UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
SKRIPSI
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN TRANSFER
PEMERINTAH PUSAT TERHADAP PENDAPATAN PER
KAPITA MASYARAKAT KABUPATEN/KOTA DI PROPINSI
SUMATERA UTARA
OLEH :
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana
MEDAN
2009
NAMA : MAYA RAMAYANTI
NIM : 050503197
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
“ Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat Terhadap Pendapatan Perkapita Masyarakat Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.
Adalah benar hasil karya saya sendiri dan judul belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk level program S1 Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Semua sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar apa adanya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh universitas.
Medan, 1 Juni 2009
Yang Membuat Pernyataan,
Nama : Maya Ramayanti
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilal’amin, segala puji lagi syukur penulis panjatkan
kehadirat Illahi Rabbi atas segala karunia tiada henti-henti yang menaungi tiap
langkah, gerak, lisan dan fikir penulis, sehingga dengan segala kesulitan dan
sekaligus kemudahan skripsi ini dapat terselesaikan. Cinta lagi sanjung untuk
yang terkasih Baginda Nabi Muhammad SAW.
Terima kasih yang tidak akan pernah putus penulis ucapkan kepada Ibunda
tercinta Yusniar dan Ayahanda Zulfahmi Nasa, serta matahari penulis, Kakanda
tercinta Ulfa Andriani. Terima kasih karena telah begitu bersabar selama ini.
Penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa dukungan pengarahan,
bimbingan, dan kerja sama semua pihak yang telah turut membantu dalam proses
menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu semua, penulis ingin mengucapkan
terimakasi yang tulus kepada:
1. Bapak Drs. John Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Arifin Akhmad, M.si, Ak selaku Ketua Departemen Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Fahmi Natigor Nasution, SE, M.Acc, Ak selaku Sekertaris Departemen
Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Dra. Narumondang Bulan Siregar, MM, Ak, selaku Dosen Pembimbing.
bimbingan, arahan yang diberikan selama proses penyusunan dan
penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Drs. Syahrul Rambe, MM, Ak, selaku Dosen Pembanding I dan Bapak
Drs. Idhar Yahya, MBA, Ak, selaku Dosen Pembanding II. Terima kasih atas
saran dan masukan yang telah diberikan.
6. Segenap staff pengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara serta
staff Departemen Akuntansi –Bang Khairil, Bang Oyong, Kak Raya, dll.
7. Abangda penulis, Dedi serta keempat kurcaci-kurcaci kecil kami (bang Kiki,
Godek, Agung dan Dek Dava). Terima kasih telah memberi warna dalam
hidup penulis. Bang Zulfadli, Terima kasih.
8. Sahabat-sahabat tercinta Apid, Dana, Deni, Anton, Arief, Reza, Razi, Alfan,
Harry. Terima kasih telah memberi kisah begitu banyak, sayang akhir kita
begini.
9. Sahabat-sahabat hati: Fika, Lani, Ririe. Terima kasih telah memaklumi begitu
banyak. Hidup begitu lama dengan orang terus-menerus membuat kita tidak
perlu lagi bicara hanya memandang. I love U All.
10.Sahabat-sahabat yang membantu secara langsung dari awal hingga akhir
skripsi ini: Benny, Harri, Leni, Jantan. Terima kasih. Terima kasih.
11.Keluarga 6, Kak Mega, Kak Paksi, Kak Nana, Ipoem, Sri dll. Terima kasih
karna telah menjadi keluarga.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Untuk
itu, penulis menerima setiap kritik dan saran demi sempurnanya tulisan ini
dengan tangan terbuka. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, 1 Juni 2009 Penulis,
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah PAD dan Transfer pemerintah pusat dianggap sah berpengaruh secara signifikan positif terhada pendapatan per kapita masyarakat kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 25 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/kota yang ada dipropinsi Sumatera Utara . penelitian ini dilakukan untuk priode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data skunder. Data diperoleh dari badan pusat statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) data yang telah dikumpulkan dianalisi dengan metode analisi data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana dengan uji t dan menggunakan regresi linier berganda dengan uji F.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama PAD dan Transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan positif terhadap pendapatan per kakapita. Sedangkan secara parsial PAD berpengaruh secara signifikan positif dan transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan negative terhadap pendapatan per kapita masyarakat. Hasil penelitian init etap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya. Hal ini diperlukan karena keterbatasan yang ada pada penelitian ini.
Abstract
The purpose of this research is to examine the significant impact of local own revenue (PAD), intergovernmental transfer, toward per capita income in regency/city at North Sumatera Province.
The method of this minithesis is causal research design with 25 regency/city as a sample for every year from 33 regency/city at North Sumatera Province. The research is done for 2005-2007 period. This research utilize secondary data. The data are taken from the Badan Pusat Stastistik Sumatera Utara(BPS-SU). The data which is analyze in this research are collected through the region budget of revenue an expense (APBD). The data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use simple linier regression with t test and use multiple linier regression with F test.
The result of this research show that local own revenue (PAD) and intergovernmental transfer as simultan have a significant impact toward per capita income. And the local own revenue (PAD) as a partial has a significant positive impact and intergovernmental transfer as a partial has a significant negative impact toward per capita income. The result is still need more confirmation through next research. It is because of limitedness of this research.
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN……… i
KATA PENGANTAR... ii
ABSTRAK... v
ABSTRAC... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... viii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A.Latar Belakang Masalah……….. 1
B.Perumusan Masalah………... 5
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 5
D.Batasan Masalah……….. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….. 8
A.Tinjauan Teoritis……….. 8
1. Akuntansi Sektor Publik……….. 8
2. Keuangan daerah dan APBD... 9
3. Sumber-sumber Pendapatan Daerah... 13
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)………... 14
5. Transfer Pemerintah Pusat………... 17
6. Pendapatan Per Kapita………. 20
1. Hubungan antara PADdan Transfer Pemerintah Pusat... 22
2. Hubungan antara PAD dan pendapatan Per Kapita... 22
3. Hubungan antara Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Per Kapita... 23
C.Tinjauan Penelitian Terdahulu... 24
D. Kerangka Konseptual dan Hipotesis………. 25
BAB III METODE PENELITIAN………. 27
A. Desain Penelitian………. 27
B. Populasi dan Sampel……….... 27
C. Jenis dan Sumber Data………. 29
D. Teknik Pengumpulan Data……….. 29
E. Defenisi dan Pengukuran Variabel Penelitian………. 29
F. Metode Analisis Data……….. 30
G. Jadwal Penelitian………. 39
BAB IV HASIL PENELITIAN………... 40
A. Deskripsi Data Secara Statistik………... 40
B. Analisis Hasil Penelitian………. 42
C. Pembahasan Hasil Statistik………. 54
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 56
B. Keterbatasan Penelitan……… 57
C. Saran………... 58
DAFTAR PUSTAKA……….. 59
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1……….. 24
Tabel 3.1……….. 28
Tabel 3.2……….. 29
Tabel 3.3……….. 39
Tabel 4.1……….. 41
Tabel 4.2……….. 42
Tabel 4.3……….. 46
Tabel 4.4……….. 47
Tabel 4.5……….. 49
Tabel 4.6……….. 50
Tabel 4.7……….. 51
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah PAD dan Transfer pemerintah pusat dianggap sah berpengaruh secara signifikan positif terhada pendapatan per kapita masyarakat kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara.
