• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih (studi kasus di Provinsi Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih (studi kasus di Provinsi Lampung)"

Copied!
324
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PROSES PRODUKSI INDUSTRI

TAPIOKA RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS

PRODUKSI BERSIH

(Studi Kasus di Provinsi Lampung)

ERDI SUROSO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih (Studi Kasus di Provinsi Lampung) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Juni 2011

(3)

ERDI SUROSO. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih (Studi Kasus di Provinsi Lampung). Dibimbing oleh M.H. BINTORO DJOEFRIE, UDIN HASANUDIN, dan AHMAD ARIF AMIN

Industri tapioka merupakan salah satu industri yang potensial mencemari lingkungan terutama peningkatan pemanasan global sehingga memerlukan upaya perbaikan, Upaya perbaikan yang dilakukan diharapkan akan meningkatkan efisiensi proses sekaligus menurunkan biaya operasional.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan tahap proses pengolahan tapioka yang potensial untuk penerapan produksi bersih pabrik tapioka berdasarkan penggunaan air, energi, dan karakteristik limbah yang dihasilkan; menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi dan pengelolaan limbah industri tapioka yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan; menghasilkan model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih.

(4)

sisa proses separator untuk pencucian ubikayu memberikan nilai keuntungan penghematan biaya sebesar Rp.24.851.923,- setiap bulannya. Pemanfaatan air limbah sebagai salah satu sumber energi terbarukan dalam bentuk biogas dengan sistem CIGAR memberikan manfaat yang cukup menguntungkan dengan payback periode selama 7,3 bulan. Pemanfaatan kulit, serat ubikayu untuk pupuk organik akan memberikan manfaat sebesar Rp.79.500.000. Industri tapioka dinilai sangat menguntungkan apabila dapat menerapkan dengan baik perbaikan proses yang direkomendasikan, sehingga dampak pencemaran terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih yang dihasilkan dapat memberikan solusi skenario pemanfaatan air limbah, pemanfaatan energi dari air limbah dan reduksi emisi gas. Limbah padat dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk organik yang secara efektif menuju terciptanya agroindustri tapioka yang ramah lingkungan dan menurunkan dampak efek pemanasan global.

(5)

ERDI SUROSO. Tapioka Industry Production Process Model-Based Environmentally Friendly Cleaner Production (Case Study in Lampung Province).

Under the direction of M.H. BINTORO DJOEFRIE, UDIN HASANUDIN, and AHMAD ARIF AMIN.

Tapioca industry is one industry that potentially polluted the environment, especially the increase of global warming that requires improvement efforts, improvements made efforts expected to improve process efficiency while lowering operational costs.

The purpose of this study is to get the tapioca processing stage for potential application of clean production of tapioca factory based on the use of water, energy, and characteristics of waste generated; produce alternative production process improvement and management of industrial waste tapioca that can increase efficiency and reduce the risk of pollution to the environment based on analysis and evaluation of economic benefits and environmental values; produce a process model of environmentally friendly industrial production of tapioca-based cleaner production.

The results showed that the principle of cleaner production can be applied to the tapioca starch industry. The process of recycling water used efficiency improvements as an alternative that can be performed on stage separator for use of waste raw material leaching process. Efficiency of water used for production of 923.52 m3 of recycled water from the rest of the separator so that will save fresh water use by 27% of the total water use for 3,420.43 m3. If the tax is calculated with the use of underground water, it will save operational cost IDR.955,843 per day. Utilization of wastewater as a source of new renewable energy is an alternative to tapioca production process efficiency improvements. The energy generated from the conversion of methane equivalent of 47,221.75 kWh / day, so when used for industrial production processes of tapioca is sufficient energy required for 39,904.2 kWh / day. Excess energy for industrial tapioca 7,317.55 kWh / day is converted into diesel fuel, it will be the equivalent of 2,195.27 liters of diesel / day. Energy used tapioca industry for the drying process using an oven at 12,779.57 kWh when converted diesel fuel equivalent of 3,833.87 liters, then the diesel fuel requirements can be fulfilled 100% full. Operational costs required to purchase diesel fuel for IDR5.303.548, - can be saved by making use of new renewable energy sources. Excess energy net energy consumption for the drying process of 7317.55 kWh equivalent to diesel fuel as much as 2195.27 liters could be converted into economic value of IDR. 14,488,749, -. Excess energy can be used for other activities around the location of industries such as office activities, housing and lighting. In addition, the reduction of CO2 gases from the

(6)

profitable with payback period of 7.3 months. Utilization of the skin, fiber cassava for the organic fertilizer will provide benefits for IDR.79,500,000. Tapioca industries considered to be very profitable if it can apply to either the recommended process improvements, so the impact of pollution on the environment can be minimized. Tapioca production process model of environmentally friendly industrial based on production cleaner that can provide solutions resulting waste water utilization scenarios, energy utilization of waste water and reduction of gas emissions. Solid waste can be used as animal feed, organic fertilizer which effectively towards the creation of environmentally friendly agroindustry tapioca and reduce the impact of global warming effects.

(7)

ERDI SUROSO. Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih (Studi Kasus di Provinsi Lampung). Dibimbing oleh M.H. BINTORO DJOEFRIE, UDIN HASANUDIN, dan AHMAD ARIF AMIN.

Industri tapioka merupakan salah satu jenis industri agro ( Agro-based-industri) berbahan baku ubikayu/singkong yang banyak tersebar di Indonesia baik skala kecil, menengah, maupun berskala besar.

Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi ubikayu di Indonesia dengan total luas panen pada tahun 2009 mencapai 320.344 ha, tingkat produktivitas rata-rata 24,61 ton/ha dan total produksi sebesar 7.885.116 ton. Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dalam sistem ekonomi daerah. Produksi ubikayu yang sangat tinggi telah mendorong berdirinya lebih dari 65 industri tapioka di Propinsi Lampung.

Industri tapioka dalam kegiatan produksinya memiliki rendemen berkisar 20-25% b/b dari bobot ubikayu yang diolah. Industri tapioka selalu menghasilkan limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas yang sering menimbulkan bau yang tidak dikehendaki. Limbah padat berupa kulit, ampas (onggok), dan lindur (elot). Kandungan air yang cukup tinggi dalam limbah padat tapioka merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan proses pembusukan limbah padat menjadi lebih cepat dan proses pembusukan ini dapat menimbulkan masalah bau busuk pada limbah padat tapioka. Air limbah industri tapioka berasal dari proses pencucian bahan baku, dan ekstraksi. Limbah organik tersebut bila dibuang langsung ke perairan umum akan menimbulkan perubahan warna air menjadi kehitaman, penurunan kadar oksigen dalam air dan me-nimbulkan bau busuk. Air limbah yang dihasilkan industri tapioka sekitar 4-7 m3/ton ubikayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi. Sistem pengolahan air limbah tapioka saat ini banyak menggunakan kolam-kolam anaerobik yang memanfaatkan mikroba untuk menguraikan bahan-bahan organik dalam air limbah tersebut. Sistem kolam anaerobik selain memerlukan waktu tinggal yang lama, juga dinilai kurang ekonomis karena memerlukan areal pengolahan air limbah yang cukup luas dan tidak menghasilkan sesuatu yang ber-nilai ekonomi. Penerapan sistem kolam anaerobik dalam pengolahan air limbah tapioka akan menghasilkan gas berupa metana (CH4). Gas metana merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Selain bersifat merusak lingkungan, gas metana dikenal umum berpotensi sebagai bahan bakar alternatif dengan nilai kalor 35,9 MJ/m3 CH

4. Hal ini ditunjukkan dengan telah dimanfaatkannya gas metana sebagai bahan bakar alternatif antara lain dari pengolahan kotoran ternak, baik sapi maupun babi. Pemanfaatan gas metana yang dihasilkan dari air limbah agroindustri sebagai sumber energi alternatif belum banyak dikaji. Pemanfaatan gas metana yang terbentuk pada kolam anaerobik IPAL agroindustri tapioka akan memberikan manfaat yaitu menurunnya nilai COD air limbah sehingga dapat memenuhi baku mutu lingkungan, tersedianya energi alternatif, dan sekaligus berperan dalam mencegah pemanasan global dengan tidak terlepasnya gas metana ke udara.

(8)

penilaian antara lain identifikasi sumber penghasil limbah, efisiensi penggunaan sumberdaya energi, daur ulang limbah dan pemanfaatan air limbah.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan tahap proses pengolahan tapioka yang potensial untuk penerapan produksi bersih pabrik tapioka berdasarkan peng-gunaan air, energi, dan karakteristik limbah yang dihasilkan; menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi dan pengelolaan limbah industri tapioka yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan; menghasilkan model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih.

