• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potential of Medicinal Plants in Protected Forest Area RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Central java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potential of Medicinal Plants in Protected Forest Area RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Central java"

Copied!
213
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN

LINDUNG RPH GUCI-KPH PEKALONGAN BARAT,

JAWA TENGAH

TRI APRILIANA

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

POTENSI TUMBUHAN OBAT DI KAWASAN HUTAN

LINDUNG RPH GUCI-KPH PEKALONGAN BARAT,

JAWA TENGAH

TRI APRILIANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(3)

RINGKASAN

TRI APRILIANA. Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah. Dibimbing oleh SISWOYO dan AGUS HIKMAT.

Kawasan hutan lindung RPH Guci berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk. Hal ini memungkinkan adanya interaksi antara kawasan hutan dengan masyarakat di sekitar hutan lindung tersebut. Bentuk interaksi tersebut adalah pemanfaatan hasil hutan secara langsung maupun tidak langsung, salah satunya adalah pemanfaatan hasil hutan sebagai bahan obat. Namun demikian, data mengenai tumbuhan obat yang tumbuh di kawasan tersebut belum seluruhnya terdokumentasi, sehingga dilakukan kegiatan inventarisasi potensi tumbuhan obat di kawasan ini serta bentuk pemanfaatannya oleh masyarakat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi tumbuhan obat dan bentuk pemanfaatannya oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung RPH Guci. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis vegetasi, pembuatan herbarium, wawancara, dan studi literatur. Analisis vegetasi dilakukan pada tiga tipe hutan dengan total luas 8,4 ha petak contoh, yaitu: pegunungan bawah, pegunungan tengah, serta pegunungan atas. Wawancara dilakukan pada tujuh responden penduduk di sekitar kawasan hutan lindung dengan teknik snowball sampling.

Hasil analisis vegetasi menunjukkan sebanyak 155 spesies dari 66 famili yang teridentifikasi. Habitus yang mendominasi adalah pohon dan didominasi oleh famili Poaceae (enam spesies) dan Fabaceae (enam spesies). Sebanyak 98 spesies (63,22%) merupakan tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan obat. Spesies tersebut dikelompokkan ke dalam 24 kelompok penyakit, sebagian besar digunakan untuk mengobati penyakit saluran pencernaan sebanyak 32 spesies, antara lain: aseman (Polygonum chinense), ganyong merah (Canna edulis), dan jeruk nipis (Citrus aurantium). Hasil wawancara teridentifikasi sebanyak 26 spesies dari 17 famili yang dimanfaatkan sebagai bahan obat, sebanyak 19,23% (lima spesies) berasal dari famili Zingiberaceae yaitu bangle (Zingiber purpureum), combrang (Nicolaia speciosa), jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat berasal dari kawasan hutan lindung, namun hanya 11 spesies yang ditemukan di petak contoh analisis vegetasi.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kawasan Hutan Lindung RPH Guci ditumbuhi oleh berbagai spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan.

(4)

SUMMARY

TRI APRILIANA. Potential of Medicinal Plants in Protected Forest Area RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Central java. Under supervision of SISWOYO and AGUS HIKMAT.

Protected Forest Area RPH Guci is adjacent with settlement. This allowed an interaction between the protected forest with communites around the area. The interaction is such utilizing forest product directly or indirectly. One of them is utilizing forest product as medicinal plants. However, data on medicinal plants that grow in the protected forest has not been documented, so the inventory of potential of medicinal plants in the protected forest was conducted as well as the utilization by communities around.

This study aimed to identify the potential of medicinal plants and the utilization by communities around Protected Forest area RPH Guci. This study was conducted from May to June 2012 in RPH Guci – KPH Pekalongan Barat, Central Java. The method used in this study include vegetation analysis, making herbarium, interview, and literature studying. Vegetation analysis performed on the three types of forests with total area of 8,4 ha sample plots, they were: lower mountane forest, medium mountane forest, and upper mountane forest. Interview was conducted to seven respondents in community around the area with snowball sampling technique.

Vegetation analysis result indicated 155 species of 66 families were identified. Tree was the dominant habitus and dominated by Poaceae (six species) and Moraceae (six species). There were 98 species (63,22%) had potential as medicinal plants. Medicinal plants were grouped into 24 groups of diseases, mostly used to treat gastrointestinal diseases (32 species), such as: aseman (Polygonum chinense), ganyong merah (Canna edulis), and jeruk nipis (Citrus aurantium). The results of interview identified that there were 26 species from 17 families were used as medicine. Zingiberaceae was the most used as medicine 19,23% (five species), they are: bangle (Zingiber purpureum), combrang (Nicolaia speciosa), jahe (Zingiber officinale), kunyit (Curcuma domestica), and temulawak (Curcuma xanthorrhiza). Medicinal plants were exploited by communities from protected forest area, but only 11 species were found in the sample plots of vegetation analysis.

The conclusion of this study showed that the Protected Forest RPH Guci covered by a variety of medicinal plants to be used by people around the area.

(5)

Pernyataan

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah” adalah benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi atau Lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(6)

Judul Skripsi : Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah

Nama : Tri Apriliana

NIM : E34080085

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

KATA PENGANTAR

Tanggal Lulus:

Mengetahui:

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir Sambas Basuni, MS NIP: 19580915 198403 1 003 Ir. Siswoyo, M. Si

NIP: 19650208 199203 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia, dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

”Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini, dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang potensi tumbuhan obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat serta bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan.

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan data tentang potensi tumbuhan obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat serta bentuk pemanfaatannya oleh masyarakat sekitar kawasan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 18 April 1990 di Tegal, Jawa Tengah dari pasangan Bapak Warsidik dan Ibu Hindun sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di SDN Pesayangan 01 tahun 1996-2002. Selanjutnya di SMP N 5 Tegal tahun 2002-2005, dan pendidikan menengah atas di SMA N 3 Tegal tahun 2005-2008.Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama di perkuliahan penulis terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) periode 2010-2012, selain itu penulis menjadi anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Raflesia.

Tahun 2010 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap-Baturaden, Jawa Tengah. Tahun 2011 melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Tahun 2012 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran, Situbondo-Banyuwangi, Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,

penulis melakukan penelitian berjudul “Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbila’lamin, telah terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah”. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

mendapatkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan tentunya do’a dari berbagai

pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Ir. Siswoyo, M.Si dan Dr.Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F. atas bimbingan, arahan, motivasi, petunjuk, dan waktu yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Resti Meilani S.Hut. M.Si. Selaku moderator saat seminar, Ibu Dr.Ir. Rita Kartika Sari, M.Si. selaku dosen penguji, dan Bapak Dr.Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc. selaku ketua sidang, atas masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu dan Bapak tercinta, kakak dan adik tersayang (Eka Setyawati SpdT, Dwi Astuti Amd, Ir. Amirudin dan Reza Setyawan) serta keluarga besar

atas do’a yang tulus, dukungan, bantuan moral, spirituan dan materil serta kasih sayang dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Kasi KPH Pekalongan Barat, Bapak asper BKPH Bumijawa, Bapak mantri RPH Guci atas izin penelitian yang telah diberikan.

5. Bapak Fakhori dan Bapak Ropii yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama di lapang.

6. Bapak dan Ibu dosen beserta staff pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan selama kuliah.

7. Masyarakat Desa Rembul, instansi yang terkait serta semua pihak atas semua bantuan dalam pengambilan data lapang, izin, dan ketersediaan waktunya.

8. Bapak, Ibu guru SD, SMP, dan SMA yang sudah berjasa dalam mendidik dan memberikan ilmu yang berharga.

(10)

kebersamaan, canda, tawa, duka, motivasi masukan, arahan, dan doa selama penulis menyelesaikan studi di IPB.

10.Teman-teman seperjuangan (Febbi Nurdia, Insani Widyastuti, Uun Kurniawati, Eko Okta Ardhita, Septiani D. Arimukti, Arniana Anwar, Dina Oktavia, Erlinda Mutiara, Agrini vera, Siti Reyhani, Siti Maemunah, Rahayu W.) atas bantuan selama penyusunan skripsi.

11.Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) yang telah memberikan bantuan materill, sehingga proses perkuliahan dapat berjalan dengan baik. 12.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi dan Ekowisata

(HIMAKOVA) dan Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Raflesia atas dukungan, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kebersamaannya dalam pendidikan dan penyusunan skripsi.

