UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISA POTENSI PAJAK HOTEL
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Rio Mangara Tua Lumban Tobing 070501059
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
ABSTRACT
The purpose of this paper is to analyze the potential of the hotel tax revenue Deli Serdang regency during the period 2006‐2009 by using descriptive method with simple statistics.
ABSTRAK
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis potensi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang selama kurun waktu 2006-2009 dengan menggunakan metode deskriptif dengan statistik sederhana.
Dari hasil analisis deskriptif dengan statistik sederhana, sektor perhotelan sangat potensial untuk dikembangkan dengan melihat tingkat pertumbuhan Realisasi penerimaan pajak hotel yang mengalami perkembangan positif dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan sebesar 20,7 persen per tahun. Namun masih banyak potensi pajak hotel yang belum tergali, hal ini terlihat hanya memberikan sumbangan sebesar 0,2 persen terhadap PAD dan hanya sebesar menarik 0,37% dari total potensi pajak hotel yang ada. Sedangkan perbandingan tax rationya atau penerimaan pajaknya terhadap produk domestik bruto sebesar 0,45% per tahun.
DAFTAR ISI
1.2 Perumusan Masalah ... 8
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Kegunaan Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 10
2.1 Desentralisasi Fiskal dan KeuAngan dalam Otonomi Daerah ... 10
2.1.1 Pembangunan Ekonomi Daera... 11
2.2 Sumber Keuangan Daerah... 11
2.3 Pengertian Dasar Pajak ... 14
2.3.1 Pengertian Pajak ... 14
2.3.2 Fungsi Pajak... 14
2.4. Pengertian Pajak Daerah ... 16
2.4.1 Definisi Pajak Daerah ... 16
2.4.2 Kriteria Pajak Daerah... 16
2.4.3 Jenis-jenis Pajak Daerah ... 17
2.4.4 Pajak Daerah dan Pertumbuhan ekonomi ... 18
2.4.5 Pengukuran Kinerja Pajak Daerah ... 19
2.4.6 Pengukuran Potensi Penerimaan Pajak... 21
BAB III METODELOGI PENELITIAN... 24
3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 24
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 24
3.3. Definisi Operasional... 24
4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Deli Serdang ... 31
4.1.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang ... 31
4.1.2 Kondisi Geografis ... 32
4.1.3 Kondisi Iklim ... 33
4.1.4 Kondisi Pemerintahan ... 33
4.1.5 Kondisi Demografis ... 35
4.1.6 Kondisi Kependudukan... 36
4.1.7 Kondisi Ketenagakerjaan ... 36
4.2 Gambaran Ekonomi Sektoral Kabupaten Deli Serdang... 38
4.2.1 Perkembangan APBD Kabupaten Deli Serdang... 41
4.2.2 Perkembangan PAD Kabupaten Deli Serdang ... 41
4.2.4 Perkembangan Pajak Hotel Kabupaten Deli Serdang... 42
4.3 Analisis Hasil Kesimpulan... 43
4.3.1 Pengukuran Potensi Pajak Hotel... 44
4.3.2 Ukuran Penilaian Potensi Pajak Hotel ... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
5.1 Kesimpulan ... 47
5.2 Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA
ABSTRACT
The purpose of this paper is to analyze the potential of the hotel tax revenue Deli Serdang regency during the period 2006‐2009 by using descriptive method with simple statistics.
ABSTRAK
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis potensi pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Deli Serdang selama kurun waktu 2006-2009 dengan menggunakan metode deskriptif dengan statistik sederhana.
Dari hasil analisis deskriptif dengan statistik sederhana, sektor perhotelan sangat potensial untuk dikembangkan dengan melihat tingkat pertumbuhan Realisasi penerimaan pajak hotel yang mengalami perkembangan positif dari tahun ke tahun dengan pertumbuhan sebesar 20,7 persen per tahun. Namun masih banyak potensi pajak hotel yang belum tergali, hal ini terlihat hanya memberikan sumbangan sebesar 0,2 persen terhadap PAD dan hanya sebesar menarik 0,37% dari total potensi pajak hotel yang ada. Sedangkan perbandingan tax rationya atau penerimaan pajaknya terhadap produk domestik bruto sebesar 0,45% per tahun.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dengan diberlakukannya Undang-undang No.22 dan undang-undang
No.25 Tahun 1999 tentang otonomi daerah maka kewenangannya diserahkan ke
daerah,sentralisasi menjadi desentralisasi,pendekatan top-down menjadi
bottom-up. Mengingat sasaran pembangunan pembangunan bukan hanya untuk
kepentingan pemerintah, sehingga pemerintah juga di tuntut melakukan
perubahan-perubahan yang lebih efektif, efisien, dan juga transparan, sehingga
menuju kearah good government.
Otonomi daerah di pandang sebagai suatu proses yang memberikan
kemampuan profesional kepada pemerintahan daerah untuk menyelenggarakan
pemenuhan kebutuhan publik baik pada skala lokal maupun regional. Secara
administratif, otonomi daerah juga dimaknai adanya pergeseran wewenang dari
yang semula dominasi pusat kepada daerah, dan dari yang semula dominasi
daerah kepada masyarakat. Adanya perubahan fundamental tersebut, menjadikan
adanya perubahan dalam strategi pembangunan kabupaten yang dijalankan
termasuk oleh pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Perubahan tersebut juga harus
dimaksimalkan adanya pergeseran dalam paradigma pembangunan Kabupaten.
Semakin maju suatu Negara dalam proses pembangunannya, maka
dorongan untuk desentralisasi semakin luas. Desentralisasi sebagai upaya untuk
dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya daerah yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sebagai sumber
pembiayaan pemerintah dan pembangunan daerah. Oleh karena itu otonomi
daerah dan juga pemerintah dan pembangunan daerah bisa diwujudkan apabila
disertai otonomi keuangan yang efektif. Ini berarti bahwa pemerintaha Daerah
secara financial harus bersifat independen terhadap pemerintah pusat dengan jalan
sebanyak mungkin menggali sumber-sumber Pendapatan asli Daerah
(Radianto,1997: 42)
Setelah desentralisasi digulirkan oleh pemerintah pusat, maka pemerintah
daerah (pemda) berlomba-lomba menciptakan “kreativitas baru” untuk
mengembangkan dan meningkatkan jumlah penerimaan PAD di masing-masing
daerah. Akan tetapi, pertanyaannya adalah apakah dengan peningkatan PAD
pemda mampu melaksanakan seluruh kewenangannya? Apakah dengan
meningkatnya PAD sudah merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan
pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah? Apakah dengan meningkatnya
PAD berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten
Deli Serdang?
Selama PAD benar-benar tidak memberatkan atau membenani masyarakat
lokal, investor lokal, maupun investor asing, tentu tidak masalah. Dan dapat
dikatakan bahwa daerah dengan PAD meningkat setiap tahun mengindikasikan
daerah tersebut mampu membangun secara mandiri tanpa tergantung dana pusat.
Sebaliknya, jika peningkatan PAD justru berdampak terhadap perekonomian
daerah yang tidak berkembang atau semakin buruk, maka belum dapat dikatakan
PAD sebagai salah satu sumber keuangan daerah, pada hakekatnya
menempati posisi yang paling strategis bila dibandingkan dengan sumber
keuangan daerah lainnya, meskipun bila dilihat dari hasil yang diperolehnya
masih menunjukan hasil yang lebih rendah bila dibandingkan dari pendapatan
daerah yang berasal dari pembagian dana hasil perimbangan keuangan antara
pusat dan daerah, dan di masa berlakunya UU Nomor 5 Tahun 1974 pendapatan
asli daerah ini jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan berbagai subsidi yang
berasal dari pemerintah pusat untuk membantu keuangan daerah (Faisal, 2009:
123).
Sebuah daerah dinyatakan mampu untuk menjalankan otonomi daearah
dilihat dari kemampuannya untuk menggali potensi sumber-sumber penerimaan
lokal yang kemudian disebut dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan
mengelolanya untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah.faktor
ekonomi ini juga menjadi salah satu indikator sebuah daerah dapat menjalankan
dan menjadi sebuah tolak ukur kemandirian daerah otonom. Oleh karena itu,
Daerah otonom harus berusaha meningkatkan PAD untuk mengurangi
ketergantungan terhadap bantuan pemerintah pusat
Dalam struktur APBD akan terlihat bahwa kontribusi terbesar dalam PAD
adalah dari pendapatan pajak daerah yang digunakan sebagai satu sumber
pebiayaan dan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, untuk
meningkatkan dan meratakan kesejahteraan rakyat. Pajak daerah merupakan suatu
sistem perpajakan Indonesia, yang pada dasarnya merupakan beban masyarakat
sehingga perlu dijaga agar kebijakan tersebut dapat memberikan beban yang adil.
secara terpadu dengan pajak nasional. Pembinaan ini dillakukan secara
terus-menerus, terutama mengenai objek dan tarif pajak, sehingga antara pajak pusat
dan pajak daerah saling melengkapi.