Metode penelitian dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan desain penelitian kausal, dengan jumlah sampel 25 kabupaten/kota setiap tahunnya dari 33 kabupaten/kota yang ada dipropinsi Sumatera Utara . penelitian ini dilakukan untuk priode 2005-2007. Jenis data yang dipakai adalah data skunder. Data diperoleh dari badan pusat statistik (BPS) Sumatera Utara. Data yang dianalisis dalam penelitian ini dari laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) data yang telah dikumpulkan dianalisi dengan metode analisi data yang terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan regresi linier sederhana dengan uji t dan menggunakan regresi linier berganda dengan uji F.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara bersama-sama PAD dan Transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan positif terhadap pendapatan per kakapita. Sedangkan secara parsial PAD berpengaruh secara signifikan positif dan transfer pemerintah pusat berpengaruh secara signifikan negative terhadap pendapatan per kapita masyarakat. Hasil penelitian init etap memerlukan konfirmasi lebih lanjut melalui penelitian selanjutnya. Hal ini diperlukan karena keterbatasan yang ada pada penelitian ini.
Abstract
The purpose of this research is to examine the significant impact of local own revenue (PAD), intergovernmental transfer, toward per capita income in regency/city at North Sumatera Province.
The method of this minithesis is causal research design with 25 regency/city as a sample for every year from 33 regency/city at North Sumatera Province. The research is done for 2005-2007 period. This research utilize secondary data. The data are taken from the Badan Pusat Stastistik Sumatera Utara(BPS-SU). The data which is analyze in this research are collected through the region budget of revenue an expense (APBD). The data which have already collected are processed with classic assumption test before hypothesis test. Hypothesis test in this research use simple linier regression with t test and use multiple linier regression with F test.
The result of this research show that local own revenue (PAD) and intergovernmental transfer as simultan have a significant impact toward per capita income. And the local own revenue (PAD) as a partial has a significant positive impact and intergovernmental transfer as a partial has a significant negative impact toward per capita income. The result is still need more confirmation through next research. It is because of limitedness of this research.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan
dan penggunaan dana pemerintahan daerah. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan
daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.
Dalam hal pembangunan perekonomian daerah, peranan pemerintah dapat
dikaji dari sisi anggarannya. APBD merupakan instrument kebijakan yang
dijalankan pemerintah daerah untuk menentukan arah dan tujuan pembangunan.
Instrument ini diharapkan berfungsi sebagai salah satu komponen pemicu
tumbuhnya perekonomian suatu daerah.
Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan
diberlakukannya desentralisasi. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah efektif
diberlakukan per Januari tahun 2001 (UU ini dalam perkembangan diperbaharui
dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004).
Diberlakukannya undang-undang ini memberi peluang bagi daerah untuk
menggali potensi lokal dan meningkatkan kinerja keuangannya dalam rangka
Otonomi yang diberikan kepada daerah merupakan otonomi yang luas, nyata
dan bertanggung jawab (Soekarwo, 2003 : 93). Dan untuk pelaksanaan otonomi
tersebut pemerintah daerah harus memiliki wewenang dan kemampuan menggali
sumber keuangan sendiri, serta didukung oleh perimbangan keuangan pemerintah
pusat dan daerah serta antara propinsi dan kabupaten/kota yang merupakan
persyaratan dalam sistem pemerintahan daerah.
Hingga saat ini otonomi daerah memang sudah berjalan di tiap kabupaten dan
kota di Indonesia. Realitas menunjukkan bahwa pemerintah daerah belum dapat
sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat didalam mengatur rumah tangga daerah.
Hal ini tidak hanya terlihat dalam konteks kerangka hubungan politis dan
wewenang daerah, namun juga terlihat dalam hubungan keuangan antar pusat dan
daerah (Simanjuntak, 2001).
Dalam menciptakan kemandirian daerah, pemerintah daerah harus beradaptasi
dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai
sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber pendapatan asli
daerah atau PAD. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi semakin
kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah
(Halim, 2001). Dalam upaya peningkatan kemandirian daerah pemerintah daerah
juga dituntut untuk mengoptimalkan potensi pendapatan yang dimiliki dan salah
satunya memberikan proporsi belanja modal yang lebih besar untuk pembangunan
pada sektor-sektor yang produktif di daerah.
Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan cermin kemandirian suatu daerah
membiayai pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Dalam Menjalankan
otonomi daerah kabupaten/kota di Sumatera Utara dituntut untuk mampu
meningkatkan PAD yang merupakan tolak ukur terpenting bagi kemampuan
daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan otonomi daerah.
Implikasi langsung atas implementasi otonomi daerah adalah kebutuhan dana
yang cukup besar. Sumber dana utama pemerintah daerah berasal dari PAD, yang
dipakai untuk membiayai belanja modal dan pembangunan. Namun dalam
beberapa tahun berjalan sumber pembiayan tidak hanya berasal dari PAD saja.
Pemerintahan Pemerintah daerah juga mendapat bantuan transfer dana dari
pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004
Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum
(DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana perimbangan
ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah dan juga untuk membantu daerah dalam membiayai
kewenangannya.
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah pemerintahan daerah terlalu
bergantung pada dana alokasi umum atau DAU untuk membiayai belanja modal
dan pembangunan tanpa mengoptimalkan potensi yang dimiliki daerah. Disaat
alokasi DAU yang diperoleh besar, maka pemerintah daerah akan berusaha agar
priode berikutnya DAU yang diperoleh tetap. Menurut Adi (2006) proporsi DAU
terhadap penerimaan daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan
yang lain, termasuk PAD. Kuncoro (2007) juga menyebutkan bahwa PAD hanya
Kenyataan ini tidak sejalan dengan tujuan otonomi daerah yaitu memandirikan
daerah dengan potensi-potensi yang dimilikinya.
Rendahnya proporsi PAD tidak sebanding dengan subsidi yang diberikan oleh
pusat kepada daerah dikarenakan kemampuan untuk menyelenggarakan otonomi
daerah berdasarkan indikator desentralisasi fiskal masih sangat kecil. Dapat dilihat
dari pembiayaan pembangunan daerah didominasi oleh subsidi pusat
dibandingkan dengan PAD yang diperoleh. Sekalipun PAD diharapkan dijadikan
modal utama dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, namun
kontribusi yang dapat disumbangkan PAD terhadap total penerimaan daerah
(TPD) masih relatif rendah.
Tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu tujuan penting pemerintah
daerah maupun pemerintah pusat melalui PAD dan transfer pemerintah. Upaya
untuk meningkatkan pendapatan asli daerah tidak akan memberikan arti apabila
tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pertumbuhan
ekonomi sering diukur dengan menggunakan pertumbuhan produk domestik bruto
(PDB/PDRB), namun demikian indikator ini dianggap tidak selalu tepat
dikarenakan tidak mencerminkan makna pertumbuhan yang sebenarnya. Indikator
lain, yaitu pendapatan per kapita dapat digunakan untuk mengukur pertumbuhan
ekonomi ini (Kuncoro, 2004). Indikator ini lebih komperehensif dalam mengukur
pertumbuhan ekonomi karena lebih menekankan pada kemampuan negara/daerah
umtuk meningkatkan PDB/PDRB agar dapat melebihi tingkat pertumbuhan
ekonomi yang terjadi mampu meningkatkan kesejahteraan seiring dengan semakin
cepatnya laju pertambahan penduduk.
Fenomena di atas menjadi ide dan motivasi dilakukannya penelitian dalam
skripsi dengan judul: “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Transfer
Pemerintah Pusat Terhadap Pendapatan Per Kapita Masyarakat
Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang melatarbelakangi penelitian ini, maka dirumuskan
berbagai permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah Pendapatan Asli Daerah berpengaruh Terhadap peningkatan
Pendapatan Per Kapita?
2. Apakah Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh terhadap Peningkatan
Pendapatan Per Kapita?
3. Apakah Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh
terhadap Peningkatan Pendapatan Per Kapita?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan relefansi dengan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini
bertujuan: untuk mengetahui pengaruh PAD dan transfer pemerintah pusat
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang diharapkan adalah:
a. Bagi peneliti, melalui peneliti ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan peneliti yang berhubungan dengan pendapatan daerah dan
pertumbuhan ekonomi.
b. Bagi pemerintahan daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan masukan bagi pemerintah daerah di Sumatera Utara dalam
melaksanakan pengelolaan keuangan Daerah khususnya terhadap
pengelolaan PAD dan pengelolaan transfer pemerintah pusat sehingga
dapat mempengaruhi pendapatan per kapita masing-masing daerah yang
bersangkutan.
c. Bagi pihak lain, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
referensi guna penelitian selanjutnya.
D. Batasan Masalah
Atas pertimbangan-pertimbangan efisiensi, minat dan keterbatasan waktu dan
tenaga, serta pengetahuan penulis, maka penulis melakukan beberapa batasan
masalah terhadap penelitian yang akan diteliti, yaitu diantaranya:
1. Penelitian ini membatasi pada aspek akuntansi sektor publik untuk
menjelaskan pengaruh PAD dan transfer pemerintah pusat terhadap
2. Faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita hanya dilihat dari
realisasi PAD dan transfer pemerintah pusat.
3. Penelitian ini hanya mengambil lokasi pada pemerintahan kabupaten/kota
yang ada di Sumatera Utara.
BAB II
A. TINJAUAN TEORITIS
1. Akuntansi Sektor Publik
Halim (2002:29) mengemukakan bahwa akuntansi yang berkaitan dengan
organisasi perusahaan (bisnis) biasanya dikenal dengan akuntansi sektor privat,
dan yang berkaitan dengan organisasi pemerintahan atau akuntansi sektor publik.
Oleh karena pemerintahan daerah merupakan satuan organisasi yang non profit,
maka akuntansi yang berkaitan dengan pemerintah daerah termasuk dalam
akutansi sektor publik.
Sebagai salah satu bidang ilmu, penelitian tentang akuntansi sektor publik
masih banyak kendalanya, baik pada kepustakaannya maupun bagaimana
masalah-masalah di lapangan dirumuskan. Hal tersebut dapat dimaklumkan
mengingat masih mudanya bidang ilmu akuntansi sektor publik.
Namun dalam waktu yang relatif singkat akuntansi sektor publik telah
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Mardiasmo (2002:1) menyatakan
bahwa saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintah, perusahaan milik negara/daerah,
dan berbagai organisasi publik lainnya dibandingkan pada masa-masa
sebelumnya. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk dilakukan
transparansi dan akuntanbilitas publik oleh lembaga-lembaga sektor publik.
2. Keuangan daerah dan APBD
Menurut Mamesah (1995:16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai
sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
sepanjang belum dimiliki/dikuasi oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta
pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku.”
Menurut Halim (2004:20), ruang lingkup keuangan daerah terdiri dari
“keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Yang termasuk dalam keuangan daerah yang dikelola langsung adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik
daerah. Keuangan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD).”
“Keuangan daerah dalam arti sempit yakni terbatas pada hal-hal yang
berkaitan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Oleh sebab itu,
keuangan daerah identik dengan APBD.” (Saragih, 2003:12)
Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2000 menyatakan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disingkat APBD adalah satu rencana keuangan tahunan daerah sebagai dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan dana Pemerintah Daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah.
Sebagai alat yang digunakan dalam menggerakkan roda pemerintahan dan
pembangunan, anggaran dalam organisasi publik memiliki beberapa fungsi.
Menurut Mardiasmo (2002:183) fungsi utama anggaran daerah adalah sebagai
berikut:
a. Anggaran berfungsi sebagai alat perencanaan, yang antara lain digunakan
untuk :
1) merumuskan tujuan serta sasaran kebijakan sesuai denagn visi dan
2) menetapkan berbagai program dan kegiatan untuk mencapat tujuan
organisasi serta merencanakan alternatif sumber pembiayaan
3) mengelola sumber-sumber ekonomi pada berbagai program dan
kegiatan yang telah disusun, dan
4) menentukan indikator kinerja dan tingkat pencapaian strategi.
b. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendali, yang digunakan antara lain untuk
:
1) mengendalikan efisiensi pengeluaran.
2) membatasi kekuasaan dan kewenangan Pemda.
3) mencegah adanya overspending, underspending dan salah sasaran
(misappropriation) dalam mengalokasikan anggaran pada bidang
lain yang bukan merupakan prioritas.
4) memonitor kondisi keuanagan dan pelaksanaan perasional program
atau kegiatan pemerintah.
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal digunakan untuk menstabilkan
ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemberian fasilitas,
dorongan, dan koordinasi kegiatan ekonomi masyarakat sehinnga
mempercepat pertumbuhan ekonomi.
d. Anggaran sebagai alat politik digunakan untuk memutuskan
prioritas-prioritas dan kebutuhan keuangan terhadap prioritas-prioritas tersebut. Anggaran
sebagai dokumen politik merupakan bentuk komitmen eksekutif dan
kesepakatan legislatif atas penggunaan dana publik untuk kepentingan
merupakan alat politik (political tool). Oleh karena itu, penyusunan
anggaran membutuhkan political skill, coalition building, keahlian
bernegosiasi, dan pemahaman tentang prinsip manajemen keuangan publik.