13.Keluarga besar KSHE 45 (edelweis) atas kebersamaan, canda, tawa, dan duka yang telah dilalui bersama-sama.

14.Mamang dan Bibi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta fakultas Kehutanan yang telah memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi baik langsung maupun tidak langsung.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang... 1

I.2 Tujuan Penelitian ... 2

I.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Lindung ... 3

2.2 Tumbuhan Obat ... 4

2.3 PemanfaatanTumbuhan Obat ... 5

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 7

3.2 Bahan dan Alat ... 7

3.3 Pengambilan Data ... 7

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ... 16

4.2 Topografi dan Kelerengan ... 16

4.3 Jenis Tanah dan Geologi ... 16

4.4 Hidrologi... 16

4.5 Iklim ... 17

4.6 Flora dan Fauna ... 17

(12)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Vegetasi ... 20

5.1.1 Komposisi spesies ... 20

5.1.2 Komposisi spesies berdasarkan habitus ... 21

5.1.3 Dominansi vegetasi ... 22

5.1.4 Komposisi famili ... 25

5.1.5 Keanekaragaman (H’), kemerataan (E), dan kekayaan spesies (Dmg) ... 26

5.2 Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci ... 28

5.2.1 Komposisi spesies tumbuhan obat... 28

5.2.2 Komposisi famili tumbuhan obat ... 29

5.2.3 Komposisi spesies tumbuhan obat berdasarkan habitus ... 30

5.2.4 Kelompok penyakit/penggunaan tumbuhan obat ... 31

5.2.5 Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan .... 53

5.3 Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat ... 53

5.3.1 Karakteristik responden ... 53

5.3.2 Pemanfaatan tumbuhan obat ... 55

5.3.3 Persentase bagian yang digunakan oleh masyarakat .. 56

5.4 Interaksi Masyarakat dengan Hutan dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat ... 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1 Kesimpulan ... 59

6.2 Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jenis Data yang Dikumpulkan dalam Penelitian... 7

2. Rekapitulasi Nama Responden ... 9

3. Penentuan Jumlah Jalur Berdasarkan Jenis Tegakan dan Ketinggian Tempat ... 9

4. Klasifikasi Kelompok Penyakit/penggunaan dan Macam Penyakit/penggunaan ... 14

5. Jumlah Penduduk di Desa Rembul ... 18

6. Data Pendidikan Penduduk Desa Rembul ... 18

7. Mata Pencaharian Penduduk Desa Rembul ... 19

8. Spesies dengan INP Tertinggi di Tiga Tipe Hutan Pegunungan pada Tegakan RBC ... 23

9. Spesies dengan INP Tertinggi di Tiga Tipe Hutan Pegunungan pada Tegakan Pinus ... 23

10. Spesies dengan INP Tertinggi di Tiga Tipe Hutan Pegunungan pada Hutan Alam ... 24

11. Rekapitulasi Indeks Keanekaragaman Spesies (H’), Kemerataan Spesies (E), Kekayaan (Dmg) Spesies Berdasarkan Tipe Hutan... 26

12. Rekapitulasi Jumlah Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci ... 31

13. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk mengobati Penyakit darah tinggi ... 32

14. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Mengobati/Penawar Racun ... 33

15. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Pengobatan Luka ... 34

16. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Diabetes ... 34

17. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Gigi ... 35

18. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Ginjal ... 36

(14)

20. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH

Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Kuning ... 37

21. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Khusus Wanita ... 38

22. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Kulit ... 38

23. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Perawatan Organ Tubuh Wanita ... 40

24. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Malaria ... 40

25. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Mata ... 41

26. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Mulut... 42

27. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Otot dan Persendian ... 43

28. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Telinga ... 43

29. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Tonikum ... 44

30. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Saluran Pembuangan ... 45

31. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Saluran Pencernaan ... 46

32. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Penyakit Saluran Pernafasan/THT ... 48

33. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Perawatan Kehamilan dan Persalinan ... 49

34. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Perawatan Rambut, Muka, dan Kulit ... 50

35. Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang Dimanfaatkan untuk Pengobatan Lain-lain ... 51

36. Persentase Usia Responden ... 54

37. Persentase Responden Berdasarkan Mata Pencaharian ... 54

(15)

39. Spesies Tumbuhan Obat yang Digunakan oleh Masyarakat di

Sekitar Hutan Lindung RPH Guci ... 55

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Desain Metode Kombinasi ... 10

2. Komposisi Spesies dan Famili pada Tipe Hutan Pegunungan ... 20

3. Komposisi Spesies Berdasarkan Habitus ... 22

4. Spesies yang Mendominasi: a) Areca pumila; b) Scoparia dulcis ... 24

5. Kondisi Vegetasi: a) hutan rimba campur (RBC); b) hutan tanaman pinus; c) hutan alam... 25

6. Komposisi Famili Berdasarkan Tipe Hutan Pegunungan ... 25

7. Komposisi Spesies dan Famili pada Tiga Tipe Hutan Pegunungan ... 29

8. Komposisi Spesies Tumbuhan Obat Berdasarkan Famili ... 29

9. Komposisi Spesies Tumbuhan Obat Berdasarkan Habitus ... 30

10. Andul-andul (Sida acuta Burm.f.). ... 32

11. Melati hutan (Clerodendrum inerme L. Gaertn.) ... 33

12. Talas (Colocasia esculenta L. Schoot.) ... 33

13. Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp.) ... 34

14. Selada air (Nasturtium officinale L. R. Br.) ... 35

15. Pisang hutan (Musa paradisiaca L.). ... 35

16. Wortel (Daucus carota L.). ... 36

17. Benikan (Gomphrena globosa L.) ... 37

18. Pacar air (Impatiens balsamina L.) ... 37

19. Bal-balan (Hyptis brevipes Poit.) ... 38

20. Jambu biji (Syzygium aqueum (Burm. F.)) ... 39

21. Rumput wudelan (Kyllinga brevifolia Rottb.) ... 40

22. Bandotan (Ageratum conyzoides L.) ... 41

23. Brembet (Rubus moluccanus L.) ... 42

24. Tumpangan (Hedyotis verticillata L.) ... 42

25. Kayu suriya (Toona sinensis (A. Juss.) Roem.) ... 44

26. Gewor (Commelina paleata Hassk.) ... 44

(17)

28. Strawberi hutan (Rubus rosaefolius J. E. Smith.) ... 48

29. Braja lintang (Belamcanda chinensis (L.) DC.) ... 49

30. Paku sarang burung (Stachytarpheta indica (L.) Vahl.) ... 50

31. Pulutan (Urena lobata L.) ... 51

32. Persentase bagian Tumbuhan Obat yang Digunakan ... 53

33. Persentase Bagian Tumbuhan Obat yang Digunakan Masyarakat ... 56

34. Jumlah Spesies Tumbuhan Obat Hasil Analisis Vegetasi dan Wawancara ... 57

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Lokasi Penelitian ... 73 2. Spesies Tumbuhan yang terdapat di HutanLindung RPH Guci

KPH Pekalongan Barat ... 74 3. Kandungan Kimia Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan

Lindung RPH Guci ... 80 4. Kandungan Kimia Tumbuhan Obat yang Digunakan oleh

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan merupakan salah satu tempat dimana suatu keanekaragaman hayati berada yang keberadaannya perlu dikaji. Menurut UU No. 41 tahun 1999, hutan di Indonesia memiliki tiga fungsi yaitu lindung, konservasi, dan produksi. Pengelolaan hutan di KPH Pekalongan Barat khususnya RPH Guci dilakukan untuk fungsi lindung dan produksi.

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Bentuk pemanfaatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan hutan lindung berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (UU No. 41 tahun 1999).

Adanya hutan tidak luput dari keberadaan masyarakat di sekitarnya yang memanfaatkan hasil hutan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan hasil hutan merupakan salah satu bentuk kegiatan dalam pengelolaan hutan misalnya pemanfaatan hasil hutan sebagai bahan obat. Pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari sebagai bahan obat merupakan pengetahuan yang sangat berharga dan merupakan budaya yang perlu digali agar pengetahuan tersebut tidak hilang seiring dengan perkembangan zaman.

(20)

Berkaitan dengan hal tersebut perlu dilakukan inventarisasi potensi tumbuhan obat di kawasan hutan lindung dan bentuk pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar hutan lindung tersebut. Hal tersebut dilakukan untuk mendukung kelestarian pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat sekitar hutan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi potensi tumbuhan obat di kawasan hutan lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah.