(9)

direkomendasikan, sehingga dampak pencemaran terhadap lingkungan dapat diminimalkan. Model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih yang dihasilkan dapat memberikan solusi skenario pemanfaatan air limbah, pemanfaatan energi dari air limbah dan reduksi emisi gas. Limbah padat dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk organik yang secara efektif menuju terciptanya agroindustri tapioka yang ramah lingkungan dan menurunkan dampak efek pemanasan global.

(10)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(11)

LINGKUNGAN BERBASIS PRODUKSI BERSIH

(Studi Kasus di Provinsi Lampung)

ERDI SUROSO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Penguji Luar Komisi

Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.Eng. Dr. Ir. Mohammad Yani, M.Eng.

Tanggal : 21 Maret 2011

Penguji Luar Komisi

Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.St.

(13)
(14)

(Q.S. Al-Insyirah 94:6)

Kupersembahkan karya ini

Untuk doa, dukungan dan kesetiaan yang tulus dan tak berujung dari:

Papa (alm.) dan Ibu

–“ the most”,

Sylvia

“the beloved wife”,

Sidiq, Nadia, dan Syafiq

“the precious gifts”,

Papi,

Keluarga Besar,

Kerabat dan para sahabat

“the truly friends”

Ilmu itu lebih baik daripada harta. Ilmu akan menjaga engkau dan engkau menjaga harta. Ilmu itu penghukum (hakim) sedangkan harta terhukum.

(15)

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusunan disertasi yang menjadi tugas dan tanggung jawab penulis telah dapat diselesaikan. Disertasi ini berjudul Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan Berbasis Produksi Bersih (Studi Kasus di Provinsi Lampung) merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kinerja proses produksi dan lingkungan dari industri tapioka yang pada saat ini belum dapat dikatakan baik.

Disertasi ini dapat terselesaikan berkat bimbingan, arahan, dan masukan yang tak kenal lelah dan penuh kesabaran dari komisi pembimbing yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr. dengan anggota Dr.Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T., Dr. drh. Ahmad Arif Amin, untuk itu penulis ucapkan banyak terima kasih. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Muchammad Sri Saeni, M.S. (almarhum) sebagai ketua komisi pembimbing pertama atas bimbingan, arahan dan masukan semasa beliau masih hidup hingga akhir hayatnya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng. dan Dr. Ir. Mohammad Yani, M.Eng. selaku penguji luar komisi pada saat ujian tertutup. Selain itu, Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. dan Dr. Ir. Muhammad Romli, M.Sc.St. selaku penguji luar komisi pada saat ujian terbuka. Penulis tetap mengharapkan kesediaan para pembimbing dan penguji untuk memberikan kesempatan bertukar pikiran di masa mendatang.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program pascasarjana pada tingkat Doktor (S3).

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SPS-IPB dan para staf pengajar PS PSL atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program pascasarjana pada tingkat Doktor serta menambah ilmu/wawasan di bidang lingkungan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung dan seluruh civitas akademika Universitas Lampung yang telah memberikan ijin dan kesempatan penulis mengikuti program pascasarjana Doktor (S3).

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S., Prof. Dr. Ir. KES Manik, M.S., Prof. Dr. John Hendri, M.S. yang telah bersedia memberikan rekomendasi kepada penulis untuk melanjutkan studi program pascasarjana Doktor (S3).di Institut Pertanian Bogor.

(16)

khususnya Prof. Dr. John Hendri, M.S., Prof. Dr. Wan Abbas Zakaria, M.S., Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.S., Dr. Ir. Suharyono AS, M.S., Ir. Slamet Budi Yuwono, M.S., Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.S., Drs. Buchori Asyik, M.S., Ir. Setyo Widagdo, M.Si., Dr. Ir. Sumaryo, M.Si., Dr. Hartoyo, M.Si., Dr. Toto Gunarto, M.S., Dr. M. Thoha B.S Jaya, M.S., Ir. Abdullah Aman Damai, M.Si., Dr. Rustam Abdul Rauf, M.S., Dr. Muh. Sarkowi, Ir. Prima Yudha, M.T.A., Drs. Teguh Budi Raharjo,M.S., Ir. Efri, M.S., Dr. Ir. Murhadi, M.S., Dr. Muchammad Yusron, M.Phil., Partomo, Asnil, Muhammad Wijaya beserta mahasiswa S3 angkatan 2005 PS PSL SPS-IPB, rekan-rekan bimbingan disertasi/tesis/skripsi Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro Djoefrie, M.Agr., rekan-rekan jurusan THP FP-Unila, rekan-rekan Wisma Beldes, Hi. Uking sekeluarga, mas Joko Sugiyono serta para mahasiswa Unila, atas segala bantuan baik moril maupun material.

Terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada Prof. Koichi Fujie, Mr. Inokawa dan Mr. Kajitani atas kesempatan bergabung sebagai anggota peneliti dalam riset kerjasama Universitas Lampung-JFE Techno Research, Japan serta kesempatan untuk menimba ilmu dalam bidang agroindustri.

Kepada Tim Asisten Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Agro-industri, Kementerian Lingkungan Hidup RI, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan bergabung sebagai anggota tim dalam menyusun buku Pedoman Pengelolaan Limbah Industri Pengolahan Tapioka tahun 2009 dan Penerapan Pedoman Pengelolaan Limbah Agroindustri Tapioka tahun 2010.

Atas segala pengorbanan, dukungan, dan ketulusan serta doa yang tak putus terutama selama penulis mengikuti program S3 dari Ibunda Hj. Endang Suprapti, bapak mertua H. Arifin Winatapradja, istriku tercinta Hj. Sylvia Putrandari W, anak-anakku Sidiq, Nadia dan Syafiq, mas Hari Prasetyo dan mbak Mala, kak Wayan Suwindra, kak Mufti Sapano, mas Vedi dan Shanti, Trisna dan Rini, mas Adriatma dan mbak Mevia serta seluruh keluarga besarku, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga. Penulis juga memanjatkan doa kepada papa H. Mas’ud Yusuf (alm.) dan ibu mertua Hj. Iken Srisularsikin (alm.) yang tidak sempat mendampingi penulis hingga disertasi ini terselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang turut mendukung dan membantu penulis selama ini sekaligus permohonan maaf karena tidak dapat menyebutkan satu per satu. Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2011

(17)

Penulis dilahirkan di Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 6 Oktober 1972, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Drs. Hi.

Mas’ud Yusuf, M.Pd. (almarhum) dan Dra. Hj. Endang Suprapti.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Sejahtera I, Kedaton, Bandar Lampung pada tahun 1985; Sekolah Menengah Pertama dari SMP Xaverius Tanjungkarang, Bandarlampung pada tahun 1988; Sekolah Menengah Atas dari SMA Xaverius Pahoman, Bandarlampung pada tahun 1991. Penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (UNILA) dan lulus pada tahun 1996. Pada tahun 1998, penulis bergabung sebagai staf pengajar di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung (UNILA).

Pada tahun 2000 dengan beasiswa dari Dirjen Dikti melalui BPPS, penulis melanjutkan pendidikan pascasarjana (S2) pada Program Pascasarjana Magister Teknologi Agroindustri – Universitas Lampung dan lulus pada tahun 2004. Selanjut-nya pada tahun 2005 dengan beasiswa BPPS pula, penulis melanjutkan pendidikan program Doktor S3 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor (SPs IPB). Penulis menikah dengan Hj. Sylvia Putrandari, S.T.P. dan telah dikaruniai 3 orang anak yaitu Sidiq Nurrachman, Nadia Fakhirah Nurramdhani dan Muhammad Nur Syafiq.