Kegagalan dalam melaksanaakan anggaran yang telah disetujui dapat
menurunkan kredibilitas atau bahkan menjatuhkan kepemimpinan eksekutif.
e. Anggaran koordinasi antar unit kerja dalam organisasi Pemda yang terlibat
dalam proses penyusunan anggaran. Anggaran yang disusun dengan baik
akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam
pencapaian tujuan organisasi. Di samping itu, anggaran publik juga
berfungsi sebagai alat komunikasi antar unit kerja.
f. Anggaran sebagai alat evaluasi kinerja. Anggaran pada dasarnya merupakan
wujud komitmen Pemda kepada pemberi wewenang (masyarakat) untuk
melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Kinerja
Pemda akan dinilai berdasarkan target anggaran yang dapat direalisasi.
g. Anggaran dapat digunakan sebagai alat sebagi memotivasi manjemen Pemda
agar dapat bekerja secara ekonomis, efektif dan efisien dalam mencapai
target kinerja. Agar dapat memotivasi pegawai, anggaran hendaknya bersifat
chalenging but attainble atau demanding but achieveable. Maksudnya,
target kinerjanya hendaknya ditetapkan dalam batas rasional yang dapat
dicapai (tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah).
h. Anggaran dapat juga dapat gunakan sebagai alat untuk menciptakan ruang
publik dalam arti bahwa proses penyusunan anggaran harus melibatkan
dilakukan melalui proses penjaringan aspirasi masyarakat. Yang hasilnya
digunakan sebagai dasar perumusan arah dan kebijakan umum anggaran.
Kelompok masyarakat yang terorganisir umunya akan mencoba
mempengaruhi anggran untuk kepentingan mereka. Kelompok lain dari
masyarakat yang kurang terorganisir akan mempercayai aspirasinya melalui
proses politik yang ada. Jika tidak ada alat untuk menyampaikan aspirasi
mereka, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan lain.
Secara fungsional APBD merupakan kontrak sosial antara pemerintah
(daerah) dengan rakyatnya tentang kewajiban untuk mensejahterakan dan
memenuhi kebutuhan warganya. Setiap pilihan program/kegiatan yang diambil
dalam APBD harus memperhatikan preferensi para pemilih yng memilih
orang-orang yang duduk di parlemen dan pemerintahan.
Mamesah (1995:20) mendefinisikan APBD adalah rencana operasional keuangan pemerintah daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek dalam satu tahun anggaran tertentu, dan di pihak lain menggabarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran dimaksud.
APBD pada hakekatnya merupakan salah satu instrument kebijakan yang
dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dam kesejahteraan
masyarakat di daerah. Ramzuri (2007:17) mengatakan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) dan pemerintah daerah harus secara nyata dan terstuktur guna
menghasilkan APBD yang dapat mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai
dengan potensi masing-masing daerah serta dapat memenuhan tuntutan
terciptanya anggaran daerah yang beroreantasi pada kepentingan dan akuntabilitas
berdasarkan yang baik dan berfungsi sebagai pedoman bagi pemerintah dalam
mengelola negara, sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijaksanaan
dan kemampuan pemerintah. Penyusunan anggaran tidak bisa dilepaskan dari
karekteristik suatu daerah, untuk dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam
pengelolaan negara.
Widjaja (2002:67) menyatakan bahwa anggaran daerah pada hakikatnya
merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas, nyata
dan bertanggung jawab. APBD dapat memberikan informasi yang jelas tentang
tujuan, sasaran, hasil dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan
atau proyek yang dianggarkan.
IACS dalam Halim (2002: 68) menyatakan: belanja daerah adalah penurunan dalam manfaat ekonomi selama priode akuntansi dalam bentuk arus kas. Dari aspek pelaksana, pemerintah daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasional pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintah daerah yang harus diukur secara hati-hati adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. APBD merupakan sistem kebijakan yang utama bagi pemerintahan daerah.
3. Sumber-Sumber Pendapatan Daerah
Dalam mengurus dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah
propinsi/kota/kabupaten yang meliputi tugas pemerintah umum, membangun dan
membina kemasyarakatan dengan menggunakan sumber-sumber pembiayaan
yang didapat dari pemerintah daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 pasal 157 menyebutkan bahwa sumber pendapatan terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disebut PAD, yaitu
• Hasil retribusi daerah
• Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang disahkan
• Lain-lain pendapatan yang sah
b. Dana perimbangan
c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
4. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pemerintah daerah di dalam membiayai belanja daerahnya, selain dengan
menggunakan transfer dari pemerintah pusat, mereka juga menggunakan sumber
dananya sendiri yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD).
PAD menurut Halim (2002: 64) merupakan “semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah”. Upaya peningkatan PAD secara positif
dalam pengertian bahwa kelelusaan oleh daerah harus dapat dimanfaatkan untuk
dapat meningkatan PAD untuk menggali sumber-sumber penerimaan baru tanpa
membebani masyarakat dan tanpa menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Upaya
peningkatan PAD tersebut harus dipandang sebagai perwujudan tanggung jawab
pemerintah daerah meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut UU No.33 Tahun 2004, PAD adalah pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagi perwujudan desentralisasi.
PAD memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian daerah.
Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif mempunyai
Adi, 2007) Apabila suatu daerah PAD-nya meningkat maka dana yang dimiliki
pemerintah akan dapat digunakan pula. Peningkatan ini akan menguntungkan
pemerintah, karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan daerahnya.
Kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis yaitu:
a. Pajak Daerah
Menurut Sunitro dalam (Kaho, 2007:144) “pajak daerah adalah pajak yang
dipungut oleh daerah-daerah , seperti Propinsi, Kabupaten dan sebagainya”.
Pajak Daerah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pajak.
Penerimaan ini meliputi:
• Pajak Kendraan Bermotor
• Bea Balik Nama Kendraan Bermotor
• Pajak Bahan Bakar Kendraan Bermotor
• Pajak Kendraan di Atas Air
• Pajak Air di Bawah Tanah
• Pajak Air Permukaan.
Sedangkan jenis pajak kabupaten/kota menurut Undang-Undang No.34
Tahun 2000 tentang perubahan Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah terdiri atas:
• Pajak Hotel
• Pajak Restoran
• Pajak Hiburan
• Pajak Reklame
• Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
• Pajak Parkir
b. Retribusi Daerah
Menurut Kaho (2007 : 170) menyatakan bahwa “retribusi daerah adalah
pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena
mendapatkan jasa pekerjaan, usaha atau milik daerah bagi yang
berkepentingan atau karena jasa yang diberikan oleh daerah”.