2. Mengidentifikasi bentuk pemanfaatan tumbuhan obat oleh masyarakat di sekitar kawasan hutan lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah.

1.3 Manfaat

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Lindung

Undang-Undang No.41 tahun 1999 mendefinisikan hutan lindung sebagai kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.

Kriteria kawasan hutan lindung menurut PP No. 47 tahun 1997, yaitu: (1) kawasan hutan dengan faktor kelas lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan, (2) kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih, (3) kawasan hutan yang mempunyai ketinggian tempat di atas permukaan laut 2.000 m dpl atau lebih. Menurut Undang-Undang No. 62 tahun 1998 tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan, pengelolaan hutan lindung diserahkan kepada Kepala Daerah Tingkat II yang mencangkup kegiatan pemancangan batas, pemeliharaan batas, mempertahankan luas dan fungsi, pengendalian kebakaran, reboisasi dalam rangka rehabilitasi lahan kritis pada kawasan hutan lindung, dan pemanfaatan jasa lingkungan.

Manan (1978) menjelaskan bahwa terdapat dua tipe hutan lindung di Indonesia berdasarkan pengelolaannya, yaitu: (1) hutan lindung mutlak, yaitu hutan lindung yang mempunyai keadaan alam yang sedemikian rupa, sehingga pengaruhnya yang baik terhadap tanah, alam sekelilingnya dan tata air perlu dipertahankan dan dilindungi, (2) dan hutan lindung terbatas, yaitu diantara hutan lindung, ada yang karena keadaan alamnya dalam batas-batas tertentu, sedikit banyak masih dapat dipungut hasilnya, dengan tidak mengurangi fungsinya sebagai hutan lindung.

(22)

2.2 Tumbuhan Obat

Menurut Zuhud et al. (1994), tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya mempunyai khasiat obat, yang dikelompokan menjadi: (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, (2) tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan pengunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan, (3) tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri.

Sandra dan Kemala (1994) mengatakan tumbuhan obat adalah semua tumbuhan, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan yang dapat digunakan sebagai obat. Tumbuhan obat menurut Departemen Kesehatan RI dalam SK. Menteri Kesehatan No.149/SK/Menkes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004) mengandung beberapa pengertian yaitu: (1) tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu, (2) tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (prokursor), (3) tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat.

Tumbuhan obat merupakan salah satu hasil hutan yang bernilai ekonomi tinggi. Pengobatan tradisional secara langsung atau tidak langsung mempunyai kaitan dengan upaya pelestarian pemanfaatan tumbuhan obat. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung dalam pengobatan tradisional, antara lain pandangan tentang sakit, pengetahuan ramuan obat tradisional, serta aturan adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam hayati yang dapat dijumpai pada masyarakat asli Indonesia (Aliadi & Roemantyo 1994).

(23)

yang digunakan sebagai obat (Padulosi et al. 2002). Berdasarkan informasi tersebut Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati yang terhimpun dalam berbagai formasi hutan yang merupakan aset nasional yang tak terhingga nilainya bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia (Zuhud et al. 1994).

Setiap unit kawasan ekosistem alam memiliki keanekaragaman hayati berupa tumbuhan dan hewan yang dapat mendukung kehidupan masyarakat sekitarnya dalam menyediakan materi biologi untuk berbagai macam manfaat yang dapat diambil, berupa keanekaragaman tumbuhan obat untuk mengobati berbagai macam penyakit, keanekaragaman untuk pangan dan lain-lain (Zuhud et al. 2009).

Tumbuhan obat terdiri atas beberapa kriteria stadium pertumbuhan. Kriteria stadium pertumbuhan berbagai spesies tumbuhan adalah sebagai berikut (Kusmana & Istomo 1995):

a. Semai merupakan permudaan mulai dari kecambah sampai anakan setinggi kurang dari 1,5 m.

b. Pancang merupakan permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter kurang dari 10 cm.

c. Tiang merupakan pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm. d. Pohon merupakan pohon dewasa berdiameter 20 cm atau lebih.

e. Tumbuhan bawah merupakan tumbuhan selain permudaan pohon, misal: rumput, herba, dan semak belukar.

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan Obat

Pengetahuan penggunaan tumbuhan sebagai obat telah diketahui sejak lama di Indonesia, bukti adanya penggunaan bahan alam terutama tumbuhan sebagai obat pada masa lalu dapat ditemukan dalam naskah lama pada daun lontar

“Husodo” (Jawa), “Usada” (Bali), “Lontarak pabbura” (Sulawesi Selatan), dan

dokumen lain seperti Serat Primbon Jambi, Serat racikan Boreh Wulang Dalem, dan juga pada dinding Candi Borobudur dengan adanya relief tumbuhan yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Zuraida et al. 2009).

(24)

pengobatan tradisional, hal ini dikarenakan pengobatan modern cukup mahal dan tidak dapat dijangkau oleh masyarakat di pedesaan tersebut. Mereka percaya pengobatan tradisional lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan modern, disamping itu pengobatan tradisional tidak memiliki efek samping.

(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2012, di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah (Lampiran 1). 3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: alkohol 70%, dengan objek yang diteliti adalah spesies tumbuhan yang ditemukan dan dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar hutan lindung. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Peralatan pembuatan petak ukur: kompas, tali rafia, golok, meteran 50 m dan patok.

2. Peralatan mengukur dimensi pohon: meteran jahit atau pita ukur.

3. Peralatan membuat herbarium: kertas koran, kantong plastik spesimen (trashbag), gunting, alat semprot dan label.

4. Tally sheet untuk analisis vegetasi.

5. Quesioner untuk wawancara serta alat tulis, dan kamera digital. 3.3. Pengambilan Data

3.3.1 Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini terdiri atas data sekunder dan data primer (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian

Tahapan kegiatan Aspek yang dikaji Sumber data Metode 1. Kondisi umum

Spesies tumbuhan obat Lapang 1. Analisis vegetasi 2. Pengambilan

(26)

Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian (Lanjutan)

Tahapan kegiatan Aspek yang dikaji Sumber data Metode 3. Pemanfaatan

Penentuan responden dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu menentukan responden kunci (key person). Responden kunci digunakan sebagai penentu responden lainnya. Orang yang dijadikan responden kunci adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai nama lokal tumbuhan dan manfaat atau kegunaan tumbuhan tersebut serta memiliki intensitas tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan. Responden kunci tersebut diperoleh melalui informasi dari kepala resort, dan untuk menentukan responden selanjutnya diperoleh melalui responden pertama, hal yang sama dilakukan juga untuk menentukan responden selanjutnya. Responden yang akan diwawancarai pada penelitian ini sampai tidak ada penambahan informasi lagi.

4.3.2.1Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan data mengenai spesies-spesies tumbuhan obat yang dimanfaatakan oleh masyarakat sekitar hutan. Wawancara dilakukan secara semi terstruktur dengan pengisian kuisioner dan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Hal-hal yang akan ditanyakan meliputi spesies tumbuhan dan jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat.

(27)

Tabel 2 Rekapitulasi nama responden

No Nama Usia

(tahun) Jenis kelamin Pekerjaan Pendidikan

1 Fahril 60 Laki-laki Penyadap SMP

Analisis vegetasi merupakan cara mempelajari susunan (komponen jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan (Soerianegara & Indrawan 1998). Pada penelitian ini analisis vegetasi dilakukan untuk memperoleh data potensi tumbuhan obat di kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat, Jawa Tengah. Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode kombinasi jalur dan garis berpetak dengan ukuran 20 m x 200 m, sebanyak 21 jalur (Tabel 3). Peletakan jalur secara sistematis dengan jarak antar jalur 50 m. Pembuatan jalur mewakili setiap tegakan dan ketinggian yang ada di kawasan hutan lindung tersebut. Jumlah petak contoh setiap jalurnya sebanyak 10 buah, selanjutnya petak contoh tersebut dibagi lagi menjadi petak ukur sesuai tingkat pertumbuhan vegetasinya.

