• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Energi Matahari Untuk Memanaskan Air

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Energi Matahari Untuk Memanaskan Air"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA AKHIR

PEMANFAATAN ENERGI MATAHARI

UNTUK MEMANASKAN AIR

Disusun :

ACHMAD ARBI HARAHAP

Nim : 035202067

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK INDUSTRI

PROGRAM DIPLOMA-IV FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Terima kasih dan hormat yang setinggi - tingginya penulis ucapkan kepada Allah Swt, dan teman – teman yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan laporan ini hingga pada akhirnya dapat terselesaikan. Serta terima kasih banyak penulis ucapkan kepada orang tua saya khususnya Ibunda tercinta karena dengan hati dan fikiran yang sabar mendorong rasa semangat hingga terselesaikanya Karya Akhir ini dan juga tidak terlupakan Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Tulus Burhanuddin ST, MT karena peran dan sumbangsihnya serta menuangkan pikiran dan membimbing penulis atas perencanaan Karya Akhir ini demi kemajuan teknologi tepat guna.

Adapun Karya Akhir ini dilakukan sebagai salah satu peningkatan taraf ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dikampus secara teori dan sebagai aplikasi pelaksanaan dapat melihat secara langsung atau dapat berpraktek secara langsung dilapangan.

Penulis menyadari bahwa Karya Akhir ini masih jauh dari tahapan sempurna dan masih membutuhkan masukan dari pembaca serta dapat melakukannya baik sebagai refrensi maupun sebagai bahan pertimbangan.

Medan….Desember 2009 Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...………. i

DAFTAR ISI ………...……… ii

DAFTAR NOTASI ………..………… iv

DAFTAR GAMBAR ………...v

DAFTAR TABEL ………...vi

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ………1

1.2 Tujuan ………2

1.3 Manfaat ………3

1.4. Metodologi ………3

1.5. Batasan Masalah ………4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan perpindahan panas ………5

2.1.1. Konduksi ………6

2.1.2. Konveksi ………6

2.1.3. Radiasi ………8

2.2 Tinjauan mekanika fluida ………9

2.2.1 Viskositas ………9

2.2.2 Posisi matahari ………9

2.2.3 Intensitas radiasi pada bidang miring ………..10

BAB III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat-alat ………..…………13

3.2 Bahan-bahan yang digunakan ………..…………14

BAB IV. METODOLOGI PERCOBAAN 4.1 Tempat Percobaan ………..16

(4)

BAB V. ANALISA PERHITUNGAN ………..………18 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……….…….31

(5)

Daftar Notasi

Ac : Luasan kolektor (m2) D : Diameter pipa (m) F : Efisiensi sirip

H : Laju radiasi sorotan (beam) atau sebaran (difus) pada suatu satuan luas permukaan (W/m2). K : Konduktivitas termal material (Watt/m.oC) L : Tebal isolasi (m)

QL : Laju kehilangan energi dari kolektor ke lingkungan oleh radiasi balik, konveksi dan konduksi (W/m2).

QLt : Kerugian kalor atas (top loss) (W/m2)

Qs : Laju energi yang tersimpan dalam kolektor (W/m2) Qu : Laju pertukaran kalor yang digunakan ke fluida (W/m2) R :Faktor perubah radiasi sorotan atau difus (tak

berdimensi)

ta : Temperatur lingkungan (0C) TL : Temperatur langit (0K) Tp : Temperatur plat (0C)

Ub : Koefisien kerugian kalor bagian bawah(Watt/m2.K) UL : Kerugian kalor total (Watt/m2.K)

Ut : Koefisien kerugian kalor bagian atas(Watt/m2.K) V : Kecepatan angin (m/s)

W : Jarak antar pipa (m)

S : Konstanta Stefan Boltzmann:5.67 x 10-8 Watt/m2.K4 Ep : Emitansi plat (tak berdimensi)

Ek : Emitansi kaca (tak berdimensi) d : Diameter dalam Pipa

(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bilangan Nusselt rata-rata dalam pipa pendek untuk berbagai bilangan prandtl..7

Gambar 2.2 Radiasi sorotan setiap jam pada permukaan miring dari pengukuran Ib ...12

Gambar 3.1 Thermometer air raksa ………..….…..13

Gambar 3.2 Thermo couple ……….…..……..13

Gambar 3. 3 Anemometer ………...……..14

Gambar 3. 4 Kolektor surya ………...……..15

Gambar 4.1 Kerugian Panas kolektor ……….…..……..21

Gambar 4 .2 Sirkuit untuk tahanan perpindahan panas melalui bagian atas kolektor…..…. 22

Gambar 4.3 Koefisien konveksi alam h, dalam celah udara sebagai fungsi dari jarak celah z dengan sudut miring β sebagai para meter………..…...…....23

Gambar 4.4 Aliran panas ke dalam cairan ………..……...26

Gambar 4 .5 Rangkaian tahanan thermal ………..…….…..27

(7)

DAFTAR TABEL

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

(9)

terjadinya efek rumah kaca sedangkan bagian bawah plat kolektor surya dilapisi dengan glass woll yang dapat mengisolasi terjadinya kebocoran panas tyang dihasilkan oleh plat kolektor Surya.

Sebagai titik awal dalam melakukan perhitungan untuk mendesain kolektor surya type plat datar. Perhitungan geometris dari kolektor (Luas permukaan kolektor ) kemiringan permukaan kolektor terhadap intensitas matahari Radiasi langsung efek Termosiphon pada pipa – pipa sirkulasi untuk menentukan sistem konveksi alami serta suhu masuk dan keluar pipa sirkulasi.