Berdasarkan Undang No.34 2004 tentang problem atas
Undang-Undang No.18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, “Pajak
daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi dan badan
kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah
c. Hasil Pengelolaan Daerah yang Dipisahkan
Sesuai Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, jenis hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan dapat dirinci menurut objek pendapatan
yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik
pemerintah/BUMN dan bagian laba atas peyertaan modal pada perusahaan
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 menjelaskan tentang Pendapatan Asli
Daerah yang Sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang
tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
5. Transfer Pemerintah Pusat
Halim (2002:65) mendefinisikan “transfer pemerintah pusat atau dana
perimbangan merupakan dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk
membiayai kebutuhan daerah”.
Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah menurut Saragih
(2003:85) adalah:
Suatu sistem pembiayan pemerintahan dalam keuangan Negara kesatuan yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
“Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam
yang disebut dengan Bagian Daerah, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK)”. ( Kadjatmiko, 2002:79)
Pembagian dana perimbangan menurut saragih (2003:86) terdiri dari:
1. Dana bagi hasil dari : pajak bumi bangunan (PBB), bea perolehan dan
pertambanagn umum, kehutanaan dan perikanaan. Penetapaan besarnya
dana bagi hasil pajak berdasarkan atas persentase dengan tariff dan basis
pajaknya.
2. Dana alokasi umum (DAU) atau sering disebut juga dengan block grant
yang besarnya didasarkan atas formula.
3. Dana alokasi khusus (DAK). DAK identik dengan special grant yang
ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya isedental dan
mempunyai fungsi yang sangat khusus.
Pada umumnya pemerintah pusat memberikan transfer dana dalam bentuk
Dana Alokasi Umum (DAU). DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang
bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah yang
dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah
melalui pemerataan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi
daerah.
Menurut kamus wikepedi Dana Alokasi Umum adalah sejumlah dana yang
dialikasikan kepada daerah di Indonesia untuk meningkatkan dana
pembangunanya. Jumlah dana alokasi umum untuk tahunanya ditentukan oleh
keputusan presiden.
Dana alokasi umum mencakup:
1. Dana Alokasi Umum untuk daerah Propinsi
Basis utama perhitungan DAU adalah kesenjangan fiskal atau perbedaan
antara kapasitas fiskal dan kebutuhan fiskal di masing-masing daerah.
Berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 pengelolaan DAU ditentukan atas besar
kecilnya celah fiskal (fiscal Gab) suatu daerah, yang merupakan selisih antara
kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). Apabila
memiliki daerah memiliki potensi fiskal besar tetapi kebutuhan fiskal kecil maka
akan memperoleh DAU yang relatife kecil. Sebaliknya, untuk daerah yang potensi
fiskalnya kecil sedangkan kebutuhan fiskalnya besar maka akan memperolah
alokasi DAU yang relatife besar.
Kebijakan DAU merupakan instrumen penyeimbang fiskal antar daerah, sebab tidak semua daerah memiliki stuktur dan kemampuan fiskal yang sama (horizontal fiskal imbalance). DAU sebagai bagian dari kebijakan transfer fiskal dari pusat ke daerah (intergovermental transfer) berfungsi sebagai faktor pemerataan fiskal antara daerah –daerah serta memperkecil kesenjangan kemampuan fiskal atau keuangan antar daerah (Saragih, 2003:98).
Menurut Mulia (2005:13), tujuan umum dari DAU adalah untuk:
1. Meniadakan atau meminimalkan ketimpangan fiskal vertikal.
2. Meniadakan atau mengurangkan ketimpangan fiskal horizontal.
3. Menginternalisasikan/memperhitungkan sebahagian atau seluruh limpahan
manfaat/biaya kepada daerah yang menerima limpahan manfaat tersebut.
4. Sebagai bahan edukasi bagi pemerintah daerah agar secara intensif
menggali sumber-sumber penerimaannya, sehinggan hasil yang diperoleh
menyamai bahkan melebihi kapasitasnya.
Secara umum DBH dan DAU digolongkan ke dalam bentuk unconditional
transfer atau biasa disebut dengan transfer tak bersyarat. Sedangkan DAK
digolongkan ke dalam bentuk conditional transfer atau biasa disebut dengan
transfer bersyarat.
6. Pendapatan Per Kapita
Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata
penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu tahun.
Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa
rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu priode
tertentu. Pendapatan per kapita diperoleh dari pendapatan nasional pada tahun
tertentu dibagi dengan jumlah penduduk suatu negara pada tahun tersebut.
Dalam Kamus Wikipedia (2008) disebutkan bahwa pendapatan per kapita
merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan
per kapita didapatkan dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara
dengan jumlah penduduk negara tersebut. Pendapatan per kapita juga
merefleksikan PDB per kapita.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita (Boediono,
1985). Secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan
yang berkelanjutan Produk Domestik Regional Daerah/PDRB dan Pendapatan Per
Kapita (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Hasil penelitian yang dilakukan Lin dan
Liu (2000) menunjukkan desentralisasi memberikan dampak yang sangat berarti
hubungan yang positif dan signifikan antara desentralisasi fiskal dengan
pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung sintesa yang menyatakan bahwa,
pemberian otonomi yang lebih besar akan memberikan dampak yang lebih besar
bagi pertumbuhan ekonomi, hal inilah yang mendorong daerah untuk
mengalokasikan secara lebih efisien berbagai potensi lokal untuk kepentingan
pelayanan publik (Lin dan Liu, 2000; Mardiasmo, 2002; Wong, 2004).
Pendapatan per kapita sering dijadikan tolak ukur kemakmuran tingkat
pembangunan sebuah daerah; semakin besar pendapatan per kapitanya, semakin
makmur negara tersebut. Pendapatan nasional yang biasa dipakai dalam
menghitung pendapatan per kapita suatu negara pada umumnya adalah Produk
Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB), sedangkan untuk
pendapatan per kapita daerah yang umum digunakan adalah Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) yang dihitung dengan menggunakan formulasi:
B. Hubungan PAD, Transfer Pemerintah Pusat, dan Pendapatan Per Kapita
4. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah
Pusat
Pendapatan asli daerah dan transfer pemerintah pusat merupakan
sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah. Pemerintah daerah dalam membiayai
belanja dan operasionalnya sangat bergantung dari kedua pendapatan di atas. PDRB tahun t
jumlah penduduk tahun t
Pendapatan asli daerah adalah pendapatan yang diperoleh pemerintah dari
hasil daerahnya sendiri, sedangkan transfer pemerintah pusat adalah sumber
pendapatan yang di peroleh dari pemerintah pusat. Dana alokasi umum adalah
pendapatan terbesar yang berasal dari transfer pemerintah pusat
5. Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dan pendapatan Per Kapita
Salah satu tujuan utama dari desentralisasi fiskal adalah terciptanya
kemandirian daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengali
sumber-sumber keuangan lokal, khususnya melalui Pendapatan Asli Daerah (Sidik,
2002). Daerah yang memiliki tingkat pertumbuhan PAD yang positif
mempunyai kemungkinan untuk memiliki tingkat pendapatan per kapita yang
lebih baik. PAD berpengaruh positif dengan petumbuhan ekonomi di daerah
(Brata, 2004). PAD merupakan salah satu sumber pembelanjaan daerah, jika
PAD meningkat maka dana yang dimiliki oleh pemerintah daerah akan lebih
tinggi dan tingkat kemandirian daerah akan meningkat pula, sehingga
pemerintah daerah akan berinsisiatif untuk lebih menggali potensi – potensi
daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan PAD secara
berkelanjutan akan menyebabkan peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah
itu (Tambunan, 2006).
Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih,
2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami
pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi peningkatan penerimaan
PAD. Bila yang terjadi sebaliknya, maka bisa diindikasikan adanya eksploitasi
peningkatan produktifitas masyarakat itu sendiri. Sidik (2002) menegaskan
bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur dari
jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur
perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
6. Hubungan antara Transfer Pemerintah Pusat dan Pendapatan Per
Kapita
Pemerintahan Pemerintah daerah juga mendapat bantuan transfer dana dari
pemerintah pusat berupa Dana Perimbangan. Berdasarkan UU No. 33 Tahun
2004 Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pemberian dana
perimbangan ditujukan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan juga untuk membantu daerah
dalam membiayai kewenangannya.
Transefer pemerintah pusat juga diharapkan membantu pemerintah daerah
dalam membangun sarana dan prasara yang kemudian diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan daerah yang pada akhirnya berdampak pada
meningkatnya per kapita masyarakat di daerah tersebut.
C. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Nama Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian
(1) (2) (3) (4)
David Harianto
Hubungan Belanja Modal, DAU, PAD,
Dana Alokasi
Umum (X1),
dan Priyo
D. Kerangka Konseptual dan Hipotesis
1. Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang masalah, tinjauan teoritis, dan tinjauan penelitian
pendahulu, maka peneliti membuat kerangka konseptual peneliti sebagai berikut:
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual
Dari kerangka konseptual di atas dapat dilihat bahwa PAD (X1) dan transfer
pemerintah pusat (X2) dalam bentuk Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK)
mempengaruhi pendapatan per kapita masyarakat (Y).
Peningkatan PAD harus berdampak pada perekonomian daerah (Saragih,
2003). Oleh karena itu, daerah tidak akan berhasil bila daerah tidak mengalami
pertumbuhan ekonomi yang berarti meskipun terjadi penerimaan PAD. Bila yang
terjadi sebaliknya, maka bisa diindikakasikan adanya eksploitasi PAD terhadap
masyarakat secara berlebihan tanpa memperhatikan produktifitas. Sidik (2002)
menegaskan bahwa keberhasilan peningkatan PAD hendaknya tidak hanya diukur
dari jumlah yang diterima, tetapi juga diukur dengan perannya untuk mengatur
perekonomian masyarakat agar dapat lebih berkembang, yang pada gilirannya
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
2. Hipotesis
Menurut Erlina, Mulyani (2007:4), ” Hipotesis adalah proporsi yang
atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenarannya, melalui
analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan
penelitian”. Berdasarkan tinjauan teoritis dan kerangka konseptual yang diuraikan
sebelumnya, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ha1: Pendapatan Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
pendapatan per kapita
Ha2: Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap Peningkatan
Pendapatan Per Kapita
Ha3: PAD dan Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap
Peningkatan Pendapatan Per Kapita.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini akan membahas pengaruh pendapatan asli daerah dan transfer
pemerintah pusat terhadap pendapatan per kapita dan sekaligus menguji hipotesis
ini akan menjelaskan pengaruh antara variabel pendapatan asli daerah, transfer
pemerintah pusat terhadap pendapatan per kapita masyarakat.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004:72). Populasi
dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota yang ada di Sumatera
Utara dengan menggunakan data sejak tahun 2005 sampai dengan 2007.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2004:73). Jumlah sampel yang dipakai oleh peneliti
adalah sebanyak 25 pemerintah daerah kabupaten dan kota. Metodologi
pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling dengan kriteria:
1. Tersedianya data yang dipublikasikan kabupaten/kota di Propinsi Sumatera
Utara pada Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara.
2. Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan laporan
APBD-nya selama priode 2005-2007.
3. Laporan keuangan yang tergabung dalam kabupaten/kota induk, akan
digunakan Laporan keuangan kabupaten/kota induk.
4. Laporan keuangan yang disajikan kabupaten/kota yang digunakan adalah
laporan keuangan yang memuat secara lengkap pendapatan asli daerah,
transfer pemerintah dan pendapatan per kapita.
Tabel 3.1
No. Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
1. Kota Binjai
2. Kota Sibolga
3. Kota Tanjung Balai
4. Kota Tebing Tinggi
5. Kota Padang Sidempuan
6. Kota Medan
7. Kota Pematang Siantar
8. Kab. Humbang Hasundutan
9. Kab. Nias
10. Kab. Madina
11. Kab. Tapanuli Utara 12. Kab. Deli Serdang
13. Kab. Tanah Karo
14. Kab. Labuhan Batu
15. Kab. Langkat
16. Kab. Simalungun
17. Kab. Toba Samosir
18. Kab. Tapanuli Selatan 19. Kab. Tapanuli Tengah
20. Kab. Asahan
21. Kab. Dairi
22. Kab. Nias Selatan 23. Kab. Pakpak Barat 24. Kab. Samosir
25. Kab. Serdang Bedagai
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data yang
berbentuk angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan (Sugiyono, 2004:14).
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh
secara tidak langsung dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, yang
berupa laporan APBD dari tahun 2005-2007 untuk beberapa Pemerintah
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan teknik studi
dokumentasi yaitu dengan cara mempelajari, mengklasifikasi, dan menganalisi
data skunder yang telah diperoleh.
E. Definisi dan Pengukuran Variabel Penelitian
1. Definisi Variabel Penelitian
Table 3.2
No. Variabel
Penelitian
Definisi Parameter
(1) (2) (3) (4)
1. Pendapatan Asli
Daerah (X1)
Pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lail-lain Pendapatan asli daerah yang sah yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali
pendanaan dalam pelaksanaan pemerintah daerah yang terdiri dari dana alokasi umu (DAU), dana alokasi khusu (DAK), dana bagi hasil (DBH).
2. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah: pendapatan asli daerah,
transfer pemerintah pusat yang kemudian dikenal sebagai dana perimbangan
(Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi Hasil).
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pendapatan per kapita
masyarakat yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
F. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan adalah model analisis regresi berganda
dengan bantuan Software SPSS for Windows. Penggunaan metode analisis regresi
dalam pengujian hipotesis, terlebih dahulu diuji apakah model tersebut memenuhi
asumsi klasik atau tidak. Pengujian asumsi tersebut meliputi.
1. Uji Asumsi Klasik
Pengujian regresi linear berganda dapat dilakukan setelah model dari
penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik.