Tabel 3 Penentuan Jumlah Jalur Berdasarkan Jenis Tegakan dan Ketinggian Tempat

Kelas ketinggian Jenis Tegakan Ketinggian tempat

(28)

Tabel 3 Penentuan Jumlah Jalur Berdasarkan Jenis Tegakan dan Ketinggian Tempat (Lanjutan)

Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang, tumbuhan bawah, epifit dan liana, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu, diameter batang. Tingkat pertumbuhan semai, tumbuhan bawah, epifit

dan liana (D) petak 2 m x 2 m (untuk semai tinggi ≤ 1,5 m), untuk tingkat

pertumbuhan pancang 5 m x 5 m (C) (tinggi > 1,5 m, diameter < 10 cm), untuk tingkat pertumbuhan tiang 10 m x 10 m (B) (diameter 10-19,9 cm), dan untuk tingkat pertumbuhan pohon ukuran petaknya 20 m x 20 m (A) (Gambar 2).

Keterangan:

A: Plot berukuran 20 m x 20 m (pohon) B: Plot berukuran 10 m x 10 m, (tiang) C: Plot berukuran 5 m x 5 m, (pancang)

D: Plot berukuran 2 m x 2 m, (semai, tumbuhan bawah, epifit, dan liana) 4.3.2.4 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi relatif tumbuhan yang terdiri atas bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, serta bunga dan buah jika ada).

Kelas ketinggian Jenis Tegakan Ketinggian tempat

(mdpl) No. Jalur

Pegunungan atas (1.525-3.400 mdpl)

Rimba campur 1.560 13

1.525 14

1.560 15

Pinus 1.560 16

1.725 17

1.725 18

Hutan alam 2.525

19 20 21

D A

C

B

Gambar 1 Desain Metode Kombinasi.

(29)

Pembuatan herbarium dilakukan untuk menunjang kegiatan identifikasi spesies tumbuhan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium adalah sebagai berikut:

a. Mengambil contoh herbarium, yaitu ranting lengkap dengan daun, serta bunga dan buah jika ada.

b. Memotong bahan herbarium dengan panjang sekitar 40 cm.

c. Semprot bahan herbarium dengan alkohol 70% sebelum dimasukkan kedalam kertas koran kemudian dilengkapi dengan kertas label gantung berukuran 3cmx5cm yang memuat keterangan: nomor spesies, nama lokal, lokasi pengumpulan, dan nama kolektor.

d. Herbarium disusun dalam sasak dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 70oC selama 5 hari.

e. Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi nama ilmiahnya. Identifikasi dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian dalam mengidentifikasi spesies tumbuhan.

4.3.2.5 Identifikasi kegunaan spesies tumbuhan

Identifikasi kegunaan spesies tumbuhan dilakukan dengan mengacu pada literatur terutama Heyne (1987), PROSEA, dan Zuhud et al. (2003), serta literatur lain yang terkait. Hasil identifikasi antara lain nama ilmiah, habitus, kegunaan dan bagian yang digunakan.

4.3.3 Analisis Data

4.3.3.1 Indeks Nilai Penting

Data hasil analisis vegetasi di Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat kemudian diolah untuk mendapatkan hasil sesuai dengan parameter vegetasi yaitu kerapatan, frekuensi, dominansi, dan Indeks Nilai Penting (INP). Parameter vegetasi tersebut dihitung dengan rumus (Soerianegara & Indrawan 1998):

a. Kerapatan suatu spesies (K) ∑

(30)

c. Frekuensi suatu spesies (F) ∑

d. Frekuensi relatif suatu spesies (FR)

e. Dominansi suatu spesies (D) (untuk tiang dan pohon)

f. Dominansi relatif suatu spesies (DR)

g. Indeks Nilai Penting (INP) Untuk tingkat tiang dan pohon INP = KR + FR + DR

Untuk semai, pancang, tumbuhan bawah, liana, dan epifit: INP = KR + FR

4.3.3.2 Indeks keanekaragaman spesies (H’)

Indeks keanekaragaman spesies dihitung dengan menggunakan Shannon-Wiener Index (Magurran 1988):

H’ = ∑ ; dimana Pi = Keterangan :

H’ = Indeks Keanekaragaman Spesies ni= INP spesies

S = jumlah spesies N = INP seluruh spesies

Menurut Fachrul (2007) besarnya Indeks keanekaragaman jenis menurut Shannon-Wienner Nilai H’ > 3 menunjukkan bahwa keanekaragaman tinggi, nilai

H’ 1≤H’≤3 menunjukkan keanekaragaman sedang, dan nilai H’<1 menunjukkan

(31)

4.3.3.3 Indeks kekayaan spesies (Dmg)

Indeks kekayaan spesies merupakan nilai yang menunjukkan keanekaragaman suatu ekosistem (Magurran 1988):

DMg= Keterangan :

DMg= Indeks Kekayaan Spesies S = jumlah spesies yang ditemukan N = jumlah seluruh individu

Indeks kekayaan Margalef (DMg) adalah indeks yang menunjukan kekayaan spesies suatu komunitas, dimana besarnya nilai (DMg) dipengaruhi oleh banyaknya spesies dan jumlah individu pada areal tersebut. Besarnya nilai (DMg) < 3,5 menunjukkan kekayaan jenis rendah, nilai (DMg) 3,5-5,0 menunjukkan kekayaan jenis sedang, dan apabila nilai (DMg) > 5,0 maka kekayaan jenisnya tergolong tinggi.

4.3.3.4Indeks kemerataan (E)

Indeks kemerataan suatu spesies/evenness (E), dapat diperoleh menggunakan rumus di bawah ini (Magurran 1988):

E = Keterangan:

E =Indeks Kemerataan

H’ = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener S = jumlah spesies

Menurut Magurran (1988) nilai E atau indeks kemerataan berkisar antara 0-1,0. Apabila E ≥ 1,0, maka indeks kemerataannya tinggi.

4.3.3.5 Persen habitus

(32)

maupun jumlah spesies dalam suatu kelompok kegunaan. Perhitungan persen habitus adalah sebagai berikut (Atok 2009):

4.3.3.6 Persentase potensi tumbuhan obat

Persentase potensi tumbuhan berguna dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari hasil analisis vegetasi dan identifikasi spesies dan kegunaan tumbuhan di kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat. Berikut perhitungan persentase potensi tumbuhan obat (Atok 2009).

4.3.3.7 Persentase bagian yang digunakan

Perhitungan persentase bagian yang digunakan menunjukkan tingkat kegunaan suatu bagian. Bagian tumbuhan yang digunakan antara lain daun, akar, buah, bunga, umbi, batang, bunga, kulit kayu, dan rimpang. Perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut (Atok 2009):

4.3.3.8 Pengelompokkan penyakit

Pengklasifikasian jenis penyakit dari jenis tumbuhan obat yang ditemukan, disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaan dan macam penyakit/penggunaan

No Kelompok penyakit/penggunaan Macam penyakit/penggunaannya

1 Gangguan peredaran darah Darah kotor, kanker darah, kurang darah, pembersih darah

2 Keluarga Berencana (KB) KB, membatasi kelahiran, menjarangi kehamilan, pencegah kehamilan

3 Penawar racun Digigit lipan, digigit serangga, keracunan jengkol, keracunan makanan, penawar racun

4 Pengobatan luka Luka, luka bakar, luka memar, luka bernanah, infeksi 5 Penyakit diabetes Diabetes, menurunkan kadar gula darah, sakit gula 6 Penyakit gangguan urat syaraf Lemah urat syaraf, susah tidur

7 Penyakit gigi Gigi rusak, penguat gigi, sakit gigi

(33)

Tabel 4 Klasifikasi kelompok penyakit/penggunaan dan macam penyakit/penggunaan (Lanjutan)

No Kelompok penyakit/ penggunaan Macam penyakit/ penggunaannya

9 Penyakit jantung Sakit jantung, shoke, jantung berdebar-debar, tekanan darah tinggi (hipertensi)

10 Penyakit kanker/tumor Kanker rahim, kanker payudara, tumor rahim, tumor payudara

11 Penyakit kuning Liver, sakit kuning, hepatitis, penyakit hati, hati bengkak

12 Penyakit khusus wanita Keputihan, terlambat haid, haid terlalu banyak, tidak datang haid

13 Penyakit kulit Koreng, bisul, panu, kadas, kurap, eksim, cacar, campak, borok, gatal, bengkak, luka bernanah, kudis, kutu air