Prinsip kerja dari sistem pamanas air dengan menggunakan plat datar dapat menunjukkan bahwa air yang masuk ke dalam kolektor melalui pipa distribusi akan mendapatkan panas yang baik secara konveksi maupun secara radiasi, sebagai akibat dari tertangkapnya Radiasi surya didalam Radiasi surya didalam kolektor yang dibatasi oleh plat dan kaca bening tembus cahaya. Karena adanya perpindahan panas tersebut maka suhu air yang berada didalam pipa – pipa kolektor secara langsung akan bertambah, bertambahnya suhu air yang ada didalam pipa – pipa kolektor mengakibatkan adanya perbedaan massa jenis air. Dimana air yang bersuhu lebih tinggi memiliki massa jenis yang lebih kecil, sehingga kecenderungan akan bergerak ke arah yang lebih tinggi. Sebaliknya air yang berada dalam pipia kolektor yang suhunya lebih rendah memiliki massa jenis yang lebih besar dan akan bergerak ke bawah, sehingga terjadi peristiwa konveksi secara alami.

1.2. Tujuan

Pemanfaatan energi matahari bagi kehidupan manusia.

(10)

hal yang baru dengan kemampuan menganalisa serta mensistesisa, para mahasiswa dapat terlatih bagaimana mengembangkan sebuah teknologi.

2. Mengasah pola pikir yang wajar, logis, rasional serta keterampilan dan luwes dalam memahami dan menghadapi masalah ditempat pekerjaan.

3. Motivasi mahasiswa untuk dapat berpartisipasi dalam permasalahan pembangunan, seperti kegiatan perencanaan, perancangan, pelaksanaan, pembuatan, penggunaan dan pengawasan yang berhubungan dengan pemanfaatan energi matahari untuk memanaskan air.

4. Memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengatur lebih spesifik permasalahan dalam menganalisis pembuatan sebuah produk yang dapat berguna bagi khalayak secara luas.

1.3. Manfaat

1. Dapat lebih mengenal berbagai persoalan yang dihadapi dalam menganalisa, hingga pada perawatan sebuah alat. Dapat membandingkan antara teori yang diperoleh diperkuliahan dengan kondisi dan fakta yang sebenarnya.

2. Sebagai alat untuk lebih mengasah cara berfikir dan metode kerja mahasiswa yang terampil dan lebih obyektif serta dapat menyimpulkan setelah melkukan penelitian. 3. Agar mahasiswa lebih tertempa dan terlatih untuk meneliti tentang alam dan sosial.

1.4. Metodologi

(11)

maupun ditempat – tempat yang lain. Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat dimana terdapat beberapa produk yang telah dijual di pasaran seperti produk Wika Swh, Ariston Dll penelitian ini dilakukan di beberapa toko penjualan serta agen – agen penjual seperti PT. Aditya Sarana Graha, Mandiri Jaya, Jaya Mandiri Sentosa Dll.

1.5. Batasan Masalah

Pada karya akhir ini yang dibahas adalah analisis perancangan dan pembuatan pemanas air dengan memanfaatkan energi tenaga surya, sebagai energi terbarukan. Adapun batasan masalahnya adalah ;

1. Fluida yang digunakan adalah air bersih

2. Sistem aliran dalam pipa adalah system pasif memanfaatkan sirkulasi thermosiphon 3. Temperature air yang keluar dari kolektor kurang dari 70 0 C

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar 150.000.000 km, sangatlah alami jika hanya pancaran energi matahari yang mempengaruhi dinamika atmosfer dan kehidupan di Bumi sebagai. Energi yang datang ke bumi sebagian besar merupakan pancaran radiasi matahari. Energi ini kemudian ditransformasikan menjadi bermacam-macam bentuk energi, misalkan pemanasan pemukaan Bumi, gerak dan pemanasan atmosfer, gelombang lautan, foto sintesa tanaman dan reaksi foto kimia lainya.

Penyebaran sinar matahari tiap tahun di belahan bumi berfariasi termasuk Indonesia . Indonesia rata – rata menerima sinar matahari delapan ( 8 ) jam perhari. Dapat dikatakan bahwa Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan dan Negara agraris, oleh karena itu penulis mencoba untuk merancang sebuah alat yang dapat digunakan di tengah-tengah masyarakat dengan pemanfaatan energi surya untuk memanaskan Air untuk kebutuhan mandi, air minum dsb dan intensitas sinar matahari yang masuk ditentukan posisi matahari terhadap kolektor.

2. 1. Tinjauan perpindahan panas

(13)

      

dx dT KA -q

sirkulasi dilakukan dengan sebuah pompa, maka kita menyebutnya konveksi paksa. Pelat penyerap yang panas itu melepaskan panas ke plat penutup kaca ( umumnya menutupi kolektor) dengan cara konveksi alamiah dan dengan cara radiasi.

2.1.1 Konduksi ( hantaran )

Panas mengalir secara konduksi dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah. Laju perpindahan panas konduksi dapat dinyatakan dengan Hukum Fourrier

Dimana q = Laju perpindahan panas ( w ) K = Konduktifitas Termal ( W / (m.k))

A = Luas Penampang yang terletak pada aliran panas m2 dT/dx = Gradien temperatur dalam arah aliran panas ( - k/m )

2.1.2 Konveksi ( aliran )

Udara yang mengalir diatas suatu permukaan logam pada sebuah alat pemanas udara surya, dipanasi secara konveksi yaitu konveksi paksa dan konveksi alamiah, apabila aliran udara disebabkan oleh blower maka penulis menyebutnya sebagai konveksi paksa dan apabila disebabkan oleh gradien massa jenis maka penulis menyebutnya konveksi alamiah. Pada umumnya laju perpindahan panas dapat dinyatakan dengan hukum persamaan pendinginan Newton sbb.

(14)

Dimana h = Koefisien konveksi ( w / m2. k ) A = Luas permukaan kolektor surya m2 Tw = Temperatur dinding ( k )

T = Temperatur fluida ( k ) Q = Laju perpindahan panas ( w)

Karena aliran dalam pemas cairan surya itu laminer dan tabung – tabungnya adalah relatif pendek, maka bilangan nusselt rata – rata dan karena itu harga rata-rata h dalam tabung dapat dicari dari gambar berikut seperti yang dianjurkan oleh duffie dan Becman. Untuk menggunakan grafik dalam gambar 2.1 haruslah dihitung terlebih dahulu sebuah bilangan tanpa dimensi lain yang disebut bilangan prandtl yaitu dengan persamaan Pr = Cp ( µ/k).