Syarat-syarat tersebut adalah data tersebut harus terdistribusi secara normal, tidak
mengandung multikolinearitas, autokorelasi dan heterokedastisitas. Untuk itu
sebelum melakukan pengujian regresi linear berganda perlu dilakukan terlebih
dahulu pengujian asumsi klasik, yang terdiri dari:
Menurut Erlina dan Mulyani (2007:103), ”uji ini berguna untuk tahap awal
dalam metode pemilihan analisis data. Jika data normal, gunakan statistik
parametrik dan jika data tidak normal gunakan statistik non parametrik atau
lakukan treatment agar data normal.”
Tujuan uji normalitas menurut Ghozali (2005:111) adalah ingin
mengetahui apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual
memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F
mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau
asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah
sampel kecil.”
Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau
tidak menurut Ghozali (2005 : 110), yaitu :
i) Analisis grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
ii) Analisis statistik
Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-skewness. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati atau
merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov Smirnov dapat
a) Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas < 0,05, maka distribusi
data adalah tidak normal.
b). Nilai Sig. atau signifikan atau probabilitas > 0,05, maka distribusi
data adalah normal.
2. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2005:111) uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan dengan adanya korelasi diantara variabel
independen. Suatu model regresi yang baik tidak ditemukannya hubungan atau
korelasi di antara variabel independen. Dalam pengujian multikolinearitas
penulis menggunakan metode Variance Inflation Factor (VIF).
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model
regresi menurut Hadi (2006:168) dapat dilihat dari :
i) Salah satu ciri regresi yang terjangkit multikolinear adalah
persamaan tersebut memiliki nilai R2 yang sangat tinggi, tetapi hanya memiliki sedikit variabel independen yang signifikan (memiliki nilai t hitung tinggi). Keadaan yang paling ekstrim adalah bila model memiliki nilai R2 dan F hitung yang tinggi dan secara otomatis akan memiliki nilai signifikansi F yang sangat bagus tetapi tidak satupun variabel independen yang memiliki nilai t cukup (signifikan). Bila hal ini terjadi maka bisa disimpulkan bahwa bagusnya F dan R2 karena adanya interaksi antar variabel independen yang cukup tinggi (multikolinear)
ii) Indikator lain yang bisa dipakai adalah CI (Condition Index) atau Eigenvalues. Bila CI berkisar antara10 sampai dengan 30 maka kita bisa mengatakan bahwa persamaan tersebut terjangkit multikolinear. Bila CI > 30 maka terjangkitnya semakin kecil.
Bila ternyata model terindikasi penyakit multikolinear, maka baru dicari
korelasi diantara variabel independen. Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 :
168) menyatakan bahwa “dua variabel yang memiliki tingkat korelasi 0,8
sudah terlalu tinggi tetapi kalau 0,5 tidak ada masalah.”
Bila didapatkan dua variabel yang memiliki korelasi tinggi (0,8 ke atas),
ambil salah satu saja dan hilangkan yang lain.
Menurut Ghozali (2005 : 91), untuk mendeteksi ada atau tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut :
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
3) Multikolinearitas dapat juga dilihat dari a) nilai tolerance dan lawannya b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/ Tolerence). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
Menurut Ghozali (2005 : 95), cara mengobati apabila terjadi
multikolonieritas dalam data penelitian adalah sebagai berikut:
b. Keluarkan satu atau lebih variable indevenden yang mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan variable indevenden lainnya untuk membantu prediksi.
c. Transformasi variable merupakan salah satu cara mengurangi
hubungan linear di antara variable indevenden. Transformasi dapat dilakukan dalam bentuk logaritmo natural dan bentuk first difference atau delta. Caranya
Yt = b1 + b2 X2t + b3 X3t + ut ………(1)
Yt-1 = b1 + b2 X2t-1 + b3 X3t-1 + ut-1 ………(2) Kurangkan persamaan (2) dari (1) didapat first difference
Yt – Yt-1 = b2 (X2t – X2t-1) + b3 (X3t – X3t-1) + vt……(3) d. Gunakan model dengan variabel indevenden yang mempunyai korelasi
tinggi hanya semata-mata untuk prediksi (jangan mencoba untuk menginterpretasikan koefisien regresinya).
e. Gunakan metode analisis yang lebih canggih seperti Bayesian
regression atau dalam kasus khusus ridge regression.
3. Uji Heterokedasitas
Menurut Ghozali (2005: 111) uji heterokedasitas bertujuan untuk melihat
apakah didalam model regesi terjadi ketidaksamaan variabel dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Suatu model regresi yang baik adalah
tidak terjadi heterokedasitas. Uji Heterokedastisitas adalah asumsi dalam
regresi dimana varians dan residual tidak sama untuk satu pengamatan yang
lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap,
maka disebut homokedasitas, namun jika sebaliknya disebut heterokedasitas.
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS release 15.
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskesdatisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskesdatisitas.
Suatu model dikatakan terdapat gejala heterokedesitas jika koefisien
parameter beta dari persamaan regresi tersebut signifikan secara statistik.
Sebaliknya, jika parameter beta tidak signifikan secara statisik, hal ini
menunjukkan bahwa data model empiris yang diestimasi tidak terdapat
heterokedesitas (Erlina,2007:108).
Menurut Gujarati (1995) dalam Hadi (2006 : 172), “untuk mengetahui
adanya masalah heteroskesdatisitas ini kita bisa menggunakan korelasi jenjang
Spearman, tes Park, tes Goldfeld-Quandt, tes BPG, tes White atau tes
Glejser.” Bila menggunakan korelasi jenjang Spearman, maka kita harus
menghitung nilai korelasi untuk setiap variabel independen terhadap nilai
residu, baru kemudian dicari tingkat signifikansinya. Park dan Glejser test
memiliki dasar test yang sama yaitu meregresikan kembali nilai residu ke
variabel independen.
Menurut Hadi (2006 : 174), salah satu cara untuk mengurangi masalah
heteroskesdatisitas adalah “menurunkan besarnya rentang (range) data. Salah
satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan rentang data adalah
melakukan transformasi (manipulasi) logaritma. Tindakan ini bisa dilakukan
bila semua data bertanda positif.”
Uji autokorelasi bertujuan untuk menganalisis apakah dalam model regresi
linear terdapat korelasi antara kesalahan penggangu pada perode t dengan
kesalahan t-1 atau sebelumnya. Menurut Singgih (2002 : 218) Untuk
mendeteksi adanya autokorelasi bisa digunakan tes Durbin Watson (D-W).
Panduan mengenai angka D-W untuk mendeteksi autokorelasi bisa dilihat
pada tabel D-W, yang bisa dilihat pada buku statistik yang relevan. Namun
demikian secara umum bisa diambil patokan:
1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2) Angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
3) Angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif
Jika terjadi autokorelasi, maka dapat diatasi dengan cara:
a) Melakukan transformasi data.
b) Menambah data observasi.