14 Perawatan organ tubuh wanita Kegemukan, perawatan organ kewanitaan, pelangsing

15 Penyakit malaria Malaria, demam malaria

16 Penyakit kelamin Beser mani (spermatorea), gatal disekitar alat kelamin, impoten, infeksi kelamin, kencing nanah, lemah syahwat,

17 Penyakit mata Radang mata, sakit mata, trakoma, rabun senja 18 Penyakit mulut Gusi bengkak, gusi berdarah, mulut bau dan

mengelupas, sariawan

19 Penyakit otot dan persendian Asam urat, bengkak kelenjar, kejang perut, kejang-kejang, keseleo, nyeri otot, rematik, sakit otot, sakit persendian, sakit pinggang, terkilir

20 Penyakit tulang Patah tulang, sakit tulang

21 Penyakit telinga Congek, radang anak telinga, radang telinga, radang telinga tengah, sakit telinga, telinga berair

22 Tonikum Obat kuat, tonikum, penambah nafsu makan,

meningkatkan enzim pencernaan, astringen/ pengelat 23 Penyakit saluran pembuangan Ambien, gangguan prostat, kencing darah, peluruh

kencing/ keringat, sakit saluran kemih, sembelit, susah kencing, wasir

24 Penyakit saluran pencernaan Maag, kembung, masuk angin, sakit perut, cacingan, murus, peluruh kentut, karminatif, muntah, diare, disentri, sakit usus, kolera, muntaber, bengkak lendir, usus buntu

25 Penyakit saluran pernafasan/ THT

Asma, batuk, pilek, sesak nafas, sakit tenggorokan, TBC, TBC paru

26 Perawatan kehamilan dan persalinan

Keguguran, perawatan sebelum/ sesudah melahirkan/ persalinan, penyubur kandungan, susu bengkak, ASI 27 Perawatan rambut, muka, kulit Penyubur rambut, penghalus kulit, menghilangkan

ketombe, perawatan muka

28 Lain-lain Limpa bengkak, beri-beri, sakit kuku, sakit sabun, obat tidur, obat gosok, penenang dan penggunaan lain yang tidak tercantum di atas.

(34)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

KPH Pekalongan Barat dibentuk berdasarkan surat keputusan Direksi BPU Perhutani Jakarta tanggal 1 Februari 1969 Nomor: 0112/BPU/Perhutani/1984. KPH Pekalongan Barat membagi wilayah hutannya berdasarkan fungsi lindung, produksi dan penggunaan lain.

Secara administrasi kehutanan Bagian Hutan (BH) Bumi Jawa termasuk wilayah Kesatuan Pengusahaan Hutan (KPH) Pekalongan Barat, memiliki luas 13.527,90 ha, terbagi dalam dua Bagian Kesatuan Pengusahaan Hutan (BKPH) yaitu : (1) BKPH Bumi Jawa, meliputi: resort polisi hutan (RPH) Batumirah, RPH Kalibakung, RPH Dukuh Tengah, dan RPH Guci; dan (2) BKPH Moga, meliputi: RPH Tlagasari, RPH Moga, RPH Karangsari, dan RPH Diwung. Hutan lindung RPH Guci memiliki luas kawasan sebesar 2.279,60 ha.

4.2 Topografi dan Kelerengan

Sebagian besar topografi berupa bukit dan Gunung yang terbelah oleh alur-alur sungai dari mata air puncak Gunung Slamet, sehingga membentuk lipatan-lipatan permukaan tanah berupa lembah, jurang dan Igir. Umumnya arah lereng ke barat laut ke bagian selatan banyak dijumpai puncak Gunung dan bukit sehingga relatif topografi lebih berat. Kelerengan berkisar antara 30-80% dengan ketinggian tempat 1.100 m – 3.400 m di atas permukaan laut.

4.3 Jenis Tanah dan Geologi

Jenis tanah yang dominan di Bagian Hutan (BH) Bumijawa, RPH Guci adalah latosol cokelat. Dari aspek geologi sebagian besar kawasan hutan berupa batuan induk volkan intermedier dengan tingkat kesuburan sedang.

4.4 Hidrologi

(35)

berdasarkan DAS. KPH Pekalongan Barat mempunyai 11 DAS dengan 19 Sub DAS.

4.5 Iklim

Iklim di wilayah studi menurut klasifikasi Schmidt dan Fergusson termasuk klasifikasi A, dengan curah hujan cukup tinggi yaitu rata-rata 4.115 mm/th.

4.6 Flora dan Fauna

Vegetasi utama yang ada dalam wilayah kawasan hutan Perum Perhutani KPH Pekalongan Barat adalah jenis P. merkusii dan P. oocarpa sebagai mayoritas tanaman komersial yang diusahakan. Penyebaran tanaman pinus dari yang berusia di bawah sepuluh tahun hingga lebih kurang lima puluh tahun atau lebih membentuk formasi hutan tanaman dengan struktur tegakan yang homogen.

Selain pinus, pada kawasan untuk tujuan produksi, juga dikenal jenis tanaman rimba campur, antara lain: mahoni (Switenia macrophylla), mindi (Melia azedarach), puspa, mangga (Mangifera indica), salam (Syzygium pollyanthum), suren (Toona sureni), johar, sonokeling (Dalbergia latifolia), kesambi (Schleichera oleosa), secang, lamtoro (Leucaena leucocephala), flamboyan (Delonix regia), asam (Tamarindus indica), aren (Arenga pinnata), tepus, kepuh, kenanga (Cananga odorata), petai (Parkia speciosa), jambu (Eugenia spp.), Kawasan hutan yang tidak diusahakan oleh masyarakat sekitar hutan terdapat jenis tumbuhan yang hidup liar sebagai semak belukar antara lain: kirinyuh (Eupathorium spp.), tembelekan (Lantana camara), alang-alang (Imperata cylindrica), putri malu (Mimosa pudica), rumput-rumputan, iwil-iwil, bambu wuluh, tepus dan pulutan. Untuk mengetahui kondisi vegetasi serta satwa liar yang ada di kawasan hutan KPH Pekalongan Barat akan dilakukan survey keanekaragaman hayati yang dilakukan pada kawasan hutan KPH Pekalongan Barat.

4.7 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat 4.7.1 Jumlah penduduk

(36)

Tabel 5 Jumlah penduduk di Desa Rembul

No. Jenis kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 4.208 50,75

2. Perempuan 4.084 49,25

Jumlah 8.292 100

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2011)

Data jumlah penduduk di Desa Rembul memiliki selisih yang tidak terlalu jauh, antara penduduk berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penduduk dengan jenis kelamin laki-laki memiliki kedudukan yang lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk perempuan.

4.7.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk Desa Rembul cukup beragam. Berikut data tingkat pendidikan penduduk Desa Rembul (Tabel 6).

Tabel 6 Data pendidikan penduduk Desa Rembul

No. Tingkat pendidikan Jumlah (orang)

1. Belum sekolah 1.875

2. Tidak sekolah 1.950

3. Tamat SD/sederajat 1.750

4. SLTP/sederajat 1.650

5. SLTA/sederajat 275

6. D-3 282

7. S-1 185

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2011)

Penduduk Desa Rembul sebagian besar tidak bersekolah dan hanya sebagian kecil yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Hal ini menggambarkan masih rendahnya tingkat pendidikan penduduk Desa Rembul. 4.7.2 Mata pencaharian

(37)

Tabel 7 Mata pencaharian penduduk Desa Rembul

No. Mata pencaharian Jumlah (orang)

1. Petani 1.850

2. Buruh tani 2.400

3. Buruh/swasta 575

4. PNS 75

5. Pengrajin 15

6. Pedagang 700

7. Peternak 20

8. Montir 5

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2011)

Umumnya usaha pertanian yang dijalankan penduduk di sekitar kawasan Hutan Lindung RPH Guci-KPH Pekalongan Barat adalah bertani sawah, ladang/tegalan, dan perkebunan. Sawah tersebut sangat bergantung pada musim hujan. Tanaman pertanian yang dikembangkan meliputi tanaman pangan seperti padi, jagung, ketela pohon, ubi jalar, kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan sayur-sayuran seperti cabe, tomat, terong, ketimun, lobak, kangkung, dan bayam. Tanaman perkebunan yang diusahakan adalah kelapa, cengkeh, lada, kapuk randu, kenanga, karet, vanili, pala, teh, melati gambir, tebu, pinang, jahe dan nilam.