Berbagai permasalahan dihadapi oleh setiap pemerintahan kabupaten/Kota
pada umumnya dan pemerintah Kabupaten Deli Serdang khususnya, untuk
memperoleh sumber pendapatan daerah dalam memenuhi anggaran belanja daerah
baik itu belanja rutin maupun belanja pembangunan. Sumber Pendapatan Daerah
Kabupaten Deli Serdang berasal dari Pendapan Asli Daerah, Dana Perimbangan
dan lain-lain pendapatan yang sah menurut undang-undang. Pendapatan Asli
Daerah memiliki empat pos sebagai sumber penerimaan yaitu pos pajak daerah,
pos retribusi daerah, pos laba perusahaan daerah, dan pos lain-lain PAD yang sah.
Pajak daerah merupakan pendapatan asli daerah yang terbesar disusul
dengan pendapatan yang berasal dari retribusi daerah. Setiap daerah yang
melakukan pemungutan pajak mempunyai tujuan yaitu untuk menjalankan
pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Dimana
masyarakat memberikan iuran kepada pemerintah daerah yang diatur berdasarkan
undang-undang dan sifatnya dapat dipaksakan dengan imbalan yang diberikan
secara tidak langsung (umum) oleh pemerintah.
Seperti halnya dengan pajak pada umumnya, pajak daerah mempunyai
peranan yang ganda yaitu sebagai sumber pendapatan daerah dan sebagai alat
pengatur (Boediono,2000 : 52). Dalam hal-hal tertentu suatu jenis pajak dapat
lebih bersifat sebagai sumber pendapatan daerah. Pajak sebagai pendapatan
pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi pemerintah, membangun
dan memperbaiki infrastruktur, menyediakan fasilitas pendidikan dan
kesehatan,dan membiayai kegiatan pemerintah dalam menyediakan
kebutuhan-kebutuhan yang tidak dihasilkan oleh swasta, tetapi dapat pula suatu jenis pajak
tertentu lebih merupakan alat untuk mengatur alokasi dan distribusi suatu kegiatan
ekonomi dalam suatu daerah atau wilayah tertentu.
Oleh karena itu, Sumber PAD Kabupaten Deli Serdang selama ini berasal
dari pajak daerah. Pajak Daerah akan sangat berpengaruh terhadap jumlah
penerimaan daerah yang akan masuk ke dalam sumber PAD yang kemudian akan
di salurkan untuk meningkatkan APBD.
Dalam rangka penyederhanaan jenis pajak, Undang-undang No 18 Tahun
1997 menetapkan jenis-jenis pajak yang dapat meningkatkan penerimaan daerah
dari sumber pajak, mengingat penetapan pajak yang dapat dipungut daerah
berdasarkan undang-undang ini didasarkan antara lain pada potensinya yang
cukup besar. Undang-undang No 18 lahir sebagai upaya mengubah sistem
perpajakan yang berlangsung di Indonesia. Pajak memiliki dua fungsi yaiutu pajak
untuk meningkatkan kas negara dan pajak untuk meningkatkankan kas daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak daerah dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu :
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
4. Pajak Penerangan Jalan
5. Pajak hiburan
6. Pajak Parkir
7. Pajak Penganbilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C
Namun seiringnya berjalannya waktu terdapat berbagai penyesuain
terhadap undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 digantikan oleh Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pajak Daerah, yang berisi tentang:
1. Pajak Hotel
2. Pajak Restoran
3. Pajak Reklame
4. Pajak Penerangan Jalan
5. Pajak Hiburan
6. Pajak Parkir
Kabupaten Deli Serdang memiliki banyak potensi yang dapat digali untuk
dapat dijadikan sumber pendapatan terutama dari sektor pajak. Hal ini terlihat
dengan semakin gencarnya sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi,
bisnis diantaranya adalah hotel yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa pada
saat ini kegiatan bisnis hotel ini dikenakan pajak sesuai dengan peraturan
Perundang-Undangan Perpajakan yang tata cara pelaksanaannya ditetapkan oleh
Pajak hotel memberikan kontribusi yang nyata terhadap nilai pajak daerah
dimana pajak daerah merupakan salah satu sumber PAD yang memberikan
kontribusi terbesar dibandingkan dengan jenis pendapatan yang berasal dari
retribusi, bagian laba perusahaan daerah dan pendapatan asli daerah lainnya.
Pendapatan daerah adalah sumber pendapatan yang sangat menjanjikan bagi
daerah di era otonomi daerah. Penentuan tarif pajak telah ditetapkan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak boleh menentukan tarif pajak diatas
nilai yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Dengan melihat target pajak hotel sebesar 161 juta pada tahun 2007,
tingkat realisasi penerimaan pajak hotel sebesar Rp.161.685.000 pada tahun 2007
mengalami pertumbuhan sebesar 89,18% dan di tahun 2008 meningkat terus
meningkat secara signifikan sebesar 120,27% dan pada tahun 2009 mengalami
pertumbuhan menjadi sebesar 100,07, dan di tahun 2010 pajak hotel meningkat
dengan realisasi pemerimaan sebesar Rp.191.306.900 dengan persentase 80,89%.
Hal ini dilakukan dengan pendataan potensi ke kecamatan-kecamatan, penagihan
langsung ke wajib pajak, mengimbau wajib pajak untuk membayar pajaknya ke
Dispenda. Dengan tingkat pertumbuhan tersebut maka pajak hotel memiliki
potensi yang cukup besar dalam peningkatan PAD Kabupaten Deli Serdang dalam
pembangunan daerah.
Penerimaan potensi pajak hotel ditahun 2009 diklasifikasikan sebagai
pajak berkembang karena rasio pertumbuhan pajak hotel memberikan kontribusi
terhadap penerimaan pajak daerah sebesar 0,2 persen. Adapun pertumbuhan PAD
pertumbuhan sebesar 27,68% pada tahun 2008, dan mengalami perubahan
sebesar 5,85% pada tahun 2009 dan 35,15% pada tahun 2010.
Dari uraian diatas diketahui bahwa PAD berperan penting dalam
kelangsungan kehidupan daerah otonom yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan daerah sehingga dapat meminimalkan ketergantungan
daerah terhadap penerimaan dari pemerintah pusat yang sewaktu-waktu
jumlahnya dapat berubah serta pembangunan daerah yang pada akhirnya
meningkatkan dan meratakan kesejateraan rakyat. Potensi pajak hotel terhadap
pajak daerah sangat berpengaruh dalam meningkatkan peneri maan potensi PAD
dengan pertumbuhan relisasi yang positif dari tahun ke tahun.
Berangkat dari hal tersebut maka dalam studi ini akan mengamati potensi
pajak daerah terutama pajak hotel. Untuk itu permasalahan yang nantinya akan
dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini dengan mengambil judul “ANALISA
POTENSI PAJAK HOTELKABUPATEN DELI SERDANG”
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, maka penulis menbuat
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kontribusi penerimaan pajak hotel terhadap jumlah PAD di
Kabupaten Deli Serdang?
2. Bagaimana potensi pajak hotel dalam meningkatkan PAD di Kabupaten
Deli Serdang?
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk mengetahui kontribusi penerimaan pajak hotel terhadap jumlah
PAD Kabupaten Deli Serdang.
2. Memperoleh gambaran yang riil terhadap potensi pajak hotel sebagai
sumber penerimaan daerah.
3. Mengidentifikasi potensi pajak daerah dengan tidak menimbulkan dampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Deli Serdang.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun Manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah :
1. Teridentifikasinya potensi pajak daerah yang sudah tergali selama ini dalam
meningkatkan pendapatan pajak daerah.
2. Memberikan pengetahuan pada masyarakat tentang pengelolaan pajak
daerah mulai dari objek pajak, subjek pajak, dan tata cara perhitungan pajak
daerah.
3. Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain yang berminat pada masalah
yang sama dan analisis yang dapat diperoleh dapat menjadi informasi bagi
pihak yang memerlukan.