Gambar 2.1 Bilangan Nusselt rata-rata dalam pipa pendek untuk berbagai bilangan prandtl. Untuk pemanas surya yang bekerja dalam bilangan Reynols antara 2000 sampai 10000, dan nilai bilangan nusselt sebesar

Nu = 0,00269. Re

ReYang dimaksud adalah bilangan Reynold yang biasanya berkisar antara 2000 sampai 10000

(15)

i

e

Vd

R

Dimana Re = Bilangan Reynold.

V = Kecepatan Rata-rata dari Fluida (m / s ) di = Diameter pipa ( m )

ρ = Massa jenis ( kg / m3 )

μ = Viskositas dinamik ( kg / m.s )

2.1.3 Radiasi ( pancaran )

Radiasi surya adalah Radiasi gelombang pendek yang diserap oleh plat penyerap sebuah kolektor surya dan diubah menjadi panas. Oleh karena itu plat penyerap harus memiliki harga α yang setinggi – tingginya dalam batas yang masih praktis. Plat penyerap yang menjadi panas memancarkan radiasi termal dalam daerah panjang gelombang yang panjang (infra merah) kerugian radiasi ini dapat dikurangi sehingga sangat kecil dengan cara menggunakan permukaan khusus yang memiliki harga absorpsivitas yang tinggi (α, tinggi) dalam daerah panjang gelombang pendek (Radiasi surya) dan harga emisivitas yang rendah ( , rendah ) dalam daerah infra merah. Permukaan semacam itu disebut permukaan selektif. Salah satu diantaranya adalah khrom hitam (Black chrome) yang mempunyai harga α = 0.90 dan = 0.12.

Penukaran panas netto secara radiasi termak antara dua badan ideal (Hitam) adalah

Dimana σ = Stefan – Boltzman yang besarnya 5.67 x 10-8 w / m2 . k4 T = Temperatur mutlak benda ( k )

A = Luas Bidang m2

Dalam praktek, permukaan bukan merupakan pemancar ataupun penyerap yang sempurna dari radiasi termal. Permukaan (kelabu) warna tersebut dapat ditandai oleh fraksi –

T T

w
(16)

fraksi dari jumlah ideal yang dipancarkan ( , emisivitas ) dan diserap ( α, absorbsivitas). Misalnya, perpindahan panas yang terjadi dalam sebuah kolektor surya adalah perpindahan panas radiasi dari plat penyerap ke plat penutup kaca. Maka dapat dilihat seperti berikut ini.

1

2 1

4 2 4

1

 

 

i i

T T

q

ternyata bermanfaat, Dimana = 1 dan 2 adalah emisivitas dari pelat – pelat penyerap dan kaca.

2. 2. Tinjauan mekanika fluida 2.2.1 Viskositas ( kekentalan )

Viskositas merupakan sifat yang menentukan karakteristik fluida terhadap tegangan geser. Viskositas dinamik didefenisikan sebagai perbandingan antara tegangan geser dan laju regangan geser.

2.2.2 Posisi Matahari

Sudut zenit Ө diperlihatkan sebagai sudut antara zenit z, atau garis lurus dibawah kepala, dan garis pandang ke matahari. Persamaan untuk sudut zenit dapat dirumuskan

Cos θz = Sin δ Sin Ø + Cos δ Cos θ Cos ω

Dimana θz = Sudut zenith = Deklinasi Ø = Sudut lintang

ω = Sudut jam ( 15 0 )

(17)

   

 

365 284 360 45

,

23 Sin x n

Juni ) ke – 23,450 di musim dingin ( 21 Desember ) harga deklinasi pada setiap saat dapat diperkirakan dengan persamaan berikut

Dimana n Adalah hari dari tahun yang bersangkutan.

2.2.3 Intensitas Radiasi pada bidang miring.

Karakteristik dari permukaan pada radiasi bidang miring berbeda dari satu tempat dengan tempat yang lainya. Komponen radiasi pada suatu permukaan miring yaitu komponen sorotan IbT yang diperoleh dengan mengubah radiasi sorotan pada permukaan horizontal

menjadi masuk normal dengan menggunakan sudut zenit. Dan kemudian mendapatkan komponen pada permukaan miring dengan menggukan sudut masuk. Radiasi sprotan pada permukaan horizontal diperoleh dari selisih antara pengukuran radiasi total antara pengukuran radiasi sebaran untuk lokasi tertentu.

Radiasi sorotan IbT pada permukaan miring dapat dihitung dengan radiasi sorotan (terukur) Id

pada sebuah permukaan horizontal perhitungan ini dapat dilakukan dengan dua cara pertama dengan mendistribusikan radiasi sebaran secara merata diatas hemisfer langit, kedua dengan meneliti sebaran berasal dari daerah langit dekat matahari, komponen yang dipantulkan pada permukaan bidang miring IrT dapat dihitung apabila refleksi dari permukaan disekitarnya dapat diketahui. Dari beberapa komponen yang miring seperti yang diterangkan diatas dapat dilihat sebagai berikut.

rT dT bT

T I I I

(18)

Radiasi langsung : sudut masuk Intensitas radiasi langsung atau sorotan perjam pada sudut masuk normal Ibn , dari gambar 2.2 dapat dilihat.

Dimana Ib adalah radiasi sorotan pada suatu permukaan horizontal dan cos θz adalah sudut zenit yang ditentukan dari persamaan dibawah ini dengan demikian untuk suatu permukaan yang dimiringkan dengan sudut β terhadap bidang horizontal ( Gambar 2.2 ) intensitas dari komponen sorotan ialah.

Dimana θT = Sudut masuk yang didefenisikan sebagai sudut antara arah sorotan pada sudut masuk normal dan arah komponen 90 o pada permukaan bidang miring

Apabila permukaan dimiringkan dengan suatu sudut β terhadap horizontal, maka hal itu adalah sama dengan apabila bumi diputar dengan arah jarum jam sebesar sudut β, dan permukaannya tetap berada pada kedudukan yang sama, gambar 2.2 hubungan untuk θZ untuk garis lintang θ – β kemudian dapat digunakan untuk permukaan yang dimiringkan pada garis lintang φ karena garis lintang ditentukan dari bidang ekuator, maka kemiringan permukaan mengarah ke ekuator, yaitu bahwa permukaan itu dimiringkan ke selatan bagi hemisfer bagian utara.

