun sebelumnya
sehingga hasil tanaman yang diperoleh pun mengalami peningkatan.
Jawa Barat merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki
potensi sumberdaya alam yang sangat besar, terutama potensi sumberdaya di
sektor pertanian.2 Jawa Barat merupakan wilayah yang tepat untuk dijadikan
sentra hortikultura dengan komoditas sayuran karena memiliki kesesuaian lahan
dan iklim.
Tabel 3. Keragaan Luas Panen, Jumlah Produksi dan Produktivitas Sayuran Jawa Barat 2004-2008
Tahun
Luas Panen Produksi Produktivitas
Jumlah
Sumber : Dinas Pertanian Jawa Barat 20093
Namun pada Tabel 3 terilhat adanya perbedaan antara kondisi agribisnis
sayuran Indonesia dengan agribinisnis sayuran di Jawa Barat. Perkembangan luas
lahan, jumlah produksi, dan tingkat produktivitas sayuran untuk propinsi Jawa
Barat cenderung fluktuatif. Hal ini dapat diakibatkan oleh banyak faktor seperti
2
http://sjabar.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=category&layout=bl og&id=47&Itemid=51. (Diakses pada tanggal 10 Januari 2011).
3
4 cuaca maupun tingkat efisiensi produksi petani yang kurang baik. Apabila
dibandingkan laju pertumbuhan produktivitas sayuran rata-rata Indonesia periode
2004-2008 yang hanya sebesar 1,0325%, laju pertumbuhan produktivitas sayuran
di Jawa barat untuk periode 2004-2008 lebih besar yaitu 8,99125%.
Adanya perkembangan dari agribisnis sayuran ini tidak terlepas dari
pelaku-pelaku agribisnis itu sendiri. Adapun untuk sektor pertanian pada Agustus
2010, jumlah pekerja tercatat sebesar 41,49 juta orang. Jumlah itu menjadikan
pertanian sebagai sektor penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di
Indonesia dengan porsi 38,4 % dari total jumlah penduduk bekerja sebesar 108,2
juta orang.4 Saat ini diperlukan berbagai inovasi dalam mengembangkan pertanian
khususnya sayuran, salah satunya adalah dengan memilih produk yang memiliki
nilai jual yang tinggi. Namun dalam pengembangan suatu bisnis dengan produk
baru dibutuhkan sumberdaya dan teknologi yang mendukung.
Salah satu produk yang saat ini yang menjadi trend baru dalam bisnis
sayuran adalah sayuran Jepang dan Korea. Peluang pasar untuk sayuran Jepang
dan Korea masih terbuka lebar seiring dengan bermunculan restaurant Jepang dan
Korea. Di Indonesia ada sekitar 55 restaurant Jepang yang dapat dijadikan pasar
potensial. Pada kenyataannya tidak banyak petani yang menanam sayuran Jepang
dan Korea tersebut karena masalah input-input dalam produksinya yang tergolong
relatif mahal dan teknologi pendukung yang dimiliki oleh petani masih terbatas.
Sebagian besar petani Indonesia merupakan buruh tani yang memiliki tingkat
pendidikan formal yang rendah bahkan tidak menyelesaikan pendidikan dasar.
Rendahnya tingkat pendidikan berdampak pada kemampuan petani dalam
mengelola usahataninya menjadi tidak berkembang dengan baik.5
Oleh karena itu diperlukan adanya kerjasama antara pihak yang mampu
menyediakan input-input faktor produksi dan memiliki teknologi budidaya
sayuran Jepang Korea untuk ditransfer kepada petani. CV Agro Segar merupakan
4
http://www.mediaindonesia.com/read/2010/12/12/185331/4/2/Jumlah-Pekerja-di-Sektor-Pertanian-terus-Menurun. (Diakses pada tanggal 11 Januari 2011).
5
Sugindo, Ibraham. 2010. Sumber Daya manusia Pertanian.
5 salah satu perusahaan yang merupakan produsen komoditi sayuran Jepang dan
Korea untuk beberapa kota besar dan menjadi salah satu percontohan untuk
agroindustri di Kabupaten Cianjur. Bapak Santoso yang merupakan pemilik CV.
Agro Segar sudah bisa menangkap peluang pasar yang baik dengan
mengembangkan komoditas sayuran Korea dan Jepang yang belum banyak
ditanam di Indonesia dan sangat potensial untuk dikembangkan, seperti horenso,
labu zucchini, altari, dan lain-lain.
Permintaan pasar terhadap produk sayuran Korea dan Jepang yang
bervariasi dan memiliki tingkat permintaan yang berbeda-beda mengharuskan
petani untuk selalu berinovasi agar mampu memenuhi spesifikasi kebutuhan dan
permintaan konsumen dan pasar. Berikut adalah data tingkat permintaan rata-rata
per bulan untuk sayuran Jepang dan Korea terhadap CV Agro Segar.
Tabel 4. Tingkat Permintaan Rata-rata Produk Sayuran Jepang dan Korea Terhadap CV Agro Segar
Komoditi Jumlah Rata-rata permintaan perbulan (kg)
Altari 600
Kacang Edamame 300
Pakchoy 450
Terung Korea 450
Youlmu Lokal 600
Youlmu Korea 1200
Sumber : Database CV Agro Segar (2010).
Komoditi yang akan diteilti adalah salah satu dari sayuran Jepang dan
Korea yang dikembangkan oleh CV Agro Segar, yaitu labu zucchini. Menurut
data pada Tabel 4, labu zucchini merupakan produk sayuran Jepang dan Korea
yang memiliki tingkat permintaan terbesar dibandingkan sayuran Jepang dan
Korea lainnya yang dikembangkan oleh CV Agro Segar. Selain itu masih sedikit
6 mengembangkan budidaya labu zucchini yaitu Cikole lembang, Cipanas, dan
Cianjur. Permintaan akan labu zucchini dari pasar swalayan, restoran, dan hotel
mencapai puluhan ton per hari.6
1.2. Perumusan Masalah
CV. Agro Segar merupakan salah satu perusahaan yang mengembangkan
sayuran Jepang dan Korea sebagai komoditi unggulannya. Seperti kita ketahui
sayuran Jepang memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan di
Indonesia karena sudah banyak sekali restaurant Korea dan Jepang maupun pasar
modern yang menjual sayuran Jepang dan Korea. Salah satu produk sayuran
Jepang yang dikembangkan CV. Agro Segar dengan tingkat permintaan tertinggi
adalah labu zucchini. Dalam hal pengadaan pasokan pihak CV. Agro Segar
melakukan kerja sama dengan petani labu zucchini di sekitar tempat usaha.