Selama mengikuti pendidikan pada program S3 penulis berkesempatan mengikuti satu seminar internasional, yaitu International Wastewater Association (IWA) Congress di Bangkok tahun 2006. Selain itu, penulis pada tahun 2007 berkesempatan mengikuti kursus singkat Teknologi Tepat Guna Limbah Cair yang berlangsung di Pusteklim Yogyakarta.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Kerangka Pemikiran. ... 2

Perumusan Masalah ... 4

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

Novelty (Kebaruan) ... 7

TINJAUAN PUSTAKA... 8

Konsep Dasar Produksi Bersih ... 8

Peluang dan Tantangan Penerapan Produksi Bersih ... 9

Strategi Penerapan Produksi Bersih ... 14

Penerapan Produksi Bersih ... 16

Industri Tapioka ... 19

Limbah Industri Tapioka ... 22

Biogas Sebagai Sumber Energi Alternatif ... 27

METODE PENELITIAN ... 29

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

Pelaksanaan Penelitian... 29

Tahapan Penelitian... 30

Kajian Produksi Bersih Industri Tapioka ... 33

Neraca Massa dan Neraca Energi ... 34

Evaluasi Ekonomis Pilihan Produksi Bersih ... 35

Parameter Mutu Lingkungan Air Limbah Industri Tapioka ... 37

Metode Pengukuran Biogas di Kolam Air Limbah ... 40

Nilai Tambah Pengelolaan Limbah terhadap Lingkungan ... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 42

Profil Tanaman Ubikayu Ubikayu di Indonesia ... 42

Potensi Tanaman Ubikayu di Provinsi Lampung ... 43

Struktur Industri Tapioka di Provinsi Lampung ... 46

Pengelolaan Limbah Industri Tapioka ... 63

Sistem Penanganan Limbah ... 72

Studi Kelayakan Opsi Produksi Bersih Industri Tapioka ... 86

Model Proses Produksi Industri Tapioka Ramah Lingkungan ... 90

KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

(20)

DAFTAR TABEL

Tabel : Teks Halaman

1. Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih ... 18

2. Komposisi kimia kulit ubikayu ... 23

3. Komposisi kimia onggok ... 23

4. Baku mutu air limbah industri tapioka ... 27

5. Konversi energi biogas ... 28

6. Komposisi biogas ... 28

7. Data yang dibutuhkan pada kajian produksi bersih tingkat pabrik tapioka ... 33

8. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis air ... 39

9. Karakteristik industri tapioka yang dipilih sebagai lokasi penelitian ... 48

10. Kadar pati varietas ubikayu di wilayah studi ... 58

11. Karakteristik kualitas air limbah dari separator dan cucian ... 65

12. Karakteristik air limbah yang dihasilkan dari industri tapioka... 67

13. Karakteristik air limbah di kolam anaerobik I, II, III, IV ... 68

14. Karakteristik biogas beberapa industri tapioka ... 72

15. Komposisi pupuk organik dari kulit ubikayu ... 79

16. Perhitungan asumsi energi listrik yang dihasilkan dari biogas ... 83

17. Studi kelayakan opsi produksi bersih pada industri tapioka ... 87

18. Penentuan skala prioritas opsi produksi bersih ... 88

(21)

DAFTAR GAMBAR

Gambar : Teks Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 3

2. Perumusan masalah... 5

3. Teknik-teknik produksi bersih ... 17

4. Skema proses pengolahan tapioka di industri kecil ... 20

5. Skema proses pengolahan tapioka di industri skala besar ... 21

6. Lokasi pengambilan sampel di Provinsi Lampung ... 29

7. Diagram alir tata laksana penelitian... 30

8. Metodologi kajian produksi bersih ... 31

9. Lima Jenis Penyebab Dihasilkannya Limbah ... 32

10. Jenis-jenis pilihan perbaikan dengan pendekatan produksi bersih ... 32

11. Neraca material dan komponen-komponennya ... 32

12. Peralatan penangkap gas (a) dan gas meter (b) yang digunakan untuk pengukuran biogas pada IPAL industri tapioka ... 40

13. Pohon industri ubikayu ... 44

14. Perkembangan harga ubikayu di Provinsi Lampung ... 45

15. Proses pengupasan ubikayu ... 49

16. Proses pencucian ubikayu ... 49

17. Proses pemarutan ubikayu ... 49

18. Pengayakan parutan pati ubikayu ... 50

19. Air aci dialirkan pada bak pengendapan ... 50

20. Proses pengendapan aci ubikayu ... 51

21. Tapioka basah yang siap untuk dijemur ... 51

22. Penjemuran tapioka basah ... 51

23. Neraca massa dan air industri tapika A ... 52

24. Kondisi eksisting industri tapioka A ... 53

25. IPAL industri tapioka A setelah ditutup dengan plastik HDPE... 54

26. Kondisi eksisting industri tapioka skala besar ... 56

27. Proses pengangkutan bahan baku ubikayu ... 57

28. Proses penentuan kualitas dan pengukuran kadar pati ubikayu ... 57

29. Neraca massa dan air proses pengupasan dan pencucuian ubikayu ... 59

30. Neraca massa dan air proses pencacahan dan pemarutan ubikayu ... 60

31. Neraca massa dan air proses ekstraksi bubur ubikayu ... 61

32. Neraca massa dan air proses dewatering susu pati ubikayu ... 61

33. Neraca massa dan air proses sentifuse susu pati ... 62

34. Neraca massa dan air proses pengeringan dan pengemasan tapioka ... 62

35. Diagram alir proses produksi industri tapioka D ... 63

36. Jenis air limbah proses produksi tapioka ... 64

37. Lay out pengolahan air limbah industri tapioka ... 67

38. Lokasi pengambilan sampling gas pada kolam air limbah industri tapioka ... 69

39. Jenis limbah padat pengolahan tapioka ... 71

40. Air limbah yang menghasilkan gas CO2 dan CH4 ... 72

41. Kondisi sistem penanganan limbah padat industri tapioka ... 73

42. Pemanfaatan dan penghematan air dari proses separator ... 78

(22)

Gambar : Teks Halaman

(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran : Teks Halaman

1. Sebaran tanaman ubikayu di Indonesia ... 101 2. Luas panen, produksi, dan produktivitas ubikayu di Indonesia ... 102 3. Luas panen tanaman ubikayu (ha) di 10 provinsi di Indonesia tahun

2005-2009 ... 102 4. Produksi ubikayu (ton) di 10 provinsi di Indonesia tahun 2005-2009 .... 102 5. Produktivitas ubikayu (kuintal/ha) di 10 provinsi di Indonesia tahun

2005-2009 ... 103 6. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas ubikayu di

Propinsi Lampung tahun 2004-2008. ... 103 7. Karakteristik beberapa varietas unggul ubikayu... 104

8. Daftar perusahaan industri tapioka di Provinsi Lampung ... 106 9. Evaluasi proses produksi industri tapioka ... 108 10. Estimasi biaya instalasi biogas industri tapioka ... 110 11. Perhitungan reduksi CO2 ... 111

12. IPCC Guidelines for national greenhouse gas inventories ... 112 13. Wawancara dengan petugas quality control dalam tahapan proses produksi

tapioka ... 113 14. Wawancara dengan salah satu manager pabrik mengenai penentuan kadar

pati dalam ubikayu ... 113 15. Pengambilan sampel air limbah dari separator ... 114 16. Air limbah yang berasal dari pencucian ubikayu... 114 17. Pengambilan air limbah di IPAL industri tapioka ... 115 18. Pengukuran di lokasi (temperatur, pH dan DO) bersama Dr. Ir. Udin

Hasanudin, M.T. ... 115 19. Kunjungan Prof. Dr. Ir. H.M.H. Bintoro, M.Agr. ke lokasi salah satu industri

tapioka ... 116 20. Limbah padat yang cukup melimpah masuk ke kolam penampungan air

(24)
(25)

P

P

E

E

N

N

D

D

A

A

H

H

U

U

L

L

U

U

A

A

N

N

Latar Belakang

Industri tapioka merupakan salah satu jenis industri agro ( Agro-based-industri) berbahan baku ubikayu/singkong yang banyak tersebar di Indonesia baik skala kecil, skala menengah, maupun skala besar.

Provinsi Lampung merupakan salah satu produsen ubikayu di Indonesia dengan total luas panen pada tahun 2009 seluas 320.344 ha, tingkat produktivitas rata-rata sebesar 24,61 ton/ha dan total produksi sebesar 7.885.116 ton (BPS, 2010). Ubikayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang memiliki peranan penting dalam sistem ekonomi daerah (Direktorat Jenderal PPHP, 2006).

Produksi ubikayu yang sangat tinggi telah mendorong berdirinya lebih dari 65 industri tapioka di Propinsi Lampung. Industri tapioka dalam kegiatan produksinya memiliki rendemen berkisar 20-25% b/b dari bobot ubikayu yang diolah. Industri tapioka selalu menghasilkan limbah, baik berupa limbah padat, cair maupun gas yang sering menimbulkan bau yang tidak dikehendaki. Ketiga jenis limbah ini memiliki karakteristik dan beban pencemaran yang berbeda.

Limbah padat berupa kulit, ampas (onggok), dan lindur (elot). Kandungan air yang cukup tinggi dalam limbah padat tapioka merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang menyebabkan proses pembusukan limbah padat menjadi lebih cepat dan proses pembusukan ini dapat menimbulkan masalah bau busuk pada limbah padat tapioka.