Cos I

I b

bn

z T b

T bn

bT

Cos I I

I

 

 cos

cos 

(19)

   

     

cos cos cos sin

sin

cos cos

cos sin

sin

 

  I

IbT

Gambar 2.2 Radiasi sorotan setiap jam pada permukaan miring dari pengukuran Ib.

(20)
(21)
(22)
(23)
(24)

BAB III

ALAT DAN BAHAN

3. 1. Alat – alat

Didalam percobaan ini beberapa peralatan yang dibutuhkan seperti :

a. Thermometer Air Raksa.

Alat ini digunakan untuk mengukur suhu udara yang berada disekitar kolektor

Gambar 3.1 Thermometer air raksa

b. Thermo Couple

Alat ini digunakan untuk mengukur temperatur air pada tangki bagian bawah pada

tangki bagian bawah atau bagian atas, air yang masuk dan keluar kolektor serta pada lima titik

yang berbeda pada kolektor. Jenis yang digunakan adalah type HY-1000 yang berkemampuan

pengukuran 0 ÷ 200 oc.

(25)

c. Anemometer.

Alat ini dgunakan untuk mengukur kecepatan angin yang berhembus disekitar kolektor

yang dapat mengukur kecepatan angin dari 0 – 1000 m/det pada temperatur pengoperasian

antara 20 – 80 oc.

Gambar 3. 3 Anemometer

3. 2. Bahan – bahan yang digunakan.

Secara prinsip koelektor surya berfungsi untuk mengumpulkan radiasi matahari dan

mengubahnya menjadi energi panas yang kemudian diteruskan ke fluida yang berada didalam

pipa-pipa kolektor.

Adapun bahan – bahan yang digunakan adalah

a. Plat absorbsi, digunakan untuk menyerap panas matahari yang dicat dengan

warna hitam pekat, karena secara perinsip warna hitam dapat menyerap panas tanpa

menimbulakan efek radiasi pantulan ke atmosfer kembali, dengan ukuran sebagai berikut : -

Panjang plat kolektor ( P )1200 mm

- Lebar plat kolektor ( L )365 mm

(26)

b. Pipa kolektor, Digunakan untuk memanaskan air yang berada dalam pipa, bahan ini terbuat dari plat tembaga dengan ukuran sebagai berikut :

- Jumlah pipa kolektor 5 buah

- Jarak antara pipa kolektor 92 mm

- Diameter pipa kolektor ( D ) 9 mm

- Diameter dalam pipa kolektor ( d ) 8 mm

- Panjang pipa kolektor ( P ) 1000 mm

c. Isolator, Digunakan untuk mengisolir panas matahari yang ditangkap oleh kolektor. Dalam pembuatan ini penulis menggunakan Glass Woll.

d. Kaca Bening, Digunakan untuk mengukur suhu udara panas yang berada didalam kolektor agar tidak keluar, dalam hal ini penutup dibuat 2 lapis.

e. Kerangka Kolektor, Digunakan untuk menyangga dan sebagai tempat peletakan

kolektor Surya terbuat dari bahan Alumunium.

f. Penyangga Kolektor. Digunakan untuk menahan kerangka kolektor surya

dengan sudut kemiringan 40 ºc dan panjang 1065 mm

g. Penyangga Tangki. Digunakan untuk menahan tangki Air yang terbuat dari pastik, dengan tinggi 1500 mm.

(27)

BAB IV

METODOLOGI PERCOBAAN

4.1.Tempat percobaan

Adapun percobaan ini dilakukan di ruangan terbuka ( gedung fakultas teknik ).

4.2. Data Hasil Pengujian

Tabel 4 – 1 Temperature plat, Temperatur lingkungan, kecepatan angin yang berhembus

disekitar kolektor dan kondisi cuaca.

Jam Tp

(ºc) TL

(ºc)

Temperature

Air Masuk

(ºc)

Temperature

Air Keluar

(ºc)

Intensitas

Surya

W/m²

Kecepatan

Angin

disekitar

kolektor m/s

Kondisi

Cuaca

8 32 26,9 24 32 8 0.3 Cerah

9 35 27,6 24 35 11 0.3 Cerah

10 43 28,7 24 43 19 0.3 Cerah

11 60 34,8 24 60 36 1.6 Cerah

12 70 37 24 70 46 0.5 Cerah

13 72 35,5 24 72 48 0.4 Cerah

14 75 36 24 75 51 0.7 Cerah

15 80 33,4 24 80 56 0.7 Cerah

16 75 32,9 24 75 51 0.5 Cerah

(28)

32 35 43 60 70 72 75 80 75 62 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Waktu Pengamatan T e mp er atur ( oC)

Grafik .Temperatur Air keluar pada pengujian tiap jam, pada temperature awal 24 oc pada

suhu awal 27 oc

Grafik. Temperature Plat kolektor pada pengujian tiap jam dengan waktu pengujian dari pukul

8.00 hingga pukul 17.00 sore hari. 32 35 43 60 70 72 75 80 75 62 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

(29)

BAB V

ANALISA PERHITUNGAN

Radiasi surya yang tersedia diluar atmosfer bumi seperti yang diungkapkan oleh

konstanta surya sebesar 1353 W/m2dikurangi intensitasnya oleh penyerapan dan pemantulan

atmosfer sebelum mencapai permukaan bumi/ozon di atmosfer. penyerap radiasi dengan

panjang gelombang pendek ( Ultra Violet ) karbon dioksida dan uap air yang menyerap

sebagian radiasi dengan panjang gelombang yang lebih panjang ( Inframerah). Selain

pengurangan radiasi bumi yang langsung atau sorotan oleh penyerapan tersebut, masih ada

radiasi yang dipancarkan oleh molekul – molekul gas, debu dan uap air ke atmosfer sebelum

mencapai bumi sebagai radiasi sebaran. Pengukuran berikutnya terjadi apabila permukaan

penerima radiasi itu tidak pada kedudukan tegak lurus sorotan radiasi yang masuk. Sehingga

dapat diketahui dengan rumus stefan-boltzmann σ, dimana Radiasi yang dipancarkan oleh

permukaan matahari Es, adalah temperatur permukaan absolut Ts4dan luas permukaan π ds2.