4. Sebagai bahan perbandingan dari penelitian yang telah ada, serta bahan
masukan dan rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian yang
5. Menambah wawasan dan pengetahuan penulis khususnya mengenai pajak
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi Daerah
Kebijakan dan tugas umum pemerintahan serta implementasi
pembangunan di daerah dimasa lampau merupakan wewenang dan tanggung
jawab penuh dari pemerintah pusat. Keweenangan pemerintah pusat yang sangat
besar tersebut ternyata tidak hanya berdampak positif terhadap pembangunan,
tetapi disadari juga menimbulkan efek negatif antara lain pertumbuhan ekonomi
daerah atau produk domestic regional bruto yang relative sangat lamban, serta
panjangnya birokrasi pelayanan public karena harus menunggu petunjuk dari para
pejabat pusat.
Berangkat dari pemikiran tersebut maka majelis permusyawaratan rakyat
(MPR) mengeluarkan suatu keputusan politik yang diformulasikan dalam bentuk
ketetapan-ketetapan MPR yakni:
TAP MPR No.XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otnomi yang nyata, luas
dan bertanggung jawab.
Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah disatu pihak dalam
ranga mendukung kebijakan makro nasional yang bersifat strategis dan dilain
pihak dengan desentralisasi kewenangan pemerintahnan ke daerah maka daerah
akan mengalami proses pemberdayaan yang signifikan.
2.1.1 Pembangunan Ekonomi Daerah
Melalui otonomi daerah, pembangunan daerah yang dilakukan oleh
dibandingkan dengan strategi pembangunan yang bersifat sentralistis yang
dilakukan pusat. Desentralisasi berarti penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan daerah dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyaraka setempat
secara otonom melalui pelimpahan atau penyerahan sebagian wewenang
pemerintahan.
2.2 Sumber Keuangan Daerah
Salah satu kriteria paling penting untuk mengetahui secara nyata
kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah
kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain,
faktor keuangan merupakan factor esensial dalam mengukur tingakat kemampuan
daerah dalam melaksanakan otonominya. Ini berarti dalam penyelenggaraan
urusan rumah tangganya, daerah membutuhkan dana atau uang. Sesuai dengan
undang-undang No 25 Tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat daerah, sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari: (Widjaja,
2004 : 129)
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu :
a. Hasil Pajak Daerah
b. Hasil Retribusi Daerah
c. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain hasil penjualan
asset daerah dan jasa giro.
a. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
Hak Atas Tanah dan bangunan, dan penerimaan dari sumber daya alam,
yaitu penerimaan negara yang berasal dari pengelolaan sumber daya alam
antara lain di bidang pertambangan umum, pertambangan minyak dan gas
bumi, kehutanan dan perikanan.
b. Dana alokasi Umum ( DAU )
Secara definisi DAU dapat diartikan sebagai berikut :
1. Salah satu komponen dana perimbangan pada APBN, yang
pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan Fiskal atau
celah Fiskal (Fiscal Gab) yaitu selish antara kebutuhan fiskal dengan
kapasitas fiskal.
2. Instrumen untuk mengatasi Horiazontal Imbalance, yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antara daerah dimana
penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah
3. Equalization Grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan
kemampuan keuangan daerah dengan adanya PAD, bagi hasil dari
SDA yang diperoleh daerah.
c. Dana alokasi Khusus ( DAK ), yaitu dana yang bersumber dari pendapatan
APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan tujuan membantu
mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan
prioritas nasional seperti :
1) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpenuhi yang tidak
2) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung
transmigran.
3) Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir
dan tidak mempunyai sarana dan prasarana yang memadai.
4) Kebutuhan sarana dan prasarana fisik di daerah guna mengatasi
dampak kerusakan lingkungan.
d. Pinjaman Daerah, yaitu semua transaksi yang mengakibatkan daerah
menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari
pihak lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar
kembali. Pinjaman diakukan dengan menetapkan batas maksimum
kumulatif pinjaman sesuai dengan potensi daerah dan di atur dalam
undang-undang.
e. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Lain-lain pendapatan daerah yang
sah adalah hibah atau penerimaan dari Daerah Propinsi atau daerah
Kabupaten/Kota lainnya, dan penerimaan lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2.3 Pengertian Dasar Perpajakan 2.3.1 Pengertian pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara (peralihan kekayaan dari sector
partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan)
dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat
ditunjukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (Rochmat
2.3.2 Fungsi Pajak
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber
pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran
pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi,
yaitu:
a. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan
dari sektor pajak.
b. Fungsi Mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan
pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
c. Fungsi Stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan
kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat
dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran
uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan
efisien.
d. Fungsi Redistribusi Pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai
semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan
sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat.
2.4 Pengertian Pajak Daerah 2.4.1 Definisi Pajak Daerah
Menurut UU Nomor 34 tahun 2000 tentang Perubahan Atas UU Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
“Pajak Daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan
badan kepada daerah tanpa imbalan langsung dan yang seimbang, yang
dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelengggaran pemerintahan
daerah dan pembangunan daerah”.
Kriteria pajak daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria pajak secara umum,
yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Pajak umum (baca
pusat) yang memungut adalah pemerintah Pusat, sedangkan pajak daerah yang
memungutnya adalah Pemerintah Daerah. Kriteria pajak daerah secara spesifik
diuraikan oleh K.J Davey (1988) dalam bukunya Financing Regional
Government, yang terdiri dari 4 (empat) hal yaitu :
1. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah berdasarkan pengaturan dari
daerah sendiri.
1. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan pemerintah pusat tetapi
penetapan tarifnya dilakukan oleh pemerintah daerah.
2. Pajak yang ditetapkan dan atau yang dipungut oleh pemerintah daerah.
3. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi
hasil pungutannnya diberikan kepada pemerintah daerah.
2.4.3 Jenis-jenis pajak daerah
Jenis-jenis pajak propinsi terdiri dari :
1. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas
kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di
atas air.
2. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di ats air, yaitu pajak
atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air
sebagai akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau
keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau
3. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu pajak atas bahan bakar yang
disediakan atau dianggap diguanakan untuk kendraan bermotor, termasuk
bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air.
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan/atau digunakan
bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga
dan pertanian rakyat.
Jenis-jenis pajak kabupaten/kota terdiri dari :
A. Pajak Hotel, yaitu pajak atas pelayanan hotel.
B. Pajak Restoran, yaitu pajak atas pelayanan restoran.
C. Pajak Hiburan, yaitu pajak atas penyelenggaraan hiburan.
D. Pajak Reklame, yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame.
E. Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan,
yang rekeningnya dibayar oleh Pemerintah daerah.
F. Pajak Parkir, yaitu pajak yang dikenakan atas penyelenggaraan tempat
parkir di luar badan jalan oleh pribadi atau badan, baik yang disediakan
berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu
usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan
garasi kendaraan bemotor yang memungut bayaran.
2.4.4 Pajak Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi
Analisis terhadap efek-efek struktur fiscal oleh Miller dan Rusek (1997)
dengan latar belakang pendapat Helms tahun 1995, yang mengatakan bahwa
peningkatan pajak secara signifikan menghambat pertumbuhan ekonomi jika
pendapatan mendanai jasa-jasa public. Kesimpulan analisis tersebut bahwa pajak
akan berdampak negative terhadap pertumbuhan ekonomi jika pendapatan
mandanai transfer pemerintah, dan tidak akan berpengaruh secara negative apabila
pendapatan untuk mendanai jasa-jasa sektor public.
Terakhir seperti penemuan Helms 1985, hasilnya adalah bahwa pajak
pusat dan daerah secara signifikan menghambat pertumbuhan ekonomi ketika
pendapatan untuk mendanai pembayaran transfer, dan ketika pendapatan untuk
mendanai layanan public memliki pengaruh yang mendukung perekonomian
daerah.
2.4.5 Pengukuran Kinerja Pajak Daerah
Devas,dkk (1989 : 61) menyebutkan bahwa untuk menilai berbagai pajak
daerah yang ada sekarang, digunakan serangkaian ukuran yaitu:
1.Hasil (yield), memadai tidaknya suatu hasil pajak daerah dalam kaitan
dengan berbagai layanan yang dibiayainya, stabilitas dan mudah
tidaknaya memperkirakan besar hasil itu, dan hasil elastisitas hasil pajak
terhadap inflasi, pertumbuhan penduduk dan sebgainya.