Air limbah industri tapioka berasal dari proses pencucian bahan baku (ubikayu), dan ekstraksi. Limbah organik tersebut bila dibuang langsung ke perairan umum akan menimbulkan perubahan warna air menjadi kehitaman, penurunan kadar oksigen dalam air dan menimbulkan bau busuk. Air limbah yang dihasilkan industri tapioka sekitar 4-7 m3/ton ubikayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi.

(26)

waktu tinggal yang lama, juga dinilai kurang ekonomis karena memerlukan areal pengolahan air limbah yang cukup luas dan tidak menghasilkan sesuatu yang ber-nilai ekonomi. Penerapan sistem kolam anaerobik dalam pengolahan air limbah tapioka akan menghasilkan gas berupa metana (CH4). Gas metana merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global (Rhode, 1990). Gas metana akan menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Keadaan ini terjadi terus menerus sehingga mengakibatkan panas bumi meningkat.

Adanya pencemaran udara, yang berupa bau tidak sedap di dekat lokasi industri tapioka, banyak disebabkan oleh membusuknya limbah padat maupun air limbah yang tidak dikelola dengan cepat dan tepat, sehingga terjadi pembusukan yang tidak dikehendaki (Balitbang Industri, 2007). Untuk itu sangatlah perlu kiranya dikembangkan metode pengelolaan limbah yang lebih baik dan ramah lingkungan sehingga akan memberikan nilai ekonomis yang lebih besar.

Tindakan pengelolaan lingkungan dalam sistem pengelolaan lingkungan (environment protection agency) diprioritaskan pada usaha pengurangan limbah pada sumbernya. Pendekatan tersebut memunculkan konsep produksi bersih. Produksi bersih merupakan suatu pendekatan yang mengarah kepada peningkatan efisiensi proses produksi, penggunaan teknik-teknik daur ulang dan pakai ulang, kemungkinan substitusi bahan baku dengan yang lebih ekonomis dan tidak ber-bahaya serta perbaikan sistem operasi dan prosedur kerja. Upaya-upaya yang di-lakukan pada penerapan produksi bersih, mulai dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks, yaitu good housekeeping, optimasi proses, substitusi bahan baku, teknologi baru, dan desain produk baru.

Kerangka Pemikiran

(27)

Upaya-upaya nyata sebagai pelaksanaan prinsip pengembangan industri yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan harus menjadi perhatian khusus dalam melakukan kegiatan industri. Pengendalian tersebut sudah harus dimulai dari tahap pemilihan bahan baku hingga akhir proses produksi. Sehubungan dengan itu, dibutuhkan informasi pemilihan bahan baku yang bersih dari bahan pencemar, teknologi proses yang bersih dan mampu menghasilkan limbah yang sedikit, efisiensi proses yang tinggi, serta didukung teknologi daur ulang dan penanganan limbah yang baik. Hal tersebut merupakan salah satu butir konsep cleaner production/produksi bersih. Produksi bersih merupakan konsep strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, produk dan jasa untuk meminimalkan terjadinya resiko terhadap manusia dan lingkungan (UNEP, 2003).

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Upaya pokok dari penerapan konsep produksi bersih adalah upaya men-cegah, mengurangi, dan mengeliminasi limbah yang dihasilkan dengan cara sebagai berikut: (1) menghitung penggunaan bahan-bahan kimia dan bahan-bahan lainnya serta jumlah limbah yang dihasilkan; (2) mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah; (3) mengidentifikasi kemungkinan-kemungkinan upaya untuk mengurangi limbah; (4) mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang layak; dan (5) meng-implementasikan kemungkinan terbaik dari penerapan produksi bersih. Keluaran

Ubikayu

Pabrik Tapioka

Tapioka Limbah

Masukan:

 Air yg diperlukan?

 Energi yg diperlukan

Produksi bersih  QuickScan

Profound Analysis

 Sintesis

Kajian yg dilakukan

Meminimalisasi

Global Warming? Pencemaran?

E

fis

ie

ns

i

(28)

yang diharapkan dari implementasi produksi bersih adalah terjadinya peningkatan efisiensi, kinerja lingkungan, dan keunggulan kompetitif. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

P

PeerruummuussaannMMaassaallaahh

Tapioka yang dihasilkan dari proses produksi ubikayu memiliki rendemen berkisar 20-25% b/b dari bobot ubikayu yang diolah. Selebihnya industri ini juga menghasilkan limbah padat,air limbah dan gas.

Limbah padat yang dihasilkan berupa kotoran kulit ubikayu, ampas limbah yang dihasilkan industri tapioka berkisar 4-7 m3/ton ubikayu yang diolah dengan konsentrasi bahan organik yang sangat tinggi dengan nilai COD mencapai 18.000-25.000 mg/L, sehingga perlu dilakukan penanganan serius dalam menurunkan jumlah dan konsentrasi limbah yang dihasilkan.

Sistem pengolahan air limbah industri tapioka yang saat ini diterapkan yaitu pengolahan limbah biologis secara anaerobik terbuka (lagoon/pond) yang dapat menghasilkan gas karbon diokasida (CO2), metana (CH4), amoniak (NH2), hidro-gen sulfat (H2S), dan senyawa lainnya. Sistem kolam anaerobik disamping merlukan waktu tinggal yang lama, juga dinilai kurang ekonomis karena me-merlukan areal pengolahan air limbah yang cukup luas dan tidak menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi. Gas metana merupakan gas rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global (Rhode, 1990). Pemanasan global (global warming) merupakan fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi gas seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O) dan CFC sehingga energi matahari akan terperangkap dalam atmosfer bumi.

(29)

Gambar 2. Perumusan Masalah

Selain bersifat merusak lingkungan, gas metana dikenal umum berpotensi sebagai bahan bakar alternatif dengan nilai kalor 35,9 MJ/m3 CH

4 (Nakamura, 2006). Hal ini ditunjukkan dengan telah dimanfaatkannya gas metana sebagai bahan bakar alternatif antara lain dari pengolahan kotoran ternak, baik sapi mau-pun babi. Pemanfaatan gas metana yang dihasilkan dari air limbah agroindustri sebagai sumber energi alternatif belum banyak dikaji. Pemanfaatan gas metana yang terbentuk pada kolam anaerobik IPAL agroindustri tapioka akan memberi-kan manfaat yaitu menurunnya nilai COD air limbah sehingga dapat memenuhi baku mutu lingkungan, tersedianya energi alternatif, dan sekaligus berperan dalam mencegah pemanasan global dengan tidak terlepasnya gas metana ke udara.

Cleaner production atau produksi bersih adalah suatu strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif, terintegrasi dan berkelanjutan untuk mencegah

INDUSTRI TAPIOKA

Air limbah Limbah Padat

(Kulit, Onggok, Elot)

Pencemaran Air

Pencemaran Udara CO2

CH4

Global Warming TAPIOKA

PRODUKSI BERSIH  Preventif

 Integratif

 Berkelanjutan

 menghitung penggunaan bahan serta limbah yang dihasilkan

 mengidentifikasi penyebab dihasilkannya limbah

 mengidentifikasi kemungkinan upaya mengurangi limbah

 mengevaluasi kemungkinan-kemungkinan yang layak

 mengimplementasikan kemungkinan terbaik dari penerapan

MODEL PROSES PRODUKSI INDUSTRI TAPIOKA RAMAH LINGKUNGAN BERBASIS PRODUKSI BERSIH

(30)

dan/atau mengurangi terbentuknya limbah pada sumbernya. Obyek penelitian ini adalah pabrik tapioka yang mengolah ubikayu menjadi tapioka. Penelitian di-fokuskan pada proses pengolahan ubikayu menjadi tapioka yang potensial untuk penerapan konsep produksi bersih dengan beberapa kriteria penilaian antara lain identifikasi sumber penghasil limbah, efisiensi penggunaan sumberdaya energi, daur ulang limbah dan pemanfaatan air limbah.

Selanjutnya dilakukan kajian terhadap bagian dari proses produksi ubikayu menjadi tapioka untuk menghasilkan kemungkinan penerapan konsep produksi bersih berdasarkan analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan-nya.

Implementasi produksi bersih industri tapioka tersebut dilakukan untuk menghasilkan suatu model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih yang efisien dalam penggunaan air dan energi, biaya produksi, minimalisasi limbah yang dihasilkan dan kemungkinan produksi dan pemanfaatan energi dari air limbah.