Dimana

Ts = Temperature permukaan ( K )

ds = Diameter matahari ( m )

Pada radiasi ke semua arah, energi yang di Radiasikan mencapai luas permukaan Bola

dengan matahari sebagai titik tengahnya. Jari – jari R adalah sama dengan jarak Rata – rata W

T d

E s s s

4 2 

2 4

8

. / 10 67 .

5 xW m K

(30)

fluksa Radiasi pada satu satuan luas dari permukaan bola tersebut yang dinamakan Iradiansi, menjadi 2 2 / 4 4 2 m W R G s s T d  

Dengan garis tengah matahari 1.39 x 10 9 m, temperatur permukaan matahari 5762 K,

dan jarak rata – rata antara matahari dan bumi sebesar 1.5 x 10 11 m, maka fluksa Radiasi

persataun luas dalam arah yang tagak lurus pada radiasi tepat diluar atmosfer bumi adalah :

Harga G ini disebut konstanta surya, G sc. Pengukuran yang baru-baru ini dilakukan

oleh pesawat antariksa telah membenarkan harga G sc ini, yang kemudian telah diterima oleh

NASA sebagai standar. Tabel 4.1 memuat konstanta surya dalam satuan lain. Satuan langley

sama dengan 1 kalori/cm2 adalah satuan yang umumnya dapat dijumpai dalam literatur

mengenai radiasi surya, Perlu dicatat di sini, bahwa karena 1 kalori = 4.187 Joule, maka 1

langley = 1 kalori / cm2 = 0.04187 Mj/m2 sebuah faktor konversi yang sering digunakan.

Dapat dilihat seperti pada tabel 4.2 berikut ini bahwa kenyataan konstanta solar

didasarkan atas suatu satuan luas pada arah sinar matahari. Konstanta ini sangat bermanfaat

sebagai batas teoritis dari ketersediaan energi surya dibumi, dan dalam penaksiran komponen

radiasi sebaran dan apabila radiasi ini di ukur secara terpisah maka maka dapat ditentukan

bahwa Bilangan 1 sun didefenisikan segagai 1000 W / m2 dan kadang – kadang digunakan

untuk menunjukkan harga kira – kira energi surya maksimum praktis yang tersedia di

(31)

Tabel 4.2 Data Radiasi Global yang khas ( Radiasi pada permukaan Horizontal) (Terlampir)

Dari rangkaian tersebut di atas dan seperti yang dijelaskan pada Bab 3 maka pada

analisa perhitungan dapat diketahui bahwa besarnya energi Energi Radiasi yang dapat diserap

oleh oleh plat penyerap adalah.

Qin =α . IT. Ac

=0.9x 252.0x438.0

=99.338

Dimana α = Absorbsivitas plat penyerap

IT = Intensitas Surya ( W/m2)

Ac = Luas plat penyerap ( m2)

Maka dapat diketahui bahwa besarnya energi yang dapat diserap oleh plat Kolektor surya

adalah sebesar 11.904.

Sehingga dapat diketahui bahwa dari hasil prhitungan jumlah atau besarnya energi yang

diserap oleh plat penyerap maka dapat dihitung bahwa

Energi yang hilang dari kolektor.

Mekanisme kerugian panas dari plat penyerap seperti ditunjukkan dalam gambar

berikut panas hilang dari bagian atas plat penyerap karena konveksi alam dan karena radiasi ke

permukaan dalam dari plat penutup kaca ( Sebagaian dari radiasi tersebut akan hilang melalui

kaca penutup namun dalam hal ini hal tersebut akan diabaikan) plat konduksi ini akan di

konduksikan oleh plat kaca ke permukaan luarnya, kerugian panas ini dinamakan kerugian

panas atas ( top loss ) dan dinyatakan dengan

2

/ )

(t T w m

(32)

Dimana Ut : Koefisien kerugian panas, W/ ( m2.K )

Tp : Temperatur Plat oC

[image:32.595.207.424.203.363.2]

Ta : Temperatur Lingkungan oC

Gambar 4.1 Kerugian Panas kolektor

Kebalikan dari Ut, 1/U adalah jumlah tahanan terhadap perpindahan panas dari plat ke

lingkungan yang dinyatakan oleh sirkuit seri paralel sederhana seperti ditubjukkan dalam

gambar 4 .2 dalam sirkuit ini hl = koefisien konveksi ( alam ) dalam hri = koefisien radiasi (

Ekivalen ) Dalam, R ( kaca ) harga R dari kaca, Tebal / konduktifitas termal = t/k, m2.K / W, ho

= koefisien konveksi luar, hro = koefisien radiasi ( Ekivalen ) Luar. Dimana satuan satuan

untuk koefisien radiasi adalah W/ ( m2.K ). Karena dalam satu sirkuit paralel konduktansi –

konduktansi dijumlahkan, dan dalam suatu sirkuit seri tahanannya dijumlahkan, maka tahanan

total dapat di tulis

ro o ri

l h h

kaca h

h Ut

l

  

(33)

Dimana koefisien konveksi alam h1 antara plat – plat miring yang dipanasi dari bawah

telah dikorelasikan oleh hollands dan lain – lain untuk sudut miring antara 0o dan 70o. koefisien

tersebut dapat dilihat dalam gambar dibawah ini dan dinyatakan sebagai fungsi dari sela z

antara plat penyerap dan penutup kaca dengan sudut miring sebagai parameter, serta fungsi –

[image:33.595.163.426.225.373.2]

fungsi 1, 2, dan 3 didefenisikan sebagai berikut.