Kerjasama yang terjalin antara petani dengan pihak CV Agro Segar
merupakan salah satu bentuk kepedulian perusahaan untuk memberdayakan
petani di sekitar tempat usaha. Pihak perusahaan memberikan alternatif produk
yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan produk hortikultura
lainnya. Dikarenakan proses budidaya yang belum diketahui oleh petani sayuran
secara umum, maka pihak perusahaan mentransfer teknologi kepada para petani
mitra melalui kegiatan penyuluhan. Namun kegiatan penyuluhan ini hanya untuk
petani mitra yang merupakan anggota kelompok tani Agro Segar yang merupakan
kelompok tani binaan CV. Agro Segar. Petani mitra yang bukan anggota
kelompok tani Agro Segar mengadopsi teknik budidaya labu zucchini dari petani
mitra anggota kelompok tani Agro Segar.
Pada kenyatannya penerapan teknik budidaya labu zucchini antar petani
tidak sama karena perilaku dan keterampilan dari setiap petani mitra yang
berbeda-beda. Kemampuan dari setiap petani dengan karakteristik yang beragam
dalam pengaplikasian teknologi pun menjadi faktor yang dapat mempengaruhi
tingkat produksi labu zucchini.
6
7 Adanya perbedaan perlakuan petani ini dikarenakan adanya perbedaan
keputusan dari setiap petani dalam mengalokasikan setiap faktor-faktor
produksinya (korbanan produksi). Petani belum mengetahui kombinasi yang tepat
dari faktor-faktor produksi tersebut agar dapat menghasilkan jumlah output yang
optimal karena para petani labu zucchini yang bekerja sama dengan CV. Agro
Segar ini hanya mengaplikasikan teknologi yang ditransfer oleh pihak CV. Agro
Segar sesuai dengan kemampuan mereka sehingga petani dan pihak perusahaan
belum mengetahui tingkat efisiensi dari pengalokasian input-input produksi
tersebut. Faktor-faktor produksi tersebut sangat menentukan keberhasilan suatu
usahatani. Produksi yang optimal dapat dicapai apabila pelaku usahatani dapat
menggunakan input-input produksi dengan kombinasi yang tepat sehingga secara
teknis usahatani labu zucchini yang dijalankan oleh petani mitra tersebut dapat
dikatakan sudah efisien.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani mitra CV. Agro Segar,
permasalahan yang biasa ditemui saat mengembangkan usahatani labu zucchini
tidak terlalu berpengaruh karena pihak perusahaan tidak melakukan ekspansi
pasar sehingga tingkat permintaan dibatasi dan cenderung stabil. Namun kondisi
ini membuat petani dan pihak perusahaan tidak mengetahui tingkat efisiensi dari
usahatani labu zucchini yang dijalankan selama ini. Efisiensi teknis usahatani
yang dijalankan dapat digunakan sebagai pertimbangan pengambilan keputusan
pengkombinasian input usahatani yang optimal dan kebijakan CV. Agro Segar
pada masa yang akan datang.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahannya
adalah :
1. Apakah usahatani labu zucchini yang dijalankan oleh petani yang bekerja
sama dengan pihak CV. Agro Segar sudah efisien dilihat dari teknis
produksinya?
2. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat produksi dan
menyebabkan inefisiensi teknis dari usaha budidaya zucchini yang
dijalankan petani labu zucchini yang bermitra dengan CV. Agro Segar?
8
3. Bagaimana fungsi produksi stochastic frontier dari usahatani labu zucchini
yang dijalankan oleh petanilabu zucchiniyang bermitra dengan CV. Agro
Segar?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui tingkat efisiensi teknis petani labu zucchini yang bekerja sama
dengan CV. Agro Segar.
2. Menduga dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
produksi dan inefisiensi dari usaha budidaya zucchini yang dijalankan
petani labu zucchini yang bermitra dengan CV. Agro Segar.
3. Menganalisis fungsi produksi stochastic frontier usahatani labu zucchini
yang dijalankan oleh petani labu zucchini yang bermitra dengan CV. Agro
Segar.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi petani labu zucchini maupun pihak CV.
Agro Segar dalam mengambil keputusan pada usaha budidaya zucchini
guna meningkatkan efisiensi teknis sehingga mampu meningkatkan
produktivitas dari usaha budidaya zucchini.
2. Sebagai referensi bagi institusi terkait dalam mengambil keputusan yang
berkaitan dengan efisiensi teknis usahatani labu zucchini.
3. Memberikan tambahan informasi bagi pembaca mengenai efisiensi
produksi usahatani labu zucchini.
4. Sebagai sarana pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan
ilmu dan penelitian.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan ruang lingkup perusahaan yaitu CV.Agro
Segar dengan labu zucchini sebagai komoditi yang akan diteliti. Petani yang
dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani labu zucchini yang bekerja
9 teknis petani labu zucchini yang bekerja sama dengan pihak CV. Agro Segar.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi Cobb-
II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Gambaran Umum Labu Zucchini
Zucchini (Curcubita pepo L) tergolong ke dalam keluarga labu namun
bentuknya sepintas serupa dengan mentimun. Sayuran yang terkenal dengan
“Summer Squash” ini memiliki permukaan halus, berwarna hijau atau
kuning,bahkan ada yang bergaris ataupun berbintik. Tanaman zucchini tumbuh
tegak seperti tanaman labu pada umumnya.
Tanaman yang memiliki tinggi antara 25 sampai 40 cm ini memiliki
tangkai daun panjang, berbentuk hampir silindris dengan pangkal membesar, dan
helai daun bulat yang menjari. Bunga labu zucchini yang berwarna kuning keluar
dari daerah antara batang utama dengan tangkai daun.
Labu zucchini ini mengandung vitamin C, mangan, magnesium, vitamin
A, kalium, kalsium, besi, folat, tembaga, riboflavin, niasin, dan fosfor. Dalam 100
gram labu zucchini terkandung 1,6 gram serat; protein 0,9 gram; lemak 0,3 gram,
karbohidrat 4,3 gram; dan kalori sebanyak 20 kalori. Labu zucchini sangat baik
dikonsumsi ketika menjalani program diet karena labu zucchini rendah kalori dan
lemak. Serat yang terkandung dalam labu zucchini mampu mengikat zat
karsinogen yang dapat menyebabkan penyakit kanker di dalam tubuh.