T

TuujjuuaannPPeenneelliittiiaann

Tujuan penelitian ini adalah:

1. mendapatkan tahap proses pengolahan tapioka yang potensial untuk penerap-an produksi bersih pabrik tapioka berdasarkpenerap-an penggunapenerap-an air, energi, dpenerap-an karakteristik limbah yang dihasilkan;

2. menghasilkan alternatif perbaikan proses produksi dan pengelolaan limbah industri tapioka yang dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko pencemaran terhadap lingkungan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi nilai manfaat ekonomis dan lingkungan;

3. menghasilkan model proses produksi industri tapioka ramah lingkungan berbasis produksi bersih.

Manfaat Penelitian

(31)

Novelty (Kebaruan)

(32)

T

T

I

I

N

N

J

J

A

A

U

U

A

A

N

N

P

P

U

U

S

S

T

T

A

A

K

K

A

A

Konsep Dasar Produksi Bersih

Produksi bersih merupakan salah satu sistem pengelolaan lingkungan yang dilaksanakan secara sukarela (voluntary)sebab penerapannya bersifat tidak wajib. Konsep produksi bersih merupakan pemikiran baru untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan dengan lebih bersifat proaktif. Produksi bersih merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan pendekatan secara konseptual dan operasional terhadap proses produksi dan jasa, dengan meminimumkan dampak terhadap lingkungan dan manusia dari keseluruhan daur hidup produknya.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal, 1995) mendefinisikan Produksi bersih sebagai suatu strategi pengelolaan lingkungan yang preventif dan diterapkan secara terus-menerus pada proses produksi, serta daur hidup produk dan jasa untuk meningkatkan eko-efisiensi dengan tujuan mengurangi risiko terhadap manusia dan lingkungan.

Strategi Produksi bersih mempunyai arti yang sangat luas karena di dalam-nya termasuk upaya pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan melalui pilihan jenis proses yang akrab lingkungan, minimisasi limbah, analisis daur hidup produk, dan teknologi bersih. Pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan merupakan strategi yang perlu diprioritaskan dalam upaya untuk mewujudkan industri dan jasa yang berwawasan lingkungan, namun bukanlah merupakan satu satunya strategi yang harus diterapkan. Strategi lain seperti program daur ulang, pengolahan dan pembuangan limbah tetap diperlukan, sehingga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya (Bratasida, 1997). Strategi untuk menghilangkan limbah atau mengurangi limbah sebelum terjadi (preventive strategy), lebih baik daripada strategi pengolahan limbah atau pembuangan limbah yang telah ditimbulkan (treatment strategy). Kombinasi kedua strategi tersebut sesuai dengan skala prioritas pelaksanaan produksi bersih adalah sebagai berikut (Overcash, 1986) :

(33)

2. Mengurangi sumber limbah: Strategi pengurangan limbah yang terbaik adalah menjaga agar limbah tidak terbentuk pada tahap awal. Pencegahan limbah mungkin memerlukan beberapa perubahan penting dalam proses produksi, tetapi dapat meningkatkan efisiensi ekonomi yang besar dan menekan pen-cemaran lingkungan.

3. Daur ulang: Jika timbulnya limbah tidak dapat dihindarkan dalam suatu proses, maka harus dicari strategi untuk meminimalkan limbah tersebut sampai batas tertinggi yang mungkin dilakukan, seperti misalnya daur ulang (recycle) dan/atau penggunaan kembali (reuse). Jika limbah tersebut tidak dapat dicegah atau diminimalkan melalui penggunaan kembali atau daur ulang, maka strategi yang bersifat mengurangi volume atau kadar racunnya melalui pengolahan limbah dapat dilakukan. Walaupun strategi ini kadang-kadang dapat mengurangi jumlah limbah, tetapi tidak sama efektifnya dengan mencegah limbah di tahap awal.

4. Pengolahan limbah: Strategi yang terpaksa dilakukan mengingat pada proses perancangan produksi perusahaan belum mengantisipasi adanya teknologi baru yang sudah bebas limbah (zerro waste). Hal ini berarti limbah memang sudah terjadi dan ada dalam sistem produksinya, namun kualitas dan kuantitas limbah yang ada dikendalikan agar tidak melebihi baku mutu yang telah disyaratkan.

5. Pembuangan limbah: strategi terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah metode-metode pembuangan alternatif. Pembuangan limbah yang tepat merupakan suatu komponen penting dari keseluruhan program manajemen lingkungan, meskipun ini adalah teknik yang paling tidak efektif.

6. Remediasi: strategi penggunaan kembali bahan-bahan yang terbuang bersama limbah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kadar racun dan kuantitas limbah yang ada.

Peluang dan Tantangan Penerapan Produksi Bersih

(34)

ekonomi. Menurut Djajadiningrat (2001), peluang penerapan Produksi bersih adalah:

1. Memberi keuntungan ekonomi, karena konsep produksi bersih didalamnya terdapat strategi pencegahan pencemaran pada sumbernya (source reduction dan inprocess recycling) yaitu pencegahan terbentuknya limbah secara dini sehingga dapat mengurangi biaya investasi yang harus dikeluarkan untuk pengolahan, pembuangan limbah dan upaya perbaikan lingkungan.

2. Mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan.

3. Memelihara dan memperkuat pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang melalui konservasi sumberdaya, bahan baku dan energi.

4. Mendorong pengembangan teknologi baru yang lebih efisien dan akrab lingkungan

5. Mendukung prinsip ‘environmental equity’ dalam rangka pembangunan ber-kelanjutan.

6. Mencegah atau memperlambat terjadinya proses degradasi lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam.

7. Memelihara ekosistem lingkungan.

8. Memperkuat daya saing produk di pasar internasional.

Tantangan penerapan produksi bersih, antara lain : 1. Tercapainya efisiensi produksi yang optimal

2. Diperolehnya penghargaan masyarakat terhadap sistem produksi yang akrab lingkungan

3. Mendapatkan insentif.

(35)

produksi bersih, bila tidak menguntungkan bagi perusahaan maka sulit bagi manajemen untuk membuat keputusan tentang penerapan produksi bersih. Menurut Djajadiningrat (2001), hambatan pada aspek ekonomi dan teknis antara lain:

1. Keperluan biaya tambahan peralatan

2. Tingginya modal/investasi yang dibutuhkan dibanding kan penerapan kontrol pencemaran secara konvensional sekaligus penerapan produksi bersih

3. Penghematan proses produksi bersih yang belum nyata realisasinya 4. Kurangnya informasi produksi bersih

5. Sistem yang baru ada kemungkinan tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat menyebabkan gangguan

6. Fasilitas produksi ada kemungkinan sudah penuh sehingga tidak ada tempat lagi untuk tambahan peralatan.

Kendala sumberdaya manusiadalam penerapan produksi bersih dapat

berupa:

1. Kurangnya komitmen manajemen puncak

2. Adanya keengganan untuk berubah baik secara individu maupun organisasi 3. Lemahnya komunikasi internal

4. Pelaksanaan organisasi yang kaku

5. Birokrasi, terutama dalam pengumpulan data. 6. Kurangnya dokumentasi dan penyebaran informasi.

7. Kurangnya pelatihan kepada sumberdaya manusia mengenai produksi bersih.

Manfaat penerapan Produksi bersih, antara lain :

1. Lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumberdaya alam. 2. Mengurangi biaya-biaya yang berkenaan dengan lingkungan 3. Mengurangi atau mencegah terbentuknya pencemar

4. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media ke media lain 5. Mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan

(36)

7. Memberikan keunggulan daya saing pada tingkat pasar domestik dan internasional.

(37)

pelestarian dengan penghitungan yang tepat antara eksploitasi yang mereka lakukan sejalan dengan upaya perbaikan. Contoh dalam masalah ini adalah kondisi masyarakat sekarang yang semakin kritis sehingga upaya pelestarian lingkungan hidup selalu ditanyakan dalam setiap bentuk produk dan jasa yang ada. Penerapan produksi bersih dapat mendukung ketiga aspek tersebut, terutama dalam kaitannya dengan sertifikasi ecolabel dan ISO 14000.

Sikap Indonesia mengenai perlunya integrasi produksi bersih dengan strategi pemasaran produk dalam menanggapi isu lingkungan sudah jelas. Hal tersebut sudah menjadi komitmen pemerintah. Dalam konteks perdagangan dan industri di Indonesia, pemerintah juga telah memperkenalkan produksi bersih (cleaner production) sejak tahun 1993 melalui program-program yang dikembangkan oleh BAPEDAL untuk menarik minat masyarakat (community awareness) dalam menerapkan produksi bersih.