Gambar 4 .2 Sirkuit untuk tahanan perpindahan panas melalui bagian atas kolektor.

Dalam hal ini penulis memuat koefisien plat konveksi dalam hi antara sebuah plat penyerap

pada TP = 100oC dan sebuah penutup kaca TC = 23oC. pada sela z antara plat dan penutup adalah

z = 35 mm dan sudut miring adalah 40oC terhadap horizontal serta

Temperatur rata – rata. Tm = ( TP+TC )/2 k. =( 373 + 296 )/2 = 334.5 k, maka dapat dilihat

sebagai berikut. 925 . 0 5 . 334 ) 200 5 . 334 ( 137 ) 200 ( 137 2 1 3 1 2 1 3 1 1      x xT

Tm m

 157 . 1 50 296 373 50 2     Tp Tc

(34)

837 . 0 5 . 334 ) 200 5 . 334 ( 1428 ) 200 ( 1428 2 3 2 2 3 2 3      m m T T

Berikut di jelaskan gambar koefisien konveksi alam h, dalam celah udara sebagai fungsi dari

[image:34.595.204.436.201.334.2]

jarak celah z dengan sudut miring β sebagai para meter.

Gambar 4.3 Koefisien konveksi alam h, dalam celah udara sebagai fungsi dari jarak celah z

dengan sudut miring β sebagai para meter.

Karena itu z23= 35 x 1.157 x 0.837 = 2.42 dari gambar 4 – 3 hl /12 3.35 dan h1 = 3.35 x

0.925 x 1.157 = 3.59 W / ( m2k )

Koefisien Radiasi dalam ekivalen hri antara plat penyerap pada 100oC dan penutup kaca pada

23oC dan emisivitas penyerap adalah P = 0.1 dan emisivitas kaca g = 0.88

Maka koefisien radiasi dalam adalah :

) . /( 848 . 0 ) 296 373 ( 1 88 . 0 1 1 . 0 1 ) 296 373 )( 10 67 . 5 ( ) ( 1 1

( 4 4 8 4 4 2

K m x T T i T T h C P C P C p ri                     

Jika koefisien Radiasi dalam adalah 0.848/m2.k maka tahanan thermal kaca jika harga

R dari kaca [ k = 105 w/ ( m.K )] karena tebal kaca yang digunakan adalah 3 mm maka dapat

di ketahui konduktivitas termal kaca adalah

w k m k t kaca

R 0.00286 . /

(35)

Koefisien konveksi luar kolektor yang dinyatakan dengan ho dengan kecepatan angin adalah 5.0 m/s ) . /( 7 . 24 ) 0 . 5 )( 8 . 3 ( 7 . 5 8 . 3 7 . 5 2 K m W V

ho     

Untuk koefisien Radiasi luar ekivalen, dimana temperature

langitTlangit 0.052(Ta32)0.0552x28332 263Kdan temperatur luar T

a = oK dan temperatur

lingkungan, 30oC ( Kota Medan )

) /(

( 4 4 2

K m W T T T T h langit langit c C ro     ) . /( 373 . 4 263 296 ) 263 296 )( 10 67 . 5 88 . 0 ( 2 4 4 8 K m W x x     

Maka tahanan total perpindahan panas adalah

) 373 . 4 7 . 24 ( 1 263 . 0 034 . 0 00452 . 0 225 . 0 00452 . 0 ) 848 . 0 59 . 3 ( 1 1          t U

Dan koefisien kerugian atas adalah Ut = 3.80 W / ( m2.K ) dan kerugian kalor total UL

ditentukan dengan menambahkan koefisien kerugian kalor dari bawah kolektor pada Ut atau UL

= Ub + Ut.Dimana Ut:Koefisien kerugian kalor atas(W/m2.K

)Ub:Koefisien kerugian kalor bagian bawah (W/m2.K) Ul:Kerugian kalor total (Watt/m2.K)

apabila bagian bawah dari kolektor ditutup dengan isolasi papan kaca serat ( Glass woll )

setebal 50 mm dan kerugian panas dari samping dapat diabaikan maka Harga R untuk isolasi

(36)

) . /( 85 . 0 162 . 1 043 . 0 0500 . 0 2 K m W U dan R b   

Maka kerugian kalor total adalah

) . /( 65 . 4 85 . 0 80 .

3 W m2 K

UL   

Karena temperature Tp dari plat penyerap berubah – ubah sepanjang dan melintang plat

tersebut maka persamaan perolehan panas kolektor dan persamaan efisiensi biasanya

dinyatakan sebagai fungsi dari temperature fluida masuk, yang relatif mudah dikontrol dan di

ukur selama pengujian dan pengoperasianya. Langkah pertama untuk mencapai hal tersebut

adalah menggunakan efisiensi sirip F. berdasarkan temperature dasar Tb dalam bagian ini

diperkenalkan faktor efisiensi F yang memungkinkan penggunaan temperature fluida rata –

rata sehingga persamaan perolehan panas didasarkan atas temperarture fluida masuk Ti dengan

memasukkan faktor pelepas panas FR. perolehan panas melalui lebar sirip adalah

( ) ( )

2 F FT UL Tb Ta

d s          

Perolehan panas melalui lebar plat kolektor s seperti ditunjukkan dalam gambar berikut dimana

 

sd Fd )GT ( )  U L(TbTa)

Apabila radiasi yang diserap GT (σα) untuk sesaat dibuat sama dengan nol maka aliran panas

dapat ditulis sebagai berikut

s d F d

(37)

Dimana tahanan terhadap aliran dalam sirip adalah

s d F d

UL   1

Tahanan dari perekat solder

kb

1

[image:37.595.198.414.284.404.2]

Gambar 4.4 Aliran panas ke dalam cairan

Dimana b adalah panjang perekat dan l adalah tebalnya perbandingan kb/l disebut konduktansi

perekat /cb. tahanan terhadap aliran panas antara pipa dan fluida adalah

i

d h .