Tabel 5. Beberapa Varietas dan Ciri-ciri Labu Zucchini
Varietas Bentuk Kanopi Ukuran
Buah (cm)
Warna Buah Bentuk
Buah
Vignet F1 Menutup kompak 12-16 Hijau bertotol Lonjong
pendek
Grey zucchini Sedikit membuka 14-18 Hijau abu-abu
lurik
Sedikit lonjong
Starr’s green Sedikit membuka 16-22 Hijau menarik Silinder
Black jack F1 Sedikit membuka 18-24 Hijau gelap Silinder
panjang Golden
zucchini
Sedikit membuka 16-22 Kuning emas Langsing
TS 105 f1 Sedikit membuka 14-18 Hijau terang Lonjong
Tender finger Sedikit membuka 16-20 Hijau terang Lonjong
Jemmy Sedikit membuka 16-22 Kuning
mengilap
Langsing
11 Terdapat beberapa varietas dari labu zucchini dan kebanyakan merupakan
hasil perkawinan silang. Varietas yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia
adalah tender finger dan jemmy.
Teknis penanaman dan pembibitan sama dengan sayuran semusim seperti
mentimun. Pertumbuhan labu zucchini sangat cepat sehingga dapat dipanen
dengan cepat hasilnya. Pada kegiatan budidaya labu zucchini yang terpenting
adalah pengolahan tanah, pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan.
Labu zucchini merupakan salah satu jenis sayuran baru di Indonesia yang
sangat potensial untuk dikembangkan karena belum banyak petani yang
mengembangkan labu zucchini, hanya di beberapa daerah saja seperti Cikole,
Cipanas, dan Cianjur. Pada awalnya labu zucchini ini hanya ditanam di daerah
subtropis, namun setelah adanya berbagai inovasi labu zucchini bisa
dikembangkan di daerah beriklim tropis salah satunya Indonesia, dengan kualitas
produk yang lebih baik. Selain dapat dikonsumsi dalam masakan segar, labu
zucchini dapat dijadikan asinan yang dikemas dalam kemasan kalengan atau
botol. Hal ini merupakan peluang baru di bisnis makanan olahan yang
dikembangkan secara agroindustri.
2. 2. Tinjauan Empiris Labu Zucchini
Labu zucchini belum banyak diteliti dari berbagai disiplin ilmu, namun
penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani zucchini secara khusus belum
pernah dilakukan. Berikut adalah penelitian mengenai analisis usahatani labu
zucchini.
Totok (2004) meneliti mengenai usahatani labu zucchini dengan studi
kasus di Desa Nongko Sewu Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang.
Perhitungan efisiensi yang diperoleh dari penelitian ini yaitu 1,65 yang
menunjukkan bahwa segi efisiensi labu zucchini di Desa Nongko sewu kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang efisien.
Dengan menggunakan uji t, maka diperoleh hasil t hitung 14,50 yang
lebih besar dari tabel t tabel sebesar 1,75. Dari hasil perhitungan dapat
disimpulkan bahwa usahatani labu zucchini di Desa Nongko Sewu kecamatan
12 yang sesuai, pengalaman para petani dalam menanam labu zucchini, solidaritas
yang tinggi dalam pengambilalihan usahatani, pola pemanenean yg bergilir guna
memperoleh hasil yang maksimal, serta permintaan akan labu zucchini yang baik
sehingga usahatani labu zucchini ini dapat meningkatkan pendapatan dan
produksi.
2. 3 Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Cobb Douglass
Fungsi produksi merupakan bentuk hubungan antara input dan output
produksi. Faktor produksi merupakan input yang dibutuhkan dalam kegiatan
produksi tersbut yang terdiri dari tanah, modal, tenaga kerja, manajemen, iklim,
dan faktor sosial ekonomi produsen (Septiana, 2005). Berikut ini adalah beberapa
penelitian yang meneliti faktor-faktor produksi.
Suciaty (2004) melakukan penelitian untuk mengetahui efisiensi
penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani bawang merah. penelitian
dilakukan di Desa Pabuaran Lor Kecamatan Ciledug Kabupaten Cirebon.
Faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap usahatani bawang merah ini adalah
lahan (X1), bibit (X2), pestisida (X3), tenaga kerja (X4), dan pupuk buatan (X5).
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan model fungsi Cobb-
Douglas. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa lahan merupakan faktor
produksi paling berpengaruh dalam tingkat produksi pada usahatani bawang
merah karena memiliki koefisien terbesar dibandingkan faktor-faktor produksi
yang lain. Koefisien determinasi (R2) sebesar 99,3 persen. Diperoleh nila F
sebesar 1.303,127 dengan signifikasi sebesar 0,000 berarti seluruh faktor produksi
berpengaruh terhadap tingkat produksi yang dicapai. Besar pemakaian faktor
produksi yang efisien adalah 5,2 ha untuk lahan, 259 kg/ha untuk bibit, 495 kg/ha
untuk pupuk buatan, 16,5 liter/ha untuk pestisida, dan 56 HKSP/ha untuk tenaga
kerja sehingga petani akan memperoleh produksi yang optimum. Pergerakan
usahatani yang dijalankan di daerah penelitian berada pada skala usahatani yan g
menguntungkan dengan jumlah koefisien regresi sebesar 1,903.
Hutauruk (2008) mengenai analisis efisiensi padi benih bersubsidi di
Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang Jawa Barat menggunakan
13 penelitian, faktor-faktor yang berpengaruh dalam musim tanam dengan
menggunakan benih sendiri adalah lahan, benih/lahan, pupuk KCL/lahan, pupuk
NPK/lahan, tenaga kerja luar keluarga/lahan dan tenaga kerja dalam
keluarga/lahan sedangkan musim tanam dengan benih bantuan pemerintah adalah
lahan, pupuk KCL/lahan dan tenaga kerja luar keluarga/lahan.
Wijayanti (2008) meneliti mengenai analisis pendapatan dan efisiensi
faktor produksi usahatani benih mentimun lokal pada program kemitraan dengan
PT. East West Seed Indonesia dengan studi kasus di Kecamatan Sukowono
Kabupatem Jember Musim Tanam 2005. Metode penelitian yang digunakan
adalah deskriptif dan korelasional. Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis pendapatan, analisis fungsi produksi cobb-douglas, dan analisis efisiensi
penggunaan input.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan usahatani mentimun
lokal berada dalam kondisi yang menguntungkan. Faktor-faktor produksi yang
berpengaruh nyata secara fisik terhadap usahatani benih mentimun lokal ini
adalah pupuk KCl, pupuk lain, obat-obatan, dan tenaga kerja. Sedangkan
faktor-faktor produksi yang tidak berpengaruh nyata secara fisik terhadap produksi
benih mentimun lokal adalah luas lahan, pupuk SP36, pupuk Za, dan benih.
Apabila dilihat dari segi efisiensi ekonomis, faktor produksi pupuk SP36, pupuk
Za, obat-obatan, dan tenaga kerja ekonomis belum efisien. Sedangkan faktor
produksi luas lahan, pupuk KCl, dan pupuk lain secara ekonomis tidak efisien.