Tekad pemerintah untuk melaksanakan produksi bersih ini kemudian dicanangkan pada tahun 1995 sebagai komitmen nasional bagi kalangan industri dan pengusaha untuk dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Tindak lanjutnya pada tahun 1996 telah disusun suatu rencana pelaksanaan kegiatan produksi bersih yang mencakup arahan pelaksanaan produksi bersih pada seluruh sektor kegiatan. Pola ini dilakukan melalui kegitan bantuan teknis, pengembangan sistem informasi, peningkatan kesadaran dan pelatihan serta pengembangan sistem insentif. Selanjutnya konsep produksi bersih dilaksanakan sejalan dengan program-program lain yang dapat mendorong penerapan produksi bersih seperti label lingkungan (environmental labeling) dan Sistem Manajemen Lingkungan (environmental management system) melalui kegiatan kerjasama dengan instansi terkait misalnya Kementerian Industri dan Perdagangan Republik Indonesia.

(38)

yang dapat diperoleh bagi semua pihak (win-win situation). Bagi pengusaha ekspor, upaya mengintegrasikan penerapan produksi bersih dengan strategi pemasaran akan membuat produk dan/atau jasa lainnya telah memenuhi per-syaratan tertentu sehingga dapat dikatakan sebagai produk/jasa yang akrab dengan lingkungan. Dengan demikian, produknya akan dapat diterima oleh konsumen internasional.

Strategi Penerapan Produksi Bersih

Komitmen nasional produksi bersih merupakan upaya penggalangan penerapan

produksi bersih secara sukarela oleh berbagai kalangan, baik itu pemerintah, kalangan

industri dan jasa, bahkan para peneliti dan konsultan yang terlibat. Komitmen nasional produksi bersih ini antara lain :

1. Produksi bersih dipertimbangkan pada tahap sedini mungkin dalam pengembangan proyek-proyek baru, atau pada saat mengkaji proses dan/atau aktivitas yang sedang berlangsung

2. Semua pihak turut bertanggung jawab dan terlibat dalam program dan rencana tindakan produksi bersih dan bekerjasama untuk mengharmonisasi-kan pendekatan-pendekatan produksi bersih.

3. Agar produksi bersih dapat dilaksanakan secara efektif, semua pendekatan melalui peraturan perundang-undangan, instrumen ekonomi maupun upaya sukarela harus dipertimbangkan.

4. Program produksi bersih menekankan pada upaya perbaikan yang berlanjut. 5. Produksi bersih hendaknya melibatkan pertimbangan daur hidup suatu

produk

6. Produksi bersih menjadi salah satu elemen inti dari sistem manajemen lingkungan, seperti pada ISO 14001.

7. Produksi bersih dilaksanakan agar tercapai daya saing yang lebih besar di pasar domestik maupun internasional melalui peningkatan efisiensi dan perbaikan struktur biaya.

(39)

Kyoto. Penerapan CDM terutama adalah untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir, dan dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara. Selain itu, negara maju khususnya yang tergabung dalam JI (Joint Implementation) harus membantu negara-negara berkembang dalam penerapan CDM. Dengan membantu penerapan CDM tersebut, negara maju dapat memperoleh unit pengurangan emisi (Emission Reduction Unit/ERU) dan sertifikasi pengurangan emisi (Certified Emission Reduction/CER) dari penerapan CDM tersebut, serta peningkatan jatah emisinya di dalam negeri melalui perdagangan emisi. Bagi negara berkembang, kerjasama tersebut dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan pembangunan di negara tersebut serta membantu mempercepat tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Itulah sebabnya mengapa CDM dapat diterima oleh banyak negara, karena dinilai fleksibel dan mampu mengendalikan pencemaran lingkungan (Murdiyarso, 2003).

Menurut Murdiyarso (2003) bahwa secara umum untuk dapat menerapkan produksi bersih, diperlukan kelembagaan Produksi bersih sebagai prioritas pada semua aktivitas, dengan cara :

1. Memasukkan konsep produksi bersih ke dalam perundang-undangan, peratur-an dperatur-an kebijakperatur-an nasional.

2. Mengintegrasikan konsep produksi bersih dalam suatu kebijakan dan program departemen sektoral dan pemerintah daerah, diantaranya dengan meneliti peluang untuk memberikan insentif dalam rangka promosi untuk pelaksanaan produksi bersih.

3. Menetapkan komite nasional produksi bersih yang bertugas untuk me-ngembangkan, melaksanakan strategi dan merencanakan produksi bersih. Komite tersebut akan memantau perkembangannya dan melaporkan kepada presiden mengenai kinerja produksi bersih.

4. Mempercepat usaha penerapan produksi bersih secara nasional, berarti mem-fasilitasi diterimanya produksi bersih oleh semua pihak, dan hal ini akan

diperkuat dengan diratifikasinya Protokol Kyoto.

(40)

6. Mengembangkan program pendidikan dan latihan produksi bersih untuk semua pihak.

7. Bantuan bagi perusahaan skala kecil dan menengah dalam upaya meng-integrasikan konsep produksi bersih, baik bantuan teknis maupun pendanaan. 8. Pengembangan penggunaan instrumen ekonomi untuk dapat mendukung

di-laksanakannya produksi bersih, mengingat produksi bersih perlu dirancang menarik agar dapat meningkatkan partisipasi semua pihak, seperti pemberian insentif.

P

PeenneerraappaannPPrroodduukkssiiBBeerrssiihh

Produksi bersih berbeda dengan kontrol polusi yang merupakan proses pengendalian pencemaran suatu kegiatan setelah kegiatan produksi ( after-the-event) dengan pendekatan reaksi dan perlakuan (react and treat); sedangkan produksi bersih merupakan suatu tindakan proaktif dengan filosofi antisipasi dan pencegahan (anticipate and prevent) dan menganggap bahwa mencegah lebih baik daripada menangani sesuatu yang telah terjadi. Produksi bersih difokuskan pada upaya pengurangan limbah yang dihasilkan selama siklus hidup dari suatu produk yang dihasilkan berdasarkan kegiatan-kegiatan dan teknologi yang meminimalkan limbah dan energi yang digunakan dengan melibatkan penggunaan desain produk, teknologi yang ramah lingkungan, proses dan kegiatan yang meminimalkan limbah. Teknologi pengolahan limbah (end-of-pipe) tidak berarti menjadi tidak diperlukan dengan diterapkannya konsep produksi bersih, tetapi dengan penerapan filosofi produksi bersih menyebabkan berkurangnya masalah limbah dan polusi yang pada akhirnya mengurangi beban yang harus diolah dengan teknik pengolahan limbah dan untuk beberapa kasus resiko berupa limbah yang dihasilkan dapat dihindari. (Andrews et al. 2002; UNEP DTIE dan DEPA 2000). Beberapa upaya dan teknik-teknik yang dapat dilakukan dalam penerapan konsep produksi bersih disajikan pada Gambar 3. dan Tabel 1.

Keberhasilan penerapan upaya perbaikan melalui pendekatan produksi bersih didukung antara lain melalui:

(41)

(2) penerapan pengetahuan (applying know-how) yang berarti peningkatan efisiensi, penerapan teknik manajemen yang lebih baik, perbaikan teknik tata cara kerja (housekeeping practices), dan penyempurnaan kebijakan dan prosedur kerja perusahaan; dan

[image:41.595.107.535.298.739.2]

(3) perbaikan teknologi (improving technology) yang dilakukan antara lain dengan (a) perubahan proses dan teknologi manufaktur; (b) perubahan peng-gunaan input proses (bahan baku, sumber energi, resirkulasi air); (c) perubahan produk akhir atau pengembangan produk-produk alternatif; dan (d) penggunaan kembali limbah dan hasil samping (UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario, 2000).

Gambar 3. Teknik-teknik produksi bersih. Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000)

TEKNIK PRODUKSI BERSIH Pengurangan Sumber Pencemar Daur Ulang Pengubahan Produk  Penggantian Produk  Pengubahan Komposisi Produk Pengendalian Sumber Pencemar Pengambilan Kembali Diproses untuk: Mendapatkan kembali bahan asal Memperoleh produk samping Penggunaan Kembali

 Pengembalian ke

proses asal

 Penggantian

bahan baku untuk proses lain

Pengubahan Material Input

 Pemurnian material  Penggantian

material

Pengubahan Teknologi

Pengubahan proses Pengubahan tata letak,

peralatan/perpipaan

Pengubahan tatanan

dan ketentuan operasi

Otomatisasi peralatan

Tata Cara Operasi

 Tindakan-tindakan

prosedural

 Pencegahan kehilangan  Pemisahan aliran

limbah

 Peningkatan

penanganan material

(42)

Tabel 1. Upaya-upaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih

Jenis Upaya Keterangan

Good House-keeping

Penerapan produksi bersih melalui perbaikan tatacara kerja dan upaya perawatan yang memadai, sehingga dihasilkan suatu keuntungan yang nyata. Upaya ini memerlukan biaya yang rendah.