(38)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Komposisi Vegetasi

Berdasarkan data vegetasi baik data primer maupun data sekunder diperoleh beberapa informasi mengenai nama lokal, nama ilmiah, habitus, famili dan kegunaannya. Berikut akan dibahas lebih lanjut vegetasi berdasarkan komposisi famili, komposisi spesies, komposisi spesies tumbuhan berdasarkan

habitus, dominansi vegetasi, indeks keanekaragaman spesies (H’), indeks

kemerataan (E), dan indeks kekayaan spesies (Dmg). 5.1.1 Komposisi spesies

Hasil analisis vegetasi yang dilakukan di kawasan hutan lindung RPH Guci diperoleh spesies tumbuhan sebanyak 155 spesies dari 66 famili. Data komposisi spesies dan famili pada tiga tipe hutan pegunungan disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 menunjukkan spesies tertinggi terdapat pada hutan pegunungan atas dengan jumlah spesies sebanyak 114 spesies dari 55 famili. Pada ketiga hutan pegunungan tersebut, yaitu hutan pegunungan atas, hutan pegunungan tengah, dan hutan pegunungan bawah terdapat spesies dan famili yang sama diantaranya alang-alang (Imperata cylindrica), P. merkusii, dan P. oocarpa. Famili tumbuhan yang paling banyak ditemukan adalah famili Poaceae sebanyak 15 spesies, Fabaceae 10 spesies, dan famili Asteraceae 10 spesies.

114

Hutan peg. Atas Hutan peg. Tengah Hutan peg. Bawah

Juml

(39)

Gambar 2 menunjukan komposisi spesies terbesar terdapat pada hutan pegunungan atas, dan untuk hutan pegunungan tengah memiliki jumlah spesies yang lebih besar dibandingkan dengan hutan pegunungan bawah. Hal ini tidak sesuai dengan teori ekologi yang menjelaskan bahwa semakin tinggi suatu daerah maka keanekaragaman spesies semakin berkurang, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah cahaya dan suhu (Soerianegara & Indrawan 1998). Banyaknya spesies di hutan pegunungan atas di hutan lindung RPH Guci dipengaruhi oleh komposisi tegakan yang ada, dimana di dalam hutan pegunungan atas terdiri atas tiga jenis tegakan yaitu rimba campur (RBC), pinus, dan hutan alam. Aktivitas yang jarang dilakukan masyarakat di hutan pegunungan atas khususnya pada tegakan hutan alam mengakibatkan dampak kerusakan hutan yang kecil dibandingkan pada hutan pegunungan bawah. Hutan alam pada hutan pegunungan atas merupakan hutan lindung mutlak, dimana kondisi dari hutan tersebut masih alami.

Hutan pegunungan tengah dan pegunungan bawah memiliki jumlah spesies yang cukup rendah dibandingkan dengan jumlah spesies di hutan alam. Tegakan yang ada pada tipe hutan tersebut adalah RBC dan pinus. Hutan pegunungan tengah dan bawah merupakan hutan lindung terbatas (HLT), dimana keadaan alamnya dengan batas-batas tertentu dan sedikit banyak masih dapat diambil hasilnya, salah satunya hasil hutan non kayu berupa getah pinus. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas masyarakat di dalam kawasan hutan pegunungan tengah dan bawah.

5.1.2 Komposisi spesies berdasarkan habitus

(40)

Gambar 3 Komposisi spesies berdasarkan habitus.

Data pada Gambar 3 menunjukkan bahwa spesies yang paling banyak ditemukan terdapat pada habitus pohon yaitu sebanyak 59 spesies (38,06%) dan jumlah spesies terkecil terdapat pada habitus epifit sebanyak 3 spesies (1,93%) yaitu Belvisia spicata, Asplenium nidus, dan Bulbophyllum antenniferum. Hal ini menunjukkan bahwa spesies dengan habitus pohon memiliki keanekaragaman spesies yang paling tinggi. Informasi mengenai habitus masing-masing spesies dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.1.3 Dominansi vegetasi

Dominansi menggambarkan suatu spesies utama yang mempengaruhi dan melaksanakan kontrol terhadap komunitas dengan menunjukkan banyaknya jumlah jenis, besarnya ukuran maupun pertumbuhannya yang dominan (Fachrul 2007).

Dominansi suatu spesies berkaitan dengan Indeks Nilai Penting (INP), semakin tinggi nilai INP suatu spesies, maka spesies tersebut memiliki dominansi yang tinggi dalam komunitasnya. Daftar spesies yang memiliki INP tertinggi berdasarkan tingkat pertumbuhan dan tipe hutan akan disajikan lebih rinci sebagai berikut:

5.1.3.1 Dominansi di rimba campur (RBC)

Indeks Nilai Penting (INP) menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap tumbuhan lain. Dominansi spesies di tiga tipe hutan pada tegakan RBC disajikan pada Tabel 8.

Epifit Liana Herba Semak Perdu Pohon

(41)

Tabel 8 Spesies dengan INP tertinggi di tiga tipe hutan pegunungan pada tegakan RBC

Tingkat Pertumbuh an/ habitus

Hutan Peg. Atas Hutan Peg. Tengah Hutan Peg. Bawah

Nama ilmiah INP Semai Areca pumila 41,84 Dimocarpus

longan

52,20 Pinus oocarpa

123,61

Pancang Pinus oocarpa 43,61 Pinus oocarpa 54,35 Pinus oocarpa

Pohon Pinus merkusii 84,70 Pinus merkusii 300 Pinus oocarpa

Spesies yang mendominasi di hutan pegunungan atas adalah L. sundaicus yaitu pada tingkat tiang dengan INP sebesar 120,57%, di hutan pegunungan tengah didominasi oleh P. merkusii sebesar 300%, dan pada hutan pegunungan bawah didominasi oleh P. oocarpa 300%.

P. merkusiii dan P. oocarpa merupakan vegetasi utama yang ada dalam

wilayah kawasan hutan Perum Perhutani KPH Pekalongan Barat khususnya RPH Guci sebagai mayoritas tanaman komersial yang diusahakan. P. oocarpa lebih mendominasi pada hutan pegunungan bawah, pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan P. merkusii, merupakan faktor dilakukannya penanaman spesies tersebut. Selain itu, pinus merupakan spesies endemik yang mudah tumbuh dan memberikan pertumbuhan yang baik (Ali et al. 2009).

Tingkat pancang merupakan komponen permudaan yang sangat penting karena kunci sukses atau tidaknya proses permudaan tersebut berlangsung dapat dilihat pada fase tersebut (Sidiyasa et al. 2006). Pada ketiga tipe hutan pegunungan pada tingkat pancang sama-sama didominasi oleh P. oocarpa.

5.1.3.2 Dominansi di tegakan pinus

Dominansi spesies di tiga tipe hutan pada tegakan Pinus disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Spesies dengan INP tertinggi di tiga tipe hutan pegunungan pada tegakan pinus

Tingkat Pertumbuhan/ habitus

(42)

S. dulcis merupakan spesies yang mampu beradaptasi sehingga spesies tersebut yang mendominasi dalam komunitasnya. Berdasarkan hasil analisis vegetasi S. dulcis terdapat di berbagai ketinggian yaitu hutan pegunungan atas, tengah, dan bawah baik di tegakan RBC, pinus, dan hutan alam. Hal tersebut menggambarkan S. dulcis mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungannya. 5.1.3.4 Dominansi di hutan alam

Dominansi spesies di tipe hutan pegunungan atas pada tegakan hutan alam disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Spesies dengan INP tertinggi di tiga tipe hutan

Tingkat Pertumbuhan/ habitus

Hutan Peg. Atas

Nama ilmiah INP (%)

Semai Areca pumila 100,34

Pancang Laportea stimulans 26,96

Tiang Glochidion obscurum 45,35

Pohon Lithocarpus sundaicus 55,06

Tumbuhan bawah Scoparia dulcis 17,00

Spesies yang mendominasi di hutan alam yaitu A. pumila dengan INP sebesar 100,34% pada tingkat semai. A. pumila hanya ditemukan pada hutan pegunungan atas, hal tersebut menggambarkan bahwa di hutan pegunungan atas khususnya di hutan alam merupakan tempat tumbuh yang sesuai. Spesies yang mendominasi pada hutan pegunungan atas untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Spesies yang mendominasi: a) Areca pumila, b) Scoparia dulcis. Tingkat dominansi suatu spesies dalam suatu komunitas salah satunya dipengaruhi oleh faktor eksternal. Faktor eksternal merupakan faktor luar yang mempengaruhi seperti iklim, geografis, edafis, dan biotik (Hasanah 2011). Spesies yang memiliki INP kecil merupakan spesies yang tidak mendominasi yang

(43)

dikarenakan oleh faktor tersebut misalnya kesesuaian habitat yang tidak mencukupi.