1 

Dimana h adalah koefisien konveksi fluida dan di adalah diameter dalam pipa

Rangkaian tahanan dalam seri untuk sirip dan pipa ditunjukkan seperti gambar berikut

(38)

Gambar 4 .5 Rangkaian tahanan thermal

Shingga perolehan panas fluida menjadi.

b i

L a F d h l k d F d s U T T  1 1 ) ( 1     

Pipa yang memiliki temperatur yang uniform Tf, yang akan mengurangi kerugian panas

sehingga menjadi minimum maka perolehan panas fluida untuk sirip dengan lebar mencapai

maksmum yaitu.

UL T T s f a

1

( 

Untuk faktor efisiensi pada plat kolektor penyerap radiasi surya yang dibuat oleh

penulis adalah tembaga dengan tebal ( t = 0.5 mm ) dengan 5 buah pipa tembaga paralel

dengan ukuran D = 9 mm dan d = 8 mm dengan jarak antar pipa adalah 92 mm dan panjangnya

1000 mm, laju aliran dalam pipa 0.020 kg/s, dan UL = 4.0 W / ( m2.K ) konduktifitas dari

sambungan solder ialah 50 W/ ( m.K ) dan tebal perekat adalah 0.10 mm dan temperatur fluida

Tf = 100 oC Seperti pada gambar di atas ( Rangkaian tahanan thermal )

48 . 0 2 1438 . 0 10 254 385 40 2 ) ( 6     x x d s k UL

Dan efisiensi sirip adalah

93 . 0 48 . 0 48 . 0 tanh   F

(39)

W K m d d s F UL / . 756 . 1 ] 0086 . 0 ) 1438 . 0 ( 93 . 0 [ 0 . 4 1 ) ( 1     

Konduktansi perekat adalah

) . /( 4285 10 . 0 57 . 8

50x W mK

l k

C b

b   

Atau tahanannya adalah

W K m Cb 0.0002 . /

1 

Viskositas dinamik µ pada 100oC adalah 4.71 x 10-4 pa.s laju aliran massa pipa per jam m =

0.020 / 6 =3.3 x 10-3 kg/ s, dinyatakan dalam bilangan reynolds adalah 4m/πdi µ atau

1405 10 71 . 4 10 35 . 6 144 . 3 10 3 . 3 4

Re 3 4

3

x xx x

x x

Biangan prandtl ialah

03 . 3 651 . 0 10 71 . 4 4184 Pr 4  

x x

k Cp

Maka dapat diketahui bilangan nusselt rata – rata adalah

) . /( 461 00635 . 0 651 . 0 5 . 4 2 K m W x d k Nu h i   

Maka tahanan thermal fluida ke dinding pipa adalah

W K m x x d

h i 461 3.14 0.00635 0.109 . /

1 1

 

(40)

W K m. / 865 . 1 109 . 0 0002 . 0 756 .

1   

Faktor efisiensinya adalah

88 . 0 865 . 1 1524 . 0

0 . 4 1

 

[image:40.595.170.430.170.345.2]

x F

Gambar 4.6 Suatu deretan kolektor seluas 562 m2 berisi 288 kolektor untuk memasok air panas

bagi sebuah pabrik kapsul gelatin.

L

k

Ub

Dimana Ub : Koefisien kerugian kalor bagian bawah(Watt/m2.K)

K : Konduktifitas kalor dari osolator

L : Tebal Isolator yang digunakan

K m w L

k

Ub 1.6 / .

50

80  2

(41)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

Dari hasil karya akhir yang telah lakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut ;

1. Alat pemanas air dengan pemanfaatan energi surya yang sebagai energi terbarukan dapat

dikembangkan dan sangat berguna bagi masyarakat secara umum, disamping penghematan

secara ekonomi pembuatannya juga sangat sederhana serta dapat meminimalisir ancaman

global yaitu gobal warming yang dihasilkan oleh pembuangan emisi gas dan efek rumah

kaca yang disebabkan oleh proses peningkatan konsentrasi gas rumah kaca karbon dioksida

(NOx), metan ( CH4) Ozon troposferik ( O3) dll dalam prosesnya emisi gas menghasilkan

gas nitrogen yang mengandung asam, gas ini akan memenuhi lapisan ozon efek rumah kaca

akan meningkatkan panas suhu diantara bumi dan lapisan ozon ketika hujan turun air yang

mengenangi permukaan bumi mengandung zat asam yang berakibat pada kerusakan alam.

Disamping merusak lapisan ozon juga akan merusak kestabilan iklim.

2. Air yang dihasilkan dalam percobaan 70 0c masih belum layak diminum, hanya bisa

dipakai untuk mandi dan mencuci.

3. Air yang dihasilkan dikolektor surya ini sebanyak 1 liter dalam waktu 60 menit.

4. Benda kerja yang dibuat belum dapat diproduksi secara masal, karena masih banyak

(42)

5. 2. Saran

Universitas Sumatera Utara khususnya Fakultas Teknik serta Departemen Teknik

Mesin seharusnya sudah dapat menganalisis dampak dari pada gelobal warming serta sesegera

mungkin dapat mencari solusi atas berbagai persoalan yang terjadi secara gelobal saat ini serta

membuat penelitian yang lebih mendalam tentang potensi alam yang dapat digunakan untuk

kesejahteraan masyarakat serta dapat mengurangi perusakan lapisan Ozon dan Stop Global

(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Zanni GR. Xerostomia is more than an inconvenience. August 2007.

http://204.11.214.173/files/articlefiles/Augut07P2PXerostomia.pdf. (14 Sept.

2008).

2. Fox PC. Xerostomia: recognition and management. Feb 2008.

http://www.adha.org/downloads/Acc0208Supplement.pdf. (14 Sept. 2008).

3. Jensen SB, Mouridsen HT, Reibel J, Brunner N, Nauntofte B. Adjuvant

chemotherapy in breast cancer patients induces temporary salivary gland

hypofunction. 2008.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/175888802.index. (10 Sept. 2008).

(abstrak).

4. Harrison T, Bigler L, Tucci M, dkk. Salivary slgA concentrations and

stimulated whole saliva flow rates among women undergoing chemotherapy

for breast cancer: an exploratory study. 1998.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9680920.index. (10 Sept. 2008).