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya, faktor-faktor yang diduga
berpengaruh pada tingkat produksi labu zucchini pada penelitian ini adalah luas
lahan (ha), lebar bedeng (m), jumlah benih (kg), jumlah pupuk kandang (kg),
jumlah pupuk kimia (kg), jumlah obat cair (liter), dan tenaga kerja (HOK).
2. 4 Tinjauan Empiris Efisiensi Teknis
Sampai saat ini penulis belum menemukan pen eltian yang secara spesifik
menganalisis tentang efisiensi teknis labu zucchini, namun ada beberapa
penelitian yang melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi produksi dengan
14 Sukiyono (2004) melakukan penelitian mengenai analisa fungsi produksi
dan efisiensi teknis dengan aplikasi fungsi produksi frontier pada usahatani cabai
. lokasi penelitian di Kecamatan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong.
Berdasarkan hasil perhitungan produksi stochastic frontier dengan
menggunakan metode MaksimumLikelihood (MLE) yang diestimasi
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Parameter fungsi yang
berpengaruh nyata dan positif terhadap jumlah produksi adalah benih, pupuk
TSP, dan pupuk kandang. Variabel Urea, KCl, dan pestisida tidak berpengaruh
nyata terhadap produksi. Variabel tenaga kerja berpengaruh nyata namun
berpengaruh negative terhadap jumlah produksi. Hasil uji hipotesa dengan
menggunakan Likelihood Ratio Test usahatani cabai di lokasi penelitian sebesar
29,2859 yang lebih besar dibandingkan dengan X21 (3,84146) dapat disimpulkan
bahwa tidak ada bukti usahatani cabai yang dilakukan oleh petani di Kecamatan
Selupu Rejang adalah 100 persen efisien. Tingkat efisiensi yang dicapai oleh
petani cukup bervariasi dari Sembilan persen sampai dengan sembilan puluh
sembilan persen. Rata-rata tingkat efisiensi teknis di tingkat petani responden
adalah enam puluh dua persen.
Maryono (2008) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi dan
pendapatan usahatani program benih bersertifikat dengan pendekatan stochastic
production frontier. Lokasi penelitian di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari,
Kabupaten Karawang.
Berdasarkan hasil perhitungan produksi stochastic frontier dengan metode
MLE, pada masa tanam I diperoleh faktor-faktor produksi urea, dan tenaga kerja
bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Koefisien jumlah benih
bernilai negatif serta memiliki pengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan pada
masa tanam II, urea, obat-obatan, dan tenaga kerja bernilai positif dan
berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya koefisien jumlah benih TSP
bernilai negatif serta berpengaruh nyata terhadap produksi.
Pada masa tanam II terjadi penurunan tingkat efisiensi teknis petani
responden dengan angka rata-rata tingkat efisiensi teknis pada masa tanam I
sebesar 0,966 dengan nilai terendah 0,805 dan nilai tertinggi adalah 0,994. Pada
15 tertinggi 0,990. Artinya dengan adanya program benih bersertifikat ini justru
menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,935 persen. Berdasarkan uji
statistik berbeda nyata (signifikan ) pada selang kepercayaan 99 persen.
Hasil pendugaan efisiensi teknis menunjukkan pada masa tanam I variabel
yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi teknis adalah dummy bahan organic
dan dummy bahan legowo. Pada masa tanam II faktor-faktor yang nyata
berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi petani
responden adalah pengalaman, pendidikan dan rasio urea TSP.
Biaya total yang dikeluarkan oleh petani setelah program lebih besar
dibandingkan biaya sebelum program, yaitu Rp 2.271.919,71 sebelum program
dan RP 2.536.338,32 setelah program. Namun pada masa tanam II petani lebih
hemat dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Pendapatan nominal atas biaya
tunai sebelum program adalah Rp 10.840.285,08 dan setelah program Rp
13.830.289,43.sedangkan pendapatan atas biaya total sebelum program Rp
5.275.576,64 dan setelah program sebesar RP 7.653.601,38. Pendapatan riil atas
biaya tunai masa tanam II lebih rendah dibandingkan masa tanam I, yaitu Rp
10.334.768,46 pada musim tanam II, sedangkan pada masa tanam I Rp
10.840.285,08. Pendapatan riil atas biaya total masa tanam II lebih kecil
dibandingkan masa tanam I yaitu Rp 4.800.566,74 pada masa tanam II dan Rp
5.275.576,64 pada masa tanam I. artinya peningkatan pendapatn terjadi karena
adanya peningkatan harga, bukan karena adanya peningkatan produktivitas. R/C
rasio atas biaya tunai sebelum program sebesar 4,97 sedangkan setelah program
nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai riilnya sebesar 5,74. R/C atas biaya total
setelah program secara nominal mengalami peningkatan dibandingkan dengan
sebelum program, namun secara riil mengalami penurunan, yaitu R/C atas biaya
total sebelum program sebesar 1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya
sebesar 1,91 dan nilai riilnya sebesar 1,62.
Podesta (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh penggunaan
benih bersertifikat terhadap efisiensi dan pandapatan usahatani padi pandan wangi
di Kabupaten Cianjur menggunakan pendekatan Cobb-Douglas Stochastic
16 benih bersertifikat faktor produksi yang berpengaruh hanya pupuk P, sedangkan
pada usahatani non sertifikat hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh nyata.
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis
petani pandan wangi benih sertifikat adalah 0,96 sedangkan petani pandan wangi
benih non sertifikat adalah 0,71 dengan frekuensi tersebar. Berdasarkan hasil
penelitiannya ternyata hanya faktor dummy pendidikan non formal saja yang
berpengaruh nyata bagi usahatani padi pandan wangi benih non sertifikat dan
tidak ada faktor yang nyata berpengaruh bagi usahatani padi pandan wangi benih
bersertifikat. Hasil analisis pendapatan usahatani beras pandan wangi di
Kabupaten Cianjur menunjukan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total
usahatani padi pandan wangi baik benih sertifikat maupun non sertifikat pada
musim tanam II mengalami peningkatan jika dibandingkan pada saat musim
tanam I. Bahkan nilai R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi pandan wangi
benih non sertifikat musim tanam II lebih besar dibandingkan R/C rasio yang lain
yakni sebesar 7,54. Hal ini dikarenakan komponen biaya tunai terbesar berasal
dari biaya benih dan benih yang digunakan merupakan benih non sertifikat
sehingga harganya lebih murah dibandingkan benih sertifikat. Hal ini
mengakibatkan petani lebih memilih benih non sertifikat dibandingkan benih
sertifikat.
Tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan antara penelitian analisis
efisiensi teknis yang telah dijabarkan sebelumnya dengan penelitian analisis
efisiensi teknis usahatani labu zucchini dengan studi kasus petani mitra CV. Agro
Segar Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3. 1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Ruang Lingkup Usahatani
Menurut Mubyarto (1979) usahatani merupakan himpunan sumberdaya
alam yang terdapat di suatu tempat yang diperlukan untuk produksi pertanian,
seperti tanah, air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan atas tanah itu. Dalam
Suratiyah (2008) ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang
perilaku seseorang dalam mengusahakan dan mengkoordinasikan penggunaan
faktor-faktor produksi dengan seefektif dan seefisien mungkin guna mendapatkan
manfaat yang maksimal yang akan berpengaruh pada tingkat pendapatan petani
yang akan maksimal juga. Berikut adalah beberapa definisi usahatani menurut
beberapa pakar.
Menurut Vink (1984) ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
norma-norma yang digunakan untuk mengatur usahatani dengan tujuan untuk
memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya. Menurut Prawirokusumo (1990)
ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang mempelajari cara menggunakan
sumberdaya seefisien mungkin pada suatu usaha pertanian, peternakan, atau
perikanan. Selain itu, dengan adanya ilmu usahatani membantu para petani untuk
membuat dan melaksanakan keputusan pada usahatani yang dijalankan guna
mendapatkan pendapatan yang maksimal.
Dari berbagai definisi yang dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa dengan produksi pertanian yang berlebih maka diharapkan memperoleh
pendapatan tinggi. Namun produksi pertanian tersebut harus diawali dengan
perencanaan dan untuk mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi
seefisien mungkin sehingga dapat memperoleh pendapatan yang maksimal. Dalam
usahatani terdapat pertimbangan, baik dari segi ekonomis maupun teknis.
3.1.2. Faktor Produksi
Menurut Moehar (2004) kegiatan produksi dalam usaha pertanian melalui
proses yang berisiko dan membutuhkan waktu yang panjang tergantung pada
18 apabila semua faktor-faktor produksi yang mendukung kegiatan produksi tersebut
sudah terpenuhi.
Ada empat faktor produksi pada proses produksi pertanian, yaitu lahan
pertanian, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Ketiga faktor awal merupakan
syarat mutlak pada suatu kegiatan produksi. Faktor manajemen keberadaannya
tidak dapat menyebabkan suatu kegiatan produksi akan batal ataupun gagal,
namun faktor ini sangat diperlukan untuk usaha tani yang maju dan berorientasi
pasar. Keempat faktor tersebut belum cukup untuk menjelaskan suatu kegiatan
produksi. Oleh karena itu dibutuhkan faktor-faktor sosial ekonomi lainnya seperti,
tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, dan lain-lain.
Dalam Soekartawi (1990) terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai
keempat faktor produksi yang telah disebutkan sebelumnya sebagai berikut.
1. Lahan
Lahan merupakan faktor yang terdiri dari beberapa faktor alam lainnya
seperti udara, air, temperatur, sinar matahari, dan lainnya. Hal-hal yang
harus diperhatikan untuk faktor lahan ini adalahn ukuran luas lahan dan
ukuran nilai tanah. Ada beberapa ukuran luas lahan misalnya ru, bata,
jengkal, patok, dan bahu. Semua ukuran tersebut harus dimengerti oleh
peneliti karena akan ditrensformasikan ke dalam hektar. Nilai dari suatu
lahan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tingkat kesuburan tanah,
lokasi lahan, topografi, status lahan, dan faktor lingkungan.
2. Tenaga Kerja
Faktor tenaga kerja tidak hanya dilihat dari ketersediannya, namun dari
kualitas dan macam tenaga kerja itu sendiri. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dari tenaga kerja yaitu jenis kelamin, tenaga kerja musiman,
dan upah tenaga kerja.
3. Modal
Dalam produksi pertanian modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu
modal tetap dan modal variabel. Modal tetap merupakan modal yang
dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses
produksi, meliputi tanah, bangunan, dan mesin-mesin. Modal variabel
19 dalam satu kali proses produksi, misalnya biaya yang dikeluarkan untuk
membeli benih, pupuk, obat-obatan, atau yang dibayarkan untuk
pembayaran tenaga kerja. Besar kecilnya modal dalam usaha pertanian
tergantung pada skala usaha, macam komoditas, dan ketersediaan kredit,
4. Manajemen
Faktor manajemen menjadi sangat penting dalam usahatani modern karena
diperlukan kemampuan untuk merencanakan, mengorganisasi,
melaksanakan, dan mengevaluasi dari suatu proses produksi. Beberapa
aspek yang mempengaruhi faktor manajemen yaitu tingkat pendidikan,
tingkat keterampilan, skala usaha, besar kecilnya kredit, dan macam
komoditas. Setiap petani melakukan manajemen produksi dari hulu ke
hilir guna mengontrol penggunaan faktor-faktor produksi sehingga
memperoleh hasil yang optimal.
3.1.3. Teori Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan gambaran jumlah masukan yang dipakai,
sehingga dapat diperkirakan berapa produksi yang akan dihasilkan. Masukan
(input-input produksi) yang dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi seperti
tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya.
Menurut Soekartawi (1986) , fungsi produksi merupakan hubungan fisik
antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal,
iklim, dan sebagainya merupakan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi
jumlah output. Dapat dimisalkan Y merupakan produksi dan Xi adalah masukan
i, maka besar kecilnya Y tergantung dari besarnya X1, X2, X3,…Xm yang
digunakan. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, …… , Xm) (3.1)
Keterangan :
Y = Hasil produksi/output
X1,X2,…,Xm = Faktor produksi/input
Ada beberapa macamfungsi produksi yang telah dikenal dan dipergunakan
20 Menurut Soekartawi (1986) terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam
menentukkan bentuk aljabar fungsi produksi, yaitu :
1. Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan
usahatani sebenarnya.
2. Bentuk fungsi produksi yang dugunakan mudah diukur atau dihitung secara
statistik.
3. Fungsi produksi mudah diartikan secara ekonomi dari parameter yang
menyusun fungsi produksi tersebut.
Menurut Soekartawi (1990) ada dua pendekatan dalam ilmu ekonomi, yaitu
memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Pendekatan ini
dibedakan pada behavior dari petani itu sendiri. Berdasarkan Suratiyah (2002)
hubungan antara satu output dan satu input dalam satu fungsi produksi dapat
menggambarkan pula produk marginal (PM) dan produk rata-rata (AP). Produk
marjinal (PM) adalah tambahan output yang diperoleh akibat adanya tambahan
satu satuan input produksi. Produk rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas dari
setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dirumuskan sebagai berikut :
(3.2)
(3.3)
Perubahan dari hasil produksi yang disebabkan oleh faktor produksi dapat
dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) merupakan
perbandingan perubahan output produksi dan perubahan input secara relatif.