Optimisasi Proses

Konsumsi terhadap sumberdaya yang digunakan dapat dikurangi dengan mengoptimalkan proses yang digunakan. Upaya ini memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan house-keeping

Substitusi Bahan Baku

Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat menghindari masalah lingkungan yang mungkin timbul dengan mengganti bahan-bahan yang berbahaya bagi lingkungan dengan bahan lain yang bersifat lebih ramah lingkungan. Upaya ini ke-mungkinan memerlukan perubahan peralatan proses produksi yang digunakan.

Teknologi Baru

Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat mengurangi konsumsi sumberdaya dan meminimalkan limbah yang dihasil-kan melalui peningkatan efisiensi operasi kerja. Upaya ini umumnya memerlukan invesitasi modal yang tinggi, tetapi jangka waktu kembali modal (payback periods) umumnya singkat

Desain Produk Baru

Penerapan produksi bersih melalui desain produk baru menghasilkan keuntungan melalui siklus hidup produk tersebut termasuk mengurangi penggunaan bahan-bahan berbahaya, limbah yang dihasilkan, konsumsi energi, dan meningkatkan efisiensi proses produksi. Desain produk baru merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan peralatan produksi baru dan upaya pemasaran yang lebih intensif, tetapi hasil yang diperoleh sangat menjanjikan

Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000); Maiellaro danLerario (2000)

Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan keuntungan antara lain:

(1) perbaikan proses produksi yang dilakukan dan produk yang dihasilkan; (2) penghematan bahan baku dan energi, sehingga mengurangi biaya produksi; (3) peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang

telah diperbaiki;

(43)

(5) mengurangi upaya yang berkaitan dengan penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahan-bahan berbahaya;

(6) meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan moral para pekerja; (7) meningkatkan citra perusahaan; dan

(8) mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP CCP dan the CRC WMPC, 1999; UNEP DITE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario, 2000).

Industri Tapioka

Industri tapioka di Indonesia terbagi menjadi industri berkapasitas kecil, menengah dan besar yang beroperasi secara nasional. Industri tapioka skala kecil adalah industri yang menggunakan teknologi proses dan peralatan tradisional dengan kemampuan produksi sekitar 5 ton bahan baku per hari. Industri tapioka skala menengah adalah industri yang menggunakan teknologi proses dan peralatan yang lebih sederhana dibandingkan industri skala besar serta mempunyai kemampuan produksi 20-200 ton bahan baku per hari. Industri tapioka skala besar adalah industri yang menggunakan teknologi proses produksi mekanis penuh dan mempunyai kemampuan produksi di atas 200 ton bahan baku per hari (Bapedal, 1996).

Dilihat dari proses pengolahan, industri tapioka digolongkan dalam dua kelompok. Kelompok pertama industri kecil menggunakan mesin-mesin sederhana dengan kapasitas produksi rendah, modal kecil dan lebih banyak menggunakan tenaga kerja, dan kelompok kedua merupakan industri besar yang menggunakan mesin-mesin dengan kapasitas produksi besar, modal kuat dan tenaga kerja sedikit. Skema proses pengolahan tapioka industri kecil dan industri besar dapat dilihat pada Gambar 4. dan Gambar 5.

(44)
[image:44.595.90.485.116.727.2]

Gambar 4. Skema Proses Pengolahan Tapioka di Industri Skala Kecil Sumber: (Bapedal, 1996)

Tahapan proses produksi di pabrik tapioka modern skala besar adalah tahap pembersihan ubikayu dari pasir atau tanah, pengupasan dapat dilakukan manual dengan tenaga manusia maupun secara mekanis, pemotongan dan pencacahan dilakukan untuk mendapatkan ukuran ubikayu yang lebih kecil untuk memper-mudah pada proses selanjutnya, serta pemarutan yang dilakukan secara mekanis dan biasanya pada proses ini ditambahkan dengan air yang akan menghasilkan bubur ubikayu. Tahap selanjutnya adalah ekstraksi bubur ubikayu yang dilakukan

Ubikayu

Pengupasan

Air

Kulit dan kotoran

Pencucian

Pemarutan

Ekstraksi

Pengendapan

Penjemuran

Penggilingan

Pengayakan Air

Air Limbah

Ampas

Air

Air Limbah

1 ton

TEPUNG TAPIOKA

Bubur ubikayu

Air Pencucian untuk

peralatan Limbah Cair

Limbah Cair

400 kg

(45)
[image:45.595.96.504.300.727.2]

dengan ekstraktor (saringan berputar berbentuk kerucut) yang terdiri dari ayakan stainless steel atau filtercloth dengan bantuan air cucian yang mengandung asam sulfide untuk menjamin pemisahan pati dengan ampasnya dan untuk menghindari terjadinya proses mikrobiologi. Setelah dilakukan ekstraksi bubur ubikayu, tahap selanjutnya adalah pengeringan dan pengemasan. Kegiatan ini terdiri dari peng-hilangan air pada bubur tepung dengan menggunakan dewatering, pengeringan tepung basah dengan flash dryer atau pneumatic dryer, pengumpulan tepung kering dengan cyclone dan pengayakan atau penyaringan yang dilakukan untuk menyaring ukuran tepung sesuai kebutuhan sebelum dimasukkan ke silo (ruangan penyimpan) untuk pengemasan tepung tapioka yang selanjutnya siap dipasarkan.

(46)

Limbah Industri Tapioka

Menurut Winarno (1986) yang dimaksud limbah adalah kotoran atau buangan yang tercermin dalam kata pelimbahan yang berarti tempat penampung kotoran atau buangan. Thompson (1973) mengatakan bahwa sebagian besar limbah merupakan komponen penyebab pencemaran yang terdiri dan zat atau bahan yang tidak mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat.

Limbah industri pertanian kebanyakan menghasilkan limbah yang bersifat cair atau padat yang masih kaya dengan zat organik yang mudah mengalami penguraian (Algamar, 1986). Industri yang ada membuang umumnya membuang limbahnya ke perairan terbuka, sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan terjadi bau busuk sebagai akibat terjadinya fermentasi limbah.

Kunaefi (1982) berpendapat bahwa limbah industri adalah buangan yang berasal dari industri sebagai akibat dari produksi. Pengusaha industri yang akan membuang limbah diwajibkan mengolah terlebih dahulu untuk mencegah pen-cemaran lingkungan hidup di sekitarnya dengan metode pengolahan limbah yang dapat dilakukan secara fisik, kimia, biologi atau kombinasi untuk mengatasi pen-cemaran. Sugiharto (1987) mengatakan bahwa air limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi, serta tergantung dari jenis dan besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri, derajat penggunaan air, dan derajat pengolahan.

Limbah dari industri tapioka bisa dibedakan menjadi 3 macam yaitu limbah padat, cair dan gas (Tjiptadi, 1985). Limbah padat dari industri tapioka adalah kulit ubikayu, ampas atau onggok, dan lindur (elot). Limbah kulit ubikayu adalah limbah yang dihasilkan dari proses pengupasan kulit ubikayu. Persentase jumlah limbah kulit ubikayu bagian luar sebesar 0,5-2% dari berat total ubikayu segar dan limbah kulit ubikayu bagian dalam sebesar 8-15% (Hikmiyati et al., 2009). Kulit ubikayu ini biasanya juga digunakan untuk pakan ternak dan selebihnya dibuang karena mengandung Cyanogenic glucosides yang dapat meracuni hewan ternak (Nursita, 2005). Komposisi kimia kulit ubikayu dapat dilihat pada Tabel 2.

(47)

Tabel 2. Komposisi kimia kulit ubikayu

Komposisi kimia Nilai (%)

Air* Abu* Lemak kasar* Serat kasar* Protein kasar* 67,7438 1,8629 1,4430 10,5952 6,0360 C** H** O** N** S** Ash** 59,31 9,78 28,74 2,06 0,11 0,3

Sumber: *) Laboratorium Fakultas Peternakan,Universitas Diponegoro (2008) dalam Hikmiyati, et al. (2009)

**) Ikawati, et al. (2009)

Banyaknya onggok yang dihasilkan dipengaruhi oleh varietas ubikayu, umur ubikayu, dan kasar-halusnya parutan yang digunakan. Varietas ubikayu yang bermutu baik dapat menghasilkan pati dengan rendemen tinggi. Saat musim hujan sebagian industri tapioka banyak membuang onggok bersama dengan air limbahnya, sehingga airnya keruh dan pekat. Hal ini sangat mengganggu kesehatan dan bahkan dapat mematikan biota air.