(abstrak).

5. Azlina D, Farid CG. Jagarawatan oral klien kanser di hospital universiti sains

malaysia. Mal J Med Sci 2004; 11: 89-117.

6. Bartels CL. Xerostomia information for dentist. 2008.

http://www.oralcancerfoundation.org/dental/xerostomia.htm. (14 Sept. 2008).

7. Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi

dan penanggulannya. 2002.

http://library.usu.ac.id/dowload/fkg/fkg-sayuti.pdf. (14 Sept. 2008).

8. Gravenmade EJ. Ludah dan xerostomia. In: Konig KG, Hoogendoorn H, eds.

Prevensi dalam kedokteran gigi dan dasar ilmiahnya. Jakarta: Indonesia

Dental Industries, 1982: 39-43.

9. Nally F. Xerostomia. In: Erlan, ed. Kapita selekta penyakit dan terapi. Jakarta:

(44)

10.Ilgenil T, Oren H, Uysal K. The acute effects of chemotherapy upon the oral

cavity: prevention and management. Turk J Cancer 2001; 31: 093-105.

11.Lubis WH, Andryas I. Peranan saliva pengganti pada penderita xerostomia.

Dentika Dent J 2004; 9: 60-5.

12.Anonymous. Xerostomia. 2008. http://ilmukedokteran.net. (10 Sept. 2008).

13.Navazesh M. How can oral health care providers determine if patients have

dry mouth. J Am Dent Assoc 2003; 134: 613-8.

14.Sanchez-Guerrero J, Aguirre-Garcia E, Perez-Dorsal M.R, Kraus A, Cardiel

M.H, Soto-Rojas A.E. The wafer test: a semi-quantitative test to screen for

xerostomia. Bri Soc for Rheumatology 2002; 41: 381-9.

15.Navazesh M. Saliva in health and disease. In: Mostofsky DI, Forgione AG,

Giddon DB, eds. Behavioral dentistry. United Kingdom: Blackwell

Munksgaard, 2006: 37-49.

16.Anonymous. Kemoterapi. 2008. http://id.wikipedia.org/wiki/kemoterapi. (10

Sept. 2008).

17.Prayogo N. Kemoterapi akibat dan manfaatnya. 2008.

http://ww.dharmais.co.id/new/content.php. (14 Sept. 2008).

18.Kartikawati H. Penatalaksanaan karsinoma nasofaring menuju terapi

kombinasi / kemoradioterapi. 2007.

http://hennykartika.files.wordpress.com/2007/03/kemoradioterapil.doc. (14

Sept. 2008).

19.Jellema AP, Slotman BJ, Doornaert P, Leemans CR, Langendijk JA. Impact

of radiation-induced xerostomia on quality of life after primary radiotherapy

among patient with head and neck cancer. Inter J Rad Onco Bio Physics 2007;

69 : 751-60.

20.Gomez BR, Vallejo GH, de la Fuente LA, Cantor ML, Diaz M, Lopez-Pitor

RM. The relationship between the levels of salivary cortical and the presence

of xerostomia in menopausal women. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006; 11

(45)

21.Aqualina-Arnold J, Grater-Nakamura C. Chemotherapy : considerations for

dental hygienists. Juli 2008.

http://www.thefreelibrary.com/chemotherapy:+considerations+for+dental+hy

gienists.-a0188499057. (12 Feb. 2010).

22.Barry JM. The dentist’s role in managing oral complications of cancer

therapies. August 2005. http://www.dentistrytoday.com/ME2/dirmod.asp. (12

Feb. 2010).

23.Niederhuber JE. Nutrition implications of cancer therapies. Des 2009.

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportivecare/nutririon/HealthProfe

ssional/page4. (12 Feb. 2010).

24.Niederhuber JE. Oral and dental management prior to cancer therapy. Okt

2009.

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportivecare/oralcomplications/He

althProfessional/page4. (12 Feb. 2010).

25.Niederhuber JE. Conditions affected by both chemotherapy and head/ neck

radiation. Okt 2009.

http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/supportive/oralcomplication/HealthP

rofessional/page15. (12 Feb. 2010).

26.Hill B. Dental and oral complications. Feb 2009.

http://oralcancerfoundation.org/dental-complications.htm. (12 Feb. 2010).

27.Suryo S, ed. Ludah dan kelenjar ludah arti bagi kesehatan gigi. Yogyakarta :

Gambar

Gambar 2.1  Bilangan Nusselt rata-rata dalam pipa pendek untuk berbagai bilangan prandtl
Gambar 3.2 Thermo couple
Gambar 3. 3 Anemometer
Gambar 3. 4 Kolektor surya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proyectar dibujando es un movimiento que se ejerce desde la acción del dibujar, no como vehículo que ayuda a desplazarse dentro del proyecto, sino como acción que aloja en si

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “ Pengaruh Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Perilaku Keanggotaan Organisasi (Studi. Pada Pegawai Kontrak di

sehingga semua bentuk dukungan terhadap program ini da- pat dimanfaatkan dengan maksimal. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan sebuah analisis yang dapat digunakan

Dari hasil penelitian ini diharapkan kepada pihak sekolah SMA Negeri 1 Bandar hendaknya dapat melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk dapat

Dengan demikian tujuan dari ALMA adalah untuk menjaga kesehatan bank yang dapat diukur dengan CAMEL serta melakukan antisipasi terhadap perubahan eksternal yang

Pada penelitian di RSUD Ulin Banjarmasin bagian Obstetri dan Ginekologi didapatkan usia dengan risiko abortus berulang yaitu usia muda yg berkisar < 20

(1995) yang meneliti benih kedelai menghasilkan karakter yang terkait dengan vigor kekuatan tumbuh benih yang dikendalikan secara genetik dan mempengaruhi produktivitas

komposisi jumlah phase dan jumlah channel dapat meningkatkan performance sistem pelayanan di stasiun kereta api kota Tangerang yang dapat menekan biaya antrian,