2.Keadilan (equity), dasar pajak dan kewajiban membayar harus jelas dan
tidak sewenang-wenang, pajak bersangkutan harus adil secara horizontal.
3.Daya guna ekonomi (economic efficiency), pajak hendaknya mendorong
penggunaan sumber daya secara berdaya guna dalam kehidupan
ekonomi.
4.Kemampuan meleksanakan (ability to implement), suatu pajak haruslah
5.Kecocokan sebagai sumber penerimaan daerah (suitability as a local
revenue source), ini berarti haruslah jelas kepada daerah mana suatu
pajak harus dibayar, dan tempat memungut pajak sedapat mungkin sama
dengan tempat akhir beban pajak.
Wiratmo (2001 : 1) memperkenalkan beberapa pendekatan sederhana untuk
mendeteksi potensi penerimaan, khususnya berkenaan dengan ketersediaan data
didaerah (sebelum melakukan survey besar-besaran mengenai berbagai potensi
yang mungkin digali). Pendeteksian potensi dapat dimulai dari
pungutan-pungutan yang selama sudah dilakukan pemetaan pemungutan mana yang
potensial untuk dikembangkan. Pendekatan sederhana yang dimaksud adalah
dengan menghitung elastisitas. Elastisitas mempunyai dua dimensi, pertama untuk
menilai berpotensi tidaknya penerimaan pajak/retribusi dan kedua, aspek
kemudahan untuk memungut pajak/retribusi.
Potensi penerimaan daerah dapat diukur melalui dua pendekatan yakni:
1. Berdasarkan fungsi penerimaan;
2. Berdasarkan atas indikator sosial ekonomi.
Sebagai contoh digunakan pajak daerah sebagai sasaran pengukuran potensi
menurut fungsi perpajakan, dilakukan melalui pengamatan atas pelaksananan
pemungutan pajak yang bersangkutan dengan cara mengalihkan pengenaan pajak
(tax base).
Pengukuran potensi pajak sangat dipengaruhi oleh semua tahap kegiatan
(fungsi) administrasi pendapatan pajak/retribusi seperti tahap-tahap pendapatan,
penetapan, penyetoran dan pembukuan. Slamet Sularso (Diktat Adpenda)
kemampuan untuk mencapai tujuan dalam bentuk menggali dan merealisir
pemungutan sumber pendapatan daerah berdasarkan potensi yang ada melalui tiga
pendekatan yaitu:
1. Dari segi penerimaan
2. Dari segi subjek
3. Dari segi objek pungutan
AER dari segi penerimaan akan dapat diukur melalui perbandingan jumlah
realisasi penerimaan dengan potensi yang ada, akan menggambarkan persentase
kemampuan memungut (taxing capacity) terhadap potensi (taxable capacity).
Dalam pengukuran AER ini, semakin besar AER berarti semakin besar
kemampuan memungut, yang berarti pula aktivitas pemungutan dapat dicapai.
AER dari segi subjek akan memberikan gambaran tentang prosentase dari
sejumlah subjek yang dapat dijaring oleh unit/instansi yang menangani
pemungutan, baik untuk subjek yang sudah terdaftar dalam arti intensifikasi
(deepening) maupun subjek yang belum terdaftar dalam arti ekstensifikasi
(widening). Bila digambarkan dalam rumus adalah sebagai berikut:
AER =
AER dari segi pungutan pada dasarnaya sama dengan AER menurut subjek,
hanya bedanya disini akan dapat digambarkan ratio dari objek pungutan yang
telah terdaftar dan objek pungutan yang belum terdaftar.
2.4.6 Pengukuran Potensi Penerimaan Pajak a. Sejarah Perhotelan
Pada dasarnya keberadaan fungsi hotel adalah sarana penunjang kegiatan
akomodasi untuk tempat beristirahat berupa kamar tidur . Menurut Drs. Oka
A.A.Yoeti, sejarah perhotelan sebenarnya sudah dimulai semenjak Mariam dan
Yusuf membutuhkan tempat menginap sewaktu Mariam akan melahirkan Nabi
Isa, hal ini sejalan dengan perdaban manusia yang selalu memerlukan tempat
untuk berlindung sementara terhadap cuaca panas dan dingin dalam melakukan
kegiatan perjalanan. Pada masa kerajaan Romawi telah dibangun rumah
penginapan yang disebut “MANSIONES” yang berlokasi sepanjang jalan raya
utama dengan jarak masing-masing sekitar 40 KM. Kemudian selama abad
pertengahan, peraturan keagaamaan di Eropa memerintahkan agar dibangun
tempat-tempat menginap disepanjang jalan yang dilalui orang ( road side inn).
Menurut Jusupadi Salmun SH, dalam film – film Western (cowboy)
sekitar tahun 1800 s.d 1900, sudah terdapat hotel yang bersebelahan dengan
saloon dan bar restaurant, yang berarti sejak kehidupan tahun tersebut penyediaan
hotel, motel, penginapan atau losmen telah dikenal orang sebagai sarana atau
penunjang bagi para pelancong. Hotel dengan standar yang lebih baik
pertama-tama dibuat di inggris, kemudian perancis, swiss dan beberapa negara terkenal
lainnya. Sebuah penginapan di New York City menurut William S.Gary dan
Salvatore C.Linguori telah memegang peranan penting dalam kancah Revolusi
Hotel di Amerika. Sebelumnya, sebuah Flat (Mansion) yang bernama De Lancey
pada tahun 1762 telah berubah menjadi sebuah hotel dengan nama baru yaitu
Queens Head Tavern. Dalam sejarahnya gedung ini tetap dipelihara dengan baik
sebagai lambang yang mencerminkan masa lalu Amerika Serikat dan kini telah
menyusul hotel di Covent Garden tahun 1774 yang berdampingan dengan bioskop
dekat Westminsfer di kota London.
Beberapa kalangan Amerika menganggap hotel yang benar-benar hotel
dengan klamar 170 kamar didirikan di New York tahun 1794 dengan nama City
Hotel. Kemudian menyusul Boston’s Tremont House dengan 270 kamar di tahun
1829 yang tidak hanya memberikan pelayanan untuk tinggal sementara, tetapi
juga menyediakan ruangan untuk converence bagi masyarakat setempat. Sejak itu
maka menyusul hotel-hotel seperti ini :
a) Tahun 1830-1850 – berdirinya Hotel Aster, The Palmer House dan
The Sherman House di Chicago, Hotel Planters di St.Louis.
b) Tahun 1856 – berdiri The St. Pancras Station and Hotel di London.
c) Tahun 1875 – berdiri The Palace di San Fransisco dengan biaya $ 5
Juta, merupakan hotel terbesar dan termegah pada saat itu dengan
jumlah 800 kamar.
d) Tahun 1880 – berdiri Ellsworth Milton Statler di New York, yaitu
hotel pertama yang dibangun untuk kepentingan “Business
travellers” dan merupakan “Chain Hotel” pertama di dunia.
e) Tahun 1894 – berdiri The Netherlands Hotel di New York sebagai
hotel pertama yang menggunakan ssambungan telephone yang
connecting ke dalam setiap kamarnya.
f) Tahun 1896 – berdiri hotel The Waldorf Astoria di New York.
Satu hal yang perlu dicatat mengenai lokasi hotel sebelum dan sesudah
tahun 1900 di Amerika dan Eropa, umumnya berlokasi tidak jauh dari stasiun
lokasi hotel tidak lagi tergantung pada stasiun kereta api, karena pemenuhan aspek
aksibilitas melalui alat transportasi sudah bersifat diversifikasi sekali. Sejarah
perkembangan perhotelan di Indonesia belum banyak terungkap, juga belum
banyak buku yang mengungkap masalah ini. Indonesia telah dikenal di dunia
pariwisata sejak sebelum Perang Dunia ke 1, tetapi jumlah wisatawan yang
berkunjung masih terbilang ribuan. Seiring dengan perkembangan kedatangan
wisatawan asing ke Indonesia yang lebih memerlukan sarana akomodasi
pariwisata bersifat memadai, maka semasa penjajahan kolonial Belanda, mulai
berkembanglah hotel-hotel di Indonesia.
b.Pajak Hotel
Sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa pengukuran potensi pajak
didasarkan pada: (1) Fungsi sumber pendapatan; (2) indikator sosial, dengan
uraian penjelasan tersebut diatas. Sebagai gambaran untuk menghitung potensi
pajak, berikut ini disajikan perhitungan potensi untuk pajak yaitu untuk Pajak
Hotel.