Gambar 5 Kondisi vegetasi a) hutan rimba campur (RBC), b) hutan tanaman pinus, c) hutan alam.

Kawasan hutan lindung RPH Guci memiliki kemampuan regenerasi yang baik. Menurut Marito (2010), jumlah semai dan tumbuhan bawah pada suatu hutan menentukan keberlangsungan hutan tersebut untuk regenerasi sehingga tetap ada, hal tersebut dapat diketahui dari tingkat pertumbuhan atau habitus yang mendominasi.

5.1.4 Komposisi famili

Berdasarkan hasil kegiatan analisi vegetasi yang telah dilakukan di Kawasan Hutan Lindung (HL) RPH Guci, terdapat 155 spesies terdiri atas 66 famili yang tersebar di tiga kelas ketinggian yaitu hutan pegunungan atas, hutan pegunungan tengah, dan hutan pegunungan bawah. Komposisi famili dari ketiga hutan pegunungan berdasarkan ketinggian tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Komposisi famili berdasarkan tipe hutan pegunungan.

(44)

pegunungan atas memiliki tiga tipe hutan yaitu RBC, hutan tanaman pinus, dan hutan alam serta komposisi famili yang bermacam. Sedangkan di hutan pegunungan tengah dan bawah hanya terdapat dua tipe hutan, yaitu RBC dan hutan tanaman pinus. Hutan pegunungan tengah memiliki jumlah famili lebih kecil dibandingkan dengan hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan tengah, hal ini dimungkinkan spesies yang berada pada RBC dan hutan tanaman pinus hampir sama.

Famili yang paling banyak ditemukan dari ketiga tipe hutan pegunungan tersebut berturut-turut adalah famili Poaceae, yaitu sebanyak 15 spesies, Fabaceae 10 spesies, Asteraceae 10 spesies, Myrtaceae, Polypodiaceae, dan Rubiaceae masing-masing enam spesies. Hal ini menunjukkan bahwa famili Poaceae memiliki dominansi yang tinggi dibandingkan dengan famili lainnya.

5.1.5 Keanekaragaman (H’), kemerataan (E), dan kekayaan spesies (Dmg)

Data yang diperoleh dihitung menggunakan Shannon-Wiener Index untuk mengetahui keanekaragaman spesies. Disamping itu, dihitung juga indeks kemerataan spesies (E), dan indeks kekayaan margalef (Dmg). Data hasil perhitungan pada masing-masing tingkat pertumbuhan di tipe hutan yang berbeda disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11 Rekapitulasi indeks keanekaragaman spesies (H’), kemerataan spesies

(E), kekayaan spesies (Dmg) berdasarkan tipe hutan

No Tipe hutan Tingkat

pertumbuhan/habitus

Keanekaragaman

spesies (H’) Kemerataan (E)

(45)

Tabel 11 Rekapitulasi indeks keanekaragaman spesies (H’), kemerataan spesies (E), kekayaan spesies (Dmg) berdasarkan tipe hutan (Lanjutan)

No Tipe hutan Tingkat

pertumbuhan/habitus

Keanekaragaman

spesies (H’) Kemerataan (E)

Kekayaan

Indeks keanekaragaman pada masing-masing tipe hutan memiliki nilai yang beragam. Keanekaragaman spesies yang rendah terdapat di hutan pegunungan tengah dan bawah yaitu untuk tingkat pertumbuhan tiang dan pohon di hutan pegunungan tengah, dan tingkat pertumbuhan semai dan pohon di hutan pegunungan bawah.

Keanekaragaman spesies dalam kategori sedang tersebar di tiga tipe hutan pegunungan. Hutan pegunungan atas yaitu pada hutan RBC (semai, pancang, tiang dan pohon), hutan tanaman pinus (tumbuhan bawah), dan hutan alam (semai, pancang, tiang, dan pohon). Sedangkan pada hutan pegunungan tengah dan bawah keanekaragaman dalam kategori sedang hanya terdapat di hutan RBC yaitu tingkat pertumbuhan semai dan pancang di hutan pegunungan tengah, tingkat pertumbuhan pancang, dan tiang di hutan pegunungan bawah.

Keanekaragaman yang tergolong tinggi, yaitu pada tumbuhan bawah di tiga tipe hutan pegunungan yaitu hutan pegunungan atas (RBC dan hutan alam), hutan pegunungan tengah (RBC dan hutan tanaman pinus), dan hutan pegunungan bawah (RBC dan hutan tanaman pinus).

Nilai indeks kemerataan spesies (E) memiliki selang antara 0-1 (Magurran 1988), dari Tabel 11 terlihat bahwa kemerataan spesies-spesies dari tingkat pertumbuhan menunjukkan penyebaran individu yang relatif merata.

(46)

Indeks keanekaragaman spesies tertinggi, yaitu pada tumbuhan bawah di tegakan pinus yaitu sebesar 3,35. Dalam hal ini, keanekaragaman spesies terendah terdapat pada tingkat pohon di hutan pegunungan tengah dan hutan pegunungan bawah di tegakan RBC sebesar 0.

Indeks kemerataan spesies di tiga tipe tegakan hutan menunjukkan penyebaran individu-individu yang merata dari setiap spesies pada masing-masing tingkat pertumbuhan yang ada dengan nilai Dmg mendekati 1. Indeks kemerataan spesies tertinggi yaitu pada tingkat tiang di hutan pegunungan tengah yaitu pada tegakan RBC sebesar 0,99.

Tumbuhan bawah merupakan habitus yang memiliki nilai kekayaan spesies tertinggi di ketiga tipe hutan pegunungan. Indeks kekayaan spesies tertinggi yaitu pada tumbuhan bawah yang terdapat di hutan pegunungan tengah RBC sebesar 7,04. Indeks kekayaan spesies yang tergolong rendah terdapat di hutan pegunungan atas pada tegakan RBC tingkat tiang dan pohon.

Indeks keanekaragaman (H’) berkorelasi positif dengan indeks kekayaan

spesies (R). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 11 yang menunjukan bahwa indeks

keanekaragaman spesies (H’) yang tinggi menghasilkan indeks kekayaan spesies

(R) yang tinggi pula, hal yang sama berpengaruh juga terhadap kemerataan suatu spesies (E). Faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya jumlah spesies dan jumlah individu yang ditemukan pada lokasi penelitian.

5.2 Potensi Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci 5.2.1 Komposisi spesies tumbuhan obat

(47)

Gambar 7 Komposisi spesies dan famili yang berpotensi obat pada ketiga tipe hutan pegunungan.

Spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai obat lebih banyak ditemukan di hutan pegunungan atas yaitu sebesar 68 spesies dari 44 famili, dimana pada ketiga hutan pegunungan tersebut terdapat spesies dan famili yang sama. Famili yang mendominasi adalah Poaceae dan Fabaceae, masing-masing sebesar enam spesies (6,31%).

5.2.2 Komposisi famili tumbuhan obat

Keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di kawasan hutan lindung RPH Guci terdiri atas 53 famili dari 98 spesies (63,22%) yang sudah diketahui kegunaannya sebagai tumbuhan obat. Komposisi famili tumbuhan obat dengan jumlah spesies terbanyak disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Komposisi spesies tumbuhan obat berdasarkan famili.