Onggok yang dikeluarkan industri kecil karena keterbatasan pengetahuan dan teknologi yang dimiliki maka onggok masih mengandung pati dengan konsentrasi cukup tinggi (Ira, 1991 dalam Chardialani, 2008). Adapun komposisi kimia onggok dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi kimia onggok.

Komposisi kimia Nilai (%)

Karbohidrat* Protein Lemak Serat kasar* Air Abu 68 3,6 2,3 10 20,31 4,4

Sumber : *) Susijahadi (1997) dalam Pratama (2009)

(48)

Air limbah industri tapioka berasal dari proses pencucian bahan baku, penyaringan bubur ubikayu (ekstraksi) dan pengendapan pati. Kualitas air limbah industri tapioka dapat ditentukan dengan beberapa parameter uji. Parameter uji yang pokok dalam air limbah industri tapioka antara lain BOD5, COD, padatan terlarut, padatan tersuspensi, sianida (HCN) dan pH. Menurut Fajarudin (2002), karakteristik limbah cair industri tapioka meliputi:

1. Warna

Warna air limbah transparan disertai suspensi berwarna putih. Zat terlarut dan tersuspensi yang mengalami penguraian hayati dan kimia akan berubah warna. Hal ini merupakan proses yang paling merugikan, karena kadar oksigen di dalam air limbah menjadi nol, sehingga air limbah berubah menjadi warna hitam dan busuk.

2. Bau

Bau industri tapioka tidak enak disebabkan oleh adanya pemecahan zat organik oleh mikroba. Bau menyengat yang timbul di perairan sungai atau salur-an, biasanya timbul apabila sungai atau saluran tersebut sudah menjadi anaerob atau tidak ada oksigen yang terlarut. Bau tersebut timbul karena penyusun protein dan karbohidrat terpecah, sehingga timbul bau busuk dari gas alam sulfida.

3. Kekeruhan

Adanya padatan terlarut dan tersuspensi di dalam air limbah tapioka menyebabkan air keruh. Kekeruhan ini terjadi Karena zat organik atau zat-zat tersuspensi dari pati yang tercecer atau zat organik terlarut yang sudah terpecah, sehingga air limbah berubah menjadi emulsi keruh.

4. BOD (Biochimical Oxigen Demand)

(49)

melihat nilai BOD. Angka BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk keperluan aktivitas mikroba dalam memecah zat organik secara biologis di dalam air limbah. Angka BOD dinyatakan dalam satuan mg/Latau ppm (part per million) dan biasanya pula dinyatakan dalam beban yaitu gram atau kilogram per satuan waktu.

5. COD (Chimical Oxigen Demand)

Chimical Oxigen Demand merupakan parameter air limbah yang menunjuk-kan jumlah zat organik biodegradasi dan non biodegradasi dalam air limbah. Zat tersebut dapat dioksidasi oleh bahan kimia K2Cr2O7 dalam asam, misalnya sulfat, nitrit kadar tinggi, dan zat-zat reduktor lainnya. Besarnya angka COD biasanya dua sampai tiga kali lebih besar dari BOD. Kisaran angka COD adalah 7.000-30.000 mg/L.

6. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) air limbah tapioka sangat dipengaruhi oleh kegiatan mikroba dalam pemecahan bahan organik. Air buangan cenderung asam, dan pada keadaan asam ini terlepas zat-zat yang mudah menjadi gas. Dari hasil percobaan, pada saat pembuatan tapioka pH larutan 6,51 namun setelah air limbah berumur tujuh jam mulai terjadi penurunan pH menjadi 5,8 setelah 13 jam pH menjadi 4,91 dan setelah satu hari menjadi pH 4,84 (Nurhasan dan Pramudyanto, 1983).

7. Padatan Tersuspensi

Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan air dan warna air. Apabila terjadi pengendapan dan pembusukkan zat-zat tersebut di dalam badan perairan penerima air limbah, maka akan mengurangi nilai guna perairan tersebut. Padatan tersuspensi di dalam air cukup tinggi, berkisar 1.500-5.000 mg/L. Padatan tersuspensi ini merupakan suspensi pati yang terendapkan pada pengendapan tingginya kandungan padatan tersuspensi menandakan bahwa proses pengendapan belum sempurna.

8. Asam Sianida (HCN)

(50)

yang terkandung dalam umbi ubikayu. Darjanto dan Muryati (1980) membagi ubikayu menjadi tiga golongan sebagai berikut.

a. Golongan yang tidak beracun (tidak berbahaya), mengandung HCN 20 - 50 mg per kg umbi.

b. Golongan yangberacun sedang, mengandung HCN 50 – 100 mg per kg umbi. c. Golongan yang sangat beracun, mengandung HCN lebih besar dari 100 mg

per kg umbi.

Menurut Grace (1977), kandungan asam sianida semula diperkirakan berhubungan dengan varietas ubikayu, namun kemudian ternyata juga bergantung pada kondisi pertumbuhan, tanah, kelembaban, suhu dan umur tanaman. Komposisi kimia tepung dan pati ubikayu jenis pahit dan manis ternyata hampir sama, kecuali kadar serat dan kadar abu pada tepung ubikayu manis lebih tinggi dari tepung ubikayu pahit (Rattanachon et al. 2004). Selanjutnya Rattanachon et al. (2004) menerangkan bahwa viskositas tepung dan pati ubikayu tergantung varietasnya, dan tidak ada hubungannya dengan kriteria manis atau pahit.

Industri tapioka kebanyakan menggunakan bahan baku ubikayu beracun, karena harganya murah. Ubikayu mengandung senyawa sianogenik linamarin. Komponen ini apabila terhidrolisis dapat menjadi glukosa, aseton, dan asam sianida (HCN). HCN terhidrolisa jika kontak dengan udara (O2), oleh karena itu kandungan sianida bukan penyebab utama timbulnya pencemaran. Menurut Barana dan Cereda (2000) limbah cair industri tapioka memiliki kandungan sianida sebanyak 33,59 ppm.

HCN pada ubikayu yang telah tua ditandai oleh membirunya umbi pada ubikayu ataupun pada kulitnya. HCN juga terletak pada daun ubikayu, ditandai dengan pahitnya rasa daun pada ubikayu tersebut. HCN diketahui dapat larut dalam air. Hal ini terlihat bahwa ubikayu yang mengalami proses pencucian akan mengalami perubahan warna biru perlahan memudar kemudian menjadi agak keputih-putihan kembali. Hal itu membuktikan bahwa kadar asam sianida ubikayu akan menurun kadarnya setelah mengalami pencucian, perendaman, perebusan, dan penjemuran.

(51)

Provinsi Lampung. Spesifikasi baku mutu air limbah industri tapioka didasarkan pada Peraturan Gubernur Lampung Nomor 7 Tahun 2010 tentang baku mutu air limbah usaha dan/atau kegiatan di Provinsi Lampung. Baku mutu untuk air limbah industri tapioka

Gambar

Gambar 3.  Teknik-teknik produksi bersih.
Gambar 4. Skema Proses Pengolahan Tapioka di Industri Skala Kecil
Gambar 5. Skema Proses Produksi Tapioka Industri Skala Besar   (Sumber: KLH, 2004 dalam Purwati, 2010)
Tabel 5.  Konversi energi biogas
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa terhadap proses seleksi proposal penelitian para dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2013 dipandang perlu ditetapkan

Hasil yang didapat pada penelitian ini p Value = 0,0001 dan nilai α=0,05 dengan derajat kesalahan 5% maka dapat disimpulkan bahwa p Value < α berati hipotesis penelitian

Diesel engine membutuhkan udara untuk membakar bahan bakar, system pemasukan udara harus mampu menyediakan udara bersih yang cukup untuk pembakaran, sementara

b. Siapapun yang memiliki 15 Dinar selama 10 bulan, lalu menggunakannya untuk membeli barang dagangan dan setelah 2 bulan berjualan memperoleh keuntungan sehingga uangnya

Dalam perancangan dan pembuatan alat ini, diperlukan beberapa komponen utama, antara lain LASER dan LDR sebagai input , transistor sebagai saklar otomatis, dan relay

Lebih rinci Slamet menjelaskan tiga persyaratan yang menyangkut kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi adalah sebagai berikut:.. 1) Kemauan secara psikologis

pe;nbelaJaraa,dan memperlakukan dengan keras muno yang menapfangnya.B ~rguruan 'lmggi -baik negeri maupun~awasta,mahasiswa-yang kritis pur )aianak-tirikan.Sebaliknya„mahasiswa Y a n

Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan pembuatan produk/material