Komponen yang menentukan potensi hotel dan sejenisnya adalah: jenis/klas
hotel, jumlah kamar, jumlah hari, waktu pergantian, tarif kamar, penjualan
makanan dan minuman, dan penyediaan fasilitas lainnya. Demikian pula
komponen yang menentukan potensi rumah makan dan sejenisnya adalah: jenis
rumah makan, jumlah sarana (tempat duduk), jam buka, waktu pergantian, harga
rata-rata dan fasilitas lain yang menambah pembayaran.
Potensi: dengan potensi disini dimaksudkan sebagai kekuatan (keampuan untuk
capacity) dalam keadaan 100%. Oleh karena itu agar dibedakan antarapotensi
dengan peredara, yang biasanya menjadi dasar pengenaan pajak (tax base).
Bertolak dari pengertian tersebut di atas maka dapat dihitung potensi
dimaksud dengan rincian
a. Potensi hotel dan sejenisnya dapat diformulasikan dalam rumus sebagai berikut:
potensi Hotel = Jumlah kamar x hari x turn over x harga kamar + % penjualan
kamar, atau :
PPbh = R x D x T x Pr x Fb + Sc
Fb = % x (R x D x T x Pr)
Sc = 10% x (R x D x T x Pr) +……(R x D x T x Pr)
Penjelasan:
PPbh = Potensi Hotel
R = Jumlah Kamar
D = Jumlah Hari
T = Masa pergantian (turn over)
Pr = Harga kamar
Fb = Penjualan makanan dan minuman
Sc = Service charge
- Penjualan makanan dan minuman termasuk other income sekian % dari
persen dari penjualan kamar (5% - 10%). Sedang service charge adalah
BAB III
METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data dan informasi empiris untuk memecahkan[
permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menitikberatkan kajian pada pajak daerah dengan fokus utama
pada potensi pajak dan perangkat perpajakan di Kabupaten Deli Serdang. Adapun
potensi pajak yang akan dibahas adalah Pajak Hotel.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu
data atau dokumen yang berhubungan dengan pajak daerah dan perekonomian
daerah yang diperoleh dari instansi yang memiliki data yang diperlukan maupun
dari hasil penelitian sebelumnya. Data yang dikumpulkan bersumber dari Biro
Pusat Statistik Deli Serdang (BPS Deli Serdang), DISPENDA Deli Serdang, dan
sumber lainnya. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data dalam bentuk time
series ( seri waktu ).
3.3. Metode Analisis Data
Tujuan utama studi adalah untuk memperoleh gambaran riil potensi pajak
pendapatan pajak dengan kapasitas yang dapat dipajaki baik secara nasional
maupun secara daerah. Dalam hal ini metode analisis data yang digunakan adalah
metode analisis deskriptif, yaitu menggambarkan atau menjelaskan data sehingga
diperoleh kesimpulan-kesimpulan melalui metode statistik sederhana.
a. Pengukuran Potensi Pajak
Potensi Hotel = Jumlah kamar x hari x turn over x harga kamar + %
penjualan kamar, atau :
PPbh = R x D xT x Pr + Fb + Sc
Fb = % x ( R x D x T x Pr )
Sc = 10% ( R x D x T x Pr ) + ….%( R x D x T x Pr )
Penjelasan :
PPhb : Potensi Hotel
R : Jumlah kamar
D : Jumlah Hari
T : Masa Pergantian (turn over)
Pr : Harga Kamar
Fb : Penjualan Makanan dan Minuman
Sc : Service Charge
- Penjualan makanan dan minuman termasuk
10%). Sedang service charge adalah 10% dari penjualan kamar
ditambah penjualan makanan dan minuman.
b. Ukuran Penilaian terhadap tingkat potensi pemungutan pajak
Potensi pajak hotel dapat diklasifikasikan atas 4 bagian yaitu (Wiratmo,2001: 8-9)
a) Prima, yaitu jika rasio pertumbuhan jenis
sumber pajak dan rasio proporsi atau sumbangannya terhadap rata-rata
total penerimaan pajak keduanya lebih besar atau sama dengan satu.
b) Potensial, yaitu jika rasio pertumbuhan jenis
sumber pajak lebih kecil atau sama dengan satu dan rasio proporsi atau
sumbangannya terhadap rata-rata total penerimaan pajak lebih besar atau
sama dengan satu.
c) Berkembang, yaitu jika rasio pertumbuhan
jenis sumber pajak lebih besar atau sama dengan satu dan rasio atau
sumbangannya terhadap rata-rata total penerimaan pajak keduanya lebih
kecil atau sama dengan satu.
d) Kuadran I, yaitu jika rasio pertumbuhan jenis
pajak dan rasio proporsi atau sumbangannya terhadap rata-rata total
penerimaan pajak keduanya lebih kecil dari satu.
3.4 Defenisi Variabel Operasional
1) Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (dalam
Rupiah).
2) Pajak Daerah adalah Iuran wajib seorang
individu atau badan kepada daerah tanpa menerima imbalan langsung,
yang dapat dipaksakan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku
(dalam Rupiah).
3) Pajak Hotel adalah pajak atas pelayanan di
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Deli Serdang 4.1.1 Sejarah Berdirinya Kabupaten Deli Serdang
Pada saat pra kemerdekaan, daerah timur sumatera mengalami pergolakan
yang dilakukan oleh rakyat menuntut agar Negara Sumatera Timur (NST) yang
dianggap sebagai prakarsa Belanda dibubarkan dan kembali masuk Negara
Republik Indonesia. Negara-negara bagian dan daerah-daerah istimewa lain di
Indonesia kemudian bergabung dengan Negara Republik Indonesia(NRI),
sedangkan Negara Indonesia Timur (NIT) dan Negara Sumatera Timur (NST)
tidak bersedia bergabung dengan NRI.
Akhirnya Pemerintah NRI meminta kepada Republik Indonesia Serikat
(RIS) untuk mencari kata sepakat dan mendapat mandate penuh dari NST dan
NIT untuk bermusyawarah dengan NRI tentang pembentukan Negara Kesatuan
dengan hasil antara lain Undang-Undang Dasar Sementara Kesatuan yang berasal
dari UUD RIS diubah sehingga sesuai dengan Udang-Undang Dasar 1945. Atas
dasar tersebut terbentuklah Kabupaten Deli Serdang seperti tercatat dalam sejarah.
Sebelum Perang Dunia II atau tegasnya sebelum Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia 17-8-1945 Kabupaten Deli Sedang adalah merupakan daerah
Kesultanan Deli dan Serdang. Kesultanan Deli berkedudukan di Medan dan
Kesultanan Serdang berkedudukan di Perbaungan. Kedua wilayah tersebut dalam
masa penjajahan adalah merupakan Karesidenan Sumatera Timur sejak
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, kekuasaan kesultanan berakhir dan struktur
pemerintah disesuaikan dengan pemerintah Indonesia dan kesultanan Deli dan
.Daerah kabupaten Deli Serdang juga merupakan daerah yang cukup
terkenal di kawasan nusantara, terutama karena devisa negara yang berasal dari
hasil bumi Kabupaten Deli Serdang yang sangat potensial seperti karet, tembakau
dan kelapa sawit. Dibidang politik pun Kabupaten Deli Serdang pun cukup kritis
seperti peristiwa-peristiwa pentraktoran di Tanjung Morawa pada masa Orde
Lama yang telah mengakibatkan jatuhnya kabinet di zaman Orde Baru. Peranan
daerah Kabupaten Deli Serdang dalam pembangunan sangat menonjol. Melalui
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru telah kelihatan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi diberbagai sektor di Deli Serdang, dimana
sektor pertanian dan perkebunan menjadi pemeran utama dalam meningkatkan
pendapatan para petani di Kabupaten Deli Serdang.
4.1.2 Kondisi Geografis
Kabupaten Deli serdang terletak pada posisi 2° 57’’ Lintang Utara,3° 16’’
Lintang selatan, 98° 33’’ - 99° 27 ‘’ Bujur Timur. Wilayahnya berada pada
ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut. Kabupaten Deli Serdang
mengelilingi kota Medan, dengan luas wilayah 2.497,72 km² dengan batas-batas
sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo
Sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Serdang Bedagai
Topografi wilayah Kabupaten Deli Serdang tediri dari pantai, dataran
rendah 28,89% dan dataran tinggi pegunungan 44,90% dari luas kabupaten Deli
Serdang. Luas wilayah Kabupaten Deli Serdang adalah 2.394,62 Km 2 atau
2.394,462 Ha, dengan jumlah penduduk 1.463.031jiwa.