H0: Tidak ada autokorelasi (r=0)
HA: ada autokorelasi (r≠0)
2. Pengujian Hipotesis
Setelah Uji Asumsi Klasik, penulis menganalisis data dengan metode
analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui bagaimana
pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen.
Persamaannya adalah:
Y = β0 +β1 X1+ β2 X2 + ε
Y = Pendapaatn Per Kapita
β0 = Konstanta
β1 s/d β2 = Koefisien Estimasi
X1 = Pendapatan Asli Daerah
X2 = Transfer Pemerintah Pusat
ε = Error Term
a. Uji – t: Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen
terhadap variabel dependen parsial. Pengujian ini dilakukan untuk melihat
besarnya masing-masing variabel independen mempengaruhi variabel
dependen menggunakan t-test.
Ha1 : Pendapata Asli Daerah berpengaruh signifikan terhadap
Peningkatan Pendapatan Per Kapita pada pemerintahan
Daerah di Propinsi Sumatera Utara
Ha2 : Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan Pendapatan Per Kapita pada pemerintah
kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Jika thitung <α0.05, maka Ha diterima
Jika thitung >α0.05, maka Ha ditolak
b. Uji – F : Untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen
secara bersama-sama terhadap variabel dependen
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji F-test. Hipotesis
H3 : Pendapatan Asli Daerah dan Transfer Pemerintah Pusat secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap peningkatan
Pendapatan Per Kapita pemerintahanta di Sumatera Utara.
Pengujian simultan ini menggunakan uji F, yaitu dengan membandingkan
antara nilai signifikansi F dengan nilai signifikansi yang digunakan yaitu 0,05.
Kriteria pengambilan keputusan menurut Ghozali (2005 : 84) sebagai
berikut:
1) Apabila nilai F > 4 dengan tingkat kepercayaan 5% dan Fhitung >
Ftabel, maka Ha diterima (Ho ditolak).
2) Apabila nilai F < 4 dengan tingkat kepercayaan 5% dan Fhitung <
Ftabel, maka Ho diterima (Ha ditolak).
G. Jadwal Penelitan
Jadwal penelitian direncanakan sebagai berikut :
Table 3.3
Tahapan Penelitian
Bulan
Pengajuan Proposal
Pencarian Data Awal
Penyelesaian Proposal
Penyerahan proposal Pada
Pembimbing
Bimbingan dan Perbaikan Proposal
Seminar Proposal
Pengumpulan dan Pengolahan Data
Analisis Data
Bimbingan Skripsi
Penyelesaian Skripsi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sumatera Utara adalah sebuah Propinsi yang terletak di Pulau Sumatera,
berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau
di sebelah selatan, terletak pada 1°- 4° derajat LU dan 98°- 100° Bujur Timur
merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik
Barat, Pusat pemerintahan Sumatera Utara terletak di kota Medan. Sebelumnya,
Sumatera Utara termasuk ke dalam Provinsi Sumatra sesaat Indonesia merdeka
pada tahun 1945. Pada tahun 1950. Provinsi Sumatera Utara dibentuk meliputi
sebagian Aceh. Tahun 1956, Aceh dipisahkan menjadi Daerah Otonom dari
Provinsi Sumatera Utara. Luas daratan propinsi Sumatera Utara adalah 71.680
km² dibagi kepada 25 kabupaten, 8 kota (dahulu kotamadya).
Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih
dahulu memperhatikan data kabupaten/ kota yang telah ditentukan sebagai
sampel. Adapun kabupaten/ kota yang terpilih menjadi sampel penelitian
berdasarkan pertimbangan yang ditentukan oleh penulis pada bab sebelumnya,
adalah sebanyak 25 sampel untuk setiap tahunnya. Dimana Pemerintahan
Kabupaten/Kota yang dimaksud adalah sebagai berikut
Tabel 4.1
Daftar Pemerintahan Kabupaten/Kota Sampel
No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel Sampel
1 2
1 Kabupaten Asahan √ √ Sampel 1
3 Kabupaten Dairi √ √ Sampel 2
4 Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 3
5 Kabupaten Humbang Hasundutan √ √ Sampel 4
6 Kabupaten Karo √ √ Sampel 5
7 Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 6
8 Kabupaten Labuhan Batu Utara X X -
9 Kabupaten Labuhan Batu Selatan X X -
10 Kabupaten Langkat √ √ Sampel 7
11 Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 8
12 Kabupaten Nias √ √ Sampel 9
20 Kabupaten Serdang Bedagai √ √ Sampel 13
21 Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 14
22 Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 15
23 Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 16
24 Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 17
Sumber : BPS (Badan Pusat Statistika) Sumatera Utara 2009
B. Analisis Hasil Penelitian
Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum,
nilai maksimum, nilai rata-rata standart deviasi data yang digunakan dalam
penelitian. Data statistik deskriptif ditampilkan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
kapita1 75 14,96 16,46 15,5824 ,34058
PAD1 75 14,13 19,60 16,3689 ,98504
Dana1 75 18,00 20,81 19,5371 ,58534
Valid N (listwise) 75
Berdasarkan data dari tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa:
1. Variabel pendapatan per kapita memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 75,
dengan nilai minimum 14,96, nilai maksimum 16,46, mean 15,5824dan
standart deviation (simpangan baku) 0,34058,
2. Variabel PAD memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 75, dengan nilai
minimum 14,13, nilai maksimum 19,6, mean 16,3689 dan standart
deviation (simpangan baku) 0,98504,
3. Variabel dana perimbangan memiliki jumlah sampel (N) sebanyak 75,
dengan nilai minimum 18, nilai maksimum 20,81, mean 19,5371 dan
standart deviation (simpangan baku) 0,58534,
4. Jumlah sampel yang digunakan adalah sebanyak 75 buah.
Analisa dilakukan dengan model analisa regresi berganda. Sebelum dilakukan
uji hipotesis, peneliti akan melakukan uji asumsi klasik. Pengujian ini perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi data yang digunakan dalam
penelitian sudah normal, serta bebas dari gejala multikolinearitas,
heteroskesdastisitas serta autokorelasi.
a. Uji Normalitas
Uji Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal.
Pengujian ini menggunakan uji normalitas dengan normal probably plot of
Gambar 4.1
Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar
garis diagonal dan penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa penyebaran data mendekati normal atau
memenuhi asumsi normalitas. Hal ini juga dilihat dari grafik histogram berikut.
1.0
Gambar 4.2
Berikutnya uji data statistik dengan model Kolmogorov-Smirnov dilakukan
untuk mengetahui apakah data sudah terdistribusi secara normal atau tidak.
3 2 1 0 -1 -2 -3
Regression Standardized Residual
20
15
10
5
0
F
re
q
u
e
n
c
y
Mean = -1.33E-14 Std. Dev. = 0.986 N = 75