Besarnya elastisitas bergantung pada besar kecilnya marginal produk suatu input.
Elastisitas dapat dirumuskan sebagai berikut:
(3.4)
Fungsi produksi terbagi menjadi tiga daerah yaitu daerah I (Stage I) di
sebelah kiri titik PR maksimum, daerah II (Stage II) di antara PR maksimum dan
PM=0, dan daerah III (Stage III) di sebelah kanan PM = 0 (PM > 0). Daerah I dan
daerah III merupakan daerah tidak rasional. Elastisitas produksi pada saat PM
21 PM berpotongan dengan garis PR pada titik maksimum. Di saat kondisi PM > PR
besarnya elastisitas produksi kurang dari satu (Ep < 1), sedangkan disaat PM < PR
besar elastisitas produksi melebihi satu (Ep > 1).
Gambar 1. Hubungan antara TP, PM, PR, dan elastisitas produksi
Sumber : Soekartawi 2002
Berdasarkan Nugraha (2010) hubungan total produksi (TP), produk
marginal (PM), produk rata-rata (PR), dan elastisitas dapat digambarkan dalam
kurva pada Gambar 1. Hubungan antara PM dan TP yang terlihat pada Gambar 1
bahwa apabila TP dalam keadaan naik maka PM akan bernilai positif sedangkan
apabila TP sudah mulai menurun maka nilai PM menjadi menurun. Bila TP
mencapai maksimum maka nilai PM sama dengan nol. Di saat TP naik pada tahap
increasing rate, maka PM bertambah pada decreasing rate. Apabila PM sama
dengan PR, maka PR dalam keadaan maksimum. Pada kondisi Ep > 1 produksi
Y Stage I Stage II Stage III
0 X
TP
PR
PM Y
X
X1 Ep=1 X3
22 tidak efisien dan tidak rasional karena pada saat TP mulai menurun dan klurva PM
sudah negatif. Pada tahap ini dengan adanya pengurangan faktor produksi akan
menyebabkan jumlah output menjadi lebih tinggi.
Tahap II dimana 0 < Ep <1 produksi termasuk rasional dan efisien. Namun
pada kondisi ini hanya diketahui efisiensi fisik saja dan untuk mengetahui
efisiensi ekonomi perlu diketahui harga faktor produksi maupun input produksi
dan dimasukkan ke dalam fungsi produksi.
3.1.4. Fungsi Cobb- Douglas
Fungsi produksi yang umum dipakai adalah fungsi Cobb- Douglas yang
melibatkan dua atau lebih variabel, yaitu variabel dependen yang dijelaskan (Y)
dan variabel independen yang menjelaskan (X). Kaidah –kaidah pada regresi
berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas. Fungsi Cobb-Douglas dapat
dirumuskan sebagai berikut :
(3.5)
Keterangan :
Y = f(X1, X2,..., Xi,..., Xn),
Y = variabel yang dijelaskan,
X = variabel yang menjelaskan,
a, b = besaran yang akan diduga,
u = kesalahan (disturbance term), dan
e = logaritma natural, e = 2,718
Untuk memudahkan pendugaan tersebut maka persamaan di atas dapat
dirubah menjadi bentuk linier berganda dengan melogaritmakan persamaan
seperti berikut :
Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + v ; (3. 6)
Berdasarkan Soekartawi (2002) beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
sebelum peneliti menggunakan fungsi Cobb-Douglas, yaitu :
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol
23
b. Diperlukan asumsi dalam fungsi produksi bahwa tidak ada perbedaan
teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective
technologies). Tiap variabel X adalah perfect competition.
c. Perbedaan lokasi (pada fungsi tersebut) seperti iklim adalah sudah
tercakup pada faktor kesalahan, u.
3.1.5. Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Berdasarkan Soekartawi (2003) fungsi produksi frontier adalah fungsi
produksi yang digunakan untuk mengukur suatu fungsi produksi yang sebenarnya
terhadap posisi frontiernya. Fungsi produksi frontier merupakan hubungan fisik
faktor produksi dan produksi pada frontier yang terletak pada garis isokuan yang
merupakan garis tempat titik-titik yang menunjukkan titik kombinasi penggunaan
masukan produksi yang optimal.
Berdasarkan konsep stochastic frontiers, nilai variabel X dan Y
berubah-ubah karena adanya faktor lain yang mempengaruhi. Secara matematis konsep
tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.
Y = f(X) exp (v-u) (3. 7)
Stochastic production frontier digambarkan dengan f(X) exp (v-u).
Menurut Forsund(1980) dalam Soekartawi (1994), v harus menyebar mengikuti
sebaran yang simetrik sehingga dapat mengetahui kesalahan (error) dan variabel
lainnya yang mempengaruhi nilai X dan nilai Y. Nilai technical in-efficiency
ditunjukkan oleh exp (u) dimana u > 0.
Dalam Soekartawi (1990), fungsi produksi frontier diperkenalkan pertama
kali oleh Farrell (1957) mengajukan pengukuran efisiensi, yaitu efisiensi teknis
dan efisiensi alokatif. Efisiensi teknis menggambarkan kemampuan perusahaan
untuk mendapatkan output maksimum dari kombinasi input yang tersedia.
Sedangkan efisiensi alokatif menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
menggunakan input dalam proporsi yang optimal yang sesuai dengan harga dari
masing-masing input produksi. Gabungan dari kedua efisiensi ini merupakan
efisien ekonomi. Adanya pengukuran efisiensi ini untuk mengetahui tingkat
24 Para peneliti mengembangkan dan menggunakan teknik-teknik dasar dari
fungsi produksi Cobb-Douglas yaitu deterministic parametric frontiers,
deterministic stastical frontiers, dan stochastic frontiers.
Fungsi produksi frontier stochastic yang secara independent dirintis oleh
Aigner, Lovell dan Shcmidt (1977) merupakan fungsi produksi yang dispesifikasi
untuk data silang (cross-sectional data) dengan error term yang memiliki dua
komponen, yaitu random effects dan inefisiensi teknis. Model fungsi produksi ini
dapat dirumuskan sebagai berikut.
i
Yi = produksi (logaritma dari produksi) dari perusahaan ke –i,
Xi = vektor kx1 dari (transformasi) jumlah output perusahaan ke-i,
= vektor dari parameter yang tidak diketahui,
Vi = variabel random yang diasumsikan iid(identically distributed),
Ui = variabel non negatif random yang diasumsikan disebabkan oleh
inefisiensi , N(0, U2).
Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi
produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak
(stochastic) yaitu nilai harapan dari xi +vi atau exp (xi +vi). Output dari
stochastic frontier bisa bernilai positif ataupun negatif. Pada Gambar 4 dapat
digambarkan struktur dasar dari model stochastic frontier dengan sumbu x
mewakili input sedangkan sumbu y mewakili output. Komponen deterministic
dari model frontier , Y=exp (xi ), dengan asumsi berlakunya hukum diminishing
return to scale.
Pada Gambar 2 terdapat dua petani yaitu petani i dan j, pada petani i
dengan jumlah input yang digunakan sebesar xi dapat mengasilkan yi output
stochastic frontier melampaui fungsi produksi f (xi; ). Kondisi terjadi karena
kegiatan produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana
variabel vi bernilai positif. Sedangkan petani j menggunakan input xj dan
menghasilkan output sebesar yj yang berada di bawah fungsi produksi karena
kegiatan produksi dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dengan vj
25
dibandingkan dengan deternministik dari frontiernya apabila random error yang
sesuai lebih besar dari efek inefesiensinya (vj>uj).
Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Sumber : Coelli, Rao, Battase (1998)
Konsep fungsi produksi ini telah digunakan sebagai aplikasi empiris,
namun saat ini telah diperluas dalam berbagai cara yang mencangkup asumsi
distribusi umum untuk Ui, seperti truncated normal distributions atau
two-parameter gamma distributions. Kedua distribusi tersebut memiliki bentuk
distribusi yang lebih luas. Model pemotongan terhadap penyebaran normal lebih
mudah dibandingkan dengan model gamma. Penyebaran pemotongan normal
merupakan generalisasi dari penyebaran setengah normal. Penyebaran ini
diperoleh dari pemotongan pada nilai nol dari penyebaran normal dengan nilai
harapan variasinya adalah dan 2. Jika nilai =0, maka distribusinya setengah
normal.
Fungsi produksi, y = exp
(x )
Frontier output (yj*),
exp (xj + vj), jika vj < 0
X
X
X
X y
yj
yi
xi xj x
Frontier output (yi*),
26
3.1.6. Konsep Efisiensi
Dalam Mubyarto (1979) produktivitas merupakan penggabungan antara
konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah untuk mengukur
banyaknya hasil produksi yang dapat diperoleh. Banyaknya hasil produksi secara
fisik yang diperoleh dari sejumlah input yang digunakan yang kemudian dinilai
dengan uang akan dapat menghitung efisiensi secara ekonomi.
Sebuah kegiatan produksi dapat dikatakan efisien apabila keuntungan yang
diperoleh mencapai tingkat maksimum dengan penggunaan biaya yang minimum,
sehingga pelaku produksi akan menambah jumlah input yang digunakan selama
adanya penambahan jumlah output yang dihasilkan yang besarnya sama atau lebih
besar dari biaya yang dikeluarkan akibat adanya pertambahan penggunaan faktor
produksi.
Sedangkan menurut Moehar (2004) usahatani dapat dikatakan efisien
apabila seorang pelaku usahatani dalam melakukan usahataninya dapat
mengalokasikan `input seefisien mungkin untuk mendapatkan hasil yang optimal
dan mendapatkan keuntungan yang maksimum.
Dalam Soekartawi (2002) dijelaskan bahwa peranan input tidak hanya
dilihat dari segi macam ataupun ketersediaannya saat dibutuhkan, tetapi ditinjau
juga dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut. Hal ini yang dapat
menyebabkan senjang produktifitas (yield gap)antara produktivitas yang
seharusnya dan produktivitas yang dihasilkan oleh petani. Senjang produktivitas
ini disebabkan oleh faktor yang sulit diukur oleh manusia (petani) seperti
teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan perbedaan lingkungan seperti iklim.
Sejang produktivitas yang disebabkan oleh kedua faktor tersebut dikenal dengan
yield gap I. Sedangkan senjang produktivitas yang di akibatkan oleh petani itu
sendiri dikenal dengan yield gap II. Ada dua faktor utama yang menyebabkan
yield gap II yaitu kendala biologi (misalnya perbedaan varietas, adanya tanaman
pengganggu, serangan hama penyakit, masalah tanda, perbedaan kesuburan tanah,
dan sebagainya) dan kendala sosial ekonomi (misalnya kebiasaan dan sikap,
tingkat pendidikan petani, risiko usahatani, dan lain-lain).
Upaya yang dilakukan petani agar dapat memperoleh tingkat produktivitas
27 (2002) menjelaskan bahwa konsep efisiensi mengandung tiga pengertian yaitu
efisiensi teknis, efisiensi harga/alokatif, dan efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis
ditujukan untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi dengan mengalokasikan
faktor produksi yang ada. Efisiensi harga dapat tercapai apabila petani dapat
memperoleh keuntungan dalam jumlah yang besar dari hasil usahataninya. Hal ini
merupakan hasil dari pengalokasian faktor produksi secara efisien sehingga
berpengaruh pada tingkat harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai saat
pengalokasian faktor produksi dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum.
Apabila petani mampu meningkatkan produksinya dengan harga yang dapat
ditekan tetapi harga jual produksinya tinggi. Pada kondisi ini petani telah
melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga secara bersamaan.
Menurut Coelli, Rao, dan Battese (1998) seorang petani dapat dikatakan
lebih efisien apabila dalam penggunaan jenis dan jumlah input sama dengan
petani lain, namun hasil produksi secara fisik lebih tinggi tanpa melibatkan harga.
Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif
Sumber : Coelli, Rao, dan Battese (1998)
Pada Gambar 3 isoquant ditunjukkan oleh garis SS’ yang merupakan
berbagai kombinasi input x1 dan x2 untuk mendapatkan jumlah y yang optimal.
Garis ini menunjukkan garis frontier dari fungsi produksi rata-rata. Garis biaya
isocost ditunjukkan oleh garis AA’ yang merupakan kombinasi biaya yang
dialokasikan untuk sejumlah input x1 dan x2 sehingga mendapatkan biaya yang
optimal. Penggunaan teknologi dari sebuah usaha ditunjukkan oleh garis OP.
28 diukur dengan rasio EA = OR/OQ, sedangkan efisiensi ekonomi dapat diukur
dengan rasio EE = OR/OP. Efisiensi ekonomi merupakan hasil dari perkalian
efisiensi teknis dan efisiensi alokatif yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
ET x EA = (OQ/OP) x (OR/OQ) = (OR/OP) = EE ( 3.9)
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Diperkirakan permintaan akan sayuran akan terus meningkat seiring
berjalannya waktu. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan jumlah penduduk dan
pertimbangan kesehatan yang mendorong masyarakat untuk mengkonsumsi
makanan sehat, karena seperti kita ketahui sayuran merupakan bahan pangan yang
mengandung berbagai macam vitamin dan nutrisi yang sangat baik untuk tubuh.