4.1.3 Iklim
Kabupaten deli serdang memiliki iklim tropis. Rata-rata kelembaban udara
perbulan sekitar 81%, curah hujan berkisar antara 29-343 mm per bulan dengan
periodik tertinggi pada bulan Oktober dan Desember. Rata-rata kecepatan udara
berkisar 2,1 m/dt dengan tingkat penguapan sekitar 3,8 mm/hari. Temperatur
udara perbulan minimum 23,8° C dan maksimum 32,1°C.
4.1.4 Pemerintah
a. Administrasi
Kabupaten Deli Serdang terbagi dalam 22 kecamatan, 403 desa dan 14
kelurahan. Lubuk Pakam merupakan ibukota kabupaten dan sebagai pusat
pemerintahannya, jaraknya dengan kota-kota kecamatan sangat bervariasi antara 4
Tabel 4.1
Nama Ibukota Kecamatan Dan Jarak Ibukota Kecamatan Ke Lubuk Pakam
No Kecamatan Ibukota
Luas
Deli Serdang Lubuk Pakam 2.497,72 403
b. DPRD
Pemilihan umum tahun 2004 menhasilkan 45 orang anggota DPRD
Kabupate Deli Serdang yang terdiri dari 9 orang Fraksi PDI-P, 5 orang dari Partai
Amanat Nasional, 9 orang dari Fraksi Partai Golkar, 3 orang dari Fraksi PPP, 5
orang dari Fraksi Partai Demokrat, 5 orang dari fraksi Partai PKS, 4 orang dari
Fraksi Partai PDS dan sisanya 5 orang dari Fraksi PBR/Patriot/PNI/Gabungan.
4.1.5 Kondisi Demografis
Penduduk memiliki arti penting bagi suatu daerah, sebab faktor strategis
mereka didalam pembangunan memilki arti penting sebagai sasaran dan juga
sebagai pelaksanaan pembangunan. Oleh karena itu pembangunan nasional
dititikberatkan pada peningkatan sumber daya manusia sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi. Kabupaten Deli Serdang didiami oleh berbagai macam
penduduk dengan berbagai etnis atau suku, agama, budaya. Dimana suku-suku
tersebut antara lain : Karo, Melayu, Tapanuli, Simalungun, Jawa, dan lain-lain.
Dari jumlah penduduk Deli Serdang sejumlah 1788352 jiwa terdiri dari : anak
balita ( 0 – 4 tahun ) berjumlah 199449 jiwa, usia 05 – 14 tahun berjumlah 405476
jiwa, usia 15 – 64 yahun berjumlah 59098 jiwa. Kepadatan penduduk Kabupaten
Deli Serdang adalah 716 jiwa/Km², sedangkan kecamatan dengan tingkat
penduduk terbesar di kecamatan Deli Tua yaitu 6432 jiwa/Km², sedangkan
kecamatan dengan penduduk terendah / jarang adalah Kecamatan Gunung Meriah
4.1.6 Kependudukan
Jumlah penduduk Deli Serdang berdasarkan hasil msensus penduduk (2000)
adalah 1.956.996 jiwa termasuk penduduk yang bertempat tinggaltidak tetap dan
termasuk urutan kedua terbesar se Sumatera Utara setelah kota Medan. Sedangkan
laju pertumbuhan penduduk dari tahun 1990 - 2000 berdasarkan angka terakhir
Sensus Penduduk adalah 1,58% per tahun. Tahun 2008 jumlah penduduk Deli
Serdang sebesar 1.738.431 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 696 jiwa per
km². Jumlah rumah tangga sebanyak 382.732 rumah tangga dan setiap rumah
tangga rata – rata dihuni oleh 5 jiwa, sedangkan laju pertumbuhan penduduk dari
tahun 2000-2009 sebesar 2,10 persen. Jumlah penduduk laki –laki pada tahun
2009 lebih banyak dari penduduk perempuannya dengan rasio jenis kelamin
sebesar 102,26 yang artinya 100 penduduk perempuan terdapat 102 penduduk laki
– laki.
Tabel 4.2
Laju Pertumbuhan dan Sex Ratio Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006– 2009
Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio
2006 812763 1634115 101,05 101,05
2007 847799 838567 1686366 101,10
2008 870289 868142 1738431 100,24
2009 904176 884176 1788352 102.26
Sumber: BPS Deli Serdang
4.1.7 Ketenagakerjaan
Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan
komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan
berlangsungnya proses demografi. Pada kondisi 2008, di Kabupaten Deli Serdang
100 pendiuduk usia kerja. Kabupaten deli Serdang pada tahun 2008, dari total
angkatan kerja sebesar 767,70 ribu, sekitar 84,14 persen dari mereka telah bekerja
dan sebagian tidak bekerja sebesar 15,86 persen.
Klasifikasi penduduk berdasarkan pekerjaan adalah sebagai berikut
- Karyawan Pemerintah/PNS : 15283 jiwa
- Berusaha Sendiri : 128924 jiwa
- Buruh Tidak Tetap : 86324 jiwa
- Buruh Tetap : 30302 jiwa
- Karyawan Swasta : 353 091 jiwa
- Pembantu Rumah Tangga : 22478 jiwa
- Pekerjaan Lainnya : 41569 jiwa
Jumlah 677871 Jiwa
Klasifikasi penduduk berdasarkan pendidikan adalah sebagai berikut :
- Pendidikan S3, S2, dan S1 : 30563 jiwa
- Pendidikan DIII Sederajat : 9204 jiwa
- Pendidikan DI/II Sederajat : 8094 jiwa
- Pendidikan SLTA Sederajat : 277064 jiwa
- Pendidikan SMK Sederajat : 84229 jiwa
- Pendidikan SLTP Sederajat : 338504 jiwa
- Pendidikan SD Sederajat : 249419 jiwa
4.2 Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kabupaten Deli Serdang
Potensi ekonomi suatu daerah atau wilayah diantaranya dapat dilihat dari
peranan masing-masing daerah atau wilayah terhadap pembentukan PDRB secara
keseluruhan dan pertumbuhan sektor-sektornya.
Tabel 4.3
Perkembangan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006 – 2009
( Rupiah )
2006 11.598.334,83 5,29% 7.097.624,604 2,33 %
2007 12.264.029,21 5,68% 7.272.459,985 2,46%
2008 12.977.910,00 5,82% 7.465.300,607 2,65%
2009 18.010.810,80 48,7% 10.071.177,71 34,7%
Sumber : Kabupaten Deli Serdang Dalam angka 2006-2009
Perkembangan Perekonomian Kabupaten Deli Serdang pada Tahun 2006
mengalami peningkatan 5,29 % pada tahun 2007 menjadi 5,68 %. Pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2008 mencapai 5,82 %. Laju
pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada
tahun sebelumnya yang hanya mencapai pertumbuhan sebesar 5,68 % secara
sektoral Pencapaian pertumbuhan sebesar 48,7%. tersebut menandakan perubahan
dan peningkatan kinerja ekonomi makro di Kabupaten Deli Serdang.
Secara umum pendapatan setiap penduduk Kabupaten Deli Serdang
dicerminkan oleh pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita merupakan
gambaran rata – rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil
atas dasar harga konstan meningkat dari Rp 7.272.459,958 juta rupiah pada Tahun
2007 menjadi Rp 7.465.300,607 juta rupiah pada tahun 2008 dan meningkat
sebesar Rp 10.071.177,71 pada tahun 2009. PDRB perkapita atas dasar harga
berlaku di Kabupaten Deli Serdang pada Tahun 2008 sebesar Rp.17.324.144,59
dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan Tahun 2007 sebesar
Rp.15.442.666,380. Perkembangan perekonomian Kabupaten Deli Serdang
berdasarkan tingkat harga konstan mengalami pertumbuhan sebesar 2,33% pada
tahun 2006, di tahun 2007 laju pertumbuhan sebesar 2,46% pada tahun 2008
menjadi 2,65%. Laju pertumbuhan yang cukup signifikan mencapai 34,7% pada
tahun 2009.