Gambar 8 menunjukkan beberapa famili tumbuhan obat dengan jumlah spesies terbanyak antara lain famili Asteraceae tiga spesies, Euphorbiaceae empat

68

Hutan peg. Atas Hutan peg. Tengah Hutan peg. bawah

(48)

spesies, Fabaceae enam spesies, Malvaceae tiga spesies, Melastomataceae tiga spesies, Meliaceae tiga spesies, Moraceae empat spesies, Myrtaceae lima spesies, Poaceae enam spesies, Polypodiaceae tiga spesies, Rubiaceae empat spesies, dan Verbenaceae tiga spesies. Hal tersebut menunjukan spesies tumbuhan obat yang paling banyak ditemukan berasal dari famili Poaceae dan Fabaceae yaitu masing-masing sebanyak enam spesies. Spesies tumbuhan obat yang termasuk dalam famili Poaceae antara lain alang-alang, bambu tali (Giganthochloa apus), kamijara (Cymbopogon nardus), rumput grinting (Cynodon dactylon), rumput pring-pringan (Pogonatherum paniceum), dan tebu (Saccharum officinarum) sedangkan spesies tumbuhan obat yang termasuk dalam famili Fabaceae yaitu flemingia (Flemingia strobilifera), kaliandra putih (Calliandra tetragona), kayu dadap (Erythrina microcarpa), petai cina (Leucana glauca), petai hutan (Parkia speciosa), dan secang (Caesalpinia sappan).

Kesesuaian tempat tumbuh merupakan salah satu faktor yang mendukung spesies dari famili tersebut yang mendominasi. Famili Poaceae lebih mendominasi pada kondisi lingkungan yang terbuka atau rindang, kondisi lingkungan dengan ketersediaan sinar matahari yang cukup, merupakan tempat tumbuh yang sesuai. 5.2.3 Komposisi spesies tumbuhan obat berdasarkan habitus

Komposisi tumbuhan obat yang terdapat di kawasan hutan lindung RPH Guci berdasarkan habitusnya dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Komposisi spesies tumbuhan obat berdasarkan habitus.

Tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan obat di kawasan hutan lindung RPH Guci lebih banyak ditemukan pada habitus pohon yaitu sebanyak 38

1

Epifit Liana Herba Semak Perdu Pohon

(49)

spesies (38,77%) dari 59 spesies yang ditemukan, perdu 21 spesies (21,42%) dari 28 spesies, semak 17 spesies (17,35%) dari 23 spesies, herba 16 spesies (16,32%) dari 31 spesies, liana 5 spesies (5,10%) dari 11 spesies, dan komposisi spesies terkecil pada habitus epifit sebanyak 1 spesies (1,02%) yaitu Asplenium nidus, dari 3 spesies.

5.2.4 Kelompok penyakit/penggunaan tumbuhan obat

Berdasarkan kelompok penyakit/penggunaannya, spesies-spesies tumbuhan obat yang terdapat di kawasan hutan lindung RPH Guci dikelompokan kedalam 22 kelompok penyakit/penggunaan. Kelompok penyakit tertinggi terdapat pada kelompok penyakit/penggunaan saluran pencernaan yaitu sebanyak 38 spesies, dan terendah ditemukan pada kelompok penyakit telinga sebesar dua spesies. Rekapitulasi klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan kelompok penyakit/penggunannya tersaji pada Tabel 12.

Tabel 12 Rekapitulasi Jumlah Spesies Tumbuhan Obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci

No Kelompok penyakit/penggunaan Jumlah spesies

1 Gangguan peredaran darah 11

2 Penawar racun 6

3 Pengobatan luka 10

4 Penyakit diabetes 6

5 Penyakit gigi 3

6 Penyakit ginjal 7

7 Penyakit kanker/tumor 1

8 Penyakit kuning 8

9 Penyakit khusus wanita 8

10 Penyakit kulit 23

11 Perawatan organ tubuh wanita 5

12 Penyakit malaria 4

13 Penyakit mata 13

14 Penyakit mulut 9

15 Penyakit otot dan persendian 10

16 Penyakit telinga 2

17 Tonikum 4

18 Penyakit saluran pembuangan 25

19 Penyakit saluran pencernaan 38

20 Penyakit saluran pernafasan/ THT 26

21 Perawatan kehamilan dan persalinan 6

22 Perawatan rambut, muka, kulit 7

(50)

1. Spesies tumbuhan obat untuk mengobati penyakit gangguan peredaran darah

Spesies tumbuhan obat yang digunakan untuk mengobati penyakit gangguan peredaran darah terdiri atas 11 spesies, yaitu andul-andul, jeruk nipis, kopi, kunyit, mahoni, orang-aring, petai cina, salam, secang, selada air, dan wortel. Nama spesies tumbuhan beserta bagian yang digunakan disajikan pada Tabel 13.

Gambar 10 Andul-andul (Sida acuta Burm.f.).

Tabel 13 Spesies tumbuhan obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang dimanfaatkan untuk mengobati penyakit darah tinggi

No Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang

digunakan

Khasiat/macam penyakit

1 Andul-andul Sida acuta Daun, akar Penambah darah,

2 Jeruk nipis Citrus aurantium Buah , bunga, daun

Tekanan darah tinggi

3 Kopi Coffea robusta Biji, daun Tekanan darah rendah

4 Kunyit Curcuma domestica Rimpang Tekanan darah tinggi, tekanan darah rendah 5 Mahoni Swietenia macrophylla Biji Tekanan darah tinggi 6 Orang-aring Scoparia dulcis Daun, akar Hipertensi

7 Petai cina Leucana glauca Biji Hipertensi,

8 Salam Syzygium polyanthum Daun, kulit batang, akar, buah

Kolesterol tinggi, hipertensi 9 Secang Caesalpinia sappan Batang Gangguan darah 10 Selada air Nasturtium officinale Herba Hipertensi

11 wortel Daucus carota Buah, daun Tekanan darah tinggi, kadar kolesteroldarah tinggi, stroke

2. Spesies tumbuhan untuk penawar racun

(51)

Gambar 11 Melati hutan (Clerodendrum inerme L. Gaertn.).

Tabel 14 Spesies tumbuhan obat di Kawasan Hutan Lindung RPH Guci yang dimanfaatkan untuk mengobati/penawar racun

No Nama lokal Nama ilmiah Bagian yang

digunakan

Khasiat/macam penyakit

1 Kopi Coffea robusta Biji, daun Penawar racun,

2 Labu buah Cucurbita moschata Buah Mengobati bisa binatang

3 Melati hutan Clerodendrum inerme Akar, biji Penawar racun

4 Pisang hutan Musa paradisiaca Rimpang, batang Penawar racun

5 Talas Colocasia esculenta Umbi, getah Digigit ular berbisa

6 wortel Daucus carota Buah, daun Keracunan bahan kimia

3. Spesies tumbuhan obat untuk pengobatan luka

Spesies tumbuhan untuk mengobati luka terdiri atas 10 spesies, yaitu gewor, harendong, kaliandra putih, kamijara, markisa, melati hutan, pacar air, sontak, suyung, dan talas. Nama spesies tumbuhan beserta bagian yang digunakan disajikan pada Tabel 15.

Gambar

Tabel  8    Spesies  dengan  INP  tertinggi  di  tiga  tipe  hutan  pegunungan  pada  tegakan RBC
Gambar 7  Komposisi spesies dan famili yang berpotensi obat pada ketiga tipe  hutan pegunungan
Tabel  12    Rekapitulasi  Jumlah  Spesies  Tumbuhan  Obat  di  Kawasan  Hutan  Lindung RPH Guci
Tabel  16    Spesies  tumbuhan  obat  di  Kawasan  Hutan  Lindung  RPH  Guci  yang   dimanfaatkan untuk penyakit diabetes
+7

Referensi

Dokumen terkait

Data TENAGA AHLI (Curiculum Vitae, Bukti SKA/SKT dan Ijazah); 8.. Data Peralatan

b. Informasi rahasia yang diperlukan dalam penelitian, konselor menjaga kerahasiaan setiap rekaman data konseli dengan sebaik-baiknya jika penelitian yang akan

Namun perlu disadari oleh Pemerintah China juga bahwa tindakan yang dilakukannya hanya akan membawa sengketa yang sudah terjadi akan menjadi. semakin

1) Kandungan Al. Kedua data menunjukkan sudah melebihi dari nilai spektek, namun MPK yang menggunakan bahan bakar Biodiesel adalah yang paling mendekati dengan nilai

[r]

Variabel-variabel dalam penelitian ini yang meliputi variabel independen (eksogen, bebas) yaitu gaya kepemimpinan (X1), motivasi (X2), disiplin (X3), dan variabel

Asam pada air gambut bereaksi dengan kalisum hidroksida membentuk ettringite yang dapat melemahkan ikatan antar partikel beton, sehingga kuat Tarik belah

Hasil penelitian ini disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian flebitis adalah jenis kateter, bahan kateter, ukuran kateter, lama pemasangan, tempat insersi, penutup