Dapat dilihat dari produktivitas sayuran di Inonesia yang hampir selalu
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan rata-rata laju pertumbuhan
produktivitas sayuran di Indonesia periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2008
sebesar 1,0325%.
Beragam sayuran telah dikembangkan di Indonesia karena didukung
dengan kondisi iklim yang mendukung. Salah satu trend sayuran saat ini adalah
sayuran Jepang dan Korea. Belum banyak petani yang mengembangkan sayuran
Jepang dan Korea. Hal ini merupakan peluang bagi para petani sayuran untuk
mengembangkan sayuran tesebut. Namun dalam mengembangkan sayuran yang
tergolong masih jarang di Indonesia ini harus didukung dengan ketersediaan
sumber daya dan teknologi.
CV. Agro Segar ,yang menjadi tempat penelitian dalam penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu perusahaan yang telah menangkap peluang ini.
Perusahaan yang didirikan di Desa Ciherang Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur
Jawa Barat ini memilih untuk mengembangkan sayuran yang tidak banyak
ditanam di Indonesia yaitu sayuran yang berasal dari Korea dan Jepang, seperti
horenso, chaisin, altari, zucchini, dan lain-lain. Bapak Santoso yang merupakan
pemilik CV. Agro Segar ini telah memiliki jalur pemasaran khusus yang cukup
29 Salah satu jenis sayuran Jepang dan Korea yang paling tinggi
permintaannya terhadap CV. Agro Segar adalah labu zucchini. Labu zucchini
tergolong dalam jenis sayuran yang baru dikembangkan di beberapa wilayah di
Jawa Barat, yaitu Cikole, Cipanas, dan Cianjur. Tingkat permintaan terhadap
zucchini ini cukup tinggi namun peredarannya masih sangat terbatas. Harga dari
sayuran ini pun termasuk stabil dan cenderung meningkat. Berdasarkan informasi
dari Bapak Santoso, kisaran harga zucchini di tingkat petani berkisar dari Rp
3.000- Rp 6.000 per kilogramnya. Bahkan harga zucchini sempat mencapai Rp
10.000,00 per kilogramnya. Selain itu labu zucchini memiliki banyak manfaat
bagi kesehatan. Dengan masih terbatasnya petani yang membudidayakan
zucchini, menjadikan peluang bagi CV. Agro Segar untuk menjadikan labu
zucchini sebagai komoditi yang sangat potensial untuk dikembangkan.
Dalam pengadaan produk pihak Agro Segar bermitra dengan petani sekitar
Desa Ciherang. Namun setiap petani mitra memiliki perilaku, keterampilan dan
kemampuan yang berbeda-beda dalam mengaplikasikan teknologi budidaya labu
zucchini yang telah ditransfer dari perusahaan. Keberagaman ini dapat
mempengaruhi tingkat produksi.
Adanya perbedaan perlakuan petani ini dikarenakan adanya perbedaan
keputusan dari setiap petani dalam mengalokasikan setiap faktor-faktor
produksinya (korbanan produksi). Namun setiap petani tetap berusaha
menjalankan usahatani labu zucchini seefisien mungkin. Petani belum mengetahui
kombinasi yang tepat dari faktor-faktor produksi tersebut agar dapat menghasilkan
jumlah output yang optimal karena para petani labu zucchini yang bekerja sama
dengan CV. Agro Segar ini hanya mengaplikasikan teknologi yang ditransfer oleh
pihak CV. Agro Segar sehingga petani maupun pihak perusahaan belum
mengetahui tingkat efisiensi dari pengalokasian input-input produksi tersebut.
Faktor-faktor produksi tersebut sangat menentukan keberhasilan suatu usahatani.
Produksi yang optimal dapat dicapai apabila pelaku usahatani dapat menggunakan
faktor-faktor produksi dengan kombinasi yang tepat sehingga secara teknis
usahatani labu zucchini yang dijalankan oleh petani mitra tersebut dapat dikatakan
sudah efisien. . Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah luas lahan, lebar
30 Pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut tentu akan berpengaruh pada
tingkat produksi labu zucchini yang dijalankan.
Faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap tingkat produksi labu
zucchini diduga dengan menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas
Stochastic Frontier untuk melihat pengaruh faktor- tersebut terhadap produksi
labu zucchini. Tahap selanjutnya dilakukan analisis fungsi produksi Stochastic
Frontier untuk menganalisis seberapa jauh pengaruh dari setiap variabel yang
diduga akan mempengaruhi tingkat inefisiensi petani mitra CV. Agro Segar.
Variabel yang diduga mempengaruhi inefisiensi usahatani labu zucchini adalah
umur petani, pengalaman berusahatani labu zucchini, pendidikan formal,
penyuluhan, dan status kepemilikan lahan. Berdasarkan hasil analisis ini akan
terlihat tingkat efisiensi dari masing-masing petani sehingga dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan pengkombinasian input-input usahatani yang
optimal dan melihat faktor efisiensi teknis yang mempengaruhi usahatani labu
31
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
Sayuran Jepang Korea yang menjadi salah satu trend sayuran saat ini. Salah satu perusahaan yang mengembangkan produk ini adalah CV. Agro Segar yang memiliki teknologi dan sumber
daya untuk mengembangkan produk ini . Sayuran yang memiliki tingkat permintaan tertinggi adalah labu zucchini.
Permintaan konsumen terhadap sayuran semakin meningkat dan beragam serta tingkat persaingan
di bisnis pertanian semakin meningkat
Dalam pengadaan produk, CV. Agro Segar melakukan kerjasama dengan petani labu zucchini sekitar perusahan. Masalah yang
timbul :
- Keragaman petani dari perilaku, keterampilan, kemampuan dalam penerapan teknologi yang ditransfer pihak perusahaan.
- Adanya perbedaan keputusan dari setiap petani dalam mengalokasikan setiap faktor-faktor produksinya (korbanan produksi).
- Petani mitra ,maupun perusahaan belum mengetahui tingkat efisiensi usahatani labu zucchini yang mereka jalankan.
Analisis Faktor Produksi dan Efisiensi
Faktor-faktor produksi diduga : - Luas lahan
Fungsi Produksi Cobb-Douglass dan Stochastic Frontier Production
Tingkat Efisiensi Produksi Zucchini
Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi (inefisiensi) teknis usahatani :
- Umur
- Pengalaman - Pendidikan formal - Penyuluhan
- Status kepemilikan lahan