Tabel 4.4
Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Deli Serdang Tahun 2004-2009 (dalam persen)
Sektor-sektor 2006 2007 2008 2009
Pertanian 17,59 16,80 16,68 23,95
Pertambangan dan galian 1,37 1,40 1,35 1,42
Industri Pengolahan 40,78 40,39 39,81 40,22
Listrik, Gas, Dan Air bersih 0,22 0,22 0,22 0,22
Bangunan dan kontruksi 2,63 2,63 2,63 2,63
Perdagangan, hotel, dan restoran
21,02 21,16 21,06 22,60
Pengangkutan dan komunikasi 2,00 2,07 2,06 2,07 Keuangan, persewaan, dan
jasa perusahaan
2,46 2,68 3,03 3,05
Jasa lainnya 12,09 12,65 13,17 13,23
Pertumbuhan rata-rata 11,12 11,11 11,11 12,15
Sumber: Kabupaten Deli Serdang dalam angka 2006-2009
Berdasarkan tabel 4.4 sumbangan sektor pertanian Kabupaten Deli
Serdang mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Kontribusi sektor tahun 2008
sebesar 16,68%. Sektor penggalian umumnya mengalami kenaikan hingga tahun
sebelumnya yakni sebesar 39,81%. Sektor listrik, gas, dan air bersih merupakan
sektor yang stabil dengan sumbangannya sebesar 0,22 persen. Sektor bangunan
dan kontruksi tahun 2006 hingga 2009 juga stabil dengan sumbangan sebesar 2,63
persen. Sedangkan keempat sektor lainnya mengalami fluktuasi seperti industri
pengolahan, dengan kontribusinya tahun 2009 masing-masing sebesar 22,60
persen untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran 2,07 persen untuk sektor
pengangkutan dan komunikasi 3,05 persen untuk Bank dan lembaga keuangan
serta 13,23 persen untuk sektor jasa-jasa. Untuk sektor perhotelan, mengalami
pertumbuhan 17,2% per tahun terhadap pendapatan daerah Kabupaten Deli
Serdang. Hal ini memberikan kontribusi positif terhadap PDRB Kabupaten Deli
Serdang,
Berdasarkan Tabel 4.4 maka dapat diketahui bahwa laju pertumbuhan
ekonomi Kabupaten Deli Serdang secara rata-rata adalah sebesar 11,37% per
tahun selama 2006-2009 sedangkan jika melihat pertumbuhan ekonomi secara
rata-rata atas dasar harga berlaku maka pertumbuhan ekonomi sebesar 16,37% per
tahun selama 2006-2009. Melihat pertumbuhan ekonomi secara sektoral, maka
dapat diketahui bahwa sektor industri merupakan sektor yang laju
pertumbuhannya relatif tinggi dengan rata-rata sebesar 40,3% Sektor ini mampu
menempatkan posisinya sebagai penyumbang terbesar terhadap PDRB.
4.2.1 Perkembangan APBD Kabupaten Deli Serdang
Tingkat APBD Kabupaten Deli Serdang menunjukan peningkatan dari
tahun ke tahun dengan sumber penerimaan pendapatan yang semakin meningkat.
pendapatan asli daerah (PAD). Penetapan APBD tersebut didasarkan besarnya
pendapatan dan pengeluaran yang akan dilakukan oleh pemerintah berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan dalam menjalankan pemerintahan.
Tabel 4.5
Perkembangan APBD Kabupaten Deli Serdang 2006-2009
Tahun Target Realisasi % Pertumbuhan
2006 40.955.000.000 45.650.903.985 -
2007 1.012.485.071.268 1.023.786.103.604 100,6%
2008 1.165.582.299.004 1.180.142.899.739 101,24%
2009 1.231.094.088.150 1.230.959.610.061 99,89%
Sumber : Dispenda Kabupaten Deli Serdang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Deli Serdang
menunjukan kenaikan yang relatif besar. Target APBD dari tahun 2006-2009 naik
dari Rp 40.955.000.000 pada tahun 2006 menjadi Rp 1.231.094.088.150 pada
tahun 2009. Sedangkan persen pertumbuhan tertinggi pada tahun 2007 meningkat
sebesar 100,6%, pada tahun 2008 sebesar 101,24% dan pada tahun 2009
mencapai pertumbuhan 99,89%.
4.2.2 Perkembangan PAD Kabupaten Deli Serdang
Pendapatan Kabupaten Deli Serdang pada setiap tahun yang mengalami
peningkatan pada tahun 2005 sebesar Rp. 49.467.074.140, Tahun 2006 sebesar
Rp.61.986.795.849,07, Tahun 2007 sebesar Rp. 76.696.878.549,84. Pajak daerah
merupakan bagian yang memberikan sumbangan terbesar bagi penerimaaan pajak
asli daerah (PAD). Penerimaaan PAD mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
yang di ikuti dengan petumbuhan pajak daerah dengan persentase yang positif
Tabel 4.6
Perkembangan PAD Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006-2009
(Rupiah)
Tahun PAD Pertumbuhan PAD
(%)
2006 61.986.795.849 25,31
2007 76.696.878.549 23,73
2008 97.931.660.000 27,68
2009 103.671.141.883 5,85
Sumber : Kabupaten Deli Serdang Dalam Angka 2006-2009
Jadi pertumbuhan rata-rata PAD Kabupaten Deli Serdang Tahun Anggaran
2006 sampai dengan tahun 2009 adalah sebesar 20,6% per tahun.
4.2.3 Perkembangan Pajak Hotel Kabupaten Deli Serdang
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 34
Tahun 2000, Kabupaten Deli Serdang berhak melakukan pemungutaan terhadap
beberapa jenis pajak daerah, salah satunya adalah pajak hotel. Seiring dengan
otonomi daerah, peraturan perpajakan daerah yakni peraturan daerah
Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang pajak untuk
menindak lanjuti Perda Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah. Dalam Peraturan Daerah ini dijelaskan bahwa objek pajak adalah
pembayaran atas fasilitas yang di sediakan hotel, subjek pajak sendiri merupakan
orang pribadi atau badan hukum yang melakukan pembayaran kepada hotel dan
wajib pajak adalah pengusaha hotel dan tarif pajak hotel sebesar 10% dari jumlah
Tabel 4.7
Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006-2009
Tahun Target Pajak Hotel (Rupiah)
Realisasi Pajak Hotel (Rupiah)
2006 120.000.000,00 120.478.000,00
2007 161.685.000,00 181.300.000,00
2008 234.534.700,00 195.000.000,00
2009 214.648.200,00 214.500.000,00
Sumber: Dinas Pendapatan Kabupaten Deli Serdang
Dari tabel terlihat bahwa untuk penerimaan PAD dari sektor pajak hotel
selama tahun pengamatan selalu dapat mencapai target di mana pencapaian target
tertinggi adalah pada tahun 2006 sebesar RP 120.478.000 atau denagan persentase
pertumbuhan sebesar 100,19%. Hal ini berdampak positif terhadap pertumbuhan
PAD Kabupaten Deli Serdang.
4.3 Analisis Hasil Penelitian
Salah satu fenomena menarik dalam melihat perkembangan ekonomi daerah
adalah dengan melihat seberapa besar kemampuan daerah dalam menarik pajak
atas produksi tertentu dalam kata lain perbandingan penerimaan pajak dengan
produk domestik bruto (tax ratio). Jika dirata-ratakan perbandingan tax rationya
hanya sebesar 0,45 persen per tahun. Namun Selama periode 2006 s/d 2009
terlihat bahwa rata-rata potensi realisasi penerimaan pajak hotel sebesar 102,42%,
dengan persentase pertumbuhan pada tahun 2006 sebesar 100,19%, di tahun 2007
penerimaan sebesar 89,18%, kemudian mengalami pertumbuhan signifikan di
tahun 2008 sebesar 120,17%, dan di tahun 2009 sebesar 100,06%. Kondisi ini
menunjukan masih banyak potensi pajak yang selayaknya dapat digali oleh
Tabel 4.8
Tax Ratio Pajak Hotel Kabupaten Deli Serdang Tahun 2006-2009
Tahun Tax Ratio Pajak Hotel (%)
Sumber : Data olahan
Pos pajak daerah yang berasal dari pajak hotel belum mampu memberikan
kontribusi yang banyak bagi perkembangan peningkatan PAD Kabupaten Deli
Serdang walaupun mengalami peningkatan pertumbuhan dari tahun ke tahun
karena banyaknya yang belum mencapai target yang diharapkan pemerintah
daerah Kabupaten Deli Serdang. Hal ini terjadi disebabkan oleh beberapa faktor
seperti masih kurangnya kemampuan petugas dalam melakukan tugasnya dengan
baik, masih adanya wajib pajak yang belum melakukan pemungutan pajak
terhadap konsumen, serta masih kurangnya kesadaran dan pemahaman wajib
pajak untuk melaporkan dan menyetorkan pajak belum maksimal
4.3.1 Pengukuran Potensi Pajak Hotel
Potensi merupakan kemampuan untuk mencapai tujuan dalam bentuk
menggali dan merealisir pemungutan sumber pendapatan daerah.
Potensi pajak hotel Kabupaten Deli Serdang dihitung berdasarkan
komponen yang menentukan potensi hotel diantaranya jenis hotel, jumlah kamar,
jumlah hari, tarif kamar, penjualan makanan dan minuman.
Jumlah hotel Kabupaten Serdang pada tahun 2006 tercatat sebanyak 71
hari kemudian meningkat pada tahun 2007 sebesar 89 Hotel dengan jumlah kamar
sebanyak 1594 kamar dengan tingkat hunian sebesar 1,32 hari, dan di tahun 2008
sebanyak 89 Hotel dengan penambahan jumlah kamar sebanyak 1612 kamar
dengan lama inap sebesar 1,42 hari dan di tahun 2009 sebanyak 97 hotel dengan
jumlah kamar 1689 kamar dengan lama inap selama 1,62 hari. Tingkat Harga
kamar dibagi menjadi beberapa klasifikasi dengan jenis hotel berbintang 1 s.d
bintang 5 dengan tarif Rp. 80.000 s.d 240.000 per kamar.
Tabel 4.9
Perkembangan Potensi Pajak Hotel Kabupaten Deli Serdang Tahun Potensi pajak Hotel = R x D x T x Pr x Fb x + Sc
Berdasarkan perhitungan potensi pajak hotel maka potensi pajak hotel
Kabupaten Deli Serdang pada tahun 2006 sebesar Rp 28.138.572.410 meningkat
sebesar Rp 42.602.360.000 pada tahun 2007, pada tahun 2008 potensi hotel
meningkat sebesar Rp 52.968.385.600 dan pada tahun 2009 sebesar Rp
86.258.074.500.
Ditahun 2006 selisih antara potensi dengan ralisasi penerimaan sebesar
Rp.28.018.094.410 atau hanya dapat menarik sebesar 0,43% dari potensi yang
ada, pada tahun 2007 selisih diantara keduanya sebesar Rp.42.421.060.000 atau
0,37% dari potensi yang ada. Sedangkan di tahun 2009 hanya mampu menarik
potensi sebesar 0,25% atau dengan selisih sebesar Rp.86.043.574.500.
Penerimaan yang berasal dari pajak hotel memberikan kontribusi yang
positif terhadap perkembangan penerimaan PAD. Namun jika melihat
perbandingan antara besarnya potensi hotel dengan realisasi penerimaan pajak
hotel terlihat gap yang sangat signifikan hal ini mengindikasikan pemerintah harus
lebih meningkatkan kinerja terhadap pemungutan pajak hotel di Kabupaten Deli
Serdang sehingga lebih dapat meningkatkan pembangunan daerah.
4.3.2 Ukuran Penilaian Terhadap Tingkat Potensi Pajak Hotel
Pengukuran potensi pajak hotel Kabupaten Deli Serdang Berdasarkan data
yang telah diperoleh dari hasil penelitian bahwa potensi pajak hotel kabupaten
Deli Serdang dengan menggunakan ukuran penilaian terhadap tingkat potensi
pemungutan pajaknya dikategorikan dalam tahap berkembang karena rasio jenis
sumber pajaknya lebih besar atau sama dengan satu dan rasio proporsi atau
sumbangannya terhadap rata-rata total penerimaan pajak lebih kecil atau sama
Tabel 4.10
Ukuran Penilaian Tingkat Potensi Pemungutan Pajak Hotel Tahun Rasio
Pertumbuhan (%)
Rasio rata-rata total penerimaan pajak
(%)
Klasifikasi Pajak Hotel
2006 100,19 0,2(<1) Berkembang
2007 89,18 0,2(<1) Berkembang
2008 120,27 0,2(<1) Berkembang
2009 100,06 0,2(<1) Berkembang
Sumber :Data Olahan
Rata-rata potensi realisasi penerimaan pajak hotel sebesar 102,42%,
dengan persentase pertumbuhan pada tahun 2006 sebesar 100,19%, di tahun 2007
penerimaan sebesar 89,18%, kemudian mengalami pertumbuhan signifikan di
tahun 2008 sebesar 120,17%, dan di tahun 2009 sebesar 100,06%.
Jika dirata-ratakan rasio sumber pajaknya dari tahun 2006 s.d 2009 lebih
besar dari satu dengan rasio pertumbuhan pajak hotelnya sebesar 102,42% atau
lebih besar dari satu. Namun rasio proporsinya atau sumbangannya terhadap
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengaruh pendapatan dari sektor
pajak hotel serta pengaruhnya terhadap total Pendapatan Asli Daerah, maka
penulis dapat menarik kesimpulan yaitu :
1. Realisasi penerimaan pajak hotel mengalami pertumbuhan yang cukup
signifikan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 20,7 persen. Hal
ini menunjukan bahwa penerimaan pajak hotel mengalami pertumbuhan
yang positif.
2. Sumbangan pajak hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah belum begitu
mengalami pertumbuhan yang positif, karena masih banyak potensi hotel
yang belum tergali, hal ini terlihat dari sumbangan penerimaan pajak hotel
hanya sebesar 0,2 persen terhadap Pendapatan Asli Daerah sedangkan
rata-rata pertumbuhan realisasi penerimaan pajak hotel sebesar 102,42% .
3. Rata-rata penerimaan tax ratio atau perbandingan antara Produk Domestik
Bruto hanya sebesar 0,45 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa
masih banyak potensi pajak yang selayaknya dapat digali oleh Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang.
4. Potensi pajak masih banyak yang belum tergali hal ini di tunjukan bahwa
rata-rata realisasi penerimaan terhadap potensi yang ditarik hanya sebesar
5.2Saran
1. Penerimaan pajak daerah merupakan bagian dari pendapatan asli daerah
yang terbesar. Penerimaan pajak akan Mendorong percepatan
pembangunan khususnya di daerah, sehingga diperlukan keseriusan
pemerintah daerah dalam memaksimalkan penerimaan pajak daerah
dengan upaya ekstensifikasi dan intensifikasi pajak daerah.
2. Otonomi daerah akan sangat membantu daerah dalam mengembangkan
dirinya sehingga sangat diperlukan peran regulasi pemerintah daerah
dalam kegiatan perekonomian daerah.
3. Diharapkan hasil dari penelitian ini menjadi media evaluasi analisis dan
penilaian kegagalan atau keberhasilan pembangunan kabupaten yang
dilaksanakan terhadap pemungutan pajak hotel Kabupaten Deli Serdang
4. Pemerintah harus lebih meningkatkan kinerja terhadap pemungutan pajak
hotel di Kabupaten Deli Serdang sehingga lebih dapat meningkatkan
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Faisal, 2009. Pemerintah Daerah dan Sumber-Sumber Pendapatan asli
Daerah. Jakarta : PT Sofmedia.
Boediono, 2000. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Riadit Media
Bratakusuma, Dedy Supriady, 2001. Otonomi Penyelenggaraan pemda. Jakarta :
Gramedia Pustaka Umum.
BPS (Badan Pusat Statistk), 2009. Deli Serdang dalam Angka, berbagai edisi.
Devano, sony, 2006. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Kuncoro, Mudrajad, 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah. Jakarta :
Erlangga
Munir, Dasril, 2000. Kebijakan dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta :
YPAPI
Prakosa, Bambang, 2003. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta : Tim UII
Press.
Saragih, Panglima, 2003. Desentralisasi fiskal Dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi Daerah. Jakarta : PT Ghalia Grafindo Persada
Siahaan, Marihot, 2002. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada.
Teguh, 1999. Metodologi Penelitian Ekonomi Teori Dan Aplikasi. Jakarta : PT
Raja Grafindo.
Widjaja, HAW, 2004. Otonomi Daerah Dan Daerah Otonom. Jakarta : PT
Lampiran I
Tabel Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2006 – 2009
Tabel Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2006‐2009
Tahun Target Pajak Hotel Realisasi Pajak Hotel Persentase
(%)
2006 120.000.000,00 120.478.000,00 100.19%
2007 161.685.000,00 181.300.000,00 89,18%